• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respons Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine Max (L.) Merrill) Terhadap Pemberian Kompos Sampah Kota dan Pupuk P

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Respons Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine Max (L.) Merrill) Terhadap Pemberian Kompos Sampah Kota dan Pupuk P"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1. Deskripsi Kedelai Varietas Grobogan Nama varietas : Grobogan

SK : 238/Kpts/SR.120/3/2008

Tahun : 2008

Tetua : Pemurnian populasi Lokal Malabar Grobogan Rataan Hasil : 3,40 ton/ha

Potensi hasil : 2,77 ton/ha

Karakter Khusus : polong masak tidak mudah pecah, dan pada saat panen daun luruh 95–100%

Pemulia : Suhartina, M. Muclish Adie, T. Adisarwanto, Sumarsono Sunardi, Tjandramukti, Ali Muchtar, Sihono, SB. Purwanto Siti Khawariyah, Murbantoro, Alrodi, Tino Vihara, Fari Mufhti, dan Suharno

Tipe Pertumbuhan : Determinate Warna Hipokotil : Ungu

Daerah Sebaran : Beradaptasi baik pada beberapa kondisi lingkungan tumbuh yang berbeda cukup besar, pada musim hujan dan daerah beririgasi baik

(2)

Lampiran 2. Bagan Penanaman Pada Plot Jarak Tanam 40 cm x 20 cm

X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X

160 cm

140 cm

10 cm 20 cm

20 cm

(3)
(4)

Lampiran 4. Jadwal Kegiatan Pelaksanaan Penelitian

Penyiraman Dilakukan pada pagi hari dan sore hari

Penjarangan X

Penyulaman X

(5)

Lampiran 5. Hasil Analisis Tanah

Sumber : Laboratorium Tanah BPTD-PTP. Nusantara II Sampali-Medan

Lampiran 6. Hasil Analisis Kompos Sampah Kota

No Lab.

Ref.

Sampel Code

Parameter Result Test Method

(6)

Lampiran 7. Perhitungan Pupuk Kompos Sampah Kota

Jarak tanam kacang kedelai = 40 x 20 cm = 0,08 m2 Populasi : luas lahan/jarak tanam

: 10.000 m2/0,08 m2 : 125.000 populasi Dosis anjuran : 4 ton/ha

: 4000 kg/ha

Dosis anjuran/m2 : 4000 kg/ha : 10000 m2/ha : 0,4 kg/m2

: 400 g/m2

Dosis anjuran/plot : 2,24m2 x 400g/m2

: 896 g/plot = 32 g/tanaman Pupuk P

Jarak tanam kacang kedelai = 40 x 20 cm = 0,08 m2 Populasi : luas lahan/jarak tanam

: 10.000 m2/0,08 m2 : 125.000 populasi Dosis anjuran : 150 kg/ha

Dosis anjuran/m2 : 150 kg/ha : 10000 m2/ha : 0,015 kg/m2

: 15 g/m2

Dosis anjuran/plot : 2,24m2 x 15gr/m2

(7)

Jarak tanam kacang kedelai = 40 x 20 cm = 0,08 m2 Populasi : luas lahan/jarak tanam

: 10.000 m2/0,08 m2 : 125.000 populasi Dosis anjuran : 100 kg/ha

Dosis anjuran/m2 : 100 kg/ha : 10000 m2/ha : 0,01 kg/m2

: 10 g/m2

Dosis anjuran/plot : 2,24m2 x 10g/m2

: 22,4 g/plot = 0,8 g/tanaman Pupuk K

Jarak tanam kacang kedelai = 40 x 20 cm = 0,08 m2 Populasi : luas lahan/jarak tanam

: 10.000 m2/0,08 m2 : 125.000 populasi Dosis anjuran : 150 kg/ha

Dosis anjuran/m2 : 150 kg/ha : 10000 m2/ha : 0,015 kg/m2

: 15 g/m2

Dosis anjuran/plot : 2,24m2 x 15g/m2

(8)
(9)

Lampiran 9. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 2 MST (cm)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

Lampiran 10. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 2 MST

(10)

Lampiran 11. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 3 MST (cm)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

Lampiran 12. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 3 MST

(11)

Lampiran 13. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 4 MST (cm)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

Lampiran 14. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 4 MST

(12)

Lampiran 15. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 5 MST (cm)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

Lampiran 16. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 5 MST

(13)

Lampiran 17. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 6 MST (cm)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

Lampiran 18. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 6 MST

(14)

Lampiran 19. Data Pengamatan Diameter Batang 2 MST (mm)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

Lampiran 20. Sidik Ragam Diameter Batang 2 MST

(15)

Lampiran 21. Data Pengamatan Diameter Batang 3 MST (mm)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

Lampiran 22. Sidik Ragam Diameter Batang 3 MST

(16)

Lampiran 23. Data Pengamatan Diameter Batang 4 MST (mm)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

Lampiran 24. Sidik Ragam Diameter Batang 4 MST

(17)

Lampiran 25. Data Pengamatan Diameter Batang 5 MST (mm)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

Lampiran 26. Sidik Ragam Diameter Batang 5 MST

(18)

Lampiran 27. Data Pengamatan Diameter Batang 6 MST (mm)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

Lampiran 28. Sidik Ragam Diameter Batang 6 MST

(19)

Lampiran 29. Data Pengamatan Jumlah Buku Per Tanaman 3 MST (buku)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

Lampiran 30. Sidik Ragam Jumlah Buku Per Tanaman 3 MST

(20)

Lampiran 31. Data Pengamatan Jumlah Buku Per Tanaman 4 MST (buku)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

Lampiran 32. Sidik Ragam Jumlah Buku Per Tanaman 4 MST

(21)

Lampiran 33. Data Pengamatan Jumlah Buku Per Tanaman 5 MST (buku)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

Lampiran 34. Sidik Ragam Jumlah Buku Per Tanaman 5 MST

(22)

Lampiran 35. Data Pengamatan Jumlah Buku Per Tanaman 6 MST (buku)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

Lampiran 36. Sidik Ragam Jumlah Buku Per Tanaman 6 MST

(23)

Lampiran 37. Data Pengamatan Jumlah Cabang Produktif (cabang)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

Lampiran 38. Sidik Ragam Jumlah Cabang Produktif

(24)

Lampiran 39. Data Pengamatan Jumlah Polong Per Tanaman (polong)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

Lampiran 40. Sidik Ragam Jumlah Polong Per Tanaman

(25)

Lampiran 41. Data Pengamatan Jumlah Polong Berisi Per Tanaman (polong)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

Lampiran 42. Sidik Ragam Jumlah Polong Berisi Per Tanaman

(26)

Lampiran 43. Data Pengamatan Jumlah Biji Per Tanaman (biji)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

Lampiran 44. Sidik Ragam Jumlah Biji Per Tanaman

(27)

Lampiran 45. Data Pengamatan Bobot Biji Per Tanaman (g)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

Lampiran 46. Sidik Ragam Bobot Biji Per Tanaman

(28)

Lampiran 47. Data Pengamatan Produksi Biji Per Plot (g)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

Lampiran 48. Sidik Ragam Produksi Biji Per Plot

(29)

Lampiran 49. Data Pengamatan Bobot 100 Biji (g)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

Lampiran 50. Sidik Ragam Bobot 100 Biji

(30)

Lampiran 51. Rekapitulasi Hasil Penelitian

Keterangan Parameter :

TT : Tinggi Tanaman

DB : Diameter Batang

(31)
(32)
(33)
(34)
(35)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Litbang Pertanian. 2012. Pengembangan Kedelai di Kawasan Hutan Sebagai Sumber Benih.Agroinovasi, Jawa Tengah. Hal. 2.

Badan Litbang Pertanian. 2014. Kedelai. Dikutip dari

http://www.sumut.litbang.deptan.go.id. Diakses pada Tanggal

Bappenas. 2013. Budidaya Kedelai. Diakses dari

http://www.kpel.or.id/TTGP/komoditi/KEDELAI.html. Diakses Pada Tanggal 2 Januari 2015.

Berutu, S. 2009. Pengelolaan Hara N, K dan Kompos Sampah Kota Untuk Meningkatkan Hasil dan Mutu Kailan (Brassica oleraceae Var.Achephala). Skripsi, Medan.

CV. Gani Jaya. 2009. Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair. Booklet, Bandung.

Hidayat, O. D. 1985. Morfologi Tanaman Kedelai. Hal 73-86. Dalam S.Somaatmadja et al. (Eds.). Puslitbangtan. Bogor.

Irwan, A.W. 2006. Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merill). Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian. Universitas Padjadjaran, Jatinangor. Hal. 4.

Isnaini, M. 2006. Pertanian Organik : Untuk Keuntungan Ekonomi & Kelestarian Bumi. Kreasi Wacana, Yogyakarta. Hal. 81 – 82.

Lingga, P., dan Marsono. 2008. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya, Jakarta. Hal. 66 - 67.

Musnamar, E. I. 2002. Pupuk Organik Padat. Penebar Swadaya, Jakarta. Hal. 26. Novizan, 2005. Petunjuk Pemupukan Yang Efektif. AgroMedia Pustaka, Jakarta.

Hal. 40, 43.

(36)

Reijntjes, C., B. Havekort., dan W. Bayer. 1999. Pertanian Masa Depan : Pengantar Untuk Pertanian Berkelanjutan Dengan Input Luar Rendah diterjemahkan oleh Y. Sukoco. Kanisius, Yogyakarta. Hal. 68.

Rubatzky, V. E. dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia Jilid Satu : Prinsip, Produksi, dan Gizi. ITB, Bandung. Hal. 262.

Rukmi. 2009. Pengaruh Pemupukan Kalium dan Fosfat Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai. Jurnal, Kabupaten Pati. Hal 7 – 8.

Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sugeno, R, 2008. Budidaya Kedelai.

http://warintek.ristek.go.id/pertanian/kedelai.pdf.2008. Diakses pada tanggal 2 Januari 2015.

Suprapto. 2001. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta. Hal. 2 ; 7- 9 ; 13 – 16.

Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik. Kanisius, Yogyakarta. Hal 25 – 26 ; 96. Thoyyibah, S., Sumadi., dan Anne, N dalam Cahyono. 2014. Pengaruh Dosis

Pupuk Fosfat Terhadap Pertumbuhan, Komponen Hasil, Hasil, dan Kualitas Benih Dua Varietas Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) Pada Inceptisol Jatinangor. Agric. Sci. J. –Vol. I (4) : 111-121, Bandung.

(37)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian + 25 meter di atas permukaan laut, mulai bulan April sampai Juli 2015.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai varietas

Grobogan, kompos sampah kota dengan merek dagang Ramosdo, pupuk P (SP-36), pupuk N (Urea) dan K (KCl), air untuk menyiram tanaman, dan

pestisida berbahan aktif mankozeb untuk mengendalikan hama dan penyakit kedelai, dan bahan lain yang mendukung penelitian ini.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul dan garu untuk membuka lahan dan membersihkan lahan dari gulma dan sampah, pacak sampel untuk tanda dari tanaman yang merupakan sampel, gembor untuk menyiram

tanaman, meteran untuk mengukur luas lahan dan tinggi tanaman, timbangan analitik untuk menimbang produksi tanaman, kalkulator untuk

menghitung data, jangka sorong digital untuk mengukur diameter batang, alat tulis dan alat-alat lain yang mendukung pelaksanaan penelitian ini.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor perlakuan yaitu :

(38)

Faktor II : Pupuk P (P) yang terdiri atas 3 taraf, yaitu : P0 = 0 gram/tanaman

P1 = 1,5 gram/tanaman P2 = 3 gram/tanaman

Diperoleh kombinasi perlakuan sebanyak 12 kombinasi, yaitu : K0P0 K1P0 K2P0 K3P0

K0P1 K1P1 K2P1 K3P1 K0P2 K1P2 K2P2 K3P2 Jumlah ulangan (Blok) : 3 ulangan

Jumlah plot : 36 plot

Jarak antar plot : 50 cm

Jarak antar blok : 50 cm

Jarak tanam : 40 cm x 20 cm

Ukuran plot : 160 cm x 140 cm

Jumlah tanaman/plot : 28 tanaman jumlah sampel/plot : 4 tanaman

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dengan model linear aditif sebagai berikut :

Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk i = 1,2,3 j = 1,2,3,4 k = 1,2,3 Dimana:

Yijk : Hasil pengamatan pada blok ke-i akibat perlakuan kompos sampah kota taraf ke-j dan pupuk P pada taraf ke-k

(39)

αj : Efek perlakuan kompos sampah kota pada taraf ke-j βk : Efek pemberian pupuk P pada taraf ke-k

(αβ)jk : Interaksi antara kompos sampah kota taraf ke-j dan pemberian pupuk P taraf ke-k

εijk : Galat dari blok ke-i, kompos sampah kota ke-j dan pemberian

pupuk P ke- k

Terhadap sidik ragam yang nyata, maka dilanjutkan analisis lanjutan

(40)

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan

Areal dibersihkan dari gulma dan sisa tanaman yang ada, tanah dicangkul dengan kedalaman 30 cm. Kemudian diratakan tanah tersebut lalu dibuat plot-plot dengan ukuran 160 cm x 140 cm dengan jarak antar plot 50 cm dan jarak antar ulangan 50 cm dengan kedalaman drainase 30 cm. Terlampir pada Lampiran 3. Penanaman

Penanaman benih dilakukan pada saat 1 minggu setelah penyiapan lahan. Benih ditanam secara tugal dengan 2 benih per lubang tanam dengan kedalaman 3 cm. Jarak tanam yang digunakan 40 cm x 20 cm dengan jumlah tanaman per plot 28 tanaman. Terlampir pada Lampiran 2.

Aplikasi Kompos Sampah Kota

Aplikasi kompos sampah kota dilakukan pada saat 2 MST dengan cara ditugal dari total taraf perlakuan. Perhitungan kebutuhan pupuk terlampir pada Lampiran 7.

Aplikasi Pupuk P

Aplikasi pupuk P dilakukan pada saat 2 MST dengan cara ditugal dari total taraf perlakuan. Perhitungan kebutuhan pupuk terlampir pada Lampiran 7. Aplikasi Pupuk N dan K

Aplikasi Pupuk N masing - masing dilakukan pada saat 2 MST dengan cara ditugal dari ½ total dosis dan pupuk susulan dengan cara ditugal pada saat berumur 30 HST dari ½ total dosis. Aplikasi Pupuk K masing - masing dilakukan pada saat 2 MST dengan cara ditugal dari total dosis. Perhitungan kebutuhan pupuk terlampir pada Lampiran 7.

(41)

Pemeliharan meliputi penyiraman, penjarangan, penyulaman, pembumbunan, penyiangan, pengendalian hama dan penyakit.

Penyiraman

Penyiraman dilakukan pada saat pagi hari dan sore hari. Penyiraman dilakukan sesuai dengan kondisi lahan, jika terjadi hujan maka tidak perlu adanya penyiraman.

Penjarangan

Penjarangan dilakukan pada saat tanaman berumur satu minggu dengan menyisakan satu tanaman yang baik. Pemotongan tanaman menggunakan gunting dengan memotong pangkal batang tanaman kedelai.

Penyulaman

Penyulaman dilakukan seawal mungkin, yaitu satu minggu setelah tanam untuk mengganti tanaman yang sudah mati.

Pembumbunan

Agar tanaman berdiri tegak dan kokoh dilakukan pembumbunan dengan cara meletakkan tanah di sekeliling tanaman yang diambil dari sekitar tanaman sampai tanaman berdiri tegak dan kokoh. Pembumbunan dilakukan sesuai dengan kondisi lapangan.

Penyiangan

(42)

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan sesuai dengan gejala yang terdapat di lapangan. Pengendalian dilakukan secara manual yaitu dengan mengambil hama seperti ulat grayak yang terdapat di bagian tanaman dan secara kimia dengan pestisida berbahan aktif mankozeb sesuai

dengan rekomendasi pestisida yang digunakan sesuai dengan gejala yang terdapat di lapangan.

Pemanenan

Pemanenan dilakukan pada saat tanaman sudah menunjukan matang fisiologis yaitu polong bewarna kuning kecoklatan dan berumur sekitar ± 76 hari setelah tanam. Pemanenan dilakukan dengan cara memetik polong yang sudah masak.

Pengamatan Parameter Tinggi Tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap minggu sejak tanaman berumur 2 minggu sampai 6 minggu. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan penggaris dengan membuat tanda 2 cm dari pangkal batang pada setiap tanaman sampel.

Diameter Batang (mm)

Pengukuran diameter batang dilakukan dengan menggunakan jangka sorong. Pengukuran diameter batang diberi tanda 2 cm dari pangkal batang agar mempermudah dalam pengambilan data selanjutnya. Pengambilan diameter

(43)

Jumlah Buku Per Tanaman (buku)

Jumlah buku dihitung pada saat tanaman berumur 3 minggu sampai 6 minggu dengan pengambilan data interval satu minggu pada setiap tanaman sampel.

Jumlah Cabang Produksi (cabang)

Jumlah cabang produksi dihitung pada saat panen. Pengukuran cabang produksi dilakukan dengan menghitung cabang yang keluar dari batang utama yang diambil pada saat panen dari setiap tanaman sampel.

Jumlah Polong Per Tanaman (polong)

Jumlah polong per tanaman dihitung pada saat panen dari setiap tanaman sampel.

Jumlah Polong Berisi Per Tanaman (polong)

Jumlah polong berisi dihitung pada saat panen dengan banyaknya polong berisi yang terdapat pada tanaman sampel.

Jumlah Biji Per Tanaman (biji)

Jumlah biji yang dihitung setelah panen dan dikering anginkan selama 1minggu. Caranya polong dibuka dan biji di dalamnya dihitung pada tanaman sampel.

Bobot Biji Per Tanaman (g)

Pengamatan dilakukan setelah polong dibuka dan bobot biji per tanaman sampel ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik.

Produksi Biji Per Plot (g)

(44)

Bobot 100 Biji (g)

(45)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 9 - 50) diketahui bahwa

pemberian kompos sampah kota berpengaruh nyata terhadap parameter diameter batang pada umur 2 MST, 4 MST, 5 MST, dan produksi biji per plot.

Pemberian pupuk P berpengaruh nyata terhadap jumlah polong berisi per tanaman, jumlah biji per tanaman, bobot biji per tanaman, dan produksi biji per plot. Interaksi antara pemberian kompos sampah kota dan pupuk P berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter

Tinggi Tanaman (cm)

Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 9 - 18), diketahui bahwa pemberian kompos sampah kota dan pemberian pupuk P serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap parameter tinggi tanaman yang diamati.

(46)

Tabel 1. Rataan tinggi tanaman (cm) tanaman kedelai pada perlakuan pemberian kompos sampah kota dan pupuk P

(47)

Diameter Batang (mm)

Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 19 - 28), diketahui bahwa pemeberian kompos sampah kota berpengaruh nyata terhadap parameter diameter batang pada umur 2 MST, 4 MST dan 5 MST. Sedangkan pemberian pupuk P berpengaruh tidak nyata terhadap parameter diameter batang serta interaksi antara keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap parameter diameter batang.

(48)

Tabel 2. Rataan diameter batang (mm) tanaman kedelai pada perlakuan pemberian kompos sampah kota dan pupuk P

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama adalah berbeda nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.

Tabel 2 menunjukkan diameter batang pada umur 2 MST tertinggi

diperoleh pada perlakuan pemberian kompos sampah kota dengan dosis 30 g/tanaman (K2) yang berbeda nyata dengan perlakuan K0 (0 g/tanaman),

namun berbeda tidak nyata dengan perlakuan K3 (45 g/tanaman) dan K1 (15 g/tanaman). Pada umur 4 MST tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan

(49)

pemberian kompos sampah kota dengan dosis 30 g/tanaman (K2) yang berbeda nyata dengan perlakuan K1 (15 g/tanaman), namun berbeda tidak nyata dengan perlakuan K3 (45 g/tanaman) dan K0 (0 g/tanaman). Pada umur 5 MST tertinggi diperoleh pada perlakuan K2 (30 g/tanaman) yang berbeda nyata dengan perlakuan

K1 (15 g/tanaman), namun berbeda tidak nyata dengan perlakuan K3 (45 g/tanaman)dan K0 (0 g/tanaman). Bila dilihat secara keseluruhan,

pertumbuhan diameter batang pada umur 2 - 6 MST terbaik pada perlakuan K2 (30 g/tanaman) dan berbeda tidak nyata dengan perlakuan K1 (15 g/tanaman) dan K3 (45 g/tanaman), namun berbeda nyata dengan perlakuan K0 (0 g/tanaman).

Pada umur 6 MST diameter batang terbesar diperoleh pada perlakuan K2 (30 g/tanaman) dengan diameter 3,44 mm dan terendah pada perlakuan K0 (0 g/tanaman) dengan diameter 3,28 mm.

Jumlah Buku Per Tanaman (buku)

Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 29 - 36), diketahui bahwa pemberian kompos sampah kota dan pemberian pupuk P serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap parameter jumlah buku per tanaman yang diamati.

Jumlah buku per tanaman kedelai umur 2 - 6 MST pada perlakuan

(50)

Tabel 3. Rataan jumlah buku per tanaman (buku) tanaman kedelai pada perlakuan pemberian kompos sampah kota dan pupuk P

Jumlah Cabang Produktif (cabang)

Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 37 - 38), diketahui bahwa pemberian kompos sampah kota dan pemberian pupuk P serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap parameter jumlah cabang produktif yang diamati.

Jumlah cabang produktif kedelai pada perlakuan pemberian kompos sampah kota dan pemberian pupuk P dapat dilihat pada tabel 4.

(51)

Tabel 4. Rataan jumlah cabang produktif (cabang) tanaman kedelai pada perlakuan pemberian kompos sampah kota dan pupuk P

Pupuk P pemberian kompos sampah kota dan pemberian pupuk P serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap parameter jumlah polong per tanaman.

Jumlah polong per tanaman kedelai pada perlakuan pemberian kompos sampah kota dan pemberian pupuk P dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Rataan jumlah polong per tanaman (polong) tanaman kedelai pada pemberian kompos sampah kota dan pupuk P

(52)

Jumlah Polong Berisi Per Tanaman (polong)

Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 41 - 42), diketahui bahwa pemberian kompos sampah kota berpengaruh tidak nyata terhadap parameter jumlah polong berisi per tanaman, sedangkan pemberian pupuk P berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah polong berisi per tanaman. Interaksi antara pemberian kompos sampah kota dan pupuk P berpengaruh tidak nyata terhadap parameter jumlah polong berisi per tanaman.

Rataan jumlah polong berisi per tanaman pada perlakuan pemberian kompos sampah kota dan pupuk P dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Rataan jumlah polong berisi per tanaman (polong) tanaman kedelai pada perlakuan pemberian kompos sampah kota dan pupuk P

Pupuk P nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.

Tabel 6 menunjukkan jumlah polong berisi per tanaman terbanyak diperoleh pada perlakuan pemberian pupuk P dengan dosis 1,5 g/tanaman (P1) dengan jumlah 28,71 polong dan terendah pada perlakuan P2 (3 g/tanaman) dengan jumlah 23,60 polong. Jumlah polong berisi per tanaman kedelai pada perlakuan P0 dan P1 berbeda tidak nyata, namun berbeda nyata dengan perlakuan P2.

(53)

Gambar 1. Hubungan jumlah polong berisi per tanaman kedelai pada berbagai dosis pupuk P

Gambar 1 memperlihatkan terdapat hubungan kuadratik positif antara jumlah polong berisi per tanaman dengan perlakuan pupuk P dimana jumlah polong berisi per tanaman akan meningkat sampai pada pemberian dosis optimum pupuk P kemudian menurun setelah melebihi dosis optimum pupuk P. Nilai optimum pemberian pupuk P tersebut adalah 1,23 g/tanaman dengan jumlah polong berisi per tanaman sebanyak 28,83 polong.

Jumlah Biji Per Tanaman (biji)

Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 43 - 44), diketahui bahwa pemberian kompos sampah kota berpengaruh tidak nyata terhadap parameter jumlah biji per tanaman, sedangkan pemberian pupuk P berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah biji per tanaman. Interaksi antara pemberian kompos sampah kota dan pupuk P berpengaruh tidak nyata terhadap parameter jumlah biji per tanaman.

Rataan jumlah biji per tanaman pada perlakuan pemberian kompos sampah kota dan pupuk P dapat dilihat pada tabel 7.

(54)

Tabel 7. Rataan jumlah biji per tanaman (biji) tanaman kedelai pada perlakuan pemberian kompos sampah kota dan pupuk P

Pupuk P nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.

Tabel 7 menunjukkan jumlah biji per tanaman terbesar diperoleh pada perlakuan pemberian pupuk P dengan dosis 1,5 g/tanaman (P1) dengan jumlah 46,06 biji dan terendah pada perlakuan P2 (3 g/tanaman)dengan jumlah 37,88 biji. Jumlah biji per tanaman kedelai pada perlakuan P0 dan P1 berbeda tidak nyata, namun berbeda nyata dengan perlakuan P2.

Hubungan jumlah biji per tanaman kedelai dengan pemberian berbagai dosis pupuk P dapat dilihat pada gambar 2.

(55)

Gambar 2 memperlihatkan terdapat hubungan kuadratik positif antara jumlah biji per tanaman dengan perlakuan pupuk P dimana jumlah biji per tanaman akan meningkat sampai pada pemberian dosis optimum pupuk P kemudian menurun setelah melebihi dosis optimum pupuk P. Nilai optimum pemberian pupuk P tersebut adalah 1,34 g/tanaman dengan jumlah biji per tanaman sebanyak 46,14 biji.

Bobot Biji Per Tanaman (g)

Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 45 - 46), diketahui bahwa pemberian kompos sampah kota berpengaruh tidak nyata terhadap parameter bobot biji per tanaman, sedangkan pemberian pupuk P berpengaruh nyata terhadap bobot biji per tanaman. Interaksi antara pemberian kompos sampah kota dan pupuk P berpengaruh tidak nyata terhadap bobot biji per tanaman.

Rataan bobot biji per tanaman pada perlakuan pemberian kompos sampah kota dan pupuk P dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Rataan bobot biji per tanaman (g) tanaman kedelai pada perlakuan pemberian kompos sampah kota dan pupuk P

(56)

Tabel 8 menunjukkan bobot biji per tanaman terbesar diperoleh pada perlakuan pupuk P dengan dosis 1,5 g/tanaman (P1) dengan bobot 11,76 g dan terendah pada perlakuan P0 (0 g/tanaman) dengan bobot 10,04 g. Bobot biji per tanaman kedelai pada perlakuan P1 dan P2 berbeda tidak nyata, namun berbeda nyata dengan perlakuan P0.

Hubungan bobot biji per tanaman kedelai dengan pemberian berbagai dosis pupuk P dapat dilihat pada gambar 3.

(57)

Gambar 3 memperlihatkan terdapat hubungan kuadratik positif antara bobot biji per tanaman dengan perlakuan pupuk P dimana bobot biji per tanaman akan meningkat sampai pada pemberian dosis optimum pupuk P kemudian menurun setelah melebihi dosis optimum pupuk P. Nilai optimum pemberian pupuk P tersebut adalah 1,61 g/tanaman dengan bobot biji per tanaman sebanyak 11,71 g.

Produksi Biji Per Plot (g)

Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 47 - 48), diketahui bahwa pemberian kompos sampah kota berpengaruh nyata terhadap parameter produksi biji per plot, sedangkan pemberian pupuk P berpengaruh tidak nyata terhadap produksi biji per plot. Interaksi antara pemberian kompos sampah kota dan pupuk P berpengaruh tidak nyata terhadap produksi biji per plot.

Rataan produksi biji per plot pada perlakuan pemberian kompos sampah kota dan pupuk P dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9. Rataan produksi biji per plot (g) tanaman kedelai pada perlakuan pemberian kompos sampah kota dan pupuk P

Pupuk P

(58)

Tabel 9 menunjukkan produksi biji per plot terbesar diperoleh pada perlakuan kompos sampah kota dengan dosis 45 g/tanaman (K3) dengan bobot 173,36 g. Produksi biji per plot kedelai pada perlakuan K0, K2, dan K3 berbeda tidak nyata, namun berbeda nyata dengan perlakuan K1.

Hubungan produksi biji per plot tanaman kedelai dengan pemberian berbagai dosis kompos sampah kota dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Grafik hubungan produksi biji per plot dengan pemberian kompos sampah kota

Gambar 4 memperlihatkan terdapat hubungan kuadratik negatif antara produksi biji per plot dengan perlakuan kompos sampah kota dimana jumlah produksi biji per plot akan meningkat sampai pada pemberian dosis optimum kompos sampah kota kemudian menurun setelah melebihi dosis optimum kompos sampah kota. Nilai optimum pemberian kompos sampah kota tersebut adalah 21,88 g/tanaman dengan produksi biji per plot sebesar 89,57 g.

(59)

Bobot 100 biji (g)

Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 49 - 50), diketahui bahwa pemberian kompos sampah kota dan pemberian pupuk P serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap parameter bobot 100 biji.

Bobot 100 biji kedelai pada perlakuan pemberian kompos sampah kota dan pemberian pupuk P dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Rataan bobot 100 biji (g) tanaman kedelai pada pemberian kompos sampah kota dan pupuk P

Pupuk P

Kompos P0 P1 P2

Rataan

Sampah Kota (0

g/tanaman)

(1,5 g/tanaman)

(3 g/tanaman)

K0 (0 g/tanaman) 19,60 20,01 19,05 19,55

K1 (15 g/tanaman) 19,71 20,34 21,25 20,43

K2 (30 g/tanaman) 19,23 19,80 20,01 19,68

K3 (45 g/tanaman) 20,02 20,24 20,36 20,21

(60)

Pembahasan

Pengaruh pemberian kompos sampah kota terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai

Perlakuan kompos sampah kota berpengaruh nyata terhadap diameter batang umur 2 MST, 4 MST, 5 MST, dan produksi biji per plot. Hal ini diduga karena kompos sampah kota memiliki unsur hara yang lengkap yaitu unsur hara makro dan mikro, kompos sampah kota juga memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah sehingga dapat membantu struktur agregat tanah yang akhirnya dapat membantu tanaman kedelai dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gani (2009) yang menyatakan bahwa peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah di antaranya adalah merangsang granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air. Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan pada fiksasi Nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga mempengaruhi serapan hara oleh tanaman.

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa parameter tinggi tanaman umur 2

MST, 3 MST, 4 MST, 5 MST, jumlah buku per tanaman umur 3 MST, 4 MST, 5 MST, dan 6 MST perlakuan tanpa kompos sampah kota (K0) memiliki

(61)

pengelolaan bahan organik berbeda seseuai dengan situasi dan tanamannya. Pengelolaan yang tidak memadai dapat menyebabkan pemanfaatan unsur hara yang tidak efisien, hilangnya usur hara, pengikatan unsur hara atau pengasaman.

Pengaruh pemberian pupuk P terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai Perlakuan pupuk P berpengaruh nyata terhadap jumlah polong berisi per

tanaman, jumlah biji per tanaman, dan bobot biji per tanaman. Hal ini diduga karena pupuk P merupakan salah satu pupuk yang mempunyai peranan penting fiksasi fosfor yang berfungsi pertumbuhan dalam menghasilkan biji dan

mempercepat matangnya polong. Hal ini sesuai dengan pernyataan Thoyyibah, et al dalam Cahyono (2014) yang menyatakan pupuk P sangat

diperlukan dalam pertumbuhan tanaman terutama awal pertumbuhan, meningkatkan pembentukan polong, dan mempercepat matangnya polong. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa pemberian pupuk P berpengaruh tidak nyata terhadap parameter jumlah polong per tanaman, produksi biji per plot, dan bobot 100 biji. Hal ini diduga karena pada saat memasuki masa generatif beberapa tanaman tumbang. Tanaman yang tumbang didirikan kembali dan dibumbuni dan terlihat adanya bekas tanah pada bagian tanaman yang menyebabkan penyakit antraknose. Munculnya penyakit ini disebabkan meningkatnya curah hujan pada saat memasuki masa generatif yaitu pada bulan

Juli sebesar 160,7 mm dimana pada bulan Juni sebesar 85,7 mm. (Lampiran 7. data curah hujan dan kelembaban udara bulan Januari

(62)

umumnya menyerang tanaman kedelai dengan polong menjelang masak dan berkembang pada kondisi yang lembab.

Interaksi pemberian kompos sampah kota dan pupuk P terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai

Berdasarkan hasil penelitian dan sidik ragam diketahui bahwa interaksi perlakuan pemberian kompos sampah kota dan pupuk P berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa kedua faktor perlakuan memberikan respon masing–masing sebagai faktor tunggal tanpa adanya interaksi. Bila interaksinya tidak nyata, maka disimpulkan bahwa

faktor-faktornya bertindak bebas satu sama lain. Hal ini didukung oleh Steeel and Torrie (1993) yang menyatakan bahwa bila pengaruh–pengaruh

(63)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Pemberian kompos sampah kota meningkatkan diameter batang 2 MST, 4 MST, 5 MST dan produksi biji per plot.

2. Pemberian pupuk P meningkatkan jumlah polong berisi per tanaman, jumlah biji per tanaman, dan bobot biji per tanaman.

3. Interaksi antara perlakuan kompos sampah kota dan pupuk P berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter yang diamati.

Saran

(64)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

Menurut Van Steenis (2003), tanaman kedelai diklasifikasikan ke dalam

Kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Polypetales, famili Papilionaceae (Leguminosae),

genus Glycine, spesies Glycine max ((L.) Merill).

Kedelai berakar tunggang. Pada tanah gembur akar kedelai dapat sampai kedalaman 150 cm. Pada akarnya terdapat bintil-bintil akar, berupa koloni dari bakteri Rhizobium japonikum. Pada tanah yang telah mengandung bakteri Rhizobium, bintil akar mulai terbentuk sekitar 15 - 20 hari setelah tanam. Pada tanah yang belum pernah ditanami kedelai bakteri Rhizobium tidak terdapat dalam tanah, sehingga bintil akar tidak terbentuk (Suprapto, 2001).

Kedelai adalah tanaman setahun yang tumbuh tegak (70 - 150 cm),

menyemak, berbulu halus (pubescens), dengan sistem perakaran luas. Tipe pertumbuhan batang dapat dibedakan menjadi terbatas (determinate), tidak terbatas (indeterminate), dan setengah terbatas (semi-indeterminate). Tipe terbatas memiliki ciri khas yaitu berbunga hampir serentak dan mengakhiri pertumbuhan meninggi. Tanaman pendek sampai sedang, ujung batang hampir sama besar dengan batang bagian tengah, daun teratas sama besar dengan daun pada batang tengah. Tipe tidak terbatas memiliki ciri berbunga secara bertahap dari bawah ke atas. Tanaman berpostur sedang sampai tinggi, ujung batang lebih kecil dari bagian tengah. Tipe setengah terbatas memiliki karakteristik antara kedua tipe lainnya

(65)

Tanaman kedelai mempunyai dua bentuk daun yang dominan, yaitustadia kotiledon yang tumbuh saat tanaman masih berbentuk kecambah

dengan dua helai daun tunggal dan daun bertangkai tiga (trifoliate leaves)yang tumbuh selepas masa pertumbuhan. Umumnya, bentuk

daun kedelai ada dua, yaitu bulat (oval) dan lancip (lanceolate). Kedua bentuk daun tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik. Bentuk daun diperkirakan mempunyai korelasi yang sangat erat dengan potensi produksi biji (Irwan, 2006).

Periode berbunga pada tanaman kedelai cukup lama yaitu 3 - 5 minggu untuk daerah subtropik dan 2 - 3 minggu di daerah tropik. Jumlah bunga pada tipe batang determinate umumnya lebih sedikit dibandingkan dengan tipe indeterminate. Warna bunga yang umum pada berbagai varietas kedelai hanya dua, yaitu putih dan ungu (Irwan, 2006).

Buah kedelai berbentuk polong. Setiap tanaman mampu menghasilkan 50 - 100 polong. Polong kedelai berbulu dan berwarna kuning kecoklatan atau abu-abu. Selama proses pematangan buah, polong yang mula-mula berwarna hijau

akan berubah menjadi kehitaman (Sugeno, 2008).

(66)

bijinya antara 6 - 10 gram ; berbiji sedang bila bobot 100 biji 13 gram dan lebih dari 13 gram termasuk berbiji besar. Di Amerika dan Jepang kedelai yang bobot

100 bijinya kurang dari 15 gram masih dianggap kedelai kecil (Suprapto, 2001).

Syarat Tumbuh Iklim

Indonesia mempunyai iklim tropis yang cocok untuk pertumbuhan kedelai karena kedelai menghendaki hawa yang cukup panas. Pada umumnya pertumbuhan kedelai sangat ditentukan oleh ketinggian tempat dan biasanya akan tumbuh baik pada ketinggian tidak lebih dari 500 meter di atas permukaan air laut (Suprapto, 2001).

Pada awalnya kedelai merupakan tanaman subtropika hari pendek, namun setelah didomestikasi dapat menghasilkan banyak kultivar yang dapat beradaptasi terhadap lintang yang berbeda. Kemampuannya dapat ditanam pada semua tempat adalah keunggulan utama tanaman ini. Pertumbuhan optimum tercapai pada suhu 20 - 250C. Suhu 12 - 200C adalah suhu

yang sesuai bagi sebagian besar proses pertumbuhan tanaman, tetapi dapat menunda proses perkecambahan benih dan pemunculan biji. Pada suhu yang lebih

tinggi dari 300C, fotorespirasi cenderung mengurangi hasil fotosintesis (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

(67)

kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan subtropis (Bappenas, 2007).

Tanah

Tanaman kedelai pada umumnya dapat beradaptasi terhadap berbagai jenis tanah dan menyukai tanah yang bertekstur ringan hingga sedang, dan berdrainase baik. Tanaman ini peka terhadap kondisi salin (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Kedelai dapat tumbuh di tanah yang agak masam akan tetapi pada pH yang terlalu rendah bisa menimbulkan keracunan Al dan Fe. Nilai pH tanah

yang cocok berkisar antara 5,8 - 7,0. Pada pH di bawah 5,0 pertumbuhan bakteri bintil dan proses nitrifikasi akan berjalan kurang baik (Suprapto, 2001).

Pada pH kurang dari 5,5 pertumbuhannya sangat terlambat karena

keracunan alumunium. Pertumbuhan bakteri bintil dan proses nitrifikasi (proses oksidasi amoniak menjadi nitrit atau proses pembusukan) akan berjalan

kurang baik (Bappenas, 2007). Kompos Sampah Kota

(68)

menyebabkan pemanfaatan unsur hara yang tidak efisien, hilangnya unsur hara, pengikatan unsur hara atau pengasaman (Reijntjes, et al., 1999).

Kompos merupakan hasil pelapukan dari berbagai bahan yang berasal dari makhluk hidup, seperti dedaunan, cabang tanaman, kotoran hewan, dan sampah. Proses pembuatan kompos dipercepat dengan bantuan manusia. Akhir-akhir ini orang lebih banyak menggunakan kompos dibandingkan pupuk kandang karena kompos lebih mudah dibuat (Prihmantoro, 2003).

Kompos ibarat multivitamin untuk tanah pertanian. Kompos akan meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui jika diketahui dapat membantu tanaman mengadapi serangan penyakit (Berutu, 2009).

Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik

maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator pengomposan yang sudah banyak beredar antara lain PROMI

(69)

Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah di antaranya adalah merangsang granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air. Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan pada fiksasi Nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga mempengaruhi serapan hara oleh tanaman (Gani, 2009).

Selain itu, pengomposan pun bertujuan untuk menurunkan rasio C/N. Tergantung jenis tanamannya, rasio C/N sisa tanaman yang masih segar umumnya

tinggi sehingga mendekati rasio C/N tanah. Rasio C/N adalah perbandingan C (karbon) dan N (nitrogen). Bila bahan organik yang memiliki rasio C/N tinggi

dikomposkan terlebih dahulu (langsung diberikan ke tanah) maka proses penguraiannya akan terjadi di tanah. Ini tentu kurang baik karena proses penguraian bahan segar dala tanah biasanya berjalan cepat karena kandungan air dan udaranya cukup. Akibatnya, CO2 dalam tanah meningkat sehingga dapat berpengaruh buruk bagi pertumbuhan tanaman. Bahkan, untuk tanah ringan dapat mengakibatkan daya ikatnya terhadap air menjadi kecil serta struktur tanahnya menjadi kasar dan berserat (Lingga dan Marsono, 2008).

(70)

yang dijual di pasaran sering tidak mencantumkan besarnya kandungan unsur hara (Musnamar, 2002).

Kompos sampah kota yang digunakan pada penelitian ini berasal dari Medan Tuntungan dengan analisis kandungan terlampir pada Lampiran 6.

Pupuk P

Pupuk buatan merupakan pupuk yang dibuat di dalam pabrik. Bahannya dari bahan anorganik dan dibentuk dengan proses kimia sehingga pupuk ini lebih dikenal dengan nama pupuk anorganik. Pupuk anorganik umumnya diberi kandungan zat hara tinggi. Pupuk ini tidak diperoleh di alam, tetapi merupakan hasil ramuan di pabrik. Oleh karena pupuk anorganik dibuat manusia maka kandungan haranya dapat beragam dan disesuaikan dengan kebutuhan tanaman (Prihmantoro, 2003).

Fosfor sangat sukar larut dalam air dan selalu berikatan dengan unsur lain sehingga ketersediaannya juga dipengaruhi oleh banyak faktor, utamanya pH karena derajat keasaman menentukan jenis ikatan fosfor dengan unsur lain. Misalnya pada pH rendah fosfor mudah berikatan dengan besi sehingga membentuk besi fosfat yang sukar larut di air sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Pada suhu yang relatif hangat ketersediaan fosfor meningkat dan proses perombakan bahan organik lebih cepat (Isnaini, 2006).

(71)

Fosfor diserap tanaman dalam bentuk H2PO4-, HPO42-, dan PO42-, atau

tergantung dari nilai pH tanah. Fosfor sebagian besar berasal dari pelapukan batuan mineral alami, sisanya berasal dari pelapukan bahan organik. Walaupun sumber fosfor di dalam tanah mineral cukup banyak, tanaman masih bisa mengalami kekurangan fosfor. Pasalnya, sebagian fosfor

terikat secara kimia oleh unsur lain sehingga menjadi senyawa yang sukar larut di dalam air (Novizan, 2005).

Di samping ada keuntungannya, pupuk ini juga mempunyai kelemahan,

yaitu tidak semua pupuk anorganik mengandung unsur yang lengkap (makro dan mikro). Bahkan, ada yang hanya mengandung 1 unsur saja. Oleh karenanya, pemberiannya harus dibarengi dengan pupuk mikro dan pupuk

kandang atau kompos. Selain itu, pemakaian pupuk anorganik harus sesuai dengan yang dianjurkan karena bila berlebihan dapat menyebabkan tanaman mati. Pemberian pupuk anorganik secara terus-menerus umumnya berakibat buruk pada kondisi tanah. Tanah menjadi cepat mengeras, kurang mampu menyimpan air, dan cepat menjadi asam (Prihmantoro, 2003).

Fosfor berpengaruh menguntungkan pada hal-hal sebagai berikut : pembelahan sel serta pembentukan lemak serta albumin, pembangunan dan pembuahan termasuk pembuahan biji. Apabila tanaman berbuah pengaruh akibat pemberian nitrogen yang berlebihan akan hilang, perkembangan akar, khusus lateral, dan akar halus berserabut. Kekuatan batang pada tanaman serealia, membantu menghindari tumbangnya tanaman, mutu tanaman (Rukmi, 2009).

(72)

kuantitas dan kualitas benih yang maksimal. Pupuk fosfat sangat diperlukan dalam pertumbuhan tanaman terutama awal pertumbuhan, meningkatkan

pembentukan polong, dan mempercepat matangnya polong (Thoyyibah, et al dalam Cahyono., 2014).

Jika terjadi kekurangan fosfor, tanaman menunjukkan gejala pertumbuhan sebagai berikut : lambat dan kerdil, perkembangan akar terhambat, gejala pada daun sangat beragam, beberapa tanaman menunjukkan warna hijau tua mengilap yang tidak normal, pematangan buah terhambat, perkembangan bentuk dan warna buah buruk, dan biji berkembang tidak normal (Novizan,2005).

Pemupukan yang cukup dan seimbang sesuai kebutuhan tanaman akan mendorong pertumbuhan menjadi lebih subur dan dapat berproduksi optimal.

(73)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kedelai merupakan komoditas terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Selain itu juga merupakan komoditas palawija yang kaya akan protein. Kedelai segar sangat dibutuhkan dalam industri pangan dan bungkil kedelai dibutuhkan untuk industri pakan. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring pertumbuhan jumlah penduduk dan kebutuhan bahan baku olahan pangan seperti tahu, tempe, kecap, susu kedelai, tauco, dan

sebagainya (Badan Litbang Pertanian, 2012).

Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan produksi kedelai tahun 2014 sebanyak 953,96 ribu ton biji kering, meningkat sebanyak 173,96 ribu ton (22,30 persen) dibandingkan tahun 2013. Peningkatan produksi kedelai tersebut terjadi di Pulau Jawa sebanyak 100,20 ribu ton dan di luar Pulau Jawa sebanyak 73,76 ribu ton. Peningkatan produksi kedelai terjadi karena kenaikan luas panen seluas 64,23 ribu hektar (11,66 persen) dan kenaikan produktivitas sebesar 1,35 kuintal/hektar (9,53 persen) (BPS, 2014).

Faktor – faktor yang sering menyebabkan rendahnya hasil kedelai di Indonesia antara lain : kekeringan, banjir, hujan terlalu besar pada saat panen,

(74)

kedelai akan disaingi oleh gulma, akibatnya hasil panen akan menurun (Suprapto, 2001).

Untuk mempertahankan komoditas pertanian yang dibudidayakan agar tetap produktif dan sehat, maka jumlah hara yang hilang dari dalam tanah tidak melebihi hara yang ditambahkan, atau harus terjadi keseimbangan hara di dalam tanah setiap waktu. Apabila hara yang diekstrak dari dalam tanah lebih banyak daripada yang ditambahkan melalui proses alami : melalui debu dan air hujan, pelapukan batuan dan penambatan nitrogen udara, maka teknik pemupukan organik, mendaur ulang limbah organik yang dikombinasikan dengan pemupukan

kimia sangat diperlukan untuk mempertahankan aras kesuburan tanah (Sutanto, 2002).

Fosfor (P), yang penting untuk mempercepat pertumbuhan akar, mempercepat pendewasaan tanaman, dan mempercepat pembentukan buah dan biji serta meningkatkan produksi. Sumber fosfat yang di dalam tanah sebagai fosfat mineral yaitu batu kapur fosfat, sisa – sisa tanaman dan bahan organik lainnya, pupuk buatan (double fosfat, super fosfat dan lainnya). Perubahan fosfor organik menjadi fosfor anorganik dilakukan oleh mikroorganisme. Penyerapan

fosfor selain dilakukan oleh mikroorganisme juga dapat dilakukan oleh liat dan silikat (Isnaini, 2006).

Keuntungan dari penggunaan pupuk organik dan anorganik secara

seimbang sudah lama dipahami dan telah dilaksanakan dalam praktek pertanian. Pemupukan dengan cara ini akan memberikan keuntungan, antara lain: menambah kandungan hara yang tersedia dan siap diserap tanaman

(75)

jumlah yang seimbang dengan demikian akan memperbaiki persentase penyerapan hara oleh tanaman yang ditambahkan dalam bentuk pupuk, mencegah kehilangan hara karena bahan organik mempunyai kapasitas pertukaran ion yang tinggi, membantu dalam mempertahankan kandungan bahan organik tanah pada aras tertentu sehingga mempunyai pengaruh yang baik terhadap sifat fisik tanah dan status kesuburan tanah, residu bahan organik akan berpengaruh baik pada pertanaman berikutnya maupun dalam mempertahankan produktivitas tanah (Sutanto, 2002).

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang respons pertumbuhan dan produksi kedelai (Glycine max L. (Merill)) terhadap pemberian kompos sampah kota dan pupuk fosfat.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui respons pertumbuhan dan produksi kedelai (Glycine max L. (Merill)) terhadap pemberian kompos sampah kota dan pupuk P.

Hipotesis Penelitian

Pemberian kompos sampah kota dan pupuk P pada dosis tertentu serta

interaksi keduanya nyata dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai (Glycine max L. (Merill)).

Kegunaan Penelitian

Sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu

syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak

(76)

ABSTRAK

RASI KASIM SAMOSIR: Respons Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) terhadap Pemberian Kompos Sampah Kota dan Pupuk

P dibimbing oleh RATNA ROSANTY LAHAY dan REVANDY I. M. DAMANIK.

Rendahnya produksi kedelai Indonesia salah satunya dikarenakan masih menganggap kedelai sebagai tanaman sampingan sehingga mengakibatkan rendahnya tingkat teknologi budidaya untuk tanaman kedelai. Tujuan penelitian yakni untuk mengetahui respons pertumbuhan dan produksi kedelai terhadap pemberian kompos sampah kota dan pupuk P. Penelitian dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada April 2015 sampai Juli 2015, menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan dua faktor

yaitu kompos sampah kota (0, 15, 30, 45 g/tanaman) dan pupuk P (0, 1,5 , 3 g/tanaman).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kompos sampah kota meningkatkan diameter batang 2 MST, 4 MST, 5 MST, dan produksi biji per plot. Kompos sampah kota meningkatkan produksi biji per plot terdapat pada taraf pemberian 45 g/tanaman (K3) yaitu 173,36 g. Pemberian pupuk P meningkatkan jumlah polong berisi per tanaman, jumlah biji per tanaman, dan bobot biji per tanaman. Pemberian pupuk P meningkatkan jumlah biji per tanaman terdapat pada taraf pemberian 1,5 g/tanaman (P1) yaitu 46,06 biji. Interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter.

(77)

ABSTRACT

RASI KASIM SAMOSIR : The Effect Growth and Production of Municipal Waste Compost and P Fertilizer of Soybean (Glycine max (L.) Merrill) guided by RATNA ROSANTY LAHAY and REVANDY I. M. DAMANIK.

The low production of soybean in Indonesia one of them because of opinion soybean as side plant so low to use technology of cultivation for soybean. Of the research is to determine the response of growth and production of soybean on application municipal waste compost and fosfat fertilizer. The research was

conducted in testing land, University of North Sumatera on April 2015 until July 2015, using a factorial randomized block design with two factors. The first

factor was municipal waste compost (0, 15, 30, 45 g/plant). The second factor was P fertilizer (0, 1,5, 3 g/plant).

The results showed that application of municipal waste compost increased diameter of stem 2 MST, 4 MST, 5 MST, and seed production of plot. Municipal waste compost increased production seed per plant that showed by 45 g/plant (K3) was 173,36 g. P fertilizer increased the number of pods per plant lists, the number of seed per plant and seeds per plant dry weight. P fertilized increased the number of seed per plant that showed by 1,5 g/plant (P1) was 46,06 seeds. Interaction between treatments didn’t effect all parameter.

(78)

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) TERHADAP PEMBERIAN KOMPOS SAMPAH KOTA DAN PUPUK P

SKRIPSI

OLEH :

RASI KASIM SAMOSIR 110301145

BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(79)

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) TERHADAP PEMBERIAN KOMPOS SAMPAH KOTA DAN PUPUK P

SKRIPSI

OLEH :

RASI KASIM SAMOSIR 110301145

BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(80)

JudulSkripsi : Respons Pertumbuhan Dan Produksi Kedelai (Glycine Max (L.) Merrill) Terhadap Pemberian Kompos

Sampah Kota dan Pupuk P

Nama : Rasi Kasim Samosir

NIM : 110301145

Prodi : Agroekoteknologi

Minat : Budidaya Pertanian dan Perkebunan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(Ir. Ratna Rosanty Lahay, M.P.) (Ir. Revandy I. M. Damanik, M.Sc., Ph.D.) NIP. 19631019 198903 2 002 NIP. 19681119 199303 1 003

Mengetahui,

Ketua Program Studi Agroekoteknologi

(81)

ABSTRAK

RASI KASIM SAMOSIR: Respons Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) terhadap Pemberian Kompos Sampah Kota dan Pupuk

P dibimbing oleh RATNA ROSANTY LAHAY dan REVANDY I. M. DAMANIK.

Rendahnya produksi kedelai Indonesia salah satunya dikarenakan masih menganggap kedelai sebagai tanaman sampingan sehingga mengakibatkan rendahnya tingkat teknologi budidaya untuk tanaman kedelai. Tujuan penelitian yakni untuk mengetahui respons pertumbuhan dan produksi kedelai terhadap pemberian kompos sampah kota dan pupuk P. Penelitian dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada April 2015 sampai Juli 2015, menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan dua faktor

yaitu kompos sampah kota (0, 15, 30, 45 g/tanaman) dan pupuk P (0, 1,5 , 3 g/tanaman).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kompos sampah kota meningkatkan diameter batang 2 MST, 4 MST, 5 MST, dan produksi biji per plot. Kompos sampah kota meningkatkan produksi biji per plot terdapat pada taraf pemberian 45 g/tanaman (K3) yaitu 173,36 g. Pemberian pupuk P meningkatkan jumlah polong berisi per tanaman, jumlah biji per tanaman, dan bobot biji per tanaman. Pemberian pupuk P meningkatkan jumlah biji per tanaman terdapat pada taraf pemberian 1,5 g/tanaman (P1) yaitu 46,06 biji. Interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter.

(82)

ABSTRACT

RASI KASIM SAMOSIR : The Effect Growth and Production of Municipal Waste Compost and P Fertilizer of Soybean (Glycine max (L.) Merrill) guided by RATNA ROSANTY LAHAY and REVANDY I. M. DAMANIK.

The low production of soybean in Indonesia one of them because of opinion soybean as side plant so low to use technology of cultivation for soybean. Of the research is to determine the response of growth and production of soybean on application municipal waste compost and fosfat fertilizer. The research was

conducted in testing land, University of North Sumatera on April 2015 until July 2015, using a factorial randomized block design with two factors. The first

factor was municipal waste compost (0, 15, 30, 45 g/plant). The second factor was P fertilizer (0, 1,5, 3 g/plant).

The results showed that application of municipal waste compost increased diameter of stem 2 MST, 4 MST, 5 MST, and seed production of plot. Municipal waste compost increased production seed per plant that showed by 45 g/plant (K3) was 173,36 g. P fertilizer increased the number of pods per plant lists, the number of seed per plant and seeds per plant dry weight. P fertilized increased the number of seed per plant that showed by 1,5 g/plant (P1) was 46,06 seeds. Interaction between treatments didn’t effect all parameter.

(83)

RIWAYAT HIDUP

RASI KASIM SAMOSIR, lahir di Medan, 25 Oktober 1993, anak kedua dari empat bersaudara dari Bapak J. B. Samosir dan Ibu S. br. Manullang.

Tahun 2011, penulis lulus dari SMA Negeri 14 Medan dan pada tahun yang sama, penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Tahun 2014/2015, penulis menjadi asisten Laboratorium Teknologi Budidaya Tanaman Pangan di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian. Penulis juga aktif sebagai bagian Biro Kewirausahaan di Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi (HIMAGROTEK), sebagai bagian Biro Kerohanian periode 2012-2013 di Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Komisariat Fakultas Pertanian USU, sebagai Wakil Ketua di Gerakan Mahasiswa Kristen

Indonesia (GMKI) Komisariat Fakultas Pertanian USU periode 2013-2014, sebagai sekretaris Komisi Pemilihan Umum (KPU) HIMAGROTEK

tahun 2014 dan sebagai ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Pertanian USU Tahun 2015.

(84)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Rasa kebanggaan yang terdalam dihanturkan kepada orang tua Ayahanda J.B. Samosir dan Ibunda S. br. Manullang beserta kakak dan adik atas doa, kasih sayang, dukungan dan kepercayaan yang selalu mengiringi langkah penulis yang telah mendukung penulis selama perkuliahan hingga sampai saat ini.

Judul dari skripsi ini adalah “Respons Pertumbuhan Dan Produksi Kedelai (Glycine Max (L.) Merrill) Terhadap Pemberian Kompos Sampah Kota dan Pupuk P”, yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di program

studi Agroekoteknologi minat Budidaya Pertanian dan Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih pada dosen pembimbing skripsi yaitu, Ir. Ratna Rosanty Lahay, MP., selaku ketua

komisi pembimbing dan Ir. Revandy I. M. Damanik, M.Sc., Ph.D., selaku anggota komisi pembimbing skripsi yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman – teman Agroekoteknologi 2011 dan teman – teman NHKBP Kasih Setia yang turut membantu secara moral maupun tenaga dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca untuk meningkatkan produksi kedelai dan ilmu pengetahuan, Amin.

(85)
(86)

Pembumbunan ... 17

Penyiangan ... 17

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 17

Pemanenan ... 18

Pengamatan Parameter ... 18

Tinggi Tanaman (cm) ... 18

Diameter Batang (mm) ... 18

Jumlah Buku Per Tanaman (buku) ... 19

Jumlah Cabang Produktif (cabang) ... 19

Jumlah Polong Per Tanaman (polong) ... 19

Jumlah Polong Berisi Per Tanaman (polong) ... 19

Jumlah Biji Per Tanaman (biji) ... 19

Bobot Biji Per Tanaman (g) ... 19

Produksi Biji Per Plot (g) ... 19

Bobot 100 Biji (g) ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 21

Pembahasan ... 36

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 39

Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

(87)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Tinggi tanaman (cm) 2-6 MST pada pemberian kompos sampah kota dan pupuk P ... ... 22 2. Diameter batang (mm) 2-6 MST pada pemberian kompos sampah

kota dan pupuk P ... 24 3. Jumlah buku per tanaman (buku) pada pemberian kompos sampah

kota dan pupuk P ... 26 4. Jumlah cabang produktif (cabang) pada pemberian kompos

sampah kota dan pupuk P ... 27 5. Jumlah polong per tanaman (polong) pada pemberian kompos

sampah kota dan pupuk P ... 27 6. Jumlah polong berisi per tanaman (polong) pada pemberian kompos

sampah kota dan pupuk P ... 28 7. Jumlah biji per tanaman (biji) pada pemberian kompos sampah kota

dan pupuk P ... 30 8. Bobot biji per tanaman (g) pada pemberian kompos sampah kota dan

pupuk P ... 31 9. Produksi biji per plot (g) pada pemberian kompos sampah kota dan

(88)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Hubungan jumlah polong berisi per tanaman dengan pemberian pupuk P ... 29 2. Hubungan jumlah biji per tanaman dengan pemberian pupuk P ... 30 3. Hubungan bobot biji per tanaman dengan pemberian pupuk P ... 32 4. Hubungan produksi biji per plot dengan pemberian kompos sampah

(89)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Deskripsi kedelai varietas grobogan ... 42

2. Bagan penanaman pada plot ... 43

3. Bagan plot penelitian ... 44

4. Jadwal kegiatan pelaksanaan penelitian ... 45

5. Hasil analisis tanah ... 46

29. Data pengamatan jumlah buku per tanaman 3 MST (buku) ... 60

30. Sidik ragam jumlah buku per tanaman 3 MST ... 60

31. Data pengamatan jumlah buku per tanaman 4 MST (buku) ... 61

32. Sidik ragam jumlah buku per tanaman 4 MST ... 61

33. Data pengamatan jumlah buku per tanaman 5 MST (buku) ... 62

34. Sidik ragam jumlah buku per tanaman 5 MST ... 62

35. Data pengamatan jumlah buku per tanaman 6 MST (buku) ... 63

36. Sidik ragam jumlah buku per tanaman 6 MST ... 63

37. Data pengamatan jumlah cabang produksi (cabang) ... 64

38. Sidik ragam jumlah cabang produksi ... 64

39. Data pengamatan jumlah polong per tanaman (polong) ... 65

40. Sidik ragam jumlah polong per tanaman ... 65

41. Data pengamatan jumlah polong berisi per tanaman (polong) ... 66

42. Sidik ragam jumlah polong berisi per tanaman ... 66

43. Data pengamatan jumlah biji per tanaman (biji) ... 67

(90)

45. Data pengamatan bobot biji per tanaman (g) ... 68

46. Sidik ragam bobot biji per tanaman ... 68

47. Data pengamatan produksi biji per plot (g) ... 69

48. Sidik ragam produksi biji per plot (g)... 69

49. Data pengamatan bobot 100 biji (g) ... 70

50. Sidik ragam bobot 100 biji ... 70

51. Rekapitulasi hasil penelitian ... 71

52. Foto jumlah polong per sampel ... 72

Gambar

Tabel 1. Rataan tinggi tanaman (cm) tanaman kedelai pada perlakuan pemberian kompos sampah kota dan pupuk P
Tabel 2. Rataan diameter batang (mm) tanaman kedelai pada perlakuan pemberian kompos sampah kota dan pupuk P
Tabel 3. Rataan jumlah buku per tanaman (buku) tanaman kedelai pada perlakuan pemberian kompos sampah kota dan pupuk P
Tabel 4. Rataan jumlah cabang produktif (cabang) tanaman kedelai pada perlakuan pemberian kompos sampah kota dan pupuk P
+7

Referensi

Dokumen terkait

42 Wawancara Akbar, juru parkir ulu juku 25 maret 2018.. pengolahan bahan baku dan proses masaknya yang bersih. Karena selain kehalalan yang diterapkan dengan

Jika gaya resultan (atau total) ⃑ yang bekerja pada suatu benda dengan massa m adalah bukan nol, benda tersebut akan mengalami percepatan dengan. arah yang

Orang dengan kecemasan ringan memiliki motivasi dalam diri, yang mana motivasi ini dapat mengatur strategi-strategi dalam belajar yaitu self regulated learning. Menurut

Pengecoran logam merupakan bagian dari industri hulu dalam bidang manufaktur, terdiri dari proses mencairkan logam yang kemudian cairan logam tersebut dicorkan

The effective interest rate is the rate that exactly discounts estimated future cash receipts or payments (including all fees and points paid or received that form

In the present study to monitor the LU/LC changes and to understand the effects of urbanization on the Upper Bhima river basin, the entire basin is divided into three

PT DUTA PERTIWI NUSANTARA Tbk dan ANAK PERUSAHAAN CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASI (lanjutan) UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2007 DAN 2006 (Dinyatakan

Akan tetapi, karena tanaman melon merupakan tanaman indeterminate, dimana pertumbuhan vegetatif tanaman terus berlanjut meskipun telah memasuki fase generatif