• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut Van Steenis (2003), tanaman kedelai diklasifikasikan ke dalam

Kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Polypetales, famili Papilionaceae (Leguminosae),

genus Glycine, spesies Glycine max ((L.) Merill).

Kedelai berakar tunggang. Pada tanah gembur akar kedelai dapat sampai kedalaman 150 cm. Pada akarnya terdapat bintil-bintil akar, berupa koloni dari bakteri Rhizobium japonikum. Pada tanah yang telah mengandung bakteri Rhizobium, bintil akar mulai terbentuk sekitar 15 - 20 hari setelah tanam. Pada tanah yang belum pernah ditanami kedelai bakteri Rhizobium tidak terdapat dalam tanah, sehingga bintil akar tidak terbentuk (Suprapto, 2001).

Kedelai adalah tanaman setahun yang tumbuh tegak (70 - 150 cm),

menyemak, berbulu halus (pubescens), dengan sistem perakaran luas. Tipe pertumbuhan batang dapat dibedakan menjadi terbatas (determinate), tidak terbatas (indeterminate), dan setengah terbatas (semi-indeterminate). Tipe terbatas memiliki ciri khas yaitu berbunga hampir serentak dan mengakhiri pertumbuhan meninggi. Tanaman pendek sampai sedang, ujung batang hampir sama besar dengan batang bagian tengah, daun teratas sama besar dengan daun pada batang tengah. Tipe tidak terbatas memiliki ciri berbunga secara bertahap dari bawah ke atas. Tanaman berpostur sedang sampai tinggi, ujung batang lebih kecil dari bagian tengah. Tipe setengah terbatas memiliki karakteristik antara kedua tipe lainnya

Tanaman kedelai mempunyai dua bentuk daun yang dominan, yaitustadia kotiledon yang tumbuh saat tanaman masih berbentuk kecambah

dengan dua helai daun tunggal dan daun bertangkai tiga (trifoliate leaves)yang tumbuh selepas masa pertumbuhan. Umumnya, bentuk

daun kedelai ada dua, yaitu bulat (oval) dan lancip (lanceolate). Kedua bentuk daun tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik. Bentuk daun diperkirakan mempunyai korelasi yang sangat erat dengan potensi produksi biji (Irwan, 2006).

Periode berbunga pada tanaman kedelai cukup lama yaitu 3 - 5 minggu untuk daerah subtropik dan 2 - 3 minggu di daerah tropik. Jumlah bunga pada tipe batang determinate umumnya lebih sedikit dibandingkan dengan tipe indeterminate. Warna bunga yang umum pada berbagai varietas kedelai hanya dua, yaitu putih dan ungu (Irwan, 2006).

Buah kedelai berbentuk polong. Setiap tanaman mampu menghasilkan 50 - 100 polong. Polong kedelai berbulu dan berwarna kuning kecoklatan atau abu-abu. Selama proses pematangan buah, polong yang mula-mula berwarna hijau

akan berubah menjadi kehitaman (Sugeno, 2008).

Biji kedelai berkeping dua yang terbungkus oleh kulit biji. Embrio terletak di antara keping biji. Warna kulit biji bermacam-macam, ada yang kuning, hitam, hijau atau coklat. Pusar biji atau hilum, adalah jaringan bekas biji kedelai yang menempel pada dinding buah. Bentuk biji kedelai pada umumnya bulat lonjong, ada yang bundar atau bulat agak pipih. Besar biji bervariasi, tergantung varietas. Di Indonesia besar biji sering diukur dari bobot per 100 biji kering dan bervariasi dari 6 gram sampai 30 gram. Kedelai digolongkan berbiji kecil bila bobot 100

bijinya antara 6 - 10 gram ; berbiji sedang bila bobot 100 biji 13 gram dan lebih dari 13 gram termasuk berbiji besar. Di Amerika dan Jepang kedelai yang bobot

100 bijinya kurang dari 15 gram masih dianggap kedelai kecil (Suprapto, 2001).

Syarat Tumbuh Iklim

Indonesia mempunyai iklim tropis yang cocok untuk pertumbuhan kedelai karena kedelai menghendaki hawa yang cukup panas. Pada umumnya pertumbuhan kedelai sangat ditentukan oleh ketinggian tempat dan biasanya akan tumbuh baik pada ketinggian tidak lebih dari 500 meter di atas permukaan air laut (Suprapto, 2001).

Pada awalnya kedelai merupakan tanaman subtropika hari pendek, namun setelah didomestikasi dapat menghasilkan banyak kultivar yang dapat beradaptasi terhadap lintang yang berbeda. Kemampuannya dapat ditanam pada semua tempat adalah keunggulan utama tanaman ini. Pertumbuhan optimum tercapai pada suhu 20 - 250C. Suhu 12 - 200C adalah suhu

yang sesuai bagi sebagian besar proses pertumbuhan tanaman, tetapi dapat menunda proses perkecambahan benih dan pemunculan biji. Pada suhu yang lebih

tinggi dari 300C, fotorespirasi cenderung mengurangi hasil fotosintesis (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Varietas kedelai berbiji kecil, sangat cocok ditanam di lahan dengan ketinggian 0,5 - 300 m dpl. Sedangkan varietas kedelai berbiji besar cocok ditanam di lahan dengan ketinggian 200 - 500 m dpl. Kedelai biasanya akan tumbuh baik pada ketinggian tidak lebih dari 500 m dpl sehingga tanaman

kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan subtropis (Bappenas, 2007).

Tanah

Tanaman kedelai pada umumnya dapat beradaptasi terhadap berbagai jenis tanah dan menyukai tanah yang bertekstur ringan hingga sedang, dan berdrainase baik. Tanaman ini peka terhadap kondisi salin (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Kedelai dapat tumbuh di tanah yang agak masam akan tetapi pada pH yang terlalu rendah bisa menimbulkan keracunan Al dan Fe. Nilai pH tanah

yang cocok berkisar antara 5,8 - 7,0. Pada pH di bawah 5,0 pertumbuhan bakteri bintil dan proses nitrifikasi akan berjalan kurang baik (Suprapto, 2001).

Pada pH kurang dari 5,5 pertumbuhannya sangat terlambat karena

keracunan alumunium. Pertumbuhan bakteri bintil dan proses nitrifikasi (proses oksidasi amoniak menjadi nitrit atau proses pembusukan) akan berjalan

kurang baik (Bappenas, 2007). Kompos Sampah Kota

Bahan organik berfungsi sebagai penyimpanan unsur hara yang secara perlahan akan dilepaskan ke dalam larutan air tanah dan disediakan bagi tanaman. Bahan organik di dalam atau di atas tanah juga melindungi dan membantu mengatur suhu dan kelembaban tanah. Seringkali pemanfaatan bahan organik digabungkan dengan teknik-teknik lain dengan fungsi yang saling melengkapi, misalnya pemanfaatan pupuk buatan, pengolahan tanah, pengumpulan air, penaungan, dan pembuatan pematang. Pengelolaan bahan organik berbeda sesuai dengan situasi dan tanamannya. Pengelolaan yang tidak memadai dapat

menyebabkan pemanfaatan unsur hara yang tidak efisien, hilangnya unsur hara, pengikatan unsur hara atau pengasaman (Reijntjes, et al., 1999).

Kompos merupakan hasil pelapukan dari berbagai bahan yang berasal dari makhluk hidup, seperti dedaunan, cabang tanaman, kotoran hewan, dan sampah. Proses pembuatan kompos dipercepat dengan bantuan manusia. Akhir-akhir ini orang lebih banyak menggunakan kompos dibandingkan pupuk kandang karena kompos lebih mudah dibuat (Prihmantoro, 2003).

Kompos ibarat multivitamin untuk tanah pertanian. Kompos akan meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui jika diketahui dapat membantu tanaman mengadapi serangan penyakit (Berutu, 2009).

Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik

maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator pengomposan yang sudah banyak beredar antara lain PROMI

(Promoting Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko Organic Decomposer dan SUPERFARM (Effective Microorganism) atau menggunakan cacing guna mendapatkan kompos (vermicompost). Setiap aktivator memiliki keunggulan sendiri-sendiri (Gani,2009).

Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah di antaranya adalah merangsang granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air. Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan pada fiksasi Nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga mempengaruhi serapan hara oleh tanaman (Gani, 2009).

Selain itu, pengomposan pun bertujuan untuk menurunkan rasio C/N. Tergantung jenis tanamannya, rasio C/N sisa tanaman yang masih segar umumnya

tinggi sehingga mendekati rasio C/N tanah. Rasio C/N adalah perbandingan C (karbon) dan N (nitrogen). Bila bahan organik yang memiliki rasio C/N tinggi

dikomposkan terlebih dahulu (langsung diberikan ke tanah) maka proses penguraiannya akan terjadi di tanah. Ini tentu kurang baik karena proses penguraian bahan segar dala tanah biasanya berjalan cepat karena kandungan air dan udaranya cukup. Akibatnya, CO2 dalam tanah meningkat sehingga dapat berpengaruh buruk bagi pertumbuhan tanaman. Bahkan, untuk tanah ringan dapat mengakibatkan daya ikatnya terhadap air menjadi kecil serta struktur tanahnya menjadi kasar dan berserat (Lingga dan Marsono, 2008).

Kandungan hara dan sifat fisik kompos dari limbah pabrik lebih standar atau konsisten dibandingkan dengan kompos dari bahan baku yang sangat beragam. Kompos yang dihasilkan dengan bahan baku sampah kota dari tempat pembuatan yang satu dengan tempat pembuatan yang lain dipastikan berbeda. Penyebabnya adalah terlalu sulit memilah bahan baku menjadi suatu jumlah dengan komposisi yang sama dan standar. Oleh karena itu, kompos konvensional

yang dijual di pasaran sering tidak mencantumkan besarnya kandungan unsur hara (Musnamar, 2002).

Kompos sampah kota yang digunakan pada penelitian ini berasal dari Medan Tuntungan dengan analisis kandungan terlampir pada Lampiran 6.

Pupuk P

Pupuk buatan merupakan pupuk yang dibuat di dalam pabrik. Bahannya dari bahan anorganik dan dibentuk dengan proses kimia sehingga pupuk ini lebih dikenal dengan nama pupuk anorganik. Pupuk anorganik umumnya diberi kandungan zat hara tinggi. Pupuk ini tidak diperoleh di alam, tetapi merupakan hasil ramuan di pabrik. Oleh karena pupuk anorganik dibuat manusia maka kandungan haranya dapat beragam dan disesuaikan dengan kebutuhan tanaman (Prihmantoro, 2003).

Fosfor sangat sukar larut dalam air dan selalu berikatan dengan unsur lain sehingga ketersediaannya juga dipengaruhi oleh banyak faktor, utamanya pH karena derajat keasaman menentukan jenis ikatan fosfor dengan unsur lain. Misalnya pada pH rendah fosfor mudah berikatan dengan besi sehingga membentuk besi fosfat yang sukar larut di air sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Pada suhu yang relatif hangat ketersediaan fosfor meningkat dan proses perombakan bahan organik lebih cepat (Isnaini, 2006).

Pada pemupukan fosfor bersamaan dengan amonium NH4+ dalam larikan tanaman akan menyebabkan tanaman tumbuh pesat. Kekurangan fosfor mengakibatkan pertumbuhan akar terhambat, pematangan buah terhambat biji menjadi tidak normal (Isnaini, 2006).

Fosfor diserap tanaman dalam bentuk H2PO4-, HPO42-, dan PO42-, atau

tergantung dari nilai pH tanah. Fosfor sebagian besar berasal dari pelapukan batuan mineral alami, sisanya berasal dari pelapukan bahan organik. Walaupun sumber fosfor di dalam tanah mineral cukup banyak, tanaman masih bisa mengalami kekurangan fosfor. Pasalnya, sebagian fosfor

terikat secara kimia oleh unsur lain sehingga menjadi senyawa yang sukar larut di dalam air (Novizan, 2005).

Di samping ada keuntungannya, pupuk ini juga mempunyai kelemahan,

yaitu tidak semua pupuk anorganik mengandung unsur yang lengkap (makro dan mikro). Bahkan, ada yang hanya mengandung 1 unsur saja. Oleh karenanya, pemberiannya harus dibarengi dengan pupuk mikro dan pupuk

kandang atau kompos. Selain itu, pemakaian pupuk anorganik harus sesuai dengan yang dianjurkan karena bila berlebihan dapat menyebabkan tanaman mati. Pemberian pupuk anorganik secara terus-menerus umumnya berakibat buruk pada kondisi tanah. Tanah menjadi cepat mengeras, kurang mampu menyimpan air, dan cepat menjadi asam (Prihmantoro, 2003).

Fosfor berpengaruh menguntungkan pada hal-hal sebagai berikut : pembelahan sel serta pembentukan lemak serta albumin, pembangunan dan pembuahan termasuk pembuahan biji. Apabila tanaman berbuah pengaruh akibat pemberian nitrogen yang berlebihan akan hilang, perkembangan akar, khusus lateral, dan akar halus berserabut. Kekuatan batang pada tanaman serealia, membantu menghindari tumbangnya tanaman, mutu tanaman (Rukmi, 2009).

Pupuk fosfat merupakan salah satu pupuk yang mempunyai peranan penting untuk tanaman yang menghasilkan biji seperti kedelai, guna mencapai

kuantitas dan kualitas benih yang maksimal. Pupuk fosfat sangat diperlukan dalam pertumbuhan tanaman terutama awal pertumbuhan, meningkatkan

pembentukan polong, dan mempercepat matangnya polong (Thoyyibah, et al dalam Cahyono., 2014).

Jika terjadi kekurangan fosfor, tanaman menunjukkan gejala pertumbuhan sebagai berikut : lambat dan kerdil, perkembangan akar terhambat, gejala pada daun sangat beragam, beberapa tanaman menunjukkan warna hijau tua mengilap yang tidak normal, pematangan buah terhambat, perkembangan bentuk dan warna buah buruk, dan biji berkembang tidak normal (Novizan,2005).

Pemupukan yang cukup dan seimbang sesuai kebutuhan tanaman akan mendorong pertumbuhan menjadi lebih subur dan dapat berproduksi optimal.

Rekomendasi pemupukan pada tanaman kedelai yaitu 75 - 100 kg /ha urea, 100 - 150 kg/ha SP-36, 100 - 150 kg/ha KCl, dan 4 ton/ha pupuk organik ( Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi, 2011 ).

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kedelai merupakan komoditas terpenting ketiga setelah padi dan

jagung. Selain itu juga merupakan komoditas palawija yang kaya akan

protein. Kedelai segar sangat dibutuhkan dalam industri pangan dan

bungkil kedelai dibutuhkan untuk industri pakan. Kebutuhan kedelai

terus meningkat seiring pertumbuhan jumlah penduduk dan kebutuhan

bahan baku olahan pangan seperti tahu, tempe, kecap, susu kedelai, tauco, dan sebagainya (Badan Litbang Pertanian, 2012). Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan produksi kedelai tahun 2014 sebanyak 953,96 ribu ton biji kering, meningkat sebanyak 173,96 ribu ton (22,30 persen) dibandingkan tahun 2013. Peningkatan produksi kedelai tersebut terjadi di Pulau Jawa sebanyak 100,20 ribu ton dan di luar Pulau Jawa sebanyak 73,76 ribu ton. Peningkatan produksi kedelai terjadi karena kenaikan luas panen seluas 64,23 ribu hektar (11,66 persen) dan kenaikan produktivitas sebesar 1,35 kuintal/hektar (9,53 persen) (BPS, 2014). Faktor – faktor yang sering menyebabkan rendahnya hasil kedelai di Indonesia antara lain : kekeringan, banjir, hujan terlalu besar pada saat panen,

serangan hama, dan persaingan dengan rerumputan (gulma). Pandangan petani yang masih menganggap kedelai sebagai tanaman sampingan juga mengakibatkan rendahnya tingkat teknologi budidaya seperti pemupukan, pemberian mulsa untuk tanaman kedelai. Kedelai merupakan tanaman tanah kering, sehingga banyak mendapat gangguan gulma. Bila pemeliharaannya kurang intensif, tanaman

kedelai akan disaingi oleh gulma, akibatnya hasil panen akan menurun (Suprapto, 2001).

Untuk mempertahankan komoditas pertanian yang dibudidayakan agar tetap produktif dan sehat, maka jumlah hara yang hilang dari dalam tanah tidak melebihi hara yang ditambahkan, atau harus terjadi keseimbangan hara di dalam tanah setiap waktu. Apabila hara yang diekstrak dari dalam tanah lebih banyak daripada yang ditambahkan melalui proses alami : melalui debu dan air hujan, pelapukan batuan dan penambatan nitrogen udara, maka teknik pemupukan organik, mendaur ulang limbah organik yang dikombinasikan dengan pemupukan

kimia sangat diperlukan untuk mempertahankan aras kesuburan tanah (Sutanto, 2002).

Fosfor (P), yang penting untuk mempercepat pertumbuhan akar, mempercepat pendewasaan tanaman, dan mempercepat pembentukan buah dan biji serta meningkatkan produksi. Sumber fosfat yang di dalam tanah sebagai fosfat mineral yaitu batu kapur fosfat, sisa – sisa tanaman dan bahan organik lainnya, pupuk buatan (double fosfat, super fosfat dan lainnya). Perubahan fosfor organik menjadi fosfor anorganik dilakukan oleh mikroorganisme. Penyerapan

fosfor selain dilakukan oleh mikroorganisme juga dapat dilakukan oleh liat dan silikat (Isnaini, 2006).

Keuntungan dari penggunaan pupuk organik dan anorganik secara

seimbang sudah lama dipahami dan telah dilaksanakan dalam praktek pertanian. Pemupukan dengan cara ini akan memberikan keuntungan, antara lain: menambah kandungan hara yang tersedia dan siap diserap tanaman

jumlah yang seimbang dengan demikian akan memperbaiki persentase penyerapan hara oleh tanaman yang ditambahkan dalam bentuk pupuk, mencegah kehilangan hara karena bahan organik mempunyai kapasitas pertukaran ion yang tinggi, membantu dalam mempertahankan kandungan bahan organik tanah pada aras tertentu sehingga mempunyai pengaruh yang baik terhadap sifat fisik tanah dan status kesuburan tanah, residu bahan organik akan berpengaruh baik pada pertanaman berikutnya maupun dalam mempertahankan produktivitas tanah (Sutanto, 2002).

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang respons pertumbuhan dan produksi kedelai (Glycine max L. (Merill)) terhadap pemberian kompos sampah kota dan pupuk fosfat.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui respons pertumbuhan dan produksi kedelai (Glycine max L. (Merill)) terhadap pemberian kompos sampah kota dan pupuk P.

Hipotesis Penelitian

Pemberian kompos sampah kota dan pupuk P pada dosis tertentu serta

interaksi keduanya nyata dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai (Glycine max L. (Merill)).

Kegunaan Penelitian

Sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu

syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak

ABSTRAK

RASI KASIM SAMOSIR: Respons Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) terhadap Pemberian Kompos Sampah Kota dan Pupuk

P dibimbing oleh RATNA ROSANTY LAHAY dan REVANDY I. M. DAMANIK.

Rendahnya produksi kedelai Indonesia salah satunya dikarenakan masih menganggap kedelai sebagai tanaman sampingan sehingga mengakibatkan rendahnya tingkat teknologi budidaya untuk tanaman kedelai. Tujuan penelitian yakni untuk mengetahui respons pertumbuhan dan produksi kedelai terhadap pemberian kompos sampah kota dan pupuk P. Penelitian dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada April 2015 sampai Juli 2015, menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan dua faktor

yaitu kompos sampah kota (0, 15, 30, 45 g/tanaman) dan pupuk P (0, 1,5 , 3 g/tanaman).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kompos sampah kota meningkatkan diameter batang 2 MST, 4 MST, 5 MST, dan produksi biji per plot. Kompos sampah kota meningkatkan produksi biji per plot terdapat pada taraf pemberian 45 g/tanaman (K3) yaitu 173,36 g. Pemberian pupuk P meningkatkan jumlah polong berisi per tanaman, jumlah biji per tanaman, dan bobot biji per tanaman. Pemberian pupuk P meningkatkan jumlah biji per tanaman terdapat pada taraf pemberian 1,5 g/tanaman (P1) yaitu 46,06 biji. Interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter.

ABSTRACT

RASI KASIM SAMOSIR : The Effect Growth and Production of Municipal Waste Compost and P Fertilizer of Soybean (Glycine max (L.) Merrill) guided by RATNA ROSANTY LAHAY and REVANDY I. M. DAMANIK.

The low production of soybean in Indonesia one of them because of opinion soybean as side plant so low to use technology of cultivation for soybean. Of the research is to determine the response of growth and production of soybean on application municipal waste compost and fosfat fertilizer. The research was

conducted in testing land, University of North Sumatera on April 2015 until July 2015, using a factorial randomized block design with two factors. The first

factor was municipal waste compost (0, 15, 30, 45 g/plant). The second factor was P fertilizer (0, 1,5, 3 g/plant).

The results showed that application of municipal waste compost increased diameter of stem 2 MST, 4 MST, 5 MST, and seed production of plot. Municipal waste compost increased production seed per plant that showed by 45 g/plant (K3) was 173,36 g. P fertilizer increased the number of pods per plant lists, the number of seed per plant and seeds per plant dry weight. P fertilized increased the number of seed per plant that showed by 1,5 g/plant (P1) was 46,06 seeds. Interaction between treatments didn’t effect all parameter.

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) TERHADAP PEMBERIAN KOMPOS SAMPAH KOTA DAN PUPUK P

SKRIPSI

OLEH :

RASI KASIM SAMOSIR

Dokumen terkait