• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas penyuluhan metode sekolah lapang terhadap penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) budidaya anggrek tanah (terestrial) di Kota Tangerang Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas penyuluhan metode sekolah lapang terhadap penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) budidaya anggrek tanah (terestrial) di Kota Tangerang Selatan"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS PENYULUHAN METODE

SEKOLAH LAPANG TERHADAP PENERAPAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

BUDIDAYA ANGGREK TANAH (

TERESTRIAL

)

DI KOTA TANGERANG SELATAN

Hendrik Hexa Yoga

NIM: 1110092000078

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

i

EFEKTIVITAS PENYULUHAN METODE

SEKOLAH LAPANG TERHADAP PENERAPAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

BUDIDAYA ANGGREK TANAH (

TERESTRIAL

)

DI KOTA TANGERANG SELATAN

Hendrik Hexa Yoga

NIM: 1110092000078

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Program Studi Agribisnis

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(3)
(4)

ii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, Maret 2015

(5)

iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Hendrik Hexa Yoga

Tempat, Tanggal Lahir : Pringsewu, Lampung Selatan, 23 Januari 1989

Alamat : Jl. Raya Bogor KM 46 No 20 RT 01 RW 11,

Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

No. HP : 088808799703

Email : hendrikhexa@yahoo.com

Riwayat Pendidikan

1995 – 2001 : SDN Ciriung 1

2002 – 2005 : Madrasah Tsanawiyah Al-Zaytun 2005 – 2008 : Madrasah Aliyah Al-Zaytun

2010 – 2015 : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengalaman Kerja

2010 : Magang Umum di Balai Besar Pengembangan

Budidaya Air Tawar Sukabumi.

2013 : Praktek Kerja Lapang di PT Momenta

Agrikultura, Kebun Cika-02 Lembang, Jawa Barat

Pengalaman Organisasi

2011-2014 : Volunteer/ Relawan di Leading and Empowering Adverse People (LEAP) INDONESIA

(6)

iv

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT

atas rahmat dan karunia yang diberikan sehingga penulis dapat menyusun dan

menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Efektifitas Metode Penyuluhan Sekolah

Lapang Terhadap Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) Budidaya

Anggrek Tanah di Kota Tangerang Selatan”. Shalawat beriring salam selalu

tercurahkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah

menyampaikan ajaran Islam sebagai penyejuk hati dan penyelamat umat manusia

dari belenggu kebodohan.

Penulis banyak mendapatkan bantuan, baik berupa materil dan moral yang

sangat berarti dari berbagai pihak dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu

pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Mama dan Alm. Bapak, kedua orang tua saya tercinta yang selama ini tidak pernah berhenti memberikan kasih sayang, do’a, semangat, motivasi serta

segala upaya dalam memberikan dukungan kepada penulis.

2. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si, selaku dekan Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.

3. Ibu Dr. Elpawati, MP, selaku ketua program studi Agribisnis Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Akhmad Mahbubi, SP, MM, selaku sekretaris program studi

(7)

v 5. Bapak Dr. Ujang Maman, M.Si dan Bapak Ir. Junaidi, M.Si selaku dosen

pembimbing yang telah selalu meluangkan waktu untuk memberikan

bimbingan, masukan, solusi dan dukungan kepada penulis selama proses

pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi.

6. Ibu Dr. Lilis Imamah Ichdayati, dan Bapak Drs. Acep Muhib, MM selaku

dosen penguji yang telah bersedia memberikan kritik dan saran yang

bermanfaat demi kesempurnaan penulisan skripsi.

7. Seluruh dosen Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak dapat

disebutkan satu per satu tanpa mengurangi rasa hormat atas ilmu dan

pelajaran dalam perkuliahan atau di luar perkuliahan.

8. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Tangerang Selatan yang telah

berkenan memberikan informasi dan data yang dibutuhkan dalam penelitian

ini.

9. Sahabat seperjuangan: Adrian, Adit, Alam, Andika, Arif, Fahmi, Ilham,

Ichsan, Riki Purbaya, Ricky Ade, Sofyanto, Tirto, Reza, atas semangat dan

informasi selama penelitian hingga penulisan skripsi serta sebagai teman

diskusi.

10. Teman seperjuangan: Inayatullah, Dwi Indah dan Elly atas massa-massa yang

dilalui bersama selama bimbingan skripsi.

11. Teman-teman Agribisnis angkatan 2010 yang telah banyak membantu saya

(8)

vi Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini mungkin masih jauh dari

sempurna. Walaupun demikian, penulis mengharapkan semoga penelitian ini

dapat bermanfaat dan memenuhi apa yang diharapkan oleh semua pihak.

Ciputat, April 2015

(9)

vii

RINGKASAN

HENDRIK HEXA YOGA, Efektivitas Penyuluhan Metode Sekolah Lapang Terhadap Penerapan Standar Operasional Prosedur Budidaya Anggrek Tanah (Terestrial) di Kota Tangerang Selatan. Di bawah bimbingan Ujang Maman dan Junaidi.

Anggrek merupakan salah satu tanaman florikultura yang tersebar luas diseluruh dunia. Tanaman ini populer karena memiliki keindahan dengan berbagai bentuk dan warna. Jenis anggrek yang banyak digunakan sebagai bunga potong adalah anggrek tanah (terestrial), karena memiliki tangkai bunga yang panjang dan kokoh, jumlah kuntum bunga banyak, bentuk dan warna bunga menarik, serta tahan lama. Untuk memenuhi tuntutan konsumen domestik maupun global akan produk yang aman, bermutu dan ramah lingkungan maka Good Agricultural Practicies (GAP) atau budidaya yang baik dan benar menurut Standar Operasional Procedur (SOP) merupakan hal yang perlu dilakukan.

Sekolah Lapang GAP-SOP tanaman florikultura merupakan salah satu metode belajar dengan pendekatan orang dewasa dalam meningkatkan pengetahuan, kemampuan ,dan keterampilan petani dalam menerapkan prinsip-prinsip GAP tanaman florikultura melalui pola pembelajaran lewat pengalaman, dengan menggunakan lahan sebagai tempat belajar, memantau secara teratur setiap minggu atau dua minggu sepanjang musim tanam, mengkaji dan membahasnya sehingga petani menjadi ahli dan dapat mengambil keputusannya sendiri. Oleh karena itu diharapkan Sekolah Lapang dapat menjadi metode penyuluhan yang efektif dalam rangka menyampaikan materi SOP budidaya anggrek tanah kepada petani anggrek di Kota Tangerang Selatan.

Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Mengetahui karakteristik petani anggrek di Kota Tangerang Selatan. 2) Mengetahui hubungan karakteristik petani anggrek dengan pengetahuan petani anggrek mengenai SOP budidaya anggrek di Kota Tangerang Selatan. 3) Mengetahui hubungan karakteristik petani anggrek dengan penerapan SOP budidaya anggrek tanah oleh petani di Kota Tangerang Selatan. 4) Mengetahui hubungan pengetahuan petani anggrek yang mengikuti Sekolah Lapang dengan penerapan SOP budidaya anggrek di Kota Tangerang Selatan.

Penelitian dilakukan di Kota Tangerang Selatan. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangan bahwa Kota Tangerang Selatan merupakan sentra tanaman anggrek di Provinsi Banten.

(10)

viii Metode analisis data yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan petani anggrek yang mengikuti Sekolah Lapang dengan penerapan standar oprasional prosedur budidaya anggrek di Kota Tangerang Selatan adalah dengan menggunakan uji Chi Square (X2).

Karakteristik petani di Kota Tangerang Selatan beragam, mulai dari umur petani yang terbanyak berada pada kelompok umur sedang (41-57 tahun), pendidikan petani yang terbanyak berada pada kelompok pendidikan rendah (tidak sekolah-SD), dan pengalaman petani yang terbanyak berada pada kelompok pengalaman rendah (1-13 tahun).

Pengetahuan petani mengenai SOP budidaya anggrek tanah menunjukan hasil yang berada pada kriteria tinggi, dari 42 petani responden terdapat 7 petani yang memiliki skor pengetahuan rendah, 9 petani yang memiliki skor pengetahuan sedang dan 26 petani yang memiliki skor pengetahuan tinggi. Tidak terdapat hubungan antara karakteristik petani dengan pengetahuan petani mengenai SOP budidaya anggrek tanah.

Penerapan petani terhadap SOP budidaya anggrek tanah menunjukan hasil yang berada pada kriteria sedang, dari 42 petani responden terdapat 11 petani yang memiliki skor penerapan rendah dan 17 petani yang memiliki skor penerapan sedang, dan 14 petani yang memiliki skor penerapan tinggi. Tidak terdapat hubungan antara karakteristik petani dengan penerapan petani SOP budidaya anggrek tanah oleh petani.

(11)

ix 2.1 Pengertian Efektivitas Penyuluhan ... 8

2.2 Metode Penyuluhan Pertanian ... 10

2.3 Komunikasi Interpersonal ... 11

2.4 Adopsi Inovasi ... 13

2.5 Sekolah Lapang ... 21

2.6 Sekolah Lapang Good Agrikultural Practicies (SL-GAP) ... 23

2.7 Standar Operasional Prosedur Budidaya Anggrek Tanah ... 25

2.7.1 Penetapan lokasi ... 27

2.7.2 Penyiapan Lahan ... 27

2.7.3 Penyiapan Bedengan ... 27

2.7.4 Pemasangan Penyangga ... 28

2.7.5 Penyiapan Media Tanam ... 28

2.7.6 Penyiapan Benih Bermutu ... 28

(12)

x

2.7.15 Pascapanen ... 31

2.7.16 Pencatatan ... 32

2.8 Penelitian Terdahulu ... 32

2.9 Kerangka Pemikiran Konseptual ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 36

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 37

3.4 Teknik Penarikan Sampel ... 37

3.5 Instrumen Penelitian ... 39

3.6 Uji Validitas dan Reabilitas ... 40

3.6.1 Uji Validitas ... 40

3.6.2 Uji Reliabilitas ... 41

3.7 Pengolahan Data dan Analisis Data ... 42

3.7.1 Pengolahan Data ... 42

3.7.2 Analisis Data ... 44

3.8 Hipotesis Penelitian ... 46

3.9 Definisi Operasional ... 46

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Sejarah Kota Tangerang Selatan ... 48

4.2 Geografis Kota Tangerang Selatan ... 49

4.3 Kondisi Sumberdaya Manusia ... 50

4.3.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 50

4.3.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur ... 51

4.4 Kelompok Tani Anggrek di Kota Tangerang Selatan ... 51

4.5 Produk Domestik Regional Bruto Kota Tangerang Selatan ... 52

4.6 Program Penyuluhan di Kota Tangerang Selatan ... 53

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Petani ... 55

5.1.1 Umur Petani ... 55

5.1.2 Tingkat Pendidikan Petani ... 56

(13)

xi

5.2 Pengetahuan Petani Mengenai SOP Budidaya Anggrek Tanah .... 58

5.3 Hubungan Karakteristik Petani dengan Pengetahuan Mengenai SOP Budidaya Anggrek Tanah ... 60

5.3.1 Hubungan Umur dengan Pengetahuan SOP Budidaya Anggrek Tanah ... 60

5.3.2 Hubungan Pendidikan dengan Pengetahuan SOP Budidaya Anggrek Tanah ... 62

5.3.3 Hubungan Pengalaman dengan Pengetahuan SOP Budidaya Anggrek Tanah ... 64

5.4Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah Oleh Petani ... 66

5.5Hubungan Karakteristik Petani dengan Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah Oleh Petani ... 69

5.5.1 Hubungan Umur dengan Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah ... 69

5.5.2 Hubungan Pendidikan dengan Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah ... 71

5.5.3 Hubungan Pengalaman dengan Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah ... 73

5.6 Hubungan Pengetahuan dengan Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah ... 76

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 79

6.2 Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 81

(14)

xii

DAFTAR TABEL

No Hal

1. Produksi Lima Tanaman Hias Terbesar di Indonesia Tahun 2012 ... 1

2. Lima Provinsi Penghasil Tanaman Anggrek Terbesar di Indonesia Tahun 2012 ... 2

3. Permintaan Bunga Potong Anggrek di Kota Tangerang Selatan ... 2

4. Perbedaan antara media massa dan komunikasi interpersonal ... 12

5. Besaran Sampel dari Setiap Kelompok Tani ... 39

6. Struktur Kuesioner Karakteristik, Pengetahuan, dan Penerapan Mengenai SOP Budidaya Anggrek Tanah ... 43

7. Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 50

8. Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur... 51

9. Kelompok Tani Anggrek Tanah Kota Tangerang Selatan ... 52

10.PDRB Kota Tangerang Selatan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha ... 53

11.Distribusi Petani Berdasarkan Umur ... 56

12.Distribusi Petani Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 56

13.Distribusi Petani Berdasarkan Pengalaman ... 57

14.Distribusi Petani Menurut Pengetahuan Mengenai SOP Budidaya Anggrek Tanah ... 59

15.Distribusi Respoden Menurut Umur dan Pengetahuan ... 61

16.Distribusi Respoden Menurut Pendidikan dan Pengetahuan ... 63

17.Distribusi Respoden Menurut Pengalaman dan Pengetahuan ... 65

(15)

xiii

19.Distribusi Respoden Menurut Umur dan Penerapan ... 70

20.Distribusi Respoden Menurut Pendidikan dan Penerapan ... 72

21.Distribusi Respoden Menurut Pengalaman dan Penerapan ... 74

(16)

xiv

DAFTAR GAMBAR

No Hal

(17)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

No Hal

1. Kuesioner Penelitian ... 84

2. Tabulasi Data Pengetahuan Petani Mengenai SOP Budidaya Anggrek

Tanah ... 88

3. Hasil Uji Tingkat Validitas Instrumen Penelitian Mengenai

Pengetahuan Petani ... 89

4. Hasil Uji Tingkat Reliabilitas Instrumen Penelitian Mengenai

Pengetahuan Petani Menggunakan SPSS 21... 89

5. Tabulasi Data Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah Oleh Petani ... 90

6. Hasil Uji Tingkat Validitas Instrumen Penelitian Mengenai

Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah Oleh Petani ... 92

7. Hasil Uji Tingkat Reliabilitas Instrumen Penelitian Mengenai

Penerapan Petani Menggunakan SPSS 21 ... 93

8. Hasil Tabulasi Silang Antara Karakteristik Petani Dengan Pengetahuan Petani Mengenai SOP Budidaya Anggrek Tanah Menggunakan SPSS 21 .. 93

9. Hasil Tabulasi Silang Antara Karakteristik Petani Dengan Penerapan

SOP Budidaya Anggrek Tanah Oleh Petani Menggunakan SPSS 21 ... 96

10.Hasil Tabulasi Silang Antara Pengetahuan Petani dengan Penerapan

(18)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anggrek merupakan salah satu tanaman florikultura yang tersebar luas

diseluruh dunia. Tanaman ini populer karena memiliki keindahan dengan berbagai

bentuk dan warna. Anggrek termasuk famili Orchidaceae, suatu famili yang

sangat besar dan sangat bervariasi yang memiliki sekitar 800 genus dan tidak

kurang dari 30.000 spesies (Gunawan, 2008:5).

Anggrek merupakan salah satu tanaman hias yang diproduksi di Indonesia.

Pada tahun 2012 anggrek menempati urutan ke empat tanaman hias yang paling

banyak di produksi di Indonesia setelah krisan, sedap malam, dan mawar.

Produksi lima tanaman hias terbesar di Indonesia pada tahun 2012 dapat dilihat

pada Tabel 1 (Badan Pusat Statistik, 2014:1)

Tabel 1. Produksi Lima Tanaman Hias Terbesar di Indonesia Tahun 2012

No Tanaman Produksi Satuan

1 Krisan 397.651.571 Tangkai

2 Sedap malam 101.197.847 Tangkai

3 Mawar 68.624.998 Tangkai

4 Anggrek 20.727.891 Tangkai

5 Gerbera 9.854.787 Tangkai

Sumber: Badan Pusat Statistik (2014:1)

Provinsi Banten pada tahun 2012 merupakan Provinsi kedua terbesar

penghasil tanaman anggrek setelah Provinsi Jawa Barat. Lima provinsi produsen

tanaman anggrek terbesar di Indonesia pada tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 2

(19)

2 Tabel 2. Lima Provinsi Produsen Tanaman Anggrek Terbesar di Indonesia

Tahun 2012

No Provinsi Produksi Satuan

1 Jawa Barat 7.626.316 Tangkai

2 Banten 5.628.179 Tangkai

3 Jawa Timur 2.483.618 Tangkai

4 Jawa Tengah 1.242.982 Tangkai

5 Bali 1.236.218 Tangkai

Sumber: Badan Pusat Statistik (2014:1)

Sedangkan pada tahun 2012 Kota Tangerang Selatan merupakan daerah

penghasil tanaman anggrek terbesar di Provinsi Banten dengan total produksi

sebesar 5.055.577 tangkai atau 89,82% dari total produksi di Provinsi Banten

(Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan, 2014:1).

Untuk memenuhi tuntutan konsumen domestik maupun global akan produk

yang aman, bermutu dan ramah lingkungan maka cara budidaya yang baik dan

benar merupakan hal yang perlu dilakukan. Permintaan bunga potong anggrek di

Kota Tangerang Selatan mengalamai trend yang terus meningkat, pada tahun

2012 permintaan akan bunga potong anggrek sebesar 5,5 juta tangkai, pada tahun

2013 naik menjadi 6 juta tangkai (0,92%) sedangkan pada tahun 2013 meningkat

lagi menjadi 7 juta tangkai (0,85%). Permintaan bunga potong anggrek di Kota

Tangerang Selatan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Permintaan Bunga Potong Anggrek di Kota Tangerang Selatan

No Tahun Permintaan Satuan

1 2012 5.500.000 Tangkai

2 2013 6.000.000 Tangkai

3 2014 7.000.000 Tangkai

(20)

3 Jika trend permintaan akan bunga anggrek yang terus meningkat tetapi tidak

diikuti dengan peningkatan produksi yang seimbang maka akan menimbulkan

kesenjangan antara permintaan dengan penawaran.

Dengan demikian diperlukan upaya peningkatan kemampuan, ketrampilan

dan perubahan pemahaman dan sikap petugas maupun produsen florikultura

dalam usaha budidaya tanaman florikultura yang baik dan benar sesuai dengan

SOP yang sudah disusun (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2011:29).

Penerapan Good Agricultural Practicies (GAP) atau cara budidaya yang

baik dan benar dalam budidaya tanaman florikultura dimaksudkan untuk

memperbaiki proses produksi menjadi ramah lingkungan, meningkatkan kualitas

produk sesuai standar, memungkinkan penelusuran semua aktivitas produksi dan

dapat dilacak kembali jika terjadi masalah atau keluhan dari konsumen, serta

meningkatkan daya saing dalam memasuki pasar global. Untuk itu penerapan

GAP-SOP mutlak dilakukan oleh petani tanaman florikultura dengan

pendampingan secara intensif oleh para pemandu lapang (Direktorat Jenderal

Hortikultura 2011:29).

Dalam rangka meningkatkan kemampuan, ketrampilan dan perubahan

pemahaman dan sikap dari produsen florikultura maka dilakukan kegiatan

penyuluhan. Akan tetapi dalam kegiatan penyuluhan di Kota Tangerang Selatan

ada kendala-kendala yang dihadapi, diantaranya: (1) Tingkat pengetahuan petani

relatif rendah yang disebabkan adanya petani yang tidak bisa baca tulis, (2) Petani

lebih memilih pestisida kimia dibandingkan dengan pestisida organik karena

(21)

4 dihasilkan masih ada yang tidak sesuai standar, (4) Petani relatif malas mencatat

aktivitas produksinya sehingga tidak dapat dilacak kembali jika terjadi masalah

atau keluhan dari konsumen, (5) Motivasi petani dalam menghadiri penyuluhan

relatif masih rendah, (6) Sumberdaya yang dimiliki petani seperti lahan dan

permodalan relatif kecil, (7) Wawasan petani akan akses yang dapat mendukung

usahataninya relatif rendah. Kendala-kendala tersebut bisa terjadi dikarenakan

keragaman diantara petani. Oleh sebab itu diperlukan suatu metode penyuluhan

yang dapat mengatasi kendala-kendala tersebut.

Sekolah Lapang GAP-SOP Tanaman Florikultura merupakan salah satu

metode belajar dengan pendekatan orang dewasa dalam meningkatkan

pengetahuan, kemampuan dan keterampilan petani dalam menerapkan

prinsip-prinsip GAP Tanaman Florikultura melalui pola pembelajaran lewat pengalaman,

dengan menggunakan lahan sebagai tempat belajar, memantau secara teratur

setiap minggu atau dua minggu sepanjang musim tanam, mengkaji dan

membahasnya sehingga petani menjadi ahli dan dapat mengambil keputusannya

sendiri (Direktorat Jenderal Hortikultura 2011:30).

Sekolah Lapang sudah dipakai sebagai metode penyuluhan pertanian di

Kota Tangerang Selatan sejak tahun 2010. Terdapat tiga jenis Sekolah Lapang

yang telah dilaksanakan yaitu Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu

(SL-PTT), Sekolah Lapang Pengendalian Hama Tanaman (SL-PHT), Sekolah

Lapang Standar Operasional Prosedur (SL-GAP/SOP).

Pada tahun 2010 dilaksanakan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman

(22)

5 Sedangkan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Tanaman (SL-PHT) dan Sekolah

Lapang Standar Operasional Prosedur (SL-GAP/SOP) baru dilaksanakan pada

tahun 2011. Setelah itu Sekolah Lapang rutin diadakan setiap tahunnya sampai

pada tahun 2013. Sedangkan pada tahun 2014 tidak ada program penyuluhan

Sekolah Lapang yang dilakukan.

Selama diadakan program penyuluhan Sekolah Lapang ada beberapa

kendala yang dihadapi, diantaranya: (1) Sekolah Lapang bergantung pada dana

anggaran, jika tidak ada anggaran maka tidak ada program penyuluhan Sekolah

Lapang seperti pada tahun 2014, (2) Penentuan waktu Sekolah Lapang agak sulit

karena harus berdasarkan keputusan bersama, (3) Pengetahuan awal petani relatif

rendah, (4) Tingkat kehadiran petani belum optimal, ada petani yang tidak

menghadiri seluruh pertemuan dari awal hingga akhir.

Sekolah Lapang sebagai metode penyuluhan pertanian termutakhir

diharapkan dapat mengatasi kendala-kendala tersebut sehingga pada akhirnya

petani memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai inovasi yang disuluhkan serta

petani mau mengadopsi inovasi tersebut serta mampu menerapkannya dengan

baik dan benar.

Berdasarkan masalah tersebut peneliti melakukan penelitian mengenai:

“Efektivitas Penyuluhan Metode Sekolah Lapang Terhadap Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) Budidaya Anggrek Tanah (Terestrial)

(23)

6

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasikan

permasalahannya sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik petani anggrek di Kota Tangerang Selatan?

2. Bagaimana hubungan karakteristik petani dengan pengetahuan petani anggrek

mengenai Standar Oprasional Prosedur budidaya anggrek di Kota Tangerang

Selatan?

3. Bagaimana hubungan karakteristik petani dengan penerapan Standar

Oprasional Prosedur budidaya anggrek oleh petani di Kota Tangerang

Selatan?

4. Bagaimana hubungan pengetahuan petani anggrek yang mengikuti Sekolah

Lapang dengan penerapan Standar Oprasional Prosedur budidaya anggrek di

Kota Tangerang Selatan?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui karakteristik petani anggrek di Kota Tangerang Selatan.

2. Mengetahui hubungan karakteristik petani dengan pengetahuan petani

anggrek mengenai standar oprasional prosedur budidaya anggrek di Kota

Tangerang Selatan.

3. Mengetahui hubungan karakteristik petani dengan penerapan Standar

Oprasional Prosedur budidaya anggrek oleh petani di Kota Tangerang

(24)

7 4. Mengetahui hubungan pengetahuan petani anggrek yang mengikuti Sekolah

Lapang dengan penerapan standar oprasional prosedur budidaya anggrek di

Kota Tangerang Selatan.

1.4 Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan berguna bagi pihak-pihak sebagai berikut:

1. Pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan

bagi instansi terkait guna meningkatkan mutu penyuluhan pertanian.

2. Penyusun

Penelitian ini merupakan suatu proses pembelajaran dalam penerapan antara

teori dan praktek yang dilakukan dalam suatu karya ilmiah.

3. Pembaca

Dapat memberikan manfaat bagi kepentingan ilmu pengetahuan dan sebagai

(25)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Efektifitas Penyuluhan

Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran

yang telah ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan ataupun program.

Disebut efektif apabila tercapai tujuan ataupun sasaran seperti yang telah

ditentukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Emerson yang dikutip Handayaningrat (1994:16) yang menyatakan bahwa “Efektivitas adalah pengukuran dalam arti

tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.” Sedangkan Hidayat (1986)

menjelaskan bahwa :“Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa

jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar

persentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya”. Tingkat efektivitas

dapat diukur dengan membandingkan antara rencana yang telah ditentukan

dengan hasil nyata yang telah diwujudkan. Namun, jika usaha atau hasil pekerjaan

dan tindakan yang dilakukan tidak tepat sehingga menyebabkan tujuan tidak

tercapai atau sasaran yang diharapkan, maka hal itu dikatakan tidak efektif

(Rihadini,2012:12).

Efektifitas dan efisiensi mungkin tidak berhubungan. Suatu organisasi

efisien tetapi tidak mampu mencapai tujuannya, dan suatu organisasi tidak efisien

tetapi efektif mencapai tujuannya. Tujuan pada umumnya disebut output, dengan

demikian efektifitas adalah kecepatan mencapai tujuan. Efektifitas berbicara

(26)

9 menggunakan input sekecil mungkin untuk menghasilkan output (Darsono,

2011:196).

Van Den Ban dan Hawkins (1999:25) mengartikan penyuluhan sebagai

keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar

dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga bisa

membuat keputusan yang benar. Soekartawi (1988:6) mengartikan penyuluhan

pertanian adalah sistem pendidikan diluar sekolah (informal) yang diberikan

kepada petani dan keluarganya dengan maksud agar mereka mampu

meningkatkan kesejahteraan keluarganya sendiri atau bila dimungkinkan mampu

meningkatkan kesejahteraan masyarakat disekelilingnya. Menurut Slamet dan

Mardikanto (1993), tujuan yang sebenarnya dari penyuluhan adalah terjadinya

perubahan perilaku sasarannya. Hal ini merupakan perwujudan dari :

pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dapat diamati secara langsung maupun

tidak langsung dengan indera manusia.

Berdasarkan pengertian-pengertian efektifitas dan penyuluhan diatas maka

efektifitas penyuluhan adalah tercapainya tujuan penyuluhan yaitu perubahan

pengetahuan, sikap dan keterampilan petani agar petani mampu membuat

keputusan yang benar mengenai masalah usahataninya sehingga petani mampu

meningkatkan kesejahteraan keluarganya sendiri atau bila dimungkinkan mampu

(27)

10

2.2 Metode Penyuluhan Pertanian

Metode penyuluhan pertanian dapat diartikan sebagai suatu cara

penyampaian materi penyuluhan pertanian melalui media komunikasi oleh

penyuluh pertanian kepada petani dan anggota keluarganya agar bisa dan

membiasakan diri menggunakan teknologi baru. Pilihan agen penyuluhan

terhadap suatu metode tergantung pada tujuan khusus dan situasi kerjanya (Van

den Ban dan Hawkins, 1999:150).

Bentuk metode penyuluhan menurut Van den Ban dan Hawkins

(1999,149-178) adalah:

a) Metode media massa atau metode pendekatan massal. Sesuai dengan

namanya, metode ini dapat menjangkau sasaran dengan jumlah yang

cukup banyak. Dipandang dari segi penyampaian informasi, metode ini

cukup baik, namun terbatas hanya dapat menimbulkan kesadaran dan

keingintahuan semata. Hal ini disebabkan karena pemberi dan penerima

pesan cenderung mengalami proses selektif saat menggunakan media

massa sehingga pesan yang diampaikan mengalami distorsi (Van den Ban

dan Hawkins, 1999:150). Termasuk dalam metode pendekatan massal

antara lain adalah rapat umum, siaran radio, kampanye, pemutaran film,

penyebaran leaflet, folder atau poster, surat kabar, dan lain sebagainya.

b) Metode penyuluhan kelompok lebih menguntungkan dari media massa,

karena umpan balik yang lebih baik yang memungkinkan pengurangan

salah pengertian yang bisa berkembang antara penyuluh dan petani. Biaya

(28)

11 media massa. Metode kelompok sering mencapai bagian tertentu dari

kelompok sasaran, karena hanya petani yang betul-betul berminat pada

penyuluhan yang datang ke pertemuan. Termasuk dalam metode

kelompok antara lain adalah ceramah, demonstrasi, widyakarya, dan

Sekolah Lapang (Van den Ban dan Hawkins, 1999:165)

c) Metode penyuluhan individu atau metode pendekatan perorangan pada

hakikatnya adalah paling efektif dan intensif dibanding metode lainnya,

namun karena berbagai kelemahan di dalamnya, maka pendekatan ini

jarang diterapkan pada program-program penyuluhan yang membutuhkan

waktu yang relatif cepat. Termasuk dalam metode pendekatan perorangan

atau personal approach, antara lain: kunjungan rumah, kunjungan ke

lokasi atau lahan usaha tani, surat menyurat, hubungan telepon, kontak

informal, magang, dan lain sebagainya (Van den Ban dan Hawkins,

1999:178).

2.3 Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal adalah suatu proses penyampaian informasi dari

seseorang kepada orang lain, komunikasi ini pada umum dilakukan secara tatap

muka. Di perdesaan komunikasi ini sering dilakukan oleh penyuluh maupun

petani dalam kelompoknya baik dalam bentuk pertemuan kelompok maupun

dalam difusi inovasi kepada kelompok-kelompok yang lain. Perbedaan

karakteristik antara komunikasi media massa dan komunikasi interpersonal dapat

(29)

12

Tabel 4. Perbedaan Karakteristik Antara Komunikasi Media Massa dan Komunikasi Interpersonal

No Karakteristik Komunikasi

Interpersonal

Komunikasi Media Massa

1 Arus pesan Arus pesan cenderung dua arah

Arus pesan cenderung searah

2 Konteks komunikasi Saling berhadapan Ditempatkan

3 Banyaknya umpan balik yang siap Tinggi Rendah

4 Kemampuan untuk menguasai proses seleksi (akses seleksi)

Tinggi Rendah

5 Kecepatan penyampaian pesan pada pembaca / pemirsa yang banyak

Relatif lambat Relatif cepat

6 Kemungkinan untuk menyesuaikan pesan pada pembaca / pemirsa

Besar Kecil

7 Biaya per orang yang bisa dijangkau Tinggi Rendah

8 Kemungkinan diabaikan oleh pembaca/pemirsa

Rendah Tinggi

9 Pesan yang sama bagi semua penerima pesan

Tidak Ya

10 Siapa yang memberi informasi Setiap orang Pakar /penguasa

11 Dampak yang mungkin terjadi Pembentukan dan perubahan sikap

Perubahan pengetahuan

Sumber: Rogers dan Shoemaker dalam AW van Den Ban (1999:164)

Berdasarkan perbandingan antara komunikasi interpersonal dengan

komunikasi media massa, komunikasi interpersonal akan menimbulkan dampak

pembentukan dan perubahan sikap, sedangkan komunikasi media massa hanya

(30)

13

2.4 Adopsi Inovasi

Inovasi adalah suatu gagasan, metode, atau objek yang dianggap sebagai

sesuatu yang baru, tetapi tidak selalu merupakan hasil dari penelitian mutakhir

(AW van den Ban 1999:122).

Inovasi menurut UU No.18 tahun 2002 adalah kegiatan penelitian,

pengembangan, dan/atau perekayasaan yang bertujuan mengembangkan

penerapan praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan yang baru, atau cara baru

untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada ke dalam

produk atau proses produksi.

Adopsi inovasi mengandung pengertian yang kompleks dan dinamis. Hal

ini disebabkan karena proses adopsi inovasi sebenarnya adalah menyangkut

proses pengambilan keputusan, dimana dalam proses ini banyak faktor yang

mempengaruhinya.

Rogers dan Shoemaker (1983:99) memberikan definisi tentang proses

pengambilan keputusan untuk melakukan adopsi inovasi, seperti berikut:

... the mental process of an innovation to a decision to adopt or to reject

and to confirmation of this decision...

Mengikuti definisi yang diberikan oleh Rogers dan Shoemaker tersebut,

maka ada beberapa elemen penting yang perlu diperhatikan dalam proses adopsi

inovasi, yaitu: (a) adanya sikap mental untuk melakukan adopsi inovasi, dan (b)

(31)

14 Dari definisi diatas, tampak bahwa dalam proses adopsi inovasi diperlukan

adanya komitmen yang terikat dan perlu dijaga konsistensinya yang didasarkan

atas kemampuan yang dimiliki oleh calon adopter.

Menurut Rogers (1983:99) proses pengambilan keputusan inovasi adalah

proses mental dimana seseorang berlalu dari pengetahuan pertama mengenai suatu

inovasi dengan membentuk suatu sikap terhadap inovasi, sampai memutuskan

untuk menolak atau menerima, melaksanakan ide-ide baru dan mengukuhkan

terhadap keputusan inovasi.

Tahapan dalam proses adopsi inovasi yaitu :

1. Tahap Kesadaran

Tahap seseorang tahu dan sadar terdapat suatu inovasi sehingga muncul

adanya suatu kesadaran terhadap hal tersebut.

2. Tahap Keinginan

Tahap seseorang mempertimbangkan atau sedang membentuk sikap terhadap

inovasi yang telah diketahuinya tersebut sehingga ia mulai tertarik pada hal

tersebut.

3. Tahap Evaluasi

Tahap seseorang membuat putusan apakah ia menolak atau menerima inovasi

yang ditawarkan sehingga saat itu ia mulai mengevaluasi.

4. Tahap Mencoba

Tahap seseorang melaksanakan keputusan yang telah dibuatnya sehingga ia

(32)

15 5. Tahap Adopsi

Tahap seseorang memastikan atau mengkonfirmasikan putusan yang

diambilnya sehingga ia mulai mengadopsi perilaku baru tersebut.

Dari pengalaman di lapangan ternyata proses adopsi tidak berhenti segera

setelah suatu inovasi diterima atau ditolak. Kondisi ini akan berubah lagi sebagai

akibat dari pengaruh lingkungan penerima adopsi. Oleh sebab itu, Rogers

(1993:163-184) merevisi kembali teorinya tentang keputusan tentang inovasi

yaitu: Pengetahuan, persuasi, keputusan, pelaksanaan, dan konfirmasi.

1. Tahap pengetahuan.

Dalam tahap ini, seseorang belum memiliki informasi mengenai inovasi baru.

Untuk itu informasi mengenai inovasi tersebut harus disampaikan melalui

berbagai saluran komunikasi yang ada, bisa melalui media elektronik, media

cetak, maupun komunikasi interpersonal diantara masyarakat. Tahapan ini

juga dipengaruhi oleh beberapa karakteristik dalam pengambilan keputusan,

yaitu: (1) Karakteristik sosial-ekonomi, (2) Nilai-nilai pribadi dan (3) Pola

komunikasi.

2. Tahap persuasi

Pada tahap ini individu tertarik pada inovasi dan aktif mencari

informasi/detail mengenai inovasi. Tahap kedua ini terjadi lebih banyak

dalam tingkat pemikiran calon pengguna. Inovasi yang dimaksud berkaitan

dengan karakteristik inovasi itu sendiri, seperti: (1) Kelebihan inovasi, (2)

(33)

16 3. Tahap pengambilan keputusan.

Pada tahap ini individu mengambil konsep inovasi dan menimbang

keuntungan/kerugian dari menggunakan inovasi dan memutuskan apakah

akan mengadopsi atau menolak inovasi.

4. Tahap implementasi.

Selama tahap ini individu menentukan kegunaan dari inovasi dan dapat

mencari informasi lebih lanjut tentang hal itu.

5. Tahap konfirmasi.

Setelah sebuah keputusan dibuat, seseorang kemudian akan mencari

pembenaran atas keputusan mereka. Tidak menutup kemungkinan seseorang

kemudian mengubah keputusan yang tadinya menolak jadi menerima inovasi

setelah melakukan evaluasi.

Faktor yang mempengaruhi kecepatan suatu proses adopsi inovasi menurut

Soekartawi (1988:62-64) adalah:

1. Keunggulan relatif

Keunggulan relatif adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih

baik/unggul dari yang pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari

beberapa segi, seperti segi ekonomi, prestise sosial, kenyamanan, kepuasan

dan lain-lain. Semakin besar keunggulan relatif dirasakan oleh pengadopsi,

semakin cepat inovasi tersebut dapat diadopsi.

2. Kompatibilitas

Kompatibilitas adalah derajat dimana inovasi tersebut dianggap konsisten

(34)

17 pengadopsi. Sebagai contoh, jika suatu inovasi atau ide baru tertentu tidak

sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi itu tidak dapat

diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai.

3. Kerumitan

Kerumitan adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit

untuk dipahami dan digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan

mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang

sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti oleh pengadopsi, maka

semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi.

4. Kemampuan diuji cobakan

Kemampuan untuk diuji cobakan adalah derajat dimana suatu inovasi dapat

diuji-coba pada batas tertentu. Suatu inovasi yang dapat di uji-cobakan dalam

kondisi sesungguhnya umumnya akan lebih cepat diadopsi. Jadi, agar dapat

dengan cepat diadopsi, suatu inovasi sebaiknya harus mampu menunjukan

keunggulannya.

5. Kemampuan diamati

Kemampuan untuk diamati adalah derajat dimana hasil suatu inovasi dapat

terlihat oleh orang lain. Semakin mudah seseorang melihat hasil dari suatu

inovasi, semakin besar kemungkinan orang atau sekelompok orang tersebut

mengadopsi. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar keunggulan relatif;

kesesuaian; kemampuan untuk diuji cobakan dan kemampuan untuk diamati

serta semakin kecil kerumitannya, maka semakin cepat kemungkinan inovasi

(35)

18 Penerimaan terhadap suatu inovasi oleh suatu masyarakat tidak terjadi

secara serempak. Ada anggota masyarakat yang memang sejak lama telah menanti

datangnya inovasi karena sadar akan kebutuhannya. Ada anggota masyarakat

yang melihat dulu kiri-kanannya dan setelah yakin benar akan

keuntungan-keuntungan tertentu yang bakal diperoleh, baru mau menerima inovasi yang

dimaksud. Namun ada pula anggota masyarakat yang sampai akhir tetap tidak

mau menerima suatu inovasi.

Cepat tidaknya proses difusi dan adopsi inovasi, akhirnya juga sangat

tergantung dari faktor intern dari adopter itu sendiri. Latar belakang sosial,

ekonomi, budaya ataupun politik sangat mempengaruhi cepat atau tidaknya proses

difusi dan adopsi inovasi itu sendiri. Beberapa hal penting lain yang

mempengaruhi adopsi inovasi menurut Soekartawi (1988:70-72) adalah:

1. Umur

Semakin muda petani biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa

yang belum mereka ketahui, sehingga dengan demikian mereka berusaha

untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya mereka

masih belum berpengalaman dalam soal adopsi inovasi tersebut.

2. Pendidikan

Mereka yang berpendidikan tinggi adalah relatif lebih cepat dalam

melaksanakan adopsi inovasi. Begitu pula sebaliknya mereka yang

berpendidikan rendah, mereka agak sulit untuk melaksanakan adopsi inovasi

(36)

19 3. Keberanian Mengambil Risiko

Biasanya kebanyakan petani kecil mempunyai sifat menolak risiko. Mereka

berani mengambil risiko jika adopsi inovasi itu benar-benar telah mereka

yakini.

4. Pola Hubungan

Biasanya petani yang berada dalam pola hubungan yang kosmopolitas

mereka lebih cepat melakukan adopsi inovasi dibanding mereka yang berada

dalam pola hubungan lokalitas.

5. Sikap Terhadap Perubahan

Kebanyakan petani kecil agak lamban dalam mengubah sikapnya karena

sumberdaya lahan terbatas sekali sehingga mereka agak sulit untuk mengubah

sikapnya untuk adopsi inovasi.

6. Motivasi Berkarya

Motivasi untuk berkarya sangat penting dan untuk menumbuhkan motivasi

tidaklah mudah, khususnya bagi petani dengan segala keterbatasan yang

dimiliki.

7. Aspirasi

Faktor aspirasi perlu ditumbuhkan bagi calon adopter karena jika tidak maka

adopsi inovasi tersebut sulit untuk dilakukan.

8. Fatalisme

Jalannya proses adopsi inovasi akan berjalan lebih lambat jika adopsi inovasi

(37)

20 9. Sistem Kepercayaan Tertentu

Makin tertutup suatu sistem sosial dalam masyarakat terhadap sentuhan luar

maka makin sulit pula anggota masyarakatnya untuk melakukan adopsi

inovasi.

10.Karakteristik Psikologi

Karakteristik psikologi dari calon adopter menentukan cepat tidaknya suatu

adopsi inovasi. Jika mendukung maka proses adopsi inovasi itu akan berjalan

lebih cepat.

Rogers (1983:247-250) menjelaskan dalam menerima suatu inovasi ada

beberapa tipologi penerima adopsi yang ideal yaitu :

1. Inovator

Adalah kelompok orang yang berani dan siap untuk mencoba hal-hal baru.

Biasanya orang-orang ini adalah mereka yang memiliki gaya hidup dinamis

di perkotaan yang memiliki banyak teman atau relasi.

2. Pengguna awal

Kategori adopter ini menghasilkan lebih banyak opini dibanding kategori

lainnya, serta selalu mencari informasi tentang inovasi.

3. Mayoritas awal

Kategori pengadopsi seperti ini akan berkompromi secara hati-hati sebelum

membuat keputusan dalam mengadopsi inovasi, bahkan bisa dalam kurun

waktu yang lama. Orang-orang seperti ini menjalankan fungsi penting untuk

menunjukkan kepada seluruh komunitas bahwa sebuah inovasi layak

(38)

21 4. Mayoritas akhir

Kelompok yang ini lebih berhati-hati mengenai fungsi sebuah inovasi.

Mereka menunggu hingga kebanyakan orang telah mencoba dan mengadopsi

inovasi sebelum mereka mengambil keputusan.

5. Lamban

Kelompok ini merupakan orang yang terakhir melakukan adopsi inovasi.

Mereka bersifat lebih tradisional, dan segan untuk mencoba hal hal baru. Saat

kelompok ini mengadopsi inovasi baru, kebanyakan orang justru sudah jauh

mengadopsi inovasi lainnya, dan menganggap mereka ketinggalan zaman.

2.5 Sekolah Lapang

Sekolah lapang adalah suatu metode belajar dengan pendekatan orang

dewasa (experential learning cycle) untuk menghasilkan tanaman sehat dengan

produktivitas optimal dengan proses yang tidak membahayakan pekerja

(Direktorat Jenderal Hortikultura, 2012:30)

Sekolah Lapang adalah sekolah tanpa dinding, tanpa pemisah dan pembatas,

terbuka dan bersifat tidak formal dengan metode pendekatan Pendidikan Orang

Dewasa (POD) guna mengembangkan dan memberdayakan petani/kelompok tani

melalui sistem pembelajaran berdasarkan pengalaman dalam melaksanakan

kegiatan bidang pertanian (Pusat Penyuluhan Kehutanan 2012:3).

Metode Penyuluhan Sekolah Lapang yang dikenal pertama kali pada tahun

1989, telah memberikan warna baru pada dunia penyuluhan pertanian. Sekolah

(39)

22 kapasitas dan partisipasi petani khususnya dalam pengendalian hama terpadu.

Sekolah Lapang sebagai salah satu metode penyuluhan atau pembelajaran dan

pendidikan petani memiliki ciri khusus, prinsip, azas, tahapan yang

membedakannya dengan metode penyuluhan dan pembelajaran lainnya. Hasil

akhir yang diharapkan dari kegiatan Sekolah Lapang ialah menghasilkan petani

yang sadar lingkungan, kritis dan mandiri dalam mengembangkan usahatani

secara berkelanjutan (Kementrian Kehutanan 2012:4).

Menurut FAO (Food and Agriculture Organization,2014:1) “A farmer field

school is a school without walls. A group of farmers gets together in one of their

own fields to learn about their crops and things that affect them. They learn how

to farm better by observing, analysing and trying out new ideas on their own fields”. FAO menjelaskan sekolah lapang sebagai sekolah tanpa dinding, dengan

sekelompok petani belajar bagaimana bertani yang lebih baik dengan mengamati,

menganalisis dan mencoba ide-ide baru di bidangnya masing-masing.

FAO telah mempromosikan sekolah lapangan sebagai pendekatan inovatif

untuk pendidikan orang dewasa yang pertama kali dikembangkan di Asia

Tenggara untuk pengendalian hama dan untuk meningkatkan pengelolaan lahan

dan air di Afrika. Tidak seperti pendekatan tradisional untuk penyuluh pertanian,

yang mengandalkan penyuluh memberikan saran kepada para petani, sekolah

lapangan petani memungkinkan kelompok tani untuk mengetahui jawaban untuk

diri mereka sendiri. Itu berarti petani dapat mengembangkan solusi untuk masalah

(40)

23

2.6 Sekolah Lapang Good Agricultural Practices

SL GAP-SOP Tanaman Florikultura merupakan salah satu metode belajar

dengan pendekatan orang dewasa dalam meningkatkan pengetahuan, kemampuan

dan keterampilan petani dalam menerapkan prinsip-prinsip GAP Tanaman

Florikultura melalui pola pembelajaran lewat pengalaman, dengan menggunakan

lahan sebagai tempat belajar, memantau secara teratur setiap minggu atau dua

minggu sepanjang musim tanam, mengkaji dan membahasnya sehingga petani

menjadi ahli dan dapat mengambil keputusannya sendiri (Direktorat Jenderal

Hortikultura, 2012:30).

Pelaksanaan kegiatan sekolah lapang GAP dimulai dari pembuatan

pedoman SOP, penyusunan panduan SL, workshop bagi Pemandu Lapang (PL1,

PL2), perbanyakan materi SL yang dilaksanakan oleh Provinsi dan Kabupaten,

serta pelaksanaan SL di Kabupaten/Kota.

Tujuan SL GAP-SOP menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2012:30)

adalah :

1. Meningkatkan pemahaman, pengetahuan dan keterampilan petugas dan petani

dalam penerapan GAP (budidaya florikultura yang baik dan benar) melalui

pola pembelajaran lewat pengalaman di lapang.

2. Mempercepat proses kemandirian dan peran aktif petani dalam mengambil

keputusan sehingga menjadi ahli dalam mengatasi permasalahan dalam usaha

(41)

24 3. Meningkatkan kompetensi dan pengembangan sikap petani sebagai pelaku

usaha yang berorientasi kepada profitabilitas namun tetap memiliki kesadaran

dalam upaya pelestarian alam secara berkelanjutan.

Sasaran SL GAP menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2012:31) adalah :

1. Pemahaman dan keterampilan petugas dan petani dalam penerapan GAP

meningkat dengan terlaksananya kegiatan SL GAP untuk 9 komoditas

florikultura (krisan, mawar, heliconia, sedap malam, anggrek, leatherleaf,

melati, Raphis exelsa dan sanseivieria) dari 18 Propinsi di 45

Kabupaten/Kota.

2. Petani paham dan terampil dalam mengambil keputusan dalam mengatasi

permasalahan budidaya florikultura.

3. Petani menjadi sadar dalam upaya pelestarian alam/lingkungan.

Metode pelaksanaan Kegiatan SL GAP-SOP menurut Direktorat Jenderal

Hortikultura (2012:34) sebagai berikut:

1. Kegiatan diawali dengan proses identifikasi dan penetapan calon petani/calon

lokasi (CP/CL) oleh Dinas Pertanian Kabupaten/Kota yang selanjutnya akan

ditetapkan melalui SK Bupati/Walikota atau Dinas Pertanian yang ditunjuk.

2. Peserta SL GAP-SOP adalah: (1) Petani tanaman florikultura yang akan

menerapkan GAP-SOP; (2) Bisa baca tulis; (3) berumur 18–50 tahun; (4)

Jumlah peserta 15–25 orang; (5) Sanggup mengikuti dari awal hingga akhir;

(42)

25 3. Pelaksanaan kegiatan SL GAP-SOP berlangsung secara periodik (mingguan

atau dua mingguan) ataupun periode tertentu/sesuai fenologi tanaman

(sebanyak 13–20 kali pertemuan).

4. Materi/kurikulum yang dibahas selama kegiatan berlangsung terdiri dari : (1)

Test balot box (test awal dan test akhir); (2) Materi pokok yang terdiri dari

pengamatan control point tahapan GAP-SOP, pembahasan control point,

penggambaran hasil pengamatan dan hasil diskusi sub kelompok, presentasi

pleno dan pengambilan keputusan/kesepakatan, pencatatan; (3) Pengamatan

agroekosistem petak studi; dan (4) Topik khusus sesuai dengan kebutuhan.

2.7 Standar Operasional Prosedur Budidaya Anggrek Tanah

Anggrek termasuk famili Orchidaceae, suatu famili yang sangat besar dan

sangat bervariasi yang memiliki sekitar 800 genus dan tidak kurang dari 30.000

spesies (Gunawan, 2008:5).

Anggrek Terrestria atau anggrek tanah hidup di tanah dengan akar-akarnya

didalam tanah. Akar-akar ini disebut akar tanah yang biasanya tebal berdaging,

keluar dari bonggol tanaman. Walaupun disebut anggrek tanah, namun dalam

pembudidayaan, mereka lebih menyukai tanah yang berhumus seperti keadaan

tempat tumbuh dialam bebas. (Gunadi,1985:22).

Anggrek Semi Terristria adalah tipe anggrek yang hidup atau biasa ditanam

diatas tanah dan juga dinamakan anggrek tanah. Sepanjang batang

anggrek-anggrek ini banyak tumbuh akar udara, dan akar yang tumbuh dekat tanah akan

(43)

26 pembudidayaan, anggrek ini dapat ditanam dalam bak panjang atau parit buatan

yang diisi batu-batu, pecahan genteng (Gunadi,1985:23).

Anggrek Terrestria dan Semi Terrestria biasa dengan kebasahan atau

suasana lembab, maka mereka menyukai air sepanjang tahun dengan tingkat

kelembaban yang tinggi. Cara budidaya anggrek tanah berbeda dengan anggrek

penumpang yang biasanya menumpang di pepohonan dengan suasana basah atau

kering menurut musim. (Gunadi,1985:24).

Menurut Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura (2011:3) bahwa

SOP budidaya anggrek tanah adalah pedoman dalam melaksanakan budidaya

termasuk panen dan pascapanen yang baik dan benar sehingga meningkatkan

kualitas, keamanan produk, lingkungan serta petani. Ruang lingkup SOP budidaya

anggrek tanah meliputi: (1) Penetapan lokasi (2) Penyiapan lahan (3) Penyiapan

bedengan (4) Pemasangan penopang (5) Penyiapan benih bermutu (6) Penanaman

(7) Penyiapan media tanam (8) Pengairan (9) Pemupukan (10) Penyulaman (11)

Sanitasi kebun (12) Perlindungan tanaman (13) Panen (14) Peremajaan tanaman

(15) Pasca panen (16) Pencatatan.

Berikut ini cara budidaya anggrek tanah yang dikumpulkan dari beberapa

sumber dan disesuaikan dengan lingkup SOP budidaya anggrek tanah mulai dari

penetapan lokasi, penyiapan lahan, penanaman, pemupukan, sampai dengan panen

(44)

27

2.7.1 Penetapan Lokasi

Menyediakan lokasi sebagai lahan usaha, sesuai dengan persyaratan

pertumbuhan tumbuh tanaman. Anggrek terrestrial yaitu anggrek yang tumbuh di

tanah dan membutuhkan cahaya matahari langsung 70-100 % dengan suhu siang

berkisar antara 19-38 oC dan suhu malam berkisar 18-21 oC.

Angin dan curah hujan tidak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan

tanaman anggrek. Ketinggian yang cocok bagi budidaya tanaman anggrek yaitu

pada ketinggian 0-650 m dpl. Tanaman anggrek cocok ditanam pada daerah

dengan kelembaban udara disiang hari 65-70 % (Istiati,2009:6).

2.7.2 Penyiapan Lahan

Pada saat penyiapan lahan hal-hal yang perlu dilakukan meliputi

pembersihan lahan, pembuatan saluran drainase, pembuatan instalasi air, dan

pembuatan terasering (bila perlu).

Lahan perlu dibersihkan dari tumbuhan liar (gulma) agar tidak mengganggu

pertumbuhan tanaman anggrek. Agar lahan tidak becek maka perlu dibuat saluran

drainase dengan ukuran tinggi 30 cm x lebar 40 cm x panjang sesuai ukuran

lahan. Untuk memenuhi kebutuhan air tanaman anggrek maka pada saat

penyiapan lahan perlu dibuat instalasi air seperti sumur, pompa air, dan selang

untuk menjangkau seluruh bagian kebun.

2.7.3 Penyiapan Bedengan

Media tanam dalam tanah dengan sistim bak-bak tanam. Bak terbuat dari

batu bata merah panjang 2 m lebar 40 cm dan tinggi bak 2 lapis batu bata merah.

(45)

28 digali sedalam 10-20 cm kemudian diberi batu bata ukuran 40 cm x 2 m dan jarak

antara pembatas dengan yang lain 3 cm (Istiati,2009:13).

2.7.4 Pemasangan Penyangga

Tiang penyangga dibuat 4 buah yang ditancapkan kedalam tanah dengan

ketinggian masing-masing 1,5 m. Antara tiang satu dangan tiang lainnya

dihubungkan dengan kayu sehingga keempat tiang tersebut menjadi satu

rangkaian (Istiati,2009:14).

2.7.5 Penyiapan Media Tanam

Media tanam untuk anggrek Terrestria adalah pupuk kompos, sekam, pupuk

kandang, dan serat pakis. Sedangkan media tanam untuk anggrek semi terrestria

adalah pecahan genteng yang agak besar, pupuk kandang, sekam, dan serutan

kayu (Istiati,2009:6).

Media tumbuh untuk anggrek tanah merupakan campuran dengan

perbandingan yang sama, terdiri dari serutan kayu, kompos, pupuk kandang yang

sudah matang. Setelah dicampur merata, media ini diisikan kedalam bedengan

dengan terlebih dahulu dasar bedengan diberi lapisan yang porous dari pecahan

genting atau batu bata setebal 5-10 cm tergantung pada ketinggian bedengannya

(Gunawan, 2008:32).

2.7.6 Penyiapan Benih Bermutu

Bibit anggrek yang baik, sehat, dan unggul mempunyai beberapa ciri, yaitu:

bentuk batang kuat, pertumbuhan pesat, daun subur, bunga lebat dan indah

(46)

29

2.7.7 Penanaman

Anggrek tanah dapat ditanam dalam bak kayu panjang atau dibedengan

tanah yang telah diberi pembatas dua baris genting yang diletakan dengan posisi

berdiri. Lebar bedengan kira-kira 30 cm (Gunawan, 2008:31).

Cara menanam anggrek tanah yang monopodial ditempatkan dibedengan

kemudian diikatkan pada bambu penopang dengan tali. jarak antar tanaman

tergantung pada jenisnya. Pedoman untuk mengatur jarak antar tanaman ini

adalah daun dari dua tanaman tidak saling menutupi, tetapi hanya bersinggungan

(Gunawan, 2008:32).

2.7.8 Pengairan

Sumber air untuk tanaman anggrek dapat berasal dari air ledeng, air sumur,

air hujan, air sungai. Yang perlu diperhatikan adalah pH air yang baik yaitu

sekitar 5,6-6 dan air yang baik untuk penyiraman adalah air yang steril yang tidak

mengandung bakteri/jamur yang bisa mengganggu tanaman anggrek

(Istiati,2009:17).

Cara pemberian air yang baik adalah melalui nozzle penyemprot. Dengan

alat ini, butiran air dapat diatur yang halus sehingga tidak menghanyutkan media

tumbuh atau merusak bunga dan batang. Air disemprotkan ke media, batang, dan

daun tanaman hingga basah (Gunawan, 2008:40).

2.7.9 Pemupukan

Pupuk kandang yang biasanya digunakan adalah kotoran ayam. Cara

pemberian pupuk kandang adalah dengan menaburkan disekitar tanaman.

(47)

30 tanaman anggrek. Pemupukan tanaman anggrek lebih baik dilakukan pada waktu

pagi hari atau sore hari pada sekitar pukul 05.00 sore (Istiati,2009:17).

Pupuk majemuk untuk anggrek dianjurkan yang mengandung 10% N, 4% P,

6% K. Pupuk umumnya diberikan dalam bentuk larutan, jumlahnya 1 g / 10 liter

air dan digunakan untuk penyiraman seminggu sekali. Selain melalui akar,

tanaman anggrek juga menyerap hara melalui daun. Dengan demikian,

pemupukan dapat diberikan melalui daun. (Gunawan, 2008:37).

2.7.10 Penyulaman

Kegiatan penyulaman dilakukan seawal mungkin dengan cara mengganti

bibit yang mati dengan bibit yang baru. Penyulaman dilakukan sampai tanaman

berumur 1-2 bulan agar pertumbuhan tanaman asli dengan tanaman sulaman tidak

berbeda jauh.

2.7.11 Sanitasi Kebun

Kebersihan kebun anggrek harus senantiasa diperhatikan. Sedapat

mungkin dihindarkan tanaman pengganggu (gulma) yang tumbuh disekeliling

tanaman karna dapat menjadi sarang bagi hama maupun penyakit. Setelah dicabut

sebaiknya tanaman pengganggu (gulma) dibakar, jangan di tumpuk (Gunawan,

2008:56).

2.7.12 Perlindungan Tanaman

Hindarkan pemberian air yang berlebihan, terutama dimusim hujan. Ganti

media tumbuh secara berkala. Semprotkan fungisida dan insektisida satu bulan

sekali, tanpa menunggu serangan menghebat. Jangan selalu memakai satu jenis

(48)

31 semprotkan pestisida pada pagi hari. Potonglah bagian-bagian yang sakit dengan

pisau steril (Gunawan, 2008:57).

Waktu penyemprotan pestisida, obat-obatan sebaiknya dilakukan pada

pagi hari dan sore hari sekitar pukul 05.00 sore. Penyemprotan bagi tanaman

anggrek sehat dilakukan rutin kurang lebih 3 bulan sekali sedangkan untuk

tanaman anggrek yang terserang hama perlu dilakukan penyemprotan seminggu

sekali (Istiati,2009:19).

2.7.13 Panen

Umumnya tanaman anggrek dewasa berbunga setelah 1-2 bulan ditanam.

Tangkai bunga yang dihasilkan sekitar 2 tangkai dengan jumlah kuntum sebanyak

20-25 kuntum pertangkai. Pemotongan dilakukan pada jarak 2 cm dari pangkal

tangkai bunga dengan menggunakan alat potong yang bersih. Untuk bunga potong

dipilih tangkai yang kuntumnya paling banyak sudah mekar (kuncup tersisa 1-3

kuntum).

2.7.14 Peremajaan Tanaman

Cara perbanyakan untuk anggrek Terestrial adalah dengan cara stek. Cara

perbanyakan dilakukan dengan memotong bagian batang yang masih hidup.

Panjang stek dianjurkan antara 30-50 cm (Gunawan, 2008:75).

2.7.15 Pasca Panen

Bunga dipilih yang bagus, tidak terkena penyakit ataupun luka.

Selanjutnya bunga dikelompokan sesuai dengan kebutuhan berdasarkan tingkat

(49)

32 Agar bunga tetap segar perlu adanya pengawetan dengan tujuan agar

penurunan mutu lebih lambat. Usaha pengawetan bunga dilakukan dengan cara

penempatan bunga dalam larutan pengawet atau air hangat (38-43 derajat C)

selama 2 jam (Istiati,2009:32).

2.7.16 Pencatatan

Mencatat setiap tindakan dan perlakuan pada masing-masing aktivitas

produksi, mulai dari kondisi lingkungan, penetapan lokasi, produksi, panen

sampai pasca panen agar dapat dapat ditelusuri tingkat kebenarannya.

2.8 Penelitian Terdahulu

Pada penelitian ini, awalnya peneliti memperoleh rujukan dari penelitian

yang dilakukan oleh Budianto (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Efektifitas Penyuluhan Metode DEMFARM Terhadap Penerapan Teknologi

Sistem Tanam Jajar Legowo di Kabupaten Bekasi” menganalisis karakteristik

individu petani dengan tingkat adopsi teknologi. Dalam hal ini karakteristik

individu petani terdiri dari usia petani, pendidikan petani, pengalaman petani, luas

lahan dan kepemilikan lahan.

Sedangkan tingkat adopsi teknologi terdiri dari pengolahan tanah, sistem

tanam, jumlah benih/lubang, jumlah benih/ha, umur bibit, dosis pupuk,

pengelolaan air, bahan organik, panen dan pasca panen. Metode penelitian yang

digunakan adalah metode chi square dengan hasil penelitian adalah karakteristik

petani di Desa Sukahurip sangat berbeda mulai dari umur petani, pendidikan,

(50)

33 Pengetahuan, persepsi dan penerapan petani terhadap sistem tanam jajar

legowo menunjukan hasil masing-masing pengetahuan, persepsi dan penerapan

petani berada pada kriteria tinggi, sehingga penyuluhan metode DEMFARM

kepada petani di Desa Sukahurip dapat dikatakan efektif. Tidak terdapat

hubungan antara persepsi petani di Desa Sukahurip dengan pengetahuan sistem

tanam jajar legowo dan persepsi dengan penerapan sistem tanam jajar legowo.

Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan petani di Desa Sukahurip dengan

penerapan sistem tanam jajar legowo.

2.9 Kerangka Pemikiran Konseptual

Balai Penyuluhan Pertanian merupakan suatu kelembagaan pemerintah

dibawah Departemen Pertanian yang memfokuskan aktifitasnya pada

terlaksanannya program kementrian yang terkait. Penelitian memfokuskan pada

pembahasan mengenai efektifitas penyuluhan pertanian metode sekolah lapang

terhadap penerapan standar operasional prosedur budidaya anggrek di Kecamatan

Pamulang.

Fokus kegiatan penelitian ini yaitu bagaimana tingkat pengetahuan petani

anggrek mengenai standar oprasional prosedur budidaya anggrek, seberapa tinggi

tingkat penerapan petani anggrek mengenai standar oprasional prosedur budidaya

anggrek. Adapun penelitian mengenai karakteristik petani, peneliti memberikan

batasan dalam hal usia petani, pendidikan petani, dan pengalaman petani.

Kemudian dilakukan analisis mengenai hubungan antara pengetahuan petani

(51)

34 kepada petani dan kelompok tani yang ada dibawah bimbingan Dinas Pertanian

(52)
(53)

36

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja, yaitu di Kota

Tangerang Selatan. Alasan memilih Kota Tangerang Selatan karena Kota

Tangerang Selatan merupakan sentra produksi tanaman anggrek tanah di Provinsi

Banten, sedangkan Provinsi Banten merupakan Provinsi penghasil bunga potong

anggrek terbesar kedua setelah Provinsi Jawa Barat.

Selain itu Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Tangerang Selatan

sudah melakukan penyuluhan mengenai SOP budidaya anggrek tanah melalui

Sekolah Lapang kepada kelompok tani anggrek di Kota tangerang Selatan.

Penelitian ini dimulai sejak bulan November 2014 sampai dengan bulan Februari

2015.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan

data sekunder. Data primer merupakan data yang dikumpulkan oleh peneliti

langsung dari sumbernya melalui penyebaran kuesioner dan wawancara langsung,

meliputi karakteristik petani anggrek, tingkat pengetahuan petani anggrek

mengenai SOP budidaya anggrek, dan tingkat penerapan SOP budidaya anggrek

oleh petani. Karakteristik petani anggrek terdiri dari umur petani, tingkat

pendidikan, dan lama berusahatani. Data sekunder merupakan data yang

(54)

37 sebagai tangan kedua, data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari

buku-buku, jurnal, laporan dan literatur yang terkait dengan penelitian ini.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner dan

wawancara.

1. Melalui penyebaran kuesioner secara pribadi, yang daftar pertanyaannya

sudah ditulis dan disusun sebelumnya secara rinci dan sudah disediakan

pilihan jawabannya.

2. Wawancara langsung yang daftar pertanyaanya sudah disiapkan

sebelumnya.

3. Studi dokumentasi dengan melihat dan menganalisis dokumen-dokumen

yang terkait dengan penelitian ini.

3.4 Teknik Penarikan Sampel

Populasi petani anggrek tanah di Kota Tangerang Selatan adalah 72 petani

yang tersebar di tujuh kelompok tani anggrek tanah yang berada di dua kecamatan

yaitu, Kecamatan Pamulang dan Kecamatan Serpong. Dalam penelitian ini rumus

yang digunakan untuk menentukan besaran sampel, yaitu Rumus Slovin dalam

Riduwan (2005:65)

n = Besaran Sampel

(55)

38 d = Nilai presisi 90% atau sig. = 0,01.

Dengan menggunakan rumus Slovin dengan nilai kritis sebesar 10%

didapatkan besaran sampel adalah 42 petani. Sampel tersebut akan diambil dari

tujuh kelompok tani yang memiliki jumlah anggota yang berbeda-beda. Dibawah

ini adalah perhitungan untuk menentukan besaran sampel dari setiap kelompok

tani dengan populasi seluruhnya 72 orang.

Sampel dari kelompok Bulak Makmur = 17/72 x 42 = 9,91 = 10

Pembulatan dilakukan mengingat jumlah orang memiliki ciri variabel

diskret. Sampel dari setiap kelompok ditentukan dengan bantuan teknik

penarikan sampel acak sederhana dengan cara memasukan nama-nama anggota

kelompok tani kedalam sebuah kotak lalu diambil secara acak.

Tabel 5. Besaran Sampel dari Setiap Kelompok Tani

No Kelompok Tani Jumlah Anggota Jumlah Sampel

1 Bulak Makmur 17 10

(56)

39

3.5 Instrumen Penelitian

Salah satu teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan kuesioner. Terdapat 3 kuesioner yang digunakan dalam penelitian

ini yaitu kuesioner untuk mengukur karakteristik petani yang terdiri dari umur,

pendidikan, dan pengalaman petani mengacu pada Budianto (2013:82) diberi kode

(A). Kuesioner untuk mengukur pengetahuan petani mengenai SOP budidaya

anggrek tanah mengacu pada SOP budidaya anggrek tanah yang telah disusun

oleh Direktorat Budidaya dan Pasca Panen Florikultura (2011). Kuesioner untuk

mengukur pengetahuan petani mengenai SOP budidaya anggrek tanah terdiri dari

16 pertanyaan tertutup yang diberi 3 pilihan jawaban, diberi kode (B). Kuesioner

untuk mengukur penerapan SOP budidaya anggrek tanah oleh petani mengacu

pada SOP budidaya anggrek tanah yang telah disusun oleh Direktorat Budidaya

dan Pasca Panen Florikultura (2011). Kuesioner untuk mengukur penerapan SOP

budidaya anggrek tanah oleh petani terdiri dari 28 pertanyaan tertutup yang diberi

2 pilihan (Ya atau Tidak) diberi kode (C).

Kuesioner yang telah disusun lalu disebarkan kepada petani responden

sesuai dengan Tabel 5. Teknik mengumpulan data dengan kuesioner dilakukan

dengan cara peneliti menanyakan pertanyaan yang ada pada kuesioner kepada

petani, kemudian petani menjawab pertanyaan peneliti, lalu peneliti menuliskan

Gambar

Tabel 1. Produksi Lima Tanaman Hias Terbesar di Indonesia Tahun 2012
Tabel 2. Lima Provinsi Produsen Tanaman Anggrek Terbesar di Indonesia
Tabel 4.  Perbedaan Karakteristik Antara Komunikasi Media Massa dan Komunikasi Interpersonal
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Konseptual
+7

Referensi

Dokumen terkait