• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyelesaian Sengketa Wakaf Menurut Hukum Islam dan Undana-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf : Studi Kasus Yayasan Raudhatul Muta'allimin Kuningan Barat Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penyelesaian Sengketa Wakaf Menurut Hukum Islam dan Undana-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf : Studi Kasus Yayasan Raudhatul Muta'allimin Kuningan Barat Jakarta"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh:

MUHAMMAD MUCHLIS

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIDYAH

FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAMNEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

(2)

PENYELESAIAN SENGKETA WAKAF MENURUT HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF (Studi Kasus Yayasan Raudhatul Muta'allimin Kuningan B:Ilrat Jakarta)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syari'ah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh:

MUHAMMAD MUCHLIS NIM,103044228117

DiBawah Bimbingan P bimbing

Q

Drs. • Hamid Far' i MA NIP. 150268 187

\

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATA)lN ISLAM

PROGRAM STOOl AHWAL AL-SYAKHSIDrYAH

FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF IDDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF (Studi Kasus Yayasan Raudhatul Muta'allimin Kuningan Barat Jakarta) telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal II Maret 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam pada Program Studi Ahwal AI-Syakhshiyah.

Jakarta, II Mare 008

.. .( ·:H. MUHAMMAD AMlN SUMA, SH., MA., MM

'<::~m¥,i15ir210

422

PAt~ITIA UJIAl-l

Pembimbing : Drs. H. Hamid Farihi, MA NIP. ISO 268187

Ketua

Sekretaris

Penguji I

Penguji II

: Drs. H. A. Basiq Djalil. SH., MA NIP. 150 169 102

: Kamarusdiana. S.Ag., MH NIP. 150285972

: H. Muhammad Taufiki, M.Ag NIP. ISO 290 159

: Euis Amalia. M.Ag -"" NIP. ISO 289 264,..···,·/

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam, puji terbaik yang penuh dengan keberkahan kepada-Nya, sebaik-baiknya shalawat dan semulia-mulianya salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam, juga semoga tercurah kepada keluarga, sahabat-sahabatnya dan kita sebagai pengikut setianya.

Selama penyusunan skripsi ini tentunya penulis banyak mengalami kesulitan dan hambatan yang dihadapi. Namun berkat kesungguhan hati dan bantuan dari berbagai pihak, sehingga segala kesulitan tersebut dapat diatasi, yang akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

I. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM selaku Dekan Fakliltas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatlillah Jakarta.

2. Bapak Drs. H. A. Basiq Jalil, SH., MA selaku Ketua Program Studi Ahwal AI-Syakhshiyah Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) SyarifHidayatullah Jak81ta.

(5)

5. Bapak Basirun, S.Ag., selaku Pegawai KUA Kec. Mampang Prapatan yang bersedia menjadi narasumber dalam skripsi ini yang telah banyak membantu dalam memberikan data dan informasi bagi Penulis.

6. Para Pengurus Yayasan Raudhatul Muta'allimin khususnya Bapak KH. Abdul Azim Abdullah Suhaemi, MA yang telah memberikan waktu, tempat dan informasi kepada Penulis untuk melakukan penelitian.

7. Para dosen dan staffpengajar pada lingkungan Program Studi Al-Ahwal Asy-Syakhshiyyah Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memenuhi dahaga akan ilmu dan membimbing Penulis dari kefakiran pengetahuan.

8. Segenap karyawan/wati perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta baik Perpustakaan Fakultas Syari'ah dan Hukum maupun Perpustakaan Utama yang telah memberikan fasilitas dalam pengadaan refel'ensi-l'efel'ensi kepada Penulis untuk mengadakan studi kepustakaan sebagai bahan rujukan skripsi. 9. Ayahanda Muhammad Hatta dan ibunda Zubaedah ten;inta. Sejumput bakti

(6)

10. Kakanda Nurmaela dan adik-adikku Achmad Zainuri clan Nurfadhilah yang telah memberikan semangat kepada Penulis untuk menye,lesaikan skripsi ini. II. Ternan-ternan Jurusan Administrasi Keperdataan Islam 2003 terutama

Khoerudin "oenk" eL Ridho, Abdurrahman Wahid, Ulhak Jian, Syamsul Bahri dan Baidowi serta Abdul Hanif Muiz yang telah memberikan semangat dan membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi inL Semoga persahabatan kita tidak akan putus dimakan waktu dan tetap terj alin sampai kapan pun. Semoga jasa dan kerja keras setiap pribadi dan hamba-hamba yang cinta pada ilmu Allah mendapatkan keberkahan dan keridhaan Allah SWT. Harapan penulis semoga segala bentuk bantuan Bapak:/lbuiSaudara sekalian mendapatkan ganjaran yang berlipat ganda, selanjutnya semoga tulisan ini bermanfaat sebagai sumbangan wawasan dan solusi, khususnya bagi seluruh insan akademik.

Jakarta, 31 Januari 2008

(7)

LEMBAR PENGESAHAN ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR lSI vi

BABI PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah I

B. Pernmusan Masalah 6

C. Tujuan Penelitian 7

D. Kegunaan Penelitian 8

E. Metode Penelitian 8

F. Sistematika Penulisan II

BAB II T1NJAUAN TEORITIS TENTANG PERWAKAFAN

A. Pengertian, Dasar Hukum, Rukun, Syarat dan Tujuan Wakaf Menurut Hukum Islam dan Undaug-uodang Nomor 41 Tahun

2004 Teutaug Wakaf 13

1. Wakaf Menurut Hukum Islam 13

2. Wakaf Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 31 B. Macam-macam Sengketa Wakaf Menurut Hukum Islam dan

Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.. 33

(8)

2. Sewa-menyewa Harta Benda Wakaf.. 39 C. Prosedur Penyelesaian Sengketa Wakaf Menurut Hukum Islam

dan Undang-undang Nomor 41 Tahuu 2004 " 42 BABIII GAMBARAN UMUM YAYASAN RAUDHATUL MUTA'ALLIMIN

KUNINGAN BARAT JAKARTA SELATAN

A. Sejarah Singkat Berdirinya Yayasan Raudhatul Muta'allimin

Kuningan Barat Jakarta " 51

B. Susunan Organisasi Yayasan Raudhatul Muta'allimin Kuningan

Barat Jakarta 56

C. Visi dan Misi Yayasan Raudhatul Muta'allimin KUllingan Barat

Jakarta 60

D. Aset-aset Wakaf Yayasan Raudhatul Muta'Hllimin Kunillgall

Barat Jakarta 61

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN PENYELESAlAN SENGKETA WAKAF MENURUT HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

A. Pandangan Hukum Islam dan Undang-lIndang Nomor 41 Tahun 2004 Tentaug Perubahan Status Tanah Wakaf .." 63 B. Analisis Penulis Terhadap Pellyelesaian Sengketa Wakaf Di

(9)
(10)

BABI PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemiskinan dan kesenjangan sosial di sebllah negara yang kaya dengan sllmber daya alam dan mayoritas pendllduknya beragama Islam, seperti Indonesia, merllpakan suatu keprihatinan. Jumlah penduduk miskin terus bertambah jllmlahnya sejak krisis ekonomi pada tahun 1997 hingga saat ini. Pengabaian atau ketidakserillsan penanganan terhadap nasib dan masa depan pllluhan juta kallm dhuafa yang tersebar di selllruh tanah air merupakan sikap yang berlawanan dengan semangat dan komitmen Islam terhadap peI'salldaI'aan dan keadilan sosial.

Islam sebagai salah satu agama yang ada di Indonllsia dan merupakan agama yang paling banyak penganutnya, sebenamya mempllnyai beberapa lembaga yang diharapkan mampu membantll llntuk mewujudkan kesejahteraan sosial, yaitu salah satunya adalah institllsi wakaf. Walallpun wakaflembaga Islam yang hukumnya sunnah, namun Iembaga ini dapat berkembang dengan baik di beberapa negara muslim, seperti Saudi Arabia, MesiI', TuI'ki, Yordania, Qatar, Kuwait dan lain-lain. Hal tersebut karena lembaga ini memang sangat dirasakan manfaatnya bagi kesejahteraan umat.! Maka peran wakaf menjadi semakin penting sebagai salah satu instrumen untuk meningkatkan kesejahteraan

1 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Bimbingan Haji, Pedoman,

f~;gelolaan dan Pengembangan Wakaf, (Jakarta: Departem:.~~~;~.~P!!Jllik.JndOneSi1i;-26(3), h. \

(11)

masyarakat. Selain itu kesadaran berwakaf menjadi perekat kohesi sosial bangsa kita.

Di Indonesia, wakaf telah dikenal dan dilaksanakan oleh umat Islam sejak agama Islam masuk di Indonesia. Sebagai suatu lembaga Islam, wakaf telah menjadi salah satu penunjang perkembangan masyarakat Islam. Jumlah tanah wakaf di Indonesia sangat banyak. Menurut data yang ada di Departemen Agama Republik Indonesia, sampai dengan September 2002 jumlah seluruh tanah wakaf di Indonesia sebanyak 362.47 J lokasi dengan luas J.538. J98.586km2.

Berdasarkan data yang ada dalam masyarakat, pada umumnya wakaf di Indonesia digunakan untuk masjid, musholla, sekolah, ponpes, rumah yatim piatu, makam dan sedikit sekali tanah wakaf yang dikelola secara produktif dalam bentuk suatu usaha yang hasilnya dapat dimanfaatkan bagi pihak-pihak yang memerlukan, khususnya fakir miskin.

PengeJolaan wakaf tidak statis, melainkan selalu berkembang sejalan dengan dinamika dan perubahan dalam masyarakat. Dalam kaitannya dengan bidang wakaf, Pemerintah memfokuskan perhatian pada penataan administrasi wakaf yang memberi kepastian hukum bagi pewakaf, nadzir (pengelola wakaf) dan objek wakaf, serta mendorong pemanfaatan aset-aset wakaf yang tidak

produktif menjadi produktif.

(12)

3

ditransformasikan ke dalam sistem tata hukum di Indonesia.. Hal ini antara lain tertuang di dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1977 Tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah Mengenai Perwakafan Tanah Milik dan Peraturan Menteri Agama No. I Tahun 1978 Tentang Peraturan Pelaksana PP No. 28 Tahun 1977 serta yang terbaru yaitu Undang-undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakae

Definisi wakaf ialah menyerahkan harta benda yang tidak boleh dimiliki kepada seseorang atau lembaga untuk dikelola, dan manfaatnya didennakan kepada orang fakir, miskin atau untuk kepentingan publik. Dalam sejarah Islam wakafdikenal sejak masa Rasulullah saw karena wakafdisyari'atkan setelah Nabi Muhammad saw berhijrah ke Madinah, pada tahun kedua Hijriyah.3

Secara teks dan jelas wakaf tidak terdapat dalam al-Qur' an dan as-Sunnah, namun makna dan kandungan wakaf terdapat dalam dua sumber Hukum Islam tersebut. Di dalam al-Quran sering wakaf dinyatakan dengan ungkapan tentang derma harta (infaq) demi kepentingan umum. Sedangkan dalam hadits sering kita temui ungkapan wakaf dengan ungkapan "tahan"(habs).

2 H. Taufiq Hamami, Perwakafan Tanah dalam Palitik HlIkllm Agraria Nosianal, (Jakarta:

Tatanusa,2003), h.3

3 Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf; Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat

(13)

Landasan hukum yang menganjurkan wakaf ialah firman Allah SWT

dalam surat Ali Imran ayat 92:

Artinya: "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna)

sebelum kamu mencifkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa

yang kamu najkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya."(Q.S.

Ali Imran: 92)

Ayat lain yang menganjurkan syari'at wakaf:

Artinya: "Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang

menajkahkan hartanya di jalan Allah, adalah seperti sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bullr, pada tiap-tiap bulir terdapat seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa saja yang Dia

kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunla-Nya) dan Maha

Mengetahui."(Q.S. al-Baqarah: 261)

Dalam sebuah hadits Nabi Muhammad saw disebutkan bahwa

Artinya: "Dari Abu Hurairah ra., sesungguhnya Rasulullah saw bersabda:

Apabila anak Adam (manusia) meninggal dunia maka putuslah amalnya, kecuali tiga perkara: shadaqah jariyah, iimu yang berman/aat

dan anak shaleh yang mendoakan orang tuanya". (HR. Muslim)

4 Muhammad Nashiruddin Albaoi, Mukhtashar Shahih Muslim, (Beirut: Maktab

(14)

5

Adapun penafsiranshadaqah jariyah dalam hadits tersebut dikemukakan di dalam bab wakaf, karena para ulama menafsirkan shadaqah jariyah dengan wakaf.5

Ada hadits Nabi Muhammad saw yang lebih tegas dianjurkannya ibadah wakaf, yaitu perintah Nabi Muhammad saw kepada Vmar bin Khattab ra. untuk mewakafkan tanahnya yang ada di Khaibar:

Artinya: "Dari lbnu Umar ra. berkata, bahwa sahabat Umar ra. memperoleh

sebidang tanah di Khaibar, kemudian dia menghadap kepada

Rasulullah untuk memohon petunjuk tentang cara pengelolaannya. Umar berkata: Ya Rasulullah, soya mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, saya belum pernah mendapatkan haria sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku? Rasulullah menjawab: Bila kamu suka, kamu tahan (pokoknya) tanah itu, dan kamu sedekahkan (hasilnya). Kemudian Umar mengeluarkan sedekah hasil tanah tersebut dengan syarat tanahnya tidak boleh dijual, tidak boleh dibeli, tidak dihibahkan dan tidak pula diwariskan. Berkata lbnu Umar: Umar menyedekahkan hasilnya kepada orang-orang fakir, kaum kerabat,

memerdekakan hamba sahaya, jihad

fi

sabilillah, ibnu sabil dan tamu.

Dan tidak mengapa atau tidak dilarang bagi orang yang menguasai tanah wakaf itu (pengul'usnya) makan dari hasilnya dengan cara baik

5Imam Muhammad Ismail Kahlani,SlIbll/lis Salam,(Bandung: Dahlan, 1982), Jilid III, h. 87

6 Muhammad Nashiruddin al-Albani, MlIkhtashar Shahih Muslim, (Beirut: Maktab

(15)

(sepantasnya) atau makan dengan tidak bermaksud menumpuk harta dan memberi makan kepada temannya sekedarnya". (HR. Muslim)

Sedikit sekali memang ayat al-Qur'an dan as-SlInnah yang menyinggllng tentang wakaf. Karena itu sedikit juga hukum-hukum wakaf yang ditetapkan berdasarkan kedua sllmber hukllm tersebut. Oleh sebab itu sebagian hllkllm-hllkum wakaf dalam Islam ditetapkan sebagai hasil ijtihad, dengan menggunakan metode ijtihad yang bermacam-macam.

Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa kebanyakan wakaf di Indonesia digunakan untllk masjid, musholla, sekolah, ponp<'s, rumah yatim piatu, makam. Berkaitan dengan masalah perwakafan ini timbul suatu permasalahan, bolehkah terhadap benda yang diwakatkan dilakukan perubahan peruntukkannya? Bagaimana jika misalnya tanah wakaf tersebllt disalahgunakan sehingga menimbulkan perselisihan. Maka bagaimana cara penyelesaian masalah tersebut menllrut HlIkllm Islam dan Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Waka£ Berdasarkan latar iJelakang masalah yang telah diuraikan di atas, oleh karena itu penlllis mengangkat masalah ini menjadi judul skripsi penlllis yaitll "PENYELESAIAN SENGKETA WAKAF MENURUT HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF (Studi Kasus Yayasan Raudhatul Muta'allimin Kuningan Barat Jakarta)". B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana uraian di atas, maka dapat ditarik rumusan permasalahan, yaitu:

(16)

7

1. Hal-hal apa saja yang dapat dijadikan sebagai sengketa wakaf menurut Hukum Islam dan dan Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf? 2. Bagaimana pandangan Hukum Islam dan Undang-undang No. 41 Tahun 2004

tentang Wakaf mengenai perubahan status tanah wakaf terutama yang terjadi di Yayasan Raudhatul Muta'alIimin Kuningan Barat Jakarta?

3. Bagaimana penyelesaian sengketa wakaf yang terjadi di Yayasan Raudhatul Muta'alIimin Kuningan Barat Jakarta Selatan menurut Hukum Islam dan Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf?

C. Tujuan Penelitian

Dengan mengangkat masalah yang berhubungan dengan Penyelesaian Sengketa WakafMenurut Hukum Islam dan Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, maka tujuan penelitian ini antara lain:

1. Untuk mengetahui hal-hal yang dapat dijadikan sebagai sengketa wakaf menurut Hukum Islam dan dan Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf

2. Untuk mengetahui pandangan Hukum Islam dan Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf mengenai perubahan status tanah wakaf di Yayasan Raudhatul Muta'alIimin Kuningan Barat Jakarta

(17)

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini antara lain:

I. Agar dapat menjadi sumbang pemikiran terhadap Hmu pengetahuan, khususnya di bidang wakaf

2. Memberikan informasi kepada masyarakat luas mengenai dampak buruk teljadinya sengketa wakaf, serta mengetahui bagaimana cara untuk menyelesaikannya sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia sehingga perbuatan tersebut dapat dicegah

3. Menambah wawasan pengetahuan bagi peneliti

E. MetodePenelitian I. Metode Pembahasan

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan metode deskriptif,

yaitu suatu metode yang diarahkan untuk memecahkan masalah faktual dengan cara memaparkan atau menggambarkan apa adanya hasH penelitian.

Sumber utama penelitian ini adalah aktivitas objek di lapangan serta data pendukung lainnya berupa dokumen, file dan penelitian kepustakaan sebagai penunjang.

2. Jenis Penelitian

(18)

9

1) Wawancara atau Interview adalah suatu dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara.7

2) Observasi dengan mengadakan pendekatan terhadap kasus yang berhubungan dengan judul skripsi inL Adapun teknik pengumpulan datanya adalah melalui telaah terhadap dokumentasi yang terdapat di Yayasan Raudhatul Muta'allimin.

3) Analisa dengan menganalisa data yang diperoleh selanjutnya dilakukan penggambaran terhadap permasalahan penelitian.

b. Penelitian Kepustakaan(Library Research)

Selain penelitian lapangan, penelitian ini juga menggunakan penelitian kepllstakaan, yaitu pengkajian dari bukll-bllkll yang mengacu dan berhllbllngan dengan pembahasan karya i1miah ini yang dianalisa data-datanya. Tentunya bahan rlljllkan yang digunakan adalah bahan-bahan yang erat sekali kaitannya dengan pennasalahan skrijJsi. Adapun sumber-sumber yang diambil berasal dari al-Qur'an dan Hadits, juga kitab-kitab fiqih klasik dan kontemporer yang berkaitan dengan materi penelitian, buku, koran, m'lialah, kemudian Undang-undang No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun Tentang Perwakafan Tanah Milik, Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam dan

7Suharsimi Arikunto,Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,(Jakarta: Rineka Cipta,

(19)

Undang-undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf serta bahan-bahan lainnya yang dapat mendukung judul skripsi di atas sehingga penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara i1miah.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dengan orang-orang yang mengetahui secara langsung tentang sengketa wakaf di Yayasan Raudhatul Muta'allimin Kuningan Barat Jakarta Selatan dan telaah buku-buku mengenai Undang-undang tentang wakaf dan cara penyelesaian terhadap sengketa wakaf, untuk selanjutnya dikaji guna mencari landasan pemikiran dalam upaya memecahkan suatu masalah.

Mengenai teknik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku

Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan olelz UIN Jakarta Press

Taltun 2007,dengan beberapa pengecualian:

a. Penulisan ayat al-Qur' an tidak menggunakan catatan kaki dan sebagai sumber penulis menggunakan al-Qur'an yang diterbitkan oleh Departemen Agama Republik Indonesia.

b. Kutipan yang berasal dari buku ejaan yang lama ditulis dengan ejaan yang disempurnakan kecuali nama pengarang.

(20)

11

F. Sistematika Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, untuk mempermudah dalam memahami skripsi ini, maka penulis membagi isi skripsi ini terdiri dari lima bab. Tiap bab terdiri dari beberapa sub bab. Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut: BAB I Merupakan pendahuluan yang terdiri dari [atar belakang masalah,

perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II Merupakan tinjauan teoritis mengenai wakaf. Teori wakaf terbagi pada pengertian, tujuan, dasar hukum, rukun, dan syarat wakaf menurut Hukum Islam dan Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Dalam teori ini juga mencakup tentang masalah sengketa wakaf, penulis membahas tentang macam-macam sengketa wakaf menurut Hukum Islam dan Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Lalu pembahasan mengenai bagaimana cara menyelesaikan sengketa wakafmenurut Hukum Islam dan Undang-undallg No. 41 Tahun 2004 tentallg Wakaf.

(21)

BAB IV Merupakan pembahasan hasil penelitian yang terdiri dari data mengenai sengketa wakaf yang terjadi di Yayasan Raudhatul Muta'allimin, pandangan Hukum Islam dan Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf mengenai perubahan status tanah wakaf, dan analisis penulis terhadap penyelesaian sengketa wakaf di Yayasan Raudhatul Muta'allimin.

(22)

BABII

TlNJAUAN UMUM TENTANG PERWAKA.FAN

A. Pengertian, Dasar Hukum, Rulmn, Syarat dan Tnjuan Wakaf Menurut Hnkum Islam dan Undang-undang NomoI' 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

1. WakafMenurut Hukum Islam a. Pengertian Wakaf

Kata "Wakaf' atau "Waqf' berasal dad bahasa Arab "<--<9J". Asal kata "Waqafa" berarti "menahan" atau "berhenti" atau "berdiam di tempat" atau "tetap berdiri". Kata "wJ - ~ - '..>§J" sama artinya

Dalam pengertian umum bahasa, "berhenti" ai:au "tetapnya sesuatu dalam keadaan semula". Dengan demikian, pengertian wakaf seCaI'a bahasa adalah menyerahkaIl tanah kepada orang-orang miskin-atau untuk orang-orang miskin-untuk ditahan. Diartikan demikian, karena barang itu dipegang dan ditahan oleh orang lain, seperti menahan hewan temak, tanah dan segala sesuatu.2

I Wahbah Zuhaili,A/-Fiqhu a/-Is/ami wa 'Adillaluhu, (Damaskus: Dar al-Fikr al-Mu'ashir,

2004), Jilid X, h.7599

2 Muhammad Abid Abdullah al-Kabisi, Hukum Wakaf: Kajian Kanlemparer Perlama dan

Ter/engkap lenlang Fungsi dan Penge/a/aan Wakaf serla Penye/esaian Alas Sengkela Wakaf

diterjemahkan dariAhkam A/-Waqffi A/-Syari'ah A/-Islamiyah, (Jakarta: lIMaN, 2004), Cel. ke-I, h.

(23)

Sedangkan menurut istilah syara' adalah memindahkan hak milik pribadi menjadi milik suatu badan yang memberi manfaat bagi masyarakat.J

The Shorter Encyclopaedia of Islam menyebut pengertian wakaf

menurut hukum Islam yaitu "to protect a thing; to prevent it from

becoming the property of a third person".4 Artinya memelihara sesuatu

barang atau benda dengan jalan menahannya agar tidak menjadi milik pihak ketiga.

Wakaf menurut hukum Islam dapat juga berarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama zatnya kepada seseorang atau nadzir(penjaga wakaf) balk berupa perorangan maupun berupa badan pengelola dengan ketentuan bahwa hasil atau manfaatnya digunakan untuk hal-hal yang sesuai dengan syari'at Islam.s

Selain itu Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah mengeluarkan Fatwa Tentang Wakaf melalui Rapat Komisi Fatwa MUI pada tanggal II Mei 2002, bahwa wakaf adalah menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya atau pokoknya, dengan cara tidak melakukan

tindakan hukum terhadap benda tersebut (merljua/, memberikan, atau

3M. Abdul Mujieb dkk,Kamus Islilah Fiqih, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), Cet. ke-3, h.

414

4W. Heffening, Wakfartikel dalamThe Shorler Encyclopaedia ofIslam, (Lei den: EJ. Brill,

1953), h. 626

5 H. Satlia Effendi M. Zein, Problemalika Hukum Keluarga Islam Konlemporer, (Jakarta:

(24)

15

mewariskannya), un/uk disalurkan (hasilnya) pada' sesua/u yang mubah

(tidak haram) yang ada.

Dalam sejarah Islam wakaf dikenal sejak masa Rasulullah saw karena wakaf disyari'atkan setelah Nabi Muhammad saw berhijrah ke Madinah, pada tahun kedua Hijriyah.6

Ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan wakaf, yang pada akhimya membawa perbedaan pula tentang akibat hukum yang timbul daripadanya.7 Berikut ini berbagai pandangan tentang wakaf menurut istilah

1) Menurut Madzhab Hanafi8

a. Imam Abu Hanifah mendefinisikan wakaf dengan "Menahan materi harta tetap menjadi milik wakif dan menyedekahkan manfaatnya untuk tujuan-tujuan kebaikan pada waktu seketika atau pada waktu yang akan datang".

b. Imam Syarkhasi mendefinisikan wakaf sebagai berikut "Menahan harta dari jangkauan (kepemilikan) orang lain".

6 Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf; Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat

Islam dan Bimbingan Haji,Fiqih Wakaf,(Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia, 2005), h. 4

7 Muhammad Abid Abdullah al-Kabisi, Hlikum Wakaf' Kajian Kontemporer Pertama dan

Tertengkap tentang Flingsi dan Pengelolaan Wakaf serta Penyelesaian Atas Sengketa Wakaf

diterjemahkan dari Ahkam AI-Waqffi AI-Syari'ah AI-Islamiyah,(Jakarta: IIMaN, 2004), Cet. ke-I, h. 38-59. Lihat juga Warta HlIkllm dan Keadilan, (Bandung: Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat Kantor Perwakilan Jawa Barat, 2004), Edisi 5, h. 34-35

8H. Ismail Muhammad Syah dkk,Filsafat Hllkllm Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), Cet.

(25)

c. AI-Murghinany mendefinisikan wakaf menurut Imam Abu Hanifah sebagai berikut "Menahan harta di bawah tangan pemiliknya, disertai pemberian manfaat sebagai shadaqah".

d. Pengarang kitab AI-Dur AI-Mukhtar mendefinisikan wakaf sebagai berikut "Penahanan harta dengan memberikan legalitas hukum milik padawaki/, dan mendermakan manfaat harta tersebut meski tidak terperinci".

2) Menurut Madzhab Maliki9

a. Imam Malik mendefinisikan wakaf sebagai berikut "Menahan harta dari mentransaksikannya disertai kekalnya pemilikan atas harta itu dan menyedekahkan manfaatnya untuk tujuan-tujuan kebaikan dengan pernyataan untuk waktu yang tertentu menurut yang memberi wakaf'.

b. Ibn Arafah mendefinisikan wakaf sebagai berikut "Memberikan manfaat sesuatu, pada batas waktu keberadaannya, bersamaan tetapnya wakaf dalam kepemilikan si pemberinya meski hanya perkiraan".

3) Menurllt Madzhab Syafi'ilO

9 Muhammad Abid Abdullah al-Kabisi, Hukum Wake!' Kajian Kantemparer Pertama dan

Terlengkep tentang Fungsi dan Pengelalaan Wake! serta Penyelesaian Atas Sengketa Wake!

dilerjemahkan dari Ahkam AI-Waqffi AI-Syari'ah AI-Islamiyah,(Jakarta: IlJvlaN, 2004), eel. ke-I, h. 54-55

(26)

17

a. Imam Syafi' i memberikan definisi wakaf sebagai berikut:

"Menahan harta yang dapat diambil manfaatnya, kekal materinya,

dengan memutuskan hak mentasharufkannya".

b. Imam Nawawi mendefinisikan wakaf sebagai berikut "Menahan

harta yang dapat diambil manfaatnya bukan untuk dirinya,

sementara benda itu tetap ada, dan digunakan manfaatnya untuk

kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah".

c. AI-Syarbini AI-Khatib dan Ramli AI-Kabir rnendefinisikan wakaf

sebagai berikut "Menahan harta yang bisa diambil manfaatnya

dengan menjaga keamanan benda tersebut dan mernutuskan

kepemilikan barang tersebut dari pemil iknya untuk hal-hal yang

dibolehkan".

d. Ibn Hajar AI-Haitami dan Syaikh Umairah rnendefinisikan wakaf

sebagai berikut "Menahan harta yang bisa dimanfaatkan dengan

menjaga keutuhan harta tersebut, dengan memutusan kepemilikan

barang tersebut dari pemiliknya untuk hal yang dibolehkan".

e. Syaikh Syihabuddin AI-Qalyubi mendefinisikan wakaf sebagai

berikut "Menahan halia untuk dimanfaatkltn, dalam hal yang

dibolehkan, dengan menjaga keutuhan harta te'rsebut".

4) Menurut MadzhabHanbali11

(27)

a. Imam Hanbali mendefinisikan wakaf sebagai berikut "Menahan secara mutlak kebebasan pemilik harta dalam membelanjakan hattanya yang bermanfaat dengan tetap utuhnya harta, dan memutuskan semua hak penguasaan terhadap harta tersebut, sedangkan manfaatnya diperuntukkan bagi kebaikan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah".

b. Ibn Qudamah dari kalangan Hanabilah mendefinisikan wakaf sebagai berikut "Menahan yang asal dan memberikan hasilnya". 5) Menurut Ulama Zaidiyahl2

a. Pengarang AI-Syifa sebagaimana yang diklltip oleh Ibn Miftah mendefinisikan wakaf sebagai berikut "Pemilikan khusus dengan cara yang khusus, dan dengan niat mendekatkan diri kepada Allah".

b. Ahmad bin Qasim AI-Anisy mendefinisikan wakaf sebagai berikut "Menahan harta yang dapat dimanfaatkan dengan niat mendekatkan diri kepada Allah dengan keutuhan harta tersebut". 6) Menurut Ulama Syi'ah dan Ja'fal'iyahI3

a. Syamsuddin AI-Maqdisy mendefinisikan wakaf sebagai berikut "Menahan harta asal dan memberikan manfaatnya".

(28)

19

b. AI-Muhaqiq AI-Huly dari kalangan Ja'fariyah mendefinisikan wakaf sebagai berikut "Akad yang hasilnya adalah menahan yang asal dan memberikan manfaatnya".

c. Muhammad AI-Husny mendefinisikan wakaf sebagai berikut "Menahan barang dan memberikan manfaatnya".

Dari berbagai definisi tersebut di atas dapatlah disimpulkan atau disarikan bahwa:

a. Harta wakaf adalah menahan harta dengan menjaga bendanya atau pokoknya sehingga dapat dimanfaatkan hasilnya, untuk diberikan kepada orang yang membutuhkan dan harta wakaf tersebut tidak boleh dijuaI, dihibahkan atau diwariskan.

b. Dalam mewakafkan suatu benda si wakif mempunyai niat hanya untuk mendekatkan diri kepada Allah.

c. Harta yang akan diwakafkan boleh benda bergerak atau benda tidak bergerak.

b. DasarHukum Walmf

(29)

Landasan hukum yang menganjurkan wakaf ialah firman Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 92:

Artinya: "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (Yang sempurna) sebelum kamu menajkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa yang kamu najkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya."(Q.S. Ali Imran: 92)

Kata aI-birr ( Y.l1 ) pada mulanya berarti keluasan dalam kebajikan. Dari akar kata yang sama, daratan dinamai aI-barr karena luasnya. Kebajikan mencakup segala bidang termasuk keyakinan yang benar, niat yang tulus, kegiatan badaniah serta tentu saja termasuk menginfakkan harta di jalan Allah. Dalam surat al-Maidah ayat 2 Allah mensejajarkan ( Y.l1 ) aI-birrdan (LSpl) at-taqwa.14

Dan ketentuan ini disyari'atkan kepada kita, artinya menginfakkan sesuatu yang disukai dan diinginkan oleh hamba dalam rangka ketaatan kepada Allah.ls

Dalam surat al-Baqarah ayat 177 memberikan penjelasan tentang contoh kebajikan sempurna antara lain berupa kesediaan mengorbankan kepentingan pribadi demi orang lain, sehingga bukan hanya memberi harta

14M. Quraish Shihab, Taftir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur'an,(Jakarta: Lentera Rati, 2007), Vol. 2, Cet. ke-X, h. 152

15 Muhammad Nasib ar-Rifa'i, Kemudahan Dari Allah: Ringkasan Taftir Ibnu Katsir,

(30)

21

yang sudah tidak disenangi atau dibutuhkan-walaupun ini tidak dilarang-tetapi memberikan harta yang dicintainya secara tulus dan demi meraih cinta-Nya kepada kerabat, anak yatim, orang miskin, musafir yang memerlukan pertolongan, dan orang-orang yang meminta-minta; dan juga memberi untuk tujuan memerdekakan hamba sahaya, yakni manusia yang diperjualbelikan, dan atau dibawa oleh musuh, maupun hilang kebebasannya akibat penganiayaan. Dan semua hal ini sesuai dengan dengan had its yang disampaikan oleh Ibnu Umar.16

Ayat lain yang menganjurkan syari'at wakaf:

Artinya: "Perumpamaan (najkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menajkahkan hartanya di jalan Allah, adalah seperti sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bullr, pada tiap-tiap bullr terdapat seratus biji. Allah mellpatgandakan (ganjaran) bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas

(karunia-Nya) dan Maha Mengetahui." (Q.S. al-Baqarah: 261)

Ayat ini turun sebagaimana disebut-sebut dalam beberapa riwayat menyangkut kedermawanan Utsman ibn 'AtIan dan Abdurrahman Ibn 'Auf ra. yang datang membawa harta mereka untuk membiayai perang Tabuk.

16M. Quraish Shihab,Taftir Ai-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur'an,(Jakarta:

(31)

Ayat ini juga berpesan kepada orang yang berpunya agar tidak merasa berat membantu, karena apa yang dinafkahkan akan tumbuh berkembang dengan berlipatganda. Karena perumpamaan dad orang yang menafkahkan harta mereka dengan tulus di jalan Allah, adalah serupa dengan seorang petani yang menabur sebutir benih. Dad sebutir benih yang ditanamnya menumbuhkan tujuh bulir (tangkai beserta buah/bunga majemuk yang terdapat pada tangkai itu, seperti padi), dan pada setiap bulir terdapat seratus biji. Sebagaimana dipahami dad kata (J:;..)matsal,

ayat ini mendorong manusia untuk berinfak karena akan menerima balasan yang berlipatganda. Bahkan pelipatgandaan itu tidak hanya tujuh ratus kali, tetapi lebih dad itu, karena Allah terus-menerus melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Maim Luas anugerah-Nya dan Maha Mengetahui siapa yang menafkahkan hartanya yang tulus di jalan yang diridhai-Nya atau tidak.17

Dalam sebuah hadits Nabi Muhammad saw disebutkan bahwa

Artinya: "Dari Abu Hurairah ra., sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: Apabila anak Adam (manusia) meninggal dunia maka putuslah amalnya, kecuali tiga perkara: shadaqah

17Ibid, h. 566-567

18 Muhammad Nashiruddin al-Albani, Mukhtashar Shahih Muslim, (Beirut: Maktab

(32)

23

jariyah, ilmu yang bermarifaat dan anak shaleh yang

mendoakan orang tllanya". (HR. Muslim)

Adapun penafsiran shadaqah jariyah dalam hadits tersebut dikemukakan di dalam bab wakaf, karena para ulama menafsirkan shadaqah jariyah dengan wakaf. Sebab pahala wakaf akan tetap mengalir walaupun pewakaf tersebut telah meninggal dunia selama harta wakaf tersebut masih ada dan digunakan sesuai dengan keinginan si wakif.19

Ada hadits Nabi Muhammad saw yang lebih tegas dianjurkannya ibadah wakaf, yaitu perintah Nabi Muhammad saw kepada Vmar bin Khattabra. untuk mewakafkan tanahnya yang ada di Khaibar:

Artinya: "Dari Ibnu Umar ra. berkata, bahwa sahabat Umar ra.

memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemlldian dia

menghadap kepada Rasulullah untuk memohon petllnjuk

tentang cara pengelolaannya. Umar berkata: fa Rasulullah,

saya mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, saya belum

19Imam Muhammad Ismail Kahlani,Subulus Salam,(Bandung: Dahlan, 1982), Jilid III, h. 87 20 Muhammad Nashiruddin al-Albani, Mukhtashar Shahih Muslim, (Beirut: Maktab

(33)

pernah mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku? Rasulullah menjawab: Bila kamu suka, kamu tahan (pokoknya) tanah itu, dan kamu sedekahkan (hasilnya). Kemudian Umar mengeluarkan sedekah hasil tanah tersebut dengan syarat tanahnya tidak boleh dijual, tidak boleh dibeli, tidak dihibahkan dan tidak pula diwariskan. Berkata Ibnu Umar: Umar menyedekahkan hasilnya kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, memerdekakan hamba sahaya, jihad

fi

sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak mengapa atau tidak dilarang bagi orang yang menguasai tanah wak£if itu (pengurusnya) makan dari hasilnya dengan cara baik (sepantasnya) atau makan dengan tidak bermaksud menumpuk hana dan memberi makan kepada temannya sekedarnya". (HR. Muslim)

c. Rukun dan Syarat Wakaf

Menurut hukum (fiqih) Islam, wakaf bam dikalakan sah apabila memenuhi dua persyaralan, yailu:

I. Tindakan/perbualan yang menunjukkan pada wakaf.

2. Dengan ucapan, baik ueapan (ikrar) yang jelas (sharih) alau sindiran

(kinayah). Ueapan yang sharih seperti: "Saya wakafkan ....". Sedangkan ueapan kinayah seperti: "Saya shadaqahkan, dengan niat untuk wakaf".21

Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan rukun wakaf. Perbedaan tersebut merupakan implikasi dari perb<:daan mereka dalam memandang substansi wakaf. Pengikut Hanafi memandang bahwa rukun wakaf hanyalah sebalasshigat (Iafal) yang menunjukkan makna/substansi

(34)

25

wakaf. Karena itu Ibn Najm pernah mengatakan bahwa rukun wakaf adalah lafal-lafal yang menunjukkan teljadinya wakaf.

Berbeda dengan Hanafiyah, pengikut Malikiyah, Syafi'iyah, Zaidiyah dan Hanabilah memandang bahwa rukun wakafterdiri dari:22

I. Wakif (orang yang berwakaf)

2. Mauquf 'alaih (orang yang menerima wakaf) 3. Harta yang diwakafkan

4. Lafal atau ungkapan yang menunjukkan proses terjadinya wakaf (ikrar wakaf).

Berkaitan dengan hal ini, AI-Khurasyi mengatakan bahwa rukun wakaf ada empat, yaitu barang yang diwakafkan, shighat (Iafal), wakif, dan mallquf'alaih.

Diperlukan syarat bagi rukun wakaf agar wakaf bisa dianggap sah, dan syaratnya adalah sebagai berikllt:

a. Wakif (orang yang berwakaf)

Para ulama madzhab sepakat bahwa, sehat akal merupakan syarat sah melakukan wakaf. Selain itu mereka juga sepakat bahwa, baligh merupakan persyaratan lainnya. Ditambah lagi dengan syarat orang yang merdeka (bllkan budak) dan memiliki kemampuan lIntuk

22 Muhammad Abid Abdullah al-Kabisi,Hukum Wakaf: Kajian Kontemporer Pertama dan

Terlengkap tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf serta Penyelesaian Atas Sengketa Wakaf

(35)

bertindak hukum atas harta (cakap hukum).23 Wakaf juga harus dilakukan secara sukarela, tidak karena dipaksa?'

b. Mauquf 'alaih (orang yang menerima wakaf)

Untuk orang atau pihak yang menerima wakaf (orang yang berhak memelihara barang yang diwakatkan dan memanfaatkannya) beriaku ketentuan sebagai berikut:

I. Hendaknya orang yang menerima wakaf itu ada ketika wakaf itu terjadi. Kalau dia belum ada, misalnya mewakatkan sesuatu pada orang yang akan dilahirkan maka menurut Imamiyah, Syafi'i dan Hanbali, wakaf tersebut tidak sah, namun menul'llt Maliki adalah

2. Hendaknya orang yang menerima wakaf itu mempunyai kelayakan untuk memiliki

3. Hendaknya jelas kepada siapa wakaf itu diserahkan. ladi tanpa disebutkan denganjelas siapa orangnya, maka batal wakafnya. 4. Hendaknya tidak merupakan maksiat kepada Allah SWT seperti

tempat pelacuran, perjudian dan tempat-tempat maksiat lainnya. Adapun wakaf kepada non muslim, sepertikafir dzimmi,disepakati

23 Juhaya S. Praja, Penvakafan di Indonesia: Sejarah, Pemikiran, Hukum dan

Perkembangannya,(Bal1dung: Yayasan Piara, 1995), h. 54

24H. Sulaiman Rasyid,Fiqh Islam,(Jakarta: Wijaya, 1954), h. 304-305

25H. Adijani aI-Alabij,Penvakafan Tanah di Indonesia; Dalam Teori dan Praktek,(Jakarta:

(36)

27

oleh para ulama madzhab itu sah, ini sesuai dengan firman Allah

SWT

Artinya: "Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan

berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negel'imu. Sesunggulmya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil". (QS. AI-Mumtahanah: 8)

c. Harta yang diwakafkan

Para ulama madzhab sepakat bahwa disyaratkan untuk barang

yang diwakafkan itu persyaratan-persyaratannya ada pada barang yang

dijual, yaitu bahwasanya barang itu merupakan sesuatu yang konkrit

dan merupakan pemilik orang yang mewakafkannya. Para ulama

madzhab juga sepakat bahwa dalam wakaf tersebut disyaratkan adanya

kemungkinan memperoleh manfaat barang yang diwakafkan tersebut,

dengan catatan bahwa barang itu sendiri tetap ada. Para ulama juga

sepakat tentang kebolehan wakaf dengan barang-barang yang tidak

bergerak misalnya tanah, rumah dan kebun. Mereka juga sepakat,

kecuali Hanafi, tentang sahnya wakaf dengan barang-barang bergerak,

seperti binatang dan sumber pangan, manakaRa manfaatnya bisa

(37)

h.397

mewakafkan sesuatu dengan ukuran yang be:rlaku di masyarakat, misalnya sepertiga, separuh dan seperempat kecuali pada masjid dan kuburan para ulama madzhab telah sepakat.26

d. Ikrar Wakaf

Seluruh ulama madzhab sepakat bahwa, wakaf teljadi dengan menggunakan redaksi waqqajiu, "saya mewakafkan", sebab kalimat ini menunjukkan pengertian wakaf yang sangat jelas, tanpa perlu petunjuk tertentu baik dari segi bahasa, syara' maupun tradisi. Wakaf biasanya teljadi dengan semua kalimat yang menunjukkan maksud tersebut, bahkan dengan bahasa asing pun, sebab bahasa dalam konteks ini adalah sarana untuk mengungkapkan maksudnya. Shighat dapat dilakukan dengan lisan, tulisan atau isyarat yang dapat memberi pengertian wakaf. Lisan dan tulisan dapat dipergunakan menyatakan wakaf oleh siapapun juga sedangkan isyarat hanya dapat dipergunakan oleh orang yang tidak menggunakan cara lisan atau tulisan. Hal ini dimaksudkan agar pernyataan wakaf benar-benar dapat diketahui dengan jelas, untuk menghindari kemungkinan terjadinya persengketaan di kemudian hari. Mengenai akad wakaf dinyatakan oleh semua madzhab sebagai Akad Tabarru' yaitu transaksi sepihak yang sah sebagai suatu akad yang tidak memerlukan qabuldari pihak

,"",_"'1

26Muhammad Iawad Mughniyah,

Fiqh Lima

MaZh~!',.q~af!arB;;';~;~~~,;:;}l~;i:~:t.

k~'

(38)

29

penerima dan dicukupkan dengan ijab dari si wakif. Para fuqaha mensyaratkan tiga syarat ikrar wakaf, yaitu:

I. Ikrar itu tidak terikat oleh sesuatu yang tidak ada ketika ikrar itu dinyatakan oleh si wakif.

2. Ikrar itu tidak disertai dengan syarat-syarat yang tidak benar menurut hukum.

3. Ikrar itu tidak disertai dengan pembatasan waktu, sehubungan dengan syarat pertama, para fuqaha memp'~rkenalkan tiga jenis ikrar: Pertama, Ikrar Munjiz, yaitu ikrar yang menyatakan bahwa wakaf itu terjadi dan sah menurut hukum ketika ikrar itu dinyatakan oleh si wakif. Kedua, Ikrar Mudla/at yaitu ikrar yang menyatakan terjadinya wakaf tetapi wakaf itu tidak berlaku sesuai dengan ikrar wakaf yang dinyatakan oleh si wakif, wakaf itu baru terjadi beberapa waktu kemudian. Ketiga, Ikrar Mu'allaqat yaitu ikrar wakaf yang dikaitkan dengan keadaan tertentu yang dapat mempengaruhi ada dan tidak adanya wakaf itu. Keabsahan dua jenis ikrar yang pertama disetujui oleh para fuqaha, sementara ikrar ketiga masih diperselisihkan. Hanabilah mengakui ikrar jenis ketiga, hanyajika dihubungkan dengan kematian si wakif.

(39)

a. Wakaf itu tidak dibatasi dengan waktu tertentu sebab amalan wakaf berlaku untuk selamanya.

b. Tujuan wakaf hams jelas.

c. Wakaf hams segera dilaksanakan setelah dinyatakan tanpa digantungkan kepada akan teljadinya sesuatu peristiwa di masa yang akan datang, sebab pernyataan wakaf berakibat lepasnya hak milik seketika setelah si wakif mengikral'kan wakaf. Berbeda halnya bila wakaf digantungkan dengan kematian si wakif, dalam hal ini berlaku hukum wasiat.

d. Wakaf mempakan hal yang mesti dilaksanakan tanpa syarat boleh memilih (membatalkan atau melangsungkan wakaf yang telah dinyatakan), sebab pernyataan wakaf berlaku seketika dan untuk selamanya.

d. Tujuan Wakaf

(40)

31

negara.27 Tujuan wakaf berdasarkan hadits yang berasal dari Ibnu Umar

ra. dapat dipahami ada dua macam yakni:

a. Untuk mencari keridhaan Allah SWT

b. Untuk kepentingan masyarakat

2. WakafMenurut Undallg-undang Nomor 41 TahuIl2004 a. Pengel'tiall Walmf

Sedarngkan pengertian wakaf mellurut hukum positif diuraikan

sebagai berikut:

I. Undang-Undang No.5 Tahun 1960 Tentang Pel'aturan Dasar

Pokok-pokok Agraria Bagian XI Pasal 49 ayat 3 telah disebutkan bahwa

"Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatul' dengan Peraturan Pemerintah".

2. Peratul'an Pemerintah No. 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah

Milik telah dicantumkan dalam Bab I P<Wal I ayat I menjelaskan

bahwa

"Wakaf adalah pel'buatan hukum seseorang atau badan hukum yarng memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-Iamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajal'an agama Islam",

3. Kompilasi Hukum Islam Bab I Pasal 215 ayat I disebutkan bahwa

"Wakaf adalah perbuatan hukum seseorarng atatu kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miIiknya darn

27Muhammad Daud Ali,Sislem Ekonomi Is/om Zokol dOll Wokof, (Jakarta: VI Press, 1998),

(41)

melembagakannya untuk selama-Iamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya yang sesuai dengan ajaran Islam".

4. Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dalam Bab 1 Pasal 1 ayat I disebutkan bahwa

"Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian halia benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu terte:ntu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/alau kesejahteraan umum menurut syari'ah".

b. DasarHukum

Mengenai dasar hukum wakaf menurut Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf disebutkan dalam Bab II Dasar-dasar Wakaf Pasal 2 dan Pasal 3 yang bunyinya sebagai berikut:

Pasal 2 wakaf sah apabila dilaksanakan menurut syari'ah Pasal 3 wakaf yang telah diikrarkan tidak dapat dibatalkan

Dari pasal-pasal tersebut dapat ditarik satu kesilmpulan bahwa dasar hukum wakaf Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf sesuai dengan dasar hukum menurut hukum Islam seperti yang telah dijelaskan di atas.

c. Ruknlldan Syarat Wakaf

(42)

33

a. Wakif; b. Nadzir;

c. Harta Benda Wakaf; d. Ikrar Wakaf;

e. Peruntukan Harta Benda Wakaf; f. Jangka Waktu Wakaf

Dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun !977 Tentang Perwakafan Tanah Milik te!ah disebutkan bahwa wakaf harus memenuhi unsur-unsur yaitu:

a. Wakif; b. Nadzir;

c. Harta Benda Wakaf; d. Ikrar Wakaf

d. Tlljuan Wakaf

Da!am Undang-Undang No.4! Tahlln 2004 tentang Wakaf dalam Bab II Pasa! 4 dan Pasa! 5 telah diseblltkan tujuan dan fllngsi dari wakaf yaitu:

Pasa! 4 yang berbunyi "wakaf bertujuan memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya".

Pasa! 5 yang berbunyi "wakaf berfungsi mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum".

B. Macam-macam Sengketa Wakaf Mennrut Hukllm Islam dan Undallg-IIndang Nomor 41 Tahun 2004

(43)

pertikaian; perselisihan atau juga perkara dalam pengadilan. Dapat juga berarti

perselisihan perebutan sesuatu atau memperebutkan sesuatu.28

Jika kita memperhatikan hadits yang disampaikan oleh Ibnu Vmar tentang

dianjurkannya ibadah wakaf, yaitu perintah Nabi Muhammad saw kepada Vmar

bin Khattab ra. untuk mewakafkan tanahnya yang ada di Khaibar, yang bunyinya

sebagai berikut:

Cot;

"0'.

1.:.<:.0

1,,'

w~1

·J19

I'.',~:"

ill

I ' ,;",' ,,'

. °1 .'

c..s-l

~

.)

~.

~ r $ . ) y>C I.Y.

UC

t-

,0"'.01

c..s-l, '

'I Jill

JO "

~.)

li

_ •

·Jw

c.;.

'T.e..Y'

,

'~

..

\""""'"

'.

t. '.J ..,

-.('&

ill

I

~ t . '"~

.~II

J

w

~<\..i

."

t:l

w

4.l.,

~"'I"

1,.;'1Co

(....!.>"""l

:1

" 0 ' .

~.

1

.. ~..Y' '

c.s"

~

Y.

. '

i' ~ .)

~\~

0'"C9

~t

'-'~"!;'

;-,',;,:,

u!

~

3

:1:1

1",

ill

I

l~

~I

0:;":;

:u

'''\.01"

Jw

t.::..J""'1'

~''''1'

'G:l'1

L ~I

'

'c.

1',. '-~:

019

1',.

(.j .J ..).J-l.J..J-l.J

t .

'T'..Y' '-(i-:' (.j .'-(i-:'

. \'. ,'" '1 .'

I"

Jill

1°,' .'

L....l19·

.1\ .' ' 0 '~'I

r

I'

'~~'I

.

I',.

~ I.Y..J, U:!+'-"~.J,. .Y ~.J ~yu (.S,.J Y..J=' ~ '-(i-:'

"', :.1...-:'

<....9'

"~"'w I".~. 'let

"1

1'.~I' 0 . ' I:'" ~

'1'

;,'t;.,1I"

.J:1C

r--"':t.) , .J~. ~ l.!"'.. (j ~.J (jA I.S"-

<:.

'.'

.J

(~

01.J.))

~~

Artinya: "Dari lbnu Umar ra" berkata, bahwa sahabat Ulnar ra., memperoleh

sebidang tanah di KhaibQ/~ kemudian menghadap kepada Rasulullah

untuk memohon petunjuk. Umar berkata: Y.1 Rasulullah, soya

mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, saya belum pernah

mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadak.u? Rasulullah meenjawab: Bila kamu suka, kamu tahan (pokoknya) tanah itu, dan kamu sedekahkan (hasilnya). Kemudian Umar melakukan shadaqah, tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak pula diwariskan. Berkata lbnu Umar: Umar menyedekahkan kepada orang-orangfakir, kallln kerabat, budak belian, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak mengapa atau tidak dilarang bagi orang yang menguasai tanah wakaf itu (pengurusnya) makan dari hasilnya dengan cara baik (sepantasnya) atau makan dengan tidak bermaksud menumpuk harta".

(HR. Muslim)

28Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,Kamus Besar Bahasa

(44)

35

Dad hadits tersebut ada beberapa hal yang tidak boleh dilakukan oleh umat Islam terhadap harta wakaf antara lain:

I. harta benda wakaf dijual 2. harta benda wakaf dihibahkan 3. harta benda wakaf diwariskan

Selain tiga masalah di atas, masih banyak perrnasalahan yang bisa ditimblilkan oleh wakaf, misalnya di Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim masih banyak tetjadi sengketa wakaf, seperti penjualan tanah wakaf, perubahan peruntllkan dan pengambilan tanah wakaf oleh ahli warisnya dan lain-lain. Hal ini disebabkan masih kurangnya pemahaman akan pentingnya bukti otentik, baik berupa Akta Ikrar Wakaf (AIW), Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf (APAIW) maupun sertifikat lainnya sehingga sulit untuk menyelamatkan harta tanah wakaf tersebllt.

Masalah sengketa wakaf juga diatur dalam Pasal 40 Undang-Undang No. 41 Tahun2004 tentang Wakafyang berbunyi:

"Hatia benda wakafyang sudah diwakafkan dilarang: a. dijadikan jaminan;

b. disita; c. dihibahkan; d. dijual e. diwariskan; f. ditukar; atau

g. dialihkan dalam bentllk pengalihan hak lainnya.

(45)

sengketa wakaf tetapi tidak disebutkan dalam had its Ibnu VlTlar di atas. Hal ini

diasumsikan bahwa telah banyak terjadi pelanggaran-pelanggmran terhadap harta

wakaf yang dapat menimbulkan sengketa selain dari tiga hal yang dilarang oleh

Nabi Muhammad saw.

Jika kita mengamati masalah wakaf yang terjadi di Yayasan Raudhatul

Muta'allimin yaitu adanya penjualan tanah wakaf dan sewa-menyewa bangunan

tanah wakaf, oleh karena itu penulis akan membahas tentang masalah jual-beli

dan sewa-menyewa tanah wakaf.

1. Jual-beli

Jual-beli adalah pertukaran harta atas dasar saling rela atau

memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan (yaitu berupa alat

tukar yang sah). Seeara historis jual-beli dapat dilakukan dengan

menggunakan dua maeam eara, yaitu melalui tukar-menukar barang (barter)

dan jual-beli dengan sistem uang, yaitu suatu alat tukar yang sah menurut

hukum. Dengan melihat kata jual-beli disana menunjukkan adanya dua

aktivitas yang kemudian dijadikan satu dalam p<"rjanjian.29

Dasar hukum mengenai diperbolehkannya jual-bl~li Inl terdapat di

dalam al-Qur'an surat an-Nisa ayat 29 menyatakan bahwa:

29 Abdul Ghofi'r Anshori, Pokok-pokok HlIkllm Perjanjian Islam di Indonesia, (Yogyakarla:

(46)

37

-: \ <-<,f'':!1

I

L/il.H

4:.:~:

<-\"':f

i-I

L

t

':1

i

~~I;

-:

~.:JT

I •

Ill;

,---"Y"-' ; ~ ..' \ ..0

r ....

J ~ J "--'... ~ ..

.::: J "'-:;;~':;:~J",J.!~JJ?-"/c..J,,, " " , 1 1 1 _

r;'i~L..->-'

'.c.

~

ts'4.u1 . 1'<' ';,-.11-

1: . , ,}'

'-<... -

1'-

-.Y

o',-.<e

l>ed. -, J

r;

U UJ

r -

~ J

r-,

yay'

u ~

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan

harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu, danjanganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu".

Agar akad jual-beli yang dibuat oleh para pihak mempunyai daya ikat,

maka perjanjian tersebut harus memenuhi syarat dan rukunnya, Adapun rukun

dari jual-beli yaitu meliputi adanya pihak penjual dan pihak pembeli, adanya

uang dan benda, dan adanya lafaz.

Sedangkan syarat sahnya perjanjian jual-beli terdiri dari syarat subjek,

syarat objek dan syarat lafaz.

a. Syarat yang menyangkut subjekjual-beli

Bahwa penjual dan pembeli selaku subjek hukum dari peIjanjian jual-beli

harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1) Berakal sehat

2) Dengan kehendaknya sendiri (bukan dipaksa)

3) Keduanya tidak mubazir

4) Baligh (sudah dewasa)

Setelah syarat-syarat ini terpenuhi, maka perjanjian jual-beli dapat

dibuat dan hams selalu didasarkan pada kesepakatan antara penjual dengan

(47)

50

unsur riba. Karena apabila unsur riba masuk berarti disana terjadi eksploitasi

terhadap sesama.30

b. Syarat sahnya perjanjian jual-beli yang menyangkut objekjual-beli

Benda-benda yang dapat dijadikan sebagai objek jual-beli haruslah

memenuhi persyaratan sebagai berikut:

)) Bersih barangnya dan jelas

Dalam ajaran Islam dilarang melakukan jual-beli barang-barang yang

mengandung unsur najis ataupun barang-barang yang nyata-nyata

diharamkan oleh ajaran agama. Barang yang menjadi objek jual-beli

harus secara jelas diketahui spesifikasimya, jumlahnya, timbangannya,

dan kualitasnya.

2) Barang tersebut dapat dimanfaatkan

Barang yang diperjual-belikan harus mempunyai manfaat, sehingga

pihak pembeli tidak merasa dirugikan. Karena pada dasamya setiap

barang mempunyai manfaat, sehingga untuk mengukur kriteria

kemanfaatan ini hendaknya memakai kriteria agama. Pemanfaatan

barang jangan sampai bertentangan dengan agama, peraturan

perundang-undangan, kesusilaan, maupun ketertiban umum yang ada

dalam kehidupan bennasyarakat.

3) Milik orang yang melakukan akad

(48)

39

Bahwa barang yang menjadi objek perjanjian jual-beli harus

benar-benar milik penjual secara sah. Dengan demikian jual-beli yang

dilakukan terhadap barang yang bukan miliknya secara sah adalah

bata!.

c. Syarat sahnya perjanjian jual-beli yang menyangkut lafaz

Sebagai sebuah perjanjian harus dilafazkan, artinya secara lisan atau

secara tertulis disampaikan kepada orang lain.

Mengenai syarat sahnya perjanjian jual-beli menurut hukum Islam,

apabila dimasukkan dalam sistematika KUHPerdata, yaitlJ bahwa perjanjian

sah jika dibuat berdasarkan kesepakatan, adanya kecakapan pihak penjual dan

pembeli, adanya objek tertentu yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip

syari'ah, dan hams terdapat hal yang diperbolehkan olen hukum syara'.

2. Sewa-menyewa

Dalam bahasa Arab sewa-menyewa dikenal dengan al-ijarahdiartikan

sebagai suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian

sejumlah uang. Sedangkan pengertian syara' al-ijarahadalah suatu jenis akad

untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.31 Ijarah dalam

Ensiklopedi Muslim diartikan sebagai akad terhadap manfaat untuk masa

tertentu dengan harga tertentu.

Sedangkan dalam Pasal 1548 KUHPerdata menyebutkan bahwa

sewa-menyewa (al-ijarah) adalah suatu pedanjian dimana pihak yang satu

(49)

mengikatkan diri untuk memberikan kepada pihak lainnya kenikmatan dari

suatu barang, selama waktu tertentu dan dengan pembayaran sejumlah harga

yang besarnya sesuai dengan kesepakatan. Dengan demikian unsur esensial

dari sewa-menyewa sebagaimana yang diatur dalam KUHPerdata adalah

kenikmatan/manfaat, uang sewa, dan jangka waktu.

Jadi an tara pengertian dalam bahasa Arab dan pengertian dalam

KUHPerdata mempunyai unsur kesamaan, sedangkan yang membedakannya

bahwa pengertian dalam bahasa Arab tidak secara tegas rnenentukan jangka

waktu. Dengan demikian menurut hemat penulis, setiap perjanjian

sewa-menyewa harus ditentukan jangka waktu yang tegas. Hal ini penting

mengingat salah satu sifat dari sewa-menyewa adalah bahwa sewa-menyewa

tidak bisa diputuskan jual-beli atau bentuk peralihan hak lainnnya, seperti

hibah dan warisan. Sehingga kemungkinan jika pihak yang menyewakan

bermaksud menjual barang miliknya akan mengalami kesulitan.

Dasar hukum mengenai sewa-menyewa dalam hukum Islam terdapat

di dalam ketentuan al-Qur'an surat al-Baqarah ayat 233

.J.,,,.. _-:; J.,-::".. -; }"'''' __ " , . J .... -' .J"' ..... " f . . } , ... ! ! ! . , .

~I;

L.

~

b j »

C4-

>U

)':.l.!.J,1

I~..r,,::;

0 1

~.'ljl

OJj

» ".".. ","" '" ".-:;j.J-:;!. } .... .,..J ...;;:;,.1" )11-''& .,. "'...

I'~)~ O~ ~JJ)I

ullYJ>:.lj

.u.lllyA:iIJ

~~~

Artinya: " ...dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka

(50)

41

Mengenai ijarah ini juga sudah mendapatkan ijrna' ulama, berupa

kebolehan seorang muslim untuk membuat dan melaksanakan akad ijarah alau

perjanjian sewa-menyewa. Dan tenlu saja uang sewa harus disesuaikan

dengan kepatutan yang ada di dalam masyarakat. Serta m<mgingat unluk saat

ini, yang menjadi objek perjanjian sewa-menyewa berupa barang-barang yang

mempunyai nilai ekonomis tinggi, misalnya tanah atalJ bangunan maka

besamya uang sewa seharusnya sudah ditentukan di awal perjanjian disertai

jangka waktu perjanjian sewa-menyewa tersebut.

Secara yuridis agar perjanjian sewa-menyewa memiliki keekuatan

hukum, maka perjanjian tersebut harus memenuhi rukun dan syarat-syaratnya.

Unsur terpenling yang harus diperhatikan adalah kedua belah pihak cakap

bertindak dalam hukum yaitu memiliki kemampuan unluk dapat membedakan

yang baik dan yang buruk (berakal). Imam Syafi'i dan Imam Hanbali

menambahkan satu syarat lagi yaitu dewasa(baligh).32

Ruklln sewa-menyewa terdiri dari adanya para pihak sebagai sllbjek

hllkllm (penyewa dan orang yang menyewakan), terdapat barang yang

disewakan, dan harus adaijab qabuldari para pihak tersebut.

Sedangkan llntuk sahnya perjanjian sewa-menyewa harus terpenuhi

syarat-syarat sebagai berikllt:33

l2Ibid, h. 19

J3 Ahmad Azhar Basyir, HlIkllm Islam lenlang Wakaj, ljarah, Syirkah. (Bandung: PT.

(51)

a. Kedua belah pihak telah tamyiz, berakal sehat dan tildak berada dalam

pengampuan.

b. Barang yang disewakan adalah milik sah orang yang menyewakan dan

harus jelas statusnya.

c. Kedua belah pihak rela untuk melakukan perjanjian sewa-menyewa yaitu

tidak ada unsur paksaan, karena dengan adanya paksaan menyebabkan

perjanjian yang dibuat menjadi tidak sah.

d. Objek sewa-menyewa dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya atau

mempunyai nilai manfaat dan tidak me]anggar aturan agama.

e. Harus ada kejelasan mengenai berapa lama jangka waktu menyewa dan

harga sewa atas barang tersebut.

Dengan dipenuhinya rukun dan syarat-syarat tersebut, maka perjanjian

sewa-menyewa itu menjadi sah dan mempunyai kekuatan hukum.

C. Prosedur Peuyelesaian Sengketa Wakaf Menurut Hokum Islam dan

Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004

Dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf yang

disahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 27 Oktobcr

2004 dan Peraturan Pcmerintah Nomor 42 Tahun 2006 tcntang Pe]aksanaan

Undang-undang Nomor 4] Tahun 2004 tcntang wakaf disahkan dan diundangkan

pada tanggal ]5 Desember 2006, sudah diatur bcrbagai hal yang penting dalam

(52)

43

Jika dibandingkan dengan beberapa peraturan perundang-undangan

tentang wakaf yang sudah ada selama ini, dalam Undang-Undang No. 41 Tahun

2004 tentang Wakaf ini terdapat beberapa hal baru dan penting yang sangat

menunjang pertumbuhan ekonomi umat. Beberapa diantaranya adalah mengenai

masalah nadzir, harta benda yang diwakafkan, dan peruntukan benda wakaf, serta

perlunya dibentuk Badan Wakaf Indonesia (BWI). Berkenaan dengan masalah

nadzir, karena dalam undang-undang ini yang dikelola tidak hanya benda tidak

bergerak yang selama ini sudah lazim dilaksanakan di Indonesia, tetapi juga

benda bergerak seperti uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak atas

kekayaan intelektual, hak sewa dan lain-Iainnya. Maka nadzirnya pun dituntut

mampu untuk mengelola benda-benda tersebut.J4

Pada dasarnya, terhadap benda yang sudah diwakafkan tidak dapat

dilakukan perubahan, dalam sabda Rasulullah SAW telah dijelaskan, bahwa

benda wakaf tidak bisa diperjualbelikan, dihibahkan, atau diwariskan. Apabila

perubahan status tanah yang diwakafkan dilakukan begitu saja oleh nadzirnya

tanpa alasan-alasan yang menyakinkan, hal tersebut sudah barang tentu akan

menimbulkan reaksi dalam masyarakat terutama dari merelca yang langsung

berkepentingan dengan perwakafan tanah tersebut. Dalam Pasal 40

Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dijelaskan:

"Harta benda wakafyang sudah diwakatkan dilarang:

34 Uswatun Hasanah, Pengembangan Wakaj di Indonesia: Upaya Akselerasi Pertumhuhan

Ekanami Umal Pasco Lahirnya Undang-.mdang Namar 4/ Tahun 2004, Seminar Nasional di UIN

(53)

a. dijadikan jaminan; b. disita;

c. dihibahkan;

d. dijual;

e. diwariskan;

f. ditukar; atau

g. dialihkan manfaatnya.

Kemudian di dalam Pasal 41 Undang-Undang No.4! Tahlln 2004 tentang

Wakaf dijelaskan mengenai kebolehan untuk mengadakan perubahan terhadap

harta benda wakaf. Pasal tersebut menjelaskan sebagai berikut:

I. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf(I) yang dikecualikan

apabila benda wakaf yang telah diwakalkan digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang (RlJTR) berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan syari'ah.

2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (I) hanya dapat

dilakukan setelah memperoleh izin tertulis dari Menteri atas persetujuan Badan WakafIndonesia.

3. Harta benda wakaf yang sudah diubah statusnya karena ketentuan

pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (I) wajib ditukar dengan harta benda yang manfaat dan nilai tukar sekurang-kurangnya sarna dengan harta benda wakaf semula.

4. Ketentuan mengenai perubahan status harta benda wakaf sebagaimana

dimaksud pada ayat (I), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Pemerintah.

Mengenai prosedur perubahan status harta bend a wakaf di dalam

Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 ten tang Wakaf tidak secara rinci dijelaskan. Namun

sebagai gambaran dapat dilihat pada Pasal 36 Undang-lJndang No. 41 Tahun

2004 tentang Wakaf, yang menjelaskan sebagai berikut:

(54)

45

sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam tata cara pendafiaran harta benda wakaf."

Namun realita yang ada di masyarakat mengenai prosedur perubahan

status harta benda wakaf belum sepenuhnya terealisasi secara maksimal. Karena

kasus yang muncul kemudian adalah benda wakaf yang akan diadakan perubahan

harus diperiksa terlebih dahulu, apakah harta benda wakaf tersebut sudah

berserlifikat atau belum, meskipun dalam Undang-undang ti,dak membedakan

antara harla benda wakafyang sudah bersertifikat atau yang belum bersertifikat.

Apabila ada perubahan status terhadap tanah yang slJdah berserlifikat,

maka tidak bisa diselesaikan secara mudah dan tidak bisa diselesaikan secara

musyawarah, akan tetapi diselesaikan melalui prosedur yang sudah ada. Di mana

terlebih dahulu harus membuat laporan kepada Badan Pel1tanahan Nasional,

kemudian kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama dan selanjutnya

memperoleh izin tertulis dari Menteri Agama atas persetujuan Badan Wakaf

Indonesia (BWI). Hal tersebut dilakukan melalui proses dan wadah yang ada

sehingga memakan waktu yang cukup lama dan hal tersebut sangat tidak mudah

untuk dilakukan.

Mengurus perubahan status tanah wakaf melalui prosedur yang telah

diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977, dimulai dengan

mengajukan kepada Kepala Kantor Wilayah Deparlemen Agama melalui Kepala

Kantor Urusan Agama dan Kepala Kantor Departemen Agama setempat,

(55)

permohonan perubahan status tanah wakaf tersebut disetujui secara tertulis oleh

Menteri Agama berarti perubahan status telah diizinkan dengan syarat

penggantiannya sekurang-kurangnya senilai dan seimbang dengan kegunaannya

sesuai dengan ikrar wakaf atau lebih baik dari yang sebelumnya.

Dengan demikian memang tidak mudah untuk melakukan perubahan

status tanah wakaf, karena hal tersebut harus dilakukan atas izin dari Menteri

Agama dengan persetujuan Badan Wakaf Indonesia (BWI) dengan terlebih

dahulu mempertimbangkan alasan-alasan yang telah dikemukakan. Hal ini

dianggap sulit dan memerlukan waktu yang lama sehingga selama pihak yang

berkepentingan dengan tanah wakaf tersebut memilih jalan musyawarah daripada

harus mengikuti prosedur yang telah diatur oleh pemerintah. Tetapi tidak menutup

kemungkinan untuk melakukan proses yang sesuai dengan prosedur pemerintah,

jika dianggap memungkinkan.

Jika terjadi perselisihan, baik itu perselisihan antara nadzir dengan ahli

waris wakif atau nadzir dengan kepentingan pemerintah, makac Pasal 62

Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakafmenegaskan sebagaj berikut:

I. Penyelesaian sengketa perwakafan ditempuh melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.

2. Apabila penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (I) tidak

berhasil, sengketa dapat diselesaikan melalui mediasi, arbitrase, atau

pengadilan.

Dalam penjelasan atas Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang

(56)

47

Yang dimaksud dengan mediasi adalah penyelesaian sengketa dengan bantuan pihak ketiga (mediator) yang disepakati oleh para pihak yang bersengeketa. Dalam hal mediasi tidak berhasil menyelesaikan sengketa, maka sengketa tersebut dapat dibawa kepada badan arbitrase syariah. Dalam hal badan arbitrase syariah tidak berhasil menyelesaikan sengketa, maka sengketa tersebut dapat dibawa ke pengadilan agama dan/atau mahkamah syariyah.

Ini sejalan dengan Pasal49 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989

jo. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama:J5

"Pengadilan Agama berlugas dan benvenang memeriksa, memulus dan menyelesaikan perkara di lingkal perlama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:

a. perkawinan; b. waris;

c. wasial; d. hibah; e. wakaf;

I

zakal;

g. infaq;

h. shadaqah; dan

i. ekanomi syari 'ah.

Sedangkan masalah lainnya yang seCaI'a nyata ml~nyangkut Hukum

Perdata dan Hukum Pidana diselesaikan oleh Pengadilan Negeri, Dan jika terjadi

masalah yang berhubungan dengan hak milik atau sengketa lain yang berhubungan

dengan kewenangan Pengadilan Agama maka dalam pasal 50 disebutkan bahwa:

(1) Dalam hal lerjadi sengkela hak milik alau sengkela lain dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, khusus mengenai objek sengkela lersebul harus dipUlus lebih dahulu oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.

3S H. A. Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia: GemlJruhnya Polilik Hukum (Hukum

Is/am, Hukum Barol dan Hukum Adat) dolam Rentang Sejarah Bersama PtJSGng Sunil Lembaga

(57)

(2) Apabila leljadi sengkela hak milik sebagaimana dimaksud pada ayal (1) yang subyek hukumnya anlara orang-orang yang beragama Islam, objek sengkela lersebul dipulus oleh Pengadilan Agama bersama-sama perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal49.

Ketentuan pada Pasal 50 ayat (2) memberikan wewenang kepada

Pengadilan Agama untuk sekaligus memutuskan sengketa rnilik atau keperdataan

lain yang terkait dengan objek sengketa yang diatur dalam Pasal 49 apabila

subyek sengketa antara orang-orang yang beragama Islam.

Hal ini menghindari upaya memperlambat atau mengulur waktu

penyelesaian sengketa karena alasan adanya sengketa milik atau keperdataan

lainnya terse but sering dibuat oleh pihak yang merasa dirugikan dengan gugatan

di Pengadilan Agama.

Sebaliknya bila subyek yang mengajukan sengketa hak milik atall

keperdataan lain tersebut bukan yang menjadi subyek yang bersengketa di

Pengadilan Agama, sengketa di Pengadilan Agama ditunda lIntuk menllnggu

putusan gugatan yang diajukan ke pengadilan di lingkungan Peradilan Umllm.

Penangguhan dimaksud hanya dilakllkan jika pihak yang berkeberatan

telah mengajukan bukti ke Pengadilan Agama bahwa telah didaftarkan gugatan di

Pengadilan Negeri ierhadap objek sengketa yang sarna dengan sengkata di

Pengadilan Agama.

Dalam hal objek sengketa lebih dari satu objek dan yang tidak terkait

(58)

49

perlu menangguhkan putusannya, terhadap objek sengketa yang tidak terkait

dimaksud.

Masalah-masalah perwakafan tanah menumt syari'at Islam yang

merupakan wewenang Pengadilan Agama untuk memeriksa dan meyelesaikan

antara lain mengenai:

a. Wakaf, Wakif, Nadzir, Ikrar, dan Saksi

b. Bayyinah (alat bukti administrasi tanah wakaf)

c. Pengelolaan dan pemanfaatan hasil wakaf.

Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf menyebutkan

ketentuan sanksi pidana dan sanksi administratif apabila ada pihak-pihak tertentu

yang melakukan hal-hal yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku

didalamnya. Pasal 67 menyebutkan bahwa:

I. Setiap orang yang dengan sengaja menjaminkan, menghibahkan, menjual, mewariskan, mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 atau lanpa izin menukar harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4], dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratusjuta rupiah).

2. Setiap orang yang dengan sengaja mengubah peruntukan harta benda wakaf tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 44, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).

3. Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan atau mengambil fasilitas atas hasil pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf melebihi jumlah

yang ditentukan sebagaimana dimaksud dal

Referensi

Dokumen terkait

Persentase penguasaan atau ketuntasan siswa terhadap materi pembelajaran yang telah diajarkan sebesar 60% pada siklus I dan 85% pada siklus II untuk mata

Dapatan kajian menunjukkan bahawa faktor penyumbang kepada wujudnya masalah membaca dalam kalangan murid darjah enam sekolah rendah kerajaan di Brunei Darussalam disebabkan oleh

Sehubungan dengan bentuk penyajian kesenian Angguk Sripanglaras, penulis mengharap kesenian ini untuk selalu dijaga kelestariannya dan juga dikembangkan, salah satunya

Hal tersebut disebabkan oleh ketidakseimbangan asupan zat gizi sehingga dapat mengakibatkan ketidaksempurnaan pertumbuhan tubuh baik fisik maupun mental (Chinue,

Ahlaisten saaristossa (näytepiste 12 ja 13), Haminanholmassa (näytepiste 14), Merikarvian edustalla (näytepiste 16, 19 ja 37) sekä Kasalanjoen edustalla (näytepiste 17 ja

(3) Daya Pembeda soal menunjukkan 33 butir soal atau 66% memiliki daya pembeda jelek, 11 butir soal atau 22% memiliki daya pembeda cukup, 3 butir soal atau 6% memiliki daya

Harga saham mencerminkan nilai dari suatu perusahaan. Jika perusahaan mencapai prestasi yang baik, maka saham perusahaan tersebut akan banyak diminati oleh para

Peringkat ini juga dikenali juga sebagai zaman tahap kemuncak dalam tamadun China kerana pencapaiannya yang menakjubkan dalam pelbagai bidang seperti, kesusasteraan, sains