• Tidak ada hasil yang ditemukan

Spatial and Temporal Analysis of Avian Influenza on Poultry Sector IV in Daerah Istimewa Yogyakarta Province

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Spatial and Temporal Analysis of Avian Influenza on Poultry Sector IV in Daerah Istimewa Yogyakarta Province"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SPASIAL DAN TEMPORAL KASUS

AVIAN

INFLUENZA

PETERNAKAN UNGGAS SEKTOR IV DI

PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PURNAMA MARTHA OKTAVIA SIMANJUNTAK

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Spasial dan Temporal Kasus Avian Influenza Peternakan Unggas Sektor IVdi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakartaadalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Purnama Martha Oktavia Simanjuntak

(4)

RINGKASAN

PURNAMA MARTHA OKTAVIA SIMANJUNTAK. Analisis Spasial dan Temporal Kasus Avian Influenza Peternakan Unggas Sektor IV di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dibimbing oleh ETIH SUDARNIKA dan MUHAMMAD NUR AIDI.

Penyakit Avian Influenza (AI) pada unggas telah terjadi di Indonesia selama 9 tahun (2003-2012) dan berpotensi menjadi pandemi bagi manusia. ProvinsiDaerah Istimewa Yogyakarta(DIY)termasuk rawan penyebaran virus AI bahkan pernah menjadi daerah dengan jumlah kejadian kasus AI pada unggas yang tertinggi di Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pusat konsentrasi kasus AI, mengidentifikasi korelasi spasial dan pola kejadian kasus AI,mengidentifikasi adanya hubungan antara jumlah populasi unggas dengan kasus AI, mengetahui daerah-daerah yang menjadi hotspot dan mengetahui pola temporal kasus AI. Data yang digunakan dalam penelitian merupakan data sekunder yang diperoleh dari

Participatory Disease Surveillance and Responsedan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi DIY berupa jumlah kasus AI, titik koordinat GPS daerah yang diteliti dan populasi unggas per kecamatan di Provinsi DIY pada tahun 2009-2012. Analisis data dilakukan menggunakan metode mean spatial,

moran scatterplot, uji khi-kuadrat, dan ARIMA.Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai penyakit AI bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun masyarakat sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan pencegahan dan penanggulangan kasus AI di Provinsi DIY.

Pola spasial daerah yang menjadi pusat konsentrasi kasus AI secara umum mengalami pergeseran setiap tahunnya di tingkat kabupaten/kota maupun di tingkat provinsi ke daerah di dekatnya. Daerah yang muncul lebih dari satu kali sebagai pusat kasus AI di Provinsi DIY adalah Kabupaten Bantul.Kabupaten Gunung Kidul muncul satu kali sebagai pusat konsentrasi kasus AI. Daerah yang menjadi pusat konsentrasi kasus AI perlu diwaspadai sebagai sumber penularan AI.

Pola kejadian kasus AI di Provinsi DIY secara keseluruhan lebih sering terjadi dalam bentuk pola gerombol. Pola gerombol ini terjadi pada tahun 2010, tahun 2011, dan pada analisis selama empat tahun sekaligus. Pola acak hanya ditemukan pada tahun 2009 dan tahun 2012.

(5)

Analisis dengan uji khi-kuadratterhadap hubungan antara jumlah populasi dengan jumlah kasus AI di Provinsi DIY pada tahun 2009-2012 menunjukkan adanya hubungan diantara kedua hal tersebut. Hal ini berarti keberadaan AI di Provinsi DIY dipengaruhi oleh jumlah populasi unggas yang ada. Pengendalian jumlah populasi unggas dapat memberikan pengaruh yang nyata terhadap keberadaan penyakit AI.

Pola temporal kasus AI selama tahun 2009-2012 di Provinsi DIY diketahui menggunakan model ARIMA(0,2,1). Pola temporal hasil analisis memperlihatkan peningkatan kasus AI cenderung terjadi pada bulan Januari-Maret. Kecenderungan waktu terjadinya kasus AI bertepatan dengan terjadinya musim hujan.

(6)
(7)

SUMMARY

PURNAMA MARTHA OKTAVIA SIMANJUNTAK. Spatial and Temporal Analysis of Avian Influenza on Poultry Sector IV in Daerah Istimewa Yogyakarta Province. Supervised byETIH SUDARNIKAandMUHAMMAD NUR AIDI.

Avian influenza (AI) disease on poultry has occurred in Indonesia for 9 years (2003-2012) and potentially became a pandemic for human. DIY province was vulnerable in term of AI virus spreads, in fact it had ever became the highest AI cases on poultry in Indonesia.

The objectives of this research are to located the center on AI cases, spatial correlation and AI cases pattern identification, identifying the relationship between poultry population and the number of AI cases, locate areas that become hotspot and figure out AI cases temporal pattern. Data used in this research is a secondary data from Participatory Disease Surveillance and Response (PDSR) and Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi DIY for number of AI cases, GPS coordinate and poultry population of each sub-district in DIY province in 2009-2012. Mean spatial, moran scatterplot, Chi-Square test, and ARIMA are used for data analysis. Result from this research is expected to provide information regarding AI disease to the central government, regional government, and public society as an advice for deciding the prevention policy and AI cases treatment in DIY province.

Areas that become the center of AI cases generally moved every year at the district or provincial level to the nearby area. Areas that become center of AI cases more than once are Bantul district. Gunung Kidul district only once became the center of AI cases. Area that became the center of AI cases needs to be aware as a source of AI disease infection.

AI cases in DIY province generally in clustered pattern. Clustered pattern was occurred in 2010, 2011 and four year analysis. Random pattern found in 2009 and 2012.

There was a positive or negative of spatial correlation of AI cases in DIY province. Areas that became hotspot more than once and potentially became center of AI disease spread are Pakem sub-district, Samigaluh sub-district, Kalasan district, Umbulharjo district, Pandak district, Patuk sub-district, Sentolo sub-sub-district, Tempel sub-sub-district, Ngaglik sub-sub-district, Lendah sub-district, Jetis sub-district, Sanden sub-district and Sewon sub-district. Areas that became coldspot more than once and potentially vulnerable to AI disease are Girimulyo sub-district, Lendah sub-district, Moyudan sub-district, Prambanan sub-district, Turi sub-district, Gedangsari sub-district, Purwosari sub-district, Banguntapan sub-district, Pajangan sub-district, Imogiri sub-district and Bambanglipuro sub-district

Chi-Square analysis show the correlation between poultry population and number of AI cases in DIY province in 2009-2012. This mean that AI cases DIY province was affected by number of poultry population. Poultry population control can affected the AI cases.

(8)
(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner

ANALISIS SPASIAL DAN TEMPORAL KASUS

AVIAN

INFLUENZA

PETERNAKAN UNGGAS SEKTOR IV DI

PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(12)
(13)
(14)

Judul Tesis :Analisis Spasial dan Temporal Kasus Avian Influenza Peternakan Unggas Sektor IV di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nama : Purnama Martha Oktavia Simanjuntak

NIM : B251110061

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Etih Sudarnika, MSi Ketua

Diketahui oleh

Dr Ir Muhammad Nur Aidi, MS Anggota

Ketua Program Studi

Kesehatan MasyarakatVeteriner

Drmed vet drh Denny Widaya Lukman, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Allah atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah Avian Influenza, dengan judul Analisis Spasial dan Temporal Kasus Avian Influenza Peternakan Unggas Sektor IV di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada IbuDr Ir Etih Sudarnika, MSi, dan Bapak Dr Ir Muhammad Nur Aidi, MS,selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran dan masukan. Penulis juga menyampaikan penghargaan kepadaBapak drhSyafrison Idris, MSi (Direktorat Keswan Kementan),Ibu Siwi, Bapak Dhoto, Bapak Romli, Ibu Kurir dan Bapak Tri dari LDCC Provinsi DIYyang telah membantu selama pengumpulan data dan literatur, serta Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Pertanian Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan melalui beasiswa yang diberikan agar penulis dapat menempuh studi S2. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepadaDr med vet drh Denny Widaya Lukman, MSi, selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner. Tidak lupa disampaikan terimakasih kepadaseluruh karyawan dan dosen FKH IPB dan FMIPA IPB, orang tua, suami serta seluruh keluargayang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan tesis.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor,Juli2013

(16)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN v

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Hipotesis 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Surveilans 3

3 METODE PENELITIAN 7

Waktu dan Tempat Penelitian 7

Pengumpulan Data 7

Kerangka Konsep Penelitian 7

Analisis Data 8

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Pusat Konsentrasi Kasus AI 10

Pola Kejadian Kasus AI 16

Korelasi Spasial dan Hotspot Area 18

Hubungan Antara Jumlah Populasi Unggas dan Kasus AI 23

Pola Temporal 27

Faktor Risiko AI 33

5 SIMPULAN DAN SARAN 35

Simpulan 35

Saran 36

DAFTAR PUSTAKA 37

LAMPIRAN 39

(17)

DAFTAR TABEL

1 Tabel 1 Titik koordinat pusat konsentrasi kasus AI di Provinsi DIY

tahun 2009-2012 11

2 Tabel 2 Nilai Z hitung dan pola kejadian AI di Provinsi DIY tahun

2009-2012 17

3 Tabel 3 Distribusi frekuensi kecamatan yang terkena AI 24 4 Tabel 4 Distribusi frekuensi populasi unggas setiap kecamatan 24 5 Tabel 5 Hasil uji khi kuadrat antara jumlah populasi unggas dan

kejadian kasus AI di Provinsi DIY pada tahun 2009 25 6 Tabel 6 Hasil uji t terhadap masing-masing model ARIMA 31

7 Tabel 7 Nilai koefisien ARIMA(0,2,1) 32

8 Tabel 8 Prediksi kejadian kasus AI di Provinsi DIY pada tahun 2013 33

DAFTAR GAMBAR

1 Autokorelasi spasial dengan pola visual seperti papan catur (a) autokorelasi spasial positif, (b) autokorelasi spasial negatif, (c) tidak

terdapat autokorelasi spasial. 4

2 Kerangka konsep penelitian 8

3 Pusat konsentrasi kasus AI di Provinsi DIY tahun 2009-2012 (Kecamatan Pleret, Kecamatan Banguntapan, Kecamatan Patuk, dan

Kecamatan Sewon). 12

4 Pusat konsentrasi kasus AI di Kabupaten Bantul tahun 2009-2012 (Kecamatan Jetis, Kecamatan Bantul, dan Kecamatan Pleret). 12 5 Pusat konsentrasi kasus AI di Kabupaten Gunung Kidul tahun

2009-2012 (Kecamatan Playen, Kecamatan Wonosari, Kecamatan Paliyan,

dan Kecamatan Saptosari. 13

6 Pusat konsentrasi kasus AI di Kabupaten Kulon Progo tahun 2009-2012 (Kecamatan Pengasih, Kecamatan Wates, dan Kecamatan

Sentolo). 14

7 Pusat Konsentrasi Kasus AI di Kabupaten Sleman tahun 2009-2012

(Kecamatan Mlati dan Kecamatan Sleman). 14

8 Pusat Konsentrasi Kasus AI di Kota Yogyakarta tahun 2009-2012 (Kecamatan Mergangsan, Kecamatan Gondomanan, dan Kecamatan

Umbulharjo). 15

9 Ilustrasi pola penyakit (a) tahun x, (b) tahun y, (c) tahun x+tahun y. 18 10 Peta tematik berdasarkan plot pencaran Moran kasus AI tahun 2009

di Provinsi DIY 19

11 Peta tematik berdasarkan plot pencaran Moran kasus AI tahun 2010

di Provinsi DIY 20

12 Peta tematik berdasarkan plot pencaran Moran kasus AI tahun 2011

di Provinsi DIY 21

13 Peta tematik berdasarkan plot pencaran Moran kasus AI tahun 2012

di Provinsi DIY 22

14 Peta distribusi frekuensi kecamatan yang terkena AI di Provinsi DIY

(18)

15 Peta distribusi frekuensi kecamatan yang terkena AI di Provinsi DIY

tahun 2010 26

16 Peta distribusi frekuensi kecamatan yang terkena AI di Provinsi DIY

tahun 2011 26

17 Peta distribusi frekuensi kecamatan yang terkena AI di Provinsi DIY

tahun 2012 27

18 Plot data aktual kejadian AI bulanan di Provinsi DIY tahun

2009-2012 28

19 Nilai fungsi autokorelasi dari data aktual kasus AI di Provinsi DIY tahun 2009-2012 pada tingkat kepercayaan 95% 28 20 Nilai fungsi autokorelasi parsial dari data aktual kasus AI di Provinsi

DIY tahun 2009-2012 pada tingkat kepercayaan 95% 29 21 Plot data kejadian AI bulanan di Provinsi DIY tahun 2009-2012

hasil penurunankedua 30

22 Nilai fungsi autokorelasi dari penurunankedua terhadap data aktual kasus AI di Provinsi DIY tahun 2009-2012 pada tingkat kepercayaan

95% 30

23 Nilai fungsi autokorelasi parsial dari penurunankedua terhadap data aktual kasus AI di Provinsi DIY tahun 2009-2012 pada tingkat

kepercayaan 95% 31

24 Plot data aktual dan prediksi kejadian kasus AI berikutnya dengan

model terbaik ARIMA(0,2,1) 32

DAFTAR LAMPIRAN

1 Lampiran 1 Titik koordinat GPS dan jumlah unggas di Kabupaten

Kulon Progo 39

2 Lampiran 2 Titik koordinat GPS dan jumlah unggas di Kabupaten

Sleman 39

3 Lampiran 3 Titik koordinat GPS dan jumlah unggas di Kabupaten

Gunung Kidul 40

4 Lampiran 4 Titik koordinat GPS dan jumlah unggas di Kota

Yogyakarta 40

5 Lampiran 5 Titik koordinat GPS dan jumlah unggas di Kabupaten

Bantul 41

6 Lampiran 6 Plot data kejadian AI bulanan di Provinsi DIY tahun

2009-2012 hasil penurunanpertama 41

7 Lampiran 7 Nilai fungsi autokorelasi dari penurunanpertama terhadap data aktual kasus AI di Provinsi DIY tahun 2009-2012 pada

tingkat kepercayaan 95% 42

8 Lampiran 8 Nilai fungsi autokorelasi parsial dari penurunanpertama terhadap data aktual kasus AI di Provinsi DIY tahun 2009-2012 pada

(19)
(20)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyakit avian influenza(AI) H5N1 pada unggas telah terjadi di Indonesia selama 9 tahun (2003-2012). AI merupakan penyakit yang sangat mematikan bagi manusia, baik yang bersentuhan langsung dengan unggas yang terinfeksi maupun yang tidak mempunyai riwayat sedikitpun bersentuhan langsung dengan unggas yang terinfeksi AI. Berbagai upaya pencegahan yang dilakukan oleh pemerintah belum efektif untuk mengatasi jatuhnya korban dari penyakit AI ini, serta ditambah kurangnya partisipasi masyarakat untuk melakukan tindakan pencegahan terhadap penyebaran penyakit AI (Ditkeswan 2005).

Strategi surveilans untuk mendeteksi adanya virus AI H5N1 pada unggas dan burung-burung liar telah dilakukan beberapa negara untuk mengatasi penyakit ini. Surveilans epidemiologi ini merupakan upaya kewaspadaan dini kejadian AI sekaligus kewaspadaan dini pandemik influenza beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Surveilans epidemiologi bermanfaat untuk meningkatkan sikap tanggap kesiapsiagaan, upaya-upaya dan tindakan penanggulangan yang cepat dan tepat dalam melakukan deteksi awal terjadinya AI. Analisis spasial dapat menjadi salah satu metode dalam surveilans yang sangat bermanfaat dalam memberikan informasi yang menjelaskan lokasi atau letak, menjelaskan suatu kecenderungan (tren), menjelaskan tentang pola kejadian, serta pemodelan.

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terletak di bagian selatan

2

terdiri atas 1 kotamadya dan 4 kabupaten, yang terbagi lagi menjadi 78 kecamatan dan 438 desa/kelurahan (BPPD Provinsi DIY 2010). Provinsi DIY termasuk rawan penyebaran virus AI, terbukti setiap tahun terdapat laporan kasus unggas mati mendadak dan dinyatakan positif AI. Pemerintah di Provinsi DIY telah meningkatkan kewaspadaan dini terhadap serangan AI karena merebaknya kasus di sejumlah daerah. Provinsi DIY menjadi daerah dengan kasus AI tertinggi pada tahun 2011 yaitu sebanyak 141.6 per 1000 desa berdasarkan laporan Participatory Disease Surveillance and Response (PDSR) (UPPAI 2012).

Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah penyebaran kasus AI di Provinsi DIY di berbagai kecamatan dengan jumlah kasus yang bervariasi. Suatu daerah dengan kasus AI yang tinggi diduga berpengaruh terhadap kejadian AI di daerah sekitarnya. Jumlah populasi unggas dalam suatu daerah juga menjadi faktor yang mungkin berpengaruh terhadap kejadian AI. Informasi yang tepat mengenai daerah yang menjadi pusat terjadinya kasus AI, kemungkinan pergeseran pusat daerah kasus AI yang terjadi setiap tahunnya, waktu puncak terjadinya kasus AI (pola temporal), serta pola kejadian kasus AI akan dapat membantu pemerintah maupun masyarakat untuk menerapkan strategi terbaik dalam pengendalian dan pemberantasan penyakit AI di Provinsi DIY.

(21)

2

untuk pengendalian penyakit seperti malaria, demam berdarah, Aujeszky’s disease,dan Neospora caninum. Analisis spasial dan temporal dapat memberikan informasi yang lengkap mengenai korelasi spasial yang terjadi, pemetaan penyakit, waktu,dan pola kejadian penyakit.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengetahui daerah-daerah yang cenderung menjadi pusat konsentrasi kasus AI setiap tahunnya berdasarkan data pada periode 2009-2012 di Provinsi DIY sehingga dapat memberikan informasi bagi pemerintah dan masyarakat agar dapat menangani kasus AI dengan tepat; (2) mengidentifikasi pola kejadian kasus AI; (3) mengetahui korelasi spasial dan daerah-daerah yang menjadi hotspotsehingga diketahui pengaruh kejadian AI di suatu daerah dengan daerah sekitarnya; (4)mengidentifikasi adanya hubungan antara jumlah populasi unggas dengan kasus AI; dan (5) mengetahui pola temporal kasus AI agar penanganan AI oleh pemerintah dapat lebih tepat sasaran.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi penyebaran kasus AI H5N1 di Provinsi DIY mengenai daerah yang cenderung menjadi pusat konsentrasi kasus AI, korelasi spasial kasus AI, pola kejadian kasus AI, hubungan jumlah populasi unggas terhadap munculnya kasus AI, serta daerah-daerah yang menjadi hotspot dan pola temporal kasus AI. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun masyarakat sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan pencegahan dan pengendalian kasus AI H5N1 di Provinsi DIY.

Hipotesis

Hipotesis yang akan diuji pada penelitian ini adalah:

1. Terdapat pergeseran daerah yang menjadi pusat konsentrasi kejadian kasus AI setiap tahunnya.

2. Terdapat pola kejadian kasus AI.

3. Terdapat korelasi spasial AI dan daerah yang menjadi hotspot kasus AI.

4. Jumlah populasi unggas di suatu daerah berpengaruh terhadap kejadian kasus AI.

(22)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Surveilans

Surveilans epidemiologi merupakan pengamatan penyakit pada populasi yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan, untuk menjelaskan pola penyakit, riwayat penyakit dan memberikan data dasar untuk pengendalian dan penanggulangan penyakit tersebut. Surveilans epidemiologi tidak terbatas pada pengumpulan data, tetapi juga tabulasi, analisis dan interpretasi data serta publikasi dan distribusi informasi. Jenis data yang dikumpulkan juga menyangkut subjek yang sangat luas termasuk data tentang faktor risiko individu, demografis, dan lingkungan (Noor 2000).

Surveilans terpadu adalah kegiatan pengumpulan data, baik faktor risiko maupun kejadian penyakit yang dilakukan secara simultan, sistematik, periodik, berkesinambungan dan terencana, yang diikuti oleh analisis data untuk mendapatkan informasi yang digunakan dalam pengambilan keputusan (manajemen) (Hasyim 2008). Pola kejadian AI dapat dianalisis berdasarkan ruang (spasial) dan waktu (temporal). Kajian pola kejadian dan faktor risiko penyakit avian influenza (AI) dapat digunakan untuk menyusun program pengendalian dan pencegahan AI (Saswiyanti 2012). Analisis spasial dan temporal mendeteksi pengelompokan daerah (clustering area) yang memiliki intensitas kejadian paling tinggi dalam waktu tertentu dan mengevaluasi signifikansinya secara statistik (Kulldorf 2010).

Analisis Spasial

Analisis spasial merupakan sekumpulan metode untuk menemukan dan menggambarkan tingkatan atau pola dari sebuah fenomena spasial, sehingga dapat dimengerti dengan lebih baik. Penggunaan analisis diharapkan dapat memberikan infomasi baru yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan di bidang yang dikaji. Metode analisis spasial yang tersedia sangat bervariasi berupa observasi visual sampai ke pemanfaatan matematika/statistik terapan (Sadahiro 2006).

(23)

4

Asosiasi Spasial

Asosiasi spasial di beberapa literatur tidak dibedakan dengan sebutan autokorelasi spasial, karena pada dasarnya secara definisi memang mengacu pada pemaknaan yang sama yaitu terdapatnya suatu kemiripan objek di dalam suatu ruang yang saling berhubungan. Penggunaan asosiasi lebih menekankan pada data yang bersifat kategorik sedangkan korelasi mengacu pada hubungan data numerik. Pada kasus spasial, penggunaan istilah asosiasi jika suatu data berbasis pada data areal (polygon) dan memiliki hubungan yang bersifat ketetanggaan, sedangkan istilah korelasi dalam konteks spasial, digunakan jika data berbasis titik (point patern) dan memiliki hubungan yang mengacu pada jarak. Penelitian ini tidak akan membedakan antara penggunaan istilah asosiasi ataupun korelasi spasial, hal ini karena beragam literatur yang peneliti gunakan. Silk (1979) dalam bukunya menjelaskan tentang autokorelasi berbasis pada data area ada yang bersifat positif dan negatif. Autokorelasi dikatakan positif jika dalam suatu daerah yang saling berdekatan mempunyai nilai yang mirip dan bersifat menggerombol. Autokorelasi dikatakan negatif jika dalam suatu daerah yang berdekatan nilainya berbeda dan tidak mirip. Ilustrasi mengenai autokorelasi dapat dilihat pada Gambar 1.

Morans Scatterplot

Morans scatterplot menyediakan suatu analisis eksplorasi secara visual untuk mendeteksi autokorelasi spasial (Anselin 1995). Hasil yang ditampilkan adalah data yang telah distandardisasikan dalam z-score, dan bukan menggunakan

(24)

5 data aslinya. Perolehan z-score ini merupakan beda nilai antara pengamatan dengan nilai (rataan) harapan dari peubah. Standarisasi mengacu pada simpangan baku. Z-score berdistribusi normal dan memiliki persamaan sebagai berikut.

Zi =

merupakan nilai dari peubah yang diamati di lokasi . merupakan nilai rataan dari peubah pada semua lokasi dan adalah simpangan baku dari peubah . Morans scatterplot disajikan berbasis pada data z-score suatu lokasi pada satu sumbu, dan nilai z-score rata-rata tetangganya pada sumbu yang lain. Secara visual Morans scatterplot terbagi atas 4 kuadran.

Kuadran pertama terletak di kanan atas yang disebut juga kuadran high-high, artinya memiliki autokorelasi positif. Nilai pengamatan lokasi tersebut tinggi dan dikelilingi oleh area sekitar yang juga tinggi. Pola visual yang terbentuk adalah pola gerombol (cluster) antara area bernilai pengamatan tinggi dan dilambangkan dengan warna merah tua. Kuadran kedua terletak di kanan bawah yang disebut kuadran high-lo, artinya memiliki autokorelasi negatif. Nilai pengamatan lokasi tersebut tinggi dan dikelilingi oleh area sekitar yang memiliki nilai rendah. Pola visual yang terbentuk adalah pola outliers dengan nilai pengamatan tinggi (hotspot) dilambangkan dengan warna merah muda. Kuadran ketiga terletak di kiri bawah yang disebut kuadran low-low, artinya memiliki autokorelasi positif. Nilai pengamatan lokasi tersebut rendah dan dikelilingi oleh area sekitar yang juga rendah. Pola visual yang terbentuk adalah pola gerombol (cluster) antara area pengamatan yang rendah dan dilambangkan dengan warna biru tua. Kuadran keempat terletak di kiri atas yang disebut kuadran low-high

artinya memiliki autokorelasi negatif. Nilai pengamatan lokasi tersebut rendah dan dikelilingi oleh area yang tinggi. Pola visual yang terbentuk adalah pola

outliers dengan nilai pengamatan rendah (coldspot) yang dilambangkan dengan warna biru muda (Anselin 1995).

Hotspot

Hotspot didefinisikan sebagai sesuatu yang tidak biasa, anomali, kelainan, wabah, cluster tinggi, atau daerah kritis (Patil dan Taillie 2004). Harran et al.

(2006) juga menyatakan bahwa hotspot adalah lokasi atau daerah yang memiliki kejadian dengan tingkatan yang tinggi dan konsisten dengan kemungkinan memiliki karakteristik yang berbeda dengan daerah sekitarnya.

ARIMA

(25)

6

(26)

3

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan Maret 2013 sampai dengan April 2013.

Pengumpulan Data

Sumber data adalah data sekunder dari kejadian kasus aktif AI H5N1 di Provinsi DIY tahun 2009-2012. Data kasus AI berasal dari data yang telah diambil oleh petugas PDSR hasil kerjasama Direktorat Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dengan Food Agricultural Organization (FAO). Data sekunder yang digunakan berupa jumlah kasus aktif AI di Provinsi DIY dan koordinat titik global positioning system (GPS)kasus positif AI H5N1 yang dicatat setiap bulan dari Januari sampai dengan Desember pada periode yang ditentukan. Koordinat GPS tersebut diambil menggunakan alat bantu GPS merek Garmin tipe 72S yang memiliki akurasi 15 meter. Data mengenai jumlah populasi unggas dan peta digital daerah-daerah di Provinsi DIY diperoleh dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi DIY.

Kerangka Konsep Penelitian

(27)

8

Analisis Data

Analisis akan dilakukan terhadap jumlah kejadian kasus aktif AI H5N1selama periode 2009-2012 pada sektor IV di Provinsi DIY, koordinat titik GPS kasus positif AI H5N1, serta koordinat titik GPS lokasi seluruh kecamatan yang ada di Provinsi DIY. Peta digital Provinsi DIY diperoleh dari Dinas Peternakan dan Kesehatan HewanProvinsi DIY.

Perubahan pusat konsentrasi kasus AI dianalisis pada setiap tahun dan dibandingkan dengan tahun lainnya selama tahun 2009-2012 menggunakan Metode mean spatial. Analisis akan memberikan hasil berupa kecamatan yang menjadi pusat konsentrasi AI di tiap kabupaten/kota di Provinsi DIY. Persamaan

mean spatialadalah: dan

dan merupakannilai rataan dari titik koordinat GPS daerah kecamatan yang diteliti. Wi adalah jumlah unggas sakit pada kecamatan yang diamati.Xi dan yi adalah nilai koordinat GPS masing-masing kecamatan yang diamati.

(28)

9 Pola kejadian kasus AI dianalisis dengan persamaan morans scatterplotyang menghitung z-scoredi setiap wilayah yang diteliti. Analisis ini memerlukan peta daerahProvinsi DIY yang akan disandingkan dengan data kasus aktif di daerah tersebut. Z-score kecamatan yang diamati akan dibandingkan dengan z-score rata-rata kecamatan tetangganya.Hasil analisis akan memberikan gambaranpola kejadian AI diProvinsi DIY berupa gerombol, reguler atau acak.Persamaan

morans scatterplot adalah:

Zi =

Zi merupakan z-score yang merupakan beda nilai antara pengamatan dengan nilai (rataan) harapan dari jumlah kasus aktif AI. merupakan jumlah kasus AI yang diamati di kecamatan (dihitung per kabupaten/kota). merupakan nilai rataan dari jumlah kasus AI pada semua kecamatan di Provinsi DIY dan adalah simpangan baku dari jumlah kasus aktif AI.

Analisismenggunakan morans scatterplotjuga dapat menentukan adanya korelasi spasial dan daerah yang menjadi hotspot kasus AI. Morans scatterplot

disajikan berbasis pada data z-score suatu lokasi pada satu sumbu dan nilai z-score rata-rata tetangganya pada sumbu yang lain untuk mengetahui korelasi spasial setiap daerah yang diamati.Z-scoreyang diperoleh akan menentukan pembagian setiap daerah yang diteliti ke dalam kuadran yang sesuai menggunakan piranti lunak SPSS versi 16.0. Kuadran tersebut terbagi menjadi empat yaitu kuadran pertama yang disebut high-high, kuadran kedua yang disebut high-low

dan dikenal sebagai hotspot, kuadran ketiga yang disebut low-low, serta kuadran keempat yang disebut low-highdan dikenal sebagai coldspot. Besarnya nilai z-score juga akan menentukan korelasi spasial yang ada pada daerah yang diteliti. Area hotspot kasus AI dapat diketahui dari hasil penggolongan kuadran yang telah diperoleh dan kemudian divisualisasikan dalam bentuk peta tematik Provinsi DIY dengan menggunakan piranti lunak ArcGIS versi 10.1.

Uji khi-kuadrat akan digunakan untuk menganalisis hubungan kasus aktif AI dengan jumlah unggas di masing-masing kecamatan. Sebelum dilakukan uji maka dibuat terlebih dahulu distribusi frekuensi jumlah kasus AI per kecamatan dan jumlah populasi unggas. Hasil uji akan memberikan keputusan adanya hubungan antara jumlah unggas di suatu kecamatan terhadap munculnya kasus AI di daerah tersebut apabila nilai p-value yang diperoleh lebih kecil dari alfa (<0.05).

(29)

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Provinsi DIY terletak di bagian tengah-selatan administratif Provinsi DIY terdiri dari limadaerahyaitusatu Kotamadya dan empat Kabupaten yang seluruhnya terbagi ke dalam 78 kecamatan.Penduduk di Provinsi DIY masih banyak yang memelihara unggas antara lain ayam, itik dan burung puyuh. Provinsi DIY merupakan provinsi yang rawan terjadiwabahAI. Hal ini karena posisi geografis Provinsi DIY yang berada pada perlintasan mobilitas penduduk dari bagian barat ke bagian timur Pulau Jawa (Dinkes DIY 2012). Kasus AI yang terjadi di Provinsi DIY diketahui jumlahnya setiap tahun melalui survei yang dilakukan oleh tim PDSR.

Pusat Konsentrasi Kasus AI

Perubahan pusat konsentrasi kasus AI setiap tahunnya selama periode 2009-2012 diperoleh menggunakan metode perhitungan mean spatial. Hasilnya diperoleh suatu titik koordinat yang menunjukkan daerah yang menjadi pusat konsentrasi kasus AI di Provinsi DIY maupun di masing-masing kabupaten/kota.Hasil yang diperoleh disajikan pada Tabel 1.

Pusat konsentrasi kasus AI selalu berubah daerahnya baik di tingkat kabupaten/kota maupun di tingkat provinsi pada setiap tahun yang diamati. Namun demikian jika dicermati lebih lanjut dapat diketahui bahwa daerah yang menjadi pusat konsentrasi kasus AI tersebut letaknya selalu berdekatan atau bahkan bertetangga.

Daerah yang menjadi pusat konsentrasi kasus AI di Provinsi DIY pada tahun 2009 adalah Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul; pada tahun 2010 adalah Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul; pada tahun 2011 Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul; dan pada tahun 2012 adalah Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul. Secara geografis Kecamatan Pleret, Kecamatan Banguntapan, dan Kecamatan Sewon terletak bertetangga, sementara Kecamatan Patuk juga masih terletak berdekatan dan hanya terpisah oleh satu kecamatan. Jika dilihat dari pada Gambar 3, maka diketahui bahwa Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kiduljuga terletak bertetangga.

Daerah yang menjadi pusat konsentrasi kasus AI di Kabupaten Bantul pada tahun 2009 adalah Kecamatan Jetis, pada tahun 2010 dan 2011 adalah Kecamatan Bantul, sedangkan pada tahun 2012 adalah Kecamatan Pleret. Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa secara geografis ketiga kecamatan yang menjadi pusat konsentrasi kasus AI di Kabupaten Bantul pada tahun 2009-2012 terletak bertetangga.

(30)

11 konsentrasi kasus AI di Kabupaten Kabupaten Gunung Kidul pada tahun 2009-2012 terletak bertetangga.

Tabel 1 Titik koordinat pusat konsentrasi kasus AI di Provinsi DIY tahun 2009-2012

Daerah Tahun

Koordinat

Pusat Kasus AI

LS BT

Provinsi DIY 2009 7.86832 110.40500 Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul

2010 7.85748 110.39201 Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul

2011 7.91371 110.49033 Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul 2012 7.85764 110.37821 Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul

Kabupaten

Bantul 2009 7.89407 110.36765 Kecamatan Jetis 2010 7.89332 110.34886 Kecamatan Bantul 2011 7.90799 110.33001 Kecamatan Bantul

2012 7.89595 110.41656 Kecamatan Pleret

Kabupaten

Gunung Kidul 2009 7.95345 110.57849 Kecamatan Playen 2010 7.97287 110.61325 Kecamatan Wonosari

2011 7.95961 110.59721 Kecamatan Wonosari 2012 7.98750 110.49315 Kecamatan Paliyan/Saptosari

Kabupaten

Kulon Progo 2009 7.83732 110.16212 Kecamatan Pengasih 2010 7.82545 110.15082 Kecamatan Wates 2011 7.81303 110.19103 Kecamatan Sentolo

2012 7.85269 110.17924 Kecamatan Pengasih

Kota

Yogyakarta 2009 7.81039 110.37945 Kecamatan Mergangsan 2010 7.80193 110.37045 Kecamatan Gondomanan

2011 7.80405 110.38032 Kecamatan Umbulharjo 2012 7.81240 110.39000 Kecamatan Umbulharjo

Kabupaten Sleman

2009 7.72672 110.37068 Kecamatan Mlati

2010 7.72755 110.36409 Kecamatan Mlati 2011 7.71114 110.39684 Kecamatan Sleman

(31)

12

Gambar 3Pusat konsentrasi kasus AI di Provinsi DIYtahun 2009-2012 (Kecamatan Pleret, Kecamatan Banguntapan, Kecamatan Patuk, dan Kecamatan Sewon).

(32)

13 Daerah yang menjadi pusat konsentrasi kasus AI di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2009 dan 2012 adalah Kecamatan Pengasih, pada tahun 2010 adalah Kecamatan Wates, dan pada tahun 2011 pusat konsentrasi kasus AI berada di Kecamatan Sentolo. Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa secara geografis ketiga kecamatan yang menjadi pusat konsentrasi kasus AI di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2009-2012 terletak bertetangga.

Daerah yang menjadi pusat konsentrasi kasus AI di Kabupaten Sleman pada tahun 2009, 2010 dan 2012 adalah Kecamatan Mlati, sedangkan pada tahun 2010 yang menjadi pusat konsentrasi AI adalah Kecamatan Sleman. Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa secara geografis kedua kecamatan yang menjadi pusat konsentrasi kasus AI di Kabupaten Sleman pada tahun 2009-2012 terletak bertetangga.

Daerah yang menjadi pusat konsentrasi kasus AI di Kota Yogyakarta pada tahun 2009 adalah Kecamatan Mergangsan, pada tahun 2010 adalah Kecamatan Gondomanan, dan pada tahun 2011 serta 2012 pusat konsentrasi kasus AI berada di Kecamatan Umbulharjo. Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa secara geografis ketiga kecamatan yang menjadi pusat konsentrasi kasus AI di Kota Yogyakarta pada tahun 2009-2012 terletak bertetangga.

(33)

14

Gambar 6Pusat konsentrasi kasus AI di Kabupaten Kulon Progo tahun 2009-2012 (Kecamatan Pengasih, Kecamatan Wates, dan Kecamatan Sentolo).

(34)

15

Setelah diketahui daerah-daerah yang menjadi pusat konsentrasi kasus AI setiap tahunnya maka dapat dilakukan tindakan untuk pencegahan dan pengendalian kasus AI. Daerah yang menjadi pusat konsentrasi AI perlu lebih diwaspadai karena dapat menjadi sumber penyebaran penyakit AI ke daerah lainnya. Terlihat adanya kecenderungan beberapa daerah yang muncul lebih dari satu kali sebagai pusat kasus AI yaitu Kecamatan Pleret, Kecamatan Bantul, Kecamatan Wonosari dan Kecamatan Umbulharjo. Hal ini menandakan bahwa daerah tersebut berpotensi lebih besar sebagai sumber penyakit AI. Tindakanpencegahan dan pengendalian penyakit AIyang dapat dilakukan di daerah ini adalah vaksinasi terhadap unggas yng dipelihara secara intensif disertai biosekuriti yang ketat. Pengendalian lalu lintas keluar masuk unggas dari daerah pusat konsentrasi kasus AI juga perlu dibatasi bahkan dilakukan pelarangan sampai kasus AI yang timbul berhasil diatasi. Jika memungkinkan, stamping out

merupakan tindakan terbaik yang dapat dilakukan (Ditkeswan 2008). Namun demikian tindakan eliminasi di Asia sangat sulit dilakukan sehubungan dengan kondisi sosial ekonomi yang ada sehingga sebagai alternatif dapat dilakukan depopulasi terbatas. Vaksinasi menjadi strategi yang diterapkan secara luas. Sebanyak 400 juta dosis vaksin telah didistribusikan sejak tahun 2004 di Indonesia (Sedyaningsih et al. 2007).

Pergeseran daerah yang menjadi pusat konsentrasi penyakit AI setiap tahunnya dapat terjadi karena adanya perubahan jumlah populasi unggas, lalu lintas unggas serta tindakan pencegahan dan pengendalian yang telah dilakukan di

(35)

16

daerah tersebut. Tindakan surveilans yang berkesinambungan sangat diperlukan untuk dapat memberikan input data statistik yang berguna mengenai situasi penyakit AI serta data lainnya yang mendukung untuk melakukan tindakan lebih lanjut.

Pola Kejadian Kasus AI

Hasil analisis spasial terhadap pola kejadian kasus AIdi masing-masing kabupaten/kota dan di Provinsi DIY pada penelitian ini disajikan pada Tabel 2. Kejadian kasus AI yang terjadi di Kabupaten Bantul pada tahun 2009 berpola gerombol, namun berpola acak pada tahun lainnya. Kejadian kasus AI yang terjadi diKabupaten Gunung Kidul berpola gerombol hanya pada tahun 2012, sedangkan pada tahun lainnya berpola acak. Kejadian kasus AI yang terjadi diKabupaten Kulon Progo berpola acak pada setiap tahun yang diamati. Kejadian kasus AI yang terjadi diKota Yogyakarta berpola gerombol hanya pada tahun 2012, sedangkan pada tahun lainnya berpola acak. Kejadian kasus AI yang terjadi di Kabupaten Sleman pada setiap tahun yang diamati seluruhnya berpola acak.

Hal ini berbeda dengan kejadian kasus AI di Provinsi DIY. Hasil analisis spasial menunjukkan pola acak cenderung lebih sedikit dari pola gerombol pada setiap tahun yang diamati. Pola acak terjadi pada tahun 2009 dan tahun 2012, sementara pola gerombol terjadi pada tahun 2010, tahun 2011, dan pada analisis selama empat tahun sekaligus.

Kejadian AI dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang bervariasi. Pola kejadian penyakit yang acak dapat terjadi karena luas daerahper kecamatan memiliki variasi yang besar yang besar, adanya buffer zone atau waktu pengamatan yang cukup singkat. Beberapa penyakit memerlukan waktu yang lebih lama untuk dapat diamati polanya. Penambahanwaktu penelitian atau pengamatan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai pola yang ada. Ilustrasi mengenai pola kejadian penyakit dapat dilihat pada Gambar 9. Penyakit pada tahun X dan tahun Y terlihat acak, namun ketika pengamatan penyakit pada tahun X dan tahun Y digabungkan maka dapat terlihat adanya pola gerombol yang menunjukkan adanya pengelompokkan kejadian penyakit.

(36)

17

Tabel 2Nilai Z hitung dan pola kejadian AI di Provinsi DIY tahun 2009-2012

Daerah Tahun Z-hitung Indeks

Moran P-value Pola Kejadian AI

(37)

18

Korelasi Spasial dan Hotspot Area

Morans scatterplotsecara visual terbagi atas empat kuadran. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk peta tematik dengan indeks lima macam warna. Daerah yang termasuk kategori high-high (kuadran pertama) memiliki autokorelasi positif dan dilambangkan dengan warna merah tua pada peta. Daerah ini memiliki nilai pengamatan kasus AI yang tinggi dengan dikelilingi oleh daerah dengan nilai pengamatan kasus AI yang juga tinggi. Daerah yang termasuk kategori high-low

(kuadran kedua) memiliki autokorelasi negatif dan dilambangkan dengan warna merah muda pada peta. Daerah ini memiliki nilai pengamatan kasus AI yang tinggi dengan dikelilingi oleh daerah dengan nilai pengamatan kasus AI yang rendah. Kuadran kedua merupakan daerah hotspot sehingga daerah ini perlu diwaspadai sebagai daerah yang menjadi sumber penularan AI. Daerah yang termasuk kategori low-low (kuadran ketiga) memiliki autokorelasi positif dan dilambangkan dengan warna biru tua pada peta. Daerah ini memiliki nilai pengamatan kasus AI yang rendah dengan dikelilingi oleh daerah dengan nilai pengamatan kasus AI yang juga rendah. Daerah yang termasuk kategori low-high

(kuadran keempat) memiliki autokorelasi negatif dan dilambangkan dengan warna biru muda pada peta. Daerah ini memiliki nilai pengamatan kasus AI yang rendah dengan dikelilingi oleh daerah dengan nilai pengamatan kasus AI yang tinggi. Kuadran keempat merupakan daerah coldspot sehingga daerah ini juga perlu lebih diperhatikan karena berpotensi menjadi tempat pertama yang mudah tertular AI.

Korelasi spasial kasus AI yang terjadi di Provinsi DIY pada tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar 10. Daerah yang berpotensi menjadi sumber penularan AIdi Kabupaten Sleman adalahKecamatan Berbah, Kecamatan Kalasan, Kecamatan Turi, dan Kecamatan Pakem. Daerah yang berpotensi menjadi sumber penularan AIdi Kota Yogyakarta adalah Kecamatan Umbulharjo. Daerah yang

(38)

19 berpotensi menjadi sumber penularan AI di Kabupaten Bantul adalah Kecamatan Kasihan, Kecamatan Sanden, dan Kecamatan Sewon. Pada Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Gunung Kidul tidak ditemukan daerah yang berpotensi menjadi sumber penularan AI pada tahun 2009.

Daerah yang berpotensi tertular AI di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2009 terdapat padaKecamatan Girimulyo dan Kecamatan Lendah. Daerah yang berpotensi tertular AIkasus AI di Kabupaten Sleman adalah Kecamatan Moyudan dan Kecamatan Prambanan. Daerah yang berpotensi tertular AIdi Kabupaten Gunung Kidul adalah Kecamatan Gedangsari,Kecamatan Purwosari,dan Kecamatan Semin. Daerah yang berpotensi tertular AIdi Kota Yogyakarta adalah Kecamatan Kotagede. Daerah yang berpotensi tertular AIdi Kabupaten Bantul adalah Kecamatan Banguntapan dan Kecamatan Pajangan.

Peta tematik pada area berwarna abu-abu menunjukkan tidak adanya korelasi spasial kasus AI. Daerah yang tidak terdapat korelasi spasial kasus AI adalah Kecamatan Bambanglipuro, Kecamatan Bantul, Kecamatan Cangkringan, Kecamatan Galur, Kecamatan Gamping, Kecamatan Godean, Kecamatan Mlati, Kecamatan Nanggulan, Kecamatan Ngaglik, Kecamatan Paliyan, Kecamatan Pengasih, Kecamatan Ponjong, Kecamatan Pundong, Kecamatan Sedayu, Kecamatan Semanu, Kecamatan Seyegan, Kecamatan Sleman, Kecamatan Srandakan, dan Kecamatan Tanjungsari.

Gambaran korelasi spasial yang terjadi pada tahun 2010 memiliki pola yang berbeda dan tersaji pada Gambar 11. Daerah yang berpotensi menjadi sumber

(39)

20

penularan AIdi Kabupaten Kulon Progo adalah KecamatanPanjatan, KecamatanLendah, dan KecamatanSamigaluh. Daerah yang berpotensi menjadi sumber penularan AIdi Kabupaten Sleman adalah KecamatanMlati, KecamatanNgaglik, KecamatanPakem, dan KecamatanPrambanan.Daerah yang berpotensi menjadi sumber penularan AIdi Kota Yogyakarta adalahKecamatan Gondokusuman. Daerah yang berpotensi menjadi sumber penularan AIdi Kabupaten Bantul adalah KecamatanDlingo. Tidak ditemukan daerah yang berpotensi menjadi sumber penularan AIdi Kabupaten Gunung Kidul.

Daerah yang berpotensi tertular AIpada tahun 2010 di Kabupaten Kulon Progo adalahKecamatan Kalibawang.Daerah yang berpotensi tertular AI di Kabupaten Sleman adalahKecamatan Cangkringan, Kecamatan Sleman, Kecamatan Turi, Kecamatan Depok, dan Kecamatan Moyudan.Daerah yang berpotensi tertular AI di Kabupaten Gunung KiduladalahKecamatanGedangsaridan KecamatanSemanu.Tidak ditemukan daerah yang berpotensi tertular AI di Kota Yogyakarta dan di Kabupaten Bantul.

Korelasi spasial kasus AI yang terjadi di Provinsi DIY pada tahun 2011 dapat dilihat pada Gambar 12. Daerah yang menjadihotspot kasus AI dan perlu diwaspadai sebagai sumber penularan AI di Kabupaten Kulon Progo adalah KecamatanSentolo,KecamatanGirimulyo, dan KecamatanSamigaluh. Daerah yang berpotensi menjadi sumber penularan AI di Kabupaten Sleman

(40)

21 adalahKecamatanTempel dan KecamatanKalasan. Daerah yang berpotensi menjadi sumber penularan AI di Kabupaten Gunung Kidul adalahKecamatanPatuk. Daerah yang berpotensi menjadi sumber penularan AI di Kabupaten Kota Yogyakarta

adalahKecamatanUmbulharjo,KecamatanJetis,KecamatanDanurejan, dan KecamatanGedongtengen. Daerah yang berpotensi menjadi sumber penularan AI

di Kabupaten Bantul adalahKecamatanJetis (terdapat kecamatan yang memiliki nama sama dengan kecamatan yang terdapat pada Kota Yogyakarta),KecamatanKretek,

KecamatanBantul,KecamatanPandak,KecamatanSrandakan,dan KecamatanPleret. Sementara daerah yang menjadi coldspot dan rawan tertular AI di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2011 adalah KecamatanLendah dan KecamatanNanggulan. Daerah yang berpotensi tertular AIdi Kabupaten Sleman adalahKecamatanPrambanan danKecamatanMoyudan. Daerah yang berpotensi tertular AIdi Kabupaten Gunung Kidul adalahKecamatanPurwosari dan KecamatanGedangsari. Daerah yang berpotensi tertular AI di Kota Yogyakarta adalahKecamatanGondokusuman. Daerah yang berpotensi tertular AIdi Kabupaten Bantul adalahKecamatanGirisubo, KecamatanBanguntapan,KecamatanPiyungan,KecamatanSanden,Kecamatan Pajangan,KecamatanImogiri,KecamatanBambanglipuro,dan KecamatanDlingo.

(41)

22

Korelasi spasial kasus AI yang terjadi di Provinsi DIY pada tahun 2012 dapat dilihat pada Gambar 13. Daerah yang berpotensi menjadi sumber penularan AIpada tahun ini ada 12 kecamatan. Daerah yang berpotensi menjadi sumber penularan AIdi Kabupaten Kulon Progo adalah KecamatanKokap, KecamatanLendah, dan KecamatanSentolo. Daerah yang berpotensi menjadi sumber penularan AIdi Kabupaten Sleman adalah KecamatanGodean, KecamatanTempel, dan KecamatanNgaglik. Daerah yang berpotensi menjadi sumber penularan AIdi Kabupaten Gunung Kidul adalah KecamatanPatuk. Daerah yang berpotensi menjadi sumber penularan AIdi Kabupaten Kota Yogyakarta adalahKecamatanUmbulharjo. Daerah yang berpotensi menjadi sumber penularan AI di Kabupaten Bantul adalah KecamatanJetis, Kecamatan Pandak, KecamatanSanden, dan KecamatanSewon.

Sementara daerah yang menjadi coldspot dan rawan tertular AI di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2012 adalah Kecamatan Pengasih,Kecamatan Temon,Kecamatan Panjatan,dan Kecamatan Girimulyo. Daerah yang berpotensi tertular AIdi Kabupaten Sleman adalah Kecamatan Mlati,Kecamatan Seyegan,Kecamatan Prambanan,Kecamatan Turi,dan Kecamatan Moyudan. Daerah yang berpotensi tertular AIdi Kabupaten Gunung Kidul adalahKecamatan Saptosari. Daerah yang berpotensi tertular AIdi Kabupaten Kota Yogyakarta adalahKecamatan Gondokusuman dan Kecamatan Mergangsan. Daerah yang berpotensi tertular AIdi Kabupaten Bantul adalah Kecamatan Banguntapan,Kecamatan Bambanglipuro,Kecamatan Bantul,Kecamatan Srandakan,Kecamatan Imogiri,dan Kecamatan Pajangan.

(42)

23 Perubahan daerah yang menjadi hotspot dapat terjadi karena penyakit AI dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Faktor tersebut antara lain asal Day Old Chicken (DOC), keberadaan peternakan sektor III, status vaksinasi, luas daerah, manajemen umum, pergerakan unggas liar, dan keberadaan hewan lainnya. Widiasih et al.(2006) menyatakan bahwa keberadaan hewan pengerat memberikan infeksi 1,90 kali lebih besar daripada yang tidak ada hewan pengerat. Keberadaan penyakit lain juga sangat berpengaruh antara lain Newcastle Disease dan Gumboro karena dapat menurunkan kekebalan tubuh sehingga AI menjadi lebih ganas. Karenanya untuk memastikan penyebab pergeseran daerah yang menjadi

hotspot kasus AI di Provinsi DIY diperlukan data-data pendukung lain yang berkaitan dengan kejadian AI.

Kecamatan yang masuk dalam kategori hotspot lebih dari satu tahun pengamatan adalah Kecamatan Pakem, Kecamatan Samigaluh, Kecamatan Jetis, Kecamatan Lendah, Kecamatan Pandak, Kecamatan Kecamatan Sewon, Kecamatan Tempel, Kecamatan Ngaglik, Kecamatan Kalasan, Kecamatan Patuk, Kecamatan Sanden, Kecamatan Sentolo, dan Kecamatan Umbulharjo. Kecamatan yang termasuk dalam kategori hotspot merupakan kecamatan dengan jumlah kasus AI tinggi namun dikelilingi oleh kecamatan dengan jumlah kasus AI yang rendah sehingga berpotensi sebagai sumber penyebaran penyakit AI. Kecamatan yang berbatasan dengan daerah hotspotrentan terhadap penularan AI.

Perubahan daerah hotspot yang paling menarik terjadi di Kecamatan Lendah, Kabupaten Kulon Progo. Kecamatan Lendah merupakan daerah yang memiliki kecenderungan menjadi daerah hotspot dan juga sekaligus memiliki kecenderungan untuk menjadi daerah coldspot. Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh adanya perubahan kuadran dan keberadaan kasus AI di kecamatan lain letaknya bertetangga dengan Kecamatan Lendah.

Tindakan vaksinasimungkin dapat dilakukan untuk mencegah dan mengurangi penyebarluasan penyakit AI di daerah-daerah tertular dan terancam apabila dilakukan pada populasi unggas yang dipelihara secara intensif. Namun demikian, pelaksanaan vaksinasi harus dilakukan secara terpadu, masal dan didukung oleh biosekuriti yang ketat. Tujuan utama vaksinasi adalah untuk mengurangi risiko terjadinya pandemi AI pada manusia (Domenech et al. 2009). Vaksinasi yang baik bila dapat dilakukan mencapai 70% dari populasi unggas yang ada. Pembatasan lalu lintas unggas serta produknya keluar dari daerah

hotspotjuga berperan penting dalam menekan penyebaran penyakit AI (Martindah

et al. 2006).Produk unggas yang sering ditemukan beredar antara lain kotoran unggas, limbah unggas, dan bangkai unggas. Produk unggas ini umumnya digunakan oleh masyarakat sebagai pupuk atau pakan ternak.

Hubungan Antara Jumlah Populasi Unggas dan Kasus AI

Hubungan antara jumlah populasi unggas dan kasus AI dianalisis menggunakan uji khi-kuadrat. Data yang diuji dengan ujikhi-kuadrat tersaji pada Tabel 3 dan Tabel 4.Hasil analisis uji khi-kuadratdibagi menjadi dua sebagai berikut:

(43)

24

H1 : Ada hubungan antara jumlah populasi unggas dan jumlah kasus AI.

Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan adanya hubungan antara jumlah populasi unggas dan jumlah kasus AI di Provinsi DIY pada tahun 2009-2012 seperti yang tersaji pada Tabel 5. Hal ini berarti pengendalian terhadap keberadaan populasi unggas akan dapat memberikan pengaruh yang nyata terhadap pengendalian penyakit AI. Pembatasan jumlah unggas yang dipelihara di suatu daerah kemungkinan akan dapat menekan laju pertumbuhan penyakit AI. Analisis yang dilakukan hanya menghitung unggas peliharaan dan belum memperhitungkan jumlah unggas liar yang ada di wilayah pengamatan.

Gambaran distribusi frekuensi kecamatan yang terkena AI di Provinsi DIY diperlihatkan lebih jelas pada gambar peta tematik. Pemberian warna yang semakin tua menunjukkan jumlah kasus AI yang lebih banyak jika dibandingkan dengan warna yang lebih muda. Gambar 14, Gambar 15, Gambar 16, dan Gambar 17 merupakan gambaran distribusi frekuensi kecamatan yang terkena AI di Provinsi DIY pada tahun 2009-2012.Berdasarkan gambar peta tematik dapat diketahui bahwa distribusi frekuensi kecamatan yang terkena AI selalu mengalami perubahan setiap tahunnya. Adapun data kejadian kasus AI menggunakan desa sebagai satuan terkecil dan bukan berdasarkan jumlah unggasnya. Sebagai contoh adalah apabila dalam suatu desa terdapat unggas yang dinyatakan positif AI

Tabel 4 Distribusi frekuensi populasi unggas setiap kecamatan Jumlah Populasi

Tabel 3Distribusi frekuensi kecamatan yang terkena AI

(44)

25 berdasarkan uji anigen, maka jumlah kasus AI aktifnya dihitung satu meskipun yang ditemukan positif AI lebih dari satu ekor unggas. Distribusi frekuensi kasus AI terlihat mengalami penurunan pada tahun 2011 dan 2012.

Gambar 14Peta distribusi frekuensi kecamatan yang terkena AI di Provinsi DIY tahun 2009

Tabel 5 Hasil uji khi kuadrat antara jumlah populasi unggas dankejadian kasus AI di Provinsi DIY pada tahun 2009

Tahun P-Value

2009 0.000*

2010 0.000*

2011 0.000*

2012 0.037*

(45)

26

Gambar 15Peta distribusi frekuensi kecamatan yang terkena AI di Provinsi DIY tahun 2010

(46)

27

Pola Temporal

Kejadian AI yang terdapat di Provinsi DIY setiap bulan sepanjang periode 2009-2012 diolah dengan metode/model ARIMA. Model ARIMA dibagi dalam tiga unsur, yaitu: model autoregressive(AR), moving average(MA), dan

integreted(I). Ketiga unsur ini bisa dimodifikasi sehingga membentuk model baru. Gambar 18 merupakan plot aktual kejadian AI yang terjadi sepanjang tahun 2009-2012. Gambar 19 menunjukkan nilai fungsi autokorelasi (ACF) cenderung turun lambat dengan nilai autokorelasi pada suatu lag relatif tidak jauh berbeda dari lag

sebelumnya. Gambar 20 menunjukkan nilai fungsi parsial autokorelasi (PACF) terpotong setelah lag awal. Hal ini mengindikasikan bahwa data tersebut tidak stasioner dalam rata-rata sehingga diperlukan penurunan terhadap data. Data yang stasioner diperoleh setelah dilakukan penurunan sebanyak dua kali.

(47)

28

Gambar 18Plot data aktual kejadian AI bulanan di Provinsi DIY tahun 2009-2012

(48)

29

Plot data yang sudah stasionerhasil penurunan sebanyak dua kali disajikan pada gambar 21. Data yang sudah stasionerini digunakan untuk membentuk model ARIMA. Adapun untuk menentukan model ARIMA yaitu dengan melihat fungsi autokorelasi dan autokorelasi parsial.Berdasarkan diagram autokorelasi (ACF) pada Gambar 22terlihat bahwa nilai autokorelasi terpotong setelah lag 1 dan dies down pada PACF sehingga dugaan model pertama yaitu MA(1) atau ARIMA(0,2,1). Pada diagram autokorelasi parsial (PACF) yang disajikan di Gambar 23terlihat bahwa nilai autokorelasi parsial terpotongsetelah lag 2 sehingga dugaan model kedua yaitu AR(2) atau ARIMA(2,2,0). Dugaan awal model yang sesuai untuk data yang ada adalah ARIMA(0,2,1), ARIMA(2,2,0), atau ARIMA(2,2,1) yang selanjutnya dilanjutkan dengan pemilihan model terbaik.

12

(49)

30

Gambar 21Plot data kejadian AI bulanan di Provinsi DIY tahun 2009-2012 hasil penurunankedua

(50)

31

Pemilihan model terbaik dilakukan dengan menguji masing-masing model menggunakan uji t. Hasil uji t disajikan pada Tabel 6.

12

Gambar 23Nilai fungsi autokorelasi parsial dari penurunankedua terhadap data aktual kasus AI di Provinsi DIY tahun 2009-2012 pada tingkat kepercayaan 95%

Tabel 6 Hasil uji t terhadap masing-masing model ARIMA

Model Tipe P-Value

(51)

32

Hasil keseluruhan uji t terhadap model ARIMA(0,2,1), ARIMA(2,2,0), dan ARIMA(2,2,1) menunjukkan bahwa model yang terbentuk untuk data pada penelitian ini adalah ARIMA(0,2,1) dan ARIMA(1,2,0). Setelah dibandingkan nilai mean square error (MSE) dari kedua model tersebut maka diketahui bahwa model ARIMA(0,2,1) adalah model yang terbaik untuk prediksikejadian kasus AI beberapa tahap ke depan karena memiliki nilai kesalahan yang lebih kecil.Adapun nilai MSE untuk model ARIMA(0,2,1) adalah 304.618, sedangkan nilai MSE untuk model ARIMA(1,2,0) adalah 485.403.Plot data aktual dan prediksi kejadian kasus AI berikutnya dengan model terbaik ARIMA(0,2,1) disajikan pada Gambar 24 sementara nilai koefisien dari model ARIMA terpilih disajikan pada Tabel 7.

45

Gambar 24Plot data aktual dan prediksi kejadian kasus AI berikutnya dengan model terbaik ARIMA(0,2,1)

Tabel 7 Nilai koefisien ARIMA(0,2,1)

(52)

33 Setelah didapatkan model terbaik untuk prediksi kejadian AI berikutnya maka dapat diperkirakan kejadian kasus AI pada tahun 2013. Hasil perkiraan kasus tersebut disajikan pada Tabel 8.

Peningkatankasus AI pada hasil prediksi menggunakan ARIMA(0,2,1) terjadi di bulan Januari-Maret. Hal ini sesuai dengan pernyataan Farnsworth et al. (2011) bahwa peningkatan peluang terjadinya kasus AI di Indonesia adalah pada bulan Januari-Maret yang merupakan musim penghujan. Selain musim, kejadian AI juga dapat dipengaruhi oleh suhu, perayaan, burung-burung migran, unggas air, lalu lintas unggas dan produknya (Ward et al. 2008; Minh et al. 2009). Tindakan pencegahan berupa pemberian vaksin dapat dilakukan menjelang waktu peningkatan kasus yaitu pada bulan Desember. Pada bulan Januari-Maret yang cenderung terjadi peningkatan kasus AI diperlukan biosekuriti dan sanitasi yang ketat karena suasana lingkungan cederung lebih lembab sehingga mendukung virus AI untuk dapat bertahan.

Faktor Risiko AI

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan diperoleh informasi mengenai tingkah laku pemeliharaan dan penjualan unggasdi Provinsi DIY. Masyarakat pedesaan diketahui sering memelihara unggas tanpa dikandangkan, atau jika tersedia kandang maka pemeliharaan unggas masih sering dicampur antara unggas air dengan ayam kampung. Unggas air yang banyak

Tabel 8 Prediksi kejadian kasus AI di Provinsi DIY pada tahun 2013

(53)

34

dipelihara bersama ayam kampung adalah itik dan mentok. Kondisi kandang yang lembab, kurang cahaya matahari, serta ventilasi yang minim menjadi situasi yang baik untuk virus AI dapat bertahan. Masyarakat setempat juga sering menjual unggasnya yang sakit karena merasa sayang jika dibiarkan mati begitu saja. Perlakuan terhadap bangkai unggas juga diduga kuat berpengaruh terhadap timbulnya AI antara lain membuang bangkai unggas ke sungai, membuang bangkai unggas di hutan (sembarangan) tanpa dikubur dan menjadikan jeroan sisa unggas sebagai pakan ayam. Pedagang unggas diketahui sering membeli unggas dari daerah kasus dan kemudian berkeliling ke daerah yang sebelumnya tidak ditemukan kasus AI serta mangkal di sembarang lokasi. Masyarakat juga masih ada yang membeli unggas dari daerah kasus antara lain untuk perayaankelahiran dan hari besar keagamaan. Lalu lintas unggas oleh pedagang keliling, lalu lintas produk unggas berupa kotoran ayam dan limbahnya,serta lalu lintas manusia yang tidak terkendali ini merupakan salah satu faktor yang juga mendukung timbulnya AI.

(54)

5

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pola spasial daerah yang menjadi pusat konsentrasi kasus AI di Provinsi DIY selama empat tahun pengamatan cenderung menggerombol. Kabupaten Bantul merupakan daerah yang paling sering muncul sebagai pusat konsentrasi kasus AI. Pergeseran pusat konsentrasi AI terjadi dari Kabupaten Bantul ke Kabupaten Gunung Kidul dan kemudian kembali lagi ke Kabupaten Bantul.

Analisis spasial kejadian kasus AI pada tingkat kabupaten/kota di Provinsi DIY menunjukkan bahwa pola yang terjadi cenderung acak pada setiap tahun pengamatan. Hal ini berbeda dengan kejadian kasus AI di Provinsi DIY cenderungmenunjukkan pola gerombol pada setiap tahun yang diamati. Pola acak hanya terjadi pada tahun 2009 dan tahun 2012, sementara pola gerombol terjadi pada tahun 2010, tahun 2011, dan pada analisis selama empat tahun sekaligus.

Terdapat korelasi spasial kasus AI di Provinsi DIY yang terbagi ke dalam empat kuadran sehingga diketahui juga daerah yang menjadi hotspot kasus AI. Daerah yang cenderung menjadi hotspotsehingga rawan menyebarkan virus AI selama pengamatan tahun 2009-2012 di Kabupaten Kulon Progo adalah Kecamatan Samigaluh, Kecamatan Lendah, serta Kecamatan Sentolo, dan daerah yang rawan tertular AI (coldspot) adalah Kecamatan Girimulyo serta Kecamatan Lendah.Daerah yang berpotensi menjadi sebagai sumber penularan AI di Kabupaten Sleman adalah Kecamatan Pakem, Kecamatan Tempel, Kecamatan Ngaglik, serta Kecamatan Kalasan, dan daerah yang rawan tertular AIadalah Kecamatan Moyudan, Kecamatan Prambanan, serta Kecamatan Turi. Daerah yang berpotensi menjadi sebagai sumber penularan AIdi Kabupaten Gunung Kidul adalah Kecamatan Patuk, sementara daerah yang rawan tertular AIadalah Kecamatan Gedangsari dan Kecamatan Purwosari.Daerah yang berpotensi menjadi sebagai sumber penularan AI di Kota Yogyakarta adalah Kecamatan Umbulharjo tanpa adanya kecenderungan daerah rawan tertular AI. Daerah yang berpotensi menjadi sebagai sumber penularan AIdi Kabupaten Bantul adalahKecamatanJetis, Kecamatan Pandak, Kecamatan Sewon, serta Kecamatan Sanden, sementara daerah yang rawan tertular AIadalah Kecamatan Banguntapan, Kecamatan Pajangan, Kecamatan Imogiri, dan Kecamatan Bambanglipuro.

Terdapat hubungan diantara jumlah populasi unggas di suatu daerah dengan kejadian kasus AI.Pola temporal yang diperoleh dari hasil penelitian memperlihatkan adanya kecenderungan peningkatan kasus AI pada bulan Januari-Maret dengan prediksi berdasarkan data kasus AI selama tahun 2009-2012. Kecenderungan waktu terjadinya kasus AI bertepatan dengan terjadinya musim hujan.Informasi yang diperoleh mengenai pola spasial daerah yang cenderung menjadi pusat konsentrasi kasus AI, pola kejadian kasus AI, korelasi spasial dan

(55)

36

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat disarankan untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian AI berupa vaksinasi pada unggas sektor IV yang dipelihara secara intensif, biosekuriti, pengendalian lalu lintas unggas dan depopulasi terbatas, disesuaikan dengan hasil analisis spasial kasus AI. Pendekatan kepada masyarakat berupa penyuluhan maupun pelatihan untuk memperbaiki manajemen pemeliharaan unggas dan pengelolaan limbah unggas juga sangat diperlukan dalam mengurangi kejadian kasus AI.

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Anselin L. 1995. Local Indicators of Spatial Association. Research Paper 9331. West Virginia (US): Regional Research Institute.

[BPPD Provinsi DIY] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 2010. Profil Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta (ID): BPPD Provinsi DIY.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. ARIMA. [Internet]. [diunduh 2013Juli18].

Tersedia pada: http://daps.bps.go.id/index.php?page=website.ViewArtikel&id=77.

Cholid S. 2009. Sistem Informasi Geografis: Suatu Pengantar. Bogor (ID): Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP UI.

[Dinkes DIY] Pencanangan desa siaga

tanggapfluburung di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. [Internet]. [diunduh 2013 Apr 25]. Tersedia pada:

[Ditkeswan] Direktorat Kesehatan Hewan. 2005. Kebijakan dan pengendalian dan situasi avian influenza pada unggas di Indonesia. Di dalam: Workshop Nasional Avian Influenza; 2005Mei 2-5; Cisarua, Bogor, Indonesia. Bogor (ID): DitkeswanDitjennak Deptan.

[Ditkeswan] Direktorat Kesehatan Hewan. 2008. Pedoman Kebijakan dan Pengendalian Flu Burung. Jakarta (ID): Ditkeswan Ditjennak Deptan.

Sims LD. 2009. Experiences with vaccination in countries endemically infected with highly pathogenic avian influenza: the Food and Agriculture

Organization perspective

. 2011. Metapopulation dynamics and determinants of H5N1 highly pathogenic avian influenza outbreaks in Indonesian poultry

Hasyim H. 2008. Manajemen penyakit lingkungan berbasis daerah. J Manj Pel Kes. 11(2):72-76.

Haran M, Molineros J, Patil GP. 2006. Large scale plant disease forecasting: Case study of Fusarium Head Blight. Di dalam: The 7th Annual International Conference on Digital Government Research; 2006 Mei 21; San Diego, California. California (US)

Kulldorf M. 2010. SatScan User Guide for version 9.0. [Internet]. [diunduh 2013 Jan 16]. Tersedia pada: http://www.satscan.org/.

Martindah E, Priyanti A, Nurhayati IS. 2006. Kajian Pelaksanaan Kebijakan Pengendalian Penyakit Avian Influenza di Lapang. Di dalam: Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi dalam Mendukung Usaha Ternak Unggas Berdayasaing; 2006. Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Puslitbangnak Deptan. Minh PQ et al. 2009. Spatio-temporal epidemiology of highly pathogenic avian

(57)

38

Biometrika. 37(1):

17–23.

Noor NN. 2000. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta (ID): Rieka Cipta. hlm 82-91.

Patil GP, Taillie C. 2004. Upper Level Set Scan Statistic for Detecting Arbitrarily Shaped Hotspots. Environmental and Ecological Statistics 11:183-197.

[Internet]. [diunduh 2012 Mei 22]. Tersedia pada:

Sadahiro Y. 2006. Course #716-26 Advanced Urban Analysis E. Lecture Title: - Spatial Analysis using GIS – Associate professor of the Department of Urban. Tokyo (JP): University of Tokyo.

Saswiyanti E. 2012. Pola Kejadian dan Faktor Risiko Penyakit Avian Influenza Pada Peternakan Sektor 4 di Provinsi Lampung [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sedyaningsih ER, Isfandari S, Setiawaty V, Rifati L, Harun S, Purba W, Imari S, Giriputra S, Blair PJ, Putnam SD, et al. 2007. Epidemiology of cases of H5N1 virus infection in Indonesia, July 2005–June 2006. J of Inf Dis. 196: 522–527. Silk J. 1979. Statistical Concept in Geography. London (UK): George Allen &

Unwin.

[UPPAI]Unit Pengendali Penyakit Avian Influenza

Jakarta (ID): UPPAI.

Ward M. 2008. Spatial epidemiology: where have we come in 150 years? The GeoJournal Library 94:257-282.

(58)

Lampiran 1 Titik koordinat GPS dan jumlah unggas di Kabupaten Kulon Progo

No Kecamatan Titik Koordinat GPS Jumlah Unggas (ekor)

LS BT 2009 2010 2011 2012

1 Galur 7.93972 110.23480 100,225 101,295 101,529 97,987

2 Girimulyo 7.77167 110.18470 218,387 211,063 208,251 131,695 3 Kalibawang 7.50194 109.93110 202,470 217,185 236,470 269,825

4 Kokap 7.82500 110.09472 61,110 71,600 90,230 102,845

5 Lendah 7.91111 110.23500 864,185 734,149 744,455 736,486

6 Nanggulan 7.77167 110.21080 270,476 293,896 320,253 293,745 7 Pengasih 7.89690 110.16216 166,951 202,891 206,284 259,089

Lampiran 2 Titik koordinat GPS dan jumlah unggas di Kabupaten Sleman

No Kecamatan Titik Koordinat GPS Jumlah Unggas (ekor)

LS BT 2009 2010 2011 2012

(59)

40

Lampiran 3 Titik koordinat GPS dan jumlah unggas di Kabupaten Gunung Kidul

No Kecamatan Titik Koordinat GPS Jumlah Unggas (ekor)

LS BT 2009 2010 2011 2012

1 Gedangsari 7.84138 110.59222 111,677 175,454 184,779 148,321 2 Girisubo 8.16333 110.76944 27,427 23,517 26,328 30,265 3 Karangmojo 7.95250 110.67638 160,271 161,730 140,131 134,916 4 Ngawen 7.83805 110.70138 101,732 96,517 155,801 171,199

Lampiran 4 Titik koordinat GPS dan jumlah unggas di Kota Yogyakarta

No Kecamatan Titik Koordinat GPS Jumlah Unggas (ekor)

(60)

41 Lampiran 5 Titik koordinat GPS dan jumlah unggas di Kabupaten Bantul

No Kecamatan Titik Koordinat GPS Jumlah Unggas (ekor)

LS BT 2009 2010 2011 2012

1 Bambanglipuro 7.95044 110.29715 72,380 67,289 68,382 19,300 2 Banguntapan 7.82901 110.41335 179,000 37,500 56,200 90,900

17 Srandakan 7.93949 110.24619 187,780 30,700 113,734 110,738

(61)

42

Lampiran 7 Nilai fungsi autokorelasi dari penurunanpertamaterhadap data aktual kasus AI di Provinsi DIY tahun 2009-2012 pada tingkat kepercayaan 95%

(62)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Madiun pada tanggal 28 Maret 1982 dari pasangan Ramli Simanjuntak dan SA Kusumawardani Aritonang. Penulismerupakan putri pertama dari dua bersaudara.

Setelah menempuh pendidikan sekolah menengah umum di SMUN 3 Semarang, penulis melanjutkan studi dan mengambil gelar dokter hewan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Penulis sempat bekerja di sebuah perusahaan swasta internasional serta membuka praktik sebagai dokter hewan sebelum akhirnya mengabdikan diri di Direktorat Kesehatan Hewan,Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Penulis juga merupakan tim penyusun Standar Kompetensi Kerja Nasional Pertanian Organik di Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

Gambar

Gambar 1Autokorelasi spasial dengan pola visual seperti papan catur (a)
Gambar 2Kerangka konsep penelitian
Tabel 1 Titik koordinat pusat konsentrasi kasus AI di Provinsi DIY tahun
Gambar 3Pusat konsentrasi kasus AI di Provinsi DIYtahun 2009-
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

In honor of the birthday of one of the most famous Internet millionaires, Mook-Jon, I´m going to try to cover something that he says is one of the keys to his success ˙ researching

Penelitian yang berjudul “Analisis Perkembangan Usaha HomeIndustry Makanan dan Minuman di Kota Binjai” ini bertujuan guna mengetahui faktor internal yang terdiri dari kekuatan

Secara umum, kondisi TK PKK 49 Mangunan memiliki lokasi yang strategis dan kondusif dalam suasana Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Jalan menuju ke sekolah mudah

emperoleh sebidang tanah d Khaibar  kemudian menghadap kepada /asulullah untukm memohon petunjuk mar berkata 1 4a  /asulullah# saya mendapatkan sebidang tanah di

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat literasi keuangan syariah mahasiswa program studi ekonomi syariah dan perbankan syariah dan pengaruh antara

Catatan : Peserta lelang diharapkan hadir sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, sehubungan dengan penyesuaian penetapan Jam Kerja PNS di

Post modern adalah masa dimana, suatu hal dapat mudah sekali terganti dengan suatu hal yang baru jika hal tersebut memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan hal yang yang