• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Sensory And Flavor Characteristics Of Meat From Cattle And Buffalo Fatten On Feedlot Ration Supplemented By Protected Lemuru Fish Oil In The Form Of Dried Carboxylate Salt Mixture (DCM)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Sensory And Flavor Characteristics Of Meat From Cattle And Buffalo Fatten On Feedlot Ration Supplemented By Protected Lemuru Fish Oil In The Form Of Dried Carboxylate Salt Mixture (DCM)"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

SIFAT SENSORI DAN KARAKTERISTIK FLAVOR DAGING

SAPI PO DAN KERBAU RAWA YANG DIGEMUKKAN

DENGAN RANSUM DISUPLEMENTASI MINYAK

IKAN LEMURU TERPROTEKSI

SKRIPSI WIWI JAMILAH

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

Wiwi Jamilah. D14080255. 2012. Sifat Sensori dan Karakteristik Flavor Daging Sapi PO dan Kerbau Rawa yang Digemukkan Dengan Ransum yang Disuplementasi Minyak Ikan Lemuru Terproteksi. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. B.N. Polii, SU

Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Rudy Priyanto

Kebutuhan masyarakat akan daging di Indonesia terus meningkat. Daging sapi merupakan daging yang biasa dikonsumsi dan lebih disukai oleh masyarakat dibandingkan daging kerbau. Karakteristik daging kerbau memiliki warna lebih merah dan tekstur lebih kasar dibandingkan dengan daging sapi. Upaya peningkatan kualitas gizi daging kerbau dapat dilakukan dengan cara penggemukan dengan pemberian pakan yang berkualitas. Salah satu alternatif pakan suplemen yang dapat ditambahkan adalah minyak ikan lemuru yang diproteksi kedalam bentuk campuran garam karboksilat kering (CGKK). Faktor yang ikut menentukan kelezatan dan daya terima daging yang dikonsumsi, antara lain adalah warna, tekstur, bau dan flavor. Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan sifat sensori dari daging sapi dan kerbau, serta mengidentifikasi komponen senyawa volatil yang membentuk flavor pada daging sapi dan kerbau yang digemukkan dengan ransum yang disuplementasi minyak ikan lemuru terproteksi.

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ruminansia Besar Blok A, Laboratorium Produksi Ternak Ruminansia Besar, Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Technopark SEAFAST, dan Laboratorium Flavor BBPTP. Ternak yang digunakan adalah ternak jantan yang berjumlah enam ekor kerbau Rawa dan delapan ekor sapi PO. Jenis perlakuan adalah Konsentrat tanpa CGKK dan Konsentrat + CGKK 45gram/kg konsentrat. Kedua jenis ternak diberi perlakuan selama dua setengah bulan.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktoial 2x2. Faktor pertama adalah jenis ternak (kerbau dan sapi) sedangkan faktor kedua adalah penambahan pakan suplemen (konsentrat tanpa CGKK dan konsentrat + CGKK 45 gram/kg konsentrat atau 4,5%). Tiap perlakuan terdiri atas tiga ekor kerbau dan empat ekor sapi, sebagai ulangan. Peubah yang diukur meliputi: sifat-sifat sensori daging (warna, tekstur, dan bau) dan komponen volatil.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa daging dengan perlakuan CGKK memiliki bau minyak ikan lebih kuat dibandingkan daging tanpa CGKK (P<0,05). Warna daging kerbau lebih gelap dibandingkan daging sapi (P<0,05). Hasil analisis komponen volatil memperlihatkan bahwa secara keseluruhan jenis maupun jumlah komponen volatilnya pada daging kerbau lebih banyak daripada daging sapi.

(3)

ABSTRACT

The Sensory And Flavor Characteristics Of Meat From Cattle And Buffalo Fatten On Feedlot Ration Supplemented By Protected Lemuru Fish Oil

In The Form Of Dried Carboxylate Salt Mixture (DCM)

Jamilah, W., B. N. Polii and R. Priyanto

The consumer prefer to choose beef rather than buffalo meat for consumption. The objective of this study was to investigate the differences in sensory characteristics between buffalo meat and beef. In addition, volatile compounds which responsible to meat flavor of local buffalo and cattle fattened on ration supplemented by protected Lemuru fish oil in the form of dried carboxylate salt mixture (DCM). Eight Peranakan Ongole (PO) cattle and six local swamp buffalo were used in this study. They were assigned in 2x2 factorial model with two level animal class (cattle and buffalo) and two level ration (supplemented and non supplemented ration with dried carboxylate salt). The results showed that the meat from animal fed ration containing protected Lemuru fish oil in the form of dried carboxylate salt mixture (DCM) have a stronger odor (P<0,05). The color of buffalo meat was found darker than beef (P<0,05). Buffalo meat was coarser in texture compared to beef. The analysis of volatile that buffalo meat had more volatile components relative than beef.

(4)

SIFAT SENSORI DAN KARAKTERISTIK FLAVOR DAGING

SAPI PO DAN KERBAU RAWA YANG DIGEMUKKAN

DENGAN RANSUM DISUPLEMENTASI MINYAK

IKAN LEMURU TERPROTEKSI

WIWI JAMILAH

D14080255

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 4 Maret 1991. Penulis adalah anak kelima dari enam bersaudara dengan Ayah bernama H. Muhammad Shodiqien Alm. dan Ibu bernama Hj. Nurohmah. Penulis mengawali pendidikan di SD Negeri 3 Gobang tahun 1996-2002, dan melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Leuwiliang dan lulus tahun 2005. Pendidikan Sekolah Menengah Atas diselesaikan di SMA Negeri 1 Leuwiliang pada Tahun 2008. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan tahun 2008.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala berkat dan kasih karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Sifat Sensori dan Karakteristik Flavor Daging Sapi PO dan Kerbau Rawa yang

Digemukkan dengan Ransum Disuplementasi Minyak Ikan Lemuru

Terproteksi. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai sifat sensori dan karakteristik flavor daging khususnya daging sapi PO dan kerbau rawa yang digemukkan dengan memanfaatkan minyak ikan lemuru yang terproteksi dalam bentuk campuran garam karboksilat kering (CGKK) sebagai pakan suplemennya.

Daging sapi merupakan daging yang biasa dikonsumsi dan lebih disukai oleh masyarakat dibandingkan daging kerbau. Kerbau seharusnya memiliki potensi untuk dapat dikembangkan karena memiliki daya adaptasi yang sangat baik. Karakteristik daging kerbau yaitu memiliki warna lebih merah dan tekstur lebih kasar dibandingkan dengan daging sapi. Upaya peningkatan kualitas gizi daging sapi dan kerbau dapat dilakukan dengan cara penggemukan. Faktor yang harus diperhatikan pada penggemukan adalah pemberian pakan. Pemanfaatan minyak ikan lemuru yang terproteksi dalam bentuk campuran garam karboksilat kering (CGKK) pada pakan diharapkan meningkatkan kualitas daging, karena mengandung asam lemak omega-3 seperti EPA (Eicosapentaenoic Acid) dan DHA (Decosahexaenoic Acid).

Sifat sensori ikut menentukan kelezatan dan daya terima daging yang dikonsumsi, antara lain adalah warna, tekstur, bau dan flavor. Skripsi ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang penggunaan CGKK terhadap sifat sensori dan karakteristik flavor daging sapi dan kerbau sehingga dapat bermanfaat bagi pembaca dan menjadi salah satu sumber ilmu pengetahuan.

Bogor, September 2012

(8)
(9)
(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. 2. 3.

4.

Klasifikasi Senyawa Volatil pada Daging Olahan ...

Komposisi dan Kandungan Nutrisi Pakan Ternak Sapi dan Kerbau Hasil Uji Mutu Hedonik Daging Sapi dan Kerbau Mentah Dengan dan Tanpa Penambahan Suplementasi CGKK ... Komponen Volatil Daging Sapi dan Kerbau ...

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Pakan yang Digunakan dalam Penelitian (a) Pakan Hijauan dan (b)

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daging merupakan komoditi peternakan yang mempunyai nilai gizi yang baik dan sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia, seperti protein dengan asam-asam amino yang lengkap dan seimbang, lemak, karbohidrat, dan vitamin, serta komponen anorganik. Secara garis besar daging dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu daging merah, seperti daging sapi, kerbau dan domba, serta daging putih di antaranya daging ayam dan itik. Daging sapi merupakan daging yang biasa dikonsumsi dan lebih disukai oleh masyarakat dibandingkan daging kerbau. Kerbau seharusnya memiliki potensi untuk dapat dikembangkan karena memiliki daya adaptasi yang sangat baik. Karakteristik daging kerbau yaitu memiliki warna lebih merah dan tekstur lebih kasar dibandingkan dengan daging sapi.

Upaya peningkatan kualitas gizi daging kerbau dapat dilakukan dengan cara penggemukan. Faktor yang harus diperhatikan pada penggemukan adalah pemberian pakan. Pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pokok, pertumbuhan dan produksi. Salah satu alternatif pakan suplemen yang dapat ditambahkan adalah minyak ikan lemuru (Sardinella longiseps) yang diproteksi dalam bentuk campuran garam karboksilat kering (CGKK). Minyak ikan ini juga banyak mengandung asam lemak omega-3 seperti EPA (Eicosapentaeonic acid) dan DHA (Decosahexaeonic acid). Asam lemak omega-3 berperan dalam kesehatan, seperti mencegah penyakit kardiovaskuler, fungsi kekebalan tubuh dan kadar lipid darah. Penelitian pemberian pakan yang disuplementasi minyak ikan lemuru dalam bentuk CGKK pada sapi perah menghasilkan susu yang banyak mengandung asam lemak omega-3 (Tasse, 2010).

(14)

sensori dan komponen senyawa volatil yang membentuk flavor pada daging sapi dan kerbau.

Tujuan

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Kerbau

Kerbau merupakan hewan ruminansia dari sub famili Bovidae yang berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India. Kerbau domestikasi atau water buffalo yang terdapat saat ini berasal dari spesies Bubalus arnee. Spesies kerbau lainnya yang masih liar adalah Bubalus mindorensis, Bubalus depressicornis dan Bubalus caffer (Hasinah dan Handiwirawan, 2006). Kerbau domestik (Bubalus bubalis) terdiri dari dua tipe yaitu kerbau rawa dan kerbau sungai. Kerbau rawa adalah kerbau tipe pedaging sedangkan kerbau sungai merupakan kerbau tipe perah. Taksonomi kerbau (Bubalus bubalis) menurut Fahimuddin (1975) adalah sebagai berikut:

Kerbau sungai (river buffalo) adalah kerbau yang biasa digunakan sebagai ternak perah dan memiliki kebiasaan berkubang pada air jernih. Fahimuddin (1975) menyatakan bahwa kerbau sungai banyak terdapat di India, Pakistan, Mesir, dan daerah Mediterania. Kerbau rawa (swamp bufallo) tersebar dalam jumlah yang besar di daerah Asia Tenggara. Ciri-ciri kerbau rawa menurut Fahimuddin (1975) adalah berwarna keabu-abuan, leher terkulai dan memiliki tanduk besar yang mengarah ke belakang. Kerbau rawa memiliki kebiasaan berkubang pada lumpur. Kerbau rawa biasanya digunakan sebagai penghasil daging dan hewan kerja.

(16)

sampai daerah yang relatif kering. Di beberapa negara kerbau dikembangbiakkan terutama untuk produksi susu dan bahan baku produk olahan susu karena kadar lemak susu kerbau lebih tinggi daripada sapi.

Sapi Peranakan Ongole

Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan sapi hasil persilangan antara sapi sumba ongole dengan sapi setempat di Jawa menghasilkan anakan yang mirip sapi ongole (Sarwono dan Arianto, 2003). Beberapa hasil penelitian menunjukkan sapi PO baik dalam menanggapi perubahan maupun perbaikan pakan. Secara fisiologis sapi PO mempunyai daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan tropis (Astuti, 2003). Ciri-ciri sapi Ongole menurut Sudarmono dan Sugeng (2008) yaitu, ukuran tubuhnya besar dan panjang, warna tubuhnya putih, tetapi warna leher dan punuk sampai leher berwarna putih keabu-abuan sedangkan lututnya hitam. Kepalanya berukuran panjang, sedangkan telinganya agak tergantung, tanduknya pendek dan tumpul yang pada bagian pangkalnya berukuran besar, tubuh kearah luar belakang. Sapi ongol juga memiliki gelambir yang lebar, bergantung, dan berlipat yang tumbuh sampai tali pusar. Karakteristik fisik sapi Ongole dari india pada umumnya tidak berbeda dengan sapi Peranakan Ongole yang berada di Indonesia (Payne and Hodges, 1997).

Bahan Pakan Ternak

(17)

dibagi menjadi tiga jenis yaitu pakan hijauan, pakan penguat (konsentrat), dan pakan tambahan (feed suplement).

Pakan Hijauan

Bahan pakan berupa hijauan merupakan pakan berserat kasar tinggi. Hewan memamah biak seperti sapi dan kerbau akan mengalami gangguan pencernaan bila pakan yang dikonsumsi berserat kasar terlalu rendah. Peranan hijauan yang menjadi pakan ternak ruminansia tidak bisa digantikan seluruhnya dengan konsentrat yang memiliki kandungan serat kasar yang relatif lebih rendah. Hijauan terdiri dari dua macam jenis, yaitu hijauan segar dan hijauan kering. Hijauan segar adalah hijauan yang diberikan pada keadaan segar ataupun berupa silase, sedangkan hijauan kering bias berupa hay (hijauan yang sengaja dikeringkan) maupun jerami kering (Sudarmono dan Sugeng, 2008).

Pakan Konsentrat

Pakan konsentrat merupakan bahan pakan yang memiliki serat kasar relatif rendah dengan daya cerna yang tinggi, pakan konsentrat biasanya berupa butiran atau biji-bijian. Fungsi dari bahan pakan konsentrat adalah untuk meningkatkan dan memperkaya kandungan nutrisi dalam pakan lainnya yang memiliki gizi rendah, sehingga pada sapi dan kerbau dalam masa penggemukan harus diberikan pakan konsentrat dengan kandungan nutrisi yang cukup. Ternak dalam masa penggemukan sebagian besar pakan yang diberikan berupa pakan berbutir atau pakan konsentrat (Sudarmono dan Sugeng, 2008).

Pakan Tambahan (Feed Suplement)

(18)

Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK)

Proses perlindungan pakan yang mengandung lemak (asam lemak poli tak jenuh) dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti saponifikasi, menggunakan formalin, menggunakan hidrolisis basa, dan hidrolisis asam. Campuran garam karboksilat kering merupakan jenis perlindungan pakan dengan cara hidrolisis asam, minyak ikan yang diolah menggunakan proses hidrolisis asam memiliki waktu yang lebih singkat dibandingkan proses hidrolisis basa. Pembuatan Campuran Garam Karboksilat Kering menurut Tasse (2010) adalah dengan membuat garam karboksilat terlebih dahulu melalui proses kimiawi dengan mereaksikan bahan lemak, larutan asam klorida (HCL) dan KOH, garam karboksilat yang telah terbentuk dicampur dengan onggok 1:5, setelah tercampur dengan merata campuran garam karboksilat dan onggok di oven menggunakan oven bersuhu 32˚C hingga kadar air 15%.

Menurut Tasse (2010) pemberian campuran garam karboksilat kering dalam pakan sapi perah terdapat inkorporasi EPA dan DHA dalam lemak susu. Mekanisme proteksi asam lemak tak jenuh tidak didasari oleh titik cair asam lemak tetapi pada level keasaman atau pH rumen dan usus halus supaya tidak terjadi biohidrogenasi. Garam kalsium akan tetap utuh pada lingkungan netral (pH 6-7), tetapi akan terurai pada lingkungan asam (pH 2-3). Pada lingkungan pH asam garam kalsium dipisahkan dalam bentuk lemak dan kalium, saat itu lemak akan terbebas dan mudah dipecah dan diserap.

Minyak Ikan Lemuru

(19)

hidrogen oleh asam lemak tak jenuh pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk radikal kompleks antara hidrogen dan asam lemak tak jenuh (Ketaren, 1986).

Daging Kerbau

Daging kerbau belum populer karena ternak yang dipotong umumnya berasal dari ternak tua (8-10 tahun) dan lebih banyak digunakan untuk membajak sawah serta menarik barang (kendaraan). Akibatnya, daging kerbau yang dijual di pasar tidak empuk, juiceness rendah, flavor kurang enak sehingga tidak memenuhi syarat sebagai daging yang bermutu baik (Direktorat Jenderal Peternakan, 2005). Lemak kerbau berwarna lebih putih dan daging kerbau berwarna lebih gelap dibandingkan dengan daging sapi. Hal ini disebabkan banyaknya pigmentasi pada daging kerbau dan lemak intermuskuler yang lebih sedikit (National Research Council, 1981). Keunggulan dari daging kerbau yaitu memiliki kandungan kolesterol yang lebih rendah dibandingkan dengan daging sapi (Darminto et al., 2010).

Daging Sapi

Daging sapi menurut Dewan Standardisasi Nasional (2008) adalah bagian otot dari karkas sapi yang aman, layak dan lazim dikonsumsi oleh manusia, yaitu berupa daging segar, daging segar dingin, atau daging beku. Daging sapi memiliki ciri-ciri warna merah segar, seratnya halus dan lemaknya berwarna kuning. Daging sapi sangat muda (3-14 minggu) disebut veal dan daging sapi dari ternak yang berumur lebih dari satu tahun disebut beef. Warna daging yang berasal dari sapi muda berwarna lebih terang dibandingkan dengan daging yang berasal dari ternak sapi dewasa.

Analisis Sensori

Analisis sensori adalah suatu analisis yang digunakan untuk menentukan perbedaan, karakteristik, serta ukuran sensori suatu produk, atau digunakan untuk membedakan produk tersebut dapat diterima oleh konsumen. Metode ini dilakukan dengan melibatkan sejumlah orang (panelis) yang mampu mendeteksi dan mendeskripsi atribut sensori yang diuji.

(20)

mempengaruhi satu sama lain. Tanpa adanya pelatihan, maka panelis akan bingung dan tidak dapat melakukan pengujian masing-masing atribut secara independen.

Pengujian sensori adalah metode pengujian yang sangat tergantung pada indra manusia, sebagai instrumen penguji. Padahal seperti diketahui ketajaman indra manusia sangat dipengaruhi banyak variabel yang sulit untuk dikontrol karena melibatkan proses fisiologis dan psikologis, hal ini didukung oleh Reineccius (1994), yang menyatakan bahwa pada prinsipnya sistem analisis sensori mencakup faktor fisiologis dan psikologis.

Menurut Meilgaard et al. (1999) banyak variabel yang harus dikontrol dalam melakukan evaluasi sensori, dengan maksud untuk mendapatkan perbedaan nyata antara sampel yang akan diukur. Variabel tersebut antara lain: 1). Pengontrolan terhadap proses pengujian yang meliputi lingkungan, tempat pengujian, penggunaan meja cicip, pencahayaan, sistem ventilasi udara, ruang persiapan, pintu masuk dan keluar; 2). Pengontrolan produk meliputi penggunaan peralatan, cara penyiapan, pemberian kode, dan cara penyajian; 3). Pengontrolan terhadap panel meliputi prosedur yang digunakan oleh panelis dalam mengevaluasi sampel.

Metode Uji Mutu Hedonik

Berbeda dengan uji hedonik (uji kesukaan), uji mutu hedonik tidak menyatakan suka atau tidak suka melainkan menyatakan kesan tentang baik atau buruk. Kesan baik-buruk disebut kesan mutu hedonik. Karena itu, beberapa ahli memasukkan uji mutu hedonik ke dalam uji hedonik. Kesan mutu hedonik lebih spesifik daripada sekedar kesan suka atau tidak suka. Mutu hedonik dapat bersifat umum yaitu baik-buruk dan bersifat spesifik seperti empuk-keras untuk daging, pulen-keras untuk nasi, renyah-lembek untuk mentimun. Rentangan skala hedonik berkisar dari ekstrim baik sampai ke ekstrim jelek.

(21)

Sifat Sensori

Daya terima konsumen terhadap sifat sensori daging dilakukan dengan menggunakan uji hedonik dan uji mutu hedonik. Atribut mutu yang diamati dari sifat sensori daging sapi dan kerbau diantaranya meliputi warna, bau, dan tekstur.

Warna

Warna makanan memiliki peranan utama dalam penampilan makanan, meskipun makanan tersebut lezat, tetapi bila penampilan tidak menarik waktu disajikan akan mengakibatkan selera orang yang akan memakannya menjadi hilang (Soeparno, 2005). Warna merupakan refleksi cahaya pada permukaan bahan yang ditangkap oleh indra penglihatan dan ditransmisi dalam sistem syaraf. Warna mempengaruhi penerimaan suatu bahan pangan, karena umumnya penerimaan bahan yang pertama kali dilihat adalah warna. Warna yang menarik akan meningkatkan penerimaan produk.

Warna daging sangat ditentukan oleh adanya pigmen daging yang terdiri dari dua macam protein yaitu hemoglobin dan mioglobin. Lawrie (2003) menyatakan bahwa hemoglobin adalah pigmen dari darah dan mioglobin pigmen dari otot. Konsentrasi pigmen mioglobin tergantung pada jenis dan fungsi otot, umur, jenis kelamin, spesies, dan bangsa ternak (Varnam, 1993). Warna daging segar yang diinginkan oleh kebanyakan konsumen adalah merah terang (Soeparno, 2005).

Bau

Pembauan disebut pencicipan jarak jauh, karena manusia dapat mengenal enaknya makanan yang belum terlihat hanya dengan mencium aromanya dari jarak jauh (Soekarto, 1985). Aroma atau bau dihasilkan dari substansi-substansi volatil yang ditangkap oleh reseptor penciuman yang ada di belakang hidung, yang selanjutnya diinterpretasikan oleh otak (Warris, 2000). Aroma daging yang dimasak lebih kuat dibandingkan daging mentah. Hal itu dipengaruhi oleh metode pemasakan, jenis daging dan perlakuan daging sebelum dimasak (Bratzler, 1971; American Meat Foundation, 1960).

Tekstur

(22)

dan pernyataan struktur ini keluar dalam segi aliran dan deformasi (deMan, 1997). Tekstur otot dapat dibagi menjadi dua kategori, tekstur kasar dengan ikatan-ikatan serabut yang besar, dan tekstur halus dengan ikatan serabut yang kecil (Soeparno, 2005). Menurut Warris (2000), bahwa tiga faktor utama yang diketahui mempengaruhi tekstur daging diantaranya panjang sarkomer, jumlah jaringan ikat dan ikatan silangnya dan tingkat perubahan proteolitik yang terjadi selama pelayuan. Luas dan jumlah lemak intramuskular (marbling) juga akan membuat daging lebih empuk, karena lemak lebih lembut dibandingkan otot.

Citarasa (Flavor) Daging

Cita rasa (flavor) didefinisikan sebagai sensasi yang disebabkan oleh sifat bahan didalam mulut yang merangsang indera perasa, indera pembau atau keduanya dan reseptor taktil serta reseptor suhu didalam mulut (Health, 1978). Pengetahuan terhadap bau, rasa atau citarasa menjadi penting karena diketahui bahwa kesukaan atau penentu penerimaan manusia terhadap suatu bahan pangan bukan semata-mata ditentukan oleh nilai nutrisinya saja, akan tetapi sangat dipengaruhi pula oleh keberadaannya untuk menimbulkan rangsangan sehingga menghasilkan suatu sensasi citarasa terhadap bahan pangan tersebut.

Senyawa kimia yang berkontribusi pada flavor secara garis besar dipengaruhi oleh dua senyawa yaitu komponen volatil dan komponen non volatil. Komponen volatil adalah komponen yang memberikan sensasi bau melalui reseptor pada hidung, serta menguap dengan cepat. Komponen non volatil memberikan sensasi pada rasa yaitu asam, asin, manis dan pahit. Komponen ini tidak memberikan sensasi bau tetapi menjadi media untuk komponen volatil dan membantu menahan penguapan volatil (Winarno, 2002).

(23)
(24)

thiophene-2-carboxaldehyde,2-methyl-1,3-dithiolane, 3-methyl 1,2-dithiolane, 3,5-dimethyl-1,2,4-trithiolane, trithioacetaldehyde, 3-methyl-1,2,4-trithiane,thialdine,thiazole,2,4-dimethylthiazole, 2,4-dimethyl-5-ethylthiozole,2,4,5-trimethyl-3-thiazole, 2,4,5-trimethyloxazole, dan 2,4,5-trimethyl-3-oxazoline. Pada flavor daging sapi terdapat berbagai kelas komponen volatil seperti pada flavor daging yang lain, dengan proporsi terbanyak berupa komponen-komponen turunan lemak, seperti hidrokarbon, alkohol dan komponen keton.

Senyawa Volatil

Senyawa volatil menimbulkan beragam perbedaan sensasi odor. Senyawa ini terutama berasal dari karbohidrat, lemak, dan protein. Min et al (1979), pada penelitiannya khusus tentang aroma roast beef, melaporkan bahwa fraksi asam memiliki odor yang lemah, tidak disukai dan asam. Fraksi basa memiliki odor tanah (earthy), bakar (roasted) sementara fraksi netral satu-satunya yang memberikan aroma seperti daging sapi yang menyenangkan. Senyawa hidrokarbon, alkilbenzen dan karbonil dalam fraksi ini dipandang kurang penting dari pada lakton, furanoid dan senyawa mengandung sulfur. Beragam senyawa heterosiklik tampak menjadi sangat penting pada flavor daging, bahkan meski senyawa tersebut terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit.

Senyawa Non Volatil

(25)

Komponen lainnya dari daging yang memiliki sifat rasa asli memiliki: asam inosiat, asam suksinat, asam laktat, asam ortofosforat dan asam pirolidin karboksilat (Macleod, 1998). Beberapa peptida meningkatkan seluruh intensitas rasa, meningkatkan mouthfulness dan mildness dan meningkatkan palatabilitas.

Reaksi Pembentukan Flavor Daging

Komponen-komponen pada daging mengalami serangkaian perubahan fisika dan kimia ketika mengalami pemanasan. Perubahan yang terjadi tergantung pada suhu dan kadar air (Wasserman, 1979). Reaksi utama pembentukan flavor daging adalah reaksi Maillard, termasuk didalamnya reaksi degradasi Strecker, dan reaksi degradasi lemak. Selain itu, reaksi degradasi tiamin juga berperanan dalam pembentukan flavor daging (Macleod, 1998).

Reaksi Maillard dan Degradasi Strecker

Reaksi Maillard merupakan reaksi utama pembentuk flavor pada berbagai jenis makanan, seperti pada flavor daging. Pembentukan komponen volatil melalui reaksi Maillard terjadi pada suhu pemasakan. Reaksi ini terjadi antara gula pereduksi dengan komponen beramino. Reaksi tidak hanya terjadi pada suhu tinggi tetapi kecepatan reaksi akan meningkat dengan makin tingginya suhu (Mottram, 1991). Reaksi Maillard merupakan reaksi antara gugus karbonil khususnya yang berasal dari gula pereduksi dengan gugus amino bebas residu rantai peptida. Pada dasarnya reaksi Maillard dibagi dalam tiga tahap yaitu tahap awal, intermediet, dan akhir (Nursten, 1986).

(26)

terdiri atas konversi senyawa karbonil, furfural, produk-produk fisi, dehidroredukton atau aldehida. Strecker menjadi produk berberat molekul tinggi (melanoidin) melalui interaksinya dengan senyawa amin. Degradasi Strecker merupakan salah satu reaksi penting yang digabungkan dengan reaksi Maillard, melibatkan dekarboksilasi dan deaminasi oksidatif dari asam alpha-amino dengan adanya komponen dikarbonil. Produk yang dihasilkan merupakan bentuk aldehida dengan satu atom karbon berkurang daripada asam amino asalnya (aldehida Strecker) dan satu alpha aminoketon. Aminoketon merupakan senyawa intermediet penting dalam pembentukan beberapa kelas dari komponen heterosiklik termasuk pirazin, oxazol, tiazol, dan komponen heterosiklik lainnya yang mengandung atom sulfur lebih dari satu. Komponen-komponen tersebut sangat penting dalam pembentukan flavor (Whitfield, 1992).

Reaksi Degradasi Lemak

Pembentukan rantai alkil tidak jenuh dari lemak terjadi melalui mekanisme radikal bebas. Reaksi diawali dengan pelepasan sebuah atom hidrogen yang labil pada lemak dan menghasilkan radikal-radikal lemak. Reaksi antara radikal lemak dengan oksigen membentuk radikal peroksi, diikuti pelepasan atom hidrogen lain, sehingga terbentuk suatu hidroperoksida dan radikal bebas lainnya. Menurut Mottram (1991) reaksi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

RH ---> R* - H* R* + O2 ---> ROO*

ROO* + RH ---> ROOH + R*

(27)

dengan dua kelas utama produk hasil oksidasi, yaitu dienal (2-alkenal) dan alkilfuran (Grosch, 1982).

Reaksi Degradasi Tiamin

Pada pH asam, degradasi tiamin diawali dengan pemotongan ikatan metilen antara cincin pirimidin dan cincin tiazol oleh ion hidroksil. Senyawa pirimidin tersebut kurang berperan dalam pembentukan flavor. Senyawa 3-merkapto-5-hidroksi-2-pentanon merupakan senyawa intermediet yang akan menghasilkan komponen-komponen furantiol dan tiofen yang merupakan aroma daging. Tiamin memiliki sebuah grup amino bebas, sehingga dapat mengalami reaksi Maillard dengan adanya gula pereduksi. Reaksi tiamin dan silosa, misalnya dapat menghasilkan komponen-komponen volatil yang memiliki aroma daging (Hincelin et al, 1992).

(28)

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan yaitu pada bulan Juni sampai November 2011. Proses pemeliharaan ternak dilakukan di Laboratorium Lapang Blok A Fakultas Peternakan. Pembuatan suplemen campuran garam kering karboksilat (CGKK) dilakukan di Laboratorium Ruminansia Besar Fakultas Peternakan dan Teknopark SEAFAST Fakultas Teknologi Pertanian. Penilaian sensori dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Institut Pertanian Bogor. Analisis komponen volatil dilakukan di Laboratorium Flavor BBPTP, Sukamandi.

Materi

Ternak dan Pakan

Penelitian ini menggunakan enam ekor ternak kerbau Rawa jantan dengan rataan bobot hidup 223,0 ± 14,3 kg dan delapan ekor ternak sapi Peranakan Ongole (PO) jantan dengan rataan bobot hidup 215,5 ± 219,2 kg. Pakan yang diberikan berupa pakan hijauan yang terdiri dari rumput alam yang dicampur dengan tongkol jagung. Konsentrat yang digunakan merupakan konsentrat komersial. Konsentrat komersial tersebut dicampur dengan ampas tempe. Pakan hijauan dan konsentrat diberikan sesuai dengan kebutuhan ternak sapi dan kerbau berdasarkan bahan kering. Penambahan campuran garam karboksilat kering (CGKK) dilakukan dengan mencampurkannya dengan konsentrat. Air minum ternak selalu tersedia dalam bak air minumnya. Komposisi kandungan komposisi ransum ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi dan Kandungan Nutrisi Pakan Ternak Sapi dan Kerbau

Sumber Pakan Keterangan : *Hasil Analisa Proksimat

(29)

(a) Pakan Hijauan (b) Pakan Konsentrat + CGKK Gambar 1. Pakan yang Digunakan dalam Penelitian (a) Pakan Hijauan dan (b) Pakan

Konsentrat + CGKK

Kandang

Kandang yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang individu dengan ukuran 2 x 1,5 m. Kandang juga dilengkapi dengan tempat pakan dan minum. Kandang yang digunakan berupa kandang dengan tipe tail to tail dengan atap berbentuk monitor.

Peralatan dan Bahan

Peralatan yang digunakan untuk analisis sensori adalah cawan kecil, termometer bimetal, dan meat colour score card. Analisis komponen volatil menggunakan labu destilasi, penangas air, kolom virgeux, tabung vial, freezer, alat SDE Likens-Nickerson, dan Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS). Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah aquades, larutan standar internal 1,4 diklorobenzena, dietil eter, Na2SO4 anhidrat, gas N2, dan gas pembawa Helium.

Prosedur

(30)

Pembuatan Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK) (Tasse,2010)

Minyak ikan dicampur dengan larutan HCl lalu dikocok. Selanjutnya campuran ditambah aquades dan dipanaskan pada suhu 60 oC selama 30 menit. Asam lemak bebas atau asam karboksilat yang dihasilkan dari hidrolisis asam minyak ikan ditambah dengan larutan KOH. Kemudian disimpan pada suhu ruangan sehingga garam karboksilat terbentuk ke permukaan.

Air yang berada dibagian bawah dibuang, lalu garam karboksilat yang dihasilkan dicampur dengan onggok dengan perbandingan 1 : 5 b/b. Campuran onggok dengan garam karboksilat dikeringkan dalam oven pada suhu 32 oC. Hasil pengeringan campuran onggok dengan garam karboksilat merupakan campuran garam karboksilat kering (CGKK) dapat dicampur dengan konsentrat. Pencampuran CGKK ke dalam konsentrat dilakukan setiap hari sebelum pemberian pakan, CGKK diaduk dengan konsentrat agar homogen.

Pemeliharaan

(31)

Analisis Sensori

Penilaian sensori dilakukan dengan menggunakan uji mutu hedonik. Uji mutu hedonik menggunakan uji skalar.

Persiapan Sampel. Sampel daging sapi dan kerbau yang digunakan untuk pengujian sensori diambil dari daging bagian Strip Loin (punggung). Daging yang akan diuji sebanyak empat sampel. Sampel yang digunakan untuk uji mutu hedonik menggunakan daging mentah. Ukuran sampel yang akan diuji berbentuk kubus dengan ukuran panjang, lebar, dan tinggi yakni 1,5 x 1,5 x1,5 cm dengan potongan arah serat yang sama. Sampel diletakkan di atas cawan kecil berwarna putih. Setiap sampel diberi nomor/kode tiga digit yang berbeda satu dengan yang lainnya.

Persiapan Panelis. Uji mutu hedonik menggunakan panelis agak terlatih sebanyak 15 orang. Sebelum melakukan uji, dilakukan pelatihan penyamaan persepsi terhadap atribut-atribut mutu sensori yang akan dinilai. Pada pelatihan ini disiapkan sampel untuk tiap skala atribut mutu dan disiapkan juga sampel sebagai contoh pembanding.

Pelaksanaan Uji. Sampel yang akan dinilai disajikan sekaligus dan panelis diperbolehkan untuk membandingkan antara sampel satu dengan sampel yang lainnya. Panelis menilai sampel sesuai persepsi masing-masing, yang dinyatakan dengan skala garis yang tersedia dalam format uji dengan memberikan tanda silang (X). Hasilnya kemudian dikonversikan ke skala numerik dengan menggunakan alat penggaris.

(32)

Analisis Komponen Volatil

Ekstraksi Komponen Volatil

Ekstraksi komponen volatil daging sapi dan kerbau dilakukan dengan menggunakan alat destilasi dan ekstraksi sesuai teknik Stimultaneus Distillation Extraction (SDE) Likens-Nickerson. Penggunaan alat destilasi ini dilakukan dengan pertimbangan hasil percobaan Hustiany (2001). Prosedur dan teknik metode SDE Likens-Nickerson adalah sebagai berikut: sampel yang sudah digiling halus ditimbang sebanyak 100 gram dimasukkan kedalam labu destilasi. Kemudian ditambahkan 500 ml aquades dan standar internal 1,4-diklorobenzena sebanyak 0,5 ml (0,1 gram dalam 100 ml dietil eter). Sampel ditempatkan pada alat SDE Likens-Nickerson, lalu dipanaskan pada suhu 1000C dan diekstraksi dengan pelarut dietil eter sebanyak 30 ml yang dipanaskan dalam penangas air pada suhu 400C selama 1 jam terhitung sejak air mendidih. Ekstrak yang diperoleh lalu dipekatkan dengan kolom vigreux hingga mencapai volume sekitar 2 ml. Ekstrak dimasukkan dalam tabung vial dan ditambah Na2SO4 anhidrat untuk mengikat air. Sampel disimpan

dalam freezer sebelum disuntik kedalam Gas Chromatograph-Mass Spektrometer (GC-MS) untuk mendapatkan komponen-komponen volatil yang ada pada daging sapi dan kerbau. Pada saat akan disuntik ke GC-MS, ekstrak dipekatkan kembali dengan gas N2 sampai volume sekitar 0,5 ml.

Identifikasi Komponen Volatil

Identifikasi komponen volatil daging sapi dan kerbau dilakukan sebagai tahapan lanjutan dari sampel yang diperoleh dari hasil ekstraksi komponen volatil. Identifikasi ini akan dilakukan dengan menggunakan alat GC-MS tipe Agilent 7890A, spesifikasi dan kondisi GC-MS yang digunakan sebagai berikut :

(33)

Waktu sampling : 0,5 menit

Beberapa upaya yang akan dilakukan untuk mengidentifikasi komponen volatil pada sampel penelitian yaitu :

Interpretasi Spektra Massa. dilakukan dengan membandingkan spektra massa suatu senyawa dengan spektra massa standar yang terdapat pada mass spectra library koleksi NIST (National Institute Standardt and Technology), yaitu NIST 12 dan NIST 62 yang memiliki koleksi pola spectra massa lebih dari 62000 pola. Pustaka spectra massa ini sudah berbentuk program software yang dapat dibaca software yang dapat dibaca dengan bantuan komputer. Interpretasi spectra massa juga dapat dilakukan secara manual, yaitu dengan membandingkan pola spectra massa suatu senyawa pada sampel dengan pola spectra massa senyawa tersebut yang terdapat pada jurnal atau buku yang sesuai.

Penentuan Linear Retention Index (LRI). setiap peak (puncak) yang terdeteksi pada detektor dan dicatat oleh integrator mempunyai waktu retensi masing-masing. Untuk program temperature gradient, maka digunakan perhitungan LRI. Nilai LRI merupakan hubungan antara waktu retensi standar n-alkana standar (C5-C26) yang disuntikkan pada kondisi yang sama dengan kondisi penyuntikan sampel. Perhitungan LRI tersebut akan dilakukan dengan persamaan sebagai berikut:

����= ��−��

(34)

Keterangan :

LRI� = index retensi linier komponen x Tx = waktu retensi komponen x (menit)

tn = waktu retensi alkana standar, dengan nilai n buah atom karbon yang muncul sebelum komponen x (menit)

tn + 1 = waktu retensi alkana standar, dengan nilai n+1 buah atom karbon yang muncul sesudah komponen x (menit)

n = jumlah atom karbon alkana standar yang muncul sebelum komponen x

Hasil perhitungan LRI suatu komponen akan dibandingkan dengan nilai LRI yang terdapat pada pustaka dengan kolom GC-MS yang digunakan, dipakai dengan fase diam yang sama.

Kuantifikasi Komponen Volatil. Konsentrasi komponen volatil masing-masing peak akan dihitung dengan persamaan :

Jumlah komponen =area komponen

jumlah sampel ×

jumlah standar internal area standar internal

Jumlah standar yang akan ditambahkan adalah 1 ml dari larutan standar internal 0,1 gram standar internal/100 ml pelarut atau 0,1%, sehingga jumlah yang ditambahkan adalah 0,001 gram atau 1 mg.

Komponen-komponen volatil yang diperoleh dari hasil analisis, selanjutnya akan dibandingkan dengan data sekunder atau literatur yang ada untuk mengetahui lebih lanjut komponen-komponen volatil apa saja yang berperan utama sebagai penyebab flavor pada daging sapi dan kerbau.

Rancangan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 2 x 2. Faktor pertama adalah jenis ternak (kerbau dan sapi) dan faktor kedua adalah pemberian pakan suplemen (konsentrat tanpa CGKK dan konsentrat yang ditambah dengan CGKK 45 gram/kg konsentrat atau 4,5%).

Model matematika yang digunakan adalah :

(35)

Keterangan :

Yijk = Hasil pengamatan sifat sensori dengan jenis ternak ke-i

dan pemberian pakan suplemen ke-j, pada ulangan ke-k µ = Nilai rataan sifat sensori

Ai = Pengaruh jenis ternak taraf ke-i

Bj = Pengaruh pemberian pakan suplemen pada taraf ke-j

(AB)ij = Pengaruh interaksi faktor jenis ternak pada taraf ke-i dengan

pemberian pakan suplemen pada taraf ke-j

�ijk = Pengaruh galat percobaan yang berasal dari faktor jenis ternak ke-i

dan perlakuan pemberian suplemen ke-j pada ulangan yang ke-k

(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Sensori Daging Sapi dan Kerbau

Penilaian sensori yang dilakukan terhadap daging sapi dan kerbau mentah adalah uji mutu hedonik dengan metode skalar yang meliputi penilaian terhadap bau, tekstur dan warna. Hasil uji skalar terhadap daging mentah sapi dan kerbau disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Uji Mutu Hedonik Daging Sapi dan Kerbau Mentah Dengan dan Tanpa Penambahan Suplementasi CGKK

Atribut Mutu Perlakuan Jenis Ternak Rata-rata Sapi Kerbau

Bau CGKK 5,50±0,70 6,50±2,12 6,00a±1,41 Non CGKK 3,00±1,41 2,75±1,25 2,83b±1,16

Rata-rata 4,25±1,70 4,00±2,36

Keterangan : Angka yang diikuti superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Skala bau : 0,0-3,0 = bau khas ikan lemah, 3,1-6,0 = bau khas ikan agak kuat, 6,1-9,0 = bau khas ikan kuat, 9,1-12,0 = bau khas ikan sangat kuat. Skala tekstur : 0,0-3,0 = halus, 3,1-6,0 = agak kasar, 6,1-9,0 = kasar, 9,1-12,0 = sangat kasar. Skala warna : 0,0-3,0 = merah terang, 3,1-6,0 = merah agak gelap, 6,1-9,0 = merah gelap, 9,1-12,0 = merah sangat gelap.

Bau

(37)

bau daging yang dimasak lebih kuat dibandingkan daging mentah. Hal itu dipengaruhi oleh metode pemasakan, jenis daging dan perlakuan daging sebelum dimasak. Selain itu juga daging mentah memiliki flavor yang kurang disukai, karena beraroma sangat lemah dan berasa seperti darah.

Tekstur

Tekstur merupakan karakteristik daging segar yang sulit diukur secara objektif. Tekstur otot dapat dibagi menjadi dua kategori, tekstur kasar dengan ikatan-ikatan serabut yang besar, dan tekstur halus dengan ikatan-ikatan serabut yang kecil (Soeparno, 2005). Sifat ini diukur oleh konsumen secara visual dan diraba. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi perlakuan dengan jenis ternak tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tekstur. Begitu pula jenis ternak dan perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap tekstur.

Warna

(38)

Analisis Komponen Volatil Daging Sapi dan Kerbau

Flavor daging berasal dari jaringan yang tidak berlemak maupun yang berlemak. Jaringan yang tidak berlemak bertanggungjawab terhadap flavor daging sedangkan jaringan yang berlemak mengandung senyawa volatil yang memberikan flavor khas dari spesies ternak yang bersangkutan (Shahidi, 1998). Data komponen volatil daging sapi dan kerbau dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Komponen Volatil pada Daging Sapi dan Kerbau

Komponen Sapi Kerbau

(39)

Komponen Volatil Daging Tanpa Pemberian Suplemen CGKK

Komponen volatil daging sapi tanpa perlakuan CGKK yang teridentifikasi adalah alkohol dengan jumlah 5 jenis yang terdiri dari 2-Nonen-1-ol (2), 2,3-Butanediol (1), Cyclobutanol (1), 1-Octen-3-ol (1), keton dengan jumlah 2 yang terdiri dari 2-Butanone dan 2-Butanone 3-hydroxy-, asam amino dengan jumlah 2 yang terdiri dari Glycine N-acetyl- dan Alanine, dan 14 komponen lainnya. Jumlah komponen total yang teridentifikasi dari daging sapi tanpa diberi ransum bersuplemen CGKK adalah 42 komponen.

Komponen-komponen yang teridentifikasi pada daging kerbau tanpa diberi ransum bersuplemen CGKK adalah alkohol dengan total 6 jenis yang terdiri dari 2-Hexanol, 3-methyl-, Ethanol, 2-(vinyloxy)-, 2,3-Butanediol, 1-Octen-3-ol, Cyclobutanol, 2-Nonen-1-ol, keton dengan total 4 jenis yang terdiri dari 2-Butanone, 2-Butanone, 3-hydroxy-, 2,3-Octanedione, 3-Octanone, 2-methyl-, asam amino dengan total 4 jenis asam karboksilat dengan total 4 jenis yang terdiri dari Butanoic acid, Hexanoic acid, Propanoic acid, 2-hydroxy-, Butanedioic acid, dan 18 komponen lainnya. Jumlah komponen total yang teridentifikasi dari daging kerbau tanpa perlakuan CGKK adalah 50 komponen.

Daging kerbau tanpa perlakuan CGKK memiliki komponen amida, alkohol, asam amino, keton, dan aldehid lebih banyak dibandingkan daging sapi tanpa perlakuan CGKK. Selama proses pemasakan daging, degradasi lipid terjadi, degradasi membentuk banyak senyawa volatil, lebih dari setengahnya volatil dihasilkan dari lemak daging yang dimasak. Salah satu jalur utama aroma volatil saat memasak daging adalah oksidasi termal diinduksi dari rantai asil dari lipid. Mottram (1998) menyatakan bahwa oksidasi asam lemak tak jenuh merupakan reaksi utama yang bertanggung jawab atas terjadinya degradasi lemak, yang diawali dengan terbentuknya radikal bebas. Terbentuknya radikal bebas mengakibatkan timbulnya peroksida-peroksida yang bila mengalami dekomposisi akan menghasilkan zat-zat kimia yang berkontribusi terhadap flavor daging seperti aldehid, alkohol tidak jenuh, keton, lakton, dan furan serta hidrokarbon aromatik.

(40)

ambang bau yang tinggi dan berperan kecil terhadap flavor daging (Mottram, 1991). Selain alkohol, senyawa aldehid juga lebih banyak ditemukan pada daging kerbau tanpa perlakuan CGKK. Senyawa-senyawa aldehid selain berkontribusi terhadap flavor yang diinginkan juga berasal dari produk degradasi stecker serta terbentuk dari degradasi lipid, yang kemudian dapat pula bereaksi dengan prekursor-prekursor yang dihasilkan dari reaksi maillard.

Komponen Volatil Daging Dengan Pemberian Suplemen CGKK

Komponen volatil daging sapi dengan perlakuan CGKK yang teridentifikasi adalah alkohol dengan total 7 jenis yaitu Ethanol, 2-(vinyloxy)-, 2-Hexanol, 3-methyl-, 2-Octanol, (S)-, Butanol, 3-(ethoxyethoxy)-2-methyl, Cyclobutanol, 1-Octen-3-ol, 2-Nonen-1-ol, keton yaitu 2-Butanone dan 2-Butanone, 3-hydroxy-, asam amino yaitu dl-Cysteine, Glycine, N-acetyl-, Alanine, asam karboksilat dengan total 3 jenis yaitu Butanoic acid, Propanoic acid, 2-hydroxy-, Oleic Acid, dan 13 komponen lainnya. Jumlah komponen total yang teridentifikasi dari daging sapi yang diberi ransum bersuplemen CGKK adalah 42 komponen. Komponen - komponen yang teridentifikasi pada daging kerbau dengan perlakuan CGKK adalah alkohol dengan total 8 komponen yang terdiri dari Hexanol, 3-methyl-, Ethanol, 2-(vinyloxy)-, 1-Pentanol, 4-Methoxy-4-methyl-2-pentanol, Cyclobutanol, 1-Octen-3-ol, Cyclohexan1-Octen-3-ol, 2-(methylaminomethyl)-, trans-, 2-Nonen-1-1-Octen-3-ol, ester dengan total 6 komponen yang terdiri dari Formic acid, 1-methylpropyl ester, Propanoic acid, 3-methoxy-, methyl ester, Acetic acid, 3-methoxy-, ethyl ester, 3,7-Dimethyl-6-nonen-1-ol acetate, 10-Undecenoic acid, propyl ester, Oxalic acid, allyl dodecyl ester, asam karboksilat dengan total 4 komponen yang terdiri dari Hexanoic acid, Butanedioic acid, Butanoic acid, Propanoic acid, 2-hydroxy-, dan 17 komponen lainnya. Jumlah komponen total yang teridentifikasi dari daging kerbau yang diberi perlakuan CGKK adalah 51 komponen.

(41)

Patterson (1974), faktor yang mempengaruhi flavor termasuk spesies, jenis kelamin, umur, lemak dan makanannya.

(42)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Secara sensori, daging sapi PO dan kerbau rawa mentah yang diberi perlakuan pakan suplementasi minyak ikan lemuru terproteksi dalam bentuk campuran garam karboksilat kering (CGKK) memiliki bau khas minyak ikan lebih kuat dibandingkan daging sapi dan kerbau mentah yang tanpa disuplementasi minyak ikan lemuru terproteksi dalam bentuk CGKK. Daging kerbau mentah memiliki warna lebih gelap dibandingkan daging sapi mentah. Hasil analisis komponen volatil menunjukkan bahwa secara keseluruhan jenis maupun jumlah komponen volatilnya pada daging kerbau lebih banyak dibandingkan daging sapi.

Saran

(43)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Sifat Sensori dan Karakteristik Flavor Daging Sapi PO dan Kerbau Rawa yang

Digemukkan Dengan Ransum Disuplementasi Minyak Ikan Lemuru

Terproteksi”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. B. N. Polii,SU sebagai Dosen Pembimbing Utama dan Dr. Ir. Rudy Priyanto sebagai dosen Pembimbing Anggota atas segala kesabaran dalam memberikan bimbingan dan pengorbanan waktu serta pemikirannya dari mulai persiapan penelitian sampai akhir penulisan skripsi. Terimakasih kepada M. Baihaqi, S.Pt., M.Sc dan Ir. Kukuh Budi Satoto, MS sebagai dosen penguji sidang atas saran dan masukannya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Jakaria, S.Pt., M.Si selaku Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis juga mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada ayah, ibu, kakak dan adik tercinta, Beasiswa BUMN, teman-teman kelas IPTP 45, sahabat-sahabatku dan semua pihak yang telah membantu penulis. Terimakasih telah menjadi teman yang selalu memberi dukungan, bantuan, kerjasama dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampai kepada teman-teman satu tim penelitian yaitu Devi, Rullyana, Lusi, Delvi, Gita dan Putri serta Ibu Yurleni, penulis juga mengucapkan terima kasih banyak atas kerjasama dan bantuannya selama penelitian berlangsung. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan untuk teman-teman Wisma Pustaka Ummah yaitu Mega, Yenny, Dian, dan Nina yang senantiasa memberikan keceriaan, doa, kasih sayang serta dukungan kepada penulis. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, masyarakat dan seluruh pembaca.

Bogor, September 2012

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, M., 2003. Potensi dan keragaman sumber daya genetik sapi Peranakan Ongole (PO). Wartazoa. 14 (4).

Blakely & Bade. 1998. Ilmu Peternakan. Edisi ke-3. Terjemahan: B.Srigandono dan Soedarsono. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Bratzler, L. J. 1971. Palatability Factors and Evaluation. Dalam : J. F. Price dan B. S. Schweigert (Ed.). The Science of Meat and Meat Product. 2nd Edition. W. H. Freeeman and Company, San Francisco. inovasi teknologi peternakan untuk meningkatkan produktivitas kerbau lokal. Prosiding Seminar Lokakarya Nasional Kerbau Peningkatan Produktivitas Kerbau melalui Aplikasi Teknologi Reproduksi dalam Rangka Meningkatkan Kesejahteraan Peternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.13-24.

Dewan Standardisasi Nasional. 2008. Mutu Karkas dan Daging Sapi. SNI 01-3932-1995. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.

Direktorat Jenderal Peternakan. 2005. Lokakarya pengembangan dan peningkatan produksi ternak kerbau serta potensi peluang dan tantangan usaha ternak kerbau mendukung agribisnis peternakan. Laporan Direktorat Jendral Peternakan, Bogor.

Diwyanto, K. & H. Handiwirawan. 2006. Strategi pengembangan ternak kerbau: aspek penjaringan dan distribusi. Prosiding lokakarya nasional usaha ternak kerbau mendukung program kecukupan daging sapi. 2006. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

Fahimuddin, M. 1975. Domestic Water Buffalo. Oxford and IBH Publishing Co, New Delhi.

Grosch, W. 1982. Lipid Degradation Product and Flavor. Didalam Food Flavor, Part 1 (Morton ID, Macleod AJ). Elsevier, Oxford.

Hasinah, H. & Handiwirawan. 2006. Keragaman genetic ternak kerbau di Indonesia. Prosiding lokakarya nasional usaha ternak kerbau mendukung program kecukupan daging sapi. 2006. Pusat Penelitiian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

Hatmono, H. & I. Hastoro, 1997. Urea Molases Blok Pakan Suplemen Ternak Ruminansia. Trubus Agriwidya, Ungaran.

(45)

Hustiany, R. 2001. Identifikasi dan karakterisasi komponen off-odor pada daging itik. Tesis. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kartadisastra, H. R. 1997. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak Ruminansia. Kanisius, Yogyakarta.

Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Lawrie, R. A. 2003. Ilmu Daging. 5ed. Universiyas Indonesia Press, Jakarta.

Macleod G. 1998. The flavour of beef. Di dalam : Flavor of Meat, Meat Product and Seafood. Blackie Academic & Professional, London – New York – Tokyo – Madras.

Maryana, L. 2002. Pengaruh penambahan minyak ikan lemuru (Sardinella longiseps) terhadap produksi gas metan, VFA dan aktivitas Carboxymethil Cellulose pada fermentasi selulosa oleh mikroba rumen secara invitro. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta.

Mattjik, A. A. & Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Jilid I. Edisi ke-2. IPB Press, Bogor.

Meilgaard M., Civille G. V., & Carr T. 1999. Sensory Evaluation Techniques. 3rd Ed. CRC Press, Washington DC.

Mottram, D. S. 1991. Meat. Di dalam : Volatile Compound in Food and Beverages. Marcel Decker, Inc., New York.

Mottram, D. S. 1998. The Chemistry of Meat Flavour. Di dalam : Flavor of Meat, Meat Product and Seafood. Blackie Academic & Professional, London – New York – Tokyo – Madras.

National Research Council. 1981. The Water Buffalo: New Prospect for An Underutilized Animal. National Academy Press, Washington DC.

Nursten, H. E. 1986. Aroma Compounds from The Maillard Reaction. Di dalam

Reineccius, G. 1994. Source Book of Flavor. Chapman & Hall, New York.

Shahidi, F. 1998. Flavor of Meat, Meat Product and Seafood. Blackie Academic & Professional, London-New York-Tokyo-Madras.

Sarwono, B. Arianto, H. & Bimo. 2003. Penggemukan Sapi Secara Cepat. Penebar Swadaya, Jakarta.

SAS. 1985. SAS User Guide : Statistics. 5Th Edition. SAS Institut Inc., USA. Siregar, S. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya, Jakarta.

(46)

Soekarto, ST. 1985. Penilaian Organoleptik. Bogor: Pusbangtepa, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Sudarmono, A. S. Sugeng, Y. & Bambang. 2008. Sapi Potong. Cetakan – 17. Edisi revisi. Penebar swadaya, Jakarta.

Tasse AM. 2010. Tampilan asam lemak dalam susu sapi hasil pemberian ransum mengandung campuran garam karboksilat atau metil ester kering. Disertasi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Varnam, F. G. 1993. Pangan: Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Warris, P. D. 2000. Meat Science an Introductory Text. CABI Publishing, Bristol. Winarno, F. G. 2002. Flavor Bagi Industri Pangan. M-Brio Press, Bogor.

Wasserman, A. E. 1979. Symposium of meat flavor, chemical basis for meat flavor: A Review. J. Food Sci. 446.

(47)
(48)

Lampiran 1. Form Uji Mutu Hedonik Tanggal :

Panelis :

Jenis Produk : Daging mentah Instruksi :

1. Dihadapan Anda tersedia beberapa sampel uji. Berilah penilaian terhadap masing-masing atribut mutu berdasarkan tingkat intensitasnya yang Anda tangkap.

2. Pada garis skala setiap atribut tandailah hasil penilaian Anda dengan tanda silang ( X ) yang menunjukkan tingkat intensitas dari atribut tersebut. Semakin ke kanan semakin kuat intensitasnya.

Kode sampel Atribut Mutu

Warna

(49)

Lampiran 2. Analisis Ragam Bau Daging Sapi dan Kerbau Mentah Sumber

Keragaman

Db JK KT F Hit Pr>F

JTER 1 0,32142857 0,32142857 0,16 0,6994 PLK 1 22,32142857 22,32142857 11,04 0,0149 JTER*PLK 1 0,89285714 0,89285714 0,46 0,5247

Galat 6 11,75000000 1,95833333 Total 9 36,90000000

Lampiran 3. Analisis Ragam Tekstur Daging Sapi dan Kerbau Mentah Sumber

Keragaman

Db JK KT F Hit Pr>F

JTER 1 35,81202186 35,81202186 4,36 0,0751 PLK 1 0,13989071 0,13989071 0,02 0,8998 JTER*PLK 1 7,35300546 7,35300546 0,90 0,3755

Galat 7 57,4666667 8,2095238 Total 10 114,0000000

Lampiran 4. Analisis Ragam Warna Daging Sapi dan Kerbau Mentah Sumber

Keragaman

Db JK KT F Hit Pr>F

JTER 1 55,84615385 55,84615385 20,94 0,0060 PLK 1 0,.05128205 0,05128205 0,02 0,8951 JTER*PLK 1 0,46153846 0,46153846 0,17 0,6946

(50)
(51)

Lampiran 6. Hasil Analisis Komponen Volatil Daging Sapi Non CGKK

No Komponen RT (min) Area

1 Di(pent-4-enyl)amine 4,256 519932

2 Acetamide, 2,2,2-trichloro- 4,308 267903

3 sec-Butylamine 5,1313 291

11 1,3-Propanediamine, N-methyl- 14,7736 2042

12 Nonanal 15.1764 15,1764 30940

25 3,3'-Iminobispropylamine 19,346 58082

26 2-Nonen-1-ol 19,9686 1623

27 1-Dodecanamine 21,211 94670

28 Piperidine, 3,5-dimethyl- 21,275 21570

29 2-Piperidinone, 1-methyl- 21,421 111916

30 1-Heptadecanamine 22,103 16446

31 Folic Acid 22,208 59510

32 1-Ethyl-2-(4-methylpentyl)cyclopentane 22,272 179428

33 1-Heptadecanamine 22,313 208891

34 Piperidine, 3,3-dimethyl- 22,365 48936

35 6H-Pyrazolo[1,2-a][1,2,4,5]tetrazine, hexahydro-2,3-dimethyl- 22,482 67731

36 1-Octen-3-ol 22,5123 2365

37 Pyrrolidine, 1-(1-propenyl)- 22,75 56915

38 1-Heptadecanamine 22,826 109504

39 3-Methyl-1-nitropyrazole 22,855 47334

40 2-Butenamide, N,2,3-trimethyl- 22,913 51373

41 2-Tridecenal, (E)- 23,861 9595

(52)
(53)

Lampiran 8. Hasil Analisis Komponen Volatil Daging Sapi CGKK

No Komponen RT (min) Area

1 Heptanal 4,113 1687

2 3-Ethyl-2-methyl-1-heptene 4,359 293

3 dl-Cysteine 5,876 44081

10 1-Butanol, 3-(1-ethoxyethoxy)-2-methyl 10,154 10494625

11 Propanoic acid, 2-hydroxy- 10,176 41331

12 Butane, 2-ethoxy- 10,37 15156344

13 Cyclobutanol 10,719 1756

14 Benzaldehyde 11,447 231174

15 4H-1,2,4-Triazole, 4-methyl- 12,049 432419

16 Guanidine, N,N-dimethyl- 12,468 355040

17 Propane, 1-(1-methylethoxy)- 12,538 349813

18 Benzene, 1,4-dichloro- 14,025 22016333

19 Hexanal 14,522 16155

20 1,3-Propanediamine, N-methyl- 14,754 1955

21 Nonanal 15,169 28962

22 2-Methylaminomethyl-1,3-dioxolane 15,715 136488

23 Glycine, N-acetyl- 16,041 413840

24 2-Decenal, (E)- 17,453 1519

25 2,4-Nonadienal 18,245 6401

26 sec-Butylamine 18,667 1779

27 Alanine 18,679 489

28 2-Undecanethiol, 2-methyl- 20,122 1862

29 1-Octen-3-ol 20,273 3717

30 3-Octene, (Z)- 22,313 809

31 Methylpent-4-enylamine 22,989 151779

32 1,4-Butanediamine, N-(3-aminopropyl)- 23,228 304658

33 Acetic acid, 4-hydroxy-cyclohexyl ester 23,362 376059

34 Pterin-6-carboxylic acid 23,415 106282

35 2-Propenamide, N-(1-cyclohexylethyl)- 23,531 756135

36 1,3-Cyclohexanedimethanamine 23,659 261815

(54)
(55)

Lampiran 10. Hasil Analisis Komponen Volatil Daging Kerbau Non CGKK

10 Ethanol, 2-(vinyloxy)- 8,674 118223

11 Propanamide, 2-methyl- 9,752 217905

12 2,3-Butanediol 10,207 9866493

13 1-Octen-3-ol 10,233 65401

14 Propanoic acid, 2-hydroxy- 10,378 537039

15 Butane, 2-ethoxy- 10,382 1,30E+07

16 Benzaldehyde 11,449 149705

17 Cyclobutanol 11,65 6344

18 Ethanamine, N-methyl- 12,06 233781

19 Ethanethioamide, N,N-dimethyl- 12,078 315095

20 Oxirane, (propoxymethyl)- 12,474 436005

21 2-Butanone, 3-hydroxy- 12,548 39226

22 1-Octadecanamine, N-methyl- 13,331 219162

23 2,3-Octanedione 13,697 4001

24 Benzene, 1,4-dichloro- 14,031 1,80E+07

25 Hexanal 14,532 194009

26 2-Butanamine, (S)- 14,771 125249

27 Nonanal 15,172 20630

28 1,3-Dioxolane 15,721 273758

29 Glycine, N-acetyl- 15,814 173379

30 2-Methylaminomethyl-1,3-dioxolane 15,907 142521

31 Butanedioic acid 16,038 211533

32 Glucose 16,07 21718

33 Alanine 16,48 940

34 Heptanal 17,449 7626

35 Pentanal 17,796 1044

36 Furan, 2-pentyl- 18,253 3724

37 2-Undecanethiol, 2-methyl- 22,321 889

38 3-Octanone, 2-methyl- 22,517 748

39 Benzothiazole 23,074 18906

40 2-Propenamide, N-(1-cyclohexylethyl)- 23,135 192576

41 Propanamide 23,211 175256

42 2-Amino-5-methyl-4-oxo-3,4-dihydropyrimidine 23,316 152802

43 1-Piperidinecarboxaldehyde 23,38 132155

44 Pterin-6-carboxylic acid 23,467 191024

45 Folic Acid 23,537 723103

46 Octadecanoic acid, 3-oxo-, methyl ester 23,677 273530

47 2-Nonen-1-ol 23,859 79574

48 1,4-Butanediamine, N-(3-aminopropyl)- 24,079 206270

49 11-Dodecen-1-ol trifluoroacetate 29,191 1075993

(56)
(57)

Lampiran 12. Hasil Analisis Komponen Volatil Daging Kerbau CGKK

No Komponen RT (min) Area

1 Propanamide, 2-hydroxy- 5,492 1091707

2 dl-Cysteine 5,658 141727

3 Hexanoic acid 5,693 101069

4 Butanedioic acid 5,746 2817937

5 Butanoic acid 6,919 11293

6 Propanoic acid, 2-hydroxy- 7,095 302538

7 Formic acid, 1-methylpropyl ester 8,464 477718

8 2-Hexanol, 3-methyl- 8,511 165721

9 Ethanol, 2-(vinyloxy)- 8,552 291817

10 2-Butanone 8,608 2189

11 (3-Methyl-oxiran-2-yl)-methanol 8,61 251665

12 Acetaldehyde, methoxy- 9,764 1231845

13 1-Pentanol 10,04 1546

14 Isoxazolidine 10,155 2,00E+07

15 Butane, 2-ethoxy- 10,376 3,20E+07

16 Ethylbenzene 11,268 241203

17 Benzaldehyde 11,454 577283

18 o-Xylene 11,897 512365

19 Ethanamine, N-methyl- 12,072 730088

20 Propanoic acid, 3-methoxy-, methyl ester 12,48 779252

21 Acetic acid, methoxy-, ethyl ester 12,556 838558

22 2-Butanone, 3-hydroxy- 13,327 33068

23 1-Octadecanamine, N-methyl- 13,331 282964

24 Benzene, 1,4-dichloro- 14,036 7,70E+07

25 Alanine 14,299 468

26 1,3-Propanediamine, N-methyl- 14,776 45723

27 Hexanal 15,171 19882

28 Nonanal 15,178 5812

29 4-Methoxy-4-methyl-2-pentanol 15,587 144900

30 1,3-Dioxolane 15,727 392360

36 Benzothiazole 18,184 6341

37 2-Nonanone 20,277 8796

38 1-Octen-3-ol 20,291 810

39 1-Heptadecanamine 22,313 69803

40 Cyclohexanol, 2-(methylaminomethyl)-, trans- 23,123 68080

41 Methylpent-4-enylamine 23,211 64118

42 2-Propenamide, N-(1-cyclohexylethyl)- 23,368 30693

43 Pterin-6-carboxylic acid 23,409 41242

44 3,7-Dimethyl-6-nonen-1-ol acetate 23,473 76875

45 Methylpent-4-enylamine 23,537 296612

46 10-Undecenoic acid, propyl ester 23,654 37960

47 2-Nonen-1-ol 23,863 6399

48 Oxalic acid, allyl dodecyl ester 23,968 20345

49 Furan, 2-pentyl- 29,192 25170

50 2,4-Decadienal, (E,E)- 29,199 95761

51 2-Undecanethiol, 2-methyl- 42,179 4715

(58)

Lampiran 13. Gambar Sampel Uji Mutu Hedonik

(a) Daging Sapi CGKK (b) Daging Sapi Non CGKK

(59)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daging merupakan komoditi peternakan yang mempunyai nilai gizi yang baik dan sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia, seperti protein dengan asam-asam amino yang lengkap dan seimbang, lemak, karbohidrat, dan vitamin, serta komponen anorganik. Secara garis besar daging dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu daging merah, seperti daging sapi, kerbau dan domba, serta daging putih di antaranya daging ayam dan itik. Daging sapi merupakan daging yang biasa dikonsumsi dan lebih disukai oleh masyarakat dibandingkan daging kerbau. Kerbau seharusnya memiliki potensi untuk dapat dikembangkan karena memiliki daya adaptasi yang sangat baik. Karakteristik daging kerbau yaitu memiliki warna lebih merah dan tekstur lebih kasar dibandingkan dengan daging sapi.

Upaya peningkatan kualitas gizi daging kerbau dapat dilakukan dengan cara penggemukan. Faktor yang harus diperhatikan pada penggemukan adalah pemberian pakan. Pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pokok, pertumbuhan dan produksi. Salah satu alternatif pakan suplemen yang dapat ditambahkan adalah minyak ikan lemuru (Sardinella longiseps) yang diproteksi dalam bentuk campuran garam karboksilat kering (CGKK). Minyak ikan ini juga banyak mengandung asam lemak omega-3 seperti EPA (Eicosapentaeonic acid) dan DHA (Decosahexaeonic acid). Asam lemak omega-3 berperan dalam kesehatan, seperti mencegah penyakit kardiovaskuler, fungsi kekebalan tubuh dan kadar lipid darah. Penelitian pemberian pakan yang disuplementasi minyak ikan lemuru dalam bentuk CGKK pada sapi perah menghasilkan susu yang banyak mengandung asam lemak omega-3 (Tasse, 2010).

(60)

sensori dan komponen senyawa volatil yang membentuk flavor pada daging sapi dan kerbau.

Tujuan

(61)

TINJAUAN PUSTAKA

Kerbau

Kerbau merupakan hewan ruminansia dari sub famili Bovidae yang berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India. Kerbau domestikasi atau water buffalo yang terdapat saat ini berasal dari spesies Bubalus arnee. Spesies kerbau lainnya yang masih liar adalah Bubalus mindorensis, Bubalus depressicornis dan Bubalus caffer (Hasinah dan Handiwirawan, 2006). Kerbau domestik (Bubalus bubalis) terdiri dari dua tipe yaitu kerbau rawa dan kerbau sungai. Kerbau rawa adalah kerbau tipe pedaging sedangkan kerbau sungai merupakan kerbau tipe perah. Taksonomi kerbau (Bubalus bubalis) menurut Fahimuddin (1975) adalah sebagai berikut:

Kerbau sungai (river buffalo) adalah kerbau yang biasa digunakan sebagai ternak perah dan memiliki kebiasaan berkubang pada air jernih. Fahimuddin (1975) menyatakan bahwa kerbau sungai banyak terdapat di India, Pakistan, Mesir, dan daerah Mediterania. Kerbau rawa (swamp bufallo) tersebar dalam jumlah yang besar di daerah Asia Tenggara. Ciri-ciri kerbau rawa menurut Fahimuddin (1975) adalah berwarna keabu-abuan, leher terkulai dan memiliki tanduk besar yang mengarah ke belakang. Kerbau rawa memiliki kebiasaan berkubang pada lumpur. Kerbau rawa biasanya digunakan sebagai penghasil daging dan hewan kerja.

(62)

sampai daerah yang relatif kering. Di beberapa negara kerbau dikembangbiakkan terutama untuk produksi susu dan bahan baku produk olahan susu karena kadar lemak susu kerbau lebih tinggi daripada sapi.

Sapi Peranakan Ongole

Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan sapi hasil persilangan antara sapi sumba ongole dengan sapi setempat di Jawa menghasilkan anakan yang mirip sapi ongole (Sarwono dan Arianto, 2003). Beberapa hasil penelitian menunjukkan sapi PO baik dalam menanggapi perubahan maupun perbaikan pakan. Secara fisiologis sapi PO mempunyai daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan tropis (Astuti, 2003). Ciri-ciri sapi Ongole menurut Sudarmono dan Sugeng (2008) yaitu, ukuran tubuhnya besar dan panjang, warna tubuhnya putih, tetapi warna leher dan punuk sampai leher berwarna putih keabu-abuan sedangkan lututnya hitam. Kepalanya berukuran panjang, sedangkan telinganya agak tergantung, tanduknya pendek dan tumpul yang pada bagian pangkalnya berukuran besar, tubuh kearah luar belakang. Sapi ongol juga memiliki gelambir yang lebar, bergantung, dan berlipat yang tumbuh sampai tali pusar. Karakteristik fisik sapi Ongole dari india pada umumnya tidak berbeda dengan sapi Peranakan Ongole yang berada di Indonesia (Payne and Hodges, 1997).

Bahan Pakan Ternak

(63)

dibagi menjadi tiga jenis yaitu pakan hijauan, pakan penguat (konsentrat), dan pakan tambahan (feed suplement).

Pakan Hijauan

Bahan pakan berupa hijauan merupakan pakan berserat kasar tinggi. Hewan memamah biak seperti sapi dan kerbau akan mengalami gangguan pencernaan bila pakan yang dikonsumsi berserat kasar terlalu rendah. Peranan hijauan yang menjadi pakan ternak ruminansia tidak bisa digantikan seluruhnya dengan konsentrat yang memiliki kandungan serat kasar yang relatif lebih rendah. Hijauan terdiri dari dua macam jenis, yaitu hijauan segar dan hijauan kering. Hijauan segar adalah hijauan yang diberikan pada keadaan segar ataupun berupa silase, sedangkan hijauan kering bias berupa hay (hijauan yang sengaja dikeringkan) maupun jerami kering (Sudarmono dan Sugeng, 2008).

Pakan Konsentrat

Pakan konsentrat merupakan bahan pakan yang memiliki serat kasar relatif rendah dengan daya cerna yang tinggi, pakan konsentrat biasanya berupa butiran atau biji-bijian. Fungsi dari bahan pakan konsentrat adalah untuk meningkatkan dan memperkaya kandungan nutrisi dalam pakan lainnya yang memiliki gizi rendah, sehingga pada sapi dan kerbau dalam masa penggemukan harus diberikan pakan konsentrat dengan kandungan nutrisi yang cukup. Ternak dalam masa penggemukan sebagian besar pakan yang diberikan berupa pakan berbutir atau pakan konsentrat (Sudarmono dan Sugeng, 2008).

Pakan Tambahan (Feed Suplement)

Gambar

Grafik Hubungan Antara Waktu Retensi dan Luas Area Puncak
Tabel 1. Klasifikasi Senyawa Volatil yang Terdapat pada Daging Olahan
Gambar 1. Pakan yang Digunakan dalam Penelitian (a) Pakan Hijauan dan (b) Pakan
Tabel 3. Hasil Uji Mutu Hedonik Daging Sapi dan Kerbau Mentah Dengan dan
+6

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Surat undangan ini disamping dikirimkan melalui email juga ditayangkan pada website SPSE Kabupaten Bolaang Mongondow, oleh karenanya Pokja tidak dapat menerima

[r]

Jumlah elektron yang terdapat pada kulit terakhir dari atom unsur dengan nomor massa 80 dan mempunyai 45 neutron adalah ..... 26 elektron di sekitar

We discussed ways to enhance ASEAN-India cooperation in cyber security including by holding the ASEAN India Cyber Dialogue early next year which would

 Menyambung pipa tanpa bocor dengan panjang Instalasi sesuai gambar kerja (Las, Solder,Ulir, Electro fusion, heatfusion).  Pemasangan pada tempat dan jarak yang

Perencanaan Pembelajaran Matematika Berbasis Lingkungan di SMP meliputi a) Penyusunan perencanaan pembelajaran matematika berbasis lingkungan dengan memahami kondisi

belajar matematika siswa kelas VII SMP Islam Durenan pada materi pokok.. bangun datar segi empat tahun pelajaran