• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Umur Itik Alabio dan Cihateup Berdasarkan Tempat Tumbuh Bulu Tetap pada Bagian-Bagian Tubuh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendugaan Umur Itik Alabio dan Cihateup Berdasarkan Tempat Tumbuh Bulu Tetap pada Bagian-Bagian Tubuh"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PENDUGAAN UMUR ITIK ALABIO DAN CIHATEUP

BERDASARKAN TEMPAT TUMBUH BULU

TETAP PADA BAGIAN-BAGIAN TUBUH

CIRA MARLINAH

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Umur Itik Alabio dan Cihateup Berdasarkan Tempat Tumbuh Bulu Tetap pada Bagian-Bagian Tubuh adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian

Bogor, Agustus 2013

Cira Marlinah

(4)

ABSTRAK

CIRA MARLINAH. Pendugaan Umur Itik Alabio dan Cihateup Berdasarkan Tempat Tumbuh Bulu Tetap pada Bagian-Bagian Tubuh. Dibimbing oleh RUKMIASIH dan RUDI AFNAN.

Pemilihan itik yang diinginkan dalam proses peremajaan sangatlah sulit bagi para peternak, karena umumnya itik di Indonesia dijual dalam satu kelompok meskipun umurnya berbeda. Tujuan penelitian ini adalah menduga umur itik (alabio dan cihateup) melalui tempat tumbuh bulu tetap pada bagian-bagian tubuh. Sebanyak 143 ekor itik alabio dari Kalimantan dan 32 ekor itik cihateup dari Tasikmalaya ditetaskan di Laboratorium Penetasan Telur Unggas Institut Pertanian Bogor kemudian dipelihara di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Unggas Institut Pertanian Bogor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum pergantian bulu tetas menjadi bulu tetap pada kedua jenis itik yang diamati berturut-turut dari bagian dada, ketiak, punggung atas, ekor, punggung bawah, leher, sayap primer dan sayap sekunder. Pergantian bulu tetas menjadi

Kata kunci: kecepatan pergantian bulu tetas, pendugaan umur itik

ABSTRACT

CIRA MARLINAH. Alabio and Cihateup Duck Age Estimation Base on Fixed Feathers Growth on Body Parts. Supervised by RUKMIASIH and RUDI AFNAN.

Duck selection for replacement is difficult for farmers, as day old duck (DOD) are generally sold in a group although they have different ages. The purpose of this study was to estimate the age of ducks (cihateup and alabio) through the growth of fixed feather on the body. A total of 143 alabio ducks eggs originate from Borneo and 32 cihateup ducks from Tasikmalaya had hatched in Animal Husbandry Hatching Laboratory then grew up at the Field Laboratory of Poultry Production, Bogor Agricultural University. The results showed that the overall changing of hatching feathers into fixed feathers on both types of ducks is observes successively from the chest, armpits, upper back, tail, lower back, neck, wing primary and secondary wings. The alabio ducks hatching feathers substitution into fixed feathers were faster than cihateup ducks. Cihateup ducks showed changing of hatching feathers into fixed feathers in its chest in weeks 4, while the alabio ducks showed changing in the chest, armpit and upper back on the same week. Alabio ducks changed all the fixed feathers in their body on weeks 6, mean while cihateup duck on weeks 7.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

PENDUGAAN UMUR ITIK ALABIO DAN CIHATEUP

BERDASARKAN TEMPAT TUMBUH BULU

TETAP PADA BAGIAN-BAGIAN TUBUH

CIRA MARLINAH

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Pendugaan Umur Itik Alabio dan Cihateup Berdasarkan Tempat Tumbuh Bulu Tetap pada Bagian-Bagian Tubuh

Nama : Cira Marlinah NIM : D14090104

Disetujui oleh

Dr Ir Rukmiasih, MS Pembimbing I

Dr Rudi Afnan,SPt MScAgr Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Cece Sumantri, MAgrSc Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2012 sampai November 2012 ini ialah itik, dengan judul Pendugaan Umur Itik Alabio dan Cihateup Berdasarkan Tempat Tumbuh Bulu Tetap pada Bagian-Bagian Tubuh.

Penulis pada kesempatan ini mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Ir Rukmiasih, MS dan Bapak Dr Ir Rudi Afnan, SPt MScAgr selaku pembimbing skripsi, Bapak Dr Ir Ibnu Kasir Amrullah, MS, Ibu Ir Lucia Cyrilla, MSi serta Bapak Dr Ir Afton Atabany, MSi selaku dosen penguji dan terima kasih kepada Ibu Prof Em Dr Peni SH, MSc, yang telah banyak memberikan ide dan sarannya. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Eka Koswara, SPt selaku teknisi Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Unggas, Bapak Muhamad Hamjah dan Bapak Entis Sutrisna yang banyak membantu di laboratorium lapang Ilmu Produksi Ternak Unggas, Muhamad Kholid, Darifta, Diniati, Fitria Darajah, Aditya Ananda Putra, Syaifudin dan Irmawan Purpranoto selaku teman tim penelitian yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Manajemen Pengelola Beastudi Etos Bogor dan Karya Salemba Empat Foundation (KSE) atas bantuan finansialnya, ayah, ibu, kakak serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Ruang Lingkup Penelitian 1

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan 2

Ternak 2

Pakan 2

Alat 2 Kandang dan Perlengkapan 2

Prosedur 2 Persiapan Kandang 2

Penentuan Jenis Kelamin (Sexing) 3

Pelaksanaan Pemeliharaan 3

Analisis Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 4 Konsumsi Ransum dan Konversi Ransum 4

Bobot Badan Awal, Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan 5

Pendugaan Umur Berdasarkan Tempat Tumbuh Bulu Tetap pada Bagian Tubuh 6

SIMPULAN DAN SARAN 11

DAFTAR PUSTAKA 11

(11)

DAFTAR TABEL

1 Rataan konsumsi ransum kumulatif dan konversi ransum itik alabio dan cihateup baik jantan maupun betina selama 8 minggu pengamatan 4 2 Rataan bobot badan awal (Bbo), bobot badan akhir (Bbt) dan

pertambahan bobot badan kumulatif (PBB) itik alabio dan cihateup

jantan dan betina selama 8 minggu pengamatan 6

3 Pendugaan umur itik alabio dan cihateup umur 4-8 minggu 7

DAFTAR GAMBAR

1 Pergantian bulu tetas menjadi bulu tetap pada bagian dada itik alabio a

(sebelum) dan b (sesudah) 8

2 Proses pertumbuhan dan perontokan bulu 9

3 Pergantian bulu tetas menjadi bulu tetap itik alabio pada bagian sayap sekunder a (sebelum), b (sesudah) dan sayap primer c (sebelum), d

(sesudah) 9

4 Itik alabio umur lebih dari 6 minggu a (betina), b (jantan) dan itik cihateup umur lebih dari 7 minggu c (jantan), d (betina) 10

5 Bulu punggung bawah itik alabio yang rontok 11

DAFTAR LAMPIRAN

1 T-test antara itik alabio dan cihateup dengan jenis kelamin yang sama berdasarkan bobot badan awal (Bbo), bobot badan akhir (Bbt) dan

pertambahan bobot badan (Pbb) 13

2 T-test jantan dan betina berdasarkan bobot badan awal (Bbo), bobot badan akhir (Bbt) dan pertambahan bobot badan (Pbb) itik alabio dan

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Itik alabio dan cihateup merupakan itik yang berpotensi sebagai penghasil telur. Menurut Wasito dan Rohaeni (1994), produksi telur itik alabio 275 butir per ekor per tahun sedangkan menurut Wulandari (2005) produksi telur itik cihateup 270 butir per ekor per tahun. Produksi telur di pasaran akan stabil jika penjualan itik fase produksi stabil. Peremajaan yang tepat diperlukan untuk mengganti ternak yang tidak produktif lagi sehingga usaha peternakan akan terus berlanjut dan jika ada itik yang diafkir karena tingkat produksinya sudah tidak efisien lagi sudah ada penggantinya. Memilih itik yang diinginkan untuk peremajaan sangatlah sulit terutama itik dalam fase periode indukan, karena umumnya itik di Indonesia dijual dalam satu kelompok meskipun umurnya berbeda. Hal tersebut tentunya akan menyebabkan kesulitan bagi para peternak khususnya peternak yang tidak menetaskan telur itiknya sendiri untuk mendapatkan umur yang seragam ataupun yang diinginkan.

Pendugaan umur secara visual dalam kondisi tersebut sangatlah diperlukan untuk menduga umur itik. Oleh karena itu, perlu dicari ciri-ciri luar yang dapat digunakan untuk menduga umur itik mulai umur 4 sampai 8 minggu melalui bagian-bagian tempat tumbuh bulu itik. Adapun ciri luar yang dapat digunakan yaitu pergantian bulu tetas menjadi bulu tetap pada bagian dada, ketiak, punggung atas, ekor, punggung bawah, leher, sayap primer dan sayap sekunder.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mendapatkan ciri luar tubuh itik sebagai penduga umur anak itik periode indukan. Ciri luar yang diamati yaitu berupa pergantian bulu tetas menjadi bulu tetap pada semua bagian tubuh itik yang terdiri atas bagian dada, ketiak, punggung atas, ekor, punggung bawah, leher, sayap primer dan sayap sekunder.

Ruang Lingkup Penelitian

(13)

2

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai November 2012. Penelitian bertempat di Laboratorium Penetasan dan Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan Ternak

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah anak itik jantan dan betina lokal sebanyak 175 ekor yaitu 32 itik cihateup dan 143 itik alabio hasil penetasan Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Telur yang ditetaskan berasal dari Tasikmalaya, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan. Itik tersebut dipelihara dari umur satu hari sampai umur 56 hari.

Pakan

Pakan yang digunakan adalah pakan komersial 511- Bravo untuk umur 0 sampai 6 minggu yang diproduksi PT. Charoen Pokhpand Indonesia Tbk. Pakan

starter petelur yang diproduksi PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk yang berbentuk

crumble digunakan pada umur 6 sampai 8 minggu. Pemberian pakan ad libitum

terkontrol.

Alat Kandang dan Perlengkapan

Kandang yang dibutuhkan dalam pemeliharaan sebanyak 6 unit berukuran 3 x 3 meter yang dibagi 2 petak. Setiap petak berukuran 1.5 x 1.5 meter dan diisi masing-masing 15-16 ekor. Setiap petak kandang beralas sekam dilengkapi dengan kandang indukan (brooder), lampu pijar sebagai pemanas sekaligus penerang, satu tempat makan dan satu tempat minum di tiap-tiap kandang, kamera digital, kain background merah dan timbangan.

Prosedur Persiapan Kandang

Kandang dibersihkan dari kotoran dengan air yang diberi detergen dan disikat, kemudian disemprot dengan klorin. Kandang yang telah bersih didiamkan hingga kering kurang lebih satu hari.

(14)

3 tempat minum dan tempat pakan dengan susunan tempat minum berada di atas tempat pakan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi pakan yang terbuang.

Penentuan Jenis Kelamin (Sexing)

Penentuan jenis kelamin dilakukan setelah telur menetas untuk menentukan itik jantan dan betina yang akan digunakan dalam penelitian. Penentuan jenis kelamin betina pada itik yaitu dengan memastikan tidak adanya phalus pada kloaka, melihat warna paruh dan kedua kaki itik dan suara itik.

Warna yang lebih terang menunjukkan jenis kelamin betina dan yang gelap menunjukkan jenis kelamin jantan. Suara yang lebih nyaring menunjukkan jenis kelamin betina sedangkan yang tidak terlalu nyaring menunjukkan jenis kelamin jantan. Setelah ditentukan jenis kelamin, itik yang digunakan ditimbang untuk mengetahui bobot awal kemudian diberi nomor pada sayap dengan wing band.

Pelaksanaan Pemeliharaan

Itik dipelihara hingga umur 56 hari dan diberi pakan dan minum ad libitum setiap pagi, siang dan sore. Setiap kali sebelum pemberian pakan dan minum, tempat pakan dan minum dibersihkan untuk mengurangi resiko adanya mikroorganisme parasit yang dapat menyebabkan penyakit yang dapat mengganggu pertumbuhan itik.

Tempat minum ditempatkan di atas tempat pakan dengan tujuan mengurangi pakan yang terbuang. Setiap pagi kandang dan lingkungan dibersihkan dari kotoran itik dan pakan yang terbuang untuk mencegah perkembangan bibit penyakit. Penimbangan bobot badan, konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, konversi pakan serta identifikasi perkembangan pertumbuhan bulu itik dilakukan tiap minggu.

Analisis Data

Data berupa gambar-gambar pertumbuhan bulu pada tiap bagian tubuh itik dianalisis secara deskriptif. Data kuantitatif berupa bobot badan dan pertambahan bobot badan dianalisis dengan uji T. Model uji T yang digunakan berdasarkan Steel dan Torrie (1993) adalah sebagai berikut:

(15)

4

Data kuantitatif berupa konsumsi ransum dan konversi ransum dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan rataan dan standar deviasi. Model rataan dan standar deviasi yang digunakan berdasarkan Mattjik dan Sumertajaya (2002) adalah sebagai berikut: meliputi rataan konsumsi ransum kumulatif dan konversi ransum. Hasilnya dapat disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Rataan konsumsi ransum kumulatif dan konversi ransum itik alabio dan cihateup baik jantan maupun betina selama 8 minggu pengamatan

(16)

5 maka ternak tersebut akan meningkatkan konsumsi ransum. Pemberian ransum pada penelitian ini diberikan secara ad libitum terkontrol berdasarkan penelitian Prasetyo (2006). Dibandingkan dengan hasil penelitian Matitaputty (2012) menyatakan bahwa konsumsi ransum kumulatif selama 8 minggu, itik alabio sebesar 3 597.57±88.81 g per ekor dan itik cihateup sebesar 3 677.14±58.45 g per ekor.

Konversi ransum merupakan perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan (PBB). Hasil penelitian menunjukan nilai konversi ransum itik alabio selama 8 minggu pengamatan sama dengan itik cihateup baik jantan maupun betina (Tabel 1). Hal tersebut terjadi karena konsumsi ransum kumulatif dari kedua jenis itik (alabio dan cihateup) selama 8 minggu pengamatan sama dan pertambahan bobot badan (PBB) dari kedua jenis itik (alabio dan cihateup) tidak berbeda. Sehingga menyebabkan nilai konversi ransum yang sama. Nilai konversi ransum dipengaruhi oleh kandungan energi yang terdapat dalam ransum (North and Bell 1990). Nilai konversi ransum yang rendah menunjukkan bahwa pemberian ransum terhadap ternak tersebut lebih efisien dibandingkan dengan nilai konversi ransum yang tinggi (Rasyaf 1991). Nilai konversi ransum berkorelasi dengan laju pertumbuhan, sehingga nilai konversi ransum akan mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya umur dan perkembangan tubuh ternak (Ensminger 1992).

Berdasarkan penelitian ini diperoleh konsumsi ransum kumulatif 8 minggu penelitian yang lebih besar. Hal tersebut karena kandungan nutrien pakan yang diberikan berbeda. Itik alabio dan cihateup yang dipelihara Matitaputty (2012) diberi pakan komersial untuk broiler starter 0-4 minggu dengan kandungan protein 21%-22% dan energi metabolis 2 920 kkal/kg serta pada umur 4-8 minggu diberi pakan broiler finisher dengan kandungan protein 19%-21% dan energi metabolis 3 020 kkal/kg. Itik alabio dan cihateup pada penelitian ini diberi pakan komersial untuk ayam petelur starter sampai umur 6 minggu dengan kandungan protein 21.5% dan pada umur 6-8 minggu diberi pakan dengan kandungan protein 19% dan kandungan energi 2 700-2 800 kkal/kg. Menurut Ketaren dan Prasetyo (2007), perbaikan konversi ransum dapat diperbaiki melalui tiga pendekatan yaitu 1) pendekatan genetik dengan memproduksi ternak yang lebih produktif dan efisien; 2) melalui teknologi pakan dengan menetapkan kebutuhan gizi untuk itik pada berbagai umur yang lebih tepat; serta 3) manajemen pemberian pakan. Bobot Badan Awal, Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan

(17)

6

Tabel 2 Rataan bobot badan awal (Bbo), bobot badan akhir (Bbt) dan pertambahan bobot badan kumulatif (PBB) itik alabio dan cihateup jantan dan betina selama 8 minggu pengamatan.

Jenis menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5%

Tabel 2 menunjukkan rataan bobot badan awal (Bbo) itik cihateup dengan itik alabio baik jantan maupun betina berbeda. Perbedaan bobot badan awal (Bbo) diakibatkan bobot telur dari kedua jenis itik (alabio dan cihateup) berbeda. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rataan bobot telur itik alabio 66.85 g dan bobot telur itik cihateup 71.95 g. Menurut Lesson (2000), bobot badan awal (Bbo) dipengaruhi oleh bobot telur. Statistik menunjukkan Bobot badan akhir (Bbt) dan pertambahan bobot badan (PBB) itik alabio jantan dan betina berbeda namun bobot badan akhir (Bbt) dan pertambahan bobot badan (PBB) itik cihateup jantan dan betina tidak berbeda. Bobot badan akhir (Bbt) yang dicapai pada umur 8 minggu tersebut lebih rendah dari yang diperoleh Matitaputty (2012). Matitaputty (2012) menghasilkan bobot badan akhir umur 8 minggu itik alabio sebesar 1 340.37±20.92 g per ekor dan itik cihateup sebesar 1 343.13±44.33 g per ekor.

Bobot badan merupakan salah satu sifat yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan dikendalikan oleh banyak gen (Stanfield 1983). Bobot badan akhir (Bbt) dipengaruhi oleh galur, mutu pakan, sistem pemeliharaan dan kondisi lingkungan ternak (North and Bell 1990). Analisis statistik (Tabel 2) menunjukkan pertambahan bobot badan (PBB) kumulatif 8 minggu dari kedua jenis itik alabio dan cihateup baik jantan maupun betina tidak berbeda. Pertambahan bobot badan (PBB) pada penelitian ini lebih kecil dari hasil penelitian Matitaputty (2012). Hal tersebut karena kandungan nutrien pakan yang diberikan berbeda. Perbedaan tersebut dapat disebabkan karena pakan yang diberikan berbeda. Penelitian ini, itik diberi pakan untuk ayam petelur, sedangkan Matitaputty (2012) menggunakan pakan untuk ayam broiler.

(18)

7 Tabel 3 Pendugaan umur itik alabio dan cihateup umur 4-8 minggu Umur

(minggu ke-)

Kondisi pertumbuhan

bulu

Itik alabio (n:143) Itik cihateup (n:32) Jumlah

(19)

8

tetap itik alabio lebih cepat dibandingkan itik cihateup. Itik alabio sudah banyak mengalami pergantian bulu tetap di semua bagian tubuh pada umur 6 minggu sedangkan itik cihateup pada umur 7 minggu. Hal tersebut menunjukkan bahwa perbedaan pergantian bulu tetas menjadi bulu tetap pada kedua jenis itik tersebut berbeda.

Menurut Ensminger (1992), perbedaan pergantian tempat tumbuh bulu juga dipengaruhi oleh genetik, nutrisi dan lingkungan. Nutrisi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pergantian bulu karena menurut Stettenheim (2000) pertumbuhan bulu yang baru banyak membutuhkan nutrisi dan energi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dari kedua jenis itik (alabio dan cihateup) yang paling cepat mengalami pergantian bulu tetas menjadi bulu tetap adalah pada bagian dada sedangkan yang paling lambat mengalami pergantian bulu tetas menjadi bulu tetap adalah pada bagian sayap primer dan sekunder. Gambar 1 menampilkan bagian tubuh yang mengalami pergantian bulu lebih awal.

Menurut Nash (2008) bulu pada itik sangat penting yaitu berfungsi untuk kemampuan berenang, termoregulasi, komunikasi sosial dan perlindungan tubuh terhadap organ dalam. Menurut Chaplin dan Faaborg (1988), tipe bulu pada spesies unggas dibagi dalam 5 bagian yaitu 1) bulu bagian bawah (down feather) ; 2) bulu kontur (contur feather) ; 3) semi plume ; 4) filoplume serta 5) bristle. Proses pembentukan bulu menurut Card (1962) dimulai sejak periode embrio dan menurut Winter and Funk (1960) dimulai pada hari ke-enam embrio. Gambar 2 menampilkan proses pertumbuhan bulu tetas menjadi bulu tetap menurut Bell and Freeman (1971).

Gambar 1 Pergantian bulu tetas menjadi bulu tetap pada bagian dada itik alabio a (sebelum) dan b (sesudah)

a

(20)

9

Pertumbuhan bulu baru dimulai dengan terbentuknya papila dermal pada permukaan kulit yang akhirnya membentuk selubung bulu atau folikel dengan cara mendorong ke arah atas pada lapisan di bawah permukaan kulit. Bulu yang tumbuh tersebut kemudian menjadi bulu lama yang akan mengalami pergantian oleh bulu yang baru lagi. Gambar 3 menampilkan 2 bagian tubuh itik alabio berturut-turut yang mengalami pergantian bulu terahir yaitu sayap primer dan sayap sekunder.

Gambar 3 Pergantian bulu tetas menjadi bulu tetap itik alabio pada bagian sayap sekunder a (sebelum), b (sesudah) dan sayap primer c (sebelum), d (sesudah)

(21)

10

Tabel 1 menunjukkan konsumsi ransum dan konversi ransum itik alabio relatif sama dengan itik cihateup baik jantan maupun betina. Analisis deskriptif menunjukkan itik alabio mengalami pergantian bulu tetap di semua bagian tubuhnya lebih cepat dibandingkan itik cihateup. Hal tersebut mengindikasikan bahwa itik alabio lebih efisien dalam mengubah ransum dan mengkonversikan ransum menjadi jaringan tubuhnya diantaranya menjadi bulu. Konversi ransum sangat berkorelasi dengan laju pertumbuhan (Ensminger 1992). Semakin rendah nilai konversi ransum maka ternak tersebut semakin efisien dalam merubah ransum menjadi jaringan tubuhnya. Itik alabio dan cihateup dalam penelitian ini diberikan pakan yang sama tetapi pergantian bulu tetap itik alabio lebih cepat dibandingkan itik cihateup. Hal tersebut kemungkinan besar akibat dari kemampuan daya cerna protein yang berbeda pada setiap itik. Protein kasar dari kebanyakan ransum unggas mempunyai daya cerna sebesar 75%-90% dan rata-rata 85% (Wahju 1992).

Jenis itik yang sama memiliki pergantian bulu yang berbeda, dapat terjadi karena adanya variasi individu pada jenis itik tersebut. Gambar 4 menampilkan itik alabio umur lebih dari 6 minggu dan itik cihateup lebih dari 7 minggu.

Tabel 2 menunjukan bahwa bobot badan awal (Bbo) itik alabio dengan itik cihateup baik jantan maupun betina berbeda nyata (P<0.05). Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa pergantian bulu tetap di semua bagian tubuh itik alabio lebih cepat dibandingkan itik cihateup yaitu pada itik alabio umur 6 minggu sedangkan pada itik cihateup umur 6 minggu sebagian besar belum mengalami pergantian di semua bagian tubuhnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa bobot badan awal (Bbo) yang besar tidak berpengaruh terhadap kecepatan pergantian bulu tetap pada bagian tubuh itik.

Penelitian menunjukkan sebanyak 26 ekor dari 143 ekor itik alabio yang mengalami gundul pada bagian punggung bawah. Hal ini diduga karena stres. Itik merupakan ternak yang mudah terkejut dan tingkat ketakutannya tinggi (Harjosworo 2001). Kepadatan kandang pada penelitian ini untuk itik umur 4-8 minggu 15-16 ekor/m2 lebih besar dibandingkan Peraturan Menteri Pertanian (2007) yang menyatakan bahwa kepadatan kandang ideal untuk unggas umur 4 Gambar 4 Itik alabio umur lebih dari 6 minggu a (betina), b (jantan) dan itik

(22)

11 minggu berjumlah 7 ekor/m², umur 5 minggu berjumlah 6 ekor/m² dan umur 7 minggu berjumlah 5 ekor/m². Kepadatan kandang yang tinggi dalam penelitian ini diduga menyebabkan stres. Saat itik ketakutan itik saling bertabrakan dan saling menindih. Pada kondisi tersebut bagian punggung bawah itik merupakan bagian yang sering terinjak. Hal tersebut mengakibatkan bulu pada daerah punggung bawah itik alabio banyak yang rontok sehingga kelihatan gundul. Tingkat stres itik cihateup lebih rendah dibandingkan itik alabio. Gambar 5 menampilkan bagian tubuh itik alabio yang gundul.

Gambar 5 Bulu punggung bawah itik alabio yang rontok

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Daerah pergantian bulu tetas masing-masing jenis itik alabio dan cihateup mulai umur 4-8 minggu berbeda. Pergantian bulu tetas yang paling cepat dari kedua jenis itik (alabio dan cihateup) adalah pada bagian dada sedangkan yang paling lambat adalah pada bagian sayap primer dan sayap sekunder.

Saran

Penelitian lebih lanjut tentang bobot karkas dan bobot bulu dari kedua jenis itik. Bobot karkas dan bobot bulu setelah dibului mungkin dapat dijadikan indikator dalam penentuan jenis itik dalam usaha budidaya itik potong.

DAFTAR PUSTAKA

(23)

12

Bell DJ, BM Freedman.1971. Physiology and Biochemistry of the Domestic Fowl. New York (US) : National Akademi Pr.

Card LE.1962. Poultry Production. Ed ke-9. Philadelphia (PH) : Pennsylvania Univ Pr.

Chaplin S, Faaborg J. 1988. Feather. London (GB) : New England Univ Pr. Ensminger MA. 1992. Poultry Science (Animal Agriculture Series). Ed ke-6.

Danville (US) : Interstate Publisher, Inc.

Hardjosworo PS. 2001. Perkembangan teknologi Peternakan unggas air di Indonesia. Di dalam : Perkembangan teknologi Peternakan unggas air di Indonesia. Prosiding Lokakarya Unggas Air I Pengembangan Agribisnis unggas air sebagai peluang usaha baru. Balai Penelitian Ternak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Departemen Pertanian dan Fakultas Peternakan IPB. Bogor (ID), 6 – 7 Agustus 2001. Ciawi. hal : 22-41.

Ketaren PP, Prasetyo LH. 2007. Pengaruh pemberian pakan terbatas terhadap produktivitas itik silang mojosari x alabio (MA): masa pertumbuhan sampai bertelur pertama, JITV 12(1): 10-15.

Lesson S. 2000. Efesiensi Penggunaan Protein Oleh Unggas Lokal. Semarang (ID) : Pustaka Granada. Terjemahan dari : Livestock Husbandry Techniques.

Matitaputty PR. 2012. Peningkatan produksi karkas dan kualitas daging itik melalui persilangan antara itik cihateup dengan itik alabio [disertasi]. Bogor (ID) : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Mattjik AA, Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor (ID) : IPB Pr.

Peraturan Menteri Pertanian. 2007. No: 36/Permentan/OT.140 /3/2007 Tentang

Pedoman Budidaya Itik Pedaging yang Baik (Good Farming Practice).

Jakarta (ID) :Hal. 1-15.

Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan Biometrik. Ed ke-3. Sumantri B, penerjemah; Jakarta (ID) : Gramedia. Terjemahan dari : Principles and Procedures of Statistics.

Stettenheim PR. 2000. The Integumentary Morphology of Modern Bird An Overviewl. Jurnal America . 40:461-477.

Wahju J. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Yogyakarta (ID) : Gajah Mada University Pr. Wasito, E.S. Rohaeni. 1994. Beternak Itik Alabio. Yogyakarta (ID) : Kanisius. Wulandari, W.A. 2005. Kajian karakteristik biologis itik cihateup [tesis]. Bogor

(24)

13 Lampiran 1 T-test antara itik alabio dan cihateup dengan jenis kelamin yang sama

berdasarkan bobot badan awal (Bbo), bobot badan akhir (Bbt) dan pertambahan bobot badan (Pbb)

* berbeda nyata (P<0.05) ; tn tidak berbeda nyata (P>0.05) ; ♂♂ (jantan dengan jantan) ; ♀♀ (betina dengan betina)

Lampiran 2 T-test jantan dan betina berdasarkan bobot badan awal (Bbo), bobot badan akhir (Bbt) dan pertambahan bobot badan (Pbb) itik alabio dan cihateup

* berbeda nyata (P<0.05) ; tn tidak berbeda nyata (P>0.05) ; ♂♀ (jantan dengan betina)

(25)

14

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Tangerang pada tanggal 2 Juni 1991. Penulis adalah anak ke-dua dari empat bersaudara dari Bapak Husen dan Ibu Nurhayati. Jenjang pendidikan penulis diawali pada tahun 1996 dengan bersekolah di TK Islam Daarul Muqimien dan lulus pada tahun 1997. Pada tahun 1997 melanjutkan ke SDN Buaran Jati 1 dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SMP Negeri 1 Mauk dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun 2006 penulis melanjutkan ke SMA Negeri 2 Kabupaten Tangerang dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Talenta Mandiri IPB dan diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Ilmu Produksi Ternak Unggas pada tahun ajaran 2012/2013. Penulis juga aktif mengajar mata kuliah Ilmu Pengetahuan Alam dan Matematika di bimbingan belajar Cerdas Indonesia. Penulis juga aktif sebagai staf Departemen Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PSDM) LDF IPB.

Gambar

Tabel 3  Pendugaan umur  itik  alabio dan cihateup umur 4-8 minggu
Gambar 1  Pergantian bulu tetas menjadi bulu tetap pada bagian dada itik alabio a
Gambar 2  Proses pertumbuhan dan perontokan bulu
Gambar 5  Bulu punggung bawah itik alabio yang rontok

Referensi

Dokumen terkait

Penguasaan agama pada ranah budaya di Bali memberikan dampak pola kerukunan umat beragama hanya bisa dimungkinkan tercipta ketika ada kebesaran hati agama Hindu

Dari penelitian tersebut dalam disimpulkandari pengelolaan zakat yang dilakukan oleh BAZ (Badan Amil Zakat) di Kabupaten Tulang Bawang dalam mendayagunakan dana zakat

Bank yang melanggar kewajiban pemenuhan GWM dalam Rupiah dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 125% (seratus dua puluh lima persen) dari rata-rata suku

Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan degradasi dari isolat bakteri yang diisolasi dari cacing tanah ( Lumbricus rubellus ) pada berbagai substrat lignin

Menurut Baljon dalam bukunya yang berjudul Modern Muslim Koran Interpretation, mengatakan bahwa yang apa yang disebut tafsir modern adalah usaha yang dilakukan para mufassir

Hal ini sejalan dan sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Nurwani (2016) yang menyatakan bahwa secara empiris variabel suku bunga memiliki pengaruh negatif

Keterbatasan lain yang muncul dalam sistem informasi keuangan klasik adalah memungkinkan user untuk melakukan manipulasi dan kecurangan pada saat melakukan pengolahan laporan

perwakilan untuk mendapatkan kontrak sewa wisma dubes (Kedubes Argentina di Bangkok). Pada situs Kedutaan Argentina di Bangkok, para bidder yang diundang wajib menyerahkan