• Tidak ada hasil yang ditemukan

Influence of Women Economic Contribution and Role of Gender toward Family Welfare (Case at Ampek Angkek District, Agam Regency, West Sumatera)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Influence of Women Economic Contribution and Role of Gender toward Family Welfare (Case at Ampek Angkek District, Agam Regency, West Sumatera)"

Copied!
260
0
0

Teks penuh

(1)

(Kasus di Kecamatan Ampek Angkek, Kabupaten Agam, Sumatera Barat)

WIWIK GUSNITA

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengaruh Kontribusi Ekonomi

Perempuan dan Peran Gender Terhadap Kesejahteraan Keluarga (Studi Kasus di

Kecamatan Ampek Angkek, Kabupaten Agam, Sumatera Barat) adalah karya saya

dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun di

perguruan tinggi lain. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, November 2011

(4)
(5)

WIWIK GUSNITA. Influence of Women Economic Contribution and Role of Gender toward Family Welfare (Case at Ampek Angkek District, Agam Regency, West Sumatera). Under the Guidance of HERIEN PUSPITAWATI and

HARTOYO.

The objective of this study was to analyze woman economic contribution and role of gender, also its influence towards family welfare. This cross sectional study was conducted at Ampek Angkek District, Agam Regency, West Sumatra, involved 100 women who had productive activities (formal or informal) that chosen purposively. This study revealed that woman economic contributied correlation with total family income was statistically significant, and sample’s subjective family well-being was high. Based on regression test, variables that influenced subjective family well-being were: asset ownership and total family income. Total family income had positive influence toward economic contribution of woman while husband education level and number of family had negative influence on it. Factors influenced the role of gender on decision making were asset ownership, contribution economic of women (positive influence), and wife’s age and education level (negative influence).

.

(6)
(7)

Gender Terhadap Kesejahteraan Keluarga (Kasus di Kecamatan Ampek Angkek, Kabupaten Agam, Sumatera Barat). Dibimbing oleh HERIEN PUSPITAWATI

dan HARTOYO

Penelitian ini bertujuan untuk mengakaji pengaruh kontribusi ekonomi perempuan dan peran gender terhadap kesejahteraan subjektif. Tujuan penelitian adalah (1) Mengidentifikasi kontribusi ekonomi perempuan terhadap pendapatan keluarga; (2) Mengidentifikasi pembagian peran gender dalam pengambilan keputusan dan manajemen sumberdaya keluarga (pembagian tugas dalam keluarga, pembagian tugas dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan kegiatan keluarga dan pembagian peran dalam pendapatan dan pengeluaran keluarga/manajemen keuangan keluarga); (3) Mengidentifikasi tingkat kesejahteraan keluarga subjektif; (4) Menganalisis faktor-fakor yang mempengaruhi kontribusi ekonomi perempuan, peran gender, dan kesejahteraan keluarga subjektif.

Disain penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Ampek Angkek, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Waktu penelitian dari Bulan Maret sampai Juni 2011. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2001. Populasi penelitian adalah seluruh keluarga yang istrinya memiliki usaha produktif (formal atau informal), sedangkan responden penelitian ini adalah istri. Penentuan contoh diambil secara pursposive

yang berjumlah 100 orang.

Karakteristik contoh dan keluarga dianalis secara deskriptif, sementara uji korelasi Pearson digunakan untuk menganalisis hubungan antara karakteristik contoh dan keluarga, kontribusi ekonomi perempuan, peran gender dan kesejahteran keluarga. Uji regresi linier berganda digunakan untuk menganalisis variabel-variabel yang berpengaruh terhadap kontribusi ekonomi perempuan, peran gender dalam pengambilan keputusan, dan terhadap kesejahteraan keluarga.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (75%) contoh berada pada kelompok umur 21-45 tahun, lebih dari separuh (54%) suami contoh berada pada kelompok umur 21-45 tahun. Baik contoh maupun suami contoh berpendidikan sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan persentase yang hampir sama yaitu masing-masing (39%) dan (40%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jika dilihat dari jumlah anak, maka hampir seluruhnya (92%) memiliki kurang dari sama dengan empat anak. Dilihat dari besar keluarga, separuh (51%) contoh termasuk ke dalam keluarga sedang.

(8)

rumah tangga akan meningkatnya kontribusi ekonomi perempuan. Pendapatan suami berpengaruh negatif terhadap kontribusi ekonomi perempuan. Dengan meningkatnya pendapatan suami dalam keluarga maka akan terjadinya penurunan kontribusi ekonomi perempuan. Sedangkan yang berpengaruh terhadap peran gender dalam pengambilan keputusan adalah kepemilikan aset dan kontribusi ekonomi perempuan, selain itu pendidikan istri dan umur istri berpengaruh negatif terhadap peran gender dalam pengambilan keputusan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga subjektif adalah kepemilikan aset dan pendapatan total. Artinya peningkatan kepemilikan aset, pendapatan total dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga subjektif. Sedangkan faktor-faktor lain seperti pendidikan istri, umur, pendidikan suami, umur suami, pendapatan suami, jumlah anak, besar keluarga, presentasi pendapatan total istri terhadap pendapatan total, dan peran gender dalam keluarga yang tidak berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan keluarga subjektif.

(9)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusnan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(10)
(11)

(Kasus di Kecamatan Ampek Angkek, Kabupaten Agam, Sumatera Barat)

OLEH

WIWIK GUSNITA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak

(12)
(13)

Nama : Wiwik Gusnita

NRP : I251090021

Program Studi : Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc, M.Sc Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc

Ketua Anggota

Diketahui

Koordinator Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Keluarga dan

Perkembangan Anak

(14)
(15)

Alhamdulillah serta segala Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah

yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan studi sekaligus tesis penulisan yang berjudul Pengaruh Kontribusi

Ekonomi Perempuan Dan Peran Gender Terhadap Kesejahteraan Keluarga (Studi

Kasus di Kecamatan Ampek Angkek, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.

Selesainya penulisan tesis ini tidak terlepas dari dorongan semangat dan

sumbangan pemikiran dari berbagai pihak. Oleh karena itu ucapan terima kasih

dan penghargaan pada kesempatan ini penulis saampaikan kepada:

1. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc, M.Sc, dan Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc. selaku

komisi pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu, nasehat, kesabaran,

kesempatan, dan ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis

selama penyusunan tesis ini.

2. Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si. atas kesediaan dan waktunya untuk

menjadi penguji penulis.

3. Dr. Ir. Dwi Hastuti, M. Sc. selaku wakil Koordinator Program Studi Ilmu

Keluarga dan Perkembangan Anak atas waktu dan masukan yang telah

diberikan kepada penulis selama ujian tesis.

4. Seluruh staf pengajar pada Program Pasca Sarjana IPB dan khususnya pada

Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak, yang telah

membekali penulis dengan teori-teori selama perkuliahan.

5. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB serta staf yang telah memberikan pelayanan

akademik selama penulis belajar di IPB.

6. Rektor, Dekan, dan Ketua Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga

Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang yang telah memberikan

kesempatan dan ijinnya serta bantuan dana kepada penulis untuk

melanjutkan studi di Program Pascasarjana IPB.

7. Pengelolaan bantuan dana pendidikan (BPPS) dari Dikti yang telah

(16)

mencurahkan cinta, kasih sayang, doa, semangat, pengorbanan serta materil

yang diberikan untuk keberhasilan penulis menyelesaikan studi ini.

10. Teman-teman seangkatan 2009, Mbak Kenty, Mbak Mul, Ilham, Nia, Puji,

Dian, serta Novit dan Ana teman senasib yang telah memberikan dukungan

dan keceriaanya.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih perlu penyempurnaan lebih lanjut,

karena itu penulis juga mohon maaf bila masih ada yang kurang berkenan

sehubungan dengan tesis ini. Tetapi bagaimanapun penulis berharap semoga tesis

ini ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak.

Bogor, November 2011

(17)

Penulis dilahirkan di Desa Sungai Jernih, Kecamatan Baso, Sumatera Barat,

pada tanggal 1 Agustus 1976. Penulis anak pertama dari enam bersaudara. Lahir

dari pasangan Bapak Rafani dan ibu Asnida.

Penulis menamatkan Sekolah Menengah Kesejahteraan Keluarga Negeri

(SMKKN) tahun 1995. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan

di IKIP Padang yang sekarang berubah menjadi Univesitas Negeri Padang (UNP)

di Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan pada Program Studi Tata Boga,

dan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada tahun 2000.

Sejak tahun 2005 penulis bekerja sebagai dosen tetap di Fakultas Teknik

Universitas Negeri Padang Jurusan Tata Boga. Pada tahun 2009, penulis

memperoleh kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada

Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak (IKA), Institut Pertanian

Bogor, dengan beasiswa dari BPPS Ditjen Dikti Kementerian Pendidikan

(18)
(19)

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang Masalah ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 5

Manfaat Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... 7

Pengertian Keluarga dan Pendekatan Teori ... 7

Pengertian Fungsi Keluarga ... 7

Pendekatan dari Teori Struktural Fungsional ... 9

Pendekatan Teori Pertukaran ... 11

Pendekatan Teori Gender ... 12

Peran Gender dalam Ekonomi Keluarga ... 21

Kontribusi Ekonomi Perempuan ... 21

Kesejahteraan Keluarga ... 25

Karakteristik Sistem Matriarkhi ... 28

KERANGKA PEMIKIRAN ... 33

METODE PENELITIAN ... 37

Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

Cara Pengambilan Contoh ... 37

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 39

Pengukuran Variabel Penelitian ... 40

Pengolahan dan Analisa Data ... 42

Definisi Operasional ... 44

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47

Keadaan Sosial Ekonomi Lokasi Penelitian ... 47

Kabupaten Agam ... 47

Kecamatan Ampek Angkek ... 48

Nilai-nilai Keluarga dalam Masyarakat dan Norma Matrilineal ... 48

Karakteristik Contoh dan Keluarga ... 53

Umur Contoh dan Suami... 53

Tingkat Pendidikan ... 53

Jenis Pekerjaan ... 54

Jumlah Anak Contoh ... 55

(20)

   

Kontribusi Pendapatan Istri Terhadap Pendapatan Total ... 61

Pembagian Peran Gender dalam Keluarga ... 65

Peran Gender dalam Pelaksanaan Pekerjaan Rumah Tangga dan Sosial ... 65

Peran Gender dalam Pengambilan Keputusan Keluarga ... 70

Kesejahteraan Keluarga Subjektif ... 78

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kontribusi Ekonomi ... 82

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peran Gender dalam Pengambilan Keputusan ... 84

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Keluarga ... 87

Pembahasan Umum ... 90

KESIMPULAN DAN SARAN ... 93

Kesimpulan ... 93

Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 97

(21)

Halaman

1 Variabel, jenis data, cara pengumpulan data dan alat bantu ... 39

2 Sebaran contoh dan suami contoh berdasarkan umur ... 53

3 Sebaran contoh dan suami contoh berdasarkan lama pendidikan ... 53

4 Sebaran contoh dan suami berdasarkan jenis pekerjaan ... 54

5 Sebaran contoh berdasarkan jumlah anak ... 55

6 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga ... 56

7 Sebaran contoh berdasarkan persentase kepemilikan aset ... 58

8 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga dan pendapatan keluarga per bulan ... 60

9 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan per kapita perbulan ... 60

10 Sebaran contoh berdasarkan kontribusi pendapatan istri terhadap pendapatan total keluarga ... 61

11 Sebaran contoh berdasarkan persentase karakteristik keluarga dan kategori kontribusi perempuan rumah tangga ... 63

12 Sebaran contoh berdasarkan presentase pembagian tugas rumah tangga ... 67

13 Sebaran contoh berdasarkan kategori pembagian tugas suami dan Istri dalam keluarga ... 68

14 Sebaran contoh berdasarkan pembagian peran gender dalam pengambilan keputusan ... 74

15 Sebaran contoh berdasarkan kategori pengambilan keputusan dalam keluarga ... 76

16 Sebaran contoh berdasarkan kesejahteraan subjektif ... 80

17 Sebaran contoh berdasarkan kategori kesejahteraan keluarga Subjektif ... 81

18 Hasil analisis regeresi linear berganda terhadap kontribusi ekonomi perempuan ... 82

19 Hasil analisis regeresi linear berganda terhadap peran gender dalam pengambilan keputusan ... 85

(22)
(23)

Halaman

1 Kerangka pemikiran penelitian pengaruh kontribusi ekonomi perempuan dan peran gender terahadap kesejahteraan keluarga (studi kasus di

Kecamatan Ampek Angkek Kabupaten Agam Sumatera Barat) ……… 36

2 Metode penarikan contoh dalam penelitian……….. 38

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Peta lokasi penelitian... 107

2 Hasil uji Korelasi Pearson ... 108

3 Nilai –nilai keluarga contoh ... 109

4 Aktifitas-aktifitas Perempuan... 118

(24)
(25)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan kualitas sumberdaya manusia di Indonesia masih perlu mendapat prioritas dalam pembangunan nasional. Berdasarkan laporan United Nation for Development Programme (UNDP) tahun 2010, kualitas sumberdaya manusia Indonesia yang diukur dengan indikator pembangunan manusia masih relatif rendah di bandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara. Pada tahun 2007/2008, Indonesia berada pada peringkat 107 dari 177 negara. Walaupan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengalami peningkatan pada tahun 2009, namun peringkat Indonesia mengalami penurunan menjadi 111 dari 182 negara. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan kualitas SDM di Indonesia masih belum memberikan hasil yang optimal dan cenderung kalah cepat dengan pembangunan kualitas sumberdaya manusia di negara Asia Tenggara lainnya.

Pembangunan nasional belum menunjukkan hasil yang optimal dalam pengentasan kemiskinan. Jumlah dan proporsi penduduk miskin di Indonesia masih relatif tinggi yaitu sekitar 31,02 juta jiwa (13,33 persen) dari total penduduk (BPS 2011). Untuk mencapai target Millenium Development Goals (MDGs), diperlukan program pengentasan kemiskinan yang lebih komprehensif dan efektif, baik yang diarahkankan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia untuk meningkatkan daya beli. Pada giliranya program itu dapat meningkatkan IPM.

Keluarga merupakan institusi terkecil dalam masyarakat (basic unit of society), memiliki peranan yang penting dalam pencapaian target pembangunan nasional. Kualitas sumberdaya manusia dalam keluarga berkontribusi dalam penilaian Human Development Index (HDI) maupun IPM yang pada akhirnya akan menentukan keberhasilan pembangunan nasional.

(26)

(penunjang utama strategi suksesnya) suatu rumahtangga (terutama masa depan anak-anak/generasi penerus). Oleh karena itu, diperlukan inovasi dan adopsi yang berkaitan dengan strategi peningkatan kemampuan dan potensi kaum perempuan, sehingga perempuan dapat berperan optimal di sektor domestik secara profesional (Elizabeth 2007). Dengan demikian, perempuan memiliki peranan yang penting dalam pencapaian suatu keadaan yang sejahtera dalam keluarga sehingga mendukung terhadap upaya tujuan pembangunan nasional.

Tekanan ekonomi yang tinggi menyebabkan banyak perempuan yang masuk ke dalam ranah publik untuk bekerja. Oleh karena itu, tak jarang, perempuan harus memikul beban ganda yaitu di sektor domestik dan di sektor publik. Dalam keluarga miskin, peran ganda perempuan ini sangat diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Penghasilan tambahan dari aktivitas perempuan di sektor produktif diharapkan dapat membantu mengatasi masalah ekonomi keluarga. Selain itu, peran perempuan atau istri dalam sektor domestik untuk mengelola sumberdaya keluarga yang dimilikinya diharapkan dapat mewujudkan kesejahteraan keluarga.

Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) tahun 2005 menunjukkan bahwa tingkat patisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan masih relatih rendah yaitu 56,6 persen, dibandingkan dengan laki-laki 86,0 persen. Kontribusi penduduk perempuan dalam pekerjaan upahan di sektor non-pertanian juga masih rendah yaitu 28,3 persen pada tahun 2002. Hal ini didukung dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa perempuan lebih dominan sebagai pekerja tidak dibayar yang mencapai 36,9 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan laki-laki yang hanya 28,2 persen (Kementerian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia 2006).

(27)

berpendidikan rendah, dan memiliki keterbatasan keterampilan untuk menghasilkan kontribusi ekonomi bagi keluarga (Zehra 2008).

Hubeis (2010) mengatakan bahwa umumnya perempuan di pedesaan dan berusia muda bekerja karena membutuhkan pengahasilan untuk melanjutkan kelangsungan kehidupan keluarga (terutama anak-anak) bukan untuk mengejar karir sehingga menerima berbagai jenis pekerjaan apapun tanpa memperhatikan besarnya pendapatan yang ditawarkan dari lingkungan kerja.

Menurut Lasswell M & Lasswell T (1987), kontribusi ekonomi perempuan dalam ekonomi keluarga akan menghasilkan peningkatan dalam keuangan keluarga, kepemilikan barang mewah, standar hidup yang lebih tinggi dengan pencapaian rasa aman yang lebih baik sehingga berdampak pada peningkatan status sosial keluarga. Meskipun pekerjaan perempuan memiliki kontribusi yang sangat penting untuk kelangsungan hidup dan kesejahteraan keluarga, namun pada kenyataanya perempuan masih saja dipandang sebelah mata dalam masyarakat (Zehra 2008).

Selain itu produktivitas perempuan dalam pengembangan ekonomi keluarga sama sekali belum disentuh secara mendetail dan berkesinambungan. Produktivitas perempuan dalam hal ini diukur berdasarkan kontribusi pekerjaan publik yang dibayar, sedangkan pekerjaan perempuan di aspek domestik tidak diperhitungkan. Peran gender di sektor domestik melibatkan peran reproduktif atau domestik yang menyangkut aktivitas manajemen sumberdaya keluarga (materi, non-materi, waktu, pekerjaan dan keuangan), pengasuhan dan pendidikan anak serta pekerjaan dalam rumah tangga (Puspitawati 2007). Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti besarnya kontribusi ekonomi perempuan dan peran gender terhadap kesejahteraan keluarga di Kecamatan Ampek Sumatara Barat.

Perumusan Masalah

(28)

tahun 2008 jumlahnya mulai menurun menjadi (18,7%). Tingkat pengangguran terbuka dari tahun ke tahun selalu mengalami penurunan dari 206.201 angkatan kerja Kabupaten Agam, hanya 3,78 persen penduduk yang merupakan pengangguran terbuka dan didominasi oleh laki-laki. Dilihat dari lapangan usahanya, sebagian besar penduduk bekerja di sektor primer, namun persentasenya menurun dari tahun 2007 hingga tahun 2008. Pada tahun 2009 jumlah penduduk yang bekerja di sektor primer adalah (46,22%). Persentase terbesar kedua adalah sektor tersier (46,22%) dan sekunder (12,36%) ( Statistik daerah Kabupaten Agam 2009). Belum ada perhitungan mengenai kontribusi ekonomi perempuan di Indonesia.

Peran perempuan juga sangat dibutuhkan dan strategis kedudukannya dalam mengatur dan mengurus sumberdaya keluarga, terutama anak-anak. Mengurus, merawat, dan membesarkan anak-anak merupakan pekerjaan mulia, disamping suami sebagai kepala keluarga tentunya, serta sumberdaya material rumah tangga lainnya. Perlunya kesadaran tinggi bahwasanya seorang ibu (perempuan) dalam mengatur dan mengurus rumahtangga merupakan aspek penting dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dalam rumah tangganya. Anak-anak merupakan faktor yang terpenting sumberdaya manusia utama, sebagai calon generasi penerus (Elizabeth 2007).

Sistem matrilineal menyebabkan istri tidak tergantung pada suaminya, karena pola pewarisan yang diperuntukkan bagi perempuan, menyebabkan perempuan di Minangkabau, secara ekonomi relatif kuat. Dalam kaitannya dengan fenomena perempuan bekerja, tentu saja akan mempunyai pengaruh semakin kuatnya kedudukan perempuan, terutama dalam keluarga.

Begitu pentingnya peran keluarga terutama perempuan dalam meningkatkan kualitas manusia maka seorang perempuan harus pandai dalam melakukan pembagian waktunya dengan optimal, pemanfaatan waktu dapat digunakan secara efektif sehingga dapat menciptakan sumberdaya manusia yang bekualitas. Selain itu pekerjaan perempuan juga belum begitu diperhitungkan dalam perekonomian regional dan kontribusinya terhadap kesejahteraan keluarga.

(29)

1. Seberapa besar kontribusi ekonomi perempuan terhadap pendapatan keluarga? 2. Bagaimanakah pembagian peran gender dalam keluarga (pembagian peran

dalam pelaksanaan tugas keluarga dan sosial dan pembagian peran dalam pengambilan keputusan keluarga)?

3. Seberapa besar tingkat kesejahteraan keluarga?

4. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap kontribusi ekonomi perempuan, peran gender dalam pengambilan keputusan, dan kesejahteraan keluarga?

Tujuan

Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kontribusi ekonomi perempuan dan peran gender terhadap kesejahteraan keluarga subjektif di Kecamatan Ampek Angkek Kabupaten Agam, Sumatera Barat.

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi kontribusi ekonomi perempuan terhadap pendapatan keluarga.

2. Mengidentifikasi pembagian peran gender dalam keluarga (pembagian peran dalam pelaksanaan tugas keluarga dan sosial dan pembagian peran dalam pengambilan keputusan keluarga).

3. Mengidentifikasi tingkat kesejahteraan keluarga.

4. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kontribusi ekonomi perempuan, peran gender dalam pengambilan keputusan dan kesejahteraan keluarga.

Manfaat Penelitian

(30)

2. Sebagai sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu keluarga mengenai kontribusi ekonomi perempuan perdesaan masyarakat ke sektor perdagangan dan home industry lainnya khususnya di Sumatra Barat. 3. Sebagai tambahan informasi yang akan memberikan sumbangan pemikiran

bagi Pemda Bukitinggi, dalam menetukan kebijakan yang berkaitan dengan usaha peningkatan kesejahteraan keluarga melalui pengefektifan peran perempuan (istri) dan pria (suami) dalam keluarga.

Bagi Perempuan Bekerja dan Masyarakat

(31)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Keluarga dan Pendekatan Teori

Pengertian dan Fungsi Keluarga

Keluarga adalah wahana utama dan pertama bagi anggota-angotanya untuk mengembangkan potensi, mengembangkan aspek sosial dan ekonomi, serta penyemaian cinta kasih-sayang antar anggota keluarga. Pengertian keluarga menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 Pasal 1 Ayat 10 keluarga adalah ”unit terkecil dalam masyarakat, yang terdiri dari suami, istri atau suami istri dan anak”. Keluarga adalah institusi yang ada dalam setiap masyarakat. Keluarga menurut U.S. Bureau of the Census (2000) diacu dalam Newman dan Grauerholz (2002) adalah dua orang atau lebih yang memiliki ikatan darah, perkawinan, atau adopsi dan tinggal bersama dalam satu rumah tangga.

Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1994 tentang delapan fungsi keluarga agar dapat mengembangkan potensinya dalam mewujudkan kesejahteraan keluarga. Kedelapan fungsi utama keluarga tersebut adalah: 1) Fungsi keagamaan, 2) Fungsi sosial budaya, 3) Fungsi cinta kasih, 4) Fungsi melindungi, 5) Fungsi sosialisasai dan pendidikan, 6) Fungsi reproduksi. 7) Fungsi ekonomi, dan 8) Fungsi pembinaan lingkungan. Sedangkan menurut resolusi majelis umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), fungsi utama keluarga adalah: sebagai wahana untuk mendidik, mangasuh dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera.

Keluarga sebagai sebuah sistem mempunyai tugas dan fungsi dalam hal menjalankan tugas-tugas, pencapaian tujuan, integrasi dan solidaritas, serta pola kesinambungan atau pemeliharaan keluarga. Keluarga, sebagai kelompok primer yang terikat oleh hubungan intim mempunyai fungsi-fungsi utama yang meliputi (Munandar 1985) :

(32)

4. Mengembangkan kepribadian

5. Membagi dan melaksanakan tuga-tugas di dalam keluarga maupun diluarnya. Keluarga inti maupun keluarga luas merupakan satu kesatuan sosial terkecil yang mempunyai fungsi sebagai berikut (Depdikbud 1995):

1. Mempersiapkan anak-anak bertingkahlaku sesuai dengan nilai dan norma-norma serta aturan-aturan dalam masyarakat dimana keluarga tersebut berada (sosialisasi).

2. Mengusahakan terselenggaranya kebutuhan ekonomi rumah tangga (ekonomi), sehingga keluarga sering disebut unit produksi.

3. Melindungi anggota keluarga yang tidak produktif lagi (jompo). 4. Meneruskan keturunan (reproduksi).

Menurut Guhardja et al. (1988), keluarga bertanggung jawab dalam menjaga, menumbuhkan dan mengembangkan anggota-anggotanya. Dengan demikian pemenuhan akan kebutuhan-kebutuhan untuk mampu bertahan, tumbuh, dan berkembang perlu tersedia, yaitu:

1. Pemenuhan akan kebutuhan pangan, sandang, papan, dan kesehatan untuk perkembangan fisik dan sosial.

2. Kebutuhan akan pendidikan formal, informal, dan noformal untuk pengembangan intelektual, sosial, mental, emosional, dan spiritual.

Levy mengatakan bahwa tanpa ada pembagian tugas yang jelas pada masing-masing anggota dengan status sosialnya, maka fungsi keluarga akan terganggu yang selanjutnya akan mempengaruhi sistem yang lebih besar lagi. Hal ini bisa terjadi bila ada satu posisi yang peranannya tidak dapat dipenuhi, atau konflik akan terjadi karena adanya kesempatan siapa yang akan memerankan tugas apa. Apabila terjadi, maka keberadaan institusi keluarga tidak akan berkesinambungan (Megawangi 1999). Persyaratan struktural yang harus dipenuhi agar struktur keluarga sebagai system dapat berfungsi antara lain (Megawangi 1999):

(33)

2. Alokasi solidaritas. Distribusi relasi antaranggota keluarga menurut cinta, kekuatan, dan intensitas hubungan. Cinta atau kepuasan menggambarkan hubungan antaranggota. Misalnya keterikatan emosional antara seorang ibu dan anaknya. Kekuatan mengacu pada keutamaan sebuah relasi relative terhadap relasi lainnya. Hubungan antara bapak dan anak laki-laki mungkin lebih utama daripada hubungan suami dan istri pada suatu budaya tertentu. Sedangkan intensitas adalah kedalaman relasi antar anggota menurut kadar cinta, kepedulian, ataupun ketakutan.

3. Alokasi ekonomi. Distribusi barang-barang dan jasa untu mendapatkan hasil yang dinginkan. Disferensiasi tugas juga ada dalam hal ini terutama dalam hal produksi, distribusi, dan konsumsi dar barang dan jasa dalam keluarga.

4. Alokasi politik. Distribusi kekuasaan dalam keluarga dan siapa yang bertanggung jawab atas tindakan anggota keluarga. Agar keluarga dapat berfungsi maka distribusi kekuasaan pada tingkat tertentu diperlukan.

5. Alokasi integrasi dan ekspresi. Distribusi teknik atau cara untuk sosialisasi, internalisasi, dan pelestarian nilai-nilai dan prilaku yang memenuhi tuntunan norma yang berlaku untuk setiap anggota keluarga.

Pendekatan Teori Struktural-Fungsional

Pendekatan struktural-fungsional adalah salah satu pendekatan teori sosiologi yang diterapkan dalam institusi keluarga. Keluarga sebagai sebuah institusi dalam masyarakat mempunyai prinsip-prinsip serupa yang terdapat dalam kehidupan sosial masyarakat. Pendekatan ini mengakui adanya segala keragaman dalam kehidupan sosial yang merupakan sumber utama dari adanya segala keragaman dalam kehidupan sosial yang merupakan sumber utama dari adanya struktur masyarakat dan keragaman dalam fungsi sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem (Megawangi 1999).

(34)

masyarakat. Akhirnya keragaman dalam fungsi sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah system. Misalnya, dalam sebuah organisasi sosial pasti ada segmen anggota yang mampu menjadi pemimpin, dan yang menjadi sekretaris atau anggota biasa. Tentunya kedudukan seseorang dalam struktur organisasi akan menentukan fungsinya, yang masing-masing berbeda. Namun perbedaan fungsi ini tidak untuk memenuhi kepentingan individu yang bersangkutan tetapi untuk mencapai tujuan organisasi sebagai kesatuan. Tentunya struktur dan fungsi ini tidak akan pernah terlepas dari pengaruh budaya, norma, dan nilai-nilai yang melandasi sistem masyarakat itu (Megawangi 2001).

Teori ini berkembang untuk menganalisis tentang struktur sosial masyarakat yang terdiri dari berbagai elemen yang saling terkait meskipun memiliki fungsi yang berbeda. Perbedaan fungsi tersebut justru saling diperlukan untuk saling melengkapi sehingga suatu sistem yang seimbang dapat terwujud. Oleh karena itu konsep gender menurut teori struktural fungsional dibentuk menurut pembagian peran dan fungsi laki-laki maupun perempuan secara dikotomi agar tercipta keharmonisan antara laki-laki dan perempuan (Narwoko 2004). Teori struktural fungsional dalam melihat sebuah sistem dapat diterapkan dalam berbagai situasi. Sebuah sistem dapat berbentuk apa saja: keluarga, kelompok, organisasi, klub-klub sosial dan lain-lain.

Teori yang dikembangkan oleh Parsons (1964), dan Parson dan Bales (1956) adalah teori yang paling dominan sampai akhir tahun 1960-an dalam menganalisis institusi keluarga. Penerapan teori struktural-fungsional pada keluarga oleh Parsons, adalah sebagai reaksi dari pemikiran-pemikiran tentang melunturnya atau berkurangnya fungsi keluarga karena adanya modernisasi. Bahkan menurut Parsons, fungsi keluarga pada zaman modern, terutama dalam hal sosialisasi anak dan tension management untuk masing-masing anggota keluarga, justru akan semakin terasa penting.

(35)

lain di luar keluarga, misalnya anggota dari dari keluarga lain, lingkungan sekolah, lingkungan kantor dan sebagainya. Semua proses interaksi tersebut, baik antara anggota keluarga maupun luar keluarga berpotensi menimbulkan konflik yang pada akhirnya dapat menggagu keseimbangan keluarga sebagai sebuah system (Megawangi 2005).

Pendekatan Teori Pertukaran Sosial

Teori pertukaran sosial (Social Exchange Theory) merupakan salah satu pendekatan konseptual yang dapat digunakan untuk menjelaskan perkembangan individu dalam konteks keluarga. Teori pertukaran sosial didasari oleh faham utilitarianisme yang menganggap bahwa dalam menentukan pilihan, individu secara rasional menimbang antara imbalan yang akan diperoleh dan biaya yang harus dikeluarkan. Para sosiolog yang menganut teori ini menyatakan bahwa seseorang akan berinteraksi dengan pihak lain jika hal itu dianggapnya menghasilkan keuntungan. Dalam hal ini keuntungan merupakan seslisih antara imbalan yang diterima dengan biaya yang dikeluarkan.

Teori pertukaran sosial yang dikemukakan oleh George Thomas dan Peter Blau dilandaskan pada prinsip ekonomi yang elementer. Individu menyediakan barang dan jasa sebagai imbalannya berharap memperoleh barang dan jasa yang dinginkan. Teori ini bertumpu pada asumsi bahwa individu terlibat dalam perilaku untuk memperoleh ganjaran atau menghindari hukuman. Ganjaran atau hukuman tersebut dapat berbentuk ekstrinsik (barang dan jasa) maupun instrisik (perhatian, kasih sayang dan lain-lain). Thomas berpendapat bahwa individu bertindak dengan orientasi tujuan dengan memperkecil biaya dan memperbesar keuntungan (Poloma 1987).

(36)

berfungsi membantu menciptakan rasa kesatuan bersama menggantikan nilai keuntungan yang mungkin berkurang pada kondisi hubungan yang tidak simetris (Poloma 1987).

Pendekatan Teori Gender

Kata gender dapat diartikan sebagai peran yang dibentuk oleh masyarakat serta perilaku yang tertanam lewat proses sosialisasi yang berhubungan dengan jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Ada perbedaan secara biologis antara namun kebudayaan menafsirkan perbedaan biologis ini menjadi seperangkat tuntutan sosial tentang kepantasan dan dalam berperilaku, dan pada giliranya hak-hak dan sumberdaya, dan kuasa (Bank Dunia 2000). Selanjutnya gender bukan hanya membicarakan tentang perempuan saja, namun juga membicarakan tentang laki-laki dalam kaitannya dengan kerjasama/partnership dan pembagian peran antara laki-laki dan perempuan untuk ,mencapai suatu tujuan. Dengan demikian, gender membahas permasalahan perempuan dan laki-laki dalam kehidupan bermasyarakat (Puspitawati & Krisnatuti 2007).

Gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam peran, fungsi, hak, tanggungjawab, dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai sosial, budaya dan adat istiadat dari kelompok masyarakat yang dapat berubah menurut waktu serta kondisi setempat (Puspitawati 2009). Sedangkan menurut Kantor Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan (2001), gender adalah pandangan masyarakat tentang perbedaan peranan, fungsi, dan tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki yang merupakan hasil kontruksi sosial budaya dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman.

(37)

Mugniesyah (2007) menyatakan bahwa relasi gender adalah hubungan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki yang terlihat pada lingkup gagasan (ide), praktek dan representasi yang meliputi pembagian kerja, peranan dan alokasi sumberdaya antara laki-laki dan perempuan. Peranan dan relasi itu dinamis. Perubahan peranan gender sering terjadi sebagai respon terhadap perubahan situasi ekonomi, sumberdaya alam, dan politik, termasuk perubahan usaha-usaha pembangunan atau penyesuaian program struktural oleh kekuatan-kekuatan di tingkat nasional global. Namun demikian, tidak semua perubahan peranan bermakna perubahan dalam relasi gendernya. Itu sebabnya, banyak ahli gender dan pembangunan mengemukan bahwa pembangunan yang mampu mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender.

Keadilan gender (gender equity) diartikan sebagai keadilan perlakuan bagi laki-laki dan perempuan berdasar pada kebutuhan-kebutuhannya, mencakup perlakuan setara atau perlakuan yang berbeda akan tetapi dalam koridor mempertimbangkan kesamaan dalam hak, kewajiban, kesempatan, dan manfaat. Adapun kesetaraan gender (gender equity) adalah suatu konsep yang menyatakan laki-laki dan perempuan keduanya memiliki kebebasan untuk mengembangkan kemampuan personal dan membuat pilihan tanpa pembatasan oleh seperangkat stereotip, prasangka dan peranan gender yang kaku. Dinyatakan lebih lanjut bahwa perbedaan perilaku, aspirasi dan kebutuhan perempuan dan laki-laki dipertimbangkan, dinilai, dan didukung secara setara bukan berarti bahwa laki-laki dan perempuan menjadi sama, akan tetapi hak-hak, tanggungjawab, dan kesempatannya tidak ditentukan karena ia terlahir sebagai laki-laki dan perempuan (ILO 2000).

Analisis Gender Kerangka Moser. Terdapat lima kerangka berpikir gender yang umum digunakan dalam menganalisis gender yakni:

1. The Harvard Analytical Framework, juga dikenal dengan the Gender Roles Framework.

2. The Moser Gender Planning Framework

(38)

Dalam penelitian ini analisis gender mengadopsi kerangka Moser, sehingga pembahasan akan lebih menyoroti kerangka berfikir ini. Kerangka Moser ( The Gender Planning Framework) dikenal juga sebagai “the University College-London Department of Planning Unit (DPU) Framework”. Secara singkat, kerangka ini mewarkan pembedaan antara kebutuhan praktis dan strategis dalam perencanaan pemberdayaan komunitas dan berfokus pada beban kerja perempuan. Uniknya, kerangka Moser tidak berfokus pada kelembagaan tertentu tetapi lebih berfokus pada rumahtangga. Tiga konsep utama dari kerangka ini adalah:

1. Peran lipat tiga (triple roles) perempuan pada tiga bidang: kerja reproduksi, kerja produktif, dan kerja komunitas. Ini berguna untuk pemetaan pembagian gender dan alokasi kerja. Moser (1993) mengemukakan adanya tiga kategori peranan gender (triple roles), yaitu:

a. Peranan produktif, yakni peranan yang dikerjakan perempuan dan laki-laki untuk memperoleh bayaran/upah secara tunai dan sejenisnya. Termasuk produksi pasar dengan suatu nilai tukar, dan produksi rumahtangga/subsistem dengan suatu nilai guna, tetapi juga sesuatu nilai tukar potensial. Contohnya, kegiatan bekerja baik di sektor formal maupun informal.

b. Peranan reproduktif, yakni peranan yang berhubungan dengan tanggungjawab pengasuhan anak dan tugas-tugas domestik yang dibutuhkan untuk menjamin pemeliharaan dan reproduksi tenaga kerja yang menyangkut kelangsungan hidup keluarga. Misalnya, melahirkan, memelihara dan mengasuh anak, mengambil air, meamasak, mencuci, membersihkan rumah, memperbaiki baju dan lainya.

(39)

2. Berupaya untuk membedakan antara kebutuhan yang bersifat praktis dan strategis bagi perempuan dan laki-laki. Kebutuhan strategis berelasi dengan kebutuhan transformasi status dan posisi perempuan (seperti subordinasi). 3. Pendekatan analisis kebijakan – dari fokus pada pada kesejahteraan (welfare),

kesamaan (equaity), anti kemiskinan, efisiensi dan pemberdayaan atau dari (Women in Development) ke GAD (Gender and Development).

Salah satu program yang berupaya mengedepankan kesetaraan gender adalah program PIDRA (Participatory Integrated Development in Rainfed Area) yang merupakan program pemberdayaan bagi masyarakat miskin di pedesaan yang berdomisili pada daerah-daerah yang berlahan kritis, tadah hujan dan kurang mendapat kesempatan dalam proses pembangunan wilayah dengan pendekatan partisipatif. Diantara capaian program ini, nilai tabungan Kelompok Mandiri Wanita (KMW) lebih tinggi dibandimg Kelompok Madiri Pria (KMP) karena KMW lebih teliti dan bertanggungjawab dalam pengelolaan keuangan, serta transparan dalam pengelolaan keuangan. Dengan demikian, secara kuantitatif perempuan dalam kegiatan pembangunan ternyata cukup memberikan kontribusi yang sangat berarti (Satuan Kerja Pengembangan Partisipasi Lahan Kering Terpadu (PIDRA) Kabupaten Timur Tengah Utara (2008).

Beberapa hasil penelitian mengenai peran dan relasi gender disajikan sebagai berikut:

1. Penelitian di Provinsi Jawa Tengah pada nelayan yang mempunyai keluarga lengkap menunjukkan bahwa hampir sebagian besar aktivitas domestik dilakukan oleh perempuan (ibu dan anak perempuan). Pembagian wilayah partisipasi berdasarkan peran publik dan domestik, terlihat secara jelas antara suami dan istri, sehingga istri mempunyai peran yang penting dalam keluarga nelayan contoh Prasetyo (2004).

(40)

gender yang paling banyak dianut baik oleh suami maupun istri adalah “tugas utama istri adalah mengurus rumahtangga, tetapi boleh membantu tugas suami dalam mencari nafkah keluarga, sedangkan tanggungjawab mencari nafkah utama tetap tugas suami” Saleha (2003).

3. Sebagian besar istri melakukan kerjasama pembagian peran dalam kegiatan keluarga baik kegiatan domestik , usaha tani (produktif) maupun sosial kemasyarakatan. Jadi, kerjasama atau relasi gender antara suami istri sudah diterapkan pada keluarga contoh dengan kategori sedang. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembagian peran gender dalam keluarga adalah pendapatan/kapita/perbulan, frekuensi perencanaan, dan permasalah umum keluarga yang dihadapi Fahmi (2008).

Manajemen Keuangan Keluarga

Uang merupakan sumberdaya dan sekaligus merupakan alat pengukur dari sumberdaya. Besarnya uang yang dimiliki oleh seseorang atau keluarga menunjukan berapa banyak sumberdaya yang dimilikinya. Sumberdaya yang dimiliki keluarga umumnya terbatas, baik dari segi kuantitas maupun kualitas Guharja, Puspitawati, Hartoyo, & Hastuti (1992). Menurut Deacon & Firebaugh (1988) uang memiliki beberapa fungsi, antara lain sebagai dasar perbandingan nilai, sebagai mekanisme untuk pertukaran dalam perekonomian umumnya, sebagai hak untuk kebutuhan sumberdaya masa depan, serta sebagai media pertukaran dan perpindahan dengan pemerintah, lembaga-lembaga, kelompok pribadi, dan individu.

(41)

tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan menjadi cukup, akan tetapi manajemen dapat membantu menetapkan penggunaan sumberdaya yang terbatas untuk item yang disetujui oleh semua anggota keluarga (Guhardja et al. 1992).

Manajemen sumberdaya keluarga merupakan salah satu kegiatan yang dihadapi individu dan keluarga dalam mencari jalan terbaik untuk memenuhi harapan dan keinginan dengan sumberdaya yang relatif terbatas. Dalam melaksanakan kegiatan tersebut, anggota keluarga membawa pulang bagian terbesar dari hasil kerjanya. Hasil kerja ini dapat saja berupa barang yang secara langsung akan memberikan kepuasan, atau berupa uang yang nantinya digunakan atau dibutuhkan (Guhardja et al. 1992). Tujuan manajemen keuangan keluarga adalah menggunakan sumberdaya pribadi dan keuangan untuk menghasilkan tingkat kepuasan hidup sehari-hari dan membangun cadangan keuangan untuk memenuhi kebutuhan di masa depan dan saat mendadak. Oleh karena itu, manajemen mempunyai tujuan saat ini dan tujuan masa depan. Tentunya tujuan tersebut harus seimbang satu sama lain.

Sebuah rencana pengeluaran akan sangat membantu untuk mengontrol bagaimana, dimana, kapan, dan untuk tujuan apa uang yang ada seharusnya digunakan. Dalam membuat rencana keuangan yang tepat ada empat hal yang harus diperhatikan, yaitu menetapkan tujuan yang akan dicapai, mengetahui jumlah pendapatan yang dimiliki, menggunakan catatan pengeluaran, dan memperhitungkan tabungan untuk masa depan (Raines 1964).

(42)

kepuasan dengan sumberdaya yang dimiliki. Kedua belas prinsip itu adalah memprioritaskan tujuan dan menetapkan standar; menganalisis sumberdaya keuangan; menetapkan manajemen keuangan sistimatis; membuat anggaran untuk mengontrol pengeluaran dan tabungan; menyimpan catatan-catatan; menetapkan batasan kredit dan menggunakannya dengan bertanggungjawab; menggunakan waktu untuk melipatgandakan tabungan; membangun kesehatan lebih awal dan sistematis; melindungi asset secara cukup dan beralasan; menggunakan keuntungan dari pajak dan membangun untuk masa pension; memeriksa dan menyesuaikan secara teratur; dan merencanakan untuk mentrasfer pada kesehatan.

Sebuah rencana keuangan (budget) merupakan rencana bagi pengeluaran yang akan datang, yang mencerminkan langkah pertama dalam proses manajemen keuangan. Agar suatu rencana keuangan dapat berhasil maka harus realistis dan fleksibel. Budget yang dibuat seteliti mungkin pun masih memiliki kekurangan, walaupun demikian, budget dapat membantu untuk menghindari penggunaan sumberdaya untuk keperluan yang kurang atau tidak penting. Rencana keuangan seperti manajemen lainnya bersifat dinamis, walaupun nilai dan kebutuhan terhadapnya bersifat tetap dalam seluruh siklus hidup yang dihadapi keluarga (Gross & Crandall, 1980).

Pola Pengambilan Keputusan Keluarga

Blood dan Wolfe dalam Sajogyo (1983) menyatakan bahwa aspek yang paling penting dalam struktur keluarga adalah posisi anggota keluarga dilihat dari distribusi dan alokasi kekuasaan. Aspek berikutnya yang juga penting adalah pembagian peran dalam keluarga

Menurut Scanzoni dan Scazoni dalam Azzachrawani (2004) pola pengambilan keputusan (decision) dalam suatu keluarga, menggambarkan bagaimana struktur/pola kekuasaan dalam keluarga tersebut. Selain itu, beberapa konsep seperti:”pengaruh”, “control”, “wewenang”, dan “dominasi”, digunakan pula untuk menggambarkan dan menjelaskan kekuasaan dalam keluarga, termasuk disini konsep pengambilan keputusan.

(43)

kehidupan keluarga sehari-hari pengambilan keputusan yang sering dilakukan, seperti mengambil keputusan dalam menetukan menu makanan, menentukan pergi liburan, menentukan membeli baju, dan lain-lain. Biasanya proses pengambilan keputusan ini bisa secara singkat ataupun mengambil waktu yang lama tergantung pada keputusan apa yang akan diambil.

Menurut Guhardja et al. (1992) dilihat dari keterlibatan anggota keluarga dalam pengambilan keputusan terdapat tiga tipe pengambilan keputusan dalam keluarga, yaitu :

1. Pengambilan keputusan konsensus, yaitu pengambilan keputusan secara bersama-sama antar anggota keluarga, setiap anggota keluarga mempunyai hak untuk mengemukakan pendapatnya.

2. Pengambilan keputusan akomodatif, yaitu pengambilan keputusan yang dicirikan oleh adanya orang yang dominan, sehingga keputusan yang diambil adalah dengan menerima pendapat orang yang dominan tersebut.

3. Pengambilan keputusan de facto, yaitu pengambilan keputusan yang diambil secara terpaksa.

Sedangkan yang dimaksud dengan pola pengambilan keputusan dalam keluarga menyangkut kewenangan suami istri dalam mengambil keputusan, yaitu: 1. Pola Tradisional

Pengambilan keputusan keluarga yang memberikan wewenang kepada suami untuk mengambil keputusan. Sedangkan istri hanya sebagai pendukung dari keputusan.

2. Pola Modern

Pengambilan keputusan dalam keluarga secara bersama-sama, ada semacam persamaan hak istri dalam mengambil keputusan, tanpa menghilangkan peran masing-masing.

Sumarwan (2003) merangkum beberapa studi yang mengidentifikasi model pengambilan keputusan produk oleh sebuah keluarga sebagai berikut :

(44)

2. Suami dominan dalam pengambilan keputusan. Suami memiliki kewenangan untuk memutuskan produk dan merek apa yang dibeli untuk dirinya atau anggota keluarganya.

3. Keputusan autonomi, yakni keputusan yang bisa dilakukan oleh istri atau suami tanpa tergantung dari salah satunya. Artinya istri bisa memutuskan pembelian produk tanpa bertanya kepada suami, begitu pula sebaliknya.

4. Keputusan bersama, artinya keputusan untuk membeli produk atau jasa dilakukan bersama antara suami dan istri.

Menurut teori decision makers, pengambilan keputusan dalam keluarga tidak diberikan kepada satu orang anggota keluarga. Pembagiannya sesuai dengan tugas dari beberapa tingkatan diantara anggota keluarga. Keputusan dapat juga dilakukan secara kerjasama antara anggota keluarga.

Perencanaan dapat berarti hal yang berbeda buat orang yang berbeda. Defenisi perencanaan bisa berbeda dan bervariasai antara penulis yang satu dengan yang lain. Definisi yang sangat sederhana mengatakan bahwa perencanaan adalah menetapkan suatu tujuan dan memilih langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut Tarigan (2005). Jadi, perencanaan adalah suatu penentuan sebelumnya dari tujuan-tujuan yang dinginkan dan bagaimana tujuan tersebut harus dicapai. Sedangkan pelaksanaan merupakan melaksanakan suatu rencana sehingga menjadi kenyataan dan mengawasinya sesuai dengan prosedur yang telah di buat Guhardja et al. (1992).

(45)

Menurut Beatric (1977) dalam Guhardja (1992) orang yang berhak melakukan pengambilan keputusan dalam keluarga di pengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: usia, kekuasaan, jenis kelamin, kompetensi, dan keakraban.

Peran Gender dalam Ekonomi Keluarga

Kontribusi Ekonomi Perempuan

Salah satu tujuan seseorang bekerja di bidang nafkah adalah untuk memperoleh penghasilan berupa uang. Hal tersebut yang mendorong peran perempuan sebagai penunjang perekonomian rumahtangga menjadi sangat penting dan ikut serta berperan dalam sector ekonomi untuk menambah penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan Hubeis (2010).

Pada umumnya peran perempuan secara ekonomi adalah menambah penghasilan keluarga. Karena itu, penghasilan tambahan dari aktivitas ekonomi perempuan dapat membantu mengentaskan keluarga dari kemiskinan Rahardjo (1995). Alokasi ekonomi dalam keluarga erat hubungannya dengan struktur lapangan pekerjaan yang ada dalam masyarakat luas. Jika terjadi perubahan dalam faktor ekonomi suatu masyarakat, maka alokasi ekonomi dalam keluarga itu akan berubah.

Hoffman dan Nye (1975) dalam Fahmi & Pusptawati (2008) berpendapat bahwa ada tiga alasan perempuan mencari penghasilan tambahan, yaitu: uang, peranan sosial dan pengembangan diri. Hampir bisa dipastikan bahwa uang merupakan alas an terbesar bagi perempuan untuk bekerja di luar rumah. Perempuan pedesaan bekerja agar dapat bertahan hidup, sedangkan perempuan kota bekerja untuk “membayar” tingkat kemahalan hidup di kota. Juga menyatakan bahwa ada tiga faktor pendorong perempuan mencari penghasilan tambahan, yaitu:

(46)

3. Adanya motif intrinsik (dari dalam dirinya) untuk menunjukkan eksistensinya sebagai manusia, yang mampu berprestasi di dalam keluarga maupun dalam kehidupan bermasyarakat.

Dalam usaha produksi, umumnya muncul penilaian yang berbeda mengenai pekerjaan laki-laki, wanita dan anak-anak. Sumber penghasilan dari usaha produksi. Menurut Levi dalam Sajogyo (1983) perlu membedakan :

1. Apakah penghasilan usaha bersama dari kesatuan keluarga, usaha perseorangan anggota keluarga ataukah beberapa orang anggota keluarga yang menggabungkan diri ke dalam kesatuan-kesatuan produktif/pencarian nafkah di luar keluarga.

2. Apakah penghasilan dikuasai oleh keluarga atau pihak luar keluarga

Di bidang komsumsi, keluarga mengenal pola-pola konsumsi yang merupakan bagian dari pola-pola kebudayaan masyarakat itu. Dapat terjadi bahwa seluruh penghasilan dari semua pencari nafkah dalam suatu keluarga dikumpulkan menjadi dana bersama, yaitu dimanfaatkan untuk keperluan bersama, yaitu dimanfaatkan untuk keperluan bersama menurut kebutuhan masing-masing, disesuaikan dengan norma-norma tingkat hidup keluarga tersebut. Jadi dalam alokasi ekonomi, perlu diperhatikan antara siapa-siapa dana bersama dibentuk, siapa yang menguasainya dan bagaimana cara menjalankan wewenang itu Levi dalam Sajogyo (1983).

Kerja produktif yang dilakukan pria dan wanita akan berpengaruh terhadap sumbangan mereka pada pendapatan keluarga. Menurut Armanto (1997), semakin tinggi pendapatan keluarga, semakin terwujud dan terbentuk keluarga yang sejahtera dan bahagia, sebaliknya semakin sulit tingkat perekonomian akan sulit mewujudkan keluarga yang sejahtera dan bahagia.

Beberapa hasil penelitian mengenai kontribusi ekonomi perempuan terhadap kesejahteraan keluarga disajikan sebagai berikut:

(47)

dari masyarakat sekitarnya. Terdapat kontribusi nyata aktivitas kaum perempuan dalam kegiatan kerja untuk kesejahteraaan keluarga. Kontribusi tersebut dapat dilihat dari tingkat kemampuan pemenuhan kebutuhan keluarga. Kontribusinya tidak hanya berupa peningkatan pendapatan keluarga, tetapi juga peningkatan pengetahuan dan pengalaman yang bermanfaat dalam upaya mempertahankan stabilitas dan keharmonisan keluarga Syani (2009).

2. Besarnya kontribusi yang diberikan oleh buru wanita terhadap pendapatan keluarga dilihat dari proporsi rata-rata upah buruh wanita terhadap rata-rata pendapatan keluarga ternyata cukup besar yakni sebesar 52,32 persen Fadah dan Yuswanto (2004).

3. Perempuan pedesaan, merupakan sumber daya manusia yang cukup nyata berpatisipasi, khususnya dalam memenuhi fungsi ekonomi keluarga dan rumah tangga bersama dengan laki-laki. Perempuan di pedesaan sudah diketahui secara umum tidak hanya mengurusi rumah tangga sehari-hari saja, tetapi tenaga dan pikirannya juga terlibat dalam berbagai kegiatan usaha tani dan non usaha tani, baik yang sifatnya komersial maupun sosial Sajogyo (1983). Keterlibatan perempuan di pedesaan dalam kegiatan ekonomi produkti antara lain dipengaruhi oleh faktor ekonomi, yaitu tidak tercukupinya kebutuhan rumahtangga mereka. Sebagai ibu rumahtangga, biasanya perempuan yang bertanggung jawab dalam mengatur rumahtangga, baik menyangkut kesehatan gizi keluarga, pendidikan anak, dan pengaturan biaya hidup keluarga. Ketika kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak tercukupi, maka perempuan yang pertama merasakan dampaknya. Sehingga dengan keterlibatan perempuan dalam kegiatan ekonomi produktif setidaknya sebagian kebutuhan keluarga mereka terpenuhi.

Fungsi Ekonomi Keluarga

(48)

kegiatan ekonomi keluarga, pembagian kerja dan fungsi, kemudian menghitung berapa jumlah pendapatan yang diperoleh atau konsumsinya serta jenis produksi dan jasa apa yang dihasilkan Raharjo (1989).

Keluarga merupakan suatu unit dalam sistem ekonomi, yang senantiasa berinteraksi (mempengaruhi dan dipengaruhi) oleh sistem ekonomi yang lebih besar Bryant (1990). Artinya, bahwa keadaan ekonomi keluarga akan tergantung pada keberadaan ekonomi negara saat itu. Keluarga sebagai unit ekonomi merupakan alat untuk melakukan aktivitas guna memperoleh hasil yang diinginkan, seperti kepuasan, tujuan, gaya hidup, standar hidup, kesejahteraan, keamanan, kemampuan dan keterampilan untuk proses produksi dan konsumsi Bryant (1990).

Aspek ekonomi merupakan salah satu fungsi keluarga yang sangat vital bagi kehidupan keluarga, yang sekaligus akan berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan seseorang. Pelaksanaan fungsi ekonomi keluarga diantaranya pengalokasian sumberdaya untuk pelayanan kesejahteraan dengan memproduksi, mendistribusikan dan mengkonsumsi produk diantara anggota keluarga. Dengan demikian keluarga di dalam melakukan kegiatan ekonominya mempunyai kemungkinan menambah saling pengertian, solidaritas dan tanggung jawab bersama dalam keluarga serta meningkatkan rasa kebersamaan dan satu ikatan antara sesama anggota keluarga Soelaeman (1994).

Undang-undang Nomor 16 Tahun 1974 mendefinisikan kesejahteraan sebagai suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material, maupun spiritual yang meliputi rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir batin yang memungkinkan setiap warganegara untuk mengadakan usaha-usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia dengan Pancasila dan UUD Tati (2000).

(49)

tercapai (BPS 1994). Oleh karena itu, untuk mewujudkan kesejahteraan suatu keluarga perlu ditopang antara lain dengan sedikitnya dua tiang utama yaitu: keluarga kecil agar bebannya tidak terlalu berat dan keluarga dengan ekonomi yang kuat (BKKBN 1997).

Kesejahteraan Keluarga

Pengertian Kesejahteraan Keluarga

Menurut Undang Undang Nomor 10 Tahun 1992, keluarga diartikan sebagai keluarga yang dibentuk bardasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungan Suyono (2006). Kesejahteraan adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun spiritual yang diliputi rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir batin yang memungkinkan setiap warganegara untuk mengadakan usaha-usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945 Rambe et al. (2008).

Setiap orang memiliki penilaian terhadap tingkat kesejahteraan dimana antara satu sama lain tidak sama. Sejahtera bagi seseorang belum tentu sama dengan yang lainnya. Hal ini dikarenakan setiap orang memiliki pengalaman dan tingkat kepuasan yang berbeda yang sangat bergantung pada kepribadian masing-masing individu terhadap kepuasan dan persepsi yang dimilikinya akibat dari pengalaman sebelumnya Angur & Widgery (2004).

Menurut Syarief dan Hartoyo (1993), faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga antara lain:

(50)

2. Faktor budaya. Kualitas kesejahteraan keluarga ditandai oleh adanya kemantapan budaya yang dicerminkan dengan penghayatan dan pengalaman nilai-nilai luhur budaya bangsa. Kemantapan budaya ini dimaksudkan untuk menetralkan akibat dari adanya pengaruh budaya luar. Adanya kemantapan budaya diharapkan akan mampu memperkokoh keluarga dalam melaksanakan fungsinya.

3. Faktor teknologi. Peningkatan kesejahteraan juga harus didukung oleh pengembangan teknologi. Keberadaan teknologi dalam proses produksi diakui telah mampu meningkatkan kapasitas dan efisiensi produksi. Penguasaan dan teknologi ini berkaitan dengan tingkat pendidikan dan kepemilikan modal. 4. Faktor keamanan. Keberhasilan pelaksanaan pembangunan dalam rangka

peningkatan kesejahteraan masyarakat ditentukan oleh adanya stabilitas keamanan yang terjamin.

5. Faktor kehidupan beragama. Kesejahteraan keluarga akan menyangkut masalah kesejahteraan spiritual. Setiap keluarga diberi hak untuk dapat mempelajari dan menjalankan syariat agamanya masing-masing dengan tanpa memaksakan agama yang satu kepada agama yang lain. Sehingga pemahaman keagamaan dan pelaksanaan syariat akan mampu meningkatkan spritualnya.

6. Faktor kepastian hukum. Peningkatan kesejahteraan keluarga juga menuntut adanya jaminan atau kepastian hukum.

Hasil penelitian Rembe et al. (2008) menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh nyata terhadap kesejahteraan keluarga berdasarkan kriteria BPS adalah pendidikan kepala rumah tangga. Sementara itu, peubah-peubah yang berpengaruh nyata terhadap kesejahteraan menurut persepsi subjektif adalah pendidikan kepala keluarga, umur kepala keluarga, persepsi harga dan pendapatan. Peubah yang memiliki peluang paling tinggi diantara keempat peubah tersebut adalah pendidikan kepala keluarga yang mengindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan kepala keluarga berpeluang lebih besar untuk sejahtera.

(51)

dilihat dari konsep kebutuhan minimum (kalori) proxy pengeluaran yaitu rata-rata Rp. 122 775,00 per kapita per bulan (Susenas 2004), sedangkan BKKBN membagi kesejateraan keluarga ke dalam tiga kebutuhan, yakni: (1) Kebutuhan dasar (basic needs) yang terdiri dari pangan, sandang, papan, dan kesehatan, (2) Kebutuhan sosial psikologis (social psychological needs) yang terdiri dari pendidikan , rekreasi, transportasi, interaksi sosial internal dan eksternal, dan (3) Kebutuhan pengembangan (developmental needs) yang terdiri dari tabungan, pendidikan khusus/kejuruan, dan kases terhadap informasi (Suandi 2005).

Kesejahteraan Keluarga Subjektif

Kesejahteraan secara umum diklasifikasikan menjadi dua kategori, yakni objektif dan subjektif. Kategori pertama mengukur kesejahteraan melalui fakta-fakta tertentu yang dapat diamati seperti ekonomi, sosial dan statistik lingkungan. Kesejahteraan diukur secara tidak langsung menggunakan ukuran ordinal. Menurut Rojas (2004) kurang tepat untuk menilai kesejahteraan hanya berdasarkan pendapatan dan indikator sosial ekonomi lainnya. Kesejahteraan manusia tergantung pada banyak faktor diluar standar hidup yang biasa seperti pendapatan, kosumsi, kekayaan, posisi sosial-ekonomi dan akses terhadap pelayanan umum. Dengan demikian, pendapatan harus dipertimbangkan sebagai satu dari banyak alternatif untuk meningkatkan kesejahteraan.

(52)

Karakteristik Sistem Matrilineal

Matrilineal adalah suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak ibu. Kata ini seringkali disamakan dengan matriarkhat atau matriarkhi, meskipun pada dasarnya artinya berbeda. Matrilineal berasal dari dua kata, yaitu mater (bahasa Latin) yang berarti "ibu", dan linea (bahasa Latin) yang berarti "garis". Jadi, "matrilineal" berarti mengikuti "garis keturunan yang ditarik dari pihak ibu". Sementara itu matriarkhat berasal dari dua kata yang lain, yaitu mater yang berarti "ibu" dan archein (bahasa Yunani) yang berarti "memerintah". Jadi, "matriarkhi" berarti "kekuasaan berada di tangan ibu atau pihak perempuan.

Berbicara tentang perempuan secara umum menurut Holleman dalam Pudjiwati Sajogyo (1994) kedudukan perempuan menurut golongan dan fungsinya di tentukan oleh beberapa hal antara lain :

1. Sistem susunan keluarga yang berlaku di daerah tertentu ( mengikuti garis keturunan bapak, ibu atau orang tua).

2. Faktor-faktor sosial ekonomis, terutama yang menyangkut pilihan tempat tinggal suami istri serta bentuk pernikahan yang dianut.

3. Perbedaan tingkat sosial.

4. Pengaruh salah satu diantara tiga aliran agama di dunia dalam urutan kronologis : Hindu, Islam dan Kristen.

Sistem susunan keluarga sepihak menurut garis keturunan ibu di Indonesia teristimewa terdapat di Minangkabau (Sumatera Barat) dan di daerah mana orang-orang Minangkabau menetap sebagai penduduk. Sistem di Minangkabau tengah masih dalam bentuk asli dan dilaksanakan secara konsekuen dan di daerah pinggiran umumnya sudah terjalin dengan sistem garis orangtua (sistem parental). Sedangkan garis keturunan bapak (patrilineal) banyak terdapat di daerah Sumatera Selatan, Batak, Maluku, Timor dan Bali.

Karena itu, berbicara tentang wanita Minangkabau kita akan menemukan beberapa hal yang menarik berhubungan dengan sistem matrilinier, sistem dimana keturunan dihitung berdasarkan garis ibu yang menjadikan kaum perempuan sebagai sentral di dalam struktur keluarga.

(53)

1. Keturunan dihitung berdasarkan garis ibu.

2. Kaum sebuah kelompok keturunan yang dipimpin oleh seorang yang yang disebut pengulu.

3. Pola menetap bersifat dua lokal.

4. Wewenang kaum terletak di tangan mamak.

Sistem matrilineal dengan kehidupan komonal, seperti orang Minang sampai sekarang, menempatkan perkawinan menjadi persoalan dan urausan kerabat. Mulai dari mencari pasangan, membuat persetujuan, meminang, perkawinan dan bahkan kepada segala akibat perkawinan itu sendiri. Perkawinan bukanlah masalah sepasang insan yang hendak membentuk keluarga atau membentuk rumah tangga saja. Oleh karena itu falsafah Minangkabau telah menjadikan semua hidup bersama, sehingga masalah pribadi dalam hubungan suami istri tidak terlepas dari masalah bersama. Pola perkawinan bersifat eksogami, kedua belah pihak atau salah astu pihak dari yang menikah tersebut lebur ke dalam kerabat pasangannya.

Karena masih relatif menganut sistem komunal jadi suami dan istri tidak hanya berurusan dengan keluarganya sendiri, tetapi sampai jauh juga bersama-sama menjadi anggota masing-masing dalam kelompok geneologisnya, tentang hubungan keluarga yang bersifat geneologis ini selanjutnya digambarkan oleh Holleman dalam Sajogyo (1994) sebagai berikut:

“ Walaupun mereka telah kawin, masih juga membawa ikatan-ikatan yang menghubungkan mereka dengan keluarga masing-masing, sehingga mereka kerapkali tetap lebih merupakan anak perempuan dan anak laki-laki dari keluarga mereka dari pada menjadi suami istri dan karenanya jika ada perselisihan antara mereka atau jika didorong dari luar, lebih cendrung untuk mengingkari kesatuannya dalam keluarga dan memihak kepada famili sendiri dari pada rukun sebagai suami istri”.

(54)

pemegang kuasa atas anak dan istrinya. Dari berbagai literatur tentang Minangkabau, dijelaskan pola kewarisan yang diperuntukkan bagi perempuan, mnyebabkan perempuan di Minangkabau, secara ekonomi relatif kuat. Perempuan Minang mempunyai dua sumber penghasilan, yang pertama dari suaminya dan kedua dari saudara laki-lakinya.

Dalam kaitannya dengan fenomena wanita bekerja, tentu saja akan mempunyai pengaruh semakin kuatnya kedudukan perempuan, terutama dalam keluarga. Dominasi perempuan dalam ekonomi akan mempunyai implikasi terhadap kekuasaan laki-laki (suami) dalam rumahtangga. Elifina (2001) menyatakan bahwa perempuan minang mempunyai dua sumber penghasilan, yang pertama dari suaminya dan kedua dari saudara laki-lakinya. Terutama dalam mengatasi kesulitan hidup yang tidak dapat diatasi suaminya, maka mereka akan meminta bantuan saudara-saudara laki-lakinya.

Dalam kaitannya dengan fenomena perempuan bekerja, tentu saja akan mempunyai pengaruh semakin kuatnya kedudukanperempuan, terutama dalam keluarga. Dominasi perempuan dalam ekonomi akan mempunyai implikasi terhadap kekuasaan laki-laki (suami) dalam rumahtangga. Mansoer (1990) dalam penelitiannya menemukan bahwa istri yang bekerja relatif banyak terlibat dalam pengambilan keputusan dan pengaturan anggaran belanja dibandingkan dengan mereka yang tidak bekerja.

Kedudukan Perempuan

Dalam posisi matrilineal perempuan diposisikan sebagai pengikat, pemelihara dan penyimpan, sebagaimana diungkapkan pepatah adatnya amban puruak atau penyimpanan. Itulah sebabnya dalam penentuan peraturan dan perundang-undangan adat, perempuan tidak dilibatkan. Perempuan menerima bersih tentang hak dan kewajiban di dalam adat yang telah diputuskan sebelumnya oleh pihak ninik mamak (Thaib 2008).

(55)

mengatur dan mempertahankannya. Perempuan Minangkabau yang memahami konstelasi seperti ini tidak memerlukan lagi atau menuntut lagi suatu prosedur lain atas hak-haknya, dan tidak memerlukan emansipasi lagi, serta tidak perlu dengan perjuangan gender, karena sistem matrilineal telah menyediakan apa sesungguhnya diperlukan perempuan. Para ninik mamak telah membuat suatu “aturan permaianan” antara laki-laki dan perempuan dengan hak dan kewajiban yang berimbang antar sesamanya (Thaib 2008).

Kedudukan laki-laki dan perempuan berada dalam posisi berimbang. Laki-laki punya hak untuk mengatur segala yang ada di dalam perkauman, baik pengaturan pemakaian, pembagian harta pusaka, perempuan sebagai pemilik dapat mempergunakan semua hasil itu untuk keperluannya anak beranak. Dalam hal ini peranan laki-laki di dalam dan luar kaumnya menjadi sesuatu yang harus dijalankannya dengan seimbang dan sejalan.

Pada hakekatnya peranan perempuan itu sudah melebihi apa yang diperlukan perempuan itu sendiri sebagaiman yang diperlukan dalam kehidupan masyarakat modern. Hanya saja, waktu itu tidak memakai kata emansipasi, persamaan hak, kesetaraan gender dan lain sebagainya sebagaimana yang sering digembar-gemborkan oleh kaum perempuan barat (Thaib 2008).

(56)
(57)

KERANGKA PEMIKIRAN

Penelitian ini ingin melihat seberapa jauh pelaksanaan fungsi keluarga yang dikaitkan dengan fungsi ekonomi dan kerjasama peran gender antara suami istri untuk mewujudkan kesejahteraan keluarga. Dalam penelitian ini, konsep yang digunakan adalah konsep keluarga inti yang terdiri dari suami, istri dan anak serta keluarga yang berporos pada struktural fungsional

Pendekatan teori struktural fungsional digunakan sebagai landasan yang berpegang bahwa sebuah struktur keluarga membentuk kemampuanya untuk berfungsi secara efektif, dan bahwa sebuah keluarga inti tersusun dari seorang laki-laki sebagai pencari nafkah dan perempuan sebagai ibu rumahtangga adalah yang paling cocok untuk memenuhi kebutuhan anggota dan ekonomi industri baru (Parson & Bales 1955 dalam Hill 2006). Penerapan teori struktural fungsional dicontohkan dengan adanya pembagian tugas dalam keluarga. Levi dalam Megawangi (2005) mengatakan bahwa tampa adanya pembagian tugas yang jelas pada masing-masing aktor dengan status sosialnya, maka fungsi keluarga akan terganggu. Hal ini bisa terjadi kalau ada satu posisi yang perannya tidak dapat dipenuhi, atau konflik akan tejadi karena tidak adanya kesepakatan siapa yang akan memerankan tugas apa. Dengan demikian penting pembagian peran dalam keluarga antara suami dan istri segala apapun yang menyangkut urusan keluarga.

Keluarga mempunyai peran yang penting bagi pembentukan sumberdaya manusia. Menurut Undang - Undang Nomor 10 Tahun 1992 keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya. Hal ini berarti adanya ikatan perkawinan dan ikatan darah di dalam suatu keluarga. Tujuan terbentuknya keluarga adalah untuk mewujudkan keadaan kesejahteraan keluarga baik fisik, sosial, ekonomi, psikologis atau mental dan spiritual.

(58)

Namun pada kenyataannya sudah banyak istri yang bekerja di sektor publik yang menghasilkan uang atau materi guna untuk menambah penghasilan keluarga. Oleh karena itu diperlukan saling kerjasama dan saling tolong menolong agar pembagian peran gender dapat seimbang dan adil.

Menurut Lasswell & Lasswell (1987), kontribusi ekonomi perempuan dalam keluarga akan mengahasilkan peningkatan dalam keuangan keluarga, kepemilikan barang mewah, standar hidup yang lebih tinggi dengan pencapain rasa aman yang lebih baik sehingga berdampak pada peningkatan status sosial keluarga. Wiryono (1994) menyatakan bahwa keikutsertaan perempuan dalam bidang kerja (mencari nafkah) membawa dampak positif yaitu yaitu adanya peningkatan terhadap struktur sosialnya dalam rumahtangga.

Pembagian kerja antara sesama anggota keluarga (laki-laki dan perempuan) dalam keluarga inti menunjukkan pada adanya diferensiasi gender yang merupakan suatu prasyarat struktural untuk kelangsungan keluarga inti (Megawangi 1999). Dengan adanya kompromi maka individu tersebut akan mengatasi masalah dengan kreatif dan inovatif yang akan menguntungkan kedua belah pihak. Adapun sikap saling membantu disini berkaitan dengan keterlibatan suami dan istri dalam peraturan rumahtangga seperti soal pekerjaan dapur, memelihara pakaian, memelihara alat rumah tangga dan kebersihan rumah, serta mengusur keluarga terutama dalam pengasuhan anak Paloma dalam Supriyantini (2002). Semakin baiknya kerjasama antara suami dan istri akan semakin meningkatkan kesejahteraan keluarga yang diharapkan.

(59)
(60)

Gambar. 1 Kerangka Pemikiran Konseptual Karakteristik Ibu

- Umur

‐ Lama pendidikan ‐ Pekerjaan

Karakteristik Keluarga: - Umur Suami

- Pekerjaan suami - Jumlah anak - Pendapatan - Besar Keluarga ‐ Pemilikan aset

Kontribusi Ekonomi Perempuan

Karakteristik Lingkungan

-Nilai-nilai masyarakat dan norma matriarkhi

Peran Gender Pelaksanaan tugas rumah tangga dan sosial

Kesejateraan Keluarga Subjektif

Gambar

Gambar. 1 Kerangka Pemikiran Konseptual
Gambar 2 Bagan penarikan contoh
Tabel 1. Variabel,  Pengukuran,   Jenis Data, Cara Pengumpulan Data dan Alat Bantu
Tabel 3 Sebaran contoh dan suami contoh berdasarkan lama pendidikan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya pengembangan sumber belajar berbasis lingkungan melalui bentuk-bentuk penugasan yang bersangkutan dengan masyarakat dan diharuskan siswa untuk dapat

Mais à la différence des pancartes que nous avons vues défiler jusqu'à présent, celle de La Lune, dans sa mise en page, utilise la disposition oblique, qui peut mimer la disposition

Republik Indonesia Serikat yang berbentuk federal itu tidak disenangi oleh sebagian besar rakyat Indonesia, karena sistem federal digunakan oleh Belanda sebagai muslimat

Penulis mengambil fokus mengenai Sumber Daya Manusia yang sesuai dengan tempat Internship yaitu divisi Training and Educational Program di fungsi Pertamina Corporate University,

Para pasukan pemanah menyaksikan dari atas bukit peristiwa yang terjadi di medan pertempuran. Setelah menyaksikan pasukan Quraisy melarikan diri dengan meninggalkan

Umur mulai berbunga ± 10 bulan, bentuk buah bulat, warna buah muda hijau, warna buah masak merah jingga, mulai berbunga s/d buah masak ± 9 bulan, rata-rata buah pertandan ± 60

Observasi dialukan pada saat proses pembelajaran berlangsung, peneliti melakukan observasi terhadap aktifitas siswa selama proses pembelajaran, sesuai

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan Alat Peraga pada Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap kemampuan pemahaman konsep matematis siswa SMP