• Tidak ada hasil yang ditemukan

Study of Indonesian Structural Transformation using the Input Output Framework 1971-2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Study of Indonesian Structural Transformation using the Input Output Framework 1971-2008"

Copied!
329
0
0

Teks penuh

(1)

TRANSFORMASI STRUKTURAL PEREKONOMIAN INDONESIA

DALAM KERANGKA MODEL INPUT OUTPUT

TAHUN 1971-2008

BUDI KURNIAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini Saya menyatakan bahwa tesis berjudul Transformasi Struktural Perekonomian Indonesia dalam Kerangka Model Input Output Tahun 1971 - 2008 adalah karya Saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, April 2011

(3)
(4)

ABSTRACT

BUDI KURNIAWAN. Study of Indonesian Structural Transformation using the Input Output Framework 1971-2008. Supervised under MUHAMMAD FIRDAUS and SRI MULATSIH.

In assessing the economic impact of a sector or a group of sectors on a single or multiregional economy, input-output analysis has proven to be a popular method. This paper explores the degree of structural change of the Indonesian economy using the input-output frame work. It examines how linkages among economic sectores evolved over 1971-2008 and identifies which economic sectors exhibited the highest intersectoral linkages. The study finds that manufacturing is consistenly as the key sector in the Indonesian economy. Indonesian cannot afford to leapfrog the industrialization stage and largely depend on a service-oriented economy when the potensial for growth still lies primarily on manufacturing. The

graphical presentation of interindustry relationship through the “Multiplier Product

Matrix” (MPM) and its associated “economic landscape” provides a visualization

of the Indonesian economic structure for selected years and how it has changed over time.

(5)
(6)

RINGKASAN

BUDI KURNIAWAN. Transformasi Struktural Perekonomian Indonesia dalam Kerangka Model Input Output Tahun 1971-2008. Dibimbing oleh MUHAMMAD FIRDAUS dan SRI MULATSIH.

Stabilisasi dan liberalisasi ekonomi pada akhir dekade 1960-an terbukti merupakan titik awal bagi pembangunan ekonomi dan industri. Pergeseran kepemimpinan nasional dari Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto pada tahun 1966 membuka cakrawala baru bagi Indonesia dalam bidang politik dan ekonomi (Weinstein 1976). Pembangunan ekonomi yang lebih serius dan terencana dengan baik di Indonesia baru dimulai sejak awal pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun pertama (Repelita I) tahun 1969 dan prosesnya berjalan mulus sejak itu hingga terjadi krisis ekonomi tahun 1997-1998. Upaya stabilisasi dan rehabilitasi dilakukan dalam semangat desentralisasi dan detatisme untuk mengatasi kondisi ekonomi yang buruk pada akhir masa orde lama. Perubahan struktur PDB merupakan akibat dari industrialisasi di Indonesia (Kuncoro 2007).

Proses industrialisasi di Indonesia telah dimulai sejak akhir tahun 1980 (Dasril 1993), dan berdasarkan kriteria United Nation Industrial Development Organization sampai dengan tahun 2008 Indonesia termasuk kedalam kategori negara semi industri. Pertanyaannya adalah apakah benar telah terjadi perubahan struktural yang mendasar dalam perekonomian Indonesia seiring dengan pertumbuhan ekonomi? Apakah model input-output cukup akurat jika digunakan dalam perencanaan ekonomi? Bagaimana peran sektoral dalam proses transformasi struktural perekonomian Indonesia? Sektor ekonomi apa yang memiliki keterkaitan antarsektor yang tinggi dan menjadi kunci dalam perekonomian Indonesia? Fakta terjadinya deindustrialisasi negatif pada perekonomian Indonesia memunculkan pertanyaan, apakah stategi industrialisasi yang diterapkan di Indonesia telah berbasis sumberdaya? Apakah transformasi perekonomian Indonesia sebaik transformasi negara berkembang lainnya? Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian empirik terhadap perubahan struktur perekonomian (economic landscape) di Indonesia dalam kerangka model input output (IO) selama kurun waktu 1971 sampai dengan 2008.

(7)

Deviasi hasil estimasi total output dengan uji matriks Leontief memiliki kecenderungan over estimate untuk setiap periode. Hal ini disebabkan oleh adanya deviasi yang terlalu tinggi (outlier) pada beberapa sektor, antara lain sektor

“tanaman bahan makanan lainnya (6)”, “hasil tanaman serat (15)”, “industri kimia (40)”, “industri dasar besi dan baja (45)”, industri mesin, alat-alat dan perlengkapan

listrik (48)” dan sektor “lain-lain (66)”. Keenam sektor sebagaimana tersebut memiliki deviasi yang sangat tinggi hampir disetiap periode. Deviasi total tertinggi terjadi pada tahun 1990 sebesar 19,33 persen dengan rata-rata 11 persen perperiode. Tidak terjadi perubahan teknis yang signifikan antara satu periode ke periode berikutnya, terindikasi dari hasil uji regresi koefisien teknis xij*=+xij dengan

hipotesis =0 dan =1.

Terdapat 20 (dua puluh) sektor yang menjadi sektor kunci dalam dinamika proses perubahan struktur perekonomian Indonesia selama periode pengamatan, namun tidak satupun sektor primer pernah menjadi sektor kunci. Selama periode analisis terdapat 5 (lima) sektor yang mengolah hasil pertanian yang bisa disebut

sebagai sektor kunci antara lain; sektor “industri minyak dan lemak (28)”, “industri makanan lainnya (32)”, “industri tekstil, pakaian dan kulit (36)”, “industri bambu, kayu dan rotan (37)” dan “industri kertas, barang dari kertas dan karton (38)”. Sektor industri lain yang menjadi sektor kunci adalah “industri pupuk dan pestisida (39)”, “industri kimia (40)”, “pengilangan minyak bumi (41)” serta “industri barang karet dan plastik (42)”. Beberapa industri berat yang menjadi sektor kunci

adalah sektor “industri dasar besi dan baja (45)”, “industri logam dasar bukan besi (46)”, “industri barang dari logam (47)”, “industri mesin, alat dan perlengkapan listrik (48)” serta sektor “industri alat angkutan dan perbaikannya (49)”. Sektor

“listrik, gas dan air (51)” dan sektor “bangunan (52)” adalah dua sektor yang selalu

menjadi sektor kunci disepanjang periode analisis. Sektor tersier yang pernah

menjadi sektor kunci antara lain adalah sektor “perdagangan (53)”, “jasa lainnya (65)”, “restoran dan hotel (54)” serta sektor “angkutan darat (56)”.

Berdasarkan visualisasi perubahan lanskap ekonomi, peningkatan peranan

yang terjadi antara lain terkait dengan dua sektor primer yaitu ”pertambangan batubara dan biji logam (24)” dan ”pertambangan minyak, gas dan panas bumi

(25)”. Peningkatan ini juga terkait dengan sektor ”industri pupuk dan pestisida (39)”, ”industri kimia (40)”, ”pengilangan minyak (41)” dan ”industri alat-alat dan

perlengkapan listrik (48)”. Sektor tersier yang terkait dengan peningkatan peranan

adalah sektor ”lembaga keuangan (61)” dan ”usaha persewaan bangunan dan jasa perusahaan (62)”. Penurunan peranan antara lain terlihat pada beberapa sel yang

terkait dengan sektor ”padi (1)”, ”perdagangan (53)”, ”angkutan darat (56)”

dan ”lain-lain yang tidak jelas batasannya (66)”.

(8)

teori perkembangan tenaga kerja. Tinjauan tentang tingkat produktifitas tenaga kerja memberikan justifikasi kesimpulan atas apa yang terjadi bahwa sebenarnya tenaga kerja yang bergeser dari sektor pertanian tidak beralih ke sektor yang produktifitasnya lebih tinggi.

(9)
(10)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(11)
(12)

TRANSFORMASI STRUKTURAL PEREKONOMIAN INDONESIA DALAM KERANGKA MODEL INPUT OUTPUT

TAHUN 1971-2008

BUDI KURNIAWAN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)
(14)

Judul Tesis : Transformasi Struktural Perekonomian Indonesia dalam Kerangka Model Input Output Tahun 1971 – 2008

Nama : Budi Kurniawan

NRP : H151090144

Disetujui

Komisi Pembimbing

Muhammad Firdaus, SP, M.Si, Ph.D Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(15)
(16)
(17)
(18)

PRAKATA

Pertama, izinkan Saya memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis dengan judul ”Transformasi Struktural Perekonomian Indonesia dalam Kerangka Model Input Output Tahun 1971-2008” telah dapat terselesaikan. Penelitian ini telah dimulai sejak Oktober 2010 dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi di Sekolah Pascasarjana IPB.

Pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu terselesaikannya penelitian dan penulisan tesis ini. Secara khusus penulis mengucapkan terimakasih kepada, yang terhormat :

1. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk menempuh pendidikan pada Sekolah Pascasarjana IPB.

2. Kepala Pusdiklat BPS beserta jajarannya, yang telah membantu kelancaran administrasi selama Penulis mengikuti program Tugas Belajar.

3. Kepala BPS Provinsi Jambi beserta jajarannya, yang telah membantu kelancaran administrasi kepegawaian selama Penulis menempuh pendidikan.

4. Bpk. Muhammad Firdaus dan Ibu Sri Mulatsih selaku Komisi Pembimbing, yang dengan segala kesibukannya masih meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan yang sangat bermanfaat dalam menyusun tesis ini. 5. Bpk. Supriyanto (Kepala Direktorat Neraca Produksi BPS), selaku Penguji Luar

Komisi pada pelaksanaan Ujian Tesis.

6. Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarjana IPB beserta jajarannya, yang telah membantu kelancaran proses kegiatan belajar.

7. Teman-teman mahasiswa pascasarjana IPB, khususnya PS Ilmu Ekonomi. Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak lain yang telah membantu penyelesaian tesis ini meskipun namanya tak dapat penulis sebutkan satu persatu. Akhirnya, semoga hasil penelitian ini berguna dan memberikan kontribusi bagi semua pihak terutama pemerintah dan kalangan akademisi.

Bogor, April 2011

(19)
(20)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 29 Agustus 1974 sebagai anak kedua dari pasangan Munzili Madjid dan Sumiati. Pendidikan Diploma III Statistik ditempuh di Akademi Ilmu Statistik Jakarta, lulus pada tahun 1999. Penulis melanjutkan pendidikan tinggi pada Program Diploma IV di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jakarta, lulus tahun 2002. Gelar sarjana diperoleh melalui Program Alih Jenjang pada Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor tahun 2009.

(21)

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

1. PENDAHULUAN ... 1

1. 1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Manfaat dan Tujuan Penelitian ... 5

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Tinjauan Teoritis ... 7

2.1.1. Teori Klasik Pembangunan Ekonomi ... 7

2.1.2. Perubahan Struktur dan Pertumbuhan Ekonomi... 7

2.1.3. Teori Perubahan Struktural ... 8

2.1.4. Peranan Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi ... 10

2.1.5. Model Input Output... 11

2.1.5.1. Simplifikasi Tabel Input Output ... 13

2.1.5.2. Asumsi Dasar Model Input Output ... 16

2.1.6. Teori Keterkaitan Antarsektor ... 17

2.1.7. Multiplier Product Matrix ... 17

2.2. Tinjauan Empiris ... 18

2.2.1. Transformasi Struktural ... 18

2.2.2. Peranan Sektoral ... 20

2.3. Kerangka Pemikiran ... 21

2.4. Hipotesis Penelitian ... 23

3. METODE PENELITIAN ... 25

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 25

3.2. Metode Analisis ... 26

3.2.1. Analisis Perubahan Teknis ... 28

3.2.2. Analisis Keterkaitan ... 28

3.2.3. Analisis Pengganda ... 30

3.2.4. Analisis Ketergantungan Ekspor ... 31

3.2.5. Analisis Perubahan Struktur Perekonomian ... 32

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

4.1. Pengujian Model Input Output ... 35

4.1.1. Uji Regresi Koefisien Teknis ... 35

4.1.2. Uji Matriks Leontief... 35

4.2. Perkembangan Peran Sektoral dalam Transformasi Struktural Perekonomian Indonesia ... 37

4.2.1. Struktur Permintaan dan Penawaran ... 37

4.2.1.1. Kontribusi Sektoral dalam Permintaan Antara... 38

(22)

xiv 4.2.1.3. Komposisi Permintaan Agregat... 40 4.2.2. Analisis Struktur Produk Domestik Bruto dan Pangsa Tenaga

Kerja ... 43 4.2.3. Analisis Pengganda ... 48 4.2.3.1. Analisis Pengganda Output ... 48 4.2.3.2. Analisis Pengganda Pendapatan ... 49 4.2.4. Analisis Ketergantungan Ekspor ... 50 4.2.5. Analisis Keterkaitan ... 53 4.2.6. Analisis Peran Sektoral... 55 4.3. Dinamika Sektor Kunci dalam Proses Transformasi Struktural

Perekonomian Indonesia ... 61 4.3.1. Dinamika Sektor Kunci ... 62 4.3.2. Multiplier Product Matrix ... 65 4.3.3. Transformasi Struktural Perekonomian Indonesia diantara Negara

(23)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

(24)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1. Kerangka Dasar Model Input-Output ... 12 3.1. Alur Pemikiran Strategis ... 21 3.2. Alur Kerja Studi ... 22 4.1. Struktur PDB ... 47 4.2. Pangsa Tenaga Kerja menurut Sektor... 47 4.3. Plot Tren Pangsa Output dan Tren Pangsa Permintaan Antara ... 56 4.4. Plot Tren Pangsa Ekspor terhadap Permintaan Agregat dan Tren Pangsa

(25)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Nilai R-square pada Uji Kebaikan Suai Model Perubahan Teknis Sektor-sektor Primer ... 95 2. Nilai R-square pada Uji Kebaikan Suai Model Perubahan Teknis

Sektor-sektor Sekunder ... 96 3. Nilai-nilai  pada Model Perubahan Teknis Sektor-sektor Primer ... 97 4. Nilai-nilai  pada Model Perubahan Teknis Sektor-sektor Sekunder ... 98 5. Nilai-nilai  pada Model Perubahan Teknis Sektor-sektor Primer ... 99 6. Nilai-nilai  pada Model Perubahan Teknis Sektor-sektor Sekunder ... 100 7. Deviasi Output Hasil Estimasi terhadap Output Aktual Sektor-sektor Primer 101 8. Deviasi Output Hasil Estimasi terhadap Output Aktual Sektor-sektor

Sekunder ... 102 9. Deviasi Output Hasil Estimasi terhadap Output Aktual Sektor-sektor Tersier 102 10. Pangsa Permintaan Antara Sektor-sektor Primer ... 103 11. Pangsa Permintaan Antara Sektor-sektor Sekunder ... 104 12. Pangsa Permintaan Antara Sektor-sektor Tersier ... 104 13. Pangsa Output Sektor-sektor Primer ... 105 14. Pangsa Output Sektor-sektor Sekunder ... 106 15. Pangsa Output Sektor-sektor Tersier ... 106 16. Pangsa Permintaan Antara terhadap Permintaan Total pada Sektor-sektor

Primer ... 107 17. Pangsa Permintaan Antara terhadap Permintaan Total pada Sektor-sektor

Sekunder ... 108 18. Pangsa Permintaan Antara terhadap Permintaan Total pada Sektor-sektor

(26)
(27)

xix 61. Peringkat Pangsa Nilai Tambah Bruto Sektor-sektor Primer... 137 62. Peringkat Pangsa Nilai Tambah Bruto Sektor-sektor Sekunder ... 138 63. Peringkat Pangsa Nilai Tambah Bruto Sektor-sektor Tersier ... 138 64. Urutan Sektor berdasarkan Indeks Keterkaitan ke Belakang ... 139 65. Urutan Sektor berdasarkan Indeks Keterkaitan ke Depan ... 141 66. Tren; Pangsa Output (p.O), Pangsa Permintaan Antara (p.ID), Pangsa Ekspor

terhadap Permintaan Total (p.XoAD), Pangsa Permintaan Antara terhadap Permintaan Total (p.IDoAD), Pangsa Nilai Tambah Bruto (p.VA), Pengganda Pendapatan (IM), Pengganda Output (OM), Keterkaitan ke Depan (FL) dan Keterkaitan ke Belakang (BL) Sektor-sektor Primer... 143 67. Tren; Pangsa Output (p.O), Pangsa Permintaan Antara (p.ID), Pangsa Ekspor

terhadap Permintaan Total (p.XoAD), Pangsa Permintaan Antara terhadap Permintaan Total (p.IDoAD), Pangsa Nilai Tambah Bruto (p.VA), Pengganda Pendapatan (IM), Pengganda Output (OM), Keterkaitan ke Depan (FL) dan Keterkaitan ke Belakang (BL) Sektor-sektor Sekunder ... 144 68. Tren; Pangsa Output (p.O), Pangsa Permintaan Antara (p.ID), Pangsa Ekspor

terhadap Permintaan Total (p.XoAD), Pangsa Permintaan Antara terhadap Permintaan Total (p.IDoAD), Pangsa Nilai Tambah Bruto (p.VA), Pengganda Pendapatan (IM), Pengganda Output (OM), Keterkaitan ke Depan (FL) dan Keterkaitan ke Belakang (BL) Sektor-sektor Tersier ... 145 69. Lanskap Ekonomi Indonesia Tahun 1971–2008 ... 147 70. Lanskap Ekonomi Indonesia Tahun 1971–2008 berdasarkan Hirarki Tahun

1971 ... 149 71. Lanskap Ekonomi Indonesia Tahun 1971–2008 berdasarkan Hirarki Tahun

(28)
(29)

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Stabilisasi dan liberalisasi ekonomi pada akhir dekade 1960-an terbukti merupakan titik awal bagi pembangunan ekonomi dan industri. Pergeseran kepemimpinan nasional dari Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto pada tahun 1966 membuka cakrawala baru bagi Indonesia dalam bidang politik dan ekonomi (Weinstein 1976). Pembangunan ekonomi yang lebih serius dan terencana dengan baik di Indonesia baru dimulai sejak awal pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun pertama (Repelita I) tahun 1969 dan prosesnya berjalan mulus sejak itu hingga terjadi krisis ekonomi tahun 1997-1998. Upaya stabilisasi dan rehabilitasi dilakukan dalam semangat desentralisasi dan detatisme untuk mengatasi kondisi ekonomi yang buruk pada akhir masa orde lama (Kuncoro 2007).

Pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting dari pembangunan nasional dengan tujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tingkat kesejahteraaan masyarakat dilihat dari aspek ekonomi dapat diukur dengan pendapatan perkapita. Pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu target penting yang harus dicapai dalam pembangunan ekonomi untuk dapat meningkatkan pendapatan nasional. Pada awal pembangunan ekonomi, umumnya di banyak negara perencanaan pembangunan ekonomi lebih berorientasi pada pertumbuhan dan bukan distribusi pendapatan. Selain pertumbuhan, proses pembangunan ekonomi juga akan membawa dengan sendirinya suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi. Dari sisi permintaan agregat, perubahan/pendalaman struktur ekonomi terjadi terutama didorong oleh peningkatan pendapatan. Sedangkan dari sisi penawaran agregat, faktor-faktor pendorong utama adalah perubahan teknologi, peningkatan sumberdaya manusia dan penemuan material-material baru sebagai input produksi.

(30)

Transformasi struktural merupakan proses perubahan struktur perekonomian dari sektor pertanian ke sektor industri atau jasa dan masing-masing perekonomian/negara akan mengalami transformasi yang berbeda-beda. Transformasi struktural adalah gejala ilmiah yang harus dialami oleh setiap perekonomian yang sedang tumbuh.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan perubahan struktur perekonomian di Indonesia yang berjalan seiring perkembangan laju pertumbuhan ekonomi sebagaimana terlihat pada Tabel 1.1. Rata-rata laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia periode lima tahunan selama kurun waktu tahun 1971 sampai dengan tahun 2008 tergolong tinggi dalam kisaran 5-8 persen pertahun kecuali pada periode 1996-2000 akibat krisis ekonomi global. Sementara struktur PDB Indonesia mengalami perubahan yang terlihat dari menurunnya peranan (share) sektor primer dan kecenderungan (trend) meningkatnya peranan sektor sekunder maupun sektor tersier.

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur Produk Domestik Bruto berdasarkan Tabel Input Output Indonesia Tahun 1971-2008

Tahun (t)

Rata-rata* Pertumbuhan

(%)

Struktur PDB (%)

Primer Sekunder Tersier

1971 - 37,35 21,19 41,45

1975 8,07 44,90 19,25 35,85

1980 7,92 49,09 17,39 33,52

1985 4,76 37,03 23,21 39,76

1990 6,26 32,42 26,98 40,61

1995 7,13 25,14 31,40 43,45

2000 1,02 28,89 33,69 37,42

2005 4,73 24,64 35,22 40,14

2008 5,88 26,88 36,75 36,37

*) rata-rata tahun (t-1) s/d tahun (t) Sumber : BPS, diolah

[image:30.595.83.488.414.617.2]
(31)

3

1993), dan berdasarkan kriteria United Nation Industrial Development Organization sampai dengan tahun 2008 Indonesia termasuk kedalam kategori negara semi industri.

Teori pertumbuhan wilayah yang dikemukakan oleh Kaldor dalam Dasgupta dan Singh (2006) menyebutkan bahwa sektor manufaktur merupakan mesin pertumbuhan bagi suatu negara atau wilayah. Teori ini mendorong banyak negara untuk melakukan industrialisasi demi memperoleh pertumbuhan ekonomi yang pesat. Pada beberapa periode terakhir ternyata terjadi fenomena deindustrialisasi (deindustrialization) di negara-negara maju yang digambarkan oleh penurunan proporsi pekerja di sektor manufaktur terhadap total jumlah pekerja (IMF 1997). Argumentasi dari Rowthorn dan Coutts (2004) tentang terjadinya deindustrialisasi di negara-negara maju adalah bahwa hal tersebut merupakan sebuah konsekuensi atas proses pembangunan pada suatu sistem perekonomian yang telah maju. Deindustrialisasi dapat diartikan sebagai pergantian peran dominan sektor manufaktur oleh sektor jasa. Fenomena deindustrialisasi seperti ini biasa disebut dengan deindustrialisasi positif.

Fenomena yang terjadi pada perekonomian Indonesia sejak tahun 2002 memperlihatkan dengan jelas tanda-tanda terjadinya proses deindustrialisasi (Ruky 2008). Berdasarkan analisis dengan pendekatan Kaldorian yang dilakukan oleh Dewi (2010) dapat disimpulkan bahwa sektor manufaktur telah menjadi mesin pertumbuhan ekonomi selama tahap industrialisasi dan memacu pertumbuhan sektor selain manufaktur. Akan tetapi telah terjadi proses deindustrialisasi kearah yang negatif di Indonesia sejak tahun 2002 yang antara lain ditandai dengan rendahnya trade balance. Deindustrialisasi yang terjadi bukanlah dampak alamiah dari proses pembangunan yang sangat maju melainkan lebih disebabkan oleh guncangan (shock) terhadap perekonomian Indonesia.

1.2. Perumusan Masalah

(32)

pembangunan jangka panjang yang terencana. Kebijakan rekayasa transformasi struktural diperlukan untuk memaksimalkan dampak positif dari transformasi tersebut dalam perekonomian.

Banyak yang sependapat bahwa salah satu syarat perlu (necessary condition) untuk dapat dicapainya transformasi struktural dari pertanian (primer) ke industri manufaktur (sekunder) adalah adanya keterkaitan sektor pertanian dan sektor industri yang tangguh (Kuncoro 1996). Implikasi penting dari model perubahan struktural Gollin et al. (2002) yang merupakan pengembangan dari model pertumbuhan neoklasik adalah bahwa pertumbuhan produktivitas sektor pertanian merupakan kunci penting proses pertumbuhan.

Berbagai teori telah menjelaskan bagaimana keterkaitan antar sektor memengaruhi perekonomian suatu negara, antara lain pemikiran Mellor dan Lele (1973) serta Mellor (1976, 1986, 1989) yang terkenal dengan model rural led strategy of growth, serta Johnston dan Kilby (1975) yang mengembangkan konsep agricultural and structural transformation model. Kaldor (1967) diacu dalam Felipe (1998) mengungkapkan alasan mengapa pertumbuhan nilai tambah sektor manufaktur memengaruhi pertumbuhan sektor selain manufaktur, yaitu bahwa sektor manufaktur memiliki backward linkage dan forward linkage yang lebih besar dibandingkan sektor-sektor lainnya. Perroux (1955) diacu dalam Daryanto dan Hafizrianda (2010) mengatakan bahwa keterkaitan antar sektor merupakan salah satu syarat yang harus dimiliki oleh pusat pertumbuhan (growth pole) dalam pembangunan ekonomi. Growth pole tersebut seharusnya lebih mengacu pada suatu sektor yang bisa menyebar dalam berbagai aktivitas sektor produksi sehingga mampu menggerakkan ekonomi secara keseluruhan.

(33)

5

berbasis sumberdaya? Apakah transformasi perekonomian Indonesia sebaik transformasi negara berkembang lainnya?

1.3. Manfaat dan Tujuan Penelitian

Kajian mengenai keterkaitan antar sektor dan dampak perkembangannya melalui pendekatan input output selama ini lebih terbatas pada kajian satu tahun. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian empirik terhadap perubahan struktur perekonomian (economic landscape) di Indonesia dalam kerangka model input output (IO) selama kurun waktu 1971 sampai dengan 2008. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menguji model input output untuk perencanaan ekonomi dengan analisis perubahan teknis dan uji Matriks Leontief.

2. Menguraikan perkembangan peran sektoral dalam transformasi struktural di Indonesia dengan indikator struktur penawaran dan permintaan, struktur nilai tambah, angka pengganda, indeks keterkaitan dan derajat ketergantungan ekspor.

3. Mengidentifikasi dan menganalisa dinamika sektor kunci dalam proses transformasi struktural perekonomian Indonesia.

(34)
(35)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritis

Beberapa teori yang ditinjau untuk mendukung penelitian ini adalah teori pembangunan ekonomi, hubungan perubahan struktur dan pertumbuhan ekonomi, teori perubahan struktural, peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi dan model input output untuk melihat perubahan struktural (economic landscape) yang terjadi.

2.1.1. Teori Klasik Pembangunan Ekonomi

Kepustakaan pembangunan ekonomi pasca perang dunia kedua didominasi empat aliran pemikiran yang terkadang bersaing satu sama lain. Keempat pendekatan itu adalah: (1) model pertumbuhan tahapan linear (linear stage of growth models); (2) teori dan pola struktural (theories and pattern of structural changes); (3) revolusi ketergantungan internasional (the international-dependence revolution); serta (4) kontra revolusi pasar bebas neoklasik (the neo classical free market counter-revolution). Berbagai modifikasi dari pendekatan teori-teori klasik telah banyak dikemukakan pada beberapa tahun belakangan ini (Todaro dan Smith 2006).

Model pertumbuhan tahapan linear mengindentikkan pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi agregat secara cepat. Pendekatan ini tergusur oleh dua aliran pemikiran ekonomi yang berkembang pada dekade 1970-an yaitu aliran pemikiran yang menitikberatkan pada teori dan pola perubahan struktural, dan aliran pemikiran revolusi ketergantungan internasional. Sepanjang dekade 1980-an d1980-an awal 1990-1980-an pemikir1980-an y1980-ang paling menonjol adalah pendekat1980-an kontra revolusi neoklasik atau seringkali disebut neo-liberal, suatu pemikiran yang menekankan pada peranan menguntungkan perekonomian terbuka, pasar-pasar bebas dan swastanisasi. Pendekatan yang ada saat ini menggambarkan variasi keempat perspektif pemikiran klasik sebagaimana tersebut diatas.

2.1.2. Perubahan Struktur dan Pertumbuhan Ekonomi

(36)

yang dimaksud adalah formasi sektor/industri dalam suatu perekonomian. Salah satu contoh perubahan struktural adalah perekonomian subsisten yang mengalami industrialisasi sehingga kontribusi dominan sektor pertanian bergeser ke sektor manufaktur. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan struktural sangatlah berbeda untuk masing-masing wilayah. Perubahan struktural bisa disebabkan antara lain oleh dampak dari suatu kebijakan, perubahan sumber daya, penduduk maupun keadaan sosial yang sifatnya permanen.

Perubahan struktur ekonomi berjalan seiring dengan pertumbuhan PDB yang merupakan total pertumbuhan nilai tambah bruto (NTB) dari semua sektor ekonomi. Bila dalam suatu sistem perekonomian hanya ada dua sektor, yaitu industri (i) dan pertanian (p) dengan NTB masing-masing ; NTBi dan NTBp yang

membentuk PDB, maka persamaannya menjadi

PDB = NTBi + NTBp ... (2.1)

atau,

1 = [a(t) i + a(t) p] PDB ... (2.2)

di mana a(t)i dan a(t)p adalah pangsa PDB masing-masing dari industri dan

pertanian; t menunjukkan periode. Pada tahap „awal’ pembangunan (t=0), sebelum industrialisasi dimulai atau sektor industri belum berkembang a(t)i < a(t)p.

Dalam proses pembangunan terjadi transformasi ekonomi, dimana pangsa PDB dari sektor industri meningkat dan pangsa PDB dari sektor pertanian menurun.

Pada tahap „akhir’ pembangunan ekonomi (t=1) nilai a(1)i > a(1)p dimana a(1)i >

a(0)p dana(1)p < a(0)p (Tambunan 2006).

2.1.3. Teori Perubahan Struktural

(37)

9

pertanian ke sektor industri atau jasa, dimana masing-masing perekonomian akan mengalami transformasi yang berbeda-beda.

Pada umumnya transformasi yang terjadi di negara sedang berkembang adalah transformasi dari sektor pertanian ke sektor industri. Perubahan struktur atau transformasi ekonomi dari tradisional menjadi modern, secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam ekonomi yang berkaitan dengan komposisi permintaan, perdagangan, produksi dan faktor-faktor lain yang diperlukan secara terus menerus, untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan sosial melalui peningkatan pendapatan perkapita (Chenery 1960, 1964; Chenery et. al. 1986; Chenery dan Syrquin 1975; Chenery dan Taylor 1968; Chenery dan Watanabe 1958). Aspek penting lain dari transformasi struktural adalah sisi ketenagakerjaan. Clark dalam Nasoetion (1991) merumuskan bahwa pertumbuhan ekonomi melalui proses transformasi dapat dicapai melalui (1) peningkatan produktivitas tenaga kerja di setiap sektor dan (2) transfer tenaga kerja dari sektor yang produktivitas tenaga kerjanya rendah ke sektor yang produktivitas tenaga kerjanya lebih tinggi.

Menurut model pembangunan yang dikemukakan oleh Lewis (1954) diacu dalam Firdaus (1998), perekonomian terbelakang terdiri dari dua sektor, yakni: (1) sektor tradisional, yaitu sektor pedesaan subsisten yang kelebihan penduduk dan ditandai dengan produktivitas marjinal tenaga kerja yang sama dengan nol dan (2) sektor industri perkotaan modern yang tingkat produktivitasnya tinggi dan menjadi tempat penampungan tenaga kerja yang ditransfer sedikit demi sedikit dari sektor subsisten. Sama halnya dengan model yang disusun oleh Lewis, analisis pola pembangunan (pattern of development analysis) terhadap perubahan struktural juga memusatkan perhatiannya pada proses yang mengubah struktur ekonomi, industri dan kelembagaan secara bertahap pada perekonomian yang terbelakang sehingga memungkinkan tampilnya industri-industri baru untuk menggantikan sektor pertanian sebagai roda penggerak pertumbuhan ekonomi.

(38)

ditempuh serta pola umum pembangunannya tergantung sejumlah faktor. Pendekatan yang menekankan pada pola dan bukan teori, membuat para praktisi beresiko mengambil kesimpulan yang salah tentang hubungan sebab akibat (kausalitas). Studi empiris tentang proses perubahan struktural mengarah pada kesimpulan bahwa langkah dan pola pembangunan dapat berbeda karena faktor-faktor domestik maupun internasional, dan banyak diantaranya diluar kendali negara-negara berkembang secara individual. Para ekonom meyakini adanya pola-pola tertentu dalam proses pembangunan di hampir semua negara, meskipun rumusannya bervariasi. Para analis perubahan struktural optimis bahwa ramuan kebijakan ekonomi yang benar akan memberikan pola pertumbuhan ekonomi yang menguntungkan secara berkesinambungan.

2.1.4. Peranan Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi

Banyak yang sependapat bahwa salah satu syarat perlu (necessary condition) untuk dapat dicapainya transformasi struktural dari pertanian (primer) ke industri manufaktur (sekunder) adalah adanya keterkaitan sektor pertanian dan sektor industri yang tangguh (Kuncoro 1996). Kuznet (1961) telah menelaah perkembangan peran sektor pertanian dalam transformasi pembangunan. Peran sektor pertanian menurut Kuznet antara lain adalah; (i). kontribusi produk, yaitu sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan baku industri; (ii). kontribusi pasar, yaitu rumah tangga sektor pertanian adalah sasaran utama konsumsi output sektor industri baik yang bersifat konsumsi langsung maupun yang digunakan sebagai input dalam proses produksi pertanian; (iii). kontribusi devisa, dimana sektor pertanian juga berperan dalam menyumbangkan devisa atas ekspor barang-barang yang dihasilkan dari proses produksinya.

(39)

11

Analisis pada beberapa negara industri dengan menggunakan model ini memberikan jawaban atas pertanyaan awal. Perbedaan income antar negara pada tahun 2000 ternyata bukanlah perbedaan steady state. Negara-negara yang terlambat memulai proses pembangunan akan mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat jika dibandingkan negara-negara yang memulai lebih dulu proses pembangunannya. Pembangunan merupakan proses yang berjalan dengan lambat. Negara yang memulai industrialisasi pada tahun 1950 akan mencapai tingkat steady state setidaknya dalam 100 tahun; suatu transisi yang lebih lambat jika dibandingkan dengan model pertumbuhan neoklasik. Adanya distorsi dari aktivitas sektor pertanian akan semakin menyebabkan tenaga kerja berpindah ke sektor manufaktur. Berdasarkan model ini dapat disimpulkan bahwa rendahnya produktivitas sektor pertanian dapat memperlambat proses industrialisasi. Sebuah negara dengan proses industrialisasi yang berjalan lambat perlu mengetahui faktor-faktor yang dapat memicu peningkatan produktivitas sektor pertaniannya.

2.1.5. Model Input Output

Hubungan antara susunan input dan distribusi output merupakan teori dasar yang melandasi model input output (IO). Secara sederhana, model IO menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan antarsatuan kegiatan ekonomi untuk suatu waktu tertentu yang disajikan dalam bentuk tabel. Isian sepanjang baris menunjukkan alokasi output dan isian menurut kolom menunjukkan pemakaian input dalam proses produksi (BPS 2000).

Sebagai model kuantitatif, model IO mampu memberi gambaran menyeluruh tentang:

(1) Struktur perekonomian yang mencakup struktur output dan nilai tambah masing-masing kegiatan ekonomi di suatu daerah,

(2) Struktur input antara (intermediate input), yaitu penggunaan barang dan jasa oleh kegiatan produksi di suatu daerah,

(3) Struktur penyediaan barang dan jasa baik yang berupa produksi dalam negeri maupun barang-barang yang berasal dari impor, dan

(40)
[image:40.595.45.483.77.829.2]

Kerangka dasar model IO terdiri atas empat kuadran seperti disajikan pada Gambar 2.1.

Kuadran I : Transaksi antarkegiatan (nxn)

Kuadran II : Permintaan akhir (nxm)

Kuadran III : Input primer sektor produksi

(pxn)

Kuadran IV : Input primer permintaan akhir

(pxm)

Sumber: BPS, 2000

Gambar 2.1. Kerangka Dasar Model Input-Output

Kuadran I : Menunjukkan arus barang dan jasa yang dihasilkan dan digunakan oleh sektor-sektor ekonomi dalam proses produksi di suatu perekonomian. Kuadran ini menunjukkan distribusi penggunaan barang dan jasa untuk suatu proses produksi sehingga disebut juga sebagai transaksi antara (intermediate transaction).

Kuadran II : Menunjukkan permintaan akhir (final demand). Permintaan akhir yaitu penggunaan barang dan jasa bukan untuk proses produksi yang biasanya terdiri atas konsumsi rumah tangga, pengeluaran pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan persediaan (stock), dan ekspor.

Kuadran III : Memperlihatkan input primer dari sektor-sektor produksi, yaitu semua balas jasa setiap faktor produksi yang biasanya meliputi upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tidak langsung neto.

Kuadran IV : Memperlihatkan input primer yang langsung didistribusikan ke sektor-sektor permintaan akhir. Informasi ini digunakan dalam Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) atau dikenal dengan sebutan data Social Accounting Matrix (SAM). Dalam penyusunan Tabel IO, kuadran ini tidak disajikan.

(41)

13

kerangka model IO yang berisi uraian statistik mengenai transaksi barang dan jasa antar berbagai kegiatan ekonomi dalam suatu periode tertentu. Kumpulan sektor produksi pada kuadran pertama, yang berisi kelompok produsen, memanfaatkan berbagai sumberdaya dalam menghasilkan barang dan jasa yang secara makro disebut sebagai sistem produksi. Sektor di dalam sistem produksi ini dinamakan

sektor “endogen”. Sedangkan sektor di luar sistem produksi, yaitu yang berada di kuadran kedua, ketiga dan keempat dinamakan sektor “eksogen”. Model IO membedakan dengan tegas sektor endogen dan sektor eksogen. Output, selain digunakan dalam sistem produksi dalam bentuk permintaan antara, juga digunakan di luar sistem produksi dalam bentuk permintaan akhir. Input yang digunakan dalam sistem produksi ada yang berasal dari dalam sistem produksi berupa input antara dan juga ada yang berasal dari luar sistem produksi yang disebut input primer (Isard 1998).

Model analisis IO dapat digunakan sebagai alat pengambilan keputusan dalam merencanakan pembangunan sektoral. Model IO menghasilkan kajian tentang penentuan leading sector yang dapat dijadikan fokus pembangunan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi. Integrasi perekonomian dalam model IO merefleksikan hubungan atau keterkaitan antar sektor (intersectoral) yang merupakan hubungan saling ketergantungan satu dengan lainnya. Perroux (1955) dalam Daryanto dan Hafizrianda (2010) mengatakan bahwa keterkaitan antar sektor merupakan salah satu syarat yang harus dimiliki oleh pusat pertumbuhan (growth pole) dalam pembangunan ekonomi. Growth pole tersebut seharusnya lebih mengacu pada suatu sektor yang bisa menyebar dalam berbagai aktivitas sektor produksi sehingga mampu menggerakkan ekonomi secara keseluruhan. 2.1.5.1. Simplifikasi Tabel Input Output

(42)

di bawah label pembeli. Karena suatu sektor tidak menjual barangnya kepada semua sektor yang ada, maka umum dijumpai angka nol dalam suatu baris di dalam Tabel IO. Adapun kolom dalam Tabel IO mencatat berbagai pembelian yang dilakukan suatu sektor terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor yang ada di dalam wilayah tersebut. Jika angka-angka yang berada pada kolom suatu sektor juga banyak dijumpai angka nol, hal ini karena suatu sektor tidak selalu membeli barang dan jasa dari seluruh sektor yang ada di perekonomian negara tersebut (Nazara 1997).

Selain transaksi antar sektor, terdapat beberapa transaksi yang juga dicatat dalam Tabel IO. Perusahaan-perusahaan di dalam suatu sektor menjual hasil produknya ke konsumen (rumah-tangga), pemerintah dan perusahaan di luar negeri, ditambah lagi sebagian hasil produksi juga dijadikan bagian dari investasi oleh sektor lainnya. Penjualan-penjualan yang baru saja disebutkan ini dapat

dikelompokkan ke dalam satu neraca yang disebut “konsumsi akhir.” Dalam hal

pembelian, selain barang dan jasa dari berbagai sektor, perusahaan juga membutuhkan jasa tenaga kerja dan memberikan kompensasi pada pemilik modal atau kapital. Pembayaran jasa kepada tenaga kerja dan pemilik modal disebut

pembayaran untuk “nilai tambah.” Selain itu perusahaan juga membeli barang dan

jasa dari luar negeri, dengan kata lain, perusahaan mengimpor barang dan jasa.

Transaksi impor barang dan jasa ini dicatat pada baris “impor.” Secara sederhana

[image:42.595.67.503.535.729.2]

simplifikasi dari Tabel IO dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Simplifikasi Tabel Input Output

Sektor Sektor Pembeli Konsumsi Total

Penjual 1 2 ... n Akhir Produksi

1 2 . . . n

x11 x12 ... x1n f1 X1

x21 x22 ... x2n f2 X2

. . . .

. . . .

. . . .

xn1 xn2 ... xnn fn Xn

Nilai Tambah

v1 v2 ... vn

Impor m1 m2 ... mn

Total Input

X1 X2 ... Xn

(43)

15

Dari Tabel IO pada Tabel 2.1 dapat dibuat dua persamaan neraca yang berimbang:

Baris : xij fi Xi i n

j n     

1 1

,..., ... (2.3)

Kolom : xij vj mj Xj j n

i n

    

1

1

,..., ... (2.4)

dimana xij adalah nilai aliran barang atau jasa dari sektor i ke sektor j; fi adalah

total konsumsi akhir; vj adalah nilai tambah dan mj adalah impor. Definisi neraca

yang berimbang adalah jumlah output sama dengan jumlah input.

Aliran antar industri dapat ditransformasi menjadi koefisien-koefisien dengan mengasumsikan bahwa jumlah berbagai pembelian adalah tetap untuk suatu tingkat total output (dengan kata lain, tidak ada economies of scale) dan tidak ada kemungkinan substitusi antara suatu bahan baku input dan bahan baku input lainnya (dengan kata lain, bahan baku input dibeli dalam proporsi yang tetap). Koefisien-koefisien ini adalah:

aijxij / Xj ... (2.5) atau

xija Xij j ... (2.6) Dengan menggabungkan kedua persamaan di atas didapat:

a Xij j fi Xi i n j n     

1 1

,..., ... (2.7)

Dalam notasi matriks persamaan tersebut dapat ditulis sebagai berikut: X

f

AX  ... (2.8) dimana :

1 1;dan

; i nx i nx

nxn

ij A f f X X

a    ... (2.9) Dengan memanipulasi persamaan di atas didapat hubungan dasar dari Tabel IO, yaitu:

(I - A)-1 f = X ... (2.10)

(44)

Karena setiap sektor memiliki pola (pembelian dan penjualan dengan sektor lain) yang berbeda-beda, maka dampak dari perubahan produksi suatu sektor terhadap total produksi sektor-sektor lainnya berbeda-beda. Matriks kebalikan Leontief merangkum seluruh dampak dari perubahan produksi suatu sektor terhadap total produksi sektor-sektor lainnya ke dalam koefisien-koefisien yang disebut sebagai multiplier (ij). Multiplier ini adalah angka-angka yang terlihat di dalam matriks

kebalikan Leontief (I – A)-1.

2.1.5.2. Asumsi Dasar Model Input Output

Secara konseptual terdapat 3 (tiga) asumsi dasar yang melandasi penyusunan model IO dan model-model ekonomi yang diturunkan dari Tabel IO (BPS 2000), antara lain berangkat dari asumsi-asumsi sebagai berikut:

a. Asumsi homogenitas, yang mensyaratkan bahwa tiap sektor hanya memproduksi satu jenis output dengan struktur input tunggal dan bahwa tidak ada substitusi otomatis antara berbagai sektor.

b. Asumsi proporsionalitas, yang mensyaratkan bahwa dalam proses produksi hubungan antara input dengan output merupakan fungsi linier, yaitu tiap jenis input yang diserap oleh sektor tertentu naik atau turun sebanding (berbanding lurus) dengan kenaikan atau penurunan output sektor yang dihasilkan.

c. Asumsi aditivitas, yaitu suatu asumsi yang menyebutkan bahwa efek total pelaksanaan produksi di berbagai sektor dihasilkan oleh masing-masing sektor secara terpisah. Ini berarti bahwa di luar sistem Tabel I-O semua pengaruh luar diabaikan.

(45)

17

2.1.6. Teori Keterkaitan Antarsektor

Berbagai teori telah menjelaskan bagaimana keterkaitan antar sektor mempengaruhi perekonomian suatu negara, antara lain pemikiran Mellor dan Lele (1973) serta Mellor (1976, 1986, 1989) yang terkenal dengan model rural led strategy of growth, serta Johnston dan Kilby (1975) yang mengembangkan konsep agricultural and structural transformation model. King dan Byerlee (1978) menemukan bahwa keterkaitan industri dengan sektor pertanian akan sangat kuat jika sektor industri mempunyai keterkaitan kebelakang yang tinggi. Adelman (1984) menekankan pentingnya agricultural demand led industrialization (ADLI) dan membuktikan bahwa strategi ini lebih superior dibanding strategi export led growth apabila diterapkan di negara berkembang dimana peran sektor pertanian masih substansial.

2.1.7. Multiplier Product Matrix

Jiemin dan Planting (2000) menggunakan suatu matriks pengganda output atau Multiplier Product Matrix (MPM) untuk melihat dampak suatu sektor secara keseluruhan dalam suatu perekonomian. MPM dapat memotret pengaruh suatu sektor berdasarkan keterkaitan ke belakang dan ke depan yang sekaligus pula bisa menjelaskan hubungan antara suatu sektor dengan sektor-sektor lainnya. Untuk mencari Matrix of Product Multiplier dilakukan dengan rumusan sebagai berikut :

n

n V j i

V b b b

b b b

b b

MPM .1 .2 .

. . 2 . 1 1 . . 1 ... . .                 

 ... (2.11)

dimana : V = jumlah semua komponen di dalam matriks Leontief Invers

V =



  n i n j ij b 1 1

bi. = jumlah semua kolom dalam baris i dari matriks Leontief Invers,

atau sering digunakan untuk mengukur besaran forward linkage.

b.j = jumlah semua baris dalam kolom j dari matriks Leontief Invers,

(46)

Sehingga persamaan MPM tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :

MPM = (1/V * FL * BL) ... (2.12) dimana : FL = Forward Linkage

BL = Backward Linkage

Melalui analisis MPM dapat diamati bagaimana keadaan struktur perekonomian suatu daerah dari periode ke periode, sehingga dapat dilihat bagaimana perubahan struktur itu terjadi setiap waktu.

2.2. Tinjauan Empiris

Studi empiris tentang perubahan struktural perekonomian telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Sebagian besar yang dirujuk dalam tulisan ini adalah penelitian tentang transformasi struktural yang terjadi di Indonesia maupun di negara lain dalam kerangka model IO. Penelitian lain yang mendukung adalah model ekonomi yang melihat peran dan keterkaitan sektoral dalam perekonomian secara keseluruhan.

2.2.1. Transformasi Struktural

(47)

19

pertengahan dekade 1960-an. Selanjutnya, Nasoetion (1991) mengatakan bahwa transformasi struktural adalah gejala alamiah yang harus dialami oleh setiap perekonomian yang sedang tumbuh. Oleh sebab itu kebijakan rekayasa transformasi struktur dibutuhkan untuk memaksimumkan dampak positif dari transformasi tersebut.

Nazara dan Amir (2005) dalam kerangka Model Input Output menguraikan bahwa selama kurun waktu tahun 1994–2000 telah terjadi perubahan struktur perekonomian Jawa Timur, yang ditunjukkan oleh perubahan dalam visualisasi economic landscape dengan menggunakan Multiplier Product Matrix. Perubahan ini mengindikasi adanya perubahan pengaruh sektoral terhadap perekonomian atau perubahan peranan sektor-sektor penting bagi perekonomian pada tahun 1994 dan tahun 2000. Perubahan struktur ekonomi Jawa Timur periode 1994–2000 masih terlalu kecil, namun dapat diterangkan bahwa telah terjadi perubahan kontribusi output sektor ekonomi, perubahan sektor unggulan dan keterkaitan antar sektor ekonomi.

Jacob (2003) dalam hasil penelitiannya yang berjudul “Structural Change, Liberalisation and Growth: The Indonesian Experience in an Input Output Perspective” menggunakan data IO 1971-1995 menguraikan pengaruh policy regimes terhadap rekayasa kebijakan transformasi struktural perekonomian di Indonesia. Sementara Marks (2007), dalam “Ocupational structure and stuctural change in Indonesia, 1880-2000” mengaitkan transformasi struktural perekonomian Indonesia dengan data ketenagakerjaan. Hayashi (2005) melakukan penelitian tentang perubahan struktural sektor perekonomian dan perdagangan yang terjadi di Indonesia menggunakan pendekatan analisis IO.

(48)

2.2.2. Peranan Sektoral

Kuncoro (1996) melakukan studi empiris mengenai struktur, prilaku dan kinerja agroindustri di Indonesia dan membuktikan bahwa agroindustri terutama industri pengolahan hasil pertanian memiliki kaitan yang erat dengan subsektor penyedia inputnya khususnya dengan sektor pertanian. Uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan struktural dalam agro industri yang bersifat mendasar selama tahun 1980-1990.

Penelitian Firdaus (1998) tentang peran sektoral ekonomi Indonesia pada fase industrialisasi menyimpulkan bahwa industri pertanian secara umum menunjukkan keragaan yang lebih baik dalam struktur produksi, multiplier tenaga kerja dan pendapatan, serta keterkaitan kebelakang dan kedepan. Analisis IO menunjukkan pembangunan ekonomi pada fase industrialisasi sudah sejalan dengan konsep agribisnis, namun masih kurang didukung oleh pengembangan sektor jasa/lembaga keuangan.

Menurut Hayashi (2005), selama tahun 1985 sampai dengan tahun 2000 sektor manufaktur memberikan peningkatan kontribusi output, peningkatan ekspor dan penurunan ketergantungan impor. Tetapi kemajuan tersebut bukan dihasilkan dari peningkatan permintaan ekspor melainkan lebih disebabkan oleh depresiasi nilai tukar rupiah.

Sholihah (2008) melakukan penelitian tentang pengaruh keterkaitan antar sektor terhadap pertumbuhan ekonomi beberapa daerah di Indonesia. Penelitiannya antara lain menyimpulkan bahwa: keterkaitan total ke belakang sektor industri pengolahan dengan sektor pertanian berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah; sementara keterkaitan total ke depan sektor industri pengolahan dengan sektor perdagangan, hotel, restoran berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

(49)

21

Indonesia. Kenyataan yang menunjukkan bahwa pertumbuhan nilai tambah sektor perdagangan turut memberikan kontribusi yang sama besarnya dengan kontribusi pertumbuhan nilai tambah sektor manufaktur dalam pertumbuhan PDB, dapat dijelaskan oleh hasil analisis regresi linear sederhana yang menyimpulkan bahwa pertumbuhan nilai tambah sektor perdagangan dipengaruhi oleh pertumbuhan nilai tambah sektor manufaktur.

Riset yang akan dilakukan berikut ini memiliki perbedaan dalam hal cakupan dan ruang lingkup penelitian jika dibandingkan beberapa penelitian sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Penelitian ini mengkaji data input output Indonesia tahun 1971 sampai dengan tahun 2008 mencakup keseluruhan sektor dalam perekonomian yang dirinci menjadi 66 sektor. Runtun data IO yang tersusun dapat memperlihatkan peran sektoral dalam proses perubahan struktur perekonomian (economic landscape) secara lebih terperinci.

2.3. Kerangka Pemikiran

[image:49.595.103.488.63.780.2]

?

Gambar 3.1. Alur Pemikiran Strategis

Perekonomian Indonesia

Struktur Ekonomi

Peran Sektoral

Sektor Kunci

Economic Landscape

(50)
[image:50.595.77.488.72.811.2]

Proses transformasi struktural yang terjadi di Indonesia merupakan hasil dari penerapan kebijakan pembangunan jangka panjang yang terencana. Perencanaan pembangunan semestinya beorientasi pada tujuan untuk mensejahterakan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi telah mengakibatkan perubahan struktur perekonomian. Kebijakan rekayasa transformasi struktural diperlukan untuk memaksimalkan dampak positif dari transformasi tersebut dalam perekonomian. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian empirik terhadap perubahan struktur perekonomian (economic landscape) di Indonesia dalam kerangka model IO selama kurun waktu 1971 sampai dengan 2008. Model IO digunakan dalam analisis struktur, perilaku dan kinerja sektoral dalam proses transformasi struktural. Multiplier Product Matrix akan memvisualisasikan perubahan struktur perekonomian yang terjadi. Bagan alur penelitian ditampilkan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Alur Kerja Studi

Model IO

Analisis Struktur

Analisis Perilaku

MPM

demand/

supply key sector

Kinerja Sektoral Economic

Lanscape

Transformasi Struktural Data IO

(51)

23

2.4. Hipotesis Penelitian

Beberapa hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Tabel Input Output Indonesia relatif baik untuk digunakan sebagai model perencanaan ekonomi

2. Sektor sekunder memiliki peran dominan dalam proses transformasi struktural perekonomian Indonesia

(52)
(53)

3. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Penelitian dilakukan dengan menelaah Tabel IO Indonesia yang bersumber dari BPS meliputi data tahun 1971, 1975, 1980, 1985, 1990, 1995, 2000, 2005 dan 2008. Sektor-sektor dalam series data IO diagregasikan secara seragam (common set) menjadi 66 sektor mengacu pada klasifikasi Tabel IO Tahun 2008 untuk melihat keterbandingan antar tahun pengamatan dan mendukung tujuan analisis. Tabel 3.1 memperlihatkan perbedaan banyaknya sektor dan pedoman pengklasifikasian yang digunakan dalam penyusunan Tabel IO Indonesia, sehingga harus dilakukan pengklasifikasian kembali (re-classification) dan agregasi sektor pada beberapa Tabel IO sesuai kebutuhan penelitian.

Tabel 3.1. Banyaknya Sektor dan Pedoman Klasifikasi Tabel IO Indonesia

Tabel IO Banyaknya

Sektor Klasifikasi Penyesuaian

Agregasi Sektor

Tahun 1971 175 KLUI/KKI KBLI 2005 66

Tahun 1975 179 KLUI/KKI KBLI 2005 66

Tahun 1980 171 KLUI/KKI KBLI 2005 66

Tahun 1985 169 KLUI/KKI KBLI 2005 66

Tahun 1990 161 KLUI/KKI KBLI 2005 66

Tahun 1995 172 KLUI/KKI KBLI 2005 66

Tahun 2000 175 KBLI 2000 KBLI 2005 66

Tahun 2005 175 KBLI 2005  66

Tahun 2008 66 KBLI 2005  

Catatan: tanda (√) menunjukkan data pada periode tersebut telah disesuaikan

Sumber : BPS, diolah

(54)
[image:54.595.59.486.135.514.2]

Daftar nama sektor hasil agregasi berikut kode sektor dan penjelasannya dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Klasifikasi Sektor dalam Tabel Input Output Indonesia 1971-2008

(1) Padi (34) Industri rokok

(2) Tanaman kacang-kacangan (35) Industri pemintalan

(3) Jagung (36) Industri tekstil, pakaian dan kulit (4) Tanaman umbi-umbian (37) Industri bambu, kayu dan rotan

(5) Sayur-sayuran dan buah-buahan (38) Industri kertas, barang dari kertas dan karton (6) Tanaman Bahan Makanan Lainnya (39) Industri pupuk dan pestisida

(7) Karet (40) Industri kimia

(8) Tebu (41) Pengilangan minyak bumi (9) Kelapa (42) Industri barang karet dan plastik

(10) Kelapa sawit (43) Industri barang-barang mineral bukan logam (11) Tembakau (44) Industri semen

(12) Kopi (45) Industri dasar besi dan baja (13) Teh (46) Industri logam dasar bukan besi (14) Cengkeh (47) Industri barang dari logam

(15) Hasil tanaman serat (48) Industri mesin, alat-alat dan perlengkapan listrik (16) Tanaman perkebunan lainnya (49) Industri alat pengangkutan dan perbaikannya (17) Tanaman lainnya (50) Industri barang lainnya

(18) Peternakan (51) Listrik, gas dan air minum (19) Pemotongan hewan (52) Bangunan

(20) Unggas dan hasil-hasilnya (53) Perdagangan

(21) Kayu (54) Restoran dan hotel

(22) Hasil hutan lainnya (55) Angkutan kereta api (23) Perikanan (56) Angkutan darat (24) Penambangan batubara dan bijih logam (57) Angkutan air (25) Penambangan minyak, gas dan panas bumi (58) Angkutan udara (26) Penambangan dan penggalian lainnya (59) Jasa penunjang angkutan (27) Industri pengolahan dan pengawetan makanan (60) Komunikasi

(28) Industri minyak dan lemak (61) Lembaga keuangan

(29) Industri penggilingan padi (62) Usaha persewaan bangunan dan jasa perusahaan (30) Industri tepung, segala jenis (63) Pemerintahan umum dan pertahanan

(31) Industri gula (64) Jasa sosial kemasyarakatan (32) Industri makanan lainnya (65) Jasa lainnya

(33) Industri minuman (66) Lain-lain kegiatan yang tak jelas batasannya

Sumber: BPS, 2007.

Data utama yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari tabel transaksi total atas dasar harga produsen yang selanjutnya diolah menggunakan perangkat lunak (software) MS Excel dengan tambahan add-ins program untuk perhitungan matriks (matrix.xla).

3.2. Metode Analisis

(55)

27

keterkaitan antar sektor seperti backward and forward linkage analysis, analisis dampak pengganda (multiplier efect analysis) yang sangat penting dalam perencanaan sektoral.

Model IO juga digunakan untuk menunjukkan sektor mana yang seharusnya diprioritaskan sehingga sektor ini dapat menarik/mendorong sektor-sektor yang lain dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Analisis model IO antara lain didasarkan pada dua jenis matriks yang diturunkan dari Tabel IO, yaitu matriks koefisien teknologi dan matriks pengganda.

Matrix koefisien teknologi berisikan koefisien aij , dimana nilai

j ij ij x X

a  ... (3.1) dimana : aij = koefisien teknologi

xij = pembelian input i oleh sektor j (input antara).

Xj = total input untuk sektor j.

Nilai–nilai koefisien teknologi tersebut dapat disusun dalam sebuah matriks koefisien teknologi (direct requirement matrix) atau matrix A.

Tabel 2.1 (Tabel Input-Output) sebagaimana diilustrasikan pada bab sebelumnya dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:

X = AX + F ... (3.2) dimana :

X : matriks output, sebuah matriks kolom yang anggotanya adalah Xi

A : matriks koefisien teknologi, matriks bujur sangkar dengan anggota aij

F : matriks permintaan akhir, matriks kolom dengan anggota fi

Selanjutnya persamaan diatas dapat ditransformasikan bentuknya menjadi:

X = (I-A)-1 F ... (3.3) Jika (I-A)-1 = B, maka

(56)

3.2.1. Analisis Perubahan Teknis

Uji matriks kebalikan Leontief dan uji regresi dilakukan untuk melihat perubahan teknis atau kekuatan koefisien input output untuk perencanaan ekonomi. Sebagaimana dikemukakan pada persamaan 3.3 bahwa X = (I-A)-1F maka untuk menguji apakah koefisien teknis input output yang diprediksi dari (I-A)-1 tahun ke-n mempunyai kekuatan peramalan yang baik sampai 5 tahun kedepan (n+1), dapat dilakukan dengan mensubstitusikan data permintaan akhir (F) tahun (n+1) kedalam persamaan tersebut sehingga diperoleh data total output (X) untuk tahun (n+1) hasil peramalan. Data output total hasil peramalan ini kemudian dibandingkan dengan data output total aktual.

Uji regresi selanjutnya dilakukan dengan cara meregresikan koefisien teknis input output tahun (n+1) terhadap koefisien teknis input output tahun ke-n. Persamaan regresi linear sederhana dapat dituliskan sebagai berikut:

Xij* =  +  Xij

Regresi pada persamaan 3.12 terdiri dari 52 unit analisis (banyaknya sektor primer dan sekunder) pada masing-masing persamaan yang diuji. Selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis nol, =0 dan =1. Jika hipotesis ini diterima berarti tidak terjadi perubahan teknis pada sektor-i maka dengan demikian koefisien teknis input output valid bila digunakan untuk peramalan atau dengan kata lain perubahan teknis konstan.

3.2.2. Analisis Keterkaitan

Analisis keterkaitan antar sektor biasa digunakan untuk mengetahui sektor-sektor kunci dalam perekonomian. Dikenal dua jenis keterkaitan, yakni (1) keterkaitan ke belakang yang merupakan keterkaitan dengan bahan mentah dan dihitung menurut kolom, dan (2) keterkaitan ke depan yang merupakan keterkaitan kepada pengguna barang jadi dan dihitung menurut baris.

a. Keterkaitan ke Belakang (Backward Linkages)

(57)

29

outputnya). Secara umum terdapat dua jenis keterkaitan ke belakang, yakni keterkaitan ke belakang langsung (BLL) dan keterkaitan ke belakang total (BLT).

   n j i ij n i ij j a n a n BLL 1 , 2 1 1 1

... (3.5)

   n j i ij n i ij j b n b n BLT 1 , 2 1 1 1

... (3.6)

Analisis keterkaitan ke belakang total dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (1) keterkaitan ke belakang langsung dan tidak langsung (direct and indirect backward linkages) atau keterkaitan total terbuka, (2) keterkaitan langsung, tidak langsung dan terimbas (direct, indirect and induced backward linkages) atau keterkaitan total tertutup, yang masing-masing dapat dibedakan menurut output, pendapatan dan kesempatan kerja ataupun parameter ekonomi lainnya seperti nilai tambah, pajak, keuntungan usaha dan impor.

b. Keterkaitan ke Depan (Forward Linkages )

Forward linkages (FL) merupakan suatu perhitungan untuk melihat keterkaitan antara suatu sektor dengan sektor lainnya yang akan memakainya sebagai input dalam proses produksi. Secara umum terdapat dua jenis keterkaitan ke depan, yakni keterkaitan ke depan langsung (FLL) dan keterkaitan ke depan total (FLT).

Adapun rumusan perhitungan dari forward linkage adalah sebagai berikut :

   n j i ij n j ij i a n a n FLL 1 , 2 1 1 1

... (3.7)

   n j i ij n j ij i b n b n FLT 1 , 2 1 1 1
(58)

Seperti halnya analisis keterkaitan ke belakang, analisis keterkaitan ke depan total juga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (1) keterkaitan ke depan langsung dan tidak langsung (direct and indirect forward linkages) atau keterkaitan total terbuka dan (2) keterkaitan langsung, tidak langsung dan terimbas (direct, indirect and induced forward linkages) atau keterkaitan total tertutup, yang masing-masing dapat dibedakan menurut output, pendapatan dan kesempatan kerja.

Analisis indeks keterkaitan mulanya dikembangkan untuk melihat keterkaitan antar sektor, terutama untuk menentukan strategi kebijakan pembangunan (Rasmussen 1956, Hirschman 1958 dan Cella 1984, diacu dalam Daryanto & Hafizrianda 2010). Mengukur indeks keterkaitan saja dianggap tidak cukup karena belum mencerminkan keragaman pengaruh ganda antar sektor, untuk itu indeks penyebaran perlu dihitung guna mengetahui keragaman ketergantungan antar sektor. Indeks penyebaran yang tinggi pada sektor i berarti sektor i hanya tergantung pada satu atau beberapa sektor saja. Sedangkan bila indeks penyebaran sektor i rendah, ini menggambarkan bahwa sektor i tergantung secara merata terhadap seluruh sektor dalam perekonomian. Poot, et. al. (1992) menyarankan bahwa dalam menentukan sektor andalan, selain tingginya indeks keterkaitan juga harus diikuti dengan rendahnya indeks penyebaran. Indeks penyebaran langsung masing-masing juga dapat dibedakan menurut output, pendapatan dan kesempatan kerja. Sebagai ilustrasi, Indeks penyebaran (spread index) kebelakang langsung output sektor j di rumuskan sebagai :

 

 

  

i ij n i ij n ij

n

j a a a

PBLO 1 1 1 2 1 ... (3.9)

3.2.3. Analisis Pengganda

(59)
[image:59.595.100.512.105.232.2]

31

Tabel 3.3. Rumus Perhitungan Angka Pengganda

Tipe Dampak Output Pendapatan

Dampak Awal 1 pi

Pengaruh Langsung  aij  aij pi

Pengaruh Tidak Langsung  bij - 1 -  aij  bij pi - pi -  aij pi

Dampak Imbasan Konsumsi  (b*ij - bij)  (b*ij pi - bij pi)

Dampak Total  b*ij  b*ij pi

Dampak Luberan  b*ij - 1  b*ij pi - pi Sumber: Miller dan Blair (1985)

Dimana, pi adalah koefisien pendapatan rumah tangga; aij adalah koefisien input

langsung; bij adalah koefisien matriks kebalikan terbuka; dan b*ij adalah

koefisien matriks kebalikan tertutup.

3.2.4. Analisis Ketergantungan Ekspor

Formulasi angka ketergantungan ekspor dan multiplier output untuk ekspor dilakukan dengan mengikuti metodologi yang diperkenalkan oleh Kaneko (1985). Derajat ketergantungan ekspor menunjukkan proporsi produksi suatu sektor yang secara langsung maupun tidak langsung dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan ekspor. Indikator ini menunjukkan keterkaitan suatu sektor dengan aktivitas ekspor. Semakin tinggi derajat ketergantungan ekspor suatu sektor berarti semakin besar ketergantungan ekspor terhadap sektor tersebut. Derajat ketergantungan ekspor suatu sektor diperoleh dengan mengalikan invers koefisien matriks model Leontief setelah dimodifikasi dengan koefisien impor  I-(I-M)A-1 dengan vektor kolom ekspor dan kemudian membaginya dengan total output dari masing-masing sektor. Ketergantungan ekspor suatu sektor (dk) diformulasikan sebagai berikut :

X

E

i n i

j ij i

b dk

 1 ... (3.10)

dimana : bij = elemen invers Matriks Leontief

Ej = ekspor sektor-j

Xi = total output untuk sektor-i

(60)

diakomodasi dengan analisis pengganda ekspor untuk output dan pengganda ekspor untuk penyerapan tenaga kerja. Angka pengganda ekspor terhadap output mengukur dampak aktivitas ekspor dari suatu sektor terhadap peningkatan output bagi perekonomian secara keseluruhan. Analisis pengganda tersebut mengukur kinerja ekspor dan dampaknya terhadap perekonomian domestik.

Indeks pengganda ekspor terhadap output (poi) dinyatakan dalam formula sebagai berikut:

n

j j n

i j

ij i

E

E

b

poi 1 ... (3.11)

3.2.5. Analisis Perubahan Struktur Perekonomian

Hasil perhitungan matriks pengganda output (Multiplier Product Matrix) disajikan dalam grafik tiga dimensi untuk memvisualisasikan struktur perekonomian (economic landscape). Multiplier Product Matrix (MPM) adalah suatu matriks yang menunjukkan nilai dari first orderintensity dan field of influence seluruh sel, yang menerangkan tentang reaksi pertama yang akan terjadi pada field of influence dari masing-masing sel bila terjadi perubahan pada suatu sel dari matriks kebalikan Leontief (B) akibat adanya sua

Gambar

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur Produk Domestik Bruto
Gambar 2.1.
Tabel 2.1. Simplifikasi Tabel Input Output
Gambar 3.1. Alur Pemikiran Strategis
+7

Referensi

Dokumen terkait