• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan tipe-tipe pemanfaatan terhadap pengendalian emosi pada istri yang menjadi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan tipe-tipe pemanfaatan terhadap pengendalian emosi pada istri yang menjadi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

(KORT)

Oleh:

ROBIATUL ADAWIYAH

NIM : 103070029117

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi ウ・「。セQゥ。ョ@ persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOIGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARllF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk 111e111enuhi syarat-syarat me111peroleh gelar Smjana Psikologi

.Pembimbing I

NIP. 150 283 344

Oleh:

ROBIATUL ADA WIY AH NIM : 103070029117

Di bawah Bimbingan

Pembimbing-II ...

---

セMセセ@

セセiャ」ィキ。ョ@

LutfL

M.Psi NIP. 150 368 809

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

PENGENDALIAN EMOSI PADA ISTRI YANG MENJADI KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KORT) telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 27 Maret 2008, skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memenuhi gelar Sarjana Psikologi.

Jakarta, 27 Maret 2008

Sidang Munaqosyah

Angg0ta

Penguji

I

artati

M.Si

5938

Pembimbing I

Dr. Al5

Mujib. M.Ag

NIP. 150 :Z83 344

PeM11bimbing II

i l

Z・ᄆセセセエ]Zセ]@

,-:;-z

(4)

seseorang, 1nefainlign ak,fifak,yang 1nufia.

"I ngatfafi untuk, rnengem6al11ign se[urufi

urusan1nu kgpaaa Jl{{afi S11fJT di a'T;va[ aan

di ak,fiir.pekg1jaan. <Dengan 6ertau6at, istiafar

aan senantiasa 6erzilijr kgpada-9\fya align

mengfiiaupk,an fiatimu."

9/(r},1:1'..,,

oechrli.aua.

hli R.lb

Jert5el'n0alifi:a.Th

,{!l;;;fJ1frrh

セQOゥN。QQ、G。@

ckf/11,

lbruula,

(:_CJ:lk11J

6ertcb

J.:ahah

(5)

E.

Halaman i-i

17

F. Penelitian ini dilatarbelakangi dengan hadirnya fenornena kekerasan dalam rumah tangga di seluruh lapisan masyarakat di pe11juru dumia termasuk Indonesia. Jumlah kasus yang dilaporkan Mitra Perempuan pada tallun

2005

sebanyak

455

kasus dalam bentuk kekerasan secara fisik sebanyak 8.33%, kekerasan secara psikis TUNXセQEL@ penelantaran rumall tangga (ekonomi)

16.67%

dan kekerasan seksual sebanyak

12.50%.

Hal ini menunjukkan bahwa telah banyak keluarga di Indonesia

yang mengalami KORT terutama terhadap istri yang dilakukan olell suaminya. Tipe pemaafan model total forgiveness, hollow forgiveness,

silent forgiveness dan no forgiveness yang dimiliki seセエゥ。ー@ istri diharapkan

dapat memperlihatkan dan menyelesaikan masalah mereka dalam menghadapi KORT dari suami. Maka dari itu dalam penelitian ini penulis berusaha untuk menjawab rumusan masalah yaitu "bagaimana tipe-tipe pemaafan berperan dalam mengendalikan emosi istri yang mengalami KORT?" dan "mengapa tipe-tipe pemaafan dapat mengendalikan emosi pada istri yang menjadi korban KORT?"

Tipe-tipe pemaafan yang dimaksud adalah tipe pemaafan model Total

forgiveness yait:..i terjadi pemaafan secara intrapsikis dan interpersonal.

Hubungan antara ke dua belah pihak kembali mernbaik. Hollow

forgiveness yaitu terjadi pernaafan, tetapi belurn ウ・ー」セョオィョケ。@ karena

masih dalam proses penyembuhan Iuka. Silent forgilfeness yaitu terjadi pemaafan secara intrapsikis namun tidal< disertai pemaafan secara interpersonal. No forgiveness yaitu tidak terjadi pemaafan secara intrapsikis dan interperpesonal.

Pendekatan yang penulis gunakan adalah pendekatan kualitatif. Jumlah subyek penelitian sebanyak 4 orang istri yang mengalami KORT. Dari hasil analisa kasus dan analisa perbandingan antar kasus, maka dapat disimpulkan bahwa tipe pemaafan model total forgivimess, hollow

forgiveness dan silent forgiveness memiliki peranan yang penting dalam

(6)

dalam lingkaran transgresi sehingga pengendalian emosi yang ditampilkanpun dalam bentuk negatif

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan kepada para istri,

khususnya istri :1ang mengalami KORT diharapkan untuk memberitahukan tindak kekerasan yang dilakukan suaminya kepada pihak kepolisian agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Kepada lembaga institusi

pemerintah, perlindungan anal< dan perempuan agar segera

memperbanyak sosialisasi Undang-undang No.23 Tahun 2004 untuk mencegah KORT dan meningkatkan perlindungan bagi korban kekerasan dalam rumah tangga dengan menambah jumlah bantuan dan layanan pendampingan.

(7)

Seiring dengan cura:1an ni'mat dan kari.mia yang telah Allah limpahkan kepada penulis, maka marilah sama-sama kita haturka111 puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah-Nya kepada semua umat manusia yang dikehendakinya. Tak lupa shalawat dan salam kita haturkan kepada junjungan besar nabi kita Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya, Amin, amin Yaa Robbal'aalamin.

Dengan segala l<etulL·san, kerendahan hati dan keterbatasan kemampuan yang penulis miliki, Alhamdulillah saya ucapkan akhirnya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik walaupun begitu banyak halang rintang dan kendala waktu yang menyebabkan keterlambatan dalam berbagai aspek namun terasa indah untuk dikenang dalam suka maupun duka selama menempuh studi strata satu Fakultas Psikologi pada Universitas Islam Negeri. Untuk itu sudah menjadi suatu keharusan bagi penulis untuk mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besamya kepada :

1.

Dekan Fakultas Psil<ologi lbu Dra. Netty Hartati, M.Si, beserta segenap pembantu Del<an, Pengajar dan Staf-stafnya yang tE>lah membimbing dan memfasilitasi penulis dalam hal pendidikan dan mencurahkar. segenap wal<tunya untuk berdedikasi dalam memajukan Fal<ultas Psikologi yang tercinta ini.
(8)

4. Bapak R.H. Zaenal Arifin dan lbu Siti Cholilah (Almh) (Allahummagfirlaha) selaku orang tua tercinta, kakakku Fitria Anggraeni, Maria Ulfah dan adikku Muhammad Iqbal, Fathur Rochman yang telah banyak

memberikan semangat serta motivasi baik moral maupun materil.

5. Rika, Nurhikmah, Maya, Hartin, Nita Mutiah S.Psi, selaku sahabat dekat yang senantiasa memberikan dukungan baik suka maupun duka.

6. Arifah, Ade, Nurhidayati S.Psi, yang telah membantu memberikan masukan-masukan positif dalam merampungkan penelitian ini serta teman-teman Fakultas Psikologi angkatan 2003 yang telah memberikan manisnya arti sebuah persahabatan.

7. Bazis Profinsi OKI Jakarta yang telah memberikan Beasiswa kepada penulis hingga dapat menyelesaikan studi ini dengan hasil yang sangat baik.

8. lstri-istri yang mengalami KORT yang telah bersedia meluangkan

waktunya untuk diwawancarai dan segenap pihak yang telah membar.tu dan tidal< dapat disebutkan satu persatu dalam m<:>mmpungkan Skripsi ini.

Semoga amal ibadah, jasa dan pengorbanan kalian yang tulus dicatat dan

diberikan pahala yang berlimpah oleh Allah SWT dan ウQセュッァ。@ membawa manfaat bagi diri saya selaku penulis, akhir kalam penulis berharap semoga skripsi ini berguna dan bermanfaat bagi siapa saja yan£1 membacanya.

Jakarta, 3 Februari 2008

(9)

Halaman Judul ... i

Halaman Persetujuan ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Motto ... .iv

Abstrak ... v

Kata Pengantar ... vii

Daftar lsi ... ix

Daftar Ta be I ... xii

Daftar Skema ... xiii

Daftar Bagan dan Grafik ... xiv

BAB 1 PElllDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. ldentifikasi Masalah ... 11

1.3. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ... 11

1.3.1. Pembatasan masalah ... 11

1.3.2. Perumusan masalah ... 12

1.4. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ...

13

1.4.1 Tujuan penelitian ... 13

'1.4.2 Manfaat penelitian ...

13

1.5. Sistematika Penulisan ... 14

BAB 2 KERANGKA TEOR!TIS 2.1. Pengendalian Emosi. ... 16

(10)

2.2.1.

Definisi maaf ...

25

2.2.2.

Tahapan memberi maaf ... 29

2.2.3.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemaafan ... 33

2.2.4.

Dimensi dan tipe-tipe pemaafan ... 36

2.3. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KORT) ...

.40

2.3.1.

Definisi kekerasan dalam rumah tangga ...

.40

2.3.2. Bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga ...

.41

2.3.3. lingkaran kekerasan dalam rumah tangga ...

.43

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1.

Jen is Penelitian ...

.49

3.

·1.1.

Pendekatan Penelitian ... 49

3.1.2.

Metode penelitian ... 50

3.2.

Subyek Penelitian ... 50

3.3. Variabel Penelitian ...

51

3.4.

Teknik Pengumpulan Data ... 52

3.5. lnstrumen Pe11elitian ...

53

3.5.1.

Pedoman wawancara ... 53

3.5.2. lembar observasi ... 56

3.5.3. Alat perekam ... 55

3.6. Prosedur Penelitian ... 57

BAB 4 PRESENTASI DAN ANALISIS DATA

4.1.

Gambarnn Umum Subyek Penelitian ... 59

4.2. Penyajian dan Analisis Kasus ... 60

(11)

4.2.2. Kasus N ... 71

4.2.2.1. Gambaran um um subyek N ... 71

4.2.2.2.

KORT yang dialami ...

72

4.2.2.3.

Pengendalian emosi yang dialami ...

75

4.2.2.4.

Tipe-tipe pemaafan yang ditampilkan ...

76

4.2.3.

Kasus NR ...

81

4.2.3.1.

Gambaran umum subyek NR: ... 81

4.2.3.2.

KDRT yang dialami ...

82

4.2.3.3.

Pengendalian emosi yang dialami ...

84

4.2.3.4.

Tipe-tipe pemaafan yang clitaunpilkan ...

85

4.2.4. Kasus SM ... 90

4.2.4.1. Gamba ran um um subyek SIVI ... 90

4.2.4.2.

KORT yang dialami ...

91

4.2.4.3. Pengendalian ・セュッウゥ@ yang dialami ... 93

4.2.4.4.

Tipe-t1pe pemaafan yang d1tampilkan ...

94

4.3.

Analisis Perbandingan Antar Kasus ...

98

BAB 5 KES!MPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5.1.

Kesimpulan ...

102

5.2.

Diskusi ...

103

5.3.

Saran ...

105

DAFT AR PUST J.\KA

(12)

Tabel 1.1 Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan ... 3

Tabel 2.1.4 Kombinasi Dimensi Pernaafan Yang Akan Membentuk Tipe-tipe Pernaafan ... 37

Tabel 3.5.1. Guide Interview ... 56

Tabel 4.1. Gambaran Umum Subyek Penelitian ... 59

[image:12.595.42.465.136.527.2]
(13)

Skema 2.3.3. Lingkaran KORT ... 47

Skema 4.2.1. Analisis Kasus KS ... 70

Skema4.2.2. Analisis Kasus N ... 80

Skema 4.2.3. Analisis Kasus NR ... 89

(14)
[image:14.595.54.461.156.507.2]
(15)

1.1. Latar Belakang masalah

Kekerasan dalam rumah tangga atau biasa disebut 、・ョセQ。ョ@ kekerasan domestik, merupakan fenome11a yang sampai saat ini masih selalu

diperbincangkan. Fenomena ini telah menjadi ォ・」・ュ。ウ[セョ@ bagi setiap negara

di dunia, termasuk negara-negara maju ya,1g dapat dikatal<an sangat menghargai dan peduli pada hak-hak asasi manusia. Padahal kekerasan dalam rumah tangga merupakan salah satu fenomena pelanggaran hak asasi manusia.

(16)

Seperti yang dikemukakan Mitra Perempuan dalam Kolibonso (2006)

menyebutkan bentuk-bentuk kekerasan yang telah dialami perempuan berikut dengan prosentase tingkat kekerasan yang terjadi.

12

[image:16.595.41.452.152.482.2]

10

Grafik 1.1

Bentuk l'<ekernsan Yang Dialami Perempuan

8 Pene!antaran/Ekonan1j 16 67 Q&,

6 / / _ _ _ _

セセM

. 1fi.fi7...11i

4 / f'.ekerasan fi •ii< _ ekeraDeksual 12.50 %

2 セE@ - - -

-0

Sumber: Mitra Perempwrn, 2005

Grafik ·1.1 mengenai bentuk kekerasan yang dialami perempuan memperlihatkan bahwa perempuan (wanita) lebih banyak mengalami kekerasan secara psil :is dengan prosentase sebesar 45.83 %. Perempuan merupakan subyek yang sangat rentan mengalami tindak l<ekerasan, data statistik yang menunjukkan kekerasan suami terhadap istri sebanyak 77.36%. Begitu pula data yang menjelaskan berapa banyak kekerasan yang dialami perempuan. Salah satunya sebagaimana yang dipublikasil<an Mitra

(17)
[image:17.595.51.460.91.502.2]

Tabel 1.1

Kasus l<ekerasan Terhadap Perempuan

(Data Mitra Perempuan)

---·

Tahun l<asus

-2005 455

-2004 329

2003 272

2002 226

2001 258

Sumber : Mitra Perempuan 2002-2005

Kekerasan dalarn rurnah tangga rnerupakan rnasalah sosial serius yang kurang rnenclapat tanggapan clari rnasyarakat karena, pertama, KORT

merniliki ruang lingkup yang relatif tertutup (pribadi) dan terjaga ketat

privacy-nya karena persoalanprivacy-nya terjadi dalam area keluarga. fCedua, KORT seringkali dianggap \i\lajar' karena diyakini bahwa rnernperlakukan istri sekehendak suarni merupakan hak suami sebagai pernimpin dan kepala rumah tangga. (Hasbianto, 1996) Kenyataan inilah ケ。ョセj@ mcmyebabkan minimnya respon masyarakat terhadap keluh kesah para istri yang mengalami persoalan KORT dalam perkawinannya. Akibatnya, mereka

(18)

Tindak kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri akan menyebabkan Iuka hati yang sangat mendalam pada istri, pengalaman disakiti atau mendapat perlakuan tidak adil dari suami inilah yang disebut dengan transgresi. Transgresi dalam diri individu yang tersakiti dapat menimbulkan Iuka. Sebagian orang dripat mengatasi Iuka tersebut, na1mun sebagian yang lain masih memendam Iuka yang pernah clialaminya, apabila terus menerus dipendam maka Iuka hati tersebut akan menjadi beban berupa urusan yang ticlak terselesaikan dalam hidupnya saat ini. Dalam kes<>hariannya ia akan merasakan adanya perasaan tertekan yang menetap dan emosi negatif yang masih ditanggung terhadap orang yang menyebabkan Iuka (pelaku) dalam dirinya. (Malcom, Green Berg, dalam MGCullougl1 et.al. 2000)

Memaafkan bagi sebagian orang bukanlah hal yang rnudah, terlebih lagi ketika hati sudah terlalu dilukai maka pintu rnaaf untuk pelaku transgresi tidak kunjung terbuka. Tetapi rnemberi maaf merupakan perbuatan yang sangat di senangi oleh Allah SWT. Seperti yang te1iera dalam (QS Al-Nur [24]: 22).

" ... D<m hendaklah mereka memberi maaf dan me/apangkan dada. Tidakkah kamu ingin diampuni oleh Allah?dan A!lah maha pengampun /agi maha

(19)

Kesan yang disampaikan oleh ayat ini adalah anjuran untuk tidak rnenanti perrnohonan maaf dari orang yang bersalah, melainkan hendaknya memberi maaf sebelum diminta. Mereka yang enggan memberi maaf pada hakikatnya enggan memperoleh pengampunan dari Allah

SWT.

Tidak ada alasan untuk berkata, "Tiada maaf bagimu", kanena segalanya telah dijamin dan ditanggung oleh Allah

SWT.

Karena seorang muslim yang benar-benar bertaqwa dan menerapkan petunjuk agamanya akan senantiasa memberikan maaf kepada orang yang telah menyakitinya. ;1stri yang memilil<i kebesaran jiwa dan kemurahan hati dalam memberikan maaf dengan tulus perlakuan kasar :suami, rnaka ia telah rnerniliki sifat pemaaf yang tertanam dalam hati. Sifat pernaaf rnerupakan salah satu sifat yang sangat mulia dan sangat diutamakan, sebagaimana Allah berfirman dalam (Q.S As-Syuura: 43 & Al-A'raf: 199)

Artinya : "Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan sesungguhnya

(perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan." (Q.S

(20)

Artinya: "Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang

ma ·rut, serta berpa/inglah daripada orang-orang yang bodoh." (Q.S Al-A 'raf:

199)

Mernaafkan tidak dap Jt rnenghilangkan perasaan sakit, narnun setelah rnernaafkan bekas rasa sakit tersebut dapat ditahan, setelah memaafkan individu menyadari bahwa l<.ernarahan dan l\ebencian dapat membuat keadaan menjadi lebih buruk. (Enright, 2001)

Memberi maaf atau pemaafan merupakan dasar bagi terwujudnya islah, pemaafan berarti "mengingat" dan sekaligus memaafkan. Dalam Islam, proses ini disebut muhasabah, yakni saling "menghitung" atau "menimbang" peristiwa-peristiwa yang melukai pihak-pihak tertentu. Melalui muhasabah,

berbagai pihak melakukan introspeksi dan 3ekaligus penilaian moral terhadap kejadian-kejadian yang merugikan perorangan maupun masyarakat banyak. (Azra, 2004, dalam www.icrni.or.id/ind/content/view/88/40/)

(21)

forgiveness, total forgiveness, dan no forgiveness. (Baumister et.al dalam Worthington, 1998)

Model hollow forgiveriess, digambarkan bahwa korban sesungguhnya belum memaafkan pelaku, narnun ia dapat berkata "/forgive you" Ketika korban berkata bahwa ia rnemaafkan pelaku, bisa saja sebenarnya ia baru membuat komitmen untuk memaafkan atau dalam dirinya sedang dimulai proses untuk mencoba rnemaafkan.

Model silent forgiveness, Pemaafan model ini nampaknya manipulatif, karena korban sesungguhnya sudah memaafkan secara individual (intrapsikis)

namun tidak mengekspresikannya secara interpersonal (antar pribadi) dengan kata lain, korban sesungguhnya sudah memaafkan pelaku, namun tetap berpura-pura serta bersikap tidak m :imberi maaf l<epada pelaku.

Model total forgiveness, pada model ini pemaafan intrapsikis dan

(22)

Model no forgiveness, pada model tipe pemaafan ini tidak terjadi pemaafan, baik secara intrapsikis maupun interpersonal. Hal tersebut dapat diketahui darikondisi korban yang masih marah dan memendam semua Iuka yang dirasakan serta menolak adanya perjumpaan dengan pelaku kejahatan.

Untuk memaafkan dibutuhkan sebuah pengendalian terhadap emosi, hal ini dimaksudkan dengan 111engendalikan emosi individu dapat mengarahkan emosi negatif seperti (marah, benci dan dendam) menjadi emosi positif

seperti (cinta, empati, simpati, kasih sayang) dengan 、eセイョゥォゥ。ョ@ maka dendam dan permusuhan dapat rnenjadi perdamaian antara keduanya.

Menurut Worthington (2003) jika korban benar-benar siap memberi maaf, ia melakukan penggantian emosi negatif (seperti marah atau takut) dari

transgresi individu yang telah dipersepsi atau keengganan untuk memaafkan

(unforgiveness) ke arah emosi positif (seperti empati, simpati, belas kasih dan

cinta)

Emosi adalah setiap kegiatan atau pergolakan pemikir<:m, perasaan, nafsu, atau setiap keadaan mental (psikologis) yang hebat atau meluap-luap. Bentuk emosi ini bermacam-macam, sulit untuk didefinisikan karena

(23)

tersebut bisa dikategorikan menjadi amarah, kesedihan, rasa takut, cinta, terkejut, jengkel, maiu, dan sebagainya. (www.kompas.com)

Emosi yang negatif dapat mengganggu atau menurunkan kapasitas memori dalam memproses informasi, mengurangi akurasi dan sering tidak efisien

dalam melakukan tugas-tugas kognitif (seperti dalam hal memaafkan). (Suharnan, 1996)

Rasa marah, kesal dan gembira adalah hal yang wajar, yang tentunya sering dialami oleh setiap individu meskipun hat tersebut tidak setiap saat terjadi. Pengungkapan emosi memiliki pengaturan, agar bisa mengekspresikan emosi secara tepat maka pengendalian emosi sangat diperlukan.

Pengendalian emosi dibutuhkan bukan sebagai upaya nnenekan atau menghilangkan emosi, melainkan untuk belajar menghadapi situasi dengan sikap rasional.

Pengendalian emosi bukan berarti harus rnenyangkal atau menekan

perasaan, sejatinya pengendalian emosi berarti meredam rasa tertekan atau menahan gejolak emosi dan dengan sengaja dapat menghayati suatu emosi termasuk emosi yang tidak menyenangkan. (Goleman, :W03) Dengan

(24)

emosi-emosi negatif sehingg<i istri memiliki kesiapan untuk melepaskan emosi-emosi negatif yang disebabkan pelaku (suami) yang pada akhirnya ia akan merasakan ketenangan.

Seperti yang diutarakan oleh Worthington (2003) bahwa pemaafan terwujud dengan penggantian emosi dari emosi-emosi keengganan untuk rnemaafkan

(unforgiveness) seperti dendam dan benci, kearah memaafkan (forgiveness).

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diketahui bahwa seorang istri yang mendapatkan perlakuan kasar dari suaminya akan menorehkan Iuka hati yang dalam dan cenderung untuk tidak memaafkan, tetapi akan jauh lebih baik jika memberikan maaf terhadap orang yang tel ah melakukan kejahatan, karena disaat istri tidak membalas dendam dan lebih mc3ngutamakan

memberi maaf kepada pelaku (suami) maka ia bisa menjadi orang yang dapat memiliki kendali atas emosinya. Begitu pula dengan berbagai tipe pemaafan yang dimiliki setiap istri yang sedang dan telah mendapatkan perlakuan kasar dalam rumah tangga akibat perlakuan suami (pelaku) akan dapat mempengaruhi pengendalian emosi istri untuk memberikan maaf atau tidak kepada pelaku. Maka dari itu penulis tertaril< untuk mengangkat

(25)

1.2. ldentifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, maka ada beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasikan, yaitu:

1. Tipe-tipe pemaafan yang seperti apakah yang akan dapat mengendalikan emosi seorang istri dalam menghadapi l<ekerasan yang dilakukan suami. 2. Bagaimanakah garnbaran pemaafan pada istri yang memiliki tipe

pernaafan model hollow forgiveness, silent forgivemass, total forgiveness,

dan no forgiveness dalarn mengatasi KORT yang dilakukan suami.

3. Bagaimanal<ah gambaran pengendalian emosi yang ditampilkan pada kc,rban yang mengalami KDRT.

4. Bagaimanakah peranan tipe-tipe pemaafan terhadap pengendalian emosi pada istri yang menjadi korban KORT.

1.3. Pembatasan Masalah Dan Perumusan Masalah

1.3.1. Pembatasan masalah

(26)

1. Pemaafan yang dimaksud adalah proses, cara, perbuatan memaafkan; pengampunan.Sedangkan tipe-tipe pemaafan yan!J dimaksud ialah Tipe pemaafan model /Joflow forgiveness, silent forgiveness, total forgiveness,

dan no forgiveness.

2. Pengendalian emosi yang dimaksud yaitu mengamhkan energi ernosi ke saluran ekspresi yang bennanfaat dan dapat diterima secara sosial. 3. Kekerasan dalam rumah tangga (KCRT) yang dimaksud adalah setiap

perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat pada timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan penelantaran rumah tangga.

1.3.2. Perumusa11 masalah

Dari uraian masalah diatas maka perumusan masalahnya dapat dilihat pada pertanyaan dibawah ini:

1. Bagaimanakah tipe-tipe pemaafan dalam mengendalikan emosi pada istri yang menjadi kcrban KORT?

(27)

1.4. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1.4.1. Tujuan penelitian

Sesuai dengan perrnasalahan yang dirumuskan dan 。セゥ。イ@ penelitian ini menjadi lebih terarah t'ecara jelas, maka perlu ditetapkan tujuannya yaitu :

1. lngin mengetahui bagaimanakah tipe-tipe pemaafan dalam mengendalikan emosi pada istri yang menjadi korban KORT.

2. lngin mengetahui mengapa tipe-tipe pemaafan dapat mengendalikan emosi pada istri yang menjadi korban KORT?

1.4.2. Manfaat pemilitian

Manfaat penelitian ini terbagi rnenjadi dua, yaitu :

Secara Teoritis : Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi sumbangan

(28)

Secara Praktis : m・ュ「ZZZセAォ。ョ@ kontribusi dan acuan bagi masyarakat agar dapat mendukung peran aktif dalam memberikan

pengetahuan dan pe111ahama11 mengenai manfaat

memberikan maaf kepada orang yang melukai hati (pelaku transgresi). Karena individu yang memiliki sifat pemaaf merupakan individu yang senantiasa ingin mencapai kerukunan dan perdamaian bagi sesamanya.

1.5. Sistematika Penulisan

Kaidah yang dipakai dalam penulisan skripsi ini, berpedoman pada buku panduan skripsi Fakultas Psilcologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan sistematilca sebagai berilcut :

BAB 1 : PENDAHULUAN, mencakup latar belalcang m;asalah, identifilcasi masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

(29)
[image:29.595.64.452.180.504.2]

BAB 3 : METODOLOGI PENELITIAN, berisi tentang metodologi penelitian yang digunakan berupa pendekatan penelitian, subyek penelitian, teknik pengumpulan data, instrument penelitian, prosedur penelitian. BAB 4: PERSENTASI DAN ANALISIS DATA, menguraikan tentang

gambaran umum subyek penelitian, analisis kasus, analisis perbandingan antar kasus.

BAB 5 : KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN, berisi hasil penelitian, diskusi mengenai temuan-f:emuan dalam penelitian d<m saran untuk

(30)

2.1. Pengendalian Emosi

2.1.1. Det1nisi Pengendaiian Emosi

Pengendalian emosi terdiri dari dua kata yaitu pengendalian dan emosi, masing-masing kata dapat dijAlaskan satu persatu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991) Pengendalian adalah prosEis, i::ara, perbuatan mengendalikan; pengekang. Sedangkan l'.:mosi berasal dari Bahsa Latin yang menunjukkan kata kerja yakni

movere

yang berarl:i "menggerak, bergerak", ditambah awalar. "e" untuk memberi arti "bergerak menjauh" menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal yang mutlak dalam emosi. (Goleman, 1996)
(31)

Emosi adalah suatu keadaan di dalam diri seseorann yang tidak kentara dan sulit diukur. Emosi atau perasaan adalah suatu keadaan dalam diri seseorang yang memperlihatkan ciri-ciri: kognisi tertentu, pengind1eraan, reaksi fisiologis dan pelampiasan dalam perilaku. (Davidoff, 1991)

Emosi adalah sebuah signal yang berbentuk haru, sedih, kecewa, marah atau bahagia (pada sistem limbik). (Agustian, 2003) Emoi;i dapat digolongkan sebagai emosi yang menyenangkan (kegembiraan, cinta) atau tidak

menyenangkan (rasa marah, rasa takut). Emosi dapat diklasifikasikan

berdasarkan intensitasnya. Pasangan kata seperti rasa tidak senang-rasa

marah, rasa sakit-rasa tersiksa dan rasa sedih-rasa duka menunjukkan

perbedaan intensitas. (Atkinson, 1983)

Sedangkan yang dimaksud dengan pengendalian emosi Menurut Ch<1plin (2005) adalah bahwa "usaha di pihak individu untuk mengatur dan menguasai emosinya"

(32)

dalam ekspresi wajah, tubuh maupun bicara. Selain itu seseorang juga harus dapat mengatasi situasi yang membangkitkan emosi seirta mengatasi reaksi yang biasanya menyertai timbulnya emosi tersebut.

Pengendalian emosi oleh diri sendiri tidak hanya berarti meredam rasa tertekan saja atau menahan gejolak emosi, ini juga berarti dengan sengaja menghayati suatu emosi termasuk yang tidak menyenangkan. (Goleman, 2003)

Pengendalian diri adalah menjaga agar emosi dan impuls yang merusak tetap terkendali. Pengendalian diri mewujud dalam ketiadaan api-api emosi yang lebih mencolok, tanda-tandanya meliputi ketegaran saat menghadapi stres atau menghadapi seseorang yang bersikap bermusuhan tanpa

membalas dengan sikap serupa. (Goleman, 2003)

Orang yang memilil<i kemampuan untuk mengendalikani dirinya akan dapat 1. Mengelola dengan baik perasaan-perasaan impulsive dan emosi-emosi

yang menekan mereka.

2. Tetap teguh, tetap positif dan tidak goyah bahkan dalam situasi yang paling berat.

(33)

Penguasaan diri (pengendalian diri emosi) dalam bahasa Yunani adalah

sophrosyne yaitu hati-hati dan cerdas dalam mengatur ャセ・ィゥ、オー。ョ[@

keseimbangan dan kebijaksanaan yang terkendali. Sedangkan penguasaan diri menurut orang-orang Romawi adalah temperantia atau kendali, yaitu pengendalian tindakan emosional yang berlebihan 、・ョセQ。ョ@ tujuan

menyeimbangkan emosi dan bukan menekan emosi, karena setiap perasaan mempunyai nilai dan makna. (Goleman, 1999)

Setiap individu dapat mengekspresikan bentuk-bentuk emosi tersebut dengan berbagai cara, namun seiring meningkatnya usia setiap individu dituntut untuk

dapat rnengendalikan emosinya. lndividu yang dapat rnengendalikan emosinya akan mendapat reaksi positif dari lingkungan sosial,

mengendalikan emosi berarti mampu mengenali, memahami serta mengelola emosinya sendiri. (www.sinarharapan.com, 2003)

(34)

2.1.2. Macam··macam dan Komponen Emosi

Setiap manusia memiliki macam-macari emosi dasar, diantaranya: 1. Amarah

Menurut Davidoff (1981) amarah merupakan suatu ernosi yang rnempunyai ciri-ciri aktivitas sistem saraf simpatetrk yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang amat kuat yang disebabkan adanya kesalahan, yang mungkin nyata salah atau rnungkin pula tidak.

Nabi Muhammad SAW, bersabda: "ketahuilah, sesungguhnya amarah itu adalah bara api dalarn hati manusia. Tidakkah kalian melihat kepada kedua mata (orang yang sedang marah) itu menjadi rnerah dan otot-otot lehernya rnenjadi besar. Maka barang siapa yang mengalami hal itu, hendaldah ia tempelkan pipinya di tanah (berbaring). (Ghazali, 2003) Beliau juga bersabda:

/ / / ') / :: )J

?J //

/ / '/

'1 / ' ) / .:i /-"". 7 /

J,..;,JIY....;;JI

セO@

,

lセ@

Ljセ[Oi@

セ@

'." ;.. ..

J\

/ /

Artinya: " Amarah itu dapat merusak iman, sebagaimana jadam (buah yang pahit) dapat merusak manisnya madu."

(35)

Menurut Ja'far bin Muhammad, mengatakan bahwa: "kemarahan adalah kunci segala keburukan. Jauhilah kemarahan, karena ia menyeretmu · kepada hinany;i meminta maaf." (Hawwa, 2006)

2. Kesedihan (duka cita)

Duka cita adalah trauma psikis, suatu kesengsaraan emosional yang disebabkan oleh hilangnya sesuatu yang dicintai. (Hurlock, 1978) dalam bentuk yang lebih ringan keadaan ini dikenal sebagai kesusahan atau

kesedihan.

3. Kecemasan

Kecemasan sebagai emosi yang ditandai oleh perasaan akan bahaya yang diantisipasikan, termasuk juga ketegangan dan stres yang

menghadang oleh karena bangkitnya sistem saraf simpatetik. (Davidoff, 1981)

Rasa cemas ialah keadaan mental yang tidak enak berkenaan dengan sakit yang mengancani atau yang dibayangkan. Rasa cemas ditandai oleh kekhawatiran, ketidakenakan perasaan yang ltidak baik dan tidak dapat dihindari oleh seseorang, disertai dengan ketidakmampuan menemukan pemacahan masalah yang dihadapi. (Hurlock, 1978) 4. Takut

(36)

Ketakutan sering kali dibedakan dalam dua dimensi, yaitu: (a) objek suatu ketakutan biasanya mudah dispesifikasi. (b) intensitas rasa takut · itu sesuai dengan besar kecilnya ancaman. (Hurlock, 1978)

5. Kegembiraan

Kegembiraan adalah emosi yang menyenangkan 11ang juga dikenal dengan keriangan, kesenangan atau kebahagiaan. (Hurlock, 1978) Menurut Sarwono (2000) Gembira adalah ekspresi dari kelegaan, yaitu perasaan terbebas dari ketegangan.

6. Cinta adalah luapan emosi kasih sayang yang dibEirikan seseorang terhadap sesamanya. (Depdiknas, 1991)

7. Terkejut sebagai emosi yang ditandai oleh pera::aan yang munculnya tiba-tiba dan ticlak diduga-duga sebelumnya.

Adapun emosi memiliki tiga komponen, sebagaimana yang dikemukakan oleh Davidoff (1981). ia menyebutkan bahwa terdapat tiga komponen dalam emosi diantaranya adalah:

1. Komponen fisiologis emosi

Walter Cannon, seorang psikolog Amerika menyatakan bahwa respon fisiologis yang berhubungan dengan emosi dapat memberikan kekuatan pada makhluk ketika rnenghadapi keadaan darurat Cannon

(37)

sehingga makhluk tersebut siap untuk menghadapi tantangan yang datang.

Selama emosi timbul, reaksi fisiologis akan tampil !<arena sistem saraf pusat, sistem saraf otonom dan kelenjar-kelenjar emdokrin.

(1 ). Sistem saraf pusat, sirkuit dalam system saraf pusat

membangkitkan, mengatur, mengintegrasikan respons yang terjadi selama emosi. Cortex cerebral 、ゥャゥ「。セォ。ョ@ untuk mengenali,

mengevaluasi dan membuat keputusan tentang data indera dan perilaku berikutnya. Pikiran-pikiran, pengharapan dan persepsi yang muncul mempunyai arti yang penting sekali bagi mempertahankan atau menghilangkan emosi dan perilaku yang menyertainya.

(2). Sistem saraf otonom, saat timbul emosi dahsyat, biasanya orang merasakan kekacauan batin (intemal turmoil), misalnya jantung

f:Jerdenyut lebih cepat, otot tegang, gemetar dan gejala lainnya. Respon ini dikenal dengan nama reaksi otonomik, karena dikendalikan oleh sistem saraf otonom (SSO).

(3). Kelenjar-lff1lenjar adrenalin, kelenjar ini tei'letal< dibagian atas ginjar, bila dia mengalami keadaan emosional l<elenjar adrenalin akan melepas hormon adrenalin dan non adrenalin.

2. Komponen subyektif emosi

(38)

jika seseorang baru saja menerima hinaan maka reaksi fisiologis yang ditimbulkan berupa jantung berdenyut cepat, tangan berkeringat, wajah merona kemerah-merahan. Banyak psikolog percaya bahwa interpretasi orang terhadap situasi yang dihadapi saat itu akan menentukan

pemberian label terhadap emosi yang dilaminya. 3. Komponen behavior emosi (perilaku)

Manusia dan hewan, berespons terhadap emosi dengan menggunakan ekspresi wajah, gera!c-gerik dan tindakannya sendiri. Manusia di seluruh dunia, bila merasa susah maka mulutnya akan cemberut, begitu juga sebaliknya, jika merasakan senang mulutnya akan tersenyum.

Kemudian perilaku atau gerak-gerik yang menyertai emosi, misal Bill sedang marah, dia akan cemberut dan mencaci-maki.

2.1.3. lndikator Pengendalian Emosi

lndikator yang dapat dijadikan sebagai pengukuran dalam pengendalian emosi seorang istri dalam menghadapi kekerasan yang dilakukan suami yang pada kasus ini sebagai pelaku kejahatan di kemukakan oleh Goleman (2003) adalah sebagsi berixut:

1. Dapat menghadapi situasi (keadaan) dengan sikap rasional.

(39)

3. Tetap teguh, tetap positif dalam berpikir serta tidak goyah dalam situasi (permasalahan) yang paling berat.

4. Dapat berpikir dengan jemi:1 dan tetap fokus waiaupun berada dalam tekanan.

5. Dengan mudah dapat mengenali emosi dan menghindari dari

penafsiran yang berlebihan terhadap situasi yang dapat menimbulkan respon emosional.

2.2. Maaf

2.2.1. Definisi Maaf

(40)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991), "Maaf' adalah Pembebasan seseorang dari hukuman (tuntutan, denda dan sebagainya) karena suatu kesalahan, ungkapan permintaan ampun atau penyesalan, serta ungkapan permintaan izin untuk melakukan sesuatu. Sedangkan "pemaafan" adalah proses, cara, perbuatan memaafkan; pengampunan.

Kata al-'afw terulang dalam Al-Quran sebanyak 34 kall. Makna kata a/-'afw

adalah keterhapusan. Memaafkan berarti menghapus Iuka atau bekas-bekas Iuka yang ada di dalam hati. (www.

media.isnet.org/islam/Quraish/Wawasan/Hala1Bihalal2.html)

Tujuh ayat dalam QS. Al-Baqarah: 51, 187, Al-Taubah: 43, Ali- lmran: 152, Al-Maidah: 95, An-Nur, 22, Al-Syura: 40. menggunakan kata 'afa' adalah berbicara tentang pem;:iafan. Semuanya dikemukakan tanpa adanya usaha terlebih dahulu dari orar.;; yang bersalah. Adapun salah satu dari ketujuh ayat tersebut berbunyi:

Artinya: "Dan ba/asan suatu kejahatan adalah pembalasan yang setimpa/, tetapi barangsiapa yang memaafkan dan berbuat baik, ganjarannya

(41)

Memaafkan merupakan perilaku yang tidak mudah diiakukan oleh setiap orang, tidak ada seorangpun yang lahir dengan cukup kemampuan dan bakat untuk memaafkan, setiap manusia perlu belajar memaaifl<an yang hampir merupakan upaya yang amat sukar. (Smedes, 1993) saat memulai upaya memaafkan, keinginan untuk menyakiti orang lain akan hilang menguap bersama kemarahan, jika dalam hati telah timbul kesediaan untuk memaafkan, individu akan mulai sembuh da111 bersama itu pula mulai hilanglah kebencian yang dimiliki.

Memberi maaf atau oemaafan merupakan dasar bagi terwujudnya ish/ah

(perbaikan). (Azra, 2004) Allah sangat menyukai orang yang selalu menahan amarahnya dan mudah memaafkan orang yang telah menyakitinya,

sebagaimana Allah bertirman dalam QS. Ali lmran: 134

Perintah dan anjuran pemberian maaf banyak ditemukan dalam al-Qur'an dan hadits. Salah satu ayat yang memerintahkan untuk memberikan maaf yaitu dalam (Q.S Al-araf: 199)

Artinya: "Jadilah engkau pemaaf dan suruh/ah orang mEmgetjakan yang

ma'ruf, serta betpalinglah daripada orang-orang yang bodoh." (Q.S Al-A'raf:

(42)

Memaafkan adalah alternatif terbaik untuk memperbaiki relasi manusiawi yang dirusakkan, namun memaafkan bukanlah tindakan atau pengalaman yang mudah dilakukan dan didapatkan. (Smedes, 1993) sedangkan menurut Assaf (2001) Pemaafan adalah akhlak konstruktif yang menguatkan fondasi

persatuan, menegakkan monumen-monumen kekuatan, serta meninggikan identitas kemuliaan dan kebesaran.

Kata Al-Afuww dalam Asmaul Husna berarti melebur dosa dan

menghilangkannya sama sekali. Pemberian maaf atas dosa merupakan dorongan bagi orang-orang yang ingkar agar mereka mengubah jalan hidup mereka untuk mengikllti jalan yang lurus. (Al-Kumayi, 2005)

Memaafkan merupakan pembebasan yang dilakukan dengan tulus hati ·· karena dilakukan bersamaan dengan penilaian yang jujur, rasa sakit yang

diterima dengan lapang dada dan rasa benci yang bersifat terbuka. (Smedes, 1993)

Dari pengertian yang telah dijabarkan di atas, maka c'apat disimpulkan bahwa memaafkan merupakan sebuah proses atau cara untuk: memberi ampun atas kesalahan yang dilakukan pelaku dan menjadi alternati'f terbaik untuk

(43)

2.2.2. Tahapan Memberi ttfaaf

Tindakan memaafkan sangat sederhana, tetapi tindakan itu selalu terjadi di tengah amukan berbagai macam perasaan. Tindakan rnemberi maaf merupakan sesuatu yang amat sukar dilakukan dalam hubungan antar pribadi. Tindakan memberi maaf berlangsung melalui Qセュー。エ@ tahap, jika keempat tahap ini dapat dilalui dengan baik maka akan dicapai titik puncak yaitu rekonsilisasi. (Smedes, 1993) Adapun empat tE1hap memberi maaf menurut Smedes, yaitu:

1.

Tahap Pertama: Merasa disakiti

Bila individu merasa disakiti secara mendalam sehingga ia sulit untuk melupakan, maka dalam dirinya akan terjadi tahap pertama yaitu krisis pemberian maaf.

2. Tahap Kedua: Merasa benci

lngatan bahwa individu telah disakiti selalu muncul clengan amat jelas dan selalu diingat, serta individu itu tidak pemah lagi mengharapkan hal-hal yang baik bagi orang yang telah menyakitinya.

3. Tahap Ketiga: Penyembuhan

(44)

4. Tahap Keempat: Tercapainya damai, rujuk l<embali

lndividu menerima kemba:i orang yang telah menyakitinya untuk memasuki kehidupannya.

Adapun proses-proses yang terjadi dalam tahapan untuk memberikan maaf, yaitu: ketika individu memutuskan untuk memberi maaf (decisional

forgiveness), ia setuju !.mtul< mengontrol perilaku negatifnya (seperti

menghindar atau baias uandam) terhadap pelaku dan memperbaiki

hubungan dengan pelaku, sama seperti sebelum transgresi terjadi. lndividu berharap suatu saat dapat mengurangi atau menghilangkan emosi-emosi dan motivasi-rnotivasi negatifnya. Akan tetapi kemudian individu sadar bahwa hal tersebut rnemerlukan waktu yang lama. Hal ini dikarenakan adanya

perbedaan antara pikiran dan hati dalam diri individu. Tipe pemaafan yang dapat merubah hati adalah pemaafan secara emosional (emotional

forgiveness). Dalam hal ini proses pemaafan didefinisikan sebagai

penyesuaian emosi-emosi negatif menjadi positif. Emosi-emosi negatif bisa berupa emosi marah, emosi takut dari transgresi yang telah dipersepf.i individu atau emosi keengganan untuk memaafkan (unforgiveness),

sedangkan emosi po:>itif bisa berupa empati, simpati, belas kasih dan cinta.

(45)

maka keengganan untuk memaafkan akan berubah dan penggantian emosi pun terjadi. Emosi positif seperti empati, simpati, betas kasih dan cinta akan dirasakan individu t.:mpa adanya emosi negatif dari transgresi. lndividu tidal<

lagi merniliki keinginan untuk menghindar atau membalas dendam.

Pemaafan secara ernosional (emotional forgiveness) yang lengkap sudah dialami oleh individu. Untuk lebih jelasnya lihat bagan 2.1.2

['.'!"tan akan Iuka

IFp>t;;e;;;ris<ilu;;Jw;,-a i-.J--1> Lln11karanTransgresl

Emosi marah dan takut

Setelah memaafkan:

Mengingat kenangan memaafkan

Llngkaran Pemaafan

Emosi Positif

(empati, simpatj, belas kasih, cinla} : m・ョァァ。セエゥォ。ョ@

emosi-emosi Unforgiveness

Sebelum memaafkan:

- , Pengulangan transgresCJ

- Lin11karan Unforgiveness

-

Emosi Unforgiveness

-

(Kepahitan, dendam, benci, di!)

I

Bagan 2.1.2. Proses Pemaafan menurut Worthington (2003)

Pada bagan 2.1.2. proses memaafkan dimulai saat ingatan individu akan

...

(46)

(unforgiveness). Setelah penggantian emosi-emosi dari keengganan untuk memaafkan individu tersebut dilalui maka ia melangkah pada lingkaran pemaafan yang utuh.

Enright dan Coyle (1998) secara lebih detail merinci, proses pemaafan yang dilalui individu meliputi aspek kognitif, afektif dan tingkah laku. Ada empat fase dalam proses ini, yaitu fase pengungkapan (uncovering phase), fase pengambilan keputusan (decision phase), fase kerja (work phase) dan fase pemantapan (deepening phase).

Dalam fase pengungkapan (uncovering phase), korban sadar akan masalah yang terjadi. Kesadaran ini dibarengi dengan Iuka emosional yang

diasosiasikan dengan Iuka dan ketidakadilan yang dialami individu. Kemudian dalam fase pengambilan keputusan (decision phase), korban menyadari bahwa bergumul dengan transgresinya tidaklah sehat. Pada fase ini, korban memiliki kemauan untuk memberi maaf. Kemudian dalam fase ke1ja (work

phase), korban rnernulai proses 'bekerja' untuk memaa1kan pelaku. Pada

fase ini korban melakukan reframing, pemaknaan kembali terhadap transgresi dengan rnemposisikan dirinya sebagai pelaku.

(47)

pun memastikan diri untuk tidak membalas dendam atau melakukan

transgresi yang dialaminya terhadap orang lain, termauuk pelaku. Kemudian saat korban rnerasa bahwa setelah ia melewati proses memaafkan, ia

mendapatl<an keuntungan-keuntungan pribadi. Maka dalam fase pemantapan

(deepening phase), korban akan mengalami penemuan makna akan

penderitaan yang ia alami. Selain itu ia menyadari adanya pengurangan perasaan negatif digantikan dengan perasaan positif.

Baik proses pernaafan menu rut Worthington (2003) maupun Enright dan Coyle ('1998) bul<anlah sesuatu yang berlangsung secam kaku sesuai urutannya rnelainkan f!eksibel. Yaitu adanya umpan balik serta memberi peluang terhadap perbedaan atau variasi individual dalarn proses memaafkan yang terjadi.

2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemaafan

(48)

1. Faktor Sosial-kognitif

Diantara beberapa faktor yang mempengaruhi pemaafan, aspek inilah yang paling berpengaruh. Aspek yang terdapat dalam sosial-kognitif ini adalah empati, atribusi dan ruminasi (perenungan). E:mpati adalah kemampuan untuk merasakan orang lain. Atribusi adalah adanya pengetahuan yang cukup baik tentang peristiwa kekerasan terhadap pelaku kejahatan. Sedangkan ruminasi (perenungan) yaitu kemampuan individu melihat efek sebab-akibat dan membuat penilaian baru.

2. Aspek Transgresi

Aspek ini aga'< kurang mempengaruhi dibandingkan aspek sebelumnya, hakekat dari transgresi yang mempengaruhi pemaafan seperti jenis dan keparahan kesaki1an akibat langsung atau tidak laniisung dari kesalahan dan penunjukkan permintaan maaf dari pelaku.

3. Aspek hubungan dengc:n pelaku

Kualitas dari hubungan antara korban dan pelaku yang mempengaruhi pemaafan, seperti kedekatan, komitmen, kepuasan hubungan dan lamanya waktu hubungan sebelum kejadian.

4. Aspek kepribadian

(49)

agreebleness, emphatic dan concem memiliki kesiapan untuk memaafkan lebih besar dibandingkan dengan kepribadian narsis, neurotic dan anxiety.

Keempat faktor di atas belum menyentuh pada aspek psiko-religius yang menyatakan bahwa memaafkan adalah perintah agama. Dalam Islam telah dijelasl<an apabila kejahatan (kekerasan) dibalas dengan kebaikan

(memaafkan) maka akan mampu menghentikan kobaran rasa benci dan dengki sehingga dua individu yang pada awalnya bermusuhan berubah menjadi dua kawan yang setia dan akhimya dapat merubah permusuhan menjadi persaudaraan serta kebencian menjadi cinta kasih. (Al-Hasyimi, 1999) Allah SVVT telah menjelaskan dalam QS An-Nur (24): 22 yaitu anjuran untuk memberikan maaf

" ... Dan hendaklah mereka memberi maaf dan me/apangkan dada. Tidakkah kamu ingin diampuni a/eh Allah?dan Allah maha pengampun /agi mafia

penyayang" (QS An-Nur [24]: 22).

Ditegaskan pula dalam Al-qur" an bahwa pemberian maaf termasuk salah satu sifat yang diutamakan dan merupakan al<hlak yan1;i mulia. Khususnya dalam menjaga hubungan baik manusia dengan sesamanya. Sebagaimana Allah berfirman dalam QS. As-Syura: "'3

"Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan sesungguhnya (perbuatan)

(50)

2.2.4. Dimensi dan tipe-tipe pemaafan

Baumister, Exline dan Sommer (dalam Worthington, 1998), menyatakan bahwa ada dua dimensi pemaafan, yaitu:

1. Pemaafan lntrapsikis (individual)

Yaitu pemaafan sebagai suatu sikap emosional berdasarkan tinjauan kognitif dan interpretatif, disini memaafkan berarti berhenti merasa marah atau benci setelah transgression terjadi. Pemaafan dalam dimensi

emosional ini dimediasi memahami transgression dari sudut pandang pelaku tersebut.

2. Pemaafan Interpersonal (antar pribadi)

Yaitu pemaafan sebagai bentuk social action biasanya dalam situasi khusus, sehingga relasi dan situasi dipulihkan seperti sebelum terjadi

transgression, kemudian dari pemaafan antar pribacli nantinya akan

tercapai rekonsiliasi.

Selanjutnya dua dimensi di atas dikembangkan oleh Baumistre, Exline, dan Sommer (dalam Worthington, 1998) menjadi empat dimensi pemaafan, yaitu:

(51)
[image:51.595.46.473.113.509.2]

Tabel 2.1.4

Kombinasi Dimensi Pemaafan Yang Akan Membentuk Tipe-tipe Pemaafan

1.

Interpersonal Act + No lntrapsychic State := Hollow Forgiveness

2.

lnterpsychic State + No Interpersonal Act

=

Silent Forgiveness

3.

lntrapsychic State + Interpersonal Act

=

Total Forgiveness

4.

No lntrapsychic State + No Interpersonal Act

=

No Forgiveness

1. Model Hollow Forgiveness (Interpersonal Act + No lntrapsychic State)

Pada model ini terjadi pemaafan interpersonal, namun tidak disertai pemaafan intrapersonal atau individual. Pada kombinasi ini digambarkan bahwa korban sesungguhnya belum memaafkan pelaku, riamun ia dapat berkata "I forgive you"

Ketika korban berkata bahwa ia memaafkan pelaku, bisa saja sebenarnya ia baru membuat komitmen untuk memaafkan atau dalam dirinya sedang dimulai proses untuk mencoba memaafkan sementara masih tetap ada rasa sakit yang mendalam dan korban masih belum mampu mengatasi perasaan terluka yang ditimbulkan pelaku, terlebih lagi jika korban merasa sebagai pihak yang tidak bersalah.

(52)

walaupun sesungguhnya pemaafan intrapsikis belum terjadi atau prosesnya baru akan dimulai.

2. Model Silent Forgiveness (lnterpsychic State + No Interpersonal Act)

Yaitu model pemaafan dimana pemaafan secara individual ini terjadi namun tidak disertai dengan pemaafan interpersonal atau antar pribadi. Pemaafan model ini nampaknya manipulatif, karena1 korban

sesungguhnya sudah memaafkan secara individual (intrapsikis) namun tidak mengekspresikannya secara interpersonal (antar pribadi) dengan kata lain, korban sesungguhnya sudah memaafkan pelaku, namun tetap berpura-pura serta bersikap tidal< mernberi maaf kepada pelaku. Dari sudut pandang korban, sikap berpura-pura ini bisa climengerti karena pada dasarnya adalah demi kebaikan pihak korban. Misalnya untuk menghindari korban dari ketakutan dan perlakuan yang berakibat lebih parah lagi.

Di lain pihak, bentuk pemaafan ini juga sangat menuuntungkan korban, karena berusaha untuk menghindarkan korban dari kerugian yang lebih besar lagi. Misal, mencegah korban tidak kehilangan kesempatan rnendapat ganti rugi. Karena itu penting untuk korban bersikap

(53)

3. Model Total Forgiveness (lntrapsychic State+ Interpersonal Act)

Pada model ini pemaafan intrapsikis dan interpersonal terjadi sekaligus, pemaafan total ini bisa digarnbarkan sebagai suatu kondisi yang ideal, karena korban pada situasi ini sudah marnpu rnenghilangkan rasa rnarah, kecewa dan sedih serta sudah menerima transgression yang terjadi. Pada kondisi dimana terjadi pemaafan total, maka hubungan antara lmrban dan pelaku kejahatan sudah demikian pulih, keadaannya bisa disarnakan seperti sebelum terjadi transgression. Hubungan yang kembali rnernbaik ini pertarna-tarna dihasilkan dari kernampuan individu

mernaafkan secara intrapsychic, dirnana ia melepaskan haknya untuk marah terhadap pelaku.

4. Model No Forgiveness (No lntrapsychic + No Interpersonal Act)

Pada model kornbinasi ini, tidak terjadi pemaafan baik secara intrapsikis maupun interpersonal. Hal tersebut dapat diketahui dari kondisi yang rnasih rnarah dan mernendarn sernua Iuka yang ia rasakan serta menolak adanya perjumpaan dengan pelaku kejahatan.

Allah berfirman dalam Al-qur'an untuk mernerintahkan kepada seluruh rnanusia agar menghiasi diri dengan berpedoman pada kitab suci Al-qur'an, ayat-ayat Al-qur'an tersebut rnenjelaskan kepada umat mukmin untuk

(54)

dan kebencian karena sesungguhnya setiap manusia itu bersaudara. Allah Azza Wa Jalla berfirman :

"maka maafkanla/1 mereka dengan cara yang bail<' (QS. Al-Hijr: 85)

2.3. Kel<erasan Dalam Rumah Tangga (KORT)

2.3.1. Definisi kekerasan dalam rumah tangga

Kekerasan dalam kamus bahasa Indonesia (1991) adalah perbuatan

seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain.

Kekerasan adalah suatu serangan atau invasi terhadap fisik maupun

integritas mental P<'ikologis seseorang. (Roza, 2006) S19dangkan kekerasan dalam rumah tangga (KORT) adalah perbuatan fisik dan kata-kata yang terjadi di tempat dimana seseorang seharusnya bisa merasa aman, yaitu dirumah. (Kalyanamitra, 1999)

Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau

(55)

perampasan kernerdekaan rnelawan hukurn dalam lingkup rumah tangga. (Pasal 1 Undang-undang Penghapusan KORT no 23, 2004)

Kekerasan dalarn rumah tangga adalah suatu bentuk penganiayaan (abuse)

secara fisik maupun ernosional/psikologis yang merupakan suatu cara pengontrolan terhadap pasangan dalam kehidupan rumah tangga. (Hasbianto, 1996)

Dari pengertian yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga merupakan suatu bentuk penganiayaan yang dilakukan pasangan (suarni) terhadap istri dalarn bentuk kekerasan fisik, psikis, keksual dan penelantaran rurnah tangga.

2.3.2. Bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga

Bentuk kekerasan yar.g terjadi dalam rumah tangga sangat beragam, sebagaimana yang terdapat pada UUD Penghapusan KORT (2004) yaitu :

1. Kekerasan fisik adalah setiap perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau bekas Iuka berat.

2. Kekerasan psikis yang dimaksud adalah perbuatan yang

(56)

kemampuan untuk bertindak dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang. (pasal 7)

3. Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujua.n komersil atau tujuan tertentu. Kekerasan ceksual (pasal 8) meliputi:

a. Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut.

b. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumc,1h tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.

4. Penelantaran rumah tangga merupakan kekerasan yang dilakukan dengan tidak mernberikan kehidupan perawatun atau peme!iharaan kepada orang dalam lingkup rumah tangga dall rnembatasi serta melarang untuk bekerja yang layak didalam atau diluar rumah sehingga korban berada dibawah kendali orang tersebut.

Menurut Kalyanamitra (1999) ada beberapa macam l<ekerasan yang terjadi didalam rumah tangga, yang dilakukan suami terhadap istri. Kekerasan tersebut berupa:

1.

Meninju, memukul, inenampar, mendorong sampai jatuh,
(57)

2. Menggunakan senjata, seperti pisau makan, pisau dapur, dan tongkat.

3. Mengancam melukai istri/pasangan atau anak-ani:lk.

4. Merusak barang-barang, seperti mebel, untuk menakut-nakuti.

5. Perbuatan penganiayaan emosional dan mentl'IL

6. Penganiayaan atau penyerangan seksual.

7. Mencabut hak istri/pasangan ata s keperluan pokok, seperti makanan,

uang, berhubungan dengan teman atau keluarga, serta melakukan

intimidasi dan isolasi.

8. Merendahkan atau menghins istri/pasangan dan membuatnya merasa

tidak berarti.

9. Pembatasan ruang gerak (misalnya, dibatasi pergaulannya)

2.3.3. lingkaran Kekerasan dalam Rumah Tangga

Kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga tidak selalu terjadi sepanjang

waktu, melainkan berlangsung seperti lingkaran. Lingkaran kekerasan dalam

keluarga sering berpola sebagai berikut:

1. Tahap Pertama: Ketegangan yang meningkat

.. Ketegangan mulai muncul. Pelaku membuat insiden kecil,

kekerasan lisan seperti memaki, mengancam dan kekeras:in fisik

(58)

.. Perempuan mencoba menenangkan atau menyabarkan pasangan dengan cara apapun yang rnenurutnya akan membawa hasil. .. Tetapi perempuan merasa tidak banyak yang bisa dilakukan,

karena sekuat apapun ia berusaha menyenangkan suami/pasangan, kekerasan terus saja terjadL

" Suami/pasangan melakukan penganiayaan sewal<tu tidak ada orang lai11 .

., Suami/pasangan rnulai ada kekhawatiran bahwa istri/pasangannya akan pergi rneninggalkannya karena ia tahu bahwa perbuatannya tidak pantas.

" Pada diri suarni, terdapat rasa cemburu yang berlebihan juga. .. Perempuan semakin merasa takut dan semakin rnenarik diri. " Ketegangan kecil mulai bertarnbah.

" Ketegangan sernakin tidal< tertahankan oleh perernpuan. 2. Tahap Kedua: Penganiayaan

" Ketegangan yang rneningkat rneledak rnenjadi penganiayaan. .. Suami/pasangan kehilangan kendali atas perbuatannya. " Suami memulai dengan "ingin memeberi pelajaran" kepada

perempuan, bukan menyakiti.

(59)

menolong. Kekerasan fisik memang buruk dan kekerasan

emosional (seperti mengatai bodoh, meremehkan dan sebagainya) sangat menghancurkan batinnya, membuatnya merasa hidup tanpa a1ii.

" Perempuan berusaha bersabar dan menunggu sampai keadaan menjadi tenang kembali dengan pikiran bahwa jika melawan, ia akan semakin dianiaya.

" Ketegangan yang berasal dari "ketidaktahuan atas apa yang akan terjadi" mengakibatkan stress, sukar tidur, hilang nafsu makan atau sebaliknya yaitu makan berlebihan, selalu merasa lelah, sakit kepala dan lain-lain.

" Setelah penganiayaan terjadi, biasanya korban menjadi tidak percaya bahwa pasangannya memang bermal<sud memukul dan mengingkari kenyataan bahwa pasangannya telah berbuat kejam terhadap dirinya.

" Kedua belah pihak berusaha merasionalisasi penganiayaan yang telah terjadi.

(60)

3. Tahap Ketiga: "Minta maaf dan kembali mesra"

" Setelah episode kekerasan, kadang-kadang lelaki jadi mengetahui bahwa dirinya bertindak melewati batas, kemudian merasa

menyesal dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya. Janji ini diucapkan khususnya jika istri mengancam meninggalkannya. Suami biasanya mengajukan banyak alasan.

" lstri meyakinkan dirinya untuk mempercayai janji-janjinya, sehingga ia tetap bertahan.

" lstri sebagni korban, lebih mengingat perbuatan-perbuatan baik suami/pasangan.

" Korban merasa yakin bahwa "cinta mengalahkan segalanya." " Suami/pasangan meyakinkan betapa ia membutuhkan istrinya. " Keduanya saling membutuhkan. Terbentukjalinan hubungan

"baru.11

" Sampai suatu saat ketegangan bermula kembali dan lingkaran berlanjut ke tahap pertama lagi.

(61)

Keterangan

Bulan Madu

Konflik

Cinta Hara pan

Terror

[ Kekerasan

Reda < 1 - - · - - '

Skema 2.3.3. Lingkaran KDiRT

Cinta : Rasa cinta dan sayang kepada pasangan (suami) Harapan : Berharap suami al<an berubah menjadi baik

Terror : Ancaman setiap saat akan dipukul, ditinggal, tidak dapat menjalani hidup sendirian akan tetapi k"takutan dan sakit hati atas perlakuan pasangan (suami)

Jangka waktu lingkaran ini berbeda-beda pada setiap keluarga yang

mengalami kekerasan. Di sebagian perkawinan, satu lingkaran lamanya bisa berlangsung berbulan-bulan. (Kalyanamitra, 1999)

(62)

1. Menderita ketegangan (stress) tingkat tinggi.

2. Menderita kecemasan, depresi dan sakit kejiwaan tingkat tinggi. 3. Tinggi kemungkinannya untuk melakukan bunuh diri.

4. Kemungkinan kegugurannya dua kali lebiil tinggi dibandingkan yang bukan korban kekerasan.

5. Kemampuan menghaciapi dan menyelesalkan masalah lebih rendah. 6. lebih terpencil secara sosial.

7. lebih berkemungkinan untuk bertindak kejam terhadap anaknya. 8. lebih sering datang ke dokter, karena menderita sakit kepala, asma

(63)

3.1. Jenis Penelitian

3.1.1. Pendekaum Penelitian

(64)

3.1.2. Metode penelitian

Metode penelitian ade>lah cara yang digunakan oleh peneliti dalam

mengumpulkan data penelitiannya. (Arikunto, 2002) IVletode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif berupa wawancara sebagai metode utama dan observasi sebagai metode penunjang, yang bertujuan untuk mengetallui sejaull mana peranan tipe-tipe pemaafan

terlladap pengendalian emosi seseorang. Metode penelitian ini dipilill karena dengan metode ini penelitian dapat memperolell gambaran mengenai

keterkaitan antara dua variabel yang akan diteliti.

3.2. Subyek Penelitian

Peneliti melakukan pemilihan subyek dengan membuat kategori yang llarus dipenulli olell subyek. Adapun kategorinya adalall sebagai berikut:

i.

Para istri yang telall menikall minimal selama ·1 tallun. 2. lstri yang belum bercerai (divorce).

3. lstri yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.

(65)

kekayaan data yang diperoleh sehingga penelitian kualitatif cendeirung menggunakan subyek yang sedikit.

3.3. Variabel Penelitian

Variabel yaitu suatu objek penelitian atau sesuatu yang menjadi titik perhatian pada suatu penenlitian (Arikunto, 2002) variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu: variabel bebas (Independent V;;1riable) dan variabel terikat (Dependent Variable). Variabel bebas adalah variabel yan11 dipandang sebagai sebab kemunculan, sedangkan variabel teril<at adalah konsekuensi atau yang dipandang sebagai akibatnya. \lariabel bebas dalam penelitian ini adalah tipe-tipe pemaafan sedangkan yang menjadi variabel terikat adalah pengendalian emosi.

Definisi konseptual pemaafan adalah proses, cara, perbuatan memaafkan; pengampunan. Sedangkan definisi operasional ialah hasil yang clidapatkan dari wawancara mengenai maaf yang dipersepsikan ッィセィ@ istri dalam

(66)

pemaafan yang dimaksud adalah tipe pemaafan model hollow forgiveness,

silent forgiveness, total forgiveness, dan no forgiveness.

Definisi konseptual pengendalian emosi adalah meredam rasa terlekan atau menahan gejolak emosi dan dengan sengaja menghayati suatu emosi yang timbul termasuk emosi yang tidak menyenangkan. Sedangkan definisi operasional ialah hasil yang didapatkan dari wawancara mengenai usaha-usaha yang dilakukan istri (korban) dalam mengendalikan emosi yang menyenangl<an maupun tidal< menyenangkan.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah wawancara secara mendalam dan observasi. Peneliti menggunakan metocle wawancara karena dengan metode ini peneliti dapat menggali secara mendalam berbagai

(67)

Wawancara adalah iOentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu. (Mulyana, 2003). Menurut Kerlinger (1990) kelebihan metode wawancara adalah

didapatnya banyak informasi wawancara yang bersifat fleksibel, dapat diadaptasi sesuai lcondisi subyek dan l<ebutuhan peneliti sehingga ia dapat mengulang pertanyaan untuk memastikan bahwa pertanyaan yang diajukan telah dimengerti oleh subyek. Dengan adanya tatap mu1ka maka peneliti dapat berinteraksi langsung dengan subyek sehingga dlapat diperoleh data yang detil sesuai dengan pandangan subyek.

3.5. lnstrumen Penelitian

3.5.1. Pedoman wawancara

lnstrumen penelitian berbentuk pedoman wawancara. lnstrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti

cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah cliolah. (Arikunto, 2002)

(68)

Pedornan wawancara ini hanyalah bersifat urnurn, tanpa perlu rnernperinci setiap pertanyaan yang rnungkin akan ditanyakan, pedornan wawancara digunakan untuk rnenglngatkan peneliti rnengenai aspek apa sajakah yang harus dibahas, juga digunakan sebagai daftar pengecek dari setiap

pertanyaan yang akan diajukan.

Guide interview pada aspek KDRT diarnbil dari undang-undang dasar

penghapusan l<DRT tahun 2004, kernudian guide interview pada aspek tipe-tipe pemaafan diambil dari Baurnister, Exline, Sommer (dalarn Worthington,

(69)
[image:69.595.55.460.139.631.2]

Tabel 3.5.1. Guide Interview

Aspek Kategori

Kekerasan Dalam 1. Kekerasan fisik Rumah Tangga 2. Kekerasan psikis

(KORT) 3. Kekerasan seksual

4. Penelantaran rumah tangga

Tipe-tipe 1. Total forgiveness Pemaafan 2. Hollow forgiveness

dengan

-Pengendalian Emosi (+) A

Menghadapi situasi dengan sikap rasional

I.

2. Mengelola perasaan-perasaan irnpulsif dan emosi-e(llosi yang menekan

3.

Tetap teguh dan positif dalam berpikir pada situasi yang paling berat

4. Berpikir jernih

3. Mengenali emosi dan menghindari penafsiran yang berlebihan terhadap situasi yang dapat menimbulkan respon emosional

セᄋ@

Tipe-tipe 1. Silent forgiveness Pemaafan 2. No forgiveness

dengan Pengendalian

Emosi (-) 1. Menghadapi situasi dengan sikap emosional

2. Membiarkan perasan-perasaan impulsif dan emosi-emosi yang menekan

3. Ragu-ragu dan berpikir negatil pada situasi yang paling berat

4. Berpikir aangkal

5. Tidak dapat mengenali emosi dan menafsirkan secara berlebihan, situasi yang dapat menimbulkan respon emosional

(70)

-3.5.2. lembar Observasi

Lembar observasi digunakan sebagai pedoman untuk melakukan

pengamatan terhadap garr.baran subyek, sikap dan tingl<ah laku subyek selama wawancara berlangsung.

3.5.3. Alat perekam

Untuk memperoleh data secermat mungkin maka peneliti menggunakan alat perekam, adapun alat perekam yang digunakan berupa tape recorder, alat perekam ini juga dimaks:Jdkan untuk meminimalisir bias pada saat proses wawancara berlangsung. Deddy Mulyana

(2003)

mengernukakan bahwa keuntungan peneliti dalam menggunakan tape recorder antara lain: peneliti dapat berkonsentrasi penuh terhadap informasi yang 、ゥ「Qセイゥォ。ョ@ responden (tidak perlu repot menulis) dan data yang peneliti peroleh juga lengkap, sehingga ia lebih leluasa untuk merumuskan temuannya.
(71)

3.6. Prosedur Penelitian

Tahapan-tahapan yang peneliti lakukan dalam pene!itian ini adalah sebagai berikut:

1.

Tahap pra lapangan

Pada tahap ini, peneliti rnembuat rancangan peneliltian, memilih lapangan penelitian, mengu;us perizinan, memilih informan, rnenentukan subyek penelitian, meminta kesediaan subyek penelitian untuk diwawancarai, membangun rapori dengan subyek penelitian serta menyiapkan instrumen penelitian.

2. Tahap pekerjaan lapangan

Pada tahapan ini, kegiatan peneliti adalah mempersiapkan diri memasuki lapangan penelitian, berperan serta sambil mengumpulkan data dari hasil perolehan selama wawancara kepada subyek peme1iitian beserta orang-orang terdekat. lnstumen yang digunakan peneliti saat mewawancarai adalah alat perekam (tape recorder) dan alat tulis serta lembar observasi untuk mencatat sesuatu yang terjadi selama wawancara berlangsung. 3. Tahap analisis data

Tahap ini peneliti melakukan kegiatan analisa data yang telah didapatkan dari proses wawancara dan observasi. Data yang t1::ilah didapatkan

(72)

mengorganisir dan mensistemasi data secara lengkap dan detil sehingga data dapat mernunculkan gambaran topik yang dipelajari. Keding dapat dilakukan dengan cara menyusun transkrip verbatim dan catatan

lapangan. Setelah menguraikan masing-masing kasus dengan r.ara mempresentasikan secara kronologis peristiwa yang dialami setiap

(73)

4.1. Gambaran Umum Subyek Penelitian

Dalam penelitian ini subjek yang digunakan sebanyak 4 orang, yaitu istri yang

menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Data yang penulis dapatkan

dari penelitian ini dalam bentuk wawancara dengan subyek penelitian dan

beberapa sumber lain (informan) yang berkaita;·, :angsung dengan keseharian

subjek agar memperkuat data yang didapatkan. Dalam menceritakan

gambaran umum subyek, penulis hanya menggunakan inisial demi menjaga

kerahasiaan identitas subyek.

Tabel 4.1. Gambaran Umum Subyek Pe•nelitian

lstri (korban) KS N 11\lR SM

Usia 24 tahun 47 ta:1un 30 tahun 34 tahun

Suku Betawi-sunda Batak Jawa Betawi

Pekerjaan Karyawati Pegawai lbu rumah !bu rumah

a!'luransi tangga tangga

--

'-Jwarunn\

Aaama Islam Kristen ·- Islam Islam

Pendidikan SMA SMA SMP SMP

Suami !Eelaku} SA A

I

B

Usia 30 tahun 53 tahun

:32 tahun

37 tahun

Suku Betawi Batak Padang Betawi

Pekeriaan Karvawan PNS

soeir

Satoam

Pendidikan SMA SMA :30 SMA

Lama 7 tahun 27 tahun

r

5 tahun 12 tahun

Pernikahan I

[image:73.595.47.465.114.710.2]
(74)

-.-··--4.2. Penyajian dan Analisis Kasus

4.2.1. Kasus KS

4.2.1.1. Gambara11 umum subyek KS

KS adalah seorang istri yang saat ini berusia 24 tahun dan mempunyai suami berusia 30 tahun. Dalam membina mahligai rumah tangga bersama suami selama 7 tahun, KS telah dianugerahi dua orang anak laki-laki. Anak pertama berusia 3 tahun sedangkan anak bungsunya berusia 1 tahun.

Wawancara berlangsung di rumah kediaman suami KS, saat itu KS

(75)

4.2.1.2. Kekerasan dalam rumah tangga yang dialami

Awai mula pertemuan KS dengan suami yaitu pada sebuah acara pernikahan teman KS yang saat itu tinggal berdekatan dengan rumah !luami, kemudian mereka berkenalan. Semenjak pertemuan itulah akhirnya KS semakin dekat dengan SA yang hingga saat ini menjadi suaminya.

"pertama kali ketemu disini (rumah suami) waktu acara pemikahan temen saya, kebetulan saya kesini kondangan, di sini ketemu deh karena dia anak sini yaa ... diundang temennya juga, nah di acara itu dia kenalan sama saya."

(14 Januari 2008, pukul 09.45 WIB)

Tahun 2001 SA memutuskan untuk menikahi KS yang pada saat itu masih duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA) tingkat ke dua,

pernikahannya IJerlangsung sederhana dan tanpa sepengetahuan teman-teman sekolahnya. Setelah menikah KS dan suami langsung memisahkan diri dari orang tua dan mertua, mereka memilih u:ituk mengontrak disebuah rnmah yang tidak begitu jauh dari tempat tinggal orang tua SA (suami).

(76)

yang berbeda, tetapi hal tersebut tidal< rnenjadikan sebuah pernicu pertengkaran yang besar antara rnerel<:a berdua.

"masa/ah dalam ke/uarga ya ... banyak kaya macem keuangan, ketja sih udah tef,3p tapi yang tadinya

Gambar

Tabel 1.1 Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan ............................... 3
Grafik 1.1.
Grafik 1.1 Bentuk l'<ekernsan Yang Dialami Perempuan
Tabel 1.1 Kasus l<ekerasan Terhadap Perempuan
+6

Referensi

Dokumen terkait

(3) Hasil pengelolaan unit-unit usaha oleh BUMDes dimasukkan ke dalam anggaran pendapatan belanja desa (APBDes) setiap akhir tahun sesuai yang telah disepakati dari awal.. (4) Dalam

Berdasarkan hasil uji hipotesis secara simultan yang diperoleh mengenai pengaruh kepemimpinan, lingkungan kerja dan kompensasi dapat disimpulkan berpengaruh secara

Lever Assy Parking Brake saat proses produksi dengan menggunakan metode Statistical Quality Control (SQC) bahwa dari 22 data proses produksi terdapat 13 data proses

Pada pertemuan kedua siklus I yang diperoleh dari aktivitas siswa adalah 26 dengan rata-rata 2,9 (72,22%) kategori baik.Pada pertemuan kedua ini aktivitas siswa sudah

Pola pengelompokan nominal logistic biplot pada karakter ketebalan kulit buah dapat mengelompokkan 33 aksesi rambutan dan kapulasan menjadi tiga kelompok, yaitu aksesi

Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengelola informasi hasil akses internet, antara lain menyimpan dalam bentuk file dengan menggunakan perintah Save As, menjadikan

bioplacenton menandakan bahwa ekspresi MMP- 9 pada kelompok tersebut masih baru mengalami peningkatan. Percepatan fase inflamasi pada kelompok membran bakiko hari ke-3

Dapat dilakukan pengembangan perangkat lunak sistem, dengan cara menambah kemampuan analisis data hasil pengukuran untuk keperluan prediksi kecepatan dan arah angin