SKRIPSI
Di ajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk memenuhi syarat-syarat mencapai gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh
HASANUDIN NIM. 102051025593
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
SKRIPSI
Di ajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk memenuhi syarat-syarat mencapai gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh
HASANUDIN NIM. 102051025593
Di bawah bimbingan
Drs. Wahidin Saputra, MA NIP. 19700903 199603 1 001
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Hidayatullah Jakarta pada tanggal: 23 Agustus 2010.
Skripsi ini sudah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu S 1 (S.Kom.I) pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
Jakarta, 23 Agustus 2010
Sidang Munaqosah
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
Drs. Jumroni, M.Si Umi Musyarrofah, MA
NIP. 19630515 199203 1 006 NIP. 19710816 199703 2002
Anggota
Penguji I Penguji II
Drs. H. Sunandar, MA Dra. Armawati Arbi, M.Si
NIP. 19620626 199403 1 002 NIP. 19650207 199103 2002
Pembimbing
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan untuk memenuhi syarat salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang digunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan asli karya saya atau merupakan tiruan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatulla Jakarta.
Jakarta, 30 Juli 2010
Kelurahan Setu Tangerang selatan
Kiprah adalah sebuah kegiatan atau melakukan aktivitas. Sedangkan dakwah usaha untuk mengajak orang lain untuk menuju kebaiakan, dan mengajak manusia
agar melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar. Maka ketika seorang berkiprah akan
menghasilkan sesuatu dari sebuah kegiatan dan aktivitas tersebut.
Dakwah tidak hanya melalui ceramah atau suatu pengajian tapi dakwah juga dapat dilakukan dengan cara mempelajari sebuah keterampilan yang tentunya keterampilan tersebut dapat menghasilkan suatu yang bermanfaat, sebagai seorang da’i harus mempunyai strategi yang baik agar dapat mencapai suatu yang maksimal.
Kiprah dakwah yang dilakukan seorang da’i haruslah sesuai dengan para mad’u yang
dia hadapi. Tentunya harus menyampaikan sebuah materi yang lebih terarah yang berguna bagi kehidupan sehari-hari. Yang tentunya dengan metode dan media yang sangat sesuai dan mendukung atas kegiatan dakwahnya.
Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana kiprah dakwah Ustadz Ahmad Gozali? Materi, metode dan media apa saja yang disampaikan dalam kegiatan dakwahnya? Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis yaitu kegiatan penelitian yang pencarian faktanya dilakukan dengan mengembangkan teori-teori yang ada serta melakukan pengamatan langsung di lapangan mengenai subjek yang akan diteliti dengan pendekatan kualitatif dengan cara observasi dan wawancara. Dalam kiprah dakwahnya Ustadz Ahmad Gozali berusaha agar dalam kegiatan
dakwahnya itu dapat merubah para mad’unya khususnya dalam masalah ibadah,
keagamaannya dan akhlaknya agar lebih baik lagi oleh karena itu Ustadz Ahmad Gozali selalu menyampaikan materi tentang ilmu Fiqih yang tentunya menyampaikan ibadah-ibadah setiap hari contohnya sholat, thoharoh dan sebagainya, ilmu tauhid
yang telah menganugerahkan berjuta rahmat dan kasihnya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsa ini.
Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad
SAW, yang dengan pengorbanan dan ketulusan hatinya membantu membukakan
jalan pengetahuan bagi umat manusia.
Skripsi ini penulis persembahkan khusus kepada ayahanda tercinta Bapak Sanusi
(alm) dan ibunda tercinta Ibu Nanih, karena hanya atas do’a, cinta kasih dan
kesabaran yang selalu beliau tanamkan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini .
Selanjutnya dengan selesainya skripsi ini, penulis ucapakan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu, terutama sekali penulis
sampaikan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDKOM) Dr. H. Arief
Subhan, MA., Pudek I Drs. Wahidin Saputra, MA., Pudek II Drs. H. Mahmud
Jalal, MA.,dan Pudek III Drs. Stidy Rijal LK, MA. Yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh
studi dan skripsi ini.
3. Drs. Wahidin Saputra, MA, dosen pembimbing yang telah berkenan
mencurahkan perhatian dan meluangkan waktunya untuk memberikan
pengarahan dan petunjuk yang sangat berharga bagi penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan dan skripsi ini.
4. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang selalu
mendukung laju dan gerak penulis dalam dunia perkuliahan dan seluruh staf
akademik dan administrasi yang telah memberikan pelayanan kepada penulis
selam studi.
5. Pimpinan dan segenap staf perputakaan Dakwah dan Komunikasi serta
perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Kepada Bapak Ustadz Ahmad Gozali penulis ucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya atas segala bantuan pemikirannya dan meluangkan waktu bagi
penulis dalam masa penelitian.
7. Kepada Bapak Muhammad Tasikun penulis ucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya atas segala bantuannya sehingga penulis mendapat segala macam
informasi tentang Majlis Ta’lim Miftaahussa’adah sampai selesainya penelitian
skripsi ini.
9. Kepada kakakku Suryanih, Sumyati, Dede Supriyadi, Juju Junaedi dan
keponakanku tercinta Jidan, Via, Ihsan. Yang selalu memberikan motivasi
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan dan skripsi ini.
10.Kepada sahabatku Ical, Joko, Ucuy, Daru, Dian, Istianah dan teman-teman TF
SPJ. Penulis ucapkan terima kasih karena telah memberikan dukungan dan
motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan dan
KATA PENGANTAR ...iii
DAFTAR ISI ...vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...10
D. Metodologi Penelitian ...11
E. Tinjauan Pustaka ...12
F. Sistematika Penulisan ...13
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Kiprah Dakwah ...15
B. Dakwah dan Ruang Lingkupnya ...16
1. Pengertian Dakwah ...16
2. Unsur-unsur Dakwah ...19
3. Bentuk-bentuk Dakwah ...30
C. Majlis Ta’lim 1. Pengertian Majlis Ta’lim ...33
A. Biografi Ustadz Ahmad Gozali ...40
B. Aktivitas Dakwah Ustadz Ahmad Gozali ...46
C. Profil Majlis Ta’lim Miftaahussa’adah ...50
BAB IV ANALISIS KIPRAH DAKWAH USTADZ AHMAD GOZALI
A. Kiprah Dakwah Ustadz Ahmad Gozali ...54
B. Materi, Metode dan Media Dakwah Ustadz Ahmad Gozali ...56
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...60
B. Saran-saran ...61
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk yang sangat mulia di sisi Allah SWT. Oleh karena itu
manusia diutus Allah menjadi khalifah di muka bumi ini, yang mempunyai kewajiban
untuk menyampaikan kebenaran dan berakhlakul karimah agar mencapai tujuan yang
hakiki.
Dakwah adalah usaha meyakinkan kebenaran kepada orang lain. Orang yang di
dakwahi, pesan dakwah yang tidak difahami tak lebih maknanya dari bunyi-bunyian.
Jika dakwahnya berupa informasi maka ia dapat memperoleh pengertian, tetapi jika
seruan dakwahnya merupakan panggilan jiwa, maka ia harus keluar dari jiwa. Islam
adalah agama yang rahmatan lil‟alamin maksudnya, agama yang membawa
kedamaian dan ketentraman di bumi. Karenanya Islam harus ditampilkan semenarik
mungkin agar umat lain beranggapan dan memandang bahwa kehadiran Islam bukan
sebagai ancaman bagi eksistensi mereka, melainkan pembawa kedamaian dan
ketentraman dalam kehidupan mereka sekaligus pengantar menuju kebahagiaan dunia
dan akhirat.1 Karena itulah manusia diciptakan oleh Allah untuk menjadikan khalifah
di muka bumi ini untuk dapat menyampaikan ajaran-ajaran Islam serta pembawa
kebaikan.
1
Munzier Suparta dan Harjani Hefni, Metode Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2006), Cet ke-2, h. 5
Agama Islam merupakan agama yang terkandung di dalam setiap ajarannya, pesan
dan makna dakwah. Selanjutnya, agama Islam juga merupakan agama risalah untuk
umat manusia sedangkan umat Islam adalah umat yang mendukung amanah untuk
melanjutkan risalah dengan dakwah, baik sebagai umat ataupun selaku perorangan, di
manapun mereka berada menurut kemampuan masing-masing.
Agama Islam adalah agama pamungkas atau agama terakhir yang berlaku di mana
saja dan kapan saja, berarti keyakinan agama Islam itu dapat memberikan pedoman
dasar, memberikan bimbingan dan memberikan pemecahan-pemecahan masalah
prinsip yang dihadapi oleh umat manusia sepanjang masa atau zaman. Islam adalah
agama dakwah, yaitu agama yang menugaskan setiap muslim untuk menyebarkan
serta mensyiarkan Islam kepada seluruh umat manusia agar selamat di dunia dan
akhirat. Berdakwah adalah tugas muslim untuk memberikan nasihat-nasihat atau
fatwa-fatwa yang baik, untuk menghindarkan manusia dari perbuatan yang munkar.
Dakwah merupakan aktivitas yang mulia, ia menjadi kewajiban bagi setiap
muslim. Dengan tujuan untuk memberikan informasi tentang Islam dan mengajak
orang lain agar bersedia melakukan tindakan-tindakan yang mencerminkan nilai-nilai
Islam itu sendiri. Dakwahpun sering di lakukan dengan cara bil-lisan yang lebih
banyak mendiskusikan pada penekanan informatif persuasive dan dakwah bil-hal
merangsang mad‟unya dengan cepat melakukan perubahan dalam kegiatan sehari
-hari.2
Dakwah dalam arti amar ma‟ruf nahi munkar adalah syarat mutlak bagi
kesempurnaan dan keselamatan hidup masyarakat, ini adalah kewajiban bagi
pembawa fitrah manusia sebagai makhluk sosial dan kewajiban yang ditegaskan oleh
risalah, kitabullah dan sunnah rasul.3 Dan dakwah Islamiah adalah perjuangan besar
dan berat, karena merupakan pembangunan umat dalam seluruh bidang dan lapangan
kehidupan. Karenanya dalam pelaksanaannya dakwah memerlukan berbagai bahan
dan persiapan yang cukup banyak sebagai wasilah dan dapat mengantarkan
perjuangan umat kepada tujuannya.4
Pada hakikatnya dakwah merupakan aktualisasi iman (teologis) yang di
mafestasikan dalam suatu system kegiatan manusia beriman dalam bidang
kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa,
berfikir, bersikap dan bertindak.5 eksistensi dakwah senantiasa bersentuhan dan
bergelut dengan realitas yang mengitarinya. Dalam pandangan sejarah, pergumulan
dakwah dengan realitas sosio-kultural menjumpai dua kemungkinan.
Pertama, dakwah mampu memberikan output (hasil, pengaruh) terhadap
lingkungan dalam arti memberi dasar pilosofi, arah dan dorongan untuk suatu
2
Djamal Abidin ASS, Komunikasi dan Bahasa Dakwah (Jakarta: Gema Insani Press, 1996) cet ke-1 h. 1
3
M. Natsir, Fiqhud Dakwah, (Jakarta: Media Dakwah, 2000) H. 109
4
Tuti Alawiyah, Strategi Dakwah di Lingkungan Majlis Ta’lim, (Bandung: Mizan, 1997) cet ke-1, H. 63
5
perubahan. Kedua, dakwah dipengaruhi oleh perubahan masyarakat dalam arti corak
dan arahnya. Dakwah sendiri dapat kita artikan sebagai upaya mengajak atau
meningkatkan usaha manusia untuk senantiasa berbuat kebaikan.
Dalam ajaran Islam sendiri, dakwah adalah suatu kewajiban yang dibebankan oleh
agama kepada pemeluknya. Dakwah juga merupakan suatu bagian yang pasti ada
dalam kehidupan umat beragama. Kewajiban dakwah didasarkan sebagai atas suatu
ajaran bahwa Islam adalah agama risalah untuk umat manusia seluruhnya.
Esensi dakwah adalah mengadakan dan memberikan arah perubahan. Mengubah
masyarakat dan budaya dari kezholiman kearah keadilan, kebodohan kearah
kemajuan/kecerdasan, kemiskinan kearah kemakmuran, keterbelakangan kearah
kemajuan yang semuanya dalam rangka meningkatkan derajat manusia dan
masyarakat kearah puncak ketaqwaan. Kenyataan sejarah membuktikan bahwa
kehadiran Islam terutama pada zaman nabi, dakwah telah mampu menggerakkan
perubahan secara mendasar sesuai dengan tingkat peradaban dan masalah yang
berkembang ketika itu.
Agar hal itu tercapai, maka seorang mubaligh sebagai komunikator harus mampu
mengemas materi agar dapat dikomunikasikan secara efektif yang salah satunya
dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar, mudah dipahami dan diserap oleh
mad‟u dengan tujuan agar dakwah yang di sajikannya tidak kering, gersang, dan
hambar yang mudah diabaikan.6
6
Salah satu cara yang paling tepat dalam menyampaikan materi dakwah agar
terlihat menarik adalah dengan menggunakan sarana atau metode penyampaian pesan
yang dapat dilakukan dengan suatu ajakan, bukan seruan yang memaksa. Karena
dakwah bukanlah propoganda yang memaksakan kehendak orang lain.
Dengan demikian, kegiatan dakwah pada dasarnya sebagai suatu proses
komunikasi antara seorang da‟i dan mad‟u dalam mengupayakan perubahan perilaku
(tingkah laku) seseorang menjadi lebih baik dari sebelumnya, karena dengan
komunikasi seseorang dapat menyampaikan apa yang ada di dalam pikiran dan
perasakannya kepada orang lain dan dapat memberikan hiburan, memberikan
inspirasi, meyakinkan dan mengajak untuk berbuat sesuatu.
Dakwah pada dasarnya adalah momen, spirit, dan rekontruksi yang
memperjuangkan dalam penanaman nilai-nilai kebenaran kedalam jiwa manusia.
Final dari dakwah itu terciptanya iklim mental yang kondusif dan jiwa yang sehat.
Dalam catatan sejarah dapat ditemukan bagaimana para pendahulu kita begitu gigih dan semangat dalam mendakwahkan Islam, memperjuangkan kebenaran yang tidak pernah padam dari jiwa pendahulu, sehingga kebenaran itu terwujud dalam pemikiran, kata-kata dan pebuatan. Semangat yang membuat mereka merasa tidak puas sebelum berhasil menanamkan nilai-nilai kebenaran itu kedalam jiwa setiap orang, sehingga apa yang diyakini sebagai kebenaran itu diterima oleh setiap umat manusia.7
Dilihat dari kondisi masyarakat yang tengah mengalami perubahan disegala
tingkat dan bidang seperti sekarang ini, maka peran Ulama dan Kyai menjadi lebih
penting, karena mereka mempunyai posisi sebagai penjaga gawang dari norma dan
7
nilai yang mengatur kehidupan mereka, yang seringkali dalam konteks perubahan
tersebut, masyarakat mengalami semacam kegoncangan dan kebingungan karena
kehilangan orientasi. Ini disebabkan karena norma dan nilai-nilai yang menopang
kehidupan mereka sebelumnya, sekarang mengalami pergeseran.8
Al-Qur‟an dan Hadits adalah sumber hukum pokok Islam yang bias dijadikan
sandaran dalam berdakwah. Diantaranya disebutkan didalam Al-Qur‟an bahwa
berdakwah harus dengan cara-cara yang baik menurut surat Ibrahim ayat ke 4:
Artinya :”Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa
kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dialah Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Ibrahim:4)9
Dari Ayat diatas di jelaskan bahwa dalam berdakwah harus mengetahui keadaan
masyarakat yang menjadi objek dakwah, baik bahasa,karakteristik, lingkungan,
budayanya, dan lain sebagainya.
Dalam upaya menunjang keberhasilan berdakwah, seorang da‟i harus memiliki
strategi yang bijak dan metode yang strategis sebagai proses dalam pranata sosial dan
8
Muhammad Tolhah Hasan, Prospek Islam Dalam Menghadapi Tantangan Zaman (Jakarta: Penerbit Bangun Karya, 2005), cet ke-5, h. 147
9
kesadaran umat. Dengan format tersebut diharapkan pembaharuan mental dan jiwa
yang sehat dapat teralisir.
Dalam kegiatan dakwahpun peranan da‟i sangatlah esensial, sebab tanpa da‟i
ajaran Islam hanyalah idiologi yang tidak terwujud dalam kehidupan masyarakat.
Biar bagaimanapun baiknya idiologi Islam yang harus disebarkan di masyarakat, ia
akan tetap sebagai ide, ia akan tetap sebagai cita-cita yang tidak terwujud jika tidak
ada manusia yang menyebarkannya.10
Seorang da‟i harus mengetahui bahwa dirinya seorang da‟i. Artinya sebelum
menjadi da‟i, ia perlu mengetahui apa tugas da‟i, modal dan bekal apa yang harus ia
punya, serta bagaimana akhlak yang harus dimiliki seorang da‟i. Seorang da‟i harus
memahami islam, selain itu juga seorang da‟i juga dituntut untuk memahami tujuan
islam yang terkandung dalam syariat islam, yaitu mewujudkan kemaslahatan hamba
dan menghalau segala bentuk kerusakan untuk masa kini dan mendatang.11
Adapun kiprah bagi seorang ulama pada saat ini sangat di perlukan oleh
masyarakat untuk mencari ridho Allah. Dalam aktivitas dakwahnya, para ulama
mempunyai peranan penting dan menentukan suatu keberhasilan seorang Da‟i untuk
menyampaikan kebenaran dalam agama Islam, dan harus memiliki kepandaian dan
kemampuan untuk menyampaikan kepada mad‟u dan diterima dengan baik kegagalan
pelaksanaan dakwah yang sering terjadi disebabkan ketidak pahaman dan kurang
telitinya seorang da‟i dalam strategi berdakwah.
10
Hamzah Ya‟qub, Publistik Islam, (Bandung: CV. Diponogoro, 1981), cet. ke- 2, hal. 37.
11
Dari kedudukan dan peran seorang da‟i sebagai pendukung dakwah, kini banyak
kita temukan dan jumpai insan-insan yang memposisikan diri mereka sebagai
pendukung dakwah tentunya mereka yang mempunyai keahlian dalam posisi tersebut.
Salah satunya adalah Ustadz Ahmad Gozali, seorang ulama yang peduli dengan
kelangsungan dakwah Islam khususnya yang berkaitan dengan dakwah dalam
kehidupan sosial masyarakat. Melalui Majelis Ta‟lim Miftaahussa‟adah di Kelurahan
Setu Tangerang Selatan merupakan salah satu bukti bentuk kepedulian beliau
terhadap dakwah Islam serta sebagai wujud kiprah beliau dalam dakwah khususnya
bagi masyarakat di kelurahan Setu.
Ustadz Ahmad Gozali tidak hanya berkiprah di Majelis Ta‟lim Miftaahussa‟adah
saja tetapi beliau juga berkiprah di Majelis-Majelis Ta‟lim lainnya seperti Majelis
Ta‟lim Nurul Iman di Kelurahan Buaran Serpong, Majelis Ta‟lim Nurul Huda di Kp.
Setu Serpong, dan beliau sering berdakwah di lingkungan masyarakat seperti pada
acara PHBI (Peringatan Hari Besar Islam). Selanjutnya selain mendirikan lembaga
pendidikan non formal.
Beliau juga aktif dalam organisasi keagamaan di wilayah Tangerang Selatan
sebagai ketua FSPP (Forum silaturrahmi Pondok Pesantren), beliau pernah menjabat
sebagai Ketua Tanfiziah Serpong tangerang selama 10 tahun, Ketua Tanfiziah adalah
Presiden NU, bersamaan itu pula beliau juga menjabat menjadi pengurus MUI di
Kecamatan Serpong, menjadi wakil Katib PCNU dan Wakil Rais Syuryah, menjadi
Kepala Sekolah di Madrasah Diniyah Manarul Ulum Pondok Pesantern As-Sidiqiah
Beliaupun mendirikan pendidikan Formal sebuah Pondok Pesantren AS Sa‟adah
sekaligus beliau sebagai Ketua Yayasan Dan Pengasuh Pondok Pesantren
As Sa‟ adah, beliau juga mendirikan sebuah sekolah Madrasah Tsanawiyah dan Aliah
beliau termasuk sebagai pengajar di sekolah tersebut. Sosok Ustadz Ahmad Gozali
adalah seorang dai dapat dilihat dari upaya dan usaha beliau untuk mengedepankan
dan menanamkan nilai-nilai keagamaan pada masyarakat dalam rangka
menghadirkan suatu perubahan beliau mengajarkan kepada masyarakat tentang
memperlancar membaca Al-Qur‟an dan memberi pengetahuan berakhlakul karimah
di lingkungan masyarakat atau lingkungan keluarga, dan memberi pengetahuan
tentang kebesaran Allah SWT.
Berdasarkan uraian singkat di atas penulis tertarik untuk mengetahui kiprah
Ustadz Ahmad Gozali dalam dunia dakwah yang dituangkan dalam skripsi dengan
judul “Kiprah Dakwah Ustadz Ahmad Gozali melalui Majlis Ta’lim
Miftaahussa’adah di kelurahan Setu Tangerang Selatan”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar skripsi ini lebih terarah maka penulis membatasi masalah pada kiprah
dakwah Ustadz Ahmad Gozali dari tahun 2008 sampai sekarang di Kelurahan
Setu melalui Majelis Ta‟lim Miftaahussa‟adah
2. Perumusan Masalah
a. Bagaimana kiprah dakwah Ustadz Ahmad Gozali di Majlis Ta‟lim
Miftaahussa‟adah ?
b. Metode, materi dan media dakwah apa yang digunakan oleh Ustadz
Ahmad Gozali di Majelis Ta‟lim Miftaahussa‟adah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
a. Mengetahui lebih jauh Bagaimana kiprah dakwah Ustadz Ahmad Gozali
di Majlis Ta‟lim Miftaahussa‟adah
b. Mengetahui metode, materi dan media apa saja yang digunakan Ustadz
Ahmad Gozali dalam kegiatan dakwah di Majelis Ta‟lim
Miftaahussa‟adah
2. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan memiliki manfaat, yaitu:
a. Secara akademis
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi dan pengetahuan
tentang dakwah bagi khazanah keilmuan Islam serta dapat menjadi
referensi bagi peminat dakwah yang selanjutnya akan menjadi bahan
penelitian di masa yang akan datang.
penelitian ini di harapkan dapat memberikan motivasi dan kontribusi serta
menambah wawasan bagi kalangan praktisi dakwah dan aktivis dakwah
khususnya Bapak Ustadz Ahmad Gozali agar konsisten dalam
memperjuangkan nilai-nilai dakwah Islam terutama kepada masyarakat
dikelurahan Setu serta umum lainnya dalam berbagai aspek kehidupan.
D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif analisis, yaitu
kegiatan penelitian yang pencarian faktanya dilakukan dengan
mengembangkan teori-teori yang ada serta melakukan pengamatan langsung
di lapangan mengenai subjek yang akan diteliti dengan pendekatan kualitatif.
2. Jenis penelitian
Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah library research, yakni
penelitian kepustakan dengan mengumpulkan berbagai tulisan yang terdapat
di buku, majalah, tabloid, surat kabar,jurnal dan yang berkenaan dengan
penelitian. Selanjutnya penulis juga menggunakan jenis penelitian field
research, yaitu dengan mengamati langsung kelapangan.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Yaitu Penulis mengamati kegiatan dakwah Ustadz Ahmad Gozali dan
metode ini penulis mengadakan pengamatan langsung ke lokasi Majlis
Ta‟lim Miftaahussa‟adah di Jl. Raya Puspiptek, Komplek Puri Serpong I.
Blok D, Kel. Setu Kec. Setu Kota Tangerang Selatan
b. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan informan utama yaitu Ustadz Ahmad
Gozali dan juga beberapa informan lainnya seperti para Jama‟ah Majelis
Ta‟lim Miftaahussa‟adah dan masyarakat setempat, guna melengkapi
data-data yang diperlukan.
c. Dokumentasi
Dalam hal ini penulis mengumpulkan dokumentasi yang berkaitan dengan
kiprah dakwah Ustadz Ahmad Gozali berupa buku tulisan lepas, dan
tulisan yang berada di media masa serta foto beliau ketika berdakwah.
E. Tinjauan Pustaka
Penulisan skripsi ini penulis mecari referensi dari skripsi-skripsi yang ada
terutama kepada skripsi yang berkisar tentang kiprah seorang da‟i ataupun da‟iah.
Namun ada skripsi yang sangat berkaitan dengan judul skripsi ini yaitu: KIPRAH
DAKWAH K.H ZUHRI YA‟KUB MELALUI MAJLIS TA‟LIM RUHAMA skripsi
ini disusun oleh SAID AL KHUDRI angkatan 2002 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Secara umum pokok pembahasannya sama yaitu tentang seorang da‟i yang
berkiprah di sebuah Majlis Ta‟lim namun perbedaannya adalah tentang objek
dan Media Dakwah yang digunakan oleh da‟i yang bersangkutan dan penelitian yang
diangkat oleh Said Al Khudri tentang kiprah dakwah seorang da‟i dalam bidang
pendidikan, sosial, budaya dan politik dan mengenai aktivitas dan bentuk dakwah
da‟i yang bersangkutan.
F. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai Latar Belakang Masalah,
Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian,
Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka dan Sistematika Penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORITIS
Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai Pengertian Kiprahdan Dakwah dan Ruang Lingkupnya yang di dalamnya meliputi tentang Pengertian
Dakwah, Unsur-unsur Dakwah, Bentuk-bentuk Dakwah dan Majlis Ta‟lim.
BAB III BIOGRAFI USTADZ AHMAD GOZALI
Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai Biografi Ustadz Ahmad Gozali,
Aktivitas Dakwah Ustadz Ahmad Gozali dan Profil Majelis Ta‟lim
Miftaahussa‟adah.
BAB IV ANALISIS KIPRAH DAKWAH USTADZ AHMAD GOZALI
MELALUI MAJLIS TA’LIM MIFTAAHUSSA’ADAH
Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai Kiprah Dakwah Ustadz Ahmad
BAB V PENUTUP
Dalam bab ini berisikan kesimpulan dan saran-saran untuk memudahkan
penganalisaan bagi pembaca, maka dalam penulisan skripsa ini dimasukkan
juga lampiran dan kepustakaan sebagai bahan rujukan, sekaligus merupakan
bagian akhir dari skripsi ini.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
TENTANG DAKWAH DAN MAJLIS TA’LIM
A. Pengertian Kiprah Dakwah
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia secara etimologi kiprah adalah kegiatan.
Sedangkan berkiprah adalah melakukan kegiatan atau berpartisipasi dengan semangat
tinggi atau bergerak, berusaha di sebuah bidang.1 Sedangkan menurut WJS.
Purwadarminta dalam kamus umum Bahasa Indonesia kata kiprah diartikan sebagai
tindakan, aktifitas, kemampuan kerja, reaksi, cara pandang seseorang terhadap
ideology atau institusinya.2
Kiprah tidak bisa lepas dari aktivitas. Pengertian aktivitas menurut kamus besar
Bahasa Indonesia adalah keaktifan kegiatan-kegiatan, kesibukan-kesibukan atau biasa
juga berarti kerja atau salah satu kegiatan kerja yang dilaksanakan tiap bagian dalam
tiap suatu organisasi atau lembaga.3
Dari pemaparan di atas arti kiprah tidak jauh berbeda dengan aktivitas, akan tetapi
perbedaannya adalah kiprah adalah melakukan kegiatan dengan semangat tinggi
1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), cet ke-8 h. 17
2
WJS. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), h. 735
3
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), cet ke-3 h. 17
sedangkan aktivitas melakukan segala sesuatu yang berhubungan dengan tindakan
atau kegiatan yang dilakukan manusia.
Sedangkan pengertian kiprah dalam dakwah yaitu melakukan kegiatan dakwah
yang dilakukan seseorang yang mengandung seruan atau ajakan kepada keinsyafan
atau usaha mngubah sesuatu yang buruk kepada situasi yang lebih baik dan
sempurna. Itu semua dilakukan dengan semangat tinggi menuju jalan yang diridhoi
Allah SWT. Dalam ajaran Islam, dakwah merupakan suatu kewajiban yang
dibebankan oleh agama kepada pemeluknya.
Jadi ketika seorang berkiprah artinya melakukan segala kegiatan atau ikut
berpartisipasi maka akan timbul suatu aktivitas dalam kegiatan tersebut untuk
menghasilkan satu tujuan. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat suatu hubungan yang
tidak bisa dipisahkan antara kiprah dengan aktivitas.
B. Dakwah dan Ruang Lingkupnya 1. Pengertian Dakwah
Dalam memberikan pengertian dakwah akan dikemukakan secara terminologi dari
berbagai pendapat dan juga secara etimologi. Ditinjau dari segi etimologi atau asal
kata (bahasa), dakwah berasal dari kata bahasa Arab, yang berarti panggilan, ajakan
mashdar‟. Kata ini berasal dari fi‟il (kata kerja) da‟a yad‟u artinya memanggil,
mengajak atau menyeru.4
Menurut pengertian bahasa, dakwah berarti seruan atau ajakan kepada sesuatu.5
Dakwah itu ialah menyeru atau mengajak kepada sesuatu perkara, yakni mengajak
manusia kepada jalan Allah agar menerima dan menjadikan Diinul Islam sebagai
dasar dan pedoman hidupnya.6 Menurut Jamaluddin Kafie dalam bukunya Psikologi
Dakwah yaitu arti bahasanya dakwah adalah menyeru, mengajak, memanggil,
mengundang, mendo‟akan yang terkandung di dalamnya arti menyampaikan sesuatu
kepada orang lain untuk mencapai tujuan tertentu.7
Menurut A. Suriani dalam bukunya Manajemen Dakwah dalam Kehidupan
Pluralis Indonesia: ada tiga kata yang digunakan dalam Al-Qur‟an mengan dung arti
dakwah, yaitu dakwah, tabligh dan nida.
Sedangkan secara terminologis, kata dakwah mempunyai definisi-definisi yang
variatif seperti yang disampaikan para ahli sebagai berikuta: menurut Toha Yahya
Oemar dalam bukunya yang berjudul Ilmu Dakwah yang di kutip H. Hasanuddin
dalam bukunya Retorika Dakwah dan Publisistik dalam Kepemimpinan
mengemukakan pengertian dakwah dari dua segi :
1. Dakwah secara umum adalah suatu ilmu pengetahuan yang berisikan cara-cara
dan tuntunan bagaimana seharusnnya dakwah dapat menarik perhatian manusia
4
Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-ikhlas, 1983), cet. Ke-1 h. 17
5
H. Aqib Suminto, Problematika Dakwah, (Jakarta: Pustaka Panji Mas,1984), cet. Ke-2, h. 53
6Farid Ma‟ruf Noor,
Dinamika dan Akhlak Dakwah, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1981), h. 28
7
untuk menganut, menyetujui, melaksanakan suatu ideologi, pendapat, pekerjaan
tertentu.
2. Dakwah menurut ajaran agama Islam ialah mengajak manusia dengan cara yang
bijaksana kepada jalan yang benar sesuai perintah Allah, untuk kemaslahatan dan
kebahagiaan mereka di akhirat.8
Dalam memberikan pengertian dakwah dari segi istilah ada juga yang memberikan
definisi secara singkat, sebagaimana pendapat Husnul Aqib Suminto, menurut
pengertian isyilah, maka dakwah berarti seruan atau ajakan kepada Islam.9 Dengan
demikian pada hakikatnya dakwah Islam merupakan aktualisasi imani yang
dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia dalam masyarakatan yang
dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa (Syu‟ur), berfikir
(Fikrah), bersikap (Mauqif), dan bertindak (Suluk) manusia pada dataran kenyataan
individual dan sosio kultural dalam rangka mewujudkan ajaran Islam dalam semua
segi kehidupan dengan menggunakan cara tertentu (Manhaj).10
H. M. Arifin seorang pakar pendidikan, dalam bukunya “Psikologi Dakwah” juga
berpartisipasi untuk memberikan pengertian tentang dakwah sebagai berikut:
Dakwah mengandung pengertian sebagai kegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain baik secara individual maupun secara kelompok agar supaya timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran,
8
H. Hasanuddin, Retorika Dakwah dan Publisistik dalam Kepemimpinan, (Surabya: Usaha Nasional, 1982), cet. Ke-1, h. 34
9
H. Aqib Suminto, Problematika Dakwah…, h. 53
10
sikap penghayatan, serta pengamalan terkadap ajaran agama sebagai message yang disampaikankan kepadanya dengan tanpa adanya unsure-unsur paksaan.11
H. M. Arifin menginginkan kepada setiap pelaksana dakwah agar hal-hal yang
berkaitan dengan masalah dakwah dilakukan secara sadar dan berencana tanpa
adanya unsur-unsur paksaan dan juga tidak hanya dilakukan secara sadar dan
berencana tanpa adanya unsur-unsur paksaan dan juga tidak hanya dilaksanakan
dengan metode ceramah saja namun juga dengan tulisan dan tingkah laku yang kita
kenal dengan istilah bilkalam dan bilhal, seperti dikatakan HSM Nasaruddin latif
“setiap usaha atau aktivitas dengan lisan atau tulisan dan lainnya yang bersifat
menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan mentaati Allah
SWT, sesuai dengan garis-garis aqidah dan syariat serta akhlak
Islamiah”.12
2. Unsur-unsur Dakwah a. Da’i
Da‟i berasal dari Bahasa Arab yang artinya adalah orang yang berdakwah. Da‟i
sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk menjadi pemberi peringatan pada
ajaran-ajaran agama.
Abdul Rasyad Saleh, Manajemen Dakwah Islam, (Jakarta: Bulan Bintang 1997), cet. Ke-1 h. 9
12
3) Santun dan lapang dada.
4) Pemberi.
5) Tidak mengharapkan pemberian orang lain.
6) Qana‟ah dan kaya hati.
7) Mampu berkomunikasi.
8) Memiliki ilmu Bantu yang relevan.
9) Memiliki rasa percaya diri dan rendah hati.
10)Tidak kikir ilmu.
11)Anggun.
12)Selera tinggi.
13)Sabar.
14)Memiliki nilai lebih, seperti wara‟ dan keterampilan.13
Para da‟i dan da‟iyah memiliki peranan yang sangat penting dalam setiap
perkembangan dakwah. Menjadi seorang da‟i tidaklah mudah. Da‟i harus memiliki
bekal dan persiapan. Memahami secara mendalam ilmu, makna-makna serta
hokum-hukumnya terkandung dalam Al-Qur‟an dan As-sunnah. Bentuk pemahaman ini
adalah pertama, paham terhadap aqidah Islam dengan baik dan benar, berpegang
teguh pada dalil Al-Qur‟an, As-sunnah dan Ijma‟ Ulama Ahlussunnah wa Jam‟ah.
Kedua, pemahaman terhadap tujuan hidup dan posisinya di antara manusia. Ketiga,
13
pemahaman terhadap ketergantungan hidup untuk akhirat dengan tidak
menunggalkan urusan dunia.14
Da‟i juga hendaknya harus mengetahui situasi Negara kota yang dituju, sejarah
kota, sistem pemerintahan, kepercayaan tradisi dan keadaan sosial ekonomi daerah
tersebut agar pembicaraan dan pembuatannya berhasil dan berfaedah. Selain itu, da‟i
juga hendaknya menguasai bahasa Arab dan bahasa daerah yang dituju serta bisa
menggabungkan pengetahuan lam dengan pengetahuan modern dan mampu memilih
judul atau tema guna menghindari kesalah fahaman hokum dan aqidah. Dengan
memahami kondisi fisik dan psikis masyarakat daerah yang dituju, da‟i akan dengan
mudah masuk kehati masyarakat dan mengajarkan ajaran Islam yang murni.
Dakwah tidak akan bisa dilepas dari ruhnya yakni dengan kerinduan dan kasih
sayang yang tulus antara sesama aktivis dakwah maupun jalinan ruhnya antara da‟i
dan mad‟unya. Sebagai da‟i ataupun da‟iyah hendaknya memahami 4 prinsip dasar
dalam berdakwah. Hal ini dijadikan tolak ukur dalam menetapkan langkah-langkah
yang akan diambil dalam berdakwah. 4 prinsip dasar itu adalah:
1) Dakwah harus ditujukan pertama kalinyapada kerabat-karabat yang dekat sebab
merekalah yang paling berhak memperoleh dakwah. Keimanan mereka akan
menjadi benteng kekuatan bagi da‟I ketika orang lain memusuhinya. Hal ini juga
terbukti pada zaman Jahiliyah.
2) Sikap tawadhu pada pada orang-orang mukmin agar memperkokoh keimanannya
dan mempertahankan keikhlasan mereka.
14
3) Tidak perduli terhadap pengingkaran dan maksiat yang dilakukan oleh orang
musyrik setelah mereka diberi peringatan. Cukuplah berpaling dari apa-apa yang
mereka kerjakan.
4) Dengan kontiunitas untuk melakukan dakwah tanpa perduli terhadap
ancaman-ancaman yng dihadapinya serta bertawakal kepada Allah dengan jalan
menyerahkan segala urusan pada-Nya.15
Untuk melaksanakan 4 prinsip dasar tersebut, seorang da‟I hendaknya memiliki
sifat Amanah (terpercaya), Shidiq (jujur dan benar), Ikhlas (kasih sayang), Rifq dan
Hilm (penyantun), Sabar, Hirsh (perhatian yang besar), dan Istiqomah (terus
menerus).
b. Sasaran Dakwah
Dakwah tidak lepas dari sasaran dakwah, yakni mad‟u. Sasaran dakwah adalah
sekelompok manusia yang sangat membutuhkan da‟I untuk membimbing mereka
mengenai ajaran –ajaran agama. Beberapa sasaran dakwah adalah:
1) Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi sosiologis,
berupa masyarakat terasing, pedesaan, kota besar dan kecil, serta masyarakat di
daerah marginak di kota-kota besar.
2) Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari struktur kelembagaan
berupa masyarakat, pemerintah dan keluarga.
3) Sasaran yang berupa kelompok-kelompok masyarakat dilihat dari segi sosial
kultural berupa golongan priyai, abangan dan santri.
15
4) Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari segi
okupasional atau profesi, berupa golongan petani, pedagang, seminar buruh.
5) Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari segi usia
berupa golongan anak-anak, remaja dan orang tua.
6) Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi tingkat hidup
sosial ekonomi berupa golongan wanita dan pria.
7) Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat yang dilihat dari segi kelamin
berupa golongan wanita dan pria.
8) Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat tuna susila, tuna wisma,
tuna karya, narapidana, dan lain-lain.16
Dengan demikian maka sasaran dakwah ini bisa didekati dengan mengagungkan
pendekatan yang berbeda-beda sesuai dengan pergolongannya.
c. Materi Dakwah
Pada dasarnya materi dakwah adalah seluruh ajaran Islam yang secara murni
tertulis dalam Al-qur‟an dan diperjelas oleh Nabi Muhammad SAW dalam Al-Hadits
sebagai sumber utama materi dakwah. Berkaitan dengan materi dakwah ini Barmawy
Umari menjelaskan bahwa materi dakwah ada sepuluh bagian, yaitu:
1) Aqidah, menyebarkan dan menanamkan pengertian aqidah Islamiah yang
berpangkal dari rukun iman yang prinsipil dan segala perinciannya.
16
2) Akhlak, yaitu menerangkan akhlakul karimah (akhlak yang mulia) dan akhlakul
mazmumah (akhlak yang tercela) dengan segala dasarnya, hasilnya dan akibatnya,
kemudian diikuti dengan contoh-contoh yang telah berlaku dalam sejarah.
3) Ahkam, yaitu menjelaskan aneka ragam hukum yang meliputi soal-soal ibadah,
muamalat, ahwalus syakhsiah yang wajib diamalkan oleh setiap muslim dan
masalah lainnya.
4) Ukhuwah, yaitu menggambarkan persaudaraan yang dikehendaki Islam antar
penganutnya sendiri serta sikap pemeluk Islam terhadap golongan lain (non)
muslim.
5) Sosial, yaitu yang mengemukakan bagaimana solidaritas menurut hukum agama,
tolong menolong, kerukunan hidup sesuai dengan ajaran Al-Qur‟an dan Hadits
-hadits Nabi.
6) kebudayaan, yaitu memupuk bentuk-bentuk kebudayaan yang tidak bertentangan
dengan norma-norma agama, mengingat pertumbuhan kebudayaan dengan sifat
asimilasi dan akulturasi sesuai dengan ruang dan waktu.
7) Kemasyarakatan, yaitu menguraikan kontruksi masyarakat yang penuh ajaran
Islam, dengan tujuan keadilan dan kemakmuran bersama.
8) Amar Ma‟ruf, yaitu mengajak manusia untuk berbuat baik guna memperoleh
9) Nahi Munkar, yaitu melarang manusia dari perbuatan jahat agar terhindar dari
mala petaka yang akan datang.17
Pada hakikatnya materi dakwah Islam tergantung pada tujuan dakwah yang
hendak dicapai. Namun secara global dapatlah dikatakan bahwa materi dakwah dapat
diklasifikasikan menjadi tiga hal pokok, yaitu:
1) Masalah keimanan (Aqidah)
2) Masalah Keislaman (Syariah)
3) Masalah Budi Pekerti (Akhlakul karimah)
Ajaran-ajaran Islam ini wajib disampaikan kepada umat manusia dan mengajak
mereka agar mau menerima dan mengikutinya.
d. Metode Dakwah
Secara etimologi, kata metode berasal dari dua kata, yaitu meta yang berarti
melalui dan hodos yang berarti jalan atau cara. Dengan demikian, arti metode ialah
cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.18
Metode dakwah dapat diaktualisasikan melalui dakwah yang disampaikan dengan
hikmah, mauizzah hasanah dan mujadalah dengan cara yang baik dan tidak
menggunakan paksaan ataupun kekerasan. Selain itu juga dengan melalui Tarbiyah
Islamiyah yang asasnya adalah minhaj al-qur‟an dan metode rasul yaitu dengan
menanamkan akhlak yang mulia, nilai-nilai kehidupan yang kokoh dan pemahaman
17
Barmawy Umar, Azas-azas Ilmu Dakwah, (Solo: CV. Ramadhani, 1987). Cet. Ke-2. h.57-58
18
Islam yang benar. Serta mendirikan bangunan Islami sebagai tempat mereka dididik
dengan pendidikan Islam. 19
Cara-cara berdakwah ditegaskan dalam al-qur‟an, surat An-nahl ayat 125, yaitu:
Artinya: “Serulah (semua manusia) kepada jalan tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah ynga sangat mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang yang dapat petunjuk”.
(QS. An-Nahl:125)
Berdasarkan ayat di atas, terdapat tiga prinsip yang berhubungan dengan metode
dakwah, yaitu:
a. Dakwah bil hikmah, yaitu dakwah dengan perkataan yang jelas, tegas, benar,
serta dapat membedakan antara yang hak dan yang batil. Metode ini cocok
untuk mereka yang mempunyai daya nalar yang tinggi dan memiliki
kemampuan lebih dalam menangkap makna yang disampaikan dan bersikap
kritis.
b. Dakwah bil mau’izhah hasanah, yaitu dakwah dengan tutur kata yang
membawa kepada kebaikan melalui penyampaian kabar gembira, peringatan,
kisah-kisah terdahulu, dan berbagai perumpamaan.
19Jum‟ah Amin Abdu
c. Dakwah bil mujadalah billati hiya ahsan, yaitu bertukar pikiran dengan cara
yang baik dengan argumentasi yang kuat, tanpa menyinggung perasaan. Metode
ini cocok bagi kaum intelektual yang menyukai hal-hal yang bersifat rasional. 20
Metode dakwah sangat diperlukan dalam proses dakwah guna keberhasilan dan
perkembangan dakwah Islam. Tanpa metode dakwah yang tepat dan sesuai dengan
kontekstualitasnya, sulit rasanya perkembangan dakwah akan berhasil dengan baik.
Berdakwah pada era modern, yang sasarannya semakin kompleks dan heterogen
menuntut pelaksanaan dakwah secara metodologis agar dapat sesuai dengan
perubahan dan perkembangan zaman.
e. Alat atau Media Dakwah
Arti media bila dilihat dari asal katanya berasal dari bahasa latin yaitu “median”
yang berarti alat perantara. Sedangkan kata media merupakan jamak dari pada kata
“median” tersebut. Pengertian media secara istilah berarti segala sesuatu yang dapat
dijadikan sebagai alat (perantara) untuk mencapai suatu tujuan tertentu.21
Media yaitu segala sesuatu yang dapat membantu juru dakwah dalam
menyampaikan dakwahnya secara efektif dan efesien. Jabatan dan sebagainya. Jadi
media dakwah adalah perantara atau penghubung yang digunakan oleh da‟i untuk
menyampaikan pesan-pesan dakwah pada mad‟u.
Dalam kamus istilah komnikasi, media berarti sarana yang digunakan oleh
komunikator sebagai saluran untuk menyampaikan pesan kepada komunikan, apabila
20
Fakhruddin Ar-Razi, Mafatih Al-Ghaib, yang di akses dari http://www.altafsir.com
21
komunikan jauh tempatnya, banyak jumlahnya atau keduanya. Jadi segala sesuatu
yang dapat digunakan sebagai alat Bantu dalam berkomunikasi disebut media
komunikasi. Adapun bentuknya dan jenisnya berupa ragam.22
Ada dua macam media dilihat dari segi sifatnya, yaitu:
1. Media tradisional, yaitu berbagai macam benda seni dan pertunjukan yang secara
tradisional dipentaskan didepan umum terutama sebagai hiburan yang memiliki
sifat komunikasi seperti: drama, pewayangan dan sebagainya.
2. Media modern, yaitu media yang dihasilkan dari teknologi seperti: surat kabar,
radio, televisi dan sebagainya.23
Fungsi media massa dalam dakwah adalah untuk menyiarkan informasi, mendidik,
menghibur, dan mempengaruhi. Pada dasarnya media dakwah terbagi pada media
cetak dan media elektronik. Media cetak dicontohkan seperti surat kabar, buku dan
majalah. Sementara media elektronik dicontohkan dengan radio, televisi, dan internet.
f. Tujuan Dakwah
Adapun mengenai tujuan dakwah, Toto Tasmara sebagai pakar komunikasi pernah
menyampaikan, tujuan dakwah adalah menegakkan ajaran Islam kepada setiap insan,
baik secara individu maupun masyarakat, sehingga ajaran tersebut mampu
mendorong suatu perbuatan yang sesuai dengan ajaran tersebut. 24
22
Ghozali B C. TT, Kamus Istilah Komunikasi, (Bandung: Djambatan, 1992), h. 227
23
Adi Sasono, Solusi Islam atas problematika Umat, Ekonomi, Pendidikan, dan Dakwah,
(Jakarta: Gema Insani Press, 1998), Cet ke-1, h. 154
24
Sementara itu, menurut Shiddiq Amin dalam Dakwah Kontemporer Pola
Alternatif Dakwah Melalui Televisi menjelaskan bahwa tujuan dakwah ialah
memahami, mengimani, menilai antara hak dan batil, mengamalkan, dan
mengajarkan ajaran Islam. 25
Pokok tujuan dakwah adalah memenuhi perintah Allah dengan melaksanakan
perintah-Nya, untuk mengajarkan manusia berbuat baik, dan melarang berbuat keji
dan munkar, sebagaimana tercantum di dalam surat Al-Imran ayat 110:
Artinya:”Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik dari mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang
yang fasik.” (Q.S Al-Imran: 110)
Dakwah juga bertujuan untuk memanggil kepada syariat dan memecahkan
persoalan hidup perseorangan atau persoalan berumah tangga, berjama‟ah,
bermasyarakat, berbangsa, bersuku bangsa, bernegara, dan berantar Negara, dakwah
juga bertujuan memanggil kepada fungsi hidup sebagai hamba Allah di atas dunia
yang terbentang luas ini yang berisikan manusia berbagai jenis dan bermacam
kepercayaan, yakni fungsi sebagai Syuhada „Ala „an- nas, menjadi pelopor dan
25
pengawas bagi umat manusia dakwah juga dapat memanggil kepada tujuan hidup
yang hakiki, yakni menyembah Allah SWT.26
Dengan tujuan yang jelas, dakwah mudah dikemas sesuai dengan keahlian atau
teknologi yang berkembang. Dengan demikian, tujuan dakwah hendaknya menjadi
titik ukur terbesar dari setiap kegiatan dakwah.
3. Bentuk-bentuk Dakwah
Berdasarkan bentuk-bentuk penyampaiannya metode dakwah dapat
dikelompokkan dalam tiga katagori yitu :
1) Dakwah Bil-Lisan, yaitu dakwah dilakukan dengan menggunakan lisan
2) Dakwah Bil-Qalam, yaitu dakwah dengan menggunakan tulis menulis berupa
artikel atau naskah yang kemudian dimuat di dalam majalah atau surat kabar,
brosur bulletin dan sebagainya
3) Dakwah Bil-Haal, yaitu dakwah yang dilakukan melalui berbagai kegiatan yang
langsung menyentuh kepada masyarakat sebagai objek dakwah dengan karya
subjek dakwah serta ekonomi sebagai materi dakwah.27
Sedangkan Asmuni Syukir dalam bukunya Dasar-dasar strategi dakwah
menyatakan bentuk-bentuk dakwah adalah:
26
M. Natsir, Dakwah dan Pemikirannya, (Jakarta: GIP, 1999), cet. Ke-1, h. 70
27
a) Dakwah Bil-Lisan
Metode dakwah Bil-Lisan adalah merupakan salah satu cara di dalam
penyampaian pesan-pesan dakwah dengan menggunakan lisan atau dikenal juga
dengan istilah metode ceramah.
Ceramah adalah suatu tehnik atau metode dakwah yang banyak diwarnai oleh ciri
karakteristik bicara oleh seorang da‟i pada suatu aktivitas dakwah. Ceramah dapat
pula bersifat propaganda, kampanye, berpidato, sambutan, mengajar dan lain
sebagainya. Metode ceramah sebagai salah satu metode atau tehnik berdakwah tidak
jarang dipergunakan oleh da‟i-da‟i ataupun para utusan Allah dalam usaha
nenyampaikan risalah-Nya.
Dengan demikian untuk dakwah Bil-Lisan merupakan ilmu yang membicarakan
tentang cara-cara berbicara di depan massa (orang banyak), dengan tutr kata yang
baik agar mampu mempengaruhi para pendengar untuk mengikuti paham ajaran yang
dipeluknya. Oleh karena itu antara metode ceramah dengan bentuk dakwah Bil-Lisan
tidak ada perbedaan yang prinsifil namun hanyalah berbeda istilah belaka (sinonim).28
b) Dakwah Bil Qalam
Suatu cara atau retorika di dalam penyampaian isi dakwah dengan cara melalui
qalam (tulisan). Dalam hal ini dapat dicontohkan melalui media cetak (surat kabar
dan majalah).
28
Dakwah sebagai suatu kegiatan komunikasi keagamaan dihadapkan kepada
perkembangan dan kemajuan teknologi komunikasi yang semakin canggih
memerlukan suatu adaptasi terhadap kemajuan ini, artinya dakwah dituntut agar
dikemas dengan terapan media komunikasi sesuai dengan ragam mad‟u. atau
dengan bahasa lain dakwah yang demkian merupakan Dakwah yang komunikatif.29
Pada dasarnya dalam istilah faktor tulisan atau menulis merupakan media awal
yang sama usianya dengan media tatap muka.
c) Dakwah Bil Haal
Dakwah Bil-Haal adalah suatu istilah yang terdiri dari dua kata yang digabungkan
yaitu kata dakwah dan kata hal (ل اح ) yang berarti berubah, haal (ل اح) berarti hal
ikhwal. Haal (ل اح) bisa juga berarti perpindahan, gerakan (gerak), berarti
menunjukkan keadaan.30
Kata Bil-Haal berarti menunjukkan suatu keadaan atau tindakan, sedangkan
dakwah secara umum mengandung arti suatu usaha untuk merubah dan memperbaiki
keadaan yang kurang baik kearah yang lebih baik dalam kaitan ini dakwah Bil-haal
sebagai uraian dalam upaya dakwah dengan menggunakan metode praktis dalam
menjalankan dan memperaktekan ajaran agama itu sendiri.
Secara umum pengertian dakwah Bil-Haal adalah segala gerak amal perbuatan
dalam berinteraksi terhadap sesama manusia, alam dan lingkungannya, baik
29Hamzah Ya‟kub,
Publisistik Islam Teknik Dakwah dan Leadership (Bandung: Di Ponegoro, 1972), h. 47-48
30
perbuatan itu berupa ibadah, akhlak maupun muamalah yang disesuaikan dengan
ajaran agama Islam untuk mencapai keridhoan Allah.
Pengertian dakwah Bil-Haal secara luas adalah seluruh kegiatan dakwah di dalam
bentuk perbuatan nyata untuk memecahkan persoalan suatu lingkungan masyarakat.31
Bil Haal adalah dakwah yang dilakukan dengan perbuatan yang meliputi
keteladanan. Metode dakwah ini dapat dilakukan oleh setiap individu tanpa harus
memiliki keahlian khusus dalam bidang dakwah. Dakwah Bil-Haal dapat dilakukan
misalnya, dengan tindakan nyata yang dari karya nyata tersebut hasilnya dapat
dirasakan secara kongkrit oleh masyarakat, seperti pembangunan rumah sakit atau
fasilitas-fasilitas yang digunakan untuk kemaslahatan umat.32
C. Majlis Ta’lim
1. Pengertian Majlis Ta’lim
Majlis Ta‟lim berasal dari dua kata yakni dan kata dalam teks
bahasa arab berasal dari kata yang berarti duduk. Sedang kata merupakan
isim masdhar yang mengandung arti “tempat duduk”.33
Kemudian kata berasal dari kata diikuti dengan wazan Menjadi
Yang berarti tempat belajar atau pengajaran. Kata juga dapat diartikan
31
Husein As Segaf, Pembangunan nasional Dakwah Bil Haal, (Mimbar Ulama No. XV/ 159) h. 66
32
M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarat: Kencana, 2003), h. 223
33
“mengajarkan”.34 Dengan demikian majlis ta‟lim diartikan sebagai tempat untuk
melaksanakan pengajaran atau pengajian agama Islam.35
Musyawarah Majlim Ta‟lim se DKI Jakarta yang berlangsung pada 9-10 Juli
1980, memberikan batasan Majlis Ta‟lim sebagai berikut Lembaga pendidikan non
formal Islam yang memiliki kurikulum tersendiri, diselenggarakan secara berkala dan
teratur, dan diikuti oleh jamaah yang relatif banyak; dan bertujuan untuk membina
dan mengembngkan hubungan yang santun dan serasi antara manusia dengan Allah
SWT, antara mnusia sesamanya, dan antara manusia dengan lingkungannya dalam
rangka membina masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT.36
Bagi sebagian masyarakat Jakarta, dan mungkin juga masyarakat lainnya. Majlis
Ta‟lim juga berarti penguyuban, orientasi pikiran dan kehidupan, wawasan agama
dan kemasyarakatan, bahkan Majlis Ta‟lim adalah organisasi, tradisi, pembentuk
solidaritas dan rekreasi sehat pengisi waktu yang lowong. Peranan yang cukup
bervariasi ini kemungkinan besar karna kedudukannya sebagai lembaga non formal.
Masyarakat yang wataknya senang berkumpul sangat terikat dengan Majlis Ta‟lim
yang akhirnya menjadi ciri khas kehidupan dan kesemarakan agama di Indonesia. 37
34Asad M. Kalah, “
Kamus Bahasa Indonesia-Arab”, (Yogyakarta: Bulan Bintang, 1987), cet.
Ke-2, h. 8
35
Koordinasi Dakwah Islam (KODI),Pedoman Majlis Ta’lim Jakarta, (DKI, 1981), h. 1
36
Ismet Firdaus, Lisma Dyawati Fuaida, Nurkhayati, Ahmad Zaky, Pengalaman Al-Qur’an
Tentang Pemberdayaan Dhu’afa (Jakarta: Dakwah Press: Universitas Syarif Hidayatullah), h. 81-82
37
Pada perkembangan selanjutnya Majlis Ta‟lim dimaknakan bukan sekedar tempat,
akan tetapi sebagai lembaga atau institusi yang menyelenggarakan pengajaran atau
pengajian.
Dengan dibatasinya bahwa Majlis Ta‟lim sebagailembaga pendidikan non formal
masyarakat Islam, maka Majlis Ta‟lim bukanlah lembaga formal seperti madrasah,
sekolah, pondok pesantren atau perguruan tinggi. Majlis Ta‟lim juga bukan organisasi
massa atau organisasi politik, namun demikian Majlis Ta‟lim mempunyai kedudukan
penting karena ia langsung berada di tengah masyarakat umum yang sekaligus
menjadi sasaran pembinaan Majlis Ta‟lim itu sendiri.38
2. Fungsi Majlis Ta’lim
Adapun fungsi Majlis Ta‟lims adalah sebagai sarana atau tempat untuk belajar,
mengajar serta mendalami ilmu agama bagi masyarakat dan juga sebagai lembaga
dakwah dan dapat dikatakan juga sebagai lembaga non formal adalah:
1) Membina dan mengembangkan ajaran Islam dalam rangka membentuk
masyarakat yang betaqwa kepada Allah SWT.
2) Sebagai taman rekreasi rohaniah, karena penyelenggaraannya yang santai.
3) Sebagai ajang berlangsungnya silaturrahmi massal yang dapat menghidup
suburkan dakwah dan Ukhuwah Islamiyah.
4) Sebagai sarana dialog berkesinambungan antara ulam dan umaro dan umat.
38
Ismet Firdaus, Lisma Dyawati Fuaida, Nurkhayati, Ahmad Zaky, Pengalaman Al-Qur’an
5) Sebagai media penyampaian gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan umat
dan bangsa pada umumnya.39
3. Jenis-jenis Majlis Ta’lim
Majlis Ta‟lim sebagai lembaga non formal di masyarakat merupakan sarana yang
sangat potensial untuk menyampaikan dakwah Islam dan membina masyarakat.
Jumlahnya amat banyak, hamper tersebar di seluruh provinsi, kabupaten atau kota,
bahkan hingga keetingkat RW dan RT sekalipun. Majlis Ta‟lim ini menjangkau
seluruh lapisan masyarakat mulai dari masyarakat kelas atas, kelas menengah hingga
kelas bawah.
Seandainya Majlis Ta‟lim menunjukkan perbedaan-perbedaan, hal itu bukan
disebabkan oleh fungsinya, tetapi oleh perbedaan lingkungan jama‟ah Majlis Ta‟lim
itu sendiri dan arena organisasi, yaitu bagaimana Majlis Ta‟lim dikelola, besar
kemungkinan juga karena adanya perbedaan mengenai isi materi yang diajarkan atau
disampaikan. Majlis Ta‟lim dapat diklasifikasikan berdasarkan pada lingkungan,
kegiatan-kegiatan organisasi dan lain-lain.40
Dilihat dari lingkungan sosial jama‟ah Majlis Ta‟lim terdapat macam-macam
tingkatan Majlis Ta‟lim di antaranya:
1) Majlis Ta‟lim pinggiran. Istilah pinggiran dalam hal ini tidak berarti pinggiran
kota, akan tetapi menunjukkan pemukiman lama yang umumnya dialami oleh
masyarakat ekonomi lemah.
39
Koordinasi Dakwah Islam (KODI), Pedoman Mjlis Ta’lim Jakarta…,h. 8
40Hasbullah, “Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia.”
2) Majlis Ta‟lim gedongan. Majlis Ta‟lim ini terdapat di daerah elit lama dan baru,
di mana penduduknya dianggap kaya dan terpelajar.
3) Majlis Ta‟lim komplek, Institusi tertentu membangun perumahan untuk
karyawan, seperti Bank, PLN, dan lain-lain. Majlis Ta‟lim komplek jama‟ahnya
terdiri dari golongan menengah dan punya ikatan dengan instansi yang
membangun komplek.41
4) Majlis Ta‟lim pemukiman baru. Tumbuh di perumahan baru, jama‟ahnya
terpelajar, ekonomi,karyawan, dan tidak terikat oleh Instansi.
5) Majis Ta‟lim kantoran. Diselenggarakan oleh karyawan suatu kantor, mempunyai
ikatan yang sangat erat dengan kebijaksanaan kantornya.
6) Majlis Ta‟lim khusus. Misalnya, pengajian para mentri, jama‟ah haji PIV, dan
keluarga besar daerah.42
7) Majlis Ta‟lim kelompok usaha. Jama‟ahnya remaja dengan aliran politik atau
keagamaan tertentu.
Materi pokok yang diajarkan dalam Majlis Ta‟lim semestinya mencangkup:
Aqidah Islam, hukum-hukum syara‟ untuk individu, hukum syara‟ dalam pendidikan
anak dan fiqih Islam dalam konteks keyakinan.
Dari sisi pemberi materi, maka pemberi materi dalam Majlis Ta‟lim haruslah
orang-orang yang:
41Tuti Awaliyah A.S.,”Strategi Dakwah Di LIngkungan Majlis Ta’lim” (Bandung: Mizan,
1997), cet. Ke-1, h.8
42
a) Memiliki aqidah yang kuat
b) Memiliki ilmu dan wawasan yang cukup dan ma uterus belajar dan terbuka untuk
mengembangkan ilmudan wawasannya tersebut
c) Menguasai metode mengubah perilaku manusia
d) Sabar dan tawakal dalam mengubah perilaku mad‟unya
e) Dapat memberi tauladan yang baik
Jadi pemberi ilmu di Majlis Ta‟lim tidak cukup sekedar mengajarkan hukum, tapi
juga menumbuhkan motivasi atau dorongan dari aqidah, untuk menjalankan hukum
tersebut, agar dapat menciptakan manusia-manusia yang berguna baik dalam
mendidik atau membimbing keluarga agar menjadi manusia yang berkualitas. Yakni
tidak hanya cerdas tetapi juga peduli terhadap Islam dan kaum muslimin.
Menurut tempat penyelenggaraannya, Majlis Ta‟lim terbagi ke dalam tiga
klasifikasi:
a) Di masjid atau mushola
b) Di madrasah atau ruang khusus semacam itu
c) Di ruang atau aula kantor
Sedangkan menurut organisasi jama‟ahnya, maka ada beberapa Majlis Ta‟lim
antara lain Majlis Ta‟lim yang dibuka, dipimpin,dan tempat khusus yang dibuat oleh
pengurus sendiri atau guru. Majlis Ta‟lim yang didirikan, dikelola, dan ditempati
kepengurusannya (di pemukiman atau di kantor). Majlis Ta‟lim yang mempunyai
organisasi induk seperti Aisyah , Muslimah, Al-Hidayah dan lain-lain.43
43
BAB III
BIOGRAFI USTADZ AHMAD GOZALI DAN PROFIL MAJLIS TA’LIM MIFTAAHUSSA’ADAH
A. Biografi Ustadz Ahmad Gozali
Ustadz Ahmad Gozali lahir di kota Bawang yakni Brebes, bertepatan pada
tanggal 8 Agustus 1963, Brebes terkenal dengan bawang dan telurnya. Ayahnya
bernama Wasbani dan ibunya bernama Sudanah itu adalah nama ciri khas Jawa
terdahulu dan beliau memiliki saudara kandung berjumlah 13 orang.1
Sejak usia SD beliau dianugerahi oleh Allah SWT tampil beda dengan umumnya
anak-anak pada saat itu sejak usia SD kelas 4 sampai kelas 6, beliau termasuk di antar
kategori anak yang rajin mengaji bahkan di saat itu di dalam hatinya sudah tertanam
rasa mahabbah terhadap agama, mahabbah terhadap guru-guru agama dan mahabbah
terhadap para ulama. Atas dasar mahabbahnya terhadap agama itu mendorong di
dalam hatinya “sayalah dakwah” yaitu dakwah Bil Hal. Apa bukti dari dakwah Bil
Hal itu?
Masa kecil beliau habiskan di masjid, antara rumah beliau dengan masjid berkisar
hampir 1 kilo, beliau tinggal di masjid tersebut, tidur di masjid hamper
bertahun-tahun. Sisa-sisa waktu setelah ibadah sholat beliau mengabdikan diri untuk bakti
kepada orang tua dengan membantu ke sawah, yaitu menanam bawang atau padi
1
Wawancara Pribadi dengan Ustadz Ahmad Gozali, Serpong, 12 juli 2010
sampai ashar, dan pagi-paginya beliau berjualan bawang begitulah sampai sekolah
SD selesai.
Setelah selesai SD, beliau mengikuti ujian untuk masuk SMP, dan beliau
mendapat rengking 1 tapi orang tua tidak mendorong, tapi dorongan itu dating dari
teman-teman beliau, tapi bibenak hati beliau “saya harus pesantren” dan keinginan
serta dorongan dari teman-teman beliau batalkan.
Beliau nunggu 1 tahun agar berangkat ke pesantren tapi tidak jadi berangkat,
kemudian nunggu satu tahun lagi tapi tidak berangkat juga. Tapi di dalam hatinya
terdorong agar segera berangkat karena rasa inginnya beliau mempunyai ilmu agama
yang tentunya berguna bagi diri sendiri, keluarga dan umat.
Karena rasa mahabbahnya terhadap ilmu agama Ustadz Ahmad Gozali
bersilaturrahmi ke rumah pamannya yang bernama Tauhid, di Kebon Jeruk agar
mendapat dukungan agar dapat belajar di Pesantren kemudian paman beliau
mengizinkan.
Lalu beliau sebelum pergi ke Pesantren, beliau pergi ke Jakarta terlebih dahulu
tanpa meminta izin kepada orang tua, karena pada saat itu pasti tidak di izinkan dan
apakah itu bertentangan dengan agama? Tentu tidak karena beliau berpegang kepada
hadits Nabi yang berbunyi “ kalau tidak menurut kepada orang tapi itu tidak
bertentangan dengan maksiat kepada Allah itu boleh” dengan berpegang teguhnya
beliau kepada hadits tersebut beliau dengan BISMILLAH beliau tetap berangkat.
Kehidupan keluarga beliau adalah termasuk keluarga yang sangat sederhana
berangkat, di Jakarta beliau membantu pamannya yang bergerak dibidang warteg
selam 4 bulan beliau membantu pamannya dan mendapat upah untuk biaya berangkat
ke Pesantren yaitu Pesantren Tanfidzul Ahkam di Rangkas Bitung Banten pada tahun
1981.2
Di Pesantren beliau tidak mempunyai biaya di sana beliau mengkondisikan diri
menjadi pelayan Kiayi dalam arti Khodimul Ulama. Dan sekitar 1 tahun setengah
beliau pindah ke Al-Fadlu Wal fadhiilah di Kali Wungu Semarang, kira-kira 2 tahun
orang tua beliau datang dan meminta beliau pulang untuk membantu orang tua di
rumah, beliau menangis pada saat itu tapi beliau punya prinsip untuk berbicara
kepada orang tua, beliau meminta diberi kesempatan untuk diizinkan belajar di
Pesantren agar dapat membuahi sebuah harapan untuk orang tua dan harapan untuk
umat itulah prinsip yang beliau pegang.
Pada saat itu beliau berbicara kepada orang tuanya, “bapak ibu kalau seandainya
saya pulang bersama bapak dan ibu hari ini bukannya saya tidak mau, saya berfikir
kalau seandainya saya pulang membantu bapak dan ibu selama bertahun-tahun tapi
tidak kaya jadi yang menjadi korban adalah anak. Anak tidak punya ilmu, tapi kalau
seandainya saya belajar di sini Insya Allah akan membuahi sebuah harapan yang
tentunya berguna bagi diri sendiri, keluarga dan umat Insya Allah” kemudian orang
tua beliau mengizinkan beliau untuk menuntut ilmu.
Kemudian beliau dianugerahi oleh Allah yaitu ketika pindah dari Banten ke
Semarang beliau SP 2 tahun, Tsanawiyah 3 tahun, Aliyah 3 tahun, kemudian
2