• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Sambungan Pemikul Momen Pada Struktur Portal Baja Menggunakan Sambungan Tipe End Plate

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Sambungan Pemikul Momen Pada Struktur Portal Baja Menggunakan Sambungan Tipe End Plate"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Dewabroto,Wiryanto, 2010, “Struktur Baja Perilaku Analsisis dan Desain”, Penerbit Erlangga, Jakarta

Setiawan, Agus, 2008, “Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD”, Penerbit Erlangga, Jakarta

Weaver,William Jr, dan Jhanson , R , 1996, “Element Hingga Untuk Analisa Struktur”,Penerbit Eresco, Bandung

Salmon,Charles, G, dan Jhanson , E , 1995, “Struktur Baja”, Penerbit Erlangga Jakarta

Brockenbrought,Roger, L, dan Merrit , S , 1999, “Structural Steel Designer Handbook”,Penerbit Mcgraw-Hill, inc, london

Saggaff, A. dan Fikri, I., 2010,“Analisa Perilaku Sambungan Balok Baja dengan Kolom Cruciform menggunakan Extended Plate”, Jurnal Konfrensi Nasional Pasca Sarjana Teknik Sipil, Bandung, ITB

Utomo, Junaidi., 2008, “Sambungan Momen Seismik Plat Ujung Pada SRPMK dengan Kolom Dalam”, Jurnal Konfrensi Nasional Teknik Sipil, Yogyakarta, Universitas Atmajaya

Taufik, Syahril., 2013, “Numerical Modelling of semirigid connection with high strength Steel”, Journal Study Civil Engineering And Architecture, Volume 2, Universitas Lambung Mengkurat

Zeinnoddini, Vahid., 2014, “Fine Element Analysis of Flush End Plate Moment Connection Under Cyclic Loading”, Journal Construction And Architectural Engineering, Volume 8, World Academy of Science

Bale, Roxana., 2012,“Fine Element Analysis of Beam to Column end plate bolted Connection”, Journal Acta Technica Napocensis, Civil engineering & Architecture, Volume 55,Technical University of Cluj- Napoca

(2)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Umum

Penelitian Tugas Akhir ini dibuat untuk dapat mempelajari kekuatan dari

sambungan momen tipe pelat ujung ( End Plate Connection ) antara system

sambungan yang mengunakan model flush dan model extended Penelitian ini

dimulai dari studi literatur sampai mendapatkan kesimpulan seperti yang

ditunjukkan pada flowchart di bawah ini.

3.2 Flowchart

Berikut merupakan diagram alir penelitian:

Gambar 3.1. Diagram Alir SELESAI

TIPE FLUSH TIPE EXTENDED

PENARIKAN KESIMPULAN DAN SARAN MULAI

PENGUMPULAN DATA (Study Literatur)

PEMILIHAN KRITERIA DESAIN

ANALISA DAN PERENCANAAN SAMBUNGAN TIPE END PLATE (Berdasarkan Acuan SNI 03-1729-2002 dan AISC)

(3)

3.3 Studi Literatur

Studi pada Tugas Akhir ini bertujuan untuk membandingkan penggunaan

plat sambungan yang lebih ekonomis antara sambungan baja plat ujung tipe

Flush dengan sambungan baja plat ujung tipe extended, sebagai model penyambungan momen tipe plat ujung. Tahap ini mempelajari literatur-literatur

yang berkaitan dan relevan dengan masalah penelitian yang diambil, terutama

pada bagian metode-metode analisis yang digunakan. Sumber-sumber referensi

ini dapat berupa buku, jurnal, ataupun data yang di dapat dari internet.

Proses dan Tahap Studi

1) Penelitian diawali dengan perencanaan data-data yang akan dibutuhkan

dalam proses perhitungan, seperti dimensi profil yang akan di gunakan,

dimensi sambungan plat yang akan di gunakan, jenis material bahan yang

digunakan serta baut yang akan di gunakan

2) Perhitungan pembebanan dalam sambungan digunakan asumsi beban

dengan memperhitungkan keruntuhan yang akan terjadi dalam sambungan

yang akan di bebani

3) Akhir dari penelitian ini adalah untuk memperoleh perbandingan

keekonomisan penggunaan sambungan baja tipe flush dan sambungan baja

tipe extended, karena proses pengerjaan kedua sambungan ini dapat

mengukur tingkat kemudahan dalam hal pemasangan dilapangan nanti

3.4 Pemodelan Struktur

Dilakukan perencanaan sambungan untuk balok dan kolom. Dimana kolom

(4)
(5)

3.5 Perencanaan Struktur 3.5.1 Data Perencanaan

1. Kolom

Kolom direncanakan menggunakan Baja Konvensioanal dengan

Penampang WF, Berikut merupakan spesifikasi masing-masing

baja yang digunakan:

 Dimensi Kolom : IWF 350.250.8.12

 Baja Konvensional : BJ 37

-fy : 240 Mpa

- fu : 370 Mpa

- E : 200.000 Mpa

2. Balok

Balok direncanakan menggunakan Baja Konvensioanal dengan

Penampang WF, Berikut merupakan spesifikasi masing-masing

baja yang digunakan:

 Dimensi Kolom : IWF 300.200.8.12

 Baja Konvensional : BJ 37

-fy : 240 Mpa

- fu : 370 Mpa

(6)

3. Pelat Sambungan

Pelat direncanakan menggunakan spesifikasi baja berikut :

 Baja Konvensional : BJ 37

-fy : 240 Mpa

- fu : 370 Mpa

- E : 200.000 Mpa

4. Baut

Baut yang direncanakan menggunakan baut hitam dengan

spesifikasi baja yang digunakan sebagai berikut :

 Tipe Baut : Baut A325

- fu : 620 Mpa

3.6 Perbandingan

Perbandingan penggunaan sambungan momen tipe plat ujung antara

sambungan flush dan sambungan extended di dasarkan pada penggunaan berat

baja, dimana semakin ringan baja yang digunakan maka semakin

ekonomis.dikarena tipe sambungan ini typical sehingga akan menambah nilai

ekonomis dari bahan. Dengan asumsi bahwa pembebanan struktur yang timbul

sama, maka kita dapat mencari tingkat ketahanan plat dalam hal menahan gaya

(7)

dengan cara pemasangan yang mudah pemilihan pengunaan sambungan pelat

dapat diterapkan untuk mempersingkat waktu pelaksanaan

3.7 Kesimpulan

Dari studi dan analisa yang telah dilakukan di atas, makan akan

disimpulkan kelebihan dan kekurangan menggunakan sambungan momen tipe

pelat ujung antara sambungan momen tipe flush dengan sambungan momen tipe

(8)
(9)
(10)
(11)

u

Sambungan antara balok dan kolom tersebut direncanakan memikul suatu

momen rencana Mu sebesar 100 KN.m, beban geser Vu sebesar 50 KN, dan

dianalisa menggunakan alat sambung :

- Baut mutu tinggi ( tipe A325), kuat leleh ft = 620 Mpa

4.2 Perencanaan Sambungan End Plate Tipe Flush

(Perencanaan dengan mengunakan diameter baut yang sama besar)

Dari kriteria desain diatas maka kita coba menghitung perencanaan tebal pelat

dan juga diameter baut dengan mengacu AISC 358–2005 4.2.1 Menghitung Nilai Kapasitas Moment untuk baut Konfigurasi sambungan plat untuk tipe flush :

• d1= h–pf–(0.5 tf)

= 300–50–(0.5 x 12 )

= 244 mm

• d2 = h–pf–(0.5 tf ) - pb = 300–50–(0.5 x 12 ) - 100

= 144 mm

• φ = 0.75

• FtA325= 620 Mpa

• Mu = 100 KN.m

Maka diameter baut yang digunakan,

• db reqd = ∅ ( )

= .

. , . .( ) x 103

= 18,79 mm

(12)

Periksa kekuatan baut :

• Pt = Ft . Ab

= 620 . . x 10-3 = 194,68 KN

Periksa gaya terfaktor pada sayap balok

• C = T =

= ( )

= 347,22 KN

syarat batas,

nbaut . Pt > C

3. 194,68 KN > 347,22 KN

584 KN > 347,22 KN………. Ok

Pemeriksaan kekuatan sambungan terhadap gaya yang direncanakan

• Moment nominal yang bekerja pada sambungan baut :

Mn =φ.2. Pt.(d1+d2)

= 0,75. 2.194,68.(244+144) x 10-3 = 113 KN.m

syarat batas, Mn > Mu

113 KN.m > 100 KN.m………. Ok

Pemeriksaan kekuatan sambungan terhadap kekuatan elastis balok

• Analisa Kekuatan Elastis pada balok :

Sx =

,

=

, . = 753,33 cm

(13)

My = Sx. Fy

= 753,33 cm3. 240 Mpa x 10-3 = 181 KN.m

syarat batas,

Mn < My

113 KN.m < 181 KN.m ………. Ok

Pemeriksaan kekuatan sambungan terhadap kekuatan plastis balok

• Analisa Kekuatan Plastis pada balok :

Zx = . . ℎ − + . . ℎ − 2

= 20.1,2. ( 30 − 1,2) + . 0,8. ( 30 − 2.1,2)

= 843,55 cm3

Mp = Zx. Fy

= 843,55 cm3. 240 Mpa x 10-3 = 202 KN.m

syarat batas, Mn < Mp

113 KN.m <202 KN.m ………. Ok

4.2.2 Menghitung Nilai Tahanan Momen pada baut a. Baut pada baris 1

Diasumsikan distribusi kekuatan pada baut pada baris 1 beraksi secara

terpisah dengan distribusi tegangan.

• Untuk area kolom

- m = − 0,8

= − (0,8.20)

(14)

- e =

=

= 50 mm

- mp = . x P

= . 240

= 17,28 KN

• Untuk end plate ( asumsi lebar end plate direncanakan 200 mm )

- e =

= = 50 mm

- n = nilai minimum antara (1,25 . m) dan e pada kolom,

serta nilai e pada end plate (antara 1,25 . 30 =

37,5 mm; dengan 50 mm) = 37,5 mm

Kombinasi antara baut 1 dan 2 :

- Cek tegangan leleh pada sayap kolom :

Leff= 4 . m + (1,25 . e) + p(1-2)

= (4 . 30) + (1,25 . 50) + 100 = 282,5 mm; atau

Leff = (2.π.m) . 2 = (2.π . 30) . 2 = 376,8 mm

Sehingga :

Mp = Leff (min.) . mp = 282,5 . 17,28 = 4881,6 KN.mm

Pr(1) = = . , = 650,88 KN

Pr(1) = ( ) = ( . , ) ( , . .( , ) , ) = 360,95 KN

(15)

- Cek tegangan pada badan kolom :

Lt = 2 . 1,73 +

= 2 . 1,73 + 50

= 223 mm

Pr(1) = Lt. twc. Pyc = 223 . 8 . 240 = 428.16 KN

Ambil nilai Pr(1) terkecil antara sayap dengan badan kolom (antara

360,95 KN dengan 428.16 KN), yaitu 360.95 KN

b. Baut pada baris 2

Cek tegangan leleh pada sayap kolom, dimana Leff= 100 mm

- Mp = Leff. mp = 100 . 17,28 = 1728 KN.mm

- Pr(2) = = . = 230,40 KN

- Pr(2) = ( ) = ( . () ( , . ., ) , ) = 267,51 KN

- Pr(2) = = 2.194,68 = 389,36 KN

Cek tegangan pada badan kolom :

- Lt = P(1-2)

= 100 mm

- Pr(2) = Lt . twc . Pyc = 100 . 8 . 240 = 192 KN

Ambil nilai Pr(2) terkecil antara sayap dengan badan kolom (antara

(16)

Hasil Momen Tahanan :

Baut Baris 1 = Pr1. d1= 360,95 x 244 x 10-3 = 88,07 KN.m

Baut Baris 2 = Pr2. d2= 192 x 144 x 10-3 = 27,65 KN.m

= 115,72 KN.m

syarat batas,

> Mn

115,72 KN.m > 113 KN.m………….. ……… OK

4.2.3 Menghitung Nilai Kapasitas Moment untuk plat sambungan Parameter mekanisme garis leleh plat ujung diambil dari ANSI 358-2005

• h1 = h–pf–tf

= 300–50–12

= 238 mm

• h2 = h–pf–tf–Pb

= 300–50–12 - 100

= 138 mm

• S =

= √200.100

= 70,71 mm

syarat batas, Pf < S

50mm < 70,71 mm………….. gunakan Pf sebagai acuan

• Ps,i = Pb–Pso–ts

= 100–35–14

(17)

• Y = ℎ +

, + ℎ + , + ℎ + , + ℎ + ,

= 238 + + 138 , + + [238(50 + 35) + 138(70,71 + 47)]

= 2374,26 mm

• = 240 Mpa ( mutu plat penyambung )

• = 1,25 koefisien untuk sambungan tipe flush

= 0,9

• tpreq = , . (∅ )∅ . .

= , . , ( )

, . . , x 10

3

= 17,51 mm

Ambil plat dengan tebal 18 mm

Momen pelat yang terjadi

• = Fyp . tp2.Y

= 240 . 182. 2374,26 x 103 = 185 KN.m

syarat batas,

Mn < 0,9 Mpl

113 KN.m < 166 KN.m ………….. OK

Pemeriksaan besaran tahanan pelat penyambung :

• Leff = =

= 100 mm

• mx = Pf –( 0.8 sww)

= 50 –( 0,8 . 8 )

(18)

• ex = 50 mm

• nx = nilai minimum antara (1,25 . mx) dengan nilai ex (antara 1,25 . 43,6 = 54,5 mm; dengan 50 mm)

= 50 mm

• Mp = = . = 1944 KN.mm

• Pr(1) = = .

. = 178.35 KN

Pr(1) = ( ) = ( . ( ,) ( . .) , ) = 249,53 KN

Pr(1) = ΣP = 2.194,68 = 389,36 KN

Pemeriksaan daerah tekan pada pelat penyambung :

• Pada sisi balok :

Pc = 1,4 . Pyb . tfb. Bb > Fc

= 1,4 . 240 . 12 . 200 > 552.95 KN

= 806 KN > 552.95 KN……… OK

• Pada sisi kolom : b1= tfb+ 2 Sww+ 2.tp

= 12 + (2.0,8) + (2.18)

= 49,6 mm

n2= 2[(tfc+ r) . 2,5 ]

= 2[(12+ 20) . 2,5 ]

= 160 mm

Sehingga, Pc = (b1+ n2). tfc. Pyc > Fc

= (49,6 + 160 ) 12 . 240 > 552.95 KN

(19)

Pemeriksaan gaya geser pada web kolom :

Karena sambungan hanya terjadi pada satu sisi saja maka di tinjau

gaya geser yang terjadi :

• Fv = Fc =ΣFri = 552.95 KN

• Pv = 0,6 . Pyc. tfc. Hc > Fv

= 0,6 . 240 . 12 . 350 > 552.95 KN

= 604,6 KN > 552.95 KN………. OK

Pemeriksaan gaya geser vertikal baut :

• Kapasitas geser 1 baut penahan sayap kolom : - Baut daerah geser = Pss = d. tfc. ft

= 4 . 12 . 620

= 29,76 KN

- Baut daerah tarik = Pts = Pss

= 29,76 KN

• Kapasitas gaya geser :

Vn = (ns. Pss ) + (nt.Pts) > Vu

= (1.29,76) + (2.29,76) > 50 KN

= 89,28 KN > 50 KN ……… OK

Kesimpulan Perhitungan

Diameter baut yang di gunakan (db) = 20 mm

(20)

4.3 Perencanaan Sambungan End Plate Tipe Extended

(Perencanaan dengan mengunakan diameter baut yang sama besar)

Dari kriteria desain diatas maka kita coba menghitung perencanaan tebal

pelat dan juga diameter baut dengan mengacu AISC 3582005

4.3.1 Menghitung Nilai Kapasitas Moment untuk baut Konfigurasi sambungan plat untuk tipe Extended :

• d0= h + pfo - (tf/2)

= 300–50–(0.5 x 12 )

= 344 mm

• d1= h - tf - pfi - (tf/2)

= 300–12–50 (0.5 x 12 )

= 232 mm

• φ = 0.75

• FtA325= 620 Mpa

• Mu = 100 KN.m

Maka diameter baut yang digunakan,

• db reqd = ∅ ( )

= .

. , . .( ) x 103

= 15,42 mm

Ambil baut dengan diameter 20 mm

Periksa kekuatan baut :

• Pt = Ft . Ab

= 620 . . x 10-3 = 194,68 KN

Periksa gaya terfaktor pada sayap balok

(21)

=

( )

= 347,22 KN

syarat batas,

nbaut . Pt > C

3. 194,68 KN > 347,22 KN

584 KN > 347,22KN ………. Ok

Pemeriksaan kekuatan sambungan terhadap gaya yang direncanakan

• Moment nominal yang bekerja pada sambungan baut :

Mn =φ.2. Pt.(d0+d1)

= 0,75. 2.194,68.(344+232) x 10-3 = 168 KN.m

syarat batas, Mn > Mu

168 KN.m > 100 KN.m ………. Ok

Pemeriksaan kekuatan sambungan terhadap kekuatan elastis balok

• Analisa Kekuatan Elastis pada balok :

Sx =

,

= , . = 753,33 cm3 My = Sx. Fy

= 753,33 cm3. 240 Mpa x 10-3 = 181 KN.m

syarat batas,

Mn < My

(22)

Pemeriksaan kekuatan sambungan terhadap kekuatan plastis balok

• Analisa Kekuatan Plastis pada balok :

Zx = . . ℎ − + . . ℎ − 2

= 20.1,2. ( 30 − 1,2) + . 0,8. ( 30 − 2.1,2)

= 843,55 cm3

Mp = Zx. Fy

= 843,55 cm3. 240 Mpa x 10-3 = 202 KN.m

syarat batas, Mn < Mp

168 KN.m <202 KN.m ………. Ok

4.3.2 Menghitung Nilai Tahanan Momen pada baut a. Baut pada baris 1 dan baris 2

Diasumsikan distribusi kekuatan pada baut pada baris 1 dan baris 2 beraksi

secara kelompok dengan distribusi tegangan.

• Untuk area kolom

- m = − 0,8

= − (0,8.20)

= 30 mm

- e =

=

= 50 mm

- mp = . x P

= . 240

(23)

Untuk end plate ( asumsi lebar end plate direncanakan 200 mm )

- e =

= = 50 mm

- n = nilai minimum antara (1,25 . m) dan e pada kolom,

serta nilai e pada end plate (antara 1,25 . 30 =

37,5 mm; dengan 50 mm) = 37,5 mm

Kombinasi antara baut 1 dan 2 :

- Cek tegangan leleh pada sayap kolom :

Leff= 4 . m + (1,25 . e) + p(1-2)

= (4 . 30) + (1,25 . 50) + 112 = 294,5 mm; atau

Leff = (2.π.m) . 2 = (2.π . 30) . 2 = 376,8 mm

Sehingga :

Mp = Leff (min.) . mp = 294,5 . 17,28 = 5088,96 KN.mm

Pr(1+2) = = . , = 678,53 KN

Pr(1+2) = ( ) = ( . , ) ( , . .( , ) , ) = 583,41 KN

Pr(1+2) = = 4.194,68 = 778,72 KN

- Cek tegangan pada badan kolom :

Lt = 2 . 1,73 + +

= 2 . 1,73 + 50+ 50

= 273 mm

(24)

Ambil nilai Pr(1) terkecil antara sayap dengan badan kolom (antara

583,41 KN dengan 524.16 KN), yaitu 524.16 KN

Sehingga,

Pr1= Pr2 = = , = 262,08

Hasil Momen Tahanan :

Baut Baris 1 = Pr1. d1= 262,08 x 344 x 10-3 = 180,31 KN.m

Baut Baris 2 = Pr2. d2=262,08 x 232 x 10-3 = 60,80 KN.m

= 241,11 KN.m

syarat batas,

> Mn

241,11 KN.m > 168KN.m………….. ……… OK

4.3.3 Menghitung Nilai Kapasitas Moment untuk plat sambungan Parameter mekanisme garis leleh plat ujung diambil dari ANSI 358-2005

• h0 = h + Pfo

= 300 + 50

= 350 mm

• h1 = h - tf- Pfi

= 300–12–50

= 238 mm

• S =

= √200.100

(25)

238 + , + 350 − + [238(50 + 70,71)]

, . (∅ ) ∅ . .

, . ( )

, . . ,

(26)

• ex = 50 mm

• nx = nilai minimum antara (1,25 . mx) dengan nilai ex (antara 1,25 . 43,6 = 54,5 mm; dengan 50 mm)

= 50 mm

• Mp = = . = 2904 KN.mm

• Pr(1) = = .

. = 266,42 KN

Pr(1) = ( ) = ( . ( ,) ( . .) , ) = 270,04 KN

Pr(1) = ΣP = 2.194,68 = 389,36 KN

Pemeriksaan daerah tekan pada pelat penyambung :

• Pada sisi balok :

Pc = 1,4 . Pyb . tfb. Bb > Fc

= 1,4 . 240 . 12 . 200 > 524 KN

= 806 KN > 524KN……… OK

• Pada sisi kolom : b1= tfb+ 2 Sww+ 2.tp

= 12 + (2.0,8) + (2.22)

= 57,6 mm

n2= 2[(tfc+ r) . 2,5 ]

= 2[(12+ 20) . 2,5 ]

= 160 mm

Sehingga, Pc = (b1+ n2). tfc. Pyc > Fc

= (57,6 + 160 ) 12 . 240 > 524 KN

(27)

Pemeriksaan gaya geser pada web kolom :

Karena sambungan hanya terjadi pada satu sisi saja maka di tinjau gaya

geser yang terjadi :

• Fv = Fc =ΣFri = 554 KN

• Pv = 0,6 . Pyc. tfc. Hc > Fv

= 0,6 . 240 . 12 . 350 > 524 KN

= 604,6 KN > 524KN………. OK

Pemeriksaan gaya geser vertikal baut :

• Kapasitas geser 1 baut penahan sayap kolom : - Baut daerah geser = Pss = d. tfc. ft

= 4 . 12 . 620

= 29,76 KN

- Baut daerah tarik = Pts = Pss

= 29,76 KN

• Kapasitas gaya geser :

Vn = (ns. Pss ) + (nt.Pts) > Vu

= (1.29,76) + (2.29,76) > 50 KN

= 89,28 KN > 50 KN ……… OK

Kesimpulan Perhitungan

Diameter baut yang di gunakan (db) = 20 mm

(28)

4.4 Perencanaan Sambungan End Plate Tipe Flush

(Perencanaan dengan mengunakan tebal pelat yang sama tebal)

Dari kriteria desain diatas maka kita coba menghitung perencanaan tebal

pelat dan juga diameter baut dengan mengacu AISC 358–2005

4.4.1 Menghitung Nilai Kapasitas Moment untuk baut Konfigurasi sambungan plat untuk tipe flush :

• d1= h–pf–(0.5 tf)

= 300–50–(0.5 x 12 )

= 244 mm

• d2 = h–pf–(0.5 tf ) - pb = 300–50–(0.5 x 12 ) - 100

= 144 mm

• φ = 0.75

• FtA325= 620 Mpa

• Mu = 100 KN.m

Maka diameter baut yang digunakan,

• db reqd = ∅ ( )

= .

. , . .( ) x 103

= 18,79 mm

Ambil baut dengan diameter 20 mm

Periksa kekuatan baut :

• Pt = Ft . Ab

(29)

Periksa gaya terfaktor pada sayap balok

• C = T =

= ( )

= 347,22 KN

syarat batas,

nbaut . Pt > C

3. 194,68 KN > 347,22 KN

584 KN > 347,22 KN ………. Ok

Pemeriksaan kekuatan sambungan terhadap gaya yang direncanakan

• Moment nominal yang bekerja pada sambungan baut :

Mn =φ.2. Pt.(d1+d2)

= 0,75. 2.194,68.(244+144) x 10-3 = 113 KN.m

syarat batas, Mn > Mu

113 KN.m > 100 KN.m ………. Ok

Pemeriksaan kekuatan sambungan terhadap kekuatan elastis balok

• Analisa Kekuatan Elastis pada balok :

Sx =

,

=

, . = 753,33 cm

3

My = Sx. Fy

(30)

syarat batas,

Mn < My

113 KN.m <181 KN.m ………. Ok

Pemeriksaan kekuatan sambungan terhadap kekuatan plastis balok

• Analisa Kekuatan Plastis pada balok :

Zx = . . ℎ − + . . ℎ − 2

= 20.1,2. ( 30 − 1,2) + . 0,8. ( 30 − 2.1,2)

= 843,55 cm3

Mp = Zx. Fy

= 843,55 cm3. 240 Mpa x 10-3 = 202 KN.m

syarat batas, Mn < Mp

113 KN.m <202 KN.m ………. Ok

4.4.2 Menghitung Nilai Tahanan Momen pada baut a. Baut pada baris 1

Diasumsikan distribusi kekuatan pada baut pada baris 1 beraksi secara

terpisah dengan distribusi tegangan.

• Untuk area kolom

- m = − 0,8

= − (0,8.20)

= 30 mm

- e =

=

= 50 mm

(31)

= . 240

= 17,28 KN

• Untuk end plate ( asumsi lebar end plate direncanakan 200 mm )

- e =

= = 50 mm

- n = nilai minimum antara (1,25 . m) dan e pada kolom,

serta nilai e pada end plate (antara 1,25 . 30 =

37,5 mm; dengan 50 mm) = 37,5 mm

Kombinasi antara baut 1 dan 2 :

- Cek tegangan leleh pada sayap kolom :

Leff= 4 . m + (1,25 . e) + p(1-2)

= (4 . 30) + (1,25 . 50) + 100 = 282,5 mm; atau

Leff = (2.π.m) . 2 = (2.π . 30) . 2 = 376,8 mm

Sehingga :

Mp = Leff (min.) . mp = 282,5 . 17,28 = 4881,6 KN.mm

Pr(1) = = . , = 650,88 KN

Pr(1) = ( ) = ( . , ) ( , . .( , ) , ) = 360,95 KN

Pr(1) = = 2.194,68 = 389,36 KN

- Cek tegangan pada badan kolom :

Lt = 2 . 1,73 +

(32)

= 223 mm

Pr(1) = Lt. twc. Pyc = 223 . 8 . 240 = 428.16 KN

Ambil nilai Pr(1) terkecil antara sayap dengan badan kolom (antara

360,95 KN dengan 428.16 KN), yaitu 360.95 KN

b. Baut pada baris 2

Cek tegangan leleh pada sayap kolom, dimana Leff= 100 mm

- Mp = Leff. mp = 100 . 17,28 = 1728 KN.mm

- Pr(2) = = . = 230,40 KN

- Pr(2) = ( ) = ( . () ( , . ., ) , ) = 267,51 KN

- Pr(2) = = 2.194,68 = 389,36 KN

Cek tegangan pada badan kolom :

- Lt = P(1-2)

= 100 mm

- Pr(2) = Lt . twc . Pyc = 100 . 8 . 240 = 192 KN

Ambil nilai Pr(2) terkecil antara sayap dengan badan kolom (antara

230,40 KN dengan 192 KN), yaitu 192 KN

Hasil Momen Tahanan :

Baut Baris 1 = Pr1. d1= 360,95 x 244 x 10-3 = 88,07 KN.m

Baut Baris 2 = Pr2. d2= 192 x 144 x 10-3 = 27,65 KN.m

(33)

syarat batas,

> Mn

115,72 KN.m > 113 KN.m………….. ……… OK

4.4.3 Menghitung Nilai Kapasitas Moment untuk plat sambungan Parameter mekanisme garis leleh plat ujung diambil dari ANSI 358-2005

• h1 = h–pf–tf

= 300–50–12

= 238 mm

• h2 = h–pf–tf–Pb

= 300–50–12 - 100

= 138 mm

• S =

= √200.100

= 70,71 mm

syarat batas, Pf < S

50mm < 70,71 mm………….. gunakan Pf sebagai acuan

• Ps,i = Pb–Pso–ts

= 100–35–14

= 47 mm

• Y = ℎ +

, + ℎ + , + ℎ + , + ℎ + ,

= 238 + + 138 , + + [238(50 + 35) + 138(70,71 + 47)]

(34)

• = 240 Mpa ( mutu plat penyambung )

• = 1,25 koefisien untuk sambungan tipe flush

= 0,9

• tpreq = , . (∅ )∅ . .

= , . , ( )

, . . , x 10

3

= 17,51 mm

Ambil plat dengan tebal 18 mm

Momen pelat yang terjadi

• = Fyp . tp2.Y

= 240 . 182. 2374,26 x 103 = 185 KN.m

syarat batas,

Mn < 0,9 Mpl

113 KN.m < 166 KN.m ………….. OK

Pemeriksaan besaran tahanan pelat penyambung :

• Leff = =

= 100 mm

• mx = Pf –( 0.8 sww)

= 50 –( 0,8 . 8 )

= 43,6 mm

• ex = 50 mm

• nx = nilai minimum antara (1,25 . mx) dengan nilai ex (antara 1,25 . 43,6 = 54,5 mm; dengan 50 mm)

= 50 mm

(35)

• Pr(1) = = .

. = 178.35 KN

Pr(1) =

( ) =

( . ) ( . . , )

( , ) = 249,53 KN

Pr(1) = ΣP = 2.194,68 = 389,36 KN

Pemeriksaan daerah tekan pada pelat penyambung :

• Pada sisi balok :

Pc = 1,4 . Pyb . tfb. Bb > Fc

= 1,4 . 240 . 12 . 200 > 552.95 KN

= 806 KN > 552.95 KN……… OK

• Pada sisi kolom : b1= tfb+ 2 Sww+ 2.tp

= 12 + (2.0,8) + (2.18)

= 49,6 mm

n2= 2[(tfc+ r) . 2,5 ]

= 2[(12+ 20) . 2,5 ]

= 160 mm

Sehingga, Pc = (b1+ n2). tfc. Pyc > Fc

= (49,6 + 160 ) 12 . 240 > 552.95 KN

= 603,648 KN > 552.95 KN………. OK

Pemeriksaan gaya geser pada web kolom :

Karena sambungan hanya terjadi pada satu sisi saja maka di tinjau

gaya geser yang terjadi :

(36)

• Pv = 0,6 . Pyc. tfc. Hc > Fv

= 0,6 . 240 . 12 . 350 > 552.95 KN

= 604,6 KN > 552.95 KN………. OK

Pemeriksaan gaya geser vertikal baut :

• Kapasitas geser 1 baut penahan sayap kolom : - Baut daerah geser = Pss = d. tfc. ft

= 4 . 12 . 620

= 29,76 KN

- Baut daerah tarik = Pts = Pss

= 29,76 KN

• Kapasitas gaya geser :

Vn = (ns. Pss ) + (nt.Pts) > Vu

= (1.29,76) + (2.29,76) > 50 KN

= 89,28 KN > 50 KN ……… OK

Kesimpulan Perhitungan

Diameter baut yang di gunakan (db) = 20 mm

(37)

4.5 Perencanaan Sambungan End Plate Tipe Extended

(Perencanaan dengan mengunakan tebal pelat yang sama tebal)

Dari kriteria desain diatas maka kita coba menghitung perencanaan tebal

pelat dan juga diameter baut dengan mengacu AISC 3582005

4.5.1 Menghitung Nilai Kapasitas Moment untuk baut Konfigurasi sambungan plat untuk tipe Extended :

• d0= h + pfo - (tf/2)

= 300–50–(0.5 x 12 )

= 344 mm

• d1= h - tf - pfi - (tf/2)

= 300–12–50 (0.5 x 12 )

= 232 mm

• φ = 0.75

• FtA325= 620 Mpa

• Mu = 100 KN.m

Maka diameter baut yang digunakan,

• db reqd = ∅ ( )

= .

. , . .( ) x 103

= 15,42 mm

Ambil baut dengan diameter 16 mm

Periksa kekuatan baut :

• Pt = Ft . Ab

= 620 . . x 10-3 = 124,60 KN

Periksa gaya terfaktor pada sayap balok

(38)

=

( )

= 347,22 KN

syarat batas,

nbaut . Pt > C

3. 124,60 KN > 347,22 KN

373,99 KN >347,22 KN ………. Ok

Pemeriksaan kekuatan sambungan terhadap gaya yang direncanakan

• Moment nominal yang bekerja pada sambungan baut :

Mn =φ.2. Pt.(d0+d1)

= 0,75. 2.194,68.(344+232) x 10-3 = 108 KN.m

syarat batas, Mn > Mu

108 KN.m > 100 KN.m ………. Ok

Pemeriksaan kekuatan sambungan terhadap kekuatan elastis balok

• Analisa Kekuatan Elastis pada balok :

Sx =

,

= , . = 753,33 cm3 My = Sx. Fy

= 753,33 cm3. 240 Mpa x 10-3 = 181 KN.m

syarat batas,

Mn < My

(39)

Pemeriksaan kekuatan sambungan terhadap kekuatan plastis balok

• Analisa Kekuatan Plastis pada balok :

Zx = . . ℎ − + . . ℎ − 2

= 20.1,2. ( 30 − 1,2) + . 0,8. ( 30 − 2.1,2)

= 843,55 cm3

Mp = Zx. Fy

= 843,55 cm3. 240 Mpa x 10-3 = 202 KN.m

syarat batas, Mn < Mp

108 KN.m <202 KN.m ………. Ok

4.5.2 Menghitung Nilai Tahanan Momen pada baut a. Baut pada baris 1 dan baris 2

Diasumsikan distribusi kekuatan pada baut pada baris 1 dan baris 2 beraksi

secara kelompok dengan distribusi tegangan.

• Untuk area kolom

- m = − 0,8

= − (0,8.20)

= 30 mm

- e =

=

= 50 mm

- mp = . x P

= . 240

(40)

• Untuk end plate ( asumsi lebar end plate direncanakan 200 mm )

- e =

= = 50 mm

- n = nilai minimum antara (1,25 . m) dan e pada kolom,

serta nilai e pada end plate (antara 1,25 . 30 =

37,5 mm; dengan 50 mm) = 37,5 mm

Kombinasi antara baut 1 dan 2 :

- Cek tegangan leleh pada sayap kolom :

Leff= 4 . m + (1,25 . e) + p(1-2)

= (4 . 30) + (1,25 . 50) + 112 = 294,5 mm; atau

Leff = (2.π.m) . 2 = (2.π . 30) . 2 = 376,8 mm

Sehingga :

Mp = Leff (min.) . mp = 294,5 . 17,28 = 5088,96 KN.mm

Pr(1+2) = = . , = 678,53 KN

Pr(1+2) = ( ) = ( . , ) ( , . .( , ) , ) = 427,66 KN

Pr(1+2) = = 4.124,60 = 498,38 KN

- Cek tegangan pada badan kolom :

Lt = 2 . 1,73 + +

= 2 . 1,73 + 50+ 50

= 273 mm

(41)

Ambil nilai Pr(1) terkecil antara sayap dengan badan kolom (antara

427,66 KN dengan 524.16 KN), yaitu 524.16 KN

Sehingga,

Pr1= Pr2 = = , = 213,83

Hasil Momen Tahanan :

Baut Baris 1 = Pr1. d1= 213,83 x 344 x 10-3 = 147,12 KN.m

Baut Baris 2 = Pr2. d2= 213,83 x 232 x 10-3 = 49,61 KN.m

= 196,72 KN.m

syarat batas,

> Mn

196,72 KN.m > 108 KN.m………….. ……… OK

4.5.3 Menghitung Nilai Kapasitas Moment untuk plat sambungan Parameter mekanisme garis leleh plat ujung diambil dari ANSI 358-2005

• h0 = h + Pfo

= 300 + 50

= 350 mm

• h1 = h - tf - pfi

= 300–12–50

= 238 mm

• S =

= √200.100

(42)

238 + , + 350 − + [238(50 + 70,71)]

, . (∅ ) ∅ . .

, . ( )

, . . ,

(43)

= 50 –( 0,8 . 8 )

= 43,6 mm

• ex = 50 mm

• nx = nilai minimum antara (1,25 . mx) dengan nilai ex (antara 1,25 . 43,6 = 54,5 mm; dengan 50 mm)

Pemeriksaan daerah tekan pada pelat penyambung :

(44)

Pemeriksaan gaya geser pada web kolom :

Karena sambungan hanya terjadi pada satu sisi saja maka di tinjau

gaya geser yang terjadi :

• Fv = Fc =ΣFri = 428 KN

• Pv = 0,6 . Pyc. tfc. Hc > Fv

= 0,6 . 240 . 12 . 350 > 428 KN

= 604,6 KN > 428KN………. OK

Pemeriksaan gaya geser vertikal baut :

• Kapasitas geser 1 baut penahan sayap kolom : - Baut daerah geser = Pss = d. tfc. ft

= 4 . 12 . 620

= 29,76 KN

- Baut daerah tarik = Pts = Pss

= 29,76 KN

• Kapasitas gaya geser :

Vn = (ns. Pss ) + (nt.Pts) > Vu

= (1.29,76) + (2.29,76) > 50 KN

= 89,28 KN > 50 KN ……… OK

Kesimpulan Perhitungan

Diameter baut yang di gunakan (db) = 16 mm

(45)
(46)

Density (kg .mm-3)

Coef. of thermal expansion (C-1)

Specific Heat (mJ kg-1C-1)

Ultimate strength ( MPa) Compressive Tensile

7,85 E-06 1,2 E-05 4,34 E+05 0 370

Shear Modulus (Mpa)

Young Modulus (Mpa)

Poisson’s

Ratio

Yield strength ( MPa)

Compressive Tensile

(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)

=

=

(( ) () )

Keterangan Luas( A ) = mm2

Jarak titik berat terhadap garis bawah

y (mm )

A x y ( mm3)

Luas Total 200 x 300 = 6 x 104 150 6 x 104x 150 = 9 x 106 Luas lubang 1 x 202= 314 50 314 x 50 = 15700 Luas lubang 2 x 202= 314 180 314 x 180 = 56520 Luas lubang 3 x 202= 314 250 314 x 250 = 78500

ΣA = 60942 ΣA.y = 9150720

(54)

Momen Inersia terhadap sumbu x

Untuk luas penampang total :

Io = ℎ

= 200 300 = 4,5 x 108mm4

A.y2 = 6 x 104x ( 150,155–150 )2= 1433.5 mm4

Ix = Io + Ay2 = (4,5 x 108)+ 1,43 x 103 = 4,5 x 108mm4

Untuk luas penampang Lubang baris 1 :

Io = x d4

= x 204= 7850 mm4

A.y2 = 314 x (150,155–50)2= 3149715 mm4 Ix = Io + Ay2 = 7850 + 3149715 = 3157565 mm4 Dikarena terdapat 2 lubang maka,

Ix pada lubang baris 1 = 2 x 3157565 mm4 = 6315129 mm4

Untuk luas penampang Lubang baris 2 :

Io = x d4

= x 204= 7850 mm4

A.y2 = 314 x (150,155–180)2= 279695.3 mm4 Ix = Io + Ay2 = 7850+ 279695.3 = 287545.3 mm4 Dikarena terdapat 2 lubang maka,

Ix pada lubang baris 2 = 2 x 287545.3 mm4 = 575091 mm4

Untuk luas penampang Lubang baris 3 :

Io = x d4

(55)

A.y2 = 314 x (150,155–250)2= 3130300 mm4 Ix = Io + Ay2 = 7850 + 3130300 = 3138150 mm4 Dikarena terdapat 2 lubang maka,

Ix pada lubang baris 3 = 2 x 3138150 mm4 = 6276301 mm4

Maka Inersia arah sumbu x, untuk penampang berlubang,

Ix = 4500000000–6315129–575090 - 6276301 = 436834913 mm4

Menghitung Momnent Inersia Arah Sumbu Y

Keterangan Luas( A ) = mm2

Momen Inersia terhadap sumbu Y

Untuk luas penampang total :

Io = ℎ

= 18 300 = 4,05 x 107mm4

A.y2 = 5400 x ( 151,67–150 )2= 15000 mm4

(56)

Untuk luas penampang Lubang baris 1 :

Io = ℎ

= 18 20 = 12000 mm4

A.y2 = 314 x (151,67–50)2= 3721000 mm4

Iy = Io + Ay2 = 12000 + 3721000 = 3733000 mm4

Untuk luas penampang Lubang baris 2 :

Io = ℎ

= 18 20 = 12000 mm4

A.y2 = 314 x (151,67–180)2= 289000 mm4 Iy = Io + Ay2 = 12000 + 289000 = 301000 mm4

Untuk luas penampang Lubang baris 3 :

Io = ℎ

= 18 20 = 12000 mm4

A.y2 = 314 x (151,67–250)2= 3481000 mm4

Iy = Io + Ay2 = 12000 + 3481000 = 3493000 mm4

Maka Inersia untuk penampang berlubang,

Iy = 40515000–3733000–301000 - 3493000

= 32988000 mm4

Menghitung tegangan bidang di pengaruhi oleh nilai moment inersia terkecil

yaitu serah sumbu y

(57)

Menghitung tegangan lentur maksimum yang terjadi pada plat penyambung

tipe sambungan extended end plate dengan tebal pelat 18 mm

=

.

=

,

= 850,562 Mpa

(58)

Keterangan Luas( A ) = mm2

Jarak titik berat terhadap garis bawah

y (mm )

A x y ( mm3)

Luas Total 200 x 400 = 8 x 104 200 8 x 104x 200 = 16 x 106 Luas lubang 1 x 162= 200,96 50 200,96 x 50 = 10048 Luas lubang 2 x 162= 200,96 250 200,96 x 250 = 50240 Luas lubang 1 x 162= 200,96 350 200,96 x 350 = 70336 ΣA = 80602,88 ΣA.y = 16130624

.

,

(59)

Untuk luas penampang Lubang baris 1 :

Io = x d4

= x 164= 3215.36 mm4

A.y2 = 200,96 x ( 200,125–50 )2= 4529119 mm4 Ix = Io + Ay2 = 3215.36 + 4529119 = 4532334 mm4 Dikarena terdapat 2 lubang maka,

Ix pada lubang baris 1 = 2 x 4532334 mm4 = 9064668 mm4

Untuk luas penampang Lubang baris 2 :

Io = x d4

= x 164= 3215.36 mm4

A.y2 = 200,96 x ( 250–200,125 )2= 499897.9 mm4 Ix = Io + Ay2 = 3215.36 + 499897.9 = 503113.3 mm4 Dikarena terdapat 2 lubang maka,

Ix pada lubang baris 2 = 2 x 503113.3 mm4 = 1006227 mm4

Untuk luas penampang Lubang baris 3 :

Io = x d4

= x 164= 3215.36 mm4

A.y2 = 200,96 x ( 350–200,125 )2= 4514088 mm4 Ix = Io + Ay2 = 3215.36 + 4514088 = 4517303 mm4 Dikarena terdapat 2 lubang maka,

Ix pada lubang baris 3 = 2 x 4517303mm4 = 9034606 mm4

Maka Inersia untuk penampang berlubang,

(60)

Menghitung Momnent Inersia Arah Sumbu Y

Keterangan Luas( A ) = mm2

Jarak titik berat terhadap garis bawah

y (mm )

A x y ( mm3)

Luas Total 18 x 400 = 7200 200 7200 x 200 = 1,44 x 106 Luas lubang 1 18x 20 = 360 50 360 x 50 = 18000 Luas lubang 2 18x 20 = 360 250 360 x 250 = 90000 Luas lubang 3 18x 20 = 360 350 360 x 350 = 126000

ΣA = 8280 ΣA.y = 1674000

y = .

=

=

202,174 mm

Momen Inersia terhadap sumbu Y

Untuk luas penampang total :

Io = ℎ

= 18 400 = 9,6 x 107mm4

A.y2 = 7200 x (202,174–200 )2= 34026,47 mm4 Iy = Io + Ay2 =9,6 x 107 + 34026,47 = 96034026mm4

Untuk luas penampang Lubang baris 1 :

Io = ℎ

= 18 20 = 12000 mm4

A.y2 = 314 x (202,174–50)2= 8336484 mm4

(61)

Untuk luas penampang Lubang baris 2 :

Io = ℎ

= 18 20 = 12000 mm4

A.y2 = 314 x (202,174–250))2= 823440,5 mm4 Iy = Io + Ay2 = 12000 + 823440,5 = 835440,5mm4

Untuk luas penampang Lubang baris 3 :

Io = ℎ

= 18 20 = 12000 mm4

A.y2 = 314 x (202,174–350))2= 7866919mm4 Iy = Io + Ay2 = 12000 + 7866919 = 7878919 mm4

Maka Inersia untuk penampang berlubang,

Iy = 96000000–8348484–835440,5 - 7878919

= 78971183 mm4

Menghitung tegangan bidang di pengaruhi oleh nilai moment inersia terkecil

yaitu serah sumbu y

Iy = 78971183 mm4 Mpl = 158 x 106 N.mm y = 202,174mm

Menghitung tegangan lentur maksimum yang terjadi pada plat penyambung

tipe sambungan extended end plate dengan tebal pelat 18 mm

=

.

=

,

(62)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Setelah dilakukan perhitungan analisis antara sambungan portal baja tipe flush

dan extended dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Dengan mengunakan diameter baut yang sama besar

• Tipe Flush End Plate

diameter baut yang digunakan = 20 mm

tebal pelat yang dibutuhkan = 18 mm

• Tipe Extended End Plate

diameter baut yang digunakan = 20 mm

tebal pelat yang dibutuhkan = 22 mm

Dari hasil diatas dapat dilihat bahwa dengan mengunakan jenis tipe pelat

penyambung yang berbeda tetapi mengunakan jumlah baut dan diameter baut

yang sama disimpulkan bahwa tipe flush lebih efisien dan ekonomis

dibandingkan tipe extended karena membutuhkan tebal pelat yang lebih tipis

2. Dengan mengunakan tebal pelat yang sama tebal

• Tipe Flush End Plate

tebal pelat yang dibutuhkan = 18 mm

diameter baut yang digunakan = 20 mm

• Tipe Extended End Plate

tebal pelat yang dibutuhkan = 18 mm

diameter baut yang digunakan = 16 mm

Dari hasil diatas dapat dilihat bahwa dengan mengunakan jenis tipe pelat

penyambung yang berbeda tetapi mengunakan jumlah baut dan tebal pelat

yang sama tebal disimpulkan bahwa tipe extended lebih efisien dan

ekonomis dibandingkan tipe flush karena membutuhkan diameter baut yang

(63)

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan perbandingan analisa sambungan portal baja dengan

mengacu metode prying force dimana ditinjau dari sisi tebal pelat dan

diameter baut yang berbeda

2. Perlu dilakukan analisa bentuk - bentuk ataupun tipe sambungan end plate

yang lain untuk mengetahui dan lebih dapat memilih tipe sambungan yang

(64)
(65)

memiliki kekurangan seperti biaya perawatan yang besar, biaya pengadaan anti

api yang besar (fire proofing cost), ketahanan terhadap perlawanan tekuk kecil,

dan kekuatannya akan berkurang jika dibebani secara berulang/periodik (kondisi

leleh atau fatigue)

2.1.1 Klasifikasi baja konstruksi

Baja yang akan di gunakan sebagai bahan konstruksi dapat di

klasifikasikan menjadi baja karbon, baja panduan mutu tinggi dan baja

paduan mutu rendah. Sifat sifat mekanik dari baja tersebut seperti tegangan leleh dan tegangan putusnya diatur didalam ASTM A6/A6M.

a. Baja karbon

Baja karbon dibagi atas 3 kategori tergantung dari persentase

kandungan karbon yang terdapat didalamnya, yaitu:

Baja karbon rendah (low carbon steel), dimana kandungan

arangnya lebih kecil dari 0,15%.

Baja karbon ringan (mild carbon steel), dimana kandungan

arangnya berkisar 0,15% - 0,29%.

Baja karbon sedang (medium carbon steel), dimana kandungan

arangnya berkisar 0,30% - 0,59%.

• Baja karbon tinggi (high carbon steel), dimana kandungan

arangnya berkisar 0,60% - 1,7%.

Baja yang sering digunakan dalam perencanaan struktur ialah baja

karbon dengan tingkat kandungan yang terdapat didalamnya bermutu

karbon ringan (mild carbon steel), misal baja dengan BJ.37 dengan nilai

(66)

tergantung dengan tingkat ketebalan dari besi yang akan di cetak. Unsur

lain juga terkandung didalam besi tersebut yaitu mangan ( 0.25 % - 1,5

% ), Silikon ( 0.25-0.30% ) fosfor ( maksimal 0.04 % ) dan sulfur

(0.05%). Baja karbon menunjukan titik peralihan leleh yang jelas

seperti pada gambar grafik dibawah pada (kurva a). Naiknya persentase

karbon meningkatkan tegangan leleh namun menurunkan daktalitas,

salah satu dampaknya ialah membuat pelaksanaan pekerjaan pengelasan

menjadi lebih sulit. Baja karbon umumnya memiliki tegangan leleh

(fy) 210–250 Mpa

b. Baja paduan mutu tinggi

Yang di maksud dalam kategori baja paduan mutu tinggi ( High Stregh

Low- Alloy Steel / HSLA ) yaitu baja dengan mempunyai tegangan

leleh berkisar antara 290–550 Mpa dengan tegangan putus (fu) antara

415 –700 Mpa. Titik peralihan leleh dari baja ini nampak dengan jelas

pada (kurva b). Penambahan sedikit bahan bahan paduan seperti

chromium, columbium, magan, molybden, nikel, fosfor, vanadium, atau

zinkonium dapat memperbaiki sifat-sifat mekaniknya. Jika baja karbon

memiliki kekuatannya seiring dengan penambahan persentase karbon,

maka bahan – bahan paduan ini mampu memperbaiki sifat mekanik

baja dengan membentuk mikrostruktur dalam bahan baja yang lebih

halus

c. Baja paduan mutu rendah

Baja paduan mutu rendah ( low alloy ) dapat ditempah dan dipanaskan

(67)

peralihan te

n tegangan leleh tidak tampak dengan jelas (kur

ri baja paduan mutu rendah ini biasanya dite

n yang terjadi saat timbul regangan permanen

at ditentukan pula sebagai tegangan pada

i 0.5 % . Baut yang biasa di gunakan sebagai a

yai tegangan putus minimum 415 Mpa hingga

nggi mempunyai kandungan karbon maksimum

n putus berkisar antara 733 Mpa hingga 838 Mpa

bar 2.2 Hubungan tegangan–regangan tipika

harles G. Salmon dan John E. Johnson,Struktur B

Kurva C

Kurva B

Kurva A

kurva c) . tegangan

ditentukan sebagai

nen sebesar 0.2 %

da saat regangan

gai alat pengencang

ngga 700 Mpa. Baut

(68)

2.1.2 Sifat–sif

sifat mekanik baja konstruksi

gar dapat memahami struktur perilaku struk

g ahli struktur harus memahami pula sifat sifa

Model pengujian yang paling tepat untuk menda

ekanik dari material baja adalah dengan mela

p suatu benda uji baja . uji tekan tidak dapat m

akurat terhadap sifat sifat mekanik materia

bkan beberpa hal antara lain adanya potensi te

g mengakibatkan ketidakstabilan dari benda uji

rhitungan tegangan yang terjadi dalam benda uj

ung pada uji tarik dari pada pada pengujian teka

h menunjukan suatu hasil uji tarik material

serta memberikan laju regangan yang norm

l (f) yang terjadi pada benda uji di plot pada

an regangan (

ε

) yang merupakan perbandingan ant

dengan panjang mula–mula ( ) di plot pada sum

bar .2.3 Hasil uji tarik benda uji sampai mengal ber : Agus Setiawan,Struktur Baja Metode LRF

uktur baja, maka

sifat mekanik dari

endapatkan sifat –

elakukan uji tarik

t memberikan data

rial baja, karena

tekuk pada benda

uji tersebut, selain

nda uji lebih mudah

kan. Pada gambar

al baja pada suhu

normal . Tegangan

da sumbu vertical , n antara pertambahan

sumbu horizontal .

(69)

Gambar .2.4 Peri

erilaku benda uji hingga mencapai regangan sebe

: Agus Setiawan,Struktur Baja Metode LRFD, 2008

ambar 2.3 terlihat 4 zona perilaku yaitu : zona

s, zona strain hardening dan zona sepanjang peri

ng serta diakhiri dengan kegagalan (failure). Ket

kan penjelasan dari kempat zona diatas :

lam Zona regangan, tegangan dan reg

oposional, kemiringan linear yang ada meru

stisitas / modulus young ( E ) . daerah ini di

stik, zona ini berakhir dengan ditandai deng

elehan material (fy)

elah awal kelelehan terjadi zona berbentuk g

teau ) pada zona ini setiap peningkatan nilai

adi tidak ada peningkatan nilai tegangan yang

erah ini disebut plato plastis

n sebesar + 2 %

, 2008 )

zona elastik, zona

peristiwa terjadinya

eterangan berikut

egangan bersifat

rupakan modulus

ni dinamakan zona

dengan tercapainya

uk garis datar ( flat

lai regangan yang

(70)

• Saat zona plasto plastis berakhir, strain hardening mulai terjadi

dan secara bertahap meningkatkan nilai tegangan sampai

mencapai tegangan ultimate (Fu). Setelah itu tegangan cenderung

menurun dengan bertambahnya regangan sebagai nilai indikasi

masuknya daerah neckling yang diakhiri dengan kegagalan fraktur

( failure )

Titik–titik penting dalam kurva tegangan dan regangan ialah :

fp = Batas Proposional  fe = Batas Elastis

fyu, fy = Tegangan Leleh atas dan bawah  fu = Tegangan Putus

ε

sb = Regangan saat mulai terjadi efek strain- hardening

(penguatan regangan)

ε

u = Regangan saat tercapainya tegangan putus

Sifat mekanis baja struktural yang digunakan dalam perencanaan

yaitu :

 Modulus elastisitas (E) = 200.000 MPa

 Modulus geser (G) = 80.000 MPa

 Nisbah poisson (μ ) = 0,3

(71)

Berdasarkan tegangan leleh dan tegangan putus dari baja , SNI

03-1729-2002 mengklasifikasikan mutu dari material baja menjadi 5

kelas, yaitu :

Tabel 2.1. Kelas mutu baja berdasarkan tegangan leleh dan putus (Sumber : Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-1729-2002)

2.2 Sambungan pada Konstruksi Baja

Sambungan ialah satu media yang berfungsi untuk mengabungkan elemen –

elemen tunggal pada satu konstruksi baja yang digabung secara tersusun sehingga

membentuk satu kesatuan konstruksi. Salah satu fungsi utama sebuah sambungan

ialah untuk memindahkan gaya-gaya yang bekerja pada titik penyambungan ke

elemen-elemen struktur yang disambung.

Pada konstruksi baja, selain memindahkan gaya-gaya yang terjadi,

fungsi/tujuan lain dilakukannya penyambungan yaitu :

 menggabungkan beberapa batang baja membentuk kesatuan konstruksi

sesuai kebutuhan.

 mendapatkan ukuran baja sesuai kebutuhan (panjang, lebar, tebal, dan

(72)

 memudahkan dalam penyetelan konstruksi baja di lapangan.

 memudahkan penggantian bila suatu bagian/batang konstruksi

mengalami rusak.

Pada sambungan baja sering terdapat kemungkinan adanya bagian/batang

konstruksi yang berpindah, contohnya antara lain yaitu peristiwa pemuaian dan

penyusutan baja akibat adanya perubahan suhu. Dikarenakan bentuk struktur

bangunan baja yang begitu kompleks, kejadian perubahan - perubahan baja

tersebut sangat menganggu fungsi kekuatan dan ketahanan struktur tersebut

khususnya pada daerah titik sambungan baja konstruksi. Pada umumnya

sambungan antara elemen tersebut harus direncanakan dengan matang agar

struktur bangunan dapat bertahan sesuai dengan perencanaan yang di rencanakan.

Kegagalan dalam sambungan dapat mengakibatkan perubahan fungsi

struktur bangunan, dan kegagalan yang paling berbahaya adalah keruntuhan pada

struktur tersebut akibat perubahan fungsi. Untuk mencegah hal tersebut, maka

kekakuan sambungan antara elemen - elemen tersebut harus memenuhi

persyaratan dalam perencanaan sambungan. Terdapat dua filosofi yang biasa

digunakan dalam perencanaan struktur baja yaitu:

1. Perencanaan dengan metode peninjauan terhadap tegangan kerja /

working stress design ( Allowable Stress Design / ASD )

2. Perencanaan dengan metode peninjauan kondisi batas / limit states

Design ( Load and Resistance Factor Design / LRFD)

Jika ditinjau dari perencanaan struktur baja metode tegangan kerja (working

(73)

sambungan yang dipakai. Ketiga jenis ini adalah sebagai berikut (Charles G.

Salmon dan John E. Johnson, 1995) :

1. Jenis 1 AISC. Sambungan portal kaku (rigid connection),

Sambungan ini memiliki kontinuitas penuh sehingga sudut pertemuan

antara batang-batang tidak berubah, yakni derajat pengekangan (restraint)

sambungan untuk berotasi minimal 90% atau lebih dari yang diperlukan

untuk mencegah perubahan sudut. Sambungan ini dipakai baik pada

metode perencanaan tegangan kerja maupun perencanaan plastis.

2. Jenis 2 AISC. Sambungan kerangka sederhana (simple framing),

Sambungan ini memiliki pengekangan rotasi di ujung-ujung batang

dibuat sekecil mungkin. Suatu kerangka dapat dianggap sederhana jika

sudut semula antara batang-batang yang berpotongan dapat berubah

sampai 80% dari besarnya perubahan teoritis yang diperoleh dengan

menggunakan sambungan sendi tanpa gesekan (frictionless) atau derajat

pengekangan sambungan untuk berotasi maksimal 20%. Kerangka

sederhana tidak digunakan dalam perencanaan plastis, kecuali pada

sambungan batang-batang tegak lurus bidang portal yang harus mencapai

kekuatan plastis

3. Jenis 3 AISC. Sambungan kerangka semi-kaku ( semi-rigid connection).

Sambungan ini memiliki pengekangan rotasi sambungan berkisar antara

20% - 90% dari yang diperlukan untuk mencegah perubahan sudut.

Sambungan semi-kaku tidak dipakai dalam perencanaan plastis dan

jarang sekali digunakan pada metode tegangan kerja, terutama karena

(74)

Sedangkan jika di tinjau dari perancanaan struktur baja dengan metode

kondisi batas (limit states design / LRFD), konstruksi baja dibedakan atas dua

kategori sesuai dengan jenis sambungan yang dipakai, antara lain :

4. Tipe FR (Fully Restrained) Sambungan terkekang penuh

Sambungan ini dulu dikenal sebagai sambungan kaku (rigid connection)

dimana sambungan ini dianggap memiliki kekakuan yang tinggi untuk

menjaga perubahan sudut antara elemen – elemen yang disambung.

Dengan kata lain, momen yang bekerja ditransfer secara penuh dan juga

rotasi perputaran pada sambungan itu berputar secara bersamaan sehingga

tidak ada penyimpangan, sambungan ini dikenal sebagai sambungan

“tipe–1”pada perencanaan metode ASD

5. Tipe PR (Partially Restrained) Sambungan terkekang sebagian

Sambungan ini dulu dikenal sebagai sambungan fleksibel (flexible

connection) dimana pada sambungan ini, alat penyambung dibuat sefleksibel mungkin sehingga pada kedua ujung komponen struktur yang

disambung dianggap bebas momen. Sambungan ini juga dikenal sebagai

sambungan“tipe –2” pada perencanaan metode ASD

2.2.1 Sambungan Momen (Moment Connections)

Sambungan momen adalah salah satu sub bagian dari sambungan

“tipe -1” dalam perencanaan dengan mengunakan analisa metode ASD atau

sambungan “tipe-FR” dalam perencanaan dengan mengunakan analisa

(75)

sambungan yang memiliki kekakuan yang tinggi dimana sambungan ini dapat

menjaga perubahan sudut yang terjadi antara elemen – elemen yang

disambung satu dengan yang lainnya. Dengan kata lain, momen yang bekerja

pada elemen yang disambung ditransfer secara penuh kepada media

penyambung yang kemudian media penyambungan tersebut meneruskan gaya

momen ke elemen struktur yang tersambung pada sambungan tersebut hal ini

menyebabkan rotasi perputaran elemen – elemen struktur pada sambungan

itu berputar secara bersamaan sehingga tidak ada penyimpangan sudut atau

sangat kecil.

Jika kita meninjau sambungan momen berdasarkan metode alat

penyambungnya, sambungan ini dapat terbagi atas 2 bagian yaitu :

1. Sambungan momen dengan mengunakan metode las

Prinsip kerja dengan mengunakan metode ini yaitu pada komponen

elemen struktur pendukung diberikan plat penyambung yang

disambung dengan cara pengelasan pada sisi badan dari profil,

sementara komponen elemen struktur yang didukung juga di

sambung ke plat penyambung dengan mengunakan media las

sebagai alat penyambungnya. Sehingga kondisi sambungan

tersebut menjadi lebih kaku untuk menjaga perputaran sudut antara

elemen struktur yang didukung dengan elemen struktur yang

digunakan sebagai pendukung sambungan. Akan tetapi

dikarenakan metode pengelasan yang dilakukan pada sistem

penyambungan ini maka sifat dari sambungan ini dapat dinyatakan

(76)
(77)
(78)
(79)

Gambar 2.7.b. sambungan balok & balok

(80)
(81)

Gambar 2.8.b. Klasifikasi sambungan berdasarkan kekakuan ( rigidity )

(82)

Pada Gambar 2.8.a, sehubungan dengan kekuatan (strength),

sambungan diklasifikasikan menjadi full strength, partial strength, dan

nominally pinned.

 Sambungan full strength didefinisikan sebagai sambungan dengan

moment resistance M sama atau lebih besar dari moment capacity (M

Mcx). Kurva 1, 2, dan 4 menunjukkan sambungan full strength.

 Sambungan partial strength didefinisikan sebagai sambungan moment

resistance M sama atau kurang dari moment capacity (M≤ Mcx). Kurva

3 dan 5 termasuk ke dalam klasifikasi partial strength.

 Sedangkan nominally pinned adalah sambungan yang cukup fleksibel

dengan momen resistance tidak lebih 25% dari moment capacity. Kurva

6 menggambarkan sambungan tipe nominally pinned.

Pada Gambar 2.8.b, kekakuan (rigidity) sama dengan kekakuan rotasi

dimana kurva 1, 2, 3, dan 4 menunjukkan sambungan rigid. Sedangkan kurva

5 termasuk dalam klasifikasi sambungan semi-rigid. Dalam peraturan BS5950

dijelaskan bahwa garis putus-putus antara rigid dengan semi-rigid diperoleh

dari rumus 2EI/L.

Pada Gambar 2.8.c, kurva 2, 4, dan 5 adalah sambungan ductile. Kurva 1 tidak ductile dan kurva 3 berada antara ductile dan non-ductile.

Kurva 6 merupakan jenis sambungan nominally pinned, sehingga merupakan

(83)

Dari hasil grafik kurva momen rotasi ( M - θ ) maka perencanaan

sambungan balok berdasarkan tingkat kekuatan sambungan terdapat tipe

sambungan yang dikenal dengan istilah sambungan plat ujung / end plat

connection. Dimana tipe sambungan plat ujung tersebut dibagi atas 2 jenis tipe

sambungan yaitu :

1. Sambungan tipe Flush ( Flush End Plate )

Sambungan ini memiliki bentuk plat penyambung yang lebarnya sama

dengan ketinggian balok yang akan disambung sehingga baut yang

berguna sebagai media penyambungnya hanya diletakkan pada posisi

bagian dalam balok saja

2. Sambungan tipe Extended ( Extended End Plate )

Sambungan ini memiliki bentuk plat penyambung yang lebarnya lebih

tinggi dari pada ketinggian balok yang akan disambung sehingga baut

yang berguna sebagai media penyambungnya dapat diletakkan pada

posisi bagian luar balok penyambung

2.3 Kegagalan yang terjadi pada sambungan baja

Perencanaan sambungan struktur konstruksi baja didasari pada konsep

yang menyatakan bahwa semua komponen struktur direncanakan untuk tingkat

kekuatan dan kekakuan yang sesuai dengan beban yang bekerja. Kekakuan

struktur pada umumnya dikaitkan dengan kemampuan layan. Kemampuan layan

sendiri terkait dengan kinerja dari suatu struktur atau komponennya selama proses

(84)

dari gambar di

akibat gaya yang terja

Gambar 2.9 Tegangan dan R (Sumber :

r dibawah ini untuk daerah yang mengalami pe

rjadi

gangan dan Regangan yang terjadi pada sambungan e er : The Steel Construction Institute, 1995 dan AISC 200

NOTASI PROSEDUR PEMERIK

Pembengkokan pada plat penyambun

Pembengkokan pada plat sayap kol

Tegangan pada plat badan balok

Tegangan pada plat badan kolom

Sambungan las plat penyambung k

Sambungan las plat badan balok ke

h Gaya geser pada pelat badan kolom

j

k

l

m

Tekanan pada plat sayap balok

Sambungan las plat penyambung k

Keruntuhan pada bagian plat badan kol

Tekuk pada bagian plat badan kolom

n

p

q

Sambungan las plat penyambung k

Geser pada baut

Patahan akibat baut pada plat ataupun sa

perubahan bentuk

bung ke plat sayap kolom

ok ke plat penyambung

n kolom

bung ke plat sayap kolom

dan kolom

n kolom

bung ke plat badan balok

(85)

2.3.1 Kegagal

gagalan akibat tegangan yang terjadi ( failure agalan yang terjadi akibat tegangan yang ti

usakan dan perubahan beberapa bagian dari sam

ra lain kerusakan yang timbul pada bagian baut

ubahan pada bagian sayap kolom serta perubaha

penyambung end plate, gaya tegangan yang

mengakibatkan baut yang terpasangan aka

galan yang mengakibatkan kehancuran ataupun

an badan baut. Kekuatan pada masing masing ba

ngan tergantung oleh bengkokan yang ter

ambung maupun yang terjadi pada plat saya

ndukung. Dengan menganalisa dan menghitung da

awanan untuk masing masing barisan baut

bar dibawah ini.

bar 2.10 Distribusi tahanan baut dari tegangan y er : The Steel Construction Institute, 1995 dan AISC 200

re by tension ) g timbul membuat

sambungan momen

aut penyambung ,

ubahan pada bagian

ng diberikan pada

akan mengalami

aupun putus pada

g baut pada daerah

terjadi pada plat

sayap untuk kolom

g dari kemampuan

ut mengacu pada

(86)

Dengan perhitungan untuk bagian Pelat Sambungan (end plate)

= − − 0.85 ……… ( pers. 2.1 )

= − ……….. ( pers. 2.2 )

Sedangkan perhitungan untuk sayap pada kolom ( column flange )

= − − 0.8 ………. ( pers. 2.3 )

= − ……… ( pers. 2.4 )

Dimana notasi untuk diatas ;

g = Jarak horizontal antara pusat baut ke baut dalam satu baris

bp= Lebar dari pelat sambungan ( end plate )

B = Lebar sayap kolom

tb = Tebal badan dari balok

tc = Tebal badan dari kolom

sww= tebal las dari badan balok ke pelat penyambung

swf = tebal las dari sayap balok ke pelat penyambung

Ketentuan untuk plate yang diperlebar bahwa :

mx= x–0.85wf

ex = jarak tepi dari plat yang di perlebar ke titik pusat baut

(87)

Nilai ni

i nilai yang terjadi pada Pr1, Pr2, Pr3 dan seter

urutan baris yang paling atas ( baris 1 ) hingg

ng bawah, dimana beban yang akan terjadi juga

baris paling atas kemudian diteruskan sam

ng bawah dengan mengkombinasikan baris ba

uk bagian pembengkokan pada sayap ataupun pa

e yang mengalami tegangan. Kehancuran y

ksa dan dianalisa secara terpisah. Dengan

awan yang terjadi maka kegagalan pada bagian

bagian end plate dibagi atas 3 bagian antara lai

Model 1:

Sayap melentur dengan s

Model 2:

Sayap melentur tetapi ba

Model 3:

hingga baris yang

uga dihitung mulai

sampai baris yang

s baris sebelumnya.

n pada bagian end

yang terjadi di

ur tetapi baut putus

+ +

′ ′

(88)

Dalam model 1, mencari persamaan untuk mendapatkan Pr :

=

……….……….. ( pers. 2.5 )

=

……….………. ( pers. 2.6 )

Dalam model 2, mencari persamaan untuk mendapatkan Pr :

=

( ) …….……….. ( pers. 2.7 )

Dalam model 3, mencari persamaan untuk mendapatkan Pr :

= Σ

…….………... ( pers. 2.8 )

Dimana notasi untuk diatas ;

Leff = panjang efektif garis lentur sesuai persamaan T–stub

( lamp. Tabel 2.2, 2.3, 2.4 )

t = tebal sayap kolom ataupun tebal pelat penyambung

Py = Kuat rencana dari kolom ataupun pelat penyambung

Pr = Kemampuan lawan dari barisan baut ataupun kelompok

Pt’ = Kapasitas tegangan baut

ΣPt’ = total kapasitas tegangan baut dalam satu kelompok

m = jarak dari titik pusat baut ke tepi bagian dalam kolom

(89)

Tabel 2.2 Panjang efe

(Sumber : The Steel Constr

efektif ( Leff) untuk persamaan garis lentur

(90)

Tabel 2.3 Panjang efe

(Sumber : The Steel Constr

efektif ( Leff) untuk persamaan garis lentur

(91)

Tabel 2.4 Panjang efe

(Sumber : The Steel Constr

efektif ( Leff) untuk persamaan garis lentur

(92)

Tegang

Tegangan pada badan kolom dan juga pada badan bal er : The Steel Construction Institute, 1995 dan AISC 200

pun kemampuan perlawanan terhadap tegangan

ntentukan dengan mengunakan persamaan sebaga

Pt = Ltx twx Py ……… ( per

kolom seperti yang

ihat pada gambar

posisi baris 2 dan

galan perlawanan

an balok terdapat

kibat pembebanan

(93)

Dimana

ana notasi diatas sebagai berikut :

panjang regangan efektif pada badan dengan asum

60Odari baut kepusat badan seperti pada gamba tebal badan atau kolom

kekuatan rencana baja kolom ataupun baut

gagalan akibat gaya tekan ( failure by compr agalan pada sambungan juga timbul akibat g

di pada sambungan tersebut, akibat dari gaya ga

di kerusakan pada bagian badan kolom yang

upun badan kolom yang menjadi tertekuk, pe

n kolom diteruskan kepada bagian sayap

kan dan juga sdikit punter antara bagian bada

an sayap balok. Untuk menghitung tekanan yan

n kolom Pc, terdapat dua persamaan yang dapa

udian akan di bandingkan untuk mendapat

kecil, arah perlawanan dari badan kolom

awanan badan pada panjang penyebaran kekuata

12 Distribusi penyebaran gaya akibat tekan pada bagi er : The Steel Construction Institute, 1995 dan AISC 200

n asumsi pelebaran

mbar 2.11

pression )

t gaya tekan yang

a gaya tekan yang

ang menjadi retak

kuk, perlawanan dari

p balok menjadi

dan balok dengan

yang terjadi dalam

dapat dipakai yang

atkan nilai yang

m dihitung dari

kuatan berikut :

(94)

Untuk pe

uk persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut

Pc = (b1+ n2) x tcx Py……… (

ana notasi diatas sebagai berikut :

= panjang penahan kekakuan berdasarkan 45

melalui pelat penyambung ke bagian tepi da

= perolehan panjang dari perbandingan 1 :

sayap kolom dan radius kaki

= tebal badan kolom

= kekuatan rencana kolom

= tebal dari pelat penyambung

= tebal sayap kolom

= radius kaki kolom

uk melayani gaya tekan yang terjadi bagian bada

mengalami tekuk, hal ini dapat digambarkan se

13 Distribusi penyebaran tekuk yang terjadi pada badan k er : The Steel Construction Institute, 1995 dan AISC 200

ikut :

n sebagai berikut :

(95)

Untuk pe

uk persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut

Pc = (b1+ n1) x tcx Pc……… (

ana notasi diatas sebagai berikut :

= panjang penahan kekakuan berdasarkan 45

melalui pelat penyambung ke bagian tepi da

perolehan panjang dari 450penyebaran melal tiggi penampang kolom,

dimana tinggi penampang kolom ( Dc )

= tebal badan kolom

kekuatan rencana kolom

= tebal dari pelat penyambung

uk melayani gaya tekan yang terjadi bagian sa

balok, tekanan yang terjadi dapat digam

kut :

14 Distribusi penyebaran tekuk yang terjadi pada badan k er : The Steel Construction Institute, 1995 dan AISC 200

ikut :

Gambar

Gambar 3.1. Diagram Alir
Gambar(Sumbebar .2.3 Hasil uji tarik benda uji sampai mengalber : Agus Setiawan,Struktur Baja Metode LRFngalami keruntuhanRFD, 2008 )
Gambar .2.4 Perierilaku benda uji hingga mencapai regangan seben sebesar + 2 %
Tabel 2.1. Kelas mutu baja berdasarkan tegangan leleh dan putus(Sumber : Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-1729-2002)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perencanaan struktur rangka baja Gedung D’SOYA HOTEL menggunakan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus, dimana dalam perhitungan struktur atas yang akan dianalisa adalah meliputi

Karena tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui perilaku sambungan momen dengan baut pada material baja ringan (cold formed steel) untuk

Deteksi kerusakan yang dibahas dalam tugas akhir ini adalah deteksi kerusakan pada suatu model struktur portal bidang baja yaitu portal bidang baja tipe Concentrically

Penelitian mengenai struktur baja dengan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) yang menggunakan RBS pada satu arah menunjukkan bahwa simpangan antar tingkat (drift)

Data properti dan geometri dari kolom baja, balok baja, baut mutu tinggi, end-plate dan stiffener yang diambil dalam penelitian ini adalah data penelitian eksperimental

Sambungan baut-gusset plate pada struktur gable frame masih berperilaku linier elastis hingga momen 5.5 kNm dengan rotasi yang terjadi 5.5 mm.. Sambungan masih

Tipe Sambungan terprakualifikasi yang digunakan adalah sambungan momen Penampang Balok Tereduksi (PBT) berdasarkan SNI 7972:2013 dari struktur rangka baja momen

Gedung Rumah Sakit Umum Darmayu Ponorogo akan digunakan sebagai objek tugas akhir ini dibangun menggunakan material struktur baja tahan gempa dengan sistem rangka pemikul momen SRPM..