memiliki kekurangan seperti biaya perawatan yang besar, biaya pengadaan anti api yang besar (fire proofing cost), ketahanan terhadap perlawanan tekuk kecil, dan kekuatannya akan berkurang jika dibebani secara berulang/periodik (kondisi leleh atau fatigue)
2.1.1 Klasifikasi baja konstruksi
Baja yang akan di gunakan sebagai bahan konstruksi dapat di klasifikasikan menjadi baja karbon, baja panduan mutu tinggi dan baja paduan mutu rendah. Sifat sifat mekanik dari baja tersebut seperti tegangan
leleh dan tegangan putusnya diatur didalam ASTM A6/A6M. a. Baja karbon
Baja karbon dibagi atas 3 kategori tergantung dari persentase kandungan karbon yang terdapat didalamnya, yaitu:
• Baja karbon rendah (low carbon steel), dimana kandungan
arangnya lebih kecil dari 0,15%.
• Baja karbon ringan (mild carbon steel), dimana kandungan
arangnya berkisar 0,15% - 0,29%.
• Baja karbon sedang (medium carbon steel), dimana kandungan
arangnya berkisar 0,30% - 0,59%.
• Baja karbon tinggi (high carbon steel), dimana kandungan
arangnya berkisar 0,60% - 1,7%.
tergantung dengan tingkat ketebalan dari besi yang akan di cetak. Unsur lain juga terkandung didalam besi tersebut yaitu mangan ( 0.25 % - 1,5 % ), Silikon ( 0.25-0.30% ) fosfor ( maksimal 0.04 % ) dan sulfur (0.05%). Baja karbon menunjukan titik peralihan leleh yang jelas seperti pada gambar grafik dibawah pada (kurva a). Naiknya persentase karbon meningkatkan tegangan leleh namun menurunkan daktalitas, salah satu dampaknya ialah membuat pelaksanaan pekerjaan pengelasan menjadi lebih sulit. Baja karbon umumnya memiliki tegangan leleh (fy) 210–250 Mpa
b. Baja paduan mutu tinggi
Yang di maksud dalam kategori baja paduan mutu tinggi ( High Stregh Low- Alloy Steel / HSLA ) yaitu baja dengan mempunyai tegangan leleh berkisar antara 290–550 Mpa dengan tegangan putus (fu) antara 415 –700 Mpa. Titik peralihan leleh dari baja ini nampak dengan jelas pada (kurva b). Penambahan sedikit bahan bahan paduan seperti chromium, columbium, magan, molybden, nikel, fosfor, vanadium, atau zinkonium dapat memperbaiki sifat-sifat mekaniknya. Jika baja karbon memiliki kekuatannya seiring dengan penambahan persentase karbon, maka bahan – bahan paduan ini mampu memperbaiki sifat mekanik baja dengan membentuk mikrostruktur dalam bahan baja yang lebih halus
c. Baja paduan mutu rendah
peralihan te
n tegangan leleh tidak tampak dengan jelas (kur ri baja paduan mutu rendah ini biasanya dite n yang terjadi saat timbul regangan permanen
at ditentukan pula sebagai tegangan pada i 0.5 % . Baut yang biasa di gunakan sebagai a yai tegangan putus minimum 415 Mpa hingga nggi mempunyai kandungan karbon maksimum n putus berkisar antara 733 Mpa hingga 838 Mpa
bar 2.2 Hubungan tegangan–regangan tipika harles G. Salmon dan John E. Johnson,Struktur B
Kurva C
Kurva B
Kurva A
2.1.2 Sifat–sif
sifat mekanik baja konstruksi
gar dapat memahami struktur perilaku struk g ahli struktur harus memahami pula sifat sifa Model pengujian yang paling tepat untuk menda
ekanik dari material baja adalah dengan mela p suatu benda uji baja . uji tekan tidak dapat m akurat terhadap sifat sifat mekanik materia bkan beberpa hal antara lain adanya potensi te
g mengakibatkan ketidakstabilan dari benda uji rhitungan tegangan yang terjadi dalam benda uj ung pada uji tarik dari pada pada pengujian teka
h menunjukan suatu hasil uji tarik material serta memberikan laju regangan yang norm nal (f) yang terjadi pada benda uji di plot pada
an regangan (
ε
) yang merupakan perbandingan antdengan panjang mula–mula ( ) di plot pada sum
bar .2.3 Hasil uji tarik benda uji sampai mengal ber : Agus Setiawan,Struktur Baja Metode LRF
uktur baja, maka sifat mekanik dari endapatkan sifat – elakukan uji tarik t memberikan data rial baja, karena tekuk pada benda uji tersebut, selain nda uji lebih mudah kan. Pada gambar al baja pada suhu normal . Tegangan
da sumbu vertical ,
n antara pertambahan
sumbu horizontal .
Gambar .2.4 Peri
erilaku benda uji hingga mencapai regangan sebe : Agus Setiawan,Struktur Baja Metode LRFD, 2008
ambar 2.3 terlihat 4 zona perilaku yaitu : zona s, zona strain hardening dan zona sepanjang peri
ng serta diakhiri dengan kegagalan (failure). Ket kan penjelasan dari kempat zona diatas :
lam Zona regangan, tegangan dan reg oposional, kemiringan linear yang ada meru stisitas / modulus young ( E ) . daerah ini di erah ini disebut plato plastis
n sebesar + 2 % , 2008 )
zona elastik, zona peristiwa terjadinya eterangan berikut
egangan bersifat rupakan modulus ni dinamakan zona dengan tercapainya
• Saat zona plasto plastis berakhir, strain hardening mulai terjadi
dan secara bertahap meningkatkan nilai tegangan sampai mencapai tegangan ultimate (Fu). Setelah itu tegangan cenderung menurun dengan bertambahnya regangan sebagai nilai indikasi masuknya daerah neckling yang diakhiri dengan kegagalan fraktur ( failure )
Titik–titik penting dalam kurva tegangan dan regangan ialah : fp = Batas Proposional
fe = Batas Elastis
fyu, fy = Tegangan Leleh atas dan bawah fu = Tegangan Putus
ε
sb = Regangan saat mulai terjadi efek strain- hardening(penguatan regangan)
ε
u = Regangan saat tercapainya tegangan putusSifat mekanis baja struktural yang digunakan dalam perencanaan yaitu :
Modulus elastisitas (E) = 200.000 MPa Modulus geser (G) = 80.000 MPa Nisbah poisson (μ ) = 0,3
Berdasarkan tegangan leleh dan tegangan putus dari baja , SNI 03-1729-2002 mengklasifikasikan mutu dari material baja menjadi 5 kelas, yaitu :
Tabel 2.1. Kelas mutu baja berdasarkan tegangan leleh dan putus
(Sumber : Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-1729-2002)
2.2 Sambungan pada Konstruksi Baja
Sambungan ialah satu media yang berfungsi untuk mengabungkan elemen – elemen tunggal pada satu konstruksi baja yang digabung secara tersusun sehingga membentuk satu kesatuan konstruksi. Salah satu fungsi utama sebuah sambungan ialah untuk memindahkan gaya-gaya yang bekerja pada titik penyambungan ke elemen-elemen struktur yang disambung.
Pada konstruksi baja, selain memindahkan gaya-gaya yang terjadi, fungsi/tujuan lain dilakukannya penyambungan yaitu :
menggabungkan beberapa batang baja membentuk kesatuan konstruksi
sesuai kebutuhan.
mendapatkan ukuran baja sesuai kebutuhan (panjang, lebar, tebal, dan
memudahkan dalam penyetelan konstruksi baja di lapangan.
memudahkan penggantian bila suatu bagian/batang konstruksi
mengalami rusak.
Pada sambungan baja sering terdapat kemungkinan adanya bagian/batang konstruksi yang berpindah, contohnya antara lain yaitu peristiwa pemuaian dan penyusutan baja akibat adanya perubahan suhu. Dikarenakan bentuk struktur bangunan baja yang begitu kompleks, kejadian perubahan - perubahan baja tersebut sangat menganggu fungsi kekuatan dan ketahanan struktur tersebut khususnya pada daerah titik sambungan baja konstruksi. Pada umumnya sambungan antara elemen tersebut harus direncanakan dengan matang agar struktur bangunan dapat bertahan sesuai dengan perencanaan yang di rencanakan.
Kegagalan dalam sambungan dapat mengakibatkan perubahan fungsi struktur bangunan, dan kegagalan yang paling berbahaya adalah keruntuhan pada struktur tersebut akibat perubahan fungsi. Untuk mencegah hal tersebut, maka kekakuan sambungan antara elemen - elemen tersebut harus memenuhi persyaratan dalam perencanaan sambungan. Terdapat dua filosofi yang biasa digunakan dalam perencanaan struktur baja yaitu:
1. Perencanaan dengan metode peninjauan terhadap tegangan kerja / working stress design ( Allowable Stress Design / ASD )
2. Perencanaan dengan metode peninjauan kondisi batas / limit states Design ( Load and Resistance Factor Design / LRFD)
sambungan yang dipakai. Ketiga jenis ini adalah sebagai berikut (Charles G. Salmon dan John E. Johnson, 1995) :
1. Jenis 1 AISC. Sambungan portal kaku (rigid connection),
Sambungan ini memiliki kontinuitas penuh sehingga sudut pertemuan antara batang-batang tidak berubah, yakni derajat pengekangan (restraint) sambungan untuk berotasi minimal 90% atau lebih dari yang diperlukan untuk mencegah perubahan sudut. Sambungan ini dipakai baik pada metode perencanaan tegangan kerja maupun perencanaan plastis.
2. Jenis 2 AISC. Sambungan kerangka sederhana (simple framing),
Sambungan ini memiliki pengekangan rotasi di ujung-ujung batang dibuat sekecil mungkin. Suatu kerangka dapat dianggap sederhana jika sudut semula antara batang-batang yang berpotongan dapat berubah sampai 80% dari besarnya perubahan teoritis yang diperoleh dengan menggunakan sambungan sendi tanpa gesekan (frictionless) atau derajat pengekangan sambungan untuk berotasi maksimal 20%. Kerangka sederhana tidak digunakan dalam perencanaan plastis, kecuali pada sambungan batang-batang tegak lurus bidang portal yang harus mencapai kekuatan plastis
3. Jenis 3 AISC. Sambungan kerangka semi-kaku ( semi-rigid connection). Sambungan ini memiliki pengekangan rotasi sambungan berkisar antara
20% - 90% dari yang diperlukan untuk mencegah perubahan sudut.
Sedangkan jika di tinjau dari perancanaan struktur baja dengan metode kondisi batas (limit states design / LRFD), konstruksi baja dibedakan atas dua kategori sesuai dengan jenis sambungan yang dipakai, antara lain :
4. Tipe FR (Fully Restrained) Sambungan terkekang penuh
Sambungan ini dulu dikenal sebagai sambungan kaku (rigid connection) dimana sambungan ini dianggap memiliki kekakuan yang tinggi untuk menjaga perubahan sudut antara elemen – elemen yang disambung. Dengan kata lain, momen yang bekerja ditransfer secara penuh dan juga rotasi perputaran pada sambungan itu berputar secara bersamaan sehingga tidak ada penyimpangan, sambungan ini dikenal sebagai sambungan “tipe–1”pada perencanaan metode ASD
5. Tipe PR (Partially Restrained) Sambungan terkekang sebagian
Sambungan ini dulu dikenal sebagai sambungan fleksibel (flexible connection) dimana pada sambungan ini, alat penyambung dibuat
sefleksibel mungkin sehingga pada kedua ujung komponen struktur yang disambung dianggap bebas momen. Sambungan ini juga dikenal sebagai sambungan“tipe –2” pada perencanaan metode ASD
2.2.1 Sambungan Momen (Moment Connections)
sambungan yang memiliki kekakuan yang tinggi dimana sambungan ini dapat menjaga perubahan sudut yang terjadi antara elemen – elemen yang disambung satu dengan yang lainnya. Dengan kata lain, momen yang bekerja pada elemen yang disambung ditransfer secara penuh kepada media penyambung yang kemudian media penyambungan tersebut meneruskan gaya momen ke elemen struktur yang tersambung pada sambungan tersebut hal ini menyebabkan rotasi perputaran elemen – elemen struktur pada sambungan itu berputar secara bersamaan sehingga tidak ada penyimpangan sudut atau sangat kecil.
Jika kita meninjau sambungan momen berdasarkan metode alat penyambungnya, sambungan ini dapat terbagi atas 2 bagian yaitu :
1. Sambungan momen dengan mengunakan metode las
Gambar 2.7.b. sambungan balok & balok
Gambar 2.8.b. Klasifikasi sambungan berdasarkan kekakuan ( rigidity )
Pada Gambar 2.8.a, sehubungan dengan kekuatan (strength), sambungan diklasifikasikan menjadi full strength, partial strength, dan nominally pinned.
Sambungan full strength didefinisikan sebagai sambungan dengan
moment resistance M sama atau lebih besar dari moment capacity (M≥ Mcx). Kurva 1, 2, dan 4 menunjukkan sambungan full strength.
Sambungan partial strength didefinisikan sebagai sambungan moment
resistance M sama atau kurang dari moment capacity (M≤ Mcx). Kurva 3 dan 5 termasuk ke dalam klasifikasi partial strength.
Sedangkan nominally pinned adalah sambungan yang cukup fleksibel
dengan momen resistance tidak lebih 25% dari moment capacity. Kurva 6 menggambarkan sambungan tipe nominally pinned.
Pada Gambar 2.8.b, kekakuan (rigidity) sama dengan kekakuan rotasi dimana kurva 1, 2, 3, dan 4 menunjukkan sambungan rigid. Sedangkan kurva 5 termasuk dalam klasifikasi sambungan semi-rigid. Dalam peraturan BS5950 dijelaskan bahwa garis putus-putus antara rigid dengan semi-rigid diperoleh dari rumus 2EI/L.
Dari hasil grafik kurva momen rotasi ( M - θ ) maka perencanaan
sambungan balok berdasarkan tingkat kekuatan sambungan terdapat tipe sambungan yang dikenal dengan istilah sambungan plat ujung / end plat connection. Dimana tipe sambungan plat ujung tersebut dibagi atas 2 jenis tipe sambungan yaitu :
1. Sambungan tipe Flush ( Flush End Plate )
Sambungan ini memiliki bentuk plat penyambung yang lebarnya sama dengan ketinggian balok yang akan disambung sehingga baut yang berguna sebagai media penyambungnya hanya diletakkan pada posisi bagian dalam balok saja
2. Sambungan tipe Extended ( Extended End Plate )
Sambungan ini memiliki bentuk plat penyambung yang lebarnya lebih tinggi dari pada ketinggian balok yang akan disambung sehingga baut yang berguna sebagai media penyambungnya dapat diletakkan pada posisi bagian luar balok penyambung
2.3 Kegagalan yang terjadi pada sambungan baja
dari gambar di akibat gaya yang terja
Gambar 2.9 Tegangan dan R
(Sumber :
r dibawah ini untuk daerah yang mengalami pe rjadi
gangan dan Regangan yang terjadi pada sambungan e
er : The Steel Construction Institute, 1995 dan AISC 200
NOTASI PROSEDUR PEMERIK
Pembengkokan pada plat penyambun Pembengkokan pada plat sayap kol Tegangan pada plat badan balok Tegangan pada plat badan kolom Sambungan las plat penyambung k Sambungan las plat badan balok ke h Gaya geser pada pelat badan kolom
j k l m
Tekanan pada plat sayap balok Sambungan las plat penyambung k Keruntuhan pada bagian plat badan kol Tekuk pada bagian plat badan kolom n
p q
Sambungan las plat penyambung k Geser pada baut
Patahan akibat baut pada plat ataupun sa
perubahan bentuk
bung ke plat sayap kolom ok ke plat penyambung n kolom
bung ke plat sayap kolom dan kolom
n kolom
bung ke plat badan balok
2.3.1 Kegagal
gagalan akibat tegangan yang terjadi ( failure agalan yang terjadi akibat tegangan yang ti usakan dan perubahan beberapa bagian dari sam ra lain kerusakan yang timbul pada bagian baut ubahan pada bagian sayap kolom serta perubaha
penyambung end plate, gaya tegangan yang mengakibatkan baut yang terpasangan aka galan yang mengakibatkan kehancuran ataupun an badan baut. Kekuatan pada masing masing ba ngan tergantung oleh bengkokan yang ter
ambung maupun yang terjadi pada plat saya ndukung. Dengan menganalisa dan menghitung da
awanan untuk masing masing barisan baut bar dibawah ini.
bar 2.10 Distribusi tahanan baut dari tegangan y
er : The Steel Construction Institute, 1995 dan AISC 200
re by tension ) g timbul membuat
sambungan momen aut penyambung , ubahan pada bagian ng diberikan pada akan mengalami aupun putus pada g baut pada daerah terjadi pada plat sayap untuk kolom g dari kemampuan ut mengacu pada
gangan yang terjadi
Dengan perhitungan untuk bagian Pelat Sambungan (end plate)
= 0.85 ……… ( pers. 2.1 )
= ……….. ( pers. 2.2 )
Sedangkan perhitungan untuk sayap pada kolom ( column flange )
= 0.8 ………. ( pers. 2.3 )
= ……… ( pers. 2.4 )
Dimana notasi untuk diatas ;
g = Jarak horizontal antara pusat baut ke baut dalam satu baris
bp= Lebar dari pelat sambungan ( end plate )
B = Lebar sayap kolom
tb = Tebal badan dari balok
tc = Tebal badan dari kolom
sww= tebal las dari badan balok ke pelat penyambung
swf = tebal las dari sayap balok ke pelat penyambung
Ketentuan untuk plate yang diperlebar bahwa :
mx= x–0.85wf
Nilai ni
i nilai yang terjadi pada Pr1, Pr2, Pr3 dan seter urutan baris yang paling atas ( baris 1 ) hingg ng bawah, dimana beban yang akan terjadi juga baris paling atas kemudian diteruskan sam ng bawah dengan mengkombinasikan baris ba uk bagian pembengkokan pada sayap ataupun pa e yang mengalami tegangan. Kehancuran y ksa dan dianalisa secara terpisah. Dengan awan yang terjadi maka kegagalan pada bagian da bagian end plate dibagi atas 3 bagian antara lai
Model 1:
Sayap melentur dengan s
Model 2:
Sayap melentur tetapi ba
Model 3: hingga baris yang uga dihitung mulai sampai baris yang s baris sebelumnya. n pada bagian end yang terjadi di
ur tetapi baut putus
Dalam model 1, mencari persamaan untuk mendapatkan Pr :
=
……….……….. ( pers. 2.5 )=
……….………. ( pers. 2.6 )Dalam model 2, mencari persamaan untuk mendapatkan Pr :
=
( ) …….……….. ( pers. 2.7 )Dalam model 3, mencari persamaan untuk mendapatkan Pr :
=
…….………... ( pers. 2.8 )Dimana notasi untuk diatas ;
Leff = panjang efektif garis lentur sesuai persamaan T–stub
( lamp. Tabel 2.2, 2.3, 2.4 )
t = tebal sayap kolom ataupun tebal pelat penyambung
Py = Kuat rencana dari kolom ataupun pelat penyambung
Pr = Kemampuan lawan dari barisan baut ataupun kelompok
Pt’ = Kapasitas tegangan baut
ΣPt’ = total kapasitas tegangan baut dalam satu kelompok
Tabel 2.2 Panjang efe
(Sumber : The Steel Constr
efektif ( Leff) untuk persamaan garis lentur
Tabel 2.3 Panjang efe
(Sumber : The Steel Constr
efektif ( Leff) untuk persamaan garis lentur
Tabel 2.4 Panjang efe
(Sumber : The Steel Constr
efektif ( Leff) untuk persamaan garis lentur
Tegang
Tegangan pada badan kolom dan juga pada badan bal
er : The Steel Construction Institute, 1995 dan AISC 200
pun kemampuan perlawanan terhadap tegangan ntentukan dengan mengunakan persamaan sebaga
Pt = Ltx twx Py ……… ( per
kolom seperti yang ihat pada gambar posisi baris 2 dan galan perlawanan an balok terdapat kibat pembebanan
uga pada badan balok
Dimana
ana notasi diatas sebagai berikut :
panjang regangan efektif pada badan dengan asum 60Odari baut kepusat badan seperti pada gamba tebal badan atau kolom
kekuatan rencana baja kolom ataupun baut
gagalan akibat gaya tekan ( failure by compr agalan pada sambungan juga timbul akibat g
di pada sambungan tersebut, akibat dari gaya ga di kerusakan pada bagian badan kolom yang upun badan kolom yang menjadi tertekuk, pe
n kolom diteruskan kepada bagian sayap kan dan juga sdikit punter antara bagian bada an sayap balok. Untuk menghitung tekanan yan
n kolom Pc, terdapat dua persamaan yang dapa udian akan di bandingkan untuk mendapat kecil, arah perlawanan dari badan kolom awanan badan pada panjang penyebaran kekuata
12 Distribusi penyebaran gaya akibat tekan pada bagi
er : The Steel Construction Institute, 1995 dan AISC 200
n asumsi pelebaran mbar 2.11
pression )
t gaya tekan yang a gaya tekan yang ang menjadi retak kuk, perlawanan dari p balok menjadi dan balok dengan yang terjadi dalam dapat dipakai yang patkan nilai yang m dihitung dari kuatan berikut :
an pada bagian kolom
Untuk pe
uk persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut
Pc = (b1+ n2) x tcx Py……… (
ana notasi diatas sebagai berikut :
= panjang penahan kekakuan berdasarkan 45 melalui pelat penyambung ke bagian tepi da = perolehan panjang dari perbandingan 1 :
sayap kolom dan radius kaki = tebal badan kolom
= kekuatan rencana kolom = tebal dari pelat penyambung = tebal sayap kolom
= radius kaki kolom
uk melayani gaya tekan yang terjadi bagian bada mengalami tekuk, hal ini dapat digambarkan se
13 Distribusi penyebaran tekuk yang terjadi pada badan k
er : The Steel Construction Institute, 1995 dan AISC 200
ikut : n sebagai berikut :
pada badan kolom
Untuk pe
uk persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut
Pc = (b1+ n1) x tcx Pc……… (
ana notasi diatas sebagai berikut :
= panjang penahan kekakuan berdasarkan 45 melalui pelat penyambung ke bagian tepi da = perolehan panjang dari 450penyebaran melal
tiggi penampang kolom,
dimana tinggi penampang kolom ( Dc ) = tebal badan kolom
kekuatan rencana kolom = tebal dari pelat penyambung
uk melayani gaya tekan yang terjadi bagian sa da balok, tekanan yang terjadi dapat digam
kut :
14 Distribusi penyebaran tekuk yang terjadi pada badan k
er : The Steel Construction Institute, 1995 dan AISC 200
ikut :
pada badan kolom
Untuk pe
uk persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut
Pc = 1,4 x Pybx Tbx Bb……… (
ana notasi diatas sebagai berikut : = kekuatan rencana balok = tebal dari sayap balok b = Lebar sayap balok
gagalan akibat geser horizontal (failure by hor
agalan pada sambungan juga timbul akibat g di pada sambungan tersebut, untuk dapa timbangan gaya pada sambungan geser horizont di dalam perencanaan sambngan momen, aki
geser yang terjadi kerusakan pada bagian bada njadi retak ataupun badan kolom yang menjadi t
yang terjadi digambarkan sebagai berikut :
Distribusi penyebaran geser horizontal pada badan k ikut :
……… (pers. 2.12 )
y horizontal shear)
t gaya geser yang dapat memberikan izontal juga dapat akibat dari gaya badan kolom yang di tertekuk, adapun
Untuk pe
uk persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut
Pv = 0,6 x Pycx tcx Dc……… (
ana notasi diatas sebagai berikut : = kekuatan rencana kolom = tebal dari badan kolom = tinggi dari penampang kolom
gagalan akibat geser vertikal (failure by vertic
agalan pada sambungan juga timbul akibat gay g terjadi pada sambungan tersebut, untuk dapa
timbangan gaya pada sambungan, kapasitas unt ical dihitung mengunakan pengurangan nilai ba
da di daerah tegangan, di tambah nilai geser pe g diabaikan ketika menghitung kapasitas moment
gai berikut :
6 Distribusi penyebaran geser vertikal pada badan ikut : barisan baut yang penuh untuk baut ent, digambarkan
Untuk persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut :
V < ( nsx Pss) + ( ntx Pst)……… (pers. 2.14 )
Dimana notasi diatas sebagai berikut : V = kekuatan geser rencana
ns = jumlah baut pada daerah geser
Pss = kapasitas geser dari baut tunggal hanya pada daerah geser yang paling kecil dari hasil nilai persamaan berikut :
Ps x As………… ( untuk perhitungan geser baut ) d x tp xPb ……. ( untuk perhitungan geser pada pelat ) d x tf x pb …….. ( untuk perhitungan geser pada sayap ) Pts = kapasitas geser dari baut tunggal hanya pada daerah tegangan
yang paling kecil dari hasil nilai persamaan berikut : 0,4 x Ps x As…… ( untuk perhitungan geser baut ) d x tp x Pb ……. ( untuk perhitungan geser pada pelat ) d x tf x pb …….. ( untuk perhitungan geser pada sayap ) Ps = Kuat geser baut
As = daerah geser baut, dianjurkan daerah ulir Ts = tebal sayap kolom
tp = tebal end plate
2.4 Software Fine Elemen Analisis ( FEA ) ANSYS 2.4.1 Pengertian dan sejarah pengunaan ANSYS
ANSYS adalah sebuah software analisis elemen hingga dengan kemampuan menganalisa dengan cakupan yang luas untuk berbagai jenis masalah ( Tim Langlais,1999). ANSYS mampu memecahkan persamaan differensial dengan cara memecahnya menjadi elemen-elemen yang lebih kecil. Pada awalnya program ini bernama STASYS (Structural Analysis System), kemudian berganti nama menjadi ANSYS yang ditemukan pertama kali oleh Dr. John Swanson pada tahun 1970.
ANSYS merupakan tujuan utama dari paket permodelan elemen hingga untuk secara numerik memecahkan masalah mekanis yang berbagai macam. Masalah yang ada termasuk analisa struktur statis dan dinamis (baik linear dan non-linear), distribusi panas dan masalah cairan, begitu juga dengan ilmu bunyi dan masalah elektromagnetik.
Teknologi ANSYS mekanis mempersatukan struktur dan material yang bersifat non-linear. ANSYS multiphysic juga mengatasi masalah panas, struktur, elektromagnetik, dan ilmu bunyi. Program ANSYS dapat digunakan dalam teknik sipil, teknik listrik, fisika dan kimia.
2.4.2 Sistem Kerja analisa program
Gambar 2.17
.17 pemodelan elemen dengan metode pengunaan node
yang diperoleh dari ANSYS ini berupa pend n analisa numerik. Ketelitiannya sangat bergant h model tersebut dan menggabungkannya
a umum, suatu solusi elemen hingga dap gikuti 3 tahap ini. Ini merupakan panduan um untuk menghitung analisis elemen hingga.
Tahapan pendahuluan, langkah yang disiapka
- Mendefinisikan titik point, garis, luas, vol
- Mendefinisikan jenis elemen material/geometri
- Menghubungkan garis, luas, volume sesu
Tahapan Analisa, langkah yang disiapkan ada
-- menetapkan perletakan ( translasi dan rot - terakhir menjalankan analisisnya .
Tahapan Hasil Analisa data, dalam hal ini ha
di tampilkan oleh software ini adalah :
- Tabel perpindahan nodal - Tabel gaya dan momen - Defleksi (penurunan)
- Diagram kontur tegangan dan regangan
SYS juga memiliki sistem satuan di dalamnya, us menggunakan sistem satuan yang konsi
nnya.
Tabel 2.5 Satuan yang digunakan dalam softw
ana di dalam program ANSYS untuk menyama ya pada bagian command di ketikkan“/units,si
rotasi)
ni hasil yang dapat
ya, oleh karena itu konsisten untuk
software ansys