SKRIPSI
KAJIAN PENERAPAN PRODUKSI BERSIH AGROINDUSTRI KERUPUK IKAN
(Studi Kasus di Perusahaan Kerupuk Dua Gajah , Desa Kenanga, Indramayu – Jawa Barat)
FIRMAN PRAWIRADISASTRA F34102050
2007
FIRMAN PRAWIRADISASTRA. F34102050. Kajian Penerapan Produksi Bersih Agroindustri Kerupuk Ikan (Studi Kasus di Perusahaan Kerupuk Dua Gajah , Desa Kenanga, Indramayu – Jawa Barat). Di bawah bimbingan : Nastiti Siswi Indrasti. 2007
RINGKASAN
Indonesia memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan agroindustri di bidang perikanan. Pada tahun 2002 produksi perikanan mencapai 4.7 juta ton, yang terdiri atas 3.7 juta ton produksi laut dan 1 juta ton produksi perikanan darat (BPS,2002). Industri kerupuk di Indramayu kebanyakan merupakan industri kecil dan menengah. Industri kerupuk jika tidak ditangani dengan baik juga mempunyai potensi untuk merusak lingkungan.
Tujuan dari penelitian ini adalah memperkenalkan konsep produksi bersih pada industri kecil dan menengah, khususnya agroindustri kerupuk ikan. Kedua, menganalisis alternatif-alternatif penerapan produksi bersih pada agroindustri kerupuk ikan. Tujuan terakhir adalah melakukan analisis kelayakan terhadap kemungkinan penerapan produksi bersih.
Penanganan terhadap limbah cair dan padat dari industri kerupuk dirasa masih kurang. Tidak ditanganinya limbah cair industri kerupuk membuat lingkungan sekitar pabrik menjadi kurang nyaman. Limbah cair menyebabkan parit yang terdapat di sekitar pabrik berbau tidak sedap. Penggunaan air yang berlebih juga menyebabkan pemborosan air.
Solusi dari permasalahan di atas adalah produksi bersih. Manajemen pabrik belum mengetahui konsep produksi bersih sehingga perlu dilakukan pembinaan atau pelatihan, baik dari pemerintah atau kalangan akademis. Penerapan produksi bersih tentunya harus sesuai dengan karakteristik industri kerupuk di Indramayu yaitu menggunakan teknologi yang biayanya terjangkau (feasible) dan bahan yang mudah didapatkan di pasaran.
Alternatif yang diusulkan adalah usaha daur ulang air, pemanfaatan limbah ikan menjadi tepung ikan, perbaikan good house keeping, modifikasi alat, modifikasi proses dan tata cara operasi yang baik. Penerapan tata cara operasi yang baik dan perbaikan good house keeping tidak membutuhkan banyak biaya. Manfaat dari kedua alternatif ini memang tidak secara langsung berkaitan dengan produktivitas dan efisiensi pabrik.
Oleh karena itu perlu ada perubahan pola pikir dari pemilik pabrik. Penerapan tata cara operasi yang baik diantaranya pembuatan Standard Operatinal Procedure
(SOP) pembuatan dan pencetakan adonan, tidak membutuhkan biaya besar. Jika setiap hari 1.7 kg tepung terigu terbuang maka dengan pembuatan SOP diharapkan tepung terigu yang terbuang dapat dihemat. Penghematan tepung terigu tiap tahunnya bisa mencapai 408 kg. Jika asumsi harga tepung terigu adalah Rp 4 000 per kg maka setiap tahun dapat menghemat Rp 1 632 000,-. Penerapan produksi bersih seperti perbaikan good house keeping dan tata cara operasi yang baik perlu dilakukan terus-menerus dengan pengawasan yang memadai agar dicapai hasil yang optimal.
adalah sebesar -Rp. 9 772 452,- sehingga dapat dikatakan alternatif ini tidak layak untuk dijalankan. Biaya operasional dari alternatif ini lebih besar dari penghematan biaya yang didapatkan sehingga perlu mencari alternatif lain yang efisien.
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
KAJIAN PENERAPAN PRODUKSI BERSIH AGROINDUSTRI KERUPUK IKAN
(Studi Kasus di Perusahaan Kerupuk Dua Gajah , Desa Kenanga, Indramayu – Jawa Barat)
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh:
FIRMAN PRAWIRADISASTRA F34102050
2007
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
KAJIAN PENERAPAN PRODUKSI BERSIH AGROINDUSTRI KERUPUK IKAN
(Studi Kasus di Perusahaan Kerupuk Dua Gajah , Desa Kenanga, Indramayu – Jawa Barat)
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh:
FIRMAN PRAWIRADISASTRA F34102050
Dilahirkan pada tanggal 27 Mei 1984 Di Bochum, Jerman
Tanggal lulus : 28 Juni 2007
Menyetujui Bogor, Agustus 2007
BIODATA RINGKAS PENULIS
Firman Prawiradisastra, dilahirkan 27 Mei 1984 di Bochum, Jerman. Merupakan putra pertama dari pasangan Ir. Suryana dan Mahtarini. Penulis bersekolah mulai dari TK Akbar, lulus pada tahun 1990. Kemudian melanjutkan pendidikannya di SD Pengadilan V pada tahun 1990 dan lulus pada tahun 1996. Kemudian penulis melanjutkan bersekolah di SLTP Negeri 2 Bogor pada tahun 1996 sampai 1999.
Pada tahun 1999 melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 1 Bogor hingga lulus pada tahun 2002. Semasa SMU penulis pernah mengkuti beberapa perlombaan diantaranya juara 3 lomba cepat tepat metereologi interaktif tahun 2002 dan menjadi peserta Olimpiade Fisika tingkat nasional SMU tahun 2001. Tamat dari SMU penulis melanjutkan pendidikan di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis mendapatkan gelar sarjana pada tahun 2007.
Beberapa kegiatan kepanitiaan juga pernah penulis ikuti diantaranya penerimaan mahasiswa baru BEM IPB, Penerimaan mahasiswa baru FATETA dan Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (Himalogin). Beberapa seminar pernah penulis ikuti bertemakan wirausaha, biodiesel, pemasaran, motivasi dan lainnya.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi ALLAH yang telah memberikan hidayah kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Penerapan Produksi Bersih Agroindustri Kerupuk Ikan”. Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Ucapan terima kasih juga ingin penulis sampaikan kepada
1. Ibu Dr. Ir Nastiti Siswi Indrasti selaku dosen pembimbing atas saran dan masukannya bagi penulis
2. Bapak Ir. Ade Iskandar M.Si dan bapak Dr. Ono Suparno sebagai dosen penguji atas masukannya terhadap penulis.
3. Ayah, Ibu, saudara dan pihak keluarga yang telah memberi dukungan kepada penulis.
4. Bapak H. Sein selaku pemilik pabrik kerupuk ”Dua Gajah” yang memberi penulis kesempatan untuk melakukan penelitian di pabrik kerupuk.
5. Bapak Carino selaku pembimbing lapang atas masukan dan sarannya. 6. Teman-teman TIN 23 (F39), Galih Prasetyo Jati, Berlianto, Andri, Tarwin,
Rahmad Sodikin, Haiman Saputra, Mohammad Mansyur, Igma Trisa Sukmalaksana, Fitriati, Fifi Isdianti, Herawati dan yang lainnya atas dukungannya.
7. Teman satu bimbingan F Ikhlas Kautsar dan Eny Widya Astuti atas masukan dan dukungannya.
8. Semua pihak yang telah membantu penulis baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan skripsi ini.
DAFTAR ISI
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
A. KERUPUK ... 5
B. BAHAN BAKU KERUPUK ... 5
C. PENANGANAN BAHAN BAKU ... 5
D. PROSES PEMBUATAN KERUPUK ... 7
E. PRODUKSI BERSIH ... 8
F. METODE PENELITIAN ... 11
III. METODOLOGI PENELITIAN ... 13
A. TEKNIK PENGUMPULAN DATA... 13
B. TEKNIK ANALISA DATA ... 13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15
A. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN ... 15
B. PROSES PRODUKSI ... 16
1. Persiapan Bahan ... 17
2. Pembuatan Adonan ... 19
3. Pengukusan ... 19
4. Pemotongan atau Pengirisan ... 20
5. Penjemuran ... 20
6. Pengemasan ... 21
iv
D. PEMBAHASAN ... 22
1. Pengenalan Produksi Bersih ... 22
2. Tujuan Awal Program Produksi Bersih ... 24
3. Kajian Penerapan Produksi Bersih ... 26
1. Persiapan Bahan ... 26
1. Daur Ulang Limbah Air Ikan ... 26
2. Kebersihan Ruang Pencucian ... 32
3. Pembuatan Tepung Ikan dari Sisa Ikan ... 34
2. Pembuatan dan Pencetakan Adonan ... 37
1. Ceceran Tepung dan Adonan ... 37
3. Pengukusan ... 39
1. Kebocoran Uap dan Air ... 39
2. Kehilangan Minyak Tanah saat Penyimpanan ... 39
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 41
A. KESIMPULAN ... 41
B. SARAN ... 42
DAFTAR PUSTAKA ... 43
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jumlah Perusahaan Kerupuk Ikan atau Udang Kategori Sedang dan Besar di Indonesia pada Tahun 2000 ... 2 Tabel 2. Komposisi Kimia Kerupuk Ikan ... 4 Tabel 3. Nilai Perkiraan Penggunaan Bahan Baku dan Bahan
Penunjang untuk Sepuluh Perusahaan di Desa Kenanga,
SKRIPSI
KAJIAN PENERAPAN PRODUKSI BERSIH AGROINDUSTRI KERUPUK IKAN
(Studi Kasus di Perusahaan Kerupuk Dua Gajah , Desa Kenanga, Indramayu – Jawa Barat)
FIRMAN PRAWIRADISASTRA F34102050
2007
FIRMAN PRAWIRADISASTRA. F34102050. Kajian Penerapan Produksi Bersih Agroindustri Kerupuk Ikan (Studi Kasus di Perusahaan Kerupuk Dua Gajah , Desa Kenanga, Indramayu – Jawa Barat). Di bawah bimbingan : Nastiti Siswi Indrasti. 2007
RINGKASAN
Indonesia memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan agroindustri di bidang perikanan. Pada tahun 2002 produksi perikanan mencapai 4.7 juta ton, yang terdiri atas 3.7 juta ton produksi laut dan 1 juta ton produksi perikanan darat (BPS,2002). Industri kerupuk di Indramayu kebanyakan merupakan industri kecil dan menengah. Industri kerupuk jika tidak ditangani dengan baik juga mempunyai potensi untuk merusak lingkungan.
Tujuan dari penelitian ini adalah memperkenalkan konsep produksi bersih pada industri kecil dan menengah, khususnya agroindustri kerupuk ikan. Kedua, menganalisis alternatif-alternatif penerapan produksi bersih pada agroindustri kerupuk ikan. Tujuan terakhir adalah melakukan analisis kelayakan terhadap kemungkinan penerapan produksi bersih.
Penanganan terhadap limbah cair dan padat dari industri kerupuk dirasa masih kurang. Tidak ditanganinya limbah cair industri kerupuk membuat lingkungan sekitar pabrik menjadi kurang nyaman. Limbah cair menyebabkan parit yang terdapat di sekitar pabrik berbau tidak sedap. Penggunaan air yang berlebih juga menyebabkan pemborosan air.
Solusi dari permasalahan di atas adalah produksi bersih. Manajemen pabrik belum mengetahui konsep produksi bersih sehingga perlu dilakukan pembinaan atau pelatihan, baik dari pemerintah atau kalangan akademis. Penerapan produksi bersih tentunya harus sesuai dengan karakteristik industri kerupuk di Indramayu yaitu menggunakan teknologi yang biayanya terjangkau (feasible) dan bahan yang mudah didapatkan di pasaran.
Alternatif yang diusulkan adalah usaha daur ulang air, pemanfaatan limbah ikan menjadi tepung ikan, perbaikan good house keeping, modifikasi alat, modifikasi proses dan tata cara operasi yang baik. Penerapan tata cara operasi yang baik dan perbaikan good house keeping tidak membutuhkan banyak biaya. Manfaat dari kedua alternatif ini memang tidak secara langsung berkaitan dengan produktivitas dan efisiensi pabrik.
Oleh karena itu perlu ada perubahan pola pikir dari pemilik pabrik. Penerapan tata cara operasi yang baik diantaranya pembuatan Standard Operatinal Procedure
(SOP) pembuatan dan pencetakan adonan, tidak membutuhkan biaya besar. Jika setiap hari 1.7 kg tepung terigu terbuang maka dengan pembuatan SOP diharapkan tepung terigu yang terbuang dapat dihemat. Penghematan tepung terigu tiap tahunnya bisa mencapai 408 kg. Jika asumsi harga tepung terigu adalah Rp 4 000 per kg maka setiap tahun dapat menghemat Rp 1 632 000,-. Penerapan produksi bersih seperti perbaikan good house keeping dan tata cara operasi yang baik perlu dilakukan terus-menerus dengan pengawasan yang memadai agar dicapai hasil yang optimal.
adalah sebesar -Rp. 9 772 452,- sehingga dapat dikatakan alternatif ini tidak layak untuk dijalankan. Biaya operasional dari alternatif ini lebih besar dari penghematan biaya yang didapatkan sehingga perlu mencari alternatif lain yang efisien.
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
KAJIAN PENERAPAN PRODUKSI BERSIH AGROINDUSTRI KERUPUK IKAN
(Studi Kasus di Perusahaan Kerupuk Dua Gajah , Desa Kenanga, Indramayu – Jawa Barat)
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh:
FIRMAN PRAWIRADISASTRA F34102050
2007
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
KAJIAN PENERAPAN PRODUKSI BERSIH AGROINDUSTRI KERUPUK IKAN
(Studi Kasus di Perusahaan Kerupuk Dua Gajah , Desa Kenanga, Indramayu – Jawa Barat)
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh:
FIRMAN PRAWIRADISASTRA F34102050
Dilahirkan pada tanggal 27 Mei 1984 Di Bochum, Jerman
Tanggal lulus : 28 Juni 2007
Menyetujui Bogor, Agustus 2007
BIODATA RINGKAS PENULIS
Firman Prawiradisastra, dilahirkan 27 Mei 1984 di Bochum, Jerman. Merupakan putra pertama dari pasangan Ir. Suryana dan Mahtarini. Penulis bersekolah mulai dari TK Akbar, lulus pada tahun 1990. Kemudian melanjutkan pendidikannya di SD Pengadilan V pada tahun 1990 dan lulus pada tahun 1996. Kemudian penulis melanjutkan bersekolah di SLTP Negeri 2 Bogor pada tahun 1996 sampai 1999.
Pada tahun 1999 melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 1 Bogor hingga lulus pada tahun 2002. Semasa SMU penulis pernah mengkuti beberapa perlombaan diantaranya juara 3 lomba cepat tepat metereologi interaktif tahun 2002 dan menjadi peserta Olimpiade Fisika tingkat nasional SMU tahun 2001. Tamat dari SMU penulis melanjutkan pendidikan di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis mendapatkan gelar sarjana pada tahun 2007.
Beberapa kegiatan kepanitiaan juga pernah penulis ikuti diantaranya penerimaan mahasiswa baru BEM IPB, Penerimaan mahasiswa baru FATETA dan Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (Himalogin). Beberapa seminar pernah penulis ikuti bertemakan wirausaha, biodiesel, pemasaran, motivasi dan lainnya.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi ALLAH yang telah memberikan hidayah kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Penerapan Produksi Bersih Agroindustri Kerupuk Ikan”. Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Ucapan terima kasih juga ingin penulis sampaikan kepada
1. Ibu Dr. Ir Nastiti Siswi Indrasti selaku dosen pembimbing atas saran dan masukannya bagi penulis
2. Bapak Ir. Ade Iskandar M.Si dan bapak Dr. Ono Suparno sebagai dosen penguji atas masukannya terhadap penulis.
3. Ayah, Ibu, saudara dan pihak keluarga yang telah memberi dukungan kepada penulis.
4. Bapak H. Sein selaku pemilik pabrik kerupuk ”Dua Gajah” yang memberi penulis kesempatan untuk melakukan penelitian di pabrik kerupuk.
5. Bapak Carino selaku pembimbing lapang atas masukan dan sarannya. 6. Teman-teman TIN 23 (F39), Galih Prasetyo Jati, Berlianto, Andri, Tarwin,
Rahmad Sodikin, Haiman Saputra, Mohammad Mansyur, Igma Trisa Sukmalaksana, Fitriati, Fifi Isdianti, Herawati dan yang lainnya atas dukungannya.
7. Teman satu bimbingan F Ikhlas Kautsar dan Eny Widya Astuti atas masukan dan dukungannya.
8. Semua pihak yang telah membantu penulis baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan skripsi ini.
DAFTAR ISI
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
A. KERUPUK ... 5
B. BAHAN BAKU KERUPUK ... 5
C. PENANGANAN BAHAN BAKU ... 5
D. PROSES PEMBUATAN KERUPUK ... 7
E. PRODUKSI BERSIH ... 8
F. METODE PENELITIAN ... 11
III. METODOLOGI PENELITIAN ... 13
A. TEKNIK PENGUMPULAN DATA... 13
B. TEKNIK ANALISA DATA ... 13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15
A. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN ... 15
B. PROSES PRODUKSI ... 16
1. Persiapan Bahan ... 17
2. Pembuatan Adonan ... 19
3. Pengukusan ... 19
4. Pemotongan atau Pengirisan ... 20
5. Penjemuran ... 20
6. Pengemasan ... 21
iv
D. PEMBAHASAN ... 22
1. Pengenalan Produksi Bersih ... 22
2. Tujuan Awal Program Produksi Bersih ... 24
3. Kajian Penerapan Produksi Bersih ... 26
1. Persiapan Bahan ... 26
1. Daur Ulang Limbah Air Ikan ... 26
2. Kebersihan Ruang Pencucian ... 32
3. Pembuatan Tepung Ikan dari Sisa Ikan ... 34
2. Pembuatan dan Pencetakan Adonan ... 37
1. Ceceran Tepung dan Adonan ... 37
3. Pengukusan ... 39
1. Kebocoran Uap dan Air ... 39
2. Kehilangan Minyak Tanah saat Penyimpanan ... 39
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 41
A. KESIMPULAN ... 41
B. SARAN ... 42
DAFTAR PUSTAKA ... 43
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jumlah Perusahaan Kerupuk Ikan atau Udang Kategori Sedang dan Besar di Indonesia pada Tahun 2000 ... 2 Tabel 2. Komposisi Kimia Kerupuk Ikan ... 4 Tabel 3. Nilai Perkiraan Penggunaan Bahan Baku dan Bahan
Penunjang untuk Sepuluh Perusahaan di Desa Kenanga,
vi DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Proses Produksi Kerupuk Ikan Pada Perusahaan Kerupuk
Kecil dan Menengah di Desa Kenanga, Indramayu ... 8
Gambar 2. Teknik-teknik Produksi Bersih ... 12
Gambar 3. Neraca Massa Proses Produksi Kerupuk ... 18
Gambar 4. Desain Instalasi Daur Ulang Air ... 33
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan agroindustri di
bidang perikanan. Pada tahun 2002 produksi perikanan mencapai 4.7 juta ton, yang
terdiri atas 3.7 juta ton produksi laut dan 1 juta ton produksi perikanan darat. Pada
tahun 2003 produksi perikanan diperkirakan mencapai 5.1 juta ton atau naik 8.25
persen bila dibandingkan dengan tahun 2002. Peningkatan produksi terjadi pada
seluruh kegiatan usaha perikanan, baik perikanan laut maupun perikanan darat (BPS,
2002).
Potensi produksi ikan yang cukup besar tersebut mempengaruhi berkembangnya
agroindustri yang menggunakan bahan baku ikan. Diantaranya adalah agroindustri
kerupuk ikan. Kerupuk ikan bisa dikembangkan baik mulai dari industri rumah
sampai industri menengah karena teknologi yang digunakan sederhana.
Di Indonesia terdapat beberapa daerah industri pengolahan perikanan, salah
satunya adalah daerah Jawa Barat. Hasil olahan ikan yang terkenal di daerah ini
adalah kerupuk. Di daerah ini kerupuk masih diolah secara tradisional. Proses dan
saluran pemasaran dari kerupuk ini sangat bervariasi, baik dari segi mutu maupun
harganya. Di daerah Jawa Barat terdapat beberapa sentra penghasil kerupuk, yaitu :
Indramayu, Ciamis, Garut, Kuningan, Sumedang dan Cirebon. Sebagian besarnya
adalah industri kecil dan menengah dikarenakan proses pembuatannya menggunakan
teknologi dan peralatan sederhana (Depperindag, 2003).
Disperindag Kabupaten Indramayu (2005) menyatakan terdapat 53 perusahaan di
sentra produksi kerupuk di Desa Kenanga, Kabupaten Indramayu. Jumlah tenaga
kerja yang terserap pada sentra produksi tersebut adalah 1 048 orang. Kapasitas
produksi per tahunnya mencapai 6 360 ton dengan nilai produksi Rp. 44 520 000 000
Industri kerupuk tersebar di hampir setiap propinsi di Indonesia. Di beberapa
daerah, kerupuk berhasil diusahakan dalam skala besar. Diantaranya adalah
Indramayu, Sidoarjo, Tegal, Karawang dan Pasuruan (BPS, 2000). BPS (2000)
menggolongkan industri kerupuk berdasarkan penggunaan tenaga kerja, diantaranya
terdapat 120 perusahaan yang termasuk kategori industri sedang dan besar.
Kabupaten Indramayu tercatat sebagai yang terbanyak dengan 21 perusahaan.
Perusahaan paling sedikit tercatat di daerah Pasuruan dengan 6 perusahaan. Data
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Perusahaan Kerupuk Ikan atau Udang Kategori
Sedang dan Besar di Indonesia pada Tahun 2000
Daerah Penghasil Jumlah Perusahaan
Indramayu 21
Sidoarjo 17
Tegal 8
Karawang 7
Pasuruan 6
Lainnya (32 Daerah) 61
Total 120
BPS (2000)
Kabupaten Indramayu memiliki potensi untuk mengembangkan industri kerupuk
ikan atau udang. Daerah ini memiliki sentra industri kerupuk di Desa Kenanga,
Kecamatan Sindang. Jika pemerintah daerah setempat serius untuk
mengembangkannya, industri kerupuk bisa menjadi andalan untuk pendapatan daerah
setempat. Pemerintah dapat menghubungkan industri dengan universitas atau
perguruan tinggi untuk pengembangan teknologi dan manajemen industri dengan
Industri kerupuk memiliki peran sebagai penghasil devisa dan juga sebagai
penggerak perekonomian nasional. Karena itu pertumbuhan dan perkembangan
industri kerupuk akan berjalan dengan baik bila dibarengi dengan penguasaan
teknologi dan manajemen industri modern. Penguasaan teknologi penangkapan ikan
yang baik akan memberikan bahan baku yang baik dan efisien. Penguasaan teknologi
dan manajemen industri modern akan membuat industri kerupuk bisa bersaing di era
persaingan bebas. Hubungan antara pemilik modal, pemerintah dan pengusaha juga
harus diselaraskan agar bisa memantapkan usaha ini (Apriyadi, 2003).
B. TUJUAN
a) Memperkenalkan konsep produksi bersih pada industri kecil dan menengah,
khususnya agroindustri kerupuk ikan.
b) Menganalisis alternatif-alternatif penerapan produksi bersih pada agroindustri
kerupuk ikan.
c) Melakukan analisis kelayakan terhadap kemungkinan penerapan produksi
bersih
C. RUANG LINGKUP
Penelitian yang dilakukan ini merupakan kajian penerapan produksi bersih pada
industri kerupuk ikan. Penelitian dilakukan pada bagian proses produksi kerupuk
ikan. Penelitian meliputi aspek teknis teknologis dan ekonomis. Kegiatan yang pada
aspek teknis teknologis meliputi tata cara operasi yang baik pada tiap tahapan proses,
modifikasi proses, modifikasi alat, perbaikan good house keeping pada tiap tahapan
proses, daur ulang air pada tahap pencucian dan pemanfaatan limbah industri berupa
kepala dan tulang ikan. Kegiatan yang bersifat ekonomis meliputi analisis finansial
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. KERUPUK
Pengertian kerupuk menurut Standar Industri Indonesia (1985) adalah makanan
kering yang terbuat dari tepung tapioka atau tepung sagu dengan atau tanpa
penambahan bahan tambahan makanan lainnya yang dibutuhkan. Kerupuk harus
disiapkan dengan cara menggoreng atau memanggang sebelum disajikan.
Menurut Wijandi et al. (1975), jenis kerupuk dibedakan menjadi dua golongan
besar. Pertama adalah kerupuk kasar yang dibuat dari bahan baku utama pati yang
ditambahkan bumbu-bumbu. Yang kedua adalah kerupuk halus yang dibuat selain
dari bahan baku utama pati dan bumbu juga ditambahkan dengan ikan, susu dan telur
ke dalam adonan. Kerupuk ikan biasa digunakan sebagai salah satu makanan
penunjang makan, yang dikonsumsi sehari-hari. Kerupuk ikan memiliki nilai gizi
yang cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Komposisi Kimia Kerupuk Ikan
Komposisi Kimia Kerupuk Ikan
Protein (persen) 16.0
Lemak (persen) 0.4
Karbohidrat (persen) 65.6
Air (persen) 16.6
Kalsium (mg/100g) 2.0
Fosfor (mg/100g) 20.0
Besi (mg/100g) 0.1
Kandungan terbesar yang ada dalam kerupuk adalah karbohidrat sebanyak 65.6
persen. Kandungan ini didapatkan dari tepung tapioka sebagai bahan baku utama
pembuatan kerupuk. Kandungan selanjutnya adalah protein sebanyak 16 persen.
Kandungan protein didapatkan dari ikan sedangkan nilai gizi terendah adalah besi
yaitu sebesar 0.1 mg per 100 gr.
B. BAHAN BAKU KERUPUK
Penelitian yang dilakukan oleh Januriyanti (2004) di Desa Kenanga, Kabupaten
Indramayu menyatakan bahwa industri kerupuk menggunakan sekitar 11 jenis bahan
baku dan bahan penunjang dalam produksinya. Terdapat dua bahan baku pokok pada
produksi kerupuk yaitu tepung tapioka dan ikan.
Sepuluh perusahaan di Desa Kenanga yang menjadi objek penelitian dari
Januriyanti pada tahun 2004 adalah Dua Gajah, Dua Mawar, Indrasari, Kelapa
Gading, Padi Kapas, Kijang, Sri Tanjung, Rajawali, Guci Mas dan Tiga Kunci.
Perkiraan penggunaan bahan baku selama satu tahun di sepuluh perusahaan di Desa
Kenanga, Kabupaten Indramayu bisa dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.
Bahan baku yang banyak digunakan adalah tepung tapioka sebanyak 2400 ton,
gula pasir 504 ton, dan ikan sebanyak 180 ton sedangkan telur digunakan sebanyak
84 000 butir. Es batu untuk penyimpanan ikan sebanyak 12 000 balok. Penggunaan
energi yang tercatat adalah minyak tanah sebanyak 7 200 drum.
C. PENANGANAN BAHAN BAKU
Dari beberapa bahan baku dan bahan penunjang, terdapat dua bahan baku utama
yaitu tepung tapioka dan ikan. Prosedur penanganan bahan baku ikan untuk
perusahaan menengah dan kecil adalah sama. Bahan baku yang sampai di pabrik
diangkut oleh pekerja untuk dibersihkan. Kemudian disimpan di dalam box fiber yang
menggunakan sistem FIFO (First In First Out), yaitu bahan baku yang datang lebih
dulu akan diproses pertama kali (Januriyanti, 2004).
Prosedur penanganan bahan baku tepung tapioka pada perusahaan kerupuk yaitu
tepung tapioka yang telah sampai di perusahaan langsung disimpan di gudang.
Bagian bawah tumpukan tepung tapioka dilapisi dengan koran atau kardus.
Tabel 3. Nilai Perkiraan Penggunaan Bahan Baku dan Bahan Penunjang untuk
Sepuluh Perusahaan di Desa Kenanga, Indramayu Tahun 2003
Bahan Baku dan Bahan Penunjang Kebutuhan Pertahun
Tepung Tapioka 2400 ton
Ikan 180 ton
Gula Pasir 504 ton
MSG 12 ton
Minyak Sayur 48 ton
Garam 120 ton
Telur Bebek / Ayam 84 000 butir
Plastik 84 ton
Tepung Terigu 1.2 ton
Es Batu 12 000 balok
Minyak Tanah 7 200 drum
Januriyanti (2004)
Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kelembaban dan mempertahankan kualitas
bahan baku. Sistem penggunaan bahan baku tepung tapioka pada perusahaan adalah
D. PROSES PEMBUATAN KERUPUK
Proses produksi kerupuk ikan pada perusahaan menengah dan kecil umumnya
sama. Pada perusahaan menengah, ikan yang digunakan lebih banyak dibandingkan
dengan ikan yang digunakan di perusahaan kecil (Januriyanti, 2004).
Menurut Apriyadi (2003), proses pembuatan kerupuk diawali dengan
memisahkan daging ikan atau udang dari bagian kulit, kepala, ekor dan tulangnya.
Setelah itu dilakukan proses pencucian. Setelah pencucian kemudian daging
ditumbuk sampai halus. Kemudian dicampur dengan bumbu dan telur ayam atau telur
bebek sambil diaduk sampai rata. Setelah semua bahan tercampur rata, ditambahkan
tepung tapioka ke dalam adonan dan dilakukan pengadukan kembali. Bersamaan
dengan itu adonan ditambahkan air sedikit demi sedikit, sambil terus diaduk sampai
betul-betul lunak.
Adonan yang sudah lumat tersebut kemudian dibuat berbentuk silinder. Ukuran
silinder disesuaikan dengan kebutuhan kerupuk yang akan dibuat. Adonan yang
berbentuk silinder tersebut kemudian dimasukkan ke dalam cetakan (mal) yang
terbuat dari bahan kaleng atau alumunium. Adonan yang telah terbentuk selanjutnya
dikukus selama kurang lebih 1.5 – 2 jam atau sampai dirasa masak (Apriyadi, 2003).
Adonan yang telah dikukus kemudian didinginkan selama kurang lebih 12 jam.
Setelah cukup keras, adonan yang telah kering dipotong-potong tipis (kurang lebih 2
mm) dengan pisau tajam atau dengan alat ham slicer. Untuk memudahkan
pemotongan, pisau potong sering diolesi minyak goreng. Hasil irisan tersebut lalu
dijemur sampai kering. Setelah itu akan didapatkan kerupuk ikan atau udang yang
siap dikemas (Apriyadi, 2003). Diagram alir proses produksi kerupuk pada
perusahaan kerupuk kecil dan menengah di Desa Kenanga, Kabupaten Indramayu
Gambar 1. Proses Produksi Kerupuk Ikan Pada Perusahaan Kerupuk Kecil dan
Menengah di Desa Kenanga, Indramayu (Januriyanti, 2004)
E. PRODUKSI BERSIH
Produksi bersih (cleaner production) merupakan elemen strategis dalam teknologi
Pemisahan bagian kepala, ekor, kulit dan tulang
Pencucian
Pengadukan dan pelumatan
Pencetakan bentuk silinder
Pemasakan
Pengemasan Penjemuran Pemotongan Pendinginan
Ikan
pada pengurangan (reduction) atau penghilangan pencemar lingkungan pada
sumbernya. Produksi bersih dilakukan pada setiap tahapan proses. Produksi bersih
dapat menghasilkan keuntungan berupa pengurangan produksi hasil samping
(non-product output) atau limbah, optimasi penggunaan sumberdaya dan peningkatan
efisiensi produksi (Suprihatin et al, 2004).
Konsep produksi bersih sendiri dapat dideskripsikan sebagai strategi pengolahan
lingkungan yang bersifat preventif dan terpadu. Produksi bersih harus
diimplementasikan secara berkelanjutan pada proses produksi dan daur hidup produk
guna menurunkan resiko terhadap manusia dan lingkungan (Nasution, 2001).
Menurut Afmar (1998), produksi bersih fokus pada usaha pencegahan
terbentuknya limbah. Usahanya berupa pencegahan awal (source reduction),
pengurangan terbentuknya limbah (waste reduction) dan pemanfaatan limbah melalui
daur ulang (recycle). Keberhasilan ini akan menghasilkan penghematan. Peningkatan
efisiensi merupakan tulang punggung dari produksi bersih.
Produksi bersih adalah penerapan strategi lingkungan yang berkelanjutan, terpadu
dan bersifat pencegahan terhadap proses, produk dan pelayanan. Produksi bersih
ditujukan untuk meningkatkan efisiensi. Produksi bersih mengubah posisi lingkungan
dari cost center menjadi profit center (Indriyati, 2000).
Penerapan produksi bersih yang disebut dengan on the pipe di industri lebih
diutamakan pada usaha pencegahan terbentuknya limbah. Limbah yang dihasilkan
oleh industri merupakan indikator adanya inefisiensi. Upaya produksi bersih adalah
pengurangan pada sumber limbah, pengurangan terjadinya limbah dan pemanfaatan
limbah melalui daur ulang baik on-site atau off-site (Indriyati, 2000).
Menurut Pramono (1999), terdapat beberapa prinsip pokok dalam strategi
produksi bersih :
1. Mengurangi atau meminimumkan penggunaan bahan baku, air dan energi
serta menghindari penggunaan bahan baku beracun dan berbahaya.
agar tidak menambah beban pencemaran. Jika diterapkan dapat menekan
biaya pengolahan limbah yang berarti mengurangi biaya produksi.
2. Perubahan dalam pola produksi dan konsumsi baik terhadap proses
ataupun produk yang dihasilkan. Analisis daur hidup produk (product life
cycle analysis) harus dipahami dengan baik.
3. Upaya produksi bersih tidak dapat berhasil dilaksanakan tanpa adanya
perubahan dalam pola pikir, sikap dan tingkah laku dari semua pihak.
Produksi bersih dapat dilakukan dengan meminimalisasi limbah pada setiap
tahapan produksi. Produksi bersih dapat dimulai dengan hal-hal yang mudah dan
tidak memerlukan biaya investasi besar. Kemudian secara bertahap dikembangkan
sesuai dengan kemampuan perusahaan (Pramono, 1999). Indriyati (2000),
mendefinisikan terdapat beberapa hambatan yang dihadapi dalam penerapan produksi
bersih di industri, yaitu :
1. Hambatan kultural, merupakan hambatan pertama yang dapat muncul
dalam mengimplementasikan program produksi bersih. Keengganan untuk
berubah dan konflik internal antara bagian-bagian dalam industri yang
bersangkutan dapat menjadi penghambat. Hambatan kultural dapat timbul
karena kurang komitmennya manajemen puncak, kurang peduli terhadap
tujuan target perusahaan, adanya individu atau bagian yang enggan untuk
berubah, lemahnya komunikasi internal, pembatasan karyawan dalam
kerja, struktur organisasi yang tidak fleksibel, birokrasi dan sebagainya.
Namun dengan mengetahui faktor-faktor penyebab hambatan tersebut,
hambatan ini dapat diatasi dengan melaksanakan program pendidikan,
pelatihan dan perbaikan manajemen.
2. Hambatan finansial dan teknis, timbulnya biaya yang akan dikeluarkan
perusahaan untuk program produksi bersih ini merupakan beban tambahan
Hambatan teknis yaitu keterbatasan informasi teknik dalam suatu industri.
Hambatan ini terjadi akibat ketidakpedulian karyawan terhadap
perkembangan dan dinamisasi informasi yang berlangsung baik internal
maupun eksternal perusahaan. Hambatan teknik dapat diatasi apabila
karyawan lebih meningkatkan kepeduliannya terhadap sumber-sumber
informasi. Sumber informasi dapat diperoleh dari dalam perusahaan,
pengalaman, lembaga pemerintah, asosiasi, institusi profesional, konsultan
dan literatur.
Secara umum produksi bersih dapat dilakukan dengan dua metode atau teknik.
Teknik pertama adalah pengurangan limbah pada sumbernya (source reduction) dan
teknik yang kedua adalah daur ulang (recycle). Source reduction dapat dilakukan
melalui pengubahan produk, perubahan material input, pengubahan teknologi atau
tata cara operasi yang baik (Indriyati, 2000).
Daur ulang limbah adalah teknik pengelolaan limbah hasil proses industri dengan
memanfaatkan kembali limbah. Cara yang dapat digunakan adalah limbah
dikembalikan lagi ke proses semula sebagai bahan baku pengganti untuk proses
industri lain, recovery bagian yang bermanfaat dari limbah atau diolah menjadi
produk samping (Indriyati, 2000). Secara umum teknik produksi bersih dapat dilihat
pada Gambar 2.
F. METODE PENELITIAN
Menurut Arikunto (1997), penelitian dapat ditinjau dari caranya. Terdapat dua
jenis penelitian yaitu penelitian operasional dan eksperimen. Penelitian operasional
adalah suatu penelitian yang dilakukan oleh seseorang yang bekerja mengenai apa
yang sedang ia laksanakan tanpa mengubah sistem pelaksanaannya. Eksperimen
peneliti sengaja membangkitkan timbulnya suatu kejadian atau keadaan, kemudian
Sehubungan dengan wilayah sumber data yang dijadikan sebagai subjek
penelitian, maka dikenal tiga jenis penelitian, yaitu : penelitian populasi, penelitian
sampel dan penelitian kasus. Penelitian populasi meneliti semua elemen yang ada di
wilayah penelitian. Penelitian sampel dilakukan ketika kita meneliti sebagian dari
populasi (Arikunto, 1997).
Penelitian kasus adalah suatu penelitian yang dilakukan secara intensif terinci dan
mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga atau gejala tertentu. Ditinjau dari
wilayahnya, penelitian kasus hanya meliputi daerah atau subjek yang sangat sempit
tetapi ditinjau dari sifat penelitian, hasil yang didapat lebih mendalam (Arikunto,
1997).
Gambar 2. Teknik-teknik Produksi Bersih (Indriyati, 2000)
TEKNIK PRODUKSI BERSIH
•
Mendapatkan kembali bahan asal•
Memperoleh produk sampingPengubahan Produk:
•
Penggantian produk•
PengubahankomposisiPenggunaan Kembali
•
Pengembalian ke proses asal•
Penggantian bahan baku untuk proses lainPengubahan Material Input
•
Pemurnian material•
Penggantian materialPraktek Operasi yang Baik
•
Tindakan-tindakan prosedural•
Pencegahan kehilangan•
Pemisahan aliran limbah•
Peningkatan penanganan material Pengubahan Teknologi•
Pengubahan proses•
Pengubahan tata letak, peralatan atau perpipaanIII.METODOLOGI PENELITIAN
A. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Data yang diperlukan untuk penelitian ini diperoleh dalam dua tahap yaitu (1)
Tahap persiapan dan (2) Kajian (Quick Scan) :
1. Tahap Persiapan
Tahap ini merupakan kegiatan menentukan lokasi penelitian, menetapkan
tujuan awal penelitian, mengumpulkan data sekunder dan studi pustaka yang
relevan dengan topik penelitian. Data sekunder yang dikumpulkan berkaitan
dengan kegiatan produksi industri kerupuk seperti proses produksi dan
penanganan bahan baku.
2. Kajian (Quick Scan)
Pengumpulan data pada tahap ini meliputi aliran proses dan volume
input-output. Data diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung di industri
kerupuk. Pengamatan dilakukan terhadap proses produksi dan aspek-aspek yang
menunjang. Selain itu dilakukan wawancara terhadap pemilik pabrik dan mandor.
Wawancara dilakukan untuk mengetahui pengetahuan mereka tentang produksi
bersih, penyelenggaraan industri yang bersih dan upaya yang sudah dilakukan
perusahaan untuk efisiensi.
B. TEKNIK ANALISIS DATA
tahapan proses yang dapat diefisienkan dan penyusunan alternatif penerapan produksi
bersih. Alternatif produksi bersih adalah suatu cara baru atau proses yang
dimodifikasi yang dijadikan usulan kepada pihak pabrik. Diasumsikan bahwa tata
cara operasi yang baik, perbaikan good house keeping, modifikasi alat, usaha daur
ulang air pencucian, pemanfaatan limbah kepala dan tulang ikan dapat meningkatkan
efisiensi dan produktivitas pada industri kerupuk ikan. Diagram alir metodologi
penelitian dapat dilihat Lampiran 1.
Alternatif yang dijadikan usulan produksi bersih dianalisis kelayakannya. Analisis
kelayakan investasi dilakukan dengan analisis finansial dengan beberapa parameter,
antara lain : Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net
Benefit-Cost Ratio (B/C)dan Pay Back Period (PBP). Analisis kelayakan investasi dilakukan
terhadap usaha daur uang air pencucian dan pemanfaatan limbah kepala dan tulang
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN
A. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
Usaha kerupuk Dua Gajah dimulai sejak tahun 1975. Berawal dari industri rumah
tangga lalu terus mengalami perkembangan dengan meningkatkan kapasitas
produksinya hingga menjadi perusahaan menengah.
Usaha kerupuk Dua Gajah diawali dengan mengikuti warga lain yang bergerak di
bidang usaha pembuatan kerupuk. Pemilik perusahaan kerupuk Dua Gajah awalnya
bekerja pada warga lain. Hingga akhirnya bisa membuat sendiri dan mendirikan
industri rumahan kerupuk.
Produksi kerupuk di perusahaan kerupuk Dua Gajah mencapai kurang lebih 3 ton
dalam satu kali produksi. Berdasarkan data Disperindag Kabupaten Indramayu
(2005), produksi kerupuk perusahaan Dua Gajah pertahun sebanyak 560 ton.
Pengelolaan pabrik kerupuk Dua Gajah dipegang oleh pemiliknya langsung.
Kebanyakan pengelolaannya mengandalkan pengalaman.
Perusahaan Dua Gajah memiliki 60 orang karyawan yang terbagi dalam 6 bagian
produksi, yaitu: pencucian, penggilingan, pembuatan adonan, pencetakan adonan,
pengirisan dan penjemuran. Jenis karyawan terbagi menjadi dua, yaitu karyawan
borongan dan karyawan tetap yang dibayar harian. Investasi untuk perusahaan Dua
Gajah tercatat bernilai 350 juta dan nilai produksinya Rp. 3 640 000 000,- per tahun
(Disperindag Kabupaten Indramayu, 2005).
Perusahaan Dua Gajah memiliki konsumen yang kebanyakan berada di pulau
Jawa yaitu toko dan pasar di sekitar Indramayu, daerah Cirebon, Yogyakarta, Solo,
Jakarta, Bandung dan Medan. Pemilik sendiri belum berminat untuk melakukan
B. PROSES PRODUKSI
Terdapat berbagai kendala seperti kesulitan bahan baku, kebutuhan perputaran
modal yang cepat dan persediaan. Semua hal tadi mempengaruhi keputusan produsen
kerupuk ikan dalam melaksanakan produksi. Kapasitas produksi pabrik cukup besar
yaitu 3 ton kerupuk per hari. Produsen kerupuk ikan Dua Gajah yakin dapat segera
memenuhi permintaan konsumen. Produksi langsung dilakukan ketika bahan baku
tersedia. Selain bahan baku, proses produksi kerupuk sangat tergantung dari cuaca
yaitu panas matahari. Jika pada saat berproduksi terjadi hujan atau tidak terlalu terik
maka dapat dipastikan produksi akan terhambat.
Untuk mengatasi permasalahan ini perusahaan kerupuk Dua Gajah menyediakan
oven untuk proses pengeringan jika terjadi hujan. Hanya saja kualitas kerupuk yang
dihasilkan dari pengeringan oven tidak sebaik jika dikeringkan di bawah sinar
matahari. Kerupuk yang dikeringkan dengan oven, pada saat digoreng tidak
mengembang sempurna seperti kerupuk yang dijemur di bawah sinar matahari. Oleh
karena itu penggunaan oven diusahakan seminimal mungkin.
Teknologi yang dipilih dalam proses pembuatan kerupuk di perusahaan kerupuk
Dua Gajah termasuk dalam kategori menengah. Sebagian besar mesin dan peralatan
yang digunakan adalah hasil rakitan dan masih terdapat beberapa peralatan
tradisional. Peralatan yang diperlukan untuk memproduksi kerupuk adalah bak fiber
untuk penyimpanan bahan baku ikan, mesin penggiling daging untuk menghaluskan
daging, mesin pencampur adonan (mixer), cetakan (mal) untuk adonan kerupuk, rak
stainless, mesin pengukus, gebreg yang terbuat dari bambu untuk menyusun adonan
yang akan dikeringkan setelah dikukus, mesin pemotong (ham slicer), tampah
penjemur dan sealer dengan panas.
Peralatan produksi seperti gebreg dan tampah termasuk alat tradisional. Gebreg
terbuat dari bambu sedangkan tampah terbuat dari kayu. Mesin penggiling daging,
mixer, cetakan (mal), rak stainless, mesin pengukus, mesin pemotong (ham slicer)
Dari neraca massa di atas dapat terlihat penggunaan air pada saat pencucian
adalah sebanyak 9 m3. Air dari pencucian ini langsung dibuang ke saluran air. Air ini
mengandung darah ikan dan sisa-sisa pemotongan ikan. Air pencucian ini
mengakibatkan bau tidak sedap keluar dari parit di sekitar lingkungan pabrik.
Lingkungan pabrik berdekatan dengan rumah penduduk sehingga jika tidak ditangani
dengan baik akan berakibat tidak baik pada kualitas kesehatan penduduk sekitar
pabrik.
Terdapat sisa ikan berupa kepala, isi perut dan kulit ikan sebanyak 250 kg.
Selama ini baru kulit ikan yang dapat dimanfaatkan kembali menjadi kerupuk kulit.
Kepala dan isi perut ikan selama ini dimanfaatkan menjadi pakan lele langsung tanpa
diolah.
1. Persiapan Bahan
Bahan baku utama pembuatan kerupuk adalah tepung tapioka dan ikan. Basis
yang digunakan untuk produksi adalah 1 000 kg ikan mentah per hari. Selain
bahan baku utama terdapat bahan penunjang atau bahan penolong yang digunakan
pada proses pembuatan kerupuk yaitu gula, garam, telur, Mono Sodium Glutamat
(MSG), dan air. Pada tahap pertama ini, ikan dicuci dan dibersihkan isi perutnya
kemudian daging ikan dipisahkan dari kulit, kepala, ekor dan tulangnya dengan
menggunakan pisau.
Pada proses ini terdapat produk samping berupa kulit ikan, kepala ikan dan isi
perut ikan. Kulit ikan akan dimanfaatkan menjadi kerupuk kulit ikan. Harga
kerupuk kulit ini lebih tinggi daripada harga kerupuk ikan itu sendiri yaitu
Rp 50 000 per kg. Kepala ikan dan isi perut ikan akan dijadikan pakan ikan lele.
Daging ikan dikumpulkan dalam baskom. Daging yang terkumpul digiling di
dalam mesin penggiling daging. Selanjutnya daging yang telah digiling ditimbang
sesuai dengan komposisi pada adonan pembuatan kerupuk. Begitu juga dengan
pada Tabel 4. Komposisi terbanyak dari adonan adalah tapioka sebanyak 40 kg.
Daging ikan yang dibutuhkan untuk setiap adonannya adalah 15 kg. Bahan yang
paling sedikit digunakan adalah MSG sebanyak 50 gr.
Gambar 3. Neraca Massa Proses Produksi Kerupuk
Pencucian dan
Penjemuran Kerupuk selama 1 hari 3753,93 kg
Tabel 4. Komposisi Adonan Kerupuk Ikan
Bahan Komposisi
Daging Ikan 15 Kg
Tapioka 40 Kg
Gula 8 Kg
Garam 3 Kg
Telur 1 Butir
MSG 50 Gram
Air 5 liter
2. Pembuatan Adonan
Pembuatan adonan dilakukan dengan mesin pencampur (mixer). Adonan
dicampur dalam mesin pencampur dalam waktu 10 menit tiap adonannya. Mesin
pencampur digerakkan dengan tenaga listrik. Setelah selesai dicampur dengan
mesin, adonan diaduk menggunakan tangan agar adonan tercampur lebih merata.
Setelah merata, adonan dibagi-bagi menjadi beberapa bagian dengan
menggunakan tangan. Bagian-bagian tersebut oleh pekerja bagian pencetakan
dimasukkan ke dalam cetakan (mal). Cetakan adonan terbuat dari besi. Cetakan
berbentuk setengah elips dengan diameter tertentu. Terdapat dua jenis cetakan
yaitu cetakan dengan lingkaran besar dan lingkaran kecil. Setelah dicetak adonan
berbentuk bulat panjang atau tabung (bongko). Setelah dicetak adonan disusun
kedalam rak yang terbuat dari stainless steel disiapkan untuk dikukus.
3. Pengukusan
tingkat rak terdapat 4 buah bongko adonan. Rak-rak tersebut memiliki 13 tingkat.
Satu mesin pengukus bisa memuat kurang lebih 8 buah rak. Pengukusan
berlangsung kurang lebih 1 jam. Perusahaan kerupuk Dua Gajah memiliki satu
buah lemari pengukus. Setelah pengukusan selesai maka bongko-bongko yang
sudah matang ditiriskan dan didinginkan di atas rak bambu (gebreg).
Bongko-bongko ini akan didinginkan dalam waktu 12 jam hingga bongko tersebut
mengeras. Bongko didinginkan di dalam pabrik.
4. Pemotongan atau Pengirisan
Pemotongan atau pengirisan dilakukan pada dini hari sekitar pukul 02.00 WIB
hingga pagi sekitar pukul 08.00 WIB. Tetapi bisa terjadi perubahan tergantung
banyaknya bongko yang akan diiris. Pemilihan waktu dini hari dilakukan agar
bongko yang telah diiris bisa langsung dijemur pada pagi sampai siang harinya.
Kepingan kerupuk basah hasil pengirisan bongko diletakkan di dalam tampah.
Pengirisan bongko dilakukan dengan menggunakan ham slicer. Setiap satu
ham slicer dikendalikan oleh satu orang operator. Operator ham slicer sudah
terlatih menggunakannya, jika tidak terlatih maka akan diperoleh hasil irisan yang
tidak rata.
5. Penjemuran
Proses penjemuran dibagi menjadi dua, yaitu penjemuran dengan sinar
matahari dan penjemuran dengan menggunakan oven. Penjemuran biasanya
dilakukan di bawah sinar matahari langsung. Penjemuran dengan oven dilakukan
hanya jika terjadi pesanan yang melebihi kapasitas produksi atau pada waktu
cuaca kurang mendukung seperti terjadi hujan.
Penjemuran dilakukan dengan menyusun kepingan-kepingan kerupuk hasil
kurang lebih 12 jam. Jika kondisi panas matahari tidak terik maka penjemuran
dilanjutkan esok hari.
Jika terjadi hujan atau panas matahari kurang terik maka penjemuran
dilakukan dengan oven. Tetapi pemilik pabrik meminimalisir penggunaan oven.
Penjemuran dengan oven dianggap kurang baik karena kerupuk yang dihasilkan
menurun kualitasnya. Kerupuk yang dijemur dengan oven tidak mengembang
sempurna ketika digoreng.
6. Pengemasan
Kerupuk yang sudah kering disortir oleh pekerja bagian pengemasan.
Kerupuk yang kualitasnya baik tidak terdapat banyak lubang dan bentuknya baik
yaitu tidak pecah atau remuk. Selanjutnya kerupuk dikemas di dalam plastik
ukuran 250 g. Kemudian dilakukan penimbangan jika kurang ditambah jika
berlebih dikurangi.
Kerupuk yang sudah ditimbang, disegel dengan menggunakan mesin segel
(sealer) dengan panas. Setelah disegel, kerupuk dalam plastik 250 g dikemas lagi
dalam plastik besar dengan ukuran 5 kg. Terdapat 20 kemasan plastik kecil dalam
satu kemasan plastik besar ukuran 5 kg.
C. MANAJEMEN STOK DAN PENGGUDANGAN
Bahan baku yang digunakan pada proses produksi kerupuk ikan adalah ikan dan
tepung tapioka. Udang termasuk ke dalam bahan penolong karena penggunaannya
sedikit. Tepung tapioka yang digunakan di perusahaan kerupuk Dua Gajah diperoleh
dari daerah Ciamis.
Bahan baku ikan segar diperoleh dari tempat pelelangan ikan di Pantai Song,
Kabupaten Indramayu. Selain dari Kabupaten Indramayu bahan baku ikan juga
Ketersediaan bahan baku ikan sulit dikendalikan. Ada dua kesulitan yang
dihadapi. Pertama karena sulit mendapatkan ikan dalam jumlah yang banyak karena
tergantung dari hasil melaut nelayan. Kedua, bahan baku ikan tidak tahan lama
disimpan dalam gudang jadi harus segera diproses.
Dalam mendapatkan bahan baku ikan produsen kerupuk menggunakan jasa
pemasok ikan yang menyediakan ikan dari daerah pemasok. Ikan akan langsung
dikirim dengan atau tanpa pemberitahuan kepada pemilik pabrik kerupuk. Pemilik
pabrik akan langsung menimbang ikan yang datang. Ikan yang datang bisa langsung
diolah atau bila dirasa belum siap olah maka akan disimpan dalam bak fiber yang
diisi es batu. Penyimpanan maksimal di dalam bak fiber adalah tiga hari.
Perusahaan kerupuk Dua Gajah hanya akan berproduksi jika yakin permintaan
akan meningkat atau bahkan hanya berdasarkan pesanan. Cara ini dianggap baik
karena waktu pengembalian modal lebih cepat.
Gudang bahan baku dan bahan penunjang menyatu dengan tempat proses
produksi. Gudang penyimpanan ikan menyatu dengan ruang pencucian tempat
pertama kali ikan diolah. Gudang tapioka dan tepung terigu menyatu dengan ruang
pembuatan adonan. Hal ini dikarenakan ruang proses produksi masih mencukupi
untuk dijadikan sebagai gudang. Transportasi bahan baku akan lebih cepat dan
mengurangi tumpahan karena dekatnya jarak transportasi.
D. PEMBAHASAN
1. Pengenalan Produksi Bersih
Produksi bersih adalah suatu usaha yang sifatnya adalah mencegah dan
proaktif dalam manajemen lingkungan. Produksi bersih akan membantu dalam
pencegahan atau pengurangan dampak lingkungan melalui siklus hidup produk.
Siklus hidup produk dimulai dari penyediaan bahan baku sampai pembuangan
1. Pada proses produksi, termasuk di dalam strategi produksi bersih
adalah: pencegahan kerusakan pada bahan baku, meminimumkan
penggunaan energi, menghilangkan penggunaan bahan baku yang
berbahaya dan beracun dan mengurangi kadar racun yang
terkandung di dalam emisi dan limbah sebelum meninggalkan
proses.
2. Pada produk akhir, strategi difokuskan pada pengurangan dampak
lingkungan sepanjang daur hidup produk mulai ekstraksi bahan
baku sampai pembuangan akhir produk.
Menurut Indriyati (2000), penerapan produksi bersih dalam suatu industri
memerlukan kebijakan dan arahan yang tegas dari manajemen puncak. Karena
selama ini pemahaman limbah (inefisiensi) dilihat sebagai suatu konsekuensi
logis dalam suatu proses produksi. Oleh karena itu diperlukan perubahan
paradigma yang membutuhkan dorongan kuat dari manajemen puncak terhadap
pelaksana di lapangan.
Hal ini juga berlaku bagi industri kerupuk yang tergolong industri kecil
menengah. Jika manajemen puncak memahami konsep produksi dan memiliki
keinginan kuat untuk melaksanakannya maka karyawan akan ikut melaksanakan.
Jika manajemen puncak kurang memahami maka pelaksanaan produksi bersih
dapat terhambat.
Industri kerupuk cukup pesat perkembangannya di Indramayu. Jika tidak
ditangani secara baik dan benar limbah industri kerupuk akan dapat menambah
pencemaran terhadap lingkungan. Limbah dari industri kerupuk yang berupa
limbah air pencucian dan sisa ikan juga memiliki resiko terhadap kesehatan
masyarakat di sekitar industri. Limbah cair yang langsung dibuang membuat parit
di sekitar industri kerupuk mengeluarkan bau tak sedap.
Oleh karena itu limbah industri kerupuk perlu ditangani secara bijak, yaitu
industri kerupuk adalah teknik yang tidak membutuhkan biaya tinggi. Teknik
produksi bersih yaitu perbaikan good house keeping dan tata cara operasi yang
baik seharusnya dapat diterapkan langsung karena secara teknis mudah dilakukan
dan tidak memerlukan banyak biaya. Hal ini sesuai untuk industri kecil menengah
seperti industri kerupuk.
Teknik produksi bersih yang lain seperti modifikasi proses dan produk,
perubahan teknologi, penggunaan kembali adalah sebagai usulan. Dibutuhkan
kajian lebih mendalam dan biaya cukup besar untuk sampai pada tahap bisa
diterapkan. Secara finansial produksi bersih dapat mengurangi biaya produksi.
Pengurangan biaya ini didapat dari efisiensi pada tiap tahapan prosesnya.
Pihak pemilik pabrik dan mandor yang merupakan pengambil keputusan
utama pada pabrik kerupuk belum mengetahui konsep produksi bersih. Dengan
demikian perlu dikenalkan terlebih dahulu mengenai konsep produksi bersih.
Pengenalan bisa dilakukan dengan diskusi mendalam atau pembinaan dan
pelatihan dari pihak pemerintah dan akademisi. Karyawan pada pabrik kerupuk
kebanyakan adalah karyawan borongan yang tidak digaji tetap dan berganti-ganti
sesuai kebutuhan.
2. Tujuan Awal Program Produksi Bersih
1. Mengurangi tumpahan produk dan bahan pada setiap tahapan proses
Adanya sisa ikan di tempat pencucian dan penggilingan, tumpahan terigu
dan adonan di tempat pencetakan adonan adalah akibat tidak adanya prosedur
standar. Banyak penghematan yang bisa dilakukan dari minimisasi tumpahan
pada setiap tahapan proses. Tumpahan-tumpahan bahan menyebabkan kondisi
pabrik kurang nyaman untuk ditempati dan membuat produksi kerupuk
2. Daur ulang dan penghematan penggunaan air pada proses pencucian
Proses pencucian ikan di pabrik kerupuk menghabiskan air dalam jumlah
besar. Penggunaan air setiap bulannya kurang lebih sebanyak 180 m3. Sekitar
150 m3 berasal dari air sumur yang dialirkan dengan pompa sedangkan 30 m3
dari air Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Banyaknya ikan yang akan
dicuci mempengaruhi banyaknya air yang digunakan. Sampai saat ini pihak
manajemen belum mengambil tindakan untuk penghematan air pencucian.
Penghematan bisa dilakukan dengan cara daur ulang air. Teknologi daur
ulang air yang dipilih adalah teknologi yang sesuai untuk industri kecil
menengah. Teknologi ini diusahakan tidak memerlukan biaya yang besar
untuk penerapannya karena keterbatasan modal yang dimiliki pihak industri
kerupuk.
3. Mengurangi jumlah limbah pabrik kerupuk dan resiko pada manusia
Limbah industri kerupuk meliputi air cucian yang mengandung sisa-sisa
ikan, limbah sisa pengemasan berupa plastik, dan ceceran dari setiap proses
produksi. Air limbah bila tidak ditangani secara baik menimbulkan dampak
yang tidak baik bagi kesehatan manusia.
Air limbah selama ini langsung dialirkan ke saluran pembuangan air.
Akibatnya timbul bau yang tidak sedap di lingkungan tempat tinggal warga.
Air limbah yang membawa sebagian sisa-sisa ikan adalah tempat yang cocok
untuk berkembangnya berbagai jenis mikroorganisme. Mikroorganisme ini
berpotensi menimbulkan penyakit bagi manusia. Praktek pencucian ikan
4. Peningkatan kesadaran dan pengetahuan mengenai produksi bersih pada
pihak manajemen dan karyawan pabrik
Kesadaran dari pihak manajemen sangat diperlukan untuk menerapkan
produksi bersih. Pada industri kerupuk pihak manajemen memegang yang
memegang peranan penting diprioritaskan untuk diberikan pengertian.
Karyawan di industri kerupuk yang sebagian besar merupakan karyawan
borongan. Karyawan borongan ini dapat berganti-ganti setiap hari. Karyawan
mendapat prioritas kedua dalam pemberian pemahaman produksi bersih.
Program ini diperlukan dalam penerapan produksi bersih. Manajemen
puncak memegang peranan penting dalam pelaksanaan program produksi
bersih. Tanpa adanya perubahan pola pikir, sikap dan tingkah laku penerapan
produksi bersih dapat terhambat.
3. Kajian Penerapan Produksi Bersih
Kajian penerapan produksi bersih di pabrik kerupuk dapat dikelompokkan
menjadi (a) Persiapan Bahan (b) Pembuatan Adonan (c) Pencetakan Adonan (d)
Pengukusan dan (e) Pengemasan. Berikut adalah penjelasan masing-masing
bagiannya :
1. Persiapan Bahan
1. Daur Ulang Limbah Air Ikan
Ikan yang baru datang dari pemasok diproses dengan melakukan
persiapan bahan. Persiapan bahan meliputi pengulitan, pengeluaran isi
bulannya atau sekitar 9 m3 per harinya dengan rata-rata 20 hari kerja
perbulannya.
Penggunaan air di pabrik kerupuk ikan indramayu memiliki beberapa
kekurangan. Penggunaan air pada saat pencucian tidak efisien, banyak air
yang terbuang begitu saja ke saluran pembuangan. Setiap harinya bisa
digunakan sekitar 9 m3 air. Pada saat pencucian ikan dan pengeluaran
perut ikan digunakan air dalam jumlah besar. Air juga digunakan untuk
mencuci lantai yang kotor setelah pengeluaran isi perut ikan.
Alternatif produksi bersih yang dipilih adalah daur ulang air dan tata
cara operasi yang baik dengan pembuatan Standard Operational
Procedure (SOP). Daur ulang air dapat dilakukan dengan filtrasi atau
penyaringan. Cara ini dipilih karena tidak membutuhkan biaya yang besar
untuk investasinya. Proses filtrasi yang dipilih adalah yang menggunakan
bahan dan peralatan yang mudah ditemukan di pasaran.
Proses filtrasi adalah mengalirkan air limbah secara gravitasi (alami)
melalui filter. Filter yang digunakan adalah bahan yang mudah diperoleh
dipasaran yaitu pasir, batu bata, arang, ijuk. Benda yang lebih besar dari
pori akan tertahan di atas pori filter. Menurut Nasution (2001) proses
filtrasi akan menghilangkan warna, bau dan rasa yang tidak diinginkan.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Nasution (2001) terhadap air
limbah tahu, filtrasi dilakukan menggunakan dua buah bak, yaitu bak
pengendapan dan bak penyaringan. Bak pengendapan digunakan untuk
menampung air limbah. Proses pengendapan dilakukan dengan
menambahkan tawas dan batu kapur kemudian diendapkan selama enam
jam. Ukuran bak pengendapan harus disesuaikan dengan kapasitas limbah
air yang dihasilkan.
Bak penyaringan akan dipasangi lima buah lapisan yaitu pasir, kerikil,
ijuk, arang dan batu bata. Pasir mempunyai fungsi untuk menyaring
menyerap partikel yang lolos dari penyaringan dengan kerikil. Arang
digunakan karena dapat menyerap partikel yang halus dan zat bersifat
toksik. Batu bata memiliki fungsi yang kurang lebih sama dengan arang
(Windarto, 1996).
Proses daur ulang air pencucian ikan tidak membutuhkan proses yang
rumit. Air cucian ikan dapat dijernihkan dengan menggunakan tawas dan
bau ikan dapat dihilangkan dengan menggunakan arang aktif. Proses daur
ulang air pencucian ikan dapat dilakukan dalam satu bak saja. Proses
penjernihan air cucian ikan dapat dilakukan dalam waktu satu jam dengan
menggunakan tawas butek sebanyak 50 ppm. Bau ikan dapat dihilangkan
menggunakan karbon aktif atau kapur. Desain instalasi daur ulang air
dapat dilihat pada Gambar 4.
Daur ulang 9000 liter air cucian ikan dapat menghasilkan 8095.5 liter
air bersih. Efisiensi dari proses daur ulang air cucian ikan ini adalah 89.95
%. Hasil dari proses daur ulang ini air bisa langsung digunakan kembali.
Penggunaan kembali ini akan menekan biaya penggunaan air. Berikut
adalah perhitungan penghematan air dari penerapan daur ulang air :
1. Perhitungan Penghematan Air
1. Air PDAM
Setiap bulan pabrik kerupuk menggunakan ± 30 m3 air PDAM.
Tarif air PDAM Indramayu untuk home industry adalah 0 sd 10 m3
= Rp. 2 670,- ; 11 sd 20 m3 = Rp. 4 250,- ; 21 sd 30 m3 = Rp. 5
050,- sedangkan 31 m3 keatas = Rp. 5 925,-. Oleh karena itu
besarnya penghematan dari daur ulang air PDAM adalah sebesar :
30 m3 x Rp. 5 050,- x 89.95 % = Rp. 136 274.25,- setiap bulannya.
2. Air Sumur
Setiap bulan pabrik kerupuk menggunakan ± 150 m3 air sumur
untuk memenuhi kebutuhan produksi. Selama proses produksi
berlangsung air dari sumur diambil menggunakan pompa. Pompa
yang digunakan adalah dengan daya 250 Watt. Pompa
diasumsikan dinyalakan selama ± 6 jam setiap harinya yang
sebagian besar digunakan untuk pencucian ikan. Dalam 1 bulan
pompa digunakan selama 6 jam x 20 hari = 120 jam. Maka daya
yang terpakai adalah 120 jam x 450 Watt = 54 000 Wh = 54 KWh.
Pajak sebesar 3 persen total biaya :
3 % x (Rp 38 400,- + Rp 19 800,-) = Rp 1 746,-
Total biaya penggunaan listrik untuk pompa air dalam 1 bulan
adalah sebesar (Rp. 38 400,- + Rp. 19 800,- + Rp. 34 000 Rp. 1
746,-) x 89.95% = Rp. 84 504.425,-. Dalam 1 tahun penghematan
dari daur ulang air sumur adalah sebesar Rp. 84 504.427,- x 12 =
Rp. 1 014 053 ,-.
Total penghematan dari daur ulang air adalah sebesar
Rp. 1 635 291,- + Rp. 1 014 053 ,- = Rp.2 649 344,- per tahun.
Dana untuk operasional instalasi daur ulang air bisa ditutupi dari
penghematan air yang didapat. Perhitungan finansial dari alternatif
daur ulang air dapat dilihat pada Lampiran 3 sampai Lampiran 8.
2. Analisis Biaya Instalasi Daur Ulang Air
1. BiayaInvestasi
Biaya investasi adalah biaya yang dibutuhkan untuk
pembangunan suatu alternatif. Biaya investasi yang dibutuhkan
untuk pembangunan alternatif daur ulang air adalah sebesar
Rp. 2 400 000,-. Rincian biaya investasi dapat dilihat pada
Lampiran 3. Biaya investasi hanya ada pada tahun-0. Biaya
operasional pada tahun-0 adalah modal pembelian alat-alat.
Rincian biaya bahan penunjang bisa dilihat pada Lampiran 4.
2. Biaya Operasional
Biaya Operasional adalah komponen biaya yang diperlukan
untuk mengoperasikan alternatif, segera setelah alternatif siap
melakukan produksi. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan
biaya tidak tetap.
Biaya tetap adalah biaya yang tetap, tidak dipengaruhi oleh
jumlah dan volume aktivitas sampai pada tingkat usaha tertentu
(Nasution, 2001). Komponen biaya tetap pada alternatif instalasi
daur ulang air adalah biaya penyusutan dan biaya pemeliharaan
alat. Penjelasan rinci tentang perhitungan komponen biaya tetap
dapat dilihat pada Lampiran 5.
Biaya tidak tetap adalah biaya yang dapat berubah,
perubahannya berbanding lurus dengan besarnya volume aktivitas.
Biaya ini bergantung pada kapasitas produksi yang diinginkan.
Komponen biaya tidak tetap dari alternatif ini adalah biaya bahan
tetap dalam alternatif ini dapat dilihat pada Lampiran 4. Total
biaya operasional yang dibutuhkan dapat dilihat pada Lampiran 5.
3. Prakiraan Penghematan
Perhitungan nilai penghematan digunakan untuk menentukan
baik atau tidaknya pembangunan alternatif instalasi daur ulang air
selama menjalankan aktivitasnya pada suatu periode tertentu.
Penghematan biaya yang didapat dari alternatif ini adalah
Rp. 2 649 344,- per tahun. Nilai ini dianggap konstan sampai tahun
ke-10. Nilai diperoleh dari penghematan penggunaan listrik oleh
pompa air dan biaya air PDAM. Penghematan biaya setelah
dikurangi dengan pengeluaran adalah sebesar -Rp. 1 640 656,-.
4. Analisis Arus Kas (cash flow)
Arus kas pada alternatif ini terdiri dari arus penerimaan dan
arus pengeluaran. Arus penerimaan terdiri dari modal sendiri dan
nilai penghematan. Arus pengeluaran terdiri dari biaya
pembangunan instalasi daur ulang air, biaya tidak tetap dan biaya
tetap. Arus kas penerimaan dan pengeluaran dapat dilihat pada
Lampiran 6. Pada tahun ke-0 biaya yang berasal dari modal sendiri
digunakan untuk pembelian alat-alat daur ulang air.
5. Kriteria Investasi
Kriteria investasi dibutuhkan agar diketahui suatu alternatif
layak dijalankan atau tidak. Kelayakan ini dilihat dari segi
Return), dan BC ratio. Nilai waktu adalah dari PBP (Pay Back
Period). Dalam alternatif instalasi daur ulang air ini, kriteria
investasi dihitung berdasarkan tingkat bunga bank yang berlaku
yaitu 18 persen per tahun.
Dengan nilai arus kas dari tahun-1 sampai dengan tahun-10
dapat dihitung nilai dari kriteria investasi. NPV merupakan selisih
harga sekarang dari penerimaan terhadap pengeluaran pada tingkat
suku bunga tertentu. Jika nilai NPV>0 maka sebuah alternatif
dapat dikatakan layak untuk dijalankan. Berdasarkan perhitungan,
NPV pada alternatif instalasi daur ulang air ini adalah sebesar
-Rp. 9 772 452,- sehingga dapat dikatakan alternatif ini tidak
layak. Untuk IRR dikatakan layak apabila lebih dari suku bunga
yang berlaku dalam alternatif ini adalah IRR>18 persen maka
dikatakan layak. Net B/C dikatakan layak apabila >1. Perhitungan
kriteria investasi dapat dilihat pada Lampiran 8. Alternatif ini tidak
layak dijalankan karena biaya operasional alternatif ini tidak bisa
ditutupi dari penghematan yang dihasilkan sehingga perlu mencari
alternatif lain yang biaya operasionalnya efisien.
2. Kebersihan Ruang Pencucian
Pada proses persiapan bahan dilakukan pemisahan kulit, isi perut dan
kepala dari daging. Semua proses tersebut dilakukan di lantai ruang
pencucian. Alat yang digunakan adalah pisau dan bangku untuk duduk.
Karena proses dilakukan di lantai, bahan menjadi rentan terkontaminasi
oleh kotoran. Karyawan dan pengantar ikan bebas untuk keluar masuk
ruang pencucian dengan menggunakan alas kaki. Seringkali ruang
pencucian terlihat kurang bersih.
yang belum dibersihkan langsung digunakan untuk mencuci dan
memotong ikan.
Gambar 4. Desain Instalasi Daur Ulang Air
Alternatif produksi bersih yang diusulkan adalah perbaikan good
house keeping. Perbaikan good house keeping dilakukan dengan
membersihkan lantai ketika akan dilakukan proses produksi di ruang
pencucian. Oleh karena itu disarankan untuk membuat SOP kebersihan
ruang pencucian. SOP dibuat agar ada prosedur standar yang bisa
3. Pembuatan Tepung Ikan dari Sisa Ikan
Industri pengolahan ikan umumnya menghasilkan limbah ikan dalam
berbagai bentuk seperti kepala, tulang, sirip dan isi perut. Industri
pengolahan ikan kadang-kadang mengalami kegagalan proses yang
mengakibatkan hasil olahannya rusak dan tidak bisa dipasarkan. Limbah
yang berasal dari industri pengolahan ikan persentasenya bisa mencapai
30 persen dari jumlah ikan segar yang dibutuhkan. Bila dibuang begitu
saja limbah ini akan menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan
(Yani, 1994).
Pada tahap pengeluaran isi perut dan pemisahan kepala dihasilkan
limbah sebanyak 250 kg setiap harinya. Alternatif produksi bersih yang
disarankan adalah daur ulang limbah ikan. Isi perut dan kepala ikan dapat
dimanfaatkan menjadi tepung ikan. Pembuatan tepung ikan cukup
sederhana oleh karena itu cocok untuk diterapkan pada industri kecil dan
menengah. Dari 250 kg sisa ikan akan dihasilkan 70 kg tepung ikan.
Teknologi pembuatan tepung ikan diusahakan menggunakan teknologi
yang sederhana dan murah investasinya. Menurut LIPI (2000), proses
pembuatan tepung ikan dimulai dengan memotong-motong bahan limbah
ikan. Setelah itu bahan dimasukkan ke dalam keranjang plastik yang
berlubang dibawahnya. Kemudian dicuci bersih dalam bak pencucian.
Bahan yang telah bersih diaduk dan dibiarkan selama 30 menit di dalam
bak. Ikan yang mengandung banyak lemak dimasukkan ke dalam panci
masak, ditambahkan air sampai terendam dan dimasak selama 1 jam. Ikan
yang mengandung sedikit lemak dimasak dalam dandang selama 30 menit.
Selanjutnya ikan yang sudah masak dipres dan dihancurkan dengan alat
penggiling (penggilingan basah). Kemudian dikeringkan pada suhu
60-650C selama 6 jam di dalam alat pengering atau di bawah sinar matahari.