• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modelling of sustainable transportation management at the periphery of metropolitan cities

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Modelling of sustainable transportation management at the periphery of metropolitan cities"

Copied!
211
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PENGELOLAAN TRANSPORTASI

BERKELANJUTAN DI KAWASAN PINGGIRAN

METROPOLITAN

TIMBUL PARULIAN MANAORJAYA PANJAITAN

NRP. P-062040224

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

iii

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “Model Pengelolaan Transportasi Berkelanjutan di Kawasan Pinggiran Metropolitan” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, 22 Maret 2010

Timbul Parulian Manaorjaya Panjaitan

(4)
(5)

v

TIMBUL P.M. PANJAITAN. 2010. Modelling of Sustainable Transportation Management at the periphery of metropolitan cities. Under supervision of Bambang Pramudya, Manuwoto and I.F.Poernomosidhi Poerwo.

Development of Metropolitan cities has a great impact on transportation growth not only in the inner cities but also between the peripheries, where most of housing built, and the center of the cities. This transportation growth especially caused by commuters, who live in the peripheries but go to works to the center of the cities. This research is aimed to make a model of transportation management from housing area in the periphery of a metropolitan city, in the northern area of Metropolitan Bandung, considered trip generation and trip attraction caused by the presence of housing settlements, Setiabudi Regency, Graha Puspa and Trinity, examined the perception of inhabitants which are also the trip makers and after that, made a model of transport management with sustainable transportation principles that means to reduce the possibility of traffic congestion, air pollution, and traffic noise in the future. In the beginning, the researcher took primary data like trip generation and trip attraction from the housing access road at the research time. With the secondary data collected from the previous researchers the structure of the transportation management model was made. It can be seen that in the model structure built, the model behaviour describes prediction of road saturation grade, vehicles maximum speed and air pollution that might be generated in the future (in this research until year of 2040). The research of society perception, using Principal Component Analysis (statistics analysis), has got two groups of output, the first was the improvement of access road infrastructure with improving the road capacity, the second is improvement of the media of transportation with reducing vehicles emission and also improving the quality and quantity of public transportation. Using system dynamics modelling, the society perception was cultivated to make 5 transport policy alternatives those were : 1).policy in transportation without any change, 2).policy in public transport quality and quantity improvements, 3).policy in reducing the life tme of private vehicles 4). policy in improving the real capacity of roads, 5).policy in improving public transport quality combined with reducing the life time of private vehicles. The last four policies were combined with policy in reducing air pollution, because the policy in reducing air pollution was the major policy choice by the society. Model simulation showed that the most effective policies in transportation to achieve a sustainable transportation management was the 5th policy alternative: improving quality and quantity of public transport combined with reducing the lifetime of private vehicles and reducing air pollution.

(6)
(7)

vii

persentase penduduk perkotaan ini mencapai separuh dari seluruh penduduk Indonesia. Pertumbuhan penduduk ini memicu pertumbuhan perumahan /

permukiman yang cukup tinggi di perkotaan, sehingga bermunculanlah

pembangunan rumah, baik yang dibangun dengan swadaya maupun oleh

pengembang (perumahan formal) yang tidak melihat lagi dimana lokasi yang cocok dan sesuai dengan peraturan dan tata-ruang perkotaan.

Pemakaian kendaraan pribadi yang memang dapat melayani pemiliknya

”door to door” cukup sulit untuk dibatasi atau dialihkan menjadi pemakaian

kendaraan umum, disamping karena tidak memuaskannya pelayanan kendaraan umum, ada juga pengaruh ”life style” dari sebagian besar orang kota. Kendaraan

umum yang ada saat ini belum memenuhi syarat-syarat keamanan dan

kenyamanan, sehingga para pelaku perjalanan enggan untuk menggunakannya.

Selama ini belum ada suatu kebijakan dari pemerintah baik lokal maupun

pusat yang mengatur berapa jumlah rumah pada suatu lokasi perumahan yang boleh dilayani oleh suatu ruas jalan sehingga tidak menimbulkan kemacetan.

Penelitian ini mencoba untuk merancang model pengelolaan transportasi yang berkelanjutan di kawasan pinggiran metropolitan, dengan sasaran yang

diharapkan terjadi adalah sbb:

1. Terumuskannya model manajemen transportasi berkelanjutan yang mampu

mengatasi permasalahan : kemacetan lalu lintas dan menjaga agar tingkat

pelayanan jalan ”level of service” jaringan jalan tetap memadai di kawasan pinggiran metropolitan.

2. Terwujudkannya model pengelolaan lingkungan yang dapat mengatasi

permasalahan lingkungan hidup guna mencegah atau mengurangi pencemaran

udara akibat transportasi dan kebisingan lalu lintas di lingkungan perumahan di kawasan pinggiran metropolitan.

Perancangan model pengelolaan transportasi dimulai dengan menjaring

persepsi masyarakat tentang kebutuhan mereka akan transportasi. Hasil survey persepsi masyarakat ini selanjutnya diolah dengan Principal Component Analysis

(PCA) untuk mengetahui faktor-faktor dominan yang akan dipakai sebagai dasar

(8)

viii

yang menyusun sistem, sehingga diperoleh diagram causal loops. Diagram ini

dipakai sebagai dasar penyusunan struktur model. Struktur model dapat dikatakan

valid setelah melalui uji validitas. Dalam model ini uji validitas dilakukan terhadap data populasi dan data jumlah angkutan umum historis.

Selanjutnya dilakukan analisis sistem dinamis dan melihat perilaku model yang telah disusun untuk melihat trend (kecenderungan) perilaku model terhadap

variabel penentu seperti kecepatan kendaraan, derajat kejenuhan jalan,

pencemaran udara dan kebisingan mulai dari tahun 2004 sampai dengan tahun

2040. Dengan analisis sensitivitas dapat dilakukan simulasi model dalam beberapa

skenario kebijakan pemodelan untuk melihat skenario kebijakan mana yang terbaik dilihat dari sisi pencapaian derajat kejenuhan jalan terendah dan pencemaran

udara minimal yang masih mungkin.diperoleh dari alternatif skenario kebijakan

tersebut.

Setelah dilakukan simulasi model, penelitian ini dapat menyimpulkan beberapa hal

sebagai berikut:

1. Penelitian terhadap persepsi masyarakat penghuni / pelaku perjalanan di kawasan perumahan Setiabudhi Regensi, Graha Puspa dan Trinity dengan

Principal Component Analysis (PCA) memperoleh beberapa alternatif skenario

kebijakan transportasi di kawasan tersebut, antara lain: peningkatan kapasitas

dasar jalan (untuk peningkatan prasarana transportasi) dan pembatasan umur

kendaraan pribadi, peningkatan kualitas dan kuantitas angkutan umum, serta pengurangan emisi gas buang kendaraan (untuk perbaikan sarana transportasi)

2. Dari 10 variabel persepsi masyarakat tentang pengelolaan / perbaikan transportasi di kawasan perumahan (Setiabudhi Regensi, Graha Puspa dan

Trinity) tersebut diambil 5 (lima) skenario kebijakan untuk diuji dengan analisis

sensitivitas model:

1) Alternatif kebijakan untuk tidak mengadakan perubahan (skenario do nothing)

2) Alternatif kebijakan: peningkatan kualitas dan kuantitas angkutan umum dibarengi dengan pengurangan emisi gas buang kendaraan.

(9)

ix

5) Alternatif kebijakan : peningkatan kualitas dan kuantitas angkutan umum serta pembatasan umur kendaraan pribadi dibarengi dengan pengurangan

emisi gas buang kendaraan.

3. Analisis sensitivitas model menunjukkan bahwa dari 5 alternatif kebijakan yang diambil, alternatif kebijakan 5 (peningkatan kualitas dan kuantitas angkutan umum, pembatasan umur kendaraan pribadi dan pengurangan emisi gas buang

kendaraan) merupakan alternatif kebijakan terbaik yang dapat diambil untuk

dipakai sebagai kebijakan pengelolaan transportasi di kawasan permukiman di

lokasi studi tersebut.

4. Analisis perilaku model menunjukkan bahwa alternatif kebijakan 5 dapat mengatasi permasalahan pengelolaan transportasi dengan lebih baik, dengan

skenario kebijakan 5, sampai dengan tahun 2040 derajat kejenuhan jalan masih berada pada kisaran = 0,4 atau dengan kata lain pada ‘level of service’

jaringan jalan = A.

5. Analisis perilaku model juga menunjukkan bahwa dengan pelaksanaan alternatif kebijakan 5, indeks kualitas udara pada tahun 2040 masih berada

pada nilai 97,40%, dan kadar NOx pada tahun 2040 sebesar 0,04, masih

berada dibawah baku mutu ( 0,05), atau dengan kata lain kualitas udara

kawasan permukiman tersebut masih sangat layak bagi penghuninya.

6. Analisis perilaku model dengan menggunakan skenario kebijakan 4

menunjukkan bahwa ‘penambahan kapasitas jaringan jalan’ (skenario kebijakan

4) hanya dapat dipakai sebagai alternatif kebijakan sementara, karena

penambahan kapasitas jaringan jalan sebesar 2,5% per tahun,pada akhirnya hanya akan mempercepat peningkatan ‘derajat kejenuhan jalan’ sehingga pada

suatu saat ke depan derajat kejenuhan jalan akan mencapai = 1. Peningkatan

volume lalu lintas yang tinggi tersebut juga mengakibatkan peningkatan

(10)

x

@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2010. Hak Cipta dilindungi Undang-undang.

1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber :

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor.

2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau

(11)

xi

MODEL PENGELOLAAN TRANSPORTASI

BERKELANJUTAN DI KAWASAN PINGGIRAN

METROPOLITAN

TIMBUL PARULIAN MANAORJAYA PANJAITAN

NRP. P-062040224

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

xii Penguji Luar Komisi Pembimbing :

Penguji Ujian Tertutup (27 Februari 2010) :

1. Prof. Dr. Ir. Eriyatno, MSAE

2. Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS

Penguji Ujian Terbuka (22 Maret 2010) :

1. Dr. Ir. M. Basuki Hadimuljono,MSc

(Inspektur Jenderal Departemen Pekerjaan Umum) 2. Dr. Ir. Drs. Iskandarmuda Purwaamijaya, MT

(13)

xiii

Judul Disertasi : MODEL PENGELOLAAN TRANSPORTASI BERKELANJUTAN DI KAWASAN PINGGIRAN METROPOLITAN

Nama : Timbul Parulian Manaorjaya Panjaitan NIM : P 062040224

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya, M. Eng. Ketua

Dr. Ir. Manuwoto, MSc Dr. Ir. I.F. Poernomosidhi Poerwo, MSc Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya

Alam dan Lingkungan

(14)
(15)

xv

PRAKATA

Segala puji syukur hormat dan kemuliaan penulis panjatkan hanya kehadirat Tuhan Yesus Kristus karena atas rahmat dan karuniaNya disertasi dengan judul “Model Pengelolaan Transportasi Berkelanjutan di Kawasan Pinggiran Metropolitan” ini telah dapat disusun dan diselesaikan dengan baik.

Dengan selesainya penyusunan disertasi ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Prof.Dr.Ir. Bambang Pramudya, M.Eng, Dr.Ir. Manuwoto, MSc dan Dr.Ir. I.F. Poernomosidhi Poerwo, MSc selaku Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan motivasi, bimbingan, arahan dan inspirasi dengan sepenuh hati kepada penulis.

Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) IPB Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo,MS dan Sekretaris Program Studi PSL IPB Dr.Ir. Widyatmoko,MS, serta tidak lupa juga kepada ibu Dr.Ir.Etty Riani, MS, yang selalu memberi dorongan untuk segera menyelesaikan studi ini.

Lembaga yang telah membantu dalam proses penelitian, yaitu Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Negara Perumahan Rakyat, Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta, Kecamatan Lembang, Kecamatan Parongpong, Institut Teknologi Bandung dan Universitas Pendidikan Indonesia,

Atasan kerja penulis selama mengikuti program Doktor yaitu Ir. Agus Widjanarko, MIP, Ir. Zulfi Syarif Koto, MSi, .Dr.Ir.M.Basuki Hadimuljono, MSc, yang telah memberi bantuan baik moril maupun materiil serta dorongan untuk menyelesaikan program studi ini.

Dr. Ir. Drs. H. Iskandar Muda Purwaamijaya beserta isteri Dr.Rina Marina Masri, MP yang telah banyak membantu dalam proses penelitian di lapangan.

Para responden sebagai sumber informasi, fasilitator yang telah membantu dalam berbagai kegiatan pengisian kuesioner selama proses penelitian.

Teman-teman PS PSL angkatan 2005 yang selama ini ikut memberi semangat dan sebagai inspirasi dalam menyelesaikan studi.

Isteri tercinta Yuke Ikaria Moureen SH beserta ananda Nofryda Estheria Ully, Diva Melina, David Timothy dan Kezia Natalia atas segala kesabaran, dorongan, pengertian, pengorbanan dan bantuan yang diberikan selama masa studi ini.

Semoga segala bantuan, doa dan dorongan yang diberikan tersebut mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha Esa.

(16)
(17)

xvii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang, tanggal 7 Juli 1959 putra sulung dari

pasangan Pangulu Rotua Radja Pandjaitan (alm) dengan Adelina Mangunsong

(alm).. Penulis mengikuti pendidikan SD, SMP, SMA di Palembang. Selanjutnya

mengikuti Pendidikan S1 pada jurusan Teknik Sipil Universitas Sriwijaya (1985), Pendidikan S2 Program Studi Urban Infrastructure Management pada Institute For

Housing and Urban Development Studies (IHS) Erasmus Universiteit di Rotterdam

The Netherlands (2001), dan sejak tahun 2005 penulis memulai pendidikan S3

pada Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan di Institut Pertanian Bogor.

Kariernya sebagai pegawai negeri sipil dimulai dari staf Kantor Wilayah Departemen Pekerjaan Umum Provinsi Jambi tahun 1986, kemudian sebagai

Kepala Seksi Pengujian Air tahun 1987, Pemimpin Proyek Bantuan Penanganan

Jalan Kabupaten tahun 1990, Pemimpin Bagian Proyek Simpang Tuan – Merlung tahun 1993, Pemimpin Proyek Peningkatan Jalan di Dati II Tanjung Jabung tahun

1994, Pemimpin Bagian Proyek Penggantian Jembatan (BLN) Provinsi Jambi tahun

1995, Pemimpin Proyek Peningkatan Jalan di Dati II Batang Hari tahun 1996,

Kepala Seksi Pengujian tahun 1998, Pemimpin Proyek Pembinaan Pengembangan Perkotaan pada Ditjen Perkotaan dan Perdesaan di Jakarta tahun 2002, Kepala

Bidang Prasarana Lingkungan Perumahan pada Kementerian Negara Perumahan

Rakyat tahun 2005, Pejabat Fungsional Teknik Jalan dan Jembatan pada

Inspektorat Jenderal Departemen PU tahun 2008 sampai sekarang.

Selain itu penulis juga mengikuti pendidikan informal / diklat antara lain

Indonesian Bridge Engineering Course tahun 1988 s/d 1989 di Bandung, Diklat

Pembentukan Jabatan Fungsional Auditor tahun 2007, Diklat Jabatan Fungsional Teknik Jalan dan Jembatan tahun 2008 serta diklat diklat teknis Departemen

Pekerjaan Umum lainnya.

Tanda kehormatan yang diperoleh adalah : Satya Lancana Karya Satya 10

tahun (2004), dan Satya Lencana Karya Satya 20 tahun (2007) . Penulis menikah

(18)

xviii

(19)

xix

DAFTAR TABEL... xxiii

DAFTAR GAMBAR... xxv

DAFTAR LAMPIRAN... xxix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 3

1.3. Perumusan Masalah ... 3

1.4. Kerangka Pemikiran ... ... 5

1.5. Manfaat Penelitian ... ... 8

1.6. Novelty (Kebaruan) ... ... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Kota Metropolitan... 11

2.2. Pengelolaan Transportasi.di Kawasan Pinggiran Metropolitan... 12

2.3. Pola Penggunaan Lahan (Landuse)... 13

2.4. Sistem Jaringan (Prasarana Jalan)... 15

2.4.1. Kapasitas Jaringan Jalan... 16

2.4.2. Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Lebar Jalan... 17

2.4.3. Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Pembagian Arah... 18

2.4.4. Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Gangguan Samping... 19

2.4.5. Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Ukuran Kota... 20

2.4.6. Tingkat Pelayanan Jalan... 21

2.5. Sistem Pergerakan Transportasi... 21

2.6. Interaksi Sistem Kegiatan (Landuse) – Sistem Jaringan Jalan–Sistem Transportasi (Sistem Pergerakan)……….. 22

2.7. Aspek Psikososial dalam Transportasi…….……….. 24

2.8. Pencemaran Lingkungan Akibat Transportasi……….. 25

2.8.1. Dampak Pencemaran Udara... 26

2.8.2. Macam macam Pencemar Udara ... 26

2.8.3. Kebisingan ... 28

2.9. Tinjauan studi-studi terdahulu tentang pengelolaan transportasi perkotaan………. 32

BAB III. KARAKTERISTIK LOKASI PENELITIAN... 37

3.1. Metropolitan Bandung... 37

3.2. Kabupaten Bandung Barat ... ... 38

3.3. Kecamatan Lembang… ... 41

3.4. Kecamatan Parongpong... 42

3.5. Perumahan Setiabudi Regency... 44

(20)

xx

BAB IV. METODE PENELITIAN ... . 49

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian……… 49

4.1.1. Lokasi Penelitian ………..……….. 49

4.1.2. Waktu Penelitian ……… 49

4.2. Rancangan Penelitian...………... 49

4.2.1. Aspek Fisik, Kimia dan Biologi Lingkungan ... 49

4.2.2. Aspek Sosial dan Ekonomi………. 50

4.3. Jenis Data yang Dikumpulkan ... 50

4.3.1. Data Fisik, Kimia an Biologi Lingkungan……… 50

4.3.2. Data Sosial dan Ekonomi ……… 51

4.4. Analisis Data ... 52

4.4.1. Analisis Data Fisik, Kimia dan Biologi Lingkungan ……….. 52

4.4.2. Analisis Data Sosial dan Ekonomi ………. 53

4.5. Analisis Sistem, Model dan Simulasi ………. 56

4.5.1. Teori Sistem Dinamis ……… 56

4.5.2. Diagram Lingkar Sebab - Akibat ………. 62

4.5.3. Diagram Input – Output ……… 64

4.5.4. Diagram Alir (Struktur Model) ……….. 65

4.5.5. Validasi Model ……… 66

4.5.6. Sensitivitas Model ……….. 68

BAB V. PERSEPSI MASYARAKAT PENGHUNI PERUMAHAN ………… 71

5.1. Pendahuluan………. 71

5.2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat ... .. ………. .. ………… …. 71

5.2.1. Data Pribadi ………. 71

5.2.2. Lahan dan Perumahan ……….. 75

5.2.3. Pengelolaan Lahan dan Lingkungan Perumahan ………….. 79

5.2.4. Pengelolaan Transportasi ……….. 80

5.2.5. Implementasi Teknologi Pembangunan Konstruksi Jalan Pada Persimpangan ... 81

5.2.6. Kepuasan dan Saran Responden ... 82

5.3. Kebutuhan Responden dalam Pengelolaan Transportasi …………. 84

5.3.1. Analisis Faktor untuk Variabel yang Berpengaruh terhadap Pemilihan Pengelolaan Transportasi di Lingkungan Perumahan ……….. 84

5.3.2. Analisis Faktor dengan Rotasi ……… 86

5.3.3. Hasil Analisis Faktor ……… 88

5.4. Kesimpulan………. . 89

(21)

xxi

6.2. Sub Model Sistem Tata Guna Lahan ... 92

6.3. Sub Model Sistem Pergerakan ... 94

6.4. Sub Model Sistem Jaringan Jalan ... 96

6.5. Sub Model Sistem Sarana Kendaraan ……… 99

6.6. Sub Model Sistem Pencemaran Lingkungan ………. 102

6.7. Validasi Model ………. 105

6.7.1. Validasi Model Terhadap Komponen Populasi Penduduk…. 105

6.7.2. Validasi Model Terhadap Komponen Jumlah Angkutan Umum 106 6.8. Kesimpulan……….. 107

BAB VII. PERILAKU MODEL PENGELOLAAN TRANSPORTASI DI KAWASAN PINGGIRAN METROPOLITAN..……….. 109

7.1. Pendahuluan……… 109

7.2. Perilaku Sub Model Tataguna Lahan ... 109

7.3. Perilaku Sub Model Sistem Pergerakan ……… 110

7.4. Perilaku Sub Model Sistem Jaringan Jalan ……….. 111

7.5. Perilaku Sub Model Sistem Sarana Kendaraan ………... 112

7.6. Perilaku Sub Model Sistem Pencemaran Udara dan Kebisingan… 113

7.7. Kesimpulan………... 115

BAB VIII. SKENARIO KEBIJAKAN ... 117

8.1. Pendahuluan……….…… 117

8.2. Alternatif Skenario Kebijakan……… 117

8.3. Perilaku Model Hasil Simulasi Skenario Kebijakan 1 s/d 5 ……….. 120

8.3.1. Derajat Kejenuhan Jalan ………. 120

8.3.2. Rata-Rata Kecepatan Kendaraan ……… 121

8.3.3. Volume Lalu Lintas ……….. 122

8.3.4. Indeks Kualitas Udara ………. 123

8.3.5. Kebisingan ………. 124

8.4. Perilaku Model Pada Skenario Kebijakan 5 ……….. 125

8.4.1. Derajat Kejenuhan Jalan ………. 125

8.4.2. Rata-Rata Kecepatan Kendaraan ……….. 126

8.4.3. Kadar Pencemar Udara COx……….. 126

8.4.4. Kadar Pencemar Udara NOx ……….. 127

8.4.5. Kadar Pencemar Udara HC ……… 127

8.4.6. Kadar Pencemar Udara SOx ……….. 127

8.4.7. Kadar Pencemar Udara SPM ………. 128

8.4.8. Tingkat Kebisingan ……… 128

8.4.9. Indeks Kualitas Udara……… 129

(22)

xxii

10.1. Kesimpulan ... 135 10.1.1. Manajemen Transportasi Berkelanjutan……….. 135 10.1.2. Pengelolaan Lingkungan Hidup Berkelanjutan………... 137 10.2. Rekomendasi ... …138

DAFTAR PUSTAKA ……….. 141

(23)

xxiii

Halaman 1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

Hubungan faktor-faktor yang harus diteliti, jenis data, sumber data, teknik analisis data, dan hasil yang diharapkan ………..

Bangkitan dan tarikan pergerakan dari beberapa aktivitas tata guna lahan ...

Kapasitas dasar ( Co )...

Faktor koreksi kapasitas akibat lebar jalan (FCw)...

Faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah (FCsp)...

Klasifikasi gangguan samping...

Faktor koreksi kapasitas akibat gangguan samping (FCsf)

untuk jalan yang mempunyai bahu jalan ...

Faktor koreksi kapasitas akibat gangguan samping (FCsf)

untuk jalan yang mempunyai kerb...

Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota...

Komposisi udara kering dan bersih...

Toksisitas relatif polutan udara...

Akibat fisik dan psikologis dari kebisingan...

Kriteria ambien kebisingan...

Batas kebisingan yang masih dapat diterima

oleh tenaga kerja………

Matriks beberapa penelitian yang pernah dilakukan tentang transportasi dan pencemaran udara di perkotaan………..

Metode analisis data kualitas udara……….

Metode analisis data sosial dan ekonomi………

Total variance explained……….……….

Component Matrix……….

Rotated component matrix………

9

15

17

18

18

19

19

20

20

27

28

30

30

31

35

53

55

85

86

(24)

xxiv

22

23

24

25

26

27

28

Variabel dan parameter pada sub model sistem pergerakan……..

Variabel dan parameter pada sub model sistem jaringan jalan…..

Variabel dan parameter pada sub model sistem sarana

kendaraan………

Variabel dan parameter pada sub model sistem pencemaran udara ……….

Hasil analisis uji validasi kinerja terhadap komponen jumlah

penduduk di Kabupaten Bandung………..

Hasil analisis uji validasi kinerja terhadap komponen jumlah angkutan umum………..

Parameter-parameter dalam simulasi skenario

kebijakan………..

95

99

101

103

105

106

(25)

xxv

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

Diagram alir perumusan masalah………..

Kerangka pikir pengelolaan transportasi berkelanjutan di kawasan pinggiran metropolitan………..

Sistem transportasi makro………..

Beberapa wilayah yang termasuk dalam wilayah metropolitan

Bandung………..

Fungsi kawasan dalam metropolitan Bandung……….

Lokasi studi……….

Bagan alir tahapan penelitian………..

Langkah-langkah analisis faktor………...

Diagram sistem..………

Tahapan tahapan pembuatan model

(dengan sistem dinamik)...

Konsep diagram lingkar sebab akibat...

Diagram input – output...

Simbol – simbol diagram alir………

Tipe intervensi model (parameter input dan struktur

model)………..

Persentase jenis kelamin penghuni di perumahan

Setiabudi Regency, Trinity dan Graha Puspa………..

Persentase tingkat pendidikan penghuni perumahan………...

Pekerjaan penghuni perumahan………

Persentase kepemilikan kendaraan………..

Pendapatan penghuni perumahan per bulan………..

Pengeluaran untuk transportasi per bulan………. ………

Status kepemilikan rumah………..

Perolehan hak tinggal……… 5

7

12

37

38

47

51

56

58

60

63

64

65

69

72

72

73

73

74

74

75

(26)

xxvi 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45

Kepuasan terhadap lokasi perumahan………

Saran pengembangan lokasi perumahan………...

Usul peningkatan / perbaikan prasarana jaringan jalan (persepsi masyarakat).………...

Usul peningkatan / perbaikan sarana transportasi (persepsi

masyarakat)………

Konseptualisasi permodelan………

Causal loops sub model sistem tataguna lahan………...

Diagram alir sub model sistem tataguna lahan………

Causal loops sub model sistem pergerakan………

Diagram alir sub model sistem pergerakan……….

Causal loops sub model sistem jaringan jalan………...

Diagram alir sub model sistem jaringan jalan…………...

Causal loops sub model sistem sarana kendaraan……...

Diagram alir sub model sistem sarana kendaraan………..

Causal loops sub model sistem pencemaran udara dan

kebisingan………..

Diagram alir sub model sistem pencemaran udara dan

kebisingan………..

Model pengelolaan transportasi di kawasan pinggiran

metropolitan………

Validasi model dinamik terhadap komponen jumlah penduduk...

Validasi model dinamik terhadap komponen jumlah angkutan umum……….

Populasi kabupaten dan populasi perumahan SR, GP dan TR……….

Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bandung Barat………

Derajat kejenuhan jalan……….

Prediksi rata-rata kecepatan kendaraan s/d tahun 2040………

(27)

xxvii

48

49

50

51

52

53

54

55

56

57

58

59

60

61

62

63

64

65

Hasil simulasi jumlah mobil pribadi, sepeda motor dan angkutan umum………..

Kadar pencemar udara dan baku mutunya sesuai dengan KepMen KLH No. Kep-03/MenKLH/II/1991 tanggal 1 Februari 1991…..……..

Kebisingan kawasan perumahan dan baku mutunya……….

Indeks kualitas udara hasil simulasi……….

Perilaku derajat kejenuhan jalan hasil simulasi skenario kebijakan 1 s/d 5………

Perilaku rata-rata kecepatan kendaraan hasil simulasi skenario kebijakan 1 s/d 5………

Perilaku volume lalu-lintas hasil simulasi skenario kebijakan 1 s/d 5………

Perilaku indeks kualitas udara hasil simulasi skenario kebijakan 1 s/d 5………

Perilaku tingkat kebisingan hasil simulasi skenario kebijakan 1 s/d 5………

Derajat kejenuhan jalan (skenario kebijakan 5) ……….

Rata-rata kecepatan kendaraan (skenario kebijakan 5)………..

Kadar pencemar COx dan baku mutunya

( skenario kebijakan 5 )………...

Kadar pencemar NOx dan baku mutunya

( skenario kebijakan 5 )………...

Kadar pencemar HC dan baku mutunya ( skenario kebijakan 5 )………

Kadar pencemar SOx dan baku mutunya

( skenario kebijakan 5 )……….

Kadar pencemar SPM dan baku mutunya ( skenario kebijakan 5 )……….

Tingkat kebisingan dan baku mutunya ( skenario kebijakan 5 )………...

Indeks kualitas udara (skenario kebijakan 5)……… 112

113

114

115

121

122

123

124

125

125

126

126

127

127

128

128

129

(28)
(29)

xxix

Halaman

1.

2.

3.

4.

Principal component analysis………

Struktur model dengan sistem dinamik………

Persamaan matematis model……….

Instrumen penelitian………

145

153

163

(30)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertumbuhan penduduk di kota-kota metropolitan sangat pesat, Menurut

data dari BKKBN (http://www.bkkbn.go.id/) pertumbuhan penduduk perkotaan di

Indonesia antara tahun 2005 s/d 2010 mencapai lebih kurang 2,5 - 4 % per tahun.

Di Indonesia, persentase penduduk perkotaan ini diperkirakan akan mencapai lebih

dari separuh dari seluruh penduduk Indonesia pada akhir tahun 2010. Kondisi ini tentu saja membutuhkan penyediaan sarana dan prasarana infrastruktur perkotaan

yang harus lebih memadai. Dua sektor prasarana diantaranya adalah perumahan

dan transportasi. Secara signifikan pertumbuhan penduduk ini memacu pertumbuhan perumahan / permukiman yang sangat pesat di kawasan perkotaan

sehingga bermunculanlah rumah-rumah, baik yang dibangun dengan swadaya

(secara individu) maupun oleh pengembang (perumahan formal) yang

kadang-kadang tidak melihat lagi dimana lokasi dan lahan yang cocok dan sesuai dengan peruntukan lahan dan rencana tata-ruang perkotaan.

Kebanyakan dari perumahan ini, terutama yang dibangun oleh pengembang, didirikan di kawasan pinggiran kota terutama pada kota-kota dengan penduduk

lebih dari satu juta jiwa yang akan berkembang menjadi kota metropolitan.

Berbagai macam penyebab dari bertumbuhnya perumahan dan permukiman di

pinggiran kota ini, seperti harga lahan yang relatif lebih murah, lokasi yang lebih hijau, lahan yang lebih luas, lingkungan yang lebih asri dan lain sebagainya.

Pembangunan perumahan di pinggiran metropolitan tersebut sangat

membutuhkan akses transportasi yang memadai dari dan ke tengah kota, Kebanyakan pengembang tidak memperhatikan kondisi dan keberadaan jalan

akses ke lokasi perumahan, sehingga kapasitas jaringan jalan yang ada pada suatu

saat akan terlampaui seiring dengan pertambahan bangkitan dan tarikan lalu-lintas akibat keberadaan perumahan / permukiman tersebut. Bangkitan perjalanan ini

akan bertambah tinggi apabila penghuni perumahan lebih mengandalkan

pergerakan perjalanannya dengan memakai kendaraan pribadi terutama mobil.

Pemakaian kendaraan pribadi yang memang dapat melayani pemiliknya

”door to door” cukup sulit untuk dibatasi atau dialihkan menjadi pemakaian

(31)

bergengsi apabila mereka memakai / mengendarai kendaraan pribadi kemanapun mereka pergi karena kendaraan pribadi menjadi simbol status bagi mereka.

Kendaraan umum yang ada saat ini belum memenuhi syarat-syarat keamanan dan kenyamanan, sehingga para pelaku perjalanan enggan untuk

menggunakannya. Kendaraan umum sering merupakan sarana transportasi yang

kurang aman bagi penumpangnya. Kualitas kendaraan serta kenyamanannya

kurang / tidak menjadi perhatian para penyelenggara angkutan umum.

Lokasi tempat bekerja bagi sebagian besar penghuni perumahan yang

mempunyai jarak cukup jauh dari tempat tinggal mereka dan besarnya rata-rata

lingkungan perumahan di pinggiran kota metropolitan akan menimbulkan bangkitan perjalanan berbasis rumah (home base trip) yang cukup besar yang semakin lama

akan semakin mendekati kapasitas kemampuan jalan akses ke lokasi perumahan

tersebut, dan pada suatu saat akan terjadi kondisi volume lalulintas maksimum

yang menyebabkan kendaraan tidak dapat bergerak sama sekali. Hal ini akan sangat merugikan kondisi lingkungan, karena pencemaran udara dan kebisingan

akan sangat meningkat melebihi baku mutu yang ditentukan oleh pemerintah.

Selama ini belum ada suatu kebijakan dari pemerintah baik lokal maupun

pusat yang membatasi jumlah dan kepadatan lingkungan perumahan yang dilayani

oleh suatu ruas jalan, atau alternatif prasarana dan sarana transportasi yang harus disediakan agar lalu lintas yang ada tidak akan melebihi kapasitas jalan dan

ambang batas pencemaran lingkungan yang ditetapkan.

Penelitian ini mencoba untuk melihat permasalahan transportasi dari dan

menuju ke lokasi perumahan / permukiman di kawasan pinggiran kota metropolitan

dan melihat permasalahan yang sebenarnya terjadi serta mencoba merumuskan

model pengelolaan transportasi yang berkelanjutan dari dan ke lokasi perumahan / permukiman di kawasan pinggiran kota metropolitan, terutama dengan adanya

fenomena penyebaran permukiman di kawasan tersebut (fenomena ”urban

sprawl”) dengan melihat kecenderungan (trend) yang akan terjadi pada masa yang

akan datang.

Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, penelitian ini memilih lokasi pada

perumahan yang ada di kawasan pinggiran Bandung sebelah utara yaitu Perumahan Setiabudhi Regensi, Perumahan Graha Puspa dan Perumahan Trinity

(32)

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah merancang model pengelolaan transportasi yang berkelanjutan di Kawasan Pinggiran Metropolitan.

Tujuan penelitian tersebut selanjutnya dijabarkan menjadi sasaran sebagai

berikut:

1. Terumuskannya model manajemen transportasi berkelanjutan yang mampu

mengatasi permasalahan : kemacetan lalu lintas dan menjaga agar tingkat

pelayanan jalan (level of service) jaringan jalan di kawasan pinggiran

metropolitan tetap memadai.

2. Terwujudkannya model pengelolaan lingkungan yang dapat mengatasi permasalahan lingkungan hidup guna mencegah atau mengurangi pencemaran

udara akibat transportasi dan kebisingan lalu lintas di lingkungan perumahan di

kawasan pinggiran metropolitan.

Dalam mencapai sasaran-sasaran tersebut, faktor-faktor yang harus diteliti

sampai akhirnya diperoleh suatu kebijakan transportasi yang berkelanjutan, adalah

sebagai berikut:

1 Kondisi sosial ekonomi penduduk di wilayah studi di kawasan pinggiran

metropolitan dan persepsi masyarakat tentang kebutuhan transportasi mereka.

2 Kondisi lalu-lintas kendaraan yang ada di lokasi studi di kawasan pinggiran metropolitan.

3 Data tingkat pelayanan jalan (level of service) jaringan jalan di lokasi wilayah

studi di kawasan pinggiran metropolitan.

4 Dampak lingkungan yang diakibatkan oleh prasarana dan sarana jalan di lokasi wilayah studi di kawasan pinggiran metropolitan.

Dimana faktor faktor tersebut selanjutnya digunakan untuk:

1. Perancangan model dinamis transportasi di lokasi wilayah studi di kawasan

pinggiran metropolitan yang memenuhi validitas.

2. Perumusan beberapa alternatif kebijakan dari hasil simulasi model dinamis

untuk memperoleh pengelolaan transportasi berkelanjutan di kawasan pinggiran metropolitan.

1.3. Perumusan Masalah

Pembangunan perumahan di pinggiran kota semakin meningkat terutama di

(33)

masyarakat banyak memilih untuk bermukim di pinggir kota, disamping untuk mencari kenyamanan dan ketenangan hidup (untuk masyarakat golongan

menengah ke atas), juga karena kemampuan untuk membeli lahan yang sangat

terbatas (untuk masyarakat menengah ke bawah). Kota Metropolitan Jakarta

misalnya, jumlah penduduk di Jakarta sekitar 8.603.776, namun pada siang hari, angka tersebut akan bertambah seiring datangnya para pekerja dari pinggiran kota

seperti Bekasi, Tangerang dan Depok, akan menjadi kurang lebih 12 juta (BPS DKI

Jakarta. 2006)

Pembangunan perumahan yang tidak terkendali ini akan menyebabkan

peningkatan arus lalu lintas dari pinggiran kota ke tengah kota, karena sebagian

besar para penghuni perumahan masih tetap beraktivitas (bekerja, belajar, atau

rekreasi) ke tengah tengah kota, sehingga beresiko menimbulkan kemacetan lalu lintas dan permasalahan lingkungan sebagai akibat sampingannya.

Permasalahan lingkungan sebagai akibat sampingan dari transportasi yaitu, alih fungsi lahan yang digunakan untuk membangun jaringan jalan, yang acapkali

menimbulkan masalah sosial dalam pembebasannya, perubahan aliran air akibat

dibangunnya suatu konstruksi jalan, pemakaian zat kimia untuk treatment rumput / tanaman pada bahu jalan, polusi udara, kebisingan, hujan asam dan masalah

lingkungan lain yang mempengaruhi keseimbangan ekosistem.

Pada saat penelitian ini belum didapati kemacetan yang parah (level of

service jaringan jalan masih A atau B) di lokasi studi, akan tetapi dengan melihat

trend pertumbuhan volume kendaraan yang cukup tinggi seperti sekarang ini,

dalam waktu beberapa tahun ke depan kemungkinan akan terjadi derajat kejenuhan jalan maksimum atau ’volume / kapasitas’ = 1. Untuk itu perlu diambil

langkah langkah kebijakan yang mampu mengantisipasi permasalahan tersebut.

Selama ini kebijakan yang diterapkan pada kawasan permukiman di

pinggiran metropolitan hanya dengan melihat masing-masing sektor. Sektor

perumahan melihat dari sisi pembangunan perumahan saja, sedangkan sektor

transportasi hanya melaksanakan pembangunan jaringan jalan / jaringan transportasi lainnya dengan kebijakan transportasi, demikian juga dengan sektor

lingkungan hidup. Kesimpulannya adalah, pemerintah selama ini belum

mengkoordinasikan sektor sektor perumahan/permukiman, transportasi dan

(34)

Dari uraian diatas dapat dirumuskan permasalahan yang perlu dicarikan jalan keluarnya dalam penelitian ini yaitu:

1. Pertumbuhan lalu lintas pada kawasan perumahan di pinggiran kota metropolitan cukup tinggi yang apabila tidak dikendalikan akan berakibat pada

menurunnya kecepatan rata-rata kendaraan hingga mencapai kecepatan ( v ) =

0 atau dengan kata lain derajat kejenuhan jalan (volume/kapasitas) akan

mencapai = 1

2. Pertumbuhan lalu-lintas yang tinggi akan mengakibatkan permasalahan

lingkungan hidup yang dalam penelitian ini dibatasi hanya pada penelitian

tingkat pencemaran udara serta tingkat kebisingan kawasan yang terjadi pada kawasan perumahan tersebut.

KONDI SI TRANSPORTASI DI PI NGGI RAN METROPOLI TAN

SAAT I NI

KONDI SI TRANSPORTASI BERKELANJUTAN DI PI NGGI RAN METROPOLI TAN KESENJANGAN

PERMASALAHAN TRANSPORTASI : KEMACETAN, DERAJAT

KEJENUHAN JALAN

PERMASALAHAN DALAM PENGELOLAAN TRANSPORTASI

PERMASALAHAN LI NGKUNGAN HI DUP: PENCEMARAN UDARA,

KEBI SI NGAN

FEED BACK

Gambar 1 Diagram alir perumusan masalah

1.4. Kerangka Pemikiran

Kawasan Bandung Utara yang memiliki kondisi ekologis yang nyaman

karena berada pada ketinggian +/- 700 m dpl, merupakan tempat yang disukai masyarakat untuk membangun perumahan, walaupun aksesibilitas untuk

memperoleh air bersih sangat sulit dan mahal. Keluarnya berbagai peraturan

pemerintah daerah mengenai larangan untuk membangun perumahan di kawasan

Bandung Utara memiliki maksud, yaitu untuk melindungi kawasan resapan air agar kecepatan limpasan air tidak bertambah dan menghindarkan bahaya longsor serta

(35)

bencana banjir di wilayah selatan Kota Bandung dengan kelerengan 0 sampai dengan 3%.

Sebelum otonomi daerah ada sembilan peraturan yang dikeluarkan untuk mengamankan Kawasan Bandung Utara, namun kualitas lingkungan justru

semakin merosot tajam setelah otonomi daerah karena peraturan yang ada dengan

kesadaran masyarakat seringkali tak selaras sehingga perusakan terus terjadi.

Pembangunan perumahan berkelanjutan di Kota Metropolitan Bandung

sangat mendesak untuk diimplementasikan dan diharapkan mampu mengurangi

kerusakan lingkungan serta memperbaiki kondisi ekologis yang telah terjadi di kota

Bandung. Pembangunan perumahan berkelanjutan merupakan salah satu pendekatan atau implementasi dari pembangunan berkelanjutan yang bertujuan

untuk memperbaiki kondisi sosial, ekonomi dan kualitas lingkungan sebagai tempat

hidup dan bekerja semua orang yang layak huni, layak usaha, layak berkembang,

dan layak lingkungan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup (Agenda 21 Sektoral, 2001).

Pembangunan perumahan yang berkelanjutan tersebut harus didukung atau

berjalan sejajar dengan pengelolaan transportasi yang juga berkelanjutan terutama

transportasi jalan raya sebagai akses untuk masuk dan keluar dari lokasi

perumahan karena kebutuhan (demand) akan transportasi tersebut akan bertumbuh terus berbanding lurus dengan pertumbuhan penduduk perumahan /

permukiman. Pengelolaan transportasi yang berkelanjutan ini juga akan berdampak

pada pengurangan pencemaran udara dan kebisingan yang ditimbulkannya.

Dari kebutuhan (demand) untuk melakukan perjalanan pada perumahan di

lokasi studi (Setiabudhi Regency, Graha Puspa, dan Trinity) yang ada di pinggiran

metropolitan (Bandung), dilakukan pengamatan besarnya volume bangkitan perjalanan (perjalanan keluar dari perumahan) dan tarikan perjalanan (perjalanan

menuju ke perumahan) dengan survey lalu-lintas harian rata-rata.

Besarnya bangkitan dan tarikan perjalanan ini menimbulkan arus lalu lintas

yang membebani jaringan jalan akses ke perumahan. Semakin besar arus lalu

lintas tersebut akan membuat semakin besarnya rasio Volume / Kapasitas, yang

mana apabila Volume / Kapasitas = 1, maka jaringan jalan yang dilewati oleh arus lalu lintas tersebut telah mencapai titik kejenuhannya karena volume lalu-lintas

(36)

Arus lalu lintas, yang diukur dengan volume lalu lintas, juga akan menambah pencemaran udara yang dapat dideteksi dengan pengukuran kualitas udara ambien

di lokasi penelitian. Tingkat pencemaran yang tedeteksi, akan dibandingkan

dengan baku mutu pencemaran udara sesuai peraturan yang ada (KepMen KLH

no. KEP-03/MENKLH/II/1991, tgl.1 Februari 1991), sehingga diperoleh kesimpulan apakah pencemaran tersebut masih dapat ditolerir atau tidak.

Volume lalu-lintas ini juga menimbulkan kebisingan, dan tingkat kebisingan ini tergantung pada tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh tiap tiap kendaraan dan

berbanding lurus dengan volume lalu lintas yang melewati jaringan jalan. Tingkat

kebisingan ini diukur dengan satuan pengukuran ”dBA” dan dengan berpedoman

kepada ’baku mutu tingkat kebisingan kawasan perumahan’ sesuai peraturan yang

ada, dapat disimpulkan apakah kebisingan itu masih dalam batas-batas toleransi.

Volume lalu lintas, kebisingan dan pencemaran udara disimulasikan dalam

model untuk memprediksikan volume lalu lintas, kebisingan, dan pencemaran udara pada masa yang akan datang (sampai tahun 2040) untuk melihat pada

tahun berapa akan terjadi volume lalu lintas yang melebihi kapasitas jaringan jalan,

pencemaran udara yang melewati baku mutu dan kebisingan yang melewati baku mutu, sehingga dapat diambil langkah langkah kebijakan (alternatif kebijakan)

untuk mengatasinya.

KEBUTUHAN TRANSPORTASI PADA PERUMAHAN / PERMUKIMAN DI KAWASAN

PINGGIRAN METROPOLITAN BANGKITAN PERJALANAN TARIKAN PERJALANAN VOLUME LALU LINTAS KAPASITAS JARINGAN JALAN TINGKAT PELAYANAN JALAN PREDIKSI TINGKAT KEBISINGAN KE DEPAN BAKU MUTU KEBISINGAN BAKU MUTU PENCEMAR AN UDARA DERAJAT KEJENUHAN JALAN JUMLAH SARANA KENDARAAN FRAKSI PENCEMARAN UDARA KEBIJAKAN PENGELOLAAN TRANSPORTASI TINGKAT PENCEMARAN UDARA FRAKSI KEBISINGAN PER KENDARAAN TINGKAT KEBISINGAN KAWASAN KENDARAAN YANG DIPAKAI PREDIKSI TINGKAT PELAYANAN JALAN KE DEPAN PREDIKSI

PENCEMARAN UDARA KE DEPAN

PERSEPSI MASYARAKAT

[image:36.612.135.505.426.683.2]

PENGHUNI PERUMAHAN

(37)

Berdasarkan hasil survey persepsi masyarakat, dapat diambil alternatif kebijakan terbaik untuk pengelolaan transportasi ini serta dapat dipakai juga untuk

melakukan perbaikan-perbaikan dalam sistem pengelolaan transportasi di kawasan

pinggiran metropolitan sehingga dapat diharapkan akan berkelanjutan (Gambar 2).

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini bagi ilmu pengetahuan, para stakeholders dan para

perumus kebijakan adalah sebagai berikut:

a. Ilmu Pengetahuan:

Membuat kebijakan pengelolaan transportasi dengan mempertimbangkan

persepsi masyarakat, pertumbuhan kawasan permukiman di pinggiran kota metropolitan dan kapasitas jalan akses ke lokasi permukiman tersebut dengan

menggunakan metodologi sistem dinamik sehingga diperoleh suatu kebijakan

transportasi yang berkelanjutan.

b. Stakeholders:

Sebagai referensi untuk pengelolaan transportasi dan pembangunan

perumahan / permukiman di perkotaan.

c. Perumusan Kebijakan:

Sebagai acuan bagi penyusunan kebijakan untuk konservasi kawasan permukiman

di pinggiran metropolitan dan pengelolaan transportasi perkotaan.

1.6. Novelty (Kebaruan)

Dari studi literatur terhadap beberapa penelitian sebelumnya tentang transportasi di

kawasan permukiman dan pencemaran udara yang diakibatkannya, terdapat

beberapa hal yang belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya sehingga

dapat disimpulkan menjadi novelty (kebaruan) dalam penelitian ini yaitu:

1. Pengelolaan transportasi di kawasan perumahan di pinggiran metropolitan

dengan melihat persepsi masyarakat penghuni perumahan (sekaligus pelaku perjalanan) sebagai bahan pertimbangan untuk pemilihan skenario kebijakan,

dan penggunaan sistem dinamik sebagai metodologi penyusunan model

pengelolaannya.

2. Analisis kebijakan transportasi dengan menggunakan metodologi sistem

dinamik yang mempertimbangkan interaksi antara 5 sub sistem yaitu: sub

(38)

sistem pergerakan transportasi, sub sistem sarana kendaraan dan sub sistem pencemaran lingkungan dan kebisingan akibat transportasi, untuk memperoleh

[image:38.612.128.517.167.565.2]

skenario kebijakan pengelolaan transportasi yang holistik dan berkelanjutan.

Tabel 1 Hubungan antara faktor-faktor yang harus diteliti, jenis data, sumber data, teknik analisis data, dan hasil yang diharapkan

No. Faktor-faktor yang harus diteliti Jenis Kebutuhan Data Sumber (Teknik Pengumpulan Data) Teknik Analisis Data (Persamaan) Hasil yang Diharapkan (Output)

1. Kondisi sosial ekonomi penduduk di wilayah studi di kawasan pinggiran metropolitan.

 Data kondisi sosial ekonomi penduduk di wilayah studi.

 Data sekunder dari kelurahan, kecamatan dan BPS  Data primer

 Analisis Deskriptif  Principal

Component Analysis

 Hasil analisis sosial ekonomi masyarakat di wilayah studi.  Prioritas

penanganan transportasi 2. Kondisi

lalu-lintas yang ada di lokasi wilayah studi di kawasan pinggiran metropolitan.

 Lalu-lintas Harian Rata-rata di lokasi studi.

 Pilihan moda kendaraan.

 Survey lalu-lintas (data primer).

 Analisis Lalu-lintas

 Lalu-lintas Harian Rata-rata pada jam sibuk

 Persentase jenis kendaraan yang lewat.

3. Tingkat pelayanan jalan (level of service) jaringan jalan di lokasi wilayah studi di kawasan pinggiran metropolitan.

 Volume lalu lintas harian rata-rata

 Kapasitas jaringan jalan akses perumahan.

 Survey lapangan (data primer)

 Gambar-gambar konstruksi jaringan jalan (data sekunder)

 Analisis Tingkat Pelayanan Jalan

 Tingkat pelayanan (level of service) jaringan jalan pada jalan akses ke perumahan.

4. Dampak lingkungan yang

diakibatkan oleh prasarana dan sarana jalan di lokasi wilayah studi di kawasan pinggiran metropolitan.

 Data pencemaran udara lingkungan

 Data kebisingan kawasan

 Baku mutu lingkungan

 Data sekunder dari BPLHD.

 Analisis udara ambien.

 Analisis kebisingan

 Tingkat Pencemaran Udara

(39)

II. T I N J A U A N P U S T A K A

2.1. Kota Metropolitan

Menurut Undang-Undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kawasan metropolitan didefinisikan sebagai “kawasan perkotaan yang terdiri atas sebuah kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di

sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem

jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi, dengan jumlah penduduk secara keseluruhan

sekurang-kurangnya 1000.000 (satu juta) jiwa”.

Metropolitan juga didefinisikan sebagai suatu pusat permukiman yang besar yang terdiri dari satu kota besar dan beberapa kawasan yang berada di sekitarnya dengan satu atau lebih kota besar melayani sebagai titik hubung (hub) dengan kota-kota sekitarnya tersebut. Suatu kawasan metropolitan merupakan aglomerasi dari beberapa kawasan permukiman, tidak harus kawasan permukiman yang bersifat kota, namun secara keseluruhan membentuk suatu satu kesatuan dalam aktivitas bersifat kota dan bermuara pada pusat (kota besar yang merupakan inti) yang dapat dilihat dari aliran tenaga kerja dan aktivitas komersial (http://www.wikipedia.org)

Suatu metropolitan bisa saja mempunyai satu pusat (monocentric), atau lebih dari satu pusat (polycentric). Pada suatu metropolitan yang polycentric, pusat metropolitan tidak harus secara fisik tersambung dalam bentuk kawasan terbangun (built-up area),- berbeda dengan pengertian conurbation dimana kota-kota yang menjadi pusat metropolitan polycentric terhubung secara ekonomi dan fisik, dan secara keseluruhan menjadi kawasan perkotaan yang besar. Contoh dari bentuk polycentric ini misalnya adalah Tokyo-Kawasaki-Yokohama (the Keihin area), atau Osaka-Kobe dan Kyoto sebagai Kehanshin Zone. Jika metropolitan-metropolitan terletak sangat berdekatan, mereka bisa membentuk suatu Megalopolis (Dardak, 2006)

(40)

mengangkut penumpang yang jumlahnya banyak dan mobilitasnya tinggi diperlukan jaringan transportasi massal (mass transit) yang perlu ditetapkan jenis dan kombinasinya yang mampu dibayar oleh masyarakatnya dan tidak terlalu membebani anggaran daerah (Dardak, 2006)

2.2. Pengelolaan Transportasi di Kawasan Pinggiran Metropolitan

Permasalahan sistem kegiatan diwarnai oleh makin memusatnya penduduk dengan kegiatannya secara spasial maupun temporal, yakni dengan tingginya urbanisasi terutama pada wilayah metropolitan, besar serta cepatnya perubahan guna lahan terutama sepanjang jaringan jalan utama. Sebaliknya terjadi pula ekspansi spasial, yakni sub urbanisasi dengan tumbuhnya pemusatan kegiatan sepanjang koridor sekitar kota utama. Semua kecenderungan diatas pada gilirannya meningkatkan kemacetan serta memperbesar jarak dan waktu pergerakan dari rumah ke tempat kerja dan ke tempat lain. (Dardak, 2006).

Interaksi antara tata guna lahan sebagai permukiman (perumahan dengan segala fasilitas kehidupannya), jaringan jalan yang ada, dan arus lalu lintas yang melewatinya, dapat kita anggap sebagai suatu sistem transportasi makro yang terdiri dari 3 sistem mikro:

1. Sistem kegiatan (landuse)

2. Sistem Jaringan (prasarana jalan) 3. Sistem pergerakan (arus lalu lintas)

seperti terlihat pada Gambar 3.

Sistem kegiatan

Sistem Jaringan

Sistem Pergerakan

SISTEM KELEMBAGAAN

Gambar 3 Sistem transportasi makro

(41)

2.3. Pola Penggunaan Lahan (Landuse)

Sistem kegiatan merupakan sistem pola kegiatan tata guna lahan yang terdiri dari sistem pola kegiatan sosial, ekonomi, kebudayaan, dan lain-lain. Berbagai aktivitas seperti bekerja, sekolah, olahraga, belanja, dan bertamu yang berlangsung di atas sebidang tanah (kantor, pabrik, pertokoan, rumah, dan lain lain) membentuk sistem kegiatan ini. Potongan-potongan lahan ini biasanya disebut juga dengan sistem tataguna lahan. Untuk memenuhi kebutuhannya, manusia melakukan perjalanan diantara tataguna lahan tersebut dengan menggunakan sistem jaringan transportasi (misalnya berjalan kaki atau naik bus) hal ini menimbulkan pergerakan manusia, kendaraan dan barang (Tamin, 2000).

Pengembangan sistem transportasi untuk kelancaran mobilitas manusia antar sistem kegiatan (tata guna lahan) dalam memenuhi kebutuhan kehidupan ekonominya adalah mengembangkan salah satu dari ketiga sub sistem tersebut atau ketiganya secara bersamaan kalau keadaan memungkinkan, misalnya apabila dana tersedia melimpah. Sistem kegiatan ini disebut juga sistem kebutuhan akan transportasi. Sistem kebutuhan akan transportasi ini harus seimbang dengan sistem penyediaan jaringan transportasi (transport supply network) agar tidak terjadi kemacetan dan agar terjadi keserasian pergerakan antara sistem kegiatan yang satu dengan sistem kegiatan lainnya (Tamin, 2000).

Sistem kelembagaan seperti Bappenas, Bappeda, Bangda dan Pemda berperan sangat penting dalam menentukan sistem Kebutuhan Transportasi ini melalui kebijakan kebijakan yang dikeluarkan dalam mengatur sistem kegiatan / kebutuhan transportasi baik wilayah, regional maupun sektoral. RT-RWN sebagai pedoman perumusan kebijakan pokok pemanfaatan ruang di wilayah nasional menjabarkan bahwa struktur dan pola ruang nasional harus mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antar wilayah serta keserasian antar sektor seperti misalnya: kawasan pariwisata, pertanian pangan dan perkebunan, industri, pertambangan serta pertahanan keamanan atau perbatasan. Dasar hukum bagi pemerintah dalam membuat kebijakan dalam penataan ruang adalah UU no.26 tahun 2008 tentang penataan ruang (Tamin, 2000).

(42)

transportasi merupakan sistem jaringan yang secara fisik menghubungkan satu ruang kegiatan dengan ruang kegiatan lainnya. Jika akses transportasi ke suatu ruang kegiatan (persil lahan) diperbaiki, ruang kegiatan tersebut akan menjadi lebih menarik, dan biasanya menjadi lebih berkembang. Dengan berkembangnya ruang kegiatan tersebut, meningkat pula kebutuhan akan transportasi. Peningkatan ini kemudian menyebabkan kelebihan beban pada transportasi, yang harus ditanggulangi, dan siklus akan terulang kembali bila aksesibilitas diperbaiki. Jenis tata guna lahan / sistem kegiatan yang berbeda (permukiman, pendidikan, dan komersial) mempunyai ciri bangkitan lalu lintas yang berbeda (Tamin, 2000) sebagai berikut:

a. jumlah arus lalu lintas b. jenis lalu lintas

c. lalu lintas pada waktu tertentu (orang ke kantor menghasilkan lalu lintas pada pagi dan sore hari, sedangkan pertokoan menghasilkan arus lalu lintas di sepanjang hari).

Untuk mengetahui intensitas bangkitan perjalanan yang timbul dari suatu sistem kegiatan dapat dianalisis dengan memberi ukuran intensitas pada masing-masing jenis kegiatan pada petak / daerah lahan misalnya (Tamin, 2000) :

 Petak lahan kegiatan perumahan, ukurannya adalah: luas lokasi perumahan, banyaknya rumah masing-masing tipe, kepadatan penduduknya (jumlah penghuninya)

 Petak lahan kegiatan industri, ukurannya adalah: luas daerah industri, banyaknya bahan baku, banyaknya produksi, banyaknya ragam industri.

 Petak lahan perdagangan, ukurannya adalah: luas lantai toko (plaza), parkir, jumlah perdagangan, ragam perdagangan.

 Petak lahan pariwisata, ukurannya adalah luasnya, jumlah fasilitasnya, jumlah kursinya, hotel diukur jumlah kamarnya

Dalam penelitian ini akan dilihat perpindahan barang/orang antara dua jenis aktivitas tata guna lahan yaitu:

(43)

Antara guna lahan perumahan dengan guna lahan perkantoran tersebut akan terjadi pergerakan (perjalanan) setiap harinya. Pergerakan tersebut didukung oleh sistem jaringan berupa prasarana jalan (Tamin, 2000).

Jumlah dan jenis lalu lintas yang dihasilkan oleh setiap tata guna lahan merupakan hasil dari fungsi parameter sosial dan ekonomi; seperti contoh di Amerika Serikat (Black, 1978 dalam Tamin, 2000):

 1 hektar perumahan menghasilkan 60 – 70 pergerakan kendaraan per minggu.  1 hektar perkantoran menghasilkan 700 pergerakan kendaraan per hari

 1 hektar tempat parkir umum menghasilkan 12 pergerakan kendaraan per hari.

Beberapa contoh lain ( di Amerika Serikat) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Bangkitan dan tarikan pergerakan dari beberapa aktivitas tata guna lahan

Deskripsi aktivitas tata guna lahan

Rata-rata jumlah pergerakan

kendaraan per 100 m2 Jumlah Kajian

Pasar swalayan Pertokoan lokal* Pusat pertokoan** Restoran siap santap Restoran

Gedung perkantoran Rumah sakit

Perpustakaan Daerah industri

136 85 38 595

60 13 18 45 5

3 21 38 6 3 22 12 2 98

*4.645-9.290 (m2) **46.452-92.903 (m2) Sumber: Black 1978, dalam Tamin, 2000

2.4. Sistem Jaringan (Prasarana Jalan)

(44)

Interaksi antara sistem kegiatan dan sistem jaringan ini menghasilkan pergerakan manusia dan/atau barang dalam bentuk pergerakan kendaraan dan / atau orang (pejalan kaki).

Pada dasarnya, sistem prasarana transportasi mempunyai dua peran utama, yaitu (Tamin, 2000):

 Sebagai alat bantu untuk mengarahkan pembangunan di daerah perkotaan

 Sebagai prasarana bagi pergerakan manusia dan / atau barang yang timbul akibat adanya kegiatan di daerah perkotaan tersebut.

Peran pertama tersebut diatas banyak dipakai oleh para pengembang wilayah untuk mengarahkan pembangunan perkotaan ke arah yang direncanakan. Tanpa aksesibilitas yang baik suatu wilayah permukiman tidak akan berkembang dengan baik. Dengan memperbaiki / menyediakan sistem jaringan transportasi ke suatu permukiman baru, akan meningkatkan minat orang yang akan membeli perumahan di suatu lokasi permukiman baru (Tamin, 2000)

Sistem jaringan transportasi ini merupakan sisi pasokan (supply) sistem transportasi makro yang akan melayani sistem kegiatan / tata guna lahan sebagai sisi kebutuhan akan transportasi. Sistem jaringan transportasi akan memecahkan masalah jarak antara dua buah sistem kegiatan. Dengan perbaikan sistem jaringan maka aksesibilitas suatu sistem kegiatan akan menjadi lebih tinggi sehingga mengurangi waktu tempuh dan biaya perjalanan. Kapasitas sistem jaringan transportasi harus didesain sedemikian rupa untuk dapat menampung bangkitan lalu lintas dari sistem kegiatan sehingga tidak terjadi kemacetan.

2.4.1. Kapasitas Jaringan Jalan

(45)

Dalam IHCM ada beberapa faktor koreksi yang harus diperhitungkan yaitu: a. faktor koreksi akibat pembagian arah (FCsp)

b. Faktor koreksi kapasitas akibat lebar jalan (FCw)

c. Faktor koreksi kapasitas akibat gangguan samping (FCsf) d. Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota (FCcs)

Perhitungan kapasitas ruas jalan perkotaan tersebut dengan formula:

C = CO x FCW x FCSP x FCSF x FCCS (smp/jam)

C = kapasitas (smp/jam)

CO = kapasitas dasar (smp/jam)

FCW = faktor koreksi kapasitas untuk lebar jalan

FCSP = faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah (tidak berlaku untuk jalan satu

arah)

FCSF = faktor koreksi kapasitas akibat gangguan samping

FCCS = faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota (jumlah penduduk)

Kapasitas dasar CO ditentukan berdasarkan tipe jalan sesuai dengan nilai yang terdapat pada Tabel 3.

Tabel 3 Kapasitas dasar (CO)

Tipe Jalan Kapasitas Dasar (smp/jam) Keterangan Jalan 4 lajur berpembatas median atau jalan satu

arah

1650 per lajur

Jalan 4 lajur tanpa pembatas median 1500 per lajur

Jalan 2 lajur tanpa pembatas median 2900 Total dua arah

Sumber: IHCM (1997)

2.4.2. Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Lebar Jalan (FCW)

(46)

Tabel 4

Faktor koreksi kapasitas akibat lebar jalan (FCW)

Tipe Jalan Lebar Jalan Efektif (m) FCW

4 lajur berpembatas median atau jalan satu arah

Per lajur

3,00 3,25 3,50 3,75 4,00

0,92 0,96 1,00 1,04 1,08

4 lajur tanpa pembatas median

Per lajur

3,00 3,25 3,50 3,75 4,00

0,91 0,95 1,00 1,05 1,09

2 lajur tanpa pembatas median

dua arah

5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 10,00 11,00

0,56 0,87 1,00 1,14 1,25 1,29 1,34

2.4.3. Faktor Koreksi Kapasitas akibat Pembagian Arah (FCSP)

Untuk jalan satu arah dan jalan dengan pembatas median faktor koreksi ini adalah = 1,0 sedangkan untuk jalan tanpa pembatas median dengan dua arah faktor koreksi tsb adalah seperti tercantum dalam Tabel 5.

Tabel 5 Faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah (FCSP)

Pembagian arah (% - %) 50 – 50 55 – 45 60 – 40 65 – 35 70 – 30

FCSP

2 lajur 2 arah tanpa pembatas median (2/2 UD)

1,00 0,97 0,94 0,91 0,88

4 lajur 2 arah tanpa pembatas median (4/2 UD)

1,00 0,985 0,97 0,955 0,94

Sumber: IHCM (1997)

(47)

2.4.4. Faktor Koreksi Kapasitas akibat gangguan samping (FCSF)

Untuk menentukan faktor koreksi akibat gangguan samping (FCSF) terlebih dahulu harus diklasifikasikan tingkat gangguan samping sebagai berikut (Tabel 6) dan faktor koreksinya dapat dilihat pada Tabel 7 dan 8.

Tabel 6 Klasifikasi gangguan samping

Kelas Gangguan Samping Jumlah Gangguan per 200 meter per jam (dua arah) Kondisi tipikal

Sangat Rendah ‹ 100 Permukiman

Rendah 100 – 299 Permukiman, beberapa

transportasi umum

Sedang 300 – 499 Daerah industri dengan

beberapa toko di pinggir jalan

Tinggi 500 - 899 Daerah komersial, aktivitas

pinggir jalan tinggi

Sangat Tinggi › 900 Daerah komersial dengan aktivitas perbelanjaan pinggir jalan

Sumber: IHCM (1997)

Tabel 7 Faktor koreksi kapasitas akibat gangguan samping (FCSF)

untuk jalan yang mempunyai bahu jalan

Tipe Jalan

Kelas Gangguan

Samping

Faktor Koreksi Akibat Gangguan Samping dan Lebar Bahu Jalan

Lebar Bahu Jalan Efektif

≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0

4 lajur 2 arah

berpembatas median (4/2 D) Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 0,96 0,94 0,92 0,88 0,84 0,98 0,97 0,95 0,92 0,88 1,01 1,00 0,98 0,95 0,92 1,03 1,02 1,00 0,98 0,96

4 lajur 2 arah tanpa

pembatas median (4/2

UD) Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 0,96 0,94 0,92 0,87 0,80 0,99 0,97 0,95 0,91 0,86 1,01 1,00 0,98 0,94 0,90 1,03 1,02 1,00 0,98 0,95

2 lajur 2 arah tanpa

pembatas median (2/2

UD) atau jalan satu

(48)

Tabel 8 Faktor koreksi kapasitas akibat gangguan samping (FCSF)

untuk jalan yang mempunyai kerb

Tipe Jalan Kelas Gangguan Samping

Faktor Koreksi Akibat Gangguan Samping dan Jarak Gangguan pada Kereb

Lebar Bahu Jalan Efektif

≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0

4 lajur 2 arah berpembatas median (4/2 D)

Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 0,95 0,94 0,91 0,86 0,81 0,97 0,96 0,93 0,89 0,85 0,99 0,98 0,95 0,92 0,88 1,01 1,00 0,98 0,95 0,92

4 lajur 2 arah tanpa pembatas median (4/2 UD) Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 0,95 0,93 0,90 0,84 0,77 0,97 0,95 0,92 0,87 0,81 0,99 0,97 0,95 0,90 0,85 1,01 1,00 0,97 0,93 0,90

2 lajur 2 arah tanpa pembatas median (2/2 UD) atau jalan

satu arah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 0,93 0,90 0,86 0,78 0,68 0,95 0,92 0,88 0,81 0,72 0,97 0,95 0,91 0,84 0,77 0,99 0,97 0,94 0,88 0,82

2.4.5 Faktor Koreksi Kapasitas akibat ukuran kota (FCCS)

[image:48.612.73.515.86.403.2]

Faktor Koreksi akibat ukuran kota (FCCS) yang merupakan fungsi dari jumlah penduduk kota dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota (FCCS)

Ukuran Kota

(juta penduduk) Faktor Koreksi Untuk Ukuran Kota

< 0,1 0,1 – 0,5 0,5 – 1,0 1,0 – 1,3

> 1,3 0,86 0,90 0,94 1,00 1,03

Sumber: IHCM (1997)

(49)

2.4.6. Tingkat Pelayanan Jalan

Dalam US HCM 1994 perilaku lalu-lintas diwakili oleh “tingkat pelayanan” (LOS): yaitu ukuran kualitatif yang mencerminkan persepsi pengemudi tentang kualitas mengendarai kendaraan. LOS berhubungan dengan ukuran kuantitatif, seperti kerapatan atau persen waktu tundaan. Konsep tingkat pelayanan dikembangkan untuk penggunaan di Amerika Serikat dan definisi LOS tidak berlaku secara langsung di Indonesia. Dalam MKJI “kecepatan” dan “derajat kejenuhan” digunakan sebagai indikator perilaku lalu-lintas

Tingkat pelayanan jalan (Level of Service, LOS) adalah suatu ukuran kualitatif yang menjelaskan kondisi-kondisi operasional di dalam suatu aliran lalu-lintas dan persepsi dari pengemudi dan / atau penumpang terhadap kondisi-kondisi tersebut. Faktor-faktor seperti kecepatan dan waktu tempuh, kebebasan bermanuver, pe

Gambar

Gambar  2  Kerangka pikir pengelolaan transportasi  berkelanjutan di kawasan                       pinggiran metropolitan
Tabel 1   Hubungan antara faktor-faktor yang harus diteliti, jenis data, sumber data,                 teknik analisis data, dan hasil yang diharapkan
Tabel 9  Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota (FCCS)
Tabel 14  Batas kebisingan yang masih dapat diterima oleh tenaga kerja
+7

Referensi

Dokumen terkait