ISOLASI DAN KARAKTERISASI FUNGI ENDOFIT PADA
AKAR TANAMAN AKASIA (Acacia sp)
DI PT SUMATERA RIANG LESTARI SEI KEBARO
LABUHAN BATU SELATAN SUMATERA UTARA
HASIL PENELITIAN
Oleh:
MENAK HOTNAULI SIADARI
061202013/ BUDIDAYA HUTAN
DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
LEMBAR PENGESAHAN SEMINAR HASIL
Judul Penelitian : Isolasi dan Karakterisasi Fungi Endofit Pada Akar tanaman
Akasia (Acacia sp) di PT Sumatera Riang Lestari Sei Kebaro
Labuhan Batu Selatan Sumatera Utara
Nama : Menak Hotnauli Siadari
Nim : 061202013
Program studi : Budidaya Hutan
Disetujui oleh:
Komisi Pembimbing
Dosen Pembimbing I Dosen pembimbing II
Dr. Ir. Edy Batara Mulya, MS
NIP. 19641228 2000121001 NIP. 197107181999032001 Yurnaliza, S.Si, M.Si
Mengetahui,
Kepala Departemen Kehutanan
ABSTRAK
MENAK HOTNAULI SIADARI. Isolasi dan Karakterisasi Fungi Endofit Pada
Akar tanaman Akasia (Acacia sp) di PT Sumatera Riang Lestari Sei Kebaro Labuhan Batu Selatan Sumatera Utara. Dibawah bimbingan EDY BATARA
MULYA SIREGAR dan YURNALIZA.
Fungi endofit merupakan mikroorganisme yang berasosiasi dengan jaringan tanaman yang bersifat menguntungkan, fungi endofit ini mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman sedangkan tanaman menyediakan sumber makanan bagi endofit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkarakterisasi jenis-jenis fungi endofit yang terdapat pada akar akasia baik secara makroskopis dan mikroskopis. Sampel penelitian diperoleh dari akar tanaman akasia yang sehat berumur 10 dan 6 tahun. Isolasi dan karakterisasi dilakukan dilaboratorium Budidaya Hutan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan di BFS (Bengkel Fotografi Sains) FMIPA Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret-Mei 2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 10 spesies fungi endofit yang ditemukan pada akar yaitu : Aspergillus
oryzae, Aspergillus candidus, Aspergillus flavus, Aspergillus fumigatus, Fusarium sp, Rhizopus sp, Pestalotia sp, Absidia sp, Curvularia sp dan Penicilium sp. Fungi endofit yan paling dominan yaitu Aspergillus sp 40 %,
kemudian diikuti Absidia sp, Fusarium sp, Rhizopus sp, Pestalotia sp, Curvularia sp, Penicilium sp masing-masing 10 %.
ABSTRACT
MENAK HOTNAULI SIADARI. Isolation and Characterization of Endophytic
Fungi in Roots of plants of Acacia (Acacia sp) in PT Sumatera cheerfully Sustainable South Sei Kebaro Labuhan Batu, North Sumatra. Under the guidance of EDY BATARA MULYA SIREGAR and YURNALIZA.
Endophytic fungi are microorganisms associated with plant tissues that are profitable, this endophytic fungi can improve plant growth while the plants provide a food source for endophytic. The purpose of this study is to determine and characterize the types of endophytic fungi found on acacia roots both macroscopic and microscopic. Sample was taken from healthy roots of acacia plants 10 and 6 years old. Isolation and characterization conducted laboratory Forest Faculty of Agriculture University of North Sumatra and in the BFS (Photography Workshop Science) University of North Sumatra. This research was conducted from March-May 2010. Results showed that there are 10 species of endophytic fungi found on roots, namely: Aspergillus oryzae, Aspergillus
candidus, Aspergillus flavus, Aspergillus fumigatus, Fusarium sp, Rhizopus sp, Pestalotia sp, Absidia sp, Curvularia sp and Penicilium sp. Yan most dominant
endophytic fungi namely Aspergillus sp 40%, followed Absidia sp, Fusarium sp,
Rhizopus sp, Pestalotia sp, Curvularia sp, Penicilium sp 10% respectively.
RIWAYAT HIDUP
Menak Hotnauli Siadari dilahirkan di Sigaol, Dolok Marlawan pada
tanggal 22 januari 1988, anak keenam dari enam bersaudara dari Ayahanda
Maringan Siadari dan Ibunda Rosmauli Tambunan. Pada tahun 2000 penulis
menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD N 1. No 091477 Kec. Jorlang
Hataran, Kab Simalungun, pada tahun 2003 lulus dari SLTP N.I Tiga balata, Kec.
Jorlang Hataran, Kab Simalungun selanjutnya pada tahun 2006 lulus dari SMU
N.1 Tiga Dolok Kec. Dolok Panribuan, Kab Simalungun dan pada tahun yang
Sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Universitas Sumatera Utara, Fakultas
Pertanian, Departemen Kehutanan, Program Studi Budidaya Hutan melalui Jalur
PMB (Panduan Minat belajar).
Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H)
di Taman Nasional Gunung Leuser dan di Pulau Sembilan pada tahun 2008, dan
melaksanakan Praktek Kerja Lapang ( PKL) di Perum Perhutani Unit II Jawa
Timur KPH Banyuwangi Selatan pada bulan Januari - Februari 2010.
Penulis melaksanakan penelitian pada bulan Maret – Mei 2010 dengan
judul ”Isolasi dan Karakterisasi Fungi Endofit pada Akar Tanaman Akasia
(Acacia sp) di PT Sumatera Riang Lestari Sei Kebaro Labuhan Batu Selatan
Sumatera Utara” di bawah bimbingan Dr. Ir. Edy Batara Mulya, MS dan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
Anugrah, kekuatan dan kemurahanNya sehingga penulis dimampukan untuk dapat
menyelesaikan Hasil Penelitian yang berjudul “ Isolasi dan Karakterisasi Fungi
Endofit Pada Akar Tanaman Akasia (Acacia sp) Di PT Sumatera Riang
Lestari Sei Kebaro Labuhan Batu Selatan Sumatera Utara”
Penelitian bertujuan untuk mengetahui jenis dan mengkarakterisasi fungi
endofit yang terdapat pada akar Akasia baik secara makroskopis dan mikroskopis.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada
1. Kedua orangtua terkasih, Ayahanda Maringan Siadari dan Ibunda
Rosmauli Tambunan, dan kakanda yang tercinta Rotua Berliana Siadari
atas semua doa, dukungan materil dan moril kepada penulis
2. Bapak Dr. Ir. Edy Batara Mulya, MS selaku Dosen Pembimbing I yang
telah banyak memberikan bimbingan, arahan dalam penulisan hasil
penelitian dan kepada ibu Yurnaliza, S.Si, M.Si sebagai Dosen
Pembimbing II yang telah banyak memberikan waktu, perhatian dan saran
dalam penyempurnaan penulisan hasil penelitian ini.
3. Teman-teman di Departemen Kehutanan Program Studi Budidaya Hutan
yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan hasil penelitian,
khususnya Curiani Marbun, B’ Mardian Arif, K’Janna Dalimunthe,
4. Buat Teman-teman koordinasi periode 2009-2010 Persekutuan Doa
Maranatha (Menak, Johannes, Roselina, Vita, Heppy, Fretty, Boy, B’eko,
Hotrin, Donal) atas dukungan semangat dan doanya.
5. Seluruh pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga hasil penelitian ini berguna bagi kita semua, sebagai dasar penelitian
selanjutnya dan menyumbangkan ilmu pengetahuan baru bagi kemajuan dunia
KESIMPULAN DAN SARAN ... 23
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Akasia ... 8
2. Aspergillus orizae koloni berumur 14 hari pada media PDA (A)
dan bentuk mikroskopik (B), konidiofor (a), vesikel (b), konidia (c) . 16
3. Aspergillus candidus koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B), konidiofor (a), vesikel (b), konidia (c) . 16
4. Aspergillus flavus koloni berumur 14 hari pada media PDA (A)
dan bentuk mikroskopik (B), konidiofor (a), konidia (b) ... 17
5. Aspergillus fumigatus koloni berumur 14 hari pada media PDA (A)
dan bentuk mikroskopik (B), konidiofor (a), konidia (b) ... 17
6. Fusarium sp koloni berumur 14 hari pada media PDA (A)
dan bentuk mikroskopik (B), konidiofor (a), makrokonidia (b) ... 18
7. Rhizopus sp koloni berumur 14 hari pada media PDA (A)
dan bentuk mikroskopik (B), sporangiofor (a), sporangia (b) ... 19
8. Curvularia sp koloni berumur 14 hari pada media PDA (A)
dan bentuk mikroskopik (B) konidiofor (a), konidia (b) ... 19
9 Pestalotia sp koloni berumur 14 hari pada media PDA (A)
dan bentuk mikroskopik (B,C), konidia (a), konidiofor (b) ... 20
10 Absidia sp koloni berumur 14 hari pada media PDA (A)
dan bentuk mikroskopik (B) konidiofor (a), konidia (b) ... 21
11 Penicillium sp koloni berumur 14 hari pada media PDA (A)
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Isolat fungi endofit yang diperoleh dari 2 compartment PT SRL ... ... 11
2. Jumlah Genus fungi endofit yang diisolasi dari 2 compartment PT SRL... 12
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Sejarah singkat perusahaan ... 24
Letak dan Luas Wilayah... 24
Kondisi Fisik Lapangan ... 25
ABSTRAK
MENAK HOTNAULI SIADARI. Isolasi dan Karakterisasi Fungi Endofit Pada
Akar tanaman Akasia (Acacia sp) di PT Sumatera Riang Lestari Sei Kebaro Labuhan Batu Selatan Sumatera Utara. Dibawah bimbingan EDY BATARA
MULYA SIREGAR dan YURNALIZA.
Fungi endofit merupakan mikroorganisme yang berasosiasi dengan jaringan tanaman yang bersifat menguntungkan, fungi endofit ini mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman sedangkan tanaman menyediakan sumber makanan bagi endofit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkarakterisasi jenis-jenis fungi endofit yang terdapat pada akar akasia baik secara makroskopis dan mikroskopis. Sampel penelitian diperoleh dari akar tanaman akasia yang sehat berumur 10 dan 6 tahun. Isolasi dan karakterisasi dilakukan dilaboratorium Budidaya Hutan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan di BFS (Bengkel Fotografi Sains) FMIPA Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret-Mei 2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 10 spesies fungi endofit yang ditemukan pada akar yaitu : Aspergillus
oryzae, Aspergillus candidus, Aspergillus flavus, Aspergillus fumigatus, Fusarium sp, Rhizopus sp, Pestalotia sp, Absidia sp, Curvularia sp dan Penicilium sp. Fungi endofit yan paling dominan yaitu Aspergillus sp 40 %,
kemudian diikuti Absidia sp, Fusarium sp, Rhizopus sp, Pestalotia sp, Curvularia sp, Penicilium sp masing-masing 10 %.
ABSTRACT
MENAK HOTNAULI SIADARI. Isolation and Characterization of Endophytic
Fungi in Roots of plants of Acacia (Acacia sp) in PT Sumatera cheerfully Sustainable South Sei Kebaro Labuhan Batu, North Sumatra. Under the guidance of EDY BATARA MULYA SIREGAR and YURNALIZA.
Endophytic fungi are microorganisms associated with plant tissues that are profitable, this endophytic fungi can improve plant growth while the plants provide a food source for endophytic. The purpose of this study is to determine and characterize the types of endophytic fungi found on acacia roots both macroscopic and microscopic. Sample was taken from healthy roots of acacia plants 10 and 6 years old. Isolation and characterization conducted laboratory Forest Faculty of Agriculture University of North Sumatra and in the BFS (Photography Workshop Science) University of North Sumatra. This research was conducted from March-May 2010. Results showed that there are 10 species of endophytic fungi found on roots, namely: Aspergillus oryzae, Aspergillus
candidus, Aspergillus flavus, Aspergillus fumigatus, Fusarium sp, Rhizopus sp, Pestalotia sp, Absidia sp, Curvularia sp and Penicilium sp. Yan most dominant
endophytic fungi namely Aspergillus sp 40%, followed Absidia sp, Fusarium sp,
Rhizopus sp, Pestalotia sp, Curvularia sp, Penicilium sp 10% respectively.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewasa ini kebutuhan kayu Akasia (Acacia sp) semakin meningkat.
Pemanfaatannya dilakukan untuk berbagai kebutuhan, baik untuk kayu serat dan
terutama untuk bahan baku industri pulp dan kertas. Akasia merupakan jenis
unggulan dalam pembangunan hutan tanaman industri di Indonesia dari 2,5 juta
hektar hutan tanaman yang ada di Indonesia, lebih dari 1 juta hektar adalah hutan
tanaman akasia (Arisman, 2005). Pemanfatan kayu akasia hingga saat ini telah
mengalami spektrum yang lebih luas, baik untuk kayu serat, kayu pertukangan
maupun kayu energi (bahan bakar & arang). Berbagai penelitian telah dilakukan
untuk menunjang perluasan pemanfaatan kayu akasia dalam bentuk kayu utuh,
partikel, ataupun serat. Bahkan dengan masukan teknologi yang terus berkembang
pesat saat ini maka selain kayu akasia, telah diteliti esktraksi kulit akasia dapat
digunakan sebagai bahan perekat (Jamaluddin, 2009.)
Seiring semakin meningkatnya kebutuhan kayu maka harus dilakukan
langkah konkrit untuk meningkatkan produktivitas kayu baik dari segi kualitas
maupun kuantitasnya. Berbagai macam alternatif telah dilakukan untuk
meningkatkan produktivitas tanaman akasia, antara lain penggunaan teknik
kimiawi, teknik ini memerlukan modal yang besar dan tidak ramah lingkungan.
Alternatif lain yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan
mikroorganisme endofit yang terdapat pada jaringan tanaman akasia itu sendiri
yang berfungsi sebagai agen biokontrol dalam meningkatkan produktivitas
Endofit merupakan mikroorganisme yang berasosiasi dengan jaringan
tanaman sehat yang bersifat menguntungkan. Hampir setiap tanaman tingkat
tinggi memiliki beberapa mikroorganisme endofit yang mampu menghasilkan
senyawa biologi atau metabolit sekunder. Telah banyak penelitian yang dilakukan
untuk mengisolasi mikroorganisme endofit pada beberapa tanaman, misalnya
pada tanaman obat (Tan and Zou, 2001), tanaman perkebunan dan tanaman
budidaya seperti padi (Zinniel et al, 2002), buah-buahan seperti strawberry
(Moussaif e tal., 1977) dan tanaman-tanaman hutan (Strobel, 2002;uryanarayanan
et al, 2003). Manfaat lain dari fungi endofit adalah sebagai pengendali hayati.
Berdasarkan hasil penelitian Yurnaliza et al. (2009) fungi endofit berfungsi
sebagai pengendali hayati penyakit Ganoderma spp pada Kelapa sawit. Hasil
penelitian Roeswitawati (2007) menyatakan fungi endofit berfungsi sebagai
pengendali hayati penyakit lanas (Phytophtora paragitica var nicotianae) pada
Tembakau.
Pada umumnya penyakit yang ditemukan pada akasia adalah busuk akar
yang disebabkan oleh Ganoderma spp dan Phelinus spp. Busuk akar merupakan
penyakit yang paling merugikan karena menyebabkan hilangnya produktifitas
tanaman dan menyebabkan kematian (Old et al., 2000). Apabila masalah tersebut
tidak segera diatasi maka akan berdampak buruk dalam pemenuhan kebutuhan
kayu terutama untuk bahan baku industri pulp dan kertas. Untuk hal itulah penulis
tertarik untuk meneliti fungi endofit pada akasia, diharapkan isolat fungi endofit
nantinya dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan penyakit pada tanaman
Permasalahan
Jenis-jenis fungi endofit yang terdapat pada tanaman akasia perlu
diketahui keanekaragamannya, sehingga perlu dilakukan isolasi.
Tujuan
1. Untuk mengetahui jenis-jenis fungi endofit yang terdapat pada akar akasia
2. Untuk mengkarakterisasi jenis fungi endofit yang terdapat pada akar
akasia baik secara makroskopis dan mikroskopis.
Manfaat
1. Sebagai bahan dasar penelitiaan antara interaksi fungi endofit dengan
akasia.
TINJAUAN PUSTAKA
Mikroorganisme Endofit
Endofit merupakan asosiasi antara mikroorganisme dengan jaringan
tanaman. Tipe asosiasi biologis antara mikroorganisme endofit dengan tanaman
inang bervariasi mulai dari netral, komensalisme sampai simbiosis. Pada situasi
ini tanaman merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme endofit dalam
melengkapi siklus hidupnya. Fungi endofit adalah fungi yang terdapat di dalam
sistem jaringan tanaman, seperti daun, bunga, ranting ataupun akar tanaman
(Clay, 1988). Tanaman menyediakan sumber makanan untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakan mikroorganisme endofit. Fungi ini menginfeksi tanaman sehat
pada jaringan tertentu dan mampu menghasilkan mikotoksin, enzim serta
antibiotika (Carrol, 1988 )
Hampir semua tanaman berpembuluh memiliki endofit. Endofit masuk ke
dalam jaringan tanaman umumnya melalui akar atau bagian lain dari tanaman.
Fungi menembus jaringan tanaman di akar, stomata atau pada bagian tanaman
yang luka. Fungi endofit hidup dalam jaringan tanaman dan membantu tanaman
dalam fiksasi Nitrogen (N2). Sementara itu asosiasi fungi endofit dengan
tumbuhan inangnya, oleh (Carrol 1988) digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu
mutualisme konstitutif dan induktif. Mutualisme konstitutif merupakan asosiasi
yang relatif erat hubungannya antara fungi endofit dengan tanaman inang
terutama rumput-rumputan. Pada kelompok ini fungi endofit menginfeksi ovula
(benih) inang, dan penyebarannya melalui benih serta organ penyerbukan inang.
tumbuhan inang yang penyebarannya terjadi secara bebas melalui udara dan air.
Jenis ini hanya berasosiasi dalam bagian vegetatif inang dan sering berada dalam
keadaan tidak aktif dalam periode cukup lama dan membentuk biomassa yang
kecil.
Ditinjau dari sisi taksonomi dan ekologi, fungi ini merupakan organisme
yang sangat heterogen. (Petrini et al, 1992) menggolongkan fungi endofit dalam
kelompok Ascomycotina dan Deuteromycotina. Keragaman pada jasad ini cukup
besar seperti pada Loculoascomycetes, Discomycetes, dan Pyrenomycetes.
(Strobell et al. 1996), mengemukakan bahwa fungi endofit meliputi Genus
Pestalotia, Pestalotiopsis, Monochaetia, dan lain-lain. Sedangkan (Clay 1988)
melaporkan, bahwa fungi endofit dimasukkan dalam famili Balansiae yang terdiri
dari 5 Genus yaitu Atkinsonella, Balansiae, Balansiopsis, Epichloe dan
Myriogenospora. Genus Balansiae umumnya dapat menginfeksi tumbuhan
tahunan dan hidup secara simbiosis mutualistik dengan tanaman inangnya. Dalam
simbiosis ini, fungi dapat membantu proses penyerapan unsur hara yang
dibutuhkan oleh tanaman untuk proses fotosintesis serta melindungi tanaman
inang dari serangan penyakit, dan hasil dari fotosintesis dapat digunakan oleh
fungi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. (Bacon, 1991 ; Petrini et
al., 1992 ; Rao, 1994).
Keanekaragaman hayati secara tidak langsung berarti keanekaragaman
senyawa kimia. Kemampuan bertahan hidup dengan tingkat kompetisi yang tinggi
menyebabkan tanaman beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi.
Hal ini menyebabkan tanaman menghasilkan senyawa-senyawa yang unik secara
menghasilkan produk alami aktif yang lebih banyak. Menurut Bills et al (2002)
dalam Strobel dan Daisy (2003), endofit di daerah tropis dengan jumlah yang
tinggi menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang aktif dalam jumlah yang
lebih banyak dibandingkan dengan endofit tanaman-tanaman yang ada di daerah
subtropis. Jadi tanaman inang mempengaruhi metabolisme endofitnya.
Beberapa ahli telah mengisolasi dan meneliti endofit dari berbagai
tanaman diantaranya; tanaman obat (Tan and Zou, 2001), tanaman perkebunan
(Zinniel et al, 2002), dan tanaman-tanaman hutan (Strobel, 2002; Suryanarayanan
et al, 2003). Dari sekitar 300.000 jenis tanaman yang tersebar dimuka bumi ini,
masing-masing tanaman mengandung satu atau lebih mikroorganisme endofit
yang terdiri dari bakteri dan fungi (Strobel and Daisy, 2003). Bakteri atau fungi
tersebut dapat menghasilkan senyawa metabolit yang dapat berfungsi sebagai
antibiotika (antifungi/antibakteri), antivirus, antikanker, antidiabetes, antimalaria,
antioksidan, antiimmunosupresif (Strobel and Daisy, 2003), antiserangga
(Azevedo et al, 2000), zat pengatur tumbuh (Tan and Zou, 2001) dan penghasil
enzim-enzim hidrolitik seperti amilase, selulase, xilanase, ligninase (Choi et al,
2005), kitinase (Zinniel et al, 2002).
Akasia
Di Indonesia sejak dicanangkan pembangunan HTI pada tahun 1984,
kayu akasia telah dipilih sebagai salah satu jenis favorit untuk ditanam di areal
HTI. Pada mulanya jenis ini dikelompokkan ke dalam jenis-jenis kayu HTI untuk
memenuhi kebutuhan kayu serat terutama untuk bahan baku industri pulp dan
kertas. Dengan adanya perubahan-perubahan kondisional baik yang menyangkut
kemungkinan terjadi perluasan tujuan penggunaan kayu akasia, yaitu untuk bahan
perekat, kayu serat, kayu pertukangan maupun kayu energi (bahan bakar & arang)
untuk finir, serta perabot rumah yang menarik seperti lemari, kusen pintu, dan
jendela (Jamaluddin, 2009).
Akasia menyebar alami di Queensland utara Australia, Papua New Guinea
hingga propinsi Papua dan Maluku. Akasia termasuk jenis yang cepat tumbuh,
pohonnya berumur pendek (30-50 tahun) dapat beradaptasi terhadap tanah asam
dengan pH (4.5 - 6.5). Pohon akasia tidak toleran terhadap musim dingin dan
naungan. Akasia dapat tumbuh dengan baik pada tanah subur yang baik
drainasenya, dan dapat juga tumbuh pada lahan yang miskin hara, berbatu dan
tanah yang mengalami erosi, bahkan yang jelek drainasenya. Akasia tidak
memiliki persyaratan tumbuh yang tinggi, tanaman ini dapat tumbuh pada
ketinggian antara 30 - 130 mdpl, dengan curah hujan bervariasi antara 1.000 mm -
4.500 mm setiap tahunnya. Tanaman ini merupakan jenis pionir yang cepat
tumbuh dan memiliki daun yang lebar. Untuk mendukung pertumbuhannya akasia
sangat membutuhkan sinar matahari, apabila mendapatkan naungan
pertumbuhannya kurang sempurna hal ini dapat mengakibatkan bentuk batang
menjadi tinggi dan kurus.
Karakteristik pohon akasia pada umumnya selalu hijau, tingginya dapat
mencapai 30 m apabila tumbuh pada tanah yang subur kecuali apabila akasia
tumbuh pada tempat yang kurang subur maka akasia tumbuh lebih kecil antara
7-10 m. Pohon akasia kadang - kadang memiliki bentuk silindris pada batang bagian
berkayu keras, kasar, beralur longitudinal dan warnanya bervariasi mulai dari
cokelat gelap sampai cokelat terang.
Pada umumnya kulit akasia kasar dan beralur, memiliki warna abu-abu
atau coklat, rantingnya kecil seperti sayap dan daunnya besar, panjangnya
mencapai 25 cm, lebar 3-10 cm berwarna hijau gelap, bunganya berganda dan
memiliki warna putih atau kekuningan, panjangnya mencapai 10 cm dan
bentuknya tunggal atau berpasangan di sudut daun pucuk. Akasia memiliki siklus
pembungaan yang tidak teratur dan pembungaannya dapat terjadi sepanjang tahun
akan tetapi klimaks pembungaan tanaman akasia dapat terlihat dengan jelas
Botani Akasia
Klasifikasi Akasia menurut Tjiptrosoepomo (1988) adalah sebagai berikut:
Kingdom: Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Genus : Acacia
Spesies : Acacia sp
Gambar 1. Acacia sp
METODE PENELITIAN
Waktu dan tempat
Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret-Mei 2010 bertempat di
Laboratorium Budidaya Hutan Universitas Sumatera Utara dan BFS (Bengkel
Fotografi Sains) FMIPA Universitas Sumatera Utara.
Bahan
Bahan-bahan yang dipakai adalah akar (radix) dari akasia. Akar yang dipilih
berasal dari akar sehat (tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit) yang berumur
10 dan 6 tahun, Potato Dextrose Agar (PDA), Yeast Extract, antibotik
Kloramfenikol 0,03 mg, akuades, alkohol 70%, Sodium Hipoklorit 5,3%, Etanol
75%,
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sarung tangan, masker
pernafasan, mikroskop, labu erlenmeyer, pinset , spatula, jarum ose, gelas ukur,
kertas saring dan cuter.
Lokasi Pengambilan Sampel
Akar akasia diperoleh dari kawasan PT Sumatera Riang Lestari ( PT SRL)
Sei Kebaro Labuhan Batu Selatan Sumatera Utara (Lampiran 1) Sampel diambil
Isolasi Fungi Endofit
Isolasi fungi endofit dari akar akasia dilakukan menurut Metode Radu dan
Kqueen (2002) dengan modifikasi. Tahap awal yang dilakukan adalah mencuci
bagian akar tanaman (3-5 cm) dengan air mengalir selama 20 menit. Selanjutnya
permukaan akar tanaman disterilisasi dengan merendam bagian tanaman
berturut-turut dengan: alkohol 70% selama 2 menit, larutan Sodium Hipoklorit 5,3%
selama 5 menit dan etanol 75% selama 30 detik. Kemudian dibilas dengan
akuades steril sebanyak 2 kali, dan dikeringkan pada kertas saring steril. Setelah
kering, bagian ujung kiri dan kanan akar dibuang + 1 cm. Kemudian
masing-masing akar tersebut dipotong menjadi 2 bagian dan diletakkan di permukaan
media PDA (Potato Dextrose agar) yang telah dicampur dengan antibiotik
kloramfenikol (0,03 mg/ml) dengan posisi bekas potongan ke arah media.
Inkubasi dilakukan pada suhu ruang (25o-30oC) selama ± 5 hari. pengamatan
dilakukan setiap hari selama masa inkubasi. Koloni yang muncul dari bagian akar
tanaman sebelah dalam disubkulturkan ke media PDA yang baru untuk
dimurnikan.
Karakterisasi Fungi Endofit
Isolat fungi endofit yang diperoleh dari akar akasia selanjutnya
dikarakterisasi dan diidentifikasi secara makroskopis berdasarkan tekstur
permukaan dan warna koloni. Selanjutnya dilakukan identifikasi secara
mikroskopik dengan mengamati morfologi fungi berdasarkan konidia menurut
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Isolat fungi endofit
Hasil isolasi fungi endofit dari dua compartment (E 68 dan E 69)
diperoleh sebanyak 10 isolat yang termasuk dalam 7 Genus 6 Famili 4 Ordo dan 3
Kelas yaitu Deutromycetes, Ascomycetes, dan Zygomycetes. Adapun ketujuh
Genus fungi endofit tersebut adalah Aspergillus, Absidia, Fusarium, Rhizopus,
Curvularia, Penicilium, dan Pestalotia. Seluruh fungi endofit yang diisolasi
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Isolat fungi endofit yang diperoleh dari dua compartment
Berdasarkan jumlah Genus fungi endofit yang ditemuka n di lokasi, Genus
yang terbanyak adalah Aspergillus, dengan jumlah 4 spesies (Aspergillus oryzae,
Aspergillus candidus, Aspergillus flavus dan Aspergillus fumigatus) yaitu 40%
dari 10 spesies yang ditemukan, diikuti Absidia sp, Fusarium sp, Rhizopus sp,
Pestalotia sp, Curvularia sp, dan Penicillium sp masing-masing 10%. Pada Tabel
2 berikut disajikan jumlah Genus endofit yang diisolasi dari dua compartment
Tabel 2. Jumlah Genus endofit yang diisolasi dari dua compartment
Berdasarkan lokasi pengambilan sampel, ditemukan fungi endofit yang
bervariasi. Pada compartment yang memiliki tingkat keanekaragaman fungi
tertinggi adalah pada E 69 umur tanaman 10 tahun, ditemukan sebanyak 5 Genus
fungi endofit yaitu: Aspergillus, Pestalotia, Absidia, Curvularia, dan Penicillium.
Sedangkan pada compartment E 68 umur tanaman 6 tahun ditemukan sebanyak
3 Genus fungi endofit yaitu : Fusarium, Aspergillus, dan Rhizopus. Pada E 69 dan
E 68 sama-sama ditemukan Genus Aspergillus yang terdiri dari spesies yang
berbeda, perbedaan ini dapat dilihat dari warna koloni dan tekstur permukaan
koloni.
Karakteristik fungi endofit berdasarkan warna permukaan koloni (Tabel 3)
didominasi oleh warna hijau yang bervariasi. Fungi endofit yang memiliki warna
permukaan koloni hijau keputihan ditemukan sebanyak 3 spesies yaitu Aspergillus
oryzae (E68 B6), Aspergillus flavus (E68 D6) dan Penicillium sp (E69 F10).
Fungi endofit yang memiliki permukaan koloni warna hijau lumut ditemukan
sebanyak 1 spesies yaitu Aspergillus candidus (E68 C6) sedangkan fungi endofit
yang memiliki permukaan koloni warna hijau tua ditemukan sebanyak 1 spesies
yaitu Aspergillus fumigatus (E69 B10) dan fungi endofit yang memiliki
permukaan koloni warna putih ditemukan sebanyak 1 spesies yaitu Pestalotia sp
(E69 C10) dan fungi endofit yang memiliki permukaan koloni warna putih
kekuningan ditemukan sebanyak 1 spesies yaitu Fusarium sp (E68 A6). Fungi
endofit yang memiliki permukaan koloni warna coklat kehitaman ditemukan
sebanyak 1 spesies yaitu Curvularia sp (E69 E10).
Berdasarkan bentuk konidia, ditemukan sebanyak 3 bentuk konidia yaitu
Ovate, Globose, dan Geniculate. Konidia fungi endofit didominasi oleh bentuk
globose. Fungi endofit yang memiliki bentuk globose ditemukan sebanyak 7
spesies yaitu Aspergillus oryzae, Aspergillus candidus, Aspergillus flavus,
Rhizopus sp, Aspergillus fumigatus, Absidia sp dan Penicillium sp. Fungi endofit
yang memiliki bentuk konidia ovate ditemukan sebanyak 2 spesies yaitu
Fusarium sp, dan Pestalotia sp sedangkan fungi endofit yang memiliki bentuk
konidia geniculate ditemukan sebanyak 1 spesies yaitu Curvularia sp. Pada Tabel
3 berikut disajikan karakteristik umum isolat fungi endofit yang diperoleh dari
dua compartment
Tabel 3 Karakteristik umum isolat fungi endofit pada dua compartment
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian, spesies fungi yang terdapat pada dua
compartment terdiri dari 10 spesies yaitu Aspergillus oryzae, Aspergillus
candidus, Aspergillus flavus, Aspergillus fumigatus, Fusarium sp, Rhizopus sp,
Pestalotia sp, Absidia sp, Curvularia sp, dan Penicillium sp. Berdasarkan hasil
frekuensi kehadiran fungi endofit dari dua compartment, Aspergillus sp
merupakan fungi endofit yang paling banyak jumlahnya yaitu 4 spesies (40%)
dari 10 spesies yang ditemukan, sedangkan kehadiran spesies Absidia sp,
Fusarium sp, Rhizopus sp, Pestalotia sp, Curvularia sp, Penicillium sp
masing-masing 1 spesies (10%) hal ini menunjukkan bahwa Aspergillus memiliki fungsi
penting bagi tanaman. Menurut Ilyas (2007) faktor yang menyebabkan tingginya
kehadiran Aspergillus dalam tanah disebabkan Aspergillus memiliki sebaran
kosmopolit, yang dapat menghasilkan spora vegetatif (konidia) dalam jumlah
yang besar dan pertumbuhan yang sangat cepat. Menurut Dwidjoseputro (1978),
Aspergillus terdapat di mana-mana, baik di daerah kutub maupun di daerah tropik,
dan hampir pada setiap substrat. Aspergillus memiliki fungsi penting bagi
tanaman, Aspergillus dapat berperan dalam menambat N bebas dari udara dan
melarutkan fosfat di dalam tanah yang dapat dijadikan sebagai nutrisi organik
oleh tanaman.
Berdasarkan hasil penelitian, variasi keanekaragaman fungi endofit lebih
tinggi pada compartment E69 daripada compartment E68 hal ini diduga
disebabkan oleh karena umur tanaman akasia pada E69 lebih tua daripada E68.
banyaknya kandungan substrat dalam tanah yang mampu mendukung
pertumbuhan fungi endofit dalam tanah, dimana kualitas dan kuantitas bahan
organik yang ada dalam tanah mempengaruhi pertumbuhan fungi tanah secara
langsung karena kebanyakan fungi, nutrisinya heterotrofik. Fungi tanah sebagian
besar memanfaatkan sisa-sisa bahan organik dengan mudah, tetapi jumlahnya
dalam tanah bervariasi dan tergantung pada spesiesnya masing-masing. Menurut
Yurnaliza et al (2009) tingginya keanekaragaman fungi endofit disebabkan
karena perbedaan lokasi. Fungi endofit diduga lebih menyukai tanah subur, yang
memiliki bahan organik yang lebih tinggi sehingga mendukung pertumbuhan dan
keanekaragamannya. Menurut Sutedjo et al (1991) tingginya keanekaragaman
fungi endofit disebabkan faktor lingkungan yang terdapat pada lokasi yang
mendukung pertumbuhan fungi endofit seperti suhu udara, kelembaban udara, pH
tanah, dan ketersediaan nutrisi dalam tanah.
Aspergillus oryzae (Gambar 2a) bentuk koloni Aspergillus oryzae pada
Smedium PDA pada saat berumur 7 hari berwarna hijau keputihan. Menurut
Gandjar (1999), koloni Aspergillus oryzae berwarna hijau keputihan dan koloni
bagian tengahnya lebih tebal dari bagian tepi. Pertumbuhan fungi Aspergillus
oryzae sangat cepat dan menyebar. Koloninya berbentuk elips kemudian menjadi
Gambar 2. Aspergillus oryzae koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B), konidiofor (a), vesikel (b), konidia (c).
Aspergillus candidus (Gambar 3a) bentuk koloni Aspergillus candidus pada
medium PDA pada umur 7 hari berwarna hijau lumut. Pada umur 10 hari koloni
Aspergillus candidus hampir menutupi seluruh pemukaan media PDA.
Pertumbuhannya sangat cepat dan menyebar, koloni Aspergillus candidus pada
umumnya tipis. Menurut Gandjar (1999) konidia Aspergillus candidus berwarna
putih kemudian menjadi krem, dan agak basah pada koloni yang masih segar.
Konidia Aspergillus candidus seringkali ada yang kecil dan berbentuk bulat
hingga semi bulat, dan memiliki dinding tipis dan halus.
A B
a
b
c
A B
a
b
Aspergillus flavus (Gambar 4a) bentuk koloni Aspergillus flavus pada medium
PDA pada saat umur 7 hari berwarna hijau keputihan, dan pertumbuhan koloninya
lambat. Pada umumnya koloni Aspergillus flavus tebal dan konidianya khas
berbentuk bulat hingga semi bulat .
Gambar 4. Aspergillus flavus koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B), konidiofor (a), konidia (b)
Aspergillus fumigatus (Gambar 5a) bentuk koloni Aspergillus fumigatus pada
medium PDA pada umur 7 hari berwarna hijau tua dan memiliki manik-manik
berwarna putih. Pertumbuhan koloni Aspergillus fumigatus sangat cepat dan
menyebar. Menurut Gandjar (1999) konidia Aspergillus fumigatus khas berbentuk
bulat, konidiofornya pendek, berdinding halus dan berwarna hijau (khusus bagian
atas)
Gambar 5 Aspergillus fumigatus koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B), konidiofor (a), konidia (b)
A B
a
b
A B
Fusarium sp (Gambar 6a) bentuk koloni Fusarium sp pada medium PDA pada
umur 4 hari berwarna putih bersih, kemudian pada hari ke 7 koloni Fusarium sp
mulai mengalami perubahan warna. Warna koloni berubah menjadi warna orange
kekuningan sehingga pada hari ke 10 koloni Fusarium sp yang berwarna orange
kekuningan tersebut hampir menutupi seluruh permukaan koloni. Menurut
Gandjar (1999) konidiofor Fusarium sp semula berbentuk lateral dan
bercabang-cabang, kemudian percabangannya semakin banyak dan lebat. Makrokonidia
Fusarium sp pada umumnya berbentuk sabit, langsing, dan bersepta mulai 3
hingga 5.
Gambar 6 Fusarium sp koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B),konidiofor (a), makrokonidia (b)
Rhizopus sp (Gambar 7a) menurut Gandjar (1999) koloni Rhizopus sp semula
berwarna keputihan kemudian berubah menjadi coklat keabu-abuan hal ini
disebabkan karena warna coklat dari sporangiofor dan coklat kehitaman dari
sporangia Rhizopus sp. Pada umur 4 hari koloni Rhizopus sp sudah membesar,
pertumbuhan koloni Rhizopus sp sangat cepat. Sporangianya berbentuk bulat
hingga semibulat, dan berwarna coklat kehitaman saat matang. Bentuk
sporangiospora Rhizopus sp pada umumnya tidak teratur, bulat, elips dan
A B
memiliki garis pada permukaannya. Sporangiofornya tidak berwarna hingga
berwarna coklat gelap, dan berdinding halus.
Gambar 7 Rhizopus sp koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B),sporangiofor (a), sporangia (b)
Curvularia sp (Gambar 8a) menurut Gandjar (1999) pertumbuhan koloni
Curvularia sp sangat cepat, memiliki warna coklat dan bentuknya mirip beludru
atau kapas. Konidiofor Curvularia sp berbentuk tunggal atau berkelompok,
tampak sederhana, lurus atau membengkak. Pada umumnya konidia Curvularia sp
berbentuk geniculate, berwarna coklat dan memucat. Porokonidia (konidia)
Curvularia sp memiliki septa pada tubuhnya antara 3-4 septa.
Gambar 8. Curvularia sp koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B) konidiofor (a), konidia (b)
A B
a
b
A B
Pestalotia sp (Gambar 9a) bentuk koloni Pestalotia sp pada medium PDA pada
umur 7 hari hampir menutupi keseluruhan permukaan media PDA, pertumbuhan
koloni Pestalotia sp kompak dan sangat cepat, permukaannya sangat lembut dan
memiliki titik hitam ditengah koloni. Warna permukaan koloni Pestalotia sp putih
bersih dan memiliki septa pada tubuhnya antara 2-3 septa
Gambar 9 Pestalotia sp koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik(B,C), konidia (a), konidiofor (b)
Absidia sp (Gambar 10a) bentuk pertumbuhan koloni Absidia sp sangat cepat,
pada saat berumur 7 hari, koloni Absidia sp sudah menutupi keseluruhan
permukaan media PDA. Bentuk koloni Absidia sp tampak seperti kapas, dan
berwarna abu-abu muda. Menurut Gandjar (1999) Hifa Absidia sp berwarna
A B
a
b
dan memiliki dinding halus hingga agak kasar, kadang-kadang tubuh Absidia sp
memiliki septa. Sporangiofor nya berpigmen agak pucat, berdinding halus hingga
agak kasar, tampak sederhana dan kadang-kadang Sporangiofor nya bercabang.
Absidia sp memiliki banyak spora, berwarna abu-abu kecoklatan ketika matang
dan berdinding transparan. Sporangiasporanya bervariasi bentuknya dari
semibulat, hingga elips.
Gambar 10 Absidia sp koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B) konidiofor (a), konidia (b)
Penicillium sp (Gambar 11a) bentuk koloni Penicillium sp memiliki
pertumbuhan yang sangat cepat pada media PDA, permukaan koloni Penicillium
sp mirip seperti beludru, dan berwarna hijau kecoklatan. Menurut Gandjar (1999)
konidiofor Penicillium sp bercabang tidak teratur dan berdinding halus. Fialidnya
sering soliter, berbentuk silindris dengan leher yang pendek, dan memiliki aneka
bentuk. Konidia Penicillium sp berbentuk bulat hingga silindris, berdinding halus,
berwarna hijau redup dalam jumlah yang sangat banyak.
Penicillium sp merupakan jenis fungi yang banyak digunakan dalam
bidang medis karena kemampuannya dalam menghasilkan antibiotik untuk
menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen. Selain itu Penicillium juga
A B
memiliki fungsi sebagai penambat N bebas dan pelarut fosfat di tanah, dan dapat
menekan perkembangan penyakit tanaman yang disebabkan oleh patogen tanah
sama halnya seperti Aspergillus sp (Goto, 1999; Bruggen, 2000; Budi, 2000).
Gambar 11 Penicillium sp koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B) konidiofor (a), konidia (b)
Adapun fungi yang ditemukan pada lokasi penelitian adalah benar fungi
endofit, hal ini telah dibukt ikan dengan pertumbuhan fungi berasal dari bekas
potongan akar bagian bawah yang diletakkan di permukaan media Potato
Dextrose Agar. Dengan demikian fungi yang tumbuh adalah benar berasal dari
dalam akar akasia bukan karena kontaminasi dari lingkungan. Hal ini
membuktikan bahwa sterilisasi permukaan yang dilakukan mampu membersihkan
potongan permukaan akar akasia dengan baik sehingga tidak ada jenis fungi
kontaminan yang diduga masuk kepermukaan akar jadi fungi yang tumbuh pada
media PDA adalah benar fungi endofit.
A B
Gambar 13. Pertumbuhan fungi endofit berasal dari bekas potongan akar akasia bagian bawah yang diletakkan di permukaan media Potato Dextrose Agar
Selain pembuktian hal diatas, telah dilakukan metode untuk membuktikan
bahwa fungi yang tumbuh pada media Potato Dextrose Agar tersebut adalah
benar fungi endofit yang berasal dari potongan akar akasia dengan melakukan
perendaman bahan sterilisasi pada potongan koloni fungi endofit yang ditemukan.
Dalam hal ini dilakukan perendaman pada fungi Aspergillus candidus dan
Curvularia sp, adapun dasar pemilihan fungi ini disebabkan fungi ini dicurigai
bukan fungi endofit, oleh sebab itu maka dipilih fungi ini untuk dilakukan
pembuktian apakah fungi ini benar berasal dari dalam potongan akar akasia. Dari
hasil penelitian membuktikan bahwa fungi endofit mati pada perlakuan sterilisai,
hal ini membuktikan bahwa Aspergillus candidus dan Curvularia sp benar berasal
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pada akar tanaman akasia di PT Sumatera Riang Lestari ditemuka n
sebanyak 10 spesies fungi endofit yaitu Aspergillus oryzae, Aspergillus
candidus, Aspergillus flavus, Rhizopus sp, Fusarium sp, Aspergillus
fumigatus, Pestalotia sp, Absidia sp, Curvularia sp, Penicillium sp.
2. Spesies Aspergillus sp memberikan persentasi kehadiran tertinggi yaitu
40% dari dua compartment PT Sumatera Riang Lestari
saran
Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan uji antagonis fungi endofit pada
penyakit busuk akar akasia, diharapkan isolat fungi endofit dapat berfungsi
DAFTAR PUSTAKA
Arisman, H dan Eko B. Hardiyanto, 2005. Acacia mangium – Perkembangan
Budidayanya. Lokakarya Busuk hati dan Busuk akar pada Hutan Tanaman
Akasia. Yogyakarta 7 – 9 Februari 2005 pp. 1- 6
Azevedo, J. L., W. Maccheroni Jr, J. O. Pereira and W. Luiz de Araujo. 2000. Endophytic microorganism: A review on insect control and recent advances on tropical plants. Electronic Journal of Biotechnology. 3 (1): 40-65
Bacon, C. 1991. Isolation, culture and maintenance of endophytic fungi and grasses. In Hand Book of Mycology (D. K. Aurora, D. Rai, K. G. Mukeri, dan G. R. Knudsen, I). Athens. Georgia.
Barnet, H.L. Barry and Hunter. 1987. Ilustrated genera of imperfect fungi fourth edition. United Stated Of Ameriaca.
Bills, G. F. and Polyshook, J. D. 1992. Recovery of endophytic fungi from Chamaechyparisthyoides. Sydowia. 44:1-12.
Bucman and Nyle, C.B.1982. Ilmu Tanah. Diterjemahkan oleh Soegiman. Penerbit Bhrata Karya Aksara. Jakarta.
Bruggen, A. H. C. V. 2000. In search of biological indicators for soil health and diseases supression. Aplied Soil Ecology. 15: 25-26.
Budi, S. W. 2000. Hydrolitic enzyme activity of Paennibacillus sp. strain b2 and effects of the antagonistic bacterium on cell intergrity of two soil borne pathogenic fungi. Aplied Soil Ecology. 15: 191-199
Carrol, G. C. 1988. Fungal endophytes in stem and leaves. From latent pathogens to mutualistic symbiont. Ecology. 69: 2-9
Choi, Y. W. I. J. Hodgkiss and K. D. Hyde. 2005. Enzyme production by endophytes of Brucea javanica. Journal of Agricultural Technology. 1: 55-65
Clay, K. 1988. Fungal endophytes of grasses : A defensive mutualism between plants and fungi. Ecology. 69 (1) : 10-16.
Dinas Pertanian Kota Palembang. Legendary City. 2008. Akasia mangium. Palembang
Doran, J. W. 2000. Soil health and sustainability: Managing the biotic components of soil quality. Apllied Soil Ecology 14: 223-229.
Dwidjoseputro.1978. Pengantar mikologi. Edisi Kedua. Bandung. Penerbit Alumni. hlm. 92-127
Goenadi, D.H., R. Saraswati., N. N. Nganro, & J. A. S. Adiningsih. 1995. Nutrient
solubilizing and aggregate-stabilizing microbes isolated from selected
humic tropical soil. Menara Perkebunan. 63(2):60-66
Goto, M. 1999. Bacterial plant pathology. Academy Press. Inc., tokyo.
Hakim, N. M.Y.Nyakpa. A.M. Lubis. S.G. Nugraha. M.R. Saul. M.A. Diha. Go Ban Hong. H.H Beiley. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung
Harrison L., C. Teplow., M. Rinaldi.,and G. A Strobel., 1991. Pseudomycins, a family of ovel peptides from Pseudomonas syringae. possessing broad spectrum antifungal activity. J. Gen. Microbiology. 137: 2857-2865
Ilyas.M.2006. Isolasi dan Identifikasi Kapang Pada Relung Rizosfir Tanaman Dikawasan Cagar Alam Gunung Mutis, Ntt.Jurnal Biodiversitas.Vol 7 No3
Ilyas.M.2007. Isolasi dan Identifikasi Mikoflora Kapang Pada Sampel Serasah Daun Tumbuhan Di Kawasan Gunung Lawu, Surakareta, Jawa Tengah. Jurnal Biodiversitas Vol 8, nomor 2.
Kurniawan, 2008. publikasi tulisan ilmiah kehutanan. Balai penyakit pada Aksaia mangium serta alternatif pengendaliannya. Balai penelitian kehutanan palembang.
Lee, S. 2002. Overview of the Heartrot Problem in Acacia-Gap Analysis and Research Opportuniosties. pp.18-21 In: K. Barry (Ed.), (Peny.) Heartrots
in Plantations Hardwoods in Ind. And Autralia. ACACIAR Technichal
Report 5Ie, CSIRO Publishing, Canbera.
Mohammed, L.C, Karen M. Barry dan Ragil S.B Irianto, 2005. Busuk hati dan
busuk akar pada Acacia mangium: Identifikasi gelaja dan penilaian terhadap tingkat serangan. Lokakarya Busuk hati dan Busuk akar pada
Hutan Tanaman Akasia. Yogyakarta 7 – 9 Februari 2005 pp. 20 -30
Moussaif, M., P. Jacques, P. Schaarwachter, H. Budzikiewicz, and P. Thonart., 1997. Production of cyclosporins from Acremonium luzulae. Application. environmental. Microbiology. 63: 1739-1743.
Old, K. M., See L.S., Sharma J.K., & Yuan, Z.Q. 2000. A Manual of Diseases of
Tropical Acacias in Australia, South East Asia and India. Centre for
International Forestry Research. Indonesia.
Petrini, O., T. N. Sieber, L. Toti dan O. Viret., 1992. Ecology metabolite production and substrate utilization in endophytic fungi. Natural Toxins.
1:185-196.
Qualls, R. G. 2000. Phosporus enrichment effects litter decomposition, immobilization and soil microbial phosporus in wet land mesosoms. Soil
Radu, S and C. Y. Kqueen. 2002. Preliminary screening of endophytic fungi from medicinal plants in malaysia for antimicrobial and antitumor activity.
Malaysian Journal of Medical Science, 9 (2): 23-33
Rao, N.S.S 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Universitas Indonesia. Jakarta.
Rao, N. S. 1982. Biofertilizers in agriculture. Oxford dan IBH Publishing Co., New delhi
Rimbawanto, A. 2005. Busuk hati di hutan tanaman: Latar belakang dari proyek. Lokakarya Busuk hati dan Busuk akar pada Hutan Tanaman Akasia. Yogyakarta 7 – 9 Februari 2005 pp. 14 – 19
Roeswitawati, D. Penggunaan Inokulum Antagonis (Jamur dan Bakteri) dalam Menekan Penyakit Lanas (Phytophthora parasitica var nicotianae) pada Tembakau.
Satyawibawa, I., Y. E. Widyastuti. 2001. Kelapa sawit: Usaha budidaya,
pemanfaatan hasil, dan aspek pemasaran. Cetakan ketiga belas. Penebar
Swadaya. Jakarta. hlm. 94-95, 113-114
Sutedjo.M.M Kartasapoetra. A.G.Sastroatmojo.R.D.S. 1991. Mikrobiologi Tanah. Rineka Cipta.Jakarta.
Suharna, N.1999. pengaruh perlakuan perendaman di dalam air sebelum pemindahan terhadap pemulihan biak-biak monascus spp yang mengering. Jurnal mikrobiologi tropika. 2 (1) : 74-80
Suryanarayanan, T. S., G. Venkatesan and T. S. Murali.2003. Endophytic fungal communities in leaves of tropical forest trees: Diversity and distribution patterns. Current Science, 85 (4): 489-493
Strobel, G. A., W. M. Hess, E. Ford, R. S. Sidhu, and X. Yang., 1996. Taxol from fungal endophytes and the issue of biodiversity. Journal of Industrial
Microbiology. 17: 417-425
Strobel,G. A and B. Daisy. 2003. Bioprospecting for microbial endophytes and their natural products. Microbiology and Molecular Biology Review. 491-502
Syarifuddin. A. 2002. Teknik identifikasi Mikroorganisme Penyedia Unsur hara tanaman pada ultisol pulau buru. Buletin teknik pertanian. Vol.7 Nomor 1. 2002.
Tan, R. X and W. X. Zou. 2001. Endophytes: A rich of functional metabolites.
Nat. Prod. Rep. 18: 448-459
Tjiptrosoepomo, G. 1988. Taksonomi tumbuhan. Gadjah mada university press. Yogyakarta.
Yurnaliza, K, Nurtjahja, Irfan and R. Sinaga (2009) The introducing of endophytic fungi to oil palm seedling : an alternatif of biocontrol ganoderma boninense infection Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciense. University of North Sumatera
Isolation and characterization of endophytic colonizing bacteria from agronomic crops and prairie plants. Applied and Enviromental
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Sejarah singkat perusahaan
PT Sumatera Riang Lestari adalah perubahan nama dari PT Sumatera
Sinar Plywood Industri (SSPI), seperti tertuang dalam keputusan Menteri
Kehutanan No SK 99/Menhut-II/2006. Keputusan ini mengubah keputusan
Menteri Kehutanan No SK-262/Menhut-II/2004 beserta lampiran dan areal
kerjanya, sepanjang menyangkut nama badan hukum yang semula atas nama PT
Sumatera Sinar Plywood Industri menjadi PT Sumatera Riang Lestari.
PT Sumatera Riang Lestari memperoleh kepastian pengelolaan areal
kerjanya dengan terbitnya SK Menhut Nomor: SK 262/Menhut-II/2004 tentang
pemberian IUPHHK HTI kepada PT Sumatera Sinar Plywood Industri atas areal
hutan seluas ± 65.000 Ha diprovinsi Sumatera Utara. Jangka waktu pengelolaan
yang diberikan selama 88 tahun, terhitung sejak 21 Juli 2004 hingga 20 Juli 2092.
Letak dan Luas Wilayah
PT Sumatera Riang Lestari terletak pada dua wilayah administrasi yang
dibedakan menjadi dua blok, yaitu blok I terletak pada 01027’15” – 010 37’15” LU
dan 1000
10’43” – 100 0
22’57” BT seluas ± 21.920 Ha, Provinsi Sumatera Utara,
Kabupaten Labuhan Batu, Kecamatan Torganda, dan Kab Tapsel, Barumun
Tengah dan Blok II terletak pada 01009’43” – 01020’27” LU dan 990 48’
46”-100007’32” BT seluas ± 43.080 Ha, Provinsi Sumatera Utara, Kabupaten Tapanuli
Luas kawasan PT. SRL ± 65.000 Ha, dengan batas wilayah administrasi
pengelolaan :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan dengan PT Torganda, PTP IV Sei Meranti,
PTP IV Bukit Tujuh.
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan PT Torganda
3. Sebelah Barat berbatasan dengan PT Torganda
4. Sebelah Timur berbatasan dengan PT Sinar Belantara Indah (SBI)
Kondisi Fisik Lapangan
1. Topografi
i. Blok I : Kelerengan datar (0-8 %) : 19.393 Ha (81,48 %)
Kelerengan landai (8- 15 %) : 4.407 Ha (18, 52 %)
b. Blok II : Kelerengan datar (0-8 %) : 41.200 Ha (100 %)
PT SRL terletak pada ketinggian 75-280 mdpl, dengan ketinggian tersebut maka
PT SRL termasuk tipe hutan dataran rendah.
2. Tanah
a. Jenis tanah : a) Podsolik
b) Podsol, Gleisol, Regosol
c) Podsolik, Gleisol
d) Gleisol, Kambisol, Alluvial
3. Hidrologi
a. Pada blok I terdapat DAS Sei Daun, yaitu : Sungai Kunuar, Sungai Bagan
b. Pada blok II terdapat DAS Barumun, yaitu Sungai Hampasang, Sungai
Nabara, Sungai Putih, Sungai Marbuayanamenek, Sungai Tanamarjuarang,
Sungai Manapi, Sungai Garingging, dan Sungai Mahato.
4. Iklim
Munurut Scmidt dan Ferguson, 1951, tipe iklim PT Sumatera Riang Lestari
terdapat pada tipe A, yiitu daerah yang sangat basah dengan vegetasi hutan adalah
hutan tropik.
Sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana yang tersedia berupa jalan dan yang mendukung
jalan seperti gorong-gorong, jembatan, mobil yang tersedia untuk para pekerja/
karyawan PT SRL dan juga bagi masyarakat sekitar yang membutuhkan
transportasi. Mess untuk tempat tinggal tinggal pekerja/karyawan, fasilits lain
seperti musholla, listrik, perkantoran, kantin, menara siaga api, alat komunikasi.
Fasilitas olahraga seperti lapangan bola kaki, badminton, bola volley dan tennis
meja. Fasilitas kesehatan dengan adanya obat-obat (K3) dan poliklinik untuk
Gambar 1. Lokasi pengambilan sampel penelitian
Gambar 2. sampel penelitian pada dua compartment E68 (A), sampel E69 (B)
Gambar 3. Teknik pengambilan akar akasia sampel E69 (A), E68 (B),
Gambar 4. Teknik sterilisasi akar akasia dengan menggunakan bahan sterilisasi
Gambar 5. Potongan akar akasia pada permukaan media PDA
A B
Gambar 6. Subkultur koloni fungi endofit akar akasia pada permukaan media PDA
Gambar 7. potongan fungi endofit yang akan diidentifikasi dibawah mikroskop