• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isolasi dan Karakterisasi Fungi Endofit Pada Akar tanaman Akasia (Acacia sp) di PT Sumatera Riang Lestari Sei Kebaro Labuhan Batu Selatan Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Isolasi dan Karakterisasi Fungi Endofit Pada Akar tanaman Akasia (Acacia sp) di PT Sumatera Riang Lestari Sei Kebaro Labuhan Batu Selatan Sumatera Utara"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

ISOLASI DAN KARAKTERISASI FUNGI ENDOFIT PADA

AKAR TANAMAN AKASIA (Acacia sp)

DI PT SUMATERA RIANG LESTARI SEI KEBARO

LABUHAN BATU SELATAN SUMATERA UTARA

HASIL PENELITIAN

Oleh:

MENAK HOTNAULI SIADARI

061202013/ BUDIDAYA HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

LEMBAR PENGESAHAN SEMINAR HASIL

Judul Penelitian : Isolasi dan Karakterisasi Fungi Endofit Pada Akar tanaman

Akasia (Acacia sp) di PT Sumatera Riang Lestari Sei Kebaro

Labuhan Batu Selatan Sumatera Utara

Nama : Menak Hotnauli Siadari

Nim : 061202013

Program studi : Budidaya Hutan

Disetujui oleh:

Komisi Pembimbing

Dosen Pembimbing I Dosen pembimbing II

Dr. Ir. Edy Batara Mulya, MS

NIP. 19641228 2000121001 NIP. 197107181999032001 Yurnaliza, S.Si, M.Si

Mengetahui,

Kepala Departemen Kehutanan

(3)

ABSTRAK

MENAK HOTNAULI SIADARI. Isolasi dan Karakterisasi Fungi Endofit Pada

Akar tanaman Akasia (Acacia sp) di PT Sumatera Riang Lestari Sei Kebaro Labuhan Batu Selatan Sumatera Utara. Dibawah bimbingan EDY BATARA

MULYA SIREGAR dan YURNALIZA.

Fungi endofit merupakan mikroorganisme yang berasosiasi dengan jaringan tanaman yang bersifat menguntungkan, fungi endofit ini mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman sedangkan tanaman menyediakan sumber makanan bagi endofit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkarakterisasi jenis-jenis fungi endofit yang terdapat pada akar akasia baik secara makroskopis dan mikroskopis. Sampel penelitian diperoleh dari akar tanaman akasia yang sehat berumur 10 dan 6 tahun. Isolasi dan karakterisasi dilakukan dilaboratorium Budidaya Hutan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan di BFS (Bengkel Fotografi Sains) FMIPA Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret-Mei 2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 10 spesies fungi endofit yang ditemukan pada akar yaitu : Aspergillus

oryzae, Aspergillus candidus, Aspergillus flavus, Aspergillus fumigatus, Fusarium sp, Rhizopus sp, Pestalotia sp, Absidia sp, Curvularia sp dan Penicilium sp. Fungi endofit yan paling dominan yaitu Aspergillus sp 40 %,

kemudian diikuti Absidia sp, Fusarium sp, Rhizopus sp, Pestalotia sp, Curvularia sp, Penicilium sp masing-masing 10 %.

(4)

ABSTRACT

MENAK HOTNAULI SIADARI. Isolation and Characterization of Endophytic

Fungi in Roots of plants of Acacia (Acacia sp) in PT Sumatera cheerfully Sustainable South Sei Kebaro Labuhan Batu, North Sumatra. Under the guidance of EDY BATARA MULYA SIREGAR and YURNALIZA.

Endophytic fungi are microorganisms associated with plant tissues that are profitable, this endophytic fungi can improve plant growth while the plants provide a food source for endophytic. The purpose of this study is to determine and characterize the types of endophytic fungi found on acacia roots both macroscopic and microscopic. Sample was taken from healthy roots of acacia plants 10 and 6 years old. Isolation and characterization conducted laboratory Forest Faculty of Agriculture University of North Sumatra and in the BFS (Photography Workshop Science) University of North Sumatra. This research was conducted from March-May 2010. Results showed that there are 10 species of endophytic fungi found on roots, namely: Aspergillus oryzae, Aspergillus

candidus, Aspergillus flavus, Aspergillus fumigatus, Fusarium sp, Rhizopus sp, Pestalotia sp, Absidia sp, Curvularia sp and Penicilium sp. Yan most dominant

endophytic fungi namely Aspergillus sp 40%, followed Absidia sp, Fusarium sp,

Rhizopus sp, Pestalotia sp, Curvularia sp, Penicilium sp 10% respectively.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Menak Hotnauli Siadari dilahirkan di Sigaol, Dolok Marlawan pada

tanggal 22 januari 1988, anak keenam dari enam bersaudara dari Ayahanda

Maringan Siadari dan Ibunda Rosmauli Tambunan. Pada tahun 2000 penulis

menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD N 1. No 091477 Kec. Jorlang

Hataran, Kab Simalungun, pada tahun 2003 lulus dari SLTP N.I Tiga balata, Kec.

Jorlang Hataran, Kab Simalungun selanjutnya pada tahun 2006 lulus dari SMU

N.1 Tiga Dolok Kec. Dolok Panribuan, Kab Simalungun dan pada tahun yang

Sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Universitas Sumatera Utara, Fakultas

Pertanian, Departemen Kehutanan, Program Studi Budidaya Hutan melalui Jalur

PMB (Panduan Minat belajar).

Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H)

di Taman Nasional Gunung Leuser dan di Pulau Sembilan pada tahun 2008, dan

melaksanakan Praktek Kerja Lapang ( PKL) di Perum Perhutani Unit II Jawa

Timur KPH Banyuwangi Selatan pada bulan Januari - Februari 2010.

Penulis melaksanakan penelitian pada bulan Maret – Mei 2010 dengan

judul ”Isolasi dan Karakterisasi Fungi Endofit pada Akar Tanaman Akasia

(Acacia sp) di PT Sumatera Riang Lestari Sei Kebaro Labuhan Batu Selatan

Sumatera Utara” di bawah bimbingan Dr. Ir. Edy Batara Mulya, MS dan

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

Anugrah, kekuatan dan kemurahanNya sehingga penulis dimampukan untuk dapat

menyelesaikan Hasil Penelitian yang berjudul “ Isolasi dan Karakterisasi Fungi

Endofit Pada Akar Tanaman Akasia (Acacia sp) Di PT Sumatera Riang

Lestari Sei Kebaro Labuhan Batu Selatan Sumatera Utara”

Penelitian bertujuan untuk mengetahui jenis dan mengkarakterisasi fungi

endofit yang terdapat pada akar Akasia baik secara makroskopis dan mikroskopis.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada

1. Kedua orangtua terkasih, Ayahanda Maringan Siadari dan Ibunda

Rosmauli Tambunan, dan kakanda yang tercinta Rotua Berliana Siadari

atas semua doa, dukungan materil dan moril kepada penulis

2. Bapak Dr. Ir. Edy Batara Mulya, MS selaku Dosen Pembimbing I yang

telah banyak memberikan bimbingan, arahan dalam penulisan hasil

penelitian dan kepada ibu Yurnaliza, S.Si, M.Si sebagai Dosen

Pembimbing II yang telah banyak memberikan waktu, perhatian dan saran

dalam penyempurnaan penulisan hasil penelitian ini.

3. Teman-teman di Departemen Kehutanan Program Studi Budidaya Hutan

yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan hasil penelitian,

khususnya Curiani Marbun, B’ Mardian Arif, K’Janna Dalimunthe,

(7)

4. Buat Teman-teman koordinasi periode 2009-2010 Persekutuan Doa

Maranatha (Menak, Johannes, Roselina, Vita, Heppy, Fretty, Boy, B’eko,

Hotrin, Donal) atas dukungan semangat dan doanya.

5. Seluruh pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga hasil penelitian ini berguna bagi kita semua, sebagai dasar penelitian

selanjutnya dan menyumbangkan ilmu pengetahuan baru bagi kemajuan dunia

(8)
(9)

KESIMPULAN DAN SARAN ... 23

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Akasia ... 8

2. Aspergillus orizae koloni berumur 14 hari pada media PDA (A)

dan bentuk mikroskopik (B), konidiofor (a), vesikel (b), konidia (c) . 16

3. Aspergillus candidus koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B), konidiofor (a), vesikel (b), konidia (c) . 16

4. Aspergillus flavus koloni berumur 14 hari pada media PDA (A)

dan bentuk mikroskopik (B), konidiofor (a), konidia (b) ... 17

5. Aspergillus fumigatus koloni berumur 14 hari pada media PDA (A)

dan bentuk mikroskopik (B), konidiofor (a), konidia (b) ... 17

6. Fusarium sp koloni berumur 14 hari pada media PDA (A)

dan bentuk mikroskopik (B), konidiofor (a), makrokonidia (b) ... 18

7. Rhizopus sp koloni berumur 14 hari pada media PDA (A)

dan bentuk mikroskopik (B), sporangiofor (a), sporangia (b) ... 19

8. Curvularia sp koloni berumur 14 hari pada media PDA (A)

dan bentuk mikroskopik (B) konidiofor (a), konidia (b) ... 19

9 Pestalotia sp koloni berumur 14 hari pada media PDA (A)

dan bentuk mikroskopik (B,C), konidia (a), konidiofor (b) ... 20

10 Absidia sp koloni berumur 14 hari pada media PDA (A)

dan bentuk mikroskopik (B) konidiofor (a), konidia (b) ... 21

11 Penicillium sp koloni berumur 14 hari pada media PDA (A)

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Isolat fungi endofit yang diperoleh dari 2 compartment PT SRL ... ... 11

2. Jumlah Genus fungi endofit yang diisolasi dari 2 compartment PT SRL... 12

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Sejarah singkat perusahaan ... 24

Letak dan Luas Wilayah... 24

Kondisi Fisik Lapangan ... 25

(13)

ABSTRAK

MENAK HOTNAULI SIADARI. Isolasi dan Karakterisasi Fungi Endofit Pada

Akar tanaman Akasia (Acacia sp) di PT Sumatera Riang Lestari Sei Kebaro Labuhan Batu Selatan Sumatera Utara. Dibawah bimbingan EDY BATARA

MULYA SIREGAR dan YURNALIZA.

Fungi endofit merupakan mikroorganisme yang berasosiasi dengan jaringan tanaman yang bersifat menguntungkan, fungi endofit ini mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman sedangkan tanaman menyediakan sumber makanan bagi endofit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkarakterisasi jenis-jenis fungi endofit yang terdapat pada akar akasia baik secara makroskopis dan mikroskopis. Sampel penelitian diperoleh dari akar tanaman akasia yang sehat berumur 10 dan 6 tahun. Isolasi dan karakterisasi dilakukan dilaboratorium Budidaya Hutan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan di BFS (Bengkel Fotografi Sains) FMIPA Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret-Mei 2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 10 spesies fungi endofit yang ditemukan pada akar yaitu : Aspergillus

oryzae, Aspergillus candidus, Aspergillus flavus, Aspergillus fumigatus, Fusarium sp, Rhizopus sp, Pestalotia sp, Absidia sp, Curvularia sp dan Penicilium sp. Fungi endofit yan paling dominan yaitu Aspergillus sp 40 %,

kemudian diikuti Absidia sp, Fusarium sp, Rhizopus sp, Pestalotia sp, Curvularia sp, Penicilium sp masing-masing 10 %.

(14)

ABSTRACT

MENAK HOTNAULI SIADARI. Isolation and Characterization of Endophytic

Fungi in Roots of plants of Acacia (Acacia sp) in PT Sumatera cheerfully Sustainable South Sei Kebaro Labuhan Batu, North Sumatra. Under the guidance of EDY BATARA MULYA SIREGAR and YURNALIZA.

Endophytic fungi are microorganisms associated with plant tissues that are profitable, this endophytic fungi can improve plant growth while the plants provide a food source for endophytic. The purpose of this study is to determine and characterize the types of endophytic fungi found on acacia roots both macroscopic and microscopic. Sample was taken from healthy roots of acacia plants 10 and 6 years old. Isolation and characterization conducted laboratory Forest Faculty of Agriculture University of North Sumatra and in the BFS (Photography Workshop Science) University of North Sumatra. This research was conducted from March-May 2010. Results showed that there are 10 species of endophytic fungi found on roots, namely: Aspergillus oryzae, Aspergillus

candidus, Aspergillus flavus, Aspergillus fumigatus, Fusarium sp, Rhizopus sp, Pestalotia sp, Absidia sp, Curvularia sp and Penicilium sp. Yan most dominant

endophytic fungi namely Aspergillus sp 40%, followed Absidia sp, Fusarium sp,

Rhizopus sp, Pestalotia sp, Curvularia sp, Penicilium sp 10% respectively.

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dewasa ini kebutuhan kayu Akasia (Acacia sp) semakin meningkat.

Pemanfaatannya dilakukan untuk berbagai kebutuhan, baik untuk kayu serat dan

terutama untuk bahan baku industri pulp dan kertas. Akasia merupakan jenis

unggulan dalam pembangunan hutan tanaman industri di Indonesia dari 2,5 juta

hektar hutan tanaman yang ada di Indonesia, lebih dari 1 juta hektar adalah hutan

tanaman akasia (Arisman, 2005). Pemanfatan kayu akasia hingga saat ini telah

mengalami spektrum yang lebih luas, baik untuk kayu serat, kayu pertukangan

maupun kayu energi (bahan bakar & arang). Berbagai penelitian telah dilakukan

untuk menunjang perluasan pemanfaatan kayu akasia dalam bentuk kayu utuh,

partikel, ataupun serat. Bahkan dengan masukan teknologi yang terus berkembang

pesat saat ini maka selain kayu akasia, telah diteliti esktraksi kulit akasia dapat

digunakan sebagai bahan perekat (Jamaluddin, 2009.)

Seiring semakin meningkatnya kebutuhan kayu maka harus dilakukan

langkah konkrit untuk meningkatkan produktivitas kayu baik dari segi kualitas

maupun kuantitasnya. Berbagai macam alternatif telah dilakukan untuk

meningkatkan produktivitas tanaman akasia, antara lain penggunaan teknik

kimiawi, teknik ini memerlukan modal yang besar dan tidak ramah lingkungan.

Alternatif lain yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan

mikroorganisme endofit yang terdapat pada jaringan tanaman akasia itu sendiri

yang berfungsi sebagai agen biokontrol dalam meningkatkan produktivitas

(16)

Endofit merupakan mikroorganisme yang berasosiasi dengan jaringan

tanaman sehat yang bersifat menguntungkan. Hampir setiap tanaman tingkat

tinggi memiliki beberapa mikroorganisme endofit yang mampu menghasilkan

senyawa biologi atau metabolit sekunder. Telah banyak penelitian yang dilakukan

untuk mengisolasi mikroorganisme endofit pada beberapa tanaman, misalnya

pada tanaman obat (Tan and Zou, 2001), tanaman perkebunan dan tanaman

budidaya seperti padi (Zinniel et al, 2002), buah-buahan seperti strawberry

(Moussaif e tal., 1977) dan tanaman-tanaman hutan (Strobel, 2002;uryanarayanan

et al, 2003). Manfaat lain dari fungi endofit adalah sebagai pengendali hayati.

Berdasarkan hasil penelitian Yurnaliza et al. (2009) fungi endofit berfungsi

sebagai pengendali hayati penyakit Ganoderma spp pada Kelapa sawit. Hasil

penelitian Roeswitawati (2007) menyatakan fungi endofit berfungsi sebagai

pengendali hayati penyakit lanas (Phytophtora paragitica var nicotianae) pada

Tembakau.

Pada umumnya penyakit yang ditemukan pada akasia adalah busuk akar

yang disebabkan oleh Ganoderma spp dan Phelinus spp. Busuk akar merupakan

penyakit yang paling merugikan karena menyebabkan hilangnya produktifitas

tanaman dan menyebabkan kematian (Old et al., 2000). Apabila masalah tersebut

tidak segera diatasi maka akan berdampak buruk dalam pemenuhan kebutuhan

kayu terutama untuk bahan baku industri pulp dan kertas. Untuk hal itulah penulis

tertarik untuk meneliti fungi endofit pada akasia, diharapkan isolat fungi endofit

nantinya dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan penyakit pada tanaman

(17)

Permasalahan

Jenis-jenis fungi endofit yang terdapat pada tanaman akasia perlu

diketahui keanekaragamannya, sehingga perlu dilakukan isolasi.

Tujuan

1. Untuk mengetahui jenis-jenis fungi endofit yang terdapat pada akar akasia

2. Untuk mengkarakterisasi jenis fungi endofit yang terdapat pada akar

akasia baik secara makroskopis dan mikroskopis.

Manfaat

1. Sebagai bahan dasar penelitiaan antara interaksi fungi endofit dengan

akasia.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Mikroorganisme Endofit

Endofit merupakan asosiasi antara mikroorganisme dengan jaringan

tanaman. Tipe asosiasi biologis antara mikroorganisme endofit dengan tanaman

inang bervariasi mulai dari netral, komensalisme sampai simbiosis. Pada situasi

ini tanaman merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme endofit dalam

melengkapi siklus hidupnya. Fungi endofit adalah fungi yang terdapat di dalam

sistem jaringan tanaman, seperti daun, bunga, ranting ataupun akar tanaman

(Clay, 1988). Tanaman menyediakan sumber makanan untuk pertumbuhan dan

perkembangbiakan mikroorganisme endofit. Fungi ini menginfeksi tanaman sehat

pada jaringan tertentu dan mampu menghasilkan mikotoksin, enzim serta

antibiotika (Carrol, 1988 )

Hampir semua tanaman berpembuluh memiliki endofit. Endofit masuk ke

dalam jaringan tanaman umumnya melalui akar atau bagian lain dari tanaman.

Fungi menembus jaringan tanaman di akar, stomata atau pada bagian tanaman

yang luka. Fungi endofit hidup dalam jaringan tanaman dan membantu tanaman

dalam fiksasi Nitrogen (N2). Sementara itu asosiasi fungi endofit dengan

tumbuhan inangnya, oleh (Carrol 1988) digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu

mutualisme konstitutif dan induktif. Mutualisme konstitutif merupakan asosiasi

yang relatif erat hubungannya antara fungi endofit dengan tanaman inang

terutama rumput-rumputan. Pada kelompok ini fungi endofit menginfeksi ovula

(benih) inang, dan penyebarannya melalui benih serta organ penyerbukan inang.

(19)

tumbuhan inang yang penyebarannya terjadi secara bebas melalui udara dan air.

Jenis ini hanya berasosiasi dalam bagian vegetatif inang dan sering berada dalam

keadaan tidak aktif dalam periode cukup lama dan membentuk biomassa yang

kecil.

Ditinjau dari sisi taksonomi dan ekologi, fungi ini merupakan organisme

yang sangat heterogen. (Petrini et al, 1992) menggolongkan fungi endofit dalam

kelompok Ascomycotina dan Deuteromycotina. Keragaman pada jasad ini cukup

besar seperti pada Loculoascomycetes, Discomycetes, dan Pyrenomycetes.

(Strobell et al. 1996), mengemukakan bahwa fungi endofit meliputi Genus

Pestalotia, Pestalotiopsis, Monochaetia, dan lain-lain. Sedangkan (Clay 1988)

melaporkan, bahwa fungi endofit dimasukkan dalam famili Balansiae yang terdiri

dari 5 Genus yaitu Atkinsonella, Balansiae, Balansiopsis, Epichloe dan

Myriogenospora. Genus Balansiae umumnya dapat menginfeksi tumbuhan

tahunan dan hidup secara simbiosis mutualistik dengan tanaman inangnya. Dalam

simbiosis ini, fungi dapat membantu proses penyerapan unsur hara yang

dibutuhkan oleh tanaman untuk proses fotosintesis serta melindungi tanaman

inang dari serangan penyakit, dan hasil dari fotosintesis dapat digunakan oleh

fungi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. (Bacon, 1991 ; Petrini et

al., 1992 ; Rao, 1994).

Keanekaragaman hayati secara tidak langsung berarti keanekaragaman

senyawa kimia. Kemampuan bertahan hidup dengan tingkat kompetisi yang tinggi

menyebabkan tanaman beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi.

Hal ini menyebabkan tanaman menghasilkan senyawa-senyawa yang unik secara

(20)

menghasilkan produk alami aktif yang lebih banyak. Menurut Bills et al (2002)

dalam Strobel dan Daisy (2003), endofit di daerah tropis dengan jumlah yang

tinggi menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang aktif dalam jumlah yang

lebih banyak dibandingkan dengan endofit tanaman-tanaman yang ada di daerah

subtropis. Jadi tanaman inang mempengaruhi metabolisme endofitnya.

Beberapa ahli telah mengisolasi dan meneliti endofit dari berbagai

tanaman diantaranya; tanaman obat (Tan and Zou, 2001), tanaman perkebunan

(Zinniel et al, 2002), dan tanaman-tanaman hutan (Strobel, 2002; Suryanarayanan

et al, 2003). Dari sekitar 300.000 jenis tanaman yang tersebar dimuka bumi ini,

masing-masing tanaman mengandung satu atau lebih mikroorganisme endofit

yang terdiri dari bakteri dan fungi (Strobel and Daisy, 2003). Bakteri atau fungi

tersebut dapat menghasilkan senyawa metabolit yang dapat berfungsi sebagai

antibiotika (antifungi/antibakteri), antivirus, antikanker, antidiabetes, antimalaria,

antioksidan, antiimmunosupresif (Strobel and Daisy, 2003), antiserangga

(Azevedo et al, 2000), zat pengatur tumbuh (Tan and Zou, 2001) dan penghasil

enzim-enzim hidrolitik seperti amilase, selulase, xilanase, ligninase (Choi et al,

2005), kitinase (Zinniel et al, 2002).

Akasia

Di Indonesia sejak dicanangkan pembangunan HTI pada tahun 1984,

kayu akasia telah dipilih sebagai salah satu jenis favorit untuk ditanam di areal

HTI. Pada mulanya jenis ini dikelompokkan ke dalam jenis-jenis kayu HTI untuk

memenuhi kebutuhan kayu serat terutama untuk bahan baku industri pulp dan

kertas. Dengan adanya perubahan-perubahan kondisional baik yang menyangkut

(21)

kemungkinan terjadi perluasan tujuan penggunaan kayu akasia, yaitu untuk bahan

perekat, kayu serat, kayu pertukangan maupun kayu energi (bahan bakar & arang)

untuk finir, serta perabot rumah yang menarik seperti lemari, kusen pintu, dan

jendela (Jamaluddin, 2009).

Akasia menyebar alami di Queensland utara Australia, Papua New Guinea

hingga propinsi Papua dan Maluku. Akasia termasuk jenis yang cepat tumbuh,

pohonnya berumur pendek (30-50 tahun) dapat beradaptasi terhadap tanah asam

dengan pH (4.5 - 6.5). Pohon akasia tidak toleran terhadap musim dingin dan

naungan. Akasia dapat tumbuh dengan baik pada tanah subur yang baik

drainasenya, dan dapat juga tumbuh pada lahan yang miskin hara, berbatu dan

tanah yang mengalami erosi, bahkan yang jelek drainasenya. Akasia tidak

memiliki persyaratan tumbuh yang tinggi, tanaman ini dapat tumbuh pada

ketinggian antara 30 - 130 mdpl, dengan curah hujan bervariasi antara 1.000 mm -

4.500 mm setiap tahunnya. Tanaman ini merupakan jenis pionir yang cepat

tumbuh dan memiliki daun yang lebar. Untuk mendukung pertumbuhannya akasia

sangat membutuhkan sinar matahari, apabila mendapatkan naungan

pertumbuhannya kurang sempurna hal ini dapat mengakibatkan bentuk batang

menjadi tinggi dan kurus.

Karakteristik pohon akasia pada umumnya selalu hijau, tingginya dapat

mencapai 30 m apabila tumbuh pada tanah yang subur kecuali apabila akasia

tumbuh pada tempat yang kurang subur maka akasia tumbuh lebih kecil antara

7-10 m. Pohon akasia kadang - kadang memiliki bentuk silindris pada batang bagian

(22)

berkayu keras, kasar, beralur longitudinal dan warnanya bervariasi mulai dari

cokelat gelap sampai cokelat terang.

Pada umumnya kulit akasia kasar dan beralur, memiliki warna abu-abu

atau coklat, rantingnya kecil seperti sayap dan daunnya besar, panjangnya

mencapai 25 cm, lebar 3-10 cm berwarna hijau gelap, bunganya berganda dan

memiliki warna putih atau kekuningan, panjangnya mencapai 10 cm dan

bentuknya tunggal atau berpasangan di sudut daun pucuk. Akasia memiliki siklus

pembungaan yang tidak teratur dan pembungaannya dapat terjadi sepanjang tahun

akan tetapi klimaks pembungaan tanaman akasia dapat terlihat dengan jelas

Botani Akasia

Klasifikasi Akasia menurut Tjiptrosoepomo (1988) adalah sebagai berikut:

Kingdom: Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Fabales

Famili : Fabaceae

Genus : Acacia

Spesies : Acacia sp

Gambar 1. Acacia sp

(23)

METODE PENELITIAN

Waktu dan tempat

Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret-Mei 2010 bertempat di

Laboratorium Budidaya Hutan Universitas Sumatera Utara dan BFS (Bengkel

Fotografi Sains) FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Bahan

Bahan-bahan yang dipakai adalah akar (radix) dari akasia. Akar yang dipilih

berasal dari akar sehat (tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit) yang berumur

10 dan 6 tahun, Potato Dextrose Agar (PDA), Yeast Extract, antibotik

Kloramfenikol 0,03 mg, akuades, alkohol 70%, Sodium Hipoklorit 5,3%, Etanol

75%,

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sarung tangan, masker

pernafasan, mikroskop, labu erlenmeyer, pinset , spatula, jarum ose, gelas ukur,

kertas saring dan cuter.

Lokasi Pengambilan Sampel

Akar akasia diperoleh dari kawasan PT Sumatera Riang Lestari ( PT SRL)

Sei Kebaro Labuhan Batu Selatan Sumatera Utara (Lampiran 1) Sampel diambil

(24)

Isolasi Fungi Endofit

Isolasi fungi endofit dari akar akasia dilakukan menurut Metode Radu dan

Kqueen (2002) dengan modifikasi. Tahap awal yang dilakukan adalah mencuci

bagian akar tanaman (3-5 cm) dengan air mengalir selama 20 menit. Selanjutnya

permukaan akar tanaman disterilisasi dengan merendam bagian tanaman

berturut-turut dengan: alkohol 70% selama 2 menit, larutan Sodium Hipoklorit 5,3%

selama 5 menit dan etanol 75% selama 30 detik. Kemudian dibilas dengan

akuades steril sebanyak 2 kali, dan dikeringkan pada kertas saring steril. Setelah

kering, bagian ujung kiri dan kanan akar dibuang + 1 cm. Kemudian

masing-masing akar tersebut dipotong menjadi 2 bagian dan diletakkan di permukaan

media PDA (Potato Dextrose agar) yang telah dicampur dengan antibiotik

kloramfenikol (0,03 mg/ml) dengan posisi bekas potongan ke arah media.

Inkubasi dilakukan pada suhu ruang (25o-30oC) selama ± 5 hari. pengamatan

dilakukan setiap hari selama masa inkubasi. Koloni yang muncul dari bagian akar

tanaman sebelah dalam disubkulturkan ke media PDA yang baru untuk

dimurnikan.

Karakterisasi Fungi Endofit

Isolat fungi endofit yang diperoleh dari akar akasia selanjutnya

dikarakterisasi dan diidentifikasi secara makroskopis berdasarkan tekstur

permukaan dan warna koloni. Selanjutnya dilakukan identifikasi secara

mikroskopik dengan mengamati morfologi fungi berdasarkan konidia menurut

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Isolat fungi endofit

Hasil isolasi fungi endofit dari dua compartment (E 68 dan E 69)

diperoleh sebanyak 10 isolat yang termasuk dalam 7 Genus 6 Famili 4 Ordo dan 3

Kelas yaitu Deutromycetes, Ascomycetes, dan Zygomycetes. Adapun ketujuh

Genus fungi endofit tersebut adalah Aspergillus, Absidia, Fusarium, Rhizopus,

Curvularia, Penicilium, dan Pestalotia. Seluruh fungi endofit yang diisolasi

disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Isolat fungi endofit yang diperoleh dari dua compartment

Berdasarkan jumlah Genus fungi endofit yang ditemuka n di lokasi, Genus

yang terbanyak adalah Aspergillus, dengan jumlah 4 spesies (Aspergillus oryzae,

Aspergillus candidus, Aspergillus flavus dan Aspergillus fumigatus) yaitu 40%

dari 10 spesies yang ditemukan, diikuti Absidia sp, Fusarium sp, Rhizopus sp,

Pestalotia sp, Curvularia sp, dan Penicillium sp masing-masing 10%. Pada Tabel

2 berikut disajikan jumlah Genus endofit yang diisolasi dari dua compartment

(26)

Tabel 2. Jumlah Genus endofit yang diisolasi dari dua compartment

Berdasarkan lokasi pengambilan sampel, ditemukan fungi endofit yang

bervariasi. Pada compartment yang memiliki tingkat keanekaragaman fungi

tertinggi adalah pada E 69 umur tanaman 10 tahun, ditemukan sebanyak 5 Genus

fungi endofit yaitu: Aspergillus, Pestalotia, Absidia, Curvularia, dan Penicillium.

Sedangkan pada compartment E 68 umur tanaman 6 tahun ditemukan sebanyak

3 Genus fungi endofit yaitu : Fusarium, Aspergillus, dan Rhizopus. Pada E 69 dan

E 68 sama-sama ditemukan Genus Aspergillus yang terdiri dari spesies yang

berbeda, perbedaan ini dapat dilihat dari warna koloni dan tekstur permukaan

koloni.

Karakteristik fungi endofit berdasarkan warna permukaan koloni (Tabel 3)

didominasi oleh warna hijau yang bervariasi. Fungi endofit yang memiliki warna

permukaan koloni hijau keputihan ditemukan sebanyak 3 spesies yaitu Aspergillus

oryzae (E68 B6), Aspergillus flavus (E68 D6) dan Penicillium sp (E69 F10).

Fungi endofit yang memiliki permukaan koloni warna hijau lumut ditemukan

sebanyak 1 spesies yaitu Aspergillus candidus (E68 C6) sedangkan fungi endofit

yang memiliki permukaan koloni warna hijau tua ditemukan sebanyak 1 spesies

yaitu Aspergillus fumigatus (E69 B10) dan fungi endofit yang memiliki

(27)

permukaan koloni warna putih ditemukan sebanyak 1 spesies yaitu Pestalotia sp

(E69 C10) dan fungi endofit yang memiliki permukaan koloni warna putih

kekuningan ditemukan sebanyak 1 spesies yaitu Fusarium sp (E68 A6). Fungi

endofit yang memiliki permukaan koloni warna coklat kehitaman ditemukan

sebanyak 1 spesies yaitu Curvularia sp (E69 E10).

Berdasarkan bentuk konidia, ditemukan sebanyak 3 bentuk konidia yaitu

Ovate, Globose, dan Geniculate. Konidia fungi endofit didominasi oleh bentuk

globose. Fungi endofit yang memiliki bentuk globose ditemukan sebanyak 7

spesies yaitu Aspergillus oryzae, Aspergillus candidus, Aspergillus flavus,

Rhizopus sp, Aspergillus fumigatus, Absidia sp dan Penicillium sp. Fungi endofit

yang memiliki bentuk konidia ovate ditemukan sebanyak 2 spesies yaitu

Fusarium sp, dan Pestalotia sp sedangkan fungi endofit yang memiliki bentuk

konidia geniculate ditemukan sebanyak 1 spesies yaitu Curvularia sp. Pada Tabel

3 berikut disajikan karakteristik umum isolat fungi endofit yang diperoleh dari

dua compartment

Tabel 3 Karakteristik umum isolat fungi endofit pada dua compartment

(28)

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian, spesies fungi yang terdapat pada dua

compartment terdiri dari 10 spesies yaitu Aspergillus oryzae, Aspergillus

candidus, Aspergillus flavus, Aspergillus fumigatus, Fusarium sp, Rhizopus sp,

Pestalotia sp, Absidia sp, Curvularia sp, dan Penicillium sp. Berdasarkan hasil

frekuensi kehadiran fungi endofit dari dua compartment, Aspergillus sp

merupakan fungi endofit yang paling banyak jumlahnya yaitu 4 spesies (40%)

dari 10 spesies yang ditemukan, sedangkan kehadiran spesies Absidia sp,

Fusarium sp, Rhizopus sp, Pestalotia sp, Curvularia sp, Penicillium sp

masing-masing 1 spesies (10%) hal ini menunjukkan bahwa Aspergillus memiliki fungsi

penting bagi tanaman. Menurut Ilyas (2007) faktor yang menyebabkan tingginya

kehadiran Aspergillus dalam tanah disebabkan Aspergillus memiliki sebaran

kosmopolit, yang dapat menghasilkan spora vegetatif (konidia) dalam jumlah

yang besar dan pertumbuhan yang sangat cepat. Menurut Dwidjoseputro (1978),

Aspergillus terdapat di mana-mana, baik di daerah kutub maupun di daerah tropik,

dan hampir pada setiap substrat. Aspergillus memiliki fungsi penting bagi

tanaman, Aspergillus dapat berperan dalam menambat N bebas dari udara dan

melarutkan fosfat di dalam tanah yang dapat dijadikan sebagai nutrisi organik

oleh tanaman.

Berdasarkan hasil penelitian, variasi keanekaragaman fungi endofit lebih

tinggi pada compartment E69 daripada compartment E68 hal ini diduga

disebabkan oleh karena umur tanaman akasia pada E69 lebih tua daripada E68.

(29)

banyaknya kandungan substrat dalam tanah yang mampu mendukung

pertumbuhan fungi endofit dalam tanah, dimana kualitas dan kuantitas bahan

organik yang ada dalam tanah mempengaruhi pertumbuhan fungi tanah secara

langsung karena kebanyakan fungi, nutrisinya heterotrofik. Fungi tanah sebagian

besar memanfaatkan sisa-sisa bahan organik dengan mudah, tetapi jumlahnya

dalam tanah bervariasi dan tergantung pada spesiesnya masing-masing. Menurut

Yurnaliza et al (2009) tingginya keanekaragaman fungi endofit disebabkan

karena perbedaan lokasi. Fungi endofit diduga lebih menyukai tanah subur, yang

memiliki bahan organik yang lebih tinggi sehingga mendukung pertumbuhan dan

keanekaragamannya. Menurut Sutedjo et al (1991) tingginya keanekaragaman

fungi endofit disebabkan faktor lingkungan yang terdapat pada lokasi yang

mendukung pertumbuhan fungi endofit seperti suhu udara, kelembaban udara, pH

tanah, dan ketersediaan nutrisi dalam tanah.

Aspergillus oryzae (Gambar 2a) bentuk koloni Aspergillus oryzae pada

Smedium PDA pada saat berumur 7 hari berwarna hijau keputihan. Menurut

Gandjar (1999), koloni Aspergillus oryzae berwarna hijau keputihan dan koloni

bagian tengahnya lebih tebal dari bagian tepi. Pertumbuhan fungi Aspergillus

oryzae sangat cepat dan menyebar. Koloninya berbentuk elips kemudian menjadi

(30)

Gambar 2. Aspergillus oryzae koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B), konidiofor (a), vesikel (b), konidia (c).

Aspergillus candidus (Gambar 3a) bentuk koloni Aspergillus candidus pada

medium PDA pada umur 7 hari berwarna hijau lumut. Pada umur 10 hari koloni

Aspergillus candidus hampir menutupi seluruh pemukaan media PDA.

Pertumbuhannya sangat cepat dan menyebar, koloni Aspergillus candidus pada

umumnya tipis. Menurut Gandjar (1999) konidia Aspergillus candidus berwarna

putih kemudian menjadi krem, dan agak basah pada koloni yang masih segar.

Konidia Aspergillus candidus seringkali ada yang kecil dan berbentuk bulat

hingga semi bulat, dan memiliki dinding tipis dan halus.

A B

a

b

c

A B

a

b

(31)

Aspergillus flavus (Gambar 4a) bentuk koloni Aspergillus flavus pada medium

PDA pada saat umur 7 hari berwarna hijau keputihan, dan pertumbuhan koloninya

lambat. Pada umumnya koloni Aspergillus flavus tebal dan konidianya khas

berbentuk bulat hingga semi bulat .

Gambar 4. Aspergillus flavus koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B), konidiofor (a), konidia (b)

Aspergillus fumigatus (Gambar 5a) bentuk koloni Aspergillus fumigatus pada

medium PDA pada umur 7 hari berwarna hijau tua dan memiliki manik-manik

berwarna putih. Pertumbuhan koloni Aspergillus fumigatus sangat cepat dan

menyebar. Menurut Gandjar (1999) konidia Aspergillus fumigatus khas berbentuk

bulat, konidiofornya pendek, berdinding halus dan berwarna hijau (khusus bagian

atas)

Gambar 5 Aspergillus fumigatus koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B), konidiofor (a), konidia (b)

A B

a

b

A B

(32)

Fusarium sp (Gambar 6a) bentuk koloni Fusarium sp pada medium PDA pada

umur 4 hari berwarna putih bersih, kemudian pada hari ke 7 koloni Fusarium sp

mulai mengalami perubahan warna. Warna koloni berubah menjadi warna orange

kekuningan sehingga pada hari ke 10 koloni Fusarium sp yang berwarna orange

kekuningan tersebut hampir menutupi seluruh permukaan koloni. Menurut

Gandjar (1999) konidiofor Fusarium sp semula berbentuk lateral dan

bercabang-cabang, kemudian percabangannya semakin banyak dan lebat. Makrokonidia

Fusarium sp pada umumnya berbentuk sabit, langsing, dan bersepta mulai 3

hingga 5.

Gambar 6 Fusarium sp koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B),konidiofor (a), makrokonidia (b)

Rhizopus sp (Gambar 7a) menurut Gandjar (1999) koloni Rhizopus sp semula

berwarna keputihan kemudian berubah menjadi coklat keabu-abuan hal ini

disebabkan karena warna coklat dari sporangiofor dan coklat kehitaman dari

sporangia Rhizopus sp. Pada umur 4 hari koloni Rhizopus sp sudah membesar,

pertumbuhan koloni Rhizopus sp sangat cepat. Sporangianya berbentuk bulat

hingga semibulat, dan berwarna coklat kehitaman saat matang. Bentuk

sporangiospora Rhizopus sp pada umumnya tidak teratur, bulat, elips dan

A B

(33)

memiliki garis pada permukaannya. Sporangiofornya tidak berwarna hingga

berwarna coklat gelap, dan berdinding halus.

Gambar 7 Rhizopus sp koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B),sporangiofor (a), sporangia (b)

Curvularia sp (Gambar 8a) menurut Gandjar (1999) pertumbuhan koloni

Curvularia sp sangat cepat, memiliki warna coklat dan bentuknya mirip beludru

atau kapas. Konidiofor Curvularia sp berbentuk tunggal atau berkelompok,

tampak sederhana, lurus atau membengkak. Pada umumnya konidia Curvularia sp

berbentuk geniculate, berwarna coklat dan memucat. Porokonidia (konidia)

Curvularia sp memiliki septa pada tubuhnya antara 3-4 septa.

Gambar 8. Curvularia sp koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B) konidiofor (a), konidia (b)

A B

a

b

A B

(34)

Pestalotia sp (Gambar 9a) bentuk koloni Pestalotia sp pada medium PDA pada

umur 7 hari hampir menutupi keseluruhan permukaan media PDA, pertumbuhan

koloni Pestalotia sp kompak dan sangat cepat, permukaannya sangat lembut dan

memiliki titik hitam ditengah koloni. Warna permukaan koloni Pestalotia sp putih

bersih dan memiliki septa pada tubuhnya antara 2-3 septa

Gambar 9 Pestalotia sp koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik(B,C), konidia (a), konidiofor (b)

Absidia sp (Gambar 10a) bentuk pertumbuhan koloni Absidia sp sangat cepat,

pada saat berumur 7 hari, koloni Absidia sp sudah menutupi keseluruhan

permukaan media PDA. Bentuk koloni Absidia sp tampak seperti kapas, dan

berwarna abu-abu muda. Menurut Gandjar (1999) Hifa Absidia sp berwarna

A B

a

b

(35)

dan memiliki dinding halus hingga agak kasar, kadang-kadang tubuh Absidia sp

memiliki septa. Sporangiofor nya berpigmen agak pucat, berdinding halus hingga

agak kasar, tampak sederhana dan kadang-kadang Sporangiofor nya bercabang.

Absidia sp memiliki banyak spora, berwarna abu-abu kecoklatan ketika matang

dan berdinding transparan. Sporangiasporanya bervariasi bentuknya dari

semibulat, hingga elips.

Gambar 10 Absidia sp koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B) konidiofor (a), konidia (b)

Penicillium sp (Gambar 11a) bentuk koloni Penicillium sp memiliki

pertumbuhan yang sangat cepat pada media PDA, permukaan koloni Penicillium

sp mirip seperti beludru, dan berwarna hijau kecoklatan. Menurut Gandjar (1999)

konidiofor Penicillium sp bercabang tidak teratur dan berdinding halus. Fialidnya

sering soliter, berbentuk silindris dengan leher yang pendek, dan memiliki aneka

bentuk. Konidia Penicillium sp berbentuk bulat hingga silindris, berdinding halus,

berwarna hijau redup dalam jumlah yang sangat banyak.

Penicillium sp merupakan jenis fungi yang banyak digunakan dalam

bidang medis karena kemampuannya dalam menghasilkan antibiotik untuk

menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen. Selain itu Penicillium juga

A B

(36)

memiliki fungsi sebagai penambat N bebas dan pelarut fosfat di tanah, dan dapat

menekan perkembangan penyakit tanaman yang disebabkan oleh patogen tanah

sama halnya seperti Aspergillus sp (Goto, 1999; Bruggen, 2000; Budi, 2000).

Gambar 11 Penicillium sp koloni berumur 14 hari pada media PDA (A) dan bentuk mikroskopik (B) konidiofor (a), konidia (b)

Adapun fungi yang ditemukan pada lokasi penelitian adalah benar fungi

endofit, hal ini telah dibukt ikan dengan pertumbuhan fungi berasal dari bekas

potongan akar bagian bawah yang diletakkan di permukaan media Potato

Dextrose Agar. Dengan demikian fungi yang tumbuh adalah benar berasal dari

dalam akar akasia bukan karena kontaminasi dari lingkungan. Hal ini

membuktikan bahwa sterilisasi permukaan yang dilakukan mampu membersihkan

potongan permukaan akar akasia dengan baik sehingga tidak ada jenis fungi

kontaminan yang diduga masuk kepermukaan akar jadi fungi yang tumbuh pada

media PDA adalah benar fungi endofit.

A B

(37)

Gambar 13. Pertumbuhan fungi endofit berasal dari bekas potongan akar akasia bagian bawah yang diletakkan di permukaan media Potato Dextrose Agar

Selain pembuktian hal diatas, telah dilakukan metode untuk membuktikan

bahwa fungi yang tumbuh pada media Potato Dextrose Agar tersebut adalah

benar fungi endofit yang berasal dari potongan akar akasia dengan melakukan

perendaman bahan sterilisasi pada potongan koloni fungi endofit yang ditemukan.

Dalam hal ini dilakukan perendaman pada fungi Aspergillus candidus dan

Curvularia sp, adapun dasar pemilihan fungi ini disebabkan fungi ini dicurigai

bukan fungi endofit, oleh sebab itu maka dipilih fungi ini untuk dilakukan

pembuktian apakah fungi ini benar berasal dari dalam potongan akar akasia. Dari

hasil penelitian membuktikan bahwa fungi endofit mati pada perlakuan sterilisai,

hal ini membuktikan bahwa Aspergillus candidus dan Curvularia sp benar berasal

(38)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pada akar tanaman akasia di PT Sumatera Riang Lestari ditemuka n

sebanyak 10 spesies fungi endofit yaitu Aspergillus oryzae, Aspergillus

candidus, Aspergillus flavus, Rhizopus sp, Fusarium sp, Aspergillus

fumigatus, Pestalotia sp, Absidia sp, Curvularia sp, Penicillium sp.

2. Spesies Aspergillus sp memberikan persentasi kehadiran tertinggi yaitu

40% dari dua compartment PT Sumatera Riang Lestari

saran

Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan uji antagonis fungi endofit pada

penyakit busuk akar akasia, diharapkan isolat fungi endofit dapat berfungsi

(39)

DAFTAR PUSTAKA

Arisman, H dan Eko B. Hardiyanto, 2005. Acacia mangium – Perkembangan

Budidayanya. Lokakarya Busuk hati dan Busuk akar pada Hutan Tanaman

Akasia. Yogyakarta 7 – 9 Februari 2005 pp. 1- 6

Azevedo, J. L., W. Maccheroni Jr, J. O. Pereira and W. Luiz de Araujo. 2000. Endophytic microorganism: A review on insect control and recent advances on tropical plants. Electronic Journal of Biotechnology. 3 (1): 40-65

Bacon, C. 1991. Isolation, culture and maintenance of endophytic fungi and grasses. In Hand Book of Mycology (D. K. Aurora, D. Rai, K. G. Mukeri, dan G. R. Knudsen, I). Athens. Georgia.

Barnet, H.L. Barry and Hunter. 1987. Ilustrated genera of imperfect fungi fourth edition. United Stated Of Ameriaca.

Bills, G. F. and Polyshook, J. D. 1992. Recovery of endophytic fungi from Chamaechyparisthyoides. Sydowia. 44:1-12.

Bucman and Nyle, C.B.1982. Ilmu Tanah. Diterjemahkan oleh Soegiman. Penerbit Bhrata Karya Aksara. Jakarta.

Bruggen, A. H. C. V. 2000. In search of biological indicators for soil health and diseases supression. Aplied Soil Ecology. 15: 25-26.

Budi, S. W. 2000. Hydrolitic enzyme activity of Paennibacillus sp. strain b2 and effects of the antagonistic bacterium on cell intergrity of two soil borne pathogenic fungi. Aplied Soil Ecology. 15: 191-199

Carrol, G. C. 1988. Fungal endophytes in stem and leaves. From latent pathogens to mutualistic symbiont. Ecology. 69: 2-9

Choi, Y. W. I. J. Hodgkiss and K. D. Hyde. 2005. Enzyme production by endophytes of Brucea javanica. Journal of Agricultural Technology. 1: 55-65

Clay, K. 1988. Fungal endophytes of grasses : A defensive mutualism between plants and fungi. Ecology. 69 (1) : 10-16.

Dinas Pertanian Kota Palembang. Legendary City. 2008. Akasia mangium. Palembang

Doran, J. W. 2000. Soil health and sustainability: Managing the biotic components of soil quality. Apllied Soil Ecology 14: 223-229.

Dwidjoseputro.1978. Pengantar mikologi. Edisi Kedua. Bandung. Penerbit Alumni. hlm. 92-127

(40)

Goenadi, D.H., R. Saraswati., N. N. Nganro, & J. A. S. Adiningsih. 1995. Nutrient

solubilizing and aggregate-stabilizing microbes isolated from selected

humic tropical soil. Menara Perkebunan. 63(2):60-66

Goto, M. 1999. Bacterial plant pathology. Academy Press. Inc., tokyo.

Hakim, N. M.Y.Nyakpa. A.M. Lubis. S.G. Nugraha. M.R. Saul. M.A. Diha. Go Ban Hong. H.H Beiley. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung

Harrison L., C. Teplow., M. Rinaldi.,and G. A Strobel., 1991. Pseudomycins, a family of ovel peptides from Pseudomonas syringae. possessing broad spectrum antifungal activity. J. Gen. Microbiology. 137: 2857-2865

Ilyas.M.2006. Isolasi dan Identifikasi Kapang Pada Relung Rizosfir Tanaman Dikawasan Cagar Alam Gunung Mutis, Ntt.Jurnal Biodiversitas.Vol 7 No3

Ilyas.M.2007. Isolasi dan Identifikasi Mikoflora Kapang Pada Sampel Serasah Daun Tumbuhan Di Kawasan Gunung Lawu, Surakareta, Jawa Tengah. Jurnal Biodiversitas Vol 8, nomor 2.

Kurniawan, 2008. publikasi tulisan ilmiah kehutanan. Balai penyakit pada Aksaia mangium serta alternatif pengendaliannya. Balai penelitian kehutanan palembang.

Lee, S. 2002. Overview of the Heartrot Problem in Acacia-Gap Analysis and Research Opportuniosties. pp.18-21 In: K. Barry (Ed.), (Peny.) Heartrots

in Plantations Hardwoods in Ind. And Autralia. ACACIAR Technichal

Report 5Ie, CSIRO Publishing, Canbera.

Mohammed, L.C, Karen M. Barry dan Ragil S.B Irianto, 2005. Busuk hati dan

busuk akar pada Acacia mangium: Identifikasi gelaja dan penilaian terhadap tingkat serangan. Lokakarya Busuk hati dan Busuk akar pada

Hutan Tanaman Akasia. Yogyakarta 7 – 9 Februari 2005 pp. 20 -30

Moussaif, M., P. Jacques, P. Schaarwachter, H. Budzikiewicz, and P. Thonart., 1997. Production of cyclosporins from Acremonium luzulae. Application. environmental. Microbiology. 63: 1739-1743.

Old, K. M., See L.S., Sharma J.K., & Yuan, Z.Q. 2000. A Manual of Diseases of

Tropical Acacias in Australia, South East Asia and India. Centre for

International Forestry Research. Indonesia.

Petrini, O., T. N. Sieber, L. Toti dan O. Viret., 1992. Ecology metabolite production and substrate utilization in endophytic fungi. Natural Toxins.

1:185-196.

Qualls, R. G. 2000. Phosporus enrichment effects litter decomposition, immobilization and soil microbial phosporus in wet land mesosoms. Soil

(41)

Radu, S and C. Y. Kqueen. 2002. Preliminary screening of endophytic fungi from medicinal plants in malaysia for antimicrobial and antitumor activity.

Malaysian Journal of Medical Science, 9 (2): 23-33

Rao, N.S.S 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Universitas Indonesia. Jakarta.

Rao, N. S. 1982. Biofertilizers in agriculture. Oxford dan IBH Publishing Co., New delhi

Rimbawanto, A. 2005. Busuk hati di hutan tanaman: Latar belakang dari proyek. Lokakarya Busuk hati dan Busuk akar pada Hutan Tanaman Akasia. Yogyakarta 7 – 9 Februari 2005 pp. 14 – 19

Roeswitawati, D. Penggunaan Inokulum Antagonis (Jamur dan Bakteri) dalam Menekan Penyakit Lanas (Phytophthora parasitica var nicotianae) pada Tembakau.

Satyawibawa, I., Y. E. Widyastuti. 2001. Kelapa sawit: Usaha budidaya,

pemanfaatan hasil, dan aspek pemasaran. Cetakan ketiga belas. Penebar

Swadaya. Jakarta. hlm. 94-95, 113-114

Sutedjo.M.M Kartasapoetra. A.G.Sastroatmojo.R.D.S. 1991. Mikrobiologi Tanah. Rineka Cipta.Jakarta.

Suharna, N.1999. pengaruh perlakuan perendaman di dalam air sebelum pemindahan terhadap pemulihan biak-biak monascus spp yang mengering. Jurnal mikrobiologi tropika. 2 (1) : 74-80

Suryanarayanan, T. S., G. Venkatesan and T. S. Murali.2003. Endophytic fungal communities in leaves of tropical forest trees: Diversity and distribution patterns. Current Science, 85 (4): 489-493

Strobel, G. A., W. M. Hess, E. Ford, R. S. Sidhu, and X. Yang., 1996. Taxol from fungal endophytes and the issue of biodiversity. Journal of Industrial

Microbiology. 17: 417-425

Strobel,G. A and B. Daisy. 2003. Bioprospecting for microbial endophytes and their natural products. Microbiology and Molecular Biology Review. 491-502

Syarifuddin. A. 2002. Teknik identifikasi Mikroorganisme Penyedia Unsur hara tanaman pada ultisol pulau buru. Buletin teknik pertanian. Vol.7 Nomor 1. 2002.

Tan, R. X and W. X. Zou. 2001. Endophytes: A rich of functional metabolites.

Nat. Prod. Rep. 18: 448-459

Tjiptrosoepomo, G. 1988. Taksonomi tumbuhan. Gadjah mada university press. Yogyakarta.

Yurnaliza, K, Nurtjahja, Irfan and R. Sinaga (2009) The introducing of endophytic fungi to oil palm seedling : an alternatif of biocontrol ganoderma boninense infection Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciense. University of North Sumatera

(42)

Isolation and characterization of endophytic colonizing bacteria from agronomic crops and prairie plants. Applied and Enviromental

(43)

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Sejarah singkat perusahaan

PT Sumatera Riang Lestari adalah perubahan nama dari PT Sumatera

Sinar Plywood Industri (SSPI), seperti tertuang dalam keputusan Menteri

Kehutanan No SK 99/Menhut-II/2006. Keputusan ini mengubah keputusan

Menteri Kehutanan No SK-262/Menhut-II/2004 beserta lampiran dan areal

kerjanya, sepanjang menyangkut nama badan hukum yang semula atas nama PT

Sumatera Sinar Plywood Industri menjadi PT Sumatera Riang Lestari.

PT Sumatera Riang Lestari memperoleh kepastian pengelolaan areal

kerjanya dengan terbitnya SK Menhut Nomor: SK 262/Menhut-II/2004 tentang

pemberian IUPHHK HTI kepada PT Sumatera Sinar Plywood Industri atas areal

hutan seluas ± 65.000 Ha diprovinsi Sumatera Utara. Jangka waktu pengelolaan

yang diberikan selama 88 tahun, terhitung sejak 21 Juli 2004 hingga 20 Juli 2092.

Letak dan Luas Wilayah

PT Sumatera Riang Lestari terletak pada dua wilayah administrasi yang

dibedakan menjadi dua blok, yaitu blok I terletak pada 01027’15” – 010 37’15” LU

dan 1000

10’43” – 100 0

22’57” BT seluas ± 21.920 Ha, Provinsi Sumatera Utara,

Kabupaten Labuhan Batu, Kecamatan Torganda, dan Kab Tapsel, Barumun

Tengah dan Blok II terletak pada 01009’43” – 01020’27” LU dan 990 48’

46”-100007’32” BT seluas ± 43.080 Ha, Provinsi Sumatera Utara, Kabupaten Tapanuli

(44)

Luas kawasan PT. SRL ± 65.000 Ha, dengan batas wilayah administrasi

pengelolaan :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan dengan PT Torganda, PTP IV Sei Meranti,

PTP IV Bukit Tujuh.

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan PT Torganda

3. Sebelah Barat berbatasan dengan PT Torganda

4. Sebelah Timur berbatasan dengan PT Sinar Belantara Indah (SBI)

Kondisi Fisik Lapangan

1. Topografi

i. Blok I : Kelerengan datar (0-8 %) : 19.393 Ha (81,48 %)

Kelerengan landai (8- 15 %) : 4.407 Ha (18, 52 %)

b. Blok II : Kelerengan datar (0-8 %) : 41.200 Ha (100 %)

PT SRL terletak pada ketinggian 75-280 mdpl, dengan ketinggian tersebut maka

PT SRL termasuk tipe hutan dataran rendah.

2. Tanah

a. Jenis tanah : a) Podsolik

b) Podsol, Gleisol, Regosol

c) Podsolik, Gleisol

d) Gleisol, Kambisol, Alluvial

3. Hidrologi

a. Pada blok I terdapat DAS Sei Daun, yaitu : Sungai Kunuar, Sungai Bagan

(45)

b. Pada blok II terdapat DAS Barumun, yaitu Sungai Hampasang, Sungai

Nabara, Sungai Putih, Sungai Marbuayanamenek, Sungai Tanamarjuarang,

Sungai Manapi, Sungai Garingging, dan Sungai Mahato.

4. Iklim

Munurut Scmidt dan Ferguson, 1951, tipe iklim PT Sumatera Riang Lestari

terdapat pada tipe A, yiitu daerah yang sangat basah dengan vegetasi hutan adalah

hutan tropik.

Sarana dan prasarana

Sarana dan prasarana yang tersedia berupa jalan dan yang mendukung

jalan seperti gorong-gorong, jembatan, mobil yang tersedia untuk para pekerja/

karyawan PT SRL dan juga bagi masyarakat sekitar yang membutuhkan

transportasi. Mess untuk tempat tinggal tinggal pekerja/karyawan, fasilits lain

seperti musholla, listrik, perkantoran, kantin, menara siaga api, alat komunikasi.

Fasilitas olahraga seperti lapangan bola kaki, badminton, bola volley dan tennis

meja. Fasilitas kesehatan dengan adanya obat-obat (K3) dan poliklinik untuk

(46)

Gambar 1. Lokasi pengambilan sampel penelitian

Gambar 2. sampel penelitian pada dua compartment E68 (A), sampel E69 (B)

(47)

Gambar 3. Teknik pengambilan akar akasia sampel E69 (A), E68 (B),

Gambar 4. Teknik sterilisasi akar akasia dengan menggunakan bahan sterilisasi

Gambar 5. Potongan akar akasia pada permukaan media PDA

A B

(48)

Gambar 6. Subkultur koloni fungi endofit akar akasia pada permukaan media PDA

(49)

Gambar 7. potongan fungi endofit yang akan diidentifikasi dibawah mikroskop

Gambar

Tabel 1. Isolat fungi endofit yang diperoleh dari dua compartment
Tabel 2. Jumlah Genus endofit yang diisolasi dari dua compartment
Tabel 3 Karakteristik umum isolat fungi  endofit pada  dua  compartment
Gambar 3. Aspergillus candidus koloni berumur 14  hari pada media PDA (A) dan bentuk                     mikroskopik (B), konidiofor (a), vesikel (b), konidia (c)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada pasien dengan gagal jantung kronis menjadi obat terpilih untuk memblok efek aldosteron yang memediasi kerusakan pada jantung, ginjal dan pembulu darah.. Tujuan :

Faktor-faktor yang menjadi kendala dan permasalahan yang dihadapi petani dalam pengembangan Kutu Lak di Desa Sugian Kecamatan Sambelia Kabupaten Lombok Timur

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia- Nya, yang telah memberikan kekuatan dan kemudahan sehingga penyusunan Skripsi yang berjudul ”

Penambahan pupuk majemuk NPK dapat meningkatkan pertumbuhan jamur tiram putih diperkuat oleh hasil penelitian Semiatun (2007), pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa

Untuk menjawab tantangan baru dalam pelaksanaan program RBTK, telah disusun 20 inisiatif baru program RBTK dengan strategic outcomes “Terjaganya kesinambungan fiskal melalui

Hal ini terjadi karena pasar modal NYSE berada di negara dengan proteksi investor yang kuat sehingga legal sistem perusahaan Asia tersebut tidak mampu memperkuat pengaruh

Semua Mode adalah mode-mode yang dapat digunakan oleh Amatir Radio dengan lebar pita yang diizinkan sesuai pita frekuensi radionya.. Amplitudo Modulation

Metode ini dipilih karena pada tahap ini akan dilakukan uji coba model pencitraan korporasi dan pangsa pasar dalam persepektif corporate social responsibility, customer