• Tidak ada hasil yang ditemukan

Representasi Feminisme Dalam Film (Analisis Semiotika Representasi Feminisme Dalam Film “Sex And The City 2 (2010)”)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Representasi Feminisme Dalam Film (Analisis Semiotika Representasi Feminisme Dalam Film “Sex And The City 2 (2010)”)"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

1

REPRESENTASI FEMINISME DALAM FILM

(Analisis Semiotika Representasi Feminisme Dalam Film “Sex And The City 2 (2010)”)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Disusun Oleh :

Rani Indah Komala Harahap 060904065

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)

2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat Yesus Kristus, yang tak henti-hentinya mencurahkan kasih dan rahmatNya, dan tetap setia mendampingi peneliti sehingga akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini. Banyak permasalahan dan kendala yang peneliti hadapi dalam pengerjaan skripsi ini, tetapi peneliti merasakan kebesaranNya yang terus tercurah atas peneliti sehingga akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulisan karya ilmiah ini dilakukan adalah sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan S-1 di Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Melalui penulisan karya ilmiah ini juga peneliti dapat menuangkan dan menggunakan ilmu-ilmu yang peneliti dapatkan selama kuliah di Departemen Ilmu Komunikasi.

Peneliti menyadari ada banyak pihak yang membantu dan memiliki peran yang besar dalam pengerjaan skripsi ini. Oleh karena itu peneliti ingin menyampaikan banyak terima kasih, terkhusus kepada kedua orangtua peneliti, Ayahanda Aman S. Harahap S.Sos dan Ibunda Ratna Bulan Siregar S.H yang sudah banyak mendukung peneliti melalui doa, perhatian, motivasi dan materi yang sudah diberikan selama proses pengerjaan skripsi ini. Selain itu, peneliti juga ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

(3)

3

3. Bapak Drs. Hendra Harahap, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, membantu, dan memberikan masukan serta sumbangan pemikiran dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Emilia ramadhani, S.Sos, selaku dosen wali peneliti.

5. Kepada pihak Departemen; Kak Icut, Kak Maya dan Kak Ros yang sudah banyak membantu peneliti selama masa perkuliahan dan dalam proses pengerjaan skripsi ini.

6. Saudara-saudara peneliti ; Raja Arif rahman Harahap dan Syukur Ahmad Harahap.

7. Sahabat-sahabat peneliti yang telah mendampingi peneliti selama masa-masa perkuliahan dan menghadapi dinamika kampus. Kepada Lintang M. Simorangkir, Ari Juniko Siallagan, Rio, Kum-kum, Suci, Alez, Hendra, Tika, Via, Titin, Bembenk, Jhon, Bungsu, Terima kasih atas segala dukungan dan semangat yang diberikan kepada peneliti selama ini. “What I Care, I Live On My Own !!!”

8. Kepada Sahabat di Departemen Ilmu Komunikasi, khususnya stambuk 2006. Kepada Icha, Manda, Nurul. Terima kasih atas segala masukan, motivasi dan keceriaan yang telah diberikan selama ini.

(4)

4

Dalam pengerjaan skripsi ini, peneliti menyadari banyak terdapat kekurangan. Untuk itu, peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Akhir kata, peneliti berharap agar skripsi ini dapat berguna bagi peneliti sendiri dan juga bagi mahasiswa di Departemen Ilmu Komunikasi dan dapat menambah referensi bagi yang membutuhkan.

Medan, 4 Juni 2011 Peneliti

(5)

5 ABSTRAK

Representasi Feminisme dalam film “Sex And The City 2” Film “The Devil Wears Prada” merupakan film yang ber-setting dalam dunia fashion. Bercerita mengenai kehidupan empat perembuat yang bersahabat; Carrie, Miranda, Samantha, dan Charlotte yang selalu mengalami tantangan dalam persahabatan, cinta, karir, dan hubungan sosial. Berdasarkan hal tersebut, rumusan masalah yang ingin dijawab dalam penelitian ini bagaimana representasi feminisme dalam film “Sex And The City2”?. Metode yang digunakan adalah metode semiotika khususnya kode-kode televisi John Fiske.

Subtema yang digunakan untuk menganalisa film tersebut adalah feminisme dalam hubungan dunia kerja, feminisme dalam hubungan dengan pasangan dan keluarga, feminisme dalam hubungan dunia sosial. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan bahwa dalam proses encodingnya yang menghasilkan sebuah teks film, faktor-faktor eksternal di luar maksud pembuat film dapat berperan dalam membentuk muatan ideologisnya. Lalu, kesimpulan dalam penelitian ini adalah pada akhirnya, ditemukan bahwa film dapat menjadi media untuk menyampaikan pesan berupa representasi atas realita sosial dari kesetaraan hak antara perempuan dan laki-laki dalam berbagai bidang, sebagai manusia yang sederajat yang disebut feminisme.

Kata kunci :

(6)

6 DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

LEMBAR PENGESAHAN ...ii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... iii

KATA PENGANTAR ...iv

ABSTRAK...vii

DAFTAR ISI...viii

DAFTAR TABEL...x

DAFTAR GAMBAR ...xi

DAFTAR LAMPIRAN ...xii

I. PENDAHULUAN ...1

I.1. Latar Belakang Masalah ...1

I.2. Perumusan Masalah ...5

I.3. Pembatasan Masalah………5

I.4. Tujuan Penelitian ...6

I.5. Manfaat Penelitian ...6

I.6. Kerangka Teori...6

I.6.1. Komunikasi dan Komunikasi Massa………7

I.6.2. Film Sebagai Media Massa………..7

I.6.3. Semiotika……….9

I.6.4. Television Codes ………..10

I.6.5. Feminisme………..11

I.6.6. Perempuan………..14

(7)

7

1.8. Defenisi Konseptual...16

II. URAIAN TEORITIS...17

II.1. Teori (Konsep)...17

II.1.1. Komunikasi dan KomunikasiMassa...17

II.1.1.1. Ciri-ciri Komunikasi Massa………18

II.1.1.2. Fungsi Komunikasi Massa………..29

II.1.2. Film Sebagai Media Massa ...40

II.1.2.1. Jenis-jenis Film………42

II.1.2.2. Genre Film………..44

II.1.3. Representasi………...45

II.1.4. Semiotika………...50

II.1.5. Television Codes………54

II.1.6. Feminisme dan Film………...65

II.1.6.1. Feminisme Liberal………69

II.1.6.2. Feminisme Radikal………...71

II.1.6.3. Feminisme Postmodern………71

II.1.6.4. Feminisme Multikultural………...72

II.1.6.5. Feminisme Global……….74

II.1.6.6. Ekofeminisme………76

II.1.7. Perempuan………..77

II.2. Nisbah Antar Konsep………78

(8)

8

III. METODE PENELITIAN ...81

III.1. Definisi Konseptual ... 81

III.2. Jenis Penelitian ...82

III.3. Metode Penelitian...82

III.4. Sasaran Penelitian...85

III.5. Unit Analisis ...85

III.6. Jenis Sumber Data ...87

III.7. Teknik Pengumpulan Data ...87

III.8. Teknik Analisis Data ...88

IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ...90

IV.1. Gambaran Umum Film “Sex And The City 2”...90

IV.1.1. Film “Sex And The City 2”...90

IV..1.2. Sinopsis Film “ Sex And The City 2” ...92

IV.2. Temuan Data...98

V. KESIMPULAN DAN SARAN...129

V.1. Kesimpulan...129

V.2. Saran ...133

DAFTAR PUSTAKA ...134

LAMPIRAN ...135

DAFTAR TABEL 4.1. Profil “Sex And The City 2”...90

(9)

9

1. Kerangka Pemikiran………15

2.1. Unsur Makna Pierce ...52

2.2. Unsur Makna Saussure ...53

2.3. Kerangka Pemikiran ...80

3.1. Kode-Kode Televisi John Fiske ...83

4.1. Gambar 4.1 ...90

4.2. Gambar 4.2 ...99

4.3. Gambar 4.3 ...99

4.4. Gambar 4.4 ...99

4.5. Gambar 4.5 ...99

4.6. Gambar 4.6 ...99

4.7. Gambar 4.7 ...99

4.8. Gambar 4.8 ...99

4.9. Gambar 4.9 ...99

4.10. Gambar 4.10 ...101

4.11. Gambar 4.11 ...102

4.12. Gambar 4.12 ...105

4.13. Gambar 4.13 ...105

4.14. Gambar 4.14 ...109

4.15. Gambar 4.15 ...111

4.16. Gambar 4.16 ...113

4.17. Gambar 4.17 ...113

4.18. Gambar 4.18 ...114

(10)

10

4.20. Gambar 4.20 ...116

4.21. Gambar 4.21 ...118

4.22. Gambar 4.22 ...118

4.23. Gambar 4.23 ...118

4.24. Gambar 4.24 ...121

4.25. Gambar 4.25 ...121

4.26. Gambar 4.26 ...121

4.27. Gambar 4.27 ...122

4.28. Gambar 4.28 ...124

4.29. Gambar 4.29 ...125

4.30. Gambar 4.30 ...125

4.31. Gambar 4.31 ...127

4.32. Gambar 4.32 ...127

(11)

5 ABSTRAK

Representasi Feminisme dalam film “Sex And The City 2” Film “The Devil Wears Prada” merupakan film yang ber-setting dalam dunia fashion. Bercerita mengenai kehidupan empat perembuat yang bersahabat; Carrie, Miranda, Samantha, dan Charlotte yang selalu mengalami tantangan dalam persahabatan, cinta, karir, dan hubungan sosial. Berdasarkan hal tersebut, rumusan masalah yang ingin dijawab dalam penelitian ini bagaimana representasi feminisme dalam film “Sex And The City2”?. Metode yang digunakan adalah metode semiotika khususnya kode-kode televisi John Fiske.

Subtema yang digunakan untuk menganalisa film tersebut adalah feminisme dalam hubungan dunia kerja, feminisme dalam hubungan dengan pasangan dan keluarga, feminisme dalam hubungan dunia sosial. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan bahwa dalam proses encodingnya yang menghasilkan sebuah teks film, faktor-faktor eksternal di luar maksud pembuat film dapat berperan dalam membentuk muatan ideologisnya. Lalu, kesimpulan dalam penelitian ini adalah pada akhirnya, ditemukan bahwa film dapat menjadi media untuk menyampaikan pesan berupa representasi atas realita sosial dari kesetaraan hak antara perempuan dan laki-laki dalam berbagai bidang, sebagai manusia yang sederajat yang disebut feminisme.

Kata kunci :

(12)

11 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Film pertama kali ditemukan pada abad 19, tetapi memiliki fungsi yang sama dengan media lain seperti menyebarkan hiburan, menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, lawak, dan sajian teknis lainnya pada pada masyarakat umum. Kehadiran film merupakan respon terhadap “penemuan” waktu luang di luar jam kerja dan jawaban terhadap kebutuhan menikmati waktu senggang secara hemat dan sehat bagi seluruh anggota keluarga. Dengan demikian, jika ditinjau dari segi perkembangan fenomenalnya, akan terbukti bahwa peran yang dimainkan oleh film dalam memenuhi kebutuhan tersembunyi memang sangat besar.

Film selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, dan kemudian memproyeksikannya ke atas layar lebar. Begitu pula halnya denganmasalah mengenai perempuan yang selalu menarik untuk dibicarakan dan tidakakan pernah ada habisnya untuk dibahas. Pandangan masyarakat mengenaiperempuan sebagian besar juga terbentuk oleh apa yang selama ini digambarkanoleh media massa, terutama sinema atau film.

(13)

12

film, serta perempuan sebagai objek seks. Beberapa ahli juga berpendapat bahwa bahwa film atau sinema adalah alat untuk memenuhi kesenangan kaum lelaki. Perempuan selalu menjadi kaum pinggiran dan hanya dimanfaatkan dalam melodrama yang menyentuh hati, sinema-sinema horor atau film-film yangbertema seksual.

Di era sekarang ini kajian feminisme cukup menarik perhatian. Feminisme menjadi isu seksi yang menarik para pemikir sosial untuk masuk lingkaran yang terkonsentrasi pada kajian relasi laki-laki dan perempuan secara makro. Feminisme bisa dianggap sebagai ideologi politis yang menginginkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Perdebatan tentang perempuan dalam ruang domestik (rumah tangga) menjadi tidak populer ketika gerakan kesetaraan gender dan feminisme mengemuka. Perempuan berhak atas ruang publik yang sering dikuasai lakilaki. Perebutan ruang sejarah, wacana, kekuasaan, politik, ekonomi, dan budaya selama ini masih menempatkan perempuan dalam kuburan narasi sejarah patriarki. Selama ini isu-isu gender dan feminisme lebih berkutat pada hak-hak politik. Posisi dan hubungan perempuan dalam budaya dominan, kekuasaan, wacana, dan identitas adalah pertanyaaan yang terus mengemuka dalam kajian feminis.

(14)

13

dilepaskan dari perempuan. Bahkan secara ironis menjadikan konsumerisme (belanja) sebagai pembentuk identitas perempuan. Inilah yang menyebabkan perempuan menjalani kontradiksi, dan mungkin alienasi dalam kehidupan mereka.

Sex And The City 2 merupakan film karya Hollywood dari studio besar Amerika Warner Bross Picture. Film ini salah satu contoh kesuksesan film Hollywood. Kesukeskan film Sex and The City 2 telah menjadi fenomena yang menginspirasikan gaya hidup perempuan dunia yang tak terlepas dari fun, friendship, dan fashion. Film Sex and The City 2 telah memberi inspirasi bagi

seluruh perempuan dunia termasuk Indonesia, inspirasi itu berupa gaya busana, teknologi berbalut desain menawan sampai minuman favorit.

Dalam film Sex And The City 2, Warner Bross Picture menggandeng tiga brand dan trendsetter dari industri berbeda yaitu HP, Mercedes Benz, dan SKYY

(15)

14

Brand-brand yang mendukung film ditunjukkan dalam setiap momen di dalam film Sex and The City2. Salah satu momen yang paling menarik perhatian adalah ketika perempuan-perempuan para pemain film tersebut sedang berada di Manhattan dengan mengenakan kostum penuh gaya sambil bercengkerama sembari menikmati minuman-minuman favorit. Setiap momen tersebut menyuguhkan fashion yang merupakan perwakilan brand-brand tertentu sehingga menggambarkan gaya perempuan dalam film tersebut yang dekat dengan brand-brand terkenal dan menjadikan perempuan sebagai ikon untuk menjual dan mempromosikan produk tertentu.

Fun, fashion, and friendship, itulah tiga kata ajaib yang mengikat empat

wanita modern berbeda latar belakang dan karakter dalam film Sex and The City. Dalam sekuel kedua, persahabatan keempatnya semakin kuat dan masing-masing mengintrospeksi kehidupan cintanya. Cerita khas tentang persahabatan, cinta, dan hubungan sosial menjadi daya tarik film Sex and The City 2, seperti yang juga ditampilkan di film seri pertama. Sebagai ikon film, kisah rumah tangga Carrie Bradshaw (Sarah Jessica Parker) dengan seorang ahli keuangan bernama Big (Chris Noth) kerap ditonjolkan. Tapi tidak hanya cinta, perjalanan karier dan persahabatan Carrie pun dikemas apik. Ketiga sahabat yang senantiasa menghidupkan hari-hari Carrie, adalah Samantha Jones (Kim Cattrall) yang bekerja sebagai Public Relation, Miranda Hobbes (Cynthia Nixon) seorang pengacara, dan Charlotte York (Kristin Davis) seorang curator.

(16)

15

Oleh karena itu berdasarkan penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang bagaimana representasi feminisme dalam film Sex and The City 2.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “Bagaimana Representasi Feminisme dalam Film Sex And The City 2 ?”.

1.3. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlau luas, maka peneliti memberi batasan masalah yang lebih jelas dan spesifik, yaitu sebagai berikut:

1. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif.

2. Subjek yang diteliti adalah film Sex And The City 2 Tahun 2010

3. Penelitian tentang representasi perempuan feminis dalam film Sex And The

City 2 ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan analisis semiotika untuk menganalisis reperesentari feminisme dalam film. Penelitian

ini mengacu “Television Codes” oleh John Fiske karena dianggap sesuai

untuk penelitian sebuah film.

4. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2010-Januari 2011

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Representasi

(17)

16 1.5. Manfaat Penelitian adalah:

1. Secara teoritis penelitian ini ditujukan untuk memperkaya khasanah penelitian tentang representasi feminisme dalam film yang diteliti melalui analisis semiotika.

2. Secara praktis, hasil analisi ini diharapkan bermanfaat bagi pembaca agar lebih kritis dalam memaknai pesan yang disampaikan media.

3. Secara akademis, penelitian ini dapat disumbangkan kepada Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU, guna memperkaya bahan penelitian dan sumber bacaan.

1.6. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah suatu uraian yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti. Dengan demikian adanya kerangka teori maka penulis akan mempunyai landasan untuk menentukan tujuan dan arah penelitiannya (Nawawi, 1995: 40)

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori-teori antara lain: 1. Komunikasi dan Komunikasi Massa

2. Film Sebagai Media Massa 3. Semiotika

4. Television Codes 5. Feminisme 6. Perempuan

1.6.1. Komunikasi dan Komunikasi Massa

(18)

17

communication, atau communicare yang berarti “membuat sama”. Istilah yang

paling sering disebut sebagai asal-usul kata komunikasi yang merupakan akar dari kata Latin adalah Communis.

Komunikasi merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia dalam kaitannya dengan hubungan antarindividu. Komunikasi merupakan sarana vital untuk mengerti diri sendiri, orang lain, dan memahami apa yang dibutuhkan orang lain serta untuk mencapai pemahaman tentang dirinya dan sesama.

Komunikasi Massa dapat diartikan sebagai proses komunikasi yang berlangsung dimana pesan dikirim dari sumber yang melembaga kepada khalayak yang sifatnya misal melalui alat-alat yang bersifat mekanis seperti radio, televisi, dan film (Cangara, 2006:36). Pengertian Saverin dan Tankard menyatakan bahwa komunikasi massa adalah sebagian keterampilan (skill), sebagian seni (art), dan sebagian ilmu (science). Maksudnya, tanpa adanya dimensi menata pesan tidak mungkin media massa memikat khalayak yang pada akhirnya pesan tersebut dapat mengubah sikap, pandangan, dan perilaku komunikan (Effendi, 2005:210)

1.6.2. Film Sebagai Media Massa

(19)

18

funsi seperti hiburan, penerangan, pendidikan, untuk mempengaruhi dan ajang sosialisasi.

Film merupakan salah satu jenis media massa yang sudah diproduksi sejak tahun 1901. Berikut ini adalah jenis-jenis film berdasarkan sifatnya (Effendy, 2005: 210):

1. Film cerita (story film)

Adalah film yang mengandung cerita, yaitu yang lazim dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop dengan bintang filmnya yang tenar.

2. Fim berita (newsreel)

Adalah film mengenai fakta, peristiwa yang benar-benar terjadi. Karena sifatnya berita, maka film yang disajikan kepada public harus mengandung nilai berita (news value)

3. Film Dokumenter (documentary film)

Adalah film yang merupakan interpretasi puitis yang bersifat pribadi dari kenyataan-kenyataan. Tidak seperti film berita yang dibuat tergesa-gesa, film documenter memerlukan pemikiran dan perencanaan yang matang. 4. Film Kartun (cartoon film)

Adalah film yang berasal dari rangkaian lukisan yang dipotret dan diputar dalam proyektor film sehingga lukisan etrsebut menjadi hidup.

(20)

19

sebagai sarana hiburan dapat dinikmati sebagai pengisi waktu senggang hemat bagi seluruh keluarga.

1.6.3. Semiotika

“Semiotika adalah studi mengenai pertandaan dan makna dari system tanda, ilmu tentang tanda, bagaimana makna dibangun dalam teks media, atau studi tentang bagaimana tanda dari jenis karya apapun dalam masyarakat yang menkonsumsi makna (Fiske, 2004:282)”

Dalam teori semiotika, pokok studinya adalah tanda atau bagaiman cara tanda-tanda itu bekerja juga dapat disebut semiologi. Tanda-tanda itu hanya mengemban arti pada dirinya sendiri, dengan kata lain jika diterapkan jika diterapkan pada tanda-tanda bahasa, maka huruf, kata, dan kalimat, tidak memiliki arti pada dirinya sendiri. Tanda-tanda itu hanya mengemban arti (significant) dalam kaitan dengan pembacanya, pembaca itulah yang menghubungkan tanda dengan apa yang ditandakan (signifie) sebagai konvensi dalam sistem bahasa yang bersangkutan. Segala sesuatu yang memiliki sistem tanda, dapat dianggap teks, contohnya di dalam film, majalah, televisi, klan, koran, brosur, novel, bahkan di surat cinta sekalipun.

Tiga bidang studi utama dalam semiotika adalah (Fiske, 2004: 60):

1. Tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang berbeda, cara-cara tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna, dan cara-cara tanda itu terkait dengan manusia yang menggunakannya. Tanda adalah kontruksi manusia dan hanya bias dipahami dalam artian manusia yang menggunakannya.

(21)

20

masyarakat atau budaya atau mengeksploitasi saluran komunikasi yang tersedia untuk mentrasmisikannya.

3. Kebudayaan dan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri.

1.6.4. Television Codes

Television codes adalah teori yang dikemukakan oleh John Fiske atau yang biasa disebut kode-kode yang digunakan dalam dunia pertelevisian. Menurut Fiske, kode-kode yang muncul atau yang digunakan dalam acara televisi tersebut saling berhubungan sehingga terbentuk sebuah makna. Menurut teori ini pula, sebuah realitas tidak muncul begitu saja melalui kode-kode yang timbul, namun juga diolah melalui penginderaan serat referensi yang telah dimiliki oleh pemirsa televisi, sehingga sebuah kode akan dipersepsi secara berbeda oleh orang yang berbeda juga.

Dalam kode-kode televisi yang diungkapkan dalam teori John Fiske, bahwa peristiwa yang ditayangkan dalam dunia televisi telah dienkode oleh kode-kode sosial yang terbagi dalam tiga level sebagai berikut:

1. Level pertama adalah realitas (Reality)

Kode sosial yang termasuk di dalamnya adalah appearance (penampilan), dress (kostum), make-up (riasan), environment (lingkungan), behavior

(kelakuan), speech (dialog), gesture (gerakan), expression (ekspresi), sound (suara).

(22)

21

Kode sosial yang termasuk di dalamnya adalah camera (kamera), lighting (pencahayaan), editing (perevisian), music (musik), dan sound (suara). 3. Level ketiga adalah Ideologi (Ideology)

Kode sosial yang termasuk di dalamnya adalah individualisme (individualism), patriarki (patriarchy), ras (race), kelas (class),

materialisme (materialism), kapitalisme (capitalism).

Dalam analisi ini sesuai dengan teori yang digunakan oleh John Fiske, peneliti hanya akan menggunakan kode-kode sosial seperti dress, setting, behavior, music, class, speech, character, make-up, environment, dialogue.

1.6.5. Feminisme

Istilah feminisme berasal dari kata Latin femina yang berarti memiliki sifat keperempuanan. Tidak seperti pandangan atau pemahaman lainnya, feminisme tidak berasal dari teori atau konsep yang didasarkan atas formula teori tunggal. Maka dari itu tidak ada defenisi secara spesifik atas pengaplikasian feminisme yang disepakati kalangan pemikir pada umumnya dan kaum feminis pada khususnya. Hingga saat ini istilah feminisme telah menimbulkan beragam interpretasi antara lain sebagai sebuah ideologi, gerakan dan juga sebuah aliran pemikiran, atau bahkan teori pembagian kelas dalam masyarakat. Namun berdasarkan latar belakang kemunculannya, feminisme lebih umum diartikan sebagai sebuah gerakan sosial

(23)

22

bidang, sebagai manuasia yang sederajat. Mencari solusi ini yang disebut gerakan feminisme.

Pada hakekatnya, tujuan feminisme adalah transformasi sosial untuk menciptakan suatu keadaan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki. Feminisme sebagai suatu gerakan memiliki dimensi sejarah yang panjang, dimulai pada abad ke-14. Secara garis besar, perkembangan gerakan feminisme dapat dibagi dalam tiga periode yaitu feminisme gelombang pertama (first wafe feminism), gelombang kedua (second wafe feminism), dan gelombang ketiga (third wafe feminism)

(24)

23

secara tajam masyarakatnya yang tidak memberikan hak pendidikan yang sama untuk perempuan (Arivia, 2003:85). Pergerakan perempuan pada tahun 1960an dengan cepat menjadi suatu kekuatan politik yang menyebar di Eropa dan Amerika. Landasan-landasan teoritis yang dipakai dalam gelombang ini adalah feminisme liberal, femminisme radikal, dan feminisme Marxis atau Sosialis (Arivia, 2003: 85).

Seiring dengan perkembanagn zaman, kurang lebih seratus tahun setelah kelahirannya, feminisme memasuki gelombang kedua. Gerakan ini ditandai dengan lahirnya sebuah pemahaman bahwa perempuan memang berbeda dengan laki-laki, tetapi yang menjadi penyebab perlakuan tidak adil terhadap perempuan adalah konstruksi sosial yang dibentuk oleh masyarakat patriakal. Maka dari itu, isu utama yang diusung feminisme gelombang kedua perlawanan terhadapa legalitas budaya patriarki. Gelombang kedua pemikiran feminisme sangat signifikan tehadap pengorganisasian sejarah feminisme. Awal dari pemunculan gelombang kedua feminisme berhubungan dengan upaya mereka untuk menjelaskan persoalan fundamental penindasan terhadap perempuan dan sekaligus untuk menjawab tantangan teori Marxisme. Namun pada tahun 1970an, feminisme gelombang kedua mulai memfokuskan diri kepada pemikiran bahwa perempuan memiliki kemampuan yang sama seperti laki-laki. Singkatnya perempuan dan laki-laki adalah sama (Arivia, 2003:120)

(25)

24

diri, dengan titik tolak perjuangan dekonstruksi budaya perempuan dan penanaman perempuan baru ke dalam kesadaran politik. Wacana gelombang ketiga feminisme sangat dipengaruhi oleh postmodernisme.

Dalam film Sex And The City 2, feminisme lebih ke arah gelombang ketiga, dimana feminisme yang terjadi dalam peristiwa tersebut adalah perempuan yang tangguh, memperjuangkan harga diri, dan percaya diri. Selain itu dalam film ini, akan menjabarkan mengenai feminisme yang difokuskan kepada beberapa aliran feminisme, yaitu feminisme liberal, feminisme postmodern, feminisme radikal, feminisme multikultural, feminisme global, dan ekofeminisme.

1.6.6. Perempuan

Pengertian perempuan menurut Fakih (2004) adalah manusia yang memilki alat reproduksi seperti rahim, saluran untuk melahirkan, memproduksi telur, memilki vagina, dan mempunyai alat menyusui. Sedangkan menurut konsep gender, perempuan adalah manusia yang memiliki sifat lemah lembut, cantik, emosinal, atau keibuan.

(26)

25

untuk menggambarkan perbedaan psikologis, sosial dan budaya antara laki-laki dan perempuan.

1.7. Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

1.8. Defenisi Konseptual

Dalam penelitian yang berjudul Representasi Feminisme dalam film Sex And The City 2, maka defenisi konseptual yang dipaparkan peneliti adalah sebagai berikut:

1. Representasi

Representasi adalah konsep yang digunakan dalam proses pemaknaan melalui sitem tanda yang ada. Tanda-tanda tersebut tersaji dalam dialog, tulisan,

Film Sex And The City 2

Representasi Feminisme

Semiotika

Semiotika Televisi Kode-kode televisi John Fiske

Level Representasi

Level Ideologi Level

Realitas

(27)

26

fotografi, video, film, tayangan televisi, dan sebagainya. Proses pemaknaan melibatkan konsep tentang feminisme yang dimiliki oleh peneliti dan suara serta gambar yang terdapat dalam film Sex And The City 2.

2. Feminisme

Istilah feminisme berasal dari bahasa Latin femina yang berarti memiliki sifat keperempuanan. Hingga saat ini istilah feminsme telah menimbulkan beragam interpretasi antara lain sebagai sebuah ideologi, gerakan, dan juga sebuah aliran pemikiran, atau bahkan teori pembagian kelas dalam masyarakat.

(28)

27 BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1. Teori (Konsep)

2.1.1. Komunikasi dan Komunikasi Massa

Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu communication, yang bersumber dari kata communis yang artinya “sama” dan communico, communication, atau communicare yang berarti “membuat sama”. Istilah yang

paling sering disebut sebagai asal-usul kata komunikasi yang merupakan akar dari kata Latin adalah Communis.

Komunikasi merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia dalam kaitannya dengan hubungan antarindividu. Komunikasi merupakan sarana vital untuk mengerti diri sendiri, orang lain, dan memahami apa yang dibutuhkan orang lain serta untuk mencapai pemahaman tentang dirinya dan sesama.

Komunikasi Massa dapat diartikan sebagai proses komunikasi yang berlangsung dimana pesan dikirim dari sumber yang melembaga kepada khalayak yang sifatnya misal melalui alat-alat yang bersifat mekanis seperti radio, televisi, dan film (Cangara, 2006:36). Pengertian Saverin dan Tankard menyatakan bahwa komunikasi massa adalah sebagian keterampilan (skill), sebagian seni (art), dan sebagian ilmu (science). Maksudnya, tanpa adanya dimensi menata pesan tidak mungkin media massa memikat khalayak yang pada akhirnya pesan tersebut dapat mengubah sikap, pandangan, dan perilaku komunikan (Effendi, 2005:210)

(29)

28

Para ahli komunikasi berpendapat bahwa yang dimaksudkan dengan komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi melalui media massa, jelasnya merupakan singkatan dari komunikasi media massa (mass media communication). Hal ini berbeda dengan dengan pendapat para ahli psikologi

sosial yang menyatakan bahwa komunikasi massa tidak selalu dengan menggunakan media massa. Menurut mereka pidato di sejumlah orang banyak di sebuah lapangan, misalnya, asal menunjukkan perilaku massa (mass behaviour), itu dapat dikatakan komunikasi massa. Semula mereka yang berkumpul di lapangan itu adalah kerumunan biasa (crowd) yang satu sama lain tidak mengenal. Tetapi kemudian karena sama-sama terikat oleh pidato seorang orator, mereka sama-sama terikat oleh perhatian yang sama, kemudian menjadi massa. Oleh sebab itu, komunikasi yang dilakukan oleh si orator secara tatap muka seperti itu adalah juga komunikasi massa. Demikian pendapat para ahli psikologi sosial.

Seperti dikemukakan di atas, para ahli komunikasi membatasi pengertian komunikasi massa pada komunikasi dengan menggunakan media massa, misalnya surat kabar, majalah, radio, televisi atau film. Karena yang dibahas disini adalah komunikasi, bukan psikologi sosial atau sosiologi, maka yang diartikan komunikasi sosial disini adalah menurut para ahli komunikasi itu.

Sehubungan dengan itu, dalam berbagai literatur sering dijumpai istilah mass communications (pakai s) sama dengan mass media atau dalam bahasa

Indonesia media massa. Sedangkan yang dimaksud dengan mass comunication (tanpa s) adalah prosesnya, yakni proses komunikasi melalui media massa.

(30)

29

media massa modern merupakan produk teknologi modern yang selalu berkembang menuju kesempurnaan.

Hal tersebut perlu dijelaskan sebab di antara para cendekiawan – antara lain Everett M. Rogers – ada yang mengatakan bahwa selain media massa modern terdapat media massa tradisional, di antaranya teater rakyat, juru dongeng keliling, dan juru pantun. Bila Rogers menyatakan bahwa teater rakyat adalah media massa tradisional, barangkali masih dapat diterima. Akan tetapi jika ia mengatakan bahwa juru dongeng keliling dan juru pantun juga media massa tradisional, sungguh membingungkan. Bagi para ahli komunikasi umumnya, juru dongeng dan juru pantun adalah jelas komunikator, dan medianya – dalam hal ini media primer – adalah bahasa.

Bagaimana peliknya komunikasi massa, Werner I. Severin dan James W. Tankard, Jr dalam bukunya, Communication Theories, Origins, Methods, Uses, menyatakan sebagai berikut:

“Mass communication is part skill, part art, and part science. It is a skill

in the sense that it involves certain fundamental learnable techniques such as

focusing a television camera, operating a tape recorder or taking notes during

an interview. It is art in the sense that it involves creative challenges such as

writing a script for television program, developing an aesthetic layout for a

magazine and or coming up with catchy lead for a news story. It is a science

in the sense that there are certain principles involved in how communication

works that can be verivied and used to make thimgs work better.”

(31)

teknik-30

teknik fundamental tertentu yang dapat dipelajari seperti memfokuskan kamera televise, mengoperasikan tape recorder, atau mencatat ketika berwawancara. Ia adalah seni dalam pengertian bahwa ia meliputi tantangan-tantangan kreatif seperti menulis skrip untuk program televise, mengembangkan tata letak yang estetis untuk iklan majalah, atau menampilkan teras berita yang memikat bagi sebuah kisah berita. Ia adalah ilmu dalam pengertian bahwa ia meliputi prinsip-prinsip tertentu tentang bagaimana berlangsungnya komunikasi yang dapat dikukuhkan dan dipergunakan untuk membuat berbagai hal menjadi lebih baik).

Dalam pada itu Joseph A. Devito dalam bukunya, Communicology : An Introduction To The Study of Communication, yang juga namanya telah

disinggung di muka, menampilkan defenisinya mengenai komunikasi massa dengan lebih tegas, yakni sebagai berikut :

“First, mass communication is communication addressed to the masses, to

an extremely large audience. This does not mean that the audience includes

all people or everyone who reads or everyone who watches television; rather

it means an audience that is large and generally rather poorly defined.

Second, mass communication is communication mediated by audio and/or

visual transmitters. Mass communication is perhaps most easily and most

logically defined by its forms: television, radio, newspaper, magazines, films,

books, and tapes.”

(32)

31

orang yang menonton televise, agaknya ini berarti bahwa khalayak itu besar dan pada umumnya agak sukar untuk didefenisikan.

Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio dan atau visual. Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefenisikan menurut bentuknya: televise, radio, surat kabar, majalah, film, buku dan pita).

Seperti dikatakan oleh Severin dan Tankard, Jr., komunikasi massa itu adalah keterampilan, seni dan ilmu, dikaitkan dengan pendapat Devito bahwa komunikasi massa itu ditujukan kepada massa dengan melalui media massa dibandingkan dengan jenis-jenis komunikasi lainnya, maka komunikasi massa mempunyai ciri-ciri khusus yang disebabkan oleh sifat-sifat komponennya. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut :

1. Komunikasi massa berlangsung satu arah

(33)

32

majalah dan radio atau dengan jalan menelepon. Akan tetapi, itu semua terjadi setelah komunikasi dilancarkan oleh komunikator sehingga komunikator tidak dapat memperbaiki gaya komunikasi seperti yang biasa terjadi pada komunikasi tatap muka. Oleh karena itu, seperti telah disinggung di muka, arus balik seperti itu dinamakan arus balik tertunda (delayed communication). Dan kalaupun terjadi arus balik seperti itu, maka terjadinya jarang sekali.

Sebagai konsekuensi dari situasi komunikasi seperti itu, komunikator pada komunikasi massa harus melakukan perencanaan dan persiapan sedemikian rupa sehingga pesan yang disampaikannya kepada komunikan harus komunikatif dalam arti kata dapat diterima secara inderawi (received) dan secara rohani (accepted) pada satu kali penyiaran. Dengan demikian pesan komunikasi selain

harus jelas dapat dibaca – kalau salurannya media cetak – dan jelas dapat didengar – bila salurannya media elektronik – juga dapat dipahami maknanya seraya tidak bertentangan dengan kebudayaan komunikan yang menjadi sasaran komunikasi. Mungkin saja sebagai hasil teknologi mutakhir, misalnya, sebuah berita surat kabar dapat dibaca dengan jelas atau berita radio dapat diingat dengan terang. Akan tetapi, bukan tidak mungkin apa yang dibaca dan didengar itu tidak dimengerti atau menimbulkan interpretasi yang berlainan atau bertentangan dengan agama, adat kebiasaan dan sebagainya.

2. Komunikator pada komunikasi massa melembaga

(34)

33

kiai atau dalang yang munculnya dalam suatu forum bertindak secara individual, atas nama dirinya sendiri, sehingga ia mempunyai lebih banyak kebebasan.

Komunikator pada komunikasi massa, misalnya wartawan surat kabar atau penyiar televisi – karena media yang dipergunakannya adalah suatu lembaga dalam menyebarluaskan pesan komunikasinya bertindak atas nama lembaga, sejalan dengan kebijaksanaan (policy), surat kabar dan stasiun televisi yang diwakilinya. Ia tidak mempunyai kebebasan individual. Ungkapan seperti kebebasan mengungkapkan pendapat (freedom of expression atau freedom of opinion) merupakan kebebasan terbatasi (restricted freedom).

Sebagai konsekuensi dari sifat komunikator yang melembaga itu, peranannya dalam proses komunikasi ditunjang oleh orang-orang lain. Kemunculannya dalam media komunikasi tidak sendirian, tetapi bersama orang lain. Tulisan seorang wartawan surat kabar misalnya, tidak mungkin dapat dibaca khalayak apabila tidak didukung oleh pekerjaan redaktur pelaksana (managing editor), jurutata letak (layout man), korektor, dan lain-lain. Wajah dan suara

penyiar televise tak mungkin dapat dilihat dan didengar jika tidak ditunjang oleh pekerjaan pengarah acara, jurukamera, jurusuara, dan sebagainya.

(35)

34

3. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum

Pesan yang disebarkan melalui media massa bersifat umum (public) karena ditujukan kepada umum dan mengenai kepentingan umum. Jadi tidak ditujukan kepada perseorangan atau kepada sekelompok orang tertentu.

Hal itulah yang antara lain membedakan media massa dengan media nirmassa. Surat, telepon, telegram, dan teleks misalnya, adalah media nirmassa, bukan media massa, karena ditujukan kepada orang tertentu. Demikian pula majalah organisasi, surat kabar kampus, radio telegrafi atau radio citizen band, film dokumenter dan siaran televisi sekitar (closed circuit television) bukanlah media massa, melainkan media nirmassa karena ditujukan kepada sekelompok orang tertentu.

Dari keterangan diatas jelas bahwa surat kabar seperti Kompas, majalah seperti Tempo, radio seperti RRI, film yang diputar di gedung bioskop dan televisi seperti TVRI adalah media massa yang ditujukan kepada masyarakat umum, dan pesan-pesan yang disebarkannya mengenai kepentingan umum.

(36)

35

kadang-kadang memberitakan juga perihal presiden ketika merayakan ulang tahunnya, menikahkan putrinya, hobinya berburu atau memancing, dan lain-lain yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan kepentingan umum. Pemberitaan seperti itu di dalam dunia jurnalistik termasuk human interest yang oleh media massa dianggap menarik untuk diketahui rakyat mengenai kehidupan orang berkedudukan paling tinggi itu.

4. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan

(37)

36

Radio dan televisi, karena merupakan media massa elektronik, tidak diragukan lagi keserempakannya ketika khalayak mendengarkan acara radio atau menonton acara televisi. Bagaimana dengan khalayak pembaca surat kabar atau majalah dan penonton film? Apakah terjadi keserempakan? Mengenai hal ini kita jangan melihat situasi komunikasi massa di negara yang belum maju atau yang sedang berkembang, antara lain di Indonesia. Pada saat ini oplah suratkabar Ibu Kota yang jangkauannya nasional masih dalam hitungan ratusan ribu eksemplar, belum jutaan; kebanyakan masih dalam jumlah puluhan ribu, bahkan ada yang beroplah 15.000 eksemplar. Memang sukar diasumsikan adanya keserempakan khalayak ketika membaca surat kabar. Akan tetapi, apabila kita menengok ke negara-negara maju, misalnya Amerika Serikat di mana antara lain New York Times dan Washington Post beroplah 20.000.000 eksemplar, maka dapat

diasumsikan bahwa paling sedikit 1.000.000 orang secara serempak bersama-sama membaca surat kabar harian tersebut.

Demikian pula majalah di negara-negara maju dianggap media massa karena cirri keserempakan tersebut, misalnya di Amerika Serikat juga yang mempunyai Times dan Reader’s Digest yang beroplah jutaan eksemplar. Bahkan di negara Uncle Sam itu buku dianggap media massa karena tidak sedikit yang sekali terbit berjumlah 20.000.000 sampai 30.000.000 buah.

Bahwa film mengandung cirri keserempakan jelas tampak ketika ia yang dibuat dalam ratusan kopi diputar di gedung-gedung bioskop dimana secara serempak ditonton oleh ribuan pengunjung.

(38)

37

Komunikasi atau khalayak yang merupakan kumpulan anggota masyarakat yang terlibat dalam proses komunikasi massa sebagai sasaran yang dituju komunikator bersifat heterogen. Dalam keberadaannya secara terpencar-pencar, dimana satu sama lainnya tidak saling mengenal dan tidak memiliki kontak pribadi, masing-masing berbeda dalam berbagai hal: jenis kelamin, usia, agama, ideology, pekerjaan, pendidikan, pengalaman, kebudayaan, pandangan hidup, keinginan, cita-cita, dan sebagainya. heterogenitas khalayak seperti itulah yang menjadi kesulitan seorang komunikator dalam menyebarkan pesannya melalui media massa karena setiap individu dari khalayak itu menghendaki agar keinginannya dipenuhi. Bagi para pengelola media massa adalah suatu hal yang tidak mungkin untuk memenuhinya. Satu-satunya cara untuk dapat mendekati keinginan seluruh khalayak sepenuhnya ialah dengan mengelompokkan mereka menurut jenis kelamin, usia, agama, pekerjaan, pendidikan, kebudayaan, kesenangan (hobby), dan lain-lain berdasarkan perbedaan sebagaimana dikemukakan diatas.

(39)

38

tinggi; para penggemar sastra, teater, musik, film, dan teknologi; dan kelompok-kelompok lainnya.

Berdasarkan kelmpok tersebut di atas maka sejumlah rubric atau acara diperuntukkan bagi kelompok tertentu sebagai sasarannya, atau dapat disingkat kelompok sasaran (target group), disamping khalayak keseluruhan sebagai sasarannya atau yang disebut khalayak sasaran (target audience). Contoh rubric untuk khalayak sasaran pada surat kabar adalah berita, tajuk rencana, pojok, artikel, cerita bersambung, dan lain-lain, sedangkan untuk kelompok sasaran adalah ruangan wanita, halaman untuk anak-anak, kolom untuk mahasiswa, ruangan bagi penggemar film, dan sebagainya. Contoh acara untuk khalayak sasaran pada radio dan televise siaran adalah warta berita, sandiwara, film seri, musik nasional (keroncong, dangdut, popular, dan lain-lain), olah raga dan sebagainya. sedangkan untuk kelompok sasaran adalah acara untuk anak-anak, remaja, mahasiswa, petani, ABRI, pemeluk agama Islam dan agama-agama lainnya, serta banyak yang diperuntukkan bagi kelompok tertentu.

Berdasarkan cirri heterogenitas komunikan sebagaimana dikemukakan diatas dan dikaitkan dengan cirri yang disebut pertama, yakni bahwa komunikasi massa berlangsung satu arah, maka komunikator yang menangani atau yang menggunakan media massa harus melakukan perencanaan yang matang sehingga pesan yang disebarkannya benar-benar komunikatif, yakni received dan accepted dalam satu kali penyiaran, sebagaimana dipaparkan di muka.

(40)

39

pengoperasiannya, baik secara nasional maupun secara internasional. Hal ini erat sekali kaitannya dengan model komunikasi multitahap (multistep flow communication) yang telah disinggung di muka. Dalam hubungan inilah pula

pentingnya strategi komunikasi. 2.1.1.2. Fungsi Komunikasi Massa

Di muka telah ditegaskan bahwa komunikasi massa di sini diartikan komunikasi massa modern dengan media massa sebagai salurannya. Mengenai jenisnya atau bentuknya di antara para pakar komunikasi tidak ada kesepakatan; ada yang menyebutnya secara luas, misalnya surat kabar, majalah, radio, televisi, film, buku, rekaman video, rekaman audio, poster, surat langsung, dan banyak lagi; ada yang membatasi hanya pada surat kabar, majalah, televisi, radio, dan film.

Dalam buku ini yang diartikan media massa ialah media yang mampu menimbulkan keserempakan di antara khalayak yang sedang memperhatikan pesan yang disampaikan oleh media tersebut. Yang jelas memenuhi kriteria ini adalah radio, televisi, dan film. Sedangkan surat kabar dan majalah bergantung pada oplahnya. Jika oplahnya minimal 750.000 eksemplar, barangkali dapat dikatakan media massa, dengan asumsi bahwa di antara 750.000 orang pelanggan atau pembeli koran atau majalah itu paling sedikit 150.000 orang serempak bersama-sama sedang membacanya.

(41)

40

mengkhawatirkan pengaruh media massa ini bukannya menimbulkan dampak yang positif konstruktif, melainkan yang negatif destruktif. Lalu pakar komunikasi mempertanyakan fungsi yang sebenarnya dari komunikasi massa atau media massa itu.

Sebelum kita membicarakan fungsi komunikasi massa, ada baiknya jika kita membahas dahulu fungsi komunikasi itu sendiri, dan dari situ kita bisa menyimak fungsi komunikasi massa sebab komunikasi lebih luas daripada komunikasi massa.

Harold D. Lasswell, pakar komunikasi terkenal yang namanya pernah disebut di muka, juga telah menampilkan pendapatnya mengenai fungsi komunikasi massa itu. Dikatakannya bahwa proses komunikasi di masyarakat menunjukkan tiga fungsi :

a) Pengamatan terhadap lingkungan (the surveillance of the environment), penyingkapan ancaman dan kesempatan yang mempengaruhi nilai masyarakat dan bagian-bagian unsur di dalamnya.

b) Korelasi unsur-unsur masyarakat ketika menanggapi lingkungan (correlation of the components of society in making a response to the

environment).

(42)

41

eksternal. Oleh karena itu, dalam menilai efisiensi pada suatu ketika, kita perlu memperhitungkan pertaruhan nilai-nilai dan identitas kelompok yang posisinya sedang dikaji.

Mengenai fungsi komunikasi itu, dalam buku Aneka Suara, Satu Dunia (Many Voices One World) dengan MacBride sebagai editornya, diterangkan

dengan cukup gamblang yang patut disimak oleh para mahasiswa dan peminat komunikasi. Diuraikan disitu bahwa apabila komunikasi dipandang dari arti yang lebih luas, tidak hanya diartikan sebagai pertukaran berita dan pesan, tetapi sebagai kegiatan individu dan kelompok mengenai tukar-menukar data, fakta dan ide, maka fungsinya dalam tiap system social adalah sebagai berikut:

- Informasi : Pengunpulan, penyimpanan, pemrosesan, penyebaran berita, data, gambar, fakta dan pesan, opini dan komentar yang dibutuhkan agar orang dapat mengerti dan bereaksi secara jelas terhadap kondisi internasional, lingkungan dan orang lain, dan agar dapat mengambil keputusan yang tepat.

- Sosialisasi ( Pemasyarakatan) : Penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang efektif yang menyebabkan ia sadar akan fungsi sosialnya sehingga ia dapat aktif di dalam masyarakat.

(43)

42

- Perdebatan dan diskusi : Menyediakan dan saling menukar fakta yang diperlukan untuk memungkinkan persetujuan atau menyelesaikan perbedaan pendapat mengenai masalah public, menyediakan bukti-bukti yang relevan yang diperlukan untuk kepentingan umum dan agar masyarakat lebih melibatkan diri dalam masalah yang menyangkut kegiatan bersama di tingkat internasional, nasional, dan local.

- Pendidikan : Pengalihan ilmu pengetahuan sehingga mendorong perkembangan intelektual, pembentukan watak, dan pendidikan keterampilan serta kemahiran yang diperlukan pada semua bidang kehidupan.

- Memajukan kebudayaan : Penyebarluasan hasil kebudayaan dan seni dengan maksud melestarikan warisan masa lalu, perkembangan kebudayaan dengan memperluas horizon seseorang, membangunkan imajinasi dan mendorong kreativitas serta kebutuhan estetikanya.

- Hiburan : Penyebarluasan symbol, sinyal, suara, dan citra (image) dari drama, tari, kesusasteraan, musik, komedi, olahraga, permainan, dan sebagainya untuk rekreasi, dan kesenangan kelompok dan individu.

- Integrasi : Menyediakan bagi bangsa, kelompok, dan individu kesempatan memperoleh berbagai pesan yang diperlukan mereka agar mereka dapat saling kenal dan mengerti dan menghargai kondisi, pandangan, dan keinginan orang lain.

(44)

43

media massanya yang dapat menjangkau khalayak yang amat luas, baik lokal, nasional maupun internasional.

Untuk memperoleh kejelasan dan ketegasan mengenai fungsi komunikasi massa, kita dapat menyimak pendapat Yoseph R. Dominick, mahaguru dari Universitas Georgia, Athens, Amerika Serikat, dalam bukunya, The Dynamic of Mass Communication. Dia berpendapat bahwa untuk menganalisis hal itu perlu

paling tidak dengan dua tahap yang berbeda. Pertama, kita dapat menggunakan perspektif seseorang sosiolog dan meneropongnya melalui lensa lebar seraya mempertimbangkan fungsi-fungsi yang ditunjukkan oleh media massa bagi keseluruhan masyarakat (pendekatan seperti ini kadang-kadang disebut makroanalisis). Titik pandang ini terfokus kepada tujuan yang jelas dari komunikator dan menekankan tujuan yang tampak itu melekat pada isi media. Kedua, atau sebaliknya kita dapat melihatnya melalui lensa close-up kepada khalayak secara perseorangan, dan meminta kepadanya agar memberikan laporan mengenai bagaimana mereka menggunakan media massa (pendekatan ini dinamakan mikroanalisis).

Kadang-kadang hasilnya menunjukkan hal yang sama dalam arti bahwa khalayak menunjukkan hal yang sama dalam arti bahwa khalayak menggunakan isi media massa yang sejalan dengan yang dituju oleh komunikator. Adakalanya tidak sama, khalayak menggunakan media dengan cara yang tidak diduga oleh komunikator.

(45)

44

dan abad ke abad, terjadi perubahan-perubahan sedemikian hebatnya sehingga dewasa ini manusia di benua yang satu mampu berkomunikasi dengan manusia di benua lain. Ini terjadi berkat media massa; pada mulanya media cetak, kemudian media elektronik melalui satelit komunikasi.

Pengawasan (surveillance)

Fungsi pertama komunikasi massa menurut Joseph R. Dominick ternyata sama dengan fungsi pertama juga berdasarkan pendapat Harold Laswell. Akan tetapi, Dominick memberikan penjelasan yang agak luas. Dikatakannya bahwa surveillance mengacu kepada yang kita kenal sebagai peranan berita dan informasi dari media massa. Media mengambil tempat para pengawal yang pekerjaannya mengadakan pengawasan. Orang-orang media itu yakni para wartawan surat kabar dan majalah, reporter radio dan televisi, koresponden kantor berita, dan lain-lain berada di mana-mana di seluruh dunia, mengumpulkan informasi buat kita yang tidak bisa kita peroleh. Informasi itu disampaikan kepada organisasi-organisasi media massa yang dengan jaringan luas dan alat-alat yang canggih disebarkannya ke seluruh Jagat.

Fungsi pengawasan dapat dibagi menjadi dua jenis: - Pengawasan peringatan (warning or beware surveillance)

(46)

45

kronis (berita surat kabar atau majalah secara bersambung mengenai polusi udara atau pengangguran). Akan tetapi, memang banyak informasi yang tidak merupakan ancaman yang perlu diketahui oleh rakyat.

- Pengawasan instrumental (instrumental surveillance)

Jenis kedua ini berkaitan dengan penyebaran informasi yang berguna bagi kehidupan sehari-hari. Berita tentang film yang dipertunjukkan di bioskop setempat, harga barang kebutuhan di pasar, produk-produk baru, dan lain-lain adalah contoh-contoh pengawasan instrumental. Yang juga perlu dicatat ialah bahwa tidak semua contoh pengawasan instrumental seperti disebutkan diatas terjadi yang kemudian dijadikan berita. Publikasi-publikasi skala kecil dan yang lebih spesifik seperti majalah-majalah atau jurnal-jurnal pengetahuan atau keterampilan juga melakukan tugas pengawasan. Bahkan fungsi pengawasan dapat dijumpai pula pada isi media yang dimaksudkan untuk menghibur.

Interpretasi (interpretation)

Yang erat sekali kaitannya dengan fungsi pengawasan adalah fungsi interpretasi. Media massa tidak hanya menyajikan fakta dan data, tetapi juga informasi beserta interpretasi mengenai suatu peristiwa tertentu.

(47)

46

Karena itu pula di negara-negara Barat yang liberal, pers sebagai salah satu media massa dengan keampuhannya dalam melaksanakan fungsi interpretasi dijuluki watchdog atau anjing penjaga yang “menggonggong“ apabila pemerintah ingkar

dari kewajibannya mengurus rakyat.

Pada kenyataannya fungsi interpretasi ini tidak selalu berbentuk tulisan, adakalanya juga berbentuk kartun atau gambar lucu yang bersifat sindiran. Betapa tidak lucu jika wajah seorang presiden dari suatu negara dilukis sedemikian rupa sehingga serba dilebih-lebihkan, umpamanya hidungnya dibuat panjang, bibirnya dibuat tebal, kepalanya dibentuk penjol, lebih dari kenyataannya. Dalam dunia jurnalistik, cara-cara menyindir seperti itu sudah lazim sehingga yang bersangkutan tidak pernah marah, apalagi memprotes.

Hubungan (linkage)

Media massa mampu menghubungkan unsur-unsur yang terdapat di dalam masyarakat yang tidak bisa dilakukan secara langsung oleh saluran perseorangan. Banyak contoh mengenai hal ini, misalnya kegiatan periklanan yang menghubungkan kebutuhan dengan produk-produk penjual. Contoh lainnya adalah hubungan para pemuka partai politik dengan pengikut-pengikutnya ketika membaca surat kabar mengenai partainya yang dikagumi oleh para pengikutnya itu.

(48)

47

negatif destruktif, yang apabila diberitakan oleh media massa, maka segera seluruh masyarakat mengetahuinya.

Sosialisasi

Seperti halnya dengan MacBride, Joseph R. Dominic juga menganggap sosialisasi sebagai fungsi komunikasi massa. Bagi Dominic, sosialisasi merupakan transmisi nilai-nilai (transmission of values) yang mengacu pada cara-cara dimana seseorang mengadopsi perilaku dan nillai-nilai dari suatu kelompok. Media massa menyajikan penggambaran masyarakat, dan dengan membaca, mendengarkan dan menonton maka seseorang mempelajari bagaimana khalayak berperilaku dan nilai-nilai apa yang penting.

Di antara jenis-jenis media massa, televisi termasuk media yang daya persuasinya paling kuat, terutama di kalangan anak-anak dan remaja. Hal ini wajar karena insan-insan yang belum berusia dewasa ini belu mempunyai daya kritik sehingga ada kecenderungan mereka meniru perilaku orang-orang yang dilihat mereka pada layar televisi tanpa menyadari nilai-nilai yang terkandung.

Hiburan (entertainment)

(49)

48

Bagi pembaca, rubrik-rubrik hiburan itu memang penting untuk melepaskan saraf-saraf setelah berjam-jam membaca berita-berita berat, yang terjadi baik di dalam negeri maupun di dalam negeri.

Demikianlah fungsi-fungsi komunikasi massa menurut beberapa pakar kenamaan. Jelas kiranya bahwa pernyataan mengenai fungsi komunikasi massa di masyarakat akan sejajar dengan pernyataan mengenai bagaimana fungsi media pada taraf individual. Apabila analisis kita alihkan dari analisis makro ke analisis mikro, maka pada taraf individual, pendekatan fungsional diberi nama umum uses-and gratifications model atau “model penggunaan dan pemuasan“. Secara

sederhana model ini menyatakan bahwa khalayak memiliki dorongan dan kebutuhan yang dipuaskan dengan menggunakan media. Dewasa ini, kebanyakan media massa melancarkan kegiatannya dengan model tersebut sebagai pendekatan fungsional.

Dari paparan diatas, fungsi-fungsi komunikasi dan komunikasi massa yang begitu banyak itu dapat disederhanakan menjadi empat fungsi saja, yakni :

- Menyampaikan informasi (to inform) - Mendidik (to educate)

- Menghibur (to entertain) - Mempengaruhi (to influence) (Effendy 2003:20)

2.1.2. Film Sebagai Media Massa

(50)

49

musik, jadi film adalah produksi yang bersifat mulitidimensional dan sangat kompleks. Melalui perkembangannya, film telah memainkan banyak peran dengan memberikan informasi, drama, music, dan lain-lain, dikombinasikan atau bukan. Sebggai media komunikasi massa, film dapat digunakan dengan berbagai funsi seperti hiburan, penerangan, pendidikan, untuk mempengaruhi dan ajang sosialisasi.

Film merupakan salah satu bagian dari media massa yang merupakan media elektronik dan merupakan alat penyampai berbagai jenis pesan dalam peradaban modern. “Film merupakan medium komunikasi massa yang ampuh sekali, bukan saja untuk hiburan, tetapi juga untuk penerangan serta pendidikan” (Effendy, 2000: 209). “Dengan kata lain, film merupakan media komunikasi massa yang mampu menimbulkan dampak pada masyarakat, karena film selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan (message) dibaliknya” (Sobur, 2004: 127).

Film sebagai penemuan teknologi baru yang mulai berkembang pada akhir abad 19, yang disampaikan melalui media massa audio visual yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan media komunikasi massa lainnya. Ini disebabkan karena dalam film penyampaian pesannya melalui perantara gambar-gambar yang berwarna, gambar yang bergerak, adanya music yang menyertai film, penonton dapat mendengar langsung suara para pelaku dan melihat langsung para pelaku yang terdapat dalam film tersebut.

(51)

50

tahun 1920-an mulai dikenal adanya film bersuara, dan pada tahun 1930-an mulai menyusul film berwarna” (Sumarno,1996:9).

Dalam hal ini film sebagai bentuk media massa memilki ide dasar mengenai tujuan media dalam masyarakat (McQuail, 1987: 13)

1. Informasi

a. Menyediakan informasi tentang peristiwa dan kondisi dalam masyarakat dan dunia

b. Menunjukkan hubungan kekuasaan.

c. Memudahkan inovasi, adaptasi dan kemajuan. 2. Korelasi

a. Menjelaskan, menafsirkan, mengomentari makna peristiwa dan informasi.

b. Menunjang otoritas dan norma-norma yang mapan. c. Melakukan sosialisasi.

d. Mengkoordinasi beberapa kegiatan. e. Membentuk kesepakatan.

f. Menentukan urutan prioritas dan memberikan status relatif. 3. Kesinambungan

a. Mengekspresikan budaya dominan dan mengakui keberadaan kebudayaan khusus (subcultural) serta perkembangan budaya baru. b. Meningkatkan dan melestarikan nilai-nilai.

4. Hiburan

(52)

51 5. Mobilisasi

a. Mengkampanyekan tujuan masyarakat dalam bidang politik, perang, pembangunan ekonomi, pekerjaan dan kadang kala dalam bidang agama, seni dan budaya.

Film berperan sebagai sarana baru yang digunakan menyebarkan hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu, serta menyajikan cerita, peristiwa, music, drama, lawak, dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum. Kehadiran film sebagian merupakan respons tehdapa penemuan waktu luang diluar jam kerja dan Jawaban terhadap kebutuhan menikmati waktu senggang secara hemat dan sehat bagi seluruh anggota keluarga.

2.1.2.1. Jenis-jenis Film

Menurut Himawan Pratista dalam bukunya yang berjudul “Memahami Film”, secara umum jenis film terbagi menjadi tiga jenis (Pratista, 2008):

1. Film Dokumenter

Kunci utama dari film dokumenter adalah penyajian fakta. Film jenis ini berhubungan dengan orang-orang, tokoh, peristiwa, dan lokasi yang nyata. Struktur bertutur film documenter umumnya sederhana dengan tujuan agar memudhkan penonton untuk memahami dan mempercayai fakta-fakta yang disajikan. Untuk penyajiannya, film documenter dapat menggunakan beberapa metode antara lain merekam langsung pada saat peristiwa benar-benar terjadi atau sedang berlangsung, merekonstruksi ulang sebuah peristiwa yang terjadi, dan lain sebagainya.

(53)

52

Film jenis ini adalah film yang paling banyak diangkat dari karya-karya para sineas. Berbeda dengan film documenter, cerita dalam film fiksi merupakan rekaan di luar kejadian nyata. Untuk struktur ceritanya, film fiksi erat hubungannya dengan hukum kausalitas atau sebab-akibat. Ceritanya juga memilki karakter protagonis dan antagonis, masalah dan konflik, penutupan, serta pola pengembangan cerita yang jelas. Untuk proses produksinya, film fiksi cenderung memakan lebih banyak tenaga, waktu pembuatan yang lebih lama, serta jumlah peralatan produksi yang lebih banyak dan bervariasi serta mahal.

3. Film Eksperimental

Film eksperimental adalah jenis film yang sangat berbeda dengan dua jenis film sebelumnya. Film eksperimental tidak memilki plot tetapi tetap memiliki struktur. Strukturnya sangat dipengaruhi olehinsting subyektif sineas seperti gagasan, ide, emosi, serta pengalaman-pengalaman batin mereka. Cirri dari film eksperimental yang paling terlihat adalah ideology sineasnya yang sangat menonjol yang bisa dikatakan out of the box atau di luar aturan.

Film “Sex And The City 2” yang diproduksi tahun 2010 merupakan film yang masuk dalam kategori fiksi. Cerita ini diangkat berdasarkan kehidupan masyarakat perkotaan karya Michael Patrick King.

2.1.2.2. Genre Film

(54)

53

animasi, film bisu dan lain sebagainya. Klasifikasi yang paling banyak dikenal orang adalah klasifikasi berdasarkan genre film (Pratista, 2008).

Istilah genre berasal dari bahasa Prancis yang bermakna “bentuk” atau “tipe”. Di dalam film, genre diartikan sebagai jenis atau klasifikasi dari sekelompok film yang memiliki karakter atau pola yang sama (khas) seperti setting, isi, dan subyek cerita, tema, struktur cerita, aksi atau peristiwa, periode,

gaya, situasi, ikon, mood, serta karakter. Sedangkan fungsi utama dari genre adalah membantu kita memilah-milah atau mengklasifikan film-film yang ada sehingga lebih mudah untuk mengenalinya (Pratista, 2008).

Genre pun dibagi menjadi dua bagian yaitu induk primer dan genre induk sekunder. Genre induk primer sebagai genre-genre pokok, antara lain:

1. Aksi 2. Drama 3. Epik Sejarah 4. Fantasi 5. Fiksi Ilmiah 6. Horor 7. Komedi

8. Kriminal dan Gangster 9. Musikal

(55)

54

Film “Sex And The City 2” yang berkisah tentang kehidupan Carrie Bradshaw (Sarah Jessica Parker) dan Big (Chris Noth), dan semua semua pemeran dalam film ini termasuk ke dalam genre drama komedi.

2.1.3. Representasi

Ada beberapa definisi representasi, yaitu defenisi representasi berdasarkan Nuraini Juliastuti, John Fiske, dan Stuart Hall.

1. Menurut Nuraini Juliastuti (2002).

Representasi adalah konsep yang mempunyai beberapa pengertian. Ia adalah “representing”. Ia juga produk dari proses sosial “representing”.

Representasi menunjuk baik pada proses maupun produk dari pemaknaan suatu tanda. Representasi juga bisa berarti proses perubahan konsep-konsep ideology yang abstrak dalam bentuk-bentuk yang kongkret.

2. Menurut John Fiske (2004)

Representasi adalah sesuatu yang merujuk pada proses yang dengannya realitas disampaikan dalam komunikasi, via kata-kata, bunyi, citra, atau kombinasi.

3. Menurut Stuart Hall (1997)

Menurut Stuart Hall, representasi mempunyai dua pengertian, yaitu:

a. Representasi mental yaitu konsep tentang ‘sesuatu’ yang ada di kepala kita masing-masing (peta konseptual). Representasi mental ini berbentuk sesuatu yang abstrak.

(56)

55

diterjemahkan dalam bahasa yang lazim, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda dan simbol-simbol tertentu.

Dalam hal ini, proses pertama memungkinkan kita untuk memaknai dunia dengan mengkostruksi seperangkat rantai korespondensi antara sesuatu dengan system peta konseptual kita. Dalam proses kedua, kita mengkostruksi seperangkat korespondensi antara peta konseptual dengan bahasa atau simbol yang berfungsi mempresentasikan konsep-konsep kita tentang sesuatu. Relasi antara ‘sesuatu’, ‘peta konseptual’, dan ‘bahasa atau simbol’ adalah jantung dari produksi makna lewat bahasa. Proses ini yang terjadi secara bersama-sama itulah yang kita sebut representasi.

Hall mengatakan bahwa ada tiga teori yang menjelaskan bagaimana produksi makna hingga penggunaan konstruksi sosial (Hall, 1997):

(57)

56

fantasi dan menunjuk keapda dunia yang diimajinasikan. Tentu saja, kita dapat menggunakan kata ‘bunga mawar’ dalam arti sebenarnya, tanaman nyata yang tumbuh di taman. Tetapi ini karena kita mengetahui kode yang terhubung dengan konsep khusus dari sebuah kata atau gambar. Tetapi kita tidak bisa memikirkan atau mengucapkan atau menggambar dengan bunga mawar sesungguhnya.

(58)

57

3. Pendekatan Konstruktivis: kita percaya bahwa kita mengkonstruksi makna lewat bahasa yang kita pakai. Ini adalah pendekatan ketiga untuk mengenali publik, karakter sosial dari bahasa. Hal ini membenarkan bahwa tidak ada sesuatu yang di dalam diri mereka sendiri termasuk pengguna bahasa secara individu dapat memastikan makna dalam bahasa. Sesuatu ini tidak berarti: kita mengkonstruksi makna, menggunakan system representasional – konsep dan tanda. Bertolak dari pendekatan ini, kita tidak perlu bingung dengan dunia secara materi, dimana benda-benda dan orang-orang ada, dan simbol praktis dan proses yang melalui representasi, makna dan bahas dioperasikan. Konstruktivis tidak menolak keberadaan materi dunia. Namun bagaimanapun juga, bukan materi dunia yang memberi makna tetapi system bahasa atau system apapun yang kita gunakan untuk mempresentasikan konsep kita. Tentu saja, tanda mungkin dimensi material. System representasional terdiri dari suara nyata yang kita buat dengan nada vocal kita, gambar yang kita buat pada kertas peka cahaya kamera foto, coretan-coretan yang kita buatn pada kanvas, dorongan digital yang ditransmisikan secara elektronik. Representasi adalah praktek, sebuah jenis “kerja” yang menggunakan objek material dan efek. Tetapi makna tidak hanya tergantung pada kualitas material tanda, tetapi kepada fungsi simbolik. Hal ini dikarenakan suara-suara atau kata-kata khusus mewakili atau menyimbolkan atau merepresentasikan konsep yang dapat berfungsi, sebagai tanda dan member makna.

(59)

58

pembicara atau penulis, dan dengan sengaja memasukkan kepribadian kita dalam sebuah makna? (intensional). Dan apakah makna terkonstruksi di dalam dan melalui bahasa? (konstruktivis).

2.1.4. Semiotika

“Semiotika adalah studi mengenai pertandaan dan makna dari system tanda; ilmu tentang tanda, bagaimana makna dibangun dalam “teks” media; atau studi tentang bagaimana tanda dari jenis karya apapun dalam masyarakat yang mengkonsumsi makna” (Fiske, 2004: 282).

Dalam teori semiotika, pokok studinya adalah tanda atau bagaiman cara tanda-tanda itu bekerja juga dapat disebut semiologi. Tanda-tanda itu hanya mengemban arti pada dirinya sendiri, dengan kata lain jika diterapkan jika diterapkan pada tanda-tanda bahasa, maka huruf, kata, dan kalimat, tidak memiliki arti pada dirinya sendiri. Tanda-tanda itu hanya mengemban arti (significant) dalam kaitan dengan pembacanya, pembaca itulah yang menghubungkan tanda dengan apa yang ditandakan (signifie) sebagai konvensi dalam sistem bahasa yang bersangkutan. Segala sesuatu yang memiliki sistem tanda, dapat dianggap teks, contohnya di dalam film, majalah, televisi, klan, koran, brosur, novel, bahkan di surat cinta sekalipun.

Tiga bidang studi utama dalam semiotika adalah (Fiske, 2004: 60):

(60)

59

adalah kontruksi manusia dan hanya bias dipahami dalam artian manusia yang menggunakannya.

5. Sistem atau kode yang mengorganisasikan tanda. Studi ini mencakup cara berbagai kode yang dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat atau budaya atau mengeksploitasi saluran komunikasi yang tersedia untuk mentrasmisikannya.

6. Kebudayaan dan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri.

Dalam semiotika, untuk memahami tanda dan makna dalam suatu teks terdapat dua pendekatan, yaitu:

1. Pendekatan semiotika struktural.

Dalam pendekatan ini dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure (1857-1913) dan Charles Sandes Pierce (1839-1914). Pendekatan ini mengandalkan kepada keabadian, kestabilan, dan kemantapan tanda, kode dan makna-makna, serta lebih menekankan pada proses signification, yaitu mengfungsikan tanda sebagai refleksi dari kode-kode sosial yang telah mapan (Sobur, 2004).

2. Pendekatan Semiotika Post Struktural

Dalam pendekatan ini dikembangkan oleh Jaques Derrida (1967). Pendekatan post struktural ini dapat mengakomodasikan dinamika, ketidakpastian,

(61)

60

baru dengan menanggalkan makna-makna konvensional dan kemudian secara bebas mencari makna-makna baru.

Dalam pendekatan semiotika struktural terdapat dua model makna yang sangat berpenagruh. Dua model makna tersebut dikembangkan oleh Charles Sandes Pierce dan Ferdinand de Saussure, kedua model yang dikembangkan oleh mereka berpengaruh terhadap model-model berikutnya. Model makna dari Pierce yang melihat tanda, acuannya, dan penggunaannya sebagai sebuah titik dalam segitiga, serta masing-masing dari setiap elemen saling terkait satu sama lain, dan dapat dipahami hanya dalam artian pihak lain (Fiske, 2004). Pierce menjelaskan modelnya secara berikut:

Gambar 2.1. Unsur Makna Pierce

Maksud dari makna dalam gambar 2.1. adalah panah dari dua arah menekankan bahwa masing-masing istilah dapat dipahami hanya dalam relasinya dengan unsure yang lain. Namun ketika ketiga elemen tersebut berinteraksi dalam benak seseorang, maka muncullah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. Maka muncul sebuah tanda, ketika digunakan pada saat berkomunikasi.

Tanda

(62)

61

Berbeda dengan Pierce, Saussure mengungkapkan bahwa tanda terdiri atas bentuk fisik plus konsep mental terkait, dan konsep ini merupakan pemahaman atas realitas, hanya melalui konsep orang yang menggunakannya. Saussure juga lebih memperhatikan cara tanda-tanda terkait dengan objeknya Pierce, sehingga model dasar dari Saussure berbeda penekanannya dengan Pierce, dan baginya, tanda adalah sebuah objek fisik dengan makna dan sebuah tanda akan memiliki makna ketika terkait dengan tanda-tanda lainnya. Saussure juga mengatakan bahwa tanda terdiri atas penanda (signifier) dan petanda (signified), hubungan antara penanda dan petanda ini yang disebut pertandaan (signification). Dalam kategori tanda, Saussure hanya menaruh perhatian pada simbol, karena simbol merupakan kata-kata (Fiske, 2004). Saussure menjelaskan maknanya sebagai berikut:

Tanda

Pertandaan

Tersusun atas Realitas eksternal atau makna

Penanda Plus Petanda (eksistensi Fisik (konsep mental) Dari tanda)

Gambar 2.2. Unsur Makna Saussure

2.1.5. Television Codes

Television Codes adalah teori yang dikemukakan oleh John Fiske atau

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1. Unsur Makna Pierce
Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran
Gambar 3.1. Kode-Kode Televisi John Fiske
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini berfokus pada gambaran stereotip budaya di dalam representasi film Romeo Juliet sebagai salah satu faktor hambatan komunikasi antar budaya yang

Perlawanan secara non verbal dengan cara melotot, dahi mengernyit, menggertakkan gigi, menyilangkan lengan di dada, menatap wajah majikan, dan menerbitkan buku yang

Wanita dari keluarga miskin dengan pendidikan rendah hanya dapat bekerja di sektor informal dengan upah yang rendah, seperti bekerja sebagai buruh kasar atau pembantu

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada

Saat Marcus lengah, Marlina segera mengambil sabit dan memenggal kepala Marcus. Perilaku tersebut menggambarkan naluri perempuan sebagai upaya pertahanan diri saat tidak

Tidak lama kemudian, Franz datang menghampiri Novi dan menyuruh Novi menelpon Marlina untuk pulang dan mengembalikan kepala Markus.. Sesampainya di halaman rumah Marlina, Novi

Hal ini menunjukkan adanya negasi dari feminisme yang menjunjung kesetaraan seperti tujuan politik modern yang paling dekat dengan feminisme liberal (Tong, 2004). Dalam

Pada Level Representasi yang menunjukan persahabatan dalam scene ini, yang pertama pada pengambilan gambar di adegan Rene, Aryo dan Alfi berlari teknik pengambilan berada pada jarak