• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Indeks Massa Tubuh atau Lingkar Leher dengan Kejadian Mendengkur pada Guru dan Staf Yayasan Pendidikan Harapan 3 Medan Tahun Ajaran 2011-2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbedaan Indeks Massa Tubuh atau Lingkar Leher dengan Kejadian Mendengkur pada Guru dan Staf Yayasan Pendidikan Harapan 3 Medan Tahun Ajaran 2011-2012"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN INDEKS MASSA TUBUH ATAU LINGKAR

LEHER DENGAN KEJADIAN MENDENGKUR PADA GURU

DAN STAF YAYASAN PENDIDIKAN HARAPAN 3 MEDAN

TAHUN AJARAN 2011-2012

Oleh :

SISKA FEBRINA

080100018

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERBEDAAN INDEKS MASSA TUBUH ATAU LINGKAR

LEHER DENGAN KEJADIAN MENDENGKUR PADA GURU

DAN STAF YAYASAN PENDIDIKAN HARAPAN 3 MEDAN

TAHUN AJARAN 2011-2012

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

SISKA FEBRINA

NIM: 080100018

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PERSETUJUAN

Laporan Hasil Penelitian dengan Judul:

Perbedaan Indeks Massa Tubuh atau Lingkar Leher dengan Kejadian Mendengkur

pada Guru dan Staf Yayasan Pendidikan Harapan 3 Medan

Tahun Ajaran 2011-2012

Yang dipersiapkan oleh:

SISKA FEBRINA

NIM 080100018

Laporan hasil penelitian ini telah diperiksa dan disetujui

Medan, Desember 2011

Disetujui,

Dosen Pembimbing

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Perbedaan Indeks Massa Tubuh atau Lingkar Leher dengan Mendengkur pada Guru dan Staf Yayasan Pendidikan Harapan 3 Medan Tahun Ajaran 2011-2012

Nama : Siska Febrina

NIM : 080100018

Pembimbing Penguji I

(dr. Farhat, Sp.THT-KL(K)) (dr. Ilhamd, Sp.PD)

NIP: 19700316 200212 1 002 NIP: 19662304 199603 1 001

Penguji II

(dr. Mustafa Mahmud Amin, Sp.KJ) NIP: 19780330 200501 1 003 Medan, 19 Desember 2011

Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(5)

ABSTRAK

Mendengkur merupakan gejala terjadinya gangguan pernafasan saat tidur. Pada kasus yang berat hal ini bisa berlanjut menjadi henti nafas saat tidur (OSA) dan bisa menimbulkan masalah baik bagi kesehatan maupun masalah sosial. Meningkatnya risiko OSA pada orang yang obesitas dan memiliki lingkar leher yang besar, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan Indeks Massa Tubuh (IMT) atau lingkar leher dengan kejadian mendengkur.

Penelitian ini dilakukan dengan metode analitik dengan desain cross sectional. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara total sampling dan populasinya adalah para guru dan staf Yayasan Pendidikan Harapan 3 Medan dengan jumlah total 85 orang. Proses pengumpulan data dilakukan pada tanggal 20 September sampai dengan 1 Oktober 2011. Data diperoleh dari wawancara menggunakan media kuesioner dan kemudian dilakukan pengukuran antropometri terkait seperti berat badan, tinggi badan, dan lingkar leher. Data diolah secara komputerisasi menggunakan program SPSS for windows.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 42% dari total responden mendengkur. Berdasarkan hasil uji chi-square kejadian mendengkur ini memiliki perbedaan yang bermakna dengan IMT ≥25 (p=0,002); lingkar leher ≥37 cm (p=0,005) pada responden laki-laki. Namun lingkar leher ≥34 cm pada responden perempuan tidak memiliki perbedaan yang bermakna dengan kejadian mendengkur (p >0,05).

Terdapat perbedaan yang bermakna antara kejadian mendengkur dengan obesitas. Tingginya risiko untuk terkena berbagai penyakit pada orang yang obesitas dapat mengurangi usia harapan hidup dan kualitas dari kehidupan itu sendiri. Oleh karena itu disarankan bagi pembaca untuk menjaga agar berat badan tetap ideal dengan mangatur pola hidup yang sehat.

(6)

ABSTRACT

Snoring is a symptom of respiratory disturbances during sleep. In severe cases this can progress to Obstructive Sleep Apnea (OSA) and can cause problems both for health and social problems. Increased risk factor of OSA in people who are obese and have a large neck circumference, the study aims to determine the difference Body Mass Index (BMI) and neck circumference with the incidence of snoring.

This study was conducted by the analytical method with cross sectional design. This study uses total sampling technique where the population is the teachers and staffs at Yayasan Pendidikan Harapan 3, Medan with total samples 85 people. Data was collected on the 20th September until October 1, 2011. Data obtained from interviews using questionnaires and then conducted related anthropometric measurements such as weight, height, and neck circumference. Computerized data processed using SPSS for windows.

The result showed that 42% of total respondents snoring. Based on the results of the chi-square test of snore events had a significant differentiation with BMI ≥25 (p=0.002); neck circumference ≥37 cm (p=0.005) in male respondents. However, neck circumference ≥34 cm in female respondents did not have a significant differentiation with the incidence of snoring (p>0.05).

There is a significant differentiation between the incidences of snoring with obesity. The high risk for various diseases in obese people can reduce life expectancy and quality of life itself. It is there for recommended for readers to keep the weight remains ideal manages a healthy lifestyle.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Karya Tulis Ilmiah yang berjudul Perbedaan Indeks Massa Tubuh atau Lingkar Leher dengan Kejadian Mendengkur pada Guru dan Staf Yayasan Pendidikan Harapan 3 Medan TA 2011-2012 ini, dalam penyelesaiannya penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebasar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah, Sp. PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak dr. Farhat, Sp. THT-KL selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan masukan dan saran kepada penulis, sehingga proposal ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Bapak dr. Ilhamd, Sp.PD dan Bapak dr. Mustafa Mahmud Amin, Sp.KJ selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat membangun demi kesempurnaan karya tulis ini.

4. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5. Terima kasih kepada Guru dan Staf Sekolah Harapan III yang telah banyak membantu dan berpartisipasi dalam penelitian ini.

6. Terima kasih yang tiada tara penulis persembahkan kepada kedua orang tua, Ayahanda Azwar, Ibunda Murwati, dan saudara-saudara penulis, Kakanda Indra dan Kakanda Andi, yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan serta semangat kepada penulis.

(8)

8. Terima kasih kepada teman-teman khususnya Caca, Dewi, Efit, Icut, Ina, Prisca, Wulan, dan lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan dukungan dan bantuannya kepada penulis.

Untuk seluruh bantuan moril dan materil yang diberikan kepada penulis selama ini, penulis ucapkan terima kasih dan semoga Tuhan membalas dengan balasan yang sebesar-besarnya.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan tulisan ini. Semoga karya tulis ini memberi manfaat kepada kita semua.

Medan, Desember 2011

Penulis,

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR/SKEMA ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

DAFTAR ISTILAH/SINGKATAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Indeks Massa Tubuh (IMT) ... 4

2.2. Lingkar Leher ... 5

2.3. Fisiologi Tidur ... 6

2.4. Sistem Respirasi Saat Tidur ... 9

2.5. Mendengkur ... 10

2.5.1. Faktor Anatomi ... 11

2.5.2. Patogenesis Mendengkur ... 13

2.6. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Mendengkur ... 14

2.7. Hubungan Lingkar Leher dengan Mendengkur ... 14

(10)

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL ... 17

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 17

3.2. Variabel dan Defenisi Operasional ... 17

3.2.1. Indeks Massa Tubuh ... 17

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 20

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 21

4.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 21

4.5. Pengelolaan dan Analisis Data ... 21

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 23

5.1 Hasil Penelitian ... 23

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 23

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden ... 23

5.1.3 Gambaran Status Gizi dan Lingkar Leher Responden ... 25

5.1.4 Deskripsi Evaluasi Tidur Responden ... 26

5.1.5 Hasil Analisa Statistik ... 28

5.2 Pembahasan ... 31

5.2.1 Mendengkur ... 31

5.2.2 Hubungan Indeks Massa Tubuh dangan Mendengkur ... 32

5.2.3 Hubungan Lingkar Leher dengan Mendengkur ... 32

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

6.1 Kesimpulan ... 34

(11)
(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Kategori IMT berdasarkan Kriteria WHO 2000 5

2.1 Kuesioner Berlin 16

3.1 Metode Pengukuran Variabel Independen 19

3.2 Metode Pengukuran Variabel Dependen 19

5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

24

5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia 24 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status

Pernikahan

24

5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Gizi 25 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lingkar

Leher (Laki-laki)

25

5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lingkar Leher (Perempuan)

26

5.7 Distribusi Frekuensi Evaluasi Tidur Responden 27 5.8 Distribusi Frekuensi Responden yang Mendengkur

Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia

28

5.9 Hasil Uji Tabulasi Silang antara IMT terhadap Kejadian Mendengkur

29

5.10 Hasil Uji Tabulasi Silang antara Lingkar Leher pada

Laki-laki dengan Kejadian Mendengkur

29

5.11 Hasil Uji Tabulasi Silang antara Lingkar Leher pada Perempuan dengan Kejadian Mendengkur

(13)

DAFTAR GAMBAR/ BAGAN

Nomor Judul Halaman

2.1 Stadium Tidur Manusia 8

2.2 Saluran Napas Normal 12

2.3 Saluran Napas Abnormal Selama Tidur 12

2.4 Faktor-Faktor yang Memepengaruhi Resistensi Jalan Napas

13

(14)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Lembar Penjelasan

Lampiran 3 Lembar persetujuan (Informed Consent)

Lampiran 4 Kuesioner Penelitian

Lampiran 5 Uji validitas dan Reliabilitas

Lampiran 6 Tabel Frekuensi

Lampiran 7 Uji Tabulasi Silang dan uji Chi Square

Lampiran 8 Master Data

(15)

DAFTAR ISTILAH/ SINGKATAN AHI Apnea-Hyponea Index

EEG Electroencephalogram

EMG Electromyogram

EOG Electrooculogram

IMT Indeks Massa Tubuh

NREM Non Rapid Eye Movement

OSA Obstructive Sleep Apnea

PCO2 Tekanan parsial CO2

PPOK Penyakit Paru Obstruktif Kronik

REM Rapid Eye Movement

(16)

ABSTRAK

Mendengkur merupakan gejala terjadinya gangguan pernafasan saat tidur. Pada kasus yang berat hal ini bisa berlanjut menjadi henti nafas saat tidur (OSA) dan bisa menimbulkan masalah baik bagi kesehatan maupun masalah sosial. Meningkatnya risiko OSA pada orang yang obesitas dan memiliki lingkar leher yang besar, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan Indeks Massa Tubuh (IMT) atau lingkar leher dengan kejadian mendengkur.

Penelitian ini dilakukan dengan metode analitik dengan desain cross sectional. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara total sampling dan populasinya adalah para guru dan staf Yayasan Pendidikan Harapan 3 Medan dengan jumlah total 85 orang. Proses pengumpulan data dilakukan pada tanggal 20 September sampai dengan 1 Oktober 2011. Data diperoleh dari wawancara menggunakan media kuesioner dan kemudian dilakukan pengukuran antropometri terkait seperti berat badan, tinggi badan, dan lingkar leher. Data diolah secara komputerisasi menggunakan program SPSS for windows.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 42% dari total responden mendengkur. Berdasarkan hasil uji chi-square kejadian mendengkur ini memiliki perbedaan yang bermakna dengan IMT ≥25 (p=0,002); lingkar leher ≥37 cm (p=0,005) pada responden laki-laki. Namun lingkar leher ≥34 cm pada responden perempuan tidak memiliki perbedaan yang bermakna dengan kejadian mendengkur (p >0,05).

Terdapat perbedaan yang bermakna antara kejadian mendengkur dengan obesitas. Tingginya risiko untuk terkena berbagai penyakit pada orang yang obesitas dapat mengurangi usia harapan hidup dan kualitas dari kehidupan itu sendiri. Oleh karena itu disarankan bagi pembaca untuk menjaga agar berat badan tetap ideal dengan mangatur pola hidup yang sehat.

(17)

ABSTRACT

Snoring is a symptom of respiratory disturbances during sleep. In severe cases this can progress to Obstructive Sleep Apnea (OSA) and can cause problems both for health and social problems. Increased risk factor of OSA in people who are obese and have a large neck circumference, the study aims to determine the difference Body Mass Index (BMI) and neck circumference with the incidence of snoring.

This study was conducted by the analytical method with cross sectional design. This study uses total sampling technique where the population is the teachers and staffs at Yayasan Pendidikan Harapan 3, Medan with total samples 85 people. Data was collected on the 20th September until October 1, 2011. Data obtained from interviews using questionnaires and then conducted related anthropometric measurements such as weight, height, and neck circumference. Computerized data processed using SPSS for windows.

The result showed that 42% of total respondents snoring. Based on the results of the chi-square test of snore events had a significant differentiation with BMI ≥25 (p=0.002); neck circumference ≥37 cm (p=0.005) in male respondents. However, neck circumference ≥34 cm in female respondents did not have a significant differentiation with the incidence of snoring (p>0.05).

There is a significant differentiation between the incidences of snoring with obesity. The high risk for various diseases in obese people can reduce life expectancy and quality of life itself. It is there for recommended for readers to keep the weight remains ideal manages a healthy lifestyle.

(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG

Mendengkur (snoring) merupakan suara gaduh dari pernafasan yang terjadi selama proses tidur, akibat getaran yang dihasilkan oleh dinding orofaring. Walaupun terkesan sederhana, mendengkur dapat menjadi masalah sosial maupun masalah kesehatan. Dimana mendengkur merupakan salah satu gejala klinis yang khas dari gangguan pernafasaan saat tidur (Lapinsky et al., 1997; McNicholas, 2008).

Kelebihan berat badan merupakan salah satu prediktor gangguan pernafasan saat tidur atau lebih dikenal dengan Sleep Disordered Breathing (SDB). Pengatamatan klinis dan studi populasi di seluruh populasi Amerika Serikat, Eropa, Asia, dan Australia secara konsisten menunjukkan peningkatan prevalensi SDB berhubungan dengan peningkatan Indeks Massa Tubuh (IMT) dan lingkar leher. Studi klinis mengenai berat badan dan studi populasi longitudinal memberikan dukungan yang kuat untuk sebuah hubungan sebab

akibat. Kelebihan berat badan dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi pada SDB menimbulkan banyak pertanyaan relevan di praktek klinis dan kesehatan masyarakat (Young et al., 2005).

Lingkar leher dapat menjadi metode pengukuran yang mudah dan murah untuk skreening individu dengan obesitas. Lingkar leher ≥37 cm untuk laki-laki dan ≥34 cm untuk wanita merupakan cutt of point yang paling tepat untuk mengidentifikasi individu dengan IMT ≥25 kg/m2 (Liubov et al., 2001).

(19)

dewasa mengalami SDB sedang (apnea or hypopnea index ≥15) dengan 58% diantaranya memiliki berat badan yang berlebihan (Young et al., 2005).

Mendengkur merupakan salah satu gejala klinis yang dapat membantu menegakkan diagnosa Obsrtuctive Sleep Apnea (OSA). Dimana, masyarakat yang memiliki riwayat mendengkur mempunyai risiko komplikasi OSA lebih tinggi (Lapinsky et al., 1997). Sebuah penelitian di Jakarta terhadap pengemudi taksi didapati 25% dari 280 responden berisiko OSA. Dimana prevalensi risiko OSA pada pengemudi taksi tersebut memiliki kaitan erat dengan adanya riwayat mendengkur dalam keluarga, IMT ≥ 25, lingkar leher ≥ 40 cm, usia ≥ 36 tahun dan memiliki jadwal kerja yang padat (Wiadnyana et al., 2010).

Berdasarkan keterangan di atas, terlihat adanya perbedaan yang cukup erat antara mendengkur dengan kejadian OSA. Oleh sebab itu, peneliti merasa perlu melakukan penelitian mengenai perbedaan antara IMT atau lingkar leher dengan kejadian mendengkur, karena tidak sedikit dari tenaga kesehatan termasuk dokter yang menyadari kondisi pasien yang memiliki risiko OSA ini dan pada akhirnya banyak pasien yang menderita gangguan ini tidak terdiagnosis dan tidak diterapi.

Sehingga selain masalah kesehatan, juga timbul masalah-masalah sosial dan menurunnya kualitas hidup penderita.

1.2RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk mengetahui apakah ada perbedaan Indeks Massa Tubuh (IMT) atau lingkar leher dengan kejadian mendengkur?

1.3TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 Tujuan Umum

(20)

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui risiko mendengkur berdasarkan usia.

2. Untuk mengetahui risiko mendengkur berdasarkan jenis kelamin.

1.4MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk: 1. Bagi petugas kesehatan

Memberikan informasi kepada petugas kesehatan terhadap faktor risiko (Indeks Massa Tubuh dan lingkar leher) dan gejala dini (mendengkur) dari gangguan pernafasan saat tidur.

2. Bagi Masyarakat

Sebagai bahan masukan untuk menambah wawasan dan pengetahuan terhadap gangguan pernafasan saat tidur beserta faktor risikonya.

3. Bagi penelitian

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 INDEKS MASSA TUBUH (IMT)

Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Berat badan kurang dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat badan berlebih akan meningkatkan risiko terhadap penyakit degenerative. Oleh sebab itu, mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih panjang (Depkes RI, 2000).

Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah cara termudah untuk memperkirakan obesitas serta berkolerasi tinggi dengan massa lemak tubuh, selain itu juga penting untuk mengidentifikasi pasien obesitas yang mempunyai risiko mendapat komplikasi medis. IMT mempunyai keunggulan utama yakni menggambarkan lemak tubuh yang berlebihan, sederhana dan bias digunakan dalam penelitian berskala besar (Rippe et al., 2001).

Pengukuran indeks massa tubuh hanya membutuhkan dua hal yaitu berat badan dan tinggi badan dengan perhitungan berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan kuadrat (m2), yang keduanya dapat dilakukan secara akurat oleh seseorang dengan sedikit latihan. Keterbatasannya adalah membutuhkan penilaian lain bila dipergunakan secara individual (Egger et al., 1996)

Salah satu keterbatasan IMT adalah tidak bisa membedakan berat yang berasal dari lemak dan berat dari otot atau tulang. IMT juga tidak bisa mengidentifikasi distribusi lemak tubuh. Sehingga beberapa penelitian menyatakan bahwa standar cut off point untuk mendefinisikan obesitas berdasarkan IMT mungkin tidak menggambarkan risiko yang sama untuk konsekuensi kesehatan pada semua rasa tau kelompok etnis (NIH, 2004).

(22)

23 sebagai berat badan berlebih overweight, dan IMT melebihi 25 sebagai obesitas. IMT yang ideal bagi orang dewasa adalah diantara 18,5 sampai 22,9. Obesitas dikategorikan pada dua tingkat: tingkat I (25-29,9) dan tingkat II (≥30).

Tabel 2.1 Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT) Berdasarkan Kriteria WHO 2000

Kategori IMT Asia (kg/m2) sebagai indeks untuk obesitas tubuh bagian atas merupakan salah satu prediktor terjadinya penyakit kardiovaskuler (Sjostrom et al., 2001). The North Association for The Study of Obesity menyatakan bahwa dari uji statistic, koefisien korelasi pearson menunjukkan hubungan erat antara lingkar leher dengan IMT (laki-laki, r=0,83; perempuan r=0,71; masing-masing, p<0,0001 dan lingkar pinggang (laki-laki, r=0,86; perempuan, r=0,56; masing-masing p<0,0001).

(23)

2.3 FISIOLOGI TIDUR

Tidur adalah suatu periode istirahat bagi tubuh berdasarkan atas kemauan serta kesadaran dan secara utuh atau sebagian fungsi tubuh yang akan dihambat atau dikurangi. Perbedaan tidur dengan keadaan tidak sadar lainnya adalah pada keadaan tidur siklusnya dapat diprediksi dan kurang respon terhadap rangsangan eksternal. Otak berangsur-angsur menjadi kurang responsif terhadap rangsangan visual, auditori dan rangsangan lingkungan lainnya (Arifin et al., 2010).

Sampai saat ini sistem klasifikasi untuk tingkatan tidur yang diterima adalah usulan dari Rechtschaffen dan Kales yaitu dengan pemeriksaan electroencephalogram (EEG), electrooculogram (EOG), dan electromyogram (EMG). Terdapat dua jenis tidur, yang ditandai oleh pola EEG yang berlainan dan perilaku yang berbeda: tidur gelombang lambat dengan gerakan mata tidak cepat (NREM; Non Rapid Eye Movement), dikenal juga sebagai tidur “S”, sinkron atau ortodoks dan tidur paradoksikal dengan gerakan mata cepat (REM; Rapid Eye Movement), dikenal juga sebagai tidur “D” atau desinkronisasi (Atmadja, 2002; Sherwood, 2001).

Pada orang normal tidur NREM merupakan keadaan yang relatif terjaga. Kecepatan denyut jantung biasanya lebih lambat 5-10 denyut setiap menit dari tingkat terjaga penuh dan teratur, begitu juga dengan respirasi. Tekanan darah juga cendrung rendah, dengan sedikit variasi dari menit ke menit. Fase REM ditandai oleh atonia otot dan gerakan cepat dari mata, peningkatan denyut jantung, peningkatan laju pernafasan, dan peningkatan tekanan darah yang berfluktuasi secara luas (Kaplan et al., 2010).

Fase tidur pada manusia (Czeisler et al., 1995): 1. Fase NREM, dibagi menjadi empat stadium:

a. Stadium 1

Merupakan transisi dari bangun dan ditandai oleh hilangnya pola alfa reguler dan munculnya amplitudo rendah, pola frekuensi campuran, terutama rentan teta (2-7 Hz) dan gerakan mata berputar lambat.

(24)

Ditetapkan melalui kejadian kompleks K dan kumparan tidur yang tumpang tindih pada aktivitas latar belakang yang serupa dengan stadium

1. Kompleks K adalah “discharge” negative (upward), amplitude tinggi, lambat dan diikuti segera dengan defleksi positif (downward). Rangakain

tidur merupakan “discharge” frekuensi tinggi (12-14 Hz) yang berlangsung 0,5-2 detik dengan amplitudo menyusut-bertambah. Aktivitas gerakan mata cepat tidak ada, dan EMG serupa dengan stadium 1.

c. Stadium 3

Merupakan delta tidur sekitar 20% tetapi kurang dari 50% aktivitas delta amplitudo tinggi (375µV) delta (0,5-2 Hz). Kumparan tidur tetap ada, aktivitas gerakan mata tidak ada, dan aktivitas EMG menetap pada kadar rendah.

d. Stadium 4

Pola stadium 3 EEG lambat, voltase tinggi terganggu sekitar 50% rekaman. NREM stadium 3 dan 4 disebut sebagai (secara kolektif) tidur

“dalam”, “delta”, atau “gelombanglambat”.

2. Fase REM

(25)

Gambar 2.1: Stadium tidur manusia (Czeisler et al., 1995).

Tidur nokturnal normal pada dewasa muda umunya konstan. Setelah

awitan tidur biasanya diawali dengan fase NREM stadium 1-4 dalam 45-60 menit. Tidur gelombang lambat menonjol pada sepertiga malam pertama dan terdiri dari 15-26% waktu tidur nokturnal total pada orang dewasa muda. Setelah episode tidur gelombang lambat pertama, perkembangan stadium NREM berbalik; tidur REM pertama terjadi setelah 80 menit onset tidur dan latensi REM memendek seiring bertambahnya usia (Czeisler et al., 1995).

(26)

Keseluruhan, tidur REM adalah 20-25% tidur total, stadium NREM (1 dan 2) adalah 50-60% pada dewasa muda. Bayi mengahabiskan waktunya jauh lebih banyak pada tidur REM. Sebaliknya, pada orang usia lanjut tidur REM dan gelombang lambat stadium 4 berkurang (Sherwood, 2001).

2.4 SISTEM RESPIRASI SAAT TIDUR

Saat ini diketahui bahwa pada keadaan tidur tubuh tidak seluruhnya beristirahat tetapi terdapat aktivitas pada fase-fase tidur. Sistem respirasi, esophagus, kardiovaskular dan fisiologi otak menunjukkan perubahan selama tidur. Pada orang normal sistem respirasi akan menurun selama tidur yaitu terjadi hipoventilasi alveolar. Frekuensi pernafasan dan ventilasi semenit akan menurun selama tidur NREM dan pada umumnya bertamabah cepat, dangkal, dan tak menentu pada tidur REM (Arifin et al., 2010).

Otot faring bertanggung jawab untuk menjaga patensi jalan nafas saat bernafas. Saraf yang mengontrol otot-otot ini berasal dari daerah yang sama dari batang otak yang juga bertanggung jawab untuk mengendalikan otot-otot

diafragma dan interkostal. Oleh sebab itu, otot-otot saluran pernafasan bagian atas bekerja seirama dengan pernafasan. Selama terjaga, otot ini memiliki tingkatan aktivitas tonus yang tinggi (Lapinsky et al., 1997).

Penurunan fungsi respirasi selama tidur disebabkan karena kolapsnya sebagian saluran nafas atas yang disertai penurunan tonus otot interkostal dan genioglosus. Penurunan refleks batuk dan bersihan mukosilier selama kedua fase tidur akan menyebabkan retensi sputum. Keadaan ini kurang berpengaruh terhadap orang normal tetapi merupakan merupakan keadaan yang darurat mengancam jiwa pada penderita asma, PPOK, sleep apnea atau keadaan kelainan respirasi lain. Kontrol pernafasan selama tidur REM bukan melalui refleks vagal seperti pada fase terjaga dan pada tidur NREM. Fase REM dianggap berasal dari penghambatan homeostatic feedback regulation hypothalamus (Arifin et al., 2010).

(27)

karbondioksida melemah selama tidur NREM, yang menyebabkan PCO2 lebih tinggi. Selama tidur REM, respon ventilasi terhadap hiperkapnea dan hipoksia memperlihatkan variabilitas yang nyata. Otot pernafasan yang bertanggung jawab untuk kelatenan jalan udara atas menjadi hipotonik sepanjang tidur dan selama tidur REM, hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan resistensi jalan nafas. Selain itu, refleks batuk berubah atau tidak ada selama tidur. Perubahan fungsi respiratori ini mungkin relevan terhadap patogenesis OSA (Czeisler et al., 1995).

Saat mulai tidur gambaran EEG terlihat perlambatan gelombang serta penurunan ventilasi semenit. Pada pasien dengan obstructive Sleep Apnea (OSA) penurunan atau penghentian aliran udara disebabkan oleh kolaps jalan nafas atas yang progresif dan menyebabkan penurunan saturasi oksihemoglobin serta terjadi stimulasi kemoreseptor perifer carotid bodies. Stimulasi kemorefleks terjadi melalui sistem saraf pusat sehingga meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatis yang ditandai dengan lonjakan microneurographic. Saat terbangun dari tidur, ventilasi dan saturasi oksihemoglobin akan kembali normal serta terjadi hambatan terhadap aktivitas sistem saraf simpatis oleh aferen yang berasal dari mekanoreseptor toraks yang bersinaps pada batang otak (Arifin et al., 2010).

2.5 MENDENGKUR

(28)

Salah satu survei epidemiologi di Republik San Marino (Italia Utara) terhadap hapir 6000 orang, dilaporkan bahwa 40% pria dan 28% wanita mendengkur dengan prevalensi meningkat hingga dekade ketujuh. Dalam penelitian ini, lebih dari 60% pria dan 40% dari wanita yang berusia di atas 60 tahun dilaporkan mendengkur. Penelitian lain menunjukkan bahwa terjadi sedikit penurunan prevalensi dengan meningkatnya usia lebih dari 60 tahun. Studi pada wanita setengah baya menunjukkan prevalensi mendengkur sebesar 23% pada kelompok usia muda (40-44 tahun) dan meningkat menjadi 40% pada usia 50-59 tahun (Lapinsky et al., 1997).

2.5.1 Faktor anatomi

Segala sesuatu yang menyebabkan penyempitan saluran nafas akan menimbulkan snoring. Beberapa pasien obstruksi jalan napas dikarenakan rahang kecil sehingga menghasilkan ruangan yang tidak cukup untuk lidah. Kelainan anatomi ini mengurangi luas penampang saluran udara bagian atas. Penurunan tonus otot saluran napas selama tidur dan penarikan oleh gaya gravitasi pada

posisi terlentang akan mempersempit saluran nasaf, sehingga menghambat aliran udara selama respirasi (Victor, 1999).

Suara mendengkur secara langsung berkaitan dengan getaran jaringan di orofaring. Jaringan tersebut antara lain mukosa dan otot-otot yang mendasari langit-langit lunak dan uvula, mukosa dan otot-otot yang mendasari pilar anterior dan posterior tonsil, tonsil itu sendiri dan mukosa hipofaring (Eipstein et al., 2007).

Setiap faktor anatomis yang mempengaruhi resistensi aliran udara dapat memiliki efek sekunder pada mendengkur. Secara khusus, ketidakseimbangan proporsi orofaring dengan lidah yang besar dapat memberikan kontribusi peningkatan resistensi saluran nafas. Struktur berdekatan yang menyebabkan perubahan aliran udara seperti: deviasi septum hidung, polip hidung, massa nasofaring dan lainnya (Lapinsky et al., 1997).

(29)

untuk apnea tidur obstruktif masih kontroversial, beberapa peneliti percaya bahwa sumbatan hidung parsial atau total dapat menyebabkan hipopnea dan apnea (Victor, 1999).

Penyempitan saluran pernafasan saat tidur dapat terjadi secara sederhana (simple snoring) maupun lengkap (complete). Selama penyempitan yang terjadi tidak mengancam nyawa, simple snoring tidak membutuhkan penanganan yang khusus, hanya saja suara dengkuran yang terjadi dapat mengganggu orang lain yang tidur di sebelahnya. Penyempitan komplit yang dikenal dengan Obstructive Sleep Apnea (OSA) dapat menimbulkan efek yang cukup serius bagi kesehatan dan kualitas hidup seseorang (Eipstein et al., 2007).

Gambar 2.2: saluran napas normal. Panjang dan ukuran total langit-langit lunak dan uvula normal. Lidah normal dalam ukuran dan sudut ke depan. Ukuran dan kontur saluran udara bagian atas di tingkat orofaring, nasofaring dan hipofaring adalah normal (Victor, 1999).

(30)

2.5.2 Patogenesis Mendengkur

Patensi saluran nafas bagian atas ditentukan oleh keseimbangan antara tekanan di sekitar jalan nafas. Tekanan negatif dari intraluminal akan membuat saluran nafas menjadi kolaps. Hal ini akan mengakibatkan faring menjadi sempit dan menghalangi aliran udara masuk akibat tekanan negatif tadi, sedangkan kekakuan dari mukosa dapat memudahkan jalan nafas untuk terbuka kembali. Sejumlah faktor anatomi dan fisiologi mungkin bertanggung jawab atas kolapsnya saluran nafas, akan tetapi secara keseluruhan kelainan yang mendasarinya adalah peningkatan resistensi saluran nafas bagian atas (Lapinsky et al., 1997).

Dengan meningkatnya resistensi saluran nafas, upaya inspirasi juga harus meningkat guna menjaga aliran udara. Tekanan negatif yang dihasilkan rongga toraks mengakibatkan kolapsnya dinding laringotrakheobronkial, memanjang dan menyempit pada orofaring. Dengan meningkatnya aliran udara akan mengurangi tekanan intrafaringeal. Tekanan negatif ini terjadi bersamaan dengan hipotonia otot faring karena tidur, sehingga getaran jaringan lunak di faring dianggap sebagai mendengkur (Czeisler et al., 1995).

(31)

Berbagai faktor dapat menyebabkan peningkatan resistensi jalan nafas pada setiap pasien. Struktur kelainan, termasuk kelainan faring dimana obstruksi jalan nafas bertanggung jawab atas mendengkur dan OSA. Gangguan fungsi otot saluran pernafasan bagian atas terjadi berhubungan dengan kondisi tidur. Faktor-faktor lain seperti obesitas, efek hormonal, dan obat-obatan, secara signifikan dapat mempengaruhi fungsi saluran nafas bagian atas (Lapinsky et al., 1997).

2.6 HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN MENDENGKUR Kelebihan berat badan merupakan prediktor utama untuk gangguan pernafasan tidur atau sleep disorder breathing (SDB). Pengamatan klinis dan studi populasi di seluruh Amerika Serikat, Eropa, Asia, dan Australia secara konsisten menunjukkan peningkatan dinilai dalam prevalensi SDB sebagai indeks massa tubuh, lingkar leher, atau tindakan lain meningkat habitus tubuh. Studi klinis berat badan dan populasi studi longitudinal memberikan dukungan yang kuat untuk sebuah hubungan sebab akibat. Peran kelebihan berat badan, faktor risiko yang dapat dimodifikasi, dengan SDB menimbulkan banyak pertanyaan

yang relevan dengan praktek klinis dan kesehatan masyarakat (Young et al., 2005).

Sebuah penelitian di Jakarta terhadap pengemudi taksi didapati 25% dari 280 responden berisiko OSA. Dimana prevalensi risiko OSA pada pengemudi

taksi tersebut memiliki kaitan erat dengan IMT ≥25, memiliki riwayat

mendengkur dalam keluarga, lingkar leher ≥40 cm, usia ≥ 36 tahun dan memiliki jadwal kerja yang padat (Wiadnyana et al., 2010).

2.7 HUBUNGAN LINGKAR LEHER DENGAN MENDENGKUR

(32)

OSA disebabkan oleh obstruksi jalan nafas atas saat tidur yang berulang sebagai akibat penyempitan saluran pernapasan. Pasien dengan gangguan yang paling sering adalah yang memiliki kelebihan berat badan, dengan infiltrasi peripharyngeal terkait lemak dan/ atau ukuran yang meningkat dari langit-langit lunak dan lidah. Awalnya, dapat terjadi obstruksi parsial dan menyebabkan dengkuran (snoring). Jaringan yang kolaps lebih lanjut atau pasien berguling dan tidur dengan posisi terlentang mengakibatkan jalan napas menjadi benar-benar terhalang. Apakah obstruksi tidak lengkap (Hypopnea) atau total (apnea), pasien berjuang untuk bernapas dan terbangun dari tidur. Episode obstruktif sering dikaitkan dengan penurunan saturasi oksihemoglobin (Victor, 1999).

Peristiwa ini sering diakhiri arousal dari tidur lebih dalam, dan fragmentasi tidur yang dihasilkan dapat menyebabkan kantuk di siang hari yang berlebihan, kurangnya perhatian, konsentrasi dan daya ingat terganggu. Banyak penderita OSA tidak merasa memiliki masalah dengan tidurnya dan datang ke dokter hanya karena teman tidur mengeluhkan suara mendengkur yang keras diselingi keadaan senyap yang bervariasi. Penyelidikan diagnostik standar emas untuk gangguan

pernafasan saat tidur adalah polysomnography malam hari untuk mendeteksi kejadian apnea dan hipopnea dan menentukan apakah mereka obstruktif atau untuk mengontrol pernapasan abnormal. Ukuran yang umum digunakan untuk SDB adalah indeks apnea-hipopnea (AHI, jumlah kejadian apnea dan hipopnea per jam tidur) (Young et al., 2005; McNicholas, 2008).

2.8 KUESIONER BERLIN

(33)

OSA tidak mudah untuk diidentifikasi karena dibutuhkan teknik dan alat-alat diagnostik yang tidak sederhana. Salah satu cara sederhana yang digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai riwayat tidur dan mengenali gangguannya adalah melalui wawancara yang membutuhkan waktu dan pelatihan. Kuesioner Berlin, dikembangkan pada tahun 1996, berisi serangkaian pertanyaan mengenai factor risiko untuk OSA. Termasuk di dalamnya mengenai perilaku mendengkur, riwayat kelelahan, dan obesitas atau hipertensi (Netzer et al., 1999).

Tabel 2.2 Kuesioner Berlin

Question Response

Has your weight changed? Increase

Decreased No change

Do you snore? Yes

No

Do not know

Snoring loudness Loud as breathing

Loud as talking Louder than talking Very loud

Snoring frequency Almost every day

3 to 4 times per week 1 to 2 times per week 1 to 2 times per month Never or almost never

Does your snoring bother other people? Yes

No

How often have your breathing pauses been noticed? Almost every day 3 to 4 times per week 1 to 2 times per week 1 to 2 times per month Never or almost never

Are you tired after sleeping? Almost every day

3 to 4 times per week 1 to 2 times per week 1 to 2 times per month Never or almost never

Are you tired during waketime? Almost every day

3 to 4 times per week 1 to 2 times per week 1 to 2 times per month Never or almost never

Have you ever fallen asleep while driving? Yes

No

Do you have high blood pressure? Yes

No

Do not know

(34)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL

3.1KERANGKA KONSEP PENELITIAN

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

3.2VARIABEL DAN DEFINISI OPERASIONAL

Pengukuran terhadap variabel babas (Independen) meliputi: Indeks Massa Tubuh (IMT), lingkar leher dan variabel terikat (dependen): mendengkur, dilakukan dengan metode sebagai berikut:

3.2.1 Indeks Massa Tubuh

Definisi Operasional: Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah suatu cara

atau metode sederhana yang paling sering digunakan untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berhubungan dengan kekurangan maupun kelebihan berat badan (Bickley, 2007).

Indeks Massa Tubuh

(IMT)

Lingkar Leher

Mendengkur

(35)

 Cara ukur: Indeks Massa Tubuh (IMT) diukur dengan cara Berat injak, dan untuk tinggi badan digunakan microtoise.

 Kategori:

o Obesitas : IMT ≥ 25

o Tidak Obesitas : IMT < 25

 Skala pengukuran: skala ordinal.

3.2.2 Lingkar Leher

 Definisi operasional: lingkar leher merupakan ukuran keliling leher yang dapat menjadi metode pengukuran yang mudah dan murah untuk screening individu dengan obesitas (Liubov et al., 2001).

 Cara ukur: lingkar leher diukur pada posisi berdiri tegak, tenang, dan kepala menghadap lurus ke depan. Pada pria dengan prominentia

laryngeal (adam’s apple), lingkar leher diukur tepat di bawah adam’s

apple. Sedangkan pada wanita, lingkar leher diukur pada bagian tengah leher, yaitu di antara spina midcervicalis dan midanterior leher, pastikan pita pengukur tidak menekan leher terlalu ketat.

 Alat ukur: pita ukur dengan lingkar leher dinyatakan dalam cm.

 Kategori:

o Pria

 Lingkar leher besar ≥ 37 cm

 Lingkar leher sedang < 37 cm

o Wanita

(36)

 Lingkar leher sedang <34 cm

 Skala pengukuran: skala ordinal.

3.2.3 Mendengkur

 Definsi operasional: mendengkur adalah suara gaduh dari pernafasan yang terjadi selama proses tidur akibat getaran yang dihasilkan oleh dinding orofaring.

 Cara ukur: wawancara.

 Alat ukur: menggunakan kuesioner.

 Kategori:

o Mendengkur o Tidak mendengkur

 Skala penguukuran: skala nominal.

Variabel Kategori Range Skala Ukur

IMT 1. Obesitas

Tabel 3.1 Metode Pengukuran Variabel Independen

Variabel Kategori Range Skala Ukur

Kejadian mendengkur

1. Mendengkur 2. Tidak mendengkur

Nominal

Tabel 3.2 Metode Pengukuran Variabel Dependen

3.3HIPOTESIS

 Terdapat perbedaan antara indeks massa tubuh dengan kejadian mendengkur.

(37)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1JENIS PENELITIAN

Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan design cross sectional. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan Indeks Massa Tubuh (IMT) atau lingkar leher dengan kejadian mendengkur, yang dilakukan dengan cara pengumpulan data pada saat itu juga.

4.2WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

4.2.1 Waktu

Penelitian ini telah dilaksaanakan pada tanggal 20 September sanpai dengan 1 Oktober 2011.

4.2.2 Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Yayasan Pendidikan Harapan 3 Medan.

4.3POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah Guru dan Staf Yayasan Pendidikan Harapan 3 yang berjumlah 85 orang.

4.3.2 Sampel

Sampel pada penelitian adalah total populasi penelitian. Kriteria inklusi:

- Guru dan staf yang aktif pada tahun ajaran 2011-2012 - Usia antara 20-60 tahun

- Bersedia mengikuti penelitian

Kriteria Ekslusi:

(38)

- Memiliki kelainan anatomi.

- Mengkonsumsi obat tidur dan alkohol.

4.4TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Penelitian ini menggunakan jenis data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan pemeriksaan fisis terkait. Wawancara dilakukan dengan menggunakan media kuesioner yang telah dilakukan uji validitas dan reliabilitasnya, kemudian dijawab langsung oleh responden setelah mendiskusikannya dengan keluarga yang mengeluhkan. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik setelah pengisian kuesioner, berupa pemeriksaan antropometri terkait yaitu berat badan, tinggi badan, serta lingkar leher. Data sekunder adalah data yang didapat dari pihak sekolah Harapan 3 mengenai jumlah guru dan staf tahun ajaran 2011-2012.

4.4.1 Uji Validitas dan Reliabilitas

Dilakukan uji validitas dan reliabilitas pada kuesioner yang telah disusun sebelumnya dengan menggunakan SPSS for windows. Sampel untuk uji validitas

dan reliabilitas sebanyak 15 orang guru SDN 11 Bukittinggi. Uji validitas dan reliabilitas ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2011.

Uji validitas yang dilakukan dengan korelasi Pearson, skor yang didapat dari setiap pertanyaan dikorelasikan dengan skor total untuk tiap variabel. Hasilnya diperoleh 9 pertanyaan valid. Dari uji reliabilitas 9 pertanyaan yang valid semuanya reliabel.

4.5PENGELOLAAN DAN ANALISA DATA

(39)
(40)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1HASIL PENELITIAN

Proses pengambilan data untuk penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 20 September sampai dengan 1 Oktober 2011 di Yayasan Pendidikan Harapan 3. Dengan jumlah subjek penelitian sebanyak 85 orang. Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dan dianalisa, maka dapat disimpulkan hasil penelitian dalam paparan di bawah ini.

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian Ini dilakukan di Sekolah Swasta Harapan 3 tingkat SD, SMP, dan SMA yang diselenggarakan oleh Yayasan Pendidikan Harapan. Sekolah ini berlokasi di Jalan Karya Wisata Ujung No. 31, Kelurahan Sidorukun, Kecamatan Delitua, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara.

Sekolah ini memiliki tanah seluas 58.421 m2 dengan penggunaan tanah: untuk bangunan 2.500 m2, halaman/taman 840 m2, lapangan olah raga 8.250 m2,

kebun 12.375 m2, lain-lain 34.456 m2. Tingkat SD, SMP dan SMA berada dalam satu bangunan gedung yang terdiri dari empat lantai. SD Harapan 3 mulai dibuka pada tahun 1999, SMP pada tahun 2002, dan tingkat SMA pada tahun 2004.

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden

(41)

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)

Laki-laki 34 49,3

Perempuan 35 50,7

Total 69 100

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa responden terbanyak adalah perempuan dengan total 35 orang (50,7%), sedangkan responden berjenis kelamin laki-laki didapati sebanyak 34 orang (49,3%).

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia

Usia Frekuensi (n) Persentase (%)

21-30 tahun 20 29

31-40 tahun 30 43,5

41-50 tahun 15 21,7

>50 tahun 4 5,8

Total 69 100

Dari Tabel 5.2, terlihat bahwa usia 31-40 tahun merupakan usia terbanyak dari total responden (43,5%), usia 21-30 tahun dengan total 20 orang (29%), usia 41-50 sebanyak 15 orang (21,7%), dan usia di atas 50 tahun sebanyak 4 orang (5,8%).

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Pernikahan

Status Pernikahan Frekuensi (n) Persentase (%)

Belum menikah 9 13

Menikah 60 87

(42)

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa status pernikahan responden terbanyak adalah menikah dengan total 60 orang (87%), sedangkan responden yang belum menikah didapati sebanyak 9 orang (13%).

5.1.3 Gambaran Status Gizi dan Lingkar Leher Responden

Berdasarkan data hasil penelitian diketahui distribusi frekuensi responden berdasarkan status gizi dan ukuran lingkar leher yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Gizi

Kategori IMT Frekuensi (n) Persentase (%)

Underweight < 18.5 5 7,2

Normoweight 18.5-22.9 22 31,9

Pre-obese 23-24.9 16 23,2

Obese I 25-29.9 19 27,5

Obese II ≥30 7 10,1

Total 69 100

Dari Tabel 5.4, terlihat bahwa status gizi responden terbanyak adalah normoweight dengan total 22 orang (31,9%), status gizi obese I sebanyak 19 orang (27,5%), status gizi pre-obese sebanyak 16 orang (23,2%), status gizi obese II sebanyak 7 orang (10,1%), dan yang paling sedikit adalah responden dengan status gizi underweight dengan total 5 orang (7,2%).

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lingkar Leher (Laki-laki)

Ukuran Lingkar Leher Frekuensi (n) Persentase (%)

<37 cm 14 41,2

≥37 cm 20 58,8

(43)

Berdasarkan tabel 5.5, dapat dilihat bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki memiliki ukuran lingkar leher ≥37 cm dengan jumlah 20 orang (58,8%), sedangkan responden laki-laki yang memiliki lingkar leher <37 cm sebanyak 14 orang (41,2%).

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lingkar Leher (Perempuan)

Ukuran Lingkar Leher Frekuensi (n) Persentase (%)

<34 cm 13 37,1

≥34 cm 22 62,9

Total 35 100

Dari tabel 5.6, dapat dilihat bahwa ukuran lingkar leher responden

perempuan terbanyak adalah ≥34 cm dengan jumlah 22 orang (62,9%), dan

lingkar leher <34 cm didapati sebanyak 13 orang (37,1%).

5.1.4 Deskripsi Evaluasi Tidur Responden

(44)

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Evaluasi Tidur Responden

Variabel Frekuensi (n = 69) Persentase (%)

Lama waktu tidur (jam) Lelah saat bangun tidur (kali/minggu)

Tidak pernah Lelah di siang hari (kali/minggu)

Tidak pernah Tertidur atau mengatuk saat beraktivitas

(45)

Dari tabel 5.7, sebagian besar responden memiliki lama waktu tidur antara 6-7 jam (63,8%). Mengenai riwayat mendengkur dalam keluarga 62,3%

responden menjawab “Ya”. Sebanyak 29 orang responden (42%) mendengkur saat tidur, dengan kualitas bunyi dengkuran seberisik saat bicara sebanyak 24 orang (34,8%). Responden yang mendengkur 3-4 kali/minggu sebanyak (23,2%). Sebesar 18,8% responden menjawab dengkurannya mengganggu orang lain. Perasaan lelah saat bangun tidur sebagian besar responden menjawab jarang atau kurang dari 2 kali/minggu yaitu sebanyak 40,6%. Perasaan lelah di siang hari dijawab kurang dari 2 kali/minggu oleh 44,9% responden. Perasaan mengantuk atau tertidur saat beraktivitas dijawab oleh sebagian besar responden (40,6%) dengan frekuensi jarang atau kurang dari 2 kali/minggu.

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Responden yang Mendengkur Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia

Variable Frekuensi (n=29) Persentase (%)

Jenis kelamin

Berdasarkan tabel 5.8, sebanyak 58,6% dari responden yang mendengkur berjenis kelamin laki-laki. Dan rentang usia responden yang mendengkur paling banyak antara 31-40 yaitu sebesar 51,7%.

5.1.5 Hasil Analisa Statistik

(46)

Tabel 5.9 Hasil Uji Tabulasi Silang antara Indeks Massa Tubuh terhadap Kejadian

Sedangkan responden yang bukan obesitas dengan IMT <25 tidak mengalami kejadian mendengkur sebanyak 31 orang (77,5%).

Berdasarkan tabulasi silang di atas, analisa dengan uji statistik Chi-square didapati nilai p=0,002 (p<0,05) artinya terdapat perbedaan antara indeks massa tubuh dengan kejadian mendengkur.

(47)

Dari tabel 5.17 dapat diketahui bahwa responden laki-laki yang memiliki

lingkar leher ≥37 cm mengalami kejadian mendengkur sebanyak 14 orang

(82,4%). Sedangkan responden yang memiliki ukuran lingkar leher <37 cm tidak mengalami kejadian mendengkur sebanyak 11 orang (64,7%).

Berdasarkan tabulasi silang di atas, analisa dengan uji statistik Chi-square didapati nilai p=0.005 (<0.05) artinya terdapat perbedaan antara lingkar leher dengan kejadian mendengkur pada responden laki-laki.

Tabel 5.11 Hasil Uji Tabulasi Silang antara Lingkar Leher pada Perempuan dengan Kejadian Mendengkur

Mendengkur

Total

Ya Tidak

LL <34 3 10 13

25% 43,5% 37,1%

>34 9 13 22

75% 56,5% 62,9%

Total 12 23 35

100% 100% 100%

Dari tabel 5.11 dapat diketahui bahwa responden perempuan yang

memiliki ukuran lingkar leher ≥34 cm mengalami kejadian mendengkur sebanyak

9 orang (75%). Sedangkan responden yang memiliki lingkar leher <34 cm tidak mengalami kejadian mendengkur sebanyak 10 orang (43,5%).

Berdasarkan tabulasi silang di atas, analisa dengan uji statistik Chi-square didapati nilai p=0,617 (p>0.05) artinya tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara lingkar leher dengan kejadian mendengkur pada responden perempuan.

(48)

5.2PEMBAHASAN 5.2.1 Mendengkur

Penilaian evaluasi tidur menggunakan pendekatan terhadap kuesioner Berlin, dimana beberapa pertanyaan yang terkait dengan penelitian ini diadaptasi dari kuesioner Berlin. Pada pelaksanaan penelitian kuesioner ini cukup mudah dimengerti. Keluhan-keluhan responden responden yang terkait masalah tidur akibat mendengkur cukup terakomodir dalam pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner tersebut. Dalam pengisian kuesioner ini, responden dibantu oleh keluarga terdekat yang mengetahui riwayat tidur responden. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan kuesioner Berlin merupakan kuesioner untuk menilai faktor risiko OSA secara subjektif, termasuk di dalamnya mengenai perilaku mendengkur, riwayat kelelahan dan obesitas (Netzer et al., 1999).

Hasil penelitian ini menunjukkan, beberapa responden memiliki keluhan atau dikeluhkan mendengkur oleh pasangan maupun teman tidurnya. Kondisi mendengkur ini menandakan adanya sumbatan pada saluran pernafasan bagian atas. Ketika tidur, proses pernafasan akan melambat, otot-otot pernafasan akan

rileks dan saluran nafas akan menyempit, tetapi proses respirasi dan ekspirasi terus berlangsung sehingga menimbulkan getaran dinding orofaring dan menghasilkan bunyi. Intensitas bunyi dengkuran dipengaruhi oleh besarnya sumbatan yang terjadi pada saluran pernafasan. Penyempitan saluran nafas ini dapat terjadi secara sederhana (simple snoring) maupun secara total (complete). Penyempitan yang komplit ini dikenal dengan Obstructive Sleep Apnea (OSA) dapat menimbulkan efek yang cukup serius bagi kesehatan dan kualitas hidup seseorang (Eipstein et al., 2007).

(49)

mempengaruhinya seperti kurangnya waktu istirahat, faktor kelelahan dan kondisi medis lainnya.

Berdasarkan kepustakaan, karakteristik responden yang merupakan salah satu faktor risiko meningkatnya kejadian mendengkur adalah usia. Dengan bertambahnya usia maka akan terjadi penurunan kemampuan kontrol respiratori dan peristiwa mendengkur yang merupakan faktor risiko OSA akan meningkat (Czeisler CA, 1995). Namun pada analisa bivariat, tidak diperoleh hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian mendengkur. Hal ini mungkin saja dipengaruhi oleh jumlah sampel yang masih sedikit ataupun distribusi usia responden yang masih terbatas.

5.2.2 Perbedaan Indeks Massa Tubuh dengan Kejadian Mendengkur

Hasil penelitian ini menunjukkan IMT ≥25 memiliki perbedaan yang bermakna dengan kejadian mendengkur. Begitu juga halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Wiadnyana dkk, pada tahun 2010 di Jakarta, didapatkan prevalensi risiko OSA pada pengemudi taksi memiliki kaitan erat dengan obesitas.

Kelebihan berat badan merupakan prediktor utama untuk gangguan pernafasan tidur atau sleep disorder breathing (SDB). Pengamatan klinis dan studi populasi di seluruh Amerika Serikat, Eropa, Asia, dan Australia secara konsisten menunjukkan peningkatan dinilai dalam prevalensi SDB sebagai indeks massa tubuh, lingkar leher, atau tindakan lain meningkat habitus tubuh (Young et al., 2005).

5.2.3 Perbedaan Lingkar Leher dengan Kejadian Mendengkur

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan perbedaan yang bermakna antara lingkar leher dengan kejadian mendengkur pada responden laki-laki, namun tidak demikian halnya dengan hasil tabulasi silang antara lingkar leher dengan kejadian mendengkur pada responden perempuan.

(50)
(51)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Yayasan Pendidikan Harapan 3, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Status gizi responden berdasarkan indeks massa tubuh diketahui 27,5% responden adalah obesitas I dan 10,1% termasuk obesitas II berdasarkan kriteria WHO 2000.

2. Ukuran lingkar leher untuk responden laki-laki ≥37 cm sebanyak

58,8% dan responden perempuan ≥34 cm didapati sebanyak 62,9%.

3. Responden yang mendengkur didapati sebanyak 42%. Dengan 58,6% diantaranya adalah responden laki-laki dan sisanya sebanyak 41,4% adalah responden perempuan. Dimana kelompok usia 31-40 tahun paling banyak ditemukan yaitu 51,7% dari jumlah responden yang mendengkur.

4. Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh adanya perbedaan yang signifikan antara indeks massa tubuh dengan kejadian mendengkur dengan nilai p=0,002 (<0,05).

5. Lingkar leher pada responden laki-laki dengan kejadian mendengkur juga ditemukan perbedaan yang signifikan dengan nilai p=0,005 (<0,05). Sementara itu tidak terdapat perbedaan antara lingkar leher pada responden perempuan dengan kejadian mendengkur dengan nilai p=0,617 (p>0,05).

6.2SARAN

(52)

2. Mendengkur dapat mengurangi kualitas tidur seseorang dikarenakan menurunnya saturasi oksihemoglobin dan terjadinya tidur yang terfragmentasi. Dampaknya akan dirasakan penderita pada saat bangun tidur, kelelahan saat terjaga, dan rasa kantuk padang siang hari. Risiko mendengkur ini dapat dikurangi dengan mengatur posisi tidur. Beberapa pasien mengalami perbaikan setelah tidur dengan posisi miring atau telungkup.

(53)

DAFTAR PUSTAKA

Amatoury, J, et al., 2005. Snoring-Related Energy Transmission to The Carotid Artery in Rabbits. J. Appl. Physiol. 100: 1547 – 1553.

Arifin, A.R., Ratnawati, Burhan E., 2010. Fisiologi Tidur dan Pernafasan. Jurnal Respirologi Indonesia.

Atmadja, W.B., 2002. Fisiologi Tidur. Jurnal Kedokteran Maranatha. Vol 1, No 2.

Bickley, L.S., Szilagyi, P.G., 2007. Guide to Physical Examination and History Taking. 9th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Czeisler, C.A., Richardson, G.S., Martin, J.B., 1999. Gangguan Tidur dan Irama Sirkadian dalam: Asdie, AH (editor). Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Vol.1. Edisi 13. Jakarta: EGC.

Depkes, RI. Pedoman Praktis Memantau Status Gizi Orang Dewasa. Direktorat Bina Gizi Masyarakat. http://www.gizi.depkes.go.id/

Egger, G., Swinburn, B., 1996. The Fat Loss Handbook. Australia: Allen &

Unwin.

Eipstein, L.J., Mardon, S., 2007. The Harvard Medical School Guide to A Good

Night’s Sleep. New York: The McGraw-Hill Companies.

Hartenbaum, N., Collop, N., Rosen, I.M., et al, 2006. Sleep Apnea and Commercial Motor Vehicle. JOEM. 48: 4-37.

Jennum, P., et al., 1992. Cardiovascular Risk Factors in Snorers. A cross-sectional study of 3323 men aged 54 to 74 years: the Copenhagen Male Study. Chest. 102: 1371 – 6.

(54)

Lapinsky, S.E., Goldfarb, D.R., Grossman, R.F., 1997. Snoring. In: Irwin RS, Curley FJ, Grossman RF (editors). Diagnosis and Treatment of Symptoms of the Respiratory Tract. New York: Futura Publishing Company Inc.

Liubov, S.E., Laor, A., 2001. Neck Circumference as Simple Screening Measure for Identifying Overweight and Obese Patients. The North Association for The Study of Obesity. 470:477.

McNicholas, W.T., 2008. Diagnosis of Obstructive Sleep Apnea in Adults. Ame. Thorac Soc. 5: 154-160.

National Institutes of Health. Strategic plan for NIH obesity research. NIH publication 2004; 04; 1-95.

Netzer, N.C., et al., 1999. Using the Berlin Questionnaire to Identify Patients at Risk for The Sleep Apnea Syndrome. Ann Intern Med. 131: 458-91.

Peker, Y., et al., 2000. Respiratory Disturbance Index: An Independent Predictor of Mortality in Coronary Artery Disease. Am. J. Respir. Crit. Med. 162: 81-6.

Rippe, J., McInnis, K., Melanson, K., 2001. Physician Involvement in The

Management of Obesity as A Primary Medical Condition. Obesity Research. 9:302-11.

Seragih, A.R., 2007. Mendengkur “The Silent Killer” dan Upaya Penanganannya

dalam Meningkatkan Kualitas Hidup. USU.

Sherwood, L., 2001. Susunan Saraf Pusat. Dalam: Santoso, BI (ed). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Sjostrom, C.D., Lassner. 2001. Relationship Between Changes in Body Composition and Changes in Cardiovascular Risk Factors: the SOS Intervention Study: Sweedish Obese Subjects. Obese Res. 5:519535.

(55)

Wiadnyana, P.G.P., Susanto, A.D., Amri, Z., Antariksa, B., 2010. Prevalensi Kemungkinan Obstructive Sleep Apnea dan Faktor-Faktor yang Berhubungan pada Pengemudi Taksi X di Jakarta. Jurnal Respirologi Indonesia.

(56)

Lampiran 1:

DAFTAR RIWAYAT HIDUP (CURRICULUM VITAE)

Nama : Siska Febrina

Jenis kelamin : Perempuan

Tempat / Tanggal Lahir : Bukittinggi/ 06 Februari 1990

Agama : Islam

Alamat : Jl. Dr. Sumarsono No.16 Kampus USU, Medan

Telepon : +6285263223632

Email : febrina_siska602@yahoo.com

Riwayat Pendidikan : 1. TK Jammi’atulhujjat Bukittinggi 1995-1996

2. SD Negeri 13 Bukittinggi 1996-2002 1. SMP Negeri 3 Bukittinggi 2002-2005 2. SMA Negeri 1 Bukittinggi 2005-2008 3. Fak. Kedokteran USU Medan 2008-sekarang

Pas Photo

(57)

Lampiran 2

LEMBAR PENJELASAN

Assalamualaikum Wr. Wb.

Salam sejahtera

Pertama-tama, saya ucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas kesediaan Bapak/Ibu yang telah meluangkan waktu untuk mengisi surat persetujuan ini.

Nama saya Siska Febrina. Saya sedang menjalani kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU) angkatan 2008. Saat ini saya sedang mengerjakan penelitian guna melengkapi Karya Tulis Ilmiah yang menjadi kewajiban saya untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran.

Saya akan mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Lingkar Leher dengan Mendengkur pada Guru dan Staf Yayasan Pendidikan Harapan 3 Medan Tahun Ajaran 2011 – 2012”. Untuk itu, saya mengharapkan kesediaan dan kerja sama dari Bapak/Ibu. Informasi yang didapat tidak akan digunakan untuk maksud lain selain penelitian ini.

Partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini bersifat bebas dan sukarela. Bebas untuk ikut atau menolak tanpa adanya sanksi apapun. Pada penelitian ini

identitas Bapak/Ibu akan dirahasiakan dan kerahasiaan akan dijamin sepenuhnya.

Demikian saya beritahukan. Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya. Semoga partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini membawa manfaat besar bagi kita semua.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

(58)

Lampiran 3

LEMBAR PERSETUJUAN (INFORMED CONSENT)

Penelitian ini berjudul “Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Lingkar Leher dengan Mendengkur pada Guru dan Staf Sekolah Harapan 3 Tahun Ajaran

2011-2012”. Penelitian ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas akhir mata kuilah

Community Research Programme (CRP). Penelitian ini akan dilakukan di Sekolah Harapan 3 Medan dan yang menjadi respondennya adalah guru dan staf SMA tersebut yang termasuk ke dalam criteria inklusi. Dalam penelitian ini responden akan diminta untuk mengisi kuesioner yang dibagikan peneliti. Selanjutnya akan dilakukan pengukuran tinggi badan, berat badan dan lingkar leher responden.

Setelah mendapatkan penjelasan atas tindakan yang akan dilakukan, maka saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Umur :

Jenis kelamin :

Dengan ini menyatakan bersedia untuk menjadi responden (subjek penelitian). Persetujuan ini diambil dan disepakati dalam keadaan sadar dan tanpa ada paksaan dari pihak manapun.

Medan, ………2011

Peneliti, Yang membuat pernyataan,

(59)

Lampiran 4

KUESIONER PENELITIAN

1. Data Pribadi

No. Responden :

Nama :

Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan*

Umur :

Status Perkawinan :

Berat badan : kg

Tinggi badan : cm

Lingkar leher : cm

Riwayat mengkonsumsi : a. obat tidur ada/tidak ada* b. alkohol ada/tidak ada* Riwayat penyakit : a. sesak nafas ada/tidak ada*

(60)

4. Pertanyaan Mengenai Penelitian A. Kebiasaan Hidup dan riwayat keluarga 1. Berapa lamakah Anda tidur dalam sehari?

a. >8 jam b. 6-8 jam c. <6 jam

2. Apakah ada dalam keluarga Anda, orang tua atau saudara kandung yang mendengkur?

b. sedikit berisik dibandingkan bernafas/seberisik saat bicara c. lebih berisik dibandingkan berbicara

5. Berapa sering Anda mendengkur? a. tidak pernah

b. jarang (≤2 kali/minggu)

c. kadang-kadang (3-4 kali/minggu) d. sering (≥5 kali/minggu)

6. Apakah dengkuran Anda mengganggu orang lain? a. ya

b. tidak

c. tidak mendengkur

C. Kondisi saat bangun tidur

(61)

b. jarang (≤ 2 kali/minggu)

c. kadang-kadang (3-4 kali/minggu) d. sering (≥ 5 kali/minggu)

8. Apakah Anda merasa sering merasa lelah di siang hari? a. tidak pernah

b. jarang (≤ 2 kali/minggu)

c. kadang-kadang (3-4 kali/minggu) d. sering (≥ 5 kali/minggu)

9. Pernahkah Anda tertidur atau mengantuk saat beraktivitas di siang hari? a. tidak pernah

b. jarang (≤ 2 kali/minggu)

(62)

Correlations

Pertanyaan 1 Pertanyaan 2 Pertanyaan 3 Pertanyaan 4 Pertanyaan 5 Pertanyaan 6 Pertanyaan 7 Pertanyaan 8 Pertanyaan 9 p total

(63)

Pertanyaan 8 Pearson Correlation

.588* .729** .746** .291 .289 .356 .701** 1 .582* .815**

Sig. (2-tailed) .021 .002 .001 .293 .297 .193 .004 .023 .000

N 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15

Pertanyaan 9 Pearson Correlation

.918** .919** .612* .345 .599* .423 .576* .582* 1 .880**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .015 .208 .018 .117 .025 .023 .000

N 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15

p total Pearson

Correlation

.884** .841** .605* .514* .624* .602* .824** .815** .880** 1

Sig. (2-tailed) .000 .000 .017 .050 .013 .017 .000 .000 .000

N 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15

(64)

Lampiran 5 Reliability

Item Statistics

Mean

Std.

Deviation N

Pertanyaan 1 1.53 .640 15

Pertanyaan 2 1.53 .516 15

Pertanyaan 3 1.47 .516 15

Pertanyaan 4 2.00 .655 15

Pertanyaan 5 1.60 1.056 15

Pertanyaan 6 2.00 .535 15

Pertanyaan 7 1.80 .941 15

Pertanyaan 8 2.13 1.125 15

Pertanyaan 9 1.60 .632 15

Reliability Statistics Cronbach's

Alpha N of Items

(65)

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

Pertanyaan 1 14.13 18.695 .850 .842

Pertanyaan 4 14.13 19.838 .805 .852

Pertanyaan 5 14.20 21.029 .531 .868

Pertanyaan 6 13.67 20.952 .405 .876

Pertanyaan 7 14.07 18.495 .463 .883

Pertanyaan 8 13.67 20.952 .525 .868

Pertanyaan 9 13.87 17.124 .745 .847

Pertanyaan 10 13.53 16.124 .710 .855

Pertanyaan 11 14.07 18.781 .844 .843

Scale Statistics

Mean Variance

Std.

Deviation N of Items

(66)

Lampiran 6 Frequency Table

Jenis Kelamin Responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid laki-laki 34 49.3 49.3 49.3

perempuan 35 50.7 50.7 100.0

Total 69 100.0 100.0

Kelompok Usia Responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 21-30 20 29.0 29.0 29.0

31-40 30 43.5 43.5 72.5

41-50 15 21.7 21.7 94.2

>50 4 5.8 5.8 100.0

Total 69 100.0 100.0

Status Pernikahan Responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid belum menikah 9 13.0 13.0 13.0

menikah 60 87.0 87.0 100.0

Gambar

Tabel 2.1 Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT) Berdasarkan Kriteria WHO 2000
Gambar 2.1: Stadium tidur manusia (Czeisler et al., 1995).
Gambar 2.2:
Gambar 2.4: Faktor-faktor yang mempengaruhi resistensi jalan napas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini sesuai dengan asas unus testus nullus testis (satu saksi bukan saksi). c) Akta harus ditandatangani oleh para pihak, saksi-saksi dan PPAT. Kedudukan Tanda tangan

Agar dapat mengamankan pendapatan dari penjualan makanan dan minuman sesuai dengan yang diharapkan,jclas diperlukan adanya suatu sistem kontrol intern yang baik yang dapat

Begitu juga dengan anak usia dini, anak membutuhkan arahan atau suatu permainan yang menarik yang dimana dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak

Sifat-sifat gagak lainnya yang perlu ditiru oleh seorang pemimpin adalah mengetahui rakyat yang sengsara dan menderita kelaparan, tidak tanggung-tanggung dalam memberikan

Penyelenggara pendidikan khusus wajib menerapkan standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru pendidikan khusus sebagaimana yang diatur dalam Peraturan

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati Bantul tentang Penyelenggaraan Tanggung Jawab

Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL TENTANG STANDAR SARANA DAN PRASARANA UNTUK SEKOLAH DASAR LUAR BIASA (SDLB), SEKOLAH MENENGAH PERTAMA LUAR BIASA

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Bupati Bantul Nomor 87 Tahun 2014 tentang Pemberian Tambahan Penghasilan Bagi Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten