• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Karakteristik Inovasi dan Sistem Sosial terhadap Adopsi Inovasi Program Bina Keluarga Balita (BKB) di Kelurahan Kwala Bingai Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Karakteristik Inovasi dan Sistem Sosial terhadap Adopsi Inovasi Program Bina Keluarga Balita (BKB) di Kelurahan Kwala Bingai Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KARAKTERISTIK INOVASI DAN SISTEM SOSIAL TERHADAP ADOPSI INOVASI PROGRAM BINA KELUARGA

BALITA (BKB) DI KELURAHAN KWALA BINGAI KECAMATAN STABAT KABUPATEN LANGKAT

TESIS

Oleh

ZUNITA HAFNI 097032148/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH KARAKTERISTIK INOVASI DAN SISTEM SOSIAL TERHADAP ADOPSI INOVASI PROGRAM BINA KELUARGA

BALITA (BKB) DI KELURAHAN KWALA BINGAI KECAMATAN STABAT KABUPATEN LANGKAT

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ZUNITA HAFNI 097032148/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH KARAKTERISTIK INOVASI DAN SISTEM SOSIAL TERHADAP ADOPSI

INOVASI PROGRAM BINA KELUARGA BALITA (BKB) DI KELURAHAN KWALA BINGAI KECAMATAN STABAT KABUPATEN LANGKAT

Nama Mahasiswa : Zunita Hafni Nomor Induk Mahasiswa : 097032148

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing :

Ketua

(Prof. dr. Guslihan Dasatjipta, Sp.A (K))

Anggota

(Drs. Amir Purba, M.Si, Ph.D)

Ketua Program Studi

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 19 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Guslihan Dasatjipta, Sp. A (K) Anggota : 1. Drs. Amir Purba, M.Si, Ph.D

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KARAKTERISTIK INOVASI DAN SISTEM SOSIAL TERHADAP ADOPSI INOVASI PROGRAM BINA KELUARGA

BALITA (BKB) DI KELURAHAN KWALA BINGAI KECAMATAN STABAT KABUPATEN LANGKAT

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar putaka.

Medan, September 2011

(6)

ABSTRAK

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengembangkan program pendidikan karakter sejak dini melalui Program Bina Keluarga Balita (BKB), dengan tujuan meningkatkan kesadaran dan kemampuan keluarga dalam membina tumbuh kembang, melakukan perawatan bagi anak-anaknya. Di Kabupaten Langkat jumlah keluarga peserta BKB berjumlah 7.427 dengan persentase pencapaian jumlah keluarga balita yang menjadi anggota BKB aktif masih 49,4%, dibandingkan dengan target nasional yaitu 90%.

Jenis penelitian adalah survei dengan tipe explanatory research yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh karakteristik inovasi (keuntungan relatif, keserasian, kerumitan, dapat dicoba, dapat dilihat) dan sistem sosial (struktur sosial, norma sistem, peran pemimpin, agen perubahan) terhadap adopsi inovasi program BKB. Populasi adalah seluruh ibu balita sebanyak 436 orang dengan besar sampel 60 orang yang diambil secara systematic random sampling. Data dianalisis dengan menggunakan uji regresi logistik ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik inovasi yang berpengaruh terhadap adopsi inovasi program BKB adalah keuntungan relatif sedangkan, sistem sosial yang berpengaruh terhadap adopsi inovasi program BKB adalah agen perubahan. Variabel yang dominan pengaruhnya adalah agen perubahan.

Disarankan, kepada petugas Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Langkat agar lebih intensif dan berkesinambungan melakukan penyuluhan dan promosi tentang program BKB. Perlu pengawasan dan evaluasi oleh Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) Kecamatan Stabat terhadap program BKB. Perlu ditingkatkan pembinaan dan pemberdayaan kader secara terus menerus. Perlu integrasi dan kerjasama serta pendekatan kepada penentu kebijakan dalam mengembangkan program BKB.

.

(7)

ABSTRACT

National Family Planning Board (BKKBN) has developed an early character education program through Pre-School Children Family Foundation Program, getting involved in increasing family’s awareness and potential to found the growth, care for children. In Langkat District, the members of Pre-School Children Family Foundation were 7,427 families and reported still 49,4% were active members and this was still lower of compared to the national target of 90%.

The purpose of this explanatory research survey was to analyze the influence of characteristics of innovation (relative advantage, compatibility, complexity, triability and observability) and social system (social structure, system norms, opinion leaders, change agent) on the adoption innovation of Pre-School Children Family Foundation Program. The population were all of the 436 mothers of children under five years old and 60 of them were selected to be the samples for this study through systematic random sampling technique. The data obtained were analyzed multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that the characteristics of innovation which had influence on the adoption innovation of Pre-School Children Family Foundation Program was relative advantage, while the social system which had influence on the adoption innovation of Pre-School Children Family Foundation Program was change agent . The most influential variable was change agent.

The health workers of Langkat District Family Planning Board and Women Empowerment are suggested to do more intensive and sustainable extension and promotion on the Pre-School Children Family Foundation Program. Monitoring and evaluation needs to be firmly and clearly of Stabat Subdistrict Family Planning Field Officer (PLKB) on Pre-School Children Family Foundation Program. Continuos cadre development and empowerment also needs to be improved. Integration and cooperation as well as approaches to policy-makers in developing on Pre-School Children Family Foundation Program.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ”Pengaruh Karakteristik Inovasi dan Sistem Sosial terhadap Adopsi Inovasi Program Bina Keluarga Balita (BKB) di Kelurahan Kwala Bingai Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat”. Tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program Magister di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulis menyadari begitu banyak yang memberikan dukungan, bimbingan, bantuan moril maupun materil dan kemudahan dari berbagai pihak, sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(9)

5. Prof. dr. Guslihan Dasatjipta, Sp.A(K) dan Drs. Amir Purba, M.Si, Ph.D selaku pembimbing yang telah memberi perhatian, dukungan dan pengarahan hingga tesis ini selesai.

6. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M dan Drs. Tukiman, M.K.M, selaku tim penguji yang telah memberikan masukan sehingga dapat menyempurnakan tesis ini.

7. dr. Catur Haryati, M.A.R.S, selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang dan yang memberi izin dan dukungan selama pendidikan.

8. Seluruh staf dosen dan staf pegawai di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis.

9. Seluruh rekan-rekan dan sahabat Angkatan 2009 Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

10.Teristimewa suami tercinta Labone Daeng Matantu, S.T buat semua doa, harapan dan pengorbanan juga dukungan yang tiada pernah berhenti, ananda tersayang I Najla Zata Azka, sumber inspirasi dan hiburan yang telah banyak berkorban selama pendidikan.

(10)

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak mempunyai kekurangan, untuk itu diharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan tesis ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, September 2011

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Zunita Hafni yang dilahirkan di Tebasan Lama Kabupaten Langkat pada tanggal 31 Januari 1979 dari pasangan Zauhari dan Zubaidah, S.Pd. Menikah dengan Labone Daeng Matantu, S.T dan telah dikaruniai 1 orang puteri, yaitu: I Najla Zata Azka, beragama Islam dan bertempat tinggal di Jl. T. Sutan. M. Sech Dsn I/A Famili No. 16 A Pantai Gemi Stabat Langkat.

Penulis menamatkan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri No. 054906 Tebasan Lama Langkat tahun 1985-1991, menamatkan pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama di SMP Negeri I Stabat tahun 1991-1994, menamatkan pendidikan sekolah menengah atas di SMU Negeri I Stabat tahun 1994-1997, menamatkan pendidikan DIII Keperawatan Malahayati Medan tahun 1997-2000, selanjutnnya meneruskan pendidikan di Fakultas Kesehatan dan Kedokteran Universitas Muhammadiyah Jakarta.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB 1. PENDAHULUAN ...

1.1. Latar Belakang ... 1.2. Permasalahan ... 1.3. Tujuan Penelitian ... 1.4. Hipotesis ... 1.5. Manfaat Penelitian ...

1 1 9 9 9 10 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ...

2.1. Difusi Inovasi ... 2.1.1. Pengertian Difusi dan Inovasi ... 2.1.2. Elemen Difusi Inovasi ... 2.1.3. Proses Putusan Inovasi ... 2.1.4. Keinovatifan dan Kategori Adopter ... 2.2. Karakteristik Inovasi dan Sistem Sosial ... 2.2.1. Karakteristik Inovasi ... 2.2.2. Sistem Sosial ... 2.3. Program Bina Keluarga Balita (BKB) ... 2.3.1. Dasar Pembentukan Program Bina Keluarga Balita (BKB) .. 2.3.2. Tujuan dan Sasaran Program Bina Keluarga Balita (BKB) ... 2.3.3. Ciri Khusus Program Bina Keluarga Balita (BKB) ... 2.3.4. Kegiatan Program Bina Keluarga Balita (BKB) ... 2.3.5. Pertumbuhan dan Perkembangan Balita ... 2.4. Landasan Teori ... 2.5. Kerangka Konsep ...

(13)

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 3.1. Jenis Penelitian ... 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 3.3. Populasi dan Sampel ... 3.4. Metode Pengumpulan Data ... 3.4.1. Pengumpulan Data ... 3.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 3.5.1. Variabel ... 3.5.2. Definisi Operasional ... 3.6. Metode Pengukuran ...

3.6.1. Aspek Pengukuran Variabel Independen ... 3.6.2. Aspek Pengukuran Variabel Dependen ... 3.7. Metode Analisis Data ...

35 35 35 35 37 37 38 40 40 40 42 42 47 47 BAB 4. HASIL PENELITIAN ...

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ……….. 4.1.1.Geografis ... 4.1.2.Demografi ... 4.1.3.Sarana dan Prasarana Kesehatan ... 4.2. Analisis Univariat ... 4.2.1.Karakteristik Responden ... 4.2.2.Karakteristik Inovasi ... 4.2.3.Sistem Sosial ... 4.2.4.Adopsi Inovasi Program Bina Keluarga Balita ... 4.3. Analisis Bivariat ... 4.3.1.Hubungan Karakteristik Inovasi dengan Adopsi Inovasi

Program BKB ... 4.3.2.Hubungan Sistem Sosial dengan Adopsi Inovasi Program

BKB ... 4.4. Analisis Multivariat ...

49 49 49 49 51 52 52 53 61 68 70 70 73 75 BAB 5. PEMBAHASAN ...

5.1. Karakteristik Inovasi terhadap Adopsi Inovasi Program Bina Keluarga Balita (BKB) ………... 5.1.1.Pengaruh Keuntungan Relatif terhadap Adopsi Inovasi

Program Bina Keluarga Balita (BKB) ………... 5.1.2.Pengaruh Keserasian terhadap Adopsi Inovasi Program

Bina Keluarga Balita (BKB) ……….. 78

(14)

5.1.3.Pengaruh Kerumitan terhadap Adopsi Inovasi Program Bina Keluarga Balita (BKB) ……….. 5.1.4.Pengaruh Dapat Dicoba terhadap Adopsi Inovasi Program

Bina Keluarga Balita (BKB) ……….. 5.1.5.Pengaruh Dapat Dilihat terhadap Adopsi Inovasi Program

Bina Keluarga Balita (BKB) ……….. 5.2. Sistem Sosial terhadap Adopsi Inovasi Program Bina Keluarga

Balita (BKB) ……… 5.2.1.Pengaruh Struktur Sosial terhadap Adopsi Inovasi Program

Bina Keluarga Balita (BKB) ……….. 5.2.2.Pengaruh Norma Sistem terhadap Adopsi Inovasi Program

Bina Keluarga Balita (BKB) ……….. 5.2.3.Pengaruh Peran Pemimpin terhadap Adopsi Inovasi

Program Bina Keluarga Balita (BKB) ………... 5.2.4.Pengaruh Agen Perubahan terhadap Adopsi Inovasi

Program Bina Keluarga Balita (BKB) ………... 5.3. Keterbatasan Penelitian ………

83 84 85 86 86 87 88 90 95 BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ...

6.1. Kesimpulan ………..

6.2. Saran ………

(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Penelitian Pengaruh Karakteristik Inovasi dan Sistem Sosial terhadap Adopsi Inovasi Program Bina Keluarga Balita (BKB) di Kelurahan Kwala Bingai Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat ... 39 4.1

4.2

4.3

Jumlah Penduduk menurut Tingkat Pendidikan di Kelurahan Kwala Bingai Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat ……… Jenis Sarana dan Prasarana Kesehatan di Kelurahan Kwala Bingai Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Tahun 2010 ……….. Distribusi Karakteristik Responden di Kelurahan Kwala Bingai Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Tahun 2011...

50

51

52 4.4 Distribusi Responden Menurut Indikator Keuntungan Relatif di

Kelurahan Kwala Bingai Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Tahun 2011... 54 4.5 Distribusi Responden Menurut Kategori Keuntungan Relatif di

Kelurahan Kwala Bingai Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Tahun 2011... 55 4.6 Distribusi Responden Menurut Indikator Keserasian di Kelurahan Kwala

Bingai Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Tahun 2011 ... 56 4.7 Distribusi Responden Menurut Kategori Keserasian di Kelurahan Kwala

Bingai Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Tahun 2011 ... 56 4.8 Distribusi Responden Menurut Indikator Kerumitan di Kelurahan Kwala

Bingai Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Tahun 2011... 57 4.9 Distribusi Responden Menurut Kategori Kerumitan di Kelurahan Kwala

Bingai Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Tahun 2011... 58 4.10 Distribusi Responden Menurut Indikator Dapat Dicoba di Kelurahan

(16)

4.11 Distribusi Responden Menurut Kategori Dapat Dicoba di Kelurahan Kwala Bingai Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Tahun 2011 ... 60 4.12 Distribusi Responden Menurut Indikator Dapat Dilihat di Kelurahan

Kwala Bingai Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Tahun 2011 ... 60 4.13 Distribusi Responden Menurut Kategori Dapat Dilihat di Kelurahan

Kwala Bingai Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Tahun 2011... 61 4.14 Distribusi Responden Menurut Indikator Struktur Sosial di Kelurahan

Kwala Bingai Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Tahun 2011 ... 62 4.15 Distribusi Responden Menurut Kategori Struktur Sosial di Kelurahan

Kwala Bingai Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Tahun 2011... 63 4.16 Distribusi Responden Menurut Indikator Norma Sistem di Kelurahan

Kwala Bingai Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Tahun 2011... 64 4.17 Distribusi Responden Menurut Kategori Norma Sistem di Kelurahan

Kwala Bingai Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Tahun 2011... 64 4.18 Distribusi Responden Menurut Indikator Peran Pemimpin di Kelurahan

Kwala Bingai Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Tahun 2011... 65 4.19 Distribusi Responden Menurut Kategori Peran Pemimpin di Kelurahan

Kwala Bingai Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Tahun 2011... 66 4.20 Distribusi Responden Menurut Indikator Agen Perubahan di Kelurahan

Kwala Bingai Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Tahun 2011... 67 4.21 Distribusi Responden Menurut Kategori Agen Perubahan di Kelurahan

Kwala Bingai Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Tahun 2011... 68 4.22 Distribusi Responden Menurut Indikator Adopsi Inovasi di Kelurahan

Kwala Bingai Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Tahun 2011... 69 4.23 Distribusi Responden Menurut Kategori Adopsi Inovasi di Kelurahan

(17)

4.24 Hubungan Karakteristik Inovasi dengan Adopsi Inovasi Program Bina Keluarga Balita (BKB) di Kelurahan Kwala Bingai Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Tahun 2011... 72 4.25 Hubungan Sistem Sosial dengan Adopsi Inovasi Program Bina Keluarga

Balita (BKB) di Kelurahan Kwala Bingai Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Tahun 2011... 75 4.26 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik antara Karakteristik Inovasi

(18)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 Model Proses Pengambilan Keputusan Inovasi ... 16

2.2 Faktor yang Memengaruhi Tingkat Adopsi ... 17

2.3 Kelompok Adopter dalam Sistem Sosial ... 21

2.4 Teori Difusi Inovasi (Theory diffusion of innovation) ... 33

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian... 102

2. Uji Validitas dan Reliabilitas Data... 109

3. Analisis Univariat (Distribusi Frekuensi)... 119

4. Analisis Bivariat... 128

5. Analisis Multivariat (Uji Regresi Logistik)……….. 134

6. Surat Izin Penelitian... 146

(20)

ABSTRAK

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengembangkan program pendidikan karakter sejak dini melalui Program Bina Keluarga Balita (BKB), dengan tujuan meningkatkan kesadaran dan kemampuan keluarga dalam membina tumbuh kembang, melakukan perawatan bagi anak-anaknya. Di Kabupaten Langkat jumlah keluarga peserta BKB berjumlah 7.427 dengan persentase pencapaian jumlah keluarga balita yang menjadi anggota BKB aktif masih 49,4%, dibandingkan dengan target nasional yaitu 90%.

Jenis penelitian adalah survei dengan tipe explanatory research yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh karakteristik inovasi (keuntungan relatif, keserasian, kerumitan, dapat dicoba, dapat dilihat) dan sistem sosial (struktur sosial, norma sistem, peran pemimpin, agen perubahan) terhadap adopsi inovasi program BKB. Populasi adalah seluruh ibu balita sebanyak 436 orang dengan besar sampel 60 orang yang diambil secara systematic random sampling. Data dianalisis dengan menggunakan uji regresi logistik ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik inovasi yang berpengaruh terhadap adopsi inovasi program BKB adalah keuntungan relatif sedangkan, sistem sosial yang berpengaruh terhadap adopsi inovasi program BKB adalah agen perubahan. Variabel yang dominan pengaruhnya adalah agen perubahan.

Disarankan, kepada petugas Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Langkat agar lebih intensif dan berkesinambungan melakukan penyuluhan dan promosi tentang program BKB. Perlu pengawasan dan evaluasi oleh Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) Kecamatan Stabat terhadap program BKB. Perlu ditingkatkan pembinaan dan pemberdayaan kader secara terus menerus. Perlu integrasi dan kerjasama serta pendekatan kepada penentu kebijakan dalam mengembangkan program BKB.

.

(21)

ABSTRACT

National Family Planning Board (BKKBN) has developed an early character education program through Pre-School Children Family Foundation Program, getting involved in increasing family’s awareness and potential to found the growth, care for children. In Langkat District, the members of Pre-School Children Family Foundation were 7,427 families and reported still 49,4% were active members and this was still lower of compared to the national target of 90%.

The purpose of this explanatory research survey was to analyze the influence of characteristics of innovation (relative advantage, compatibility, complexity, triability and observability) and social system (social structure, system norms, opinion leaders, change agent) on the adoption innovation of Pre-School Children Family Foundation Program. The population were all of the 436 mothers of children under five years old and 60 of them were selected to be the samples for this study through systematic random sampling technique. The data obtained were analyzed multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that the characteristics of innovation which had influence on the adoption innovation of Pre-School Children Family Foundation Program was relative advantage, while the social system which had influence on the adoption innovation of Pre-School Children Family Foundation Program was change agent . The most influential variable was change agent.

The health workers of Langkat District Family Planning Board and Women Empowerment are suggested to do more intensive and sustainable extension and promotion on the Pre-School Children Family Foundation Program. Monitoring and evaluation needs to be firmly and clearly of Stabat Subdistrict Family Planning Field Officer (PLKB) on Pre-School Children Family Foundation Program. Continuos cadre development and empowerment also needs to be improved. Integration and cooperation as well as approaches to policy-makers in developing on Pre-School Children Family Foundation Program.

(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Telah lebih setengah abad Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya tetapi berbagai permasalahan yang sangat mendasar, terutama dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal itu terlihat dari rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) terutama jika dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Berdasarkan Human Development Index (HDI) tahun 2010, Indonesia menjadi negara dengan kualitas SDM yang memprihatinkan berada diperingkat 108 dari 177 negara (Badan Pusat Statistik Indonesia, 2007).

Hal ini terlihat dari tingginya angka Kematian Balita (AKABA) di Indonesia pada tahun 2007 telah mencapai 44 per 1000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2009). Angka Kematian Balita di Indonesia pada tiap daerah berbeda-beda, di Sumatera Utara diperoleh angka kematian balita (AKABA) sebesar 67 per 1000 kelahiran hidup (Dinas Kesehatan Sumatera Utara, 2009). Tingginya angka kesakitan bayi dan gangguan gizi yang diderita oleh bayi dan anak balita di Indonesia saat ini memengaruhi kualitas remaja, calon ibu dan bapak serta sumber daya tenaga kerja

(23)

tahun mendatang. Oleh karena itu apabila kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak tidak diprioritaskan maka kondisi bangsa dan negara Indonesia pada tahun 2010-2015 akan semakin terpuruk lagi karena buruknya kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) (Depkes RI, 2004).

Upaya peningkatan kualitas SDM sangat terkait dengan pembangunan kesehatan. Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari upaya membangun manusia seutuhnya antara lain diselenggarakan melalui upaya kesehatan anak yang dilakukan sedini mungkin sejak masih dalam kandungan. Upaya kesehatan ibu yang dilakukan sebelum dan selama masa kehamilan hingga melahirkan, ditujukan untuk menghasilkan keturunan yang sehat dan lahir dengan selamat. Upaya kesehatan yang dilakukan sejak anak masih di dalam kandungan sampai lima tahun pertama kehidupannya, ditujukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya sekaligus meningkatkan kualitas hidup anak agar mencapai tumbuh kembang optimal baik fisik, mental, emosional maupun sosial serta memiliki intelegensi majemuk sesuai dengan potensi genetiknya (Depkes RI, 2005).

(24)

Proses pertumbuhan dan perkembangan balita sangat berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia di masa depan. Pertumbuhan balita mempunyai kaitan erat dengan kondisi gizi balita. Namun masalah gizi di Indonesia dewasa ini semakin memprihatinkan, karena masih dijumpainya kasus BBLR 14%, anemia balita 48% dan kurang energi protein (KEP) balita 27% (Depkes RI, 2006). Sedangkan untuk kecacatan, secara keseluruhan 29,9% bayi umur kurang dari 1 tahun 32,8% anak umur 1-4 tahun dan 30,1% anak umur 5-14 tahun menderita satu jenis kecacatan atau lebih (Susenas, 2001).

Pembinaan tumbuh kembang balita merupakan serangkaian kegiatan yang sifatnya berkelanjutan antara lain berupa peningkatan kesejahteraan anak pada pemenuhan kebutuhan dasar dan hak-hak anak seperti makanan, kesehatan, perlindungan, memperoleh kasih sayang, interaksi, rasa aman dan stimulasi serta kesempatan belajar (BKKBN, 2007). Pembinaan perkembangan anak yang dilaksanakan secara tepat dan terarah menjamin anak tumbuh kembang secara optimal sehingga menjadi manusia yang berkualitas, sehat, cerdas, kreatif, produktif, bertanggung jawab dan berguna bagi bangsa dan negara.

(25)

Mengingat jumlah balita di Indonesia sangat besar yaitu sekitar 10% dari seluruh populasi, maka sebagai calon generasi penerus bangsa, kualitas tumbuh kembang balita di Indonesia perlu mendapat perhatian yang serius yaitu mendapat gizi yang baik, stimulasi yang memadai serta terjangkau oleh pelayanan kesehatan berkualitas termasuk deteksi, intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang dan pembinaan tumbuh kembang balita (Depkes RI, 2005).

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengembangkan program pendidikan karakter sejak dini melalui kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB) dengan tujuan meningkatkan kesadaran dan kemampuan keluarga dalam membina tumbuh kembang, melakukan perawatan bagi anak-anaknya yang langsung menyentuh keluarga-keluarga sasaran. Melalui keluarga yang mempunyai anak balita disuatu wilayah, para kader dan konselor dilapangan memberikan bimbingan dan simulasi bagaimana memberikan kasih sayang, memantau pertumbuhan fisik dan perkembangan psikis anak, memerankan alat permainan edukatif (APE) dan sebagainya (BKKBN, 2008).

Sebelum BKB berdiri, pemerintah lebih memperhatikan aspek pertumbuhan fisik balita, antara lain melalui berbagai usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK), Kesehatan Ibu dan Anak, Keluarga Berencana, dan sebagainya. Oleh karena itu, BKB didirikan untuk melengkapi program yang telah ada dengan perhatian pada pertumbuhan dan perkembangan balita (BKKBN, 1992).

(26)

Program Nasional Bagi Anak Indonesia (PNBAI) yang antara lain dijabarkan dalam Visi Anak Indonesia 2015 untuk menuju anak Indonesia yang sehat. Strategi nasional bagi upaya penurunan kematian bayi dan balita adalah pemberdayaan keluarga, pemberdayan masyarakat, meningkatkan kerja sama dan kordinasi lintas sektor, dan meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan anak yang komprehensif dan berkualitas (Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia, 2010).

Program Bina Keluarga Balita (BKB) sebagai salah satu bagian program Keluarga Berencana (KB) bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan orang tua dan anggota keluarga lainnya dalam membina tumbuh kembang balita melalui rangsangan fisik, motorik, kecerdasan, emosional dan sosial dengan sebaik-baiknya dan merupakan bagian dari upaya untuk mempersiapkan keluarga yang berkualitas yang harus dimulai sejak dini bahkan sejak di dalam kandungan (BKKBN, 2008).

(27)

Jumlah kelompok BKB yang merupakan wahana penyuluhan pengetahuan dan cara tumbuh kembang balita sampai dengan bulan Maret 2005 tercatat sekitar 89.898 kelompok. Keluarga yang mengikuti kegiatan BKB sampai dengan Maret 2005 tercatat sebanyak 2.831.966 keluarga balita, atau sekitar 17,7% terhadap jumlah keluarga balita sebanyak 15.985.382 keluarga. Survei Indikator Program Indonesia (2003), Gambaran pengetahuan keluarga tentang cara pengasuhan dan tumbuh kembang anak dari yang berkaitan dengan perkembangan fisik badan anak pada umumnya dipahami dengan memberikan makan bergizi oleh 67,3% keluarga, dan membawa anak ke posyandu 44% keluarga.

Dalam mengubah masyarakat terdapat suatu kegiatan yang dikenal dengan difusi inovasi, yaitu suatu psoses penyebarserapan ide-ide baru dalam upaya untuk merubah suatu masyarakat (Rogers, 1983). Suatu inovasi akan diterima oleh seseorang/individu apabila terdapat karakteristik inovasi, ukuran keputusan adopter, sistem sosial, saluran komunikasi dan promosi agen perubahan.

Cepat atau lambatnya suatu inovasi diadopsi atau ditolak tergantung pada para anggota suatu sistem sosial menghayati lima karakteristik inovasi menurut Rogers (1983), yang meliputi: relative advantage (keuntungan relatif), compatibility (keserasian), complexity (kerumitan), triability (kemungkinan dicoba), dan observability (kemungkinan diamati), hal ini sangat menentukan tingkat suatu adopsi

(28)

sistem sosial adalah struktur sosial, norma sistem, peran pemimpin dan agen perubahan, tipe keputusan inovasi dan konsekuensi inovasi.

Pada penelitian Tanjung (2010), dikemukakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara inovasi dan sistem sosial dengan pemanfaatan perangkap telur nyamuk sederhana (ovitrap) oleh ibu rumah tangga. Berdasarkan penelitian Andayuni (2009), mengatakan bahwa karakteristik inovasi (kelebihan relatif) memengaruhi adopter dalam menggunakan larutan pemurni air rahmat yang efektif untuk menghilangkan mikroorganisme yang biasa mencemari air dan menyebabkan beberapa penyakit seperti diare, kolera, disentri dan demam tifus.

Kabupaten Langkat merupakan salah satu dari 25 kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Utara, jumlah penduduk di Kabupaten ini adalah 1.057.768 jiwa. Terdapat 23 kecamatan di Kabupaten ini, salah satunya Kecamatan Stabat. Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan tahun 2010 dapat dilihat bahwa di Kabupaten Langkat, Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak Balita masih dibawah yang diharapkan hanya mencapai 13,89% dari jumlah balita 93.268 sedangkan dilihat dari standard nasional pada indikator deteksi dini tumbuh kembang balita sebesar 90% dan status gizi balita di Kabupaten Langkat dengan prevalensi Bawah Garis Merah (BGM) sebesar 2,88% dan gizi buruk sebesar 0,35% (Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat, 2010)

(29)

masih 49,4% dibandingkan target nasional yaitu 90%. Dari laporan tersebut terlihat bahwa partisipasi keluarga dalam mengikuti program BKB masih rendah (BKKBN, 2011). Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas BKB Kabupaten Langkat, berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan peran serta ibu antara lain dengan melakukan kegiatan penyuluhan. Berdasarkan survei pendahuluan diketahui masih banyak ibu yang tidak ikut serta dalam program BKB. Hal ini disebabkan karena ketidaktahuan ibu akan pentingnya manfaat program BKB untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan balita serta adanya asumsi ibu bahwa program BKB tidak begitu penting. Aspek lain yang menyebabkan kurangnya partisipasi ibu dalam program BKB karena kurangnya dukungan keluarga.

Bagi masyarakat Kelurahan Kwala Bingai program penyuluhan BKB ini kurang menarik, masyarakat berasumsi bahwa informasi mengenai pendidikan dan pembelajaran anak dapat mereka peroleh melalui sumber-sumber yang berbeda. Pandangan masyarakat sendiri tentang pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak dapat dilakukan di rumah saja tanpa harus mengikuti program BKB dan masyarakat menganggap bahwa para orang tua mereka sendiri sebagai tempat untuk bertanya karena telah berpengalaman dalam membesarkan dan mendidik anak-anak mereka yang tercermin pada diri mereka sendiri.

(30)

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh karakteristik inovasi dan sistem sosial terhadap adopsi inovasi program Bina Keluarga Balita (BKB) di Kelurahan Kwala Bingai Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Tahun 2011.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh karakteristik inovasi dan sistem sosial terhadap adopsi inovasi program Bina Keluarga Balita (BKB) di Kelurahan Kwala Bingai Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Tahun 2011.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh karakteristik inovasi (keuntungan relatif, keserasian, kerumitan, dapat dicoba, dapat dilihat) dan sistem sosial (struktur sosial, norma sistem, peran pemimpin, agen perubahan) terhadap adopsi inovasi program Bina Keluarga Balita (BKB) di Kelurahan Kwala Bingai Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Tahun 2011.

1.5. Manfaat Penelitian

(31)

2. Sebagai bahan masukan bagi Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan dalam upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam program Bina Keluarga Balita (BKB)

(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Difusi Inovasi

2.1.1. Pengertian Difusi dan Inovasi

Difusi Inovasi terdiri dari dua padanan kata yaitu difusi dan inovasi. Rogers (1983) mendefinisikan difusi sebagai proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu di antara para anggota suatu sistem sosial (the process by which an innovation is communicated through certain channels overtime among the members of a social system). Disamping itu, difusi juga

dapat dianggap sebagai suatu jenis perubahan sosial yaitu suatu proses perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial.

Inovasi adalah suatu gagasan, praktek, atau benda yang dianggap/dirasa baru oleh individu atau kelompok masyarakat. Ungkapan dianggap/dirasa baru terhadap suatu ide, praktek atau benda oleh sebagian orang, belum tentu juga pada sebagian yang lain. Kesemuanya tergantung apa yang dirasakan oleh individu atau kelompok terhadap ide, praktek atau benda tersebut.

(33)

Tujuan utama dari difusi inovasi adalah diadopsinya suatu inovasi (ilmu pengetahuan, tekhnologi, bidang pengembangan masyarakat) oleh anggota sistem sosial tertentu. Sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal, organisasi sampai kepada masyarakat.

2.1.2. Elemen Difusi Inovasi

Menurut Rogers (1983) dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok, yaitu: suatu inovasi, dikomunikasikan melalui saluran komunikasi tertentu, dalam jangka waktu dan terjadi diantara anggota-anggota suatu sistem sosial.

1. Inovasi (gagasan, tindakan atau barang) yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya.

(34)

seseorang (relatif lebih awal atau lebih lambat dalam menerima inovasi), dan (c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.

4. Sistem sosial merupakan kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama.

2.1.3. Proses Putusan Inovasi

Penerimaan atau penolakan suatu inovasi adalah keputusan yang dibuat seseorang/individu dalam menerima suatu inovasi. Menurut Rogers (1983), proses pengambilan keputusan inovasi adalah proses mental dimana seseorang/individu berlalu dari pengetahuan pertama mengenai suatu inovasi dengan membentuk suatu sikap terhadap inovasi, sampai memutuskan untuk menolak atau menerima, melaksanakan ide-ide baru dan mengukuhkan terhadap keputusan inovasi. Pada awalnya Rogers (1983) menerangkan bahwa dalam upaya perubahan seseorang untuk mengadopsi suatu perilaku yang baru, terjadi berbagai tahapan pada seseorang tersebut, yaitu:

1. Tahap Awareness (Kesadaran), yaitu tahap seseorang tahu dan sadar ada terdapat suatu inovasi sehingga muncul adanya suatu kesadaran terhadap hal tersebut. 2. Tahap Interest (Keinginan), yaitu tahap seseorang mempertimbangkan atau

(35)

3. Tahap Evaluation (Evaluasi), yaitu tahap seseorang membuat putusan apakah ia menolak atau menerima inovasi yang ditawarkan sehingga saat itu ia mulai mengevaluasi.

4. Tahap Trial (Mencoba), yaitu tahap seseorang melaksanakan keputusan yang telah dibuatnya sehingga ia mulai mencoba suatu perilaku yang baru.

5. Tahap Adoption (Adopsi), yaitu tahap seseorang memastikan atau mengkonfirmasikan putusan yang diambilnya sehingga ia mulai mengadopsi perilaku baru tersebut.

Dari pengalaman di lapangan ternyata proses adopsi tidak berhenti segera setelah suatu inovasi diterima atau ditolak. Kondisi ini akan berubah lagi sebagai akibat dari pengaruh lingkungan penerima adopsi. Oleh sebab itu, Rogers (1983) merevisi kembali teorinya tentang keputusan tentang inovasi yaitu: Knowledge (pengetahuan), Persuasion (persuasi), Decision (keputusan), Implementation (pelaksanaan), dan Confirmation (konfirmasi).

1. Tahap pengetahuan.

(36)

2. Tahap persuasi.

Pada tahap ini individu tertarik pada inovasi dan aktif mencari informasi/detail mengenai inovasi. Tahap kedua ini terjadi lebih banyak dalam tingkat pemikiran calon pengguna. Inovasi yang dimaksud berkaitan dengan karakteristik inovasi

itu sendiri, seperti: (1) Kelebihan inovasi, (2) Tingkat keserasian, (3) Kompleksitas, ( 4) Dapat dicoba dan (5) Dapat dilihat.

3. Tahap pengambilan keputusan.

Pada tahap ini individu mengambil konsep inovasi dan menimbang keuntungan/kerugian dari menggunakan inovasi dan memutuskan apakah akan mengadopsi atau menolak inovasi.

4. Tahap implementasi.

Pada tahap ini mempekerjakan individu untuk inovasi yang berbeda-beda tergantung pada situasi. Selama tahap ini individu menentukan kegunaan dari inovasi dan dapat mencari informasi lebih lanjut tentang hal itu.

5. Tahap konfirmasi.

Setelah sebuah keputusan dibuat, seseorang kemudian akan mencari pembenaran atas keputusan mereka. Tidak menutup kemungkinan seseorang kemudian mengubah keputusan yang tadinya menolak jadi menerima inovasi setelah melakukan evaluasi.

(37)

Saluran Komunikasi

Kondisi Awal: 1. Situasi awal, 2. Kebutuhan & problem 3. Inovasi 4. Sistem sosial

1. Adopsi Continued Adopsi

Later Adopsi

2. Rejection Discontinuance Continued Karakteristik dari unit Karakteristik dari Inovasi

Pengambil Keputusan 1. Relative Advantage 1. Sosia ekonomi 2. Compatibility 2. Variabel individu 3. Complexity 3. Perilaku komunikasi 4. Triability

[image:37.612.115.530.115.346.2]

5. Observability

Gambar 2.1. Model Proses Pengambilan Keputusan Inovasi (Rogers, 1983)

Model tersebut menggambarkan tentang variabel yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi suatu inovasi serta tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi.

Variabel yang berpengaruh terhadap tahapan difusi inovasi tersebut mencakup (1) atribut inovasi (perceived atrribute of innovasion), (2) jenis keputusan inovasi

(type of innovation decisions), (3) saluran komunikasi (communication channels), (4) kondisi sistem sosial (nature of social system), dan (5) peran agen perubah (change agents

Rogers (1983) mengatakan bahwa karakteristik inovasi (kelebihan, keserasian, kerumitan, dapat di uji coba dan dapat diamati), hal ini sangat menentukan tingkat suatu adopsi daripada faktor lain yaitu berkisar antara 49% sampai dengan 87%,

).

(38)
[image:38.612.114.526.170.456.2]

seperti jenis keputusan, saluran komunikasi, sistem sosial dan usaha yang intensif dari agen perubahan, hal ini dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.2. Faktor yang memengaruhi tingkat adopsi (Rogers, 1983)

2.1.4. Keinovatifan dan Kategori Adopter

Rogers (1983) menjelaskan dalam menerima suatu inovasi ada beberapa tipologi penerima adopsi yang ideal yaitu :

1. Inovator adalah kelompok orang yang berani dan siap untuk mencoba hal-hal baru. Biasanya orang-orang ini adalah mereka yang memiliki gaya hidup dinamis di perkotaan yang memiliki banyak teman atau relasi.

Karakteristik Inovasi: 1. Keuntungan relatif 2. Keserasian

3. Kerumitan 4. Dapat diuji coba 5. Dapat dilihat

Keputusan Adopter

Sistem Sosial

Saluran Komunikasi

Tingkat Adopsi

(39)

2. Pengguna awal (early adopter ). Kategori adopter ini menghasilkan lebih banyak opini dibanding kategori lainnya, serta selalu mencari informasi tentang inovasi. 3. Mayoritas awal (early majority). Kategori pengadopsi seperti ini akan

berkompromi secara hati-hati sebelum membuat keputusan dalam mengadopsi inovasi, bahkan bisa dalam kurun waktu yang lama. Orang-orang seperti ini menjalankan fungsi penting untuk menunjukkan kepada seluruh komunitas bahwa sebuah inovasi layak digunakan atau cukup bermanfaat.

4. Mayoritas akhir (late majority). Kelompok yang ini lebih berhati-hati mengenai fungsi sebuah inovasi. Mereka menunggu hingga kebanyakan orang telah mencoba dan mengadopsi inovasi sebelum mereka mengambil keputusan.

5. Lamban (laggard). Kelompok ini merupakan orang yang terakhir melakukan adopsi inovasi. Mereka bersifat lebih tradisional, dan segan untuk mencoba hal hal baru. Saat kelompok ini mengadopsi inovasi baru, kebanyakan orang justru sudah jauh mengadopsi inovasi lainnya, dan menganggap mereka ketinggalan zaman.

Rogers dalam Mc Kenzie (1997) menjelaskan dalam menerima inovasi baru bahwa kelompok inovator hanya berkisar 2% sampai 3% saja dalam populasi, sedangkan untuk kelompok Early adopter hanya mencapai 14% saja dalam suatu populasi, untuk early majority dan late majority masing-masing 34% dalam suatu populasi dan untuk kelompok laggard mencapai 16%.

(40)

2.2. Karakteristik Inovasi dan Sistem Sosial 2.2.1. Karakteristik Inovasi

Karakteristik inovasi adalah sifat dari difusi inovasi, dimana karakteristik inovasi merupakan salah satu yang menentukan kecepatan suatu proses inovasi.

Rogers (1983) mengemukakan ada 5 karakteristik inovasi, yaitu : relative advantage (keuntungan relatif), compatibility atau kompatibilitas (keserasian),

complexity atau kompleksitas (kerumitan), triability atau triabilitas (dapat diuji coba)

dan observability (dapat diobservasi).

Relative Advantage (keuntungan relatif) adalah tingkat kelebihan suatu

inovasi, apakah lebih baik dari inovasi yang ada sebelumnya atau dari hal-hal yang biasa dilakukan. Biasanya diukur dari segi ekonomi, prestasi sosial, kenyamanan dan kepuasan. Semakin besar keuntungan relatif yang dirasakan oleh adopter, maka semakin cepat inovasi tersebut diadopsi.

Compatibility atau kompatibilitas (keserasian) adalah tingkat keserasian dari

suatu inovasi, apakah dianggap konsisten atau sesuai dengan nilai-nilai, pengalaman dan kebutuhan yang ada. Jika inovasi berlawanan atau tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang dianut oleh adopter maka inovasi baru tersebut tidak dapat diadopsi dengan mudah oleh adopter.

Complexity atau kompleksitas (kerumitan) adalah tingkat kerumitan dari suatu

(41)

Triability atau triabilitas (dapat diuji coba) merupakan tingkat apakah suatu

inovasi dapat dicoba terlebih dahulu atau harus terikat untuk menggunakannya. Suatu inovasi dapat diuji cobakan pada keadaan sesungguhnya, inovasi pada umumnya lebih cepat diadopsi. Untuk lebih mempercepat proses adopsi, maka suatu inovasi harus mampu menunjukkan keunggulannya.

Observability (dapat diobservasi) adalah tingkat bagaimana hasil penggunaan suatu inovasi dapat dilihat oleh orang lain. Semakin mudah seseorang melihat hasil suatu inovasi, semakin besar kemungkinan inovasi diadopsi oleh orang atau sekelompok orang.

2.2.2. Sistem Sosial

Sistem sosial merupakan kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama (Rogers, 1983).

(42)
[image:42.612.148.493.227.370.2]

Anggota sistem sosial dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok adopter (penerima inovasi) sesuai dengan tingkat keinovatifannya (kecepatan dalam menerima inovasi). Salah satu pengelompokan yang bisa dijadikan rujukan adalah pengelompokan berdasarkan kurva adopsi, yang telah duji oleh Rogers (1983).

Gambar 2.3. Kelompok Adopter dalam Sistem Sosial (Rogers, 1983)

Kurva yang membentuk lonceng tersebut dihasilkan oleh sejumlah penelitian tentang difusi inovasi. Kurva lonceng tersebut menggambarkan banyaknya pengadopsi dari waktu ke waktu. Pada tahun pertama, usaha penyebaran inovasi akan menghasilkan jumlah pengadopsi yang sedikit, pada tahun berikutnya jumlah pengadopsi akan lebih banyak dan setelah sampai pada puncaknya, sedikit demi sedikit jumlah pengadopsi akan menyusut.

(43)

dan norma-norma tertentu. Berkaitan dengan hal ini, Rogers (1983) menyebutkan adanya empat faktor yang memengaruhi proses keputusan inovasi. Keempat faktor tersebut adalah: struktur sosial, norma sistem, peran pemimpin dan agen perubahan.

Struktur sosial (social structure) adalah susunan suatu unit sistem yang memiliki pola tertentu. Adanya sebuah struktur dalam suatu sistem sosial memberikan suatu keteraturan dan stabilitas perilaku setiap individu dalam suatu sistem sosial tertentu. Struktur sosial juga menunjukan hubungan antar anggota dari sistem sosial. Hal ini dapat dicontohkan seperti terlihat pada struktur organisasi suatu perusahaan atau struktur sosial masyarakat suku tertentu. Struktur sosial dapat memfasilitasi atau menghambat difusi inovasi dalam suatu sistem. Katz (1961) seperti dikutip oleh Rogers menyatakan bahwa sangatlah bodoh mendifusikan suatu inovasi tanpa mengetahui struktur sosial dari adopter potensialnya, sama halnya dengan meneliti sirkulasi darah tanpa mempunyai pengetahuan yang cukup tentang struktur pembuluh nadi dan arteri. Penelitian yang dilakukan oleh Rogers dan Kincaid (1981) di Korea menunjukan bahwa adopsi suatu inovasi dipengaruhi oleh karakteristik individu itu sendiri dan juga sistem sosial dimana individu tersebut berada.

(44)

atau nilai-nilai yang dianut oleh individu (sekelompok masyarakat) dalam suatu sistem sosial berpengaruh terhadap penerimaan suatu inovasi tersebut.

Peran pemimpin (opinion leaders) dapat dikatakan sebagai orang-orang berpengaruh, yakni orang-orang tertentu yang mampu memengaruhi sikap orang lain secara informal dalam suatu sistem sosial. Dalam kenyataannya, orang berpengaruh ini dapat menjadi pendukung inovasi atau sebaliknya, menjadi penentang. Ia (mereka) berperan sebagai model dimana perilakunya (baik mendukung atau menentang) diikuti oleh para pengikutnya. Jadi, jelas disini bahwa orang berpengaruh memainkan peran dalam proses keputusan inovasi.

(45)

(misal: suatu institusi pendidikan), memungkinkan ditolaknya suatu inovasi walaupun secara ilmiah inovasi tersebut terbukti lebih unggul dibandingkan dengan apa yang sedang berjalan saat itu.

2.3. Program Bina Keluarga Balita (BKB)

2.3.1. Dasar Pembentukan Program Bina Keluarga Balita (BKB)

Program Bina Keluarga Balita (BKB) dicanangkan Bapak Soeharto pada hari ibu tahun 1981. Program BKB ini tidak bias dipisahkan dengan program-program lintas atau antar departemen yakni melengkapi program-program pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) khususnya yang diarahkan pada perbaikan kesehatan gizi ibu dan anak (BKKBN, 1992).

Pelaksanaan program BKB dimulai pada tahun anggaran 1985/1986. Hal ini berdasarkan pengarahan Ibu Negara pada tanggal 21 Juli 1984 melalui Surat Keputusan Bersama Menteri Negara UPW dan Kepala BKKBN No 11 KEPMEN UPW/IX/84 dan No 170/HK010/E3/84 tentang kerjasama pelaksanaan pengembangan proyek BKB dalam keterpaduan dengan program Keluarga Berencana (KB) dalam rangka mempercepat proses pelembagaan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS). Keputusan Bersama ini menggariskan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai penanggung operasional BKB (BKKBN, 2007).

(46)

rintisan awal tersebut diujicobakan hal-hal yang berkaitan dengan aspek manajemen program. Selanjutnya program ini terus dikembangkan dengan melalui berbagai tahap uji coba dan didukung oleh pemikiran ilmiah dari pakar di bidang tumbuh kembang anak (Forum PADU, 2004).

2.3.2. Tujuan dan Sasaran Program Bina Keluarga Balita (BKB)

Bina Keluarga Balita (BKB) dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut : 1. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran ibu dan anggota keluarga lainnya

tentang pentingnya : 1) Proses tumbuh kembang balita dalam aspek fisik, mental dan sosial; 2) Pelayanan yang tepat dan terpadu yang tersedia bagi anak, misalnya di Pos pelayanan terpadu (Posyandu)

2. Meningkatkan keterampilan ibu dan anggota keluarga lainnya dalam mengusahakan tumbuh kembang anak secara optimal, antara lain dengan stimulus mental dengan menggunakan Alat Permainan Edukatif (APE) dan memanfaatkan pelayanan yang tersedia (Soetjiningsih, 1995).

Sasaran utama program BKB adalah semua ibu-ibu yang mempunyai balita terutama ibu-ibu dari golongan masyarakat berpenghasilan rendah, baik di daerah pedesaan maupun perkotaan. Program ini diprioritaskan bagi keluarga yang berpenghasilan rendah mengingat masih kurangnya pengetahuan, keterampilan dan akses sarana pendidikan bagi anak di bawah usia lima tahun (Forum PADU, 2004). 2.3.3. Ciri Khusus Program Bina Keluarga Balita (BKB)

(47)

balita; 2) Membina tumbuh kembang anak; 3) Menggunakan alat bantu seperti Alat Permainan Edukatif (APE), dongeng, nyanyian sebagai perangsang tumbuh kembang anak; 4) Menekankan pada pembangunan manusia pada usia dini, baik fisik maupun mental; 5) Tidak langsung ditujukan kepada balita; 6) Meningkatkan keterampilan ibu dan anggota keluarga lainnya agar dapat mendidik balitanya (BKKBN, 2007). 2.3.4. Kegiatan Program Bina Keluarga Balita (BKB)

Kegiatan Bina Keluaraga Balita (BKB) dilakukan satu kali dalam sebulan. Penanggung jawab umum gerakan BKB adalah Lurah atau Kepala Desa. BKB direncanakan dan dikembangkan oleh kader, LKMD dan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) serta Tim Pembina LKMD tingkat kecamatan. Penyelenggarannya dilakukan oleh kader terlatih berasal dari anggota masyarakat yang bersedia secara sukarela bertugas memberikan peyuluhan kepada sasaran gerakan BKB. Bina keluarga balita dilaksanakan untuk membina ibu kelompok sasaran yang mempunyai anak Balita. Ibu sasaran ini, dibagi menjadi lima kelompok menurut umur anaknya, yaitu : 1) Kelompok ibu dengan anak umur 0-1 tahun; 2) Kelompok ibu dengan anak umur 1-2 tahun; 3) Kelompok ibu dengan anak umur 2-3 tahun; 4) Kelompok ibu dengan anak umur 3-4 tahun; 5) Kelompok ibu dengan anak umur 4-5 tahun.

(48)

Bina keluarga balita sebaiknya berada pada tempat yang mudah didatangi oleh masyarakat dan ditentukan oleh masyarakat sendiri. Dengan demikian kegiatan BKB dapat dilaksanakan di pos pelayanan yang telah ada, rumah penduduk, balai desa, tempat pertemuan RT atau di tempat khusus yang dibangun oleh masayarakat.

Adapun kegiatan program Bina Keluarga Balita (BKB) yang dilakukan yaitu: 1. Penyuluhan

Pertemuan penyuluhan BKB adalah forum pertemuan yang diselenggarakan oleh kader dan ibu peserta sebagai wadah penyampaian pesan dari kader kepada ibu peserta (BKKBN, 1992).

Materi pada kegiatan penyuluhan BKB berbeda pada setiap kelompok umur balita. Hal ini sesuai dengan tugas perkembangan anak yang berbeda masing-masing kelompok umur, sehingga cara stimulasi maupun media yang diperlukan untuk interaksi antara ibu dan anak pun berbeda. Pada program BKB, secara garis besarnya materi penyuluhan diantaranya (BKKBN, 2007):

Materi I : Integrasi KB dengan BKB

Materi II : Konsep diri ibu dan peran ibu dalam pendidikan balita Materi III : Proses tumbuh kembang anak

(49)

Materi VIII : Kecerdasan

Materi IX : Menolong Diri Sendiri Materi X : Tingkah laku sosial

Penyuluhan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan sasaran dalam rangka meningkatkan pengetahuan ibu antara lain dalam hal: kesehatan keluarga, sanitasi gizi, air susu ibu (ASI), imunisasi, KB dan pemanfaatan pelayanan yang tersedia serta hal-hal lain yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan keluarga.

2. Penggunaan Alat Permainan Edukatif (APE)

Alat Permainan Edukatif (APE) adalah alat permainan yang dapat mengoptimalkan perkembangan anak, disesuaikan dengan usianya dan tingkat perkembangannya, serta berguna untuk: a) Pengembangan aspek fisik, yaitu

kegiatan-kegiatan yang dapat menunjang atau merangsang pertumbuhan fisik anak; b) Pengembangan bahasa, dengan melatih berbicara, menggunakan kalimat yang

benar; c) Pengembangan aspek kognitif, yaitu dengan pengenalan suara, ukuran, bentuk, warna, dan lain-lain; d) Pengembangan aspek sosial, khususnya dalam hubungannya dengan interaksi antara ibu dan anak, keluarga dan masyarakat (Soetjiningsih, 1995).

(50)

Syarat yang harus dipenuhi Alat Permainan Edukatif sebagai berikut :

a) Aman. Alat permainan anak balita tidak boleh terlalu kecil, catnya tidak boleh mengandung racun, tidak ada bagian yang tajam, dan tidak ada bagian-bagian yang mudah pecah. Karena pada umur tersebut anak mengenal benda di sekitarnya dengan memegang, mencengkeram, memasukkan ke dalam mulutnya. b) Ukuran dan berat Alat Permainan Edukatif (APE) harus sesuai dengan usia anak.

Bila ukurannya terlalu besar akan sukar dijangkau anak, sebaliknya kalau terlalu kecil akan berbahaya karena dapat dengan mudah tertelan oleh anak. Sedangkan kalau Alat Permainan Edukatif (APE) terlalu berat, maka anak akan sulit memindah-mindahkannya serta akan membahayakan bila Alat Permainan Edukatif (APE) tersebut jatuh dan mengenai anak.

c) Disainnya harus jelas. Alat Permainan Edukatif (APE) harus mempunyai ukuran-ukuran, susunan dan warna tertentu, serta jelas maksud dan tujuannya.

d) Alat Permainan Edukatif (APE) harus mempunyai fungsi untuk mengembangkan berbagai aspek perkembangan anak, seperti motorik, bahasa, kecerdasan dan sosialisasi.

e) Harus dapat dimainkan dengan berbagai variasi, tetapi jangan terlalu sulit sehingga membuat anak frustasi, atau terlalu mudah sehingga membuat anak cepat bosan.

(51)

g) Alat Permainan Edukatif (APE) harus mudah diterima oleh semua kebudayaan karena bentuknya sangat umum

h) Alat Permainan Edukatif (APE) harus tidak mudah rusak. Kalau ada bagian-bagian yang rusak harus mudah diganti. Pemeliharaannya mudah, terbuat dari bahan yang mudah didapat, harganya terjangkau oleh masyarakat luas.

3. Kartu Kembang Anak (KKA)

Satoto telah mengembangkan Kartu Kembang Anak (KKA), yang berfungsi ganda yaitu sebagai alat penanda dan sekaligus sebagai alat komunikasi dalam membahas perkembangan anak, dari dan untuk ibu serta keluarga dalam masyarakat. Namun yang paling utama adalah untuk memfasilitasi interaksi antara ibu (beserta keluarga seluruhnya) dengan anak (Soetjiningsih, 1995).

(52)

tugas kader inti atau kader piket demi kelancaran tugas (BKKBN, 2007). Pada umumnya kader BKB sekaligus merupakan kader Posyandu. Bahkan di banyak tempat antara kegiatan Posyandu dan BKB menyatu (Forum PADU, 2004).

2.3.5. Pertumbuhan dan Perkembangan Balita

Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan interseluler, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat (Depkes RI, 2005).

Pertumbuhan sebagai indikator perkembangan status gizi, dimana indikator yang baik terjadi apabila tanda dapat memberikan indikasi yang sensitif atas perubahan suatu keadaan. Pertumbuhan merupakan salah satu produk dari keadaan keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi (status gizi). Oleh karena itu pertumbuhan merupakan suatu proses yang berkesinambungan, maka pertumbuhan merupakan indikator yang baik dari perkembangan status gizi anak (Depkes RI, 2002).

(53)

Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya (Soetjiningsih, 1995).

Untuk memantau perkembangan anak balita, terdapat 7 aspek yang dipantau tingkat perkembangannya, antara lain (BKKBN, 2006): 1) Perkembangan

kemampuan gerak kasar; 2) Perkembangan kemampuan gerak halus; 3) Perkembangan kemampuan komunikasi pasif; 4) Perkembangan kemampuan

komunikasi aktif ; 5) Perkembangan kecerdasan; 6) Perkembangan menolong diri sendiri; 7) Perkembangan tingkah laku sosial.

2.4. Landasan Teori

(54)

Rogers (1983) mengatakan bahwa faktor yang memengaruhi cepat atau lambatnya suatu inovasi diadopsi atau ditolak tergantung pada para anggota suatu sistem sosial menghayati lima karakteristik inovasi yang meliputi: relative advantage (keuntungan relatif), compatibility (keserasian), complexity (kerumitan), triability (kemungkinan dicoba), dan observability (kemungkinan diamati) hal ini sangat menentukan tingkat suatu adopsi daripada faktor lain seperti jenis keputusan, saluran komunikasi, sistem sosial dan usaha yang intensif dari agen perubahan. Landasan teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori diffusion of innovation, hal ini dapat dilihat pada gambar berikut:

Saluran Komunikasi

Kondisi Awal: 1. Situasi awal, 2. Kebutuhan & problem 3. Inovasi 4. Sistem sosial

1. Adopsi Continued Adopsi

Later Adopsi

2. Rejection Discontinuance Continued

Karakteristik dari unit Karakteristik dari Inovasi Pengambil Keputusan 1. Relative Advantage 1. Sosia ekonomi 2. Compatibility 2. Variabel individu 3. Complexity

3. Perilaku komunikasi 4. Triability

[image:54.612.113.528.361.642.2]

5. Observability

Gambar 2.4. Teori Difusi Inovasi (Theory diffusion of innovation) Rogers (1983)

(55)

2.5. Kerangka Konsep

[image:55.612.106.524.255.517.2]

Berdasarkan teori yang telah diuraikan di atas, maka peneliti akan memfokuskan untuk mengkaji variabel karakteristik inovasi dan sistem sosial terhadap adopsi inovasi program bina keluarga balita, hal ini dapat di lihat pada gambar kerangka konsep di bawah ini:

Variabel Independen

Variabel Dependen

Gambar 2.5. Kerangka Konsep

Adopsi Inovasi Program BKB Sistem Sosial

1. Struktur Sosial 2. Norma Sistem 3. Peran Pemimpin 4. Agen Perubahan

Karakteristik Inovasi 1. Keuntungan Relatif 2. Keserasian

(56)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian survei tipe explanatory research yang menyoroti hubungan antara variabel penelitian dan menguji hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya (Singarimbun, 1995), yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh antara karakteristik inovasi dan sistem sosial terhadap adopsi inovasi program Bina Keluarga Balita di Kelurahan Kwala Bingai Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitan

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Kwala Bingai Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat.

Waktu penelitian direncanakan mulai Desember 2010 sampai Juli 2011. Tahapan dilaksanakan mulai pra survei, pembuatan proposal penelitian, konsultasi dosen pembimbing, penelitian lapangan dan membuat laporan akhir.

3.3. Populasi dan Sampel

(57)

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Besar sampel dalam penelitian dihitung dengan rumus besar sampel dengan menggunakan uji hipotesis satu sampel (Lemeshow,1997):

{Z1-α/2√Po(1 – Po)+Z1-β√Pa(1 – Pa)}

n =

2

(Pa – Po)2

Keterangan:

N : Besar sampel

Z1-α/2 : Nilai deviasi normal pada tingkat kemaknaan α = 0,05  Z1-α/2

Z

= 1,96 :

1-β Kekuatan uji (ditetapkan peneliti) bila β  10% maka Z1-β

Po

= 1,282

: Proporsi keluarga yang menjadi anggota BKB aktif tahun Januari 2011: 49%

Pa : Proporsi keluarga yang diharapkan menjadi anggota BKB aktif : 64% {1,96√0,49(1 – 0,49)+1,282√0,64(1 – 0,64)}

n =

2

(0,64 – 0,49) n = 59,49  dibulatkan menjadi 60

2

(58)

acak, sedangkan unsur-unsur selanjutnya dipilih secara sistematis menurut suatu pola tertentu (Kasjono dan Yasril, 2009).

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan langkah yang amat penting dalam penelitian. Data yang terkumpul akan digunakan sebagai analisis dan pengujian hipotesis yang telah dirumuskan. Oleh karena itu pengumpulan data harus dilakukan dengan sistematis, terarah dan sesuai dengan masalah penelitian.

1. Data Primer

Data yang dikumpulkan langsung dengan wawancara dan observasi meliputi pengaruh karakteristik inovasi dan sistem sosial terhadap adopsi inovasi program Bina Keluarga Balita (BKB) dengan menggunakan instrumen daftar pertanyaan (kuesioner) yang tersusun secara sistematis dan standar yang diberikan kepada sampel penelitian yaitu ibu rumah tangga yang mempunyai balita.

2. Data Sekunder

(59)

3.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas

Sebelum penelitian dilakukan, terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas (kesahihan dan kehandalan) kuesioner penelitian. Sehingga kuesioner dapat digunakan menjadi alat ukur penelitian. Sebelum data dikumpulkan, terlebih dahulu dilakukan uji coba instrumen yang bertujuan untuk memastikan bahwa alat bantu yang akan digunakan (kuesioner) memiliki validitas dan reliabilitas. Uji coba dilakukan terhadap 30 orang ibu balita di Kelurahan Stabat Baru yang memiliki karakteristik yang sama dengan ibu balita di lokasi penelitian.

Uji validitas menunjukkan sejauh mana alat ukur benar-benar mengukur apa yang ingin diukur dan dilakukan dengan mengukur korelasi antara masing-masing item pertanyaan dengan skor total menggunakan rumus korelasi Pearson Product Moment (r), dengan ketentuan jika nilai r hitung > r tabel, maka pertanyaan valid dan

jika nilai r hitung < r tabel, maka pertanyaan tidak valid. Jika instrumen itu valid, maka dilihat kriteria penafsiran mengenai indeks korelasi (r) sebagai berikut: a) Sangat tinggi, antara 0,800-1,000; b) Tinggi, antara 0,600-0,799; c) Cukup, antara 0,400-0,599; d) Rendah, antara 0,200-0,399 dan e) Sangat Rendah, antara 0,000-0,199 (Riduwan, 2002).

(60)

tidak reliabel; b) 0,6-0,7 accetable; c) 0,7-0,8 baik dan d) > 0,8 sangat baik (Riduwan, 2002).

Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas bahwa instrumen penelitian atau alat ukur yang digunakan pada masing-masing variabel karakteristik inovasi (keuntungan relatif, keserasian, kerumitan, dapat dicoba, dapat dilihat) dan sistem sosial (struktur sosial, norma sistem, peran pemimpin, agen perubahan) semua pertanyaan mempunyai r hitung lebih besar dari r tabel pada df = 28; α = 5% sebesar 0,361, demikian juga alpha lebih besar dari r tabel (0,361), dengan demikian instrumen penelitian yang digunakan untuk penelitian dinyatakan valid dan reliabel (Triton, 2006). Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien r diantara 0,400-1,000 dan nilai alpha cronbach variabel keuntungan relatif 0,869, variabel keserasian 0,866, variabel kerumitan 0,881, variabel dapat dicoba 0,814, variabel dapat dilihat 0,899, variabel struktur sosial 0,893, variabel norma sistem 0,827, variabel peran pemimpin 0,854 dan variabel agen perubahan 0,966 (Lampiran 2).

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel

(61)

3.5.2. Definisi Operasional 1. Variabel Independen

a. Karakteristik Inovasi adalah sifat dari difusi inovasi, dimana karakteristik inovasi merupakan salah satu yang menentukan kecepatan suatu proses inovasi.

1) Keuntungan relatif adalah segala sesuatu yang diketahui dan dirasakan responden keuntungan-keuntungan (kesehatan) program Bina Keluarga Balita (BKB).

2) Keserasian adalah tingkat kesesuaian dari program Bina Keluarga Balita (BKB), apakah dianggap konsisten atau sesuai dengan nilai-nilai, pengalaman dan kebutuhan responden.

3) Kerumitan adalah tingkat kerumitan dari program Bina Keluarga Balita (BKB) untuk diadopsi, seberapa sulit memahami dan menggunakan program BKB.

4) Dapat dicoba adalah kegiatan yang dilakukan responden untuk uji coba program Bina Keluarga Balita (BKB) sebelum memutuskan untuk ikut serta dalam program BKB.

5) Dapat dilihat adalah tindakan (pengamatan) yang dilakukan responden kepada orang yang sudah terlebih dahulu ikut serta dalam program Bina Keluarga Balita (tetangga) yang ada di wilayahnya.

(62)

1) Struktur sosial adalah suatu keteraturan dan stabilitas perilaku setiap individu dalam suatu keluarga terhadap proses penerimaan inovasi.

2) Norma sistem adalah segala sesuatu yang dianut sebagai pedoman atau acuan oleh ibu yang mempunyai balita yang terkait dalam program Bina Keluarga Balita.

3) Peran pemimpin adalah orang berpengaruh (suami) memainkan peran dalam proses keputusan inovasi program Bina Keluarga Balita.

4) Agen perubahan adalah kelompok masyarakat (kader, petugas kesehatan) yang terintegrasi dan mempunyai pengaruh terhadap proses penerimaan inovasi.

2. Variabel Dependen

Adopsi inovasi adalah keputusan responden dalam menerima atau menolak inovasi program BKB.

3.6. Metode Pengukuran

3.6.1. Aspek Pengukuran Variabel Independen 1. Karakteristik Inovasi

a. Keuntungan relatif

(63)

jawaban a, skor 1 untuk jawaban b dan nilai skor 0 untuk jawaban c, sehingga nilai skor maksimal adalah 12 dan nilai skor minimal adalah 0 (Arikunto, 2006). Total skor variabel keuntungan relatif tersebut dikategorikan menjadi 2 berdasarkan nilai median, yaitu:

0. Baik, apabila total skor responden > median (skor > 6,5) 1. Tidak baik, apabila total skor responden ≤ median (skor ≤ 6,5) Skala ukur variabel keuntungan relatif adalah skala ordinal. b. Keserasian

Untuk mengukur variabel keserasian dengan memberikan skor terhadap kuesioner dengan pemberian bobot. Jumlah pertanyaan sebanyak 4 buah, penilaian terhadap jawaban responden dilakukan dengan memberikan nilai skor 2 untuk jawaban a, skor 1 untuk jawaban b dan nilai skor 0 untuk jawaban c, sehingga nilai skor maksimal adalah 8 dan nilai skor minimal adalah 0. Total skor variabel keserasian tersebut dikategorikan menjadi 2 berdasarkan nilai median, yaitu:

0. Baik, apabila total skor responden > median (skor > 4,5) 1. Tidak baik, apabila total skor responden ≤ median (skor ≤ 4,5) Skala ukur variabel keserasian adalah skala ordinal.

c. Kerumitan

(64)

skor maksimal adalah 10 dan nilai skor minimal adalah 0. Total skor variabel kerumitan tersebut dikategorikan menjadi 2 berdasarkan nilai median, yaitu:

0. Baik, apabila total skor responden > median (skor > 5,5) 1. Tidak baik, apabila total skor responden ≤ median (skor ≤ 5,5) Skala ukur variabel kerumitan adalah skala ordinal.

d. Dapat dicoba

Untuk mengukur variabel dapat dicoba dengan memberikan skor terhadap kuesioner dengan pemberian bobot. Jumlah pertanyaan sebanyak 4 buah. Penilaian terhadap jawaban responden dilakukan dengan memberikan nilai skor 1 untuk jawaban a dan nilai skor 0 untuk jawaban b, sehingga nilai skor maksimal adalah 4 dan nilai skor minimal adalah 0. Total skor variabel dapat dicoba tersebut dikategorikan menjadi 2 berdasarkan nilai median, yaitu:

0. Baik, apabila total skor responden > median (skor > 4,5) 1. Tidak baik, apabila total skor responden ≤ median (skor ≤ 4,5) Skala ukur variabel dapat dicoba adalah ordinal.

e. Dapat dilihat

(65)

0. Baik, apabila total skor responden > median (skor > 3,5) 1. Tidak baik, apabila total skor responden ≤ median (skor ≤ 3,5) Skala ukur variabel dapat dilihat adalah ordinal.

2. Sistem Sosial a. Struktur Sosial

Untuk mengukur variabel struktur sosial dengan memberikan skor terhadap kuesioner dengan pemberian bobot. Jumlah pertanyaan sebanyak 3 buah, penilaian terhadap jawaban responden dilakukan dengan memberikan nilai skor 2 untuk jawaban a, skor 1 untuk jawaban b dan nilai skor 0 untuk jawaban c, sehingga nilai skor maksimal adalah 6 dan nilai skor minimal adalah 0. Total skor variabel struktur sosial tersebut dikategorikan menjadi 2 berdasarkan nilai median, yaitu:

0. Mendukung, apabila total skor responden > median (skor > 3,5) 1. Tidak mendukung, apabila total skor responden ≤ median (skor ≤ 3,5) Skala ukur variabel struktur sosial adalah skala ordinal.

b. Norma Sistem

Untuk mengukur variabel norma sistem dengan memberikan skor terhadap kuesioner dengan pemberian bobot. Jumlah pertanyaan sebanyak 3 buah, penilaian terhadap jawaban responden dilakukan dengan memberikan nilai skor 2 untuk jawaban a, skor 1 untuk jawaban b dan nilai skor 0 untuk jawaban c, sehingga nilai skor maksimal adalah 6 dan nilai skor minimal adalah 0. Total skor variabel norma sistem tersebut dikategorikan menjadi 2 berdasarkan nilai median, yaitu:

(66)

1. Tidak mendukung, apabila total skor responden ≤ median (skor ≤ 3,5) Skala ukur variabel norma sistem adalah skala ordinal.

c. Peran Pemimpin

Gambar

Gambar 2.1. Model Proses Pengambilan Keputusan Inovasi (Rogers, 1983)
Gambar 2.2. Faktor yang memengaruhi tingkat adopsi (Rogers, 1983)
Gambar 2.3. Kelompok Adopter dalam Sistem Sosial (Rogers, 1983)
Gambar 2.4. Teori Difusi Inovasi ( Theory diffusion of innovation) Rogers (1983)
+7

Referensi

Dokumen terkait