• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Ketinggian Dan Jumlah Perangkap Feromon CPB-Lure Untuk Mengendalikan Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha cramerella Snell.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Ketinggian Dan Jumlah Perangkap Feromon CPB-Lure Untuk Mengendalikan Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha cramerella Snell.)"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KETINGGIAN DAN JUMLAH PERANGKAP

FEROMON CPB-Lure UNTUK MENGENDALIKAN

PENGGEREK BUAH KAKAO (Conopomorpha cramerella Snell.)

DI LAPANGAN

SKRIPSI

OLEH

RESIANDRY TARIGAN 050302015

HPT

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PENGARUH KETINGGIAN DAN JUMLAH PERANGKAP

FEROMON CPB-Lure UNTUK MENGENDALIKAN

PENGGEREK BUAH KAKAO (Conopomorpha cramerella Snell.)

DI LAPANGAN

SKRIPSI

OLEH

RESIANDRY TARIGAN 050302015

HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Mengikuti Ujian Sarjana di Departemen Hama Penyakit Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Dra. Maryani Cyccu Tobing, MS Ir. Mena Uly Tarigan, MS

Ketua Anggota

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

ABSTRACT

(4)

ABSTRAK

(5)

Riwayat Hidup

Resiandry Tarigan, lahir di Tigapanah Kabupaten Karo 31 Juli 1987 dari ayah Resopim Tarigan dan ibu Sinik Malem Br Barus, anak ke 2 dari 4 bersaudara.

Pendidikan yang sudah ditempuh penulis lulus dari SD Negeri 1 Tiga Jumpa pada tahun 1999, tahun 2002 lulus dari SMP Negeri 1 Barus Jahe, tahun 2005 lulus dari SMU Negeri 2 Kaban Jahe dan diterima sebagai mahasiswa di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan melalui jalur PMP.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat- Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi yang berjudul ”Pengaruh Ketinggian dan Jumlah Perangkap

Feromon CPB-Lure untuk Mengendalikan Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha cramerella Snell.) di Lapangan”. Skripsi ini merupakan salah

satu syarat untuk dapat mengikuti ujian sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kepala Balai Besar Perbenihan dan Perlindungan Tanaman Perkebunan, Komisi

Pembimbing Prof. Dr. Dra. M. Cyccu Tobing, MS selaku Ketua, Ir. Mena Uly Tarigan, MS selaku Anggota dan Kus Harianto pembimbing

lapangan yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini bemanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

(7)

DAFTAR ISI

Biologi hama Conopomorpha cramerella ... 5

Gejala Serangan ... 8

Pengendalian ... 10

Perangkap Feromon (CPB-Lure) ... 11

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 13

Bahan dan Alat ... 13

Jumlah imago C. cramerella yang tertangkap... 15

Persentase Serangan C. cramerella pada Buah Kakao ... 15

Produksi Basah Buah Kakao ... 16

(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Populasi Imago C. cramerella yang Tertangkap di Perangkap ... 17

Persentase Serangan C. cramerella pada Buah Kakao ... 19

Produksi Basah Buah Kakao ... 21

Serangga lain yang Tertangkap ... 22

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 24

Saran ... 24

DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hlm

1. Telur C. cramerella . ... 5

2. Larva C. cramerella ... 6

3. Pupa C. cramerella. ... 7

4. Imago C. cramerella ... 8

5. Gejala serangan C. cramerella pada buah muda ... 8

(10)

DAFTAR TABEL

No Judul Hlm

1. Rataan Populasi C. cramerella yang Tertangkap di Perangkap ... 17

2. Rataan Persentase Serangan C. cramerella pada Buah Kakao ... 20

3. Rataan Produksi Basah Buah Kakao ... 21

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jumlah Imago C. cramerella yang tertangkap pada pengamatan I...28

Lampiran 2. Jumlah imago C. cramerella yang tertangkap pada pengamatan II... 30

Lampiran 3. Jumlah imago C. cramerella yang tertangkap pada pengamatan III ... 32

Lampiran 4. Jumlah imago C. cramerella yang tertangkap pada pengamatan IV ... 34

Lampiran 5. Jumlah imago C. cramerella yang tertangkap pada pengamatan V ... 36

Lampiran 6. Jumlah imago C. cramerella yang tertangkap pada pengamatan VI ... 38

Lampiran 7. Jumlah imago C. cramerella yang tertangkap pada pengamatan VII ... 40

Lampiran 8. Jumlah imago C. cramerella yang tertangkap pada pengamatan VIII ... 42

Lampiran 9. Persentase serangan C. cramerella pada pengamatan I ... 44

Lampiran 10. Persentase serangan C. cramerella pada pengamatan II ... 46

Lampiran 11. Persentase serangan C. cramerella pada pengamatan III ... 48

Lampiran 12. Persentase serangan C. cramerella pada pengamatan IV... 50

Lampiran 13. Data produksi pada pengamatan I ... 51

Lampiran 14. Data produksi pada pengamatan II ... 51

Lampiran 15. Data produksi pada pengamatan III ... 52

Lampiran 16. Data produksi pada pengamatan IV ... 52

(12)

ABSTRACT

(13)

ABSTRAK

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan, dan devisa negara. Disamping itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah negara Pantai Gading (1.276.000 ton) dan Ghana (586.000 ton). Luas lahan tanaman kakao Indonesia ± 992.448 ha dengan produksi biji kakao sekitar 456.000 ton per tahun (Departemen Perindustrian, 2007; Suryana dkk, 2005).

Kondisi umum dari perkebunan kakao rakyat adalah kurang perawatan, umur tanaman sudah tua, bahan tanam yang digunakan rata-rata dari klon tidak unggul. Kondisi ini menyebabkan tingginya tingkat serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT), sehingga produktivitas kakao yang dihasilkan cukup rendah serta mutu kakao yang rendah (Susanto, 1997; Direktorat Jendral Perkebunan, 2008).

OPT utama yang menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan agribisnis kakao adalah penggerek buah kakao (Conopomorpha cramerella), penghisap

buah kakao (Helopeltis antonii), dan busuk buah kakao (Phytophthora palmivora). OPT utama yang saat ini menjadi prioritas utama

(15)

kecenderungan intensitas dan luas serangannya yang semakin meningkat (Direktorat Jendral Perkebunan, 2008;Sulistyowati dkk. 2003).

Penggerek buah kakao (PBK) C. cramerella merupakan hama utama kakao saat ini di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Serangan hama PBK menyebabkan hancurnya budidaya tanaman kakao di Indonesia pada akhir tahun 1800-an. Pada tahun 1990-an hama PBK yang sebelumnya hanya terdapat pada areal pertanaman kakao di Maluku bagian Utara dan di pulau Sebatik Kalimantan Timur, mulai meluas ke bagian lain Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara serta daerah-daerah pertanaman kakao lainnya ( Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 2006; Direktorat Jenderal Perkebunan, 2008).

Hama PBK dapat menyerang mulai buah muda sampai dengan buah masak, akan tetapi lebih menyukai buah kakao yang panjangnya ± 9 cm. Serangan PBK yang terjadi pada saat buah masih muda akan mengakibatkan kerusakan yang cukup berat karena biji saling lengket dan melekat kuat pada kulit buah, sehingga akan berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas biji kakao (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2008).

(16)

Pengendalian OPT kakao pada umumnnya baik pada petani maupun perkebunan masih sangat mengandalkan pestisida kimia sintetik. Seiring dengan keberhasilan penggunaan pestisida kimia sintetik tersebut, terdapat pula sejumlah dampak negatif seperti ketidakstabilan agroekosistem yang menguntungkan bagi perkembangan OPT akibat matinya musuh alami (Wiryadiputra, 1996; Winarto, 2006).

Pengendalian PBK yang akhir-akhir ini dilakukan di luar negeri adalah menggunakan senyawa atraktan untuk menarik perhatian serangga jantan. Penggunaan senyawa atraktan dapat bertahan ± 2 bulan ( Sulistyowati, 2006)

Di Indonesia penggunaan perangkap atraktan untuk menangkap PBK sudah digunakan di daerah Sulawesi Tenggara namun sampai saat ini belum pernah digunakan di Sumatera Utara, oleh sebab itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang penggunaan atraktan khususnya ketinggian dan

(17)

Tujuan Penelitian

- Untuk mengetahui ketinggian perangkap yang efektif terhadap jumlah C. cramerella yang tertangkap.

- Untuk mengetahui jumlah perangkap yang efektif untuk mengendalikan C. cramerella.

Hipotesa Penelitian

- Ketinggian perangkap berpengaruh terhadap populasi C. cramerella yang tertangkap.

- Jumlah perangkap berpengaruh terhadap intensitas serangan C. cramerella di lapangan.

Kegunaan Penelitian

- Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti ujian sarjana di Departemen Hama dan Penyakit Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae)

Serangga betina yang telah berkopulasi biasanya meletakkan telurnya setelah matahari terbenam pada alur kulit buah kakao. Telur PBK berbentuk lonjong, permukaaan atas cembung dan permukaan bawahnya rata yang menempel di permukaan kulit buah. Telur berwarna kekuningan dengan garis-garis berwarna kemerahan mengelilingi pingir dan bagian atasnya. Telur yang tidak subur berwarna keputihan. Rataan jumlah telur yang diletakkan setiap ngengat betina adalah 21 butir/hari. Hama PBK lebih menyukai buah yang memiliki alur-alur yang dalam sedangkan yang alurnya dangkal kurang disukai tapi masih terdapat peletakan telur (Taufik, 2001; Hase, 2007).

(19)

Pada waktu telur menetas, larva muda di dalam kulit telur menggigit kulit telur bagian bawah kemudian langsung masuk ke dalam epidermis kulit buah kakao. Larva berwarna kekuningan yang panjangnya 1 mm. Larva membuat liang gerekan di bawah kulit buah dan di antara biji serta memakan daging buah. Pada buah yang relatif muda hal itu menyebabkan biji melekat pada kulit buah dan melekat satu sama lain, sedang pada buah matang tidak menimbulkan kerusakan berarti pada biji tapi dapat menurunkan mutu biji (Suparno, 2001; Taufik, 2001).

Larva akan tetap tinggal di dalam buah dan semakin lama warna larva akan menjadi hijau muda. Tahap larva terdiri dari 4-5 instar, masa larva berlangsung 14-18 hari. Larva terakhir mempunyai ukuran 12 mm (Rauf, 2008; Direktorat Perlindungan Perkebunan, 2004).

Gambar 2 : Larva Conopomorpha cramerella

(Sumber :

(20)

lama stadium pupa 6-8 hari (Depparaba, 2002; Direktorat Jendral Perkebunan, 2006).

Gambar 3 : Pupa Conopomorpha cramerella

(Sumber :

Ngengat bertubuh ramping dan lembut, panjang tubuhnya 7 mm dan rentangan sayapnya 12 mm. Perkembangan PBK mulai dari telur sampai mencapai stadium dewasa memerlukan waktu 27-33 hari. Seekor ngengat betina PBK dapat meletakkan telur sebanyak 200 butir. Ngengat hanya aktif pada malam hari selama beberapa jam saja sejak matahari terbenam. Pada siang hari, ngengat berada di tempat teduh dan sering terdapat pada bagian bawah cabang horizontal, berdiri dengan arah tegak lurus pada arah sumbu cabang tersebut. Serangga ini melakukan kopulasi menjelang malam diatas tajuk tanam dan jarang terjadi perkawinan dibawah tajuk tanaman (Direktorat Bina Perlindungan Tanaman Perkebunan, 1992; Suparno, 2001).

(21)

Gejala Serangan

a. Buah Muda

Pada permukaan kulit buah yang terserang terlihat bercak besar berwarna kuning. Jika buah-buah yang menunjukkan gejala tersebut dibelah, kulit buah dan tempat masuknya larva serta saluran (placenta) biji tempat larva mengambil makanan terlihat berwarna coklat akibat serangan larva. Sedangkan daging buah masih tetap berwarna putih. Pada serangan berat bagian dalam buah berwarna coklat kehitaman (Deptan, 1997).

Gambar 4 : Gejala serangan Conopomorpha cramerella pada buah muda

(Sumber : Foto langsung)

b. Buah Dewasa

(22)

c. Buah Masak

Gejala serangan yang terlihat pada kulit luar buah masak secara kasat mata yaitu adanya bercak besar berwarna kuning. Pada tipe kakao dengan kulit buah berwarna merah, ada bercak-bercak berwarna oranye, sedang pada yang hijau ada bercak-bercak berwarna kuning-oranye. Jika buah buah tersebut dipetik terasa lebih berat dan apabila diguncang tidak terdengar bunyi ketukan biji-biji dengan dinding buah. Hal ini terjadi karena pada biji-biji yang rusak terbentuk lendir yang dapat memenuhi ruangan dalam buah, sedangkan biji-biji kakao menjadi rusak, dan melekat satu dengan yang lainnya. Jika buah tersebut dibelah terlihat daging buah berwarna coklat kehitaman sampai hitam, biji saling menempel dan apabila diproses lebih lanjut biji akan menjadi keriput (Deptan, 1997; Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2008).

Gambar 4 : Gejala serangan Conopomorpha cramerella pada buah masak

(Sumber :

Pengendalian

(23)

hama. Pemangkasan dilakukan baik pada tanaman kakao maupun tanaman penaung untuk mengurangi kelembapan yang tinggi dan membuka kanopi agar tanaman mendapat penyinaran merata karena hama PBK lebih menyukai tanaman yang rimbun dan gelap (Sulistyowati dkk. 2003; Direktorat Jendral Perkebunan, 2006).

Metode panen sering pada saat buah masak awal yang diikuti sanitasi dapat menekan populasi PBK. Hal ini karena pada buah yang masak awal, ulat PBK belum keluar sehingga jika kulit buah dan plasenta langsung ditanam, maka ulat yang ada di dalamnya akan mati. Rotasi panen paling lama satu minggu dan kulit buah, buah busuk, plasenta dan semua sisa-sisa panen segera ditanam dan ditimbun dengan tanah setebal 20 cm (Sulistyowati dkk. 2003).

Rampasan buah bertujuan untuk mengeradikasi PBK. Tindakan ini juga harus didukung dengan pengendalian kultur teknis agar dapat berhasil. Tindakan ini dilakukan dengan mengambil seluruh buah yang terdapat di pohon dan melakukan pangkasan cabang sekunder dan tersier. Sistem tersebut hanya disarankan untuk daerah serangan baru yang masih terbatas dan terisolir (Sulistyowati, 2006).

Pengendalian hayati PBK dapat dilakukan dengan menggunakan predator larva PBK antara lain Oecophylla smaragdina, Anoplolepis longipes, Crematogaster sp., Dolichoderus thoracicus, dan laba-laba. Pengendalian dengan

jamur entomopatogen seperti penggunaan Beauveria bassiana, Penicillium, Acrostalagmus, Verticillium, Fusarium dan Spicaria. Dapat juga dilakukan

(24)

Sarungisasi buah bertujuan untuk melindungi buah dari serangan PBK, akan tetapi memerlukan biaya dan tenaga kerja yang besar. Sarungisasi dilakukan mulai buah kakao berukuran panjang antara 8-10 cm sampai dengan buah dipanen. Kantong plastik yang digunakan berukuran 30 x 15 cm tebal 0,02 mm dan kedua ujungnya terbuka. Cara menyelubungi buah adalah dengan mengikat bagian atas plastik pada tangkai buah sedang bagian bawah terbuka (Sulistyowati dkk. 2003).

Aplikasi insektisida kimia hanya dilakukan jika persentase serangan PBK dengan kategori serangan berat sudah mencapai 40%. Jenis insektisida yang dianjurkan adalah dari golongan sintetik piretroid, antara lain. deltametrin, sihalotrin, betasiflutrin, esfenfalerat, dan alfa sipermetrin (Sulistyowati dkk. 2003).

Perangkap feromon ( CPB-lure)

Feromon merupakan senyawa yang dilepas oleh salah satu jenis serangga yang dapat mempengaruhi serangga lain yang sejenis dengan adanya tanggapan fisiologi tertentu. Feromon serangga dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan serangga hama baik secara langsung maupun tidak langsung yaitu digunakan dalam hal: pemantauan serangga hama, perangkap massal, pengganggu perkawinan, maupun kombinasi antara feromon sebagai atraktan dengan insektisida atau patogen serangga sebagai pembunuh (Balitbangtan, 2007).

(25)

jantan, tergantung dari jenis serangganya. Dalam beberapa kasus baik yang jantan maupun betina sama-sama menyumbangkan komunikasi kimia tersebut dalam perkawinan (Harahap, 2008).

Pusat penelitian di India (Pest Control India) bekerjasama dengan Cocoa Research Institute (ICCRI), mengembangkan suatu feromon sex untuk hama PBK

yang disebut CPB-lure yang dihasilkan oleh imago betina pada saat dewasa atau menjelang musim kawin untuk menarik perhatian imago jantan ( Pest Control India, 2008).

Lembaga Koko Malaysia (LKM) telah menguji feromon seks serangga PBK sebagai salah satu kaedah untuk mengawali pengendalian dan mengurangi penggunaan pestisida. Sehingga diharapkan dengan banyaknya serangga jantan yang tertangkap maka perkawinan tidak terjadi sehingga betina tidak meletakkan telur serta serangan pada buah dapat menurun (Navies, 2004).

Dari hasil pengamatan pemasangan perangkap di Papau Nugini feromon dapat menangkap rata-rata 5-6 ekor imago jantan penggerek buah kakao per hari yang melekat pada perangkap berperekat (Sulistyowati, 2006).

(26)

BAHAN DAN METODA

Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kebun kakao milik petani di Desa Karang Baru. Varietas yang ditanam adalah varietas Lokal, Rcc 70, TSH, dan ACC. Dengan ketinggian tempat ± 87 m di atas permukaan laut. Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan April sampai Juni 2009.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah tanaman kakao, zat atraktan, kertas perekat, dan alkohol.

Alat yang digunakan adalah botol kocok, kamera, alat tulis, pinset, bambu, tali, dan pisau.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 faktor yaitu :

Faktor I : Tinggi Perangkap (T)

(27)

Faktor II : Jumlah Perangkap (P) P0 : Kontrol (Tanpa Perangkap)

P1 : 1 Perangkap per 0,2 Ha P2 : 2 Perangkap per 0,2 Ha P3 : 3 Perangkap per 0,2 Ha Ulangan dilakukan sebanyak tiga kali. Kombinasi Perlakuan adalah:

Yij = Hasil pengamatan pada perlakuan taraf ke-j, perlakuan taraf ke-k blok i µ = Rata-rata umum

τi = Efek blok ke-i

βj = Efek perlakuan pada taraf ke-i, taraf perlakuan ke-j (τβ) ij = Efek perlakuan pada taraf ke-i, taraf perlakuan ke-j

Εijk = Efek galat perlakuan pada taraf ke-j, pada taraf ke-k dan blok i

Pelaksanaan Penelitian

a.Kebun Percobaan

(28)

b.Pemasangan Perangkap

Perangkap dipasang secara acak pada areal pertanaman dengan jumlah 30 buah. Perangkap dipasang satu minggu sebelum pengamatan. Pengamatan dilakukan 1 kali seminggu selama 2 bulan. Botol yang berisikan Feromon diikat dalam perangkap dengan menggunakan benang dan diusahakan berada di tengah-tengah perangkap, lalu kertas perekat diletakkan dibagian dasar perangkap dan perangkap digantung sesuai dengan masing-masing perlakuan.

Peubah Amatan

a. Jumlah imago Conopomorpha cramerella yang tertangkap pada masing-masing perlakuan dan ulangan setiap minggu, dengan menghitung dan mencabut serangga pada setiap perlakuan.

b. Persentase serangan terhadap buah pada luasan yang diamati Persentase serangan PBK dihitung dengan cara :

-Seluruh pohon pada luasan 0,2 ha ditetapkan sebagai pohon sample untuk setiap perlakuan dan ulangan.

- Seluruh buah yang dipanen pada luasan 0,2 ha dikumpulkan lalu dibelah untuk mengetahui buah terserang hama PBK

Persentase serangan PBK dihitung dengan menggunakan rumus :

P =

b a

x 100%

Keterangan:

P = Persentase buah yang terserang

(29)

(Sulistyowati dkk. 2005) c. Produksi basah buah kakao

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Populasi Imago Conopomorpha cramerella yang tertangkap di Perangkap

Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa ketinggian dan jumlah perangkap menunjukkan perbedaan nyata terhadap populasi imago C. cramerella yang tertangkap pada pengamatan I-V, sedangkan pada pengamatan VI-VIII berpengaruh tidak nyata. Hal ini terlihat pada Tabel 1 dimana jumlah serangga yang tertangkap pada setiap perlakukan dan perlakuan yang berbeda nyata.

Tabel 1. Rataan populasi C. cramerella yang tertangkap di perangkap Perlakuan Pengamatan

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama untuk masing-masing perlakukan pada setiap pengamatan, berbeda tidak nyata pada taraf 5 % menurut Uji Jarak Duncan

(31)

nyata terhadap perlakuan lain. Kecuali pada pengamatan IV dimana perlakuan yang menunjukan perbedaan nyata adalah T4P3 (tinggi perangkap 4 meter dan jumlah perangkap 3 buah) dan T5P2 (tinggi perangkap 5 meter dan jumlah perangkap 2 buah).

Pengamatan dilakukan pada tanaman kakao dengan kisaran tinggi 4-4,5 meter. Rataan tertinggi serangga yang tertangkap adalah 4.67 pada perlakuan T5P3 (tinggi perangkap 5 meter dan jumlah perangkap 3 buah) dan nilai rataan terendah pada perlakuan T2P1 (tinggi perangkap 2 meter dan jumlah perangkap 1 buah) dimana tidak ada serangga yang tertangkap. Hal ini mungkin disebabkan

letak perangkap yang berada di atas tajuk tanaman sehingga serangga C. cramerella lebih banyak tertangkap karena C. cramerella biasanya melakukan

kopulasi pada saat terbang di atas tajuk tanaman sehingga serangga jantan banyak tertarik dan masuk ke dalam perangkap karena adanya feromon. Suparno (2001) menyatakan bahwa serangga C. cramerella melakukan kopulasi di atas tajuk tanaman pada saat terbang.

(32)

Persentase Serangan C. cramerella pada Tanaman Kakao

Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan berpengaruh nyata terhadap persentase serangan C. cramerella pada setiap pengamatan. Untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda nyata maka dilakukan uji jarak duncan. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan intensitas serangan C.cramerella pada buah tanaman kakao

Perlakuan Pengamatan Total Rataan

I II III IV Kontrol 65.66ab 65.81a 43.69ab 52.23cdefg 227.41 56.85

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama untuk masing-masing perlakukan pada setiap pengamatan, berbeda tidak nyata pada taraf 5 % menurut Uji Jarak Duncan

(33)

Serangan C. cramerella yang paling tinggi terdapat pada perlakuan T1P3 (tinggi perangkap 1 meter dan jumlah perangkap 3 buah) dengan rataan 68,60%. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tanaman kakao pada perlakuan tersebut memiliki naungan yang lebih banyak dan kebanyakan yang ditanam masih varietas lokal sehingga persentase serangan hama C. cramerella semakin tinggi karena didukung oleh dua faktor . Sulistyowati dkk. (2003) dan Direktorat Jendral Perkebunan, (2006) menyatakan bahwa hama imago PBK lebih menyukai suasana yang rimbun dan gelap. Taufik (2001) menyatakan bahwa hama PBK lebih menyukai buah yang memiliki alur-alur yang dalam sebagai tempat peletakan telur. Hal ini sesuai dengan varietas yang ditanam petani dimana varietas yang ditanam kebanyakan masih varietas lokal yang memiliki alur dalam sehingga serangan lebih tinggi.

Produksi Basah Tanaman Kakao

(34)

Tabel 3. Rataan produksi basah tanaman kakao

(35)

Serangga Lain yang Tertangkap

Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa terdapat beberapa serangga lain yang tertangkap pada perangkap. Jumlah dan jenis serangga lain yang tertangkap dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jenis dan Jumlah serangga lain yang tertangkap

Perlakuan Ordo Famili Status Jumlah

Diptera Tephritidae Hama 22

Homoptera Cicadellinae Hama 12

T1P1 Homoptera Delphacidae Hama 15

Orthoptera Blattidae Hama 10

Hymenoptera Formicidae Musuh alami 35

Jumlah 94

Coleoptera Coccinelidae Hama 5

Diptera Tephritidae Hama 21

T2P1 Homoptera Cicadellinae Hama 12

Homoptera Delphacidae Hama 14

T4P1 Hymenoptera Braconidae Musuh alami 9

Jumlah 9

T5P1 Homoptera Cicadellinae Hama 21

Jumlah 21

Homoptera Delphacidae Hama 18

T1P2 Hymenoptera Formicidae Musuh alami 29

Hymenoptera Ichumeonidae Musuh alami 24

Jumlah 71

T2P2 Hemiptera Pentatomidae Hama 7

Hymenoptera Formicidae Musuh alami 31

Jumlah 38

T3P2 Lepidoptera Noctuidae Hama 5

Jumlah 5

T4P2 Homoptera Delphacidae Hama 21

Orthoptera Acridiidae Hama 17

Jumlah 38

T5P2 Orthoptera Acridiidae Hama 25

Orthoptera Blattidae Hama 20

Jumlah 45

Diptera Tephritidae Hama 21

Hymenoptera Braconidae Musuh alami 12

T1P3 Hymenoptera Enaniidae Musuh alami 25

(36)

Isoptera Termitidae Hama 12

Jumlah 107

Diptera Tephritidae Hama 27

T2P3 Homoptera Delphacidae Hama 19

Hymenoptera Formicidae Musuh alami 36

Orthoptera Acridiidae Hama 21

Jumlah 103

Coleoptera Cerambicidae Hama 9

T3P3 Lepidoptera Noctuidae Hama 12

Orthoptera Acridiidae Hama 24

Tabel 4 menunjukkan bahwa pada perlakuan perangkap dengan ketinggian satu dan dua meter banyak tertangkap serangga yang merupakan musuh alami. Hal ini mungkin disebabkan karena pada ketinggian tersebut terdapat kebanyakan bunga dan buah kakao sehingga serangga musuh alami banyak hidup pada ketinggian tersebut untuk mencarai makan atau mungkin juga disebabkan karena aroma yang dikeluarkan feromon sehingga ada serangga yang tertarik.

Pengamatan menunjukkan bahwa pada ketinggian empat dan lima meter kebanyakan serangga yang tertangkap merupakan serangga hama pemakan daun, hal ini mungkin disebabkan karena letak perangkap yang sejajar dengan daun atau diatas tajuk sehingga banyak serangga pemakan daun yang tertangkap.

(37)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Ketingian dan jumlah perangkap berpengaruh nyata terhadap jumlah imago C. cramerella yang tertangkap pada pengamatan I – V.

2. Ketinggian efektif untuk menangkap serangga C. cramerella adalah ketinggian 5 meter.

3. Jumlah perangkap yang efektif untuk mengendalikan serangga C. cramerella adalah 10 perangkap/ha

4. Perlakuan berpengaruh nyata terhadap persentase serangan.

5. Produksi tertinggi terdapat pada perlakuan T5P2 sebesar 32,50 kg dan terendah pada perlakuan T3P3 sebesar 9,5 kg.

Saran

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian –IAARD, 2007. Feromon Exi.

Diunduh dar

(2Maret 2009).

Borror, D. J., C. A. Triplehorn, N. F. Johnson, 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi Keenam, Terjemahan Soetiyono Partosoedjono. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Daha, L. 2002. The Role of Ants On Infestation by Cocoa Pod Borer, Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillaridae) on Smallholding Cocoa Plantation in Dolago,Parigi, Central Sulawesi. Agritrop 21(3): 108-111.

Depparaba, F. 2002. Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha cramerella Snellen) dan Penaggulangannya. Jurnal Litbang Pertanian 21(2): 69-73.

Direktorat Bina Perlindungan Tanaman Perkebunan, 1992. Baku Operasional Pengendalian Hama Terpadu Penggerek Buah Kakao, Jakarta. Hal. 2-7. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2004. Statistik Perkebunan

Indonesia (Kakao) 2001-2003. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, Departemen Pertanian, Jakarta. Hal. 5-10.

Direktorat Jendral Perkebunan, 2006. Pedoman Teknis Pengendalian Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) pada Tanaman Kakao. Departemen Pertanian, Jakarta. Hal. 3-9.

---, 2008. Opt Utama Kakao dan Upaya

Penanggulangannya di Indonesia. Diunduh dari

http://www.

Departemen Perindustrian, 2007. Gambaran Sekilas Industri Kakao. Departemen Perindustrian, Jakarta. Hal. 5-8.

Departemen Pertanian, 1997. Baku Operasional Pengendalian Hama Terpadu Penggerek Buah Kakao. Direktorat Bina Perlindungan Tanaman Perkebunan, Jakarta. Hal. 3-8.

(39)

---, 2004. Pengendalian Hayati Penggerek Buah Kakao (PBK) dan Penghisap Buah dan Pucuk Kakao (PBPK). Bagpro PHT-PR, Jakarta. Hal. 2-7.

Goulet, H and J. T. Huber, 1993. Hymenoptera of the World an Identification Guide to Families. Canada Communication Group, Canada.

Harahap, D. 2008. Pengendalian PBK Ramah Lingkungan. Hetts Biolestari, Medan. Hal. 3-6.

Navies, M. 2004. Semiokimia Buah Koko. Lembaga Koko Malaysia, Malaysia Cocoa (1): 4-5.

Pest Control India, 2008. Mass Trapping Cocoa Pod Borer with Sex Pheromone Lures and Trap. Diunduh dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2008. Budidaya Kakao. Agromedia

Pustaka, Jakarta. Hal. 25-31.

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 2006. Pengendalian Hama PBK pada Tanaman Kakao. Teknis Perlindungan Regional Maluku, Manado. Hal. 31-36. Rauf, A. 2008. Overview of The Cocoa Pod Borer Conopomorpha cramerella

(Lepidoptera: Gracillariidae). Diunduh dari

Richards, O. W. and R. G. Davies, 1957. General Textbook of Entomology, Tenth Edition Volume 2 classification and Biology. Halsted Press Bool, London. Suparno, T. 2001. Infestasi Hama Baru Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha

cramerella) pada perkebunan Kakao di Bengkulu dan Kemungkinan

Pengendaliannya. Diunduh dari

Februari

2009).

Sulistyowati, E., Y.D. Junianto, S. Sukamto, Sukadar, L. Winarto, dan N. Primawati, 2003. Analisis Status Penelitian dan Pengembangan PHT pada Pertanaman Kakao. Simposium Nasional Penelitian PHT Perkebunan Rakyat, Bogor.

Sulistyowati, E. S. Wardani dan E. Mufrihati, 2005. Pengembangan Teknik Pemantauan Penggerek Buah Kakao (PBK) Conopomorpha cramerella Snell. Ahli Peneliti, Peneliti dan Teknisi (Senior Researcher, Researcher and Technision); Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jakarta.

(40)

Suryana, A., D. H. Goenadi, J. B. Baon, Herman dan A. Purwoto, 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.

Susanto, F. X. 1997. Tanaman Kakao. Penerbit Kanisius, Jakarta. Hal. 20-25. Taufik, M., 2001. Sebuah Pemikiran Tentang Pengendalian Hama Penggerek

Buah Kakao (Conopomorpha cramerella (Snellen)) Di Sulawesi Tenggara. Makalah Falsafah Sains, Bogor.

Winarto, Y.T., 2006. Pengendalian Hama Terpadu setelah Lima Belas Tahun Berlalu : Adakah Perubahan dan Kemandirian ? Jurnal Analisis sosial, 1 April 2006, AKATGA, Bandung.

Gambar

Gambar 1 : Telur Conopomorpha cramerella
Gambar 2 : Larva Conopomorpha cramerella
Gambar 3 : Pupa Conopomorpha cramerella
Gambar 4 : Gejala serangan Conopomorpha cramerella pada buah muda
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada buah yang tidak disarung apabila kondisi lingkungan mendukung perkembangan spora, akan memberi peluang yang lebih besar untuk diserang penyakit busuk buah

Untuk mengetahui berat biji digunakan timbangan elektrik (Galaxy™ 160 Ohaus). Pelaksanaan pengamatan mulai dilakukan satu bulan setelah aplikasi dan selama periode tiga

Tetapi, ada salah satu kendala dalam pengembangan budidaya tanaman kakao yang dapat menurunkan kuantitas dan kualitas produk yaitu serangan hama penggerek buah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Kerusakan Biji Kakao Oleh Hama Penggerek Buah (C. Cramerella Snellen) Pada Pertanaman Kakao Di Desa Muntoi dan Desa

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Persentase serangan terhadap buah kopi pada luasan yang diamati Hasil observasi di lapangan sebelum pemasangan perangkap menunjukkan bahwa

Pada kombinasi antara konsentrasi B.bassiana dengan interval waktu pemberiannya tidak berpengaruh terhadap presentase buah terserang, intensitas serangan dan

Produksi buah kopi pengamatan II – VI... Gambar

Ramuan pestisida nabati yang diaplikasikan menunjukkan persentase kerusakan baik pada buah maupun biji akibat PBK masih lebih besar dibanding Decis 2,5 EC yang