• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kinerja BER OFDM dengan Menggunakan Low-Density Parity-Check (LDPC) pada Sistem DVB-T (Digital Video Broadcasting Terrestrial)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Kinerja BER OFDM dengan Menggunakan Low-Density Parity-Check (LDPC) pada Sistem DVB-T (Digital Video Broadcasting Terrestrial)"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

ANALISIS BER OFDM DENGAN MENGGUNAKAN LOW-DENSITY PARITY-CHECK (LDPC) PADA SISTEM DVB-T

(DIGITAL VIDEO BROADCASTING TERRESTRIAL)

Diajukan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro

Sub konsentrasi Teknik Telekomunikasi

Oleh

080402017 NILAWATI SISKA

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

ANALISIS BER OFDM DENGAN MENGGUNAKAN LOW-DENSITY PARITY-CHECK (LDPC) PADA SISTEM DVB-T

(DIGITAL VIDEO BROADCASTING TERRESTRIAL) Oleh:

080402017 NILAWATI SISKA

Disetujui oleh: Pembimbing,

NIP : 19790506 200501 2004 NAEMAH MUBARAKAH, S.T, M.T

Diketahui oleh:

Ketua Departemen Teknik Elektro FT USU,

NIP : 19540531 198601 1002 Ir. SURYA TARMIZI KASIM, M.Si

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

ABSTRAK

Sistem siaran digital telah dikembangkan di banyak negara maju dengan bermacam standar tersendiri. Salah satu standar yang cukup populer di Eropa dan negara-negara lain adalah standar DVB-T (Digital Video Broadcasting

Terrestrial) yang menggunakan teknik modulasi OFDM (Orthogonal Frequency

Divison Multiplexing) yaitu mode 2K dan 8K. OFDM merupakan sebuah solusi

yang menjanjikan untuk transmisi dengan data rate tinggi pada frequency selective fading channels.

Pada Tugas Akhir ini akan dianalisis kinerja OFDM pada sistem DVB-T dengan tipe modulasi QPSK. Sinyal OFDM terdiri dari sejumlah subcarrier yang dimodulasi sehingga menghasilkan perbandingan peak-to-average to power ratio

(PAPR) yang cukup besar. Nilai PAPR yang besar akan mengakibatkan sebaran spektrum yang signifikan yaitu intersymbol interference. Untuk mengurangi PAPR tersebut, pada sistem ini dilakukan clipping noise dan untuk meningkatkan kinerjanya digunakan Low-Density-Parity-Check (LDPC). Simulasi dilakukan dengan menggunakan bahasa pemrograman Matlab R2010a.

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Tugas Akhir ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknik Elektro pada Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Tugas Akhir yang berjudul: “Analisis Kinerja BER OFDM dengan Menggunakan Low-Density Parity-Check (LDPC) pada Sistem DVB-T (Digital Video Broadcasting Terrestrial)” ini, berisi analisis kinerja OFDM pada DVB-T yang dipengaruhi Clipping Noise dan gangguan berupa AWGN.

Tugas Akhir ini penulis persembahkan kepada yang teristimewa, yaitu Ayahanda Masril Musita dan Ibunda Itrawati serta abang-abang penulis (bang Indra Masta, bang Andrian Masta, bang Dedfriady Masta, bang Mulyadi Masta dan bang Hariadi Masta) dan kakak-kakak penulis (kak Sefni Masrianti, kak Suwelni, kak Titin, kak Diana, dan kak Hamda) yang selalu bersama penulis dalam menjalani lika-liku kehidupan.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Naemah Mubarakah, ST, MT, selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir

penulis, atas segala kesabaran, dukungan dan motivasi beliau kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

(5)

3. Bapak Ir. Surya Tarmizi Kasim, M.si selaku Ketua Departemen Teknik Elektro FT-USU dan Bapak Ir. Rahmat Fauzi, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Elektro FT-USU.

4. Seluruh Staf Pengajar dan seluruh Karyawan di Departemen Teknik Elektro, yang telah banyak memberi inspirasi dan masukan bagi penulis untuk lebih baik dalam bersikap.

5. Sahabat-sahabat terbaik di Elektro : Dina, Dian, Eka, Syukur, Rumi, Habibi, Wenly, Parlin, Uki, Iqbal, Dedi, Rama, Ebo, Razi, Aji, Rizal, Cucut, Ihsan, Pindo, Ari, Mukhlis, Rasyid dan Seluruh rekan-rekan 2008 yang telah banyak mendukung dan selalu dapat menjadi teman-teman terbaik bagi penulis.

6. Senior – Seniorku di Elektro: Bang Fajar, Kak Selvi, Kak Ina, Bang Toni, Kak Arynda dll Serta Junior-juniorku di Elektro: Teguh, Budi, Dwi, Nisa, Yuli dll yang telah banyak memberi semangat kepada penulis.

7. Teman-teman terbaikku : Ade, Meliza, Tere dan Spesial untuk Saudaraku Era (Ramadanis) yang telah memberi semangat dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.

8. Dan pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun Tugas Akhir ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga penulisan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua.

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xi

DAFTAR ISTILAH ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penulisan Tugas Akhir ... 3

1.4 Manfaat Penulisan Tugas Akhir ... 3

1.5 Batasan Masalah ... 3

1.6 Metodologi Penulisan ... 3

1.7 Sistematika Penulisan ... 4

BAB II KONSEP DASAR...6

2.1 Orthogonal Frequency Division MultiplexinG (OFDM)...6

2.1.1 Konsep Orthogonalitas ... 8

2.1.2 Komponen Sistem OFDM...10

2.1.2.1 Transmitter OFDM...10

(7)

2.1.2.3 Receiver OFDM...12

2.1.3 Modulasi/Demodulasi QPSK...13

2.1.3.1 Modulator QPSK ... 14

2.1.3.2 Demodulator QPSK ... 16

2.1.4 Inverse Fast Fourier Transform (IFFT) dan Fast Fourier Transform (FFT)... 16

2.1.5 Guard Interval... 17

2.2 Low-Densiti-Parity-Check (LDPC) ... 18

2.2.1 Kode Cek Paritas ... 20

2.3 Teknologi Digital Video Broadcasting Terrestrial (DVB-T) .... 21

2.3.1 Mode Carrier ... 22

2.3.2 Standar DVB-T ... 22

2.4 Clipping Noise ... 23

BAB III PEMODELAN KINERJA OFDM PADA SISTEM DVB-T DENGAN MENGGUNAKAN CLIPPING NOISE DAN LDPC...25

3.1. Umum... 25

3.2 Struktur Simulasi ... 26

3.3 Parameter Input Simulasi ... 27

3.4 Proses Simulasi ... 28

3.4.1 Transmitter OFDM ... 28

3.4.1.1 Pembangkitan Data Masukan/Bit Informasi ... 28

3.4.1.2 Proses Pembagian bit dalam blok untuk Pengkodean ... 30

(8)

3.4.1.4 Proses Sparse Matriks ... 32

3.4.1.5 Encoding LDPC Codes... 33

3.4.1.6 Serial to Parallel ... 34

3.4.1.7 Modulasi (mapping) ... 35

3.4.1.8 Proses IFFT (Inverse Fast Fourier Transform) ... 35

3.4.1.9 Guard Interval Insertion ... 36

3.4.1.10 Clipping Noise ... 37

3.4.2 Kanal Addition White Gaussian Noise (AWGN) ... 38

3.4.3 Receiver ... 39

3.4.3.1 Pengeluaran Guard Interval ... 40

3.4.3.2 FFT (Fast Fourier Transform) ... 40

3.4.3.3 Parallel to Serial Converter ... 40

3.4.3.4 Demodulasi ... 41

3.4.3.5 Proses Decoding LDPC... 42

3.5 Perhitungan BER (Bit Error Rate) ... 42

BAB IV SIMULASI DAN ANALISIS KINERJA OFDM DENGAN MENGGUNAKAN CLIPPING NOISE DAN LDPC PADA SISTEM DVB-T... 44

4.1 Umum ... 44

(9)

4.3 Kinerja Sistem OFDM DVB-T terhadap Pengaruh Clipping

Noise dengan Menggunakan LDPC (Low-Density-Parity-Check)

Pada Mode 2K ... 47

4.4 Kinerja Sistem OFDM DVB-T terhadap Pengaruh Clipping Noise Pada Mode 8K ... 48

4.5 Kinerja Sistem OFDM DVB-T terhadap Pengaruh Clipping Noise dengan Menggunakan LDPC (Low-Density-Parity-Check) Pada Mode 8K ... 50

BAB V PENUTUP ... 53

5.1 Kesimpulan ... 53

5.2 Saran... ... 53

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Perbandingan Penggunaan Frekuensi Modulasi ... 7

Gambar 2.2 Blok Diagram Transmitterm OFDM ... 10

Gambar 2.3 Noise Thermal ... 11

Gambar 2.4 Blok Diagram Receiver OFDM ... 13

Gambar 2.5 Blok Diagram Modulator QPSK ... .14

Gambar 2.6 Sinyal Keluaran Modulator QPSK ... ...15

Gambar 2.7 Diagram Blok Demodulator QPSK ... 16

Gambar 2.8 Penyisipan Guard ... 18

Gambar 2.9 Tanner Graph dan Marked Path ... 19

Gambar 3.1 Model Sistem OFDM DVB-T terhadap pengaruh Clipping Noise . 25 Gambar 3.2 Model Sistem OFDM DVB-T LDPC terhadap pengaruh Clipping Noise ... 26

Gambar 3.3 Struktur Simulasi ... 27

Gambar 3.4 Sinyal Informasi... 29

Gambar 3.5 Proses pembagian bit dalam blok untuk pengkodean ... 30

Gambar 3.6 Output matrik H ... 31

Gambar 3.7 Hubungan Check node dan variable node pada sparse matrik ... 32

Gambar 3.8 Proses Serial to Parallel... 34

Gambar 3.9 Konstelasi Sinyal QPSK ... 35

Gambar 3.10 Bentuk sinyal kirim dengan diberi cyclic prefix ... 36

Gambar 3.11 Sinyal OFDM sebelum terkena Clipping Noise ... 37

Gambar 3.12 Sinyal OFDM dengan CR=2 dB ... 38

(11)

Gambar 3.14 Blok Stasiun Penerima OFDM ... 39 Gambar 3.15 Bentuk sinyal yang diterima tanpa cyclic prefix ... 40 Gambar 3.16 Proses Parallel to Serial ... 41 Gambar 4.1 Grafik Hubungan BER terhadap Eb/NO pada OFDM DVB-T

yang menggunakan clipping Noise Pada Mode 2K ... 46 Gambar 4.2 Grafik Hubungan BER terhadap Eb/NO pada OFDM DVB-T

yang dipengaruhi clipping Noise dengan menggunakan LDPC Pada Mode 2K ... 48 Gambar 4.3 Grafik Hubungan BER terhadap Eb/NO pada OFDM DVB-T

yang menggunakan clipping Noise Pada Mode 8K ... 50 Gambar 4.4 Grafik Hubungan BER terhadap Eb/NO pada OFDM DVB-T

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Keluaran Modulator QPSK ... 14 Tabel 3.1 Nilai numerik parameter OFDM untuk mode 8K dan 2K ... 27

Tabel 4.1 Parameter Input

Simulasi...42

Tabel 4.2 Kinerja OFDM DVB-T yang dipengaruhi Clipping Ratio Pada Mode 2K...45 Tabel 4.3 BER Teori OFDM DVB-T...45

Tabel 4.4 Kinerja OFDM DVB-T 2K yang dipengaruhi Clipping Ratio dengan menggunakan LDPC...47

Tabel 4.5 Kinerja OFDM DVB-T yang dipengaruhi Clipping Ratio Pada Mode 8K...49

Tabel 4.6 BER Teori OFDM DVB-T...49

(13)

DAFTAR SINGKATAN

AWGN : Additive White Gaussian Noise BER : Bit Error Ratio

BPSK : Binary Phase Shift Keying CDMA : Code Division Multiple Access CR : Clipping Ratio

DAC : Digital to Analog Converter DFT : Discrete Fourier Transform DIF : Decimation in Frequency DIT : Decimation in Time

ETS : European Telecommunication Standard FFT : Fast Fourier Transform

I : In-phase

IDFT : Inverse Discrete Fourier Transform IFFT : Invers Fast Fourier Transform ISI : Intersymbol Interference LPF : Low Pass Filter

LDPC : Low-Density-Parity-Check MPEG : Moving Picture Experts Group

OFDM : Orthogonal Frequency Division Multiplexing Q : Quadrature

(14)
(15)

DAFTAR ISTILAH

AWGN (Additive White Gaussian Noise)

Noise yang memiliki fungsi kepadatan probabilitas menyerupai Distribusi

Gaussian. Bandwidth

Kapasitas transmisi dari sambungan elektronik seperti jaringan komunikasi, bus komputer dan komputer channel.

BER (Bit Error Ratio)

Jumlah angka kesalahan dari suatu transmisi data antar dua sistem komputer dalam sebuah jaringan.

Bit

Satuan terkecil dari data yang nilainya merupakan bilangan biner. Bit Rate

Banyaknya bit yang dikirim melalui suatu media dalam satuan waktu. Clipping noise

Distorsi nonlinier yang disebabkan power amplifier pada sisi transmitter. Clipping

dikarakteristikan oleh clipping ratio (CR) yang didefinisikan sebagai rasio antara

clipping threshold dengan level RMS dari sinyal OFDM.

Delay

(16)

Interferensi

Kondisi dimana dua gelombang atau lebih berjalan melalui bagian yang sama dari suatu ruangan pada waktu yang bersamaan, hal ini mengakibatkan terjadinya superposisi dari gelombang-gelombang tersebut sehingga menghasilkan pola intensitas baru.

Interleaving

Cara menyusun data tanpa berdekatan untuk meningkatkan kinerja Kode LDPC

kode blok linier yang diperoleh dari sparse bipartite graph (Tanner Graph).

Graph terdiri dari n message atau bit nodes dan r check nodes

Modulasi

Teknik yang dipakai untuk memasukan informasi dalam suatu gelombang pembawa, biasanya berupa gelombang sinus.

Multimedia

Istilah bag bentuk informasi tersebut, semuanya diolah dari dan satu).

Multipath

Fenomena dimana sinyal dari pengirim (transmitter) tiba di penerima (receiver) melalui dua atau lebih lintasan yang berbeda.

Point-to-multipoint

(17)

Propagasi

Proses perambatan gelombang radio di udara, berawal saat sinyal radio dipancarkan di titik pengirim dan berakhir saat sinyal radio tersebut ditangkap di titik penerima.

Transceiver

Singkatan dari transmitter dan receiver.

Wireless

(18)

ABSTRAK

Sistem siaran digital telah dikembangkan di banyak negara maju dengan bermacam standar tersendiri. Salah satu standar yang cukup populer di Eropa dan negara-negara lain adalah standar DVB-T (Digital Video Broadcasting

Terrestrial) yang menggunakan teknik modulasi OFDM (Orthogonal Frequency

Divison Multiplexing) yaitu mode 2K dan 8K. OFDM merupakan sebuah solusi

yang menjanjikan untuk transmisi dengan data rate tinggi pada frequency selective fading channels.

Pada Tugas Akhir ini akan dianalisis kinerja OFDM pada sistem DVB-T dengan tipe modulasi QPSK. Sinyal OFDM terdiri dari sejumlah subcarrier yang dimodulasi sehingga menghasilkan perbandingan peak-to-average to power ratio

(PAPR) yang cukup besar. Nilai PAPR yang besar akan mengakibatkan sebaran spektrum yang signifikan yaitu intersymbol interference. Untuk mengurangi PAPR tersebut, pada sistem ini dilakukan clipping noise dan untuk meningkatkan kinerjanya digunakan Low-Density-Parity-Check (LDPC). Simulasi dilakukan dengan menggunakan bahasa pemrograman Matlab R2010a.

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Seluruh mata rantai broadcasting saat ini mulai dari proses produksi hingga ke distribusi televisi telah dilakukan secara digital, namun mata rantai terakhir proses transmisi ke end-user umumnya masih dilakukan secara analog. DVB (Digital Video Broadcast) adalah salah satu sistem yang digunakan untuk mentransmisikan siaran TV digital hingga ke end-user. Saat ini salah satu pengembangan DVB yang menarik adalah penggunaan standar DVB dalam penyiaran televisi digital terrestrial (DVB-T) dan hand-held (DVB-H).

DVB-T lebih dikenal dengan siaran televisi digital menjadi standar yang banyak dipakai di dunia karena beberapa kelebihannya, terutama karena keandalan DVB-T yang mampu mengirimkan sejumlah besar data pada kecepatan tinggi secara point-to-multipoint. Sistem DVB-T merupakan sistem penyiaran langsung dari pemancar bumi (terrestrial) ke pemirsa di rumah. Fungsi pemancar bumi adalah untuk mentransmisikan data digital MPEG-2 yang telah dimodulasi menjadi gelombang VHF/UHF untuk dipancarkan menggunakan antena pemancar[1].

DVB-T menggunakan teknik modulasi OFDM (Orthogonal Frequency

Divison Multiplexing) dengan pilihan tipe modulasi QPSK, 16QAM atau 64QAM.

(20)

yaitu rentan terhadap adanya distorsi nonlinier, khususnya clipping noise.

Clipping noise dikarakteristikka n oleh clipping rasio (CR) yang didefinisikan

sebagai rasio antara clipping threshold dengan level RMS dari sinyal OFDM.

Clipping merupakan distorsi nonlinier yang biasa terjadi pada amplifier di sisi

transmitter yang mampu menyebabkan performance loss (penurunan

performansi) pada sistem OFDM.

Dengan adanya kelemahan pada sistem OFDM akibat adanya clipping

noise pada sisi transmitter tersebut maka perlu dikembangkan penelitian untuk

mengatasi dan meningkatkan performansi sistem OFDM terhadap pengaruh

clipping noise pada sistem DVB-T. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah

melalui metode pengkodean dengan Low-Density-Parity-Check (LDPC) yang memberikan penguatan coding. DVB-T menggunakan 2 mode carrier IFFT-FFT yaitu mode 2K dan 8K.

Pada Tugas Akhir ini penulis akan membandingkan hasil kinerja sistem DVB-T yang dipengaruhi clipping noise dan menggunakan LDPC dengan mode

carrier IFFT-FFT 2K dan 8K yang diperoleh dari kanal AWGN.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan pada Tugas Akhir ini yaitu:

1. Bagaimana pengaruh Clipping Noise terhadap kinerja BER pada OFDM DVB-T?

(21)

1.3Tujuan Penulisan Tugas Akhir

Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini ialah

1. Untuk memperoleh gambaran kinerja BER yang terbaik yang dipengaruhi

clipping noise pada OFDM DVB-T mode carrier 2K dan 8K.

2. Untuk mengetahui seberapa besar peningkatan BER dengan menggunakan teknik LDPC.

1.4Manfaat Penulisan Tugas Akhir

Manfaat penulisan Tugas Akhir ini adalah dapat diimplementasikan bagi peningkatan kinerja BER, khususnya pada sistem OFDM DVB-T.

1.5 Batasan Masalah

Adapun beberapa batasan masalah pada penulisan Tugas Akhir ini adalah : 1. Hanya membahas sistem DVB-T (Digital Video Broadcasting-Terrestrial)

secara umum.

2. Hanya membahas tentang analisis kinerja OFDM dengan menggunakan LDPC pada sistem DVB-T.

3. Teknik modulasi yang digunakan adalah modulasi QPSK. 4. Model kanal yang digunakan adalah kanal AWGN. 5. Simulasi menggunakan Matlab R2010a.

(22)

1.5Metodologi Penulisan

Metodologi penulisan yang digunakan oleh penulis pada penulisan Tugas Akhir ini adalah :

1. Studi Literatur, yaitu berupa studi kepustakaan dan kajian dari jurnal-jurnal pendukung baik dalam bentuk hard copy maupun soft copy.

2. Simulasi, yaitu suatu proses yang dilakukan untuk memperoleh data yang akan digunakan untuk menganalisa Tugas Akhir ini.

1.6Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman terhadap Tugas Akhir ini maka penulis menyusun sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, manfaat penulisan, metodologi penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II : KONSEP DASAR

Bab ini berisi tentang gambaran umum/dasar teori dari sistem OFDM, modulasi/demodulasi QPSK, Additive White Gaussian

Noise (AWGN), IFFT/FFT, guard interval,

Low-Density-Parity-Check (LDPC), Teknologi Digital Video Broadcasting Terrestrial

(23)

BAB III : PEMODELAN BER OFDM PADA SISTEM DVB-T DENGAN MENGGUNAKAN CLIPPING NOISE DAN LDPC

Bab ini membahas mengenai pemodelan simulasi sistem OFDM yang terdiri dari struktur simulasi, parameter masukan simulasi, proses simulasi dan prinsip kerja sistem.

BAB IV : SIMULASI DAN ANALISIS BER OFDM DENGAN MENGGUNAKAN CLIPPING NOISE DAN LDPC PADA SISTEM DVB-T

Bab ini menampilkan hasil simulasi OFDM pada sistem DVB-T serta membahas pengaruh Cipping Noise dan LDPC terhadap kinerja OFDM DVB-T.

BAB V : PENUTUP

(24)

BAB II

KONSEP DASAR

2.1 Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM)

OFDM merupakan sebuah teknik transmisi dengan beberapa frekuensi

(multicarrier) yang saling tegak lurus (orthogonal). Pada prinsipnya, teknik

OFDM hampir sama dengan FDM (frequency division multiplexing) yaitu membagi lebar pita (bandwidth) yang ada kedalam beberapa kanal. Namun teknik OFDM membagi kanal trsebut dengan lebih efisien dibanding sistem FDM. Karena masing-masing frekuensi sudah saling tegak lurus (orthogonal) sehingga terjadi overlap antarfrekuensi yang bersebelahan, maka tidak diperlukan guard band[1].

Pada saat ini, OFDM telah dijadikan standar dan dioperasikan di Eropa yaitu pada proyek DAB (Digital Audio Broadcast), selain itu juga digunakan pada HDSL (High Bit-rate Digital Subscriber Lines; 1.6 Mbps), VHDSL (Very High

Speed Digital Subscriber Lines; 100 Mbps), HDTV (High Definition Television)

dan juga komunikasi radio. Teknologi ini sebenarnya sudah pernah diusulkan pada sekitar tahun 1950, dan penyusunan teori-teori dasar dari OFDM sudah selesai sekitar tahun 1960. Pada tahun 1966, OFDM telah dipatenkan di Amerika. Kemudian pada tahun 1970-an, muncul beberapa paper yang mengusulkan untuk mengaplikasikan DFT (Discrete Fourier Transform) pada OFDM, dan sejak tahun 1985 muncul beberapa paper yang memikirkan pengaplikasian teknologi OFDM ini pada komunikasi wireless[2].

(25)

non-overlap konvensional dan teknik modulasi multicarrier orthogonal, teknik ini dapat menghemat hampir 50% bandwidth.

(a) Single Carrier Frekuensi

(b) FDM

(c) OFDM

Penghematan

Bandwidth

Frekuensi Frekuensi

(a) Single carrier (b) FDM (c) OFDM

Pada umumnya kanal transmisi wireless dapat mengalami multipath pada sinyal yang ditransmisikan. Hal ini dapat menimbulkan ISI (Intersymbol

Interference). Suatu cara untuk mengatasi ISI ini ialah dengan melakukan

penyisipan guard interval. Guard interval dapat berupa cyclic prefix. Dalam sistem OFDM, cyclic prefix memegang peranan penting untuk mempertahankan orthogonalitas subcarrier OFDM[3].

Keuntungan transmisi OFDM:

a. Penggunaan spektrum yang lebih efisien, karena memungkinkan

(26)

b. Dengan membagi kanal dalam narrowband flat fading subchannel, OFDM menjadi lebih tahan terhadap frequency selective fading

daripada single carrier system.

c. Menurunkan ISI dengan penggunaan cyclic prefix.

d. Channel equalization menjadi lebih sederhana daripada penggunaan

teknik adaptive equalization dengan sistem single carrier.

Salah satu kelemahan transmisi OFDM yaitu rentan terhadap distorsi nonlinier. Tingginya harga peak to average power menyebabkan penurunan

power eficiency, bila OFDM dilewatkan pada RF amplifier.

2.1.1 Konsep Orthogonalitas

Sinyal-sinyal dikatakan saling tegak lurus (orthogonal) jika sinyal yang satu dengan yang lainnya saling berdiri sendiri. Istilah orthogonal di dalam OFDM mengimplikasikan hubungan yang tetap dan terdefinisi diantara semua

carrier pada rangkaian. Carrier-carrier tersebut diatur sedemikian rupa sehingga

sideband dari tiap carrier overlap dan dapat diterima tanpa adanya intercarrier interference. Syarat dua sinyal dikatakan orthogonal jika:

(2.1)

Dengan mengintegralkan persamaan (2.1) didapat:

(27)

persamaan (2.2) dapat dihilangkan karena:

dan

Sehingga persamaan (2.2) menjadi:

(2.3) Untuk sembarang nilai dari 0 sampai , untuk persamaan diatas maka suku cosinus harus bernilai 1 dan suku sinus harus bernilai 0 sehingga:

Nilai minimum adalah ketika , sehingga:

Untuk , untuk kondisi ini, suku kedua persamaan (2.3) sudah bernilai 0 karena . Untuk menyelesaikan suku pertama maka:

Nilai minimum adalah ketika , sehingga:

(28)

maka harus berbeda frekuensi sebesar 1/2T supaya orthogonal dapat dilihat pada Gambar 2.3[4].

Gambar 2.2 Dua Sinusoidal yang Berbeda Fase Sembarang

(29)

2.1.2 Komponen Sistem OFDM

Secara umum, komponen yang membentuk sistem komunikasi wireless

terdiri dari bagian transmitter, channel, dan receiver. Demikan juga halnya dengan sistem OFDM.

2.1.2.1Transmitter OFDM

Sebuah sinyal carrier OFDM terdiri dari sejumlah orthogonal subcarrier. Data baseband pada masing-masing subcarrier dimodulasi menggunakan teknik modulasi yang umum, seperti Quadrature Amplitude Modulation (QAM) atau

Phase Shift Keying (PSK). Sinyal baseband ini biasanya digunakan untuk

memodulasi carrier RF, s[n] adalah aliran serial digit-digit biner. Dengan

multiplexing inverse, aliran serial ini di-demultiplex ke dalam aliran paralel,

kemudian masing-masing dipetakan (mapping) ke aliran simbol menggunakan beberapa konstelasi modulasi (QAM, PSK, FSK dll). Gambar 2.4 menunjukkan blok diagram transmitter OFDM[5].

.

Gambar 2.4 Blok Diagram Transmitter OFDM

(30)

kuadratur untuk passband. Komponen real dan imajiner dikonversi ke domain

analog menggunakan Digital to Analog Converter (DAC); sinyal analog kemudian digunakan untuk memodulasi gelombang kosinus dan sinus pada frekuensi pembawa (fc). Sinyal-sinyal ini kemudian dijumlahkan dan diperoleh parameter transmisi sinyal, s(t)[5].

2.1.2.2Channel

Kanal adalah media elektromagnetik diantara pemancar (transmitter) dan penerima (receiver). Kanal komunikasi wireless antara transmitter dan receiver

merupakan gelombang radio. Gelombang ini rentan oleh gangguan sistem transmisi, salah satunya adalah Additive White Gaussian Noise (AWGN).

AWGN merupakan noise thermal yang disebabkan oleh pergerakan– pergerakan elektron di dalam konduktor yang terdapat pada perangkat telekomunikasi. Pada bidang frekuensi, noise thermal ini memiliki nilai kepadatan spektral daya yang sama untuk daerah frekuensi yang lebar, yaitu sebesar N/2, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.5 (a) sedangkan fungsi otokorelasi AWGN ditunjukkan pada Gambar 2.5 (b)[6].

Gn(f)

0 f 0 f

N/2

N/2 R(σ)

(a) (b)

Gambar 2.5 Noise Thermal

(31)

Karakteristik seperti ini disebut white. Noise yang memiliki karakteristik

white disebut white noise, sehingga noise thermal merupakan white noise.

Pergerakan elektron penyebab noise thermal bersifat acak, sehingga besarnya

noise thermal juga berubah secara acak terhadap waktu.

Noise ini merusak sinyal dalam bentuk aditif, yaitu ditambahkan ke sinyal

utama, sehingga noise thermal pada perangkat penerima ini disebut Additive

White Gaussian Noise (AWGN). Persamaan Distribusi Gaussian yang mewakili

AWGN dapat dituliskan pada persamaan 2.4.

= (2.4)

Dimana: Mean = 0 dan Varians = Varians memiliki nilai:

(2.5)

Dimana: adalah kerapatan spektral daya dari noise dan Tb adalah laju

bit. Sehingga:

(2.6)

Dimana[6]: k = Konstanta Boltzman (1,38.10-23J/K) Ts = Temperatur Noise (Kelvin)

B = Bandwidth Noise (Hertz)

2.1.2.3Receiver OFDM

(32)

sinus pada frekuensi pembawa. Hal ini juga menciptakan sinyal berpusat pada 2fc, jadi low-pass filter digunakan untuk menolak ini. Gambar 2.6[5] menunjukkan blok diagram receiver OFDM.

r(t) Parallel to

serial

Gambar 2.6 Blok Diagram Receiver OFDM

Sinyal baseband kemudian dicuplik dan diubah kebentuk digital menggunakan Analog to Digital Converter (ADC). FFT digunakan untuk mengubah kembali ke domain frekuensi. Aliran data kembali paralel, yang masing-masing dikonversi menjadi aliran biner menggunakan detektor simbol yang sesuai. Aliran simbol ini kemudian kembali digabungkan menjadi aliran serial s[n] yang merupakan aliran biner asli dari transmitter[5].

2.1.3 Modulasi/Demodulasi QPSK

(33)

2.1.3.1Modulator QPSK

Gambar 2.7 mengilustrasikan diagram blok dari modulator QPSK.

Modulator tersebut terdiri dari pengubah seri ke paralel, modulator I/Q,

penjumlah sinyal, dan BPF. Dua bit diumpankan ke serial to parallel. Setelah keduanya masuk secara serial, kemudian diumpankan serempak secara paralel. Bit yang satu menuju kanal I dan yang lainnya menuju kanal Q. Pada QPSK logic

1 diwakili +1 Volt sedangkan logic 0 diwakili -1 Volt[7].

Input

Gambar 2.7 Diagram Blok Modulator QPSK

Keluaran modulator QPSK ini berupa penjumlahan linear dari kanal I dan kanal Q seperti yang terlihat pada Tabel 2.1[7]

Tabel 2.1 Keluaran Modulator QPSK

Binary input QPSK Output

Q I Phase

0 0 -135

0 1 -45

1 0 +135

(34)

Terlihat bahwa jarak anguler antara dua phasor yang berdekatan pada QPSK adalah 900, karena itu suatu sinyal QPSK bisa mengalami pergeseran phase

+450 atau -450 selama transmisi dan tetap akan berupa informasi yang benar saat didemodulasikan pada penerima.

Sedangkan bentuk sinyal keluaran modulator QPSK ditunjukkan pada Gambar 2.8[7].

Gambar 2.8 Sinyal Keluaran Modulator QPSK

Sinyal QPSK dapat dituliskan seperti persamaan 2.7[7].

(2.7)

Kanal inphase I menggunakan cos (2πfct) sebagai simbol pembawa,

sedangkan kanal quadrature-phase Q menggunakan sin(2πfct) sebagai sinyal

pembawa. Probabilitas Bit Error Rate (BER) sinyal QPSK pada kanal AWGN diformulasikan dengan persamaan 2.8.

(2.8)

{

( )cos(2 ) sin(2 )

}

2 / 1 )

(t d t f t d f t

m = I π c + Q π c

(

Eb No

)

erfc

BER /

(35)

Sedangkan probabilitas Bit Error Rate (BER) sinyal QPSK pada kanal Fading

Rayleigh dapat dituliskan dengan persamaan 2.9.

(2.9)

2.1.3.2 Demodulator QPSK

Pada demodulator QPSK, sinyal masukan demodulator merupakan sinyal OFDM yang telah terdistorsi dengan kanal transmisi yang disebabkan AWGN dan

Fading Rayleigh yangdimasukkan ke kanal I dan Q. Sinyal pada kanal I dikalikan

dengan cosωct, sedangkan pada kanal Q dikalikan dengan sinωct. Kemudian kedua

keluaran kanal tersebut dilewatkan pada LPF untuk memperoleh sinyal hasil keluarannya, yaitu data digit 0 dan 1.

Gambar 2.9 mengilustrasikan diagram blok demodulator QPSK yang terdiri dari detector, LPF dan pengubah paralel ke seri[7].

BPF Power

Gambar 2.9 Diagram Blok Demodulator QPSK

(36)

2.1.4 Inverse Fast Fourier Transform (IFFT) dan Fast Fourier Transform (FFT)

IFFT mengubah sebuah spektrum (amplitudo dan fasa dari setiap komponen) ke bentuk sinyal dalam domain waktu. IFFT mengubah sejumlah titik data kompleks, kedalam domain waktu dengan jumlah titik yang sama. Setiap titik data dalam spektrum frekuensi yang digunakan pada FFT atau IFFT disebut dengan bin. Orthogonal carrier digunakan untuk sinyal OFDM dapat dengan mudah disamakan dengan mengatur amplitudo dan fasa dari setiap bin-IFFT, kemudian dilakukan proses IFFT. Ketika setiap bin-IFFT diatur amplitudo dan fasanya pada gelombang sinusoidal orthogonal, proses yang berkebalikan menjamin bahwa carrier tetap orthogonal.

FFT melakukan proses berkebalikan, mengubah sinyal dalam domain

waktu kebentuk spektrum frekuensi yang ekuivalen. Hal ini dilakukan dengan menemukan bentuk sinyal yang ekuivalen, yaitu dengan menjumlahkan komponen-komponen sinyal sinus yang saling orthogonal. Amplitudo dan fasa dari komponen-komponen sinusoidal merepresentasikan spektrum frekuensi dari sinyal domain waktu.

2.1.5 Guard Interval

Simbol OFDM akan tetap orthogonal dengan menerapkan DFT pada sisi

(37)

berikutnya atau suatu simbol dapat mengalami interferensi dari simbol sebelumnya[4].

Suatu cara untuk mengatasi ISI ini ialah dengan melakukan penyisipan

guard interval. Guard interval dapat berupa CP (cyclic prefix). Dalam sistem OFDM, CP memegang peranan penting untuk mempertahankan orthogonalitas

subcarrier OFDM pada situasi kanal yang selektif frekuensi. CP adalah deretan

bit yang dibentuk dengan menyalin ulang bagian akhir bit-bit suatu simbol OFDM, kemudian menempatkan bit-bit tersebut di awal simbol. Dengan adanya tambahan CP ini, sinyal OFDM tidak akan mengalami ISI selama besar delay

spread kanal lebih pendek dari durasi CP yang diilustrasikan seperti Gambar

2.10[3]. Kekurangan dari sistem guard interval adalah daya transmisi yang menjadi kurang efektif akibat adanya pengiriman secara berulang sinyal guard

interval[4]. Secara matematis, periode total simbol OFDM dapat dirumuskan:

Ttotal = Tguard + Tsymbol (2.16)

Dimana:

Ttotal = Periode total simbol OFDM (detik)

Tsymbol = Periode simbol OFDM (detik)

Tguard = Periode cyclic prefix (detik)

GUARD

INTERVAL SYMBOL

GUARD INTERVAL

Tguard Tsymbol

Ttotal

(38)

2.2 Low-Density-Parity-Check (LDPC)

Low-Density-Parity-Check (LDPC) codes ditemukan oleh Robert Gallager

dalam tesisnya tahun 1963. Kode LDPC[8] merupakan kode blok linier yang diperoleh dari sparse bipartite graph (Tanner Graph). Graph terdiri dari n

message atau bit nodes dan r check nodes. Graph memunculkan kode block linier dengan panjang n. Codeword merupakan vektor (c1,c2,...,cn) yang oleh seluruh

check node jumlah posisi bersebelahan berdasarkan message node adalah nol.

Pada pengkodean LDPC kita dapat mendefinisikan dua numbers describing pada

matrik n×m, wr untuk jumlah 1 pada masing-masing baris dan wc untuk kolom.

Matrix dikatakan low density apabila memenuhi dua kondisi wcn dan wrm.

Ilustrasi contoh Tanner Graph ditunjukkan pada Gambar 2.11.

(2.17)

Gambar 2.11 Tanner Graph dan Marked Path

Tanner Graph dari kode LDPC dikatakan reguler jika wc konstan untuk

(39)

baris. Jika matrix H low density tetapi jumlah bit 1 pada masing-masing baris dan kolom tidak konstan, code tersebut dikatakan irregular LDPC code.

Bipartite Graph sama dengan Tanner Graph[8] yang dikenal sebagai

representasi grafik yang efektif untuk pengkodean LDPC. Tanner Graph memiliki arti bahwa node dari graph disebar ke dalam dua jalur khusus yang hanya menghubungkan node-node dari dua tipe yang berbeda. Dua tipe node yang berbeda pada graph yaitu: check node dan variable node. Check node digunakan untuk mendefinisikan bagian baris dari matrik generator, sedangkan variable node

digunakan untuk mendefinisikan bagian kolom dari matrik generator. Gambar representasi dari bipartite graph dapat dilihat pada Gambar 2.11.

2.2.1 Kode Cek Paritas

Kode cek paritas[8] merupakan kode block, di mana deretan pesan (jumlah bit yang ditransmit) dibagi atas blok-blok. Bentuk pengkodean pada kode cek paritas yaitu menambahan satu bit redudan pada sinyal informasi, nilai bit paritas yaitu 0 dan 1, tergantung dari jumlah bit 1 yang terdapat pada sinyal yang dikirimkan (jenis paritas ganjil atau genap). Jika digunakan jenis paritas ganjil jumlah bit 1 pada codeword adalah ganjil, begitu pula bila digunakan jenis paritas genap jumlah bit 1 pada codeword adalah genap. Sebagai contoh kode ASCII 4 (empat) bit untuk simbol 1011 karena jumlah bit 1 ganjil, maka jumlah bit 1 pada codeword pasti ganjil yaitu akan memiliki codeword 10111, bila jumlah bit 1 genap untuk simbol 1001, maka codeword yang akan dihasilkan yaitu 10010.

(40)

paritas genap dan pada penerima dideteksi terdapat jumlah bit 1 dalam jumlah ganjil, maka pada kode yang diterima telah terjadi kesalahan. Bila pada kanal terjadi 2 kesalahan bit, kode akan dideteksi sebagai kode yang valid (benar). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa cek paritas genjil dan genap hanya mampu mendeteksi bit salah dengan kemampuan terbatas. Untuk mendeteksi terjadinya kesalahan secara lebih handal diperlukan matrik cek paritas. Sebagai ilustrasinya dapat dilihat sebagai berikut:

=

c merupakan codeword, yang berisi bilangan biner( 0 dan 1)

6

2.3 Teknologi Digital Video Broadcasting Terrestrial (DVB-T)

(41)

mentransmisikan suara, video dan data digital lain yang terkompresi

menggunakan modulasi OFDM

[9].

Dengan teknologi digital, DVB-T dapat memanfaatkan penggunaan

bandwidth secara lebih efisien. Satu transponder satelit yang biasanya

hanya dapat digunakan untuk satu program TV analog, dengan menggunakan DVB-T dapat digunakan untuk menyiarkan 8 kanal TV digital. Selain penambahan kapasitas kanal TV, pada media transmisi terestrial dapat diperoleh kualitas gambar yang lebih baik.

2.3.1 Mode Carrier

Pada spesifikasi DVB-T, terdapat dua mode carrier yang dapat digunakan dengan jumlah carrier yang berbeda, yaitu mode 2K dengan 2048 point FFT dan mode 8K dengan 8192 point FFT. Ukuran FFT diberikan sebagai pangkat dari 2. Nilai 1K adalah 2 pangkat 10 yaitu 1024. Pada mode 2K, pangkatnya adalah 11 sehingga menghasilkan 2048 point FFT, sedangkan pada mode 8K pangkatnya adalah 13 sehingga hasilnya 8192 point FFT. Jumlah carrier untuk 8K adalah 6817 dan untuk 2K adalah 1705[10].

2.3.2 Standar DVB-T

(42)

untuk menggunakan simbol dengan panjang sekitar 250 µs (mode 2K) atau 1 ms (mode 8K). Tergantung pada persyaratan, mode yang satu atau mode yang lain bisa dipilih. Mode 2K mempunyai subcarrier spacing yang lebih besar sekitar 4 KHz tetapi symbol period-nya lebih pendek. Mode 8K hanya memiliki subcarrier spacing sekitar 1 KHz [10].

Berbeda dengan panjang simbol, guard interval bisa disesuaikan dalam rentang 14 sampai dengan

32

1 dari panjang simbol FFT-IFFT. Hal ini

memungkinkan untuk memilih tipe modulasi (QPSK, 16QAM atau 64QAM). Proteksi kesalahan (FEC) pada transmisi DVB-T dapat disesuaikan pada persyaratan dengan menyesuaikan code rate dengan pilihan12,

3 Standar DVB-T menyediakan pengkodean hirarki sebagai pilihan. Dalam pengkodean hirarki ada dua masukan transport stream dan dua kofigurasi bebas tapi memiliki FEC yang identik. Tujuannya adalah untuk mengaplikasikan sejumlah besar koreksi kesalahan pada sebuah transport stream dengan kecepatan data yang rendah dan kemudian mentransmisikannya. Jalur transport stream ini disebut jalur High Priority (HP). Transport stream yang kedua memiliki kecepatan data yang lebih tinggi dan ditransmisikan dengan koreksi kesalahan yang rendah. Ini disebut jalur Low Priority (LP).

2.4 Clipping Noise

(43)

mengatasi PAPR yang besar adalah dengan memotong (clipping) sinyal masukan sebelum masuk ke amplifier. Karena probabilitas terjadinya sinyal dengan peak

yang tinggi sangat kecil maka clipping merupakan teknik yang efektif untuk menurunkan PAPR. Namun clipping merupakan proses nonlinear dan akan mengakibatkan distorsi in-band yang cukup signifikan yang mengakibatkan nilai BER yang besar. Clipping noise bersifat memotong amplitudo sinyal sistem, sehingga akibat pemotongan sinyal tersebut ada informasi yang hilang. Nilai

clipping noise dimodelkan dengan formula:

(2.20)

(2.21)

Dimana:

y[m] = Amplitudo sinyal yang sudah terkena Clipping Noise

= Amplitudo sinyal OFDM sebelum terkena Clipping Noise

CR = Clipping Ratio

A C

= Amplitudo Clipping

=

(44)

BAB III

PEMODELAN BER OFDM PADA SISTEM DVB-T DENGAN MENGGUNAKAN CLIPPING NOISE DAN LDPC

3.1 Umum

Cara yang paling efektif untuk menganalisa suatu sistem adalah dengan memodelkan dan mensimulasikan sistem tersebut. Pemodelan merupakan penggambaran dari sistem yang sebenarnya sedangkan simulasi merupakan proses penyelesaian permasalahan dari sistem yang dapat divisualisasikan sehingga mudah dianalisis.

Pada skripsi ini analisa BER sistem OFDM terhadap pengaruh Clipping

Noise dimodelkan seperti yang terlihat pada Gambar 3.1.

RANDOM DATA GENERATOR

SERIAL TO PARALLEL

MODULATOR

QPSK IFFT

GUARD INTERVAL INSERTION

OUTPUT PARALLEL TO SERIAL

DEMODULATOR

QPSK FFT

GUARD INTERVAL REMOVAL AWGN CHANNEL CLIPPING NOISE

(45)

Sedangkan analisa BER sistem OFDM DVB-T terhadap pengaruh Clipping Noise

dengan menggunakan LDPC dimodelkan seperti yang terlihat pada Gambar 3.2.

CLIPPING

Gambar 3.2 Model Sistem OFDM DVB-T LDPC terhadap pengaruh Clipping Noise

Simulasi Tugas Akhir ini dilakukan pada PC Pentium Dual Core 2.2 GHz RAM 2.00 GHz 64-bit Windows OS menggunakan software MATLAB R2010a.

3.2 Struktur Simulasi

Gambar 3.3 mengilustrasikan struktur simulasi dari model analisis pengaruh

Clipping Noise terhadap BER sistem OFDM dengan menggunakan LDPC pada

(46)

INPUT DATA PROSES

SIMULASI OUTPUT DATA

Gambar 3.3 Struktur Simulasi

3.3 Parameter Input Simulasi

Tabel 3.1 berikut menunjukkan beberapa parameter untuk kedua mode pada DVB-T (2K dan 8K).

Tabel 3.1 Nilai numerik parameter OFDM untuk mode 8K dan 2K.

Parameter Mode 8K Mode 2K

Jumlah

carrier/symbol

6048 1512

Jumlah carrier

K

Parameter input simulasi BER OFDM pada sistem DVB-T pada Tugas Akhir ini, yaitu:

a. Jumlah Kanal paralel yang ditransmisikan b. Panjang IFFT/FFT

c. Jumlah carrier

(47)

e. Level Modulasi : QPSK

f. Symbol rate

g. Bit rate per carrier

h. Panjang guard interval (points) i. Besar Eb/N0

j. Pengkodean LDPC yang digunakan yaitu dengan code rate ½.

k.Nilai clipping noise yang digunakan untuk perbandingan kinerja, yaitu 0 dB, 2dB, 8 dB, dan 16 dB.

3.4 Proses Simulasi

Proses simulasi terdiri dari bagian transmitter, kanal, receiver serta perhitungan BER.

3.4.1 Transmitter OFDM

Pada sistem transmitter OFDM terdapat beberapa proses, diantaranya yaitu pembangkit data masukan/bit informasi, serial to parallel, modulasi QPSK,

Inverse Fast Fourier Transform (IFFT), dan penyisipan guard interval.

3.4.1.1 Pembangkitan Data Masukan/Bit Informasi

(48)

Gambar 3.4 Sinyal informasi

Proses pembangkitan sinyal masukan pada simulasi ini dapat dijelaskan dengan contoh berikut, Pada Tugas Akhir ini data yang dibangkitkan yang terdiri dari 1-(para*nd*ml) vektor, elemen di dalam data tersebut terdiri dari bit 0 atau bit 1. Vektor ini dinamakan seldata, maka command yang digunakan pada

software MATLAB adalah:

>> seldata=rand(1,para*nd*ml) > 0.5

seldata =

1 0 1 0 1 1 0 0 1 .... 0

Jumlah data yang dikirimkan juga dapat dihitung dengan mengetahui ukuran vektor (length) dari txdata. Jumlah data yang ditransmisikan dinamakan dengan

nod, dapat direpresentasikan sebagai berikut:

>> nod = length(txdata) nod = 1540096

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

x 10-5 -0.5

0 0.5 1 1.5

bit

A

m

pl

(49)

3.4.1.2 Proses Pembagian bit dalam blok untuk pengkodean

Sebelum proses pembagian bit dalam blok, ditentukan terlebih dahulu code rate dan bit yang ingin dibangkitkan. Bit informasi yang dibangkitkan yaitu berjumlah 8192. Code rate yang diinginkan yaitu 1/2, sedangkan jumlah

subcarrier awal yang diinginkan adalah 64. Pembangkitan matrik generator

menggunakan matrik ukuran (32x64). Bit informasi yang dibangkitkan terlebih dahulu dibagi menjadi sebuah blok code untuk proses pengkodean dengan menggunakan pengkodean LDPC. Bit informasi dibagi 8, sehingga diperoleh blok code dengan ukuran 32x256. Ilustrasi proses pembagian bit informasi menjadi blok code ditunjukkan pada Gambar 3.5.

8192 bit

1 256 bit 2 256 bit 3 256 bit 4 256 bit 5 256 bit

32 256 bit

Gambar 3.5 Proses pembagian bit dalam blok untuk pengkodean

3.4.1.3 Proses Pembangkitan matrixH

Pada proses encoding LDPC pertama kali ditentukan code rate dari LDPC yang digunakan untuk proses pembangkitan matriks generator matriks H (H

systematic). Berikut merupakan proses pembangkitan matrik generator LDPC.

(50)

Saat bit 00 codeword 000000 Saat bit 01 codeword 111001 Saat bit 10 codeword 110010 Saat bit 11 codeword 001011

Pada proses pembangkitan matrixH ditentukan code rate ½, untuk mendapatkan 64 bit untuk modulasi QPSK, maka matrixH yang dibangkitkan yaitu (32,64), yaitu input/masukannya adalah 32 bit dan codeword yang dihasilkan yaitu 64 bit. Proses akan diulang untuk jumlah sub carrier 512, code rate yang digunakan tetap ½ , sehingga matrixH yang dibangkitkan yaitu (256,512).

Gambar output matrik H ditunjukkan pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6 Output matrik H

(51)

3.4.1.4 Proses Sparse Matriks

Proses sparse matriks dilakukan setelah proses pembangkitan matrixH. Pada proses sparse pada matrix akan disisipkan bit 1 yang jumlahnya tersebar dengan probabilitas lebih kecil dibandingkan jumlah bit 0. Banyaknya bit 1 yang tersebar pada matrix generator dilakukan secara random, di mana nilai bit 1 menentukan hubungan antara variable node dan check node, contoh ilustrasi hubungan variable node dan check node pada sparse matriks dapat dilihat pada Gambar 3.7.

Gambar 3.7 Hubungan Check node dan variable node pada sparse matrik

Bentuk output dari matrik sparse pada pengkodean LDPC berupa indeks yang menunjukkan posisi dari hubungan check node dan variable node. Indeks matrik

sparse pada matlab diilustrasikan sebagai berikut: kk=matrixH(4,8)

(52)

(1,1) 1  pada posisi baris 1, kolom 1 =1 (2,1) 1  pada posisi baris 2, kolom 1 =1 (3,1) 1  pada posisi baris 3, kolom 1 =1 (1,2) 1  pada posisi baris 1, kolom 2 =1 (3,2) 1  pada posisi baris 3, kolom 2 =1 .

.

(3,8) 1  pada posisi baris 3, kolom 8 = 1 (4,8) 1  pada posisi baris 4, kolom 8 = 1

3.4.1.5 Encoding LDPC Codes

Hal yang perlu dibangkitkan sebelum proses encoding LDPC yaitu proses pembangkitan matriks H systematic dan proses sparse matriks. Pembangkitan matrikH(k,n) pada proses encoding LDPC akan menghasilkan:

ParityCheckMatrix: [32x64 logical] BlockLength: 64

NumInfoBits: 32 NumParityBits: 32

EncodingAlgorithm: 'Matrix Inverse' Nilai NumInfoBits dihasilkan dari n-k.

(53)

pembangkitan 8192 bit informasi (terbagi dalam 32 blok) dan proses pembangkitan matrixH(32,64) yaitu diperoleh codeword dengan size 256 baris, 64 kolom (256,64). Proses akan diulang utuk jumlah sub carrier 256 yang akan dihasilkan

codeword dengan size (64,256).

3.4.1.6 Serial to Parallel

Masukan dari Serial to Parallel Converter adalah sederetan bit-bit yang akan ditransmisikan. Pengiriman data dilakukan setiap N simbol, di mana N merupakan jumlah subcarrier.

Misalnya subcarrier yang digunakan adalah 2 dan 4 (N= 2 dan 4), maka dimisalkan N simbol pertama adalah x[1],x[2],…,x[N], maka pada proses S/P

converter ini simbol x[1] dikirimkan melalui subcarrier pertama, x[2] dikirimkan melalui subcarrier ke-2 dan seterusnya hingga x[N] dikirimkan melalui

subcarrier ke-N. Proses serial to parallel ditunjukkan pada Gambar 3.8[3]. C0,1 C0,2 ... C0,N C1,1 C1,2 ... C1,N ... Cn,N

(54)

3.4.1.7 Modulasi (mapping)

Input data informasi yang dikiriman pertama kali dimodulasikan oleh blok modulasi. Sinyal informasi tersebut akan dikodekan dan dipetakan (mapping) menurut skema modulasi yang digunakan oleh sistem OFDM pada DVB-T.

Pada modulasi dan demodulasi sinyal digital OFDM DVB-T, ada 3 tipe yang digunakan yaitu QPSK, 16QAM dan 64QAM. Pada tugas akhir ini hanya menggunakan modulasi dan demodulasi QPSK saja.

QPSK merupakan modulasi yang memetakan 2 bit menjadi 1 simbol data. Gambar 3.9 adalah konstelasi sinyal modulasi QPSK. Setiap simbol diwakili oleh 2 bit data informasi.

-1

-1 1 1

11 01

10 00

Gambar 3.9 Konstelasi Sinyal QPSK

3.4.1.8 Proses IFFT (Inverse Fast Fourier Transform)

IFFT berfungsi sebagai Inverse Discrite Fourier Transform, tetapi dengan kecepatan proses perhitungan yang lebih tinggi dari pada IDFT. IFFT juga berfungsi sebagai OFDM baseband modulator, yang sekaligus menjamin

ke-orthogonal-an antar subcarrier. Masukan dan keluaran IFFT adalah kompleks.

(55)

( )

( )

m = subcarrier dari 0 samapi N-1

t

Proses IDFT (Inverse Discrite Fourier Transform) bisa diimplementasikan menggunakan IFFT (Inverse Fast Fourier Transform).

3.4.1.9 Guard Interval Insertion

Penyisipan guard interval diikuti dengan simbol OFDM. Guard interval

terdiri dari copy dari akhir simbol OFDM dan menempatkannya dibagian awal simbol tersebut, hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya Intersymbol

Interference (ISI)[7]. Gambar 3.10 merupakan bentuk sinyal yang dikirim dengan

diberi cyclic prefix.

Gambar 3.10 Bentuk sinyal kirim dengan diberi cyclic prefix

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

sinyal kirim dengan CP (real)

waktu (s)

sinyal kirim dengan CP (imag)

waktu (s)

am

pl

(56)

3.4.1.10 Clipping Noise

Clipping noise terjadi pada pemancar, gangguan yang terjadi yaitu

amplitudo sinyal OFDM terpotong. Pemodelan dari clipping noise adalah sebagai berikut:

(3.2)

(3.3)

Dimana:

y[m] = Amplitudo sinyal yang sudah terkena Clipping Noise

= Amplitudo sinyal OFDM sebelum terkena Clipping Noise

CR = Clipping Ratio

A C

= Amplitudo Clipping

=

σ root mean square daya sinyal

Gambar sinyal OFDM sebelum terkena gangguan clipping noise dan setelah terkena gangguan clipping noise dapat dilihat pada gambar 3.11 dan gambar 3.12.

(57)

Gambar 3.12 Sinyal OFDM dengan CR=2 dB

3.4.2 Kanal Additive White Gaussian Noise (AWGN)

Untuk transmisi data apapun, sinyal yang diterima akan terdiri dari sinyal yang dipancarkan dan ditambah dengan berbagai distorsi yang terdapat diantara sistem transmitter dan receiver[11]. Model kanal yang umum digunakan adalah kanal AWGN. Gambar 3.13 merepresentasikan bentuk umum model pengkanalan[12].

+ x(t)

u(t)

y(t) = x(t) + u(t)

SINYAL YANG DIKIRIM

SINYAL YANG DITERIMA DERAU

KANAL

Gambar 3.13 Bentuk Umum Model Kanal

Jika AWGN ditambahkan pada sinyal modulasi digital pada vektor data kanal I dan Q (idata,qdata) secara berturut-turut, maka output data dari kanal I dan Q (iout,qout) memenuhi persamaan 3.4 dan 3.5.

(3.4)

(58)

Dalam simulasi perhitungan BER, daya noise digunakan sebagai variabel

npow. Variabel idata dan qdata merupakan tegangan, bukan daya. Sehingga

variabel npow harus diubah dari daya menjadi tegangan. Variabel attn ditentukan sebagai akar dari npow pada persamaan 3.6.

(3.6)

Oleh karena itu, output data setelah mengalami penambahan AWGN dengan daya npow dapat dituliskan seperti pada persamaan 3.7 dan 3.8.

(3.7)

(3.8)

3.4.3 Receiver

Setelah mengalami efek dari kanal transmisi, sinyal OFDM kemudian diterima oleh receiver dan sinyal tersebut akan melalui blo-blok receiver hingga kembali menjadi bit-bit informasi data. Blok-blok pada penerima adalah: blok pengeluaran guard interval, blok FFT, demodulator, blok serial to parallel

converter (S/P), LDPC Decoding dan output seperti ditunjukkan oleh Gambar

3.14.

OUTPUT PARALLEL

TO SERIAL

DEMODULA TOR QPSK

FFT

GUARD INTERVAL REMOVAL LDPC

DECODING

(59)

3.4.3.1 Pengeluaran Guard Interval

Pengeluaran guard interval berfungsi untuk memisahkan sinyal sebenarnya dengan ekstensi cyclic yang kemungkinan telah terkena efek

intersymbol interference akibat pengaruh multipath. Hal ini dilakukan karena

sinyal yang harus diterima oleh stasiun penerima adalah sinyal asli yang dikirimkan yaitu simbol tanpa Cyclic Prefix (CP). Gambar 3.15 merupakan bentuk sinyal yang diterima tanpa cyclic prefix adalah sama dengan bentuk sinyal yang dikirim sebelum penambahan cyclic prefix.

Gambar 3.15 Bentuk sinyal yang diterima tanpa cyclic prefix

3.4.3.2 FFT (Fast Fourier Transform)

Data paralel yang didapat kemudian dikonversi dari domain waktu ke dalam domain frekuensi dengan jumlah point FFT yang digunakan sama dengan jumlah point IFFT yang digunakan pada blok pengirim.

3.4.3.3 Parallel to Serial Converter

Parallel to serial converter berfungsi mngubah sinyal data keluaran yang

telah dipisahkan dari sinyal pilot dan masih berupa jalur paralel menjadi satu jalur bentuk seri dalam domain frekuensi.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

sinyal kirim sebelum CP (real)

waktu (s)

sinyal kirim sebelum CP(imajiner)

waktu (s)

am

pl

(60)

Deretan simbol OFDM yang masih merupakan deret serial harus diubah lebih dahulu menjadi data paralel sebanyak jumlah lengan FFT.

Gambar 3.16 mengilustrasikan proses parallel to serial, tampak bahwa data yang sebelumnya terbagi dalam N buah subcarrier, akan diatur kembali menjadi deretan data serial.

x[1] x[4097] . . . x[1536001]

x[2] x[4098] . . . x[1536002]

x[3] x[4099] . . . x[1536003]

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

x[4096] x[8192] . . . x[1540096]

x[1] x[2] x[3] . . . x[1540095] x[1540096]

Gambar 3.16 Proses Parallel to Serial

3.4.3.4 Demodulasi

(61)

3.4.3.5 Proses Decoding LDPC

Pada proses decoding dipilih soft decision supaya menghasilkan kinerja yang bagus, parameter penting dalam proses decoding soft decision LDPC adalah llr. Proses decoding LDPC akan mengembalikan barisan bit data seperti pada awal pengiriman informasi. Bit semula berbentuk kode blok dengan panjang dua kali lipat blok kode pengiriman. Kode akan dikembalikan ke dalam bentuk blok kode awal.

ParityCheckMatrix: [32x64 logical] Proses decoding pada subcarrier 64 bit:

BlockLength: 64 NumInfoBits: 32 NumParityBits: 32

DecisionType: 'Hard decision' OutputFormat: 'Information part' DoParityChecks: 'Yes'

NumIterations: 50 ActualNumIterations: 1

FinalParityChecks: [32x1 double]

3.5 Perhitungan BER (Bit Error Rate)

BER (Bit Error Rate) dihitung dengan menggunakan metode Monte Carlo,

(62)

Terkirim Bit

Total Jumlah

Error Bit Jumlah

=

BER (3.9)

Pada Matlab, command yang digunakan adalah >> ber = noe/nod

(63)

BAB IV

SIMULASI DAN ANALISIS BER OFDM DENGAN MENGGUNAKAN CLIPPING NOISE DAN LDPC PADA SISTEM DVB-T

4.1 Umum

Pada Bab ini dibahas mengenai hasil simulasi dan analisis pengaruh

clipping noise terhadap BER sistem OFDM DVB-T pada mode 2K dan 8K yang

menggunakan LDPC.

Parameter-parameter input yang digunakan pada simulasi Tugas Akhir ini ditunjukkan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Parameter Input Simulasi

Parameter Nilai

Ukuran IFFT/FFT 2048 untuk 2K dan 8192 untuk 8K Jumlah carrier 1705 untuk 2K dan 6817 untuk 8K Jumlah kanal parallel 2048 untuk 2K dan 8192 untuk 8K Jumlah simbol untuk satu loop 68

Level modulasi QPSK 2

Symbol rate 6750000

Bit rate per carrier 13500000 [Symbol rate x Modulation level] bps

Besaran Eb/N0 10 dB, 20 dB, 30 dB, 40 dB dan 50 dB

Ukuran guard interval 128 untuk 2K dan 512 untuk 8K

Clipping rasio 0 dB, 2 dB, 8 dB dan 16 dB

4.2 Kinerja Sistem OFDM DVB-T Terhadap Pengaruh Clipping Noise Pada Mode 2K

Simulasi ini bertujuan untuk mengetahui kinerja sistem OFDM DVB-T yang dipengaruhi clipping noise dimana clipping dikarakteristikan oleh clipping

(64)

perbandingan kinerja sistem OFDM DVB-T dengan menggunakan clipping ratio

dan BER teori OFDM DVB-T. Tabel 4.2 menunjukkan hasil Simulasi kinerja OFDM DVB-T 2K yang dipengaruhi clipping ratio.

Tabel 4.2 Kinerja OFDM DVB-T yang dipengaruhi Clipping Ratio Pada Mode 2K 10 Db 0.1343888357 0.1138772085 0.0547700706 0.0023282098 20 dB 0.1307788132 0.1062687929 0.0470865824 0.0019956084 30 dB 0.1144375862 0.0929854373 0.0412007596 0.0017461574 40 dB 0.1017222988 0.0826537220 0.0366228974 0.0015521399 50 dB 0.0915500690 0.0743883498 0.0329606077 0.0013969259

Tabel 4.3 menunjukkan hasil perhitungan BER OFDM DVB-T secara teori

Tabel 4.3 BER Teori OFDM DVB-T

Eb/N0 BER

Pada sistem OFDM DVB-T 2K, dilakukan perbandingan nilai Eb/N0 dari 10 dB, 20 dB, 30 dB, 40 dB, dan 50 dB terhadap nilai BER yang dipengaruhi

clipping ratio dengan CR 0 dB, 2 dB, 8 dB, dan 16 dB. Dengan nilai Eb/N0 yang

tetap, dari tabel 4.2 diperlihatkan bahwa semakin besar nilai CR maka nilai BER

(Bit Error Rate) akan mendekati nilai BER secara teori dan semakin besar nilai

(65)

BER dengan CR 0 dB dapat dilihat pada saat Eb/N0 10 dB dan 50 dB didapat nilai BER sebesar 0.1343888357 dan 0.0915500690. Perbandingan Eb/N0 terhadap BER dengan CR 16 dB dapat dilihat pada saat Eb/N0 10 dB dan 50 dB didapat nilai BER sebesar 0.0023282098 dan 0.0013969259. Sedangkan BER teori OFDM DVB-T pada saat Eb/N0 10 dB dan 50 dB adalah 0.0000038721 dan 0.0000000000. Dari Tabel 4.2 dan Tabel 4.3, maka didapat grafik perbandingan antara Eb/N0 dan BER yang ditunjukkan pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Grafik Hubungan BER terhadap Eb/NO pada OFDM DVB-T yang menggunakan clipping Noise Pada Mode 2K

(66)

lebih besar dibandingkan dengan nilai Root Mean Square (RMS) sinyal OFDM DVB-T, sehingga perpotongan yang terjadi sangat kecil dan bahkan diabaikan.

4.3 Kinerja sistem OFDM DVB-T terhadap Pengaruh Clipping Noise dengan Menggunakan LDPC (Low-Density-Parity-Check) Pada Mode 2K

Simulasi ini bertujuan untuk mengetahui kinerja sistem OFDM DVB-T terhadap pengaruh Clipping Noise dengan menggunakan LDPC. Pada simulasi ini dilakukan perbandingan kinerja sistem OFDM DVB-T terhadap pengaruh

clipping noise dengan menggunakan LDPC dan BER teori OFDM DVB-T. Tabel

4.4 menunjukkan hasil simulasi kinerja OFDM DVB-T 2K yang dipengaruhi

clipping ratio dengan menggunakan LDPC.

Tabel 4.4 Kinerja OFDM DVB-T 2K yang dipengaruhi Clipping Ratio dengan menggunakan LDPC

Eb/N0

BER LDPC dengan CR 0 dB

BER LDPC dengan CR 2 dB

BER LDPC dengan CR 8 dB

BER LDPC dengan CR 16 dB 10 dB 0.1243563172 0.0938780223 0.0362701416 0.0003280640 20 dB 0.1185248934 0.0840984681 0.0310952323 0.0002811977 30 dB 0.1037098499 0.0735861596 0.0272083282 0.0002460480 40 dB 0.0921865332 0.0654099196 0.0241851807 0.0002187093 50 dB 0.0829678799 0.0588689277 0.0217666626 0.0001968384

Pada sistem OFDM DVB-T 2K, dilakukan perbandingan nilai Eb/N0 dari 10 dB, 20 dB, 30 dB, 40 dB, dan 50 dB terhadap nilai BER yang dipengaruhi

clipping ratio dengan CR 0 dB, 2 dB, 8 dB, dan 16 dB dengan menggunakan

(67)

yang menggunakan LDPC dengan CR 0 dB dapat dilihat pada saat Eb/N0 10 dB dan 50 dB didapat nilai BER sebesar 0.1243563172 dan 0.0829678799. Perbandingan Eb/N0 terhadap BER yang menggunakan LDPC dengan CR 16 dB dapat dilihat pada saat Eb/N0 10 dB dan 50 dB didapat nilai BER sebesar 0.0003280640 dan 0.0001968384. Maka didapat grafik perbandingan antara Eb/N0 dan BER yang ditunjukkan pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Grafik Hubungan BER terhadap Eb/NO pada OFDM DVB-T yang dipengaruhi clipping Noise dengan menggunakan LDPC Pada Mode 2K

4.4 Kinerja Sistem OFDM DVB-T Terhadap Pengaruh Clipping Noise Pada Mode 8K

Simulasi ini bertujuan untuk mengetahui kinerja sistem OFDM DVB-T yang dipengaruhi clipping noise dimana clipping dikarakteristikan oleh clipping

ratio (CR) yang bernilai 0 dB, 2 dB, 8dB, dan 16 dB. Pada simulasi ini dilakukan

(68)

dan BER teori OFDM DVB-T. Tabel 4.5 menunjukkan hasil Simulasi kinerja OFDM DVB-T 8K yang dipengaruhi clipping ratio.

Tabel 4.5 Kinerja OFDM DVB-T yang dipengaruhi Clipping Ratio Pada Mode 8K 10 dB 0.1342838157 0.1137752185 0.0546710506 0.0022272198 20 dB 0.1305748032 0.1061637529 0.0470655724 0.0018936184 30 dB 0.1142355962 0.0927844173 0.0411017396 0.0016451474 40 dB 0.1016212788 0.0824527120 0.0365218674 0.0013511299 50 dB 0.0913510490 0.0742863398 0.0327616177 0.0012959159

Tabel 4.6 menunjukkan hasil perhitungan BER OFDM DVB-T secara teori

Tabel 4.6 BER Teori OFDM DVB-T Eb/N0 BER

Pada sistem OFDM DVB-T 8K, dilakukan perbandingan nilai Eb/N0 dari 10 dB, 20 dB, 30 dB, 40 dB, dan 50 dB terhadap nilai BER yang dipengaruhi

clipping ratio dengan CR 0 dB, 2 dB, 8 dB, dan 16 dB. Dengan nilai Eb/N0 yang

tetap, dari Tabel 4.5 diperlihatkan bahwa semakin besar nilai CR maka nilai BER

(Bit Error Rate) akan mendekati nilai BER secara teori dan semakin besar nilai

(69)

sebesar 0.1342838157 dan pada saat Eb/N0 50 dB didapat nilai BER sebesar 0.0913510490. Perbandingan Eb/N0 terhadap BER dengan CR 16 dB dapat dilihat pada saat Eb/N0 10 dB didapat nilai BER sebesar 0.0022272198 dan pada saat Eb/N0 50 dB didapat nilai BER sebesar 0.0012959159. Sedangkan BER teori OFDM DVB-T pada saat Eb/N0 10 dB dan 50 dB adalah 0.0000038721 dan 0.0000000000. Dari Tabel 4.5 dan Tabel 4.6, maka didapat grafik perbandingan antara Eb/N0 dan BER yang ditunjukkan pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Grafik Hubungan BER terhadap Eb/NO pada OFDM DVB-T yang menggunakan clipping Noise Pada Mode 8K

4.5 Kinerja sistem OFDM DVB-T terhadap Pengaruh Clipping Noise dengan Menggunakan LDPC (Low-Density-Parity-Check) Pada Mode 8K

Simulasi ini bertujuan untuk mengetahui kinerja sistem OFDM DVB-T terhadap pengaruh Clipping Noise dengan menggunakan LDPC. Pada simulasi ini dilakukan perbandingan kinerja sistem OFDM DVB-T terhadap pengaruh

(70)

4.7 menunjukkan hasil simulasi kinerja OFDM DVB-T 8K yang dipengaruhi

clipping ratio dengan menggunakan LDPC.

Tabel 4.7 Kinerja OFDM DVB-T 8K yang dipengaruhi Clipping Ratio dengan menggunakan LDPC

Eb/N0

BER LDPC dengan CR 0 dB

BER LDPC dengan CR 2dB

BER LDPC dengan CR 8 dB

BER LDPC dengan CR 16 dB 10 dB 0.1242885725 0.0937641766 0.0361701415 0.0003180540 20 dB 0.1184790939 0.0840171884 0.0310552323 0.0002611877 30 dB 0.1036701811 0.0735150398 0.0271083262 0.0002360270 40 dB 0.0921512721 0.0653467021 0.0240851407 0.0002067073 50 dB 0.0829361449 0.0588120318 0.0214646226 0.0001867354

Pada sistem OFDM DVB-T 8K, dilakukan perbandingan nilai Eb/N0 dari 10 dB, 20 dB, 30 dB, 40 dB, dan 50 dB terhadap nilai BER yang dipengaruhi

clipping ratio dengan CR 0 dB, 2 dB, 8 dB, dan 16 dB dengan menggunakan

(71)

.

(72)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisa data hasil simulasi pada pengkodean LDPC pada OFDM DVB-T terhadap pengaruh clipping dapat disimpulkan bahwa:

1. OFDM pada sistem DVB-T merupakan sebuah solusi yang menjanjikan untuk transmisi dengan data rate tinggi pada frequency selective fading channels.

2. Nilai clipping ratio dengan performansi sistem berbanding lurus, yaitu semakin besar nilai clipping ratio semakin bagus pula performansi system dan akan mendekati nilai BER secara teori.

3. Pada OFDM mode 2K dengan CR 16 dBdan Eb/N0 50 dB didapat nilai BER 0.0013969259 tanpa menggunakan LDPC dan 0.0001968384 dengan menggunakan LDPC. Artinya ada penurunan BER sebesar 0.001200875. 4. Pada OFDM mode 8K dengan CR 16 dB dan Eb/N0 50 dB didapat nilai BER

0.0012959159 tanpa menggunakan LDPC dan 0.0001867354 dengan menggunakan LDPC. Artinya ada penurunan BER sebesar 0.0011091805. 5. Dari hasil simulasi kedua mode carrier tersebut nilai BER OFDM DVB-T

mode 8K lebih baik dibandingkan mode 2K.

5.2 Saran

Gambar

Gambar 2.5 Noise Thermal
Gambar 2.6 Blok Diagram Receiver OFDM
Gambar 2.9 Diagram Blok Demodulator QPSK
Gambar 2.11 Tanner Graph dan Marked Path
+7

Referensi

Dokumen terkait