• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Penurunan Kadar Cd (Kadmium) Pada Kerang Bulu (Andara antiquata) Dengan Pemanfaatan Larutan Chitosan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Upaya Penurunan Kadar Cd (Kadmium) Pada Kerang Bulu (Andara antiquata) Dengan Pemanfaatan Larutan Chitosan"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA PENURUNAN KADAR Cd (Kadmium) PADA KERANG BULU (Andara antiquata) DENGAN PEMANFAATAN

LARUTAN CHITOSAN

S K R I P S I

Oleh :

NIM. 071000055 SITI AFSYAH

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UPAYA PENURUNAN KADAR Cd (Kadmium) PADA KERANG BULU (Andara antiquata) DENGAN PEMANFAATAN

LARUTAN CHITOSAN

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

NIM. 071000055 SITI AFSYAH

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judu l :

UPAYA PENURUNAN KADAR Cd (Kadmium) PADA KERANG BULU (Andara antiquata) DENGAN PEMANFAATAN

LARUTAN CHITOSAN

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

NIM. 071000055 SITI AFSYAH

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 05 Januari 2012 dan Dinyatakan

Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Dr.dr. WirsalHasan, MPH

NIP.194911191987011001 NIP. 197002191998022001

dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes

Penguji II Penguji III

Ir. EviNaria, M.Kes Ir. IndraChahaya, MSi

NIP.196803201993032001 NIP. 196811011993032005

Medan, Januari 2012 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

ABSTRAK

Konsentrasi yang tinggi dari logam berat Cd dalam kerang bulu dapat memberikan efek yang tidak baik terhadap kesehatan masyarakat melalui rantai makanan. Efek kesehatan yang disebabkan adalah keracunan akut, kronik, dan juga karsinogen. Untuk meminimalkan efek kesehatan yang tidak diizinkan ini, harus dilakukan upaya mengurangi kandungan logam Cd pada kerang bulu dengan merendamnya dalam larutan sebagai zat pengikat logam seperti larutan chitosan.

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh pemberian larutan chitosan tehadap penurunan kadar Cd pada kerang bulu atau Andara Antiquata. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa konsentrasi logam berat Cd pada kerang bulu adalah 0,31560 ppm. Konsentrasi ini telah melewati ambang batas yang telah ditetapkan oleh SNI No. 01-3548-1994 yaitu 0,2 ppm. Perendaman dengan larutan chitosan 0,5% lama perendaman 15 menit menurunkan 37,2%, 0,5% lama perendaman 30 menit menurunkan 40,5%, 0,5% lama perendaman 60 menit menurunkan 45,4%, 1% lama perendaman 15 menit menurunkan 38,79%, 1% lama perendaman 30 menit menurunkan 40,6%, 1% lama perendaman 60 menit menurunkan 55,5%, dan perendaman dengan larutan chitosan konsentrasi 1,5% lama perendaman 15 menit menurunkan 39%, 1,5% lama perendaman 30 menit menurunkan 41,3%, 1,5% lama perendaman 60 menit menurunkan 63,08%.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kerang bulu yang berasal dari perairan Belawan telah tercemar oleh logam berat Cd. Larutan chitosan dengan konsentrasi 0,5%, 1%, dan 1,5% dianggap dapat menurunkan logam berat Cd dibawah ambang batas yang telah ditetapkan. Larutan chitosan dapat digunakan sebagai zat pengikat logam untuk mengurangi kadar logam berat Cd pada kerang bulu. Sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk melihat efektifitas dari larutan chitosan dalam menurunkan logam berat yang mencemari biotik laut lainnya.

(5)

ABSTRACT

The High concentration of heavy metal Cd in shells Feather can give a bad effect on public health through the food chain. Health effect that posed is acute toxicity, chronic, and also carcinogens. To minimize the health effect that are not allowed, efforts should be made to reduce the metal content of Cd in Shell Feather by soaking in a solution of a metal bonding agent such as chitosan solution.

The purpose of this study is to determine the effect of Chitosan solution decreased levels of Cd in the Shell Feather or Andara antiquata. From the result obtained that concentration of heavy metal Cd in Shell Feather is 0.31560 ppm. This concentration has passed a threshold that Set by SNI No. 01-3548-1994 that is 0.2 ppm. Soaking with 0.5 % Chitosan solution with long soaking 15 minutes down 37,2 percen, o.5% with 30 minutes soaking down 40,5 percen, 0.5% with 60 minutes long soaking down 45,4%. 1% long soaking 15 minute down 38,79 percen, 1% long soaking 30 minutes down 40,6 percen, 1% long soaking 60 minutes decrease 55,5 percen. And soaking with a solution of chitosan concentration of 1.5% long soakig 15 minutes down 39 percen, 1.5% long soaking 30 minutes decrease 41,3 percen, 1.5% Soaking time of 60 minutes down 63,08%.

From the research result can be concluded that the Shell Feather that originated from belawan has been polluted by heavy metals Cd. Chitosan solution with a concentration of 0.5%, 1%, 1.5% are considered heavy metals Cd may decrease below a predetermined threshold. Solution of Chitosan can be used as a binder metal to reduce levels of heavy metal Cd in Shell Feathers. Further research is needed to see the effectiveness of solution of Chitosan in reducing heavy metals that polluted the other marine biotic.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Identitas Diri

Nama : Siti Afsyah

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/ 05 Desember 1989

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah Jumlah Bersaudara : 5 (lima) Bersaudara

Alamat : Jl. Amaliun Gg. Senggo No. 19B Medan

Riwayat Pendidikan

SD Negeri 060825 Medan : 1995 - 2001

SMP Negeri 4 Medan : 2001 - 2004

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, hanya karena rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul “UPAYA PENURUNAN KADAR Cd (Kadmium) PADA KERANG BULU (Andara antiquata) DENGAN PEMANFAATAN LARUTAN CHITOSAN” yang merupakan salah satu syarat bagi penulis dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (FKM-USU) Medan.

Dalam proses penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan serta doa dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan terima kasih yang setulusnya kepada :

1. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ir. Evi Naria, M.Kes, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Penasehat Akademik yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. Dr. Wirsal Hasan, MPH sebagai Dosen Pembimbing I yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes sebagai Dosen Pembimbing II yang telah

banyak membantu dan meluangkan waktu dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc., M.Phil selaku Kepala Laboratorium Pusat

Penelitian dan Noviandi, S.Si selaku Manajer Teknik Laboratorium Kimia Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular yang telah memberikan izin serta membantu peneliti dalam melakukan penelitian.

6. Seluruh dosen di FKM khususnya Departemen Kesehatan Lingkungan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini.

(8)

Chairunnisa yang selalu memberikan dorongan moril dan materil kepada penulis serta kasih sayang dan motivasi yang luar biasa.

8. Sahabat-sahabat terbaik penulis Khairunnisa, SKM, Dina Permatasari, Eka Purwanti, SKM, Tengku Hera Zafirah, SKM, Day Santri Hasibuan, SKM, Linda Rahayu, SKM, Ananda Rahman US, Putra Apriadi Siregar, Sasmar Aurivan Harya, Addlinsyah, Rizka Furnanda, Rizki El Hafis dan Nanda Rizaldi Lubis, Amd yang selalu memberikan dorongan semangat, dukungan, kritikan serta doanya kepada penulis.

9. Teman-teman peminatan Kesehatan Lingkungan Riga Absyah, SKM, Indra Kurniawan, Abdul Mushlih, SKM, Frenky Eka Syahputra, SKM, Raisa Nehemia, SKM, Evi Trisna S, serta teman-teman stambuk 2007 yang telah memberikan semangat kepada penulis.

10.Adik-adikku Nia Rahmadaniaty, Annisa Mentari Hasibuan, Ikhsan Ibrahim, Fauzi Ariansyah, Putri Ramadhani Irsan dan Ahmad Taufiq yang telah memberikan semangat kepada penulis.

11.Terkhusus buat Aziz Anshori Situmorang yang selalu memberikan dukungan dan waktunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 12.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan saran yang membangun dari semua pihak guna penyempurnaan skripsi ini.

Medan, Januari 2012

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

RIWAYAT HIDUP PENULIS ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan ... 6

1.3.1 Tujuan Umum ... 6

1.3.2 Tujuan Khusus ... 6

1.4 Manfaat ... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Pencemaran Air ... 8

2.2. Pencemaran Laut ... 10

2.2.1 Bentuk- Bentuk Pencemaran Laut ... 12

2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pencemaran Laut ... 13

2.3 Pencemaran Logam Berat ... 13

2.3.1 Logam Berat Dalam Perairan ... 15

2.3.2 Logam Berat Dalam Sedimen ... 15

2.3.3 Logam Berat Dalam Organisme ... 16

2.4 Kadmium (Cd) ... 17

2.4.1 Karakteristik Kadmium ... 17

2.4.2 Kegunaan Kadmium ... 18

2.4.3 Kadmium Dalam Lingkungan ... 19

2.4.4 Metabolisme (Adsorbsi, Distribusi, dan Ekskresi) Kadmium Dalam Tubuh... 20

2.4.5 Penilaian Resiko Kadmium Dalam Tubuh ... 21

2.4.6 Efek Kadmium (Cd) Terhadap Kesehatan ... 23

2.5 Kerang (Bivalvia) ... 26

2.5.1 Karakteristik Kerang (Bivalvia) ... 26

2.5.2 Jenis –Jenis Kerang (Bivalvia) ... 30

2.5.3 Kadmium Pada Jenis Kerang ... 33

2.6 Penurunan Kadar Logam Berat Dengan Pemanfaatan Chitosan Dari Cangkang Udang ... 34

2.6.1 Chitin dan Chitosan ... 34

(10)

2.6.3 Sifat dan Kegunaan Chitosan ... 40

2.6.4 Sumber- Sumber Chitosan... 42

2.7 Kerangka Konsep ... 44

BAB III. METODE PENELITIAN ... 45

3.1 Jenis Penelitian ... 45

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 45

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 45

3.2.2 Waktu Penelitian... 45

3.3 Objek Penelitian ... 45

3.4 Metode pengumpulan Data ... 46

3.4.1 Data Primer ... 46

3.5 Cara Pengambilan Sampel ... 46

3.6 Definisi Operasional ... 46

3.7 Alat dan Bahan Penelitian... 47

3.6.1 Alat Penelitian ... 47

3.6.2. Bahan Penelitian ... 48

3.8 Cara Kerja Penelitian ... 48

3.8.1 Preparasi Sampel ... 48

3.8.2 Pengaplikasian Larutan Chitosan ... 49

3.8.3 Analisis Kadar Cd dengan Metode ICP (Inductively Copled Plasma)……… 49

3.8.4 Cara Membuat Chitosan... 50

3.8.5 Cara Membuat Larutan Chitosan ... 52

3.9. Pengolahan dan Analisa Data... 52

BAB IV. HASIL ... 53

4.1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium ... 53

4.2. Hasil Penurunan Kadar Logam Cd Setelah Perendaman dengan Larutan Chitosan ... 55

BAB V. PEMBAHASAN ... 56

5.1. Hasil Pemeriksaan Kadar Logam Cd Dalam Kerang Bulu (Andara antiquata)... 56

5.2. Hasil Penurunan Kadar Logam Cd Setelah Perendaman dengan Larutan Chitosan ... 57

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

6.1.Kesimpulan ... 59

6.2.Saran ... 60 DAFTAR PUSTAKA

(11)

DAFTAR TABEL

Hal 1. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium ... 53 2. Tabel 4.2 Penurunan Kadar Logam Cd Dalam Kerang Bulu (Andara

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Selesai Melaksanakan Penelitian

(13)

ABSTRAK

Konsentrasi yang tinggi dari logam berat Cd dalam kerang bulu dapat memberikan efek yang tidak baik terhadap kesehatan masyarakat melalui rantai makanan. Efek kesehatan yang disebabkan adalah keracunan akut, kronik, dan juga karsinogen. Untuk meminimalkan efek kesehatan yang tidak diizinkan ini, harus dilakukan upaya mengurangi kandungan logam Cd pada kerang bulu dengan merendamnya dalam larutan sebagai zat pengikat logam seperti larutan chitosan.

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh pemberian larutan chitosan tehadap penurunan kadar Cd pada kerang bulu atau Andara Antiquata. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa konsentrasi logam berat Cd pada kerang bulu adalah 0,31560 ppm. Konsentrasi ini telah melewati ambang batas yang telah ditetapkan oleh SNI No. 01-3548-1994 yaitu 0,2 ppm. Perendaman dengan larutan chitosan 0,5% lama perendaman 15 menit menurunkan 37,2%, 0,5% lama perendaman 30 menit menurunkan 40,5%, 0,5% lama perendaman 60 menit menurunkan 45,4%, 1% lama perendaman 15 menit menurunkan 38,79%, 1% lama perendaman 30 menit menurunkan 40,6%, 1% lama perendaman 60 menit menurunkan 55,5%, dan perendaman dengan larutan chitosan konsentrasi 1,5% lama perendaman 15 menit menurunkan 39%, 1,5% lama perendaman 30 menit menurunkan 41,3%, 1,5% lama perendaman 60 menit menurunkan 63,08%.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kerang bulu yang berasal dari perairan Belawan telah tercemar oleh logam berat Cd. Larutan chitosan dengan konsentrasi 0,5%, 1%, dan 1,5% dianggap dapat menurunkan logam berat Cd dibawah ambang batas yang telah ditetapkan. Larutan chitosan dapat digunakan sebagai zat pengikat logam untuk mengurangi kadar logam berat Cd pada kerang bulu. Sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk melihat efektifitas dari larutan chitosan dalam menurunkan logam berat yang mencemari biotik laut lainnya.

(14)

ABSTRACT

The High concentration of heavy metal Cd in shells Feather can give a bad effect on public health through the food chain. Health effect that posed is acute toxicity, chronic, and also carcinogens. To minimize the health effect that are not allowed, efforts should be made to reduce the metal content of Cd in Shell Feather by soaking in a solution of a metal bonding agent such as chitosan solution.

The purpose of this study is to determine the effect of Chitosan solution decreased levels of Cd in the Shell Feather or Andara antiquata. From the result obtained that concentration of heavy metal Cd in Shell Feather is 0.31560 ppm. This concentration has passed a threshold that Set by SNI No. 01-3548-1994 that is 0.2 ppm. Soaking with 0.5 % Chitosan solution with long soaking 15 minutes down 37,2 percen, o.5% with 30 minutes soaking down 40,5 percen, 0.5% with 60 minutes long soaking down 45,4%. 1% long soaking 15 minute down 38,79 percen, 1% long soaking 30 minutes down 40,6 percen, 1% long soaking 60 minutes decrease 55,5 percen. And soaking with a solution of chitosan concentration of 1.5% long soakig 15 minutes down 39 percen, 1.5% long soaking 30 minutes decrease 41,3 percen, 1.5% Soaking time of 60 minutes down 63,08%.

From the research result can be concluded that the Shell Feather that originated from belawan has been polluted by heavy metals Cd. Chitosan solution with a concentration of 0.5%, 1%, 1.5% are considered heavy metals Cd may decrease below a predetermined threshold. Solution of Chitosan can be used as a binder metal to reduce levels of heavy metal Cd in Shell Feathers. Further research is needed to see the effectiveness of solution of Chitosan in reducing heavy metals that polluted the other marine biotic.

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan ekonomi di Indonesia menitikberatkan pada pembangunan sektor industri. Di satu sisi, pembangunan industri akan meningkatkan kualitas hidup manusia dengan terpenuhinya kebutuhan manusia dan meningkatnya pendapatan masyarakat. Namun di sisi lain, pembangunan industri juga dapat menurunkan kesehatan masyarakat dikarenakan pergeseran keseimbangan tatanan lingkungan dari bentuk asal ke bentuk baru yang cenderung menimbulkan pencemaran lingkungan (Widowati, 2008).

Limbah industri menjadi sumber utama pencemaran lingkungan dari industri yang dapat terjadi pada berbagai komponen lingkungan baik air, tanah maupun udara. Tetapi yang paling berbahaya bagi kehidupan adalah yang terjadi di perairan (Manik, 2009). Cepat atau lambat sebagian zat-zat pencemar tersebut yang terbawa aliran sungai akan bermuara ke lautan. Hal ini menyebabkan terjadinya pencemaran pantai dan laut sekitarnya.

(16)

Belawan merupakan suatu kawasan industri dan sarana pelabuhan terbesar di kota Medan. Perairan Belawan menjadi tempat bermuaranya Sungai Deli yang telah tercemar oleh logam berat berbahaya yaitu : Cu, Pb, Cd, Zn, Cr, Ni dan Sianida. Hal ini disebabkan karena di daerah aliran sungai ini terdapat beberapa industri yang menggunakan bahan-bahan yang mengandung logam berat dalam proses produksinya seperti industri pembuatan barang dari logam, industri plastik dan industri karet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata logam berat pada lokasi pengamatan dekat dengan kawasan industri seperti logam Cd berkisar antara 0,02 - 0,04 mg/L , Cr berkisar antara 0,48 - 0,59 mg/L, Cu berkisar antara 1,24 - 1,36 mg/L dan Pb berkisar antara 1,14 - 0,72 mg/L. Mengacu kepada Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 Tentang Baku Mutu Air, maka parameter logam berat pada lokasi pengamatan telah melampaui baku mutu air golongan B, yaitu air yang sesuai untuk kebutuhan bahan baku air minum (Putra, 2008).

Muara Sungai Deli paling dekat dengan muara di kelurahan Bagan Deli yang dikenal sebagai Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Ikan-ikan dan kerang yang dilelang ditempat ini berasal dari hasil tangkapan di perairan Belawan (Azhar, 2004).

(17)

mempunyai toleransi yang tinggi terhadap konsentrasi logam tertentu. Oleh karena itu, jenis kerang merupakan indikator yang sangat baik untuk memonitor suatu pencemaran logam dalam lingkungan perairan (Darmono, 2001).

Logam berat yang mencemari perairan beraneka ragam, salah satunya adalah logam Kadmium (Cd). Kadmium merupakan logam berat yang banyak digunakan dalam berbagai industri, seperti industri pelapisan logam, industri baterai nikel-kadmium, industri cat, industri PVC atau plastik dan industri lainnya. Menurut Darmono (2001), kadmium merupakan logam yang tingkat akumulasi dan daya penetrasinya dalam jaringan tidak terpengaruh oleh hadirnya logam lain. Selain itu, kadmium juga memiliki kekuatan penetrasi paling besar ke dalam jaringan kerang dengan urutan yaitu Cd>Hg>Pb>Cu>Zn>Ni. Meskipun tingkat akumulasi dan penetrasi kadmium pada kerang sangat tinggi, tetapi tingkat toksisitasnya rendah sehingga kerang lebih beresiko untuk dikonsumsi oleh masyarakat daripada hewan air lainnya.

Pencemaran oleh kadmium telah menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem dan kehidupan manusia. Seperti kasus epidemi keracunan akibat mengkonsumsi beras yang tercemar logam kadmium telah terjadi di sekitar Sungai Jinzu Kota Toyama Pulau Honsyu Jepang pada tahun 1960. Penderita mengalami pelunakkan seluruh kerangka tubuh yang diikuti kematian akibat gagal ginjal. Penyakit ini dikenal dengan nama Itai-itai Disease ( Wardhana, 2001).

(18)

batas maksimum cemaran logam pada makanan yang diperbolehkan untuk logam kadmium adalah sebesar 0,2 mg/kg (ppm). Apabila kadmium yang terkandung dalam makanan dikonsumsi terus menerus maka akan terakumulasi di berbagai jaringan tubuh dan dapat menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan konsumen. Dampak tersebut berupa kerapuhan tulang dan resiko fraktur, kerusakan sistem reproduksi dan respirasi, anemia serta hipertensi (Palar, 2008).

Hudaya (2010), menunjukkan hasil pemeriksaaan kadar kadmium dalam kerang hijau, kerang bulu dan kerang batu dari daerah belawan telah tercemar logam kadmium. Pada kerang hijau diperoleh kadar kadmium sebesar ±0,2525 ppm, pada kerang bulu sebesar ±0,3570 ppm dan pada kerang batu sebesar ±0,2286 ppm. Artinya kadar kadmium pada ketiga jenis kerang tersebut telah melebihi nilai ambang batas yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia yaitu 0,2 ppm.

Upaya menurunkan kandungan logam berat pada makanan banyak dilakukan dengan penambahan bahan sekuestran (Chelating agents). Sekuestran adalah bahan yang dapat mengikat ion logam pada makanan sehingga memantapkan warna dan tekstur makanan, atau mencegah perubahan bahan makanan. Beberapa bahan sekuestran yang diizinkan untuk makanan diantaranya : asam fosfat, asam sitrat, isopropyl sitrat, kalsium dinatrium edetat (EDTA), monokalium fosfat, natrium pirofosfat (Anonimus, 2008).

(19)

kerang yang direndam dalam larutan chitosan pada konsentrasi 1,5% selama 3 jam yakni sebesar 94,89% (15,23 ppb dalam berat kering).

Sekuestran pada penelitian ini adalah chitosan (cangkang udang). Chitosan mengandung zat chitin. Fungsinya hampir sama dengan serat yaitu mampu menyerap racun serta membantu lancarnya pencernaan dan bisa juga menurunkan lemak darah, mengatur bakteri dalam usus, mengurangi tekanan darah, dan mengurangi gula darah. (Rismana, 2004)

Disamping upaya meminimalisir pembuangan limbah industri ke badan air, perlu juga dilakukan upaya lain untuk melindungi konsumen makanan laut agar dapat terhindar dari keracunan oleh karena makanan laut yang sudah tercemar logam, upaya tersebut antara lain menurunkan logam dari makanan laut. Upaya yang dilakukan haruslah dapat dilaksanakan oleh konsumen makanan laut.

Berdasarkan hasil uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian tentang pemanfaatan cangkang udang (larutan chitosan) sebagai sekuestran untuk menurunkan logam pada mkanan laut.

1.2. Perumusan Masalah

(20)

Dari beberapa literatur diyakini bahwa chitosan (cangkang udang) dapat menurunkan kandungan logam berat yang terdapat pada kerang.Oleh sebab itu, perlu diketahui apakah terdapat pengaruh terhadap kadar Cd (Kadmium) pada kerang bulu (Andara antiquata) yang berasal dari Laut Belawan.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh pemberian larutan chitosan (Cangkang Udang) terhadap penurunan kadar Cd (Kadmium) pada kerang bulu (Andara antiquata) yang berasal dari Laut Belawan tahun 2011.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui kadar Cd (Kadmium) pada kerang bulu (Andara antiquata) sebelum pemberian chitosan.

2. Untuk mengetahui kadar Cd (Kadmium) pada kerang bulu (Anadara antiquata) setelah pemberian chitosan selama 15 menit pada konsentrasi 0,5%, 1% dan 1,5% .

3. Untuk mengetahui kadar Cd (Kadmium) pada kerang bulu (Anadara antiquata) setelah pemberian chitosan selama 30 menit pada konsentrasi 0,5%, 1% dan 1,5%.

(21)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Pengembangan dan pemanfaatan limbah cangkang udang sebagai adsorben yang ramah lingkungan

2. Sebagai alternatif bahan tambahan makanan bagi masyarakat dalam menurunkan kandungan logam Cd (Kadmium) dalam proses pengolahan makanan laut secara mudah dan sederhana.

3. Dapat digunakan sebagai masukan dalam rangka meningkatkan upaya pencegahan cemaran logam berat pada makanan laut khususnya yang berasal dari Laut Belawan.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pencemaran Air

Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia dan makhluk hidup lainnya dengan fungsi yang tidak akan dapat digantikan oleh senyawa lain. Hampir seluruh kegiatan yang dilakukan manusia membutuhkan air, mulai dari membersihkan diri, membersihkan tempat tinggalnya, menyiapkan makanan dan minuman sampai dengan aktivitas-aktivitas lainnya (Achmad, 2004).

Sepanjang sejarah, kualitas dan kuantitas serta kontinuitas air yang sesuai dengan kebutuhan manusia merupakan faktor penting yang menentukan kesehatan hidupnya. Kualitas air tersebut dipengaruhi oleh keberadaan berbagai jenis mikroorganisme patogen dan kandungan bahan kimia berbahaya dalam air. Menurut Palar (2008) , Pencemaran adalah suatu kondisi yang telah berubah dari kondisi asal ke kondisi yang lebih buruk sebagai akibat masukan dari bahan-bahan pencemar atau polutan.

(23)

adalah masuk dan dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air dan atau berubahnya tatanan (komposisi) air oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air menjadi kurang atau tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.

Bahan pencemar yang masuk ke lingkungan perairan biasanya merupakan limbah dari suatu aktivitas manusia. Menurut sumbernya, limbah sebagai bahan pencemar dibedakan (Manik, 2009) sebagai:

a. Limbah domestik (limbah rumah tangga, perkantoran, pasar dan pusat perdagangan)

b. Limbah industri, pertambangan dan transportasi c. Limbah laboratorium dan rumah sakit

d. Limbah pertanian dan peternakan e. Limbah pariwisata

Menurut bentuknya, limbah dibedakan menjadi limbah padat, cair, gas dan campuran dari limbah tersebut. Sedangkan jenis limbah menurut susunan kimianya terdiri dari limbah organik dan anorganik. Menurut Fardiaz (1992), sumber pencemaran air dapat dibagi menjadi sembilan kelompok, yaitu:

a. Padatan

b. Bahan buangan yang membutuhkan oksigen c. Mikroorganisme dalam air

d. Komponen organik sintetik e. Nutrien tanaman

(24)

g. Senyawa anorganik dan mineral h. Bahan radioaktif

i. Panas

Air yang telah tercemar dapat mengakibatkan kerugian yang besar bagi manusia. Kerugian ini dapat berupa air menjadi tidak bermanfaat lagi untuk keperluan rumah tangga, industri dan pertanian. Selain itu, air yang tercemar dapat menjadi penyebab timbulnya penyakit baik penyakit menular maupun tidak menular (Wardhana, 2001).

2.2. Pencemaran Laut

Menurut hasil yang dicapai dalam seminar laut nasional menyebutkan fungsi laut bagi bangsa Indonesia antara lain (Wibisono, 2005):

a. Sebagai media komunikasi dan transportasi

b. Sebagai sumber mineral dan hasil-hasil tambangnya

c. Sebagai sumberdaya hayati laut yang dapat menghasilkan sumber protein konsumtif di samping protein hewani yang berasal dari ternak potong dan protein nabati

d. Sebagai media pertahanan dan keamanan nasional

e. Sebagai media olahraga dan sarana pariwisata yang mampu menghasilkan devisa negara.

f. Sebagai sumber ilmu pengetahuan

(25)

sebagai sabuk pengaman kehidupan manusia di bumi. Di sisi lain, lautan merupakan tempat pembuangan benda-benda asing dan pengendapan barang sisa yang diproduksi oleh manusia. Lautan juga menerima bahan-bahan yang terbawa oleh air dari daerah pertanian dan limbah rumah tangga, dari atmosfer dan masih banyak lagi bahan yang terbuang ke lautan (Darmono, 2001).

Pada dasarnya laut secara alamiah mempunyai kemampuan untuk menetralisir zat pencemar yang masuk ke dalamnya. Namun, jika zat pencemar tersebut berlebihan sehingga melampaui batas kemampuan air laut dalam menetralisirnya dan melampaui batas ambang cemar maka kondisi ini mengakibatkan pencemaran lingkungan laut. Menurut Sumardi (1996), yang dimaksud dengan pencemaran laut adalah menurunnya kualitas air laut karena aktivitas manusia baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja memasukkan zat-zat pencemar dalam jumlah tertentu ke dalam lingkungan laut (termasuk muara sungai) sehingga menimbulkan akibat yang negatif bagi sumber daya hayati dan nabati di laut, kesehatan manusia, aktivitas manusia di laut dan terhadap kelangsungan hidup dari sumber daya hidup di laut. 2.2.1. Bentuk- Bentuk Pencemaran Laut

Jika ditinjau dari sumbernya, pencemaran laut dapat dikategorikan sebagai berikut:

a. Zat pencemar yang berasal dari darat yang terjadi melalui aliran sungai di mana zat tersebut berasal. Misalnya air buangan rumah tangga dan industri. b. Zat pencemar yang berasal dari kapal laut, seperti limbah dari kapal dan

(26)

c. Limbah buangan merupakan bentuk gabungan. Hal ini dikarenakan limbah industri tertentu yang berasal dari daratan diangkut oleh kapal atau pesawat udara untuk dibuang ke laut.

d. Zat yang bersumber dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi dasar laut serta tanah di bawahnya seperti pengeboran minyak.

e. Zat pencemar yang bersumber dari udara misalnya asap-asap pabrik.

Selain itu, pencemaran laut juga dapat dikelompokkan berdasarkan sebab terjadinya pencemaran. Adapun pengelompokannya adalah sebagai berikut: pencemaran karena kegiatan atau operasional, pencemaran karena kecelakaan dan pencemaran karena limbah buangan. Air laut adalah suatu komponen yang berinteraksi dengan lingkungan daratan, di mana buangan limbah dari daratan akan bermuara ke laut. Selain itu air laut juga sebagai tempat penerimaan polutan (bahan cemar) yang jatuh dari atmosfir. Limbah tersebut yang mengandung polutan kemudian masuk ke dalam ekosistem perairan pantai dan laut. Sebagian larut dalam air, sebagian tenggelam ke dasar dan terkonsentrasi ke sedimen, dan sebagian masuk ke dalam jaringan tubuh organisme laut (termasuk fitoplankton, ikan, udang, cumi-cumi, kerang, rumput laut dan lain-lain).

2.2.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pencemaran Laut

(27)

pencemaran laut sehingga sangat esensial untuk diperhatikan karena banyak mempengaruhi penyebaran atau perembesan pencemaran laut (Sumardi, 1996). Faktor selanjutnya adalah keadaan musim seperti musim kemarau atau penghujan, musim utara atau selatan dan musim dingin. Kondisi musim menentukan tekanan udara yang akan mempengaruhi sirkulasi udara. Sirkulasi udara ini turut mempengaruhi variasi sirkulasi air laut. Hal ini akan berdampak pada tingkat penyebaran pencemaran laut.

2.3. Pencemaran Logam Berat

Menurut Connell dan Miller (1995), logam berat adalah suatu logam dengan berat jenis lebih besar. Logam ini memiliki karakter seperti berkilau, lunak atau dapat ditempa, mempunyai daya hantar panas dan listrik yang tinggi serta bersifat kimiawi, yaitu sebagai dasar pembentukan reaksi dengan asam. Selain itu, logam berat adalah unsur yang mempunyai nomor atom lebih besar dari 21 dan terdapat di bagian tengah daftar periodik.

Logam berat adalah istilah yang digunakan secara umum untuk kelompok logam dan metaloid dengan densitas lebih besar dari 5 g/cm3, terutama pada unsur seperti Cd, Cr, Cu, Hg, Ni, Pb dan Zn. Berbeda dengan logam biasa, logam berat biasanya menimbulkan efek khusus pada makhluk hidup.

(28)

logam tersebut dalam kegiatan manusia, dan secara sengaja maupun tidak sengaja membuang berbagai limbah yang mengandung logam berat ke lingkungan.

Daya toksisitas logam berat terhadap makhluk hidup sangat bergantung pada spesies, lokasi, umur (fase siklus hidup), daya tahan (detoksikasi) dan kemampuan individu untuk menghindarkan diri dari pengaruh polusi. Toksisitas pada spesies biota dibedakan menurut kriteria sebagai berikut : biota air, biota darat, dan biota laboratorium. Sedangkan toksisitas menurut lokasi dibagi menurut kondisi tempat mereka hidup, yaitu daerah pencemaran berat, sedang, dan daerah nonpolusi. Umur biota juga sangat berpengaruh terhadap daya toksisitas logam, dalam hal ini yang umurnya muda lebih peka. Daya tahan makhluk hidup terhadap toksisitas logam juga bergantung pada daya detoksikasi individu yang bersangkutan, dan faktor kesehatan sangat mempengaruhi (Palar, 1994).

2.3.1. Logam Berat dalam Perairan

Banyak logam berat yang bersifat toksik maupun esensial terlarut dalam air dan mencemari air tawar maupun air laut. Sumber pencemaran ini banyak berasal dari pertambangan, peleburan logam dan jenis industri lainnya, dan juga dapat berasal dari lahan pertanian yang menggunakan pupuk atau anti hama yang mengandung logam (Darmono, 2001).

(29)

dan kesinambungan zat pencemar yang masuk dalam perairan, sifat toksisitas dan bioakumulasi. Pencemaran logam berat dapat menyebabkan terjadinya perubahan struktur komunitas perairan, jaringan makanan, tingkah laku, efek fisiologi, genetik dan resistensi

2.3.2. Logam Berat dalam Sedimen

Sedimen berasal dari kerak bumi yang diangkut melalui proses hidrologi dari suatu tempat ke tempat lain, baik secara vertikal ataupun horizontal. Sedimen terdiri dari bahan organik dan bahan anorganik yang berpengaruh negatif terhadap kualitas air. Bahan organik berasal dari biota atau tumbuhan yang membusuk lalu tenggelam ke dasar dan bercampur dengan lumpur. Bahan anorganik umumnya berasal dari pelapukan batuan. Sedimen hasil pelapukan batuan terbagi atas : kerikil, pasir, lumpur dan liat. Butiran kasar banyak dijumpai dekat pantai, sedangkan butiran halus banyak di perairan dalam atau perairan yang relatif tenang.

(30)

2.3.3. Logam Berat dalam Organisme Air

Organisme air sangat dipengaruhi oleh keberadaan logam berat di dalam air, terutama pada konsentrasi yang melebihi batas normal. Organisme air mengambil logam berat dari badan air atau sedimen dan memekatkannya ke dalam tubuh hingga 100-1000 kali lebih besar dari lingkungan. Akumulasi melalui proses ini disebut bioakumulasi. Kemampuan organisme air dalam menyerap (absorpsi) dan mengakumulasi logam berat dapat melalui beberapa cara, yaitu melalui saluran pernapasan (insang), saluran pencernaan dan difusi permukaan kulit (Darmono, 2001). Sebagian besar logam berat masuk ke dalam tubuh organisme air melalui rantai makanan dan hanya sedikit yang diambil air. Akumulasi dalam tubuh organisme air dipengaruhi oleh konsentrasi bahan pencemar dalam air, kemampuan akumulasi, sifat organisme (jenis, umur dan ukuran) dan lamanya pernapasan. Menurut Widowati (2008), tingkat toksisitas logam berat terhadap hewan air mulai dari yang paling toksik adalah Hg, Cd, Zn, Pb, Cr, Ni dan Co. Sementara itu, tingkat toksisitas logam berat terhadap manusia dari yang paling toksik adalah Hg, Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn dan Zn. Logam berat dapat menimbulkan gangguan terhadap kesehatan karena mampu menghalangi kerja enzim sehingga mengganggu metabolisme tubuh, menyebabkan alergi, bersifat mutagen, teratogen atau karsinogen bagi manusia maupun hewan

2.4. Kadmium (Cd)

(31)

jarang ditemukan di alam , sehingga dalam ekspolitasi logam kadmium, biasanya merupakan hasil sampingan dari peristiwa peleburan dan refining bijih-bijih seng (Zn). Pada konsentrat bijih seng terdapat 0,2-0,3% logam kadmium. Artinya seng menjadi sumber utama dari logam kadmium (Palar, 2008).

2.4.1. Karakteristik Kadmium (Cd)

Kadmium adalah logam berwarna putih perak, lunak, lentur, tahan terhadap tekanan, mengkilap, tidak larut dalam basa, mudah bereaksi dan menghasilkan kadium oksida bila dipanaskan. Kadmium umumnya terdapat dalam kombinasi dengan klor (Cd klorida) atau belerang (Cd sulfit). Kadmium dapat membentuk ion Cd2+ yang bersifat tidak stabil. Kadmium memiliki nomor atom 40, berat atom 112,4 g/mol: titik leleh 3210C dan titik didih 7670C (Widowati, 2008).

Karakteristik kadmium yang lainnya adalah bila dimasukkan ke dalam larutan yang mengandung ion OH- , ion-ion Cd2+ akan mengalami pengendapan. Endapan yang terbentuk biasanya dalam bentuk senyawa terhidratasi yanng berwarna putih. Bila logam kadmium digabungkan dengan senyawa karbonat, posfat, arsenat dan oksalat-ferro sianat maka akan terbentuk senyawa berwarna kuning (Palar, 2008). 2.4.2. Kegunaan Kadmium (Cd)

(32)

percetakan tekstil, dan pigmen untuk gelas dan email gigi (Widowati, 2008). Pemanfaatan kadmium dan persenyawaannya meliputi:

a. Senyawa CdS dan CdSeS yang banyak digunakan sebagai zat warna.

b. Senyawa Cd sulfat (CdSO4) yang digunakan dalam industri baterai yang berfungsi sebagai pembuatan sel wseton karena memiliki potensial voltase stabil.

c. Senyawa Cd-bromida dan Cd-ionida yang digunakan untuk fotografi. d. Senyawa dietil-Cd yang digunakan pembuatan tetraetil-Pb.

e. Senyawa Cd-stearat untuk perindustrian polivinilkorida sebagai bahan untuk stabilizer.

Kadmium dalam konsentrasi rendah banyak digunakan dalam industri pada proses pengolahan roti, pengolahan ikan, pengolahan minuman serta industri tekstil.

2.4.3. Kadmium (Cd) dalam Lingkungan

(33)

Kadmium akan mengalami biotransformasi dan bioakumulasi dalam organisme hidup (tumbuhan, hewan dan manusia). Dalam tubuh biota perairan jumlah logam yang terakumulasi akan terus mengalami peningkatan dengan adanya proses biomagnifikasi di badan air. Di samping itu, tingkatan biota dalam sistem rantai makanan turut menentukan jumlah kadmium yang terakumulasi. Dimana pada biota yang lebih tinggi stratanya akan ditemukan akumulasi kadmium yang lebih banyak.

2.4.4. Metabolisme (Absorbsi, Distribusi dan Ekskresi) Kadmium dalam Tubuh

Menurut Widowati (2008), kadmium dapat masuk ke dalam tubuh hewan atau manusia melalui berbagai cara, yaitu:

a. Dari udara yang tercemar, misalnya asap rokok dan asap pembakaran batu bara

b. Melalui wadah/tempat berlapis kadmium yang digunakan untuk tempat makanan atau minuman

c. Melalui kontaminasi perairan dan hasil perairan yang tercemar Kadmium d. Melalui rantai makanan

e. Melalui konsumsi daging yang diberi obat anthelminthes yang mengandung kadmium.

(34)

meningkatkan absorpsi kadmium, sedangkan kecukupan seng dalam makanan dapat menurunkan absorpsi kadmium. Hal ini diduga karena seng merangsang produksi metalotionin.

Kadmium ditransportasikan dalam darah yang berikatan dengan sel darah merah dan protein berat molekul tinggi dalam plasma, khususnya oleh albumin. Sejumlah kecil kadmium dalam darah mungkin ditransportasikan oleh metalotionin . Kadar kadmium dalam darah orang dewasa yang terpapar kadmium secara berlebihan

biasanya 1μg/dL, sedangkan bayi yang baru lahir mengandung kadmium yang cukup

rendah yaitu kurang dari 1 mg dari beban total tubuh.

Sistem hayati memiliki peluang untuk mengikat unsur logam berat sebagai fungsi detoksifikasi, yaitu mengikat logam berat dalam lingkaran metabolisme tanpa mengeliminasinya. Metalotionin dapat terinduksi dan ditemukan di semua golongan makhluk hidup (misalnya mamalia, ikan, maluska, zooplankton dan pitoplankton) dan berbagai tingkat jaringan/organ (misalnya hati, ginjal, insang, testis, otot, eritrosit). Konsentrasi metalonionin dalam jaringan meningkat ketika organisme terkontaminasi unsur logam berat.

(35)

2.4.5. Penilaian Resiko Kadmium

Pajanan zat kimia tidak dapat dihindari sepenuhnya oleh manusia sehingga harus dilakukan penilaian terhadap banyaknya zat kimia untuk menentukan tingkat pajanan yang tidak akan menimbulkan resiko terhadap kesehatan.

Beberapa badan ahli memakai istilah Acceptable Daily Intake (asupan harian yang dapat diterima) untuk menilai toksikologi zat kimia dalam makanan dan air sebagai dasar untuk menentukan tingkat kadar logam yang diperbolehkan.

Adapun batas kandungan logam kadmium yang direkomendasikan untuk konsumsi menurut ketentuan FAO/ WHO (JECFA= Joint Expert Committe on Food Additive) yaitu sebesar 400-500 µg per minggu untuk orang dewasa atau 7 µg per kg berat badan per hari (Suwirma, 2000).

Dalam penentuan batas konsumsi harian (Acceptable Daily Intake = ADI) dilakukan perhitungan berdasarkan aturan FAO/WHO, dengan rumus (Zakiyah, 1998):

Keterangan:

[Cd] = konsentrasi Cd pada Kerang (Bivalvia) (μg/g) w = berat Kerang (Bivalvia) (g/individu)

Sedangkan, tingkat konsumsi per orang dapat dihitung dengan persamaan:

Konsumsi per orang =

Konsentrasi total Cd = [Cd] x w

Intake Cd

(36)

Keterangan:

Intake Cd = berdasar FAO/WHO (μg/minggu)

Konsentrasi total Cd dalam daging = konsentrasi Cd dalam daging Kerang (Bivalvia)(μg/individu)

2.4.6. Efek Kadmium (Cd)

a. Efek kadmium (Cd) Terhadap Tumbuhan dan Hewan

Kadmium aliran limbah dari industri terutama berakhir di tanah dan badan air. Hal ini dapat berasal dari produksi misalnya seng, implikasi bijih fosfat dan pupuk. Kadmium juga terdapat di udara melalui pembakaran sampah rumah tangga dan pembakaran bahan bakar fosil. Sumber lain yang penting dari emisi kadmium adalah produksi pupuk fosfat buatan. Bagian dari kadmium yang berakhir di tanah setelah pupuk diterapkan pada lahan pertanian dan sisanya dari kadmium yang berakhir di permukaan air ketika limbah dari produksi pupuk dibuang oleh perusahaan produksi. Kadmium dapat diangkut melalui jarak yang jauh ketika diserap oleh lumpur. Lumpur ini kaya kadmium yang dapat mencemari air permukaan maupun tanah.

(37)

dan memiliki konsekuensi bagi struktur tanah. Ketika konsentrasi kadmium di tanah tinggi mereka dapat mempengaruhi proses mikroorganisme tanah dan ancaman ekosistem seluruh tanah (Khan, 2008).

Dalam ekosistem air kadmium dapat terakumulasi dalam remis, tiram, udang, lobster dan ikan. Kerentanan terhadap kadmium dapat sangat bervariasi antara organisme perairan. Organisme air laut dikenal lebih tahan terhadap keracunan kadmium daripada organisme air tawar. Hewan yang makan atau minum kadmium kadang-kadang mendapatkan tekanan darah tinggi, penyakit hati dan saraf atau kerusakan otak.

b. Efek kadmium (Cd) Terhadap Kesehatan Manusia

Menurut darmono (1995), efek kadmium terhadap kesehatan manusia dapat bersifat akut dan kronis. Kasus keracunan akut kadmium kebanyakan melalui saluran pernapasan, misalnya menghisap debu dan asap kadmium terutama kadmium oksida (CdO). Gejala yang timbul berupa gangguan saluran pernapasan, mual, muntah, kepala pusing dan sakit pinggang. Akibat dari keracunan akut ini dapat menimbulkan penyakit paru-paru yang akut dan kematian. Efek kronis terjadi dalam selang waktu yang sangat panjang. Peristiwa ini terjadi karena kadmium yang masuk ke dalam tubuh dalam jumlah yang kecil sehingga dapat ditolerir oleh tubuh. Efek akan muncul saat daya racun yang dibawa kadmium tidak dapat lagi ditolerir tubuh karena adanya akumulasi kadmium dalam tubuh. Efek kronis dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok (Palar, 2008), yaitu:

(38)

Ginjal merupakan organ utama dari dari sistem urinaria hewan tingkat tinggi dan manusia. Pada organ ini terjadi peristiwa akumulasi dari bermacam-macam bahan termasuk logam kadmium. Kadmium dapat menimbulkan gangguan dan bahkan kerusakan pada sistem kerja ginjal terutama ekskresi protein. Kerusakan ini dapat dideteksi dari tingkat atau kandungan protein yang terdapat dalam urin. Petunjuk lain berupa adanya asam amino dan glukosa dalam urin, ketidaknormalan kandungan asam urat serta Ca dan Protein dalam urin.

b) Efek Kadmium Terhadap Paru-paru

Keracunan yang disebabkan oleh kadmium lebih tinggi bila terinhalasi melalui saluran pernapasan daripada saluran pencernaan. Efek kronis kadmium akan muncul setelah 20 tahun terpapar kadmium. Akan muncul pembengkakan paru-paru (pulmonary emphysema) dengan gejala awal gangguan saluran napas, mual, muntah dan kepala pusing.

c) Efek Kadmium Terhadap Tulang

(39)

d) Efek Kadmium Terhadap Darah dan Jantung

Efek kronis kadmium dapat pula menimbulkan anemia karena CdO. Penyakit ini karena adanya hubungan antara kandungan kadmium yang tinggi dalam darah dengan rendahnya hemoglobin.

e) Efek Kadmium Terhadap Sistem Reproduksi

Daya racun yang dimiliki oleh kadmium juga mempengaruhi sistem reproduksi dan organ-organnya. Pada konsentrasi tertentu kadmium dapat mematikan sel-sel sperma pada laki-laki. Hal inilah yang menjadi dasar bahwa akibat terpapar uap logam kadmium dapat mengakibatkan impotensi. Impotensi yang terjadi dapat dibuktikan dengan rendahnya kadar testoteron dalam darah.

2.5. Kerang (Bivalvia)

2.5.1. Karakteristik Kerang (Bivalvia) a. Anatomi

(40)

Menutur Romimohtarto (2009), kerang biasanya simetri bilateral, mempunyai sebuah mantel yang berupa daun telinga atau cuping dan cangkang setangkup. Mantel dilekatkan ke cangkang oleh sederetan otot yang meninggalkan bekas melengkung yang disebut garis mantel. Fungsi dari permukaan luar mantel adalah mensekresi zat organik cangkang dan menimbun kristal-kristal kalsit atau kapur. Cangkang terdiri dari tiga lapisan, yakni:

a) lapisan luar tipis, hampir berupa kulit dan disebut periostracum, yang melindungi

b) lapisan kedua yang tebal, terbuat dari kalsium karbonat; dan

c) lapisan dalam terdiri dari mother of pearl, dibentuk oleh selaput mantel dalam bentuk lapisan tipis. Lapisan tipis ini yang membuat cangkang menebal saat hewannya bertambah tua.

b. Sistem Pernapasan

Kerang bernapas dengan sepasang insang yang dinamakan ctenidium dan mantel. Insang merupakan penyaring aktif yang mengambil oksigen dan bahan organik dalam air serta menolak apa saja yang dapat menyumbat alat penyaring tersebut. Insang melekat pada organ-organ dalam di bagian depan dan bagian ujungnya bebas di dalam rongga mantel.

c. Sistem Pencernaan

(41)

Dalam mengalirkan makanan ke mulut, cilia memegang peranan penting. Sebagai filter feeder, sebagian besar kerang menyaring makanannya menggunakan insang yang berlubang-lubang. Makanan utamanya adalah plankton terutama fitoplankton (Suwignyo, 2005).

Plankton yang dibawa oleh arus insang (pernafasan) mengalami seleksi lagi. Beberapa jasad yang tidak dikehendaki, misal karena mereka berduri, diarahkan keakhir cuping. Di tempat ini mereka jatuh ke dalam rongga mantel dan secara berkala dikeluarkan sebagai kumpulan benda kecil, atau benda seperti feces, ke dalam air laut. Zat hara yang diterima diteruskan ke mulut dan ke kerongkongan berbulu getar yang berakhir ke lambung. Partikel-partikel yang besar diteruskan ke usus, sedangkan zat hara lainnya dikirim ke kantung atau tabung pencernaan yang mengelilingi perut. Usus memanjang membentuk lingkaran di dalam kelenjar genital, melewati atas jantung, melilit sekeliling otot pengikat, dan berlanjut sebagai rektum. Anus berbentuk corong, yang membuang feses ke luar dari mantel (Romimohtarto, 2009).

d. Peredaran Darah

(42)

e. Alat Indera

Alat indera yang utama terletak di tepi mantel. Alat peraba berbentuk tentakel terdapat pada sifon inhalant dan ekshalant. Alat indera berupa sepasang statocyst yang biasanya terdapat di kaki, terletak di dekat ganglion kaki. Selain itu terdapat ocelli untuk mendeteksi perubahan intensitas cahaya.

f. Ekskresi

Hasil ekskresi bivalvia dibuang ke rongga suprabranchia melalui nephrostome dalam rongga perikardium. Hasil buangan utama adalah amonia, dan urea, keluar dari tubuh melalui sifon ekshalant.

g. Reproduksi

Pembuahan bivalvia umumnya eksternal (perairan terbuka), gamet dikeluarkan melalui sifon ekshalant. Faktor yang mempengaruhi pemijahan adalah suhu air, pasang surut dan zat yang dihasilkan oleh gamet dari lawan jenisnya. Pembuahan eksternal, merupakan kekhasan bivalvia laut, menghasilkan larva trochopore, kemudian menjadi veliger yang berenang bebas sebagai meroplankton. Veligernya mempunyai dua keping cangkang.

Masa hidup larva veliger sebagai plankton bervariasi dari beberapa hari sampai beberapa bulan, sebelum akhirnya turun ke substrat. Metamorfosa dicirikan oleh lepasnya velum dengan tiba-tiba, untuk kemudian tumbuh menjadi kerang muda (Suwignyo, 2005).

2.5.2. Jenis-jenis Kerang

(43)

konsumsi masyarakat, yaitu kerang hijau (Mytilus viridis), kerang darah (Anadara granosa), dan kerang bulu (Anadara antiquata) (Suwignyo, 2005).

a. Kerang Hijau (Mytilus viridis)

Kerang hijau hidup di laut tropis seperti Indonesia, terutama di perairan pantai dan melekatkan diri secara tetap pada benda-benda keras yang ada disekelilingnya. Kerang ini tidak mati walaupun tidak terendam selama air laut surut. Kerang hijau termasuk binatang lunak, mempunyai dua cangkang yang simetris, kakinya berbentuk kapak, insangnya berlapis-lapis satu dengan lainnya dihubungkan dengan cilia.

Hewan ini memiliki alat kelamin yang terpisah atau diocious, bersifat ovipora yaitu memiliki telur dan sperma yang berjumlah banyak dan mikroskopik. Induk kerang hijau yang telah matang kelamin mengeluarkan sperma dan sel telur kedalam air sehingga bercampur dan kemudian terjadi pembuahan, telur yang telah dibuahi tersebut setelah 24 jam kemudian menetas dan tumbuh berkembang menjadi larva kemudian menjadi spat yang masih bersifat planktonik hingga berumur 15-20 hari kemudian benih/ spat tersebut menempel pada substrat dan akan menjadi kerang hijau dewasa (Induk) setelah 5 - 6 bulan kemudian.

(44)

Kingdom : Animalia Phylum : Mollusca Class : Bivalvia Ordo : Filibranchia Family : Mytilidae Genus : Mytilus Spesies : Mytilus viridis

b. Kerang Darah (Anadara granosa)

Cangkang kerang darah memiliki belahan yang sama melekat satu sama lain pada batas cangkang. Rusuk pada kedua belahan cangkangnya sangat menonjol. Cangkang berukuran sedikit lebih panjang dibanding tingginya tonjolan (umbone). Setiap belahan Cangkang memiliki 19-23 rusuk (Sudrajat, 2008).

Dibanding kerang hijau, laju pertumbuhan kerang darah relatif lebih lambat. Laju pertumbuhan 0,098 mm/hari. Untuk tumbuh sepanjang 4-5 mm, kerang darah memerlukan waktu sekitar 6 bulan. Presentase daging terbesar dimiliki oleh A. granola, yaitu sebesar 24,3%. Kerang darah memijah sepanjang tahun dengan puncaknya terjadi pada bulan Agustus/September. Hewan ini termasuk hewan berumah dua (diocis). Kematangan gonad terjadi pada saat kerang darah mencapai ukuran panjang 18-20 mm dan berumur kurang dari satu tahun. Adapun pemijahan mulai terjadi pada ukuran 20 mm.

(45)

g/kg, kecerahan 0,5-2,5 m, dan pH 7,5-8,4. Klasifikasi kerang darah adalah sebagai berikut ( Ramadhan, 2008):

Kingdom : Animalia Phylum : Mollusca Class : Bivalvia Ordo : Arcioda Family : Arcidae Genus : Anadara

Spesies : Anadara granosa c. Kerang Bulu (Anadara antiquata)

Kerang darah (Anadara granosa) dan kerang Bulu (Anadara antiquata) adalah family arcidae dan genus Anadara. Secara umum kedua kerang ini memiliki ciri morfologi yang hampir sama. Cangkang memiliki belahan yang sama melekat satu sama lain pada batas cangkang. Perbedaan dari kedua kerang ini adalah morfologi cangkangnya. Kerang bulu (Anadara antiquata) memiliki cangkang yang ditutupi oleh rambut-rambut serta cangkang tersebut lebih tipis daripada kerang darah (Anadara granosa). Kerang darah memiliki cangkang yang lebih tebal, lebih kasar, lebih bulat, dan bergerigi dibagian puncaknya serta tidak ditumbuhi oleh rambut-rambut. Kerang bulu pada umumnya hidup di perairan berlumpur dengan tingkat kekeruhan tinggi. Klasifikasi kerang bulu adalah sebagai berikut:

(46)

Ordo : Arcioda Family : Arcidae Genus : Anadara

Spesies : Anadara antiquata

2.5.3. Kadmium (Cd) Pada Jenis Kerang

Hewan air jenis kerang-kerangan (Bivalvia) atau jenis binatang lunak (Mollusca), baik jenis Clam (kerang besar) atau Oister (kerang kecil), pergerakannya sangat lambat di dalam air. Mereka biasanya hidup menetap di suatu lokasi tertentu di dasar air. Hal inilah yang mengakibatkan kerang mampu mengakumulasi logam lebih besar daripada hewan air lainnya. Pada penelitian Sari (2005), hasil pemeriksaan terhadap 20 sampel kerang bulu menunjukkan bahwa kerang bulu yang dijual di daerah Pantai Kenjeran Surabaya telah tercemar oleh logam berat kadmium. Kandungan kadmium dalam 20 sampel daging kerang bulu berkisar antara 1,61-3,97 ppm.

Penelitian yang pernah dilakukan pada kerang darah yang berasal dari perairan belawan diperoleh kadar logam Cd pada kerang darah 0,2461 ± 0,0597 mg/Kg. Kadar tersebut sudah melewati batas maksimum yang diizinkan Ditjen POM (Juliana, 2010). Selain itu, hasil pemeriksaan terhadap kerang hijau, kerang bulu dan kerang batu dari daerah belawan juga menunjukkan kerang-kerang tersebut telah tercemar logam kadmium.

(47)

Artinya kadar kadmium pada ketiga jenis kerang tersebut telah melebihi nilai ambang batas yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia yaitu 0,2 ppm (Alfian, 2005).

Jenis kerang banyak digunakan sebagai indikator pencemaran logam. Hal ini disebabkan karena kerang dapat mengakumulasi logam lebih besar daripada hewan air lainnya karena habitat hidupnya yang menetap, lambat untuk menghindarkan diri dari pengaruh polusi dan mempunyai toleransi yang tinggi terhadap logam tertentu. Kerang banyak dikonsumsi oleh manusia maka sifat bioakumulatif inilah yang menyebabkan kerang harus diwaspadai bila dikonsumsi terus menerus (Darmono, 2001).

2.6. Penurunan Kadar Logam Berat dengan Pemanfaatan Chitosan dari Cangkang Udang

Upaya menurunkan kadar logam berat pada makanan banyak dilakukan dengan penambahan sekuestran. Sekuestran pada penelitian ini adalah chitosan (Cangkang Udang).

2.6.1. Chitin dan Chitosan

(48)

anorganik, terutama kalsium karbonat (CaCO3), protein, dan lipida termasuk pigmen-pigmen (Wardaniati, 2009).

Chitosan ditemukan oleh C. Roughet pada tahun 1859 dengan cara mendeasetilasi kitin dalam basa. Chitosan merupakan produk diasetilasi kitin. Kualitas chitosan berdasarkan penggunaanya dapat dibagi kedalam 3 jenis yaitu kualitas teknis, pangan, dan farmasi. Chitosan adalah poli-(2-amino-2-deoksi-β -(1-4)-D-glukopiranosa) yang dapat diperoleh dari deasetilasi chitin. Bentuk fisiknya merupakan padatan amorf yang berwarna putih kekuningan (Sugita, 2009). Untuk memperoleh chitin dari cangkang udang melibatkan proses deproteinasi (penghilangan protein) dan demineralisasi (penghilangan mineral). Sedangkan untuk mendapatkan chitosan dilanjutkan dengan proses deasetilasi (penghilangan gugus asetil) (Wardaniati, 2009).

(49)

demineralisasi. Kandungan gugus asetil pada chitin secara teoritis ialah sebesar 21,2%. Deasetilasi secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan basa kuat NaOH atau KOH (Sugita, 2009).

(50)

a. Deproteinasi

Cangkang Udang

Diblender sampai halus Cuci dengan air panas Cuci dengan air dingin

Dicuci dengan air sampai pH netral Deproteinasi

Direndam dalam larutan NaOH 1M perbandingan 1:5

(gr serbuk/ml NaOH) Diaduk 1 jam

Dikeringkan

Dipanaskan 900C selama 1 jam

(51)

b. Demineralisasi

Cangkang udang berupa serbuk hasil deproteinasi

Demineralisasi

Direndam dengan larutan HCl 1M perbandingan 1:10

(gr serbuk/ml HCl) diaduk 1 jam

Didinginkan dan disaring

Chitin

(52)

c. Deasetilasi

chitin

Deasetilasi

Direndam dalam larutan NaOH 1M perbandingan 1:20

(gr serbuk/ ml NaOH Diaduk 1 jam

Dipanaskan 1400C selama 90 menit

dikeringkan

Dicuci dengan air samapi pH netral Didiginkan dan disaring

(53)

2.6.2. Mekanisme Penyerapan Logam Berat Oleh Chitosan

Kemampuan chitosan untuk mengikat logam dengan cara pengkhelat adalah dihubungkan dengan kadar nitrogen yang tinggi pada rantai polimernya. Chitosan mempunyai satu kumpulan amino linear bagi setiap unit glukosa. Kumpulan amino ini mempunyai sepasang electron yang dapat berkoordinat atau membentuk ikatan- ikatan aktif dengan kation-kation logam. Unsur nitrogen pada setiap monomer chitosan dikatakan sebagai gugus yang aktif berkoordinat dengan kation logam. (Hutahahean, 2001)

2.6.3. Sifat dan Kegunaan Chitosan

Multiguna chitosan tidak terlepas dari sifat alaminya yaitu sifat kimia dan sifat biologi. Sifat kimia chitosan antara lain:

1. Merupakan polimer poliamin berbentuk linear 2. Mempunyai gugus amina aktif

3. Mempunyai kemampuan untuk mengkhelat beberapa logam Sedangkan sifat biologi chitosan antara lain:

1. Bersifat biocompatible artinya sebagai polimer alam tidak mempunyai efek samping, tidak beracun, tidak dapat dicerna, mudah diuraikan oleh mikroba. 2. Dapat berikatan dengan sel mamalia dan mikroba secara agresif.

3. Mampu meningkatkan pembentukan tulang.

(54)

Berdasarkan kedua sifat tersebut maka chitosan mempunyai sifat khas yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan gel, pasta, membran, dan serat (Rismana 2008).

Menurut Agusnar (2006) potensi chitosan sebagai sumber daya alam banyak digunakan oleh berbagai industri antara lain industri farmasi, kesehatan, biokimia, bioteknologi, pangan, pengolahan limbah, kosmetik, agroindustri, industri tekstil, industri perkayuan, industri kertas, dan industri elektronika.

Aplikasi khusus dari sifat yang dimiliki chitosan antara lain untuk pengolahan limbah cair, terutama bahan sebagai resin dalam meminimalasi logam-logam berat, mengkoagulasi minyak atau lemak, serta mengurangi kekeruhan, penstabil minyak, rasa dan lemak dalam produk industri pangan.

Manfaat chitosan secara umum (Prayitna, 2009) yaitu:

1. Chitosan dapat meningkatkan daya awet berbagai produk pangan seperti bakso, sosis, dan lainnya karena memiliki aktifitas antimikroba dan antioksidan serta penggunaan chitosan pada produk pangan dapat menghindarkan konsumen dari kemungkinan terjangkit penyakit dapat typus, karena chitosan dapat menghambat pertumbuhan berbagai mikroba pathogen penyebab penyakit typus.

2. Chitosan pada kesehatan juga dapat digunakan sebagai:

− Penghambat perbanyakan sel kanker lambung manusia dan

(55)

− Chitosan dapat mengikat lemak dan menghambat penyerapan lemak

oleh tubuh dan mengurangi LDL yang dikenal masyarakat oleh kolesterol jahat sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol darah secara efektif dan aman, tanpa efek samping.

− Chitosan dapat mengurangi beban kerja liver (hati) dan mengurangi

tekanan kerja organ tubuh lain akibat adanya lemak yang berlebihan. − Chitosan juga dapat digunakan untuk mempercepat penyembuhan luka

dan kerusakan tulang.

3. Chitosan pada bidang kosmetika juga dimanfaatkan sebagai pelembab, antioksidan, tabir surya pada produk kosmetik.

Keamanan penggunaan produk chitosan telah mendapatkan persetujuan dari BPOM untuk digunakan dalam prosuk pangan. Di Amerika chitosan telah mendapat pengesahan sebagai produk GRAS (Generally Recognised As Safe) oleh FDA.

2.6.4. Sumber- Sumber Chitosan

Chitosan adalah modifikasi dari senyawa polimer karbohidrat yang berasal dari kitin. Kitin banyak terdapat dalam kulit luar hewan golongan Crustacea terutama udang, kepiting dan sotong (Agusnar, 2008)

(56)

chitosan adalah metode Herowibitz, metode Rigby dan Wolform, metode Fujita serta metode Alimuniar.

2.6.5. Chitosan Tidak Berbahaya Untuk Dikonsumsi

Chitosan adalah serbuk yang dihasilkan dari diasetilasi chitin, senyawa yang banyak diperoleh di kerangka luar (eksoskleton) hewan Crustacea seperti udang, kerang dan kepiting (Rhamnosa, 2006). Serbuk yang telah dilepaskan asetilnya merupakan zat murni, tinggi sifat basanya, serta banyak mengandung molekul glukosa. Dalam chitosan terdapat unsur butylosar yang bermanfaat bagi tubuh manusia. Butylosar yang telah didapatkan itu hanya larut dalam asam encer dan cairan tubuh manusia. Dengan demikian, butylosar dapat diserap oleh tubuh. Zat itu merupakan satu-satunya selulosa yang dapat dimakan. Zat ini mempunyai muatan positif yang kuat, dan dapat mengikat muatan negative dari senyawa lain. Selain itu, zat ini mudah mengalami degradasi secara biologis dan tidak beracun (Nasir, 2008).

Selain telah memenuhi standar secara mikrobiologi ditinjau dari segi kimiawi juga aman karena dalam prosesnya chitosan cukup dilarutkan dalam larutan asam asetat encer (1%) hingga membentuk larutan chitosan homogeny yang relative lebih aman (Wardaniati, 2009).

(57)

2.7. Kerangka Konsep

Memenuhi Syarat Kadar Cd (Cadmium)

Pada Kerang bulu (Andara antiquata)

Pemberian larutan Chitosan (Cangkang Udang) dengan Konsentrasi:

− 0,5%

− 1%

− 1,5%

Pada Kerang bulu (Anadara antiquata) dengan waktu perendaman 15 menit, 30 menit, dan 60 menit.

Kadar Cd (Cadmium) Pada Kerang (Andara antiquata) setelah

(58)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif yaitu mengetahui gambaran hasil pemeriksaan kandungan Cd (Kadmium) yang direndam dengan larutan chitosan. Percobaan dilakukan dengan 3 konsentrasi yang berbeda yaitu larutan chitosan konsentrasi 0,5%, konsentrasi 1%, dan konsentrasi 1,5% dengan waktu pengamatan 15 menit, 30 menit dan 60 menit.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Tempat Pelelangan Ikan Belawan, di Laboratorium Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, dan di Balai Teknologi Kesehatan Lingkungan- Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL-PPM).

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan September - Desember 2011. 3.3. Objek Penelitian

Yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah Kerang bulu (Andara antiquata) yang berasal dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Belawan.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

(59)

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara lalu untuk mengetahui kadar Cd (Kadmium) dilakukan pemeriksaan di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan setelah itu dilakukan perendaman dengan larutan chitosan. 3.5. Cara Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling, yaitu sampel ditentukan atas dasar pertimbangan bahwa sampel yang tidak terambil mempunyai karakteristik yang sama dengan sampel yang akan diteliti (Notoadmodjo, 2002).

3.6. Definisi Operasional

1. Kadar Kadmium pada kerang adalah banyaknya Cd yang ditemukan dalam ± 10 gr kerang melalui pemeriksaan laboratorium dalam satuan ppm.

2. Kadar kadmium dalam kerang setelah pemberian larutan chitosan adalah banyaknya Cd yang ditemukan dalam ± 10 gr kerang yang telah diberikan larutan chitosan melalui pemeriksaan laboratorium dalam satuan ppm.

3. Larutan chitosan merupakan larutan yang diracik oleh peneliti dari bahan baku cangkang udang dengan tahapan deproteinasi, demineralisasi, dan deasetilasi.

4. Memenuhi syarat adalah jika kadar Cd dalam kerang di bawah NAB yang ditetapkan oleh Dirjen Standar Nasional Indonesia yaitu 0,2 mg/kg (ppm). 5. Tidak memenuhi syarat adalah jika kadar Cd dalam kerang di atas NAB yang

(60)

3.7. Alat dan Bahan Penelitian 3.7.1. Alat Penelitian

1. Kjehdal Aparatus

2. ICP (Inductively Coupled Plasma)

3. Neraca Analitik Kapasitas 200 gr, ketelitian 0,1 4. Bekker Glass

5. Glass Ukur 6. Labu kjehdal 7. Labu Ukur 50 ml 8. Pipet Tetes 9. Spatula

10.Batang Pengaduk 11.Blender

12.Kertas Saring/Saringan 13.Timbangan

14.Wadah untuk Larutan Chitosan 3.7.2. Bahan Penelitian

1. Asam Sulfat (H2SO4) p.a 2. Asam Nitrat (HNO3) p.a 3. Asam Perkolat (HClO4) p.a 4. Air Suling

(61)

7. Cangkang Udang 8. Larutan NaOH 1M 9. Larutan HCl 1M

10.Kerang Bulu (Andara antiquata) 3.8. Cara Kerja Penelitian

3.8.1. Preparasi Sampel (Standar Nasional Indonesia 01-4866-1998)

Sebelum dilakukan pemeriksaan kadar kadmium pada kerang maka kerang harus dipreparasi terlebih dahulu dengan proses destruksi yang dilakukan oleh peneliti dibantu laboran. Adapun prosedur kerja yang dilakukan yaitu:

1. Keluarkan kerang dari cangkangnya 2. Timbang 10 gr kerang dalam labu kjehdal 3. Tambah 20 mL H2SO4 p.a dan 15 mL HNO3 p.a

4. Setelah reaksi selesai, panaskan dan tambahkan lagi HNO3 p.a sedikit demi sedikit, panaskan lagi hingga sampel berwarna coklat atau kehitaman

5. Tambah 10 mL HCIO4 sedikit demi sedikit, panaskan lagi hingga larutan menjadi jernih atau berwarna kuning (jika terjadi pengarangan setelah penambahan HCIO4, tambahkan lagi sedikit HNO3p.a)

6. Masukkan ke dalam labu ukur 50 mL dan himpitkan dengan air suling

7. Setelah dingin masukkan larutan destruksi kedalam labu ukur 50ml dan himpitkan dengan air suling.

3.8.2 Pengaplikasian Larutan Chitosan

(62)

3. Lakukan perendaman pada sampel dengan konsentrasi 0,5%, 1%, dan 1,5% dengan waktu perendaman 15 menit, 30 menit, dan 60 menit.

3.8.3 Analisis Kadar Kadmium dengan Metode ICP (Inductively Coupled Plasma)

1.Hidupkan komputer

2.Alirkan gas arbon, tunggu 5 menit

3.Hidupkan instrument ICP, tunggu 10 menit

4.Hidupkan water chiller, tunggu 5 menit sampai temperature stabil (190 C-200C)

5.Buka ICP software, klik instrument icon

6.Klik W/L Calib, tunggu ICP selesai wavelength calibration 7.Masukan blank (=aquadest)

8.Hidupkan plasma, tunggu 5 menit sampai stabil

9. Setting parameter yang diperlukan. Setiap ada perubahan angka setting, klik read spectrum

10. Klik standar dan masukan jumlah standard (0,01 mg/L;0,03 mg/L;0,05 mg/L;0,1 mg/L; 0,25 mg/L;0,5 mg/L)

11. Masukkan sample number dan calibration solution 12. Setelah klik OK, Klik manual sample source 13. Klik analysis page

(63)

maka kadar kadmium yang terkandung pada larutan destruksi kerang akan terbaca pada layar computer

15. Setelah selesai mengukur standar sampel, celupkan blanko selama 3 menit 16. Matikan plasma, tutup worksheet, tutup ICP soft

17. Matikan water chiller 18. Matikan ICP instrument 19. Matikan komputer

20. Matikan exhaust system, tutup gas 3.8.4. Cara Membuat Chitosan

1) Cangkang udang yang telah terkumpul dicuci dengan air kran hingga bersih, lalu ditiriskan, kemudian dicuci kembali dengan air panas, selanjutnya dikeringkan.

2) Cangkang udang yang sudah kering tersebut diblender hingga menjadi halus seperti serbuk.

3) Kemudian dilakukan proses deproteinasi. Serbuk udang direndam dalam larutan NaOH 1M dengan perbandingan serbuk udang dengan NaOH = 1:5 (gram serbuk/ml NaOH) sambil diaduk konstan selama 1 jam.

4) Panaskan pada suhu 900C selama 1 jam

5) Dinginkan, kemudian cuci dengan air sampai pH netral, keringkan.

6) Dilanjutkan dengan proses demineralisasi dengan perendaman dalam larutan HCl 1M dengan perbandingan sampel dengan larutan HCl =1:10 (gram serbuk/ml NaOH) sambil diaduk konstan selama 1 jam.

(64)

8) Dinginkan lalu disaring, kemudian cuci dengan air sampai pH netral, keringkan.

9) Hasil dari proses tersebut dapat di chitin.

10)Pada proses deasetilasi, chitin kemudian direndam dalam larutan NaOH 1M dengan perbandingan 1:20 (gram serbuk/ml NaOH) sambil diaduk konstan selama 1 jam

11)Panaskan pada suhu 1400C selama 90 menit.

12)Dinginkan dan hasilnya disaring, lalu dicuci dengan air sampai pH netral lalu keringkan.

13)Hasil yang diperoleh disebut Chitosan

3.8.5. Cara Membuat Larutan Chitosan

Untuk mendapatkan larutan chitosan dapat dilihat pada skema di bawah ini: (Swastawati, dkk., 2008)

Serbuk chitosan

Pengenceran dengan aquadest hingga 10 Liter

Larutan chitosan 0,5%

(65)

Dari skema diatas, dapat ditentukan sesuai dengan kebutuhan penelitian.

1) Untuk mendapatkan larutan chitosan 0,5% digunakan 0,5 gram serbuk chitosan. Chitosan tersebut kemudian dilarutkan dalam asam asetat 1% sebanyak 100 ml sehingga terbentuk larutan tersuspensi.

2) Dihasilkan larutan chitosan untuk konsentrasi 0,5%.

3) Demikian selanjutnya untuk membuat larutan chitosan 1% diperlukan 1 gr serbuk chitosan, untuk larutan chitosan 1,5% diperlukan 1,5 gr serbuk chitosan, dan larutan chitosan 2% sebanyak 2 gr serbuk chitosan.

3.9. Pengolahan dan Analisa Data

(66)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium

[image:66.612.106.474.320.502.2]

Hasil pemeriksaan kandungan logam Cd pada kerang bulu (Andara antiquata) tanpa perendaman dengan larutan chitosan menunjukkan bahwa kandungan Cd tersebut sudah melewati nilai ambang batas berdasarkan Standar Nasional Indonesia yaitu 0,2 ppm. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.1. berikut ini :

Tabel 4.1 Kadar Logam Cd Pada Kerang Bulu (Andara antiquata) Sebelum dan Setelah Perendaman dengan Larutan Chitosan

Sampel Hasil Pemeriksaan Cd (ppm) Baku Mutu (ppm) Keterangan I IA IB IC ID IE IF IG IH II IJ 0,31560 0,19817 0,19117 0,19206 0,18751 0,18741 0,18505 0,17130 0,14016 0,11650 0,25761

0,2 Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Keterangan :

I = Sampel tanpa perendaman

IA = Sampel dengan perendaman menggunakan larutan chitosan konsentrasi 0,5% dan waktu 15 menit.

(67)

IC = Sampel dengan perendaman menggunakan larutan chitosan konsentrasi 0,5% dan waktu 60 menit.

ID = Sampel dengan perendaman menggunakan larutan chitosan konsentrasi 1% dan waktu 15 menit.

IE = Sampel dengan perendaman menggunakan larutan chitosan konsentrasi 1% dan waktu 30 menit.

IF = Sampel dengan perendaman menggunakan larutan chitosan konsentrasi 1% dan waktu 60 menit.

IG = Sampel dengan perendaman menggunakan larutan chitosan konsentrasi 1,5% dan waktu 15 menit.

IH = Sampel dengan perendaman menggunakan larutan chitosan konsentrasi 1,5% dan waktu 30 menit.

II = Sampel dengan perendaman menggunakan larutan chitosan konsentrasi 1,5% dan waktu 60 menit.

IJ = Sampel dengan perendaman menggunakan aquadest

(68)

4.2. Hasil Penurunan Kadar Logam Cd Setelah Perendaman dengan Larutan Chitosan

[image:68.612.110.507.264.505.2]

Dari hasil penelitian diperoleh kadar logam Cd dalam kerang. Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat penurunan kadar Cd yang dapat dilihat dalam tabel 4.2. dibawah ini :

Tabel 4.2. Penurunan Kadar Logam Cd Dalam Kerang Bulu (Andara antiquata) Setelah Perendaman Dengan Larutan Chitosan

Perlakuan Lama Perendaman Konsentrasi Chitosan Sebelum (ppm) Sesudah (ppm) Persentase Penurunan (%) Aquadest (100 ml)

- 0,31560 0,25761 18,37

Chitosan 15 Menit 0,5% 1% 1,5% 0,31560 0,31560 0,31560 0,19817 0,19117 0,19206 37,2 38,79 39 30 Menit 0,5%

1% 1,5% 0,31560 0,31560 0,31560 0,18751 0,18741 0,18505 40,5 40,6 41,3 60 Me

Gambar

Tabel 4.1 Kadar Logam Cd Pada Kerang Bulu (Andara antiquata) Sebelum dan Setelah Perendaman dengan Larutan Chitosan
Tabel 4.2. Penurunan Kadar Logam Cd Dalam Kerang Bulu (Andara antiquata) Setelah Perendaman Dengan Larutan Chitosan

Referensi

Dokumen terkait

Runutan nukleotida yang telah diedit, disejajarkan dengan urutan baku nukleotida dari GenBank yang satu famili dengan Unionidae (ingroup) dengan kode akses DQ340804.1

Dalam sistem aliran berlawanan arah (counter-current) dengan pipa vertikal ada kondisi batas dimana kecepatan aliran kedua fase tidak dapat dinaikkan lagi, bila melewati

Pada saat uap memasuki pipa, uap tersebut terkondensasi tetapi dengan laju yang pendinginan yang kecil yang menyebabkan kondensat terbentuk dengan lambat sehingga

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kadar cemaran logam tembaga Cu dan timbal Pb dalam sampel jahe, kunyit, kencur, lengkuas dan temukunci dengan mengunakan metode

Penekanan desain pada proyek ini mengarah pada terwujudnya desain bangunan Novisiat - Postulat CSA yang menu n jukan kekhasan bangunan pendidikan CSA dan penyediaan

Oleh sebab itu peneliti melakukan pengamatan dan memperhatikan dengan cermat mengenai objek penelitian ini, untuk mendapatkan data di lapangan mengenai Upaya

Tes dilakukan secara online melalui link tes PMB yang terdapat di website https://poltekamangun.ac.id/ Siswa/ Pendaftar Daftar Online Melampirkan syarat pendaftaran

hubungannya dengan akta- akta notaris mengenai perbuatan perjanjian dan ketetapan. - Akta harus dalam bentuk yang telah ditentukan oleh Undang-Undang, yang demikian