• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Pengetahuan Anak Jalanan Kota Medan tentang Menghidu Lem terhadap Prevalensi Menghidu Lem Tahun 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan antara Pengetahuan Anak Jalanan Kota Medan tentang Menghidu Lem terhadap Prevalensi Menghidu Lem Tahun 2010"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Anak Jalanan Kota

Medan tentang Menghidu Lem terhadap Prevalensi Menghidu

Lem Tahun 2010

Oleh :

CHEONG KAI LIANG

070100233

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Anak Jalanan Kota

Medan tentang Menghidu Lem terhadap Prevalensi Menghidu

Lem Tahun 2010

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

CHEONG KAI LIANG

070100233

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

LEMBAR PERSETUJUAN

Judul :

Hubungan antara Pengetahuan Anak Jalanan Kota Medan tentang Menghidu Lem terhadap Prevalensi Menghidu Lem Tahun 2010.

Nama : Cheong Kai Liang NIM : 070100233

__________________________________________________________________

Pembimbing Penguji

(dr. Hemma Yulfi, DAP&E, M. Med Ed) (dr. Sufitni, M. Kes) NIP : 197410792001122001 NIP :

1972042001122001

Medan, 13 Disember 2010 Dekan

Falkutas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(4)

Abstrak

Latar belakang : Kebiasaan menghidu lem merupakan suatu masalah sosial yang membawa banyak dampak negatif pada sistem kesehatan. Masalah kebiasaan menghidu lem semakin menonjol di kalangan anak jalanan. Faktor yang dapat dihubungkan kepada insidensi menghidu lem yang semakin tinggi yaitu

kurangnya pengetahuan mengenai kebiasaan menghidu lem dan efek-efek negatif yang dapat timbul. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan anak jalanan terhadap kebiasaan menghidu lem dan hubungannya dengan prevalensi anak jalanan yang menghidu lem.

Tujuan : Penelitian ini adalah suatu penelitian survey cross sectional yang bersifat deskriptif-analtik. Kuesioner berupa soal-soal untuk menguji tingkat pengetahuan dan tindakan anak jalanan mengenai kebiasaan menghidu lem. Data yang diperoleh diolah secara komputerisasi dengan menggunakan program SPSS (Statiscal product and service solution) versi 15.0.

Hasil : Berdasarkan hasil penelitian, didapati mayoritas anak jalanan memiliki tingkat pengetahuan terhadap kebiasaan menghidu lem dengan kategori pengetahuan kurang dan sedang. Dari 97 orang responden penelitian, diperoleh 41 orang anak jalanan yang menjawab kurang dari 40% soal kuesioner dengan benar dan terdapat 42 orang anak jalanan yang menjawab 40 hingga 75% soal kuesioner dengan benar. Anak jalanan dengan tingkat pendidikan terakhir sampai SD umumnya mempunyai tingkat pengetahuan yang lebih rendah dibandingkan dengan anak jalanan dengan tingkat pendidikan terakhir SMA. Semua responden yang memiliki kebiasaan menghidu lem mempunyai tingkat pengetahuan yang lebih rendah. Dari hasil analisa statistik dengan menggunakan Chi-Square, tingkat pengetahuan dibandingkan dengan tindakan anak jalanan terhadap kebiasaan menghidu lem, ternyata terdapat perbedaan bermakna di mana p=0,001 (p<0,05).

Diskusi : Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa anak jalanan yang mempunyai tingkat pendidikan terakhir yang tinggi umumnya mempunyai tingkat pengetahuan yang lebih baik. Anak jalanan yang mempunyai tingkat pengetahuan yang kurang juga mempunyai kemungkinan/tendensi untuk menghidu lem yang lebih tinggi.

(5)

Abstract

Introduction : Glue sniffing is becoming a more apparent problem among street children these days. There are many factors that can be related to the increasing number of glue sniffing incidence. One of the primary factors is due to lack of knowledge and education level about the danger glue sniffing may cause. This research was undertaken to evaluate the standard level of education and knowledge about glue sniffing and the relationship with the prevalence of glue sniffing among the street children in Medan.

Purpose : This is a crossectional survey research done in a descriptive-analytical manner. Questionnaries containing questions on glue sniffing were formed and distributed to the street children. Data collected from the questionnaires, were analysed using SPSS (Statiscal product and service solution) version 15.0

Result : Generally the level of knowledge among the street children on glue sniffing are at a low to moderate level. Fourty one street children answered less than 40% questions correctly and 42 street children answered 40% to 75% questions correctly. Street children with primary school as their last educational background had lower level of knowledge on glue sniffing compared to the street children of senior high school. All the street children that practice glue sniffing generally has low and moderate level of knowledge on glue sniffing. The Chi-Square test showed that there was a significant difference between the level of knowledge and glue sniffing’s prevalence as the p value was 0.001, which is less than 0.05.

Discussion : From the research outcome, it is obvious that level of knowledge increases with the street children’s education background. Lower level of knowledge on glue sniffing will promote glue sniffing incidence among the street children.

(6)

KATA PENGANTAR

Penulis bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karuniaNya yang telah memelihara dan memampukan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini

Banyak sekali hambatan dan tantangan yang dialami penulis selama menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Dengan dorongan, bimbingan, dan arahan dari beberapa pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat pada waktunya. Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada :

1. Dekan Falkutas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp. PD. KGEH atas izin penelitian yang telah diberikan. 2. Ketua Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Falkutas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp. PD. SpJP(K) atas persetujuan komisi etik yang telah diberikan.

3.dr. Hemma Yulfi, DAP&E, M. Med Ed selaku dosen pembimbing, yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

4. Orang tua penulis yang membantu memberikan dukungan moril dan materi.

5. Teman-teman penulis yang ikut membantu penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Penulis berharap semoga karya tulis ini bermanfaat bagi semua pihak. Demikian dan terima kasih.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Persetujuan……… I

Abstrak ……….. II

Abstract ………. III

Kata Pengantar ………. IV

Daftar Isi………. V

Daftar Tabel ………... IX

Daftar Gambar ……….. XI

BAB 1 PENDAHULUAN……….. 1

1.1. Latar Belakang……… 1

1.2. Rumusan Masalah……….. 2

1.3. Tujuan Penelitian……… 2

1.4. Manfaat Penelitian……….. 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA……… 4

2.1 Penyalahgunaan Bahan atau Zat Adiktif ………. 4

2.1.1 Glue Sniffing………... 6

2.1.1.1 Pendahuluan ……….. 6

2.1.1.2 Patofisiologi ……… 6

2.1.1.3 Gejala klinis ……… 6

2.1.1.3.1 Sistem Saraf Pusat ……….. 6

2.1.1.3.2 Cardiopulmonary ……… 7

2.1.1.3.3 Gastrointestinal ……… 7

(8)

2.1.1.3.7 Muskuloskeletal ……… 8

2.1.1.4 Diagnosis ……….. 8

2.1.1.4.1 Pemeriksaan Fisik ……… 8

2.1.1.4.2 Pemeriksaan Laboratorium ……… 9

2.1.1.4.3 Pemeriksaan Radiologik ……….. 10

2.1.1.4.4 Pemeriksaan lain ……….. 10

2.1.1.5 Epidemiologi ……… 10

2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Glue Sniffing ……… 12

2.2.1 Faktor individu ……….. 12

2.2.2 Faktor Lingkungan ……… 13

2.2.2.1 Lingkungan Keluarga ………. 13

2.2.2.2 Lingkungan Sekolah ……… 13

2.2.2.3 Lingkungan Teman Sebaya ……… 14

2.2.2.4 Lingkungan masyarakat/sosial ……….. 14

2.2.3 Faktor tersedianya zat ……….. 14

2.3 Pengetahuan ……….. 15

2.3.1. Definisi Pengetahuan ……… 15

2.3.2 Tingkatan Pengetahuan ……… 15

2.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan ……. 16

2.4 Tindakan ……… 17

2.4.1. Definisi Tindakan ……….. 17

2.4.2. Tingkatan Tindakan ………. 17

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL .. 18

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ……….. 18

3.2. Definisi Operasionil ………. 18

3.2.1. Pengetahuan ……….. 18

3.2.2. Perilaku ………. 19

(9)

BAB 4 METODE PENELITIAN ………. 20

4.1. Jenis Penelitian ……… 20

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ………. 20

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ………. 20

4.3.1 Populasi ……….. 20

4.3.2 Sampel ……… 20

4.3.3 Besar Sampel ………. 21

4.4. Teknik Pengumpulan data ………. 21

4.5. Metode Analisis Data ………. 22

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……….. 23

5.1. Hasil Penelitian ……….. 23

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ……… 23

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden ………….. 23

5.1.3 Hasil Analisa Data ……….. 24

5.2 Pembahasan ……… 31

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ….……….. 33

6.1. Kesimpulan ……… 33

6.2. Saran ……….. 33

DAFTAR PUSTAKA ……….. 34

LAMPIRAN 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……….. 38

LAMPIRAN 2 LEMBAR PENJELASAN ………. 39

LAMPIRAN 3 LEMBAR PERSETUJUAN .………. 41

LAMPIRAN 4 KUESIONER ……….. 42

LAMPIRAN 5 DATA ENTRY PENELITIAN ……….. 47

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Jumlah Kasus Tindak Pindana NAPZA ……….. 11

di Indonesia Tahun 2000 – 2005 (Juni)

Tabel 5.1. Distribusi Jumlah Responden berdasarkan Jenis Kelamin ... 23

Tabel 5.2. Distribusi Jumlah Responden berdasarkan Umur …………. 24

Tabel 5.3. Distribusi Jumlah Responden berdasarkan Tingkat ……….. 24 Pendidikan Terakhir

Tabel 5.4 Distribusi Frekwensi Tingkat Pengetahuan Anak Jalanan … 25 Kota Medan terhadap Kebiasaan Menghidu Lem Tahun 2010

Tabel 5.5 Distribusi Frekwensi Tindakan Anak Jalanan Kota Medan .. 26 terhadap Kebiasaan Menghidu Lem Tahun 2010

Tabel 5.6 Distribusi Frekwensi Kekerapan Kebiasaan Menghidu …… 26 Lem Anak Jalanan Kota Medan Tahun 2010

Tabel 5.7 Distribusi Gaya Kebiasaan Menghidu Lem Anak Jalanan … 27 Kota Medan Tahun 2010

Tabel 5.8 Distribusi Perbelanjaan untuk Kebiasaan Menghidu Lem … 27 Anak Jalanan Kota Medan Setiap Bulan Tahun 2010

Tabel 5.9 Distribusi Frekwensi Hubungan Tingkat Pengetahuan dan ... 28 Jenis Kelamin Anak Jalanan Kota Medan terhadap Kebiasaan Menghidu Lem Tahun 2010

Tabel 5.10 Distribusi Frekwensi Hubungan Tingkat Pengetahuan dan ... 29 Tingkat Pendidikan Terakhir Anak Jalanan Kota Medan

(11)

Tabel 5.11 Distribusi Frekwensi Hubungan Tingkat Pengetahuan dan … 29 Kelompok Usia Anak Jalanan Kota Medan terhadap Kebiasaan Menghidu Lem Tahun 2010

Tabel 5.12 Distribusi Frekwensi Hubungan Tindakan dan Jenis Kelamin .. 30 Anak Jalanan Kota Medan terhadap Kebiasaan Menghidu Lem Tahun 2010

Tabel 5.13 Distribusi Frekwensi Hubungan Tindakan dan Tingkat …….. 30 Pendidikan Terakhir Anak Jalanan Kota Medan terhadap

Kebiasaan Menghidu Lem Tahun 2010

Tabel 5.14 Distribusi Frekwensi Hubungan Tindakan dan Kelompok …. 31 Usia Anak Jalanan Kota Medan terhadap Kebiasaan

Menghidu Lem Tahun 2010

Tabel 5.15 Distribusi Frekwensi Hubungan Tingkat Pengetahuan dan …. 31 Tindakan Anak Jalanan Kota Medan terhadap Kebiasaan

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. : Efek daripada menghidu lem ……….…….... 8

(13)

Abstrak

Latar belakang : Kebiasaan menghidu lem merupakan suatu masalah sosial yang membawa banyak dampak negatif pada sistem kesehatan. Masalah kebiasaan menghidu lem semakin menonjol di kalangan anak jalanan. Faktor yang dapat dihubungkan kepada insidensi menghidu lem yang semakin tinggi yaitu

kurangnya pengetahuan mengenai kebiasaan menghidu lem dan efek-efek negatif yang dapat timbul. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan anak jalanan terhadap kebiasaan menghidu lem dan hubungannya dengan prevalensi anak jalanan yang menghidu lem.

Tujuan : Penelitian ini adalah suatu penelitian survey cross sectional yang bersifat deskriptif-analtik. Kuesioner berupa soal-soal untuk menguji tingkat pengetahuan dan tindakan anak jalanan mengenai kebiasaan menghidu lem. Data yang diperoleh diolah secara komputerisasi dengan menggunakan program SPSS (Statiscal product and service solution) versi 15.0.

Hasil : Berdasarkan hasil penelitian, didapati mayoritas anak jalanan memiliki tingkat pengetahuan terhadap kebiasaan menghidu lem dengan kategori pengetahuan kurang dan sedang. Dari 97 orang responden penelitian, diperoleh 41 orang anak jalanan yang menjawab kurang dari 40% soal kuesioner dengan benar dan terdapat 42 orang anak jalanan yang menjawab 40 hingga 75% soal kuesioner dengan benar. Anak jalanan dengan tingkat pendidikan terakhir sampai SD umumnya mempunyai tingkat pengetahuan yang lebih rendah dibandingkan dengan anak jalanan dengan tingkat pendidikan terakhir SMA. Semua responden yang memiliki kebiasaan menghidu lem mempunyai tingkat pengetahuan yang lebih rendah. Dari hasil analisa statistik dengan menggunakan Chi-Square, tingkat pengetahuan dibandingkan dengan tindakan anak jalanan terhadap kebiasaan menghidu lem, ternyata terdapat perbedaan bermakna di mana p=0,001 (p<0,05).

Diskusi : Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa anak jalanan yang mempunyai tingkat pendidikan terakhir yang tinggi umumnya mempunyai tingkat pengetahuan yang lebih baik. Anak jalanan yang mempunyai tingkat pengetahuan yang kurang juga mempunyai kemungkinan/tendensi untuk menghidu lem yang lebih tinggi.

(14)

Abstract

Introduction : Glue sniffing is becoming a more apparent problem among street children these days. There are many factors that can be related to the increasing number of glue sniffing incidence. One of the primary factors is due to lack of knowledge and education level about the danger glue sniffing may cause. This research was undertaken to evaluate the standard level of education and knowledge about glue sniffing and the relationship with the prevalence of glue sniffing among the street children in Medan.

Purpose : This is a crossectional survey research done in a descriptive-analytical manner. Questionnaries containing questions on glue sniffing were formed and distributed to the street children. Data collected from the questionnaires, were analysed using SPSS (Statiscal product and service solution) version 15.0

Result : Generally the level of knowledge among the street children on glue sniffing are at a low to moderate level. Fourty one street children answered less than 40% questions correctly and 42 street children answered 40% to 75% questions correctly. Street children with primary school as their last educational background had lower level of knowledge on glue sniffing compared to the street children of senior high school. All the street children that practice glue sniffing generally has low and moderate level of knowledge on glue sniffing. The Chi-Square test showed that there was a significant difference between the level of knowledge and glue sniffing’s prevalence as the p value was 0.001, which is less than 0.05.

Discussion : From the research outcome, it is obvious that level of knowledge increases with the street children’s education background. Lower level of knowledge on glue sniffing will promote glue sniffing incidence among the street children.

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Fenomena masalah anak jalanan merupakan isu global yang telah mencapai titik yang mengkhawatirkan. Jumlah anak jalanan bertambah setiap hari dan mempunyai prevalensi yang cukup tinggi di negara – negara yang miskin dan berkembang terutamanya di benua Latin Amerika, Asia dan Afrika. Sampai pada detik ini, jumlah anak jalanan yang pasti di seluruh dunia masih tidak diketahui lagi, tetapi UNICEF (2003) mengestimasi bahwa ada sekurangnya sekitar 100juta orang. Publikasi artikel oleh Railway Children (2009), menunjukkan India mempunyai jumlah anak jalanan yang paling banyak di dunia ini dengan mencatatkan jumlah sekurangnya 11juta orang. Berdasarkan kepada stastistik yang dikumpul, dianggarkan terdapat sekitar 170,000 orang anak jalanan di Indonesia (Irwanto,1999).

Anak jalanan umumnya berusia sekitar dari 6 hingga 18 tahun merupakan antara kelompok yang beresiko tinggi terhadap pembunuhan, pelecehan dan perlakuan tidak manusiawi. Demi kelangsungan hidupnya, mereka akan memilih untuk melakukan pencurian bahkan hingga menjual dirinya sendiri demi uang. Diperkirakan sekitar 90% dari mereka yang mengalami ketergantungan terhadap zat-zat adiktif seperti lem, bahan pewarna, dan lain-lain, dapat mengakibatkan penyakit gagal ginjal, kerusakan otak permanen, dan bahkan kematian

(16)

mencatatkan peningkatan jumlah pengguna bahan atau zat adiktif. Di Indonesia pula, Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (2005) melaporkan sebanyak 648 kasus tindakan pindana narkoba karena bahan atau zat aktif pada tahun 2004. Walaupun bergitu, jumlah kasus tindakan pindana yang dilaporkan tidak mencerminkan situasi yang sebenarnya karena rata – rata banyak kasus yang tidak dilaporkan.

Ketergantungan kepada zat – zat adiktif merupakan isu global dengan dampak yang signifikan terhadap pengguna, keluarga pengguna serta komunitas. Meskipun demikian, ketergantungan zat-zat adiktif yang merupakan salah satu jenis dari penyalahgunaan narkoba, merupakan masalah penyalahgunaan yang penelitiannya masih kurang memadai dan tidak cukup medalam. Informasi mengenai paten penyalahgunaan dan statistik epidemiologi ketergantungan terhadap zat – zat adiktif masih sukar didapati di peringkat nasional.

Oleh karena itu, berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik ingin melakukan penelitian dengan judul “Hubungan antara Pengetahuan Anak Jalanan Kota Medan tentang Menghidu Lem terhadap Prevalensi Menghidu Lem Tahun 2010”.

1.2.1. Rumusan Masalah

Bagaimanakah hubungan antara tahap pengetahuan anak jalanan kota Medan tentang menghidu lem terhadap prevalensi menghidu lem?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

(17)

1.3.2 Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui prevalensi anak jalanan kota Medan yang menghidu lem.

2. Untuk mengetahui bagaimanakah tindakan anak jalanan kota Medan terhadap kebiasaan menghidu lem.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:

1. Sebagai informasi dan bahan masukan dalam usaha pencegahan masalah ketergantungan terhadap kebiasaan menghidu lem oleh anak – anak jalanan di kota Medan.

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyalahgunaan Bahan atau Zat Adiktif

NAPZA merupakan singkatan bagi Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain (Depkes, 2003). Menurut WHO (1994), NAPZA merupakan zat – zat apapun kecuali makanan, air, dan oksigen, yang ketika dikonsumsi mengubah proses biokimia dan atau psikologis mahluk hidup atau jaringan. NAPZA apabila masuk ke dalam tubuh manusia, berakibat mempengaruhi tubuh terutamanya pada susunan saraf pusat sehingga menyebabkan perubahan aktivitas mental, emotional dan perilaku pada pengguna dan menyebabkan ketergantungan pada zat tersebut (Depkes, 2003).

Antara jenis NAPZA yang sering disalahgunakan adalah Narkotika, Psikotropika dan Bahan atau Zat Adiktif lain. Zat adiktif lain yang dimaksudkan disini adalah bahan atau zat yang berpengaruh psikoaktif, meliputi minuman beralkohol, inhalansia dan tembakau.

(19)

Inhalansia umumnya bisa dibagi kepada empat jenis golongan yang utama yaitu, cairan, bahan penyemprot, bahan gas dan zat nitrit (Foundation for a Drug-Free World, 2010). Inhalansia jenis cairan umumnya bisa menguap pada suhu kamar. Jenis ini terdapat di banyak produk rumah tangga dan industri yang mudah diperoleh dimana-mana, seperti pelarut cat, pembersih bahan pelumas, bahan perekat, lem, cairan koreksi dan cairan alat penulis berujung lakan. Bahan penyemprot pula misalnya, seperti semprotan cat dan semprotan rambut, semprotan minyak goreng nabati dan pelindung kain.

Bahan gas seperti zat anastesia medis, gas butan untuk penyelut api, propan, alat penyedia krim kocok dan bahan penyejuk merupakan contoh – contoh bahan inhalansia yang seing disalahgunakan. Zat nitrit pula dianggap sebagai golongan khusus inhalansia, yang langsung mempengaruhi sistem syaraf, saraf otak dan saraf tulang belakang. Bahan-bahan ini terutamanya digunakan untuk mendorong sex dan biasanya dikenal sebagai poppers atau snappe’. Misalnya bahan kimia yang dipakai di pengawet makanan, pembersih kulit, penyegar udara kamar, dan lain – lain.

Terdapat empat terminologi utama untuk mengambarkan cara penyalahgunaan inhalansia, yaitu: sniffing, huffing, bagging dan dusting (Jauch, 2010). Sniffing

merupakan suatu kaidah di mana si pengguna menghirup uap kimiawi langsung dari wadah pembungkus yang terbuka. Huffing pula adalah penghirupan uapan oleh mulut dan hidung dari kain yang dicelup dalam zat kimiawi. Di dalam

(20)

2.1.1 Glue Sniffing

2.1.1.1 Pendahuluan

Lem mengandungi suatu zat kimiawi, yaitu toluene (McKeown, 2009). Toluene merupakan zat kimiawi hidrokarbon aromatik yang sering diguna sebagai industri pelarut dalam memproduksi cat warna, bahan kimiawi, obat – obatan, getah dan sebagainya. Pada suhu kamar, toluene adalah tidak berwarna, berbau manis dan mudah menguap.

Glue sniffing atau lebih dikenali sebagai nge-lem dalam bahasa awamnya, telah menjadi fenomena yang meluas terutamanya pada anak – anak karena biayanya yang murah dan bisa didapati dengan mudah di mana – mana saja. Di negara Amerika, Occupational Safety and Health Administration (1998) telah menentukan tahap konsentrasi toluene yang dibenarkan di tempat kerja yaitu 200ppm. Tahap konsentrasi toluene yang melebihi 500ppm dianggap akan mengancam kesehatan tenaga kerja.

2.1.1.2 Patofisiologi

Toluene merupakan zat kimiawi yang bersifat lipofilik. Akibatnya toluene mampu menyeberangi blood brain barrier dan mengakibatkan berlakunya inhibisi transmisi neuronal. Walaubagaimanapun mekanisme pasti bagaimana toluene bisa mengakibatkan toksisitas masih tidak jelas lagi (McKeown, 2009)

2.1.1.3 Gejala klinis

2.1.1.3.1 Sistem Saraf Pusat

(21)

kejang, choreoathetosis, neuropati optik dan perifer, penurunan kemampuan kognitif, anosmia, atrofi optik, buta, dan tuli (McKeown, 2009). .

2.1.1.3.2 Cardiopulmonary

Toluene memiliki efek yang negatif terhadap otomatisitas dan konduksi jantung sehingga bisa mengakibatkan aritmia jantung. Efek paru termasuk bronkospasme, asfiksia, luka paru akut, dan pneumonitis aspirasi (McKeown, 2009).

2.1.1.3.3 Gastrointestinal

Gejala Gastrointestinal akibat dari inhalasi antaranya adalah sakit perut, mual, muntah, dan hematemesis. Hepatotoksisitas akan bermanifestasi dengan asites, ikterus, hepatomegali, dan gagal hati. Hepatic reticuloendothelial failure telah dilaporkan akibat dari pendedahan yang berlebihan terhadap toluene (McKeown, 2009).

2.1.1.3.4 Renal dan metabolik

Gejala renal toksisitas akibat dari pendedahan terhadap toluene antaranya adalah

renal tubular acidosis, hipokalemia, hipophosphatemia, hiperchloremia, azotemia, pyuria, hematuria dan proteinuria (McKeown, 2009).

2.1.1.3.5 Hematologik

Efek hematologik akibat dari glue sniffing antaranya termasuk lymphocytosis, macrocytosis, eosinophilia, hipochromia, basophilic stippling, dan anemia aplastik di kasus yang berat (McKeown, 2009).

2.1.1.3.6Dermatologik

Kontak cutaneous dengan kulit akan mengakibat dermatitis , Huffer’s Rash

(22)

2.1.1.3.7 Musculoskeletal

Toluene bisa mengakibatkan rhabdomyolisis dan mioglobinemia. Hipokalemia akibat dari renal tubular acidosis bisa mengakibatkan kelemahan otot yang menyerupai Guillain-Barré syndrome (McKeown, 2009).

Gambar 2.1. : Efek daripada menghidu lem

(Sumber : Departemen Kesehatan Republik Indonesia, NAPZA mengapa harus diketahui 2003)

2.1.1.4 Diagnosis

2.1.1.4.1 Pemeriksaan Fisik

(23)

dengan melakukan pemeriksaan fisik dan mengobservasi manifestasi klinis yang ada pada pasien seperti yang telah dinyatakan di atas (McKeown, 2009).

2.1.1.4.2 Pemeriksaan Laboratorium

1) Analisa Gas Darah (AGDA) akan menunjukkan acidosis, hypoxemia dan

hypercabia.

2) Menilai konsentrasi elektrolit dan glukosa dan darah :

i) Pemaparan terhadap toluene akan mengakibatkan hipokalemia, h y p e r c h l o r e m i a, m e t a b o l i c a c i d o s i s, h i p o k a l e m i a d a n hypophosphatemia.

ii) Hipoglikemi harus dieliminasi sebagai penyebab penunrunan tahap kesadaran.

3) Blood Urea Nitrogen (BUN) dan konsentrasi kreatinin diperlukan untuk memantau fungsi ginjal karena kelebihan zat toluene bisa mengakibatkan gagal ginjal.

4) Konsentrasi kreatinin dalam darah dan urin dan mioglobin diperlukan untuk memeriksa apakah terjadinya rhabdomyolysis akibat.

5) Kosentrasi toluene bisa didapati melalui pemeriksaan laboratorium yang spesifik tetapi hasilnya tidak dapat didapati dengan segera untuk membantu dalam pelaksanaan terapi :

i) Ko ns e nt r a s i t o lu e ne d a la m d a r a h ya ng me nc a p a i 2 . 5 mg / L mengindikasi toksiksitas.

ii) Konsentrasi toluene dalam darah yang mencapai 50mg/L bisa mengakibatkan maut.

6) Pemeriksaan enzim hati dan konsentrasi bilitubin diperlukan untuk memantau efek hepatotoksiksitas yang mungkin bisa mengakibatkan jaundice, hepatitis dan gagal hati.

(24)

2.1.1.4.3 Pemeriksaan Radiologik

1) Pemeriksaan foto polos pada dada akan menunjukkan pneumonitis aspirasi dan kelainan paru akut.

2) Pemerikaan CT dan MRI pada otak harus dilakukan dan akan didapati adanya tanda – tanda atrofi otak pada kasus – kasus yang berat

2.1.1.4.4 Pemeriksaan lain

1) Pemeriksaan Electrocardiogram (ECG) diperlukan karena kelebihan zat toluene dalam badan bisa mengakibatkan arrhythmia, termsuk ventricular fibrillation yang merupakan faktor penyebab kematian yang utama

2.1.1.5 Epidemiologi

Menurut United Nation (2005), pada tahun 2003 terdapat 11 buah Negara yang mencatatkan peningkatan jumlah pengguna bahan atau zat adiktif. Berdasarkan kepada National Survey on Drug Use and Health (2008) di Negara Amerika terdapat sekitar 775,000 orang pengguna baru pada tahun 2007. 22.8juta orang yang berusia 12 tahun dan keatas dilaporkan pernah menyalahgunakan bahan atau zat adiktif sekurangnya satu kali dalam riwayat hidup mereka. Di Negara British pula, 3.5% hingga 10% daripada anak berusia kurang dari 13 tahun pernah menyalahgunakan bahan atau zat adiktif dan 0.5% hingga 1% merupakan pengguna tetap (Flanagan, 1990). 6.1% dari populasi anak berusia lebih dari 12 tahun di Negara Brazil dilaporkan pernah mencuba menghirup inhalansia sekurangnya satu kali dalam riwayat hidup mereka (Medina, 2008).

(25)

14.000 anak jalanan, 80% hingga 90% menghirup uap bahan perekat atau pelarut (Foundation for a Drug-Free World, 2010). Di Nairobi, Kenya, diperkirakan bahwa 60.000 anak-anak hidup di jalanan dan hampir semua telah tercandu sesuatu jenis inhalansia (Foundation for a Drug-Free World, 2010). Di Indonesia pula, Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (2005) melaporkan sebanyak 648 kasus tindakan pindana narkoba karena bahan atau zat aktif pada tahun 2004. Walaupun bergitu, jumlah kasus tindakan pindana yang dilaporkan tidak mencerminkan situasi yang sebenarnya karena rata – rata banyak kasus yang tidak dilaporkan.

Tabel 2.1. : Jumlah Kasus Tindak Pindana NAPZA di Indonesia Tahun 2000 - 2005 (Juni)

Jenis kasus 2000 2001 2002 2003 2004 2005 1. Narkotika 2,058 1,907 2,040 3,929 3,869 4,000 2. Psikotropika 1,356 1,648 1,632 2,590 3,884 3,098 3. Bhn Adiktif 64 62 79 621 648 310 Jumlah 3,478 3,617 3,751 7,140 8,401 7,408

(26)

Gambar 2.2. : Pergunaan NAPZA di dunia Tahun 2002 – 2003 (Berdasarkan kepada informasi yang didapatkan daripada 95 buah negara pada tahun 2002 dan 102 buah negara pada tahun 2003)

(Sumber : United Nation, World Drug Report 2005)

2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Glue Sniffing

Penyebab Glue sniffing sangat kompleks akibat daripada interaksi antara faktor yang terkait dengan individu, faktor lingkungan dan faktor tersedianya zat. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Glue sniffing adalah sebagian berikut :

2.2.1 Faktor individu

(27)

mempunyai risiko lebih besar untuk menjadi penyalahguna Glue sniffing. Ciri-ciri tersebut antara lain adalah seperti berikut :

1) Cenderung memberontak dan menolak otoritas.

2) Cenderung memiliki gangguan jiwa lain seperti depresi, cemas, psikotik, keperibadian dissosial dan lain – lain.

3) Perilaku menyimpang dari aturan atau norma yang berlaku.

4) Rasa kurang percaya diri, rendah diri dan memiliki citra diri yang negatif. 5) Sifat mudah kecewa, cenderung agresif dan destruktif.

6) Mudah murung,pemalu dan pendiam. 7) Mudah merasa bosan dan jenuh.

8) Keingintahuan yang besar untuk mencuba atau penasaran. 9) Keinginan untuk bersenang-senang.

10) Keinginan untuk mengikuti mode, karena dianggap sebagai lambang keperkasaan dan kehidupan modern.

11) Keinginan untuk diterima dalam pergaulan dengan teman – teman sebaya. 12) Identitas diri yang kabur.

13) Tidak siap mental untuk menghadapi tekanan pergaulan sehingga sulit mengambil keputusan untuk menolak tawaran glue sniffing dengan tegas. 14) Kemampuan komunikasi yang rendah.

15) Putus sekolah.

16) Kurang menghayati iman kepercayaannya.

2.2.2 Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkungan pergaulan baik disekitar rumah, sekolah, teman sebaya maupun masyarakat.

2.2.2.1 Lingkungan Keluarga

(28)

4) Orang tua yang terlalu sibuk atau bersikap tidak acuh terhadap perlakuan anak – anak mereka.

5) Orang tua yang otoriter dan serba melarang. 6) Orang tua yang serba membolehkan.

7) Kurangnya anggota keluarga yang dapat dijadikan model atau teladan. 8) Orang tua yang kurang peduli dan tidak tahu dengan masalah glue sniffing. 9) Tata tertib atau disiplin keluarga yang selalu berubah dan kurang konsisten. 10) Kurangnya kehidupan beragama atau menjalankan ibadah dalam keluarga. 11) Orang tua atau anggota keluarga yang juga merupakan penyalahguna glue sniffing.

2.2.2.2 Lingkungan Sekolah

1) Sekolah yang kurang pengawalan disiplin siswa dan siswinya. 2) Lokasi sekolah yang terletak berhampiran tempat hiburan.

3) Sekolah yang kurang memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengembangkan potensi diri secara kreatif dan positif

4) Adanya pelajar sekolah yang merupakan pengguna glue sniffing.

2.2.2.3 Lingkungan Teman Sebaya

1) Bergaul dengan penyalahguna glue sniffing.

2) Tekanan atau ancaman dari teman kelompok atau pengguna glue sniffing.

2.2.2.4 Lingkungan masyarakat/sosial

1) Lemahnya penegakan hukum.

2) Situasi politik, sosial dan ekonomi yang kurang mendukung.

2.2.3 Faktor tersedianya zat

1) Mudahnya lem didapat dimana – mana sahaja dengan harga yang murah

(29)

sniffing.. Akan tetapi makin banyak faktor-faktor diatas, semakin besar kemungkinan seseorang menjadi penyalahguna glue sniffing

2.3 Pengetahuan

2.3.1. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).

2.3.2 Tingkatan Pengetahuan

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu :

1) Tahu adalah suatu keadaan di mana seseorang dapat mengingat sesuatu yang telah dipelajari sebelumnya. Tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah (Notoatmodjo, 2003).

2) Paham adalah suatu keadaan di mana seseorang mampu menjelaskan dengan benar tentang objek yang diketahui dan dapat mengintepretasi materi tersebut secara benar (Notoatmodjo, 2003).

3) Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya (Notoatmodjo, 2003).

(30)

5) Sintesis adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian – bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi – formulasi yang ada (Notoatmodjo, 2003).

6) Evaluasi adalah suatu kemampuan untuk melakukan peniaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian – penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria – kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2003).

2.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003) dalam Widianti (2007), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

1) Pengalaman, dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain. Pengalaman yang diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang (Widianti, 2007).

2) Tingkat pendidikan, secara umum orang yang berpendidikan tinggi akan memilik pengetahuan yang lebih luas daripada orang yang berpendidikan lebih rendah (Widianti, 2007).

3) Keyakinan, biasanya diperoleh secara turun – temurun, baik keyakinan yang positif maupun keyakinan yang negatif, tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu (Widianti, 2007).

(31)

5) Penghasilan, tidak berpengaruh secara langsung terhadap pengetahuan seseorang. Namun, jika seseorang berpenghasilan cukup besar, maka dia mampu menyediakan fasilitas yang lebih baik (Widianti, 2007).

6) Sosial budaya, kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi dan sikap seseorang terhadap sesuatu (Widianti, 2007).

2.4 Tindakan

2.4.1. Definisi Tindakan

Suatu sikap belum terwujud dalam suatu tindakan (over behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas (sarana dan prasarana) (Notoatmodjo, 2003).

2.4.2. Tingkatan Tindakan

Tindakan atau praktik dapat dibedakan dalam beberapa tingkatan, yaitu:

1) Persepsi, mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah praktik tingkat pertama. Misalnya, seorang ibu dapat memilih makan yang bergizi tinggi bagi anak balitanya (Notoatmodjo, 2003).

(32)

3) Mekanisme, apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga. Misalnya, seorang ibu yang sudah biasa mengimunisasikan bayinya pada umur – umur tertentu tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain (Notoatmodjo, 2003).

(33)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Variabel independen Variabel dependen

1. Variabel independen (bebas)

Yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah:

1.1) Tahap penget ahua n a nak ja la nan d i sek it ar kot a Medan t ent ang kebiasaan menghidu lem.

2. Varibel dependen (tergantung)

Yang menjadi variabel tergantung dalam penelitian ini adalah: 2.1) Prevalensi anak jalanan di kota Medan yang menghidu lem. .

3.2. Definisi Operasionil

3.2.1. Pengetahuan tentang menghidu lem

Definisi : Pengetahuan adalah segala sesuatu yang di ketahui oleh anak jalanan di sekitar kota Medan tentang kebiasaan menghidu lem (arti, cara dan akibat).

Cara ukur : Wawancara Pengetahuan tentang

menghidu lem

(34)

Alat ukur : Kuesioner, pertanyaan yang diajukan sebanyak 10 pertanyaan dengan 3 pilihan jawaban.

- Jawaban yang benar diberi skor 1 - Jawaban yang salah diberi skor 0

Hasil ukur : - Pengetahuan baik (skor jawaban responden >75%) - Pengetahuan sedang (skor jawaban responden 40-75%)) - Pengetahuan kurang (skor jawaban responden <40%))

Skala pengukuran : ordinal

3.2.2. Prevalensi anak jalanan yang menghidu lem

Definisi : Prevalensi di sini berdasarkan kepada tindakan anak jalanan di sekitar kota Medan yang menghidu lem.

Cara ukur : Wawancara

Alat ukur : Kuesioner, pertanyaan yang diajukan sebanyak 6 pertanyaan.

Skala pengukuran : ordinal

3.3 Hipotesa

(35)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif - analtik dengan desain crossectional, yakni menggambarkan tahap pengetahuan dan tindakan mengenai kebiasaan menghidu lem pada anak jalanan di sekitar kota Medan.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di sekitar kota Medan selama bulan Maret – November 2010. Pengumpulan data dilakukan selama bulan Augustus – November 2010 .

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah anak jalanan di sekitar kota Medan yang memenuhi kriteria inklusi.

4.3.2 Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling. Adapun kriteria inklusi yaitu, anak – anak jalanan yang berusia di antara 10 hingga 18 tahun.

(36)

4.3.3 Besar Sampel

Perkiraan besar sampel yang minimal pada penelitian ini diambil berdasarkan rumus dibawah ini :

n = besar sampel

Zα² = deviasi baku alpha (1,96) P = proporsi kategori (0,50) Q = 1 – P

d = tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki (0.10)

Dengan menggunakan rumus di atas, maka, sampel yang diperlukan adalah :

= 96.04

Seramai 96.04 orang anak jalanan, dibulatkan menjadi 97 orang anak jalanan yang diperlukan.

4.4. Teknik Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan setelah peneliti terlebih dahulu memperoleh izin pelaksanaan penelitian dari Falkutas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Kemudian peneliti menentukan calon responden yang sesuai dengan kriteria.

Zα²_PQ__ d2 n =

1.96² x 0.50 x (1 – 0.50)__ 0.102

(37)

Setelah mendapatkan responden, peneliti menjelaskan pada responden tentang tujuan penelitian kemudian meminta persetujuan responden secara lisan dan tulisan. Selanjutnya responden diminta untuk mengisi kuesioner yang diberikan oleh peneliti. Kuesioner yang diberikan teleh terlebih dahulu dilakukan uji validitas untuk mengetahui apakah kuesioner yang digunakan menggambarkan tujuan dari penelitian tersebut (valid).

4.5. Metode Analisis Data

(38)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di sekitar Kota Medan terutamanya di Jalan Dr. Mansur, Jalan Setia Budi, Jalan Jamin Ginting, Jalan Walikota dan Jalan S. Parman. Kota Medan adalah terbesar di Pul mempunyai sekitar 2,109,229 orang penduduk yang terdiri dari 1,040,680 orang laki – laki dan 1,068,659 orang perempuan (Badan Pusat Statistik, 2010). Kota Medan merupakan kota keempat terbesar di Indonesia selepas Jakarta, Surabaya dan Bandung (Badan Pusat Statistik, 2010).

Kota Medan merupakan salah satu kota di Indonesia yang mempunyai kepadatan jumlah anak jalanan yang cukup tinggi (Irwanto, 1999). Berdasarkan kepada data statistik yang dikumpul pada tahun 2003, terdapat sekitar 2,526 orang anak jalanan di Kota Medan dan jumlah ini mewakili 50,20% dari jumlah anak jalanan yang tersebar luas di sekitar Sumatera Utara (Siregar, 2003).

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden

Tabel 5.1. Distribusi Jumlah Responden berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentase

Laki-laki 76 78.4 Perempuan 21 21.6

Total 97 100.0

(39)

Tabel 5.2. Distribusi Jumlah Responden berdasarkan Umur

Kelompok Usia Jumlah Persentase

10-12 58 60.0

13-15 32 33.0

16-18 7 7.0

Total 97 100.0

Dari 97 responden penelitian, terdapat 58 orang anak jalanan (60%) berumur di antara 10 hingga 12 tahun, 32 orang anak jalanan (33%) berumur di antara 13 hingga 15 tahun dan 7 orang anak jalanan (7%) berumur di antara 16 hingga 18 tahun

Tabel 5.3. Distribusi Jumlah Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan

Terakhir

Tingkat Pendidikan Terakhir Jumlah Persentase

SD 77 79.4

SMP 13 13.4

SMA 7 7.2

Total 97 100.0

(40)

5.1.3 Hasil Analisa Data

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan tindakan anak jalanan terhadap kebiasaan menghidu lem, sebuah kuesioner yang mengandungi 16 soal yang telah diuji validitas telah digunakan. 16 soal ini telah dibagikan kepada 2 kategori yaitu kategori pertama yang menilai tingkat pengetahuan anak jalanan terhadap kebiasaan menghidu lem dan kategori kedua yang menilai tindakan anak jalanan terhadap kebiasaan menghidu lem. Data – data yang didapati adalah seperti berikut:

1) Tingkat pengetahuan dan tindakan anak jalanan kota Medan terhadap kebiasaan menghidu lem pada tahun 2010

Tabel 5.4 Distribusi Frekwensi Tingkat Pengetahuan Anak Jalanan Kota

Medan terhadap Kebiasaan Menghidu Lem Tahun 2010

Tingkat Pengetahuan Frekwensi Persentase

Kurang 41 42.3

Sedang 42 43.3

Baik 14 14.4

Jumlah 97 100.0

(41)

Tabel 5.5 Distribusi Frekwensi Tindakan Anak Jalanan Kota Medan

terhadap Kebiasaan Menghidu Lem Tahun 2010

Tindakan Frekwensi Persentase

Menghidu lem 19 19.6

Tidak Menghidu lem 78 80.4

Jumlah 97 100.0

Hasil penelitian menunjukkan 19 orang anak jalanan (19.6%) yang mempunyai kebiasaan menghidu lem dan 78 orang anak jalanan (80.4%) tidak mempunyai kebiasaan menghidu lem.

Tabel 5.6 Distribusi Frekwensi Kekerapan Kebiasaan Menghidu Lem Anak

Jalanan Kota Medan Tahun 2010

(42)

Tabel 5.7 Distribusi Gaya Kebiasaan Menghidu Lem Anak Jalanan Kota

Secara keseluruhannya, didapati anak – anak jalanan umumnya hanya menghidu lem apabila bersama dengan teman – teman mereka. Dari hasil penelitian, 11 orang anak jalanan (57.9%) yang hanya menghidu lem apabila bersama dengan teman – teman mereka dan 8 orang anak jalanan (42.1%) yang lain mempunyai kebiasaan menghidu lem sama ada bersama dengan teman – teman mereka atau bersendirian. Hasil penelitian juga menunjukkan tiada seorang anak jalanan yang menghidu lem bersendirian.

Tabel 5.8 Distribusi Perbelanjaan untuk Kebiasaan Menghidu Lem Anak

Jalanan Kota Medan Setiap Bulan Tahun 2010

(43)

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 12 orang anak jalanan (63.2%) membelanjakan kurang daripada 10,000 rupiah setiap bulan untuk menghidu lem, diikuti oleh 5 orang anak jalanan (26.3%) yang membelanjakan di antara 10,000 hingga 20,000 rupiah setiap bulan dan 2 orang anak jalanan (10,5%) lagi yang membelanjakan di antara 20,000 hingga 30,000 rupiah setiap bulan.

2) Hubungan tingkat pengetahuan, jenis kelamin, tingkat pendidikan terakhir, kelompok usia dan tindakan menghidu lem pada anak jalanan kota Medan tahun 2010

Tabel 5.9 Distribusi Frekwensi Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Jenis

Kelamin Anak Jalanan Kota Medan terhadap Kebiasaan Menghidu Lem

Tahun 2010

Tingkat Pengetahuan

Laki-laki Perempuan Jumlah

Kurang 40 (52.6%) 1 (4.8%) 41 (42.3%) Sedang 28 (36.8%) 14 (66.7%) 42 (43.3%) Baik 8 (10.6%) 6 (28.5%) 14 (14.4%)

Jumlah 76 (100%) 21 (100%) 97 (100%)

(44)

Tabel 5.10 Distribusi Frekwensi Hubungan Tingkat Pengetahuan dan

Tingkat Pendidikan Terakhir Anak Jalanan Kota Medan terhadap

Kebiasaan Menghidu Lem Tahun 2010

Anak – anak jalanan yang memiliki tingkat pendidikan sampai SD mempunyai jumlah tingkat pengetahuan kurang yang paling banyak yaitu sebanyak 36 orang (46.8%) manakala anak – anak jalanan yang memiliki tingkat pendidikan sampai SMA tidak mempunyai responden yang memiliki tingkat pengetahuan kurang. Anak – anak jalanan yang memilki tingkat pendidikan sampai SMP dan SMA, mempunyai jumlah tingkat pengetahuan baik yang paling banyak dengan masing – masing mempunyai sebanyak 5 orang dan diikuti oleh 4 orang responden dari kategori anak jalanan yang memiliki tingkat pendidikan terakhir sampai SD.

Tabel 5.11 Distribusi Frekwensi Hubungan Tingkat Pengetahuan dan

Kelompok Usia Anak Jalanan Kota Medan terhadap Kebiasaan Menghidu

(45)

Anak jalanan yang berusia di antara 10 hingga 12 tahun mempunyai jumlah tingkat pengetahuan kurang yang paling banyak yaitu sebanyak 24 orang, manakala anak jalanan yang berusia di antara 13 hingga 15 tahun mempunyai jumlah tingkat pengetahuan baik yang paling banyak yaitu sebanyak 6 orang. Walaupun begitu, anak jalanan yang berusia di antara 16 hingga 18 tahun masih mempunyai persentase tingkat pengetahuan baik yang paling banyak yaitu sebanyak 71.4%.

Tabel 5.12 Distribusi Frekwensi Hubungan Tindakan dan Jenis Kelamin

Anak Jalanan Kota Medan terhadap Kebiasaan Menghidu Lem Tahun 2010

Tindakan Laki-laki Perempuan Jumlah Menghidu lem 19 (25.0%) 0 (0%) 19 (19.6%) Tidak menghidu lem 57 (75.0%) 21 (100%) 78 (80.4%)

Jumlah 76 (100%) 21 (100%) 97 (100%)

Sebanyak 19 orang anak laki – laki yang menghidu lem, manakala tiada anak perempuan yang menghidu lem.

Tabel 5.13 Distribusi Frekwensi Hubungan Tindakan dan Tingkat

Pendidikan Terakhir Anak Jalanan Kota Medan terhadap Kebiasaan

Menghidu Lem Tahun 2010

Tindakan SD SMP SMA Jumlah

Menghidu lem 18 (23.4%) 1 (7.7%) 0 (0.0%) 19 (19.6%) Tidak menghidu lem 59 (76.6%) 12 (92.3%) 7 (100%) 78 (80.4%)

(46)

sebanyak 18 orang. Ini diikuti oleh anak jalan yang memiliki tingkat pendidikan sampai SMP yang mempunyai 1 orang responden yang menghidu lem. Anak jalanan yang memiliki tingkat pendidikan sampai SMA tidak mempunyai responden yang menghidu lem.

Tabel 5.14 Distribusi Frekwensi Hubungan Tindakan dan Kelompok Usia

Anak Jalanan Kota Medan terhadap Kebiasaan Menghidu Lem Tahun 2010

Tindakan 10 - 12 13 - 15 16 - 18 Jumlah Menghidu lem 12 (20.7%) 7 (21.9%) 0 (0.0%) 19 (19.6%) Tidak menghidu lem 46 (79.3%) 25 (78.1%) 7 (100%) 78 (80.4%)

Jumlah 58 (100%) 32 (100%) 7 (100%) 97 (100%)

Anak jalanan daripada kelompok usia di antara 10 hingga 12 tahun mempunyai jumlah responden yang menghidu lem yang paling banyak, yaitu sebanyak 12 orang diikuti oleh anak jalanan yang berada di kelompok usia di antara 13 hingga 15 tahun yang mempunyai 7 orang responden yang menghidu lem. Anak jalanan daripada kelompok usia di antara 16 hingga 18 tahun tidak mepunyai responden yang menghidu lem sehingga mempunyai persentase responden yang tidak menghidu lem yang paling banyak, yaitu sebanyak 100%.

Tabel 5.15 Distribusi Frekwensi Hubungan Tingkat Pengetahuan dan

Tindakan Anak Jalanan Kota Medan terhadap Kebiasaan Menghidu Lem

Tahun 2010

(47)

Hasil penelitian menunjukkan majoritas daripada responden yang menghidu lem mempunyai tingkat pengetahuan yang kurang dan sedang. Ini dapat dibuktikan apabila responden yang menghidu lem terdiri dari 15 orang yang memiliki tingkat pengetahuan kurang dan 4 orang lagi yang memilki tingkat pengetahuan sedang. Sedangkan rata – rata daripada responden yang tidak menghidu lem mempunyai tingkat pengetahuan yang lebih baik, yaitu sebanyak 66.7% responden yang mempunyai tingkat pengetahuan sedang dan baik.

5.2 Pembahasan

5.2.1 Tingkat Pengetahuan Anak Jalanan Kota Medan terhadap Kebiasaan

Menghidu Lem pada tahun 2010.

Menurut hasil penelitian, secara keseluruhannya anak jalanan Kota Medan masih mempunyai tingkat pengetahuan yang kurang dan sedang terhadap kebiasaan menghidu lem dengan sebanyak 41 orang responden (42.3%) mempunyai tingkat pengetahuan kurang dan 42 orang responden (43.3%) mempunyai tingkat pengetahuan sedang. Hanya 14 orang responden ataupun sekitar 14.4% daripada jumlah responden penelitian yang memilki tingkat pengetahuan baik. Bervariasinya hasil penelitian yang didapatkan bisa dipengaruhi oleh beberapa kemungkinan. Antaranya adalah tingkat pendidikan terakhir responden.

(48)

SMA, 5 orang (71.4%) mempunyai tingkat pengetahuan baik, diikuti oleh 2 orang (28.6%) yang mempunyai tingkat pengetahuan sedang dan tiada yang mempunyai tingkat pengetahuan kurang. Hasil penelitian ini sejajar dengan penelitian yang berjudul, Solvent abuse among street children in Pakistan yang telah dilakukan oleh United Nation Office on Drugs and Crime (2004). Penelitian tersebut menunjukkan daripada 423 respoden yang diteliti mempunyai kebiasaan menghidu lem, sebanyak 316 orang (76%) yang tidak pernah bersekolah. Maka bisa dikatakan bahwa, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang anak jalanan, semakin baik tingkat pengetahuannya terhadap kebiasaan menghidu lem dan sebaliknya. Oleh itu, hasil penelitian ini adalah wajar karena rata – rata anak jalanan di kota Medan masih mempunyai tingkat pendidikan yang rendah sehingga mengakibatkan tingkat pengetahuan mereka terhadap kebiasaan menghidu lem masih kurang.

(49)

5.2.2 Tindakan Anak Jalanan Kota Medan terhadap Kebiasaan Menghidu

Lem pada tahun 2010.

Berdasarkan kepada hasil penelitian, daripada 97 orang responden yang diteliti 19 orang anak jalanan (19.6%) yang mempunyai kebiasaan menghidu lem. Jumlah ini jauh lebih rendah dari penelitian – penelitian yang lain. Misalnya penelitian

Solvent abuse among street children in Pakistan yang telah dilaksanakan oleh

United Nation Office on Drugs and Crime (2004) mencatatkan kesemua dari 423 orang anak jalanan yang diteliti mempunyai kebiasaan menghidu lem. Perbedaan hasil penelitian mungkin diakibatkan oleh ketidakjujuran anak jalanan ketika mengisi soalan kuesioner penelitian. Ini terjadi karena anak jalanan mungkin bimbang akan kerahasiaan identitas mereka yang menghidu lem. Maka dapat dikatakan bahwa rata – rata masih banyak kasus anak jalanan yang menghidu lem yang masih tidak dilaporkan lagi.

Hasil penelitian dari tabel 5.6 menunjukkan 8 orang anak jalanan (42.1%) mempunyai kekerapan kebiasaan menghidu lem lebih dari sekali dalam satu minggu, diikuti oleh 10 orang anak jalanan (52.6%) yang menghidu lem sebanyak seminggu sekali dan 1 orang anak jalanan lagi yang memiliki kekerapan kebiasaan menghidu lem terletak di bawah kategori lain – lain. Menurut tabel 5.7, rata – rata anak – anak jalanan didapati hanya akan menghidu lem apabila bersama dengan teman – teman yang lain. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian oleh penelitian yang berjudul Glue sniffing among street children in the Kathmandu Valley, Nepal yang telah dilaksanakan oleh Child Workers in Nepal Concerned Centre

(50)

Merujuk kepada tabel 5.14 yang menunjukkan distribusi frekwensi hubungan tindakan dan kelompok usia anak jalanan kota Medan terhadap kebiasaan menghidu lem pada tahun 2010, majoritas daripada responden yang menghidu lem berada di kelompok usia dari 10 hingga 12 tahun. Hasil penelitian ini agak berbeda dengan penelitian yang berjudul Glue sniffing among street children in the Kathmandu Valley, Nepal yang telah dilaksanakan oleh Child Workers in Nepal Concerned Centre (2002). Penelitian tersebut menunjukkan daripada 118 orang anak jalanan yang menghidu lem, sebanyak 52 orang (44.1%) berada di kelompok usia antara 10 hingga 14 tahun dan 52 orang ( 44.1%) lagi berada di kelompok usia antara 14 hingga 16 tahun. Perbedaan hasil penelitian mungkin diakibatkan perbedaan demografik usia anak jalanan di kota Medan, Indonesia dan di Kathmandu Valley, Nepal.

(51)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan kepada hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1) Tingkat pengetahuan anak jalanan di kota Medan terhadap kebiasaan menghidu lem umumnya masih kurang dengan sebanyak 85.6% responden di bawah kategori tingkat pengetahuan kurang dan sedang. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh dari tingkat pendidikan responden.

2) Jumlah anak jalanan yang menghidu lem di sekitar kota Medan adalah sebanyak 19.6%. Walaupun begitu, nilai tersebut masih belum mencerminkan jumlah sebenar anak – anak jalanan di kota Medan yang menghidu lem karena rata – rata masih banyak lagi kasus yang tidak dilaporkan.

3) Semakin tinggi tingkat pendidikan terakhir responden, semakin baik tingkat pengetahuan responden terhadap kebiasaan menghidu lem.

4) Semakin baik tingkat pengetahuan anak jalanan terhadap kebiasaan menghidu lem, semakin kurang jumlah anak jalanan yang akan menghidu lem.

(52)

6.2. Saran

1) Perlunya penelitian lebih lanjut dengan menggunakan sampel yang lebih besar. 2) Perlunya penelitian yang lebih lanjut yang bisa mengetahui kebenaran apakah

anak jalanan tersebut benar – benar menghidu lem atau tidak agar bisa mencerminkan jumlah sebenar anak jalanan di kota Medan yang menghidu lem. 3) Perlunya penelitian yang lebih lanjut untuk mencari pengaruh – pengaruh lain

yang mungkin bisa mempengaruhi tindakan anak jalanan terhadap kebiasaan menghidu lem.

4) Diharapkan pihak berkuasa akan melakukan tindakan pencergahan kebiasaan menghidu lem di kalangan anak jalanan dengan meningkatkan kesadaran anak jalanan terhadap bahayanya kebiasaan menghidu lem.

5) Diharapkan pihak berkuasa akan melakukan tindakan penyuluhan seperti bantuan dana, beasiswa untuk bersekolah dan sebagainya dalam mengurangkan jumlah anak jalanan di kota Medan.

(53)

DAFTAR PUSTAKA

B a d a n N a r k o t ik a N a s io n a l R e p u b l ik I n d o n e s ia , 2 0 0 5 . P e n e l it ia n Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba di Indonesia tahun 2003 dan 2004. Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia

Chao TC et al. Glue sniffing deaths in Singapore - volatile aromatic h y d r o c a r b o n s i n p o s t - m o r t e m b l o o d b y h e a d s p a c e g a s chromatography. Med Sci Law. Jul 1993;33 (3):253-60. Dalam: Nathanael J M c K e o w n , 2 0 0 9 . T o x i c i t y , T o l u e n e. A v a i l a b l e f r o m :

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2003. NAPZA mengapa harus diketahui. Indonesia: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2003. Pengertian NAPZA. Indonesia: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Available from:

(54)

Flanagan RJ, Ruprah M, Meredith TJ and Ramsey JD,1990. An introduction to the clinical toxicology of volatile substances. Drug Saf. Sep- Oct 1990;5(5):359-383. Dalam: Nathanael J McKeown, 2009. Toxicity, Toluene. Available from :

Foundation for a Drug-Free World, 2010. Kebenaran Tentang Inhalansia. Los Angeles: Foundat ion for a Drug-Free World. Available fro m:

Irwanto P. et al (1999). Situation of Street Children in 12 Cities in Indonesia, Monograph Report for the Asian Development Bank. Dalam: Pinheiro, P. (2007), World Report on Violence Against Children: 295. Available from:

Janet F. Williams, 2007. Inhalant Abuse. In: Pediatrics Volume 119 No. 5, 1009 - 1017. Available from:

Medina-Mora ME, Real T. Epidemiology of inhalant use. Curr Opin Psychiatry. May 2008;21(3):247-251. Dalam: Nathanael J McKeown, 2009. Toxicity, Toluene. Available from :

(55)

N a toadmoj o S. , Me todol ogi P eneli tia n Ke se hata n Edisi R evi si , R eni k a

Cipta, Jakarta , 2002 : 98.

Office on Drugs and Crime, 2005. World Drug Report. Research and Ana lys is Sect io n o f Unit ed Nat io n Offic e o n Drugs and Cr ime.

Office of National Drug Control Policy, 2008. National Survey on Drug Use and Health. United States of America: Office of National drug Control Policy. Available from :

Occupational Safety and Health Administration, 1998. Permitted Toluene Level. United States Department of Labor: Occupational Safety and Healt h Administration. Available from :

http://www.osha.gov/pls/oshaweb/owadisp.show_document?p_table=STA NDARDS&p_id=999.

R a i l w a y C h i l d r e n , 2 0 0 9 . O u r w o r k i n I n d i a . A v a i l a b l e f r o m :

Sastroasmoro S dan Ismael S, 2002. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis CV Sagung Seto, Jakarta, Edisi kedua.

(56)

Wahyuni, Arlinda Sari, 2008. Statistika Kedokteran. Jakarta : Bamboedoea Communication. 108 – 122.

White V, Hayman J. Australian secondary students' use of over-the-counter and illicit substances in 2002. Canberra: Australian Government Department of Health and Ageing; 2004. National Drug Strategy Monograph Series No. 56. Dalam :Nathanael J McKeown, 2009. Toxicity, Toluene. Available fro m :

(57)

LAMPIRAN 1

LEMBAR PENJELASAN

Salam sejahtera bagi kita semua,

Saya, Cheong Kai Liang, mahasiswa semester VII Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, saat ini sedang melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Tahap Pengetahuan Anak Jalanan Kota Medan terhadap Kebiasaan Menghidu Lem Tahun 2010”. Sebagaimana kita tahu bahwa jumlah anak jalanan di kota Medan semakin meningkat setiap hari. Kebanyakan anak jalanan ini tidak mendapat pengawasan dan perhatian yang banyak dari orang tua mereka dan juga masyarakat. Oleh karena itu, anak – anak jalanan mudah terjebak ke dalam aktivitas – aktivitas yang tidak sehat dan tidak menfaatkan seperti kebiasaan menghidu lem. Diperkirkan sekitar 90% dari anak jalanan mengalami ketergantungan terhadarp zat – zat adiktif seperti lem, bahan perwarna dan lain – lain.

(58)

Alamat : Jalan Sei Padang, Gang Pribadi no. 16A, Medan No. Telepon / HP : 081933280400

Keikutsertaan Saudara/i dalam penelitian ini sangat Saya harapkan. Partisipasi Saudara/i bersifat bebas dan tanpa ada paksaan. Saudara/i berhak untuk menolak berpartisipasi tanpa dikenakan sanksi apapun.

Demikian penjelasan ini Saya sampaikan. Atas partisipasi dan kesediaan Saudara/i, Saya ucapkan terima kasih.

Medan, ________________ 2010

(59)

LAMPIRAN 2

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

“Informed Consent”

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :……….

Umur :……….

Pekerjaan :……….

Alamat :……….

Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap, serta memahaminya, maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan saya menyatakan bersedia berpartisipasi pada penelitian ini. Demikianlah surat perjanjian ini saya perbuat tanpa paksaan dan apabila di kemudian hari saya mengundurkan diri, kepada saya tidak akan dituntut apapun.

(60)

LAMPIRAN 3

Kode:

KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA TAHAP

PENGETAHUAN ANAK JALANAN KOTA MEDAN TENTANG

MENGHIDU LEM TERHADAP PREVALENSI MENGHIDU LEM

A) Identitas Responden

JENIS KELAMIN : LAKI – LAKI ( ) PEREMPUAN ( )

USIA :

TANGGAL LAHIR :

TINGKAT PENDIDIKAN TERAKHIR : SD ( ) SMP ( ) SMA ( )

B) Pengetahuan

1) Menurut Anda, apakah itu ‘nge-lem’ atau perbuatan menghidu lem ?

A. Perbuatan menghidu bau lem yang secara tidak sengaja

B.. Kaidah menghirup uap dari lem yang telah dipanaskan atau tidak langsung dari kantong atau wadah pembungkus yang terbuka.

C. Kebiasaan menghidu bau lem karena bau wanginya.

2) Apakah lem yang digunakan dalam ‘nge-lem’ bisa digantikan dengan bahan - bahan yang lain seperti cat warna, pelarut cat dan bahan

semprotan rambut ?

(61)

3) Apakah pengaruh kebiasaan ‘nge-lem’ terhadap otak ? A. menjadi lebih pintar dan cerdas

B. bisa membaca pikiran orang lain

C. terjadi sakit kepala, rasa pusing dan bingung

4) Berikut merupakan efek – efek yang terjadi kepada jantung akibat daripada kebiasaan menghidu lem, kecuali ?

A. Jantung akan berdenyut dengan lebih sehat dan mantap

B. Denyut jantung yang tidak konsisten dan tidak mengikut irama yang seharusnya

C. Gagal jantung

5) Apakah pengaruh kebiasaan ‘nge-lem’ terhadap kulit ?

A. menjadi lebih cantik dan licin B. menjadi lebih kuat dan tahan luka

C. akan timbulnya bintik – bintik kemerahan dan luka bakar

6) Kebiasaan ‘nge-lem’ bisa mengakibatkan gagal ginjal. Apakah pernyataan tersebut benar ?

A. Ya B. Tidak C. Ragu - ragu

7) Apakah kebiasaan menghidu lem bisa mengakibatkan kematian ?

A. Ya

(62)

8) Apakah efek – efek yang terjadi dari kebiasaan menghidu lem dapat menular ?

A. Ya B. Tidak C. Ragu - ragu

9) Apakah kebiasaan menghidu lem dapat membantu Anda

menghilangkan rasa kelaparan dan memenuhi gizi yang secukupnya

kepada tubuh badan Anda ?

A. Ya

B. Tidak. Kebiasaan menghidu lem hanya dapat membantu menghilangkan rasa kelaparan tetapi tidak akan memenuhi gizi yang secukupnya kepada tubuh. C. Tidak sama sekali

10) Apakah kebiasaan menghidu lem dibenarkan menurut Undang –

Undang Indonesia ?

A. Ya

B. Ya sekiranya tidak sering menghidu lem dan kuantitas lem yang dihidu kecil sahaja.

(63)

B) Tindakan

1. Pernahkan Anda menghidu lem ? Ya ( ) Tidak ( )

Jika tidak sila pergi ke soalan no. 6: Jika ya:

2. Kapan kali terakhir Anda menghidu lem ?

Kurang dari satu minggu ( ) – sila spesifikan :_______________ Lebih dari satu minggu ( )

Lebih dari dua minggu ( ) Lebih dari tiga minggu ( )

Lebih dari satu bulan ( ) – sila spesifikan :_______________

3. Berapa sering Anda menghidu lem ?

Seminggu lebih dari sekali ( ) – sila spesifikan :________________ Seminggu sekali ( )

Sebulan sekali ( )

Lain – lain ( ) – sila spesifikan : _______________

4. Apakah Anda menghidu lem apabila

(64)

5. Berapakah perbelanjaan yang Anda gunakan dalam satu bulan untuk menghidu lem ?

Kurang daripada 10,000rp ( ) 10,000rp hingga 20,000rp ( ) 20,000rp hingga 30,000rp ( ) 30,000rp hingga 40,000rp ( ) 40,000rp hingga 50,000rp ( )

Lebih daripada 50,000rp ( ) – sila spesifikan : _______________

6. Pernahkah Anda melihat teman – teman Anda menghidu lem ?

(65)
(66)
(67)
(68)

76 76 12 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 3 2 1 4 77 77 16 1 3 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 2 . . . . 2 9 78 78 10 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 0 2 . . . . 2 4 79 79 12 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 0 1 1 1 3 2 1 5 80 80 14 1 2 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 2 . . . . 2 3 81 81 12 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 3 2 1 6 82 82 12 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 3 1 1 1 83 83 15 1 2 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 2 . . . . 2 8 84 84 10 2 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 2 . . . . 2 7 85 85 10 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 2 . . . . 2 3 86 86 10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 2 . . . . 2 7 87 87 10 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 2 . . . . 2 2 88 88 13 1 2 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 2 . . . . 2 3 89 89 10 1 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 2 . . . . 2 2 90 90 12 2 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 2 . . . . 2 6 91 91 16 1 3 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 2 . . . . 2 9 92 92 12 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 2 . . . . 2 3 93 93 11 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0 1 3 2 1 1 2 4 94 94 13 1 2 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 2 . . . . 2 3 95 95 14 1 2 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 2 . . . . 2 8 96 96 14 1 2 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 2 . . . . 2 7 97 97 13 1 2 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 2 . . . . 2 3 Nota :

(69)

v) Soalan T2 : 1 – kurang dari satu minggu 2 – lebih dari satu minggu 3 – lebih dari dua minggu 4 – lebih dari tiga minggu 5 – lebih dari satu bulan

vi) Soalan T3 : 1 – Seminggu lebih dari sekali 2 – Seminggu sekali

3 – Sebulan sekali 4 – Lain – lain

vii) Soalan T4 : 1 – Hanya bersama teman – teman lain 2 – Hanya seorang diri

3 – Kedua jawaban di atas

(70)
(71)

4) Tingkat Pengetahuan

1) Jenis Kelamin * Tingkat Pengetahuan Crosstabulation

Tingkat Pengetahuan Total

Kurang Sedang Baik

Jenis Kelamin Laki - laki 40 28 8 76

Perempuan 1 14 6 21

(72)

2) Usia * Tingkat Pengetahuan Crosstabulation

Tingkat Pengetahuan Total

Kurang Sedang Baik

Kelompok 10 - 12 24 30 4 58

Usia 13 - 15 17 9 6 32

16 - 18 0 2 5 7

Total 41 42 14 97

3) Tingkat Pendidikan Terakhir * Tingkat Pengetahuan Crosstabulation Tingkat Pengetahuan Total

Kurang Sedang Baik

Tingkat SD 36 37 4 77

Pendidikan SMP 5 3 5 13

Terakhir SMA 0 2 5 7

Total 41 42 14 97

4) Jenis Kelamin * Kebiasaan Menghidu Lem Crosstabulation

Kebiasaan Menghidu Lem Total

Ya Tidak

Jenis Kelamin

Laki - laki

19 57 76

Perempuan 0 21 21

Gambar

Gambar 2.1. : Efek daripada menghidu lem
Tabel 2.1. : Jumlah Kasus Tindak Pindana NAPZA di Indonesia
Gambar  2.2. : Pergunaan NAPZA di dunia Tahun 2002 – 2003
Tabel 5.1. Distribusi Jumlah Responden berdasarkan Jenis Kelamin
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

SMK YPUI Parung mengakui bahwa pengetahuan tentang manajemen itu penting. Baik itu berupa pengetahuan tentang manajemen pemasaran terkait bagaimana agar produk jasa yang ditawarkan

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan pilihan (alternatif) kombinasi obat untuk memperpanjang lama kerja pembiusan spinal dengan membandingkan

This study has examined empirically the impact of defense spending on unemployment together with a set of control variables for five selected Asian countries

PENERAPAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Inventarisasi atau opname mengenai kerusakan jalan dan jembatan perlu dilakukan untuk mendeteksi jenis kerusakan jalan/jembatan seperti: jenis kerusakan yang terjadi,

Pada gerak diagonal sejajar bidang , sebelum diberikan kontrol model tidak stabil, dengan model menjadi stabil setelah 5 detik tetapi mesih memuat overshoot ,

masa manfaatnya berarti pada saat penghentian aktiva tetap tersebut telah disusutkan.