• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Stabilisasi Harga Pangan Di Indonesia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Stabilisasi Harga Pangan Di Indonesia."

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS STABILISASI HARGA PANGAN DI INDONESIA

MOHAMMAD ALFIE REZA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Stabilisasi Harga Pangan di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

MOHAMMAD ALFIE REZA. Analisis Stabilisasi Harga Pangan di Indonesia. Dibimbing oleh MUHAMMAD FIRDAUS dan TANTI NOVIANTI.

Pemerintah mempunyai tugas pokok untuk mengendalikan komoditas pangan dalam jumlah yang cukup dan dengan harga yang terjangkau di seluruh wilayah Indonesia. Kenaikan dan gejolak harga yang terjadi pada komoditas pangan akan menurunkan kesejahteraan rakyat, terutama rakyat yang berpenghasilan rendah dan juga memicu kenaikan laju inflasi. Beras merupakan komoditas pangan utama masyarakat Indonesia sementara cabai dan bawang merah adalah kelompok bumbu yang digunakan sebagai penyedap rasa dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat dalam mengolah makanan. Gejolak harga yang terjadi pada ketiga komoditas ini akan berdampak kepada masyarakat luas selaku konsumen dan juga para petani selaku produsen komoditas tersebut. Oleh karena itu, pemerintah harus melakukan intervensi untuk menstabilkan harga di pasar.

Tujuan utama penelitian ini untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga komoditas tersebut serta mengestimasi nilai willingness to pay (wtp) konsumen di pasar. Metode survey dilakukan untuk mengestimasi nilai wtp dan pendekatan vector error correction model (vecm) untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga. Data yang digunakan adalah data primer dengan responden para konsumen di Pasar Induk Kramat Jati dan Pasar Induk Beras Cipinang dan data sekunder yang dikumpulkan dari berbagai sumber dan publikasi nasional serta internasional.

Hasil empiris menunjukkan bahwa kenaikan jumlah stok dan pasokan dapat menurunkan harga komoditas sejak bulan pertama dan mulai stabil pada bulan ketiga. Volume impor dan harga internasional mempunyai porsi yang semakin meningkat dalam menjelaskan dinamika harga. Harga referensi impor untuk cabai rawit dan bawang merah belum memperhitungkan variabel wtp konsumen. Rekomendasi yang disarankan adalah pemerintah perlu mengembangkan pasar lelang baik di daerah produsen dan konsumen untuk menjaga kelancaran pasokan dan stok. Selain itu pemerintah perlu mempertimbangkan wtp konsumen dalam menentukan harga referensi di pasar. Untuk bisa terlepas dari ketergantungan impor maka perlu suatu strategi tentang perencanaan produksi yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar dan kondisi geografi, serta skema distribusi dan tata niaga yang jelas.

(5)

SUMMARY

MOHAMMAD ALFIE REZA. Analyses of Food Price Stabilization in Indonesia. Supervised by MUHAMMAD FIRDAUS and TANTI NOVIANTI .

The government main task is to control the availability of food commodities at affordable prices in all region of Indonesia. The rise and price fluctuations in these commodities will reduce people welfare, especially low-income people and also trigger an increase in the rate of inflation. Rice is the staple goods of most people, while chilies and shallots is a kind of spices that is needed for food flavor. Price fluctuations that occur in these commodities will have an impact on the public as consumers and farmers as producers .The government must intervene to stabilize food prices in the market.

The main objective of this study is to analyze the factors that affect the price of the commodities and try to estimate the willingness to pay (wtp) of consumers in the market. Survey method conducted for estimating the value of wtp and Vector Error Correction Model (vecm) to analys factors that affect the price. The data used is primary data whose respondents are buyer in Pasar Induk Kramat Jati and Pasar Induk Beras Cipinang, while secondary data collected from various sources from national and international publications .

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

ANALISIS STABILISASI HARGA PANGAN DI INDONESIA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)
(9)

Judul Tesis : Analisis Stabilisasi Harga Pangan di Indonesia Nama : Mohammad Alfie Reza

NIM : H151120351

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Muhammad Firdaus, SP, MSi Ketua

Dr Tanti Novianti, SP, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi

Dr Ir R. Nunung Nuryartono, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MscAgr

Tanggal Ujian: 19 Desember 2014

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah kebijakan stabilisasi harga pangan, dengan judul Analisis Stabilisasi Harga Pangan di Indonesia.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Muhammad Firdaus, SP, MSi selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr Tanti Novianti, SP, MSi selaku anggota komisi pembimbing, yang meluangkan waktu dan kesabaran untuk memberikan bimbingan, arahan, dan masukan yang bermanfaat dalam penyusunan tesis ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Prof Dr Ir D.S Priyarsono, MS selaku penguji pada sidang tesis dan juga Bapak Dr Alla Asmara, SP, MSi selaku wakil dari komisi pendidikan atas saran dan masukannya demi perbaikan tesis ini. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga disampaikan kepada Dr Ir R. Nunung Nuryartono, MSi beserta jajarannya selaku pengelola Program Studi Ilmu Ekonomi SPs IPB dan semua dosen yang telah mengajar penulis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada, Kementerian Perdagangan Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada Program Studi Ilmu Ekonomi di Sekolah Pascasarjana (SPs) IPB. Tak lupa ucapan terima kasih kepada Bapak H. Suminto (Pasar Kramat Jati) dan Bapak Ery Muhtarsyid, SE (Pasar Beras Cipinang) yang telah membantu penulis dalam melakukan pengumpulan data primer di kedua pasar serta untuk teman-teman IPB Kemendag atas segala bantuannya selama penulis menyelesaikan pendidikan di IPB. Ungkapan terima kasih terdalam untuk istriku, Dwi Nurul Komariah, SPd dan anakku tercinta, Muhammad Bilal Tsaqif atas segala doa, kasih sayang, dukungan, dan kesabaran yang diberikan serta orang tua yang senantiasa mendoakan sehingga penulis mampu menyelesaikan pendidikan ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan dikarenakan keterbatasan ilmu dan pengetahuan. Kesalahan yang terjadi merupakan tanggung jawab penulis. Besar harapan penulis bahwa tesis ini dapat memberikan kontribusi dalam proses pembangunan dan bermanfaat untuk pengembangan penelitian di masa mendatang.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup Penelitian 7

2 TINJAUAN PUSTAKA 7

Tinjauan Teori 7

Tinjauan Empiris 12

Kerangka Pemikiran Penelitian 15

Hipotesis Penelitian 16

3 METODE 17

Jenis dan Sumber Data 17

Metode Analisis 21

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 21

Analisis Faktor yang Mempengaruhi Harga Beras, Cabai Rawit dan

Bawang Merah 21 Analisis Willingness to Pay Konsumen Beras, Cabai Rawit dan

Bawang Merah 31

Pembahasan 34

5 SIMPULAN DAN SARAN 36

Simpulan 36

Implikasi Kebijakan 37

Saran Penelitian Lanjutan 37

DAFTAR PUSTAKA 38

LAMPIRAN 41

(13)

DAFTAR TABEL

1 Variabel dan sumber data sekunder dalam penelitian 14

2 Variabel WTP 16

3 Faktor-faktor yang mempengaruhi harga beras 18

4 Faktor-faktor yang mempengaruhi harga cabai rawit merah 20 5 Faktor-faktor yang mempengaruhi harga bawang merah 21

6 Faktor-faktor yang mempengaruhi WTP 30

7 Faktor-faktor yang mempengaruhi harga beras 18

DAFTAR GAMBAR

1 Pergerakan harga beras medium nasional 2

2 Pergerakan harga cabai dan bawang merah nasional 3

3 Kerangka Pemikiran Penelitian 12

4 Hasil analisis IRF untuk beras 23

5 Hasil analisis IRF untuk cabai rawit merah 24

6 Hasil analisis IRF untuk bawang merah 25

7 Hasil analisis FEVD beras 26

8 Hasil analisis FEVD cabai rawit merah 27

9 Hasil analisis FEVD bawang merah 28

DAFTAR LAMPIRAN

1 Uji stasioneritas 41

2 Uji lag optimum 46

3 Uji stabilitas VAR 48

4 Uji kointegrasi 49

5 Hasil estimasi VECM beras 51

6 Hasil estimasi VECM cabai rawit merah 52

7 Hasil estimasi VECM bawang merah 53

8 Hasil IRF beras 55

9 Hasil IRF cabai rawit merah 55

10 Hasil IRF bawang merah 56

11 Hasil FEVD beras 56

12 Hasil FEVD cabai rawit merah 57

13 Hasil FEVD bawang mrah 57

14 Distribusi Nilai WTP 58

(14)
(15)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Stabilisasi harga pangan merupakan masalah yang dihadapi oleh hampir setiap negara di dunia. Beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas harga pangan adalah kenaikan populasi penduduk, perubahan iklim, hambatan perdagangan internasional dan tren penggunaan biofuel. Penelitian yang dilakukan Trostle (2008) menyebutkan bahwa harga pangan dunia seperti biji-bijian dan minyak sayuran yang merupakan dua komoditas utama dalam rumah tangga mengalami peningkatan harga yang sangat tajam hingga 60 persen hampir di seluruh belahan dunia selama tahun 2007-2008.

Harga komoditas pangan yang terlalu berfluktuasi dapat merugikan petani sebagai produsen, pengolah, pedagang hingga konsumen dan berpotensi menimbulkan keresahan sosial (Sari 2010). Oleh karena itu, hampir semua negara melakukan intervensi kebijakan untuk menjaga stabilitas harga pangan pokok dan strategis. Indonesia saat ini juga masih berusaha untuk mencari solusi permasalahan fluktuasi harga pangan di dalam negeri. Sampai saat ini pemerintah Indonesia telah mengeluarkan 2 (dua) Undang-undang terkait ketahanan dan stabilitas harga pangan, yaitu Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

Amanat Undang-undang tersebut adalah pemerintah pusat dan daerah bertugas mengendalikan ketersediaan barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Barang-barang tersebut harus tersedia dalam jumlah yang memadai, mutu yang baik, serta pada harga yang wajar untuk menjaga keterjangkauan daya beli di tingkat konsumen sekaligus melindungi pendapatan produsen.

Harga komoditas pangan mempunyai peranan penting dalam pengendalian inflasi. Kenaikan harga bahan pangan juga digolongkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai komponen inflasi bergejolak (volatile foods), karena sifatnya yang mudah dipengaruhi oleh masa panen, gangguan alam, harga komoditas bahan pangan domestik dan internasional. Porsi sumbangannya yang cukup signifikan terhadap inflasi dan responnya yang cepat terhadap berbagai shocks membuatnya layak untuk dijadikan leading indicators inflasi (Prastowo et al. 2008). Hasil penelitian Resnia (2012) juga menunjukkan bahwa harga komoditas pangan cenderung meningkat sebesar 5 – 12 persen per tahun selama periode 1999-2011.

Beberapa komoditas pangan yang penting dalam pengendalian inflasi dan cenderung mengalami kenaikan harga adalah beras dan dari kelompok bumbu-bumbuan yaitu cabai dan bawang merah. Indeks Harga Konsumen (IHK) untuk komoditas ini cenderung meningkat setiap tahunnya dan persentase pengeluaran rata-rata rumah tangga untuk komoditas ini juga cenderung tetap (Tabel 1).

(16)

2

Tabel 1 IHK dan Pangsa Pengeluaran Rumah Tangga 2008 - 2013

Komoditas Tahun

Beras merupakan komoditas strategis yang dapat mempengaruhi kestabilan ekonomi, sosial bahkan politik. Komoditas beras masih menjadi salah satu komoditi kunci dalam mempengaruhi kestabilan harga-harga umum.Kenaikan harga beras dapat memicu kenaikan harga barang-barang lain (Sari 2010). Pasca kemerdekaan Indonesia tahun 1945, setiap pemimpin bangsa Indonesia berusaha untuk menyeimbangkan harga beras. Di satu sisi pemerintah berusaha agar harga beras tetap rendah bagi konsumen dan di sisi lain memberikan pendapatan tinggi untuk petani padi. Pada awal tahun 1970, pemerintah orde baru banyak mengeluarkan anggaran untuk subsidi input, infrastruktur pertanian dan program lainnya untuk meraih swasembada beras. Pada masa ini, anggaran untuk menunjang produksi beras berasal dari penjualan minyak bumi dan pemerintah mendirikan Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk mengelola persediaan beras nasional.

Pasca krisis 1998, pemerintah Indonesia meliberalisasi perdagangan beras, memprivatisasi Bulog dan menghapuskan hambatan perdagangan. Sampai dengan tahun 2002 swasembada panngan Indonesia menurun, ketergantungan terhadap beras impor meningkat dan harga di tingkat konsumen dan produsen beras menjadi tidak stabil (Sari 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Resnia (2012) menyatakan bahwa pada periode 1999-2011 beras mengalami fluktuasi harga dengan nilai koefisien variasi sebesar 13.7 persen.

Sampai saat ini Bulog tidak lagi menguasai atau memonopoli perdagangan beras di Indonesia, sehingga harga beras di pasar domestik dapat dipengaruhi berbagai faktor. Bulog hanya diberi amanat untuk mengelola pengadaan dan persediaan beras jenis medium yang merupakan konsumsi utama masyarakat Indonesia.Harga beras medium memiliki tren yang terus meningkat (Gambar 1). Peningkatan harga ini jika terus dibiarkan akan menaikkan tingkat inflasi dan mengurangi daya beli masyarakat.

(17)

3

Sumber : Direktorat Bahan Pokok dan Barang Strategis (Bapokstra) Kementerian Perdagangan (2014)

Gambar 1 Pergerakan harga beras medium nasional periode Jan 2013 – Des 2014 Ditinjau dari sisi stabilitas harga, cabai rawit merah merupakan komoditas yang mempunyai stabilitas harga paling rendah dengan koefisien variasi sebesar 43.01 persen, dibandingkan dengan cabai merah besar dengan nilai 22.04 persen, cabai keriting sebesar 26.28 persen dan cabe rawit hijau sebesar 27.28 persen (Bappenas 2013). Cabai bisa dikonsumsi secara langsung oleh rumah tangga atau digunakan sebagai bahan baku untuk industri makanan dalam bentuk cabai bubuk dan cabai kering. Di Indonesia, konsumsi cabai sebagian besar masih dalam bentuk cabai segar. Bawang merah merupakan jenis rempah-rempah yang disukai masyarakat Indonesia yang biasa digunakan sebagai bumbu masakan untuk menambah kelezatan suatu hidangan, atau pelengkap dari suatu makanan serta bisa juga dipakai untuk pengobatan. Sama seperti cabai, harga bawang merah juga cenderung meningkat (Gambar 2).

Pemerintah tidak mempunyai badan khusus untuk mengintervensi pasar dalam rangka stabilisasi harga cabai dan bawang merah. Pemerintah menggunakan kebijakan stabilisasi yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan. Koordinasi antara kedua kementerian teknis ini dalam pengambilan kebijakan sangat berperan penting dalam stabilisasi harga di pasar.

(18)

4 .

Sumber : Direktorat Bapokstra, Kemendag (2014)

Gambar 2 Pergerakan harga cabai dan bawang merah nasional periode Jan 2013 – Des 2014

Namun ternyata kebijakan impor untuk cabai rawit dan bawang merah terus dilakukan setiap tahun dan jumlahnya terus meningkat dari tahun 2006 s.d 2012, sehingga pemerintah sempat mengeluarkan kebijakan untuk membatasi pintu masuk produk hortikultura berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 60 tahun 2012 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 30 tahun 2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura. Peraturan ini membatasi pintu masuk produk impor hanya pada empat pintu masuk yaitu Bandara Soekarno Hatta, Tanjung Perak, Belawan dan Makassar.

Kebijakan ini ternyata digugat oleh Amerika Serikat (AS) ke World Trade Organization (WTO), karena dianggap merugikan ekspor AS. Gugatan AS ini akhirnya menyebabkan Kementerian Perdagangan merevisi aturan impor hortikultura melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16 tahun 2013 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura yang intinya menghilangkan aturan tentang pintu masuk produk impor dan menggunakan harga referensi atau paritas untuk melakukan impor hortikultura. Harga referensi impor untuk cabai rawit merah adalah Rp 28.000/kg dan bawang merah Rp 25.700/kg, yang berarti bahwa pemerintah dapat membuka kran impor jika harga komoditas tersebut di pasaran melebihi harga referensi.

Namun kebijakan tentang harga referensi impor ini menjadi bahan kritikan dari beberapa pihak antara lain para petani cabai dan bawang merah yang menilai bahwa keputusan tentang besaran harga referensi ini tidak berdasarkan pertimbangan dari daerah produsen utama cabai dan bawang merah. Pemerintah seharusnya meminta masukan dan berdiskusi dengan mereka tentang besaran harga referensi. Selain itu timbul juga pertanyaan mengenai dasar perhitungan yang digunakan dalam penetapan besaran harga referensi serta kapan dan dimana lokasi pasar yang akan digunakan untuk memutuskan pembukaan kran impor.

(19)

5

Dari sisi perdagangan dalam negeri yang perlu mendapat perhatian adalah pada fungsi pasar sebagai lembaga yang sangat penting dalam sistem distribusi komoditas tersebut di pasar. Kemampuan dalam pengendalian terhadap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap distribusi komoditas pangan disinyalir dapat mengurangi tekanan inflasi yang berasal dari komoditas pangan (Prastowo et al. 2008). Salah satu domain yang perlu diperhatikan dalam aliran komoditas pertanian adalah pasar induk atau pusat distribusi suatu komoditas. Pusat distribusi atau pasar induk adalah tempat yang berfungsi sebagai penyangga komoditas utama untuk menunjang kelancaran arus barang baik antar kabupaten/kota maupun antar provinsi untuk tujuan pasar dalam negeri dan atau luar negeri.

Distribusi beras, cabai dan bawang merah melibatkan dua pasar induk utama yaitu Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) dan Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ). Kedua pasar tersebut memiliki jumlah pasokan dan volume transaksi yang sangat besar sehingga sangat berperan dalam distribusi beras, cabai dan bawang merah tidak hanya untuk di Jakarta tapi juga ke berbagai daerah dan pulau di Indonesia. Salah satu fungsi pasar adalah menetapkan nilai atau harga dan demikian juga yang terjadi pada Pasar Induk Kramat Jati dan Pasar Induk Cipinang.

Tingkat harga yang terjadi di pasar akan dipengaruhi oleh biaya yang dikeluarkan oleh pedagang, kompetisi di pasar dan nilai kesediaan membayar konsumen (Willingness To Pay/WTP). Nilai wtp konsumen merupakan harga maksimum yang bersedia dibayarkan oleh konsumen karena terkendala anggaran atau harga minimum yang bersedia dibayarkan karena ragu terhadap kualitas komoditas jika harganya lebih rendah daripada harga minimum (Le Gall Ely 2009). Nilai WTP ini menggambarkan tingkat harga psikologis yang terjadi di pasar pada waktu tertentu dan dapat diestimasi dengan melakukan survey pada konsumen

Perumusan Masalah

Seperti diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014, pemerintah berkewajiban untuk menyediakan bahan pangan bagi seluruh rakyat dengan harga yang terjangkau dan stabil. Gejolak dan kenaikan harga yang cenderung terjadi setiap tahunnya akan sangat berpengaruh terhadap daya beli masyarakat khususnya masyarakat berpenghasilan rendah. Masyarakat akan semakin sulit untuk menjangkau tingkat harga komoditas pangan ini. Hal ini akan berdampak pada kesulitan masyarakat dalam memenuhi bidang lain seperti kesehatan dan pendidikan (Ahsan et al. 2012).

(20)

6

Kebijakan ini ternyata digugat oleh Amerika Serikat (AS) ke World Trade Organization (WTO), karena dianggap merugikan ekspor AS. Gugatan AS ini akhirnya menyebabkan Kementerian Perdagangan merevisi aturan impor hortikultura melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16 tahun 2013 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura yang intinya menghilangkan aturan tentang pintu masuk produk impor dan menggunakan harga referensi atau paritas untuk melakukan impor hortikultura. Harga referensi impor adalah suatu tingkat harga dimana impor tidak boleh dilakukan jika harga domestik masih berada dibawah tingkat harga ini (UNCTAD 2012)

Penetapan harga referensi ini masih menggunakan pendekatan biaya produksi dan distribusi dari sisi produsen yang besarannya masih dipertanyakan apakah dapat meningkatkan kesejahteraan petani selaku produsen. Sementara dari sisi konsumen, dengan semakin bertambahnya jumlah pendapatan masyarakat Indonesia maka kecenderungan harga psikologis konsumen juga akan meningkat. Harga psikologis konsumen merupakan harga maksimum yang rela dibayarkan oleh konsumen untuk memperoleh suatu barang/jasa dengan kualitas yang baik (Le Gall Ely 2009), konsep ini dapat diperkirakan dengan menghitung nilai wtp konsumen.

Selain tentang impor, pemerintah juga seharusnya memperhatikan tentang jumlah pasokan dan stok yang ada di pasar. Kelancaran pasokan dan jumlah stok yang aman di pasar akan dapat menjaga stabilitas harga komoditas pangan. Nilai kurs dan harga internasional juga perlu dimasukkan sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi harga di pasar.

Berdasarkan paparan di atas, rumusan masalah yang akan dikaji oleh penulis adalah :

1. Apakah jumlah pasokan, nilai tukar, volume impor, harga internasional dan stok berpengaruh terhadap harga beras, cabai rawit dan bawang merah?

2. Berapa harga psikologis konsumen untuk beras, cabai rawit dan bawang merah?

Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga beras, cabai rawit dan bawang merah.

2. Mengestimasi harga psikologis untuk beras, cabai rawit dan bawang merah. 3. Memberikan rekomendasi kebijakan stabilisasi harga pangan.

Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini antara lain:

1. Pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan untuk menyusun kebijakan stabilisasi harga beras, cabai dan bawang merah.

2. Petani dan pedagang, hasil penelitian ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sumber informasi mengenai harga beras, cabai dan bawang merah.

3. Peneliti, hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan masukan bagi penelitian selanjutnya yang lebih mendalam dan luas cakupannya.

(21)

7 Ruang Lingkup Penelitian

Untuk menganalisis hubungan antara harga cabai dan bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati dengan jumlah pasokan, nilai tukar, volume impor dan harga internasional digunakan data deret waktu bulanan dari bulan Januari tahun 2006 sampai dengan Desember 2013. Sedangkan untuk komoditas beras menggunakan variabel yang sama pada Pasar Induk Beras Cipinang dengan menambahkan variabel jumlah stok, dengan data deret waktu dari bulan Januari 2007 sampai dengan Desember 2013.

Untuk mengukur harga psikologis pasar akan digunakan analisis wtp yang dilakukan melalui kuesioner yang diisi oleh konsumen di Pasar Induk Kramat Jati dan Pasar Induk Beras Cipinang. Beras yang dimaksud dalam penelitian ini adalah beras medium yang merupakan jenis beras yang paling banyak diperdagangkan di Indonesia, dan cabai adalah dari jenis cabai rawit merah yang mempunyai koefesien variasi terbesar dibandingkan dengan jenis cabai yang lain sehingga harga cabai rawit merah adalah yang paling tidak stabil.

.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Teori Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Pangan

Fluktuasi harga komoditas pada dasarnya terjadi akibat ketidakseimbangan antara kuantitas penawaran dan kuantitas permintaan yang dibutuhkan konsumen. Jika terjadi kelebihan penawaran maka harga komoditas akan turun, sebaliknya harga komoditas akan naik jika terjadi kekurangan penawaran. Untuk komoditas pertanian yang tergantung pada musim, maka fluktuasi harga pada saat musim panen dan paceklik akan terjadi.

Ketidakstabilan harga tersebut, dapat memukul produsen pada musim panen dan sebaliknya memberatkan konsumen pada musim paceklik. Disamping itu juga akan berakibat pada kondisi makroekonomi khususnya peningkatan inflasi. Menurut Blein dan Longo (2009), fluktuasi harga pangan domestik dapat disebabkan oleh faktor-faktor berikut :

1. Faktor alam, seperti cuaca, iklim dan musim

2. Berkurangnya jumlah persediaan, khususnya di tingkat rumah tangga dan masyarakat

3. Tidak adanya organisasi produsen (petani) dalam rantai pemasaran 4. Tidak terjadinya integrasi pasar.

(22)

8

Selain itu, komoditas pertanian juga mempunyai ciri mudah rusak (perishable) dan memakan ruang (bulkyness), sehingga rantai distribusi produk ini harus dapat dibuat sependek mungkin. Semakin panjang rantai distribusi maka kualitas produk akan berkurang dan harga semakin mahal di tingkat konsumen. Salah satu lembaga yang berperan penting dalam rantai distribusi adalah keberadaan sarana distribusi perdagangan. Dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 48 Tahun 2013 Sarana Distribusi Perdagangan adalah sarana berupa pasar tradisional dan pusat distribusi yang mendukung kelancaran arus barang dan/atau /jasa. Pusat distribusi ini kita kenal juga dengan istilah pasar induk. Pasar induk adalah tempat yang berfungsi sebagai penyangga komoditas utama untuk menunjang kelancaran arus barang baik antarkabupaten/kota, maupun antar provinsi untuk tujuan pasar dalam negeri dan/atau pasar luar negeri. Kondisi fisik pasar dan sarana pendukungnya dalam keadaan yang baik akan mampu mempercepat kelancaran proses distribusi.

Aliran informasi, struktur dan perilaku pedagang di pasar juga akan mempengaruhi pembentukan harga komoditas. Informasi tentang jenis, kualitas dan waktu suatu komoditas dibutuhkan oleh konsumen akan sangat bermanfaat bagi petani dalam perencanaan produksi. Struktur pasar berdampak juga pada penetapan harga, selama ini petani dalam memasarkan komoditasnya berhadapan dengan struktur pasar oligopsoni sementara konsumen akhir berhadapan dengan pasar oligopoli. Hal ini akan berdampak pada kerugian di pihak petani dan konsumen sementara para pedagang lebih banyak menikmati keuntungan.

Kebijakan Stabilisasi Harga

Kebijakan stabilisasi harga dapat didefinisikan sebagai usaha-usaha untuk memperbaiki keseimbangan antara penawaran dan permintaan agregat dalam perekonomian, dengan tujuan untuk mengurangi inflasi dan memperkuat posisi neraca pembayaran internasional (Crockett 1981). Usaha-usaha yang dilakukan dapat berupa kebijakan fiskal dan moneter atau kombinasi antara keduanya. Penerapan kebijakan stabilisasi di negara-negara berkembang harus mempertimbangkan karakteristik perekonomian negara-negara tersebut, antara lain :

1. Rendahnya derajat subsitutabilitas antara output dalam negeri dan ouput luar negeri

2. Kecilnya kekuatan pasar (daya saing)

3. Pasar uang yang belum berkembang (untuk menarik kapital luar negeri) Secara garis besar menurut Rashid (2007), kebijakan stabilisasi harga pangan dapat dikelompokkan sebagai berikut :

a. Non Market Based Options 1. Harga Dasar dan Harga Atas

Dilaksanakan dengan cara menetapkan harga dasar (floor price) dan harga atas (ceiling price) yang dikombinasikan dengan cadangan/stok dan operasi pasar jika terjadi lonjakan harga yang tajam

2. Cadangan Pangan Strategis

(23)

9 3. Pajak Ekspor dan Tarif Impor

Dilakukan dengan menetapkan besaran pajak ekspor dan tarif impor sesuai dengan produksi domestik dan kondisi di pasar.

4. Kerjasama dengan swasta

Bentuknya adalah dengan kerjasama antara pemerintah dengan swasta, dimana pihak swasta dapat menggunakan gudang pemerintah dengan harga yang disubsidi.

b. Market Based Options 1. Sistem Resi Gudang

Petani atau pedagang membawa hasil pertanian mereka ke gudang dan kemudian mendapat resi/tanda bukti, dimana resi ini dapat digunakan sebagai jaminan untuk mendapat pinjaman uang di bank.

2. Bursa Berjangka Komoditi

Penjual dan pembeli menyepakati pertukaran di masa depan atas sejumlah hasil pertanian dengan sejumlah uang tertentu.

3. Asuransi Indeks Cuaca

Metode ini bukan hanya sekedar untuk menstabilkan harga namun juga dapat memitigasi kerugian akibat perubahan cuaca. Caranya adalah pemerintah menjual polis asuransi dengan harga subsidi kepada para petani. Jika indeks cuaca turun pada tingkatan tertentu maka petani akanmendapat bayaran sebagai kompensasi gagal panen.

4. Bursa Berjangka Internasional

Membutuhkan partisipasi yang besar oleh petani, pedagang atau lembaga perantara (misal organisasi petani dan importir) serta pemerintah. Cara ini berhasil diterapkan di Ghana (coklat) dan Guatemala (kopi).

Selain kebijakan di atas, pemerintah juga dapat mengembangkan pasar lelang untuk membantu para petani kecil dalam memasarkan hasil pertaniannya. Para petani kecil akan menghadapi tantangan yang sangat berat kedepannya, antara lain kompetisi pasar, fluktuasi harga dan kenaikan harga input. Mereka akan sulit dalam memasarkan hasil pertaniannya, namun keberadaan pasar lelang akan mempertemukan petani dengan para pembeli (ritel, distributor, grosir) secara langsung dimana terjadi transfer kepemilikan produk melalui mekanisme dimana petani masih mempunyai kekuatan untuk mengendalikan harga produknya. Selain itu, pasar lelang juga berfungsi dalam memelihara kualitas, kemasan, transportasi dan metode pembayaran suatu produk (Tourte and Gaskell 2004).

Kebijakan Nasional Perberasan dan Hortikultura

Kebijakan nasional perberasan di Indonesia sejak tahun 1967 dapat dibagi menjadi tiga fase (Sari 2010), yaitu :

1. Periode 1967-1996

(24)

10

2. Periode 1997-2001

Pada masa ini pemerintah Indonesia meliberalisasi pasar beras, memprivatisasi Bulog dan menghapuskan hambatan perdagangan. Semua ini dilakukan oleh pemerintah atas desakan World Bank dan International Monetary Fund (IMF) yang memaksa pemerintah menandatangani surat perjanjian (Letter of Intent/LOI) sebagai usaha untuk keluar dari dampak krisis ekonomi asia. Hal ini menyebabkan ketergantungan terhadap impor pangan meningkat dan harga di tingkat produsen dan konsumen menjadi tidak stabil.

3. Periode 2001-Sekarang

Secara bertahap pemerintah kembali mengendalikan pasar beras dalam negeri namun dengan berbagai modifikasi dibandingkan dengan masa sebelum liberalisasi. Kebijakan ini diambil karena dampak negatif liberalisasi pasar terhadap harga di tingkat produsen dan konsumen beras. Kebijakan terdahulu yaitu Harga Dasar Gabah (HDG) diganti dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP).

Sejak tahun 2003, status Bulog berubah dari Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) menjadi Perusahaan Umum (Perum) atau yang sekarang dikenal dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Masalah bisa muncul karena terjadi kontradiksi dalam diri Bulog sebagai lembaga yang harus mengemban peran sosial dan sekaligus juga komersial. Kondisi ini juga bisa menciptakan peluang bagi maraknya praktik manipulasi dan inefisiensi untuk tujuan mendapatkan untung pribadi dan perusahaan. Selain itu, pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1109/M-DAG/8/2007 tertanggal 30 Agustus 2007, menyerahkan kekuasaan kepada Bulog untuk mengatur tata niaga perberasan nasioanl.

Seiring dengan semakin bertambahnya kerjasama bilateral dan regional antara Indonesia dengan negara-negara lain maka kebijakan perdagangan juga memegang peranan penting dalam stabilisasi harga pangan domestik. Komoditi beras termasuk dalam kelompok sensitive list dalam perundingan-perundingan perdagangan, artinya pemerintah masih membatasi impor beras melalui berbagai instrument dalam rangka stabilisasi harga di tingkat produsen dan konsumen.

(25)

11 Upaya terkini yang dilakukan pemerintah untuk menekan impor adalah dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 30 tahun 2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura, yang membatasi pintu masuk produk impor hanya pada empat pintu masuk yaitu Bandara Soekarno Hatta, Tanjung Perak, Belawan dan Makassar.Kebijakan ini ternyata digugat oleh Amerika Serikat (AS) ke World Trade Organization (WTO), karena dianggap merugikan ekspor AS. Gugatan AS ini akhirnya menyebabkan Kementerian Perdagangan merevisi aturan impor hortikultura melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16 tahun 2013 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura yang intinya menghilangkan aturan tentang pintu masuk produk impor dan menggunakan harga referensi atau paritas untuk melakukan impor hortikultura

Dengan peraturan baru ini importasi komoditas cabai dan bawang merah segar untuk konsumsi akan dilakukan dengan menggunakan pendekatan harga referensi. Ringkasnya, jika harga cabai dan bawang merah berada di bawah harga referensi, maka impor tidak akan dilakukan sampai harga kembali mencapai harga referensi. Sebaliknya jika harga telah melampaui harga referensi, maka akan dipertimbangkan untuk importasi guna memastikan kecukupan pasokan di pasar. Dalam implementasinya harga referensi akan ditetapkan oleh Tim Pemantau Harga Produk Hortikultura yang anggotanya dibentuk oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan dan terdiri dari unsur instansi terkait. Harga referensi bawang merah ini dapat dievaluasi sewaktu-waktu oleh Tim Pemantau Harga tersebut.

Kebijakan harga referensi impor ini sesungguhnya adalah suatu bentuk Non Tariff Measures (NTM) yang diklasifikasikan dalam jenis Price Control Measures, Including Additional Taxes and Charges. NTM adalah suatu kebijakan selain tarif yang berpotensi mempunyai pengaruh dalam perdagangan barang baik dari sisi harga ataupun kuantitas yang diperdagangkan. Kebijakan ini bermaksud untuk melindungi produsen dan konsumen dalam negeri.

Dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan tariff atau NTM dapat diketahui dengan pendekatan teori ekonomi kesejahteraan (welfare economics) yaitu dengan konsep pengukuran surplus konsumen dan surplus produsen. Surplus konsumen dapat didefinisikan sebagai sejumlah uang yang bersedia dibayarkan oleh pembeli dari mengkonsumsi suatu barang dikurangi dengan sejumlah uang yang sebenarnya dibayarkan. Surplus produsen adalah sejumlah uang yang diterima oleh produsen dari suatu produk yang dihasilkannya dikurangi dengan biaya yang digunakan untuk memproduksi barang itu (Mankiw 2001).

Willingness to Pay (WTP)

(26)

12

Dalam operasionalnya, survei SP dapat dilakukan dengan metode Contingent Valuation (CV) atau sering juga disebut sebagai wtp survey, yang secara langsung dapat memperoleh nilai-nilai wtp dari konsumen.Pendekatan dasar dari metode CV adalah menjelaskan suatu skenario kebijakan tertentu secara hipotetik yang dituangkan dalam suatu kuesioner, dan kemudian ditanyakan atau diserahkan kepada konsumen untuk mengetahui wtp yang sebenarnya dari suatu barang atau jasa tertentu. Menurut Pattanayak et al. (2006), ada dua manfaat melakukan survei CV, yaitu dapat memperoleh opini dan preferensi konsumen terhadap suatu barang atau jasa secara langsung serta merupakan bentuk eksperimen lapangan yang praktis.

Konsep wtp awalnya digunakan pada bidang lingkungan untuk menghitung nilai keberadaan (existence value) dari suatu barang (Portney 1994), kemudian terus berkembang ke bidang ekonomi, pemasaran dan penentuan harga suatu barang/jasa (Lipovetsky et al. 2011). Menurut Le Gall Elly (2009), nilai wtp konsumen tidak hanya dipengaruhi oleh pendapatan konsumen, tetapi juga faktor eksternal antara lain kualitas, merk, promosi, cara pembayaran dan juga tingkat harga ekstrim yang pernah terjadi pada produk tersebut.

Tinjauan Empiris

Penelitian-penelitian tentang ketahanan pangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi harga pangan telah banyak dilakukan antara lain oleh Ahsan, Iftikhar dan Kemal (2011) yang meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi harga pangan di Pakistan dengan menggunakan metode Error Correction Model (ECM) dan Autoregressive Distributed Lag (ARDL). Berdasarkan model yang dikembangkan, variabel pendapatan perkapita, output pertanian, subsidi pertanian, money supply dan harga pangan dunia merupakan faktor penting penentu perubahan harga di Pakistan. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah faktor yang paling mempengaruhi harga di Pakistan adalah money supply. Dalam jangka panjang, pemberian subsidi akan mampu menurunkan harga walau pengaruhnya sangat kecil, sedangkan harga pangan dunia mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perubahan harga di Pakistan.

(27)

13 Minot (2011) meneliti tentang dampak perubahan harga dunia pada sebelas negara di sub sahara Afrika dengan menggunakan data harga 60 komoditas dari sebelas negara tersebut. Setelah memperhatikan trend harga pada tahun 2007-2008, peneliti menggunakan Error Correction Model (ECM) untuk mengetahui transmisi harga dunia kepada negara-negara di sub sahara afrika. Hasilnya adalah harga pangan di kawasan ini naik sebesar 63 persen antara tahun pertengahan 2007 dan 2008. Komoditas beras Afrika lebih terpengaruh oleh harga dunia dibandingkan dengan jagung.Respon kebijakan dan faktor lokal diduga memperburuk kenaikan harga di kawasan ini. Disarankan agar kawasan ini melakukan investasi di bidang pertanian, menerapkan kebijakan yang lebih baik, memfasilitasi perdagangan bahan pangan, dan diversifikasi pangan pokok.

Gouel dan Jean (2012) meneliti tentang kebijakan yang diambil oleh negara-negara berkembang dalam menghadapi lonjakan harga pangan. Dalam penelitian diasumsikan negara adalah small open developing country dimana pemerintah dapat mengintervensi harga pangan dengan kebijakan perdagangan dan kebijakan stok pangan dalam kondisi pasar yang tidak lengkap. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan perdagangan (pajak ekspor dan subsidi impor) dan stok pangan dapat mencegah terjadinya lonjakan harga. Namun jika kebijakan stok hanya berdiri sendiri, maka tidak akan efektif dalam mencegah lonjakan harga, karena dalam small open economy lonjakan harga lebih disebabkan oleh tingginya harga dunia, dan ketika harga dunia tinggi maka stok yang ada akan dijual ke pasar dunia.

Hubungan antara lonjakan harga dan perubahan stok pangan diteliti oleh Wiggins dan Keats (2009). Dalam kesimpulannya mereka menyatakan bahwa stok mencerminkan produksi dan konsumsi pada periode waktu yang berdekatan, jadi penurunan rasio stok berarti terjadi pergerakan pada kurva penawaran dan permintaan serta cenderung akan menaikkan harga. Ketika stok sudah mencapai batasnya atau sudah habis maka penyesuaian pasar dalam jangka pendek terhadap guncangan permintaan dan penawaran akan ditransmisikan seluruhnya pada perubahan harga. Banyak analis yang menilai bahwa kurangnya stok merupakan penyebab fundamental terjadinya lonjakan harga pangan tahun 2007-2008. Untuk mengatasi masalah ini ada beberapa usulan yang disampaikan antara lain dengan memberikan bantuan pangan internasional melalui World Food Programme (WFP), pembentukan cadangan pangan nasional dan regional, penertiban administrasi tentang jumlah stok pangan di setiap negara dan mendorong peran yang lebih besar pada lembaga-lembaga dunia seperti WTO, FAO dan IMF.

(28)

14

Penelitian di Indonesia dilakukan oleh Ilham (2006) yang mencoba mengukur efektivitas kebijakan harga pangan terhadap ketahanan pangan dan dampaknya pada stabilitas ekonomi makro. Analisis dilakukan dengan metode Vector Error Correction Model (VECM) dengan menggunakan data deret waktu dari tahun 1975 s.d 2004. Hasil penelitiannya adalah pangsa pengeluaran pangan layak dijadikan indikator ketahanan pangan dan berdasarkan indikator tersebut hasil pembangunan selama ini lebih dinikmati penduduk berpendapatan tinggi dibandingkan dengan penduduk berpendapatan sedang dan rendah. Selain itu, kebijakan harga pangan tidak berpengaruh terhadap konsumsi energi dan protein dan ketersediaan di tingkat nasional tidak menjamin akses pangan penduduk. Kebijakan harga pangan mengakibatkan stagflasi ekonomi namun tidak menyebabkan peningkatan pengangguran dan instabilitas pada perekonomian makro.

Penelitian Willingness To Pay (WTP) antara lain dilakukan oleh Bernard dan Mitra (2007) yang mengkaji kesediaan membayar produk eco-labelling di Amerika Serikat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hanya 13 persen responden bersedia membayar 10 persen di atas harga premium, sedangkan sekitar 27 persen responden tidak bersedia membayar harga yang lebih tinggi untuk produk yang lebih ramah lingkungan.

Berges dan Casellas (2009) melakukan penelitian tentang willingness to pay komoditas susu dengan kualitas tertentu di kota Mar del Plata, Argentina. Metode yang digunakan adalah Contingent Valuation dengan kesimpulan bahwa WTP untuk susu yang berkualitas adalah relatif rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai WTP akan semakin meningkat jika konsumen mengetahui tentang informasi kualitas susu dan membaca label.

Ameriana (2006) menganalisis WTP konsumen terhadap tomat yang aman dari residu pestisida, hasil penelitian menunjukkan bahwa tomat aman residu pestisida mempunyai peluang pasar yang cukup baik dengan 59.26 persen responden bersedia membayar premium untuk tomat tersebut. Kesediaan konsumen untuk membayar premium dipengaruhi oleh faktor-faktor umur, jumlah anggota keluarga, pengeluaran keluarga, kepedulian konsumen serta keyakinan konsumen terhadap produk.

Nurlatifah (2011) meneliti tentang determinan ketahanan pangan rumah tanggga di Jawa Timur dengan salah satunya menggunakan model logistik menyimpulkan bahwa usia dan pendidikan kepala rumah tangga dan jumlah anggota keluarga berpengaruh signifikan pada ketahanan pangan rumah tangga di Jawa Timur. Kahar (2010) meneliti pola konsumsi dan keterkaitannya dengan karakteristik sosial ekonomi di Provinsi Banten menyimpulkan bahwa jumlah pendapatan, tingkat pendidikan dan jumlah anggota keluarga berpengaruh signifikan dalam pola konsumsi masyarakat

(29)

15

Kerangka Pemikiran Penelitian

Beras, cabai rawit dan bawang merah merupakan komoditas pangan yang dibutuhkan masyarakat Indonesia setiap harinya. Tugas pemerintah adalah menjamin ketersediaan, keterjangkauan dan stabilitas harga komoditas ini di pasar. Terdapat banyak alternatif kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah untuk tujuan tersebut, misalnya dalam jangka pendek pemerintah dapat melakukan kegiatan impor. Namun jika dilakukan terus-menerus, impor dapat merugikan para petani lokal karena barang impor biasanya sudah mendapat bantuan subsidi dari negara asalnya.

Pemerintah telah mengeluarkan peraturan tentang harga referensi impor khusus untuk cabai rawit dan bawang merah. Sementara untuk beras, kebijakan impor beras meidum sepenuhnya dimonopoli oleh Bulog. Terdapat kritikan terhadap besarnya nilai harga referensi impor untuk cabai rawit dan bawang merah yang dinilai masih terlalu rendah dan cenderung akan merugikan petani.

Harga referensi seharusnya tidak hanya berpatokan pada biaya-biaya yang dikeluarkan petani, tetapi juga memperhitungkan kerelaan membayar (willingness to pay) konsumen. Penelitian Nurlatifah (2011) menunjukkan bahwa faktor demografi seperti usia, pendidikan dan jumlah anggota keluarga berpengaruh signifikan terhadap permintaan pangan rumah tangga. Selain itu, penelitian Kahar (2010) juga menyimpulkan bahwa jumlah pendapatan, tingkat pendidikan dan jumlah anggota keluarga dapat meningkatkan konsumsi masyarakat. Determinan usia, jumlah pendapatan, tingkat pendidikan dan jumlah anggota keluarga dapat digunakan sebagai variabel penjelas nilai wtp yang dapat digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi wtp konsumen.

Selain impor, pemerintah juga dapat merumuskan kebijakan yang terkait dengan jumlah stok dan pasokan di pasar. Penelitian Serra dan Gill (2012) menunjukkan bahwa jumlah stok dapat menstabilkan tingkat harga komoditas di pasar. Variabel harga internasional dan volume impor juga penting untuk dikaji untuk mengetahui pengaruhnya terhadap tingkat harga di pasar (Cinthia S 2013). Nilai kurs adalah faktor yang penting dalam perdagangan internasional. Perubahan nilai kurs akan menyebabkan perubahan pada harga impor sehingga akan mempengaruhi harga barang dan jasa domestik yang dikonsumsi masyarakat. Penelitian Achsani dan Nababan (2008) menunjukkan bahwa nilai kurs mempunyai pengaruh terhadap Indeks Harga Konsumen khususnya kelompok bahan makanan.

(30)

16

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Penelitian

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan tinjauan teoritis dan penelitian-penelitian terdahulu, hipotesis yang dirumuskan adalah sebagai berikut :

1. Terdapat hubungan negatif antara harga di Pasar Cipinang dan Pasar Kramat Jati dengan variabel jumlah stok, pasokan, dan volume impor. 2. Terdapat hubungan positif antara harga di Pasar Cipinang dan Pasar

Kramat Jati dengan variabel harga internasional dan nilai kurs.

3. Nilai wtp konsumen lebih besar daripada harga referensi impor cabai rawit dan bawang merah

4. Terdapat hubungan positif antara besarnya nilai wtp dengan usia, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan jumlah anggota keluarga konsumen.

Krisis Pangan Dunia

Ketahanan Pangan Indonesia

Fluktuasi dan Lonjakan Harga

Harga Referensi Impor Faktor-faktor yang mempengaruhi

harga di pasar

Analisis VECM

(harga di pasar, pasokan, stok, nilai tukar, volume impor, harga

internasional)

Estimasi Willingness To Pay (WTP)

(Usia, Pendapatan, Pendidikan, Jumlah Keluarga)

(31)

17

3

METODE

Jenis dan Sumber Data

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pasar Induk Kramat Jati dan Pasar Induk Beras Cipinang yang terletak di Jakarta Timur. Pemilihan lokasi ini dilakukandengan pertimbangan bahwa harga yang terjadi di kedua pasar ini dapat dijadikan acuan harga untuk tingkat nasional, selain itu volume perdagangan yang sangat besar juga menempatkan kedua pasar ini sebagai pusat distribusi antarpulau yang sangat vital dalam rantai pasok bahan pangan. Pengambilan data responden dilakukan pada bulan April-Mei 2014.

Metode Penentuan Sampel

Penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode

non-probability sampling technique, dimana tidak semua anggota populasi konsumen

di Pasar Cipinang dan Kramat Jati mempunyai peluang atau kemungkinan yang sama untuk menjadi responden (Juanda 2009). Teknik yang digunakan adalah judgemental sampling, yaitu responden dipilih berdasarkan pertimbangan dari pengelola pasar yang sudah mengetahui keadaan pasar.

Responden merupakan konsumen reguler yang berdomisili di Jakarta dan dengan mempertimbangkan keterbatasan biaya dan waktu penelitian serta saran dari pengelola pasar, jumlah responden yang diambil berjumlah 60 orang yang terdiri dari 20 orang untuk masing-masing komoditas. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode survei. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner dengan pertanyaan tertutup.

Data Sekunder

Untuk menganalisis hubungan harga cabai rawit dan bawang merah di Pasar Kramat jati dengan jumlah pasokan, nilai tukar, volume impor dan harga internasional digunakan data deret waktu dari bulan Januari 2006 sampai dengan Desember 2013. Sedangkan untuk komoditas beras data deret waktu dari bulan Januari 2007 sampai dengan Desember 2013. Khusus untuk beras akan ditambah dengan variabel jumlah stok. Data sekunder berasal dari institusi pemerintah dan situs resmi internet seperti terlihat dalam Tabel 2.

Tabel 2 Variabel dan sumber data sekunder dalam penelitian

No Nama Varibel Simbol Sumber

1. Harga Beras di Pasar Cipinang HBC Pengelola Pasar

2. Harga Cabai Rawit Merah di Pasar

Kramatjati

HCK Pengelola Pasar

3. Harga Bawang Merah di Pasar

Kramatjati

HBK Pengelola Pasar

4. Jumlah Pasokan JP Pengelola Pasar

5. Jumlah Stok JS Pengelola Pasar

6. Volume Impor VI Badan Pusat Statistik

7. Nilai Kurs NK Bank Indonesia

(32)

18

Metode Analisis Analisis Vector Error Correction Model (VECM)

VECM adalah model Vector Auto Regressive (VAR) terestriksi yang digunakan untuk variabel yang non stasioner tetapi memiliki potensi untuk terkointegrasi. Setelah dilakukan pengujian kointegrasi pada model yang digunakan maka dianjurkan untuk memasukkan persamaan kointegrasi ke dalam model yang digunakan. Oleh karena itu VECM sering disebut sebagai desain VAR bagi series non stasioner yang memiliki hubungan kointegrasi. Dengan demikian, dalam VECM terdapat speed of adjustment dari jangka pendek ke jangka panjang.

Variabel yang akan diteliti adalah harga beras di Pasar Cipinang (HBC), harga cabai rawit merah (HKC) dan harga bawang merah (HKB) di Pasar Kramat jati, jumlah pasokan (JP), volume impor (VI), harga internasional (HI) dan nilai tukar/kurs (NK). Khusus untuk beras akan ditambah dengan variabel jumlah stok beras (JS) di Pasar Cipinang. Aplikasi untuk mengolah data dengan VECM pada penelitian ini menggunakan Eviews 6.0. Adapun spesifikasi model VECM secara umum adalah sebagai berikut (Firdaus, 2012) :

Δyt= μ0x+ μ1xt + Пxyt-1 + ∑ ik Δyt-1+ εt………. (1) Keterangan :

yt = Vektor yang berisi variabel yang dianalisis dalam penelitian μ0x = Vektor Intercept

μ1x = Vektor Koefisien Regresi t = Time Trend

Пx = αxβ’ dimana b’ mengandung persamaan kointegrasi jangka panjang yt-1 = Variabel in level

Гik = Matriks koefisien Regresi k-1 = ordo VECM dari VAR εt = Error Term

Model VECM masing-masing komoditas adalah sebagai berikut : 1. Beras

HBCt = JPt + HIt + NKt + VIt + JSt + εt ………. (2) 2. Cabai Rawit Merah

HCKt = JPt + HIt + NKt + VIt+ εt ………. (3) 3. Bawang Merah

(33)

19 Sebelum melakukan estimasi VAR maka ada beberapa tahapan yang harus dilakukan yaitu pengujian pra-estimasi. Pengujian-pengujian tersebut antara lain uji stasioneritas data, penentuan lag optimal, uji stabilitas, dan uji kointegrasi.

Uji Stasioneritas Data Data ekonomi time series pada umumnya bersifat stokastik atau memiliki tren yang tidak stasioner artinya data tersebut mengandung akar unit. Untuk dapat mengestimasi suatu model dengan menggunakan data tersebut maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah uji stasioneritas data atau dikenal dengan unit root test. Uji akar unit akan dilakukan dalam penelitian ini dengan menggunakan Augmented Dickey Fuller (ADF). Jika nilai t-statistik ADF lebih kecil daripada τ tabel MacKinnon maka keputusannya adalah tolak H0 yang berarti bahwa tidak terdapat unit root sehingga dapat disimpulkan data deret waktu tersebut stasioner. Hal ini juga berlaku sebaliknya.

Penentuan Lag Optimal Tahap kedua yang harus dilakukan dalam membentuk model VAR yang baik adalah menentukan panjang lag (ordo) optimal. Penentuan lag optimal dalam analisis VAR sangat penting dilakukan karena variabel endogen dari variabel endogen dalam sistem persamaan akan digunakan sebagai variabel eksogen (Enders, 2004). Pengujian panjang lag optimal ini berguna untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sistem VAR. Dalam penelitian digunakan semua kriteria informasi untuk menentukan lag optimal. Model VAR diestimasi dengan lag yang berbeda-beda kemudian dibandingkan nilai kriterianya. Nilai lag yang optimum adalah nilai kriteria yang terkecil.

Uji Stabilitas Sebelum masuk pada tahapan analisis yang lebih jauh, hasil estimasi sistem persamaan VAR yang telah terbentuk perlu diuji stabilitasnya melalui VAR stability condition check yang berupa roots of characteristic polynomial terhadap seluruh variabel yang digunakan dikalikan jumlah lag dari masing-masing VAR. Stabilitas VAR perlu diuji karena jika hasil estimasi stabilitas VAR tidak stabil maka analisis IRF dan FEVD menjadi tidak valid. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, suatu sistem VAR dikatakan stabil jika seluruh akar atau roots-nya memiliki modulus lebih kecil dari satu.

Uji Kointegrasi (Johansen Cointegration Test) Uji kointegrasi bertujuan untuk menentukan apakah variabel-variabel yang tidak stasioner terkointegrasi atau tidak. Konsep integrasi dikemukan oleh Engel dan Granger (1987) sebagai kombinasi linear dari dua atau lebih variabel yang tidak stasioner akan menghasilkan variabel yang stasioner. Kombinasi linear ini dikenal dengan istilah persamaan kointegrasi dan dapat diinterpretasikan sebagai hubungan keseimbangan jangka panjang di antara variabel.Jika trace statistic > critical value, persamaan tersebut terkointegrasi.

Innovation Accounting

Impulse Response Function (IRF)

(34)

20

Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)

Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) adalah metode yang dapat dilakukan untuk melihat bagaimana perubahan dalam suatu variabel yang ditunjukkan oleh perubahan error variance dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya. Dalam metode ini dapat dilihat kekuatan dan kelemahan masing-masing variabel mempengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang. Jadi melalui FEVD dapat diketahui secara pasti faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi dari variabel tertentu

Analisis Willingnes To Pay (WTP)

Salah satu cara untuk mengukur WTP adalah dengan melakukan survey langsung ke responden dengan menggunakan pertanyaan terbuka, semi terbuka ataupun tertutup. Penelitian ini menggunakan pertanyaan tertutup yang langsung menanyakan nilai wtp konsumen. Untuk menghitung nilai rataan wtp tersebut akan menggunakan data yang diperoleh dari kuesioner dengan menggunakan formulasi sebagai berikut (Fauzi 2010) :

EWTP = ∑ ……… (5) Keterangan :

EWTP = Dugaan nilai rataan WTP (Rp) Wi = Nilai WTP ke-i (Rp)

Pfi = Frekuensi relatif i = Responden ke-i n = Jumlah responden Analisis Logit

Model logit digunakan untuk menguji apakah probabilitas terjadinya variabel terikat dapat diprediksi dengan variabel bebasnya. Model logit digunakan ketika variabel dependen adalah dua variabel kategorik. Analisis logit pada penelitian ini akan digunakan untuk menganalisis pengaruh usia, jumlah pendapatan, tingkat pendidikan dan jumlah anggota keluarga terhadap nilai wtp untuk beras, cabai rawit dan bawang merah.

Model logit diturunkan berdasarkan fungsi peluang logistik kumulatif yang dispesifikkan sebagai berikut :

(35)

21 Dengan menggunakan aljabar biasa, persamaan diatas dapat ditunjukkan menjadi

( )

= 1  = - 1 = =

……… (7)

Peubah Pi/(1-Pi) dalam persamaan diatas disebut odds, yang sering jugadiistilahkan dengan risiko atau kemungkinan, yaitu rasio peluang terjadi pilihan-1terhadap peluang terjadi pilihan-0. Nilai odds merupakan suatu indikator kecenderungan seseorang menentukan pilihan-1.

Jika persamaan diatas ditransformasi dengan logaritma natural, maka Zi= ln  ln = Zi = α + βXi……….. (8)

Persamaan ini menunjukkan bahwa salah satu karakteristik penting darimodel logit adalah bahwa model ini mentransformasikan masalah prediksipeluang dalam selang (0;1) ke masalah prediksi log odds tentang kejadian (Y=1)dalam selang bilangan riil, ~ ≤ logit (Pi) ≤ ~.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Faktor yang Mempengaruhi Harga Beras, Cabai Rawit dan Bawang Merah

Uji Stasioneritas Data

Metode pengujian yang dilakukan untuk melakukan uji stasioneritas data adalah uji Augmented Dicky Fuller Test dengan menggunakan taraf nyata lima persen. Jika nilai t-ADF lebih kecil dari nilai kritis Mackinon, maka dapat disimpulkan data yang digunakan adalah stasioner (tidak mengandung akar unit). Pengujian ini dilakukan pada level sampai dengan first difference. Hasil uji Stasioneritas data dapat dilihat pada Lampiran 1.

Dengan menggunakan taraf nyata 5 persen, maka untuk komoditas beras yang tidak stasioner adalah variabel harga internasional (HI), nilai kurs (NK) dan jumlah stok (JS). Sementara untuk Cabai merah yang tidak stasioner pada level adalah jumlah pasokan (JP), harga internasional (HI) dan nilai kurs (NK). Sedangkan untuk komoditas bawang merah yang tidak stasioner hanya variabel nilai kurs (NK). Setelah dilakukan pengujian dengan first difference, maka seluruh variabel telah stasioner.

Penentuan Selang Optimal (Optimum Lag)

(36)

22

Lag yang dipilih adalah model dengan nilai yang paling kecil, karena jika terlalu banyak panjang lag, akan mengurangi derajat bebas. Sehingga lag yang lebih kecil disarankan untuk dapat memperkecil spesifikasi error. Untuk komoditas beras menggunakan nilai AIC sebagai criteria lag optimal yaitu lag 2, sementara untuk cabai dan bawang merah menggunakan nilai SC sebagai nilai lag optimal yang dipilih yaitu lag 1 (Lampiran 2).

Pengujian Stabilitas VAR

Sebelum masuk pada tahapan analisis yang lebih jauh, hasil estimasi sistem persamaan VAR yang telah terbentuk perlu diuji stabilitasnya melalui VAR stability condition check yang berupa roots of characteristic polynomial terhadap seluruh variabel yang digunakan dikalikan jumlah lag dari masing-masing VAR. Stabilitas VAR perlu diuji karena jika hasil estimasi stabilitas VAR tidak stabil maka analisis IRF dan FEVD menjadi tidak valid. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, suatu sistem VAR dikatakan stabil jika seluruh akar atau roots-nya memiliki modulus lebih kecil dari satu. Pada penelitian ini, berdasarkan uji stabilitas VAR yang ditunjukkan pada Lampiran 3 dapat disimpulkan bahwa estimasi stabilitas VAR yang akan digunakan untuk analisis IRF dan FEVD telah stabil karena kisaran modulus kurang dari satu.

Pengujian Kointegrasi

Tujuan dari uji kointegrasi pada penelitian ini yaitu menentukan apakah grup dari variabel yang tidak stasioner pada tingkat level tersebut memenuhi persyaratan proses integrasi, yaitu dimana semua variabel telah stasioner pada derajat yang sama yaitu derajat 1, I(1). Berdasarkan hasil yang terlihat pada tabel 4 maka pengujian kointegrasi pada penelitian ini menggunakan metode uji kointegrasi dari Johansen Trace Statistic test.

Informasi jangka panjang diperoleh dengan menentukan terlebih dahulu rank kointegrasi untuk mengetahui berapa sistem persamaan yang dapat menerangkan dari keseluruhan sistem yang ada. Kriteria pengujian kointegrasi pada penelitian ini didasarkan pada trace statistic. Jika nilai trace statistic lebih besar daripada critical value 5 persen maka hipotesis alternatif yang menyatakan jumlah kointegrasi diterima sehingga dapat diketahui berapa jumlah persamaan yang terkointegrasi dalam sistem.

Pada Lampiran 4 dapat dilihat bahwa hasil uji Johansen pada beras menunjukkan terdapat minimal dua hubungan kointegrasi, sedangkan cabai dan bawang merah mempunyai minimal tiga hubungan kointegrasi, yaitu saat nilai Trace Statistic lebih besar daripada nilai kritisnya. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan jangka panjang antar variabel dalam model, sehingga model VAR dapat dikombinasikan dengan ECM menjadi VECM.

Hasil Estimasi VECM

(37)

23 Tabel 3 Faktor-faktor yang mempengaruhi harga beras

Ket: signifikan pada taraf nyata 5% = 1.96 Sumber : Lampiran 5

Variabel harga beras di Pasar Cipinang pada lag pertama berpengaruh positif pada taraf nyata lima persen sebesar 0.26. Artinya, jika terjadi kenaikan 1 persen harga cipinang pada 1 bulan sebelumnya, maka akan menaikkan harga beras cipinang sebesar 0.26 persen pada bulan sekarang. Peningkatan jumlah stok dalam jangka pendek juga akan menaikkan harga beras, nilai koefisien 0.01 dapat diinterpretasikan jika terjadi kenaikan 1 persen stok pada 1 bulan sebelumnya, maka akan menaikkan harga beras di Pasar Cipinang sebesar 0.01 persen pada bulan sekarang. Koefisien kointegrasi yang signifikan dan bernilai negatif menujukkan bahwa kesalahan akan dikoreksi sebesar 0.15 untuk menuju keseimbangan jangka panjang.

Kondisi ini menunjukkan bahwa harga beras di Pasar Cipinang dalam jangka pendek akan terus mengalami peningkatan. Hal ini dapat disebabkan oleh sifat permintaan beras yang inelastis, artinya berapapun tingkat harganya, masyarakat tetap akan membeli dan mengkonsumi beras. Selain itu para pedagang di pasar cipinang sangat menguasasi jalur pasokan, pemasaran dan stok beras. Adanya kenaikan harga dalam jangka pendek di pasar akan direspon oleh pedagang dengan menambah jumlah pasokan dan juga stok dengan harapan mereka akan mendapatkan keuntungan.

Pada jangka panjang menunjukkan variabel jumlah pasokan dan jumlah stok berpengaruh negatif terhadap harga beras cipinang. Hasil ini sesuai dengan penelitian Serra dan Gill (2012) yang menyimpukan bahwa jumlah stok dapat menstabilkan tingkat harga komoditas di pasar. Hal ini dapat dijelaskan dengan adanya kenaikan harga maka pedagang akan berusahan untuk menambah jumlah pasokan secara terus menerus, sehingga dalam jangka panjang akan terjadi kelebihan pasokan, sementara permintaan terhadap beras cenderung tetap sehingga dalam jangka panjang harga akan kembali turun. Jumlah stok yang banyak dan tepat akan memberikan rasa aman bagi masyarakat, sehingga harga akan lebih terkendali.

Variabel Koefisien t-statistik

(38)

24

Variabel lain yang signifikan dalam jangka panjang adalah nilai tukar, kenaikan nilai tukar rupiah terhadap dollar atau depresiasi rupiah akan menyebabkan penurunan harga beras di Pasar Cipinang. Hal ini berbeda dengan teori yang menyatakan bahwa depresiasi nilai tukar akan menyebabkan kenarikah harga barang domestic. Namun kasus ini dapat dijelaskan karena pemerintah melalui Bulog sangat menjaga kestabilan harga beras jenis medium melalui pengendalian persediaan dan tata niaga beras. Penelitian yang dilakukan oleh Ackerman et a.l (1999) dan Gaulier et al. (2006) juga menyimpulkan bahwa jika suatu komoditas yang sangat penting sehingga pemerintah sangat menjaga kestabilan harga domestik barang tersebut maka intervensi oleh pemerinhtah dalam hal ini Bulog akan menyebabkan misleading pada pengaruh nilai tukar. Tabel 4 Faktor-faktor yang mempengaruhi harga cabai rawit dan bawang merah

Ket: signifikan pada taraf nyata 5% = 1.96 Sumber : Lampiran 6 dan 7

Hasil estimasi jangka pendek untuk cabai rawit merah menujukkan (Tabel 4) terdapat satu variabel yang signifikan pada taraf nyata lima persen ditambah satu variabel error correction. Variabel yang signifikan tersebut adalah harga internasional dengan koefisien sebesar 5.69, yang berarti kenaikan 1 persen harga internasional pada 1 bulan sebelumnya, maka akan menaikkan harga cabai rawit merah di Pasar Kramat Jatisebesar 5.69 persen pada bulan sekarang. Adanya dugaan parameter error correction yang signifikan membuktikan adanya mekanisme penyesuaian dari jangka pendek ke jangka panjang.Besaran penyesuaian dari jangka pendek ke jangka panjang yaitu sebesar 0.16 persen.

Variabel jumlah pasokan dan volume impor berpengaruh negatif terhadap harga cabai merah di Pasar Kramat Jati dalam jangka panjang. Hal ini sesuai dengan teori bahwa jumlah pasokan yang banyak akan membuat harga turun di pasar atau dengan kata lain terjadi kelebihan penawaran. Penelitian Prastowo et.al (2008) juga menyimpulkan bahwa faktor saluran distribusi pasokan berperan dalam stabilisasi harga di pasar.

Variabel Cabai Rawit Merah Bawang Merah

Koefisien t-statistik Koefisien t-statistik

CointEq1 -0.10 -5.07 - 0.36 -4.19

Jangka Pendek

D(HKC(-1)) 0.04 0.45 0.14 1.34

D(HI(-1)) 5.69 3.15 1.58 0.28

D(JP(-1)) 0.36 0.30 1.08 1.11

D(NK(-1)) 0.38 0.15 1.82 1.53

D(VI(-1)) 0.00 0.26 - 0.0001 -2.54

Jangka Panjang

HI(-1) -2.52 -0.44 -16.73 -3.85

JP(-1) 28.23 3.09 8.78 6.90

NK(-1) 5.65 0.65 -1.66 -1.85

(39)

25 Pada Tabel 4 juga dapat dilihat bahwa harga bawang merah di Pasar Kramat jati dipengaruhi oleh volume impor, yang artinya kenaikan 1 persen harga internasional pada 1 bulan sebelumnya, maka akan menurunkan harga bawang merah di Pasar Kramat Jati sebesar 0.0001 persen pada bulan sekarang.Nilai koefisien error correction yang signifikan membuktikan adanya mekanisme penyesuaian dari jangka pendek ke jangka panjang sebesar 0.36 persen.

Hasil estimasi jangka panjang menunjukkan variabel harga internasional berpengaruh positif sedangkan jumlah pasokan berpengaruh negatif terhadap harga bawang merah di Pasar Kramat Jati. Kenaikan harga internasional akan menyebabkan kenaikan harga domestik, hal ini sesuai dengan penelitian Minot (2011) yang menyatakan bahwa harga internasional akan ditransmisikan ke harga domestik negara-negara yang masih mengandalkan pememnuhan kebutuhan pada impor.

Variabel volume impor pada jangka panjang akan menaikkan harga bawang. Hal ini mungkin terjadi karena peningkatan produksi bawang merah domestik yang lambat sementara permintaan dari rumah tangga dan industri terus meningkat pesat, sehingga penambahan volume impor dalam jangka panjang tidak mampu untuk menstabilkan harga bawang merah.

Impulse Response Function (IRF)

Analisis IRF akan menjelaskan dampak dari guncangan (shock) pada satu variabel terhadap variabel lain, dimana dalam analisis ini tidak hanya dalam waktu pendek tetapi dapat menganalisis untuk beberapa horizon kedepan sebagai infomasi jangka panjang. Pada analisis ini dapat melihat respon dinamika jangka panjang setiap variabel apabila ada shock tertentu sebesar satu standard error pada setiap persamaan. Analisis impulse response function juga berfungsi untuk melihat berapa lama pengaruh tersebut terjadi.Sumbu horisontal merupakan periode dalam tahun, sedangkan sumbu vertikal menunjukkan nilai respon dalam persentase.

Pada bagian ini akan dilihat respon dinamik harga beras di Pasar Cipinang terhadap guncangan harga beras itu sendiri selama 24 bulan ke depan. Visualisasi yang terdapat pada Gambar 4 menunjukkan bahwa variabel harga beras di Pasar Cipinang memiliki respon positif dan berfluktuasi. Bulan kedua merupakan periode yang memiliki respon tertingggi yaitu sebesar dua ratus rupiah. Selanjutnya kembali berfluktuasi sampai periode ke-9. Harga beras cipinang berfluktuasi di kisaran 155 – 158 rupiah.

Gambar

Gambar 1  Pergerakan harga beras medium nasional periode Jan 2013 – Des 2014
Gambar 2  Pergerakan harga cabai dan bawang merah nasional periode Jan 2013 –
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Penelitian
Tabel 2  Variabel dan sumber data sekunder dalam penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berupa petunjuk teknik,atau bahkan cerita pengalaman nyata dari pengamatan biasa, yang bukan hasil penelitian ilmiah,tetapi disajikan dalam bentuk tulisan mendalam sebagai

[r]

Brown Gibson adalah metode yang digunakan untuk menganalisis alternatif-alternatif lokasi yang dikembangkan berdasarkan konsep “Preferences Of Measurement”,

Diberikan beberapa kasus dalam bentuk project yang harus diselesaikan mahasiswa yang dikerjakan sesuai jadwal yang diberikan. Metode/ cara pengerjaan, acuan yang

[r]

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Secara parsial kepemimpinan partisipatif kepala sekolah tidak berpengaruh terhadap kinerja guru pada SMP di Kecamatan Samigaluh Kulon

Berdasarkan penelitian-penilitan yang telah dilakukan oleh UNODC, menyebutkan bahwa organisasi teroris Afganistan (Taliban dan Al-Qaeda) terlibat dan mendapatkan keuntungan

Penelitian ini bertujuan mendeteksi kemampuan bakteri endofit dalam menghasilkan senyawa anticendawan yang dapat menekan perkembangan patogen penyebab penyakit busuk pangkal batang