SKRIPSI
ANALISIS KEBUTUHAN MODAL BAGI USAHA KEBUN SAWIT DI DESA KUALA BANGKA KEC. KUALUH HILIR KAB. LABURA
OLEH Maria W Lb Gaol
120523006
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang potensial yang banyak dibudidayakan di Desa Kuala Bangka. Untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik, kelapa sawit membutuhkan pemanfaatan faktor-faktor produksi yang optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tanaman kelapa sawit dan pengaruh kebutuhan modal terhadap produksi kelapa sawit di Desa Kuala Bangka. Pengkajian dilaksanakan pada bulan Juni - Agustus 2014 di Desa Kuala Bangka. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan responden berjumlah 100 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui informasi yang dihimpun dari responden menggunakan daftar pertanyaan yang disusun secara terstruktur (kuesioner) kemudian dianalisis. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Dinas Instansi terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor produksi sangat berpengaruh terhadap tanaman kelapa sawit karena dapat meningkatkan keuntungan. Kebutuhan modal awal bagi usahatani kelapa sawit di Desa Kuala Bangka terhadap produksi juga sangat berpengaruh, dimana semakin besar modal yang dikeluarkan untuk usahatani kelapa sawit maka akan semakin besar pula hasil produksi kelapa sawit yang akan diterima ditinjau dari keuntungan hasil produksi yang didapat per hektar dalam setahun, serta kenaikan harga kelapa sawit juga berpengaruh besar terhadap pendapatan usahatani yang meningkat pesat sebanyak 200%.
ABSTRACT
Palm oil is one of the many potential commodities cultivated in the village of Kuala Bangka. To be able to grow and produce well, palm oil requires the use of the factors of production are optimally. The study aims to determine the factors that affect the production of oil palm plantations and the effect of capital
requirements on the production of oil palm trees in the village of Kuala Bangka. Assessment was conducted in June – August 2014 in the village of Kuala Bangka. Site selection is done deliberately by the respondent amounted to 100 people. Data collection was conducted using a survey of primary data and secondary data. Primary data obtained through information collected from respondents using a list of questions prepared in structured (questionnaire) and then analyzed. While the secondary data obtained from Office related institutions. The results showed that the factors of production influence on plant oil palm as it increase profits. Initial capital requirement for oil palm farming in the estuary village farts on production is also very influential, where the greater the capital cost of palm oil farming the gretear the production of palm oil that would be acceptable in terms of profits obtained yield per hectare in a year, as well as the rise in palm oil prices are also a major impact on farm income is rapidly increasing as much as 100 %.
2.5.1 Pengertian Produksi ... 28
di Desa Kuala Bangka ... 59 4.2.7 Penerimaan Keuntungan Dari Hasil Produksi
Kelapa Sawit ... 64 4.3 Pembahasan ... 65 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ... 66 5.2 Saran ... 67 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN I KUESIONER
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus, sebab hanya karena kasihNya yang melimpah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul ” Analisis Kebutuhan Modal Bagi Usaha Kebun Sawit Di Desa Kuala Bangka Kec. Kualuh Hilir Kab. Labura”.
Adapun skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Medan. Skripsi ini teristimewa dipersembahkan kepada kedua orang tua terkasih, Ayahanda H. Lumban Gaol dan Ibunda T. br. Banjarnahor, untuk kasih sayang melimpah yang diberikan bagi penulis.
Proses penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Karena itu dengan hati yang tulus penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Syaad Afifuddin S., S.E., M.Ec. selaku dosen pembimbing yang selama ini telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Prof. DR. Azhar Maksum selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc. Sc, Ph. D selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. 5. Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara
6. Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
8. Seluruh Staf Administrasi di Fakultas EkonomiUniversitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.
9. Seluruh Staf/Pegawai Pemerintah Kantor Lurah Desa Kuala Bangka yang telah membantu memberi informasi dan masukan kepada penulis.
10.Seluruh masyarakat Desa Kuala Bangka yang telah ikut berpartisipasi dalam memberikan informasi kepada penulis.
11.Saudara-saudariku terkasih, keluarga besar Lumban Gaol yang memberikan doa dan dukungan kepada penulis.
12.Rekan-rekan dan sahabat saya mahasiswa EP 2012 yang memberikan dukungan, semangat dan kebersamaan selama di bangku kuliah sampai menyelesaikan perkuliahan.
13.Orang yang kukasihi D. Sinaga yang telah setia membantu, memberikan dukungan dan doa dalam penyelesaian skripsi ini.
14.Sobatku Isabella Hutagalung yang telah memberikan dukungan dan doa dalam menyelesaikan skripsi.
15.Semua pihak yang turut membantu penyelesaian skripsi ini, namun tidak dituliskan pada lembaran ini, penulis mohon maaf dan kelalaian ini tidak
mengurangi rasa terimakasih penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi bahasa maupun isinya, oleh karena itu penulis dengan senang hati akan menerima kritikan sehat, saran dan masukan dari semua pihak. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukannya.
Medan, September 2014 Penulis,
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Proses Pemupukan Kelapa Sawit TBM-TM ... 30
Tabel 3.1 Jumlah Petani Kelapa Sawit menurut Desa Kuala Bangka ... 31
Tabel 4.1 Jenis Penggunaan Tanah di Desa Kuala Bangka ... 39
Tabel 4.2 Jumlah Dusun di Desa Kuala Bangka ... 41
Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 42
Tabel 4.4 Jumlah Sekolah di Desa Kuala Bangka ... 42
Tabel 4.5 Sarana Prasarana ... 43
Tabel 4.6 Karakteristik Petani Kelapa Sawit di Desa Kuala Bangka ... 44
Tabel 4.7 Karakteristik Petani Berdasarkan Penghasilan ... 45
Tabel 4.8 Analisis Pengaruh Faktor Produksi Terhadap Produksi Kelapa Sawit ... 46
Tabel 4.9 Analisis Mengenai Peningkatan Produksi Kelapa Sawit ... 48
Tabel 4.10 Analisis Biaya Produksi Per Hektar di Desa Kuala Bangka ... 53
Tabel 4.11 Analisis Kebutuhan Modal Bagi Usaha Kelapa Sawit di Desa Kuala bangka ... 54
Tabel 4.12 Analisis Kebutuhan Modal Untuk Tanaman Kelapa Sawit Menghasilkan di Desa Kuala Bangka ... 55
Tabel 4.13 Keuntungan Yang Diterima Selama 10 Tahun ... 57
Tabel 4.14 Penerimaan Keuntungan Dari Hasil Produksi Kelapa Sawit ... 58
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Perkembangan Konsumsi Minyak Nabati Dunia ... 10
Gambar 2.2 Batang Kelapa Sawit ... 16
Gambar 2.3 Daun Kelapa Sawit ... 17
Gambar 2.4 Bunga Betina dan Bunga Jantan ... 18
Gambar 2.5 Buah Kelapa Sawit ... 20
Gambar 2.6 Benih Kelapa Sawit ... 21
Gambar 2.7 Lahan ... 29
Gambar 2.8 Bibit ... 32
Gambar 2.9 Skema Kerangka Pemikiran ... 38
ABSTRAK
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang potensial yang banyak dibudidayakan di Desa Kuala Bangka. Untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik, kelapa sawit membutuhkan pemanfaatan faktor-faktor produksi yang optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tanaman kelapa sawit dan pengaruh kebutuhan modal terhadap produksi kelapa sawit di Desa Kuala Bangka. Pengkajian dilaksanakan pada bulan Juni - Agustus 2014 di Desa Kuala Bangka. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan responden berjumlah 100 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui informasi yang dihimpun dari responden menggunakan daftar pertanyaan yang disusun secara terstruktur (kuesioner) kemudian dianalisis. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Dinas Instansi terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor produksi sangat berpengaruh terhadap tanaman kelapa sawit karena dapat meningkatkan keuntungan. Kebutuhan modal awal bagi usahatani kelapa sawit di Desa Kuala Bangka terhadap produksi juga sangat berpengaruh, dimana semakin besar modal yang dikeluarkan untuk usahatani kelapa sawit maka akan semakin besar pula hasil produksi kelapa sawit yang akan diterima ditinjau dari keuntungan hasil produksi yang didapat per hektar dalam setahun, serta kenaikan harga kelapa sawit juga berpengaruh besar terhadap pendapatan usahatani yang meningkat pesat sebanyak 200%.
ABSTRACT
Palm oil is one of the many potential commodities cultivated in the village of Kuala Bangka. To be able to grow and produce well, palm oil requires the use of the factors of production are optimally. The study aims to determine the factors that affect the production of oil palm plantations and the effect of capital
requirements on the production of oil palm trees in the village of Kuala Bangka. Assessment was conducted in June – August 2014 in the village of Kuala Bangka. Site selection is done deliberately by the respondent amounted to 100 people. Data collection was conducted using a survey of primary data and secondary data. Primary data obtained through information collected from respondents using a list of questions prepared in structured (questionnaire) and then analyzed. While the secondary data obtained from Office related institutions. The results showed that the factors of production influence on plant oil palm as it increase profits. Initial capital requirement for oil palm farming in the estuary village farts on production is also very influential, where the greater the capital cost of palm oil farming the gretear the production of palm oil that would be acceptable in terms of profits obtained yield per hectare in a year, as well as the rise in palm oil prices are also a major impact on farm income is rapidly increasing as much as 100 %.
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah
Secara umum sektor pertanian dapat memperluas kesempatan kerja,
pemerataan kesempatan berusaha, mendukung pembangunan daerah dan tetap
memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994).
Indonesia sebagai negara yang tanahnya subur jika ditanami kelapa sawit
memiliki potensi yang sangat besar untuk berperan dalam industri kelapa sawit,
terlebih lagi di tahun 2007 Indonesia tercatat sebagai penghasil dan pengekspor
minyak kelapa sawit terbesar didunia. Dari hasil data Kementerian Pertanian, luas
areal perkebunan kelapa sawit pada tahun 2007 mencapai 6,7 juta ha. Sebanyak
687.847 ha dikelola PT. Perkebunan Nusantara, 3.358.632 ha dikelola perkebunan
swasta, dan rakyat memiliki sedikitnya 2,6 juta ha. Luas perkebunan kelapa sawit
swasta saat ini telah bertambah menjadi 3.358.632 ha dari sebelumnya 2.742.000
ha pada tahun 2006.
Sejalan dengan perkembangan areal, produksi kelapa sawit juga
meningkat. Dalam hal industri pengolahan, industri pengolahan CPO telah
berkembang dengan pesat dari hanya 181.000 ton CPO pada tahun 1968 menjadi
12,45 juta ton pada tahun 2005. Hingga tahun 2005, jumlah unit pengolahan di
seluruh Indonesia mencapai 420 unit dengan kapasitas olah mencapai 18.268 ton
TBS per jam yang setara dengan 17,6 juta ton CPO dan produksi aktual 12,45 juta
CPO (Crude Palm Oil) adalah hasil gilingan dari daging sawit yang merupakan jenis minyak kelapa sawit yang menjadi unggulan ekspor Indonesia
dengan penggunaan utamanya sebagai bahan pangan (contohnya minyak goreng,
sabun, dan margarin) dan oleokimia (bahan kimia yang mengandung lemak)
seperti Fatty Acid, Fatty Alkohol, Glyserine, dan Stearic Acid. Dibanding CPO, produk oleochemical memiliki nilai tambah lebih tinggi da harga yang stabil, namun sebagian besar CPO di Indonesia tersebut diekspor dalam bentuk mentah,
sehingga kita tidak mendapatkan nilai tambah lebih lanjut dari pengolahan produk
hilir CPO.
Kelapa sawit salah satu produk perkebunan yang memiliki nilai tinggi dan
industrinya termasuk padat karya. Tanaman kelapa sawit merupakan jenis
tanaman perkebunan berupa pohon yang menghasilkan minyak nabati yang paling
efisien diantara beberapa tanaman sumber minyak nabati yang memiliki nilai
ekonomi tinggi (seperti kedelai, zaitun, kelapa, dan bunga matahari). Kelapa sawit
dapat menghasilkan minyak paling banyak (6-8 ton/ha), sedangkan tanaman
sumber minyak nabati lainnya hanya menghasilkan kurang dari 2,5 ton/ha, jauh
dibawah kelapa sawit. Tanaman ini mulai ditanam sebagai tanaman komersial di
Indonesia sejak tahun 1911.
Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar kedua didunia setelah
Malaysia. Produksi minyak sawit Indonesia, sebagian besar diekspor ke berbagai
negara, seperti negara-negara di Eropa, Amerika serta Asia, terutama India,
Pakistan, Cina, dan Jepang. Sebanyak 85% lebih pasar dunia kelapa sawit
(Gabungan Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia), pada tahun 2008 diperkirakan
Indonesia bisa menjadi produsen kelapa sawit terbesar didunia. Luas kebun kelapa
sawit dari tahun ke tahun cenderung menunjukkan pertumbuhan yang cukup
signifikan. Pada tahun 1968, luas areal hanya 120.000 ha dan menjadi 5,16 juta ha
pada tahun 2005 dan pada tahun 2006 telah mencapai 6,07 juta ha. Berdasarkan
tingkat penguasaan lahan hingga tahun 2006, 10 juta petani menguasai 2.636.000
ha, 163 badan usaha milik usaha negara menguasai 697.000 ha, 761 swasta
nasional menguasai 422.000 ha, dan 16 perusahaan asing lainnya menguasai
117.000 ha.
Desa Kuala Bangka selain kaya akan potensi dari perkebunan kelapa
sawit, perkebunan karet juga memiliki potensi yang dapat membantu
meningkatkan perekonomian. Perkebunan kelapa sawit di Desa Kuala Bangka
memiliki prospek yang masih cerah di masa yang akan datang untuk di
kembangkan mengingat ekspor yang semakin meningkat tiap tahunnya. Kelapa
sawit masih tetap menjadi salah satu usaha tani di Desa Kuala Bangka, sejak masa
kolonial hingga era reformasi dewasa ini.
Prospek pasar bagi olahan kelapa sawit cukup menjanjikan, karena
permintaan dari tahun-ketahun mengalami peningkatan yang cukup besar. Karena
itu, sebagai negara tropis yang masih memiliki lahan yang cukup luas, Desa Kuala
Bangka berpeluang besar untuk mengembangkan perkebunan kelapa sawit.
Menurut teori Ekonomi Produksi Pertanian menyatakan bahwa input
produksi (lahan, tenaga kerja, modal dan pengelolaan) mempengaruhi output
Industri menyatakan bahwa input (bahan baku) mempengaruhi output (jumlah
produk) yang dihasilkan. Dengan kata lain, semakin luas areal budidaya kelapa
sawit maka semakin besar produksi CPO yang akan dihasilkan, karena bahan
baku yang diperlukan dalam produksi CPO adalah TBS yang merupakan produk
dari budidaya kelapa sawit (Fauzi, Y, dkk, 2002).
Modal untuk mengembangkan usaha perkebunan harus dipersiapkan sejak
dini dan bersifat jangka panjang karena menjalankan usaha perkebunan kelapa
sawit membutuhkan waktu relatif lama dan kondisi ekonomi yang baik. Modal
digunakan tidak hanya keperluan penyediaan lahan, bibit dan tenaga kerja tetapi
juga dalam upaya meningkatkan pengetahuan petani melalui penyuluhan agar
suatu usaha perkebunan dapat berkembang dan mempunyai hasil yang dapat
meningkatkan pendapatan usahatani. Sehingga modal sangat menentukan
berkembangnya suatu usahatani perkebunan rakyat.
Dengan melihat begitu pentingnya sumbangan yang diberikan oleh ekspor
kelapa sawit maka secara ekonomis mutlak dilakukan pengembangan yang lebih
lanjut guna meningkatkan ekspor dalam rangka peningkatan pertumbuhan
ekonomi di Desa Kuala Bangka pada khususnya. Atas keterangan-keterangan
tersebut diatas maka penulis tertarik memilih judul Proposal, “Analisis
Kebutuhan Modal Bagi Usaha Kebun Sawit Di Desa Kuala Bangka Kec. Kualuh Hilir Kab. Labura”.
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka perumusan masalah yang dapat
diambil sebagai kajian dalam penelitian adalah :
a. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi produksi tanaman sawit ?
b. Apakah kebutuhan modal bagi usaha kebun sawit di Desa Kuala Bangka
berpengaruh terhadap produksi tanaman sawit ?
1.3Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tanaman
sawit.
b. Untuk mengetahui kebutuhan modal bagi usaha kebun sawit di Desa Kuala
Bangka berpengaruh terhadap produksi tanaman sawit.
1.4Manfaat Penelitian
a. Tambahan wawasan bagi petani dalam mengembangkan perkebunan
kelapa sawit lebih lanjut.
b. Sebagai bahan refrensi atau sumber informasi bagi pihak-pihak yang
membutuhkan.
c. Bahan masukan bagi peneliti lainnya yang berhubungan dengan penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekonomi Pertanian
2.1.1 Pengertian Ekonomi Pertanian
Menurut Mubyarto Ilmu Ekonomi Pertanian yaitu bagian dari ilmu
ekonomi umum yang mempelajari fenomena-fenomena dan persoalan-persoalan
yang berhubungan dengan pertanian baik mikro maupun makro.
2.1.2 Sifat Ilmu Ekonomi Pertanian a. Merupakan Cabang Ilmu Pertanian
Yaitu bagian atau aspek-aspek sosial ekonomi dari persoalan-persoalan yang
dipelajari oleh ilmu pertanian yaitu tataniaga, ekonomi produksi pertanian dan
lain-lain.
b. Merupakan Cabang Ilmu Ekonomi
Manfaat Ilmu Ekonomi Pertanian Sebagai suatu cabang ilmu kemasyarakatan
yang penting merupakan suatu alat analisa ilmiah untuk membahas dan
mendalami persoalan-persoalan yang timbul dalam bidang pertanian,
pembangunan pertanian dan pembangunan ekonomi di Indonesia pada umumnya.
Unsur Pelengkap Dasar Pembangunan Ekonomi :
Pembangunan ekonomi yang dilandaskan pada prioritas pertanian atau
perkebunan serta ketenagakerjaan paling tidak memerlukan tiga unsur pelengkap
dasar yaitu : (Michael.P.Todaro, 2000 : 432)
pemasaran yang mempengaruhi kegiatan tersebut. Yang termasuk dalam
aspek-aspek lain adalah kebijaksanaan pemerintah dan faktor eksternalitas. Sepanjang
produktivitas ini terjadi karena adanya faktor yang sulit diatasi petani seperti
adanya teknologi yang tidak dapat dipindahkan dan adanya perbedaan lingkungan
misalnya iklim, keadaan kendala biologi maupun kendala sosial ekonomi,
seringkali berlainan untuk daerah satu dengan daerah lainnya. Pertanian dataran
tinggi akan berbeda dengan situasi pertanian didataran rendah (misalnya varitas
padi yang ditanam didaerah dataran tinggi akan berbeda dengan varitas padi yang
ditanam di dataran rendah). Untuk meningkatkan upaya produktivitas itulah maka
pemerintah membuat kebijakan perangsang berproduksi dan dikategorikan
menjadi dua, yaitu kebijaksanaan harga dan non harga. Kebijaksanaan harga,
seperti penetapan harga dasar, dimaksudkan merangsang petani untuk melakukan
usaha taninya dengan baik. Kebijaksanaan non harga, misalnya dengan
mendekatkan lokasi koperasi unit desa (KUD) ke lokasi sentra produksi atau ke
lokasi tempat tinggal petani, dimaksudkan untuk memudahkan petani
mendapatkan sarana produksi seperti pupuk, bibit, obat-obatan, serta
memudahkan petani untuk memasarkan produksinya. Kebijaksanaan non harga
lainnya misalnya dengan menempatkan seorang atau lebih petugas Penyuluhan
Pertanian Lapangan (PPL) di tiap wilayah unit desa, menempatkan kios saran
produksi dan bank juga tersedia disetiap wilayah unit desa adalah sangat penting
artinya bagi petani khususnya petani kecil.
Titik pembangunan Indonesia diutamakan pada sektor pertanian. Namun
lahan pertanian beralih fungsi menjadi tempat untuk pengembangan industri dan
usaha lain yang sama sekali tidak punya hubungan dengan dunia pertanian, maka
lahan pertanian menjadi berkurang. Selain itu perkembangan ilmu ekonomi juga
kurang mendapat perhatian, sampai terjadi krisis moneter pada tahun 1998 sampai
pemerintahan Orde Baru berakhir. Setelah era reformasi, pembangunan sektor
pertanian mendapat perhatian dari pemerintah lagi. Namun yang menjadi masalah
adalah hanya yang punya modal besarlah yang mampu menjadi subjek dari
pembangunan bidang pertanian ini. Nasib petani kelas kecil sama sekali jauh dari
peruntungan. Ini terjadi karena basis pengembangan ilmu ekonomi pertanian juga
bertumpu pada ideologi kapitalisme yang sama sekali tidak sesuai dengan
kepribadian dari bangsa kita yang sesungguhnya. Indonesia adalah salah satu
negara agraris terbesar di dunia. Sebagian besar penduduknya mengandalkan
pendapatan dari hasil pertanian mereka. Untuk itu ilmu ekonomi pertanian harus
dirubah arahnya, menjadi salah satu cabang ilmu ekonomi yang pro pada rakyat
kecil terutama kaum petani.
Prinsip dasar ekonomi pertanian :
a. Untuk mengidentifikasi peranan sumber daya alam (tanah), modal, tenaga
kerja, dan manajemen.
b. Untuk mengidentifikasi peranan aspek kelembagaan dalam pertanian.
c. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan dan
2.1.3 Peranan Pertanian Dalam Pembangunan Ekonomi
Pertanian mempunyai kaitan erat dengan sektor perekonomian lainnya
seperti sektor industri, sektor pekerjan umum, sektor perdagangan, dan
sebagainya. Dalam sektor pertanian, kelapa sawit telah menjadi komoditas
andalan sebagai sumber devisa negara non migas, penciptaan lapangan kerja dan
pelestarian lingkungan hidup. Berdasarkan informasi Pusat Data dan Informasi
Pertanian, Departemen Pertanian luas areal kebun kelapa sawit Indonesia sampai
dengan tahun 2006 telah mencapai 6,07 juta Ha. Dengan rasio penggunaan tenaga
kerja sebesar 0,5 TK/Ha, maka jumlah tenaga kerja yang terserap mencapai 3,5
juta orang, ini belum termasuk tenaga kerja yang terserap dalam berbagai sub
sistem seperti sistem penyedia samprotan, transportasi, pabrik pengolahan dan
jasa pendukung lainnya.
Saat ini Indonesia telah menjadi produsen kelapa sawit terbesar di dunia
kemudian Malaysia di urutan kedua. Sebanyak 85% lebih pasar dunia kelapa
sawit dikuasai oleh Indonesia dan Malaysia. Produksi minyak sawit (CPO)
Indonesia tahun 2006 sebesar 15,9 juta ton, dimana terjadi peningkatan rata-rata
sebesar 52,9% dibandingkan produksi pada tahun 2003 yang hanya mencapai 10,4
Sumber : Pusat Data dan Informasi Pertanian
Gambar 2.1. Perkembangan Konsumsi Minyak Nabati Dunia
Suatu strategi pembangunan ekonomi yang dilandaskan pada prioritas
pertanian dan ketenagakerjaan paling tidak memerlukan tiga unsur pelengkap
dasar, yakni:
a. Percepatan pertumbuhan output melalui serangkaian penyesuaian teknologi,
institusional dan insentif harga yang khusus dirancang untuk meningkatkan
produktivitas para petani kecil;
b. Peningkatan permintaan domestik terhadap output pertanian yang di dasarkan
pada strategi pembangunan perkotaan yang berorientasikan pada upaya
pembinaan ketenagakerjaan
c. Diversifikasi kegiatan pembangunan pedesaan padat karya non pertanian
yang secara langsung dan tidak langsung akan menunjang dan ditunjang oleh
Mengikuti analisis klasik dari Kuznets (1964 ), pertanian di negara-negara
sedang berkembang (NSB) merupakan suatu sektor ekonomi yang sangat
potensial dalam 4 bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi nasional, yaitu sebagai berikut:
a. Ekspansi dari sektor-sektor ekonomi nonpertanian sangat tergantung pada
produk-produk dari sektor pertanian, bukan saja untuk kelangsungan
pertumbuhan suplai makanan, tetapi juga bahan-bahan baku untuk keperluan
kegiatan produksi di sektor-sektor nonpertanian tersebut, terutama industri
pengolahan, seperti industri-industri makanan dan minuman, tekstil dan
pakaian jadi, barang-barang dari kulit, dan farmasi. Kuznets menyebut ini
sebagai kontribusi produk.
b. Karena kuatnya bias garis dari ekonomi selama tahap-tahap awal
pembangunan, maka populasi dari sektor pertanian (daerah pedesaan)
membentuk suatu bagian yang sangat besar dari pasar (permintaan) domestik
terhadap produk-produk dari industri dan sektor-sektor lain di dalam negeri,
baik untuk barang-barang produsen maupun barang-barang untuk konsumen.
Kuznets menyebutnya kontribusi pasar.
c. Karena relatif pentingnya pertanian (dilihat dari sumbangan outputnya terhadap
pembentukan produk domestik bruto (PDB) dan andilnya terhadap penyerapan
tenaga kerja) tanpa bisa dihindari menurun dengan pertumbuhan atau semakin
tingginya tingkat pembangunan ekonomi, sektor ini dilihat sebagai suatu
sumber modal untuk diinvestasi dalam ekonomi. Jadi, pembangunan ekonomi
nonpertanian. Sama juga, seperti didalam teori penawaran tenaga kerja tak
terbatas dari Arthur Lewis, dalam proses pembangunan jangka panjang terjadi
perpindahan surplus tenaga kerja dari pertanian (pedesaan) ke industri dan
sektor-sektor nonpertanian lainnya (perkotaan). Kuznets menyebutnya
kontribusi faktor-faktor produksi.
d. Sektor pertanian mampu berperan sebagai salah satu sumber penting bagi
surplus neraca perdagangan atau neraca pembayaran (sumber devisa), baik
lewat ekspor hasil-hasil pertanian atau peningkatan produksi
komoditi-komoditi pertanian menggantikan impor (substitusi impor). Ini disebut oleh
Kuznets sebagai kontribusi devisa.
Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa pembangunan tidak hanya
memusatkan perhatian pada aspek ekonomi, melainkan juga aspek nonekonomi.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu mencerminkan distribusi
pendapatan yang adil dan merata. Sebab, pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini
hanya dinikmati oleh sekelompok kecil masyarakat, seperti masyarakat perkotaan,
sedangkan masyarakat pedesaan atau pinggiran mendapat porsi yang kecil dan
tertinggal. Kesenjangan di daerah ini semakin diperburuk karena adanya
kesenjangan dalam pembangunan antar sektor, terutama antara sektor pertanian
2.2. Tanaman Kelapa Sawit
2.2.1 Sejarah Perkembangan Tanaman Kelapa Sawit di Indonesia
Tanaman kelapa sawit (Elais Guineensis) berasal dari Afrika Barat,
merupakan tanaman penghasil utama minyak nabati yang mempunyai
produktivitas lebih tinggi dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya.
Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah Belanda
pada tahun 1848. Saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang ditanam di Kebun
Raya Bogor (Botanical Garden) Bogor, dua berasal dari Bourbon (Mauritius) dan
dua lainnya dari Hortus Botanicus, Amsterdam (Belanda). Awalnya tanaman
kelapa sawit dibudidayakan sebagai tanaman hias, sedangkan pembudidayaan
tanaman untuk tujuan komersial baru dimulai pada tahun 1911.
Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet
(orang Belgia), kemudian budidaya yang dilakukannya diikuti oleh K.Schadt yang
menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang.
Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan
Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 Ha.
Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan sawit maju pesat sampai bisa
menggeser dominasi ekspor Negara Afrika waktu itu. Memasuki masa
pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami kemunduran. Lahan
perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari total luas lahan yang ada
sehingga produksi minyak sawit pun di Indonesia hanya mencapai 56.000 ton
pada tahun 1948/1949, padahal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor 250.000
Pada tahun 1957, setelah Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia,
pemerintah mengambil alih perkebunan (dengan alasan politik dan keamanan).
Untuk mengamankan jalannya produksi, pemerintah meletakkan perwira militer
di setiap jenjang manajemen perkebunan. Pemerintah juga membentuk BUMIL
(Buruh Militer) yang merupakan kerjasama antara buruh perkebunan dan militer.
Perubahan manajemen dalam perkebunan dan kondisi sosial politik serta
keamanan dalam negeri yang tidak kondusif, menyebabkan produksi kelapa sawit
dunia terbesar tergeser oleh Malaysia.
Pada masa pemerintahan Orde Baru, pembangunan perkebunan diarahkan
dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan sektor penghasil devisa negara. Pemerintah terus mendorong
pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai pada tahun 1980, luas lahan
mencapai 294.560 Ha dengan produksi CPO sebesar 721.172 ton. Sejak itu lahan
perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan
rakyat. Hal ini didukung oleh kebijakan Pemerintah yang melaksanakan program
Perusahaan Inti Rakyat (PIR).
Luas areal tanaman kelapa sawit terus berkembang dengan pesat di
Indonesia. Hal ini menunjukkan meningkatnya permintaan akan produk
olahannya. Ekpsor minyak sawit (CPO) indonesia antara lain ke Belanda, India,
Cina, Malaysia dan Jerman, sedangkan untuk produk minyak inti sawit (PKO)
2.2.2 Morfologi Kelapa Sawit 1. Akar
Tanaman kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil berakar serabut.
Susunan akar terdiri dari serabut primer yang tumbuh vertikal ke dalam tanah dan
horisontal kesamping. Serabut primer ini akan bercabang menjadi akar sekunder
ke atas dan ke bawah. Akhirnya, cabang-cabang ini juga akan bercabang lagi
menjadi akart tersier, dan begitu seterusnya, sehingga pertumbuhan akar ke
samping lebih banyak dan lebih kuat.
Akar primer umumnya berdiameter sekitar 6-10 mm, sedangkan akar
sekunder berdiameter sekitar 2-4 mm. Akar sekunder bercabang membentuk akar
tersier yang berdiameter 0.7-1.5 mm dan bercabang lagi membentuk akar kuartier.
Akar kuartier panjangnya hanya 1-4 mm dengan diameter 0,1-0,3 mm. Akar
kuartier ini diasumsikan sebagai akar absorpsi utama. Dari akar tersier juga ada
cabang akar yang panjangnya sampai 2 cm dengan diameter 0,2-0,8 mm.
Akar tersier dan kuartier memiliki jumlah yang sangat banyak dan membentuk
masa yang sangat lebat dekat permukaan tanah. Tanaman kelapa sawit tidak
memiliki rambut (bulu) akar, sehingga diperkirakan penyerapan unsur hara
dilakukan oleh akar-akar kuartier. 2. Batang
Batang pada kelapa sawit memiliki ciri yaitu tidak memiliki kambium dan
umumnya tidak bercabang. Pada pertumbuhan awal setelah pafe muda terjadi
pembentukan batang yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia
pendukung tajuk (daun, bunga, dan buah). Kemudian fungsi lainnya adalah
sebagai sistem pembuluh yang mengangkut unsur hara dan makanan bagi
tanaman. Tinggi tanaman biasanya bertambah secara optimal sekitar 35-75
cm/tahun sesuai dengan keadaan lingkungan jika mendukung. Umur ekonomis
tanaman sangat dipengaruhi oleh pertambahan tinggi batang/tahun. Semakin
rendah pertambahan tinggi batang, semakin panjang umur ekonomis tanaman
kelapa sawit.
Sumber : Kebun Kelapa Sawit di Desa Kuala Bangka
3. Daun
Daun merupakan pusat produksi energi dan bahan makanan bagi tanaman.
Bentuk daun, jumlah daun dan susunannya sangat berpengaruhi terhadap tangkap
sinar mantahari (Vidanarko,2011). Pada daun tanaman kelapa sawit memiliki ciri
yaitu membentuk susunan daun majemuk, bersirip genap, dan bertulang sejajar.
Daun-daun kelapa sawit disanggah oleh pelepah yang panjangnya kurang lebih 9
meter. Jumlah anak daun di setiap pelepah sekitar 250-300 helai sesuai dengan
jenis tanaman kelapa sawit. Daun muda yang masih kuncup berwarna kuning
pucat. Duduk pelepah daun pada batang tersusun dalam satu susunan yang
melingkari batang dan membentuk spiral. Pohon kelapa sawit yang normal
biasanya memiliki sekitar 40-50 pelepah daun. Pertumbuhan pelepah daun pada
tanaman muda yang berumur 5-6 tahun mencapai 30-40 helai, sedangkan pada
tanaman yang lebih tua antara 20-25 helai. Semakin pendek pelepah daun maka
semakin banyak populasi kelapa sawit yang dapat ditanam persatuan luas
Sumber : Kebun Kelapa Sawit di Desa Kuala Bangka
4. Bunga
Tanaman kelapa sawit akan mulai berbunga pada umur sekitar 12-14
bulan. Bunga tanaman kelapa sawit termasuk monocious yang berarti bunga
jantan dan betina terdapat pada satu pohon tetapi tidak pada tandan yang sama.
Tanaman kelapa sawit dapat menyerbuk silang ataupun menyerbuk sendiri karena
memiliki daun jantan dan betina. Biasanya bunganya muncul dari ketiak daun.
Setiap ketiak daun hanya menghasilkan satu infloresen (bungan majemuk).
Biasanya, beberapa bakal infloresen melakukan gugur pada fase-fase awal
perkembangannya sehinga pada individu tanaman terlihat beberapa ketiak daun
tidak menghasilkan infloresen.
Tanaman kelapa sawit yang berumur 2-3 tahun sudah mulai dewasa dan
mulai mengeluarkan bunga jantan atau bunga betina. Bunga jantan berbentuk
lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat.
5. Buah dan Biji
Buah kelapa sawit termasuk buah batu dengan ciri yang terdiri atas tiga
bagian, yaitu bagian luar (epicarpium) disebut kulit luar, lapisan tengah
(mesocarpium) atau disebut daging buah, mengandung minyak kelapa sawit yang
disebut Crude Palm Oil (CPO), dan lapisan dalam (endocarpium) disebut inti,
mengandung minyak inti yang disebut PKO atau Palm Kernel Oil.
Proses pembentukan buah sejak pada saat penyerbukan sampai buah
matang kurang lebih 6 bulan. Dalam 1 tandan terdapat lebih dari 2000 buah
(Risza,1994). Biasanya buah ini yang digunakan untuk diolah menjadi minyak
nabati yang digunakan oleh manusia. Buah sawit (Elaeis guineensis) adalah
sumber dari kedua minyak sawit (diekstraksi dari buah kelapa) dan minyak inti
sawit (diekstrak dari biji buah) (Mukherjee,2009).
Cangkang kelapa sawit merupakan salah satu limbah pengolahan minyak
kelapa sawit yang cukup besar, yaitu mencapai 60% dari produksi minyak.
Tempurung kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai arang aktif. Arang aktif
dapat dibuat dengan melalui proses karbonisasi pada suhu 550ºC selama kurang
lebih tiga jam. Karakteristik arang aktif yang dihasilkan melalui proses tersebut
memenuhi SII, kecuali kadar abu. Tingkat keaktifan arang cukup tinggi. Hal ini
Setiap jenis kelapa sawit biasanya memiliki ukuran dan bobot biji yang
berbeda. Jenis biji dura panjangnya sekitar 2-3 cm dan bobot rata-rata mencapai 4
gram, sehingga dalam 1 kg terdapat 250 biji. Biji dura deli memiliki bobot 13
gram per biji, dan biji tenera afrika rata-rata memiliki bobot 2 gram per biji. Biji
kelapa sawit umumnya memiliki periode dorman (masa non-aktif).
Perkecambahannya dapat berlangsung lebih dari 6 bulan dengan keberhasilan
sekitar 50%. Agar perkecambahan dapat berlangsung lebih cepat dan tingkat
keberhasilannya lebih tinggi, biji kelapa sawit memerlukan pre-treatment.
Sumber : Kebun Kelapa Sawit di Desa Kuala Bangka
6. Kecambah
Lembaga (embrio) yang keluar dari kulit biji akan berkembang ke dua
arah. Arah tegak lurus ke atas mengikuti cahaya (fototropi), disebut plumula yang
selanjutnya akan menjadi batang dan daun. Arah tegak lurus ke bawah mengikuti
arah gravitasi (geotropi) disebut radikula yang selanjutnya akan menjadi akar.
Plumula tidak keluar sebelum radikula tumbuh sekitar 1 cm. Akar-akar adventif pertama muncul di sebuah ring di atas sambungan radikula-hipokotil dan
seterusnya membentuk akar-akar sekunder sebelum daun pertama muncul. Bibit
kelapa sawit memerlukan waktu tiga bulan untuk memantapkan dirinya sebagai
organisme yang mampu melakukan fotosintesis dan mengabsorpsi makanan dari
dalam tanah.
Bahan tanaman atau bibit kelapa sawit dihasilkan oleh lembaga resmi yang
ditunjuk atau diizinkan oleh pemerintah. Lembaga-lembaga tersebut menyediakan
bahan tanaman dalam bentuk benih kecambah dari biji. Setiap pembelian benih
harus hati-hati karena banyak beredar benih yang palsu. Pembelian benih dari
lembaga-lembaga tersebut disertai label di setiap kantong dan bersertifikat. Setiap
pengiriman kepada pembeli ditambah 2,5% dari jumlah pesanan. Pesanan
Sumber : Usahatani Kelapa Sawit di Desa Kuala Bangka
Gambar 2.6 Benih Kelapa Sawit. Harus berasal dari lembaga resmi yang telah ditunjuk oleh pemerintah agar kualitasnya terjamin
2.2.3 Keunggulan dan Manfaat Kelapa Sawit
Berbagai hasil penelitian mengungkapkan bahwa minyak sawit memiliki
keunggulan dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Menurut Yan Fauzi
(2002) beberapa keunggulan minyak sawit yaitu :
1. Tingkat efisiensi minyak sawit tinggi sehingga mampu menempatkan CPO
menjadi sumber minyak nabati termurah.
2. Produktivitas minyak sawit tinggi yaitu 3,2 ton/ha, sedangkan minyak
kedelai, lobak, kopra, dan minyak bunga matahari masing-masing 0,34, 0,51,
3. Memiliki sifat yang cukup menonjol dibanding dengan minyak nabati
lainnya, karena memiliki keluwesan dan keluasan dalam ragam kegunaan
baik di bidang pangan maupun nonpangan.
4. Sekitar 80% dari penduduk dunia, khususnya di negara berkembang masih
berpeluang meningkatkan konsumsi per kapita untuk minyak dan lemak
terutama minyak yang harganya murah (minyak sawit).
5. Terjadinya pergeseran dalam industri yang menggunakan bahan baku minyak
bumi ke bahan yang lebih bersahabat dengan lingkungan yaitu oleokimia
yang berbahan baku CPO, terutama di beberapa negara maju seperti Amerika
Serikat, Jepang, dan Eropa Barat. 26
Menurut Yan Fauzi (2002), pemanfaatan minyak sawit yaitu :
1. Minyak kelapa sawit untuk industri pangan, minyak kelapa sawit antara lain
digunakan dalam bentuk minyak goreng, margarin, butter, dan bahan untuk
membuat kue-kue.
2. Minyak kelapa sawit untuk industri non-pangan, dalam hal ini minyak kelapa
sawit antara lain digunakan sebagai bahan baku untuk industri farmasi,
kandungan minor antara lain karoten dan tokoferol sangat berguna untuk
mencegah kebutaan (defisiensi vitamin A) dan pemusnahan radikal bebas
yang selanjutnya juga bermanfaat untuk mencegah kanker, arterosklerosis,
dan memperlambat proses penuaan. Minyak kelapa sawit juga digunakan
sebagai bahan baku oleokimia; sebagai bahan baku industri kosmetik, aspal,
3. Minyak sawit sebagai bahan bakar alternatif, Palm Biodiesel mempunyai sifat
kimia dan fisika yang sama dengan minyak bumi (Petroleum Diesel) sehingga
dapat digunakan langsung untuk mesin diesel atau dicampur dengan
Petroleum Diesel. Selain itu, penggunaan Palm Biodiesel dapat mereduksi
efek rumah kaca, polusi tanah, serta melindungi kelestarian perairan dan
sumber air minum.
4. Manfaat kelapa sawit lainnya yaitu tempurung buah kelapa sawit untuk arang
aktif, batang dan tandan sawit untuk pulp kertas, batang kelapa sawit untuk
perabot dan papan partikel, dan batang dan pelepah kelapa sawit untuk pakan
ternak.
2.3 Lahan
Lahan pertanian adalah lahan yang ditujukan atau cocok untuk
dijadikan lahan usahatani untuk memproduksi tanaman pertanian maupun hewan
ternak. Lahan pertanian merupakan salah satu sumber daya utama pada usaha
pertanian. Lahan pertanian tidak mencakup lahan yang tidak mampu ditanami
seperti hutan, pegunungan curam, dan perairan. Lahan pertanian mencakup 33%
total daratan yang ada di dunia, dengan lahan yang mampu digarap sepertiganya
atau 9.3% total daratan dunia. Dalam konteks zonasi lahan, lahan pertanian
merujuk kepada lahan yang digunakan untuk aktivitas pertanian dan tidak
bergantung pada jenis dan kualitas lahan.
Dalam mempersiapkan lahan pertanaman sawit juga diperlukan
pelaksanaan berbagai kegiatan yang secara sistematis dapat menjamin kualitas
1. Survei dan blocking area. Pembangunan kebun kelapa sawit pada intinya
adalah pembuatan petak-petak lahan kerja berupa blok untuk ditanami benih
dan bibit kelapa sawit. Blok adalah manajemen terkecil dari suatu kebun yang
kemudian secara kolektif membentuk afdeling atau divisi.
2. Pembukaan lahan. Metode pembukaan lahan akan berbeda-beda sesuai
dengan kondisi dan situasi setempat, seperti lahan berbukit, lahan datar dan
lahan rendahan. Pembukaan lahan bisa dilakukan dengan tiga cara, yaitu
manual, mekanis, dan kimia.
3. Memancang. Setelah pembukaan lahan selesai, dilakukan pemancangan untuk
menentukan titik penanaman kelapa sawit dengan pola segitiga sama sisi.
Pancang dibuat dari kayu kecil atau bambu setinggi 1 m, kompas dan tali atau
kawat diperlukan untuk menentukan arah. Ditempat pancang tersebut,
nantinya digali lubang untuk tanaman.
4. Membuat lubang tanam dan penanaman. Lubang tanam dibuat dengan ukuran
40 cm x 40 cm x 60 cm (panjang, lebar, dan dalam) tepat pada titik pusat
pancang yang sudah ada. Lubang tanam dibuat satu minggu sebelum
ditanami.
5. Parit. Perlu dibuat parit dan drainase agar air yang tergenang dapat dialirkan
keluar kebun. Apalagi pada areal gambut yng umumnya dekat sungai besar.
Jumlah parit yang dibuat tergantung pada kondisi lahan, keadaan banjir, dan
kedalaman gambut. Sebelum membangun parit, lebih dahulu harus dibuat
perencanaan titik pembuangan, arah pembuangan, kedalaman, lebar, dan jenis
6. Jaringan jalan. Jaringan jalan dengan kondisi yang dapat dilalui setiap saat
merupakan hal penting pada perkebunan kelapa sawit. Jalan ini akan dipakai
untuk pengangkutan pupuk, karyawan, bibit, dan hasiuil (TBS), serta untuk
pengawasan. Pembangunan jalan sangat dipengaruhi oleh topografi, sifat
fisik, dan cuaca. Berdasarkan fungsinya, jalan diperkebunan dibagi menjadi
jalan utama, jalan produksi, jalan kontrol, dan jalan panen.
a. Jalan utama (main road) adalah jalan yang menghubungkan afdeling ke pabrik atau pusat kebun dan keluar kebun. Lebar jalan ini sekitar 6-8 m
dan diperlukan 25 m/ha, diperkeras dengan batu setebal 20-25 cm karena
akan dilalui oleh kendaraan dengan muatan TBS mencapai berat 5-6 ton
atau lebih.
b. Jalan produksi merupakan jalan panen yang letaknya berada di tengah
blok, tegak lurus terhadap barisan tanaman. Tempat Pengumpulan Hasil
(TPH) terletak di tepi jalan ini. Jalan ini lebih kecil lebih kecil
dibandingkan jalan utama, dengan lebr 5-6 m. Saat musim panas, jalan ini
menjadi penting karena akan dilalui oleh kendaraan pengangkut TBS.
c. Jalan kontrol merupakan jalan untuk pemeriksaan atau pengawasan yang
diperlukan oleh asisten, asisten kepala, atau manajer. Biasanya jalan ini
merupakan batas blok atau batas pinggiran kebun.
d. Jalan panen/pasar pikul berfungsi secara permanen untuk mengangkut
buah dari pohon ke TPH. Bagi karyawan, jalan ini berfungsi untuk
merawat tanaman. Lebar jalan panen 1,0-1,2 m dibuat searah barisan
2.4 Modal Usaha
Menurut Soekartawi (2001), modal dalam kegiatan proses produksi
pertanian dibedakan menjadi dua macam yaitu modal tidak bergerak (modal tetap)
dan modal tidak tetap. Faktor produksi seperti lahan, bangunan dan mesin-mesin
sering dimasukkan dalam kategori modal tetap, dengan demikian modal tetap
dapat didefinisikan sebagai biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang
tidak habis dalam sekali proses produksi. Sebaliknya modal tidak tetap dapat
didefinisikan sebagai biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan habis
dalam satu kali proses produksi tersebut. Fungsi modal yang paling penting adalah
untuk memperbesar hasil produksi atau mempertinggi tingkat produktivitas.
Usahatani pada skala usaha yang lluas pada umumnya bermodal besar,
berteknologi tinggi, manajemen modern, lebih bersifat komersial dan sebaliknya
usahatani skala kecil pada umumnya bermodal kecil pada umumnya bermodal
pas-pas an, teknologi tradisional, lebih bersifat usahatani sederhana dan sifat
usahanya subsistem, serta lebih bersifat memenuhi kebutuhan konsumsi sendiri
dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut fungsinya modal dapat dibagi menjadi:
1. Modal masyarakat adalah modal yang tugasnya dalam masyarakat sebagai
alat untuk membantu produksi.
2. Modal perorangan tugasnya untuk menghasilkan pendapatan bagi pemiliknya
tanpa ikut serta bekerja dalam proses produksi.
Modal masyarakat itu tidak hanya menambah produksi saja tetapi juga
pendapatan bagi pemiliknya sekaligus ikut membantu dalam proses produksi.
Saham (modal perorangan) memberikan hasil bagi pemiliknya berupa deviden
(bagian keuntungan perusahaan yang dibagi) sedangkan saham ini tidak ikut serta
dalam proses produksi. Berdasarkan sifatnya modal dibagi menjadi:
1. Modal tetap, yaitu modal yang dapat dipakai dalam beberapa kali proses
produksi.
2. Modal lancar, yaitu modal yang habis dalam satu kali proses produksi.
Pendapatan adalah suatu ukuran balas jasa terhadap faktor-faktor produksi
yang ikut dalam proses produksi. Pengukuran pendapatan untuk tiap-tiap jenis
faktor produksi yang ikut dalam usahatani tergantung pada tujuannya. Pada
akhirnya para petani dari setiap usahataninya mengharapkan pendapatan yang
disebut dengan pendapatan usahatani. Pendapatan usahatani adalah total
penerimaan (TR) dengan total biaya (TC) atau dapat dituliskan dengan rumus
sebagai berikut :
Pd = TR – TC
Dimana :
Pd = Pendapatan
TR = Total penerimaan
TC = Total biaya (Soekartawi, 1995)
Fungsi produksi menunjukkan sifat berkaitan antara faktor-faktor produksi
dan tingkat produksi yang ditingkatkan. Biaya kadang-kadang disebut beban,
penggunaan aktiva yang terjadi sehubungan dengan usaha untuk memperoleh
pendapatan atau keuntungan (Soekartawi, 1999).
2.5 Produksi
2.5.1 Pengertian Produksi
Menurut Pierson dalam Tohir (1983), produksi adalah usaha manusia
untuk menciptakan dan menambah nilai atas barang–barang itu berguna bagi
manusia atau dengan kata lain usaha yang akhirnya dapat menambah faedah dari
barang. Sebagian besar perkebunan yang ada di Indonesia adalah perkebunan
rakyat, seperti halnya perkebunan sawit. Namun, petani rakyat ini sebagian besar
tidak bisa menentukan besarnya pengeluaran, padahal sawit memerlukan
penanganan sebaik-baiknya agar menguntungkan. Penanganan yang bisa
menaikkan pendapatan petani.
Peningkatan produksi bisa dilakukan kapan saja dan untuk mencapainya
perlu beberapa faktor lain seperti tenaga kerja, modal, keahlian dan lahan.
Menyiapkan faktor-faktor yang saling menopang untuk menghasilkan keuntungan
diperlukan biaya yang tidak sedikit. Pada tanaman sawit, penggunaan tenaga
kerja, modal, dan keahlian yang tidak optimal akan menyebabkan pengeluaran
biaya menjadi tinggi. Bila ingin menggunakan ketiga faktor ini sampai optimal,
maka lahan hendaknya ditambah agar bisa seimbang dengan produksi dan
2.5.2 Faktor-faktor Produksi
Faktor produksi mempunyai peranan yang penting dalam melaksanakan
usahatani. Pemilikan lahan yang semakin luas memberikan potensi yang besar
dalam mengembangkan usahatani. Dalam berbagai pengalaman bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi produksi yaitu:
1. Lahan
Lahan merupakan sumber daya alam gabungan tanah, iklim, dan vegetasi
yang ada dimana lahan berperan sebagai alat produksi perkebunan yang
merupakan media tumbuh, gudang hara, dan sumber air.
Sumber : Usahatani Kelapa Sawit di Desa Kuala Bangka
Gambar 2.7 Lahan. Lahan kosong yang belum dibersihkan atau belum siap tanam
2. Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting dan perlu
pada faktor produksi ini adalah tersedianya tenaga kerja, jenis kelamin,
kualitas tenaga kerja, tenaga kerja musiman dan upah tenaga kerja.
3. Bibit
Untuk memperoleh tanaman kelapa sawit yang berkualitas, salah satunya
adalah dengan penggunaan benih yang berkualitas serta melakukan
pembibitan yang benar. Karena pemilihan benih dan proses pembibitan akan
sangat berpengaruh terhadap kualitas dan reproduksi dari tanaman kelapa
sawit dikemudian harinya.
Sumber : Usahatani Kelapa Sawit di Desa Kuala Bangka
4. Pupuk
Adalah bahan-bahan organik maupun anorganik yang diberikan pada tanah
untuk memperbaiki keadaan fisik tanah tersebut dan sekaligus melengkapi
substansi anorganik yang esensial bagi tanaman. Pemupukan dilakukan sejak
tanaman belum menghasilkan hingga tanaman menghasilkan.
Tabel 2.1 Proses Pemupukan Kelapa Sawit TBM-TM Kelompok Umur
Sumber : Usahatani Kelapa Sawit di Desa Kuala Bangka
5. Herbisida
Merupakan senyawa atau material yang disebarkan pada lahan pertanian
untuk menekan atau memberantas tumbuhan yang menyebabkan penurunan
hasil (gulma). Contohnya : Alang-alang, dan rumput liar.
2.6 Struktur Biaya Usahatani Kelapa Sawit Tanaman Menghasilkan
Struktur biaya pada usahatani kelapa sawit adalah demikian penting
pentingnya, sebab hanya struktur biaya yang dikelola dan dikontrol dengan tepat,
usahatani kelapa sawit akan memperoleh hasil keuntungan yang lebih baik.
kedalam beberapa kategori biaya, yang mana setiap kategori dibagi dalam
beberapa group biaya. Adapun group biaya itu sendiri terdiri atas beberapa
komponen biaya yang merupakan sejumlah elemen biaya sebagai dasar
penghitungan pengeluaran biaya real. Beberapa kategori dan karakteristik biaya
yaitu :
1. Fixed Cost
a. Rawat Tanaman Menghasilkan (TM), Biaya aktualnya per hektar atas seluruh
komponen biaya yang muncul harus DI WASPADAI di perkebunan. Apabila
tidak dilakukan kontrol yang ketat terhadap hasil kerja rawat ini, maka beban
biaya akan tetap sama. Artinya hasil kerja rawat nol, beban tetap ada. Fluktuasi
biaya rawat per hektar dalam per tahun terutama di pemupukan yang
dilaksanakan berdasarkan hasil analisa daun.
b. Overhead, Biaya aktual overhead secara mayoritas adalah fixed cost, dengan
gaji dan social expenses untuk karyawan kebun dibebankan pada overhead
bersama-sama dengan komponen biaya lainnya seperti social expenses buruh
harian, bulanan, borongan. Untuk selanjutnya biaya aktual overhead per hektar
dapat dihitung berdasarkan luas kebun TM yang dikelola.
2. Variable Cost.
a. Panen dan Angkutan, Biaya panen per Kg TBS adalah tergantung kepada
output tiap pemanen, gaji dan premi pemanen, sedangkan biaya angkutan TBS
tergantung kepada output angkutan dan biaya operasi alat angkut (Truk atau
Traktor). Total biaya panen dan angkutan per Kg TBS sangat bervariasi
dan angkutan TBS per Kg TBS akan naik apabila upah panen naik dan biaya
operasi alat transport juga naik.
2.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Biaya Produksi
Unit Biaya Produksi ditentukan oleh besarnya Output Produksi dan Input
Biaya Produksi, sehingga terhadap kedua hal tersebut perlu selalu di analisa.
1. Faktor Internal
- Detil Latar Belakang Perkebunan
- Organisasi Internal (Ratio tenaga kerja vs luas lahan, struktur organisasi,
efsiensi)
- Skill tenaga kerja
- Cara kerja dan teknologi yang diterapkan di lapangan
- Infrastruktur
2. Faktor Eksternal
- Kebijakan pajak, kontrol biaya pembelian material (Kebijakan pemerintah)
- Inflasi
- Jarak kebun ke pelabuhan (Infrastruktur)
- Permintaan pasar (Kebutuhan pasar naik)
2.8 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Mariyah (2004) yang berjudul “Analisis
Kebutuhan Modal dan Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja di PT REA Kaltim Plantations” menghasilkan bahwa modal sangat diperlukan oleh perusahaan agar
mampu memberikan kontribusi bagi daerah dengan menciptakan lapangan
pekerjaan bagi masyarakat meskipun masih sangat kecil.
Enny S.L Situmorang (2010) yang berjudul “Analisis Peranan Perkebunan
Kelapa Sawit dalam Pembangunan Wilayah (Studi Kasus PTPN II Kebun Bandar
Klippa)” menghasilkan bahwa semakin luas lahan tanaman kelapa sawit akan
meningkatkan jumlah penyerapan tenaga kerja dan meningkatkan ekonomi lokal
masyarakat sekitar perkebunan yang pada gilirannya dapat terjadi pembangunan
suatu wilayah dan pengaruh PTPN II Kebun Bandar Klippa terhadap penyerapan
tenaga kerja, dampak pemanfaatan lahan dan ekonomi lokal yang sangat
berpengaruh terhadap pembangunan wilayah Kecamatan Bandar Klippa.
Septianita (2009) yang berjudul “ Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Produksi Kelapa Sawit (Elaeis quinensis Jack) dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Keluarga di Desa Makartitama Kec. Peninjauan Kab. OKU”
menghasilkan bahwa Faktor produksi luas lahan, bibit, berpengaruh sangat nyata
terhadap produksi kelapa sawit. Faktor produksi tenaga kerja, pupuk urea dan
herbisida berpengaruh tidak nyata terhadap produksi kelapa sawit, dan Kontribusi
pendapatan petani pada usahatani kelapa sawit terhadap pendapatan keluarga
petani contoh adalah sebesar Rp. 7.718.341,66 ha/th atau 76,89 persen.
Pendapatan keluarga rata-rata sebesar Rp. 9.904.757,216 ini didapat dari
pendapatan lain seperti berdagang, dan menanam tanaman yang lain misalnya
sayuran. Usahatani kelapa sawit memberikan hasil yang nyata terhadap
pendapatan keluarga dilihat dari hasil perhitungan dengan R/C.
Modal usaha meliputi dari faktor-faktor produksi (lahan, tenaga kerja,
bibit, pupuk dan herbisida) yang digunakan dalam proses produksi untuk
menghasilkan output berupa tandan buah segar (TBS). Agar usahatani kelapa
sawit dapat berjalan sebagaimana mestinya maka dibutuhkan beberapa input
produksi yang dapat menunjang kegiatan modal usahatani kelapa sawit tersebut
yang terdiri dari lahan, tenaga kerja, bibit, pupuk dan herbisida. Ada beberapa
masalah yang dihadapi petani kelapa sawit dalam penyediaan input produksi yang
kurang lancar akibat sarana transportasi ke sentra produksi kelapa sawit yang
kurang memadai.
Produksi kelapa sawit akan meningkat apabila penggunaan input produksi
sudah optimal sehingga produktivitas kelapa sawit juga akan meningkat. Namun
yang menjadi masalah secara umum, seringnya terjadi pencurian buah kelapa
sawit sehingga petani mengalami kerugian dan tidak sebandingnya harga
penjualan kelapa sawit dengan harga pupuk yang tersedia. Disamping itu, harga
kelapa sawit juga sangat fluktuatif menyebabkan pendapatan petani berubah-ubah
atau tidak tetap karena tergantung pada siklus musimam panen kelapa sawit.
Konsekuensinya adalah pendapatan bersih dari usahatani kelapa sawit tidak dapat
memberikan kontribusi yang besar terhadap total pendapatan keluarga. Untuk
mengetahui sebuah usahatani merupakan pendapatan utama dalam keluarga, maka
harus diketahui seberapa besar kontribusi/tambahan pendapatan usahatani dan
juga bersifat kontinuitas dalam memberikan pendapatan keluarga.
Berdasarkan besar pendapatan bersih yang diterima oleh petani kelapa
didapat, ditinjau dari besarnya modal awal yang dikeluarkan dengan hasil
produksi kelapa sawit. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
pendapatan usahatani yang dipengaruhi oleh hasil output (TBS) yaitu dengan cara
melakukan perawatan yang termasuk kedalam biaya tetap/modal tetap, dengan
tahap perawatan seperti pemupukan secara rutin setiap tahun, melakukan
penyemprotan, dan melakukan penunasan. Hal ini dilakukan dengan baik maka
akan dapat meningkatkan hasil output (TBS), sehingga pendapatan juga akan
meningkat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat skema kerangka pemikiran berikut
ini :
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kuala Bangka Kec. Kualuh Hilir Kab.
Labura, Propinsi Sumatera Utara. Ruang lingkup dalam penelitian ini yakni
kelompok petani kebun sawit di Desa Kuala Bangka Kec. Kualuh Hilir Kab.
Labura, Propinsi Sumatera Utara.
Waktu penelitian ini berlangsung selama 3 bulan, yaitu mulai bulan Juni 2014
sampai dengan bulan Agustus 2014.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh secara langsung dari petani kelapa sawit yang telah ditetapkan sebagai
responden dengan bantuan alat daftar pertanyaan kuisioner. Data sekunder
meliputi data-data penunjang yang diambil secara runtun waktu, yang didapatkan
melalui studi eloktronik (internet) dan studi kepustakaan (jurnal-jurnal,
buku-buku, arsip-arsip data dari lembaga/instansi pemerintahan antara lain bersumber
dari Kelurahan Desa Kuala Bangka Kec. Kualuh Hilir Kab. Labura.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan cara wawancara dan
dokumentasi. Wawancara dilakukan dengan mewawancarai langsung petani
data-data yang berkaitan dengan penelitian baik dari instansi terkait maupun
internet.
3.4 Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subyek atau obyek yang
memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2004). Populasi dalam
penelitian ini adalah petani kelapa sawit yang ada di Desa Kuala Bangka Kec.
Kualuh Hilir Kab. Labura, 80% dari jumlah penduduk yaitu 6.617 jiwa, yang
diwakili oleh 100 orang usahatani. Sample yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sampel random sederhana (Simple Random Sampling) yaitu dimana setiap elemen dalam populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi
Tabel 3.1 Jumlah Petani Kelapa Sawit menurut Desa Kuala Bangka
Sumber : Kantor Kelurahan Desa Kuala Bangka (2013)
Adapun karakteristik sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini, yaitu:
a. Responden berdomisili di Desa Kuala Bangka
b. Responden mampu memahami pertanyaan-pertanyaan di dalam kuesioner
dengan baik
Tidak ada responden (petani) yang sama yang berada dalam satu keluarga.
3.5 Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan penulis dalam skripsi ini adalah metode
deskriptif, yaitu metode analisis dengan mengumpulkan data secara sistematis,
menganalisis dan menginterpretasikan data dengan melalui gambaran-gambaran
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Desa Kuala Bangka
Sumber: BPS Labura
Gambar 4.1 Peta Wilayah Desa Kuala Bangka Kec. Kualuh Hilir Kab. Labura
Kuala Bangka merupakan salah satu desa yang ada di kec. Kualuh Hilir,
terletak di Kampung Masjid, dengan jarak tempuh ±3 km menggunakan
transportasi darat. Namun, jalan darat ini tidak optimal digunakan oleh rakyat,
karena alat transportasi darat sangat minim. Jalan darat ini utamanya digunakan
sebagai lalu lintas mengangkut berbagai hasil bumi seperti kelapa sawit, karet dan
padi. Desa Kuala Bangka memiliki potensi yang cukup besar di bidang pertanian,
banyak para agen – agen penampung hasil pertanian yang mendistribusikan hasil
pertanian ke pabrik maupun ke kota. Desa Kuala Bangka terdapat beberapa aliran
sungai yang menghubungkan kebeberapa kecamatan lainnya seperti Kualuh Hulu,
Kualuh Ledong, Kualuh Selatan dan Aek Kuo, seperti yang terlihat pada Gambar
4.1 diatas.
Untuk menuju Desa Kuala Bangka, melalui Ibukota Kabupaten Labuhan
Batu Utara yaitu Aek Kanopan, dengan menggunakan tranportasi darat seperti
mobil dan sepeda motor, yang menempuh jarak ±40 km atau menghabiskan waktu
dalam perjalanan kira-kira 1,5 jam.
4.1.1 Keadaan Iklim
Secara umum kondisi iklim diwilayah desa kuala bangka dikategorikan
pada iklim tropis dengan suhu 23º-30º C yang terletak pada ketinggian lebih
100-1500 m diatas permukaan laut. Iklim ini sangat mendukung untuk pertumbuhan
dan perkembangan tanaman kelapa sawit. Luas wilayah Desa Kuala Bangka
sebanyak 11.120 Ha, dengan gambaran jenis penggunaan tanah dapat dilihat pada
Tabel 4.1 Jenis Penggunaan Tanah di Desa Kuala Bangka
Penggunaan lahan desa penelitian menurut fungsinya terdiri perkebunan
sawit, persawahan, dan kebun perkebunan kelapa jawa. Dapat dikemukakan
bahwa penggunaan lahan di Desa Kuala Bangka lebih banyak digunakan untuk
perkebunan kelapa sawit rakyat seluas 3.071 ha, yang kedua untuk tanah ladang
(sawah) seluas 795 ha, dan tanah perkebunan kelapa jawa seluas 6 ha. Hal ini
dapat dilihat bahwa hampir seluruh petani atau 80% penduduk Desa Kuala
Bangka pengusaha kelapa sawit.
4.1.2 Pemerintahan
Kabupaten Labuhanbatu Utara dipimpin oleh Bupati H. Khairuddin Syah
Sitorus, SE. Kabupaten Labuhanbatu Utara adalah kabupaten yang baru
dimekarkan dari Kabupaten Labuhanbatu sesuai dengan Undang-Undang Nomor
Labuhanbatu berkurang dengan adanya pemekaran dari kabupaten ini, yaitu
melalui pembentukan Kabupaten Labuhanbatu Utara dan Kabupaten Labuhanbatu
Selatan. Studi Pemekaran Desa Kabupaten Labura telah dilakukan sejak tahun
2012 lalu. Dan hasil studi pemekaran tersebut, ada sebanyak 28 desa yang masuk
dalam rencana pemekaran. Syarat-syarat desa yang rencanannya akan dimekarkan
ditinjau berdasarkan jumlah penduduknya, luas wilayah dan geografisnya, potensi
yang ada di desa serta dalam rangka peningkatan pelayanan publik.
Adapun desa yang masuk dalam studi pemakaran tersebut yaitu, di
Kecamatan Kualuh Hilir terdiri dari desa Tanjung Mangedar, Kuala Bangka, Sei
Apung, Sei Sentang dan Desa Teluk Binjai. Sedangkan di Kecamatan Kualuh
Hulu terdiri dari Desa Kuala Beringin, Sukarame, Sukarame Baru dan Desa
Sonomartani. Serta di Kecamatan Kualuh Leidong terdiri dari Desa Air Hitam,
Berikut jumlah dusun menurut Desa Kuala Bangka sebagai berikut :
Tabel 4.2 Jumlah Dusun di Desa Kuala Bangka
No Dusun Kepala Dusun
1 Pekan Kuala Bangka Erwinsyah Ritonga
2 Kampung Jawa Ilham
3 Serba Guna Mehad
4 Selat Pematang Ahmad Sukardi
5 Tanjung Gulama Marolop Malau
6 Karya Tani Gunawan Sibarani
7 Teluk Ampean Nelson Simanjuntak
8 Kampung Balige Panolong Siahaan
9 Dosroha Jhonny Sitohang
10 Makmur Bersama Marale Samosir
11 Tangkahan Manggis Pardamean Limbong 12 Tangkahan Bosi Carles R. Ompusunggu Sumber : Kantor Kelurahan Desa Kuala Bangka (2013)
4.1.3 Penduduk
Sebahagian besar penduduk Desa Kuala Bangka adalah Suku Batak 70%,
Suku Melayu 13%, Suku Jawa 7%, dan 10% suku lainnya. Jumlah penduduk
sebesar 6.617 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 3.339 jiwa dan perempuan 3.178,
Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Sumber : Kantor Kelurahan Desa Kuala Bangka (2013)
4.1.4 Sarana dan Prasarana
Pada tahun 2013 jumlah sarana pendidikan yang tersebar di Desa Kuala
Bangka sebanyak 11 unit, diantaranya yaitu untuk tingkat SD negeri maupun
swasta berjumlah 8 unit dan untuk tingkat SMP berjumlah 3 unit.
1 Pekan Kuala Bangka 1 1 2 4
Sumber : Kantor Kelurahan Desa Kuala Bangka (2013)
Selain sarana pendidikan ada juga sarana kesehatan, rumah ibadah, dan
sarana pelayan masyarakat. Yang diuraikan sebagai berikut: