• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prevalensi Infestasi Parasitoid pada Ulat Sutera Liar Attacus atlas (Lepidoptera: Saturniidae) di Perkebunan Teh Kabupaten Purwakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prevalensi Infestasi Parasitoid pada Ulat Sutera Liar Attacus atlas (Lepidoptera: Saturniidae) di Perkebunan Teh Kabupaten Purwakarta"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

PREVALENSI INFESTASI PARASITOID PADA ULAT SUTERA

LIAR Attacus atlas (Lepidoptera: Saturniidae) DI PERKEBUNAN TEH

KABUPATEN PURWAKARTA

LUCKY AGUNG ISKANDAR

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Prevalensi Infestasi Parasitoid pada Ulat Sutera Liar Attacus atlas (Lepidoptera: Saturniidae) di Perkebunan Teh Kabupaten Purwakarta” adalah benar karya saya dengan pengarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

LUCKY AGUNG ISKANDAR. Prevalensi Infestasi Parasitoid pada Ulat Sutera Liar Attacus atlas (Lepidoptera: Saturniidae) di Perkebunan Teh Kabupaten Purwakarta. Dibimbing oleh UPIK KESUMAWATI HADI dan DAMIANA RITA EKASTUTI.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prevalensi infestasi parasitoid terhadap Attacus atlas (Lepidoptera: Saturniidae), karakteristik keluarnya parasitoid pada pupa, jenis parasitoid, dan tingkat infestasi masing-masing parasitoid. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi total infestasi parasitoid pada A. atlas di perkebunan teh Kabupaten Purwakarta adalah 29.61 %. Jenis parasitoid yang didapatkan tiga spesies, yaitu (1) Xanthopimpla gampsura (Hymenoptera: Ichneumonidae) dengan prevalensi 21.23%, parasitoid ini membuat lubang pada pupa inang di anterior berukuran 5.39 ± 0.49 mm; (2) Theronia sp. (Hymenoptera: Ichneumonidae) dengan prevalensi 6.15% dengan lubang terletak di anterior (2.75 ± 0.21 mm), di lateral (2.67 ± 0.29 mm), dan terdapat lubang di anterior serta lateral dalam satu pupa (2.75 ± 0.21 mm). Parasitoid yang ke (3) Exorista sorbillans (Diptera: Tachinidae) dengan prevalensi 2.23%. Parasitoid E. sorbillans ada di dalam pupa berkisar 5–8 larva/pupa A. atlas.

Kata kunci: Attacus atlas, parasitoid, perkebunan teh, prevalensi

ABSTRACT

LUCKY AGUNG ISKANDAR. The Prevalence of the Parasitoid Infestation Wild Silkworm Attacus atlas (Lepidoptera: Saturiidae) in the Tea Plantation Purwakarta Regency. Supervised by UPIK KESUMAWATI HADI and DAMIANA RITA EKASTUTI.

The purpose of this research was to study of prevalence infestation of parasitoids to Attacus atlas (Lepidoptera: Saturniidae), characteristic of the pupae parasitoids discharge, species of parasitoid, and infestation of parasitoid. The results showed the prevalence of parasitoids on A. atlas in the tea plantation Purwakarta Regency was 29.61%. There were three species of parasitoid obtained, i.e. (1) Xanthopimpla gampsura (Hymenoptera: Ichneumonidae) with a prevalence of 21.23%, this parasitoid were make a hole in the anterior pupae (5.39 ± 0.49 mm); (2) Theronia sp. (Hymenoptera: Ichneumonidae) with a prevalence of 6.15%, with hole located anterior (2.75 ± 0.21 mm), lateral (2.67 ± 0.29 mm), and the anterior-lateral holes in one pupae (2.7 ± 0.21 mm), and Parasitoid (3) Exorista sorbillans (Diptera: Tachinidae) with the prevalence of 2.23%. There were 5-8 larva of E. sorbillans / pupa of A. atlas.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

PREVALENSI INFESTASI PARASITOID PADA ULAT SUTERA LIAR

Attacus atlas (Lepidoptera: Saturniidae) DI PERKEBUNAN TEH

KABUPATEN PURWAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(8)
(9)

Judul Skripsi : Prevalensi Infestasi Parasitoid pada Ulat Sutera Liar Attacus atlas (Lepidoptera: Saturniidae) di Perkebunan Teh Kabupaten

Purwakarta

Nama : Lucky Agung Iskandar NIM : B04090095

Disetujui oleh

Prof Drh Upik Kesumawati Hadi, MS, PhD Pembimbing I

Dr Drh Damiana R. Ekastuti, MS, AIF Pembimbing II

Diketahui oleh

Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet Wakil Dekan

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Prevalensi Infestasi Parasitoid pada Ulat Sutera Liar Attacus atlas (Lepidoptera: Saturniidae) di Perkebunan Teh Kabupaten Purwakarta” dapat diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Drh Upik Kesumawati Hadi, MS, PhD dan Ibu Dr Drh Daminana Rita Ekastuti, MS, AIF selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran dan memotivasi agar cepat menyelesaikan skripsi. Disamping itu ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr Drh Yusuf Ridwan, MSi selaku pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjadi mahasiswa FKH Institut Pertanian Bogor (IPB).

Ungkapan terima kasih dan rasa sayang disampaikan kepada Bapak Drs Yanto Supa’at dan Ibu Tiktik Susiati Ikna, MKM yang selalu mendoakan dan selalu mendidik penulis hingga seperti saat ini, serta adik Salma Nabilah yang menemani orang tua penulis selama penulis menyelesaikan pendidikan sarjana di IPB. Selanjutnya ungkapan terima kasih kepada teman-teman penelitian Attacus atlas M. Alex, Mutaqinullah, Ridho Septiadi, Ridho Walidaini, dan Eko Prasetyo Nugroho. Di samping itu, salam persahabatan penulis ucapkan kepada teman-teman Geochelone 46 yang selama ini berjuang untuk meraih cita-cita untuk menjadi dokter hewan di FKH IPB.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kesalahan. Terlepas dari kekurangan yang ada, penulis berharap skripsi ini dapat memberi manfaat bagi yang membutuhkan.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL i

DAFTAR GAMBAR ii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Klasifikasi dan Siklus Hidup Attacus atlas 2

Morfologi dan Perilaku A. atlas 3

Penyebaran A. atlas 5

Parasitoid pada A. atlas 5

MATERI DAN METODE 5

Waktu dan Tempat 5

Prosedur Penelitian 6

Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Prevalensi Infestasi Pupa A. atlas yang diambil dari Perkebunan Teh 8 Karakteristik Pupa A. atlas yang Terinfestasi Parasitoid 8

Jenis Parasitoid pada Pupa A. atlas 9

Tingkat Infestasi Masing-Masing Parasitoid 12

Kepentingan Parasitoid di Alam 13

SIMPULAN DAN SARAN 13

DAFTAR PUSTAKA 14

(14)

DAFTAR TABEL

1 Perkembangan pupa A. atlas yang diambil dari perkebunan teh di

wilayah Kabupaten Purwakarta pada tahun 2013 8

2 Karakteristik pupa yang terinfestasi parasitoid yang diambil dari perkebunan teh di wilayah Kabupaten Purwakarta pada tahun 2013 9 3 Jumlah pupa yang terinfestasi oleh masin-masing parasitoid dari pupa A.

atlas dari perkebunan teh di wilayah Kabupaten Purwakarta pada tahun

2013 13

DAFTAR GAMBAR

1 Siklus hidup A. atlas 2

2 Imago A. atlas jantan dan betina 3

3 Kokon A. atlas 4

4 Kondisi Perkembangan Pupa A. atlas 7

5 Posisi lubang pada pupa A. atlas yang telah terinfestasi parasitoid 9

6 Ciri morfologi Xanthopimpla gampsura 10

7 Ciri morfologi Theronia sp. 11

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki biodiversitas tinggi. Indonesia diketahui memiliki empat jenis ulat sutera liar (Ordo Lepidoptera, Famili Saturniidae), yaitu Attacus atlas, Cricula trifenestrata, Antheraea pernyi, dan Philosamia ricini (Solihin et. al 2010). Satu di antara ulat sutera liar yang sering ditemui ialah Attacus atlas. Keberadaan A. atlas di Indonesia tersebar dari Sabang sampai Merauke (Peigler 1989).

A. atlas menghasilkan kokon sutera yang belum banyak dibudidayakan dibandingkan dengan ulat sutera Bombyx mori di Indonesia. Kokon A. atlas banyak diambil secara langsung dari alam. Di perkebunan teh Purwakarta, A. atlas dianggap sebagai hama yang dapat menurunkan produksi daun teh. Masyarakat di sana belum menganggap sebagai peluang usaha dan membudidayakan A. atlas secara intensif. Pengambilan kokon langsung dari alam berdampak pada populasi dari serangga tersebut di alam.

Kokon A. atlas digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kain sutera. Serat sutera yang dihasilkan dari A. atlas memiliki keistimewaan, yaitu benang yang panjang, lembut, tekstur serat yang kuat, dan daya serap kelembaban hingga 20% (Indrawan 2007). Hal ini menyebabkan kain lebih sejuk. Kokon A. atlas juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan asesoris, kerajinan tangan serta bahan pengawet alami makanan (Faatih 2005).

Kokon A. atlas memiliki potensi ekonomi yang tinggi. Permintaan dunia terhadap kokon ulat sutera cukup tinggi. Harga benang sutera A. atlas lebih mahal dibandingkan harga benang sutera Bombyx mori. Harga benang sutera A. atlas Rp 1 500 000/kg sedangkan Bombyx mori Rp 300 000/kg (Solihin et al. 2010). Menurut Ketua Asosiasi Sutera Indonesia kebutuhan sutera dalam negeri mencapai 900 ton/tahun. Produsen sutera domestik hanya mampu menghasilkan 5% dari total kebutuhan, sehingga sisanya sekitar 95% diimpor dari China (Herlinda 2014).

Tingkat keberhasilan budidaya ulat sutera liar hingga tahap kokon pada lingkungan terbuka sangat rendah (10%) (Situmorang 1996). Penyebabnya adalah faktor lingkungan seperti hujan, angin, panas, parasitoid, dan predator yang tidak dapat dikontrol. Musuh alami dari A. atlas adalah beberapa jenis burung, laba-laba, tawon, semut, dan kadal (Kalshoven 1981). Selain itu, parasitoid merupakan musuh alami yang dapat menyebabkan penurunan kualitas kokon dan kematian pada A. atlas. Parasitoid dapat menyerang beberapa fase siklus hidup inang tergantung dari spesiesnya. Menurut Peigler (1989), terdapat 15 spesies parasitoid yang menjadikan A. atlas sebagai inangnya. Genus Xanthopimpla merupakan genus parasitoid yang paling banyak ditemukan di Asia Tenggara.

Tujuan Penelitian

(16)

2

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tentang prevalensi infestasi dan jenis parasitoid yang terdapat pada A. atlas yang diambil dari perkebunan teh di Kabupaten Purwakarta.

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi dan Siklus Hidup Attacus atlas

A. atlas merupakan serangga holometabola artinya serangga yang mengalami metamorfosis sempurna (Gambar 1). Serangga tersebut mengalami stadium telur, larva dengan enam instar, pupa, dan imago (dewasa) (Barus 2010). Total waktu yang diperlukan A. atlas yang diberikan pakan daun teh untuk menyelesaikan sekali daur hidupnya memerlukan waktu 63–82 hari dengan rataan 72.5 ± 7.48 hari (Awan 2007). Klasifikasi Attacus atlas menurut Peigler (1989) adalah:

Filum : Arthropoda Kelas : Insekta

Divisi : Endopterygota Ordo : Lepidoptera Famili : Saturniidae Genus : Attacus

Spesies : Attacus atlas Linneus

Gambar 1 Siklus hidup A. atlas (Barus 2010)

(17)

3 Morfologi dan Perilaku A. atlas

Imago

Imago (dewasa) A. atlas adalah jenis ngengat yang berukuran besar, berwarna cokelat kelabu, panjang sayap pada jenis jantan 13–15 cm, dan pada betina 18–20 cm (Gambar 2). Imago jantan memiliki sayap yang meruncing, memiliki antena yang panjangnya 23–30 mm dan lebar 10–13 mm (seperti sisir) (Peigler 1989). Imago A. atlas aktif di malam hari (nokturnal). Imago tidak makan dan hanya hidup dalam beberapa hari pada stadium ini. Ngengat jantan memiliki umur yang lebih pendek, antara 2–4 hari dan imago betina 2–10 hari. Kemunculan imago jantan dan betina masing-masing 20–25 dan 23–26 hari hari setelah mengkokon (Awan 2007). A. atlas bersifat polivolin, eurytopic, dan poikiloterm (Peigler 1989).A. atlas bersifat polivolin artinya bereproduksi lebih dari tiga kali dalam sekali siklus hidupnya. A. atlas bersifat eurytopic artinya dapat beradaptasi pada kondisi lingkungan dengan rentang geografik yang luas. A. atlas merupakan serangga bersifat poikiloterm artinya suhu tubuhnya berfluktuasi sesuai dengan suhu lingkungan. umumnya berwarna putih kehijauan dan dilindungi oleh suatu cairan berwarna kemerahan hingga cokelat. Telur A. atlas biasa diletakkan di daun yang sekaligus sebagai tempat makanan larva. Menurut Awan (2007), telur akan menetas setelah inkubasi selama 10–12 hari pada pagi hari sekitar pukul 05.00 hingga 09.30.

Larva

Larva A. atlas mengalami enam masa instar. Pergantian masa instar ditandai dengan pergantian kulit (molting). Instar I berlangsung selama 4–6 hari dimulai saat penetasan telur hingga larva mengganti kulit pertama. Ciri-cirinya kepala berwarna hitam, bagian dorsal larva berwarna kuning pucat tanpa serbuk putih dan bagian ventral larva berwarna hitam kehijauan. Instar II berlangsung

A

(18)

4

selama 4–6 hari dicirikan bagian dorsal larva ditutupi serbuk putih, kepala berwarna kecoklatan, dan bagian ventral masih berwarna hijau kehitaman. Instar III berlangsung selama 4–6 hari memiliki ciri yang sama seperti instar II namun ukuran tubuh lebih besar dan panjang. Instar IV berlangsung selama 4–6 hari memiliki ciri-ciri bagian dorsal dan ventral berwarna hijau kebiruan. Bagian kepala berwarna hijau bercak merah di bagian lateral segmen ketiga, segmen keempat dan segmen kedelapan sampai dengan segmen kesepuluh, warnanya memudar menjadi kekuningan. Instar V berlangsung selama 6–8 hari memiliki ciri yang hampir sama dengan instar IV, tetapi ukuran tubuh menjadi semakin besar. Instar VI belangsung selama 10-12 hari memiliki ciri pada awal instar tubuh berwarna hijau cerah dengan bintik-bintik berwarna hitam di bagian dorsal thoraks dan di sekitar anal. Stadium ini gerakannya lebih lamban, tubuh menjadi gemuk, dan kokoh. Menjelang instar VI berakhir, bagian tubuh dominan berwarna putih di bagian dorsal, hijau kekuningan di bagian ventral dan lateral (Peigler 1989; Awan 2007). Larva A. atlas bersifat polifagus artinya larva tersebut makan berbagai jenis tanaman. Menurut Peigler (1989), larva A. atlas memakan 90 genus tanaman dari 48 famili.

Pupa

Rata-rata bobot pupa dari A. atlas 7.6 g (Desianda 2011). Pupa berwarna cokelat terang. Stadium pupa merupakan stadium yang penting dalam perkembangan metamorfosis dari larva menjadi imago. Pada stadium ini terjadi organogenesis. Pada stadium ini sudah dapat diketahui jenis kelamin imago, yaitu dengan melihat bentuk dan ukuran calon antena imago pada pupa (Awan 2007). Ukuran penutup antena pupa jantan dan betina berbeda. Ukuran penutup antena jantan lebih lebar dan besar dari pada betina. Periode pupa berlangsung selama 20–28 hari.

Kokon

Kokon A. atlas berwarna cokelat muda hingga tua (Gambar 3), panjang 8– 9 cm serta lebarnya 3–4 cm (Kalshoven 1981). Kokon terbentuk sempurna berbentuk elips silindris, ujungnya membulat, dan pada ujung anteriornya terdapat celah (Awan 2007). Bobot kulit kokon A. atlas yang diberi pakan daun teh adalah 1.2 g (Desianda 2011).

(19)

5 Penyebaran A. atlas

Stadium imago ulat sutera liar A. atlas biasa dikenal masyarakat sebagai ngengat si rama-rama atau ngengat gajah. Tersebar hampir di seluruh Indonesia di antaranya pulau Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua (Peigler 1989). Serangga ini juga dapat ditemukan di daerah Simla (India), di ujung daerah timur laut Okinawa (Jepang), seluruh dataran kawasan Asia Tenggara, Taiwan, dan Papua Nugini (Peigler 1989).

Parasitoid pada A. atlas

Parasiotid merupakan serangga yang perkembangannya tinggal di dalam tubuh inang (endoparasitoid) atau di luar tubuh inang (ektoparasitoid) yang pada akhirnya akan membunuh inang tersebut. Parasitoid di alam bermanfaat sebagai kontrol biologis untuk serangga hama. Parasitoid memakan cairan hemolimfe untuk kepentingan perkembangan larva parasitoid ketika inangnya masih hidup dan membunuh atau melumpuhkan inang (Jumar 2000). Sebagian besar parasitoid adalah anggota dari ordo Hymenoptera meskipun parasitoid juga banyak dari ordo Diptera, dan sebagian kecil juga ditemukan dari ordo Stresiptera. Ordo Hymenoptera memiilki keanekaragaman yang sangat tinggi, dengan 20 000–25 000 spesies, sekitar 80% merupakan parasitoid (LaSalle dan Gauld 1993; Godfray 1994).

Parasitoid pada Attacus menurut Peigler (1989) terdapat empat famili, yaitu Tachinidae, Chalcidoidea, Braconidae, dan Ichneumonidae. Parasitoid dari famili Tachinidae (Diptera) contohnya adalah Exorista sorbillans yang meletakkan larva parasitoid hingga 60 larva/pupa. Famili Chalcidoidea (Hymenoptera), yaitu Tetrastichus sp., Agiommatus attaci, Anastatus colemani, Anatatus menzeli, dan Anatatus sp.. Parasitoid ini merupakan parasit di dalam telur A. atlas. Famili Braconidae (Hymenoptera), yaitu Apanteles sp.. Famili Ichneumonidae (Hymenoptera), yaitu Encospilus plicatus, Xanthopimpla gampsura, Xanthopimpla brullei, dan Xanthopimpla predator. Parasitoid Encospilus plicatus meletakkan telur di dalam larva inang yang akan menetas hingga kokon inang terbentuk, Sedangkan Xanthopimpla meletakkan telurnya di dalam pupa inang. Xanthopimpla yang telah imago akan keluar membentuk satu lubang di bagian anterior pupa.

Penelitian Desianda (2011), secara budidaya di dalam ruangan, dari 608 pupa sebanyak 81 pupa (30%) terinfestasi parasitoid. Parasitoid di dalam pupa menyebabkan pupa mati dengan ciri busuk, kosong, dan berlubang. Parasitoid yang ditemukan di antaranya, Xanthopimpla gampsura (Ichneumonidae), Sarcophaga sp. (Sarcophagidae), dan Chrysis sp. (Chrysididae).

MATERI DAN METODE

Waktu dan Tempat

(20)

6

identifikasi parasitoid dilakukan di Laboratorium Metabolisme Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, serta Laboratorium Entomologi Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Institut Pertanian Bogor.

Prosedur Penelitian

Pengambilan Kokon A. atlas

Kokon A. atlas diambil secara acak dari perkebunan teh di wilayah PTPN VIII di Kabupaten Purwakarta. Kokon yang telah diambil dari alam dibersihkan dari daun yang menempel lalu diberi label nomor. Kemudian kokon digunting longitudinal dari ujung anterior sampai posterior. Langkah tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah pupa di dalam kokon sehat atau terindikasi terinfestasi parasitoid. Pupa yang sehat dimasukkan ke dalam kandang kasa, sedangkan pupa yang terindikasi terinfestasi dipisahkan.

Metode Pemeliharaan

Pupa sehat dimasukkan ke dalam kandang kasa ukuran 50x50x50 cm3, dibiarkan hingga menjadi imago (ngengat). Setiap pupa yang terindikasi terinfestasi parasitoid dimasukkan ke dalam plastik ukuran 12x25 cm2. Hal tersebut untuk mengetahui karakteristik pupa A. atlas yang terinfestasi parasitoid oleh masing-masing parasitoid.

Pengamatan dan Pengukuran

Pengamatan diawali dengan memperlihatkan apakah pupa yang sehat atau terindikasi terinfestasi parasitoid. Karakteristik pupa yang telah terinfestasi parasitoid terdapat lubang. Lubang diamati posisi lubang di bagian tempat keluarnya parasitoid, jumlahnya pada pupa, dan diameter lubang menggunakan jangka sorong dengan ketelitian 0.01 mm.

Preservasi dan Identifikasi Parasitoid

(21)

7 Analisis Data

Data yang diperoleh dilakukan tabulasi dan dilakukan analisis secara deskriptif dan kuantitatif menggunakan MS. Exel 2010. Analisis data dilakukan dengan menghitung jumlah infestasi parasitoid pada pupa serta menghitung jumlah ngengat yang keluar dari pupa (eklosi), sesuai dengan perhitungan metode Hamid et al. (2003) sebagai berikut:

Persentase total infestasi parasitoid dihitung dengan menggunakan rumus:

J a a ya a a a

J a a ya a a x 100%

Persentase rasio infestasi parasitoid untuk setiap spesiesnya dihitung dengan menggunakan rumus:

J a a ya a a a a

J a a a a x 100%

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pupa A. atlas yang diperoleh dari perkebunan teh di wilayah Kabupaten Purwakarta adalah sebanyak 179 pupa. Berdasarkan hasil pemeliharaan pupa A. atlas diperoleh pupa yang sehat dan yang terinfestasi parasitoid. Pupa A. atlas yang sehat memiliki ciri-ciri berwarna coklat lebih terang dan apabila disentuh akan ada respon gerak (Gambar 4A) dibandingkan dengan pupa dan larva yang mati tidak terinfestasi (Gambar 4B dan 4C), dan yang terinfestasi parasitoid berwarna kehitaman (Gambar 5).

Gambar 4 Kondisi perkembangan pupa. (A). Pupa yang sehat, (B). Pupa yang mati, dan (C). Larva yang gagal menjadi pupa

A C

A A B

(22)

8

Prevalensi Infestasi Pupa A. atlas yang diambil dari Perkebunan Teh

Pengamatan perkembangan pupa A. atlas yang berjumlah 179 pupa menunjukkan hasil 100 pupa menjadi ngengat, 26 pupa mengalami kematian bukan karena parasitoid, dan 53 pupa terinfestasi parasitoid ( Tabel 1).

Tabel 1 Perkembangan pupa A. atlas yang diambil dari perkebunan teh di wilayah Kabupaten Purwakarta pada tahun 2013

Karakteristik Jumlah Pupa (n) %

Menjadi ngengat 100 55.87

Gagal menjadi pupa (mati) 11 6.15

Gagal organogenesis (mati) 14 7.82

Gagal keluar dari kokon (mati) 1 0.56

Pupa terinfestasi parasitoid 53 29.61

Jumlah 179 100

Pupa yang berhasil menjadi ngengat sebanyak 100 ekor (55.87%). Ngengat jantan muncul beberapa hari lebih awal dibandingkan dengan ngengat betina. Ngengat jantan juga memiliki umur yang lebih pendek antara 2–4 hari, sedangkan betina 2–10 hari (Awan 2007).

Larva A. atlas gagal menjadi pupa dan mati, namun telah membentuk kokon sebanyak 11 ekor (6.15%). Pupa yang mati dilakukan pembukaan, didapatkan pupa mengalami gagal organogenesis dan mati sebanyak 14 ekor (7.82%). Ngengat gagal keluar dari kokon dan mati sebanyak 1 ekor (0.56%). Jumlah kematian terbesar pupa A. atlas adalah disebabkan oleh parasitoid, yaitu sebanyak 53 ekor (29.61%).

Kematian A. atlas saat pengkembangan dapat diakibatkan beberapa faktor. Menurut Awan (2007), faktor abiotik di antaranya suhu, kelembaban, cahaya matahari, sirkulasi udara, dan kebersihan tempat hidupnya, sedangkan faktor biotik antara lain pakan, mikroorganisme, predator, dan parasitoid.

Tingkat prevalensi infestasi parasitoid pupa A. atlas di alam pada penelitian ini menunjukkan angka (29.61%). Penelitian Desianda (2011), pada pupa A. atlas yang dipelihara di ruangan terbuka terinfestasi sebanyak (30%). Hal ini berarti bahwa pupa bisa terinfestasi pada pemeliharaan dengan kondisi ruangan terbuka. Berbeda dengan hasil penelitian Awan (2007), pupa yang diperoleh dari domestikasi dan dipelihara di dalam ruangan tertutup tidak mengalami infestasi parasitoid.

Karakteristik Pupa A. atlas yang Terinfestasi Parasitoid

(23)

9 Tabel 2 Karakteristik pupa yang terinfestasi parasitoid yang diambil dari

perkebunan teh di wilayah Kabupaten Purwakarta pada tahun 2013 Karakteristik pupa Diameter

Imago parasitoid akan keluar dengan cara membuat lubang pada pupa A. atlas. Diameter lubang tergantung dari besar kepala parasitoid yang keluar. Setiap parasitoid memiliki ciri khas letak dan diameter lubang tersebut. Letak lubang yang terbanyak ada pada anterior dari pupa (71.70%) dengan diameter 4.30–6.70 mm (Gambar 5A). Terdapat pula lubang berdiameter kecil kisaran 2.40–3.10 mm (Gambar 5B). Setiap pupa A. atlas yang terinfestasi biasanya hanya oleh satu spesies parasitoid karena adanya kompetisi masing-masing parasitoid. Hal tersebut menyebabkan tidak akan didapatkan spesies parasitoid yang berbeda dalam satu pupa A. atlas.

Gambar 5 Posisi lubang anterior (A) dan posisi lubang lateral (B) pada pupa yang telah terinfestasi parasitoid

Jenis Parasitoid pada Pupa A. atlas

Jenis parasitoid yang ditemukan menginfestasi pupa A. atlas ada tiga, yaitu Xanthopimpla gampsura, Theronia sp., dan Exorista sorbillans. Jenis ini menimbulkan lubang yang berbeda dan bersifat menciri. Lubang tersebut dapat dijadikan indikasi jenis parasitoid yang menginfestasi pada pupa A. atlas.

1. Xanthopimpla gampsura

Xanthopimpla gampsura termasuk ke dalam ordo Hymenoptera famili Ichneumonidae, karena memiliki ciri tidak mempunyai sel kosta pada sayap depan (Gambar 6Aa), venasi Rs + M tidak ada, memiliki areolat (Gambar 6Ab),

(24)

10

dan terdapat venasi 2m-cu (Gambar 6Ac). X. gampsura memiliki ciri khas tubuh berwarna kuning dengan tiga garis hitam thoraks (Gambar 6B). X. gampsura memiliki lebar kepala sekitar 4 mm (Gambar 6C) dan memiliki antena berbentuk filiform (seperti benang) dengan segmen berjumlah 18 atau lebih. Parasitoid ini memiliki panjang tubuh sekitar 16 mm, pada akhir bagian abdomen berwarna kuning kehitaman. Imago Jantan tidak terdapat ovipositor (Gambar 6D), sedangkan betina memiliki ovipositor 5 mm (Gambar 6Ed). Parasitoid ini pada abdomen berwarna kuning ditandai dengan bintik-bintik hitam (Gambar 6F).

X. gampsura membuat lubang keluar di anterior pada pupa inang. Tabel 2 menunjukkan sebagian besar lubang akibat X. gampsura terletak pada bagian anterior (71.70%) dari pupa A. atlas yang terinfestasi parasitoid. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Peigler (1989), menyatakan imago Xanthopimpla akan keluar dari anterior pupa inang membentuk satu lubang.

Gambar 6 Ciri morfologi X. gampsura. (A). Venasi sayap X. gampsura, (B). Thoraks X. gampsura, (C). Kepala X. gampsura, (D). X. gampsura jantan, (E). X. gampsura betina, (F). X. gampsura dari dorsal; (a). tidak terdapat sel kosta, (b). areolat, (c). dua rangka sayap melintang m-cu, dan (d). ovipositor

X. gampsura merupakan parasitoid yang bersifat endoparasitoid dan soliter. Bersifat endoparasitoid artinya meletakkan telur menggunakan ovipositor ke dalam inang. Parasitoid ini menyerang inang pada fase pupa (Peigler 1989; Erniwati dan Ubaidillah 2011). Bersifat soliter artinya meletakan satu telur parasitoid ke dalam satu inang (Peigler 1989; Jumar 2000). X. gampsura merupakan agen kontrol biologi alami untuk serangga-serangga hama seperti ulat. X. gampsura termasuk famili Ichneumonidae merupakan famili yang banyak bertindak sebagai parasitoid (Purnomo 2010). Penyebaran X. gampsura di Indonesia, yaitu Jawa, Kalimantan, dan Sumatera (Peigler 1989),

(25)

11 dan terdapat di Malaysia (Erniwati dan Ubaidillah 2011). Klasifikasi dari X. gampsura menurut Goulet dan Huber (1993) adalah ordo Hymenoptera, famili Ichneumonidae, genus Xanthopimpla,dan spesies Xanthopimpla gampsura. 2. Theronia sp.

Theronia sp. merupakan serangga dari ordo Hymenoptera famili Ichneumonidae. Famili ini memiliki ciri-ciri tidak mempunyai sel kosta pada sayap depan (Gambar 7Aa), venasi Rs + M tidak ada, memiliki areolat (Gambar 7Ab), dan terdapat venasi 2m-cu (Gambar 7Ac).

Theronia sp. memiliki panjang tubuh lebih kecil dari X. gampsura sekitar 11 mm dan memiliki warna tubuh kuning kejinggaan.Parasitoid ini pada bagian thoraks (arah dorsal) terdapat 3 corak hitam yang bersatu (Gambar 7B), memiliki lebar kepala 2 mm (Gambar 7C) serta memiliki antena berbentuk filiform. Parasitoid ini pada jantan tidak memiliki ovipositor (Gambar 7D), sedangkan betina terdapat ovipositor sekitar 4 mm (Gambar 7Ed). Parasitoid ini pada bagian abdomen berwarna kuning kejinggaan dan terdapat garis hitam melintang pada dorsal (Gambar 7F).

Gambar 7 Ciri morfologi Theronia sp.. (A). Venasi sayap Theronia sp., (B). Thoraks Theronia sp., (C). Kepala Theronia sp. (D). Theronia sp. jantan, (E). Theronia sp. betina, (F). Theronia sp. dari dorsal; (a). tidak terdapat sel kosta, (b). areolat, dan (c). dua rangka sayap melintang m-cu dan (d). Ovipositor

Theronia sp. membuat lubang ketika akan keluar dari pupa inang. Lubang tersebut berukuran kecil terletak di anterior, lateral, dan anterior serta lateral pada satu pupa masing-masing sebesar 3.77%, 13.21%, dan 3.77%. Hal tersebut sesuai dengan Peigler (1989), Theronia sp. merupakan parasitoid A. atlas. Parasitoid ini sama seperti X. gampsura bersifat endoparasitoid dan soliter. Penyebaran Theronia sp. terdapat di Indonesia, yaitu pulau Jawa (Peigler 1994).

(26)

12

Klasifikasi dari Theronia sp. menurut Goulet dan Huber (1993) adalah ordo Hymenoptera, famili Ichneumonidae, genus Theronia, dan Spesies Theronia sp.. 3. Exorista sorbillans

Exorista sorbillans merupakan serangga dari ordo Diptera famili Tachinidae memiliki sepasang sayap. Ciri-ciri terdapat 4 garis longitudinal berwarna hitam pada thoraks, memiliki sepasang mata berwarna merah, terdapat 3 garis hitam melintang pada abdomen, dan panjang tubuh sekitar 15 mm (Gambar 8A).

Larva E. sorbillans didapatkan pada pupa A. atlas yang terinfestasi. Pada penelitian ini, infestasi E. sorbillans terdapat pada empat pupa A. atlas. Jumlah larva yang didapatkan dengan kisaran 5–8 larva/pupa A. atlas (Gambar 8B). Menurut Peigler (1989), E. sorbillans dapat meletakkan larvanya hingga 60 larva/pupa A. atlas.

E. sorbillans merupakan parasitoid bersifat endoparasitoid dan gregarious. Bersifat gregarious artinya parasitoid ini meletakan lebih dari satu telurnya dalam satu individu inang (Peigler 1989; Jumar 2000; Nurindah dan Sunarto 2008). Penyebaran E. sorbillans terdapat di Mediterania (Eropa dan Afrika Utara), di Jepang bagian Timur, dan Asia Tenggara (Peigler 1994). Klasifikasi dari E. sorbillans menurut Tschorsnig dan Herting (1994), yaitu ordo Diptera, famili Tachinidae, genus Exorista, dan spesies Exorista sorbillans.

Gambar 8 Pupa yang terinfestasi. (A). Imago E. sorbillans dan (B). Terdapat lebih dari satu larva E. sorbillans

Tingkat Infestasi Masing-Masing Parasitoid

Parasitoid pada pupa A. atlas adalah X. gampsura, Theronia sp., dan E. sorbillans. Persentase rasio infestasi setiap jenis parasitoid dapat digunakan sebagai bahan perbandingan setiap jenis parasitoid dan untuk menentukan parasitoid yang paling banyak muncul. Persentase rasio dari pupa yang terinfestasi parasitoid dari masing-masing spesies disajikan pada Tabel 3.

Berdasarkan hasil perhitungan di atas tingkat rasio infestasi parasitoid tertinggi adalah X. gampsura (71.70%), sedangkan yang terkecil adalah E. sorbillans (7.55%). Tingkat rasio infestasi parasitoid pada pupa A. atlas menunjukkan bahwa X. gampsura memiliki jumlah yang banyak dibandingkan dengan parasitoid lainnya. Sesuai dengan Peigler (1989), Xanthopimpla merupakan parasitoid terbanyak pada A. atlas.

(27)

13 Tabel 3 Jumlah pupa yang terinfestasi oleh masin-masing parasitoid dari pupa

A. atlas dari perkebunan teh di wilayah Kabupaten Purwakarta pada tahun 2013 siklus membutuhkan 137.97 gram pakan jenis daun teh (Awan 2007). Apabila keberhasilan telur A. atlas menetas sebanyak 100% maka tanaman yang menjadi tempat peletakan telur akan habis dimakan oleh larva A. atlas.

Di alam A. atlas diatur oleh lingkungan, predator, dan parasitoid, sehingga keberhasilan perkembangbiakan hanya 10% (Situmorang 1996). Parasitoid di alam sangat penting bagi pengendalian A. atlas dan keseimbangan ekosistem. Tetapi dalam proses budidaya kokon dari A. atlas parasitoid harus diatasi supaya produksi kokon dan kualitas dapat ditingkatkan.

Pengendalian parasitoid dapat dilakukan pada kondisi yang terkontrol, yaitu pemeliharaan di dalam ruangan dengan A. atlas dimasukkan ke dalam kandang terbuat dari kasa. Pemeliharaan A. atlas di dalam ruangan terbuka masih memungkinkan terjadinya serangan parasitoid sampai dengan 30% (Desianda 2011). Kandang dari kasa dapat mengurangi serangan parasitoid dan lepasnya A. atlas ke alam agar tidak menjadi hama yang merugikan di lingkungan sekitar. Penelitian Awan (2007), berhasil 100% membudidayakan A. atlas di dalam ruangan terkontrol dan A. atlas tidak lepas menjadi hama.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(28)

14 Saturniidae) dalam usaha meningkatkan persuteraan nasional [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Barus DK. 2010. Pengaruh naungan terhadap produktivitas dan daya hidup ulat sutera liar Attacus atlas asal Purwakarta [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Broad G. 2011. Identification key to the subfamilies of Icheumonidae (Hymenoptera) [Internet]. [diunduh 2013 Nov 13]. Tersedia pada: http://www.brc.ac.uk/downloads/Ichneumonidae_subfamily_key.pdf Desianda R. 2011. Domestikasi ulat sutera liar (Attacus atlas L.) dengan pakan

daun Jarak Pagar (Jatropha cureas L.) dan Sirsak (Annona muricata L.). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Erniwati, Ubadillah R. 2011. Hymenopteran parasitoids associated with the banana-skipper Erionota thrax L. (Insecta: Lepidoptera, Herperiidae) in Java, Indonesia. J Biodiver. 12(2):76-85.

Faatih M. 2005. Aktivitas anti mikroba kokon Attacus atlas. J PST. 6(1):35-48. Godfray HCJ. 1994. Parasitoids: Behavioral and Evolutionary Ecology. New

Jersey (US): Princeton Univ Pr.

Goulet H, Huber JT. 1993. Hymenoptera of the Word: An Identification Guide to Families. Ottawa (CA): Research Branch Agriculture Canada.

Hamid H, Buchori D, Triwidodo H. 2003. Diversity and parasitism of parasitoid in the rice field of gunung Halimun National Park. J Hayati. 10(3):85-90. Herlinda WD. 2014. Ketergantungan pada sutera China sulit disetop [Internet].

[diunduh 2014 Maret 20]. Tersedia pada http://m.bisnis.com/industri/read/ 20140219/12/204562/ketergantungan-pada-sutera-china-sulit-disetop. Indrawan M. 2007. Karakter sutera dari ulat Jedung (Attacus atlas L.) yang

dipelihara pada tanaman pakan Senggugu (Clerodendron serratum Spreng). J Biodiver. 8(3):215-217.

Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Jakarta (ID): Rineka Cipta.

Kalshoven LGE. 1981. Pest of Crops in Indonesia. P.A. Van Der Laan, penerjemah. Jakarta (ID): PT. Ichtiar Baru.

LaSalle J, Gauld ID. 1993. Hymenoptera and Biodiversity. Walling ford, Oxon (UK): C.A.B International.

Nurindah, Sunarto D. 2008. Konservasi musuh alami serangga hama sebagai kunci keberhasilan PHT kapas. Perspektif. 7(1): 1-11.

Peigler RS. 1989. A Revision of The Indo-Australian Genus Attacus. California (US): The Lepidoptera Research Foundation, Inc.

Peigler RS. 1994. Catalog of parasitoid of Saturniidae of the world. J Res Lepid. 33(1):1-121.

(29)

15 Sakinah. 2009. Kualitas Kokon Ulat Sutera Liar (Attacus atlas L.) [Skripsi].

Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Situmorang J. 1996. An attempt to produce Attacus atlas L. using baringtonia leave as plant fooder. Int J Wild Silkmoth 1(1): 25-29.

Solihin DD, Fuah AM, Ekastuti DR, Siregar HCH, Wiryawan KG, Setyono DJ, Mansjoer SS, Polii BNN. 2010. Budi Daya Ulat Sutera Alam Attacus atlas. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Strnadova B. 2013. Atlas Moth (Attacus atlas) [Internet]. [diunduh 2014 Okto 16]. Tersedia pada http://www.godofinsects.com/index.php/ museum/butterflies-and-moths/moths /atlas-moths-attacus-atlas/

Tschorsnig HP, Herting B. 1994. The Tachinids (Diptera: Tachinidae) of Central Europe: Indentification Keys for the Species and Data on Distribution and Ecologi [Internet]. [diunduh 2014 Jun 20]. Tersedia pada http://tachinidae.myspecies.info/sites/tachinidae.myspecies.info

(30)

16

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bandung, Jawa Barat pada tanggal 22 Juni 1991 sebagai anak tunggal pasangan Bapak Drs. H. Yanto Supa’at dan Ibu Hj. Tiktik Susiati Ikna, M.KM. Penulis menyelesaikan sekolah dasar di SD Kejaksaan, Rangkasbitung pada tahun 2003. Penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 4 Rangkasbitung dan lulus tahun 2006. Tahun 2009 penulis lulus dari SMAN 3 Rangkasbitung dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Gambar

Gambar 1 Siklus hidup A. atlas
Gambar 4  Kondisi perkembangan pupa.  (A). Pupa yang sehat, (B). Pupa yang A A
Tabel 2 Karakteristik pupa yang terinfestasi parasitoid yang diambil dari perkebunan teh di wilayah Kabupaten Purwakarta pada tahun 2013
Gambar 6  Ciri morfologi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian maka penulis dapat menyimpulkan bahwa dasar pertimbangan hakim menjatuhkan pidana uang pengganti dalam perkara tindak pidana korupsi

Setelah diadakan observasi awal dan diskusi dengan guru kolaborator, maka di pilih cara pemecahan masalah dengan menerapkan metode student teams achievement division

terhadap fogging insektisida malathion 5% yang digunakan untuk pemberantasan vektor nyamuk di wilayah Kota Denpasar sebagai daerah endemis DBD tahun 2016 ”.. 1.3

Untuk memperjelas penelitian, maka dibatasi hanya mengkaji pengaruh dua variabel saja yaitu strategi dengan ilustrasi model pizza dan kemampuan penalaran

Menurut Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2007: 132) Sistem pembelajaran menggunakan modul memiliki perbedaan dengan system pembelajaran pada umumnya yaitu sistem

Kalau yang dimaksud dengan produk budaya adalah teks/bahasa yang digunakan Allah dalam menyampaikan pesan- pesan-Nya adalah bahasa manusia, sedang bahasa

Hasil penelitian menunjukkan: (1) pendekatan problem solving berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi belajar dalam pembelajaran IPA di SMPN 2 Mlati Kabupaten