• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modal Keluarga, Strategi Nafkah, Dan Kesejahteraan Keluarga Buruh Pemetik Teh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Modal Keluarga, Strategi Nafkah, Dan Kesejahteraan Keluarga Buruh Pemetik Teh"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

MODAL KELUARGA, STRATEGI NAFKAH, DAN

KESEJAHTERAAN KELUARGA BURUH PEMETIK TEH

NURUL SALIMAH

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Modal keluarga, Strategi Nafkah, dan Kesejahteraan Keluarga Buruh Pemetik Teh adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Nurul Salimah

(4)

ABSTRAK

NURUL SALIMAH. Modal Keluarga, Strategi Nafkah, dan Kesejahteraan Keluarga Buruh Pemetik Teh. Dibimbing oleh ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh karakteristik keluarga, kepemilikan modal keluarga, dan strategi nafkah terhadap kesejahteraan keluarga. Contoh dalam penelitian ini adalah keluarga dengan istri yang bekerja sebagai buruh pemetik teh di Desa Purwabakti, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Contoh dalam penelitian ini sebanyak 100 orang yang dipilih secara acak. Kesejahteraan keluarga diukur dengan menggunakan indikator BKKBN dan BPS. Analisis yang digunakan merupakan analisis deskriptif, uji beda independent sample T-test dan uji regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan umur suami dan besar keluarga berpengaruh negatif signifikan terhadap kesejahteraan keluarga. Modal fisik dan modal finansial berpengaruh positif signifikan terhadap kesejahteraan keluarga. Sementara itu, strategi nafkah tidak berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan keluarga.

Kata kunci : kesejahteraan keluarga, modal keluarga, strategi nafkah

ABSTRACT

NURUL SALIMAH. Family Assets, Livelihood Strategies, and Family Well-being of Plantation Worker’s. Supervised by ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI.

This study aimed to analyze the influence of family characteristic, family assets, and livelihood strategy toward family well-being. The sample of this study was family with wife who worked as a tea picker in Purwabakti, Pamijahan, Bogor. There were 100 families chosen randomly in this research. Family well-being was observed based on BKKBN and BPS indicators. The analyses used in this research were descriptive analyses, independent sample T-test, and logistic regression. The result showed that the husband age and family size negatively affected the family well-being. Physical asset and sinancial assets positively affected the family well-being. Meanwhile, livelihood strategy not affected significantly the family well-being.

(5)

MODAL KELUARGA, STRATEGI NAFKAH, DAN

KESEJAHTERAAN KELUARGA BURUH PEMETIK TEH

NURUL SALIMAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memeroleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)
(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Modal Keluarga, Strategi Nafkah, dan Kesejahteraan Keluarga Buruh Pemetik Teh” dapat diselesaikan dengan baik. Terima kasih dan rasa hormat penulis ucapkan kepada:

1. Dr Ir Istiqlaliyah Muflikhati, MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan bimbingan dan ilmu kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

2. Dr Tin Herawati, SP MSi selaku dosen penguji sekaligus dosen pembimbing akademik dan Ir. Retnaningsih MSi selaku dosen penguji sidang atas masukannya untuk skripsi saya yang lebih baik.

3. Dr Ir Lilik Noor Yuliati, MFSA selaku dosen pemandu seminar yang telah memberikan banyak masukan untuk perbaikan skripsi penulis.

4. Bapak RW Idong beserta keluarga dan seluruh responden di Desa Purwabakti, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor yang telah banyak membantu selama pengambilan data penelitian berlangsung.

5. Bapak (Alm), Mamah, Teteh, Opi, Dadan dan seluruh keluarga besar atas segala jerih payah, doa, kesabaran, kasih sayang, dan dukungan yang senantiasa diberikan demi keberhasilan penulis.

6. Sahabat terbaik Megalia Melanti dan Mulvia Nurjuniasari atas kebersamaan, kasih sayang, dukungan, dan perjuangan bersama untuk belajar meraih kesuksesan.

7. Teman-teman satu bimbingan Danti, Nanda, Iva Ayu, dan Erni yang selalu menyemangati setiap tahap sampai menuju S.Si.

8. Nenden teman seperjuangan dari awal memasuki IPB hingga terselesaikan studi di IPB ini atas segala saran dan dukungan yang selalu di berikan. 9. Keluarga IKK 48 dan keluarga Wisma Ar-Rahmah untuk kebersamaannya

selama penulis menempuh pendidikan S1 di IKK, FEMA, IPB.

10.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah memberikan kontribusi dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan penulis untuk perbaikan kedepannya. Harapan penulis adalah semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN ... 1

Latar belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

KERANGKA PEMIKIRAN... 3

METODE PENELITIAN ... 4

Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian ... 4

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh ... 5

Variabel, Jenis, dan Cara Pengumpulan Data ... 5

Pengukuran dan Penilaian Variabel Penelitian ... 5

Pengolahan dan Analisis Data ... 6

Definisi Operasional ... 7

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 8

Hasil ... 8

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 8

Karakterik Keluarga ... 8

Modal keluarga ... 10

Strategi Nafkah ... 14

Kesejahteraan Keluarga... 16

Faktor- Faktor yang Memengaruhi Kesejahteraan ... 17

Pembahasan ... 17

SIMPULAN DAN SARAN... 21

Simpulan ... 21

Saran ... 21

(9)

DAFTAR TABEL

1 Variabel, jenis data, skala data dan cara pengumpulan data 5 2 Nilai minimun, maksimum, rataan, dan standar deviasi modal 9 3 Jumlah contoh berdasarkan kepemilikan modal manusia 11 4 Jumlah contoh berdasarkan kepemilikan modal fisik 11 5 Jumlah contoh berdasarkan kepemilikan modal finansial 12 6 Jumlah contoh berdasarkan kepemilikan modal sosial 13 7 Jumlah contoh berdasarkan kepemilikan modal alam 14 8 Sebaran kepemilikan modal berdasarkan kategori kepemilikan

modal keluarga

14 9 Sebaran strategi nafkah keluarga 15 10 Perbandingan kriteria keluarga menurut BKKBN dan BPS 16 11 Nilai koefisien regresi logistik faktor yang memengaruhi

kesejahteraan keluarga

17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Sebaran kondisi rumah contoh 26 2 Sebaran hasil uji beda independent sample T-Test 27 3 Sebaran jawaban kesejahteraan keluarga 28 4 Gambaran lokasi penelitian 29 5 Kerangka DFID Sustainability Livelihood Assets (DFID 2000) 30 6 Koefisien korelasi variabel 31

(10)
(11)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Indonesia merupakan negara agraris dengan mata pencaharian utama masyarakatnya pada sektor pertanian, termasuk didalamnya sektor perkebunan. Indonesia termasuk ke dalam negara produsen teh curah dan eksportir teh terbesar pada urutan kelima di dunia setelah India, Cina, Sri lanka, dan Kenya (International Tea Comitee/ITC 2003). Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang memiliki komoditas teh di Indonesia. Menurut Ariyanti (2014), Jawa Barat menjadi daerah yang menguasai 78 perkebunan teh di Indonesia, dengan lahan yang digunakan sebesar 94.850 Ha (BPS 2013). Data BPS (2013) menunjukkan produksi teh Jawa Barat dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Luasnya lahan dan besarnya hasil produksi teh tidak lepas dari peran buruh pemetik teh. Secara umum, sekitar tujuh puluh persen tenaga kerja yang terserap di perkebunan teh adalah buruh pemetik teh. Menurut Asosiasi Teh Indonesia/ ATI (2000) buruh pemetik teh menjadi tenaga kerja utama karena setiap hektar lahan kebun teh membutuhkan sekitar 1,4 orang tenaga pemetik.

Kebutuhan akan tenaga buruh pemetik teh yang tinggi, dijadikan peluang oleh keluarga yang tinggal dikawasan sekitaran perkebunan teh untuk menggantungkan hidupnya dengan menjadi buruh pemetik teh. Buruh pemetik teh termasuk kedalam golongan pekerja dengan pendapatan yang relatif rendah. Upah kerja yang didasarkan pada sistem borongan membuat pendapatan keluarga buruh pemetik teh tidak menentu. Hal tersebut membuat keluarga buruh pemetik teh tergolong dalam kelompok keluarga yang rentan terhadap kemiskinan.

Kerentanan terhadap kemiskinan membuat keluarga buruh pemetik teh harus melakukan strategi penghidupan agar keluarga mampu mempertahankan kehidupannya. Strategi dalam mempertahankan kehidupan ini disebut dengan strategi nafkah. Menurut Widodo (2011) strategi nafkah adalah aspek pilihan atas beberapa sumber nafkah yang ada di sekitar masyarakat. Sementara itu Scoones (1998) membagi strategi nafkah menjadi tiga kategori yaitu (1) rekayasa sumber nafkah, (2) pola nafkah ganda, dan (3) migrasi. Hasil penelitian Widianto et al.

(2010) menunjukkan strategi nafkah yang diterapkan keluarga berbeda-beda tergantung modal yang dimiliki. Kemampuan melakukan adaptasi merupakan salah satu upaya keluarga untuk menciptakan sustainable livelihood, yang harus mampu (1) beradaptasi dengan shock dan tekanan, (2) memelihara kapabilitas dan aset-aset yang dimiliki, (3) menjamin penghidupan untuk generasi berikutnya (Chambers dan Conway 1991). Ellis (1998) mengungkapkan strategi nafkah yang diterapkan keluarga tidak hanya untuk mempertahankan hidup melainkan juga untuk meningkatkan standar kehidupan.

(12)

menunjukkan usia suami, besar keluarga, dan pendapatan keluarga berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga. Sementara itu tekanan ekonomi berpengaruh secara negatif terhadap kesejahteraan keluarga (Sunarti 2012).

Penelitian mengenai strategi nafkah sebelumnya adalah mengenai penduduk miskin perkotaan dan perdesaan (Pramudita 2014), petani hortikultura (Widiyanto

et al. 2010, Harianto 2010), keluarga usia pensiun (Sulastri 2013), rumah tangga nelayan (Wijayanti dan Ihsanudin 2013), dan rumah tangga di daerah sekitar hutan (Purnomo 2006). Penelitian ini akan mengkaji strategi nafkah keluarga buruh pemetik teh yang pendapatannya tidak menentu (karena berdasarkan pada sistem borongan). Pendekatan strategi nafkah yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sustainable Livelihood Aproach (SLA), yaitu pendekatan yang melihat peran kepemilikan modal yang dimiliki (modal fisik, modal finansial, modal modal manusia, modal sosial, modal alam) terhadap strategi nafkah yang dilakukan oleh keluarga (DFID 2000). Kajian strategi nafkah dan kesejahteraan keluarga buruh pemetik teh menjadi penting dilakukan sebagai upaya mengungkap upaya keluarga buruh pemetik teh dalam mempertahankan kehidupan dan mencapai kesejahteraannya.

Perumusan Masalah

Luas perkebunan teh di Jawa Barat mencapai 94.850 Ha (BPS 2013). Potensi ini membuat banyaknya tenaga kerja yang terserap terutama sebagai buruh pemetik teh. Menurut ATI (2000) buruh pemetik teh menjadi tenaga kerja utama karena setiap Ha lahan kebun teh membutuhkan sekitar 1,4 orang tenaga pemetik. Perkebunan teh Cianten termasuk kedalam salah satu perkebunan negara binaan PTPN VIII dengan jumlah buruh pemetik teh yang cukup banyak. Tahun 2011 PTPN VIII menyerap 59.291 tenaga kerja pemetik teh (BUMN 2011). Sistem pengupahan buruh pemetik teh adalah dengan sistem borongan, yaitu pengupahan berdasarkan jumlah pucuk teh (kg) yang mampu dipetik oleh buruh tersebut. Hasil penelitian Firdaus (2008) menunjukkan lebih dari setengah contoh memiliki pendapatan dibawah Upah Minimum Regional, dengan rata-rata pendapatan per kapita sebesar Rp200.156,00. Meskipun sudah bekerja dengan jam penuh, bahkan melakukan pekerjaan tambahan di sore harinya, namun sebagian besar keluarga buruh pemetik teh masih tergolong miskin (Sunarti 2008).

Kerentanan terhadap kemiskinan menuntut keluarga buruh pemetik teh untuk memiliki strategi nafkah yang tepat untuk diterapkan dan pemanfaatan secara optimal terhadap modal keluarga agar mampu mempertahankan kehidupannya. Selain untuk mempertahankan kehidupan, pengelolaan modal secara optimal juga merupakan langkah untuk mencapai kesejahteraan. Sunarti (2008) menyatakan, kesejahteraan keluarga merupakan output dari proses pengelolaan sumberdaya dan penanggulangan masalah yang dihadapi keluarga. Sehingga menarik untuk diteliti bentuk strategi nafkah dan kesejahteraan keluarga buruh pemetik teh. Secara spesifik penelitian ini akan memusatkan perhatian pada permasalahan yang dirumuskan dalam beberapa poin pertanyaan berikut ini:

1. Bagaimana kepemilikan modal keluarga buruh pemetik teh? 2. Strategi nafkah apa yang diterapkan keluarga buruh pemetik teh? 3. Bagaimana kesejahteraan keluarga buruh pemetik teh?

(13)

Tujuan Penelitian

Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk menganalisis strategi nafkah dan kesejahteraan keluarga buruh pemetik teh.

Tujuan Khusus :

1. Mengidentifikasi kepemilikan modal keluarga buruh pemetik.

2. Mengidentifikasi strategi nafkah yang diterapkan keluarga buruh pemetik teh.

3. Mengidentifikasi kesejahteraan keluarga buruh pemetik.

4. Menganalisis pengaruh karakteristik keluarga, kepemilikan modal, dan strategi nafkah terhadap kesejahteraan keluarga buruh pemetik teh.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat bagi peneliti untuk melatih daya berpikir yang analisis dan sistematik dalam mencari tahu kebenaran dan memperoleh pengetahuan baru. Bagi institusi penelitian ini diharapkan dapat memperkaya literatur dan berguna untuk mengembangkan teori khususnya di bidang keluarga. Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat untuk masyarakat dalam menyajikan informasi tentang pentingnya melakukan strategi nafkah bukan hanya sebagai cara untuk mempertahankan kehidupan tetapi juga untuk meningkatkan kualitas hidup dan mencapai kesejahteraan. Selanjutnya bagi pemerintah diharapkan dapat menjadi acuan dan masukan dalam membuat program untuk memberdayakan keluarga buruh pemetik teh.

KERANGKA PEMIKIRAN

Penelitian ini dilandasi oleh teori struktural fungsional yang berlandaskan empat konsep (sistem, struktur, sosial, fungsi dan keseimbangan). Teori ini mengakui adanya keragaman dalam kehidupan sosial. Keragaman merupakan sumber utama dari struktur masyarakat dan menentukan keberagaman fungsi sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem (Megawangi 1999). Keluarga merupakan sebuah sistem yang didalamnya terdiri dari anggota keluarga yang masing-masing memiliki peran dan fungsi, salah satundariya adalah fungsi ekonomi yaitu mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan dan mempertahankan keberlangsungan hidupnya. Perbedaan peran dan fungsi dalam keluarga ini bertujuan untuk mencapai kesejahteraan keluarg. Selain itu, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model kerangka Sustainable Livelihood (DFID’s Sustainable Livelihoods Framework). Secara ringkas, kerangka SLA di sajikan dalam Lampiran 5.

(14)

penerapan strategi nafkah dilakukan oleh keluarga untuk tetap bertahan hidup dapat dilihat dari jenis mata pencaharian, tingkat pendapatan, dan tingkat pemanfaatan livelihood assetsnya. Eliis (1998) mengungkapkan penerapan strategi nafkah bukan hanya sebagai langkah untuk mampu mempertahankan kehidupan, namun juga sebagai langkah untuk berusaha memperbaiki standar kehidupannya.

Secara umum, tujuan dari keluarga adalah terciptanya kesejahteraan keluarga. Hartoyo (2009) mengungkapkan kesejahteraan keluarga dapat dicapai ketika keluarga mampu mengelola dengan baik sumberdaya atau aset yang dimilikinya. Faktor yang memengaruhi kesejahteraan diantaranya adalah pendapatan (Muflikhati et al. 2010), besar keluarga, dan pengeluaran keluarga (Nurhartanti 2013). Karakteristik sosio-demografi keluarga terbukti memengaruhi strategi nafkah dan sejauh mana pencapaian tingkat kesejahteraan suami dan istri (Pramudita 2014). Hasil penelitian Sulastri (2013) menunjukkan strategi nafkah berpengaruh terhadap kesejahteraan. Berdasarkan asumsi diatas, penelitian ini mencoba untuk menganalisis strategi nafkah dan kesejahteraan keluarga buruh petik teh serta faktor yang memengaruhi kesejahteraan keluarga.

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian Keterangan : = variabel berpengaruh

METODE PENELITIAN

Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang berjudul

“Strategi nafkah, kesejahteraan, dan perilaku menabung keluarga buruh pemetik teh”. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Pemilihan tempat

Modal Keluarga 1. Modal manusia 2. Modal fisik 3. Modal finansial 4. Modal sosial 5. Modal alam

Strategi Nafkah 1. Rekayasa sumber nafkah

2. Pola nafkah ganda 3. Migrasi

Kesejahteraan Keluarga Karakteristik keluarga

(15)

penelitian dipilih secara purposive, yaitu di Desa Purwabakti, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Waktu pengambilan data dilakukan pada Bulan April 2015.

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

Populasi penelitian ini adalah keluarga dengan mata pencaharian sebagai buruh pemetik teh di Desa Purwabakti, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Responden dalam penelitian ini adalah ibu yang bekerja sebagai buruh pemetik teh di PTPN VIII Cianten. Pemilihan ibu sebagai responden dilakukan dengan pertimbangan bahwa ibu mengetahui seluruh kondisi keluarga sehingga mampu menjawab pertanyaan peneliti. Teknik penarikan contoh dilakukan secara simple random sampling sebanyak 100 keluarga.

Variabel, Jenis, dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan menggunakan bantuan kuesioner. Data primer yang dikumpulkan meliputi karakteristik keluarga, kepemilikan modal keluarga, strategi nafkah, dan kesejahteraan keluarga. Data sekunder didapat dari pihak kecamatan dan desa mengenai profil Kecamatan Pamijahan dan data monografi Desa Purwabakti.

Tabel 1 Jenis dan pengumpulan data variabel penelitian

Variabel Data yang diteliti Skala data Satuan

Karakteristik

Stategi nafkah Nominal [0]rekayasa sumber nafkah

[1]pola nafkah ganda

Pengukuran dan Penilaian Variabel Penelitian

Sebelum melakukan pengolahan data maka diperlukan cara untuk mengukur dan menilai variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Pengukuran dan penilaian variabel penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut:

a) Kepemilikan modal keluarga

(16)

maksimum setiap modal yaitu: modal manusia (0-5), modal fisik (0-28), modal finansial (0-4), modal sosial (0-13), dan modal alam (0-5). Berdasarkan skor tersebut, kemudian dibuat nilai indeks dengan rumus sebagai berikut :

Nilai indeks = nilai yang diperoleh – nilai minimum x 100 nilai maksimum – nilai minimum

Selanjutnya berdasarkan nilai indeks tersebut, kepemilikan modal keluarga dibagi menjadi tiga kategori, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Berikut ini cut off

yang digunakan untuk mengelompokkan kepemilikan modal keluarga yaitu: a. Rendah : 0-33.3

b. Sedang : 33.4-66.7 c. Tinggi : 66.8-100 b) Strategi nafkah

Strategi nafkah diukur berdasarkan konsep strategi nafkah menurut Scoones (1998) yang terdiri dari rekayasa sumber nafkah, pola nafkah ganda, dan migrasi. Strategi nafkah diukur dengan 13 pertanyaan dan menggunakan skor 1-0 (1=Ya, 0=Tidak).

c) Kesejahteraan keluarga

Kesejahteraan diukur dengan indikator BKKBN dan garis kemiskinan BPS. Indikator BKKBN terdiri dari 21 pertanyaan menggunakan skor 1-0 (1=Ya, 0=Tidak). Penggunaan kedua indikator bertujuan untuk memperkaya pembahasan, dan ingin membandingkan kategori keluarga berdasarkan dua indikator tersebut. BKKBN mengklasifikasikan kesejahteraan keluarga menjadi 5 tahapan yaitu; Pra KS, KS I, KS II, KS III, KS III Plus. Berdasarkan pengelompokan tersebut, mengacu pada Rambe (2004) keluarga dibedakan menjadi dua kategori, yaitu:

a) Miskin : Pra KS dan KS I

b) Tidak miskin : KS II, KS III, KS III Plus

Berdasarkan garis kemiskinan Kabupaten Bogor keluarga dibedakan menjadi dua kategori, yaitu:

a) Miskin : pendapatan perkapita keluarga dibawah Rp271.970,00/ bulan. b) Tidak miskin : pendapatan perkapita keluarga diatas Rp271.970,00/ bulan. Kemudian berdasarkan kedua indikator tersebut, keluarga dikategorikan menjadi :

a) Sejahtera : termasuk kedalam kategori tidak miskin baik menurut BKKBN maupun BPS

b) Tidak sejahtera : termasuk kategori miskin menurut BKKBN, BPS, atau keduanya.

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang terkumpul dari hasil wawancara, selanjutnya di proses ke tahap pengolahan data mulai dari proses editing, coding, scoring, entry, cleaning, serta

(17)

Analisis data dilakukan secara deskriptif dan inferensia, berikut penjabaran dari kedua jenis analisis data.

1. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan :

a. Karakteristik keluarga, meliputi usia suami, usia istri, pendapatan keluarga, lama pendidikan, dan besar keluarga.

b. Kepemilikan modal keluarga yang terdiri dari modal alam, modal fisik, modal finansial, modal manusia, dan modal social.

c. Strategi nafkah yang diterapkan oleh keluarga buruh pemetik teh, yang dikategorikan menjadi tiga tipe yaitu strategi rekayasa sumber nafkah, strategi pola nafkah ganda, dan strategi migrasi.

d. Tingkat kesejahteraan keluarga buruh pemetik teh. 2. Analisis Inferensia dilakukan dengan :

a. Uji beda Independent Sample T-Test digunakan untuk melihat perbedaan kepemilikan modal keluarga menurut kriteria keluarga (miskin dan tidak miskin).

b. Uji regresi logistik digunakan untuk mengetahui pengaruh karakteristik keluarga, kepemilikan modal, dan strategi nafkah terhadap kesejahteraan keluarga. Adapun persamaannya sebagai berikut:

ln p

1−p= a + 1X1 + 2X2 + 3X3 + 4X4 + 5X5 + 6X6 + 7X7 + 8X8 + ε

Keterangan : a = konstanta

= koefisien regresi

p = peluang untuk sejahtera (0=Tidak sejahtera, 1=Sejahtera) = koefisien dummy

X1 = umur suami (tahun)

X2 = jumlah anggota keluarga (orang)

X3 = modal manusia (indeks)

X4 = modal fisik (indeks)

X5 = modal finansial (indeks)

X6 = modal sosial (indeks)

X7 = modal alam (indeks)

X8= strategi nafkah (0=rekayasa sumber nafkah, 1=pola nafkah ganda)

Definisi Operasional

Kepemilikan modal adalah banyaknya kekayaan yang dimiliki oleh keluarga contoh berupa kepemilikan modal alam, modal finansial, modal fisik, modal manusia, dan modal sosial.

Modal alam adalah sumberdaya yang bukan merupakan hak milik, namun keluarga bebas mengakses sumberdaya tersebut untuk kelangsungan hidupnya bahkan untuk menambah pendapatan.

Modal finansial merupakan modal yang diukur berdasarkan kepemilikan uang tunai, tabungan, kredit, dan asuransi.

Modal manusia adalah modal keluarga yang diukur berdasarkan rata-rata lama pendidikan, keikutsertaan dalam pendidikan informal, status kepegawaian, keahlian yang dimiliki, dan status kesehatan.

(18)

Modal sosial adalah modal keluarga yang diukur berdasarkan keikutsertaan keluarga dalam kelembagaan, kepemilikan bantuan dan kepercayaan dari oranglain, kepemilikan jaringan dan kualitas hubungan keluarga dengan oranglain.

Strategi nakah adalah cara keluarga untuk memenuhi kebutuhan, mempertahankan hidup dan memperbaiki standar hidupnya menggunakan modal yang dimiliki keluarga, dengan melakukan berbagai aktivitas sumber nafkah yang tersedia.

Rekayasa sumber nafkah adalah aktivitas sumber nafkah lain di samping pekerjaan utama sebagai pemetik teh yang dilakukan keluarga untuk meningkatkan pendapatan dengan memanfaatkan sektor pertanian secara efektif dan efisien.

Pola nafkah ganda adalah aktivitas sumber nafkah lain di samping pekerjaan utama sebagai pemetik teh yang dilakukan keluarga untuk meningkatkan pendapatan dengan mencari pekerjaan lain di luar sektor pertanian.

Migrasi adalah aktivitas sumber nafkah lain di samping pekerjaan utama sebagai pemetik teh yang dilakukan keluarga untuk meningkatkan pendapatan dengan mencari pekerjaan lain di luar daerah tempat tinggal.

Kesejahteraan objektif adalah ukuran standar kesejahteraan yang ditetapkan dengan indikator BKKBN dan BPS.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Pamijahan merupakan salah satu kecamatan di bagian utara Kabupaten Bogor dengan luas wilayah sekitar 8.088.286 Ha dan berada pada ketinggian antara 250-300 meter di atas permukaan laut. Desa Purwabakti merupakan salah satu dari 15 desa yang terdapat di Kecamatan Pamijahan, dengan lokasi desa berada di wilayah PTPN VIII Cianten dan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Luas perkebunan teh PTPN VIII Cianten mencapai 857,70 ha (BUMN 2011). Desa Purwabakti memiliki 5 dusun yang terbagi kedalam 12 Rukun Warga (RW) yang menyebar di 21 kampung. Sebanyak 12 RW tersebut dibagi menjadi 39 Rukun Tetangga (RT) dengan jumlah penduduk sebanyak 7330 orang yang terbagi menjadi 1795 KK. Jumlah penduduk yang bermata pencaharian sebagai pmetik teh adalah sebanyak 575 KK. Peta Desa Purwabakti dapat dilihat pada lampiran 1. 970 KK tergolong miskin.

Karakterik Keluarga

(19)

rata-rata pendidikan istri (3,95 tahun). Menurut Yadollahi et al. (2009) tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan status ekonomi dan pekerjaan seseorang. Rata-rata besar keluarga adalah 3,55 orang dengan jumlah minimum dalam satu keluarga sebanyak 2 orang dan jumlah maksimum sebanyak 7 orang. Menurut BKKBN (2005) rataan tersebut tergolong dalam kategori sedang. Rata-rata pendapatan perkapita keluarga Rp507.475,00 Sebaran karakteristik keluarga dijelaskan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Nilai maksimum, minimum, rataan, dan standar deviasi karakteristik contoh

Variabel Minimum Maksimum Rataan ± SD

Usia suami (tahun) 29 80 47,10 ± 11,52

Usia istri (tahun) 25 64 42,86 ± 8,11

Lama pendidikan suami (tahun)

0 9 5,06 ± 1,87

Lama pendidikan istri (tahun)

0 9 3,95 ± 2,31

Besar keluarga (orang) 2 7 3,55 ± 1,13

Pendapatan perkapita (Rp) 91.666,00 1.625.000,00 507.475,00 ± 372.227,00

Pekerjaan utama seluruh contoh adalah sebagai pemetik teh, dengan jumlah responden pemetik teh karyawan lepas lebih banyak (78,00%) dibandingkan karyawan tetap (22,00%). Perbedaan karyawan tetap dan karyawan lepas terletak pada sistem pengupahan. Upah karyawan lepas berdasaran kepadaa sistem borongan sementara upah karyawan tetap jumlahnya sudah pasti yaitu sebesar Rp1.800.000,00 per bulan. Pekerjaan sampingan hampir separuh contoh (57,00%) adalah sebagai petani. Sebanyak 18 persen contoh beternak, sebanyak 16,00 persen tidak memiliki pekerjaan sampingan dan sisanya (9,00%) memiliki pekerjaan sampingan lain yaitu dengan membuka warung, jasa membuat kue di acara-acara hajatan, dan jasa makbeurang (orang yang membantu proses kelahiran). Sebanyak 43,00 persen pekerjaan utama suami responden adalah sebagai pemetik teh dengan 84,00 persennya sebagai pemetik teh karyawan lepas, dan 16,00 persennya sebagai karyawan tetap. Sebanyak 24,00 persen pekerjaan suami contoh adalah sebagai petani, 1,00 persen sebagai pedagang, 18,00 persen sebagai karyawan di pabrik perkebunan teh dan sisanya (14,00%) memiliki pekerjaan lain (meliputi montir, sopir, dan buruh serabutan). Pekerjaan sampingan suami responden adalah sebagai petani (37,00%), sebanyak 38,00 persen beternak, sebanyak 7,00 persen sebagai pekerjaan lainnya (buruh serabutan, guru mengaji, dan buruh bangunan) dan sisanya 28,00 persen tidak memiliki pekerjaan sampingan.

Kondisi rumah. Berdasarkan kondisi tempat tinggal contoh, diketahui bahwa lebih dari separuh contoh (69,00%) memiliki rumah dengan status kepemilikan milik sendiri, dan sisanya (31,00%) milik perkebunan. Hampir dua pertiga (77,00%) kondisi rumah contoh semi permanen. Rata-rata luas tanah bangunan rumah contoh 49,64m2 dengan luas minimal 30m2 dan luas tanah

bangunan paling besar 125m2. Luas rata-rata bangunan rumah contoh 38,8m2 dengan luas minimal 24m2 dan luas bangunan terbesar 108m2.

(20)

contoh adalah plester, sebanyak 27,00 persen berjenis keramik, 20,00 persen berjenis papan, 9,00 persen ubin, dan hanya 2,00 persen contoh yang lantai rumahnya tanah. Sebagian besar (87,00%) rumah contoh beratap genteng, sebanyak 11,00 persen beratap asbes dan sisanya (2,00%) memiliki atap seng. Sumber air minum yang digunakan keluarga contoh sebagian besar (92,00%) adalah dari mata air pegunungan dan 8,00 persen berasal dari sungai. Lebih dari separuh (57,00%) contoh memiliki kamar mandi, dan hanya separuh contoh yang memiliki WC. Separuh contoh yang tidak memiliki WC melakukan kegiatan MCK di sungai (38,00%) dan di WC umum (12,00%). Contoh membuang sampah ke tempat pembuangan umum (47,00%) dan ke pekarangan untuk langsung dibakar (53,00%). Seluruh contoh menggunakan listrik sebagai sumber penerangan. Sebagian besar (80,00%) contoh menggunakan gas dan kayu bakar sebagai bahan bakar untuk memasak, dan hanya 20,00 persen dari contoh hanya menggunakan kayu bakar. Sebaran kondisi rumah dalam penelitian ini dapat dilihat Lampiran 1.

Modal keluarga

Modal manusia. Modal manusia merupakan kapasitas yang dimiliki seluruh individu atau manusia pada waktu tertentu yang memengaruhi pengelolaan sumberdaya dan penggunaannya di masa mendatang (Muflikhati 2010). Penelitian ini mengukur modal manusia berdasarkan tingkat pendidikan keluarga, keikutsertaan keluarga dalam pendidikan non formal (pelatihan/kursus), keahlian yang dimiliki keluarga, kondisi kesehatan keluarga, dan status pekerjaan istri. Hasil penelitian menunjukkan kepemilikan contoh terhadap modal manusia termasuk ke dalam kategori rendah dengan rata-rata 32,22 (Tabel 8).

Seluruh contoh dan suami memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan tidak pernah mengikuti pelatihan. Keahlian yang dimiliki contoh pada umumnya adalah bertani dan tidak memiliki keahlian khusus. Sebanyak 19,00 persen responden memiliki keahlian membuat kue, 2,00 persen memiliki keahlian sebagai makbeurang dan hanya satu persen dari contoh yang memiliki keahlian menjahit. Hanya sebagian kecil (1,00%) suami responden yang memiliki keahlian dalam memperbaiki mesin, mengendarai mobil, dan mengajar mengaji. Hampir seluruh contoh (97,00%) dan suami (100,00%) memiliki kondisi kesehatan yang baik dalam tiga bulan terakhir. Sisanya (3,00%) contoh menderita penyakit seperti hipertensi, maag, dan kolesterol.

Tabel 3 Sebaran keluarga berdasarkan kepemilikan modal manusia

Modal manusia Suami Istri Anak

n % n % n %

Tingkat pendidikan (HDI >15 tahun)

0 0,00 0 0,00 0 0,00

Pernah mengikuti Kursus/ pelatihan

0 0,00 0 0,00 0 0,00

Memiliki keahlian khusus 64 64,00 77 77,00 23 23,00

Kondisi Kesehatan 100 100,00 97 97,00 100 100,00

Status pekerjaan di perkebunan

(21)

Modal fisik. Modal fisik dalam penelitian ini dilihat dari kepemilikan aset pribadi keluarga (kepemilikan kendaraan, alat elektronik, ternak, lahan, dan alat-alat pertanian) yang mendukung keluarga dalam menjalankan mata pencahariannya, serta bernilai ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan kepemilikan contoh terhadap modal fisik termasuk ke dalam kategori sedang dengan rata-rata 36,30 (Tabel 8).

Tabel 4 Sebaran keluarga berdasarkan kepemilikan modal fisik

Berdasarkan sebaran kepemilikan aset pribadi keluarga, Tabel 4 menunjukkan hampir setengah dari contoh (47,00%) memiliki motor sebagai aset kendaraan pribadi. Kepemilikan terhadap alat elektronik dan rumah tangga sebagian besar dimiliki oleh contoh. Televisi dan penanak nasi dimiliki oleh hampir seluruh contoh (97,00% dan 82,00%). Lebih dari separuh contoh memiliki kulkas (55,00%) dan handphone (61,00%). Mesin cuci dan oven merupakan alat elektronik dan rumah tangga yang jarang dimiliki oleh contoh. Hampir separuh contoh (41,00%) memiliki kambing, dengan jumlah kambing paling sedikit sebanyak 2 ekor dan paling banyak 17 ekor. Sebanyak 33,00 persen contoh memelihara ayam, dan hanya 6,00 persen dari contoh yang memelihara ikan dan memiliki kolam. Lebih dari sepertiga (38,00%) contoh memiliki sawah dan kebun

Kepemilikan modal fisik n (%) Kepemilikan alat elektronik dan rumah tangga

(22)

dan sebanyak 24.00 persen contoh hanya memiliki sawah. Kepemilikan terhadap alat pertanian rata-rata dimiliki oleh hampir sebagian besar contoh.

Modal finansial. Modal finansial dalam penelitian ini dilihat dari kepemilikan uang tunai, tabungan, hutang, dan asuransi. Hasil penelitian menunjukkan kepemilikan contoh terhadap modal finansial termasuk ke dalam kategori sedang dengan rata-rata 41,17 (Tabel 8). Tabel 5 menunjukkan lebih dari dua pertiga (75%) contoh memiliki uang tunai dengan jumlah minimal Rp50.000,00 dan jumlah maksimal Rp400.000,00. Lebih dari separuh contoh memiliki tabungan, dengan kepemilikan tabungan di Bank (2,00%), arisan (33,00%), dan perhiasan (21,00%).

Seluruh contoh memiliki kredit yang biasa masyarakat sebut ngabon, yaitu mengambil terlebih dahulu sembako untuk kebutuhan sehari-hari ke warung atau perkebunan. Selain itu, contoh memiliki kredit barang seperti parabola, televisi, kulkas, kasur, lemari, kosmetik, dan baju. Asuransi berupa jaminan kesehatan dari perkebunan didapatkan oleh 29,00 persen contoh yang merupakan karyawan pemetik tetap atau merupakan istri dari suami yang bekerja sebagai karyawan tetap di perkebunan (baik itu pemetik, karyawan pabrik, maupun di kantor).

Tabel 5 Sebaran keluarga berdasarkan kepemilikan modal finansial

Modal sosial dalam penelitian ini meliputi keikutsertaan contoh dalam organisasi atau kelembagaan, kepemilikan bantuan dan kepercayaan dari orang lain, kepemilikan jaringan dan kualitas hubungan contoh dengan orang lain. Hasil penelitian menunjukkan kepemilikan contoh terhadap modal sosial termasuk ke dalam kategori tinggi dengan rata-rata 80,61 (Tabel 8).

Kelembagaan yang diikuti contoh adalah pengajian dan arisan. Sebanyak 70,00 persen contoh aktif mengikuti pengajian. Arisan hanya diikuti oleh sebanyak 33,00 persen contoh. Hasil penelitian menunjukkan modal sosial contoh tergolong dalam kategori tinggi. Hal ini dikarenakan seluruh contoh memiliki hubungan yang harmonis dengan tetangga dan rekan kerjaya. Hampir seluruh contoh sering diberikan pinjaman oleh tetangga dan rekan kerja ketika mengalami kesulitan. Namun menurut sebagian besar (73,00%) contoh jarang mendapatkan ajakan dari tetangga/rekan kerja ketika ada kesempatan memperoleh pekerjaan tambahan, hal ini disebabkan karena di wilayah Perkebunan Teh Cianten kurang tersedia lapangan pekerjaan lain. Seluruh contoh mengungkapkan, kelembagaan yang ada di masyarakat (khususnya pengajian) sangat membantu ketika keluarga mengalami musibah dengan adanya uang perelek, yaitu uang sumbangan anggota pengajian yang dikumpulkan untuk keperluan santunan.

Kepemilikan modal finansial n (%)

Kepemilikan uang tunai Kepemilikan tabungan Kepemilikan kredit Kepemilikan asuransi

75 56 100 29

(23)

Tabel 6 Sebaran keluarga berdasarkan kepemilikan modal sosial

Modal Sosial n (%)

Terdapat tetangga yang dikenal dekat oleh keluarga ibu 99 99,00

Ibu memiliki hubungan yang harmonis/ rukun dengan tetangga 100 100,00

Ibu memiliki hubungan yang harmonis/ rukun dengan rekan di lingkungan kerja

100 100,00

Banyak teman/relasi suami yang dikenal dekat oleh ibu 90 90,00

Teman/ relasi yang dimiliki suami berasal dari suku, agama, latar belakang ekonomi, pendidikan yang berbeda-beda.

89 89,00

Tetangga mau memberikan pinjaman uang atau barang ketika ibu meminta bantuan pinjaman

99 99,00

Rekan kerja mau memberikan pinjaman uang atau barang ketika ibu meminta bantuan pinjaman

99 99,00

Ibu mendapat ajakan dari tetangga/rekan kerja ketika ada kesempatan/pekerjaan (tambahan) yang sekiranya menghasilkan

73 73,00

Ibu mengembalikan uang atau barang yang dipinjam pada tetangga atau rekan kerja tepat pada waktunya

96 96,00

Ibu jujur dan terbuka kepada tetangga/rekan kerja mengenai kondisi yang dialami ketika sedang megalami kesulitan

97 97,00

Organisasi/kelompok membantu kehidupan keluarga (misalnya untuk mendapatkan akses pendidikan, pelatihan, kesehatan, kredit, dll)

70 70,00

Modal alam dalam penelitian ini dilihat dari ketersediannya sumberdaya alam yang bukan hak milik contoh, namun contoh bebas mengakses sumberdaya yang tersedia untuk kelangsungan hidupnya bahkan untuk menambah pendapatan keluarga. Modal alam dalam penelitian ini terdiri dari perkebunan, hutan, sungai, dan sawah. Hasil penelitian menunjukkan akses contoh terhadap modal alam termasuk ke dalam kategori sedang dengan rata-rata 46,74 (Tabel 8).

Hasil penelitian menunjukkan perkebunan dimanfaatkan oleh hampir seluruh (95,00%) contoh. Pemanfaatan perkebunan pada umumnya adalah untuk mencari kayu bakar dan membuka lahan garapan berupa sawah dan kebun. Hal ini karena pihak perkebunan membebaskan masyarakat di sekitaran perkebunan untuk membuka lahan garapan, namun tanah tetap milik perkebunan.

Selain di sekitaran perkebunan, 43,00 persen contoh mencari kayu bakar dan rumput di hutan. Sungai dimanfaatkan oleh lebih dari separuh contoh, pada umumnya sungai dimanfaatkan untuk keperluan MCK oleh contoh yang tidak memiliki fasilitas WC di rumah. Hanya sedikit dari contoh yang memanfaatkan sungai untuk mencari ikan. Terdapat 17,00 persen contoh yang memanfaatkan sungai dengan mengambil batu untuk menambal jalan menuju desa yang kondisinya sudah rusak dan mengharapkan sumbangan seikhlasnya dari pengguna jalan. Sematara itu, sawah digunakan oleh contoh yang tidak memiliki saawah untuk menjadi buruh tandur. Hanya sedikit (12,00 persen) dari contoh yang memanfaatkan sawah untuk mencari belut atau keong untuk dikonsumsi dan terkadang untuk dijual kembali.

Tabel 7 Sebaran keluarga berdasarkan kepemilikan modal alam

Modal Alam n (%)

Perkebunan 95 95,00

Sungai 55 55,00

Hutan 43 43,00

(24)

Tabel 8 menunjukkan rata-rata modal keluarga yang paling tinggi adalah modal sosial. Hal ini dikarenakan sebagian besar contoh mengikuti kelompok pengajian, dan menurut contoh pengajian seringkali memberikan bantuan ketika contoh mengalami kesulitan. Selain itu, contoh memiliki kepercayaan dan kualitas hubungan yang baik dengan tetangga dan rekan kerjanya. Modal manusia merupakan kepemilikan modal keluarga dengan nilai rata-rata yang paling rendah. Tingkat pendidikan sebagian besar keluarga yang rendah, tidak memiliki keahlian khusus, dan tidak pernah mengikuti pelatihan merupakan penyebab modal manusia hampir seluruh keluarga berada memiliki rata-rata yang rendah.

Tabel 8 Sebaran keluarga berdasarkan kepemilikan modal keluarga

Jenis modal Kategori Total

n %

Modal manusia Rendah (0-33.3)

Sedang (33.4- 66.6)

Modal fisik Rendah (0-33.3)

Sedang (33.4- 66.6)

Modal finansial Rendah (0-33.3)

Sedang (33.4- 66.6)

Modal sosial Rendah (0-33.3)

Sedang (33.4- 66.6)

Modal alam Rendah (0-33.3)

Sedang (33.4- 66.6)

(25)

responden (53,00%) memilih bekerja sebagai buruh pemetik karena kebutuhan dan berniat untuk membantu suami. Sebanyak 19,00 persen contoh beralasan tidak ada pekerjaan lain yang tersedia selain memetik teh. Sebanyak 17,00 persen responden beralasan tidak memiliki keahlian lain, karena beranggapan memetik teh merupakan pekerjaan yang mudah dan tidak perlu memiliki keahlian khusus sehingga siapapun pasti mampu melakukan. Responden mengikuti orangtua dan melakukan pekerjaan sebagai pemetik teh mulai dari mereka muda (10,00%).

Jam kerja pemetik teh di perkebunan Teh Cianten normalnya dari pukul 07,00 hingga maksimal pukul 14,00. Sebanyak 33,00 persen responden menambah jam kerjanya yaitu dengan memulai bekerja lebih awal pada pukul 05.00.Menurut sebagian besar responden (67,00%), penghasilan dari memetik teh tidak mencukupi kebutuhan keluarga. Namun meskipun demikian, penghasilan keluarga dari memetik teh memberikan kontribusi sebesar 43,00 persen terhadap pendapatan total keluarga. Strategi nafkah dalam penelitian ini merupakan berbagai pilihan aktivitas yang dilakukan oleh keluarga untuk memeroleh pendapatan. Berikut beberapa aktivitas sumber nafkah contoh.

Tabel 9 Sebaran penggunaan strategi nafkah keluarga

Aktivitas sumber nafkah n %

Rekayasa sumber nafkah

Bertani 40 40,00

Beternak 17 17,00

Bertani dan beternak 21 21,00

Total 79 79,00

Pola nafkah ganda

Bertani dan pekerjaan lain 5 5,00

Beternak dan pekejaan lain 3 3,00

Hanya pekerjaan lain 13 13,00

Total

Jenis strategi nafkah yang diterapkan keluarga dalam penelitian ini terdiri dari rekayasa sumber nafkah dan pola nafkah ganda. Tabel 9 menunjukkan sebagian besar keluarga (79,00%) melakukan strategi nafkah rekayasa sumber nafkah. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada contoh yang menerapkan strategi nafkah migrasi. Akses jalan yang kurang baik dengan jarak tempuh yang cukup jauh, yaitu sekitar 3 jam untuk sampai di pusat keramaian (Pasar Leuwiliang) dan biaya operasional yang cukup besar membuat sebagian besar keluarga lebih memilih untuk memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia untuk melakukan aktivitas sumber nafkah di sektor pertanian dan tidak melakukan migrasi.

(26)

Aktivitas sumber nafkah dengan pekerjaan lain yang dilakukan kaluarga adalah berjualan (3,00%), jasa makbeurang (2,00%), membuka jasa membuat kue untuk di acara hajatan (3,00%), guru mengaji (1,00%), montir (1,00%), sopir (1,00%) dan buruh serabutan (11,00%).

Kesejahteraan Keluarga

Hasil penelitian menunjukkan lebih dari separuh contoh (68,00%) termasuk kedalam kategori sepertiga tidak miskin (52,00% termasuk KSII dan 16,00% termasuk KSIII) menurut indikator BKKBN. Sisanya, sebanyak 32,00 persen contoh tergolong dalam kategori keluarga miskin (10,00% termasuk pra KS dan 22,00% termasuk KSI). Selanjutnya, hasil penelitian menunjukkan rata-rata pendapatan perkapita keluarga adalah sebesar Rp507.475,00. Mengacu kepada garis kemiskinan BPS, sepertiga keluarga buruh pemetik teh (33,00%) berada pada kategori miskin.

Tabel 10 menunjukkan jumlah keluarga yang terindikasi miskin menurut BKKBN tidak berbeda jauh dengan jumlah keluarga yang terindikasi miskin oleh BPS. Berdasarkan hasil tabulasi silang pada Tabel 10 ditunjukkan bahwa dari 32 keluarga yang terindikasi miskin menurut BKKBN 18 keluarga diantaranya miskin menurut BPS, dan sisanya 14 keluarga tergolong kategori tidak miskin menurut BPS. Selanjutnya, dari 33 keluarga yang terindikasi miskin menurut BPS 18 diantaranya miskin menurut BKKBN, dan 15 keluarga tergolong tidak miskin menurut BKKBN.

Tabel 10 Perbandingan kriteria keluarga menurut indikator BKKBN dan BPS

Kriteria keluarga

BPS Total

Miskin Tidak miskin

BKKBN n % n % n %

Miskin n 18 54,55 14 20,90 32 32,00

% 56,25 43,75 100,00

Tidak miskin

n 15 45,45 53 79,10 68 68,00

% 22,05 77,95 100,00

Total n 33 100,00 67 100,00 100 100,00

(27)

Faktor- Faktor yang Memengaruhi Kesejahteraan

Faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan objektif dianalisis dengan menggunakan analisis regresi logistik. Variabel yang dimasukkan ke dalam model adalah karakteristik keluarga (umur kepala keluarga dan besar keluarga), modal manusia, modal fisik, modal sosial, modal alam, modal finansial, dan strategi nafkah. Tabel 11 menunjukkan nilai Chi square=81,486 dan Negelkerke R Square

0,557 yang menunjukkan hubungan yang cukup kuat antara prediksi dan pengelompokan pada model. Model dalam uji regresi logistik ini menjelaskan 55,70 persen pengaruh terhadap kesejahteraan keluarga, sisanya sebesar 43,30 persen kesejahteraan keluarga dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti. Tabel 11 Nilai koefisien regresi logistik faktor-faktor yang memengaruhi

kesejahteraan keluarga

Model Kesejahteraan keluarga

(0=tidak sejahtera, 1=sejahtera)

B Exp(B) Sig

Konstanta 0,550 1,734

Umur kepala keluarga (tahun) -0,095 0,909 0,018*

Besar keluarga (orang) -1,222 0,295 0,001**

Modal sosial (indeks) -0,003 0,997 0,930

Modal alam (indeks) 0,027 1,027 0,256

Modal fisik (indeks) 0,158 1,171 0,007*

Modal finansial (indeks) 0,037 1,038 0,038*

Modal manusia (indeks) 0,014 1,014 0,736

Strategi nafkah (0=rekayasa sumber

nafkah, 1=pola nafkah ganda)

-1,070 0,343 0,286

Chi-square 81,486 Negelkerke R2 0,557

ket: *)signifikan pada P<0.05; **)signifikan pada P<0.01

Hasil uji regresi menunjukkan umur kepala keluarga berpengaruh negatif signifikan terhadap kesejahteraan objektif keluarga. Hal ini berarti keluarga yang memiliki umur kepala keluarga lebih muda memiliki peluang 0,909 lebih sejahtera dibandingkan keluarga dengan usia suami lebih tua. Selanjutnya, besar keluarga berpengaruh negatif terhadap kesejahteraan objektif keluarga. Artinya, keluarga dengan jumlah anggota keluarga lebih sedikit berpeluang 0,295 lebih sejahtera dibandingkan dengan keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga lebih banyak. Keluarga dengan kepemilikan modal fisik yang banyak, akan berpeluang 1,171 kali lebih sejahtera dibandingkan dengan keluarga dengan kepemilikan modal fisik yang sedikit. Kepemilikan keluarga terhadap modal finansial yang tinggi berpeluang meningkatkan 1,038 kali keluarga untuk lebih sejahtera.

Pembahasan

(28)

menunjukkan banyak keluarga pada wilayah berbeda baik desa maupun kota melakukan rekayasa sumber nafkah. Berbeda dengan pendapat Abdurrahim (2014) yang menyatakan untuk mempertahankan sistem penghidupannya, masyarakat pedesaan melakukan strategi pola nafkah ganda, yaitu mengkombinasikan aktivitas pertanian dan non-pertanian. Ketersediaan modal alam pada penelitian ini hanya mendukung keluarga untuk melakukan aktivitas pertanian. Selain itu, keterbatasan keluarga terhadap akses dan sumberdaya membuat keluarga kesulitan untuk melakukan aktivitas di luar pertanian. Hal tersebut juga menyebabkan tidak ada keluarga yang menggunakan strategi nafkah migrasi.

Strategi rekayasa sumber nafkah banyak dilakukan oleh keluarga yang memiliki sawah dan kebun untuk digarap dan dimanfaatkan hasilnya baik untuk dikonsumsi sendiri ataupun untuk dijual. Sejalan dengan hasil penelitian Eneyew dan Bekele (2012) menyatakan bahwa rumah tangga petani dengan lahan yang luas memilih untuk melakukan rekayasa sumber nafkah daripada pola nafkah ganda. Menurut Abdurrahim (2014) keluarga melakukan aktivitas bertani padi sawah bukanlah untuk mencari keuntungan, namun untuk sekedar mencukupi kebutuhan hidup keluarganya yang sederhana. Rekayasa sumber nafkah juga dilakukan oleh contoh dengan menambah jam kerja, yaitu dengan memulai bekerja lebih awal pada pukul 05.00. Selain itu, keluarga melakukan rekayasa sumber nafkah dengan memanfaatkan lahan pekarangan sebagai sumber pangan, obat tradisional, bumbu, dan estetika. Menurut Wasito dan Subagyono (2012) lahan pekarangan yang dikelola secara optimal dapat memberikan manfaat bagi keluarga antara lain berupa peningkatan gizi keluarga, tambahan pendapatan keluarga, dan lingkungan rumah yang asri.

Strategi pola nafkah ganda banyak dilakukan oleh keluarga dengan melakukan pekerjaan lain diluar bidang pertanian. Selain itu, pola nafkah ganda dilakukan keluarga dengan terdapat lebih dari satu anggota keluarga yang mencari nafkah. Berdasarkan hasil penelitian, besar keluarga contoh termasuk dalam kategori keluarga kecil. Menurut Eneyew dan Bekele (2012) yang menunjukkan besar keluarga berpengaruh positif dengan pemilihan strategi pola nafkah ganda oleh keluarga. Artinya semakin banyak anggota keluarga, akan berpengaruh terhadap banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja. Kepemilikan ternak berpengaruh negatif signifikan terhadap pemilihan strategi pola nafkah ganda. Semakin sedikit jumlah ternak yang dimiliki keluarga maka peluang keluarga untuk mencari pekerjaan di sektor off farm dan non-farm semakin besar (Eneyew dan Bekele 2012). Selain itu, hasil penelitian menunjukkan tingkat pendidikan contoh berada pada kategori rendah. Menurut Barret et al. (2001), pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam (pemilihan) strategi nafkah pola nafkah ganda dengan mencari pekerjaan di sektor off farm dan non-farm. Pendidikan akan menentukan keahlian yang dimiliki seseorang dan memengaruhi besaran gaji yang diterima.

(29)

bisa menerapkan salah satu kegiatan atau melakukan kombinasi dari ketiga bentuk strategi nafkah untuk memperoleh strategi yang paling efektif agar bisa bertahan hidup baik saat krisis maupun saat kondisi normal. Hasil penelitian Pramudita (2014) menunjukkan faktor yang memengaruhi strategi nafkah keluarga adalah lama pendidikan suami, besar keluarga, dan modal sosial.

Hasil penelitian menunjukkan dua pertiga contoh termasuk ke dalam kategori keluarga tidak miskin menurut indikator BKKBN. Hal ini sejalan dengan penelitian Firdaus (2008) yang menunjukkan sebagian besar keluarga contoh (keluarga wanita pemetik teh) berada pada kategori kesejahteraan sedang. Sementara itu, hasil penelitian Elmanora et al. (2012) menunjukkan lebih dari separuh contoh termasuk ke dalam kategori miskin berdasarkan indikator BKKBN. Berbeda dengan penelitian Elmanora et al. (2012), contoh dalam penelitian ini sebagian besar memiliki kondisi rumah yang baik dan layak dengan luas lantai rumah minimal 8m2 perorang telah terpenuhi. Iskandar (2007) mengungkapkan bahwa perumahan dan lingkungan dapat dijadikan indikator kesejahteraan karena semakin baik fasilitas yang dimiliki maka dapat diasumsikan keluarga yang menempatinya akan semakin sejahtera.

Selanjutnya, mengacu kepada garis kemiskinan BPS (2013) di Kabupaten Bogor sebesar Rp271.970,00 per kapita per bulan, diketahui hampir sepertiga keluarga buruh pemetik teh berada pada kategori miskin dengan pendapatan per kapita di bawah Rp271.970,00 dan lebih dari separuh contoh berada pada kategori tidak miskin dengan pendapatan per kapita per bulan di atas Rp271.970,00. Apabila dibandingkan, jumlah keluarga yang tergolong miskin pada indikator BPS tidak jauh berbeda dengan jumlah keluarga yang tergolong miskin pada indikator BKKBN. Berdasarkan hasil tabulasi silang, ditunjukkan terdapat lebih dari separuh contoh tergolong sejahtera menurut BKKBN dan BPS. Terdapat hampir separuh keluarga yang tergolong tidak sejahtera berdasarkan BKKBN, BPS, atau keduanya. Hasil penelitian Pudjirahayu (1999) menunjukkan rumah tangga miskin yang tergolong miskin menurut BKKBN menjadi tergolong tidak miskin menurut BPS.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan pada kepemilikan modal fisik dan modal finansial menurut kriteria keluarga sejahtera dan tidak sejahtera. Keluarga tidak sejahtera memiliki rata-rata kepemilikan modal fisik dan modal finansial lebih sedikit daripada keluarga sejahtera. Hasil penelitian Pramudita (2014) menunjukkan bahwa besarnya modal yang dimiliki keluarga miskin sangat terbatas, baik dalam jumlah maupun aksesnya. Keterbatasan jumlah dan akses modal membuat keluarga miskin harus mencari cara untuk memperoleh dan menggabungkan berbagai aset yang dimilikinya dengan cara yang lebih inovatif untuk mempertahankan hidup (Saragih et al.

2007). Artinya, keluarga miskin lebih cenderung memanfatkan modal yang dimilikinya hanya untuk bertahan hidup, bukan untuk menambah kekayaan atau menambah kepemilikan modal. Oleh karena itu, rata-rata kepemilikan modal keluarga miskin lebih kecil daripada keluarga tidak miskin.

Hasil penelitian menunjukkan usia kepala keluarga berpengaruh negatif signifikan terhadap kesejahteraan keluarga. Semakin muda usia suami, peluang keluarga untuk sejahtera lebih besar. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Achia

(30)

bahwa sebagian besar keluarga mempunyai kepala keluarga dalam usia produktif. Menurut Alfiasari (2008) keberadaan usia produktif dalam keluarga memberikan peluang bagi keluarga untuk meningkatkan potensi guna meningkatkan pendapatan. Pendapatan yang tinggi memungkinkan keluarga untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Menurut Muflikhati et al. (2010) keluarga dengan pendapatan yang lebih besar memiliki kesejahteraan yang lebih tinggi.

Besar keluarga berpengaruh negatif signifikan terhadap kesejahteraan keluarga berdasarkan kriteria sejahtera dan tidak sejahtera. Artinya, keluarga dengan jumlah anggota keluarga yang lebih sedikit berpeluang untuk lebih sejahtera dibandingkan dengan keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga lebih banyak. Menurut Muflikhati et al. (2010) keluarga dengan jumlah anggota lebih sedikit akan berpeluang lebih sejahtera. Jumlah anggota keluarga sedikit akan menyebabkan luas rumah per kapita semakin luas sehingga keluarga berpeluang besar untuk masuk dalam kategori tidak miskin menurut indikator BKKBN. Menurut Hartoyo dan Aniri (2010) jumlah anggota keluarga yang lebih banyak akan memiliki beban kebutuhan yang lebih besar. Besar anggota keluarga identik dengan jumlah tanggungan dalam keluarga. Menurut Gan dan Sanyal (2010) banyaknya jumlah tanggungan dalam keluarga akan menurunkan kesejahteraan keluarga. Selanjutnya, hasil penelitian menunjukkan modal fisik berpengaruh positif signifikan terhadap kesejahteraan keluarga. Keluarga dengan kepemilikan modal fisik lebih banyak akan lebih berpeluang untuk sejahtera. Hasil penelitian Iskandar (2007) menunjukkan kesejahteraan keluarga dipengaruhi salah satunya oleh kepemilikan aset keluarga. Hal tersebut karena aset merupakan salah satu sumber daya atau kekayaan yang dapat dijadikan alat pemuas kebutuhan (Nadiya 2013). Kepemilikan modal finansial keluarga berpengaruh positif signifikan terhadap kesejahteraan keluarga. Semakin banyak kepemilikan modal finansial keluarga berpeluang meningkatkan kesejahteraan keluarga. Menurut Nanga (2005) kepemilkan modal finansial mencerminkan kekayaan suatu rumah tangga yang akan memengaruhi tingkat konsumsi rumah tangga tersebut.

Berbeda dengan penelitian Alfiasari (2013) yang menyatakan bahwa modal sosial memiliki hubungan yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan keluarga. Grootaert (1999) menyatakan rumah tangga yang memiliki modal sosial tinggi mempunyai kemampuan lebih baik dalam mengumpulkan aset fisik, menabung, dan memperoleh kredit guna meningkatkan kesejahteraannya. Tidak terdapatnya pengaruh kepemilikan modal sosial menurut kriteria keluarga pada penelitian ini dikarenakan modal sosial dari hampir seluruh contoh (baik sejahtera maupun tidak sejahtera) memiliki modal sosial yang tinggi.

(31)

menentukan kesejahteraan keluarga. Selanjutnya, hasil penelitian menunjukkan strategi rekayasa sumber nafkah berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga meskipun tidak signifikan. Hal ini diduga karena keluarga sudah merasa cukup terpenuhi kebutuhannya dengan melakukan aktivitas sumber nafkah pada sektor pertanian, sehingga keluarga kurang berniat untuk melakukan pekerjaan di luar sektor pertanian. Hal ini terlihat terutama pada keluarga yang memiliki lahan pertanian (petani pemilik). Menurut Sumarti (2010) petani pemilik akan terus berusaha mengelola lahannya dengan lebih baik agar lahannya lebih menghasilkan dan berkembang menjadi lahan yang lebih luas. Kemampuan keluarga mempertahankan aset berupa lahan, serta kemampuan mengembangkan dan menambah luasan kepemilikan lahan merupakan salah satu keberhasilan keluarga. Dengan demikian diduga sektor pertanian memberikan kontribusi pada kesejahteraan keluarga.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kepemilikan modal fisik, modal finansial dan modal alam keluarga buruh pemetik teh terkategori sedang. Sedangkan kepemilikan modal manusia keluarga terkategori rendah, dan kepemilikan modal sosial keluarga terkategori tinggi. Strategi nafkah yang banyak dilakukan oleh sebagian besar keluarga adalah strategi rekayasa sumber nafkah. Berdasarkan indikator BKKBN dan BPS lebih dari separuh keluarga buruh pemetik teh terkategori sejahtera. Tidak terdapat perbedaan signifikan pada kepemilikan modal manusia, modal sosial, dan modal alam keluarga antara keluarga sejahtera dan tidak sejahtera. Namun, pada kepemilikan modal fisik dan modal finansial keluarga terdapat perbedaan signifikan berdasarkan kriteria sejahtera dan tidak sejahtera. Keluarga sejahtera memiliki rata-rata nilai indeks kepemilikan modal fisik dan modal finansial lebih tinggi dibandingkan contoh yang tergolong keluarga miskin.

Faktor yang memengaruhi kesejahteraan keluarga adalah usia kepala keluarga, besar keluarga, kepemilikan modal fisik, dan kepemlikan modal finansial. Keluarga dengan usia kepala keluarga lebih muda, jumlah anggota keluarga lebih sedikit, kepemilikan modal fisik dan modal finansial lebih tinggi berpeluang untuk lebih sejahtera dibandingkan dengan keluarga yang memiliki kondisi sebaliknya.

Saran

(32)

pendidikan contoh masih rendah, dan tidak sedikit anak dari contoh sekolah hanya sampai tamat SMP kemudian langsung bekerja di kota sebagai buruh. Berdasarkan observasi di lapangan akses contoh terhadap SMA dapat dikatakan sangat kurang. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya diharapkan untuk melihat nilai investasi anak dan persepsi orangtua terhadap pendidikan. Selain itu, penelitian selanjutnya diharapkan mampu mengukur kesejahteraan subjektif keluarga, dengan membandingkan kesejahteraan subjektif suami dan istri.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahim AY. 2014. Strategi nafkah bentukan rumah tangga pedesaan pesisir di Kabupaten Bintan. Jurnal Sosiologi Reflektif.Yogyakarta (ID): Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora. UIN Sunan Kalijaga. Vol 9(1). ISSN: 1978-0362

Achia T, Wangombe A, Khaliody N. 2010. A logistic regression models to identify key determinants of poverty using demographic and health survey data. Europoean Journal of Social Science. 13(1)

Alfiasari. 2008. Penguatan modal sosial untuk perlindungan rumah tangga miskin dalam mengoptimalkanstatus gizi dan kematangan sosial anak. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen 1 (1).

_______. 2013. Analisis modal sosial dalam pemberdayaan ekonomi keluarga miskin di Kelurahan Kedung Jaya, Kecamatan Tanah Sereal, Kota Bogor.

Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen 1 (1).

Ariyanti E. 2014. Jawa barat kuasai 78 perkebunan teh di Indonesia [internet]. [diunduh pada : Desember 12 2014]. Diakses pada : http://beritadaerah.co.id/2014/05/24/jawa-barat-kuasai-78-perkebunan-teh-di-indonesia/.

[ATI] Asosiasi Teh Indonesia. 2000. Reformasi sistem pemasaran teh untuk kelestarian industri teh Indonesia. Bandung (ID): ATI.

[BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 2005. Profil hasil pendataan keluarga. Jakarta (ID): BKKBN.

________. 2013. Menjadi produktifdi usia produktif. Data Katalog dalam Terbitan. Jakarta (ID): BKKBN. ISBN 978-602-1564-02-8.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Jawa Barat dalam Angka [internet]. [diunduh pada Desember 12 2014]. Diakses pada : http://jabar.bps.go.id/. Jawa Barat (ID): BPS.

Barrett CB, Reardon T, Webb P. 2001. Non-farm income diversification and household livelihood strategies in rural africa: concepts, dynamics, and policyimplications. Journal Food Policy 26, 315-331.

[DFID] Departement for International Development. 2000. Sustainable livelihoods guidance Sheets [internet]. [diunduh pada 20 Januari 2015]. Diakses pada: http://www.livelihoods.org/info/info_guidancesheets.html. Dharmawan AH. 2006. Sistem Penghidupan dan Nafkah Pedesaaan Pandangan

(33)

Elmanora, Muflikhati I, Alfiasari. 2012. Kesejahteraan keluarga petani kayu manis. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen. Vol5 No 1. IKK IPB.

Ellis F. 1998. Household strategies and rural livelihood diversification. The Journal of Development Studies; Vol 35/1, pp.1-38.

Eneyew A, Bekele W. 2012. Livelihood strategies and its determinants in southern ethiophia the case of boloso sore of wolaita zone. Journal of Social Science. Ethiopia University.

Firdaus. 2008. Hubungan antara tekanan ekonomi, manajemen keuangan, danmekanisme koping, dengan kesejahteraan wanita pemetik teh [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor .

Gan MTYC, Sanyal A. 2010. The determines of urban household poverty in Malaysia. Journal of Social Science. Vol (3) No (4). Doi: 10.3844/jssp.2007.190.196

Grootaert C. 1999. Social capital, household welfare and poverty in Indonesia. Social Development. The World Bank.

Hartoyo, Aniri NB. 2010. Analisis tingkat kesejahteraan keluarga pembudidaya ikan dan nonpembudidaya ikan di Kabupaten Bogor. JIKK. 3(1): 64-73. [ITC] International Tea Committe. 2003. Annual Bulletin of Statistics 2003.

International Tea Committe, London.

Iskandar A. 2007. Analisis praktek manajemen sumberdaya keluarga dan dampaknya terhadap kesejahteraan keluarga di Kabupaten dan Kota Bogor [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Masithoh AD. 2005. Analisis strategi nafkah rumah tangga petani perkebunan rakyat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Megawangi R. 1999. Membiarkan Berbeda: Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender. Bandung(ID) : Mizan.

Mufakhir A. 2011. Industri tea: buruh perempuan, reproduksi kemiskinan, serikat buruh [internet]. [diunduh pada 03 Februari 2015]. Diakses pada: http://www.majalahsedane.net/2011/10/industri-teh-buruh-perempuan-a-rata reproduksi.html.

Muflikhati I, Hartoyo, Sumarwan U, Fahrudin A, dan Puspitawati H. 2010. Kondisi sosial ekonomi dan tingkat kesejahteraan keluarga: kasus di wilayah pesisir Jawa Barat. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen 3(1): 1-10. Nadiya A. 2013. Hubungan antara kesejahteraan keluarga dengan kesejahteraan

anak pada keluarga petani [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nanga, M. 2001. Makro Ekonomi Teori Masalah dan Kebijakan. PT Raja

Grafindo Persada. Jakarta.

Nurhartanti. 2013. Pengaruh kesejahteraan keluarga terhadap investasianak pada keluarga petani [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.

Papalia DE, Olds SW, Feldman RD. 2009. Human Development. Edisi 11. New York : McGraw-Hill.

Pramudita NO. 2014. Strategi nafkah dan tingkat kesejahteraan pada keluarga miskin [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.

Puspitawati H. 2009. Kenakalan Pelajar Dipengaruhi oleh Sistem Sekolah dan Keluarga. Bogor (ID): IPB Press.

(34)

Pudjirahaju A. 1999. Konsumsi pangan sebagai indikator kemiskinan [thesis]. Bogor(ID): Sekolah Pasca Sarjana IPB.

Rambe A. 2004. Alokasi pengeluaran keluarga dan tingkat kesejahteraan (kasus di kecamatan Medan, Sumatra Utara)[thesis]. Bogor(ID): Sekolah Pasca Sarjana IPB.

Saragih S, Lassa J, Ramli A. 2007. Kerangka penghidupan berkelanjutan [internet]. [diunduh Mei 20 2015]. Diakses pada : www.zef.de/...er/media/2390_SL-Chapter1.pdf.

Scoones I. 1998. Sustainable Rural Livelihood : A Frameworkfor Analysis, IDS Working Paper, No 72.

Sugiarti, Laksmi K. 2003. Sistem Kerja Borongan pada Buruh Pemetik Teh Rakyat dan Negara. Menguntungkan atau Merugikan? Jurnal Akatiga, Bandung: Yayasan Akatiga.

Sugiarti, Laksmi K, Novi S. 2003. Bentuk dan Dinamika Hubungan Buruh-Majikan, Faktor-faktor yang Mempengaruhi dan Dampaknya terhadap Posisi Tawar Buruh: Studi Kasus di Perkebunan Teh Negara PTPN VIII

Rancabali dan Perkebunan Teh Rakyat Ciwidey. Bandung: Yayasan

Akatiga.

Sulastri S. 2013. Pengaruh dukungan sosial dan strategi nafkah terhadap kesejahteraan subjektif keluarga usia pensiun [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sumarti T. 2010. Kemiskinan petani dan strategi nafkah ganda rumah tangga pedesaan. Jurnal Trandisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia.Vol (1) No (4)

Sunarti E. 2008. A study of plantation women workers; socio economic status, family strength, food consumption, children growth and development [laporan]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.

________. 2012. Tekanan ekonomi dan kesejahteraanobjektif keluarga di perdesaan dan perkotaan [prosiding]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wasito dan Subagyono K. 2012. Modal sosial dalam memperkuat ketahanan

pangan keluarga miskin. Kemandirian Pangan Indonesia dalam Perspektif Kebijakan MP3EI. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementrian Pertanian.

Widiyanto, Suwarto, Setyowati R. 2010. Dinamika nafkah keluarga petani pedesaan dengan pendekatan sustainable livelihood approach (SLA). Jurnal Agritext. No (28).

Widodo S. 2011. Strategi nafkah berkelanjutan bagi keluarga miskin di daerah pesisir. Makara, Sosial Humaniora. Vol (15) No (1).

(35)
(36)

Lampiran 1 Kondisi rumah contoh

Rata-rata luas tanah bangunan 49.64m2

Rata-rata luas tanah bangunan 38.80m2

Dinding rumah Kepemilikan kamar mandi

a. Tidak ada Bahan bakar untuk memasak

(37)

Lampiran 2 Sebaran keluarga berdasarkan kepemilikan modal dan kriteria keluarga

Jenis modal Kategori Tidak sejahtera Sejahtera Total

n % n % n %

Modal fisik Rendah (0-33.3)

Sedang (33.4- 66.6)

Modal sosial Rendah (0-33.3)

Sedang (33.4- 66.6)

Modal alam Rendah (0-33.3)

(38)

Lampiran 3 Sebaran kesejahteraan berdasarkan jawaban contoh

No Kriteria Kesejahteraan Ya

(%)

Tidak (%)

1 Pada umumnya anggota keluarga makan dua kali sehari 100,00 0,00

2 Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah,

bekerja/sekolah, dan bepergian

97,00 3,00

3 Rumah yang ditempati keluarga memiliki atap, lantai, dan dinding

yang baik

96,00 4,00

4 Bila ada anggota keluarga yang sakit dibawa ke sarana kesehatan 95,00 5,00

5 Bila pasangan usia subur ingin berKB pergi ke sarana pelayanan

kontrasepsi

95,00 5,00

6 Semua anak usia 7-15 tahun dalam keluarga bersekolah 92,00 8,00

7 Pada umumnya anggota keluarga melaksanakan ibadah sesuai dengan

agama dan kepercayaannya

91,00 9,00

8 Paling kurang sekali seminggu seluruh anggota keluarga makan

daging/ikan/telur

88,00 12,00

9 Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian

dalam setahun

80,00 20,00

10 Luas lantai rumah paling kurang 8m2 untuk setiap penghuni satu

rumah

77,00 23,00

11 Tiga bulan terakhir keluarga dalam keadaan sehat sehingga dapat

menjalankan tugas dan fungsi masing-masing

75,00 25,00

12 Ada seorang atau lebih anggota keurga yang bekerja untuk

memperoleh penghasilan

74,00 26,00

13 Selurh anggota keluarga umur 10-60 tahun bisa baca tulis 68,00 32,00

14 Pasangan usia subur dengan anak dua atau lebih menggunakan alat

atau obat kontrasepsi

68,00 32,00

15 Keluarga berupaya untuk meningkatkan pengetahuan agama 67,00 33,00

16 Sebagian penghasilan keluarga ditabung dalam bentuk uang maupun

barang

23,00 77,00

17 Kebiasaan keluarga makan bersama paling kurang seminggu sekali

dimanfaatkan untuk berkomunikasi

13,00 87,00

18 Keluarga sering ikut dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat

tinggal

11,00 89,00

19 Keluarga memperoleh informasi dari surat kaba/ majalah/ radio/

televisi

11,00 89,00

20 Keluarga secara teratur dengan sukarela memberikan sumbangan

materil untuk kegiatan sosial

12,00 88,00

21 Ada anggota keluarga yang aktif sebagai pengurus perkumpulan

sosial/yayasan/institusi masyarakat

Gambar

Tabel 1  Jenis dan pengumpulan data variabel penelitian
Tabel 2  Nilai maksimum, minimum, rataan, dan standar deviasi karakteristik               contoh
Tabel 3  Sebaran keluarga berdasarkan kepemilikan modal manusia
Tabel 4  Sebaran keluarga berdasarkan kepemilikan modal fisik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Buka file Peta format JPG hasil registrasi, dengan Global Mapper, maka akan muncul tampilan seperti berikut :... Simpan dengan nama file yang sama dengan nama file

&#34;len dengan usia perkembangan psikosoial dewasa. &#34;lien bahagia dengan hidup yang di#alani sekarang$ meskipun terkadang mendapati masalah$ klien dapat mengatasinya dengan

Penghargaan yang mendalam penulis sampaikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Bima yang telah memberikan kesempatan dan dukungan dana bagi penulis untuk mengikuti pendidikan

relapse pada kelompok kontrol karena nilai signifikasnsi lebih besar dari 0.05. Hasil Evaluasi Program Pelatihan Efikasi Diri dan Pemahaman Materi. 1) Hasil Analisis Program

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa secara parsial masing-masing variabel, hanya persepsi, pembelajaran, keyakinan, dan sikap yang mempunyai pengaruh signifikan, sedangkan

Saya lebih senang menerima auditor yang berkenan merubah atau Mengganti prosedur dalam suatu penugasan jika:. Hasil Audit terdahulu tidak terkait dengan adanya masalah klien

untuk menemukan dan memcahkan masalah pembelajarn di kelas, proses pemecahan dilakukan secara bersiklus, dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas dan hasil belajar di

2ingkungan pengendalian sangat dipengaruhi oleh sejauh mana indi0idu mengenali mereka yang akan dimintai pertanggungjawaban. &amp;ni berlaku sampai kepada