BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Persiapan Penelitian 1. Orientasi Kancah
a. Gambaran Umum Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor
Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional terletak di Desa
Wates Jaya, Kec. Cigombong, Lido, Kab. Bogor, Balai Besar Rehabilitasi
Badan Narkotika Nasional merupakan satuan kerja mandiri Badan Narkotika
Nasional atau disingkat BNN yang melaksanakan tugas pelayanan masyarakat
berupa rehabilitasi penyalah guna dan/atau pecandu narkoba secara terpadu
berdasarkan aspek medis, psikologis, dan sosial.
Balai Besar Rehabilitasi BNN berada dalam ruang lingkup pelaksanaan
tugas dan fungsi Deputi Bidang Rehabilitasi. Balai Besar Rehabilitasi BNN
mampu menampung 375 pecandu narkoba per 6 bulan. Dasar hukum dari Balai
Besar Rehabilitasi BNN ini adalah:
1) Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
2) Peraturan pecandu narkoba RI Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan
3) Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor: PER/03/V/2010/BNN
tentang Organisasi dan Tata Kerja (OTK) Badan Narkotika Nasional
Republik Indonesia.
4) Peraturan Ketua Badan Narkotika Nasional Nomor: PER/02/XI/2007/BNN
tanggal 15 November 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis Terapi dan Rehabilitasi BNN.
5) Instruksi pecandu narkoba No.7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah.
Peran strategis Balai Besar Rehabilitasi BNN dalam rangka pelaksanaan
P4GN (Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
Narkotika) segmen demand recuction (pengurangan permintaan) dalam
realisasinya menggunakan sistem one stop center (pelayanan terpadu) yang
menempatkan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial untuk pengguna narkoba
berada dalam satu atap. Dalam melaksanakan peran strategis dan fungsinya,
Love, Innovative, Dignity, Optimistic
Sumber daya manusia yang terdapat di Balai Besar Rehabilitasi BNN pada
tahun 2015 meliputi:
Tabel 6.
Tenaga Medis Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor
No Jabatan Spesifikasi Jumlah
1. Konsulen Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa 2
Dokter Spesialis Penyakit Dalam 2
Dokter Spesialis Paru 1
Dokter Spesialis Syaraf 1
Dokter Spesialis Radiologi 2
Konsulen Hipnoterapi 3
Konsulen VCT 2
2. Dokter Umum Dokter Umum 12
3. Dokter Gigi Dokter Gigi 3
4. Perawat/ Bidan Diploma Keperawatan/ Kebidanan 51
5. Perawat Gigi Diploma Keperawatan Gigi 3
Tabel 7.
Tenaga Sosial Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor
No Jabatan Spesifikasi Jumlah
1. Psikolog S2 - Magister Profesi Psikolog 2
2. Ilmuwan Psikologi
S1 - Sarjana Psikologi 5
3. Konselor Adiksi SMA, D3, S1+Konselor Bersertifikat 45 4. Peer Edukator SMA, D3, S1+Konselor Bersertifikat 10 5. Instruktur
Vokasional & Olahraga
SMA, D3, S1+Bersertfikat 4
6. Pembina Mental D3 / S1 Pendidikan Agama 19
Tabel 8.
Penunjang Medis Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor
No Jabatan Spesifikasi Jumlah
1.
Analis
Kimia/Pranata Laboratorium
Diploma Analis Kimia (kesehatan) 6
2. Rekam Medis Diploma Rekam Medis 3
3. Radiografer Diploma Radiologi 3
4. Elektromedis Diploma Elektromedis 3
5. Fisioterapis Diploma Fisioterapi 1
6. Nutrisionis Diploma Gizi 3
7. Farmasi Asisten Apoteker 3
b. Visi dan Misi Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido
1) Visi Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Bogor adalah
menjadikan pusat rujukan nasional pelaksanaan rehabilitasi bagi
penyalahguna dan atau pecandu narkoba secara profesional.
2) Misi Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Bogor adalah
sebagai berikut:
a) Melaksanakan pelayanan secara terpadu rehabilitasi medis dan sosial
bagi penyalahguna dan atau pecandu narkoba.
Tugas pokok dari Balai Besar Rehabilitasi BNN adalah untuk
melaksanakan pelayanan secara terpadu rehabilitasi medis dan rehabilitasi
sosial, memfasilitasi pengkajian dan pengembangan rehabilitasi, dan
pelayanan wajib lapor serta memberikan dukungan informasi dalam rangka
pelaksanaan pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya, untuk selanjutnya
disebut P4GN. Fungsi yang diusung oleh Balai Besar Rehabilitasi BNN
berkaitan dengan tugas pokok tersebut adalah:
1) Penyusunan perencanaan, program dan anggaran Balai Besar Rehabilitasi
BNN.
2) Penyusunan dan perumusan pedoman pelaksanaan rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial terhadap korban penyalah guna dan/atau pecandu
narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya; fasilitasi magang,
pengkajian, penelitian dan pengembangan rehabilitasi.
3) Pelayanan wajib lapor serta memberikan dukungan informasi dalam rangka
pelaksanaan P4GN dan pemutusan jaringan peredaran gelap narkoba.
4) Pelaksanaan pengkajian, pengembangan dan uji coba metode rehabilitasi
guna peningkatan efektifitas dan efisiensi proses rehabilitasi.
5) Pelaksanaan pelayanan rehabilitasi medis dan penunjang medis.
7) Pelaksanaan pusat rujukan bagi fasilitasi rehabilitasi korban penyalah guna
dan/atau pecandu narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya milik
pemerintah, swasta dan lembaga swadaya masyarkat lainnya.
8) Pelaksanaan penyelenggaraan database di lingkungan Balai Besar
Rehabilitasi BNN.
9) Pelaksanaan ketatausahaan dan rumah tangga Balai Besar Rehabilitasi
d. Struktur Organisasi
Gambar 5.
Struktur Organisasi Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor
e. Proses Rehabilitasi Pecandu Narkoba
Proses rehabilitasi di Balai Besar Rehabilitasi Lido, Bogor, diawali
dengan pasien masuk berdasarkan kemauan sendiri (volunteery) ataupun
dibawa oleh pihak kepolisian akibat terlibat kasus di pengadilan. Hal pertama
yang dilakukan pasien ketika sampai adalah proses screening/intake. Hal-hal
yang dilakukan pada proses screening diantaranya: 1) pendaftaran oleh pihak
medis meliputi tes urin, pemeriksaan fisik, dan nantinya hasil pemeriksaan
medis tersebut ditulis di dalam ASI (Addiction Severity Index) oleh Tim Bidang
Rehabilitasi Medis di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido, Bogor.
Gambar 6.
Proses Rehabilitasi di Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor
Tahap selanjutnya adalah pasien yang sudah menerima pemeriksaan
1) Residen diberikan perawatan gejala putus zat dan pemeriksaan medis
lanjutan yang melibatkan Seksi Pelayanan Rehabilitasi Medis dan Seksi
Penunjang Rehabilitasi Medis, perawatan gejala putus zat yang diterima
meliputi asesmen medis lanjutan terhadap kondisi fisik, psikiatri dan
gejala putus zat dengan instrumen COWS (Clinical Opiate Withdrawl
Scale), PANSS-EC (Positive and Negative Syndrome Scale Excited Component) untuk menilai kondisi gaduh gelisah, MINI-ICD 10 (Mini International Neuropsychiatric Interview-International Classification of Desease 10) untuk menilai gangguan mental, pemeriksaan darah lengkap,
radiologi, USG, EKG, EEG, status gizi, pemeriksaan psikiatri,
pemeriksaan gigi, serta pengobatan medis harian untuk merawat dan
pemulihan fisik dari gejala putus zat yang dialami oleh pecandu narkoba.
2) Terapi edukasi dan okupasi oleh perawat kesehatan dan tim medis agar
pecandu narkoba mampu mengenali kondisi fisiknya sendiri dan mampu
melakukan pertolongan pertama jika terjadi permasalahan fisik akibat efek
detoks. Hal ini juga disertai dengan psikoterapi dan terapi kelompok untuk
menstabilkan kondisi psikologis dari pecandu narkoba. Setelah kondisi
fisik dan psikologis dinyatakan mulai stabil oleh Tim Rehabilitasi Medis,
Bagian Psikologi selanjutnya berperan melakukan asesmen psikologis
untuk mengetahui tingkat adiksi dari pecandu narkoba dengan
Psikologi bertugas melanjutkan asesmen dengan ASI untuk memperoleh
gambaran psikologis dari pecandu narkoba sehingga di dalam ASI
terekam kondisi fisik dan psikologis dari pecandu narkoba yang akan
digunakan sebagai rujukan untuk memasukkan pecandu narkoba ke dalam
program-program unggulan Therapeutic Community (TC) dari BNN.
Setelah 2 minggu di fase detoksifikasi, maka pecandu narkoba
selanjutkan dipindahkan ke fase stabilisasi dan pengenalan program
rehabilitasi yang disebut sebagai fase Entry Unit. Di Entry Unit, peran Bidang
Rehabilitasi Medis sudah mulai berkurang, karena pelayanan rehabilitasi
medis yang diberikan mulai fase ini hanya berupa pelayanan penunjang medis
seperti pemeriksaan gigi secara rutin dan penatalaksanaan kondisi medis
khusus, meliputi penatalaksanaan perawatan medis kepada pecandu narkoba
dengan diagnosis HIV/AIDS dan perawatan kerusakan hati akibat penggunaan
narkotika. Selebihnya merupakan kegiatan asesmen psikologis seperti
penggunaan tes IQ, tes minat dan sikap kerja, tes kepribadian serta
melanjutkan asesmen dengan ASI (Addiction Severity Index) bagi pecandu
Tahap selanjutnya, pecandu narkoba mulai memasuki tahap program
rehabilitasi sosial tahap awal atau disebut sebagai tahap primary. Tahap
primary di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido merupakan inti dari Therapeutic Community (TC). Di dalam program primary ini, terdiri dari 4
program unggulan yaitu House of Care, House of Change, House of Hope,
dan House of Faith. Program primary dilaksanakan maksimal 4 bulan
bergantung pada hasil asesmen medis dan psikologi yang telah dilakukan
kepada pecandu narkoba di tahapan-tahapan sebelumnya. Selain 4 program
unggulan itu ada juga program Female khusus untuk pecandu narkoba
perempuan yang direhabilitasi di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido.
Setelah menjalankan program primary pecandu narkoba yang
menjalankan rehabilitasi akan melalui tahap Re-Entry yang belangsung selama
1 bulan. Tahap Re-Entry ini hanya ada pada program jangka panjang, yaitu
House of Hope dan House of Faith, sedangkan untuk program jangka pendek House of Change dan House of Care tidak ada program Re-Entry dikarenakan
pecandu narkoba yang masuk ke dalam program jangka pendek memiliki daya
dukung hidup yang baik dilihat dari kriteria-kriteria khusus yang ada di ASI
(Addiction Severity Index). Kriteria dalam lembar ASI bersifat spesifik dan
ditentukan langsung dalam Case Conference.
Pada tahapan Re-Entry, pecandu narkoba mulai dipersiapkan untuk
Re-Rentry juga diberlakukan buddy system yaitu pecandu narkoba yang baru
masuk ke tahapan Re-Entry akan didampingi oleh buddy (pendamping) yang
ditunjuk oleh staf BNN Lido, buddy sendiri merupakan pecandu narkoba yang
sudah lebih dulu masuk ke tahapan Re-Entry dan akan menyelesaikan
rehabilitasinya di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido.
Tugas dari buddy adalah untuk membantu orientasi pecandu narkoba
yang baru masuk ke tahapan Re-Entry. Buddy sistem di BNN Lido juga
merupakan bagian dari kegiatan community service yang dilakukan oleh
pecandu narkoba senior/pecandu narkoba tahap akhir sebagai bagian dari
proses adaptasi pecandu narkoba dalam kembali ke masyarakat. Selain itu,
kegiatan community service juga dilakukan menjelang akhir pekan dan lebih
intensif ketika menjelang perayaan besar keagamaan berupa pecandu narkoba
di tahapan Re-Entry diizinkan untuk berkeliling di lingkungan BNN Lido dan
memberikan jasanya berupa membantu para staf dengan menawarkan bantuan
seperti fotocopy dokumen, mencuci kendaraan, dan pekerjaan/tugas-tugas
sederhana lainnya.
bisa keluar dari BNN Lido, biasanya untuk membeli hadiah pecandu narkoba
menitipkan kepada staf dari BNN, terutama konselor yang mendampinginya.
Selanjutnya tahapan pasca rehabilitasi (aftercare) dilakukan di luar Balai
Besar Rehabilitasi BNN Lido yaitu biasanya dilakukan di BNN Pusat Jakarta
dan di BNN Lampung. Aftercare dilakukan jika ada permintaan dari pecandu
narkoba. Sehingga kegiatan aftercare sesuai dengan kebutuhan pecandu
narkoba yang sifatnya berupa pelayanan konsultasi psikologis tentang relapse
prevention (pencegahan relapse).
Tahapan-tahapan yang ada di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido
merupakan tahapan-tahapan yang memiliki titik tekan pada time frame atau
berdasarkan kerangka waktu untuk memindahkan pecandu narkoba dari satu
tahap ke tahap yang lainnya, namun terdapat pula kriteria-kriteria spesifik
yang dibahas di case conference yang diikuti oleh tim dari Bidang
Rehabilitasi Medis dan Bidang Rehabilitasi Sosial guna menentukan
kelayakan pecandu narkoba untuk maju ke tahapan selanjutnya dan sudah
waktunya bagi pecandu narkoba untuk kembali ke masyarakat.
2. Persiapan Administrasi Penelitian
Persiapan administrasi penelitian merupakan segala bentuk perizinan yang
dilakukan peneliti kepada pihak terkait dalam pelaksanaan penelitian. Permohonan
izin diawali dengan menghubungi Ibu Sri Hastutik, M. Si. selaku bagian hubungan
perizinan penelitian kepada Kepala Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika
Nasional, Bogor selaku pimpinan instansi yang akan dijadikan tempat penelitian.
Surat pengantar permohonan izin penelitian dari Program Studi Psikologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan nomor
737/UN27.06.6.2/PN/2016 dikirim bersamaan dengan proposal penelitian pada
tanggal 19 Januari 2016.
Pada tanggal 22 Januari 2016 peneliti menghubungi Ibu Sri Hastutik, M.
Si. untuk memastikan bahwa surat permohonan izin penelitian dan proposal
penelitian sudah diterima pihak Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika
Nasional, Bogor. Peneliti juga mengkonfirmasi terkait prosedur selanjutnya yang
bisa ditempuh untuk menjalankan penelitian. Ibu Sri Hastutik, M. Si.
mempersilahkan peneliti untuk langsung datang ke Balai Besar Rehabilitasi Badan
Narkotika Nasional Bogor pada pekan depan (mulai tanggal 25 Januari 2016).
Kemudian peneliti memutuskan untuk hadir di Balai Besar Rehabilitasi Badan
Narkotika Nasional Bogor pada tanggal 27 Januari 2016.
Pada tanggal 27 Januari 2016 sekitar pukul 10.00 WIB peneliti tiba dan
Narkotika Nasional Bogor yang dijadikan penanggung jawab urusan administrasi
selama peneliti berada di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional.
3. Persiapan Alat Ukur
Skala Kecenderungan relapse digunakan untuk mengukur kecenderungan
relapse pada pecandu narkoba di Balai Besar Rehabilitasi BNN, Bogor, yang akan
menjadi subjek penelitian. Skala kecenderungan relapse disusun berdasarkan
aspek-aspek kecenderungan relapse mengacu pada cognitive- behavioral model of
relapse yang dikembangkan oleh Marlatt dan Gordon (dalam Larmier, dkk, 1999).
Aspek-aspek tersebut meliputi high-risk-situation, coping, outcome expectancies,
dan abstinence violation effect.
Skala ini merupakan skala likert dengan rentang skor satu sampai empat
yang terdiri dari 34 item dan akan diujicobakan kepada pecandu narkoba yang
menjalani rehabilitasi di Balai Besar Rehabilitasi BNN untuk mengetahui validitas
dan reliabilitas. Skor satu menunjukkan bahwa subjek sangat tidak setuju dengan
pernyataan item skala. Skor dua menunjukkan bahwa subjek tidak setuju dengan
pernyataan item skala. Pernyataan setuju dengan item skala diungkapkan dengan
skor tiga. Terakhir, skor empat mengungkapkan sangat setuju terhadap pernyataan
item skala.
Skala kecenderungan relapse terdiri dari item favorable dan unfavorable. Item
favorable merupakan item yang mendukung dan mengarah pada variabel
kecenderungan relapse. Maka, skor untuk item unfavorable harus diubah sebelum
dijumlahkan.
4. Persiapan Eksperimen
Banyak hal yang harus dipersiapkan sebelum kegiatan pelatihan efikasi diri
yang akan diberikan kepada kelompok eksperimen dilakukan. Setelah nama-nama
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol didapatkan, peneliti menyerahkan
daftar nama tersebut kepada Mayor yang sedang bertugas dan menjelaskan secara
detail kegiatan yang akan dilaksanakan. Selain itu, peneliti juga memohon izin
kepada Mayor untuk bertemu dengan subjek yang tergabung dalam kelompok
eksperimen pada Sabtu, 30 Januari 2016 untuk menginformasikan kegiatan
pelatihan yang akan dilaksanakan pada 01-03 Pebruari 2016 sekaligus melakukan
wawancara sebelum pelatihan.
Selain peserta pelatihan yang tergabung dalam kelompok eksperimen,
berbagai alat dan bahan yang digunakan selama pelatihan efikasi diri juga
dipersiapkan. Adapun berbagai alat dan bahan yang dipersiapkan adalah sebagai
berikut.
b. Speaker
Speaker digunakan dalam pelatihan ini untuk memperkeras suara
video dan musik yang akan dimainkan selama pelatihan agar seluruh
peserta di ruangan dapat mendengarkan sumber suara yang berasal dari
video ataupun musik secara jelas.
c. Kamera
Kamera digunakan untuk mendokumentasikan pelatihan dalam
bentuk foto maupun video serta dapat digunakan sebagai alat bantu
kegiatan wawancara dan observasi.
d. Modul Pelatihan
Modul pelatihan dalam penelitian ini terdiri dari modul untuk
pertemuan pertama, kedua, dan ketiga yang menjelaskan detail kegiatan
setiap sesi. Masing-masing pertemuan memiliki sarana pendukung baik
dalam bentuk alat ataupun materi yang akan digunakan. Di dalam modul
terdapat angket evaluasi program pelatihan, evaluasi pemahaman materi,
dan angket observasi. Modul pelatihan selanjutnya dapat dilihat dalam
lampiran.
e. Materi Presentasi Pelatihan
Materi presentasi pelatihan bertujuan untuk membantu peserta
dalam memahami materi yang akan disampaikan oleh fasilitator. Materi
ataupun tulisan yang digunakan untuk mendukung pelatihan dalam
bentuk slide power point.
f. Lembar Kerja
Terdapat beberapa sesi yang menggunakan lembar kerja baik dalam
bentuk narasi yang akan didiskusikan ataupun stimulus dan instruksi yang
harus dilaksanakan. Semua lembar kerja dari masing-masing peserta
nantinya akan disatukan dalam business file agar dapat dijadikan sebagai
bahan evaluasi dan pembelajaran bagi peserta.
5. Pelaksanaan Uji Coba
a. Uji Coba Skala Kecenderungan Relapse
Skala yang akan diuji coba adalah skala kecenderungan relapse
berdasarkan aspek-aspek kecenderungan relapse yang dikemukakan Marlatt
dan Gordon (dalam Larmier, dkk, 1999). Skala kecenderungan relapse yang
akan diuji coba terdiri dari 34 item. Data hasil uji coba juga akan digunakan
sebagai data pretest untuk item yang telah dipastikan valid dan reliabel.
Kegiatan uji coba skala kecenderungan relapse dilakukan kepada
adanya keterkaitan antara hasil pengerjaan skala dengan program di Balai
Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional, Bogor.
Di ruang seminar House of Faith tidak tersedia meja untuk
mengerjakan skala yang dikhawatirkan akan mempengaruhi kenyamanan
dalam mengerjakan skala. Mengantisipasi hal ini, peeneliti memohon izin
kepada Mayor House of Faith yang sedang bertugas untuk memindahkan
subjek ke Dining Room House of Faith. Setelah memberikan pengarahan
kepada subjek uji coba skala kecenderungan relapse dan mendapatkan izin
dari Mayor untuk melakukan pemindahan kegiatan di ruang yang lebih
representatif untuk mengerjakan skala, maka sejumlah 39 subjek segera
berpindah ke Dining Room House of Faith yang tersedia meja di dalamnya.
Proses pemindahan peserta berlangsung tidak lebih dari tiga menit
karena Dining Room terletak di samping ruang seminar dan berjarak sekitar
tiga meter. Setelah seluruh peserta duduk, fasilitator dibantu oleh co-fasilitator
membagikan skala kecenderungan relapse dan pena kepada seluruh peserta.
Sesekali fasilitator mengingatkan peserta untuk menanyakan berbagai hal
yang belum dipahami, baik berupa pernyataan yang terdapat di dalam skala
kecenderungan relapse atupun terkait petunjuk pengisian. Selama proses
pengerjaan uji coba skala kecenderungan relapse, fasilitator dan co-fasilitator
berkeliling untuk melihat dan membantu subjek yang mungkin mengalami
Setelah sekitar sepuluh menit berjalan ada beberapa subjek yang sudah
menyelesaikan pengerjaan uji coba skala kecenderungan relapse. Fasilitator
dan co-fasilitator mendatangi dan memeriksa sekilas hasil kerja subjek untuk
meminimalkan terlewatnya item dari pengerjaan subjek. Sekitar pukul 11. 50
WIB seluruh subjek telah selesai mengerjakan uji coba skala kecenderungan
relapse. Fasilitator mengakhiri kegiatan uji coba skala kecenderungan relapse
dengan ucapan terima kasih dan salam.
Saat peneliti melakukan input data untuk proses uji validitas skala
kecenderungan relapse ditemukan sejumlah dua subjek yang datanya tidak
dapat diikutkan dalam proses selanjutnya karena ada item yang tidak
dikerjakan. Oleh karena itu, hanya ada tiga puluh tujuh data subjek yang dapat
dipergunakan dalam uji validitas skala.
b. Uji Coba Modul Pelatihan Efikasi Diri
Modul merupakan salah satu instrumen terpenting dalam penelitian
eksperimen ini. Modul disusun sebagai panduan fasilitator dan co-fasilitator
dalam menjalankan segala bentuk kegiatan yang telah direncanakan. Modul
pihak profesional untuk melakukan pemeriksaan terhadap modul dan
memberikan saran perbaikan modul selama proses revisi proposal penelitian
dan modul yang telah diseminarkan dalam sidang validasi proposal.
Setelah pembimbing dan penguji memberikan persetujuan terhadap
hasil revisi proposal dan modul, maka peneliti meminta bantuan kepada pihak
Balai Besar Rehabilitasi Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional
Bogor yang memiliki kompetensi dan pemahaman secara lebih detail terkait
dengan subjek untuk melakukan proffessional judgment pada modul pelatihan
efikasi diri. Pada tanggal 28 Januari 2016 Bro Abun (Chris Chandra) sebagai
tim clinical Therapeutic Community yang menangani teknis lapangan program
terapi di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Bogor melakukan
pemeriksaan modul pelatihan efikasi diri sebelum diberikan kepada subjek
baik dalam rangka uji coba ataupun pelatihan.
Berdasarkan arahan dari Bro Abun, peneliti diarahkan untuk menemui
Bro Eri selaku tim clinical Therapeutic Community untuk menyepakati hari
pelaksanaan uji coba modul. Bro Eri mempersilahkan peneliti untuk kembali
ke gedung Therapeutic Community sebagai tempat tinggal subjek uji coba
modul dan penelitian pada tanggal 29 Januari 2016. Terkait dengan teknis dan
waktu pelaksanaan, peneliti diminta untuk menemui Mayor yang sedang
bertugas pada tanggal 29 Januari 2016 dikarenakan Mayor adalah pihak yang
Sekitar pukul 10.00 WIB peneliti didampingi oleh seorang asisten
peneliti tiba di gedung Therapeutic Community dan bertemu dengan Mayor
yang bertugas, yaitu Bro Max dan mempersilahkan peneliti untuk langsung
mempersiapkan diri. Terkait dengan subjek yang akan mengikuti kegiatan uji
coba adalah pecandu narkoba yang sedang menjalani rehabilitasi di Balai
Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Bogor yang tidak termasuk ke
dalam daftar nama subjek penelitian baik kelompok eksperimen ataupun
kelompok kontrol. Bro Max mengingatkan peneliti untuk menjalankan
kegiatan tidak lebih dari satu jam karena subjek diharuskan untuk
mempersiapkan diri menjalankan ibadah salat Jumat.
Pukul 10.20 WIB kegiatan uji coba modul dimulai di Class Room
House of Faith. Sejumlah delapan subjek uji coba modul duduk dengan posisi U seat. Bertindak sebagai fasilitator dalam uji coba modul adalah peneliti.
Kegiatan diawali dengan berdoa, perkenalan diri dari fasilitator dan
co-fasilitator, serta dilanjutkan perkenalan diri dari seluruh subjek. Setelah itu
rangkaian kegiatan uji coba modul dilaksanakan sesuai dengan susunan acara
Tabel 9.
Rancangan Kegiatan Uji Coba Modul Pelatihan Efikasi Diri
No Kegiatan Metode Waktu
1. Pembukaan dan perkenalan Lecturrette 5 menit
2. Permainan Make a Circle
Simulasi dan mengerjakan tugas. 10 menit 3. Materi Cognitive-Behavioral
Model of Relapse dan Efikasi
Diri.
Lecturrette 20 menit
4.
Penayangan video Owner Kali Milk Jogja dan pemaknaan
video
Lecturrette dan
diskusi 20 menit
5. Penutupan Lecturrette dan
evaluasi 5 menit
Kegiatan yang diuji coba meliputi materi utama, yaitu
cognitive-behavioral model of relapse dan efikasi diri. Selain itu, untuk melihat
berbagai kemungkinan hambatan yang muncul saat pelatihan peneliti
merancang kegiatan uji coba modul dengan menggunakan berbagai metode
yang dapat mewakili keseluruhan isi modul secara umum. Di akhir sesi uji
coba modul, subjek diminta untuk mengisi lembar evaluasi pelatihan. Hasil
evaluasi ini akan dijadikan dasar bagi peneliti untuk menilai kelayakan modul
serta akan dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk memperbaiki modul dan
Terdapat delapan indikator penilaian yang disediakan dalam angket
evaluasi kegiatan uji coba modul pelatihan efikasi diri. Subjek dipersilahkan
untuk memberikan skor dengan rentang 0-100 pada setiap indikator
berdasarkan kriteria penilaian yang telah ditentukan dan diterangkan dalam
lembar evaluasi.
Tabel 10.
Rentang Skor dan Kriteria Penalian Evaluasi Uji Coba Modul Pelatihan Efikasi Diri
Rentang Skor Kriteria
0-20 Sangat Kurang
21-40 Kurang
41-60 Cukup
61-80 Baik
81-100 Sangat Baik
Skor minimal yang didapatkan dari hasil evaluasi adalah 60 yang termasuk
dalam kriteria cukup dan skor terbesar yang didapat adalah 100 dengan kriteria
sangat baik. Sebaran skor untuk setiap aspek dari seluruh subjek dapat dilihat
pada lampiran. Data rata-rata skor yang diberikan oleh peserta dan kategori
Tabel 11.
Rata-rata Skor dan Kategori Penilaian Hasil Evaluasi Uji Coba Modul Pelatihan Efikasi Diri
No. Indikator Rata-rata
Skor Kategori
1 Materi dan kegiatan pelatihan 83,75 Sangat Baik
2 Kejelasan materi yang disampaikan
fasilisator 79,37 Baik
3 Daya tarik materi dan kegiatan yang
diberikan oleh fasilisator 85,62 Sangat Baik
4 Penguasaan fasilisator dalam
menyampaikan materi 85,625 Sangat Baik
5 Penguasaan fasilisator dalam
menjawab pertanyaan 83,125 Sangat Baik
6 Kebermanfaatan materi bagi peserta 95 Sangat Baik
7 Simulasi dan permainan 85 Sangat Baik
8 Kenyamanan selama proses
pelatihan 87,5 Sangat Baik
Berdasarkan hasil analisis skor evaluasi uji coba pelatihan dapat
dikatakan bahwa proses pelatihan yang dirancang dalam modul sangat baik.
Namun, hal ini tidak menunjukkan bahwa modul tidak perlu perbaikan.
Evaluasi secara terbuka juga dilakukan oleh subjek di lembar evaluasi uji coba
modul pelatihan efikasi diri. Data evaluasi terbuka melalui kesan dan saran ini
dapat membantu peneliti dalam memperbaiki penyusunan modul dan
pelaksanaan teknis. Melalui evaluasi terbuka didapatkan beberapa catatan
1) Waktu penyampaian materi diperpanjang agar tidak tergesa-gesa dan
lebih mudah dipahami.
2) Menyediakan waktu tanya-jawab dalam sesi materi.
3) Perlu dibuat sedikit lelucon atau hiburan agar peserta tidak mengantuk.
4) Secara keseluruhan materi sudah dapat dipahami.
Selama sesi uji coba modul, terdapat satu sesi yang membuat subjek
antusias dan aktif, yaitu sesi video Owner Kali Milk. Ketika video ditayangkan
seluruh subjek memperhatikan dari awal penayangan hingga akhir. Ketika
fasilitator memandu diskusi untuk mencari hal yang dapat dijadikan pelajaran
dari video tersebut, subjek berebut untuk mengemukakan pendapatnya. Berbeda
dengan saat fasilitator menyampaikan materi dengan metode lecturrette,
meskipun secara umum peserta antusias perlu usaha dari fasilitator untuk
membuat subjek benar-benar memperhatikan.
Hal ini dijadikan catatan bagi peneliti untuk meminimalkan metode
lecturrette dalam pelatihan dan lebih memperbanyak kegiatan workshop. Hal
ini didukung oleh pendapat Slamet Fatrika, S. Psi dan Kartika Azizah
kecil yang kemudian diakhiri dengan sesi presentasi dari subjek atas hasil
diskusinya.
Setelah seluruh sesi telah dilaksanakan, sekitar pukul 11.30 WIB kegiatan
uji coba modul pelatihan efikasi diri diakhiri. Ucapan terima kasih serta doa
menjadi penutup pada pertemuan uji coba modul. Sebagai penutup fasilitator
dan co-fasilitator menjabat tangan seluruh subjek dan mengantarkan subjek
untuk keluar ruangan dan melanjutkan aktifitas.
6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
a. Hasil Uji Validitas
Pengujian validitas skala kecenderungan relapse dalam penelitian ini
merupakan content validity dan uji validitas menggunakan teknik korelasi
product moment. Content validity melalui professional judgement review oleh
dosen pembimbing dan juga tim clinical Therapeutic Community di Balai
Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional sebagai pihak yang
berkompeten. Selain itu validitas skala kecenderungan relapse diuji dengan
menggunakan teknik analisis korelasi product momen dengan menggunakan
bantuan SPSS for MS Windows version 23.
Hasil uji validitas skala kecenderungan relapse dalam penelitian ini
berkisar 0.148 0.707. Cara membuktikan bahwa item adalah valid dengan
membandingkan indeks korelasi item dengan indeks korelasi tabel. Item
korelasi tabel (rhitung>rtabel). Indeks korelasi tabel untuk 35 responden (df=n-2)
pada taraf signifikansi 0.05 atau 5% bernilai sebesar 0.334. Sehingga item
dianggap valid apabila nilai indeks korelasi hitungnya lebih besar daripada
0.334. Selanjutnya dilakukan seleksi dan pengguguran item yang memiliki
indeks korelasi item kurang dari 0,334. Setelah proses seleksi item didapatkan
20 item valid dan 14 item yang gugur. Item yang valid memiliki indeks korelasi
berkisar antara 0,417-0,707. Nomor item-item yang valid dan aspek-aspek
kecenderungan relapse yang dipenuhi dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 12. Daftar Item Valid
No Aspek Item Total
Favorable Unfavorable 1. High-Risk Situation 17, 26, 30 - 3 2. Coping 6, 18, 31, 24 10, 33, 28, 34 8 3. Outcome expectancies 3, 7, 15, 19, 21, 25 - 6 4. Abstinence Violation Effect 4, 12 8 3 Total 15 5 20
Setiap aspek pada skala kecenderungan relapse masih terpenuhi oleh
dengan angka 1,0 akan tetapi pada kenyataannya koefisiesn reliabilitas sebesar
1,0 yang menunjukkan konsistensi sempurna suatu alat ukur praktis tidak
pernah didapatkan (Azwar, 2014). Uji reliabilitas pada penelitian ini
menggunakan teknik analisis Alpha Cronbach secara komputasi dengan
bantuan program SPSS for MS Windows version 23.0.
Sejumlah 20 item skala kecenderungan relapse yang telah dinyatakan
valid kemudian dianalisis dengan SPSS for MS Windows version 23.0.
menggunakan teknik analisis Alpha Cronbach. Berdasarkan hasil analisis
Alpha Cronbach diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,888. Sehingga dapat
dismpulkan bahwa 20 item skala kecenderungan relapse reliabel dan dapat
digunakan sebagai alat ukur.
7. Penyusunan Alat Ukur
Setelah dilaksanakan uji coba skala didapatkan bahwa terdapat 20 item yang
dapat dinyatakan valid dan memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,888. Item-item
yang dinyatakan valid dan reliabel disusun kembali ke dalam sebuah skala.
Adapun penyebaran nomor item dan aspek yang disusun dalam skala setelah
dilakukan pengguguran terhadap item yang tidak valid dapat dilihat pada tabel
Tabel 13.
Blue Print Skala Kecenderungan Relapse Item Valid dan Reliabel
No Aspek Item Total
Favorable Unfavorable 1. High-Risk Situation 9, 15, 17 - 3 2. Coping 3, 10, 13, 18 6, 16, 19, 20 8 3. Outcome expectancies 1, 4, 8, 11, 12, 14 - 6 4. Abstinence Violation Effect 2, 7 5 3 Total 15 5 20 B. Pelaksanaan Penelitian 1. Pengambilan Data Pretest
Mengawali kegiatan eksperimen diperlukan adanya penentuan subjek yang
akan dibagi dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Subjek akan
dipilih berdasarkan hasil skor pretest skala kecenderungan relapse. Skala
kecenderungan relapse terlebih dahulu diuji coba dan selanjutnya dianalisis
validitas dan reliabilitas. Skor item yang dinyatan valid dan reliabel dari hasil uji
coba skala akan digunakan sebagai skor pretest.
2. Penentuan Subjek Penelitian
didapatkan data dari 39 subjek. Namun, hanya ada 35 subjek yang dapat diproses
datanya, dua diantaranya karena faktor adanya item skala yang belum diisi dan dua
lainnya dikarenakan faktor usia yang belum memenuhi.
Setelah dilakukan ranking skor didapatakan 16 subjek yang memiliki skor
tertinggi. Subjek-subjek ini kemudian dibagi dalam kelompok eksperimen dan
kontrol dengan teknik block randomization. Berikut ini merupakan pembagian
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Tabel 14.
Subjek Kelompok Eksperimen
Subjek Inisial Skor Kelompok
A MA 63 Eksperimen B FR 57 Eksperimen C AO 52 Eksperimen E MR 51 Eksperimen D MH 51 Eksperimen F AS 50 Eksperimen G NK 49 Eksperimen H BS 44 Eksperimen Tabel 15.
Subjek Kelompok Kontrol
Subjek Inisial Skor Kelompok
1 RM 60 Kontrol 2 AK 53 Kontrol 3 SP 53 Kontrol 4 RD 52 Kontrol 5 AH 51 Kontrol 6 EH 51 Kontrol 7 RI 49 Kontrol 8 GH 44 Kontrol
Setelah membagi subjek ke dalam dua kelompok, peneliti
menjelaskan teknis pelaksanaan penelitian kepada kelompok eksperimen
sekaligus melaksanakan wawancara sebelum pelatihan pada Sabtu, 30 Januari
2016.
3. Pelaksanaan Eksperimen
Eksperimen dalam penelitian ini dilakukan dengan memberikan pelatihan
efikasi diri pada kelompok eksperimen. Kegiatan eksperimen dilaksanakan pada
tanggal 01 Pebruari 2016 hingga 03 Pebruari 2016. Secara umum tidak ada
masalah dengan kelompok eksperimen, namun ada sedikit kendala pada kelompok
kontrol yang pada hari ketiga pelatihan turut melakukan kegiatan posttest. Saat
kegiatan pelatihan untuk kelompok eksperimen berakhir dan peneliti menghubungi
Mayor yang sedang bertugas untuk memanggil kelompok kontrol, terdapat satu
subjek kelompok kontrol yang berhalangan.
Mengantisipasi hal ini peneliti mengajukan satu subjek lain yang merupakan
cadangan kelompok kontrol. Namun, masalah kembali muncul ketika posttest
sudah hampir dimulai. Terdapat satu subjek lagi yang juga berhalangan. Akhirnya
dinilai kurang aktif dibanding peserta lain. Berikut ini adalah tabel kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen setelah mengalami dropout.
Tabel 16.
Daftar Kelompok Eksperimen Setelah Dropout
Subjek Inisial Skor Kelompok
A MA 63 Eksperimen B FR 57 Eksperimen C MR 51 Eksperimen E MH 51 Eksperimen D AS 50 Eksperimen F NK 49 Eksperimen G BS 44 Eksperimen Tabel 17.
Daftar Kelompok Kontrol Setelah Dropout
Subjek Inisial Skor Kelompok
1 RM 60 Kontrol 2 AK 53 Kontrol 3 RD 52 Kontrol 4 AH 51 Kontrol 5 EH 51 Kontrol 6 GH 44 Kontrol 7 EJ 44 Kontrol
Sebagai data tambahan yang dapat dijadikan bukti bahwa subjek telah
memenuhi syarat usia untuk menjadi subjek dalam penelitian ini, berikut akan
Tabel 18.
Data Deskriptif Kelompok Eksperimen Setelah Dropout
Subjek Inisial Usia Pendidikan Terakhir
A MA 19 tahun SMA B FR 20 tahun SMA C MR 20 tahun SMP E MH 24 tahun SMP D AS 26 tahun SMA F NK 19 tahun SMA G BS 27 tahun SMA Tabel 19.
Data Deskriptif Kelompok Kontrol Setelah Dropout
Subjek Inisial Usia Pendidikan Terakhir
1 RM 18 tahun SMA 2 AK 29 tahun SD 3 RD 28 tahun SMA 4 AH 20 tahun SMP 5 EH 30 tahun SMA 6 GH 31 tahun SMP 7 EJ 22 tahun SMA
Kegiatan pelaihan efikasi diri dilaksanakan di class room house of faith
gedung Therapeutic Community. Pelatihan dilaksanakan setelah mendapatkan izin
dari Mayor yang bertugas pada hari pelaksanaan pelatihan. Berikut ini akan
direncanakan untuk dilakasanakan pada pertemuan pertama. Sebelumnya pada
pukul 09.30 WIB fasilitator dan co-fasilitator telah sampai di gedung
Therapeutic Community (TC) dan menuju ke lantai tiga tempat kegiatan
pelatihan akan dilaksanakan. Setelah bertemu dengan Mayor yang bertugas di
house of faith dan mendapatkan izin untuk memanggil peserta pelatihan dan
mempersiapkan ruangan, fasilitator segera bergegas menuju ruangan sesi.
Dibantu oleh beberapa peserta yang sudah hadir, ruangan telah tertata rapi
dengan perlengkapan LCD, Laptop, Papan Tulis, Speaker, kursi observer atau
co-fasilitator, dan delapan kursi peserta yang ditata dengan model U seat.
Kegiatan diawali dengan salam pembuka serta doa yang termasuk ke
fasilitator dan co-fasilitator. Selanjutnya peserta diminta untuk
memperkenalkan nama dan daerah asal. Kegiatan pembuka ini dapat
dikatakan berjalan dengan lancar meskipun waktu yang tersedia cukup
singkat. Hal ini dikarenakan pada Sabtu, 30 Januari 2016 fasilitator sudah
melakukan wawancara sebelum pelatihan sekaligus melakukan rapport.
Selain itu, peserta juga tinggal di house yang sama sehingga sudah dipastikan
saling mengenal melalui berbagai aktifitas harian dari program TC yang
dijalankan.
Perkenalan dilanjutkan dengan pemaparan gambaran umum kegiatan
peserta untuk bertanya, fasilitator segera membagikan lembar informed
consent. Fasilitator menjelaskan fungsi lembar informed consent sebagai
lembar persetujuan peserta untuk mengikuti seluruh sesi kegiatan pelatihan
efikasi diri. Fasilitator juga mengingatkan peserta untuk membaca secara
detail isi dari informed consent sebelum memberikan tanda tangan. Seluruh
peserta bersedia untuk mengisi lembar informed consent yang artinya mereka
siap berkomitmen untuk melakukan seluruh sesi pelatihan efikasi diri selama
tiga kali pertemuan.
Setelah kontrak forum dibacakan dan ditayangkan di layar, peserta
dipersilahkan untuk menyampaikan tambahan ataupun pengurangan peraturan
jika dirasa memberatkan ataupun merugikan. Setelah fasilitator
mempersilahkan peserta untuk mengemukakan pendapatnya terkait kontrak
forum, akhirnya enam butir kontrak disepakati bersama-sama.
mengawali rangkaian penelitian
Nice to Know
tekniknya. Fasilitator memberi waktu lima menit kepada peserta untuk terus
mencoba membuat lingkaran dengan titik di tengah dengan satu tarikan pena.
Setelah lima menit berlalu dan peserta sudah mencoba di HVS yang telah
dibagikan, fasilitator menunjukkan teknik untuk mengerjakannya. Setelah
diberi contoh seluruh peserta dipersilahkan untuk mencoba seperti yang telah
dicontohkan oleh fasilitator. Seluruh peserta berhasil menirukan teknik yang
diajarkan fasilitator dengan ukuran lingkaran yang berbeda-beda dari setiap
peserta.
Setelah semua peserta berhasil menjalankan tugas make a circle,
ta
menyatakan mungkin. Mengakhiri aktivitas make a circle fasilitator
menjelaskan esensi dari permainan ini bahwa ketika kita tidak yakin mampu
melakukan sesuatu dimungkinkan bukan karena kita tidak memiliki
kemampuan, melainkan kita belum memahami cara yang tepat untuk
melakukan hal tersebut. Ketika kita sudah mengetahui cara untuk
menyelesaikan hal tersebut, maka keyakinan kita akan berubah dan perilaku
kita juga akan berubah sesuai dengan hal yang kita yakini. Fasilitator juga
mengaitkan antara esensi aktivitas make a circle dengan materi yang akan
disampaikan selanjutnya melalui penyampaian bahwa materi tersbut
mempengaruhi perilaku peserta jika peserta tidak mau melakukan perubahan
sendiri dengan memanfaat materi yang akan disampaikan.
Setelah peserta dirasa cukup kondusif, fasilitator mulai
mempresentasikan materi cognitive-behavioral model of relapse yang
dikemukakan oleh Marlatt dan juga materi efikasi diri. Waktu presentasi lebih
panjang dari yang direncanakan sekitar 20 menit menjadi 30 menit. Namun,
perpanjangan waktu presentasi materi ini tidak mengganggu agenda, karena
fasilitator sudah memindahkan jadwal ice breaking
ketiga. Pada saat penyampaian materi, fasilitator sering melibatkan
pengalaman peserta yang telah disampaikan pada wawancara sebelum
pelatihan, terutama yang berkaitan dengan high-risk situation.
Menjadi sebuah tantangan bagi fasilitator adalah ketika harus
menyampaikan outcome expectancies dan abstinence violation effect. Hal ini
dikarenakan istilah tersebut dirasa baru oleh peserta, meskipun pada
kenyataannya peserta juga mengalami hal tersebut saat masih menggunakan
narkoba. Namun, secara umum dapat dikatakan bahwa peserta mampu
seluruh peserta. Kemudian fasilitator mempresentasikan kasus tersebut secara
umum. Setelah itu, peserta diminta untuk membaca dengan seksama kasus
tersebut bersama dengan kelompok kecil yang beranggotakan empat orang.
Dalam kelompok kecil ini peserta diminta untuk menganalisis masalah yang
bahkan relapse setelah menjalani rehabilitasi. Berbagai masalah yag
ditemukan kemudian ditulis dalam lembar problem solver. Lembar problem
solver juga memiliki kolom penyelesaian yang diisi dengan hasil diskusi
tidak relapse. Sesi ini diakhiri dengan presentasi dari perwakilan
masing-masing kelompok selama lima menit terkait hasil diskusi.
Pertemuan refreshing
memfasilitasi peserta untuk melatih pernafasan diafragma yang dapat
dilakukan setiap hari untuk membuat diri menjadi lebih tenang. Pada sesi ini
peserta diberikan arahan untuk melakukan latihan teknik pernafasan
diafragma sembari memikirkan hal-hal positif yang telah dijalani. Selain itu,
sebagai tambahan, fasilitator juga mengingatkan peserta untuk mulai
membangun hobi positif dan menjalankannya secara rutin sebagai bentuk
hiburan yang menyenangkan dan juga mengurangi waktu kosong yang
dijalani pada pertemuan pertama dan memberikan pengantar terkait pertemuan
pertama. Pertemuan ini diakhiri dengan doa dan juga mene
b. Pelatihan Hari Kedua
Sekitar pukul 09.30 WIB fasilitator dan co-fasilitator telah tiba di
gedung TC. Setelah meminta izin pada bagian back office untuk bertemu
dengan Mayor yang bertugas, fasilitator dan co-fasilitator diantar menuju
ruang Mayor oleh salah satu pecandu narkoba yang menjalani rehabilitasi.
Mayor yang bertugas tanggal 02 Pebruari 2016 adalah Bro Jihan. Mengawali
percakapan dengan penjelasan umum terkait kegiatan yang akan dijalani
adalah pembuka yang baik, karena Bro Jihan belum mendapat transfer
informasi dari Mayor yang bertugas sebelumnya.
Nama-nama yang sudah berada dalam daftar kelompok eksperimen
diserahkan kepada chief on duty atau kepanjangan tangan dari Mayor yang
bertugas untuk memimpin kegiatan harian seluruh anggota house. Sekitar
sepuluh menit kemudian fasilitator dan co-fasilitator meminta izin untuk
dengan teriakan yang penuh semangat dengan suara lantang. Tidak
terlewatkan ice breaking - agar kegiatan lebih
menyenangkan dan peserta menjadi lebih fokus. Seluruh peserta antusias
-beradaptasi dengan permaina
-sempat melakukan kesalahan.
Setelah permainan dianggap mampu mencairkan suasana, fasilitator
memberikan dua tayangan gambar ilusi yang akan menimbulkan berbagai
macam persepsi. Saat gambar dimunculkan peserta tampak mulai berpikir dan
berusaha menebak-nebak gambar yang ditayangkan dalam slide. Selanjutnya
fasilitator meminta setiap peserta untuk memberikan pandangannya secara
verbal terhadap gambar yang ditayangkan. Setelah terlihat beberapa peserta
mulai berbeda pendapat terkait gambar yang dilihat, fasilitator mulai
menunjukkan dan menjelaskan bahwa semua pendapat peserta adalah benar.
Hanya saja hal yang dilihat oleh setiap peserta memang bergantung pada
sudut pandang peserta.
Gambar persepsi ini digunaka
dilaksanakan guna memfasilitasi peserta untuk belajar
dari kesuksean orang lain dalam membangun keyakinan bahwa diri peserta
terbebas dari narkoba menjadi model pertama yang diamati. Kemudian setiap
peserta diminta untuk menyampaikan nilai-nilai atau pelajaran yang dapat
diambil dari video tersebut secara verbal. Fasilitator kemudian memberikan
penjelasan secara umum dan merangkum berbagai pendapat yang telah
dikemukakan oleh setiap peserta.
dan mengisi lembar berguru pada kawan. Diskusi kali ini dilakukan dalam
kelompok besar. Fasilitator berperan sebagai pemandu diskusi. Setiap peserta
diminta untuk mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan peserta memakai
narkoba. Kemudian setelah dibuat daftar permasalahannya, peserta diminta
untuk memberikan solusi. Pada bagian akhir fasilitator menyampaikan hasil
rangkuman dari diskusi yang dilakukan. Namun, dalam diskusi ini lembar
kerja berguru pada kawan tidak sempat diisi langsung, melainkan hanya
dijelaskan cara penggunaan dan pengisian lembar kerja tersebut dikarenakan
kuatnya keyakinan untuk berhasil. Peserta kemudian merasa terkejut dan
adalah kisah nyata. Sesi ini diakhiri dengan presentasi kesuksesan dari salah
satu subjek yang berinisial AS. AS menceritakan tentang kesuksesannya saat
mampu merangkai karangan bunga yang akan dibawa di tangan pengantin.
Meskipun harus merangkai bunga dengan menelpon orang tuanya dan
beberapa kali secara tidak sengaja menghancurkan bunga yang akan
dirangkai, akhirnya AS berhasil.
Sesi ketiga dalam pertemuan kedua yang merupakan sesi terakhir
Road to Success
satu pengalaman paling sukses yang pernah dialami kemudian menuliskan
rangkaian perjalanan dan usaha untuk mencapai kesuksesan tersebut.
Fasilitator memberikan instruksi secara perlahan dan berulang-ulang hingga
dapat dipastikan peserta paham untuk mengerjakan lembar
. Fasilitator terus mendampingi peserta dalam pengerjaan dan
mengingatkan peserta untuk bertanya jika ada yang belum dipahami.
Setelah semua peserta menyelesaikan lembar kerja ,
fasilitator mempersilahkan salah satu peserta untuk mempresentasikan lembar
kerjanya ke depan. Kesempatan kali ini diambil oleh MR setelah mendapat
dukungan dari peserta lain untuk maju. MR menceritakan keberhasilannya
pacarnya dan membuat MR menjadi buronan polisi. Sebelum ditangkap oleh
polisi MR pergi dari kota asalnya dan berusaha keras untuk melupakan
mantan pacarnya. Setelah setahun berlalu MR merasa lebih tenang dan bisa
untuk tidak terlalu memikirkan mantan pacarnya.
Sebelum mengakhiri pertemuan kedua, fasilitator menyampaikan
esensi dari kegiatan Fasilitator menekankan pentingnya
untuk menghargai pengalaman sukses sekecil apapun yang pernah peserta
alami. Selain itu, fasilitator juga menyampaikan kepada peserta agar
mempelajari setiap proses dan usaha dalam mencapai keberhasilan agar bisa
dijadikan acuan untuk mencapai kesuksesan-kesuksesan lainnya. Setelah
menyampaikan esensi, fasilitator kembali merangkum dan menyampaikan
perjalanan kegiatan pelatihan pada pertemuan kedua serta memberikan sedikit
pengantar untuk pertemuan ketiga. Seperti hari sebelumnya, untuk menjaga
semangat peserta, fasilitator menutup kegiatan dengan doa dan juga teriakan
c. Pelatihan Hari Ketiga
room dapat digunakan untuk pelatihan pertemuan terakhir ini, fasilitator
menuju ruangan untuk mempersiapkan segala keperluan pelatihan. Pada
kesempatan ini fasilitator hanya dibantu peserta untuk menata ruangan
dikarenakan co-fasilitator berhalangan hadir pada pertemuan ketiga.
F
diikuti oleh peserta. Membuat suasana lebih kondusif dan fokus, kegiatan ice
breaking aksanakan di awal kegiatan. Peserta tampak
tertawa ketika melihat peserta lain melakukan kesalahan dalam menjalankan
sesi dimulai dengan membagikan lembar kerja Who Am I dan
pemberian instruksi pengerjaan.
Lembar kerja Who Am I memfasilitasi peserta untuk melakukan anlisis
strength, weakness, opportunities, dan threat -masing.
Beberapa peserta terus mengajukan pertanyaan sembari mengerjakan agar
dapat mengisi dengan sesuai. Setelah semua peserta selesai mengerjakan,
fasilitator menyampaikan fungsi analisis SWOT sebagai bentuk pengenalan
diri. Jika diibaratkan sebagai seorang pedagang, kita harus tahu stock barang
dan kualitas dari barang yang kita jual agar ketika ada pembeli, kita dapat
memberikan barang yang tepat sehingga terjadi transaksi yang baik.
Sesi selanjutnya adalah yang diawali dengan
dituliskan dan diperjuangkan. Fasilitator melanjutkan dengan menanyakan
pelajaran yang bisa didapatkan oleh para peserta dari video tersebut setelah
usai ditayangkan. Kemudiana fasilitator meminta peserta untuk mengawali
jejak suksesnya dengan menuliskan berbagai impiannya di lembar kerja My
Dream. Selain menuliskan berbagai impian, peserta juga diminta untuk
menuliskan tahun pencapaian. Bahkan sangat dianjurkan untuk menuliskan
bulan beserta tanggal pencapaian agar semakin spesifik.
Setelah menuliskan berbagai impian yang ingin dicapai, fasilitator
meminta peserta untuk melingkari impian yang paling ingin diwujudkan.
Impian tersebut dituliskan kembali dalam lembar kerja Step to be yang telah
dibagikan. Lembar ini membantu peserta untuk menulis berbagai hal yang
perlu dimiliki dan diketahui oleh peserta untuk mencapi impiannya. Sebagai
langkah memperjelas pencapaian impian, peserta diminta untuk melihat
kembali SWOT yang telah dibuat dalam lembar kerja Who Am I. Peserta
diminta untuk menganalisis berbagai hal yang dirasa sudah dimiliki oleh diri
peserta dalam mewujudkan impian dan berbagai hal yang masih perlu
oleh FR yang menceritakan keinginannya untuk memperdalam pemahaman
agama islam yang diyakini dan meningkatkan kualitas ibadah.
Sesi Surat untuk Tuhan merupakan agenda selanjutnya. Diawali
dengan penayangan video Nick Vujicic seorang motivator yang hidup dan
menjalani aktivitasnya tanpa tangan dan kaki. Mulai dari berenang, golf,
mengendari speed boat, dan berbagai aktivitas lain. Semua itu dilakukan Nick
dengan tubuhnya yang tidak dianugerahkan tangan dan kaki. Peserta terlihat
antusias dan terheran-heran saat menyaksikan berbagai aktivitas Nick yang
ditayangkan dalam video berdurasi sekitar lima menit.
Video Nick digunakan oleh fasilitator sebagai pengantar kegiatan
penulisan dan penghayatan Surat untuk Tuhan. Setelah video berakhir dan
fasilitato
kepada kita dibandi membagikan lembar
Surat untuk Tuhan. Peserta diminta untuk menuliskan berbagai bentuk
kebahagiaan yang telah Tuhan berikan selama peserta menjalani kehidupan.
Selain itu, peserta juga diminta menuliskan rasa syukur yang dirasakan atas
berbagai karunia Tuhan yang diberikan. Penulisan ini diiringi dengan lagu
semakin didapatkan.
Setelah seluruh peserta selesai menuliskan Surat untuk Tuhan,
membentuk lingkaran di lantai. Fasilitator meminta peserta untuk membaca
dan menghayati surat masing-masing dalam waktu sekitar lima menit. Setelah
semua selesai membaca, fasilitataor bergabung dalam lingkaran dan meminta
seluruh peserta memejamkan mata. Dalam sebuah lingkaran yang dipererat
dengan adanya gandengan tangan dari seluruh peserta, doa dipanjatkan.
Fasilitator memimpin doa dengan bahasa indonesia yang berisikan tentang
rasa syukur atas berbagai kelebihan dan karunia yang telah Tuhan berikan.
Selain itu, fasilitator juga mengajak peserta untuk menyadari berbagai
kelebihan yang dimiliki dan mempersiapkan diri untuk kebermanfaatan ke
depan.
Setelah sesi doa dan pembacaan Surat untuk Tuhan selesai, fasilitator
mempersilahkan peserta untuk kembali ke kursi. Fasilitator melanjutkan
kegiatan dengan merangkum perjalanan kegiatan selama tiga hari secara
umum. Kemudian lembar evaluasi diberikan kepada seluruh peserta untuk
diisi. Sembari peserta mengisi lembar evaluasi, fasilitator menghubungi
Mayor untuk memanggil kelompok kontrol. Setelah dicek kembali ternyata
dinyatakan oleh chief on duty dan beberapa rekan yang lain, ternyata subjek
juga berhalangan hadir. Akhirnya peneliti memutuskan untuk melakukan
posttest kepada tujuh subjek kelompok kontrol dan delapan subjek kelompok
eksperimen secara bersamaan. Setelah subjek selesai mengisi skala posttest,
fasilitator menutup seluruh rangkaian acara dengan mengucapkan
permohonan maaf dan terima kasih atas partisipasi seluruh subjek dalam
rangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh peneliti. Fasilitator juga
mengingatkan bahwa pada sore hari masih akan diadakan sesi wawancara
kepada peserta pelatihan.
4. Pengambilan Data Posttest
Pengambilan data posttest pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
dilakukan di ruang dan waktu yang sama yaitu pada tanggal 03 Pebruari 2016
pukul 11.45 WIB di class room house of faith. Pada pelatihan hari ketiga, peneliti
sudah menata sejumlah delapan kursi di belakang kursi untuk peserta dari
kelompok eksperimen. Sehingga ketika pelatihan berakhir dan kelompok kontrol
hendak melakukan pengisian skala posttest dapat langsung menempati kursi yang
sudah disiapkan.
Pengambilan data posttest pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
dilakukan dengan pengisian skala kecenderungan relapse oleh subjek. Selanjutnya,
peneliti mendapatkan seluruh skala kecenderungan relapse yang telah diisi oleh
C. Hasil Penelitian 1. Analisis Data Kuantitatif
a. Hasil Data Pretest dan Posttest
Data yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan skor
kecenderungan relapse yang dimiliki oleh kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol. Pengukuran ini dilakukan sebelum diberikan pelatihan
efikasi diri (pretest) dan sesudah diberikan pelatihan (posttest) pada kelompok
eksperimen. Berikut ini merupakan deskripsi hasil penelitian.
Tabel 20.
Data Deskriptif Hasil Penelitian
Subjek Inisial Skor Gain Score Kelompok
Pretest Posttest A MA 63 39 -24 Eksperimen B FR 57 35 -22 Eksperimen C MR 51 41 -10 Eksperimen D MH 51 30 -21 Eksperimen E AS 50 26 -24 Eksperimen F NK 49 43 -6 Eksperimen G BS 44 36 -8 Eksperimen 1 RM 60 61 1 Kontrol 2 AK 53 53 0 Kontrol 3 RD 52 54 2 Kontrol 4 AH 51 40 -10 Kontrol 5 EH 51 40 -10 Kontrol
Data tersebut menunjukkan adanya penurunan skor kecenderungan
relapse pada semua subjek di kelompok eksperimen. Sedangkan pada
kelompok kontrol skor mengalami peningkatan, penurunan, dan tetap. Secara
umum perubahan terbesar terjadi pada subjek A dan E yang mengalami
penurunan skor sebesar 24. Sedangkan perubahan terkecil terjadi subjek 2
yang tidak mengalami perubahan skor. Secara lebih spesifik pada kelompok
eksperimen perubahan terbesar terjadi pada subjek A dan E dengan penurunan
skor sebesar 24 serta perubahan terkecil terjadi pada subjek F yang mengalami
penurunan skor sebesar 6. Pada kelompok kontrol perubahan terbesar terjadi
pada subjek 6 yang mengalami penurunan skor sebesar 19, sedangkan subjek
2 mengalami ketetapan skor sehingga tidak mengalami perubahan skor.
Dari hasil pengolahan data skor pretests dan posttest untuk kelompok
eksperimen ataupun kelompok kontrol didapatkan adanya perubahan rata-rata.
Baik di kelompok eksperimen ataupun kelompok kontrol didapatkan
Gambar 7.
Rata-rata Skor Kecenderungan Relapse Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
b. Hasil Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan dengan uji statistik non-parametrik, yaitu uji 2
sampel independen Mann-Whitney. Uji ini dilakukan untuk mengetahui
perbedaan gain score skor kecenderungan relapse antara dua sampel
independen (two independent samples), yaitu pada subjek yang mendapat
perlakuan (kelompok eksperimen) dengan subjek yang tidak mendapat
perlakuan (kelompok kontrol). Uji 2 sampel independen Mann-Whitney
dilakukan pada data yang didapatkan sesudah perlakuan dengan bantuan SPSS
for Microsoft Windows Version 23. Hasil pengujian terhadap pengaruh 30 35 40 45 50 55 Pretest Posttest
Tabel 21.
HasilUji 2 Sampel Independen Mann-Whitney pada Kelompok Eksperimen dan Kontrol
Berdasarkan perhitungan uji 2 sampel independen Mann-Whitney di
atas, diperoleh nilai Z sebesar -1,929 dan nilai signifikansi (p) sebesar
0,054. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan skor
kecenderungan relapse pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen
setelah diberi perlakuan dikarenakan nilai signifikansi (p) lebih besar dari
0.05. Selanjutnya dilakukan uji Wilcoxon untuk mengetahui signifikansi
perbedaan skor pretest dan posttest yang terjadi pada masing-masing
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil uji Wilcoxon dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 22.
Hasil Uji Wilcoxon Kelompok Eksperimen Skor
Mann-Whitney U 9,500
Z -1,929
Asymp. Sig. (2-tailed) ,054 Exact Sig. [2*(1-tailed
Sig.)] ,053 posttest - pretest Z -2,371 Asymp. Sig. (2-tailed) ,018
Tabel 23.
Hasil Uji Wilcoxon Kelompok Kontrol
Uji Wilcoxon kelompok eksperimen menghasilkan nilai Z sebesar
-2,371 dan nilai signifikansi (p) sebesar 0,018. Hal ini menunjukkan adanya
signifikansi perubahan skor pretest dan posttest kecenderungan relapse pada
kelompok eksperimen karena nilai signifikasnsi lebih kecil dari 0.05.
Sedangkan hasil uji Wilcoxon kelompok kontrol diperoleh nilai Z sebesar
-1,577 dan nilai signifikansi (p) sebesar 0,115. Hal ini menunjukkan tidak
adanya signifikansi perubahan skor pretest dan posttest kecenderungan
relapse pada kelompok kontrol karena nilai signifikasnsi lebih besar dari 0.05.
c. Hasil Evaluasi Program Pelatihan Efikasi Diri dan Pemahaman Materi
1) Hasil Analisis Program Pelatihan Efikasi Diri
Hasil analisis program pelatihan merupakan evaluasi terhadap
keseluruhan program pelatihan yang terdiri dari indikator evaluasi
posttest - pretest
Z -1,577
Asymp. Sig.
pelatihan efikasi diri yang dibagikan pada pertemuan ketiga. Berikut ini
merupakan hasil analisis program pelatihan.
Tabel 24.
Hasil Analisis Program Pelatihan Efikasi Diri
No Indikator Evaluasi
Distribusi Kriteria Evaluasi (dalam %) Sangat
Baik Baik Cukup Kurang
Sangat Kurang 1 Materi dan kegiatan pelatihan pertemuan
pertama
3 subjek (42, 9%)
4 subjek (57,1%)
2 Materi dan kegiatan pelatihan hari kedua 3 subjek (42, 9%) 3 subjek (42, 9%) 1 subjek (14,2%)
3 Materi dan kegiatan pelatihan hari ketiga 6 subjek (85,7%) 1 subjek (14,2%)
4 Kejelasan yang disampaikan materi oleh fasilitator 3 subjek (42, 9%) 2 subjek (28,5%) 2 subjek (28,5%)
5 Daya tarik materi dan kegiatan yang disampaikan fasilitator 2 subjek (28,5%) 3 subjek (42, 9%) 2 subjek (28,5%)
6 Penguasaan fasilitator dalam menyampaikan materi 2 subjek (28,5%) 5 subjek (71,4%)
7 Penguasaan fasilitator dalam menjawab pertanyaan 2 subjek (28,5%) 3 subjek (42, 9%) 2 subjek (28,5%)
8 Keterampilan fasilitator dalam memandu diskusi
5 subjek (71,4%)
2 subjek (28,5%)
9 Penggunaan sebagai alat bantu media 3 subjek (42, 9%) 3 subjek (42, 9%) 1 subjek (14,2%)
10 Kebermanfaatan materi bagi peserta 7 subjek (100%)
12 Kenyamanan proses pelatihan 3 subjek (42, 9%) 4 subjek (57,1%)
13 Pencapaian sasaran tujuan 6 subjek (85,7%) 1 subjek (14,2%)
Secara umum lembar evaluasi ini memberikan evaluasi terhadap tiga
aspek, yaitu konten materi dan kegiatan, fasilitator, serta evaluasi umum
terkait pengalaman yang dirasakan oleh subjek. Selanjutnya akan
diuraikan analisis dari setiap aspek tersebut berdasarkan persentase jumlah
subjek yang memberikan pernyataan.
Terkait dengan materi dan kegiatan hari pertama dan kedua sebagaian
besar subjek mengatakan baik. Hanya terdapat satu subjek yang
menyatakan bahwa materi hari kedua cukup. Bahkan materi dan kegiatan
pertemuan pertama dan kedua mendapatkan persentase 42,9% untuk
kriteria sangat baik. Terlebih untuk materi dan kegiatan pada pertemuan
kegiatan ketiga, sejumlah 6 subjek atau 85,7% memberikan penilaian
sangat baik, 1 subjek lain menyatakan baik. Terkait penggunaan media
sebagai alat bantu serta simulasi dan permainan mendapat penilaian
cukup. Terkait daya tarik materi dan kegiatan yang disampaikan fasilitator
serta penguasaan fasilitator dalam menjawab pertanyaan dinilai baik oleh
peserta dengan persentase 42,9%. Selebihnya masing-masing dua peserta
memberikan penilaian sangat baik dan cukup. Penilaian baik juga
diberikan oleh peserta terhadap penguasaan fasilitator dalam
menyampaikan materi dengan persentase 71,4% dan dua subjek lain
memberikan penilaian sangat baik. Selanjutnya keterampilan fasilitator
dalam memandu diskusi dinilai sangat baik oleh sebagian besar subjek
dengan persentase 71,4% dan dua subjek lain menyatakan baik.
Kenyamanan selama proses pelatihan dinilai baik oleh subjek dengan
persentase 57,1% dan 42,9% lainnya menyatakan sangat baik.
Kebermanfaatan materi dan pencapaian tujuan pelatihan dinilai sangat
baik oleh subjek. Bahkan untuk kebermanfaatan materi mendapat
persentase utuh, 100%. Sedangkan terkait pencapaian tujuan pelatihan
terdapat 1 subjek yang menyatakan baik.
2) Hasil Evaluasi Pemahaman Materi
Hasil evaluasi pemahaman materi didasarkan pada lembar evaluasi
pemahaman materi yang berisi delapan pernyataan terkait materi
cognitive-behavioral model of relapse dan efikasi diri yang disampaikan
pada sesi diminta untuk