• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Persiapan Penelitian. a. Gambaran Umum Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Persiapan Penelitian. a. Gambaran Umum Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Persiapan Penelitian 1. Orientasi Kancah

a. Gambaran Umum Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor

Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional terletak di Desa

Wates Jaya, Kec. Cigombong, Lido, Kab. Bogor, Balai Besar Rehabilitasi

Badan Narkotika Nasional merupakan satuan kerja mandiri Badan Narkotika

Nasional atau disingkat BNN yang melaksanakan tugas pelayanan masyarakat

berupa rehabilitasi penyalah guna dan/atau pecandu narkoba secara terpadu

berdasarkan aspek medis, psikologis, dan sosial.

Balai Besar Rehabilitasi BNN berada dalam ruang lingkup pelaksanaan

tugas dan fungsi Deputi Bidang Rehabilitasi. Balai Besar Rehabilitasi BNN

mampu menampung 375 pecandu narkoba per 6 bulan. Dasar hukum dari Balai

Besar Rehabilitasi BNN ini adalah:

1) Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

2) Peraturan pecandu narkoba RI Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan

(2)

3) Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor: PER/03/V/2010/BNN

tentang Organisasi dan Tata Kerja (OTK) Badan Narkotika Nasional

Republik Indonesia.

4) Peraturan Ketua Badan Narkotika Nasional Nomor: PER/02/XI/2007/BNN

tanggal 15 November 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit

Pelaksana Teknis Terapi dan Rehabilitasi BNN.

5) Instruksi pecandu narkoba No.7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja

Instansi Pemerintah.

Peran strategis Balai Besar Rehabilitasi BNN dalam rangka pelaksanaan

P4GN (Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap

Narkotika) segmen demand recuction (pengurangan permintaan) dalam

realisasinya menggunakan sistem one stop center (pelayanan terpadu) yang

menempatkan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial untuk pengguna narkoba

berada dalam satu atap. Dalam melaksanakan peran strategis dan fungsinya,

Love, Innovative, Dignity, Optimistic

(3)

Sumber daya manusia yang terdapat di Balai Besar Rehabilitasi BNN pada

tahun 2015 meliputi:

Tabel 6.

Tenaga Medis Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor

No Jabatan Spesifikasi Jumlah

1. Konsulen Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa 2

Dokter Spesialis Penyakit Dalam 2

Dokter Spesialis Paru 1

Dokter Spesialis Syaraf 1

Dokter Spesialis Radiologi 2

Konsulen Hipnoterapi 3

Konsulen VCT 2

2. Dokter Umum Dokter Umum 12

3. Dokter Gigi Dokter Gigi 3

4. Perawat/ Bidan Diploma Keperawatan/ Kebidanan 51

5. Perawat Gigi Diploma Keperawatan Gigi 3

Tabel 7.

Tenaga Sosial Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor

No Jabatan Spesifikasi Jumlah

1. Psikolog S2 - Magister Profesi Psikolog 2

2. Ilmuwan Psikologi

S1 - Sarjana Psikologi 5

3. Konselor Adiksi SMA, D3, S1+Konselor Bersertifikat 45 4. Peer Edukator SMA, D3, S1+Konselor Bersertifikat 10 5. Instruktur

Vokasional & Olahraga

SMA, D3, S1+Bersertfikat 4

6. Pembina Mental D3 / S1 Pendidikan Agama 19

(4)

Tabel 8.

Penunjang Medis Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor

No Jabatan Spesifikasi Jumlah

1.

Analis

Kimia/Pranata Laboratorium

Diploma Analis Kimia (kesehatan) 6

2. Rekam Medis Diploma Rekam Medis 3

3. Radiografer Diploma Radiologi 3

4. Elektromedis Diploma Elektromedis 3

5. Fisioterapis Diploma Fisioterapi 1

6. Nutrisionis Diploma Gizi 3

7. Farmasi Asisten Apoteker 3

b. Visi dan Misi Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido

1) Visi Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Bogor adalah

menjadikan pusat rujukan nasional pelaksanaan rehabilitasi bagi

penyalahguna dan atau pecandu narkoba secara profesional.

2) Misi Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Bogor adalah

sebagai berikut:

a) Melaksanakan pelayanan secara terpadu rehabilitasi medis dan sosial

bagi penyalahguna dan atau pecandu narkoba.

(5)

Tugas pokok dari Balai Besar Rehabilitasi BNN adalah untuk

melaksanakan pelayanan secara terpadu rehabilitasi medis dan rehabilitasi

sosial, memfasilitasi pengkajian dan pengembangan rehabilitasi, dan

pelayanan wajib lapor serta memberikan dukungan informasi dalam rangka

pelaksanaan pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan peredaran

gelap narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya, untuk selanjutnya

disebut P4GN. Fungsi yang diusung oleh Balai Besar Rehabilitasi BNN

berkaitan dengan tugas pokok tersebut adalah:

1) Penyusunan perencanaan, program dan anggaran Balai Besar Rehabilitasi

BNN.

2) Penyusunan dan perumusan pedoman pelaksanaan rehabilitasi medis dan

rehabilitasi sosial terhadap korban penyalah guna dan/atau pecandu

narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya; fasilitasi magang,

pengkajian, penelitian dan pengembangan rehabilitasi.

3) Pelayanan wajib lapor serta memberikan dukungan informasi dalam rangka

pelaksanaan P4GN dan pemutusan jaringan peredaran gelap narkoba.

4) Pelaksanaan pengkajian, pengembangan dan uji coba metode rehabilitasi

guna peningkatan efektifitas dan efisiensi proses rehabilitasi.

5) Pelaksanaan pelayanan rehabilitasi medis dan penunjang medis.

(6)

7) Pelaksanaan pusat rujukan bagi fasilitasi rehabilitasi korban penyalah guna

dan/atau pecandu narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya milik

pemerintah, swasta dan lembaga swadaya masyarkat lainnya.

8) Pelaksanaan penyelenggaraan database di lingkungan Balai Besar

Rehabilitasi BNN.

9) Pelaksanaan ketatausahaan dan rumah tangga Balai Besar Rehabilitasi

(7)

d. Struktur Organisasi

Gambar 5.

Struktur Organisasi Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor

e. Proses Rehabilitasi Pecandu Narkoba

Proses rehabilitasi di Balai Besar Rehabilitasi Lido, Bogor, diawali

dengan pasien masuk berdasarkan kemauan sendiri (volunteery) ataupun

dibawa oleh pihak kepolisian akibat terlibat kasus di pengadilan. Hal pertama

yang dilakukan pasien ketika sampai adalah proses screening/intake. Hal-hal

yang dilakukan pada proses screening diantaranya: 1) pendaftaran oleh pihak

(8)

medis meliputi tes urin, pemeriksaan fisik, dan nantinya hasil pemeriksaan

medis tersebut ditulis di dalam ASI (Addiction Severity Index) oleh Tim Bidang

Rehabilitasi Medis di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido, Bogor.

Gambar 6.

Proses Rehabilitasi di Balai Besar Rehabilitasi BNN Bogor

Tahap selanjutnya adalah pasien yang sudah menerima pemeriksaan

(9)

1) Residen diberikan perawatan gejala putus zat dan pemeriksaan medis

lanjutan yang melibatkan Seksi Pelayanan Rehabilitasi Medis dan Seksi

Penunjang Rehabilitasi Medis, perawatan gejala putus zat yang diterima

meliputi asesmen medis lanjutan terhadap kondisi fisik, psikiatri dan

gejala putus zat dengan instrumen COWS (Clinical Opiate Withdrawl

Scale), PANSS-EC (Positive and Negative Syndrome Scale Excited Component) untuk menilai kondisi gaduh gelisah, MINI-ICD 10 (Mini International Neuropsychiatric Interview-International Classification of Desease 10) untuk menilai gangguan mental, pemeriksaan darah lengkap,

radiologi, USG, EKG, EEG, status gizi, pemeriksaan psikiatri,

pemeriksaan gigi, serta pengobatan medis harian untuk merawat dan

pemulihan fisik dari gejala putus zat yang dialami oleh pecandu narkoba.

2) Terapi edukasi dan okupasi oleh perawat kesehatan dan tim medis agar

pecandu narkoba mampu mengenali kondisi fisiknya sendiri dan mampu

melakukan pertolongan pertama jika terjadi permasalahan fisik akibat efek

detoks. Hal ini juga disertai dengan psikoterapi dan terapi kelompok untuk

menstabilkan kondisi psikologis dari pecandu narkoba. Setelah kondisi

fisik dan psikologis dinyatakan mulai stabil oleh Tim Rehabilitasi Medis,

Bagian Psikologi selanjutnya berperan melakukan asesmen psikologis

untuk mengetahui tingkat adiksi dari pecandu narkoba dengan

(10)

Psikologi bertugas melanjutkan asesmen dengan ASI untuk memperoleh

gambaran psikologis dari pecandu narkoba sehingga di dalam ASI

terekam kondisi fisik dan psikologis dari pecandu narkoba yang akan

digunakan sebagai rujukan untuk memasukkan pecandu narkoba ke dalam

program-program unggulan Therapeutic Community (TC) dari BNN.

Setelah 2 minggu di fase detoksifikasi, maka pecandu narkoba

selanjutkan dipindahkan ke fase stabilisasi dan pengenalan program

rehabilitasi yang disebut sebagai fase Entry Unit. Di Entry Unit, peran Bidang

Rehabilitasi Medis sudah mulai berkurang, karena pelayanan rehabilitasi

medis yang diberikan mulai fase ini hanya berupa pelayanan penunjang medis

seperti pemeriksaan gigi secara rutin dan penatalaksanaan kondisi medis

khusus, meliputi penatalaksanaan perawatan medis kepada pecandu narkoba

dengan diagnosis HIV/AIDS dan perawatan kerusakan hati akibat penggunaan

narkotika. Selebihnya merupakan kegiatan asesmen psikologis seperti

penggunaan tes IQ, tes minat dan sikap kerja, tes kepribadian serta

melanjutkan asesmen dengan ASI (Addiction Severity Index) bagi pecandu

(11)

Tahap selanjutnya, pecandu narkoba mulai memasuki tahap program

rehabilitasi sosial tahap awal atau disebut sebagai tahap primary. Tahap

primary di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido merupakan inti dari Therapeutic Community (TC). Di dalam program primary ini, terdiri dari 4

program unggulan yaitu House of Care, House of Change, House of Hope,

dan House of Faith. Program primary dilaksanakan maksimal 4 bulan

bergantung pada hasil asesmen medis dan psikologi yang telah dilakukan

kepada pecandu narkoba di tahapan-tahapan sebelumnya. Selain 4 program

unggulan itu ada juga program Female khusus untuk pecandu narkoba

perempuan yang direhabilitasi di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido.

Setelah menjalankan program primary pecandu narkoba yang

menjalankan rehabilitasi akan melalui tahap Re-Entry yang belangsung selama

1 bulan. Tahap Re-Entry ini hanya ada pada program jangka panjang, yaitu

House of Hope dan House of Faith, sedangkan untuk program jangka pendek House of Change dan House of Care tidak ada program Re-Entry dikarenakan

pecandu narkoba yang masuk ke dalam program jangka pendek memiliki daya

dukung hidup yang baik dilihat dari kriteria-kriteria khusus yang ada di ASI

(Addiction Severity Index). Kriteria dalam lembar ASI bersifat spesifik dan

ditentukan langsung dalam Case Conference.

Pada tahapan Re-Entry, pecandu narkoba mulai dipersiapkan untuk

(12)

Re-Rentry juga diberlakukan buddy system yaitu pecandu narkoba yang baru

masuk ke tahapan Re-Entry akan didampingi oleh buddy (pendamping) yang

ditunjuk oleh staf BNN Lido, buddy sendiri merupakan pecandu narkoba yang

sudah lebih dulu masuk ke tahapan Re-Entry dan akan menyelesaikan

rehabilitasinya di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido.

Tugas dari buddy adalah untuk membantu orientasi pecandu narkoba

yang baru masuk ke tahapan Re-Entry. Buddy sistem di BNN Lido juga

merupakan bagian dari kegiatan community service yang dilakukan oleh

pecandu narkoba senior/pecandu narkoba tahap akhir sebagai bagian dari

proses adaptasi pecandu narkoba dalam kembali ke masyarakat. Selain itu,

kegiatan community service juga dilakukan menjelang akhir pekan dan lebih

intensif ketika menjelang perayaan besar keagamaan berupa pecandu narkoba

di tahapan Re-Entry diizinkan untuk berkeliling di lingkungan BNN Lido dan

memberikan jasanya berupa membantu para staf dengan menawarkan bantuan

seperti fotocopy dokumen, mencuci kendaraan, dan pekerjaan/tugas-tugas

sederhana lainnya.

(13)

bisa keluar dari BNN Lido, biasanya untuk membeli hadiah pecandu narkoba

menitipkan kepada staf dari BNN, terutama konselor yang mendampinginya.

Selanjutnya tahapan pasca rehabilitasi (aftercare) dilakukan di luar Balai

Besar Rehabilitasi BNN Lido yaitu biasanya dilakukan di BNN Pusat Jakarta

dan di BNN Lampung. Aftercare dilakukan jika ada permintaan dari pecandu

narkoba. Sehingga kegiatan aftercare sesuai dengan kebutuhan pecandu

narkoba yang sifatnya berupa pelayanan konsultasi psikologis tentang relapse

prevention (pencegahan relapse).

Tahapan-tahapan yang ada di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido

merupakan tahapan-tahapan yang memiliki titik tekan pada time frame atau

berdasarkan kerangka waktu untuk memindahkan pecandu narkoba dari satu

tahap ke tahap yang lainnya, namun terdapat pula kriteria-kriteria spesifik

yang dibahas di case conference yang diikuti oleh tim dari Bidang

Rehabilitasi Medis dan Bidang Rehabilitasi Sosial guna menentukan

kelayakan pecandu narkoba untuk maju ke tahapan selanjutnya dan sudah

waktunya bagi pecandu narkoba untuk kembali ke masyarakat.

2. Persiapan Administrasi Penelitian

Persiapan administrasi penelitian merupakan segala bentuk perizinan yang

dilakukan peneliti kepada pihak terkait dalam pelaksanaan penelitian. Permohonan

izin diawali dengan menghubungi Ibu Sri Hastutik, M. Si. selaku bagian hubungan

(14)

perizinan penelitian kepada Kepala Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika

Nasional, Bogor selaku pimpinan instansi yang akan dijadikan tempat penelitian.

Surat pengantar permohonan izin penelitian dari Program Studi Psikologi Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan nomor

737/UN27.06.6.2/PN/2016 dikirim bersamaan dengan proposal penelitian pada

tanggal 19 Januari 2016.

Pada tanggal 22 Januari 2016 peneliti menghubungi Ibu Sri Hastutik, M.

Si. untuk memastikan bahwa surat permohonan izin penelitian dan proposal

penelitian sudah diterima pihak Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika

Nasional, Bogor. Peneliti juga mengkonfirmasi terkait prosedur selanjutnya yang

bisa ditempuh untuk menjalankan penelitian. Ibu Sri Hastutik, M. Si.

mempersilahkan peneliti untuk langsung datang ke Balai Besar Rehabilitasi Badan

Narkotika Nasional Bogor pada pekan depan (mulai tanggal 25 Januari 2016).

Kemudian peneliti memutuskan untuk hadir di Balai Besar Rehabilitasi Badan

Narkotika Nasional Bogor pada tanggal 27 Januari 2016.

Pada tanggal 27 Januari 2016 sekitar pukul 10.00 WIB peneliti tiba dan

(15)

Narkotika Nasional Bogor yang dijadikan penanggung jawab urusan administrasi

selama peneliti berada di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional.

3. Persiapan Alat Ukur

Skala Kecenderungan relapse digunakan untuk mengukur kecenderungan

relapse pada pecandu narkoba di Balai Besar Rehabilitasi BNN, Bogor, yang akan

menjadi subjek penelitian. Skala kecenderungan relapse disusun berdasarkan

aspek-aspek kecenderungan relapse mengacu pada cognitive- behavioral model of

relapse yang dikembangkan oleh Marlatt dan Gordon (dalam Larmier, dkk, 1999).

Aspek-aspek tersebut meliputi high-risk-situation, coping, outcome expectancies,

dan abstinence violation effect.

Skala ini merupakan skala likert dengan rentang skor satu sampai empat

yang terdiri dari 34 item dan akan diujicobakan kepada pecandu narkoba yang

menjalani rehabilitasi di Balai Besar Rehabilitasi BNN untuk mengetahui validitas

dan reliabilitas. Skor satu menunjukkan bahwa subjek sangat tidak setuju dengan

pernyataan item skala. Skor dua menunjukkan bahwa subjek tidak setuju dengan

pernyataan item skala. Pernyataan setuju dengan item skala diungkapkan dengan

skor tiga. Terakhir, skor empat mengungkapkan sangat setuju terhadap pernyataan

item skala.

Skala kecenderungan relapse terdiri dari item favorable dan unfavorable. Item

favorable merupakan item yang mendukung dan mengarah pada variabel

(16)

kecenderungan relapse. Maka, skor untuk item unfavorable harus diubah sebelum

dijumlahkan.

4. Persiapan Eksperimen

Banyak hal yang harus dipersiapkan sebelum kegiatan pelatihan efikasi diri

yang akan diberikan kepada kelompok eksperimen dilakukan. Setelah nama-nama

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol didapatkan, peneliti menyerahkan

daftar nama tersebut kepada Mayor yang sedang bertugas dan menjelaskan secara

detail kegiatan yang akan dilaksanakan. Selain itu, peneliti juga memohon izin

kepada Mayor untuk bertemu dengan subjek yang tergabung dalam kelompok

eksperimen pada Sabtu, 30 Januari 2016 untuk menginformasikan kegiatan

pelatihan yang akan dilaksanakan pada 01-03 Pebruari 2016 sekaligus melakukan

wawancara sebelum pelatihan.

Selain peserta pelatihan yang tergabung dalam kelompok eksperimen,

berbagai alat dan bahan yang digunakan selama pelatihan efikasi diri juga

dipersiapkan. Adapun berbagai alat dan bahan yang dipersiapkan adalah sebagai

berikut.

(17)

b. Speaker

Speaker digunakan dalam pelatihan ini untuk memperkeras suara

video dan musik yang akan dimainkan selama pelatihan agar seluruh

peserta di ruangan dapat mendengarkan sumber suara yang berasal dari

video ataupun musik secara jelas.

c. Kamera

Kamera digunakan untuk mendokumentasikan pelatihan dalam

bentuk foto maupun video serta dapat digunakan sebagai alat bantu

kegiatan wawancara dan observasi.

d. Modul Pelatihan

Modul pelatihan dalam penelitian ini terdiri dari modul untuk

pertemuan pertama, kedua, dan ketiga yang menjelaskan detail kegiatan

setiap sesi. Masing-masing pertemuan memiliki sarana pendukung baik

dalam bentuk alat ataupun materi yang akan digunakan. Di dalam modul

terdapat angket evaluasi program pelatihan, evaluasi pemahaman materi,

dan angket observasi. Modul pelatihan selanjutnya dapat dilihat dalam

lampiran.

e. Materi Presentasi Pelatihan

Materi presentasi pelatihan bertujuan untuk membantu peserta

dalam memahami materi yang akan disampaikan oleh fasilitator. Materi

(18)

ataupun tulisan yang digunakan untuk mendukung pelatihan dalam

bentuk slide power point.

f. Lembar Kerja

Terdapat beberapa sesi yang menggunakan lembar kerja baik dalam

bentuk narasi yang akan didiskusikan ataupun stimulus dan instruksi yang

harus dilaksanakan. Semua lembar kerja dari masing-masing peserta

nantinya akan disatukan dalam business file agar dapat dijadikan sebagai

bahan evaluasi dan pembelajaran bagi peserta.

5. Pelaksanaan Uji Coba

a. Uji Coba Skala Kecenderungan Relapse

Skala yang akan diuji coba adalah skala kecenderungan relapse

berdasarkan aspek-aspek kecenderungan relapse yang dikemukakan Marlatt

dan Gordon (dalam Larmier, dkk, 1999). Skala kecenderungan relapse yang

akan diuji coba terdiri dari 34 item. Data hasil uji coba juga akan digunakan

sebagai data pretest untuk item yang telah dipastikan valid dan reliabel.

Kegiatan uji coba skala kecenderungan relapse dilakukan kepada

(19)

adanya keterkaitan antara hasil pengerjaan skala dengan program di Balai

Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional, Bogor.

Di ruang seminar House of Faith tidak tersedia meja untuk

mengerjakan skala yang dikhawatirkan akan mempengaruhi kenyamanan

dalam mengerjakan skala. Mengantisipasi hal ini, peeneliti memohon izin

kepada Mayor House of Faith yang sedang bertugas untuk memindahkan

subjek ke Dining Room House of Faith. Setelah memberikan pengarahan

kepada subjek uji coba skala kecenderungan relapse dan mendapatkan izin

dari Mayor untuk melakukan pemindahan kegiatan di ruang yang lebih

representatif untuk mengerjakan skala, maka sejumlah 39 subjek segera

berpindah ke Dining Room House of Faith yang tersedia meja di dalamnya.

Proses pemindahan peserta berlangsung tidak lebih dari tiga menit

karena Dining Room terletak di samping ruang seminar dan berjarak sekitar

tiga meter. Setelah seluruh peserta duduk, fasilitator dibantu oleh co-fasilitator

membagikan skala kecenderungan relapse dan pena kepada seluruh peserta.

Sesekali fasilitator mengingatkan peserta untuk menanyakan berbagai hal

yang belum dipahami, baik berupa pernyataan yang terdapat di dalam skala

kecenderungan relapse atupun terkait petunjuk pengisian. Selama proses

pengerjaan uji coba skala kecenderungan relapse, fasilitator dan co-fasilitator

berkeliling untuk melihat dan membantu subjek yang mungkin mengalami

(20)

Setelah sekitar sepuluh menit berjalan ada beberapa subjek yang sudah

menyelesaikan pengerjaan uji coba skala kecenderungan relapse. Fasilitator

dan co-fasilitator mendatangi dan memeriksa sekilas hasil kerja subjek untuk

meminimalkan terlewatnya item dari pengerjaan subjek. Sekitar pukul 11. 50

WIB seluruh subjek telah selesai mengerjakan uji coba skala kecenderungan

relapse. Fasilitator mengakhiri kegiatan uji coba skala kecenderungan relapse

dengan ucapan terima kasih dan salam.

Saat peneliti melakukan input data untuk proses uji validitas skala

kecenderungan relapse ditemukan sejumlah dua subjek yang datanya tidak

dapat diikutkan dalam proses selanjutnya karena ada item yang tidak

dikerjakan. Oleh karena itu, hanya ada tiga puluh tujuh data subjek yang dapat

dipergunakan dalam uji validitas skala.

b. Uji Coba Modul Pelatihan Efikasi Diri

Modul merupakan salah satu instrumen terpenting dalam penelitian

eksperimen ini. Modul disusun sebagai panduan fasilitator dan co-fasilitator

dalam menjalankan segala bentuk kegiatan yang telah direncanakan. Modul

(21)

pihak profesional untuk melakukan pemeriksaan terhadap modul dan

memberikan saran perbaikan modul selama proses revisi proposal penelitian

dan modul yang telah diseminarkan dalam sidang validasi proposal.

Setelah pembimbing dan penguji memberikan persetujuan terhadap

hasil revisi proposal dan modul, maka peneliti meminta bantuan kepada pihak

Balai Besar Rehabilitasi Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional

Bogor yang memiliki kompetensi dan pemahaman secara lebih detail terkait

dengan subjek untuk melakukan proffessional judgment pada modul pelatihan

efikasi diri. Pada tanggal 28 Januari 2016 Bro Abun (Chris Chandra) sebagai

tim clinical Therapeutic Community yang menangani teknis lapangan program

terapi di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Bogor melakukan

pemeriksaan modul pelatihan efikasi diri sebelum diberikan kepada subjek

baik dalam rangka uji coba ataupun pelatihan.

Berdasarkan arahan dari Bro Abun, peneliti diarahkan untuk menemui

Bro Eri selaku tim clinical Therapeutic Community untuk menyepakati hari

pelaksanaan uji coba modul. Bro Eri mempersilahkan peneliti untuk kembali

ke gedung Therapeutic Community sebagai tempat tinggal subjek uji coba

modul dan penelitian pada tanggal 29 Januari 2016. Terkait dengan teknis dan

waktu pelaksanaan, peneliti diminta untuk menemui Mayor yang sedang

bertugas pada tanggal 29 Januari 2016 dikarenakan Mayor adalah pihak yang

(22)

Sekitar pukul 10.00 WIB peneliti didampingi oleh seorang asisten

peneliti tiba di gedung Therapeutic Community dan bertemu dengan Mayor

yang bertugas, yaitu Bro Max dan mempersilahkan peneliti untuk langsung

mempersiapkan diri. Terkait dengan subjek yang akan mengikuti kegiatan uji

coba adalah pecandu narkoba yang sedang menjalani rehabilitasi di Balai

Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Bogor yang tidak termasuk ke

dalam daftar nama subjek penelitian baik kelompok eksperimen ataupun

kelompok kontrol. Bro Max mengingatkan peneliti untuk menjalankan

kegiatan tidak lebih dari satu jam karena subjek diharuskan untuk

mempersiapkan diri menjalankan ibadah salat Jumat.

Pukul 10.20 WIB kegiatan uji coba modul dimulai di Class Room

House of Faith. Sejumlah delapan subjek uji coba modul duduk dengan posisi U seat. Bertindak sebagai fasilitator dalam uji coba modul adalah peneliti.

Kegiatan diawali dengan berdoa, perkenalan diri dari fasilitator dan

co-fasilitator, serta dilanjutkan perkenalan diri dari seluruh subjek. Setelah itu

rangkaian kegiatan uji coba modul dilaksanakan sesuai dengan susunan acara

(23)

Tabel 9.

Rancangan Kegiatan Uji Coba Modul Pelatihan Efikasi Diri

No Kegiatan Metode Waktu

1. Pembukaan dan perkenalan Lecturrette 5 menit

2. Permainan Make a Circle

Simulasi dan mengerjakan tugas. 10 menit 3. Materi Cognitive-Behavioral

Model of Relapse dan Efikasi

Diri.

Lecturrette 20 menit

4.

Penayangan video Owner Kali Milk Jogja dan pemaknaan

video

Lecturrette dan

diskusi 20 menit

5. Penutupan Lecturrette dan

evaluasi 5 menit

Kegiatan yang diuji coba meliputi materi utama, yaitu

cognitive-behavioral model of relapse dan efikasi diri. Selain itu, untuk melihat

berbagai kemungkinan hambatan yang muncul saat pelatihan peneliti

merancang kegiatan uji coba modul dengan menggunakan berbagai metode

yang dapat mewakili keseluruhan isi modul secara umum. Di akhir sesi uji

coba modul, subjek diminta untuk mengisi lembar evaluasi pelatihan. Hasil

evaluasi ini akan dijadikan dasar bagi peneliti untuk menilai kelayakan modul

serta akan dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk memperbaiki modul dan

(24)

Terdapat delapan indikator penilaian yang disediakan dalam angket

evaluasi kegiatan uji coba modul pelatihan efikasi diri. Subjek dipersilahkan

untuk memberikan skor dengan rentang 0-100 pada setiap indikator

berdasarkan kriteria penilaian yang telah ditentukan dan diterangkan dalam

lembar evaluasi.

Tabel 10.

Rentang Skor dan Kriteria Penalian Evaluasi Uji Coba Modul Pelatihan Efikasi Diri

Rentang Skor Kriteria

0-20 Sangat Kurang

21-40 Kurang

41-60 Cukup

61-80 Baik

81-100 Sangat Baik

Skor minimal yang didapatkan dari hasil evaluasi adalah 60 yang termasuk

dalam kriteria cukup dan skor terbesar yang didapat adalah 100 dengan kriteria

sangat baik. Sebaran skor untuk setiap aspek dari seluruh subjek dapat dilihat

pada lampiran. Data rata-rata skor yang diberikan oleh peserta dan kategori

(25)

Tabel 11.

Rata-rata Skor dan Kategori Penilaian Hasil Evaluasi Uji Coba Modul Pelatihan Efikasi Diri

No. Indikator Rata-rata

Skor Kategori

1 Materi dan kegiatan pelatihan 83,75 Sangat Baik

2 Kejelasan materi yang disampaikan

fasilisator 79,37 Baik

3 Daya tarik materi dan kegiatan yang

diberikan oleh fasilisator 85,62 Sangat Baik

4 Penguasaan fasilisator dalam

menyampaikan materi 85,625 Sangat Baik

5 Penguasaan fasilisator dalam

menjawab pertanyaan 83,125 Sangat Baik

6 Kebermanfaatan materi bagi peserta 95 Sangat Baik

7 Simulasi dan permainan 85 Sangat Baik

8 Kenyamanan selama proses

pelatihan 87,5 Sangat Baik

Berdasarkan hasil analisis skor evaluasi uji coba pelatihan dapat

dikatakan bahwa proses pelatihan yang dirancang dalam modul sangat baik.

Namun, hal ini tidak menunjukkan bahwa modul tidak perlu perbaikan.

Evaluasi secara terbuka juga dilakukan oleh subjek di lembar evaluasi uji coba

modul pelatihan efikasi diri. Data evaluasi terbuka melalui kesan dan saran ini

dapat membantu peneliti dalam memperbaiki penyusunan modul dan

pelaksanaan teknis. Melalui evaluasi terbuka didapatkan beberapa catatan

(26)

1) Waktu penyampaian materi diperpanjang agar tidak tergesa-gesa dan

lebih mudah dipahami.

2) Menyediakan waktu tanya-jawab dalam sesi materi.

3) Perlu dibuat sedikit lelucon atau hiburan agar peserta tidak mengantuk.

4) Secara keseluruhan materi sudah dapat dipahami.

Selama sesi uji coba modul, terdapat satu sesi yang membuat subjek

antusias dan aktif, yaitu sesi video Owner Kali Milk. Ketika video ditayangkan

seluruh subjek memperhatikan dari awal penayangan hingga akhir. Ketika

fasilitator memandu diskusi untuk mencari hal yang dapat dijadikan pelajaran

dari video tersebut, subjek berebut untuk mengemukakan pendapatnya. Berbeda

dengan saat fasilitator menyampaikan materi dengan metode lecturrette,

meskipun secara umum peserta antusias perlu usaha dari fasilitator untuk

membuat subjek benar-benar memperhatikan.

Hal ini dijadikan catatan bagi peneliti untuk meminimalkan metode

lecturrette dalam pelatihan dan lebih memperbanyak kegiatan workshop. Hal

ini didukung oleh pendapat Slamet Fatrika, S. Psi dan Kartika Azizah

(27)

kecil yang kemudian diakhiri dengan sesi presentasi dari subjek atas hasil

diskusinya.

Setelah seluruh sesi telah dilaksanakan, sekitar pukul 11.30 WIB kegiatan

uji coba modul pelatihan efikasi diri diakhiri. Ucapan terima kasih serta doa

menjadi penutup pada pertemuan uji coba modul. Sebagai penutup fasilitator

dan co-fasilitator menjabat tangan seluruh subjek dan mengantarkan subjek

untuk keluar ruangan dan melanjutkan aktifitas.

6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

a. Hasil Uji Validitas

Pengujian validitas skala kecenderungan relapse dalam penelitian ini

merupakan content validity dan uji validitas menggunakan teknik korelasi

product moment. Content validity melalui professional judgement review oleh

dosen pembimbing dan juga tim clinical Therapeutic Community di Balai

Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional sebagai pihak yang

berkompeten. Selain itu validitas skala kecenderungan relapse diuji dengan

menggunakan teknik analisis korelasi product momen dengan menggunakan

bantuan SPSS for MS Windows version 23.

Hasil uji validitas skala kecenderungan relapse dalam penelitian ini

berkisar 0.148 0.707. Cara membuktikan bahwa item adalah valid dengan

membandingkan indeks korelasi item dengan indeks korelasi tabel. Item

(28)

korelasi tabel (rhitung>rtabel). Indeks korelasi tabel untuk 35 responden (df=n-2)

pada taraf signifikansi 0.05 atau 5% bernilai sebesar 0.334. Sehingga item

dianggap valid apabila nilai indeks korelasi hitungnya lebih besar daripada

0.334. Selanjutnya dilakukan seleksi dan pengguguran item yang memiliki

indeks korelasi item kurang dari 0,334. Setelah proses seleksi item didapatkan

20 item valid dan 14 item yang gugur. Item yang valid memiliki indeks korelasi

berkisar antara 0,417-0,707. Nomor item-item yang valid dan aspek-aspek

kecenderungan relapse yang dipenuhi dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 12. Daftar Item Valid

No Aspek Item Total

Favorable Unfavorable 1. High-Risk Situation 17, 26, 30 - 3 2. Coping 6, 18, 31, 24 10, 33, 28, 34 8 3. Outcome expectancies 3, 7, 15, 19, 21, 25 - 6 4. Abstinence Violation Effect 4, 12 8 3 Total 15 5 20

Setiap aspek pada skala kecenderungan relapse masih terpenuhi oleh

(29)

dengan angka 1,0 akan tetapi pada kenyataannya koefisiesn reliabilitas sebesar

1,0 yang menunjukkan konsistensi sempurna suatu alat ukur praktis tidak

pernah didapatkan (Azwar, 2014). Uji reliabilitas pada penelitian ini

menggunakan teknik analisis Alpha Cronbach secara komputasi dengan

bantuan program SPSS for MS Windows version 23.0.

Sejumlah 20 item skala kecenderungan relapse yang telah dinyatakan

valid kemudian dianalisis dengan SPSS for MS Windows version 23.0.

menggunakan teknik analisis Alpha Cronbach. Berdasarkan hasil analisis

Alpha Cronbach diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,888. Sehingga dapat

dismpulkan bahwa 20 item skala kecenderungan relapse reliabel dan dapat

digunakan sebagai alat ukur.

7. Penyusunan Alat Ukur

Setelah dilaksanakan uji coba skala didapatkan bahwa terdapat 20 item yang

dapat dinyatakan valid dan memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,888. Item-item

yang dinyatakan valid dan reliabel disusun kembali ke dalam sebuah skala.

Adapun penyebaran nomor item dan aspek yang disusun dalam skala setelah

dilakukan pengguguran terhadap item yang tidak valid dapat dilihat pada tabel

(30)

Tabel 13.

Blue Print Skala Kecenderungan Relapse Item Valid dan Reliabel

No Aspek Item Total

Favorable Unfavorable 1. High-Risk Situation 9, 15, 17 - 3 2. Coping 3, 10, 13, 18 6, 16, 19, 20 8 3. Outcome expectancies 1, 4, 8, 11, 12, 14 - 6 4. Abstinence Violation Effect 2, 7 5 3 Total 15 5 20 B. Pelaksanaan Penelitian 1. Pengambilan Data Pretest

Mengawali kegiatan eksperimen diperlukan adanya penentuan subjek yang

akan dibagi dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Subjek akan

dipilih berdasarkan hasil skor pretest skala kecenderungan relapse. Skala

kecenderungan relapse terlebih dahulu diuji coba dan selanjutnya dianalisis

validitas dan reliabilitas. Skor item yang dinyatan valid dan reliabel dari hasil uji

coba skala akan digunakan sebagai skor pretest.

2. Penentuan Subjek Penelitian

(31)

didapatkan data dari 39 subjek. Namun, hanya ada 35 subjek yang dapat diproses

datanya, dua diantaranya karena faktor adanya item skala yang belum diisi dan dua

lainnya dikarenakan faktor usia yang belum memenuhi.

Setelah dilakukan ranking skor didapatakan 16 subjek yang memiliki skor

tertinggi. Subjek-subjek ini kemudian dibagi dalam kelompok eksperimen dan

kontrol dengan teknik block randomization. Berikut ini merupakan pembagian

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Tabel 14.

Subjek Kelompok Eksperimen

Subjek Inisial Skor Kelompok

A MA 63 Eksperimen B FR 57 Eksperimen C AO 52 Eksperimen E MR 51 Eksperimen D MH 51 Eksperimen F AS 50 Eksperimen G NK 49 Eksperimen H BS 44 Eksperimen Tabel 15.

Subjek Kelompok Kontrol

Subjek Inisial Skor Kelompok

1 RM 60 Kontrol 2 AK 53 Kontrol 3 SP 53 Kontrol 4 RD 52 Kontrol 5 AH 51 Kontrol 6 EH 51 Kontrol 7 RI 49 Kontrol 8 GH 44 Kontrol

(32)

Setelah membagi subjek ke dalam dua kelompok, peneliti

menjelaskan teknis pelaksanaan penelitian kepada kelompok eksperimen

sekaligus melaksanakan wawancara sebelum pelatihan pada Sabtu, 30 Januari

2016.

3. Pelaksanaan Eksperimen

Eksperimen dalam penelitian ini dilakukan dengan memberikan pelatihan

efikasi diri pada kelompok eksperimen. Kegiatan eksperimen dilaksanakan pada

tanggal 01 Pebruari 2016 hingga 03 Pebruari 2016. Secara umum tidak ada

masalah dengan kelompok eksperimen, namun ada sedikit kendala pada kelompok

kontrol yang pada hari ketiga pelatihan turut melakukan kegiatan posttest. Saat

kegiatan pelatihan untuk kelompok eksperimen berakhir dan peneliti menghubungi

Mayor yang sedang bertugas untuk memanggil kelompok kontrol, terdapat satu

subjek kelompok kontrol yang berhalangan.

Mengantisipasi hal ini peneliti mengajukan satu subjek lain yang merupakan

cadangan kelompok kontrol. Namun, masalah kembali muncul ketika posttest

sudah hampir dimulai. Terdapat satu subjek lagi yang juga berhalangan. Akhirnya

(33)

dinilai kurang aktif dibanding peserta lain. Berikut ini adalah tabel kelompok

kontrol dan kelompok eksperimen setelah mengalami dropout.

Tabel 16.

Daftar Kelompok Eksperimen Setelah Dropout

Subjek Inisial Skor Kelompok

A MA 63 Eksperimen B FR 57 Eksperimen C MR 51 Eksperimen E MH 51 Eksperimen D AS 50 Eksperimen F NK 49 Eksperimen G BS 44 Eksperimen Tabel 17.

Daftar Kelompok Kontrol Setelah Dropout

Subjek Inisial Skor Kelompok

1 RM 60 Kontrol 2 AK 53 Kontrol 3 RD 52 Kontrol 4 AH 51 Kontrol 5 EH 51 Kontrol 6 GH 44 Kontrol 7 EJ 44 Kontrol

Sebagai data tambahan yang dapat dijadikan bukti bahwa subjek telah

memenuhi syarat usia untuk menjadi subjek dalam penelitian ini, berikut akan

(34)

Tabel 18.

Data Deskriptif Kelompok Eksperimen Setelah Dropout

Subjek Inisial Usia Pendidikan Terakhir

A MA 19 tahun SMA B FR 20 tahun SMA C MR 20 tahun SMP E MH 24 tahun SMP D AS 26 tahun SMA F NK 19 tahun SMA G BS 27 tahun SMA Tabel 19.

Data Deskriptif Kelompok Kontrol Setelah Dropout

Subjek Inisial Usia Pendidikan Terakhir

1 RM 18 tahun SMA 2 AK 29 tahun SD 3 RD 28 tahun SMA 4 AH 20 tahun SMP 5 EH 30 tahun SMA 6 GH 31 tahun SMP 7 EJ 22 tahun SMA

Kegiatan pelaihan efikasi diri dilaksanakan di class room house of faith

gedung Therapeutic Community. Pelatihan dilaksanakan setelah mendapatkan izin

dari Mayor yang bertugas pada hari pelaksanaan pelatihan. Berikut ini akan

(35)

direncanakan untuk dilakasanakan pada pertemuan pertama. Sebelumnya pada

pukul 09.30 WIB fasilitator dan co-fasilitator telah sampai di gedung

Therapeutic Community (TC) dan menuju ke lantai tiga tempat kegiatan

pelatihan akan dilaksanakan. Setelah bertemu dengan Mayor yang bertugas di

house of faith dan mendapatkan izin untuk memanggil peserta pelatihan dan

mempersiapkan ruangan, fasilitator segera bergegas menuju ruangan sesi.

Dibantu oleh beberapa peserta yang sudah hadir, ruangan telah tertata rapi

dengan perlengkapan LCD, Laptop, Papan Tulis, Speaker, kursi observer atau

co-fasilitator, dan delapan kursi peserta yang ditata dengan model U seat.

Kegiatan diawali dengan salam pembuka serta doa yang termasuk ke

fasilitator dan co-fasilitator. Selanjutnya peserta diminta untuk

memperkenalkan nama dan daerah asal. Kegiatan pembuka ini dapat

dikatakan berjalan dengan lancar meskipun waktu yang tersedia cukup

singkat. Hal ini dikarenakan pada Sabtu, 30 Januari 2016 fasilitator sudah

melakukan wawancara sebelum pelatihan sekaligus melakukan rapport.

Selain itu, peserta juga tinggal di house yang sama sehingga sudah dipastikan

saling mengenal melalui berbagai aktifitas harian dari program TC yang

dijalankan.

Perkenalan dilanjutkan dengan pemaparan gambaran umum kegiatan

(36)

peserta untuk bertanya, fasilitator segera membagikan lembar informed

consent. Fasilitator menjelaskan fungsi lembar informed consent sebagai

lembar persetujuan peserta untuk mengikuti seluruh sesi kegiatan pelatihan

efikasi diri. Fasilitator juga mengingatkan peserta untuk membaca secara

detail isi dari informed consent sebelum memberikan tanda tangan. Seluruh

peserta bersedia untuk mengisi lembar informed consent yang artinya mereka

siap berkomitmen untuk melakukan seluruh sesi pelatihan efikasi diri selama

tiga kali pertemuan.

Setelah kontrak forum dibacakan dan ditayangkan di layar, peserta

dipersilahkan untuk menyampaikan tambahan ataupun pengurangan peraturan

jika dirasa memberatkan ataupun merugikan. Setelah fasilitator

mempersilahkan peserta untuk mengemukakan pendapatnya terkait kontrak

forum, akhirnya enam butir kontrak disepakati bersama-sama.

mengawali rangkaian penelitian

Nice to Know

(37)

tekniknya. Fasilitator memberi waktu lima menit kepada peserta untuk terus

mencoba membuat lingkaran dengan titik di tengah dengan satu tarikan pena.

Setelah lima menit berlalu dan peserta sudah mencoba di HVS yang telah

dibagikan, fasilitator menunjukkan teknik untuk mengerjakannya. Setelah

diberi contoh seluruh peserta dipersilahkan untuk mencoba seperti yang telah

dicontohkan oleh fasilitator. Seluruh peserta berhasil menirukan teknik yang

diajarkan fasilitator dengan ukuran lingkaran yang berbeda-beda dari setiap

peserta.

Setelah semua peserta berhasil menjalankan tugas make a circle,

ta

menyatakan mungkin. Mengakhiri aktivitas make a circle fasilitator

menjelaskan esensi dari permainan ini bahwa ketika kita tidak yakin mampu

melakukan sesuatu dimungkinkan bukan karena kita tidak memiliki

kemampuan, melainkan kita belum memahami cara yang tepat untuk

melakukan hal tersebut. Ketika kita sudah mengetahui cara untuk

menyelesaikan hal tersebut, maka keyakinan kita akan berubah dan perilaku

kita juga akan berubah sesuai dengan hal yang kita yakini. Fasilitator juga

mengaitkan antara esensi aktivitas make a circle dengan materi yang akan

disampaikan selanjutnya melalui penyampaian bahwa materi tersbut

(38)

mempengaruhi perilaku peserta jika peserta tidak mau melakukan perubahan

sendiri dengan memanfaat materi yang akan disampaikan.

Setelah peserta dirasa cukup kondusif, fasilitator mulai

mempresentasikan materi cognitive-behavioral model of relapse yang

dikemukakan oleh Marlatt dan juga materi efikasi diri. Waktu presentasi lebih

panjang dari yang direncanakan sekitar 20 menit menjadi 30 menit. Namun,

perpanjangan waktu presentasi materi ini tidak mengganggu agenda, karena

fasilitator sudah memindahkan jadwal ice breaking

ketiga. Pada saat penyampaian materi, fasilitator sering melibatkan

pengalaman peserta yang telah disampaikan pada wawancara sebelum

pelatihan, terutama yang berkaitan dengan high-risk situation.

Menjadi sebuah tantangan bagi fasilitator adalah ketika harus

menyampaikan outcome expectancies dan abstinence violation effect. Hal ini

dikarenakan istilah tersebut dirasa baru oleh peserta, meskipun pada

kenyataannya peserta juga mengalami hal tersebut saat masih menggunakan

narkoba. Namun, secara umum dapat dikatakan bahwa peserta mampu

(39)

seluruh peserta. Kemudian fasilitator mempresentasikan kasus tersebut secara

umum. Setelah itu, peserta diminta untuk membaca dengan seksama kasus

tersebut bersama dengan kelompok kecil yang beranggotakan empat orang.

Dalam kelompok kecil ini peserta diminta untuk menganalisis masalah yang

bahkan relapse setelah menjalani rehabilitasi. Berbagai masalah yag

ditemukan kemudian ditulis dalam lembar problem solver. Lembar problem

solver juga memiliki kolom penyelesaian yang diisi dengan hasil diskusi

tidak relapse. Sesi ini diakhiri dengan presentasi dari perwakilan

masing-masing kelompok selama lima menit terkait hasil diskusi.

Pertemuan refreshing

memfasilitasi peserta untuk melatih pernafasan diafragma yang dapat

dilakukan setiap hari untuk membuat diri menjadi lebih tenang. Pada sesi ini

peserta diberikan arahan untuk melakukan latihan teknik pernafasan

diafragma sembari memikirkan hal-hal positif yang telah dijalani. Selain itu,

sebagai tambahan, fasilitator juga mengingatkan peserta untuk mulai

membangun hobi positif dan menjalankannya secara rutin sebagai bentuk

hiburan yang menyenangkan dan juga mengurangi waktu kosong yang

(40)

dijalani pada pertemuan pertama dan memberikan pengantar terkait pertemuan

pertama. Pertemuan ini diakhiri dengan doa dan juga mene

b. Pelatihan Hari Kedua

Sekitar pukul 09.30 WIB fasilitator dan co-fasilitator telah tiba di

gedung TC. Setelah meminta izin pada bagian back office untuk bertemu

dengan Mayor yang bertugas, fasilitator dan co-fasilitator diantar menuju

ruang Mayor oleh salah satu pecandu narkoba yang menjalani rehabilitasi.

Mayor yang bertugas tanggal 02 Pebruari 2016 adalah Bro Jihan. Mengawali

percakapan dengan penjelasan umum terkait kegiatan yang akan dijalani

adalah pembuka yang baik, karena Bro Jihan belum mendapat transfer

informasi dari Mayor yang bertugas sebelumnya.

Nama-nama yang sudah berada dalam daftar kelompok eksperimen

diserahkan kepada chief on duty atau kepanjangan tangan dari Mayor yang

bertugas untuk memimpin kegiatan harian seluruh anggota house. Sekitar

sepuluh menit kemudian fasilitator dan co-fasilitator meminta izin untuk

(41)

dengan teriakan yang penuh semangat dengan suara lantang. Tidak

terlewatkan ice breaking - agar kegiatan lebih

menyenangkan dan peserta menjadi lebih fokus. Seluruh peserta antusias

-beradaptasi dengan permaina

-sempat melakukan kesalahan.

Setelah permainan dianggap mampu mencairkan suasana, fasilitator

memberikan dua tayangan gambar ilusi yang akan menimbulkan berbagai

macam persepsi. Saat gambar dimunculkan peserta tampak mulai berpikir dan

berusaha menebak-nebak gambar yang ditayangkan dalam slide. Selanjutnya

fasilitator meminta setiap peserta untuk memberikan pandangannya secara

verbal terhadap gambar yang ditayangkan. Setelah terlihat beberapa peserta

mulai berbeda pendapat terkait gambar yang dilihat, fasilitator mulai

menunjukkan dan menjelaskan bahwa semua pendapat peserta adalah benar.

Hanya saja hal yang dilihat oleh setiap peserta memang bergantung pada

sudut pandang peserta.

Gambar persepsi ini digunaka

dilaksanakan guna memfasilitasi peserta untuk belajar

dari kesuksean orang lain dalam membangun keyakinan bahwa diri peserta

(42)

terbebas dari narkoba menjadi model pertama yang diamati. Kemudian setiap

peserta diminta untuk menyampaikan nilai-nilai atau pelajaran yang dapat

diambil dari video tersebut secara verbal. Fasilitator kemudian memberikan

penjelasan secara umum dan merangkum berbagai pendapat yang telah

dikemukakan oleh setiap peserta.

dan mengisi lembar berguru pada kawan. Diskusi kali ini dilakukan dalam

kelompok besar. Fasilitator berperan sebagai pemandu diskusi. Setiap peserta

diminta untuk mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan peserta memakai

narkoba. Kemudian setelah dibuat daftar permasalahannya, peserta diminta

untuk memberikan solusi. Pada bagian akhir fasilitator menyampaikan hasil

rangkuman dari diskusi yang dilakukan. Namun, dalam diskusi ini lembar

kerja berguru pada kawan tidak sempat diisi langsung, melainkan hanya

dijelaskan cara penggunaan dan pengisian lembar kerja tersebut dikarenakan

(43)

kuatnya keyakinan untuk berhasil. Peserta kemudian merasa terkejut dan

adalah kisah nyata. Sesi ini diakhiri dengan presentasi kesuksesan dari salah

satu subjek yang berinisial AS. AS menceritakan tentang kesuksesannya saat

mampu merangkai karangan bunga yang akan dibawa di tangan pengantin.

Meskipun harus merangkai bunga dengan menelpon orang tuanya dan

beberapa kali secara tidak sengaja menghancurkan bunga yang akan

dirangkai, akhirnya AS berhasil.

Sesi ketiga dalam pertemuan kedua yang merupakan sesi terakhir

Road to Success

satu pengalaman paling sukses yang pernah dialami kemudian menuliskan

rangkaian perjalanan dan usaha untuk mencapai kesuksesan tersebut.

Fasilitator memberikan instruksi secara perlahan dan berulang-ulang hingga

dapat dipastikan peserta paham untuk mengerjakan lembar

. Fasilitator terus mendampingi peserta dalam pengerjaan dan

mengingatkan peserta untuk bertanya jika ada yang belum dipahami.

Setelah semua peserta menyelesaikan lembar kerja ,

fasilitator mempersilahkan salah satu peserta untuk mempresentasikan lembar

kerjanya ke depan. Kesempatan kali ini diambil oleh MR setelah mendapat

dukungan dari peserta lain untuk maju. MR menceritakan keberhasilannya

(44)

pacarnya dan membuat MR menjadi buronan polisi. Sebelum ditangkap oleh

polisi MR pergi dari kota asalnya dan berusaha keras untuk melupakan

mantan pacarnya. Setelah setahun berlalu MR merasa lebih tenang dan bisa

untuk tidak terlalu memikirkan mantan pacarnya.

Sebelum mengakhiri pertemuan kedua, fasilitator menyampaikan

esensi dari kegiatan Fasilitator menekankan pentingnya

untuk menghargai pengalaman sukses sekecil apapun yang pernah peserta

alami. Selain itu, fasilitator juga menyampaikan kepada peserta agar

mempelajari setiap proses dan usaha dalam mencapai keberhasilan agar bisa

dijadikan acuan untuk mencapai kesuksesan-kesuksesan lainnya. Setelah

menyampaikan esensi, fasilitator kembali merangkum dan menyampaikan

perjalanan kegiatan pelatihan pada pertemuan kedua serta memberikan sedikit

pengantar untuk pertemuan ketiga. Seperti hari sebelumnya, untuk menjaga

semangat peserta, fasilitator menutup kegiatan dengan doa dan juga teriakan

c. Pelatihan Hari Ketiga

(45)

room dapat digunakan untuk pelatihan pertemuan terakhir ini, fasilitator

menuju ruangan untuk mempersiapkan segala keperluan pelatihan. Pada

kesempatan ini fasilitator hanya dibantu peserta untuk menata ruangan

dikarenakan co-fasilitator berhalangan hadir pada pertemuan ketiga.

F

diikuti oleh peserta. Membuat suasana lebih kondusif dan fokus, kegiatan ice

breaking aksanakan di awal kegiatan. Peserta tampak

tertawa ketika melihat peserta lain melakukan kesalahan dalam menjalankan

sesi dimulai dengan membagikan lembar kerja Who Am I dan

pemberian instruksi pengerjaan.

Lembar kerja Who Am I memfasilitasi peserta untuk melakukan anlisis

strength, weakness, opportunities, dan threat -masing.

Beberapa peserta terus mengajukan pertanyaan sembari mengerjakan agar

dapat mengisi dengan sesuai. Setelah semua peserta selesai mengerjakan,

fasilitator menyampaikan fungsi analisis SWOT sebagai bentuk pengenalan

diri. Jika diibaratkan sebagai seorang pedagang, kita harus tahu stock barang

dan kualitas dari barang yang kita jual agar ketika ada pembeli, kita dapat

memberikan barang yang tepat sehingga terjadi transaksi yang baik.

Sesi selanjutnya adalah yang diawali dengan

(46)

dituliskan dan diperjuangkan. Fasilitator melanjutkan dengan menanyakan

pelajaran yang bisa didapatkan oleh para peserta dari video tersebut setelah

usai ditayangkan. Kemudiana fasilitator meminta peserta untuk mengawali

jejak suksesnya dengan menuliskan berbagai impiannya di lembar kerja My

Dream. Selain menuliskan berbagai impian, peserta juga diminta untuk

menuliskan tahun pencapaian. Bahkan sangat dianjurkan untuk menuliskan

bulan beserta tanggal pencapaian agar semakin spesifik.

Setelah menuliskan berbagai impian yang ingin dicapai, fasilitator

meminta peserta untuk melingkari impian yang paling ingin diwujudkan.

Impian tersebut dituliskan kembali dalam lembar kerja Step to be yang telah

dibagikan. Lembar ini membantu peserta untuk menulis berbagai hal yang

perlu dimiliki dan diketahui oleh peserta untuk mencapi impiannya. Sebagai

langkah memperjelas pencapaian impian, peserta diminta untuk melihat

kembali SWOT yang telah dibuat dalam lembar kerja Who Am I. Peserta

diminta untuk menganalisis berbagai hal yang dirasa sudah dimiliki oleh diri

peserta dalam mewujudkan impian dan berbagai hal yang masih perlu

(47)

oleh FR yang menceritakan keinginannya untuk memperdalam pemahaman

agama islam yang diyakini dan meningkatkan kualitas ibadah.

Sesi Surat untuk Tuhan merupakan agenda selanjutnya. Diawali

dengan penayangan video Nick Vujicic seorang motivator yang hidup dan

menjalani aktivitasnya tanpa tangan dan kaki. Mulai dari berenang, golf,

mengendari speed boat, dan berbagai aktivitas lain. Semua itu dilakukan Nick

dengan tubuhnya yang tidak dianugerahkan tangan dan kaki. Peserta terlihat

antusias dan terheran-heran saat menyaksikan berbagai aktivitas Nick yang

ditayangkan dalam video berdurasi sekitar lima menit.

Video Nick digunakan oleh fasilitator sebagai pengantar kegiatan

penulisan dan penghayatan Surat untuk Tuhan. Setelah video berakhir dan

fasilitato

kepada kita dibandi membagikan lembar

Surat untuk Tuhan. Peserta diminta untuk menuliskan berbagai bentuk

kebahagiaan yang telah Tuhan berikan selama peserta menjalani kehidupan.

Selain itu, peserta juga diminta menuliskan rasa syukur yang dirasakan atas

berbagai karunia Tuhan yang diberikan. Penulisan ini diiringi dengan lagu

semakin didapatkan.

Setelah seluruh peserta selesai menuliskan Surat untuk Tuhan,

(48)

membentuk lingkaran di lantai. Fasilitator meminta peserta untuk membaca

dan menghayati surat masing-masing dalam waktu sekitar lima menit. Setelah

semua selesai membaca, fasilitataor bergabung dalam lingkaran dan meminta

seluruh peserta memejamkan mata. Dalam sebuah lingkaran yang dipererat

dengan adanya gandengan tangan dari seluruh peserta, doa dipanjatkan.

Fasilitator memimpin doa dengan bahasa indonesia yang berisikan tentang

rasa syukur atas berbagai kelebihan dan karunia yang telah Tuhan berikan.

Selain itu, fasilitator juga mengajak peserta untuk menyadari berbagai

kelebihan yang dimiliki dan mempersiapkan diri untuk kebermanfaatan ke

depan.

Setelah sesi doa dan pembacaan Surat untuk Tuhan selesai, fasilitator

mempersilahkan peserta untuk kembali ke kursi. Fasilitator melanjutkan

kegiatan dengan merangkum perjalanan kegiatan selama tiga hari secara

umum. Kemudian lembar evaluasi diberikan kepada seluruh peserta untuk

diisi. Sembari peserta mengisi lembar evaluasi, fasilitator menghubungi

Mayor untuk memanggil kelompok kontrol. Setelah dicek kembali ternyata

(49)

dinyatakan oleh chief on duty dan beberapa rekan yang lain, ternyata subjek

juga berhalangan hadir. Akhirnya peneliti memutuskan untuk melakukan

posttest kepada tujuh subjek kelompok kontrol dan delapan subjek kelompok

eksperimen secara bersamaan. Setelah subjek selesai mengisi skala posttest,

fasilitator menutup seluruh rangkaian acara dengan mengucapkan

permohonan maaf dan terima kasih atas partisipasi seluruh subjek dalam

rangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh peneliti. Fasilitator juga

mengingatkan bahwa pada sore hari masih akan diadakan sesi wawancara

kepada peserta pelatihan.

4. Pengambilan Data Posttest

Pengambilan data posttest pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

dilakukan di ruang dan waktu yang sama yaitu pada tanggal 03 Pebruari 2016

pukul 11.45 WIB di class room house of faith. Pada pelatihan hari ketiga, peneliti

sudah menata sejumlah delapan kursi di belakang kursi untuk peserta dari

kelompok eksperimen. Sehingga ketika pelatihan berakhir dan kelompok kontrol

hendak melakukan pengisian skala posttest dapat langsung menempati kursi yang

sudah disiapkan.

Pengambilan data posttest pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

dilakukan dengan pengisian skala kecenderungan relapse oleh subjek. Selanjutnya,

peneliti mendapatkan seluruh skala kecenderungan relapse yang telah diisi oleh

(50)

C. Hasil Penelitian 1. Analisis Data Kuantitatif

a. Hasil Data Pretest dan Posttest

Data yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan skor

kecenderungan relapse yang dimiliki oleh kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol. Pengukuran ini dilakukan sebelum diberikan pelatihan

efikasi diri (pretest) dan sesudah diberikan pelatihan (posttest) pada kelompok

eksperimen. Berikut ini merupakan deskripsi hasil penelitian.

Tabel 20.

Data Deskriptif Hasil Penelitian

Subjek Inisial Skor Gain Score Kelompok

Pretest Posttest A MA 63 39 -24 Eksperimen B FR 57 35 -22 Eksperimen C MR 51 41 -10 Eksperimen D MH 51 30 -21 Eksperimen E AS 50 26 -24 Eksperimen F NK 49 43 -6 Eksperimen G BS 44 36 -8 Eksperimen 1 RM 60 61 1 Kontrol 2 AK 53 53 0 Kontrol 3 RD 52 54 2 Kontrol 4 AH 51 40 -10 Kontrol 5 EH 51 40 -10 Kontrol

(51)

Data tersebut menunjukkan adanya penurunan skor kecenderungan

relapse pada semua subjek di kelompok eksperimen. Sedangkan pada

kelompok kontrol skor mengalami peningkatan, penurunan, dan tetap. Secara

umum perubahan terbesar terjadi pada subjek A dan E yang mengalami

penurunan skor sebesar 24. Sedangkan perubahan terkecil terjadi subjek 2

yang tidak mengalami perubahan skor. Secara lebih spesifik pada kelompok

eksperimen perubahan terbesar terjadi pada subjek A dan E dengan penurunan

skor sebesar 24 serta perubahan terkecil terjadi pada subjek F yang mengalami

penurunan skor sebesar 6. Pada kelompok kontrol perubahan terbesar terjadi

pada subjek 6 yang mengalami penurunan skor sebesar 19, sedangkan subjek

2 mengalami ketetapan skor sehingga tidak mengalami perubahan skor.

Dari hasil pengolahan data skor pretests dan posttest untuk kelompok

eksperimen ataupun kelompok kontrol didapatkan adanya perubahan rata-rata.

Baik di kelompok eksperimen ataupun kelompok kontrol didapatkan

(52)

Gambar 7.

Rata-rata Skor Kecenderungan Relapse Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

b. Hasil Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan dengan uji statistik non-parametrik, yaitu uji 2

sampel independen Mann-Whitney. Uji ini dilakukan untuk mengetahui

perbedaan gain score skor kecenderungan relapse antara dua sampel

independen (two independent samples), yaitu pada subjek yang mendapat

perlakuan (kelompok eksperimen) dengan subjek yang tidak mendapat

perlakuan (kelompok kontrol). Uji 2 sampel independen Mann-Whitney

dilakukan pada data yang didapatkan sesudah perlakuan dengan bantuan SPSS

for Microsoft Windows Version 23. Hasil pengujian terhadap pengaruh 30 35 40 45 50 55 Pretest Posttest

(53)

Tabel 21.

HasilUji 2 Sampel Independen Mann-Whitney pada Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Berdasarkan perhitungan uji 2 sampel independen Mann-Whitney di

atas, diperoleh nilai Z sebesar -1,929 dan nilai signifikansi (p) sebesar

0,054. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan skor

kecenderungan relapse pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen

setelah diberi perlakuan dikarenakan nilai signifikansi (p) lebih besar dari

0.05. Selanjutnya dilakukan uji Wilcoxon untuk mengetahui signifikansi

perbedaan skor pretest dan posttest yang terjadi pada masing-masing

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil uji Wilcoxon dapat

dilihat pada tabel berikut.

Tabel 22.

Hasil Uji Wilcoxon Kelompok Eksperimen Skor

Mann-Whitney U 9,500

Z -1,929

Asymp. Sig. (2-tailed) ,054 Exact Sig. [2*(1-tailed

Sig.)] ,053 posttest - pretest Z -2,371 Asymp. Sig. (2-tailed) ,018

(54)

Tabel 23.

Hasil Uji Wilcoxon Kelompok Kontrol

Uji Wilcoxon kelompok eksperimen menghasilkan nilai Z sebesar

-2,371 dan nilai signifikansi (p) sebesar 0,018. Hal ini menunjukkan adanya

signifikansi perubahan skor pretest dan posttest kecenderungan relapse pada

kelompok eksperimen karena nilai signifikasnsi lebih kecil dari 0.05.

Sedangkan hasil uji Wilcoxon kelompok kontrol diperoleh nilai Z sebesar

-1,577 dan nilai signifikansi (p) sebesar 0,115. Hal ini menunjukkan tidak

adanya signifikansi perubahan skor pretest dan posttest kecenderungan

relapse pada kelompok kontrol karena nilai signifikasnsi lebih besar dari 0.05.

c. Hasil Evaluasi Program Pelatihan Efikasi Diri dan Pemahaman Materi

1) Hasil Analisis Program Pelatihan Efikasi Diri

Hasil analisis program pelatihan merupakan evaluasi terhadap

keseluruhan program pelatihan yang terdiri dari indikator evaluasi

posttest - pretest

Z -1,577

Asymp. Sig.

(55)

pelatihan efikasi diri yang dibagikan pada pertemuan ketiga. Berikut ini

merupakan hasil analisis program pelatihan.

Tabel 24.

Hasil Analisis Program Pelatihan Efikasi Diri

No Indikator Evaluasi

Distribusi Kriteria Evaluasi (dalam %) Sangat

Baik Baik Cukup Kurang

Sangat Kurang 1 Materi dan kegiatan pelatihan pertemuan

pertama

3 subjek (42, 9%)

4 subjek (57,1%)

2 Materi dan kegiatan pelatihan hari kedua 3 subjek (42, 9%) 3 subjek (42, 9%) 1 subjek (14,2%)

3 Materi dan kegiatan pelatihan hari ketiga 6 subjek (85,7%) 1 subjek (14,2%)

4 Kejelasan yang disampaikan materi oleh fasilitator 3 subjek (42, 9%) 2 subjek (28,5%) 2 subjek (28,5%)

5 Daya tarik materi dan kegiatan yang disampaikan fasilitator 2 subjek (28,5%) 3 subjek (42, 9%) 2 subjek (28,5%)

6 Penguasaan fasilitator dalam menyampaikan materi 2 subjek (28,5%) 5 subjek (71,4%)

7 Penguasaan fasilitator dalam menjawab pertanyaan 2 subjek (28,5%) 3 subjek (42, 9%) 2 subjek (28,5%)

8 Keterampilan fasilitator dalam memandu diskusi

5 subjek (71,4%)

2 subjek (28,5%)

9 Penggunaan sebagai alat bantu media 3 subjek (42, 9%) 3 subjek (42, 9%) 1 subjek (14,2%)

10 Kebermanfaatan materi bagi peserta 7 subjek (100%)

(56)

12 Kenyamanan proses pelatihan 3 subjek (42, 9%) 4 subjek (57,1%)

13 Pencapaian sasaran tujuan 6 subjek (85,7%) 1 subjek (14,2%)

Secara umum lembar evaluasi ini memberikan evaluasi terhadap tiga

aspek, yaitu konten materi dan kegiatan, fasilitator, serta evaluasi umum

terkait pengalaman yang dirasakan oleh subjek. Selanjutnya akan

diuraikan analisis dari setiap aspek tersebut berdasarkan persentase jumlah

subjek yang memberikan pernyataan.

Terkait dengan materi dan kegiatan hari pertama dan kedua sebagaian

besar subjek mengatakan baik. Hanya terdapat satu subjek yang

menyatakan bahwa materi hari kedua cukup. Bahkan materi dan kegiatan

pertemuan pertama dan kedua mendapatkan persentase 42,9% untuk

kriteria sangat baik. Terlebih untuk materi dan kegiatan pada pertemuan

kegiatan ketiga, sejumlah 6 subjek atau 85,7% memberikan penilaian

sangat baik, 1 subjek lain menyatakan baik. Terkait penggunaan media

sebagai alat bantu serta simulasi dan permainan mendapat penilaian

(57)

cukup. Terkait daya tarik materi dan kegiatan yang disampaikan fasilitator

serta penguasaan fasilitator dalam menjawab pertanyaan dinilai baik oleh

peserta dengan persentase 42,9%. Selebihnya masing-masing dua peserta

memberikan penilaian sangat baik dan cukup. Penilaian baik juga

diberikan oleh peserta terhadap penguasaan fasilitator dalam

menyampaikan materi dengan persentase 71,4% dan dua subjek lain

memberikan penilaian sangat baik. Selanjutnya keterampilan fasilitator

dalam memandu diskusi dinilai sangat baik oleh sebagian besar subjek

dengan persentase 71,4% dan dua subjek lain menyatakan baik.

Kenyamanan selama proses pelatihan dinilai baik oleh subjek dengan

persentase 57,1% dan 42,9% lainnya menyatakan sangat baik.

Kebermanfaatan materi dan pencapaian tujuan pelatihan dinilai sangat

baik oleh subjek. Bahkan untuk kebermanfaatan materi mendapat

persentase utuh, 100%. Sedangkan terkait pencapaian tujuan pelatihan

terdapat 1 subjek yang menyatakan baik.

2) Hasil Evaluasi Pemahaman Materi

Hasil evaluasi pemahaman materi didasarkan pada lembar evaluasi

pemahaman materi yang berisi delapan pernyataan terkait materi

cognitive-behavioral model of relapse dan efikasi diri yang disampaikan

pada sesi diminta untuk

Referensi

Dokumen terkait

Indeks diversitas pada komunitas plankton di sekitar Pantai Sire, Kabupaten Lombok Utara menunjukkan tingkat keragaman, dan keanekaragaman berada pada tingkat

1) Apakah tegangan jala-jala terlalu rendah : periksa tegangan jala-jala. 2) Apakah penekan packing menekan terlalu keras : kendorkan penekan packing.. 3) Apakah ada

Moral Pend Seni Bersih dan sihat (persekit aran) -Kebersihan Anggota badan - cerita tentang anggota badan - Nyanyi lagu anggota badan -kenal huruf awal

Dari hasil perhitungan PEI kondisi aktual akan dilakukan perbaikan pada proses yang memiliki nilai PEI tinggi, diantaranya: pada proses pembuatan cat kayu akan

Gambar 4.6 menunjukkan skor sikap mahasiswi tentang SADARI sebelum penyuluhan kesehatan dengan metode ceramah yang terendah adalah 71, skor tertinggi 81 dengan

Atas tanjaan kami bagaimana sehingga terdjadi, bahwa dari fihak Kantor Peren- tjanaan Nasional (BAPENAS) di Jakarta, Maluku ditjap sebagai sebuah "daerah minus" sekalipun

Permasalahn yang dihadapi Poskesdes Wonoanti adalah pengolahan data yang masih manual dengan pencatatan buku, cara kerjanya akan sangat lambat dan membutuhkan waktu yang cukup

Hasil wawancara peneliti diatas dapat disimpulkan pembinaan dan pengembangan personalia di SMAN 3 Kandangan dilakukan melalui diklat, bimtek dan sebagainya yang