• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Hasil Penelitian 1. Analisis Data Kuantitatif

2. Analisis Data Kualitatif

a. Analisis Data Kualitatif Subjek A

Subjek A adalah pemuda berusia 19 tahun yang berasal dari Lubuk

Linggau, Palembang. Telah menggunakan narkoba sekitar 4 tahun baik dalam

bentuk pil, daun ataupun garam. Hal ini yang menyebabkan subjek A perlu

melakukan rehabilitasi untuk mencapai kepulihan.

Hal yang paling ditakutkan oleh subjek A saat rehabilitasi berakhir

adalah relapse atau tidak bisa menjaga pemulihan dan tidak mampu konsisten

dengan pemulihan yang telah dijalani. Sebelum pelatihan subjek A

sebagai penggunaan kembali narkoba melainkan mencakup kembalinya

perilaku-perilaku yang menjurus ke relapse, seperti perilaku yang tidak teratur

dalam kehidupan sehari-hari, malas, dan susah tidur. Menurut subjek A ketika

perilaku semacam itu terjadi dapat diprediksi akan memunculkan relapse.

Subjek A menyatakan bahwa di daerah asalnya yang sempit banyak

sekali pemakai dan pengedar. Hal ini yang ditakutkan oleh subjek A dapat

mempengaruhi relapse. Subjek A berpendapat bahwa lingkungan adalah

faktor yang paling ditakutkan dapat memicu penggunaan kembali narkoba.

Setelah rehabilitasi berakhir subjek A memiliki keinginan untuk

berkegiatan di dunia adiksi dengan membantu pecandu-pecandu narkoba lain

yang belum pulih. Rencana ini juga telah mendapat dukungan dari orang tua.

Hal ini akan diwujudkan dengan terlebih dahulu mengikuti sekolah konselor

di Jakarta. Informasi terkait sekolah konselor ini didapatkan dari konselor

adiksi yang menangani subjek A. Cara yang menurut subjek A dapat

dilakukan untuk terhindar dari relapse adalah dengan menjauh dari

lingkungan yang banyak pemakainya. Menghilangkan pemikiran-pemikiran

Gambar 8.

Skor Kecenderungan Relapse Subjek A Sebelum dan Sesudah Pelatihan Efikasi Diri

Pada Gambar 8 dapat diketahui bahwa adanya penurunan skor

kecenderngan relapse yang dialami oleh subjek A. Sebelum kegiatan

pelatihan efikasi dilakukan subjek A mendapatkan skor sebesar 63 dan

sesudah pelatihan turun menjadi 39. Hal ini menunjukkan adanya penurunan

kecenderungan relapse yang dialami subjek A setelah mengikuti kegiatan

pelatihan efikasi diri.

Penurunan skor kecenderungan relapse ini tidak terlepas dari adanya

perubahan pola pikir yang dirasakan subjek A setelah menjalani pelatihan

selama 3 hari. Pola pikir yang berubah ini terkait cara menyikapi masalah.

Sebelum mengikuti pelatihan subjek A selalu berpikir negatif tentang masalah

yang dihadapi dan mengambil jalan pintas dalam menghadapi masalah.

Subjek A merasa selama ini suilit berpikir bahwa setiap masalah itu ada sisi

baiknya. Setelah mendapatkan pelatihan subjek A berpendapat bahwa setiap

masalah harus dicarikan solusi yang rasional dan tidak terlalu cepat

mengambil keputusan. 30 35 40 45 50 Pretest Posttest Skor Subjek A

Setelah pelatihan subjek A juga semakin mendapat kemantapan terkait

tempat sekolah konselor adiksi yang akan dituju, yaitu Kapeta, Jakarta.

Subjek A menyebutkan keinginannya untuk melaksanakan pendidikan

konselor adiksi juga sebagai bentuk pertahanannya agar terhindar dari

penggunaan kembali narkoba dan relapse. Subjek A seratus persen merasa

yakin bahwa dia bisa terbebas dari relapse dengan berbagai proses yang akan

dijalankan ke depan.

b. Analisis Data Kualitatif Subjek B

Subjek B merupakan pemuda berusia 20 tahun yang sedang menjalani

rehabilitasi denga harapa mampu terbebas dari narkoba dan terhindar dari

relapse. Maka, menjadi sebuah kewajaran ketika Subjek B menjadikan relapse sebagai kekhawatiran terbesar saat masa rehabilitasi berakhir.

Terutama relapse yang disebabkan oleh faktor lingkungan. Subjek B

memahami relapse sebagai penggunaan kembali setelah masa pemulihan yang

didahului dengan tanda-tanda. Subjek B yang hanya bergaul dengan orang

yang sama dan sebagian besar adalah pengguna narkoba. Hal ini membuat

atupun masuk pondok pesantren. Subjek B juga menyatakan sebelum masuk

rehabilitasi sudah memiliki keinginan untuk masuk ke pondok pesantren.

Gambar 9.

Skor Kecenderungan Relapse Subjek B Sebelum dan Sesudah Pelatihan Efikasi Diri

Gambar 9 menunjukkan adanya perubahan skor yang dialami subjek B

dari sebelum pelatihan dan sesudah pelatihan. Perubahan ini menuju

penurunan skor yang semula 57 sebelum mendapatkan pelatihan menjadi 35

setelah mendapatkan pelatihan efikasi diri. Penurunan skor ini juga

menunjukkan adanya penurunan kecenderungan relapse yang dialami oleh

subjek B setelah menjalani kegiatan pelatihan efikasi diri.

Sebelum pelatihan subjek B merasa sering berpikir negatif, namun

setelah mendapat materi pelatihan subjek B merasa bahwa setiap masalah itu

pasti bisa dihadapi. Subjek B juga menegaskan adanya perubahan pola pikir

terkait cara menghadapi masalah. Setelah mengikuti pelatihan efikasi diri

30 35 40 45 50 55 60 Pretest Posttest Skor Subjek B

dicapai. Selain itu subjek B juga menyatakan bisa untuk terbebas dari relapse,

namun masih khawatir terganggu dengan karakter mudah putus asa yang

dimiliki. Terkait hal ini subjek B menyatakan bahwa kondisi putus asa yang

mungkin terjadi ini akan berusaha dihadapi dengan pola pikir yang benar.

Setelah mendapatkan pelatihan efikasi diri subjek B juga

mengungkapkan akan berusaha mengubah pola pikir yang selama ini ada

bahwa narkoba itu bisa menyelesaikan masalah. Subjek B menyatakan bahwa

pola pikir tersebut tidak sesuai dan yang sebenarnya bisa menyelesaikan

masalah serta mendatangkan ketenangan adalah ibadah. Hal ini menunjukkan

pelatihan efikasi diri mempengaruhi outcome expectancies subjek B terkait

narkoba. Positive outcome expectancies yang dulunya dialami oleh subjek B

telah berubah menjadi negative outcome expectancies yang pada akhirnya

membuat kecenderungan relapse subjek B menurun.

c. Analisis Data Kualitatif Subjek C

Subjek C merupakan pemuda yang menyelesaikan pendidikan

terakhirnya di tingkat SMP. Di usia yang baru mencapai 20 tahun subjek C

penawaran namun subjek C dapat melakukan penolakan dengan baik maka

tidak akan terjadi relapse. Selain itu rasa segan untuk melakukan penolakan

pada kawan yang mengajak menggunakan narkoba juga akan mudah

mempengaruhi subjek C untuk kembali mengalami relapse.

Subjek C memahami relapse sebatas pada penggunaan kembali

narkoba. Subjek C secara umum dapat dikatakan memiliki keyakinan untuk

mengahindari relapse dengan cara menjauhi kawan-kawan lama. Ketika ada

masalah-masalah berat terutama masalah yang terjadi di rumah akan membuat

subjek C keluar dan bertemu dengan sesama pengguna narkoba. Kondisi

semacam ini akan sangat mudah membuat subjek C kembali menggunakan

narkoba. Berdasarkan pengalaman, subjek C sering menggunakan narkoba

ketika ada konflik interpersonal terutama dengan orang tua dan teman. Setelah

keluar dari rehabilitasi subjek C ingin bekerja apapun dengan syarat dapat

terhindar dari orang-orang yang dapat mempengaruhi untuk kembali

Gambar 10.

Skor Kecenderungan Relapse Subjek C Sebelum dan Sesudah Pelatihan Efikasi Diri

Pada Gambar 10 dapat dilihat adanya penurunan skor kecenderungan

relapse yang dimiliki oleh subjek C. Skor yang semula berada pada angka 51

turun 10 poin menjadi 41. Hal ini menunjukkan bahwa kecenderungan relapse

yang mengarahkan pada risiko terjadinya relapse pada subjek C menurun

setelah menjalani pelatihan efikasi diri.

Setelah mengikuti pelatihan subjek C merasa ada pandangan untuk

membuat perencanaan hidup masa depan agar tidak statis di dunia narkoba

30 35 40 45 50 55 60 Pretest Posttest Skor Subjek C

orang yang lebih baik. Secara lebih detail subjek C menyatakan keinginan

untuk tidak lagi menyusahkan orang tua dan secara lebih serius akan

menghindari narkoba. Selain itu, subjek C juga ingin melanjutkan pendidikan

formal dan membuka usaha perdagangan terutama perdagangan ikan.

Setelah mengikuti pelatihan efikasi diri subjek C merasa yakin untuk

terbebas dari narkoba meskipun kekhawatiran untuk terhindar dari teman lama

juga masih ada. Mengatasi hal tersebut subjek C berencana untuk menetap di

pulau Jawa. Subjek juga yakin dapat sukses dan akan berusaha untuk

menunjukkan kepada orang tua bahwa subjek C adalah sosok yang patut

dibanggakan.

d. Analisis Data Kualitatif Subjek D

Subjek D memiliki kekhawatiran untuk relapse setelah keluar dari

rehabilitasi nantinya. Hal ini dikarenakan orang yang mempengaruhi subjek D

untuk menggunakan narkoba bukan orang luar, melainkan keluarga sendiri

termasuk paman dan saudara kembar. Subjek D mengungkapakan bahwa

rumah paman yang mempengaruhi untuk menggunakan narkoba

berdampingan dengan tempat tinggal subjek D sehingga mempersulit untuk

menghindar.

Subjek D mengaku sudah sempat beberapa kali berhenti menggunakan

narkoba dengan durasi dua hingga tiga bulan. Hal ini dapat dilakukan ketika

menggunakan akibat pengaruh dari paman dan saudara kembar. Saudara

kembar subjek D berusaha menguji subjek D yang sudah menyatakan untuk

tidak menggunakan lagi dengan memakai narkoba dihadapan subjek D.

Kondisi tersebut membuat subjek D kembali menggunakan. Subjek D juga

mengaku memiliki hubungan paling dekat dengan paman yang mempengaruhi

untuk menggunakan narkoba. Kondisi ini yang membuat subjek D merasa

semakin sulit menghindari narkoba.

Sebagai upaya menghindari relapse subjek D berencana untuk

meninggalkan kota tempat tinggalnya dahulu. Hal ini juga disarankan dan

telah mendapat dukungan dari orang tua. Selain itu, ketika bertemu dengan

teman lama subjek D hanya ingin sebatas menyapa dan tidak perlu

berkomunkasi lebih. Sementara ini subjek D memiliki keinginan untuk tinggal

di Jakarta bersama Paman yang tidak menggunakan narkoba dan bekerja

apapun agar tidak menyusahkan orang tua. Setelah modal terkumpul ingin

membuka usaha sendiri berjualan obat kuat.

Sebelum mengikuti kegiatan pelatihan subjek D merasa pasif bahkan

memiliki keinginan untuk mengangkat tanda peringatan atau bentuk teguran

lain, namun rasa takut masih sering mendominasi. Setelah mengikuti pelatihan

efikasi diri subjek D merasa mendapatkan dorongan keinginan yang semakin

kuat untuk speak up. Subjek D juga berpikir ketika orang lain mampu saya

juga harus mampu.

Gambar 11.

Skor Kecenderungan Relapse Subjek D Sebelum dan Sesudah Pelatihan Efikasi Diri

Berbagai perubahan yang dirasakan subjek D setelah mengikuti

pelatihan juga diikuti perubahan skor kecenderungan relapse yang dapat

dilihat pada Gambar 11. Skor kecenderungan relapse yang sebelumnya berada

pada angka 51 turun sebanyak 21 poin menjadi 30. Hal ini disebabkan adanya

peningkatan keyakinan untuk terbebas dari narkoba yang dialami subjek D

setelah mengikuti pelatihan efikasi diri. Keberaniannya dalam melakukan

perubahan terkait dengan speak up menjadi acuan bagi subjek D untuk

membangun keyakinan bahwa di lingkungan luar nantinya subjek D bisa

20 25 30 35 40 45 50 55 Pretest Posttest Skor Subjek D

e. Analisis Data Kualitatif Subjek E

Subjek E adalah laki-laki berusia 26 tahun yang berasal dari Medan,

Sumatera Utara. Anak bungsu dari tiga bersaudara ini menjalani rehabilitasi

karena penggunaan sabu dan ganja. Pertama kali menggunakan narkoba

adalah tahun 2002 dan terkahir menggunakan sekitar september 2015.

Rehabilitasi yang dijalani adalah atas keinginan sendiri dan dukungan dari

orang tua.

Saat ini hal yang paling ditakutkan oleh subjek E adalah relapse saat

keluar dari rehabilitasi karena lingkungan dan teman subjek E juga para

pengguna narkoba. Selain karena lingkungan pertemanan, faktor orang tua

yang sering berkonflik dengan subjek E (terutama ayah) juga dikhawatirkan

akan menyebabkan subjek E mengalami stres dan kembali menggunakan

narkoba. Tidak adanya kegiatan juga dikhawatirkan oleh subjek E akan

memicu penggunaan narkoba. Subjek E memahami relapse sebagai

penggunaan kembali secara rutin. Selain itu, subjek E juga sudah pernah

mendengar istilah lapse ataupun slip yang dinyatakan dapat mendahului

bersama kakak ini juga dijadikan pilihan karena dianggap dapat membantu

subjek E dalam melakukan pemulihan dengan cara menghindar dari

lingkungan lama yang mempengaruhi subjek E menggunakan narkoba.

Gambar 12.

Skor Kecenderungan Relapse Subjek E Sebelum dan Sesudah Pelatihan Efikasi Diri

Terlihat adanya antusiasme ketika subjek E mendapat informasi

menjadi subjek yang terpilih untuk mengikuti kegiatan pelatihan. Bahkan

subjek E yang ternyata dalam waktu dekat akan segera berpindah ke fase

re-entry berpesan untuk tetap diizinkan ke Mayor agar bisa mengikuti pelatihan

hingga semua sesi selesai. Selama pelatihan berlangsung subjek E terlihat

sangat aktif. Setiap ada kesempatan untuk maju dan mempresentasikan lembar

kerja, subjek E berinisiatif untuk mempresentasikan hasil kerja.

20 25 30 35 40 45 50 55 Pretest Posttest Skor Subjek E

Setelah mengikuti kegiatan pelatihan efikasi diri subjek E mulai

mengalami perubahan pemikiran terkait outcome expectancies. Subjek merasa

sudah mampu membedakan pemikiran yang baik dan buruk terkait narkoba

yang akan mempengaruhinya dalam menentukan pilihan untuk menggunakan

narkoba kembali ataupun tidak. Subjek E juga merasa perlu untuk tidak selalu

mengikuti kemauan yang membuatnya senang dan berusaha mengendalikan

diri untuk menghadapi sesuatu yang mungkin tidak menyenangkan agar

mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Subjek E juga merasa perlu untuk

menentukan pilihan yang tepat dengan cara keluar dari zona nyaman yang

selama ini dijalankan.

Subjek E merasa ada perubahan terkait cara menyikapi masalah.

Subjek E perpendapat bahwa cara menyikapi masalah harus dipikir baik-baik

dan tidak tergesa-gesa. Menyelesaikan masalah tidak harus dilakukan secara

langsung dan bersamaan. Perlu adanya pemetaan masalah dan kemudian

dipilih masalah yang memang perlu untuk diselesaikan terlebih dahulu.

Subjek E merasa cara semacam ini akan membantunya untuk lebih tenang dan

mencapainya setelah mengikuti kegiatan pelatihan efikasi diri. Hal ini

dikarenakan keseriusan subjek E dalam mengikuti sesi step to be. Subjek E

mengaku melalui sesi tersebut subjek menjadi paham bahwa dalam mencapai

suatu tujuan perlu melalui tahapan-tahapan. Setelah mengikuti pelatihan

subjek E semakin yakin untuk terbebas dari narkoba dan juga bisa mencapai

masa depan yang lebih baik dengan syarat adanya kemauan dari diri sendiri

untuk mencapainya.

f. Analisis Data Kualitatif Subjek F

Subjek F merupakan pemuda berusia 19 tahun yang berasal dari Aceh.

Subjek F sudah menyelesaikan pendidikan di tingkat SMA. Pengalaman

rehabilitasi kali ini bukanlah yang pertama. Sebelumnya subjek F sudah

pernah menjalani rehabilitasi, namun sempat mengalami relapse. Hal ini yang

membuat subjek F harus menjalani rehabilitasi di Balai Besar Rehabilitasi

Badan Narkotika Nasional Bogor.

Hal yang paling dikhawatirkan oleh subjek F setelah keluar dari

rehabilitasi adalah bertemu dengan teman-teman lama yang menggunakan

narkoba. Subjek F menyatakan bahwa relapse yang pernah dialami karena

pengaruh dari teman-temannya. Ketika ditanya pemahamn tentang relapse

subjek F menjawab relapse sebagai penggunaan zat adiktif yang sama secara

berulang.

juga disebut sebagai penyebab terjadinya relapse oleh subjek F. Selain itu

kurangnya aktivitas yang menimbulkan kebosanan juga dapat mempengaruhi

subjek F untuk kembali menggunakan. Sebagai upaya untuk menghindari

relapse beberapa strategi telah dicoba oleh subjek F yaitu dengan menjauhi

teman-teman yang menggunakan narkoba dan semakin dekat dengan orang

tua.

Subjek F menyadari bahwa penggunaan narkoba adalah hal yang

merugikan bagi dirinya dan pecandu narkoba lain. Hal ini membuat subjek F

memiliki keinginan untuk membantu pecandu lain dalam menjalankan

pemulihannya dengan menjadi konselor setelah keluar dari rehabilitasi. Hal

ini akan diupayakan oleh subjek F dengan terlebih dahulu mengikuti

pendidikan untuk menjadi konselor adiksi.

30 35 40 45 50 55 Pretest Posttest

Pada Gambar 13 tampak adanya penurunan skor kecenderungan

relapse yang dialami oleh subjek F. Skor kecenderungan relapse sebesar 49

yang didapatkan sebelum menjalani pelatihan turun menjadi 43 setelah

mengikuti kegiatan pelatihan efikasi diri. Hal ini menunjukkan adanya

penurunan kecenderungan relapse yang terjadi pada subjek F setelah

mengikuti kegiatan pelatihan efikasi diri.

Penurunan kecenderungan relapse yang dialami subjek F tidak terlepas

dari adanya perubahan pola pikir terkait relapse dan pandangan masa depan.

Sebelumnya subjek F memang sudah memiliki pandangan terkait masa depan,

namun setelah mengikuti pelatihan efikasi diri subjek merasa memiliki

keyakinan yang lebih realistis terkait cara mencapai masa depan. Setelah

mengikuti pelatihan efikasi diri subjek F ingin terus menerapkan teknik

merencanakan masa depan yang disampaikan pada hari ketiga serta cara

menghindari relapse yang disampaikan melalui kegiatan hari pertama dan

kedua. Saat ini subjek F juga memiliki tekad dan keyakinan kuat sepenuhnya

untuk terbebas dari relapse. Sesi yang paling berkesan bagi subjek F adalah

Who am I? mengenali diri dan juga upaya untuk

memanfaatkan potensi yang ada dalam diri.

g. Analisis Data Kualitatif Subjek G

Subjek G merupakan pemuda yang tinggal di Jakarta. Pendidikan

tinggal di Pondok Pesantren. Di usia yang memasuki 27 tahun subjek G

menjalani rehabilitasi di Balai Besar Rehabilitasi Badan narkotika Nasional

Bogor karena mengalami candu narkoba. Penggunaan narkoba diawali dengan

candu alkohol sejak berusia 15 tahun. Selama rentang satu tahun terakhir aktif

menggunakan sabu.

Gambar 14.

Skor Kecenderungan Relapse Subjek G Sebelum dan Sesudah Pelatihan Efikasi Diri

Pada Gambar 14 dapat diketahui adanya perubahan skor

kecenderungan relapse yang dialami oleh subjek G. Skor yang semula

mencapai 44 sebelum mengikuti kegiatan pelatihan efikasi diri, turun menjadi

36. Hal ini menunjukkan adanya penurunan kecenderungan relapse pada

25 30 35 40 45 Pretest Posttest Skor Subjek G

Ketika mengikuti pelatihan subjek G merasa teringat dengan dosa-dosa

yang lama terutama saat sesi surat untuk Tuhan. Selanjutnya subjek G ingin

melakukan yang terbaik untuk diri sendiri dan terutama keluarga dengan cara

lebih dekat lagi dengan keluarga. Subjek G juga merasa yakin dapat mencapai

masa depan yang lebih baik. Keyakinan ini dikarenakan adanya inspirasi dari

video Vujicic dan Fauzan Rahman yang ditayangkan dalam kegiatan

pelatihan. Subjek G yang merasa tubuhnya lebih sempurna dibandingkan

Vujicic dan memiliki modal lebih besar dari Fauzan Rahman semakin yakin

untuk dapat mencapai masa depan yang lebih baik.

D. Pembahasan

Uji hipotesis dilakukan dengan melakukan uji 2 sampel independen

Mann-Whitney dan juga uji Wilcoxon dengan menggunakan SPSS for Microsoft Windows Version 23.0. Melalui uji 2 Sampel Independen Mann-Whitney didapatkan hasil

berupa nilai z sebesar -1,929 dan nilai uji signifikansi (p) sebesar 0.054 (p>0.05) yang

menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan gain score skor antara kelompok

eksperimen yang mendapatkan perlakuan berupa pelatihan efikasi diri dengan

kelompok kontrol yang tidak mendapatkan perlakuan. Hasil ini menunjukkan bahwa

pelatihan efikasi diri tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap kecenderungan

relapse pada pecandu narkoba di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional.

Nasional sangat dimungkinkan karena adanya variabel ekstrani. Pelatihan efikasi diri

pada penelitian ini diberikan kepada pecandu narkoba yang sedang menjalani proses

rehabilitasi. Program rehabilitasi utama yang dijalani oleh subjek adalah Therapeutic

Community. Menurut Magor dan Blatch (2009) kegiatan Therapeutic Community

yang diberikan kepada pecandu narkoba bertujuan untuk mengembangkan kondisi

psikologis, salah satunya adalah efikasi diri. Sehingga sangat dimungkinkan

kelompok kontrol yang tidak mendapatkan pelatihan efikasi diri juga mengalami

peningkatan skor skala kecenderungan relapse akibat dari kegiatan rutin yang dijalani

selama proses rehabilitasi berupa Therapeutic Community yang juga bertujuan untuk

meningkatkan efikasi diri..

Selanjutnya uji Wilcoxon dilakukan untuk mengetahui signifikansi perubahan

skor pretest dan posttest pada masing-masing kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol. Melalui uji Wilcoxon pada kelompok eksperimen didapatkan hasil berupa

nilai z sebesar -2,371 dan nilai uji signifikansi (p) sebesar 0,018 (p<0.05) yang

menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara skor kecenderungan relapse

sebelum diberikan pelatihan efikasi diri dan sesudah diberikan pelatihan pada

kegiatan pelatihan efikasi diri. Perubahan yang terjadi pada kelompok eksperimen

sangat mungkin dikarenakan adanya perubahan pola pikir yang dialami setelah

menjalani pelatihan efikasi diri. Hal ini dapat diketahui dari hasil wawancara setelah

pelatihan efikasi diri yang dilakukan kepada seluruh subjek kelompok eksperimen.

Secara umum seluruh subjek menyatakan adanya perubahan pola pikir, terutama pola

pikir terkait cara menghadapi masalah dan keputusan yang akan diambil untuk

menyelesaikan masalah. Perubahan ini menunjukkan adanya kesesuaian antara tujuan

dan hasil dari pelatihan efikasi diri yang dirancang untuk mempengaruhi empat fungsi

efikasi diri, yaitu fungsi kognisi, fungsi afeksi, fungsi motivasi, dan fungsi seleksi

(Bandura, 1994).

Beberapa subjek merasa sebelum menjalani pelatihan efikasi diri selalu

berpikir dan melihat masalah yang dihadapi dari sisi negatif. Sehingga berpikir

matang untuk mendapatkan solusi yang baik jarang dilakukan. Hal ini membuat

subjek dalam kelompok eksperimen sering menjadikan narkoba sebagai solusi

ringkas yang dirasa dapat melarikan diri dari masalah. Namun, setelah mendapatkan

pelatihan, sebagian besar subjek mengaku mulai menyadari bahwa setiap masalah itu

memiliki sisi positif. Perbaikan pola pikir ini menunjukkan adanya perbaikan fungsi

kognisi pada subjek. Selain itu, subjek juga menyatakan bahwa saat masalah muncul

harus dipetakan dan diselesaikan satu demi satu. Bukan dengan cara menumpuk

masalah yang kemudian akan menambah beban permasalahan ataupun menggunakan

menyelesaikan masalah bukanlah hal yang tepat karena meskipun ada kenyamanan

yang didapat saat menggunakan, efek buruk yang dirasakan setelahnya lebih besar.

Pola pikir demikian menunjukkan adanya perbaikan fungsi seleksi pada pecandu

narkoba yang akan membantu pecandu narkoba untuk membuat pertimbangan yang

matang saat memutuskan suatu pilihan.

Perubahan pola pikir yang terjadi ini juga dapat diduga sebagai penyebab

menurunnya skor kecenderungan relapse yang terjadi pada seluruh kelompok

eksperimen. Perubahan pola pikir terhadap efek narkoba ini akan mempengaruhi

perubahan postive outcome expectancies (ekspektasi positif terhadap efek

Dokumen terkait