• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Gelombang Ultrasonik sebagai Alternatif untuk Mempertahankan Kesegaran Fillet Ikan Nila

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aplikasi Gelombang Ultrasonik sebagai Alternatif untuk Mempertahankan Kesegaran Fillet Ikan Nila"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI GELOMBANG ULTRASONIK

SEBAGAI ALTERNATIF UNTUK MEMPERTAHANKAN

KESEGARAN

FILLET

IKAN NILA

MAYA SOFIA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK

CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aplikasi Gelombang Ultrasonik sebagai Alternatif untuk Mempertahankan Kesegaran Fillet Ikan Nila adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014 Maya Sofia NIM C34100035

(4)
(5)

ABSTRAK

MAYA SOFIA. Aplikasi Gelombang Ultrasonik sebagai Alternatif untuk Mempertahankan Kesegaran Fillet Ikan Nila. Dibimbing oleh RUDDY SUWANDI dan AGOES MARDIONO JACOEB.

Fillet ikan termasuk salah satu produk perikanan yang mudah mengalami kemunduran mutu, oleh karena itu dibutuhkan teknik penanganan untuk mempertahankan kesegarannya. Gelombang ultrasonik telah banyak diaplikasikan pada beberapa jenis produk pangan untuk mempertahankan kesegaran melalui inaktivasi mikroba, namun aplikasinya untuk produk perikanan belum banyak dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh gelombang ultrasonik terhadap parameter kesegaran ikan. Tahapan penelitian meliputi preparasi sampel, sonikasi, pengujian parameter kesegaran ikan dan histologi. Gelombang ultrasonik tidak berpengaruh terhadap nilai organoleptik dan TVB, namun berpengaruh terhadap nilai pH dan TPC. Sampel dengan nilai TPC yang berbeda nyata diuji TPC kembali pada penyimpanan ke-48 jam dan 96 jam. Hasil pengujian nilai TPC menunjukkan bahwa sampel dengan durasi sonikasi selama 9 menit (5,2x104 koloni/g) memiliki jumlah mikroba lebih rendah dibandingkan sampel tanpa sonikasi (9,2x104 koloni/g). Hasil analisis histologi menunjukkan bahwa sonikasi menyebabkan struktur serabut otot terlihat kurang kompak dan pecahnya miomer.

Kata kunci: Fillet, gelombang ultrasonik, histologi, ikan nila, kesegaran, sonikasi

ABSTRACT

MAYA SOFIA. Application of ultrasonic waves on maintaining freshness of tilapia fillets. Supervised by RUDDY SUWANDI and AGOES MARDIONO JACOEB.

Fish fillet is one of fisheries products that easily deteriorated, therefore handling techniques needed to maintain the freshness. Ultrasonic waves have been widely applied to some kinds of food products to maintain freshness through microbial inactivation, but its application to fisheries products has not been reported. The purpose of this study was to analyze the effects of ultrasonic waves on fish freshness parameters. Stages of the study include sample preparation, sonication, testing of the freshness parameters and histology. The results showed no effect of ultrasonic waves on organoleptic value and TVB, but affected the pH value and TPC. Sample which has significant difference value of TPC, being further TPC observation for the 48 and 96 hours storage. The TPC result showed that value of sonicated sample for 9 minutes (5.2x104 colony/g) lower than sample without sonication (9.2x104 colony/g). Histology analysis result showed that sonication made muscle fiber structure less compact and myomer deformation.

(6)
(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Teknologi Hasil Perairan

APLIKASI GELOMBANG ULTRASONIK

SEBAGAI ALTERNATIF UNTUK MEMPERTAHANKAN

KESEGARAN

FILLET

IKAN NILA

MAYA SOFIA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(10)
(11)

Judul Skripsi : Aplikasi Gelombang Ultrasonik sebagai Alternatif untuk Mempertahankan Kesegaran Fillet Ikan Nila

Nama : Maya Sofia NIM : C34100035

Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh

Dr Ir Ruddy Suwandi, MS MPhil Pembimbing I

Dr Ir Agoes M Jacoeb, Dipl-Biol Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi Ketua Departemen

(12)
(13)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Aplikasi Gelombang Utrasonik sebagai Alternatif untuk Mempertahankan Kesegaran Fillet Ikan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi ini, terutama kepada :

1. Dr Ir Ruddy Suwandi, MS, MPhil dan Dr Ir Agoes M Jacoeb, Dipl-Biol selaku pembimbing, atas arahan dan bimbingannya kepada penulis, 2. Prof Dr Ir Nurjanah MS, selaku dosen penguji atas segala masukan yang

diberikan kepada penulis,

3. Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan,

4. Ibu, Ayah, Abang Harun, Mba Hafshah, Mba Eca, Tia, dan Nafis yang telah memberikan doa dan semangatnya kepada penulis,

5. Dr Akhiruddin Maddu, MSi yang telah memberi saran terhadap penelitian,

6. Bapak Jun, Mas Alan, dan Rofiqul Umam (Departemen Fisika), Bapak Ranta (Departemen Budidaya Perairan), Bapak Saeful dan Ibu Ema (Departemen Teknologi Hasil Perairan) yang telah membantu dalam penelitian,

7. Teman-teman sepenelitian (Fatma, Bang Olong, dan Bang Esa) serta keluarga besar THP 47 yang telah memotivasi dan menyemangati penulis selama penelitian

8. Teman-teman Radar 6 (Meli, Febri, Zara, dan Asta) atas semangat serta motivasinya kepada penulis, serta pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak.

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR ………... vi

DAFTAR LAMPIRAN ……… vii

PENDAHULUAN ……… 1

Latar Belakang ………. 1

Perumusan Masalah ………. 2

Tujuan Penelitian ……….. 2

Manfaat Penelitian ……… 2

Ruang Lingkup Penelitian ……… 3

METODE PENELITIAN ………. 3

Bahan dan Alat Penelitian……….. 3

Prosedur Penelitian ………... 4

Analisis Penelitian ………. 5

Analisis Organoleptik (BSNa 2006)……… 5

Analisis pH (Apriyantono et al. 1989) ……… 5

Analisis TVB (Apriyantono et al. 1989) ………. 5

Analisis TPC (BSNb 2006) ……….. 6

Analisis Histologi (Angka et al. 1990) ………... 6

Rancangan Percobaan ……… 8

HASIL DAN PEMBAHASAN……….. 8

Uji Organoleptik ……… 8

Derajat Keasaman (pH) ………. 11

Total Volatile Base ………. 12

Total Plate Count ………... 13

Nilai TPC Fillet Selama Penyimpanan ……….. 15

Karakteristik Histologis ………... 17

KESIMPULAN DAN SARAN………... 18

Kesimpulan ………. 18

Saran ………... 19

DAFTAR PUSTAKA ………. 19

LAMPIRAN ………... 22

(15)

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir prosedur penelitian ……….……….. 4

2 Histogram nilai organoleptik kenampakan fillet ikan nila..………... 8

3 Histogram nilai organoleptik bau fillet ikan nila .……….. 9

4 Histogram nilai organoleptik tekstur fillet ikan nila .………. 10

5 Histogram nilai pH fillet ikan nila .………. 11

6 Histogram nilai TVB fillet ikan nila ……….….. 12

7 Histogram nilai TPC fillet ikan nila .………... 13

8 Grafik nilai TPC selama penyimpanan .……….. 15

9 Jaringan ikan nila segar (400x) ..………. 17

10 Jaringan ikan nila busuk (400x) ..……….... 18

DAFTAR LAMPIRAN

1 Diagram alir pembuatan preparat uji histologi ……….. 23

2 a. Tabel uji Kruskal Wallis uji pH ……….. 24

b. Tabel ANOVA dan hasil uji Duncan nilai pH ……… 24

3 Tabel Uji Kruskal Wallis uji TVB ……….. 25

4 a. Tabel uji Kruskal Wallis uji TPC ……… 26

b. Tabel ANOVA dan hasil uji Duncan nilai TPC ……….. 26

5 Lembar penilaian sensori fillet ikan ……… 27

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Teknologi pangan saat ini telah berkembang pesat. Hal ini menuntut pelaku industri mampu melakukan inovasi terbaru terhadap produk yang akan dipasarkan. Beberapa inovasi yang dilakukan bertujuan untuk mempertahankan kualitas produk yang akan dipasarkan untuk memenuhi permintaan konsumen. Inovasi-inovasi yang dilakukan merupakan pilihan yang tepat untuk terus memperbaiki kualitas produk yang akan dihasilkan. Banyaknya penelitian yang telah dikembangkan adalah untuk mencari alternatif terbaik agar dapat diaplikasikan dengan mudah dan efisien. Industri pangan, salah satunya perikanan, membutuhkan teknologi yang mudah dan efisien untuk diaplikasikan dalam penggunaannya pada jenis-jenis produk unggulan, misalnya fillet ikan.

Fillet ikan membutuhkan proses yang khusus dalam pengolahan dan penanganannya. Produk perikanan harus melalui proses yang bersih (clean), hati-hati (careful), dan dalam kondisi yang dingin (cool), serta cepat ditangani (quick) (C3Q) (Yunizal dan Wibowo 1998). Kondisi tersebutlah yang melatarbelakangi pentingnya dilakukan inovasi baru untuk mendapatkan alternatif yang tepat agar dapat diaplikasikan dalam aspek pengolahan dan penanganan, khususnya pada produk perikanan yaitu fillet ikan. Sifat fillet ikan adalah mudah mengalami kemunduran mutu, sehingga dibutuhkan teknologi alternatif yang dapat membantu mempertahankan kesegarannya.

Beberapa cara yang umum dilakukan oleh industri fillet ikan dalam mengatasi hal tersebut adalah dengan pendinginan dan penggunaan bahan pengawet. Cara yang dilakukan tersebut cenderung kurang efisien, waktu proses lebih lama, konsumsi energi yang tinggi dan mampu menimbulkan dampak negatif terhadap kualitas produk. Menurut Gambuteanu et al. (2013), dalam pemenuhan kualitas makanan dengan kriteria yang baik, dibutuhkan proses-proses yang efisien, waktu proses yang lebih singkat, dan konsumsi energi yang rendah tanpa menimbulkan dampak negatif pada produk. Teknologi yang sesuai dengan proses tersebut adalah menggunakan gelombang ultrasonik.

(18)

2

Aplikasi gelombang ultrasonik pada produk daging juga telah dilaporkan. Gambuteanu dan Alexe (2013) membandingkan perubahan sifat fisik, kimia, dan mikrobiologi antara daging babi yang diproses thawing secara normal dan thawing menggunakan ultrasonik. Hasil penelitian tersebut menunjukkan tidak adanya perubahan yang signifikan. Chang et al. (2012) meneliti pengaruh sonikasi terhadap perubahan karakteristik kolagen dari daging sapi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sonikasi dengan frekuensi rendah memiliki efek perubahan signifikan pada karakteristik kolagen. Kordowska-Wiater dan Stasiak (2011) meneliti pengaruh ultrasonik terhadap bakteri gram negatif pada kulit ayam. Hasil penelitian tersebut menunjukkan Pseudomonas sangat sensitif terhadap gelombang ultrasonik dengan daya reduksi hingga 4,0 log CFU/cm2.

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut diduga gelombang ultrasonik dapat diaplikasikan pada industri perikanan, khususnya dalam mempertahankan kesegaran fillet ikan. Pengaruh gelombang ultrasonik pada fillet ikan belum banyak dilakukan, oleh karena itu penelitian aplikasi gelombang ultrasonik pada fillet ikan menjadi sangat penting untuk dilakukan.

Perumusan Masalah

Fillet ikan nila mudah mengalami kemunduran mutu karena daging ikan merupakan substrat potensial untuk pertumbuhan mikroorganisme, sehingga dibutuhkan cara untuk mempertahankan kesegarannya. Cara yang umum dilakukan untuk mempertahankan kesegaran ikan antara lain dengan pendinginan dan penggunaan bahan pengawet. Cara yang dilakukan tersebut cenderung kurang efisien, waktu proses lebih lama, konsumsi energi yang tinggi dan menimbulkan dampak negatif terhadap kualitas produk, oleh karena itu dibutuhkan cara yang efektif untuk mempertahankan kesegaran ikan. Salah satunya adalah menggunakan gelombang ultrasonik.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh gelombang ultrasonik terhadap parameter kesegaran fillet ikan (nilai organoleptik, pH, Total Volatile Base, Total Plate Count). Tujuan khusus dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh durasi sonikasi terhadap pertumbuhan mikroba selama penyimpanan dan struktur fillet ikan secara histologis.

Manfaat Penelitian

(19)

3 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah preparasi bahan baku, pembuatan fillet ikan nila, pengujian organoleptik, pengujian pH, pengujian TVB, Pengujian TPC, dan pengujian histologi.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Juni 2014. Preparasi bahan baku dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan. Proses sonikasi sampel dilakukan di Laboratorium Optik dan Fotonika, Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Pengujian organoleptik dilakukan di Laboratorium Organoleptik, Departemen Teknologi Hasil Perairan. Pengujian TVB, TPC dan pH dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan. Pengujian Histologi dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan nila (Oreochromis niloticus) dengan ukuran 200-250 gram per ekor. Bahan-bahan lain merupakan bahan yang digunakan untuk analisis pH (larutan buffer dan mounting agent p.a. (Merck).

(20)

4

Prosedur Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahapan, antara lain pembuatan fillet ikan, sonikasi fillet ikan dengan durasi yang berbeda, pengujian parameter kesegaran ikan (Organoleptik, pH, TVB, TPC), analisis mikroba selama penyimpanan, dan uji histologi. Ikan nila segar dimatikan secara langsung dengan cara ditusuk pada bagian medulla oblongata. Pengambilan fillet tanpa kulit dilakukan untuk pengujian organoleptik, pH, TVB, dan TPC. Daging juga diambil dalam bentuk fillet yang berkulit untuk pengujian histologi dan disimpan dalam coolbox yang berisi es. Sebelum dilakukan pemaparan dengan gelombang ultrasonik, wadah khusus untuk pengujian dipersiapkan terlebih dahulu.

Setelah wadah disiapkan, selanjutnya fillet ikan dimasukkan ke dalam wadah yang digunakan sebagai ruang sonikasi untuk meletakkan sampel, kemudian alat pemancar gelombang ultrasonik dinyalakan untuk memberikan paparan gelombang pada sampel. Frekuensi sonikasi yang digunakan adalah 20 kHz dan durasi sonikasi adalah 6, 9, dan 12 menit (mengacu pada Herceg et al. 2012). Setelah proses sonikasi, selanjutnya fillet ikan diambil dan dilakukan uji organoleptik (BSNa 2006), uji nilai pH (Apriyantono et al. 1989), uji nilai Total Volatile Base (Apriyantono et al. 1989), uji nilai Total Plate Count (BSNb 2006).

Hasil pengujian TPC tahap pertama ini dilakukan untuk mendapatkan sampel dengan perlakuan terbaik. Selanjutnya sampel dengan perlakuan terbaik dari hasil uji TPC pertama diuji lebih lanjut struktur dagingnya dengan uji histologi (Angka et al. 1990) dan diuji kembali nilai TPCnya pada tahap kedua dengan tambahan penyimpanan (setiap 48 jam sekali selama 96 jam) pada suhu beku yang dibandingkan dengan kontrol. Diagram alir prosedur penelitian disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram alir prosedur penelitian Ikan nila segar

Pembuatan fillet

Fillet tanpa kulit Fillet berkulit

Sonikasi

(frekuensi: 20 kHz, durasi :6, 9, dan 12 menit)

Sonikasi

(frekuensi: 20 kHz, durasi : 9 menit)

 Analisis organoleptik (BSNa 2006)

 Analisis pH (Apriyantono et al. 1989)

 Analisis TVB (Apriyantono et al. 1989)

 Analisis TPC (BSNb 2006)

 Analisis TPC tahap penyimpanan

 Analisis histologi (Angka et al. 1990)

(21)

5 Analisis Penelitian

Analisis yang digunakan pada penelitian ini meliputi analisis organoleptik fillet ikan (BSNa 2006), analisis pH (Apriyantono et al. 1989), analisis TVB (Apriyantono et al. 1989), analisis TPC (BSNb 2006), dan analisis histologi (Angka et al. 1990).

Analisis organoleptik (BSNa 2006)

Metode yang digunakan untuk uji organoleptik adalah menggunakan score sheet berdasarkan SNI 01-2346-2006 (Lampiran 5). Pengujian organoleptik merupakan pengujian yang bersifat subjektif oleh panelis menggunakan indera yang ditujukan pada penampakan, bau, dan tekstur. Panelis dalam penelitian ini merupakan panelis semi terlatih yang berjumlah 30 orang. Data yang didapatkan berupa nilai yang berkisar 1-9. Nilai tersebut diinterpretasikan dengan kriteria sebagai berikut :

Segar : nilai organoleptik berkisar antara 7-9 Agak segar : nilai organoleptik berkisar antara 5-6 Tidak segar : nilai organoleptik berkisar antara 1-3

Analisis pH (Apriyantono et al. 1989)

Pengukuran pH dilakukan menggunakan pH meter dengan cara dikalibrasi terlebih dahulu. Sampel sebanyak 15 gram daging ikan dihancurkan dan dihomogenkan dengan 90 mL air destilata. Kemudian daging homogen tersebut diukur dengan pH meter yang sebelumnya telah dikalibrasi dengan buffer standar pH 4 dan 7. Data yang terbaca pada alat menunjukkan nilai pH yang terukur.

Analisis TVB (Apriyatono et al. 1989)

Analisis TVB dilakukan 1 jam setelah sampel diberi perlakuan sonikasi, setelah disonikasi, dilakukan preparasi dengan cara menimbang 15 gram sampel yang diambil dari daging ikan kemudian ditambah 45 mL TCA 7% dan dihomogenkan selama satu menit. Hasil homogenisasi kemudian disaring sehingga diperoleh filtrat yang berwarna jernih. Setelah penyiapan sampel maka dilakukan uji TVB dengan cara memasukkan 1 mL H3BO3 ke dalam

inner chamber, cawan conway dan tutup cawan diletakkan dengan posisi hampir menutupi cawan. Filtrat sebanyak 1 mL dimasukkan ke dalam outer chamber di sebelah kiri menggunakan pipet, kemudian 1 mL larutan K2CO3 jenuh ditambahkan ke dalam outer chamber sebelah kanan sehingga filtrat dan K2CO3 tidak tercampur. Cawan segera ditutup dengan diolesi vaselin pada pinggir cawan agar proses penutupan sempurna, lalu digerakkan memutar sehingga kedua cairan di outer chamber tercampur.

(22)

6

Prinsip kerja analisis TPC adalah penghitungan jumlah bakteri yang ada di dalam sampel (daging ikan) dengan pengenceran sesuai kebutuhan dan dilakukan secara duplo. Pembuatan larutan contoh dilakukan dengan mencampurkan 10 gram sampel yang telah dihancurkan yang diambil dari bagian punggung ikan, lalu dimasukkan ke dalam botol yang berisi 5 mL larutan KH2PO4 1,7% steril, kemudian ditambah aquades 500 mL, dikocok sampai larutan homogen. Campuran larutan contoh tersebut diambil 1 mL dan dimasukkan ke dalam botol berisi 9 mL larutan garam sehingga diperoleh contoh dengan pengenceran 10-2, setelah itu dikocok agar homogen. Pengenceran dilakukan sesuai dengan keperluan penelitian, biasanya sampai pengenceran 10-5. Pemipetan dilakukan dari masing-masing tabung pengenceran sebanyak 1 mL larutan contoh dan dipindahkan ke dalam cawan petri steril secara duplo menggunakan pipet steril.

Media agar dimasukkan ke dalam cawan petri sebanyak 10 mL dan digoyangkan sampai permukaan agar merata (metode tuang), kemudian didiamkan beberapa saat hingga dingin dan mengeras. Cawan petri yang telah berisi agar dan larutan contoh dimasukkan ke dalam inkubator pada suhu 35 °C ± 1 °C selama 48 jam ± 1 jam dengan posisi cawan petri yang dibalik. Pengamatan selanjutnya dilakukan dengan menghitung jumlah koloni yang ada di dalam cawan petri tersebut. Jumlah koloni bakteri yang dihitung adalah cawan petri yang mempunyai koloni bakteri antara 25-250 koloni. Analisis ini dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan.

Analisis Histologi (Angka et al. 1990)

(23)

7 Proses clearing dimulai dari perendaman sampel dalam clearing agent. Jaringan direndam dalam alkohol-xylol (1:1) selama 30 menit pada suhu ruang yang dilanjutkan dengan perendaman jaringan dengan xylol I, xylol II, dan xylol III yang masing-masing selama 30 menit. Proses selanjutnya adalah impregnasi dan embedding. Impregnasi adalah perendaman jaringan ke dalam xilol:parafin (1:1) dalam gelas piala selama 45 menit pada suhu 60 oC. Embedding adalah perendaman jaringan di dalam parafin cair, yakni parafin I, parafin II, parafin III masing-masing selama 45 menit pada suhu 60 oC. Jaringan yang telah dibenamkan dalam parafin cair lalu dibentuk menyerupai blok/kotak (dicetak agar mudah dipotong) dengan parafin cair yang kemudian dibekukan. Proses ini membutuhkan cetakan yang dapat dibuat dari kertas yang kaku, misal kertas kalender, dengan ukuran 2 x 2 x 2 cm3.

Parafin cair dituangkan ke dalam cetakan hingga memenuhi sekitar 1/8 bagian cetakan dan dibiarkan hingga sedikit membeku. Jaringan disusun

dalam cetakan dengan bagian sayatan yang diperlukan menghadap ke dasar cetakan dan dituangi parafin cair hingga material jaringan terendam. Jaringan dibiarkan membeku pada suhu ruang selama 24 jam. Blok parafin yang dikeluarkan dari cetakan lalu ditrimming menggunakan silet. Pemotongan jaringan dilakukan menggunakan mikrotom setebal 4 μm. Pemotongan jaringan dilakukan dengan posisi melintang. Pita-pita parafin yang terbentuk

diambil dengan jarum kemudian diletakkan di permukaan air hangat (45-50 oC) waterbath. Pita-pita parafin kemudian ditempelkan pada gelas

objek yang telah diberi zat perekat misal albumin dengan cara memasukkan kaca objek tersebut ke dalam waterbath dan menggerakkannya ke arah paraffin, kemudian dibiarkan kering.

Tahapan selanjutnya adalah dewaxing yang dimulai dengan meletakkan gelas objek yang berisi jaringan ke keranjang preparat. Keranjang tersebut berisi 10 gelas objek. Keranjang yang telah berisi gelas objek direndam dengan xylol I dan xylol II masing-masing selama 2 menit, dilanjutkan perendaman dalam alkohol absolut (100%, 95%, 90%, 80%, 70%, dan 50%)

masing-masing selama 2 menit. Objek dibilas dengan akuades selama 2 menit.

Proses pewarnaan dilakukan menggunakan hematoksilin dan eosin. Gelas obyek dimasukkan ke dalam pewarna hematoksilin selama 7 menit dan dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kelebihan zat warna yang

tidak diserap. Gelas obyek direndam kembali dalam pewarna eosin selama 3 menit dan dicuci kembali dengan akuades. Preparat jaringan kemudian

(24)

8

Rancangan Percobaan

Model rancangan acak lengkap (Steel dan Torrie 1991) adalah sebagai berikut:

Yij = µ + τi + εij

Keterangan :

Yij = pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum populasi

τi = pengaruh perlakuan ke-i

εij = pengaruh dari sisa perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Organoleptik

a) Kenampakan

Kenampakan merupakan parameter utama untuk menentukan tingkat kesegaran ikan. Kenampakan juga berkaitan dengan perubahan warna daging selama proses pengujian organoleptik dilakukan. Perubahan nilai organoleptik pada parameter kenampakan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Histogram nilai organoleptik kenampakan fillet ikan nila

( = tanpa sonikasi, = sonikasi 6 menit, = sonikasi 9 menit, = sonikasi 12 menit)

(25)

9 dan tidak terbelah). Nilai organoleptik kenampakan menurun pada jam ke-4 dengan nilai 5 (spesifikasi: daging putih agak kehijauan, kurang cemerlang, kurang menarik, dan garis yang terbentuk dari tulang belakang maupun linea lateralis merah kecoklatan dan sedikit terbelah). Berdasarkan nilai organoleptik kenampakan yang dihasilkan, fillet ikan masih memiliki spesifikasi kenampakan ikan yang segar walaupun terjadi penurunan pada setiap jam. Penurunan nilai kenampakan ini mengindikasikan adanya proses kemunduran mutu akibat aktivitas mikroba dan enzim proteolitik yang mendegradasi protein pada daging ikan.

Menurut Weeber et al. (2008), proses perubahan pada fillet ikan tersebut terjadi karena aktivitas enzim dan mikroorganisme. Kedua hal tersebut menyebabkan tingkat kesegaran ikan menurun. Berdasarkan hasil statistik nilai organoleptik kenampakan yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa durasi sonikasi tidak mempengaruhi nilai organoleptik kenampakan.

b) Bau

Bau merupakan salah satu parameter yang dapat menentukan tingkat kesukaan seseorang terhadap suatu produk. Fillet ikan segar memiliki bau yang spesifik jenis. Perubahan bau pada ikan dapat terjadi apabila ikan mulai mengalami kebusukan. Perubahan nilai organoleptik pada parameter bau dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Histogram nilai organoleptik bau fillet ikan nila

( = tanpa sonikasi, = sonikasi 6 menit, = sonikasi 9 menit, = sonikasi 12 menit)

Fillet ikan yang tanpa dan dengan perlakuan sonikasi (6, 9, 12 menit) diuji secara organoleptik pada jam ke-1 hingga ke-5 untuk menentukan nilai baunya. Hasil pengujian menunjukkan adanya perubahan, yaitu diawali pada jam ke-1 seluruh sampel yang diberi perlakuan tidak mengalami perubahan

(26)

10

(spesifikasi: Bau kurang segar, sedikit bau amoniak dan ada bau tambahan). Berdasarkan nilai organoleptik bau yang dihasilkan, fillet ikan memiliki spesifikasi bau ikan segar walaupun terjadi penurunan pada setiap jam.

Penurunan nilai organoleptik ini diduga akibat terbentuknya basa volatil hasil dari degradasi protein oleh enzim proteolitik maupun aktivitas mikroba. Menurut Karungi et al. (2003), pembentukan basa volatil terjadi akibat degradasi protein dan derivatnya menghasilkan sejumlah basa yang mudah menguap yaitu amoniak, histamin, H2S, dan trimetilamin yang berbau busuk. Seluruh sampel memiliki nilai organoleptik bau yang seragam setiap jamnya. Berdasarkan hasil statistik nilai organoleptik bau yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa durasi sonikasi tidak mempengaruhi nilai organoleptik bau.

c) Tekstur

Tekstur merupakan gabungan dari beberapa sifat yang berhubungan dengan viskositas, elastisitas dan kekompakan daging fillet. Fillet ikan yang segar akan menunjukkan tekstur daging ikan yang elastis, sementara tekstur ikan yang tidak elastis menunjukkan bahwa fillet ikan sudah mengalami kemunduran mutu atau busuk. Perubahan nilai organoleptik pada parameter tekstur dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Histogram nilai organoleptik tekstur fillet ikan nila

( = tanpa sonikasi, = sonikasi 6 menit, = sonikasi 9 menit, = sonikasi 12 menit)

(27)

11 tekstur ikan yang segar walaupun terjadi penurunan pada setiap jam. Penurunan nilai organoleptik ini diduga akibat aktivitas enzim katepsin yang merusak struktur daging ikan menjadi lunak dan kurang elastis.

Aktivitas katepsin sangat berpengaruh terhadap tekstur daging ikan karena katepsin dapat menurunkan fleksibelitas (kekenyalan) sehingga daging ikan menjadi tidak elastis dan jaringan daging ikan melunak (lembek) (Haard dan Simpson 2000). Berdasarkan hasil statistik nilai organoleptik tekstur yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa durasi sonikasi tidak mempengaruhi nilai organoleptik tekstur.

Derajat Keasaman (pH)

Indikator pengukuran tingkat kesegaran ikan salah satunya dapat ditentukan melalui uji penentuan nilai derajat keasaman (pH). Pengujian pH yang dilakukan menggunakan fillet ikan nila segar yang telah diberi perlakuan gelombang ultrasonik dapat dilihat pada Gambar 5.

Keterangan: Huruf ‘a’ dan ‘b’ adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap nilai pH yang menunjukan beda nyata (p<0,05).

Gambar 5 Histogram nilai derajat keasaman (pH) fillet ikan nila

(28)

12

Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan dari nilai pH (Lampiran 2b) dapat

dilihat bahwa sampel tanpa sonikasi berbeda nyata dengan sampel yang disonikasi selama 6 menit, 9 menit, dan 12 menit. Hal ini menunjukkan

bahwa durasi sonikasi pada fillet ikan mempengaruhi nilai pH. Perubahan nilai pH yang terjadi pada sampel kontrol dan sampel yang disonikasi diduga karena pengaruh gelombang ultrasonik yang mampu menjaga fillet ikan tetap segar. Tinggi rendahnya pH awal ikan sangat tergantung pada jumlah glikogen yang ada dan kekuatan penyangga (buffering power) pada daging ikan. Kekuatan penyangga pada daging ikan disebabkan oleh protein, asam laktat, asam fosfat, TMAO, dan basa-basa menguap (Junianto 2003).

Total Volatile Base

Pengujian Total Volatile Base merupakan salah satu metode penentuan kesegaran ikan. Pengukuran tingkat kesegaran ikan dalam uji TVB, dapat diukur dari akumulasi senyawa-senyawa basa yakni amoniak, trimetialamin, dan senyawa volatil lainnya yang menguap. Semakin tinggi nilai TVB akan meunjukkkan fillet ikan mengalami kemunduran mutu. Nilai TVB fillet ikan nila dapat dilihat pada Gambar 6.

Keterangan: Huruf ‘a’ adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap nilai TVB yang menunjukan tidak beda nyata (p>0,05).

(29)

13 sebagai ikan segar dan layak konsumsi walaupun terdapat perbedaan pada setiap sampelnya, dimana standar nilai TVB ikan segar berkisar pada nilai 10-20 mg N/100 g daging (Sen 2005).

Berdasarkan uji statistik, nilai TVB semua sampel hasil penelitian tidak berbeda nyata (Lampiran 3). Hal ini menunjukkan bahwa gelombang ultrasonik tidak mempengaruhi nilai TVB. Perubahan nilai TVB pada ikan lebih dipengaruhi oleh aktivitas proteolisis dari enzim dan mikroba yang menghasilkan basa volatil. Menurut Jayasooria et al. (2007), gelombang ultrasonik memiliki kemampuan dalam menghambat aktivitas enzim melalui proses denaturasi protein. Menurut Ercan dan Soysal (2013), gelombang ultrasonik menciptakan getaran terus menerus dan menyebabkan modifikasi struktur sekunder dan tersier protein akibat pemecahan ikatan hidrogen atau interaksi Van der Walls dalam rantai polipeptida. Perubahan ini menyebabkan banyak hilangnya aktivitas enzim.

Total Plate Count

Pengujian Total Plate Count (TPC) merupakan salah satu cara untuk mengukur tingkat kesegaran ikan dengan megamati banyaknya jumlah bakteri yang berkembang pada daging ikan. Uji TPC dilakukan dengan cara menghitung jumlah bakteri yang ditumbuhkan pada suatu media pertumbuhan, yaitu media agar dan dilakukan inkubasi selama 48 jam ± 1 jam yang mengacu pada SNI 01-2332.3-2006. Nilai TPC fillet ikan nila dapat dilihat pada Gambar 7.

Keterangan: Huruf ‘a’ dan ‘b’ adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap nilai TPC yang menunjukan beda nyata (p<0,05).

(30)

14

Berdasarkan nilai yang tersaji pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa sampel tanpa sonikasi memiliki nilai TPC sebesar 3,8x104 koloni/g, sampel yang disonikasi selama 6 menit memiliki nilai TPC sebesar 2,8x104 koloni/g,

sampel yang disonikasi selama 9 menit memiliki nilai TPC sebesar 7,7x103 koloni/g, dan sampel yang disonikasi selama 12 memiliki nilai TPC

sebesar 3,2x103 koloni/g. Berdasarkan nilai TPC yang dihasilkan, fillet ikan masih dikategorikan sebagai ikan segar dan layak konsumsi walaupun terdapat perbedaan pada setiap sampelnya, dimana nilai TPC ikan segar dan layak konsumsi memiliki batas maksimal sebesar 5x105 koloni/g (BSNc 2006). Secara statistik nilai TPC menunjukkan hasil yang berbeda

nyata (Lampiran 4a). Hasil tersebut menunjukkan bahwa durasi sonikasi memberikan pengaruh terhadap nilai TPC.

Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan nilai TPC (Lampiran 4b), dapat dilihat bahwa sampel tanpa sonikasi tidak berbeda nyata dengan sampel yang disonikasi selama 6 menit, namun kedua sampel tersebut berbeda nyata dengan sampel yang disonikasi selama 9 menit dan sampel yang disonikasi selama 12 menit. Hal ini menunjukkan bahwa durasi sonikasi pada fillet ikan mempengaruhi nilai TPC. Nilai TPC yang digunakan sebagai data yang berbeda nyata adalah sampel tanpa sonikasi dan sampel yang diberi sonikasi selama 9 menit. Nilai TPC pada sampel tanpa sonikasi lebih besar dibandingkan dengan sampel yang disonikasi selama 9 menit. Nilai tersebut menandakan adanya perbedaan jumlah mikroba pada kedua sampel.

Pembandingan jumlah koloni mikroba dengan perlakuan sonikasi dan perlakuan lainnya dalam menghambat pertumbuhan mikroba perlu dilakukan.

Sampel yang disonikasi selama 9 menit memiliki nilai TPC sebesar 7,7x103 koloni/g. Suptijah et al. (2008) melaporkan bahwa penggunaan

chitosan pada fillet ikan patin memiliki nilai TPC sebesar 1,3x104 koloni/g. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa jumlah koloni mikroba yang diberi perlakuan gelombang ultrasonik memiliki nilai TPC lebih rendah dibandingkan dengan nilai TPC fillet ikan yang diberi perlakuan chitosan. Gelombang ultrasonik cukup efektif dalam menghambat pertumbuhan mikroba. Hal ini diduga karena gelombang ultrasonik mampu menghambat aktivitas mikroba maupun membunuh mikroba.

Menurut Joyce et al. (2003), gelombang ultrasonik dapat menjaga produk pangan dari mikroba melalui perusakan membran sel akibat getaran yang ditimbulkan oleh gelombang ultrasonik. Ketika membran sel mikroba rusak, maka cairan akan keluar sehingga fisiologi dari mikroba akan terhambat dan memungkinkan mikroba mati.

Gelombang ultrasonik menghambat aktivitas mikroba dengan cara menimbulkan getaran yang dapat merusak dinding sel mikroba. Hal ini disebabkan oleh gelembung kavitasi (cairan yang ditarik terpisah keluar dan menghasilkan kekosongan ketika gelombang suara melewati cairan) yang menghasilkan energi mekanis untuk melemahkan atau mengganggu bakteri melalui sejumlah proses (Knorr et al. 2004; Stasiak et al. 2007).

(31)

15 (2003), sonikasi dapat memicu pembentukan zat radikal (H+ dan OH-) selama kavitasi sehingga zat radikal ini akan menyerang struktur kimia dari membran sel mikroba dan melemahkan membran sel hingga hancur, selain itu juga dapat membentuk hidrogen peroksida (H2O2) yang merupakan bakterisida kuat.

Nilai TPC Fillet Selama Penyimpanan

Sampel yang digunakan untuk pengujian TPC dari fillet ikan dengan tambahan penyimpanan adalah sampel tanpa sonikasi dan sampel yang disonikasi selama 9 menit. Penyimpanan dilakukan selama 96 jam dengan pengamatan setiap 48 jam pada suhu beku (freezing). Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh sonikasi terhadap laju pertumbuhan mikroba pada fillet ikan selama penyimpanan. Hasil pengujian TPC fillet ikan selama penyimpanan disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Grafik nilai TPC selama penyimpanan ( = tanpa sonikasi, = sonikasi 9 menit)

Berdasarkan hasil yang tersaji pada Gambar 8, dapat dilihat bahwa pada sampel tanpa sonikasi memiliki nilai TPC berturut-turut pada jam ke-0, jam ke-48, dan jam ke-96 adalah 3,2x104 koloni/g; 5,1x104 koloni/g; dan 9,2x104 koloni/g. Sampel yang disonikasi selama 9 menit memiliki nilai TPC

berturut-turut pada jam ke-0, jam ke-48, dan jam ke-96 adalah 1,1x104 koloni/g; 1,5x104 koloni/g; dan 5,2x104 koloni/g.

Semua sampel yang diuji TPC sebelumnya dilakukan proses thawing terlebih dahulu. Proses thawing diduga dapat mempercepat pertumbuhan mikroba yang dorman selama penyimpanan beku. Menurut Akhtar et al. (2013), cairan yang keluar selama proses thawing kaya akan protein, mineral dan vitamin berasal dari terurainya struktur daging. Cairan tersebut merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroba. Oleh karena itu aktivitas pertumbuhan mikroba dapat meningkat ketika proses thawing.

(32)

16

selama 9 menit yang memiliki nilai TPC lebih rendah dari sampel tanpa sonikasi. Sampel tanpa sonikasi memiliki nilai TPC lebih tinggi dari sampel yang disonikasi selama 9 menit, diduga karena jumlah mikroba awal yang terdapat pada sampel tanpa sonikasi lebih banyak dibandingkan dengan

sampel yang disonikasi selama 9 menit. Sampel yang disonikasi selama 9 menit memiliki nilai TPC awal lebih kecil, yang diduga karena adanya

perlakuan sonikasi yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Selama penyimpanan, nilai TPC pada masing-masing sampel lebih tinggi dibandingkan dengan nilai TPC awal. Hal ini menandakan adanya pertumbuhan mikroba pada sampel. Menurut Leksono dan Amin (2001), selama penyimpanan terjadi penguraian protein oleh enzim yang merupakan media untuk pertumbuhan mikroba, sehingga mikroba dapat tumbuh.

Berdasarkan grafik jumlah mikroba selama penyimpanan (Gambar 8), dapat dilihat bahwa jumlah mikroba setiap sampel pada jam ke-0 hingga jam ke-48 mengalami peningkatan yang lebih rendah dibandingkan jumlah mikroba pada jam ke-48 hingga jam ke-96. Hal ini diduga pada jam ke-0 hingga jam ke-48 pertumbuhan mikroba terhambat akibat adanya pengaruh gelombang ultrasonik. Pada rentang waktu tersebut, diduga tidak semua mikroba terhambat pertumbuhannya, namun sebagian mikroba tetap ada yang bertahan untuk tumbuh selama proses sonikasi. Jumlah mikroba pada jam ke-48 hingga jam ke-96 meningkat lebih tajam dibandingkan pada jam ke-0 hingga ke jam-48. Hal ini menandakan adanya pertumbuhan mikroba yang lebih cepat pada rentang waktu tersebut yang disebabkan kondisi lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan mikroba, sehingga mikroba aktif berkembang biak dengan cara membelah diri selama penyimpanan. Faktor yang berperan dalam pertumbuhan mikroba ditentukan oleh keadaan lingkungan serta temperatur yang cocok. Umumnya mikroba yang hidup pada kondisi lingkungan yang sesuai mampu membelah diri setiap 20-30 menit (Waluyo 2007).

Sampel yang disonikasi selama 9 menit memiliki nilai TPC penyimpanan yang relatif lebih rendah dibandingkan sampel tanpa sonikasi. Perbedaan nilai yang diperoleh pada tiap sampel menunjukkan bahwa mikroba awal yang hidup tetap memiliki kemampuan untuk tumbuh walaupun pertumbuhan berjalan lambat karena proses sonikasi yang dilakukan pada sampel yang disonikasi selama 9 menit, sehingga diperoleh

nilai TPC yang lebih rendah selama penyimpanan. Menurut Munandar et al. (2009), jumlah bakteri semakin meningkat seiring dengan lamanya

penyimpanan. Hal ini disebabkan oleh lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan bakteri yang menyebabkan bakteri dapat tumbuh secara maksimal.

(33)

17 Karakteristik Histologis

Analisis histologis dilakukan untuk mengetahui struktur jaringan daging secara mikroskopis. Sampel yang diamati antara lain sampel tanpa perlakuan dan sampel yang disonikasi 9 menit dimana masing-masing sampel dianalisis pada kondisi segar dan busuk (Gambar 9).

Berdasarkan hasil analisis histologi pada Gambar 9, dapat dilihat perbedaan kondisi histologi dari daging ikan nila segar yang diberikan perlakuan sonikasi dan yang tidak disonikasi. Sampel tanpa sonikasi (Gambar 9a) merupakan sampel kontrol tanpa sonikasi yang struktur dagingnya terlihat lebih kompak dan teratur. Bila dibandingkan dengan sampel yang disonikasi selama 9 menit (Gambar 9b) struktur daging terlihat tidak kompak dan daging tidak menyatu. Hal ini diduga karena daging mengalami kerusakan akibat adanya sonikasi, dengan demikian adanya sonikasi dapat mempengaruhi perubahan struktur daging yaitu daging menjadi tidak kompak dan tidak menyatu. Sonikasi dapat membuat daging ikan lebih berair akibat keluarnya sarkoplasma dari dalam miomer.

Gambar 9 Jaringan ikan nila segar (400 kali)

a) tanpa sonikasi b) dengan sonikasi Menurut Dolatowski et al. (2007), gelombang ultrasonik menyebabkan gangguan sel membran yang dapat meningkatkan keempukan daging baik secara langsung, melalui melemahnya fisik struktur otot, atau secara tidak langsung oleh aktivasi enzim proteolitik baik dengan pelepasan enzim katepsin dari lisosom dan atau dari Ca2+ ion dari intraseluler sehingga dapat mengaktifkan enzim kalpain.

Analisis histologi juga dilakukan pada sampel dalam kondisi busuk. Proses sonikasi dilakukan pada sampel dalam kondisi segar, kemudian sampel yang telah disonikasi dibiarkan hingga mencapai kondisi busuk. Hasil analisis histologi pada sampel kondisi busuk disajikan pada Gambar 10.

(34)

18

Gambar 10 Jaringan ikan nila busuk (400 kali) a) tanpa sonikasi b) dengan sonikasi

Berdasarkan hasil analisis histologi pada Gambar 10, dapat dilihat perbedaan kondisi histologi dari daging ikan nila busuk yang diberikan perlakuan sonikasi dan yang tidak disonikasi. Apabila diamati lebih teliti, tingkat kerusakan daging pada sampel yang disonikasi selama 9 menit (Gambar 10b) terlihat lebih rusak dibandingkan sampel tanpa sonikasi (Gambar 10a). Hal ini diduga karena adanya pengaruh sonikasi dan hasil degradasi daging secara enzimatis serta mikrobiologis selama proses pembusukan berlangsung. Menurut Kim et al. (2002), selama proses pembusukan enzim proteolitik berperan dalam degradasi protein. Enzim proteolitik, contohnya katepsin berada dalam organel lisosom dimana lisosom ini berada dalam serabut otot dan membrane sel (Hu dan Leung 2006). Aktifnya enzim katepsin mampu merusak serabut otot pada daging ikan sehingga secara histologi daging ikan terlihat sangat rusak dan tidak kompak. Pernyataan ini didukung oleh hasil penelitian Chereta et al. (2007) yang menyebutkan bahwa pengaruh enzim proteolitik (katepsin dan kalpain) dapat merusak miofibril daging ikan dan menyebabkan penurunan tingkat kekenyalan daging.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Sampel dengan durasi sonikasi 0 menit dan 9 menit menunjukkan perbedaan yang nyata pada nilai pH dan TPC, dengan nilai masing-masing berturut-turut 6,60 + 0,08 dan 6,74 + 0,01; serta 3,8x104 koloni/g dan 7,7x103 koloni/g. Durasi sonikasi tidak memberikan pengaruh terhadap nilai organoleptik dan TVB. Hasil pengujian seluruh parameter kesegaran menunjukkan bahwa fillet ikan nila berada dalam kondisi segar.

Selama 96 jam penyimpanan, sampel fillet ikan nila tanpa sonikasi dan

sonikasi 9 menit memiliki nilai TPC 9,2x104 koloni/g dan 5,2x104 koloni/g. Perlakuan sonikasi pada fillet mengakibatkan pecahnya

miomer.

(35)

19 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh sonikasi terhadap kualitas daging (pengukuran keempukan daging, analisis nilai gizi, dan daya cerna protein). Perlu divariasikan frekuensi sonikasi yang lebih tinggi dan perlu diteliti pengaruh sonikasi terhadap perbedaan umur ikan yang berbeda. Kajian mengenai aplikasi sonikasi pada jenis ikan laut juga perlu untuk dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Akhtar S, Khan MI, Faiz F. 2013. Effect of thawing on frozen meat quality: a comprehensive review. Pakistan Journal Food Science 23(4): 198-211. Angka SL, Mokoginta I, Hamid H. 1990. Anatomi dan Histologi Banding

Beberapa Ikan Air Tawar yang Dibudidayakan di Indonesia. Bogor (ID): Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Institut Pertanian Bogor.

Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati Y, Budijanto S.

1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.

[BSNa] Badan Standardisasi Nasional. Standar Nasional Indonesia 01-2345-2006. Uji Organoleptik Ikan Segar. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Indonesia.

[BSNᵇ] Badan Standardisasi Nasional. Standar Nasional Indonesia 01-2332.3-2006. Cara uji mikrobiologi-Bagian 3: Penentuan angka lempeng total (ALT) pada produk perikanan. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Indonesia

[BSNc] Badan Standardisasi Nasional. Standar Nasional Indonesia 01-2729.1-2006. Ikan Segar – Bagian 1: Spesifikasi. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Indonesia.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. Standar Nasional Indonesia 7338-2009. Batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Indonesia.

Broekman S, Pohlmann O, Beradwood ES.2010. Ultrasonic treatment for microbiological control of water systems. Ultrasonic Sonochemistry: 1-11.

Chang HJ, Xu XL, Zhou GH. 2012. Effects of characteristics changes of collagen on meat physicochemical properties of beef semitendinosus muscle during ultrasonic processing. Food Bioprocess Technology 5: 285-297.

(36)

20

Cui L, Pan Z, Yue T, Atungulu GG, Berrios J. 2010. Effet of ultrasonic treatment of brown rice at different temperatures on cooking properties and quality. Journal of Cereal Chemicals 87(5): 403-408.

Dolatowski ZJ, Stadnik J, Stasiak D. 2007. Applications of ultrasound in food technology. Acta Sci. Pol., Technol. Aliment. 6(3): 89-99.

Eddi M. 2008. Studi ultrasonik pada bahan superkonduktor suhu tinggi [pidato pengukuhan]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.

Ercan SS, Soysal C. 2013. Use of ultrasound in food preservation. Natural Science 5(8A2): 5-13.

Eskin NAM. 1990. Biochemistry of Foods. Second edition. San Diego (US): Academic Press. Inc.

Gambuteanu C, Alexe P. 2013. Effects of ultrasound assisted thawing on microbiological, chemical and technological properties of unpackaged pork Longissimus dorsi. Food Technology 37(1): 98-107.

Gambuteanu C, Filimon V, Alexe P. 2013. Effects of ultrasound on intensity ultrasound treatment on the amount of Staphylococcus aureus and Escherichia coli in milk. Journal of Food Technology Biotechnology 50(1): 46-52.

Hoover DG. 2001. Supplement kinetics of microbial inactivation for alternative food processing technologies. Ultrasound Journal of Food Science: 93-95.

Hu KJ, Leung PC. 2006. Food digestion by cathepsin L and digestion-related rapid cell differentiation in shirmp hepatopankreas. Comparative Biochemistry and Physiology 146:69-80.

Jayasooriya SD, Torley PJ, D'Arcy BR, Bhandari BR. 2007. Effect of high power ultrasound and ageing on the physical properties of bovine Semitendinosus and Longissimus muscles. Meat Sci. 75: 628-639. Joyce E, Phull SS, Lorimer JP, Mason TJ. 2003. The development and

evaluation of ultrasound for the treatment of bacterial suspensions : a study of frequency, power and sonication time on cultured Bacillus species. Ultrasonic Sonochem 10: 315-318.

Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Karungi C, Byaruhanga YB, Muyonga JH. 2003. Effect of pre-icing duration

(37)

21 Kim SK, Park PJ, Kim JB, Shahidi F. 2002. Purification and Characterization of the collagenase from the tissue of filefish Novoden modestrus. Journal of Biochemistry and Molecular Biology 35(2) : 165-171.

Knorr D, Zenker M, Heinz V, Lee DU. 2004. Application and potential of

ultrasonics in food processing. Trends Food Sci. Technol. 15 : 261-266.

Kordowska-Wiater M, Stasiak DM. 2011. Effect of ultrasound on survival of gram-negative bacteria on chicken skin surface. Bull Vet Inst Pulawy 55: 207-210.

Leksono T, Amin W. 2001. Analisis pertumbuhan mikroba ikan jambal siam (Pangasius sutchi) asap yang telah diawetkan secara ensiling. Jurnal Natur Indonesia 14(1): 1-9.

Malo-Lopez A, Palou E, Fernandez-Jimenez M, Alzamora SM, Guerrero S. 2005. Multifactorial fungal inactivation combining thermosonication and antimicrobials. Journal of Food Engineering 67: 87-93.

Munandar A, Nurjanah, Nurimala M. 2009. Kemunduran mutu ikan nila (Oreochromis niloticus) penyimpanan suhu rendah dengan perlakuan cara kematian dan penyiangan. Jurnal Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 12(2): 88-101.

Sen DP. 2005. Advances in Fish Processing Technology. New Delhi (IND): Allied Publishers PVT, Ltd.

Stasiak DM, Dolatowski ZJ, Kordowska-Wiater M. 2007. Total number of

bacteria and Salmonella on the skin of broiler chicken carcasses after

sonication. Medycyna Wet 63: 1230-1233.

Steel RGD, Torrie JH. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistik: Suatu Pendekatan Biometrik. Sumantri B, penerjemah. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari : Principles and Procedures of Statistics.

Suptijah P, Gushagia Y, Sukarsa DR. 2008. Kajian efek daya hambat terhadap kemunduran mutu fillet ikan patin (Pangasius hypopthalmus) pada penyimpanan suhu ruang. Buletin Teknologi Hasil Perairan 11(2): 89-101.

Waluyo L. 2007. Mikrobiologi Umum. Malang (ID): UMM Press.

Weeber J, Bochi VC, Ribeiro CP, Victo AM, Emanuelli T. 2008. Effect of different cooking methods on the oxidation, proximate and fatty acid composition of silver catfish (Rhamdia quelen) fillets. Food Chemistry 106(2008):140–146.

Yunizal, Wibowo S. 1998. Penanganan Ikan Segar. Jakarta (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan.

(38)

22

(39)

23 Lampiran 1 Diagram alir pembuatan preparat uji histologi

(40)

24

Lampiran 2a Tabel hasil uji Kruskal Wallis nilai pH

Ranks

Lampiran 2b Tabel ANOVA dan hasil uji Duncan nilai pH

ANOVA

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

(41)

25 Lampiran 3 Tabel hasil uji Kruskal Wallis nilai TVB

Ranks

kode N Mean Rank

nilai_TVB Tanpa sonikasi 3 10.33

Sonikasi 6 menit 3 6.33

Sonikasi 9 menit 3 4.67

Sonikasi 12 menit 3 4.67

Total 12

Test Statisticsa,b

nilai_TVB

Chi-square 4.949

Df 3

Asymp. Sig. .176

(42)

26

Lampiran 4a Tabel hasil uji Kruskal Wallis nilai TPC

Ranks

Lampiran 4b Tabel ANOVA dan hasil uji Duncan TPC

ANOVA

Sonikasi 12 menit 3 3183.3333

Sonikasi 9 menit 3 7746.6667

Sonikasi 6 menit 3 28500.0000

Tanpa sonikasi 3 37766.6667

Sig. .413 .118

(43)

27 Lampiran 5 Lembar penilaian sensori fillet ikan

Nama Panelis : ……….. Tanggal : ……….

 Berilah tanda √ pada nilai yang dipilih sesuai kode contoh yang diuji

Spesifikasi Nilai KODE CONTOH

H091 U682 L973 K126 1. Kenampakan

 Daging berwarna putih, cemerlang, bersih, rapi, menarik dan garis yang terbentuk dari tulang belakang maupun linea lateralis berwarna merah cerah, dan tidak terbelah

9

 Daging berwarna putih, kurang cemerlang, bersih, rapi, menarik, dan garis yang terbentuk dari tulang belakang maupun linea lateralis berwarna merah, redup dan tidak terbelah

7

 Daging putih agak kehijauan, kurang cemerlang, kurang menarik, dan garis yang terbentuk dari tulang belakang maupun linea lateralis merah kecoklatan dan sedikit terbelah

5

 Daging putih kehijauan, tidak menarik, garis tulang belakang maupun linea lateralis merah coklat dan terbelah

3

 Daging kehijauan menyeluruh, sangat suram, sangat tidak menarik, garis tulang belakang maupun linea lateralis coklat dan terbelah

1

2. Bau

 Bau sangat segar, spesifik jenis 9

 Bau segar, spesifik jenis 7

 Bau kurang segar, sedikit bau amoniak dan

ada bau tambahan 5

 Bau amoniak mulai jelas, agak busuk 3

 Bau amoniak keras dan bau busuk 1 3. Tekstur

 Elastis, padat dan kompak 9

 Cukup elastis, agak lunak dan kompak 7

 Kurang elastis, lunak dan kompak 5

 Tidak elastis, sangat lunak dan tidak

kompak 3

(44)

28

Lampiran 6 Dokumentasi penelitian

Preparasi sampel fillet ikan nila

Peletakan fillet ikan pada wadah Proses sonikasi pada sampel

Analisis pH Analisis TVB

Analisis TPC Analisis Histologi

(45)

29

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 23 Mei 1992. Penulis adalah anak ketiga dari lima bersaudara dari Bapak Supriadi dan Ibu Sri Suyati. Penulis memulai jenjang pendidikan formal di TK Arussyidah Bandar Lampung pada tahun 1998. Penulis kemudian melanjutkan Sekolah Dasar Negeri 1 Tanjung Agung Bandar Lampung, kemudian pindah ke Sekolah Dasar Negeri 1 Sawah Brebes Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2004. Penulis melanjutkan Sekolah Menegah Pertama di SMP Negeri 24 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2007, Penulis kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Atas di SMA Yayasan Pembina Universitas Lampung dan lulus pada tahun 2010.

Pada tahun 2010 penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Penulis diterima di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama menjalani pendidikan akademik di IPB, penulis aktif sebagai Anggota Organisasi Mahasiswa Daerah Lampung (KEMALA), Anggota Himpunan Profesi Teknologi Hasil Perikanan (HIMASILKAN) divisi Soskesmas Peduli Pangan tahun 2012 dan Anggota Fisheries Processing Club (FPC) tahun 2013.

Gambar

Gambar 1  Diagram alir prosedur penelitian
Gambar 2 Histogram nilai organoleptik kenampakan  fillet ikan nila ( = tanpa sonikasi,  = sonikasi 6 menit,  = sonikasi 9 menit,  = sonikasi 12 menit)
Gambar 3 Histogram nilai organoleptik bau  fillet ikan nila ( = tanpa sonikasi,  = sonikasi 6 menit,  = sonikasi 9 menit,  = sonikasi 12 menit)
Gambar 4 Histogram nilai organoleptik tekstur  fillet ikan nila ( = tanpa sonikasi,  = sonikasi 6 menit,  = sonikasi 9 menit,  = sonikasi 12 menit)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini disebabkan karena sifat kimia senyawa hidrokarbon cair dari hasil pemanasan limbah plastik mirip dengan senyawa hidrokarbon yang terkandung dalam minyak mentah

      PERUSTIEDOT PERUSTIEDOT PERUSTIEDOT PERUSTIEDOT PERUSTIEDOT PERUSTIEDOT Oppilaan nimi       Oppilaan nimi       Oppilaan nimi       Oppilaan

Kumpulan makalah kongres nasional II badan koordinasi gastroenterology anak Indonesia (BKGAI) di Bandung, 2003 July 3-5.. Upaya pencegahan diare ditinjau dari aspek

Iklan Baris Iklan Baris JAKARTA UTARA Serba Serbi JAKARTA BARAT SILAT RUPA-RUPA SEKOLAH Rumah Dikontrakan Rumah Dijual JAKARTA PUSAT JAKARTA TIMUR BODETABEK TANAH DIJUAL.. ADA

1) Melakukan pengawasan umum terhadap pelaksanaan tugas Kepala SKPD, terutama pelaksanaan rencana kerja yang telah ditetapkan dan dituangkan dalam Daftar Isian

Dengan kata lain, walaupun persyaratan caleg dan mekanisme verifikasi bacaleg dalam Pemilu Legislatif Tahun 2014 telah diatur dalam peraturan perundang-undangan maupun

Faktor yang mempengaruhi feeding regime antara lain strategi pemberian pakan terhadap larva udang windu, dimana dilihat dari syarat pakan sebagai makanan dan

tsaqifa dengan metode kooperatif dalam pengajaran baca Al-Quran kelompok pengajian muslimah dusun Pokoh desa Wonoboyo kecamatan Wonogiri. Dalam hal ini penulis ingin