• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai Kalor Kayu yang Memiliki Kerapatan dan Kadar Lignin Berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Nilai Kalor Kayu yang Memiliki Kerapatan dan Kadar Lignin Berbeda"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI KALOR KAYU YANG MEMILIKI KERAPATAN DAN

KADAR LIGNIN BERBEDA

FAITHA HANUN

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Nilai Kalor Kayu yang Memiliki Kerapatan dan Kadar Lignin Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

Faitha Hanun

(4)

ABSTRAK

FAITHA HANUN. Nilai Kalor Kayu yang Memiliki Kerapatan dan Kadar Lignin Berbeda. Dibimbing oleh DEDED SARIP NAWAWI dan ANNE CAROLINA.

Kayu merupakan salah satu jenis biomassa yang berpotensi sebagai sumber energi alternatif. Salah satu sifat kayu sebagai sumber energi biomassa adalah keragaman nilai kalornya yang tinggi sebagai akibat beragamnya sifat fisis dan kimianya. Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh kerapatan dan kadar lignin terhadap nilai kalor kayu. Karakterisasi bahan energi dilakukan dengan analisis proksimat dan kadar lignin total diuji melalui pengukuran kadar lignin Klason dan lignin terlarut asam. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi tinggi antara nilai kalor dengan kerapatan, kadar lignin total, dan lignin Klason kayu dengan koefisien korelasi masing-masing r=0.96, r=0.71, dan r=0.83. Berdasarkan hasil analisis proksimat enam jenis kayu yang diuji memiliki kadar air 6.64-11.09%, kadar zat terbang 79.32-84.08%, kadar abu 0.31-1.18%, karbon terikat 15.27-20.37%, dan nilai kalor 4243-4576 kkal/kg. Kayu jati, ulin, merbau, dan mahoni dengan kerapatan dan kadar lignin tinggi termasuk bahan energi biomassa bermutu baik, sedangkan kayu jabon dan balsa walaupun masih memiliki nilai kalor cukup tinggi tetapi bersifat bulky karena berkerapatan sangat rendah.

Kata kunci: analisis proksimat, kadar lignin, kerapatan, nilai kalor

ABSTRACT

FAITHA HANUN. Calorific Value of Wood with Different Density and Lignin Content. Advised by DEDED SARIP NAWAWI and ANNE CAROLINA.

Wood is one of the biomass that can be used for alternative energy resources. However, calorific value of wood varies depending on its physical and chemicals properties. This research aims to analyze the effect of density and lignin content on calorific value of wood. Characterization of wood as an energy resource was examined by proximate analysis. Total lignin content of wood was measured by Klason lignin and acid soluble lignin content. The results showed that there was a high correlation between calorific value with wood density, total lignin content, and Klason lignin (r=0.96, r=0.71, and r=0.83, respectively). Based on the proximate analysis, the examined wood species have moisture content in range of 6.64 – 11.09%, volatile matter content 79.32 – 84.08%, ash content 0.31 – 1.18%, fixed carbon 15.27 – 20.37%, and calorific value of 4243– 4576 kcal/kg. Jati, ulin, merbau, and mahoni woods which have high density and lignin content were very good materials for biomass energy. However, jabon and balsa seemed that have very low density causing it has bulky characteristics. Keywords: calorific value, density, lignin content, proximate analysis, wood

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Hasil Hutan

NILAI KALOR KAYU YANG MEMILIKI KERAPATAN DAN

KADAR LIGNIN BERBEDA

FAITHA HANUN

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Nilai Kalor Kayu yang Memiliki Kerapatan dan Kadar Lignin Berbeda

Nama : Faitha Hanun NIM : E24100073

Disetujui oleh

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS. Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Ir Deded Sarip Nawawi, MSc. Pembimbing I

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini mengkaji karakteristik kayu sebagai bahan baku energi biomasa. Hasil penelitian ini dapat menambah informasi tentang karakter kayu sebagai bahan energi dan kaitannya dengan sifat fisis dan kimianya.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir Deded Sarip Nawawi, MSc dan Ibu Anne Carolina SSi, MSi selaku pembimbing, beserta staf Laboratorium Kimia Hasil Hutan (KHH) khususnya Pak Supriatin dan Mas Gunawan atas bantuannya selama penelitian, kepada teman dan sahabat Departemen Hasil Hutan 47 yang telah menemani selama tiga tahun belakangan ini dan khususnnya teman-teman divisi KHH yang telah membantu dan selalu memberikan semangat selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu dan seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 1

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan 2

Alat 2

Prosedur Penelitian 2

Penyiapan Bahan Baku 2

Pengukuran Kerapatan Kayu 2

Penyiapan Kayu Bebas Zat Ekstraktif 3

Penentuan Kadar Lignin Klason 3

Penentuan Kadar Lignin Terlarut Asam 3

Analisis Proksimat 4

Pengukuran Nilai Kalor 4

Pengukuran Kadar Air 4

Pengukuran Kadar Zat Terbang 4

Pengukuran Kadar Abu 4

Penentuan Kadar Karbon Terikat 4

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Kerapatan Kayu 5

Kadar Lignin 6

Karakteristik Kayu sebagai Bahan Energi 7

Kadar Air 7

Kadar Zat Terbang 8

(10)

Kadar Karbon Terikat 10

Nilai Kalor 10

Pengaruh Kerapatan dan Kadar Lignin terhadap Nilai Kalor 11

SIMPULAN DAN SARAN 13

Simpulan 13

Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 14

RIWAYAT HIDUP 17

DAFTAR TABEL

1 Kadar lignin Klason, lignin terlarut asam, dan lignin total pada enam

jenis kayu bahan baku energi 6

DAFTAR GAMBAR

1 Kerapatan beberapa jenis kayu bahan baku energi 5 2 Kadar air pada beberapa jenis kayu bahan baku energi 8 3 Kadar zat terbang pada beberapa jenis kayu bahan baku energi 8 4 Kadar abu pada beberapa jenis kayu bahan baku energi 9 5 Kadar karbon terikat pada beberapa jenis kayu bahan baku energi 10 6 Nilai kalor pada beberapa jenis kayu bahan baku energi 11

7 Korelasi antara kerapatan dengan nilai kalor 12

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Saat ini energi yang digunakan masyarakat dan industri di Indonesia sebagian besar berbahan dasar fosil, di antaranya minyak bumi dan batubara. Meningkatnya konsumsi energi menyebabkan ketersediaan bahan bakar fosil semakin terbatas karena sifatnya yang tidak dapat diperbaharui. Menurut Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (2011) cadangan minyak mentah Indonesia turun sekitar 19% dari 9.6 miliar barel pada tahun 2000 menjadi 7.8 miliar barel pada tahun 2010. Sementara itu, cadangan batubara Indonesia diperkirakan sebesar 126.3 miliar ton. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumberdaya mineral (2009), Elinur et al. (2010) mengestimasi cadangan energi minyak mentah Indonesia akan habis dalam kurun waktu 22.99 tahun, gas selama 58.95 tahun, dan batubara selama 82.01 tahun, dengan asumsi tidak ditemukan lagi ladang-ladang baru sebagai sumber energi fosil. Oleh sebab itu, pencarian dan pengembangan energi alternatif menjadi salah satu solusi pemenuhan energi ke depan.

Biomassa merupakan salah satu sumber energi alternatif yang sangat potensial dan salah satunya adalah kayu. Akan tetapi, kayu memiliki karakteristik yang beragam, misalnya kerapatan dan kadar komponen kimia yang berbeda antar jenis dan berpengaruh terhadap nilai kalor yang dihasilkan. Hal ini akan berpengaruh pada nilai kalor yang terkandung dalam bahan kayu tersebut.

Nilai kalor kayu dipengaruhi oleh berat jenis kayu, kadar air, dan komposisi kimia kayu, dan khususnya kadar lignin dan zat ekstraktif berpengaruh terhadap keragaman nilai kalor kayu. Berdasarkan Kaltschmitt (2009) dalam Gunther et al. (2012) lignin memiliki nilai kalor sekitar 6448 kkal/kg lebih tinggi dibandingkan dengan nilai kalor selulosa dan hemiselulosa yang berkisar 3869– 4131 kkal/kg. Oleh sebab itu, perbedaan kadar lignin akan menentukan besarnya nilai kalor yang terkandung dalam kayu. Penelitian ini dilakukan untuk menguji nilai kalor pada beberapa jenis kayu yang dikaitkan dengan kerapatan dan kadar ligninnya.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kerapatan dan kadar lignin terhadap nilai kalor kayu. Penelitian ini dilakukan terhadap 6 jenis kayu tropis yang berbeda kerapatan dan kadar ligninnya. Karakteristik bahan energi diukur dengan analisis proksimat yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, karbon terikat, dan nilai kalor.

Manfaat Penelitian

(12)

2

informasi ini dapat menambah khasanah dalam bidang ilmu dasar karakteristik kayu sebagai bahan baku.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari – Maret 2014. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Kayu, Divisi Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, dan Pustekolah Kementerian Kehutanan di Bogor.

Bahan

Jenis kayu yang diteliti yaitu kayu jati (Tectona grandis), ulin (Eusideroxylon zwageri), jabon (Anthocephalus cadamba), mahoni (Swietenia sp.), merbau (Intsia bijuga), dan balsa (Ochroma sp.). Pemilihan jenis kayu tersebut didasarkan pada perbedaan kerapatannya hasil pengujian pendahuluan. Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini antara lain etanol-benzena, asam sulfat, air destilata, dan parafin.

Alat

Alat bantu penelitian yang digunakan antara lain willey mill, oven, soxhlet, timbangan elektrik, penangas air, timbel ekstraksi, vakum, desikator, aluminium foil, kertas saring, saringan bertingkat, gelas ukur, labu erlenmayer, pipet, cawan porselen, tanur listrik dan kalorimeter bom. Selain itu, pengukuran kadar lignin terlarut asam menggunakan alat spektrofotometer.

Prosedur Penelitian

Penyiapan Bahan Baku

Penyiapan sampel uji mengacu pada TAPPI T 264 om-88 tentang penyiapan kayu untuk analisis kimia. Potongan kayu berukuran kecil dalam kondisi kering udara digiling menggunakan alat willey mill dan partikel yang dihasilkan kemudian disaring dengan alat saringan bertingkat hingga diperoleh partikel lolos saringan 40 mesh dan tertampung pada saringan 60 mesh. Serbuk kayu kemudian disimpan pada wadah tertutup untuk menghindari perubahan kadar air.

Pengukuran Kerapatan Kayu

(13)

3 bawah permukaan air. Volume contoh uji dibaca sebagai perubahan volume air yang terbaca pada gelas ukur. Kerapatan kayu dihitung sebagai berikut :

Penyiapan Kayu Bebas Zat Ekstraktif

Penyiapan kayu bebas zat ekstraktif dilakukan berdasarkan TAPPI T 204 om-88. Serbuk kayu sebanyak 10 g diekstraksi dengan campuran pelarut etanol-benzena (1:2 v/v) selama 6-8 jam. Sampel direndam dalam etanol selama 24 jam dan dikeringkan dalam oven pada suhu 103±2 oC. Setelah itu, sampel diekstraksi dengan air panas selama 3 jam, dikeringkan, dan disimpan dalam wadah tertutup rapat.

Penentuan Kadar Lignin Klason

Pengujian kadar lignin dilakukan dengan metode Klason berdasarkan TAPPI T 222 om 88. Serbuk kayu bebas zat ekstraktif (0.5 g) dihidrolisis dengan 5 ml asam sulfat 72% selama 3 jam pada suhu kamar. Hidrolisis dilanjutkan dengan larutan asam sulfat 3% pada suhu 121oC selama 30 menit dengan alat

autoclave. Lignin diendapkan, disaring, dan dicuci dengan air destilata panas hingga bebas asam. Lignin dioven pada suhu 103±2 oC selama 24 jam, didinginkan dan ditimbang. Kadar lignin dihitung dengan rumus :

dengan: A = berat kering lignin (g) dan B = berat kering serbuk (g) Penentuan Kadar Lignin Terlarut Asam

Kadar lignin terlarut asam diukur bersamaan dengan penentuan lignin Klason. Filtrat pengujian lignin Klason diencerkan menjadi 500 ml. Lignin terlarut asam diuji menggunakan alat spektrofotometer UV pada panjang gelombang 205 nm dan koefisien absorbansi sebesar 110 l/g.cm. Pengukuran blanko menggunakan larutan asam sulfat hasil pengenceran dari 5 ml asam sulfat 72% menjadi 500 ml. Konsentrasi lignin terlarut asam dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

dengan :

A = nilai absorbsi pada alat spektrofotometri

= faktor pengenceran larutan

(14)

4

Analisis Proksimat

Pengukuran Nilai Kalor

Nilai kalor kayu diukur dengan alat bomb kalorimeter. Serbuk kayu kering oven (1 g), diuji nilai kalornya berdasarkan besarnya panas pembakaran yang dihasilkan. Nilai kalor dihitung berdasarkan perubahan suhu air akibat kalor yang diserap dari hasil pembakaran sampel. Nilai kalor dinyatakan dalam kilokalori per kilogram kayu.

Pengukuran Kadar Air

Pengukuran kadar air serbuk diuji berdasarkan pada ASTM E-871. Sampel serbuk sebanyak 1 g dikeringkan dalam oven pada suhu 105±3 oC selama 24 jam atau hingga berat keringnya konstan. Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus :

dengan: BB = berat awal serbuk (g) dan BKT = berat kering serbuk (g) Pengukuran Kadar Zat Terbang

Kadar zat terbang diuji berdasarkan standar ASTM E-872. Sebanyak 2 g serbuk kayu dimasukkan ke dalam tanur listrik dan dipirolisis pada suhu 950 oC selama 7 menit. Sampel didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar zat terbang dapat dihitung menggunakan rumus :

Pengukuran Kadar Abu

Kadar abu diuji berdasarkan standar ASTM D-1102. Serbuk kayu sebanyak 2 g ditempatkan pada cawan porselen dan dimasukkan ke dalam tanur dengan suhu 600 oC selama 6 jam. Sampel abu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu dapat dihitung menggunakan rumus :

Penentuan Kadar Karbon Terikat

Kadar karbon terikat merupakan kandungan karbon dalam sampel selain fraksi zat terbang dan abu. Kadar karbon terikat dihitung menggunakan rumus :

(15)

5 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan program Microsoft Excel 2007 untuk melihat korelasi antar variabel. Data penelitian ditampilkan dalam bentuk tabel, grafik, dan korelasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kerapatan Kayu

Kerapatan menunjukkan perbandingan antara bobot suatu bahan terhadap volumenya. Kerapatan kayu berhubungan langsung dengan porositasnya, yaitu proporsi volume rongga kosong. Kerapatan merupakan salah satu indikator yang penting sebagai penduga karakteristik kayu untuk energi biomassa. Haygreen dan Bowyer (1986) dan Silva et al. (2011) menyatakan bahwa kerapatan berkorelasi dengan nilai kalor yang dihasikan. Semakin tinggi kerapatan semakin tinggi nilai kalor yang terkandung di dalam kayu.

Jenis kayu yang diuji memiliki kerapatan berkisar 0.29-0.81 g/cm3, dengan kerapatan tertinggi dimiliki oleh kayu ulin, sedangkan terendah dimiliki oleh kayu balsa (Gambar 1). Perbedaan kerapatan kayu dapat disebabkan oleh perbedaan sifat kimia dan struktur anatomi kayu. Karakteristik tersebut dapat berbeda untuk setiap jenis kayu dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan tempat tumbuh. Haygreen dan Bowyer (1986) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kerapatan di antaranya perbedaan kayu awal dan kayu akhir, dimensi serat, kandungan selulosa, lignin, dan zat ekstraktif yang ada dalam kayu. Kayu akhir memiliki kerapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kayu awal karena kayu akhir tersusun antar sel yang memiliki diameter lebih kecil, dinding yang lebih tebal, dan rongga sel yang kecil.

Kerapatan kayu menjadi salah satu parameter penting untuk dasar penilaian bahan energi biomassa. Kerapatan kayu berkaitan dengan bobot kayu per satuan volume sehingga berkorelasi dengan potensi nilai kalor per satuan

Gambar 1 Kerapatan beberapa jenis kayu bahan baku energi

(16)

6

volume kayu. Kerapatan kayu yang terlalu rendah akan bersifat bulky sehingga efisiensi tungku pembakaran rendah. Secara umum kerapatan bahan energi biomassa yang baik minimal 0.4 g/cm3 (Haygreen & Bowyer 1986). Kerapatan biomassa yang lebih rendah dapat ditingkatkan dengan perlakuan densifikasi (briket atau pellet kayu), sehingga dalam penggunaan lebih mudah dan efisien.

Kadar Lignin

Lignin merupakan salah satu komponen kimia penyusun dinding sel tumbuhan berkayu terbanyak kedua setelah selulosa. Proporsi dan komposisi kimia lignin berbeda antara kayu daun jarum dan kayu daun lebar. Jenis kayu daun jarum umumnya memiliki kadar lignin lebih banyak dibandingkan dengan jenis kayu daun lebar. Lignin berkontribusi pada peningkatan kekuatan mekanik kayu. Kadar lignin bervariasi baik antar jenis maupun dalam jenis yang sama yaitu berkisar 20-40% (Fengel & Wegener 1984). Tabel 1 menunjukkan rata-rata kadar lignin pada keenam jenis kayu yang diuji.

Lignin Klason merupakan residu reaksi hidrolisis yang menghilangkan polisakarida kayu dengan menggunakan asam sulfat 72% dan 3% (Yasuda et al.

2001; Sjostrom 1991). Kadar lignin Klason kayu yang diteliti berkisar 23.31-31.40%. Penentuan kadar lignin dengan metode Klason ini umumnya tidak mewakili kandungan lignin total yang ada pada kayu, khususnya untuk jenis kayu daun lebar. Hal ini karena adanya fraksi lignin terlarut asam selama prosedur Klason, sehingga kadar lignin Klason lebih rendah dibandingkan dengan kadar lignin sebenarnya. Sementara itu, kehadiran senyawa-senyawa tertentu dalam zat ekstraktif dan hasil reaksi yang tetap tertinggal pada lignin sisa dan tidak terhidrolisis dapat menyebabkan kadar lignin tinggi.

Perbedaan kadar dan komposisi lignin disebabkan oleh jenis yang berbeda dan perbedaan posisi sampel pada pohon (Nasser & Aref 2014; Akiyama et al. 2005). Perbedaan kadar dan karakteristik kimia lignin terjadi pula antara kayu normal dan kayu reaksi (Akiyama et al. 2005), serta antara kayu remaja dengan kayu dewasa (Nawawi & Sari 2011). Keragaman kadar lignin kayu ini akan menyebabkan perbedaan nilai kalor kayu karena lignin walaupun kadarnya lebih kecil dibandingkan dengan selulosa, tetapi lignin memiliki nilai kalor tinggi (White 1987).

Tabel 1 Kadar lignin Klason, lignin terlarut asam, dan lignin total pada enam jenis kayu bahan baku energi

Jenis kayu Lignin Klason (%) Lignin terlarut

(17)

7 Lignin terlarut asam merupakan fraksi lignin yang terlarut dalam larutan asam pada penentuan lignin Klason. Kadar terlarut asam merupakan parameter penting untuk menentukan kandungan lignin total. Pada jenis kayu yang diuji, kadar lignin terlarut asam berkisar 1.36-3.62%. Kadar lignin terlarut asam jenis kayu daun lebar yang diteliti sesuai dengan kadar lignin terlarut asam jenis kayu daun lebar umumnya yang dapat mencapai 4% (Fengel & Wegener 1984).

Lignin kayu daun lebar disusun oleh guaiasil dan siringil, sedangkan kayu daun jarum terutama disusun oleh unit guaiasil (Sjostrom 1991). Keberadaan unit siringil berkaitan dengan pembentukan lignin terlarut asam pada penentuan lignin Klason, sehingga pada kayu daun lebar terdapat korelasi positif antara kelimpahan unit siringil dengan pembentukan lignin terlarut asam (Nawawi & Sari 2011). Penelitian Matsushita et al. (2004) dan Yasuda et al. (2001) menemukan bahwa lignin terlarut asam merupakan fraksi lignin siringil yang berikatan dengan xilan dan bersifat terlarut dalam larutan asam.

Karakteristik Kayu sebagai Bahan Energi

Kadar Air

Salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan ketika menggunakan biomassa sebagai energi adalah kadar air. Saputro et al. (2012) menyatakan bahwa kadar air berhubungan langsung dengan nilai kalor yang dihasilkan. Kadar air yang tinggi akan mengakibatkan penurunan nilai kalor dan semakin tinggi kadar air suatu bahan maka nilai kalor yang dihasilkan akan semakin rendah (Haygreen & Bowyer 1986). Hal ini disebabkan panas yang dihasilkan terlebih dahulu digunakan untuk menguapkan air dalam bahan bakar sebelum menghasilkan panas yang dapat digunakan sebagai panas pembakaran, sehingga energi yang dihasilkan oleh bahan bakar menjadi lebih kecil.

Kadar air kayu dapat beragam antar jenis kayu dalam satu jenis dan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (Tsoumis 1991). Kadar air kayu basah dipengaruhi oleh kerapatan kayu, sedangkan kadar air kering udara dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, khususnya kelembaban udara. Kadar air kondisi kering udara dari kayu yang diuji berkisar 6.64-11.09% (Gambar 2). Kayu mahoni memiliki kadar air tertinggi (11.09%) dan kayu jati memiliki kadar air terendah (6.64%).

(18)

8

Kadar Zat Terbang

Kadar zat terbang menunjukkan kandungan zat-zat yang mudah menguap pada pemanasan 950 oC. Kandungan zat terbang di antaranya CO, CO2, CH4, dan H2 (Satmoko et al. 2013). Kandungan zat terbang ini dapat berkurang melalui proses pemanasan karena zat terbang akan menguap. Semakin tinggi panas yang diberikan, maka kandungan zat terbang akan semakin rendah.

Kadar zat terbang pada enam jenis kayu yang diuji berkisar 79.32-84.08% (Gambar 3). Kayu jati memiliki kadar zat terbang terendah (79.32%) dan kadar zat terbang tertinggi dihasilkan kayu jabon sebesar 84.08%. Kadar zat terbang biomassa kayu berkisar 75-85% (Fuwape & Akindele 1997; Ragland & Aerts 1991; Kendry 2002). Dibandingkan dengan arang, kayu memiliki zat terbang lebih tinggi karena terdapat komponen kimia mudah menguap pada saat pembakaran suhu tinggi seperti zat ekstraktif, hemiselulosa, dan air. Kadar zat terbang yang tinggi dapat menyebabkan emisi dan polusi udara pada saat pembakaran (Fuwape & Akindele 1997). Yuniarti et al. (2011) menyebutkan bahwa kadar zat terbang yang tinggi akan mengurangi nilai karbon terikat sehingga menurunkan nilai kalor yang dihasilkan. Jenis kayu yang diuji memiliki

Gambar 2 Kadar air pada beberapa jenis kayu bahan baku energi 0

(19)

9 sifat yang baik sebagai sumber energi biomassa karena memiliki kadar zat terbang lebih kecil dari 85%.

Kadar Abu

Informasi mengenai kadar abu biomassa untuk bahan energi diperlukan sebagai penduga kualitas dari bahan bakar. Jamilatun (2011) menyatakan bahwa abu yang terkandung dalam bahan bakar padat adalah mineral yang tidak dapat terbakar dan tertinggal setelah proses pembakaran. Satmoko et al. (2013) menyatakan bahwa abu yang tersisa pada proses pembakaran sudah tidak memiliki unsur karbon lagi. Kadar abu jenis kayu yang diteliti tergolong cukup rendah berkisar 0.31-1.18% (Gambar 4). Tsoumis (1991) menyatakan bahwa kadar abu untuk kayu daun lebar berkisar 0.1-5.4%.

Faktor jenis kayu sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kadar abu yang dihasilkan. Kadar abu tertinggi terdapat pada kayu ulin yaitu sebesar 1.18% dan terendah pada kayu jati sebesar 0.31%. Hal ini dapat disebabkan jenis kayu yang diuji memiliki komposisi kimia dan jumlah mineral yang berbeda-beda sehingga mengakibatkan kadar abu yang dihasilkan berbeda pula (Hendra & Winarni 2003). Komponen utama abu pada kayu tropis diantaranya kalium, kalsium, magnesium, dan silika (Haygreen & Bowyer 1986).

Fang et al. (2013) menyatakan bahwa untuk bahan bakar biomassa berkadar abu tinggi sangat tidak diharapkan karena berpengaruh terhadap nilai kalor yang dihasilkan. Selain itu, kadar abu tinggi juga beresiko terbentuknya endapan atau kerak mineral pada saat pembakaran, sehingga dapat meninggalkan kotoran pada permukaan tungku, korosi, dan menurunkan konduktivitas termal yang dapat menurunkan kualitas pembakaran (Saputro et al 2012). Bahan baku energi biomassa dengan kadar abu kurang dari 5% termasuk kategori bahan energi biomassa yang baik karena tidak menyebabkan pembentukan kerak mineral (Rajvanshi 1986).

(20)

10

Kadar Karbon Terikat

Karbon terikat (fixed carbon) didefinisikan sebagai fraksi karbon dalam biomassa selain fraksi abu, air, dan zat terbang (Saputro et al. 2012). Kadar karbon terikat mempunyai peranan yang penting dalam menentukan kualitas bahan bakar karena dapat mempengaruhi besarnya nilai kalor yang dihasilkan. Kadar karbon terikat jenis kayu yang diuji berkisar 15.27- 20.37% (Gambar 5).

Kayu jati memiliki kadar karbon terikat tertinggi yaitu sebesar 20.37% dan kayu balsa memiliki nilai karbon terikat terendah yaitu sebesar 15.27%. Kadar karbon terikat untuk energi biomassa minimal 16% (Stahl et al. 2004), sehingga sebagian besar jenis kayu yang diuji tergolong baik untuk sumber energi biomassa kecuali kayu jabon dan balsa. Kadar karbon terikat dipengaruhi oleh kadar abu dan kadar zat terbang. Semakin tinggi kadar zat terbang dan abu maka kandungan karbon terikat semakin rendah

Kadar karbon terikat tinggi akan meningkatkan nilai kalor yang dihasilkan, sedangkan kadar karbon terikat yang rendah menunjukkan bahwa kualitas bahan bakar yang kurang baik (Saputro et al 2012). Faktor yang mempengaruhi kadar karbon terikat dalam kayu adalah selulosa (Satmoko et al. 2013) terutama selulosa kristalin, dan lignin (Basu 2010). Hal ini disebabkan komponen lignin disusun oleh karbon aromatik dan selulosa memiliki fraksi kristalin. Oleh sebab itu, penilaian mutu bahan energi biomassa dapat pula didasarkan pada kadar komponen kimianya (selulosa, hemiselulosa, dan lignin) atau unsur penyusunnya yaitu karbon, hidrogen, dan oksigen (Basu 2010).

Nilai Kalor

Nilai kalor merupakan indikator utama dalam menentukan kualitas bahan baku untuk sumber energi yang bergantung pada komposisi kimia, kadar air, dan kandungan abu pada kayu (Silva et al. 2011). Nilai kalor kayu merupakan hasil interaksi dari berbagai komponen kimia penyusun kayu dan air Nilai kalor jenis kayu yang diuji berkisar 4243-4576 kkal/kg. Kayu ulin memiliki nilai kalor tertinggi dan kayu balsa memiliki nilai kalor terendah (Gambar 6). Menurut Basu (2010) nilai kalor dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, dan kadar karbon. Persentase kadar air yang rendah

(21)

11 dapat meningkatkan nilai kalor yang dihasilkan, sehingga kadar air menjadi salah satu penduga kualitas biomassa untuk sumber energi (Zanuncio et al. 2013). Nilai kalor yang tinggi akan membuat laju pembakaran menjadi lebih efisien dan dapat menghemat kebutuhan bahan baku yang digunakan (Jamilatun 2008). Hal ini disebabkan laju pembakaran semakin lambat dengan meningkatnya nilai kalor (Tiruno & Sabit 2011).

Nilai kalor pada jenis kayu yang diuji dipengaruhi oleh kadar karbon terikat. Semakin tinggi kadar karbon terikat maka nilai kalor yang dihasilkan semakin tinggi. Kadar karbon terikat tersebut dipengaruhi oleh kadar zat terbang dan abu. Semakin tinggi kadar zat terbang dan abu maka karbon terikat yang dihasilkan semakin rendah.

Pengaruh Kerapatan dan Kadar Lignin terhadap Nilai Kalor

Kerapatan kayu dapat menjadi salah satu faktor penduga mutu bahan energi biomassa. Hasil penelitian ini mengkonfirmasi bahwa kerapatan kayu berkorelasi positif dengan nilai kalor kayu (Gambar 7), yang ditunjukkan oleh korelasi yang tinggi (r = 0.96). Semakin tinggi kerapatan kayu, nilai kalor yang dihasilkan semakin tinggi, dan sebaliknya. Ismayana dan Afriyanto (2011) menyatakan bahwa kerapatan dapat meningkatkan kualitas bahan bakar sehingga meningkatkan nilai kalor.

Kerapatan dan nilai kalor merupakan dua faktor penting yang diperhatikan untuk menentukan kualitas energi biomassa. Nilai kerapatan yang rendah dapat mempercepat pembakaran dibandingkan dengan bahan yang berkerapatan tinggi (Chaney et al. 2006), tetapi kemungkinan menghasilkan nilai kalor yang rendah. Hal ini disebabkan bahan yang memiliki kerapatan rendah memiliki rongga udara atau celah yang dapat dilalui oleh oksigen dalam proses pembakaran, tetapi memiliki zat kayu per satuan volume kayu rendah atau kadar lignin serta zat ekstraktif rendah. Lignin memiliki nilai kalor yang lebih tinggi dibandingkan dengan selulosa dan hemiselulosa (White 1987).

(22)

12

Gambar 8 menunjukkan pengaruh kadar lignin terhadap nilai kalor kayu. Semakin tinggi kadar lignin, semakin tinggi nilai kalor kayu dengan korelasi tinggi masing-masing dengan nilai r = 0.71 untuk lignin total dan r = 0.83 untuk lignin Klason. Korelasi antara nilai kalor dengan lignin total lebih rendah dibandingkan dengan lignin Klason. Hal ini diduga karena lignin total merupakan penjumlahan lignin Klason dan lignin terlarut asam. Matsushita et al. (2004) menyatakan lignin terlarut asam terbentuk dari lignin berbobot molekul rendah yang terikat dengan polisakarida, khusunya hemiselulosa yang disebut lignin-carbohydrate complex (LCC). Basu (2010) menyatakan bahwa polisakarida memiliki nilai kalor yang lebih rendah dibandingkan dengan lignin. Oleh sebab itu diduga keberadaan hemiselulosa dalam LCC menyebabkan lebih beragamnya nilai kalor.

Lignin merupakan salah satu komponen utama biomassa tumbuhan, selain selulosa, hemiselulosa, ekstraktif, dan abu. Senyawa organik utama pada biomassa terdiri dari karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen (Basu 2010). Lignin merupakan senyawa aromatik dengan komposisi karbon tinggi sehingga berkontribusi besar pada nilai kalor kayu. Lignin memberikan variasi nilai kalor yang lebih tinggi dibandingan dengan zat ekstraktif (Telmo & Lousada 2011), walaupun keduanya memiliki nilai kalor tinggi. Hal tersebut disebabkan rendahnya kadar zat ekstraktif dibandingkan dengan kadar lignin dalam kayu (Fengel & Wegener 1984). Silva et al. (2011) menyatakan bahwa kayu yang memiliki kadar lignin yang tinggi dapat meningkatkan kerapatan dan nilai kalor kayu. Semakin tinggi kadar lignin maka nilai kalor yang dihasilkan semakin tinggi (White 1987). Hal ini disebabkan lignin memiliki oksigen yang rendah dan kadar karbon yang tinggi, dan dengan kadar karbon yang tinggi maka biomassa tersebut sangat baik untuk sumber energi (Basu 2010).

(23)

13

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Nilai kalor kayu berkorelasi positif dengan kerapatan dan kadar lignin. Kerapatan dan kadar lignin yang tinggi dapat meningkatkan nilai kalor yang dihasilkan. Hasil analisis proksimat menunjukkan enam jenis kayu yang diteliti memiliki kadar air 6.64-11.09%, kadar zat terbang 79.32-84.08%, kadar abu 0.31-1.18%, karbon terikat 15.27-20.37%, dan nilai kalor 4243-4576 kkal/kg. Berdasarkan karakteristik tersebut kayu jati, merbau, ulin, dan mahoni yang berkerapatan dan kadar lignin tinggi termasuk bahan energi biomassa yang baik,

y = 28.771x + 3612.3

(24)

14

sedangkan kayu jabon dan balsa walaupun memiliki nilai kalor yang cukup tinggi tetapi bersifat bulky karena berkerapatan sangat rendah.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai peningkatan mutu kayu berkerapatan rendah untuk bahan energi misalnya dengan teknologi pembuatan briket kayu atau pellet kayu.

DAFTAR PUSTAKA

Akiyama T, Goto H, Nawawi DS, Syafii W, Matsumoto Y, Meshitsuka G. 2005. Erythro/threo ratio of β-0-4-structures as an important structural characteristric of lignin part 4: variation in the erythro/threo ratio in softwood and hardwood lignins and its relation to syringyl/guaiacyl ratio. Holzforschung. 59:276-281. [ASTM] American Society for Testing Material. 2013. ASTM D-1102. Test

Method for Ash in Wood. USA.

________________________________________. 2013. ASTM E-871. Test Method for Moisture in the Analysis of Particulate Wood Fuels. USA.

________________________________________. 2013. ASTM E-872. Test

Method for Volatile Matter in the Analysis of Particulate Wood Fuels. USA. Basu P. 2010. Biomass Gasification and Pyrolysis. Practical Design and Theory.

Burlington (US): Academic Pr.

Cahyono D, Coto Z, Febrianto F. 2008. Aspek thermofisis pemanfaatan kayu sebagai bahan bakar substitusi di pabrik semen. JITHH. 1(1):45-53.

Chaney JO, Clifford MJ, Wilson R. An Experimental Study of The Combustion Characteristics of Low Density Biomass Briquettes. Nottingham (UK): Faculty of Engineering, University of Nottingham , University Park. Nottingham Pr. Elinur, Priyarsono DS, Tambungan M, Firdaus M. 2010. Perkembangan konsumsi

dan penyediaan energi dalam perekonomian Indonesia. IJAE. 1(2):98-119. Fang S, Zhai J, Tang L. 2013. Clonal variation in growth, chemistry, and caloric

value of new poplar hybrids at nursery stage. Biomass Bioenergy. 54:303-311. Fengel D, Wegener G. 1984. Wood: Chemistry, Ultrastructure, Reactions. Berlin

(GE): Walter de Gruyter.

Fuwape JA, Akindele SO. 1997. Biomass yield and energy value of some fast growing multi purpose trees in Nigeria. Biomass Energy. 12(2):101-106. Gunther B, Gebauer K, Barkowski R, Rosenthal M, Bues CT. 2012. Calorific

value of selected wood species and wood products. European Wood and Wood Products 70: 755-757.

(25)

15 Hendra D, Winarni I. 2003. Sifat fisis dan kimia briket arang campuran limbah kayu gergajian dan sebetan kayu. Buletin Penelitian Hasil Hutan. 21(3):211-226.

Ismayana A, Afriyanto MR. 2011. Pengaruh jenis dan kadar bahan perekat pada pembuatan briket blotong sebagai bahan bakar alternatif. J. Teknologi Industri Pertanian. 21(3):186-193.

Jamilatun S. 2008. Sifat-sifat penyalaan dan pembakaran briket biomassa, briket batubara, dan arang kayu. J. Rekayasa Proses. 2(2):37-40.

Jamilatun S. 2011. Kualitas sifat-sifat penyalaan dari pembakaran briket tempurung kelapa, briket serbuk gergaji kayu jati, briket sekam padi, dan briket batubara. J. Convertion Management. 43:1291-1299.

[KESDM] Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral. 2011. Indikator Energi dan Sumberdaya Mineral Indonesia. Jakarta: Pusdatin ESDM.

Kendry PM. 2002. Energy production from biomass (part 1): overview of biomass.

Biores Technol. 83:37-46.

Matsushita Y, Kakehi A, Miyaki S, Yasuda S. 2004. Formation and chemical structures of acid-soluble lignin II: reaction of aromatic nuclei model compounds with xylan in the presence of a counter part for condensation, and behavior of lignin model compounds with guaiasyl and syringyl nuclei in 72% sulfuric acid. J. Wood Sci. 50:136-141.

Nasser RA, Aref IM. 2014. Fuelwood characteristics of six Acacia species growing wild in the Southwest of Saudi Arabia as affected by geographical location.Bioresources 9(1):1212-1224.

Nawawi DS, Sari DL. 2011. Keragaman kadar lignin pada jenis kayu daun lebar.

JITHH. 4(2):65-69

Ragland KW, Aerst DJ. 1991. Properties of wood for combustions analysis.

Bioresource Technol 37:161-168.

Rajvanshi AK. 1986. Biomass Gasification. Di dalam D: Yogi Goswami, editor; Nimbkar Agricutural Research Institute. India Phalton (415523): CRC Press. hlm 83-102.

Saputro DD, Hidayat W, Rusiyanto, Saptoadi H, Fauzun. 2012. Karateristik briket dari limbah pengolahan kayu sengon dengan metode cetak panas. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi (SNAST) Periode III; 2012. Nov 3; Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID): ISSN. Hlm 394-400.

Satmoko MEA, Saputro DD, Budiyono A. 2013. Karakterisasi briket dari limbah pengolahan kayu sengon dengan metode cetak panas. J. Mechanical Engineering Learning. 2(1):1-8.

Silva DA, Gracia RA, Muniz GIB, Weber JC. 2011. Calorific value of Prosopis africana and Balanites aegyptiaca wood: Relationships with tree growth, wood density, and rainfall gradients in the West African Sahel. Biomass Bioenergy.

35:346-353.

Sjostrom E. 1991. Wood Chemistry Fundamentals and Application. New York (US): Academic Pr.

Stahl R, Henrich E, Gehrmann HJ, Vodegel S, Koch M. 2004. Definition of Standar Biomass. Karlsruhe (DE): Forschungszentrum Karlsruhe.

(26)

16

Telmo C, Lousada J. 2011. The explained variation by lignin and extractive contents on higher heating value of wood.. Biomass Bioenergy 35: 1663-1667. Tiruno, Sabit. 2011. Efek suhu pada proses pengarangan terhadap nilai kalor

arang tempurung kelapa (Coconut shell charcoal). J. Neutrino. 3(2):149-151. Tsoumis G. 1991. Science of Technology of Wood (Structure, Properties,

Utilization). New York (US): Van Nostrand Reinhold.

White RH. 1987. Effect of lignin content and extractives on the higher heating value of wood. Wood Fiber Sci. 19(4):446-452.

Yasuda S, Fukushima K, Kakehi A. 2001. Formation and chemical structures of acid-soluble lignin: sulfuric acid treatment time and acid-soluble lignin content of hardwood. J.Wood Sci. 47: 69-72.

Yuniarti, Theo YP, Faizal Y, Arhamsyah. 2011. Briket arang dari serbuk gergajian kayu meranti dan arang kayu galam. J. Riset Industri Hasil Hutan.

3(2):37-42.

Zanuncio AJV, Monteiro TC, Lima JT, Andrade HB, Carvalho AG. 2013. Drying biomass for energy use of Eucalyptus urophylla and Corymbia citriodora logs.

(27)

17

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 28 Mei 1992 yang merupakan putri ke empat dari empat bersaudara pasangan alm. Bapak Moch Said dengan Ibu Afifah. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 5 Bogor dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jaur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Penulis memilih Mayor Teknologi Hasil Hutan, Depatemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama penempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan, penulis telah mengikuti beberapa kegiatan praktek lapang antara lain Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Hutan Mangrove Pangandaran dan Gunung Sawal pada tahun 2012, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, KPH Cianjur, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PGT Sindangwangi Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten pada tahun 2013.

Selain aktif mengikuti perkuliahan, penulis juga aktif berorganisasi dan pernah menjadi Bendahara HIMASILTAN (Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan) dan anggota Divisi Internal Mahasiswa Hasil Hutan pada tahun 2012, dan berbagai kegiatan kepanitiaan. Selain itu, penulis memperoleh pendanaan DIKTI dalam PKM di bidang Penelitian.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan dari Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dan menyelesaikan

Gambar

Gambar 3 Kadar zat terbang pada beberapa jenis kayu bahan baku energi
Gambar 4 Kadar abu pada beberapa jenis kayu bahan baku energi
Gambar 5 Kadar karbon terikat pada beberapa jenis kayu bahan baku energi
Gambar 6 Nilai kalor pada beberapa jenis kayu bahan baku energi
+3

Referensi

Dokumen terkait

Anjelinus Nahak, 2014410013, Studi Pembuatan Briket Kajian persentase Ekskreta Ayam dan Sekam Padi yang Berbeda Terhadap Kadar Air, Kadar Abu dan Nilai Kalor Briket.. Pembimbing