• Tidak ada hasil yang ditemukan

Study on stability of Volatile Components and Quality Attributes of Syrup Made of Ginger, Lemongrass and Honey during Storage

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Study on stability of Volatile Components and Quality Attributes of Syrup Made of Ginger, Lemongrass and Honey during Storage"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN STABILITAS KOMPONEN VOLATIL DAN

ATRIBUT MUTU SIRUP CAMPURAN

JAHE, SEREH, DAN MADU SELAMA PENYIMPANAN

TIKA NUR HIKMAH TH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Stabilitas Komponen Volatil dan Atribut Mutu Sirup Campuran Jahe, Sereh, dan Madu selama Penyimpanan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

TIKA NUR HIKMAH TH. Kajian Stabilitas Komponen Volatil dan Atribut Mutu Sirup Campuran Jahe, Sereh, dan Madu selama Penyimpanan. Dibimbing oleh SUGIYONO dan SEDARNAWATI YASNI.

Jahe (Zingiber officinale) dan sereh (Cymbopogon citratus) merupakan dua jenis rempah-rempah yang sering digunakan sebagai bahan pencitarasa dalam pembuatan minuman/makanan, dengan madu yang ditambahkan sebagai pemanis. Ketiga jenis bahan pangan tersebut telah diketahui memiliki sifat fungsional. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji stabilitas komponen volatil dan atribut mutu dari formula terbaik sirup campuran jahe, sereh, dan madu selama masa penyimpanan pada suhu ruang.

Pada tahap penelitian pendahuluan dilakukan ekstraksi jahe dan sereh dengan air pada suhu 600C selama 10 menit. Proses ekstraksi dilanjutkan dengan penyaringan dan dekantasi pada suhu ruang untuk memperoleh minuman yang lebih jernih. Formula sirup yang dibuat terdiri dari konsentrasi ekstrak jahe 20%, 25% dan 30% dengan konsentrasi ekstrak sereh 10% dan 15% dan pada masing-masing campuran ditambahkan madu 10%. Penentuan formula terbaik didasarkan pada uji organopetik dan hasil analisa kapasitas antioksidan.

Pada tahap penelitian lanjutan, sirup formula terbaik (ekstrak jahe 25%, ekstrak sereh 15%, dan madu 10%) dimasukkan ke dalam botol kaca gelap dan disimpan pada suhu ruang selama 8 minggu dengan interval pengamatan setiap 2 minggu. Pengamatan selama penyimpanan terkait dengan atribut mutu, meliputi kapasitas antioksidan, total fenol, total plate count, pH, total asam tertitrasi, total padatan terlarut, dan viskositas. Pengamatan atribut mutu sirup tidak mengalami perubahan yang nyata sehingga sirup dapat dikatakan stabil.

Hasil kromatogram hari ke-0 analisis komponen volatil menunjukkan 116 peak tetapi yang dapat diidentifikasi 71 peak dan 10 komponen volatil tersebut memiliki luas area di atas 2%, antara lain citral, neral, zingiberene, curcumene, -bisabolene, cineole (1,8), cymene(0-), -phellandrene, -sesquiphellandrene, α -farnesene (E,E). Citral, neral, curcumene, -bisabolene, dan cymene mengalami penurunan luas area selama penyimpanan tetapi terjadi peningkatan luas area selama penyimpanan pada cineole (1.8), zingiberene, -phellandrene, -sesquiphellandrene, dan α-farnesene (E,E). Berdasarkan data yang telah disebutkan di atas bahwa sirup campuran ekstrak jahe, ekstrak sereh, dan madu berpotensi sebagai pangan fungsional.

(5)

SUMMARY

TIKA NUR HIKMAH TH. Study on stability of Volatile Components and Quality Attributes of Syrup Made of Ginger, Lemongrass and Honey during Storage. Supervised by SUGIYONO and SEDARNAWATI YASNI.

Ginger (Zingiberofficinale) and lemongrass (Cymbopogoncitratus) are two types of spices which often used as flavoring ingredients in beverages or foods. In these products, honey is sometime added as a sweetener. These spices and honey are known to have functional properties. The aim of this study was to study the stability of volatile components and quality attributes of the best formulation of syrup made from ginger, lemongrass, and honey during storage at room temperature.

In the preliminary study, ginger and lemongrass were extracted with water at 60 0C for 10 minutes, filtered and decantation at room temperature to obtain the clear beverages. Different concentrations of syrup formulas were made as follows; ginger extract of 20%, 25% and 30%, and lemongrass extract of 10% and 15% and to each of formula were added 10% of honey. Determination of the best formula syrup based on an organoleptic test and capacity antioxidant.

On advance research, the best formula of syrup (25% ginger extract, 15% lemongrass extract, and 10% honey) put in a dark glass bottle then stored at room temperature for 8 weeks and observed every 2 weeks. The observation during storage related quality attribute was include antioxidant capacity, total phenols, total plate count, pH, total titrable acid, total dissolved solids, and viscosity. The quality attribute did not change significantly during storage.

The chromatogram of day-0 showed 116 peaks but only 71 peaks could be identified, there were 10 volatile components had an area over 2%. Primary volatile components on syrups were citral, neral, zingiberene, curcumene, -bisabolene, cineole (1,8), cymene(0-), -phellandrene, -sesquiphellandrene, and

α-farnesene (E,E.) The area of citral, neral, curcumene, -bisabolene and cymene decreased during storage, on the other hand the area cineole (1.8), zingiberene, -phellandrene, -sesquiphellandrene, and α-farnesene (E,E) increased apparently during storage. Thus, the syrup is potent as functional food.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Pangan

KAJIAN STABILITAS KOMPONEN VOLATIL DAN

ATRIBUT MUTU SIRUP CAMPURAN

JAHE, SEREH, DAN MADU SELAMA PENYIMPANAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(8)
(9)
(10)

Judul Tesis : Kajian Stabilitas Komponen volatil dan Atribut Mutu Sirup Campuran Jahe, Sereh, dan Madu selama Penyimpanan Nama : Tika Nur Hikmah TH

NIM : F251100281

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Sugiyono, Mapp Sc Ketua

Prof Dr Ir Sedarnawati Yasni, MAgr Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Pangan

Prof Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 19 Juli 2013

(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2012 ini ialah komponen bioaktif, dengan judul Kajian Stabilitas Komponen Volatil dan Kapasitas Antioksidan Sirup Campuran Jahe, Sereh, dan Madu selama Penyimpanan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Sugiyono, MAppSc dan Ibu Prof Dr Ir Sedarnawati Yasni, MAgr selaku pembimbing, serta Ibu Dr Nancy Dewi Yuliana, MSc sebagai penguji yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh staf Laboratorium Flavor Balai Besar Padi Sukamandi, Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, teman-teman Ilmu Pangan 2010, dan rekan-rekan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan doa dan semangat kepada penulis selama kuliah dan penelitian.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah (Drs H Soetrisno HS, MM), ibu (Dra Hj Hidayatul Qibtiyah), kakak (Tiwi Aliffiani TH, SE dan Triyanto Wibowo, ST), adik (Steffi Nandiyah TH, SIKom, Dania Sufi Karimah TH, dan Nabila Ghoni TH) dan seluruh keluarga yang telah memberikan semangat, cinta, dan doanya kepada penulis. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(13)

DAFTAR ISI

Waktu dan Tempat Penelitian 8 Prosedur Analisis Data 9 Analisis Data 12

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Syarat Mutu Sirup SNI 01- 3544 - 1994 3

Tabel 2 Karakterisasi tiga jenis jahe 4 Tabel 3 Hasil organoleptik dan kapasitas antioksidan lima formula sirup 19 Tabel 4 Hasil analisis proksimat komposisi kimia sirup jahe 22 Tabel 5 Hasil pengukuran kapasitas antioksidan sirup jahe selama penyimpanan 8 minggu 25 Tabel 6 Hasil pengukuran total fenol sirup jahe selama penyimpanan 8 minggu 26 Tabel 7 Hasil pengukuran Total Plate Count sirup selama penyimpanan 8 minggu 27 Tabel 8 Hasil pengukuran pH sirup jahe selama penyimpanan 8 minggu 28 Tabel 9 Hasil pengukuran total asam tertitrasi sirup jahe selama penyimpanan 8 minggu 28 Tabel 10 Hasil pengukuran total padatan terlarut sirup jahe selama penyimpanan 8 minggu 29 Tabel 11 Hasil pengukuran viskositas sirup jahe selama penyimpanan 8 minggu 30 Tabel 12 Komponen volatil utama pada sirup jahe (Hari ke-0) 33

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Diagram alir penelitian pendahuluan 10

Gambar 2 Diagram alir penelitian lanjutan 11

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasi Uji ANOVA pada atribut organoleptik 44

Lampiran 2 Kapasitas antioksidan 46

Lampiran 3 Analisis Proksimat 49

Lampiran 4 pH sirup selama penyimpanan 50

Lampiran 5 Total Fenol 51

Lampiran 6 TPT selama penyimpanan 53

Lampiran 7 TAT selama penyimpanan 54

Lampiran 8 Viskositas selama penyimpanan 55

Lampiran 9 Identifikasi komponen volatil sirup 56

(15)
(16)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rempah terdiri atas berbagai jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai tanaman obat, kosmetik, bumbu, serta bahan baku minuman dan makanan. Jahe (Zingiber officinale) dan sereh (Cymbopogon citratus) merupakan dua jenis rempah-rempah yang dapat dikembangkan pemanfaatannya tidak hanya sebagai bumbu masakan tetapi juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan minuman dan makanan. Beberapa penelitian mengenai penggunaan jahe dalam minuman telah dilakukan Daramola dan Asunni (2007), Ekeledo et al. (2013), dan Triswandari (2006). Prihantini (2003) mencampur jahe dan sereh dalam pembuatan minuman fungsional. Selain jahe dan sereh yang dikembangkan sebagai minuman fungsional, madu juga memiliki peran yang serupa (Hategekimana et al. 2011) disamping sebagai pemanis.

Berbagai produk minuman dapat berupa minuman ready to drink, sirup, dan serbuk minuman tradisional. Sirup merupakan minuman dengan konsentrasi gula yang tinggi (Naknean dan Menunee 2011) dan dibuat menggunakan bahan dasar lebih dari satu macam. Penggunaan bahan dasar lebih dari satu macam dapat meningkatkan keanekaragaman citarasa dan sifat fungsional. Keberadaan komponen antioksidan merupakan salah satu sisi fungsional dari suatu bahan.

Penelitian tentang minuman fungsional yang mengandung komponen antioksidan telah banyak dilakukan. Ade de ji et al. (2013) mengukur kapasitas antioksidan minuman non alkohol batang sorgumdengan ekstrak jahe. Awe et al. (2012) menganalisis kapasitas antioksidan dari minuman yang terbuat dari cocoa, zobo, dan jahe. Lima et al. (2012) mengukur kapasitas antioksidan minuman yang berasal dari ekstrak herbal mate dan madu.

Hinneburg et al. (2007) menyebutkan bahwa kapasitas penangkapan radikal bebas jahe sebesar 90.1% dengan konsentrasi 20µg/ml. Menurut Fathonah (2011), minuman jahe emprit memiliki tingkat kepedasan yang paling tinggi yaitu 7.98, selanjutnya diikuti minuman jahe merah sebesar 5.93, dan minuman jahe gajah sebesar 2.25. Hasil tersebut dibuktikan dengan tingginya kandungan komponen gingerol (6,8,10) dan shogaol (6). Mirghani et al. (2012) menyebutkan bahwa kapasitas antioksidan dan penghambatan tertinggi diperoleh dari minyak atsiri tangkai sereh (89.5%). Parwata et al. (2010) menyebutkan bahwa madu dengan jenis bunga yang berbeda, yaitu madu randu dan madu kelengkeng memiliki kapasitas antiradikal bebas yang berbeda. Kapasitas antiradikal bebas pada madu kelengkeng lebih besar (82.10%) dibandingkan dengan madu randu (69.37%). Perbedaan ini disebabkan oleh sumber nektar kedua madu tersebut berbeda sehingga komposisi komponennya juga berbeda.

(17)

2

cineole (1,8) , endo borenol dan nerolidol. Hanaa et al. (2012) menyatakan bahwa komponen utama pada minyak atsiri sereh adalah geranial (31.53 – 39.86%), neral (30.08 – 34.52%), myrcene (14.49 – 16.61%) yang dilakukan pada 3 jenis sereh dapur. Wolski (2006) menyebutkan bahwa 86 komponen volatil yang dapat diidentifikasi yang termasuk didalamnya madu unifloral dan multifloral. Komponen utama yang teridentifikasi adalah benzaldehyde (phenylmethanal). Radovic et al. (2001) menganalisis 43 sampel madu dan menemukan bahwa acetone, furfural dan benzaldehyde merupakan komponen utama madu.

Komponen yang ada pada bahan pangan akan mengalami perubahan selama penyimpanan. Gupta et al. ( 2012) melakukan penyimpanan kembang kol selama 4 bulan melaporkan adanya penurunan vitamin C pada penyimpanan kembang kol. Interaksi antara suhu ruang yang kering dan lamanya waktu penyimpanan berpengaruh pada penurunan vitamin C karena terjadi perubahan struktur.

Atribut mutu pada produk pangan akan mengalami perubahan selama penyimpanan, diantaranya kapasitas antioksidan. Kapasitas antioksidan minuman campuran belimbing wuluh-jahe mengalami penurunan selama penyimpanan. Triswandari (2006) menyebutkan bahwa kapasitas antioksidan yang semakin menurun pada minuman tersebut diduga akibat perubahan kandungan komponen bioaktif dan nutrisi dari belimbing wuluh- jahe. Selain terjadi penurunan kapasitas antioksidan, penyimpanan juga mempengaruhi komponen volatil dalam pangan. Turek dan Stintzing (2012) menyatakan bahwa minyak atsiri akan mengalami perubahan saat disimpan pada kondisi penyimpanan yang berbeda-beda. et al. (2011) menyebutkan bahwa terjadi perbedaan dan penurunan minyak atsiri pada thyme dan rosemarry yang disimpan pada suhu 200C dan -200C selama 12 bulan.

Pengembangan formula minuman seperti sirup yang berbahan dasar jahe, sereh, dan madu memiliki manfaat bagi tubuh. Mutu dan komponen volatil pada sirup diduga dipengaruhi oleh komponen bioaktif yang mengalami perubahan selama penyimpanan. Oleh sebab itu, stabilitas atribut mutu dan komponen volatil selama penyimpanan pada sirup tersebut menjadi topik yang menarik untuk diteliti.

Tujuan Penelitian

1. Menentukan formula terbaik dari sirup berbahan dasar jahe, sereh, dan madu 2. Mengkaji stabilitas komponen volatil dan atribut mutu, meliputi kapasitas

antioksidan, total fenol, TPC (Total Plate Count), pH, total asam tertitrasi, total padatan terlarut, viskositas sirup berbahan dasar jahe, sereh, dan madu selama penyimpanan pada suhu ruang.

Manfaat Penelitian

(18)

3

2

TINJAUAN PUSTAKA

Sirup

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3544-1994, sirup didefinisikan sebagai larutan gula pekat (sakarosa dan atau gula invert) dengan atau tanpa penambahan bahan makanan (BSN 1994). Syarat mutu sirup berdasarkan SNI 01-3544-1994 ditampilkan pada Tabel 1. Sirup harus memenuhi jumlah gula minimum 65% dengan aroma dan rasa yang normal. Pemanis buatan pada sirup tidak diperkenankan, namun pewarna tambahan dan pengawet diperkenankan sesuai SNI 01-0222-1995.

Tabel 1. Syarat Mutu Sirup SNI 01- 3544 - 1994

No Kriteria uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan

3.2 Pewarna tambahan - Sesuai SNI 01-0222-1995

3.3 Pengawet - Sesuai SNI 01-0222-1995

6.1 Angka lempeng total Koloni/ml Maks 5x102

6.2 Coliform APM/ml Maks 20

6.3 E. coli APM/ml < 3

6.4 Salmonella Koloni/25n Negatif

6.5 S.aureus Koloni/ml 0

6.6 Vibrio cholera Koloni/ml Negatif

6.7 Kapang Koloni/ml Maks 50

6.8 Khamir Koloni/ml Maks 50

Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1994)

(19)

4

Naknean dan Memunee (2011) menyebutkan bahwa suhu dan waktu pemanasan merupakan faktor utama yang mempengaruhi warna sirup yang dihasilkan. Gula pereduksi bertindak sebagai substrat reaksi Maillard yang terjadi selama proses produksi gula aren. Tingginya gula pereduksi pada nira juga mempengaruhi warna kecoklatan sirup gula aren karena reaksi Maillard. Intensitas warna cokelat, rasa manis, thickness, dan viskositas sirup gula aren dipengaruhi oleh proses pemanasan sedangkan umur simpan produk dipengaruhi oleh kebersihan, fasilitas sanitasi, dan peralatan.

Jahe

Jahe merupakan salah satu komoditas ekspor rempah-rempah Indonesia yang memberikan peranan cukup berarti dalam penerimaan devisa negara (Rostiana et al. 2005). Jahe gajah atau jahe putih besar di Indonesia pada umumnya dimanfaatkan sebagai manisan, bumbu dan bahan baku obat tradisional, sedangkan jahe emprit (putih kecil) dan jahe merah umumnya diambil minyak atsiri dan oleoresinnya. Karakterisasi tiga jenis jahe yaitu jahe besar, jahe kecil, dan jahe merah ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakterisasi tiga jenis jahe

Karakterisasi Jenis jahe

Jahe besar Jahe kecil Jahe merah Karakteristik rimpang

Bilangan penyabunan 18.20 15.30 16.40

Sumber : Yuliani dan Risfaheri (1990)

Komponen utama yang terdapat dalam jahe terdiri atas komponen volatil dan non volatil. Komponen non volatil yang utama yaitu gingerol (6, 8, 10) dan shogaol (6). Konsentrasi gingerol akan menurun selama proses pengukusan. Di sisi lain, shogaol (6) mengalami peningkatan selama proses pengukusan, dan mencapai maksimum selama 4 jam (Cheng et al. 2011). Pawar et al. (2010) membuktikan bahwa pada varietas jahe yang berbeda memiliki kandungan gingerol (6) yang berbeda pula. Rio De Janero dan Rajasthan merupakan dua varietas jahe yang berbeda, namun sama-sama memiliki kandungan gingerol (6) yang tinggi.

(20)

5 camphene (17%), dan -sesquiphellandrene (14%). Kizhakkayil dan Sasikumar (2012) berhasil mengidentifikasi 60 komponen volatil pada jahe. Zingiberene merupakan komponen utama yang terdapat pada 46 jenis jahe, kecuali jahe ‘Kintoki’ dan α-curcumene merupakan komponen utamanya. Komponen utama lainnya seperti z-citral, citral, farnesene, -sesquiphellandrene, camphene, -phellandrene, 1, 8-cineole, endo borenol dan nerolidol.

Jahe sudah banyak diteliti dapat memberikan manfaat. Vutyavanich et al. (2001) menyebutkan bahwa jahe dapat menghilangkan rasa mual dan muntah pada ibu hamil. Penelitian tersebut dilakukan pada 70 orang ibu hamil selama 5 bulan pengamatan. Malu et al. (2009) menyebutkan bahwa ekstrak jahe memiliki sifat antibakteri sehingga dapat digunakan sebagai pengobatan infeksi. Penghambatan pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh dosis ekstrak jahe yang digunakan.

Sereh

Sereh merupakan jenis tumbuhan rumput-rumputan berumpun banyak yang membentuk gerombolan besar. Sereh dapat tumbuh pada ketinggian 50-2700 m dpl dan dapat tumbuh di hara tanah yang buruk. Kusumayadi et al. (2013) menyebutkan bahwa pada lokasi tanam di dataran tinggi (Candikuning), tanaman sereh yang memiliki habitat tumbuh di daerah dengan suhu yang panas akan mengalami gangguan fisiologis. Laju fotosintesis tidak berjalan dengan maksimal karena kurangnya intensitas cahaya matahari yang diterima tanaman sereh. Di lokasi tanam dataran sedang Luwus tanaman sereh dapat tumbuh dengan baik karena suhu lingkungan yang cukup panas sehingga laju fotosintesis tanaman dapat berjalan secara baik, sehingga tinggi tanaman lebih tinggi dari lokasi tanam dataran tinggi Candikuning. Tinggi tanaman maksimal dapat dihasilkan pada lokasi tanam dataran rendah (Megati) karena tanaman ini memerlukan cahaya matahari yang melimpah dan suhu yang tinggi untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, dengan suhu rata-rata harian yang mencapai 28.75°C. Hal ini menyebabkan pertumbuhan tanaman sereh menjadi maksimal di lokasi tanam dataran rendah (Megati).

Mirghani et al. (2012) menguji kapasitas antioksidan dan penghambatan tertinggi diperoleh pada minyak atsiri dari tangkai sereh (89.5%). Uji inhibisi -glukosidase dilakukan dengan menggunakan model in vitro untuk uji antidiabetes dan menunjukkan tingkat kapasitas penghambatan tertinggi (89.63%). Uji antiecok menunjukkan presentase inhibisi maksimum xanthine oxidase 81.34% pada minyak sereh.

(21)

6

Madu

Madu adalah cairan alami yang umumnya mempunyai rasa manis yang dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar) atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar) atau ekskresi serangga berdasarkan SNI 01-3545-2004 (BSN 2004). Jenis madu berasal dua sumber, yaitu unifloral dan multifloral, keduanya tergantung dari tumbuhan sebagai sumber pengambilan madu oleh lebah. Warna dan kekentalan madu tergantung dari sumbernya. Pada umumnya madu memiliki komposisi yang sama, setidaknya memiliki komposisi seperti golongan gula (sukrosa, fruktosa), mineral dan vitamin dalam penambahan berbagai macam enzim seperti katalase, invertase dan diastase (Mommies 2005).

Komposisi kimia madu adalah 17.1% air, 82.4% karbohidrat total, 0.5% protein, asam amino, vitamin dan mineral. Karbohidrat tersebut utamanya terdiri dari 38.5 % fruktosa dan 31% glukosa, sisanya 12.9 % karbohidrat yang terbuat dari maltosa, sukrosa, dan gula lain. Madu kaya dengan vitamin B1, B2, B6, asam

pantotenat (B5), niasin dan vitamin C. Di dalam madu terdapat 18 mineral esensial

dan 19 mineral non esensial. Unsur mineral esensial dalam madu adalah zat besi, fluor, iodium, kalium, kalsium, khlorin, khromium, kobalt, magnesium, mangan, selenium, silikon, sulfur, tembaga dan seng. Unsur mineral non-esensial antara lain: almunium, boron, titanium dan vanadium (Rusfidra 2006).

Komara (2002) menyatakan bahwa madu memiliki sifat antibakteri terutama bakteri pada Gram (+), yakni bakteri S. Aureus dan B. Cereus. Selain itu, madu juga memiliki kapasitas antiradikal bebas. Hal tersebut serupa dengan yang diungkapkan Parwata et al. (2010) yang menunjukkan bahwa kapasitas antiradikal bebas pada madu kelengkeng lebih besar (82.10%) dibandingkan dengan madu randu (69.37%).

Aktifitas antioksidan pada madu adalah kemampuan dan potensi madu untuk mengurangi reaksi oskidatif didalam sistem makanan dan kesehatan manusia. Komponen alami madu yang bertanggung jawab dalam aktifitas antioksidan antara lain flavonoid, asam fenolik, beberapa enzim (glucose oxidase, katalase), turunan karotenoid, produk reaksi Maillard, vitamin C, asam organik, asam amino dan protein. Namun komponen dan kapasitas antioksidan pada madu tergantung dari sumber nektar yang digunakan, musim panen, aktifitas enzim dan faktor lingkungan seperti proses pengolahan yang dapat mempengaruhi komposisi dan aktifitas antioksidan (Gheldof dan Engeseth 2002). Kesic et al. (2009) menyebutkan bahwa kapasitas antioksidan madu tergantung pada tumbuhan asalnya.

Antioksidan

(22)

7

bebas terhadap sel normal, protein, dan lemak. Komponen ini memiliki struktur

molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali fungsinya dan dapat memutus reaksi berantai (Halliwell dan Gutteridge 1999).

Berdasarkan pertahanan tubuh, antioksidan dapat diklasifikasikan dalam tiga jenis, yaitu: antioksidan primer, antioksidan sekunder, dan antioksidan tersier. Enzim SOD, CAT GPx dan beberapa mineral (Se, MN, Cu, Zn) menjadi komponen antioksidan primer. Antioksidan primer bekerja mencegah pembentukan radikal bebas baru dengan cara mengubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang kurang mempunyai dampak negatif. Antioksidan sekunder bekerja dengan cara mengkelat logam yang bertindak sebagai prooksidan, menangkap radikal dan mencegah terjadinya reaksi berantai, komponennya antara lain Glutathione (GSH), vitamin C, asam urat, albumin, bilirubin, vitamin E (α -tokoferol), karotenoid, dan flavonoid. Antioksidan tersier adalah golongan enzim untuk memperbaiki kerusakan DNA, protein, oksidasi lemak dan peroksidan serta menghentikan rantai propagasi dan peroksil lipid. Enzim-enzim ini adalah lipase, protease, enzim yang memperbaiki DNA, transferase dan methionine sulphoxide reductase (Gupta dan Sharma 2006).

Sumber – sumber antioksidan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari reaksi kimia) dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami). Beberapa contoh antioksidan sintetik antara lain butylated hydroxyanisole (BHA), butylated hydroxytoluene (BHT), propyl gallate (PG), tert-butylhydroquinone (TBHQ), sedangkan yang termasuk antioksidan alami antara lain fenol, polifenol, flavonoid, asam fenolik atau ditermen fenolik adalah komponen-komponen dominan yang berpotensi sebagai antioksidan (Kiselova et al. 2006), berperan dalam menangkal dan menetralkan radikal bebas, meredam terbentuknya singlet oksigen dan triplet oksigen atau secara langsung mendekomposisi peroksida (Javanmardi et al. 2003).

Antioksidan alami di dalam bahan makanan berasal dari komponen antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, komponen antioksidan yang terbentuk selama pengolahan, serta antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke makanan sebagai bahan tambahan pangan (Pratt 1992). Antioksidan alami yang umum adalah flavonoid (flavanol, isoflavon, flavon, katekin dan flavanon), turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol, dan asan organik fungsional (Pratt dan Hudson 1990).

(23)

8

Penyimpanan

Produk pangan selama penyimpanan akan mengalami penurunan mutu yang mengarah pada kerusakan pangan. Suatu bahan rusak bila menunjukkan adanya penyimpangan yang melewati batas yang dapat diterima secara normal oleh panca indera atau parameter lain yang biasa digunakan. Faktor penyebab utama kerusakan bahan pangan dapat disebabkan faktor-faktor berikut (Susiwi 2009): pertumbuhan dan aktifitas mikroba, aktifitas enzim-enzim di dalam bahan pangan, serangga parasit dan tikus, suhu (pemanasan dan pendinginan), kadar air, udara (oksigen), sinar, dan waktu.

Selama penyimpanan terjadi berbagai macam perubahan termasuk kapasitas antioksidan produk. Triswandari (2006) menyebutkan bahwa terjadi kecenderungan penurunan pH pada minuman campuran belimbing wuluh-jahe untuk semua perlakuan selama 2 bulan penyimpanan. Total asam tertitasi cenderung meningkat selama penyimpanan, sedangkan kadar vitamin C produk cenderung menurun untuk semua perlakuan selama penyimpanan, termasuk kapasitas antioksidan produk. Total mikroba tidak mengalami perubahan yang berarti selama penyimpanan dan total padatan terlarut cenderung meningkat selama penyimpanan. Dari berbagai parameter yang diukur selama penyimpanan, parameter pH dan kadar vitamin C yang menunjukkan korelasi yang nyata terhadap penyimpanan.

3

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012 sampai Maret 2013 pada beberapa laboratorium yaitu, Laboratorium Biokimia Pangan IPB, Laboratorium Evaluasi Sensori IPB, Laboratorium Kimia Pangan IPB, dan Laboratorium Flavor Balai Besar Padi Sukamandi.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang jahe emprit berumur 8-10 bulan, sereh, gula pasir, dan madu. Bahan kimia untuk analisis yang diperlukan adalah DPPH, metanol, asam askorbat, asam asetat, natrium asetat, aquadest, asam galat, reagen Folin-ciocalteu, Na2CO3, NaOH, indikator

fenolflatein, dan asam oksalat.

(24)

9 micrometer coating, cawan petri, oven, desikator, labu Kjeldahl 100 ml, destilator, labu erlenmeyer, labu takar, pH meter, gelas piala, termometer, sudip, tabung reaksi, gelas ukur, tabung soxhlet, hand refractometer, dan buret.

Prosedur Analisis Data

Penelitian Pendahuluan

Pada penelitian pendahuluan dilakukan beberapa kegiatan (Gambar 1) dan secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut.

Ekstraksi jahe

Jahe yang digunakan dibersihkan dari kotoran yang menempel dengan cara disikat dan dicuci dalam air mengalir. Kemudian jahe ditiriskan dan dikupas. Jahe yang sudah dikupas kemudian diparut sambil ditambahkan air dengan perbandingan jahe dan air sebesar 1:1 (b/b) dan dipanaskan suhu 600C selama 10 menit. Ekstrak jahe tersebut disaring menggunakan kain saring hingga diperoleh ampas dan filtrat. Filtrat yang didapatkan kemudian didekantasi di dalam botol yang diletakkan di dalam refrigerator selama semalam. Ekstrak yang didapatkan kemudian disimpan di dalam botol, ditutup rapat dan pati yang mengendap dibuang. Ekstrak jahe kemudian disimpan di dalam refrigerator sampai digunakan.

Ekstraksi sereh

Sereh dibersihkan, diiris tipis dan ditimbang kemudian ditambah air dengan perbandingan air : sereh = 2 : 1. Campuran sereh dan air dihancurkan dengan blender selama 5 menit, selanjutnya dipanaskan suhu 600C selama 10 menit. Ekstrak sereh disaring dan disimpan di dalam refrigerator sampai waktu digunakan.

Formulasi

(25)

10

diuji analisis proksimat meliputi: uji kadar air, uji kadar abu, uji kadar lemak, uji kadar protein, dan uji kadar karbohidrat.

Gambar 1. Diagram alir penelitian pendahuluan

Jahe Sereh Madu Gula

Ekstraksi Ekstraksi

Esktrak Jahe JaheJaheJahe

Esktrak Sereh JaheJaheJahe

Formulasi sirup (trial & error) Ekstrak jahe : 10%, 15%, 20%, 25%, 30%

Ekstrak sereh : 10%, 12%, 15% Madu : 10%, 15%

Kisaran ekstrak jahe dan sereh Yang disukai oleh panelis

Ekstrak Jahe (3 konsentrasi terpilih)

Ekstrak Sereh (2 konsentrasi terpilih)

Pengacakan lengkap formulasi sirup (6 formula)

Uji Kapasitas

Antioksidan Uji Organoleptik

Penentuan 1 Formula terbaik

(26)

11

Penelitian Lanjutan

Formula terbaik yang dihasilkan pada tahap pertama dikemas dalam botol kaca gelap yang sudah disterilisasi pada suhu 1210C kemudian dilakukan pemanasan. Pemanasan dilakukan dalam air mendidih selama 30 menit. Sirup tersebut disimpan selama delapan minggu pada suhu ruang, diuji perubahan stabilitas komponen volatil dan atribut mutu sirup setiap dua minggu, meliptui: kapasitas antioksidan, total fenol, TPC (Total Plate Count), pH, total asam tertitrasi, total padatan terlarut, dan viskositas. Diagram alir penelitian lanjutan ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram alir penelitian lanjutan 1 Formula Terbaik

Pembotolan

Pemanasan

(Mendidih selama 30 menit)

Penyimpanan suhu ruang selama 8 minggu

Parameter pengamatan penyimpanan (setiap 2minggu)

Kapasitas Antioksidan

Total Fenol

Total Plate Count (TPC)

pH

Total Asam Tertitrasi

Total Padatan Terlarut

(27)

12

Analisis Data

Rancangan Acak Lengkap Faktorial AxB

Rancangan acak lengkap faktorial AxB digunakan pada formula sirup penelitian lanjutan. Berikut model matematisnya:

Yijk = µ + Ai + Bj + ABij + єijk

i = 1, β, γ,…………,a j = 1,β,γ...,b dan k =1.β.γ,...u Keterangan:

Yijk : Pengamatan Faktor A taraf ke-i , Faktor B taraf kej dan Ulangan ke-k µ : Rataan Umum

Ai : Pengaruh Faktor A pada taraf ke-i Bj : Pengaruh Faktor B pada taraf ke-j Abi : Interaksi antara Faktor A dengan Faktor B

єijk : Pengaruh galat pada Faktor A taraf ke-i, Faktor B taraf ke-j dan ulangan ke-k

Rancangan Acak Lengkap (RAL) dilakukan pada konsentrasi ekstrak jahe dan ekstrak sereh yang terpilih pada tahap penelitian pendahuluan. Dalam setiap analisisnya, dilakukan dua kali ulangan.

Uji Organoleptik

Penelitian ini menggunakan uji rating afektif untuk menentukan sensori terbaik dari ke lima formula sirup. Pada uji rating afektif, sebanyak 70 panelis diminta untuk menilai atribut sensori produk (rasa, warna, dan aroma) dan keseluruhan sifat sensori produk berdasarkan penerimaannya. Persyaratan jumlah minimum panelis untuk uji rating afektif menurut American Srandard Testing Material (ASTM) adalah 70 panelis tidak terlatih. Taraf signifikansi yang digunakan adalah 5%. Dalam penelitian ini, uji rating hedonik yang dilakukan menggunakan skala kategori 7 poin dengan deskripsi sebagai berikut:

1 = sangat tidak suka 2 = tidak suka 3 = agak tidak suka 4 = netral

5 = agak suka 6 = suka 7 = sangat suka

Analisis Kadar Air (AOAC 2005)

(28)

13 dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan. Sebanyak 5 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan tersebut, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 1050C selama 5 jam atau hingga beratnya konstan. Setelah selesai proses kemudian cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin selama ± 30 menit dan selanjutnya ditimbang kembali. Perhitungan kadar air :

% Kadar air = B - C x 100%

B - A

Keterangan :

A = Berat cawan kosong (gram)

B = Berat cawan yang diisi dengan sampel (gram)

C = Berat cawan dengan sampel yang sudah dikeringkan (gram)

Analisis Kadar Abu (AOAC 2005)

Cawan porselen kosong dikeringkan di dalam oven selama 30 menit pada suhu 1050C, kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator dan ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan porselen dan dipijarkan di atas nyala api bunsen hingga tidak berasap lagi. Setelah itu cawan dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 6000C selama 6-8 jam. Cawan tersebut didinginkan di desikator selama 30 menit dan kemudian ditimbang. Kadar abu ditentukan dengan rumus:

% Kadar abu = C – A x 100% B – A

Keterangan :

A = Berat cawan porselen kosong (gram) B = Berat cawan dengan sampel (gram)

C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (gram)

Analisis Kadar Protein (AOAC 2005)

Analisis protein terdiri dari tiga tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Pada tahap destruksi, sampel ditimbang sebanyak 1 gram kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml lalu ditambahkan setengah butir kjeltab dan 15 ml H2SO4 pekat. Sampel didestruksi pada suhu 4000C selama ± 2jam sampai larutan

jernih lalu didinginkan. Pada tahap destilasi, labu Kjeldahl yang sudah dingin ditambahkan 50 ml akuades. Hasil destilasi ditampung dalam labu erlenmeyer 125 ml yang berisi campuran 25 ml asam borat (H3BO3) 4%. Destilasi dilakukan

(29)

14

% N = (ml HCl – ml blanko) x N HCl x 14.007 x 100% mg contoh x faktor koreksi alat *

*) Faktor koreksi alat = 2.5

% Kadar protein = % N x faktor konversi * *) Faktor Konversi = 6.25

Analisis Kadar Lemak (AOAC 2005)

Sampel yang telah dihaluskan dimasukkan dalam kertas saring dan ditimbang sebanyak ± 4 gram (W1). Kertas saring yang berisi sampel tersebut diletakkan dalam alat ekstrasi soxhlet, kemudian alat kondensor dipasang di atasnya dan labu lemak yang telah ditimbang beratnya (W2) di bawahnya. Pelarut lemak kemudian dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya dan refluks dilakukan selama minimum 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi dan ditampung pelarutnya. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi selanjutnya dipanaskan dalam oven pada suhu 1050 C. Labu lemak kemudian dikeringkan sampai berat tetap dan didinginkan dalam desikator, dan ditimbang beserta lemak tersebut sehingga berat lemak dapat dihitung (W3). Perhitungan kadar lemak adalah:

% Kadar lemak = (W3- W2) x 100% W3

Keterangan :

W1 = Berat sampel (gram)

W2 = Berat labu lemak kosong (gram)

W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)

Kapasitas Antioksidan (Kubo et al. 2002; Molyneux 2004 )

(30)

15

Total Fenol (Strycharz dan Shetty 2002)

Larutan standar dibuat dengan melarutkan 10 ppm, 25 ppm, 50 ppm, 75 ppm, 100 ppm, 125 ppm, dan 150 ppm asam galat dalam air suling. Larutan reagen dibuat dengan mencampurkan reagen folin-ciocalteu 50 ml dengan air suling 50 ml. Larutan Na2CO3 dibuat dengan melarutkan 5 g Na2CO3 dalam 100

ml air suling. Larutan standar/sampelsebanyak 1 ml dilarutkan dalam 5 ml air suling dan 0.5 ml reagen. Setelah itu, larutan didiamkan selama 5 menit dalam ruang gelap kemudian ditambahkan 1 ml Na2CO3 dan diinkubasi kembali dalam

ruang gelap selama 1 jam. Setelah inkubasi, larutan divorteks dan diukur absorbansinya pada = 7β5 nm. Total fenol dihitung berdasarkan kesetaraannya dengan asam galat yang dinyatakan dalam mg ekuivalen as. galat/ 100 gram.

Total Plate Count (TPC)

Sampel diencerkan dengan tingkat pengenceran 100, 101, 102. Sampel yang sudah diencerkan diambil 1 ml kemudian dimasukkan ke dua cawan petri kosong dimulai dari pengenceran terbesar hingga terendah. Tuang ± 15 ml agar NA (Nutrient Agar), goyangkan di atas meja secara mendatar (membentuk angka 8), lalu dibiarkan agar memadat. Inkubasi dengan posisi cawan terbalik pada suhu 30-320C selama 2-3 hari. Selanjutnya, hitung koloni dalam cawan.

Nilai pH (AOAC 2005)

Sebelum dilakukan pengukuran, pH-meter dinyalakan dan dikalibrasi dengan menggunakan larutan buffer pH 4 dan pH 7. Elektroda dibilas dengan akuades dan dikeringkan dengan kertas pengering. Sebanyak 20 ml sampel dimasukkan dimasukkan ke dalam gelas piala 100 ml. Elektroda pH-meter dibilas, kemudian dikeringkan, dan dicelupkan ke dalam sampel. Angka yang tertera pada laayr menunjukkan nilai pH sirup. Selanjutnya elektroda dibilas dan dikeringkan sehingga dapat digunakan kembali untuk pengukuran pH sampel.

Total Asam Tertitrasi (TAT) (AOAC 2005)

(31)

16

Keterangan:

TA = total asam (ml NaOH 0,1 N/100 ml sampel) V1 = jumlah larutan NaOH yang digunakan (ml)

N = normalitas NaOH hasil standarisasi dengan asam oksalat P = faktor pengenceran

Total Padatan Terlarut (TPT) (AOAC 2005)

Sebanyak 2 tetes sampel diteteskan pada hand refractometer. Total padatan terlarut dinyatakan dalam 0Brix.

Uji Viskositas

Dalam penelitian ini nilai viskositas sirup diukur dengan menggunakan viscometer Brookfield dengan spindle no.3 dan kecepatan putaran 30 rpm. Pengukuran dilakukan selama 2 menit hingga diperoleh pembacaan jarum pada posisi yang stabil. Rotor berputar dan jarum akan bergerak sampai diperoleh nilai viskositas sampel. Pembacaan nilai viskositas dilakukan setelah jarum stabil.

Analisis Profil Komponen Volatil (Modifikasi Yang et al. 2009)

Analisis komponen volatil dalam sirup menggunakan 4 ml sampel yang diekstraksi dengan SPME (Solid Phase Micro Extraction). SPME dilakukan menggunakan fiber bipolar yaitu Divinylbenzene/carboxen/polydimethyl siloxane (DVB/CAR/PDMS) 30.50 micrometer coating. Ekstraksi dilakukan selama 45 menit pada suhu 500C.

Analisis GC-MS menggunakan GC-MS Agilent 5975C inert XL EI/CI MSD with Triple Axis Detector dengan kolom DB-5 60 meter. Suhu 500C selama 5 menit, 500C – 1000C dengan kecepatan 30C / menit, 1000C – 1600C dengan kecepatan 40C/menit, 1600C – 2200C dengan kecepatan 50C/menit, dan suhu 2200C selama 20 menit. Suhu injector 2500C dan suhu interface 2600C dengan flow rate 0,8 ml/menit dan mode splitless. Analisis GC-MS membutuhkan waktu 68,78 menit pada setiap sampel. Helium digunakan sebagai carrier gas. Kromatogram dan spektrum massa yang diperoleh diidentifikasi dengan beberapa cara, yaitu:

1. Interpretsi sprektramassa yaitu membandingkan spektra massa suatu komponen target dengan spektra massa standar yang terdapat pada mass spectra library koleksi NIST (National Institute Standard and Technology). 2. Penentuan nilai Linear Retention Indices (LRI), dimana setiap peak yang

terdeteksi pada detektor dan dicatat oleh integrator yang mempunyai waktu retensi masing-masing. Untuk program temperatur gradien, digunakan perhitungan LRI. Nilai LRI merupakan hubungan antara waktu retensi standar n-alkana (C9– C23) yang disuntikkan pada kondisi yang sama dengan

(32)

17

Keterangan:

LRIx = indeks retensi linear komponen x

tx = waktu retensi komponen x (menit)

tn = waktu retensi standar alkana, dengan n+1 atom karbon yang

muncul sesudah komponen x (menit)

n = jumlah atom karbon standar alkana yang muncul sebelum komponen x

Analisis Statistik

Data hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan ANOVA (Analisis of Variance). Apabila dari hasil analisa terdapat pengaruh yang signifikan maka dilakukan uji Duncan dengan selang kepercayaan 5%. Data atribut mutu selama penyimpanan dianalisis menggunakan Paired Sample t-test dengan selang kepercayaan 5%, dan data setiap pengukuran dibandingkan dengan pengukuran awalnya. Analisis data komponen volatil sirup campuran jahe, sereh, dan madu menggunakan GC-MS dan dibahas secara deskriptif berdasarkan literatur.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstraksi dan Formulasi

Tahap penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan ekstraksi jahe emprit dan sereh menggunakan air. Pelarut air merupakan pelarut yang mayoritas digunakan dalam proses ekstraksi. Ekstrak yang dihasilkan dapat langsung digunakan, selanjutnya ekstrak jahe dan ekstrak sereh dipanaskan pada suhu 600C selama 10 menit agar gelatinisasi tidak tercapai dengan sempurna. Gelatinisasi pada jahe akan menyebabkan ekstrak jahe mengental. Madenini et al. (2011) menyebutkan bahwa suhu awal gelatinisasi pati jahe adalah 880C. Swelling power terjadi pada suhu 800C, yaitu pati terdispersi saat dipanaskan dalam air dan granula pati akan memperoleh energi termal yang dapat melemahkan ikatan antar granula. Hal ini menunjukkan bahwa sebelum pemanasan mencapai suhu 880C granula pati masih bersifat reversible karena granula pati hanya mengalami hidrasi dan pengembangan tetapi belum kehilangan sifat birefringen.

(33)

18

kinetik larutan sehingga difusi pelarut ke dalam sel jaringan semakin meningkat pula. Apabila suhu dan waktu ekstraksi terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan terhadap komponen yang dikehendaki. Hal tersebut membuktikan bahwa setiap komponen yang akan diekstrak memiliki kondisi optimum yang berbeda-beda untuk mendapatkan komponen yang dikehendaki.

Proses selanjutnya setelah jahe dan sereh diekstrak adalah dekantasi yang bertujuan untuk memisahkan pati yang masih tertinggal di dalam filtrat, selanjutnya pati yang mengendap dibuang. Dekantasi dilakukan untuk mendapatkan minuman yang lebih jernih karena kejernihan sangat mempengaruhi penampakan warna selama penyimpanan dan rasa minuman itu sendiri. Guo et al. (2011) menyatakan bahwa sirup akan menghasilkan endapan. Endapan dapat berasal dari bubur ekstrak yang tidak tersaring dengan halus sehingga bubur tersebut masih terdapat dalam campuran yang akan digunakan pada pembuatan sirup.

Penerimaan dan kesukaan konsumen menjadi hal yang paling penting dalam pemilihan formula sirup jahe. Kozlowska et al. (2003) menjelaskan bahwa kesukaan dan penerimaan seseorang terhadap makanan itu berbeda tergantung pada usianya. Panelis dengan usia tua (59 – 88 tahun) lebih menyukai jus apel dengan konsentrasi gula yang lebih tinggi dibandingkan dengan usia muda (20 – 30 tahun). Pada penelitian ini, uji hedonik dilakukan pada panelis yang berusia muda. Setyaningsih et al. (2010) menyebutkan bahwa kemampuan seseorang dalam merasa, mencium, mendengar, dan melihat semakin berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Oleh sebab itu, usia muda dianggap sebagai usia panelis yang tepat dalam pengujian sirup ini.

Formulasi awal sirup dilakukan menggunakan lima konsentrasi ekstrak jahe, tiga konsentrasi ekstrak sereh, dan dua konsentrasi madu. Pemilihan formula sirup berdasarkan uji organoleptik secara trial & error pada 30 panelis. Penilaian dilakukan terhadap atribut rasa dan aroma sirup. Atribut rasa dan aroma sirup ekstrak sereh dengan konsentrasi madu yang tetap. Dengan demikian, didapatkan 6 formula hasil pengacakan lengkap. Formula A terdiri atas 20% ekstrak jahe, 10% ekstrak sereh dan 10% madu. Formula B yaitu 25% ekstrak jahe, 10% ekstrak sereh, dan 10% madu. Formula C terdiri atas 30% ekstrak jahe, 10% ekstrak sereh, dan 10% madu. Formula D yaitu 20% ekstrak jahe, 15% ekstrak sereh, dan 10% madu. Formula E terdiri dari 25% ekstrak jahe, 15% ekstrak sereh, dan 10% madu. Formula F yaitu 30% ekstrak jahe, 15% ekstrak sereh, dan 10% madu.

(34)

19 didapat apabila kadar sukrosa > 65% dengan demikian jumlah air pada kondisi terbentuknya kristal selalu pada kadar air < 35%.

Hasil Organoleptik

Dalam penelitian ini dilakukan uji afeksi penerimaan (acceptance test) menggunakan 70 orang panelis yang tidak terlatih terhadap lima formula sirup dengan parameter penyimpanan meliputi: atribut warna, rasa, aroma, dan overall berdasarkan 7 skala nilai. Hasil uji organoleptik tertera pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil organoleptik dan kapasitas antioksidan lima formula sirup

Formula Atribut mutu Kapasitas antioksidan

Warna Rasa Aroma Overall (mg vit C/100 g)

Huruf yang sama pada lajur yang sama menunjukkan tidak beda nyata (p>0.05)

Warna

Warna merupakan atribut organoleptik yang pertama dilihat oleh konsumen dalam membeli atau mengkonsumsi suatu produk, seperti warna selai strawberry yang pertama sekali memberikan pengaruh terhadap suatu produk untuk disukai atau tidak disukai (Kopjar et al. 2009). Warna produk yang unik akan lebih menarik perhatian konsumen. Pada penelitian ini, sirup yang dihasilkan berwarna kuning kecoklatan, setelah diseduh dengan air berwarna kuning keruh. Skor tertinggi atribut warna sirup dimiliki oleh Formula D, yaitu 5.39 (Tabel 3). Namun, hasil ANOVA menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan warna yang nyata antara kelima formula sirup. Data tersebut menggambarkan bahwa panelis memiliki tingkat penerimaan yang sama terhadap kelima warna formula sirup. Perbedaan konsentrasi ekstrak jahe dan ekstrak sereh pada masing-masing formula tidak menunjukkan perbedaan warna yang nyata.

Adnan et al. (2011) menyebutkan bahwa curcumene merupakan komponen yang bertanggung jawab atas warna pada kunyit. Kizhakkayil dan Sasikumar (2012) menyebutkan bahwa zingiberene dan curcumene merupakan komponen utama yang terdapat pada jahe dan curcumene juga dapat diidentifikasi pada formula sirup ini. Oleh sebab itu, diduga bahwa curcumene yang diidentifikasi pada sirup ini berperan terhadap warna sirup.

Rasa

(35)

20

harus menarik dan memiliki kepadatan energi yang tinggi, namun tanpa rasa yang baik produk tersebut tidak dapat diterima oleh masyarakat. Pada penelitian ini, formula sirup yang memiliki skor rasa tertinggi (5.17) adalah Formula E seperti yang tertera pada Tabel 3. Namun, hasil ANOVA menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan rasa yang nyata pada kelima formula sirup. Artinya, formulasi campuran ekstrak jahe sedang (25%) dan ekstrak sereh tertinggi (15%) memberikan respon rasa yang sama oleh panelis. Policegoudra et al. (2007) menyebutkan bahwa diarylheptanoids dan gingerol merupakan komponen yang memberikan rasa pedas pada jahe. Rasa pedas ini yang menjadi daya tarik panelis terhadap uji hedonik sirup.

Aroma

Penilaian aroma juga merupakan salah satu penilaian yang paling penting karena perbedaan komposisi ekstrak jahe dan ekstrak sereh dalam setiap formula berpengaruh besar pada aroma yang dihasilkan. Menurut Muhimbula et al. (2011) bahwa aroma merupakan bagian integral dari rasa dan penerimaan umum makanan sebelum dimasukkan ke dalam mulut. Formula E memiliki skor aroma tertinggi yaitu 5.37. Hasil ANOVA menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada aroma sirup. Uji lanjut Duncan menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata pada penilaian aroma sirup. Formula sirup C dan D tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata, tetapi formula sirup B dengan formula E dan F menunjukkan perbedaan nyata (Tabel 3). Formula E memiliki penilaian tertinggi dimana komposisi campuran ekstrak jahe dan ekstrak sereh mampu memberikan aroma yang disukai. Salah satu komponen yang berperan terhadap aroma jahe yaitu zingiberene (Kizhakkayil dan Sasikumar 2012), yang juga dapat diidentifikasi pada formula sirup pada penelitian ini.

Keseluruhan (Overall)

Penerimaan keseluruhan merupakan penerimaan organoleptik produk secara umum, yaitu panelis melihat keseluruhan sifat yang ada pada sirup, baik warna, rasa, aroma maupun sifat organoleptik lain pada produk. Skor tertinggi overall dimiliki oleh Formula C yaitu 5.20 (Tabel 3). Namun, hasil ANOVA menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata terhadap penerimaan keseluruhan (overall) sirup.

Dari uraian hasil pengujian warna, rasa, dan keseluruhan (overall) tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata. Parameter aroma menunjukkan perbedaan yang nyata, dengan skor tertinggi pada formula E.

Kapasitas Antioksidan sebelum Penyimpanan

(36)

21 dengan formula sirup C dan D. Formula E memiliki kapasitas antioksidan lebih tinggi dibandingkan dengan Formula C dan F yaitu 192.165 ± 1.66 mg vit C/100g.

Ghasemzadeh dan Ghasemzadeh (2011) menyebutkan bahwa flavonoid dikenal memiliki kapasitas antioksidan. Fenol, polifenol, flavonoid, asam fenolik atau ditermen fenolik adalah komponen-komponen dominan yang berpotensi sebagai antioksidan (Kiselova et al. 2006), berperan dalam menangkal dan menetralkan radikal bebas, meredam terbentuknya singlet oksigen dan triplet oksigen atau secara langsung mendekomposisi peroksida (Javanmardi et al. 2003). Jahe yang diekstrak menggunakan air dengan suhu 1000C memiliki polifenol, flavonoid, dan tanin lebih tinggi dibandingkan diekstrak menggunakan pelarut lain atau air dengan suhu 300C. Total polifenol jahe yang diekstrak menggunkan air suhu 1000C yaitu 840 ± 2.1 mg/100 g, tanin 1.01 ± 0.05 g/100 g, flavonoid 2.98 ± 0.06, dan total kapasitas antioksidan 73.529 ± 121µmol/g sampel (Adel dan Prakash 2010). Penelitian tersebut sesuai dengan penelitian ini yang melakukan ekstraksi jahe menggunakan pelarut air pada suhu 600C selama 10 menit. Oleh sebab itu, dimungkinkan komponen antioksidan pada jahe dapat terkestraksi dengan baik.

Jahe telah diungkapkan memilki kapasitas antioksidan, sereh dan madu juga banyak diteliti memiliki kapasitas antioksidan. Ghasemzadeh et al. (2012) menyebutkan bahwa total flavonoid sereh yaitu 0.229 ± 0.039 mg/g DW, katekin 0.037 ± 0.009 mg/g DW, kaempferol 0.054 ± 0.00 mg/g DW dan kapasitas antioksidan sereh yaitu 62.47 ± 0.88 %. Data tersebut menunjukkan bahwa komponen flavonoid katekin dan yang lainnya mungkin juga bertanggung jawab terhadap kapasitas antioksidan. Ratnayani et al. (2012) mengungkapkan bahwa kapasitas antioksidan madu randu pada 5 menit perendaman DPPH yaitu 62.55 ± 4.440% sedangkan kapasitas antioksidan madu kelengkeng yaitu 44.12 ± 1.343%. Total komponen fenolik madu randu yaitu 1375.89 ± 134.10 mgGAE/kg sedangkan total komponen fenolik madu kelengkeng sebesar 1136.49 ± 39.62 mg GAE/kg. Berdasarkan hasil total komponen fenolik pada madu randu dan madu kelengkeng dapat dilihat bahwa adanya hubungan yang linier dengan kapasitas antiradikal bebasnya.

Komponen alami madu yang bertanggung jawab dalam aktifitas antioksidan antara lain adalah vitamin C, asam organik, enzim, asam fenolik, flavonoid dan beta karoten yang bermanfaat sebagai antioksidan tinggi (Gheldof et al. 2002). Madu diproduksi di berbagai tempat dari sumber yang berbeda-beda, tentunya akan menghasilkan warna madu yang berbeda pula. Madu yang memiliki warna gelap memiliki kapasitas antioksidan yang tinggi daripada madu yang berwarna terang dengan komposisi kadar air yang tinggi (Gheldof dan Engeseth 2002), selain itu Bertoncelj et al. (2007) juga menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kapasitas antiradikal dengan warna madu.

(37)

22

sari sereh memiliki nilai dien terkonjugasi yang lebih tinggi daripada standar BHT 200 ppm.

Jaya (2008) menyebutkan bahwa ekstrak air jahe 25 ml ditambahkan 15% madu memiliki kapasitas antioksidan 35.51 ± 0.02%, ekstrak air jahe 25 ml ditambahkan 30% madu memiliki kapasitas antioksidan 37.65 ± 0.03%, dan ekstrak air jahe 25 ml ditambahkan 45% madu memiliki kapasitas antioksidan 42.73 ± 0.03%. Dari data tersebut, dapat dikatakan bahwa kapasitas antioksidan minuman ekstrak jahe akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi madu yang ditambahkan. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa formulasi sirup campuran jahe, sereh, dan madu memiliki efek sinergis terhadap kapasitas antioksidan.

Berdasarkan hasil pengamatan organoleptik, formula sirup E memiliki skor aroma yang tinggi dan kapasitas antioksidan tertinggi, sehingga formula sirup E terpilih untuk dilanjutkan sebagai sampel pada uji penyimpanan yang bertujuan mengkaji stabilitas atribut mutu dan komponen volatil pada suhu ruang. Selanjutnya, sirup E akan disebut sirup jahe.

Karakteristik Formula Sirup Terbaik

Sirup jahe (Formula E) merupakan formula terpilih berdasarkan hasil organoleptik atribut aroma dan analisis kapasitas antioksidan dengan nilai tertinggi. Selanjutnya, analisis proksimat dilakukan untuk mengetahuikandungan zat gizi pada sirup campuran jahe, sereh dan madu. Zat gizi sirup yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak. Kadar karbohidrat diperoleh dengan perhitungan by difference. Pada Tabel 4 ditunjukkan hasil analisis proksimat dari sirup jahe.

Tabel 4. Hasil analisis proksimat komposisi kimia sirup jahe

Komposisi Sirup Jahe

Air (%) 32.22

Abu (%) 0.07

Protein (%) 0.83

Lemak (%) 0.085

Karbohidrat by diff. (%) 66.795

Kadar Air

(38)

23 Ferreira et al. (2004) menyebutkan bahwa gula dapat mengikat air secara efisien sehingga penambahan gula pada suatu produk dapat memberikan efek pengawetan. Menurut Zakaria et al. (2000) bahwa kadar air jahe segar sebesar 83.63% dan kadar air ekstrak jahe sebesar 98.52%. Berdasarkan data tersebut, maka kadar air jahe mengalami penurunan dan total padatan terlarut mengalami peningkatan setelah jahe diolah menjadi sirup. Pada penelitian ini kadar air sirup jahe sebesar 32.22 % (bk).

Kadar Abu

Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kadar abu menunjukkan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan (Sudarmadji et al. 2007). Mineral memegang peranan penting dalam memelihara fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan (Almatsier 2006). Produk hasil pengolahan menyebabkan penurunan kadar abu terhadap bahan dasarnya (Manalu 2011, Kmiecik et al. 2000). Pada penelitian ini, kadar abu sirup jahe sebesar 0.07% (bk).

Kadar Protein

Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena selain berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Budiyanto 2002). Protein adalah sumber-sumber asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat (Winarno 2008).

Kadar protein sirup jahe sebesar 0.83% (bk). Penurunan kadar protein terjadi saat proses pengolahan menjadi sirup jahe. Coimbra dan Jorge (2011) menyatakan bahwa pemanasan dapat merusak ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik non polar karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein bergerak sangat cepat sehingga merusak ikatan molekul tersebut. Pemanasan menyebabkan protein terdenaturasi sehingga kemampuan mengikat air menurun.

Kadar Lemak

Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Lemak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Lemak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda (Winarno 2008).

(39)

24

Karbohidrat

Karbohidrat adalah sumber kalori utama bagi kehidupan manusia dan hewan. Karbohidrat dalam ilmu gizi dibagi dalam dua golongan, yaitu karbohidrat sederhana (monosakarida, disakarida, gula alkohol, dan oligosakarida) dan karbohidrat kompleks yaitu polisakarida dan serat (Almatsier 2006). Hasil perhitungan by difference menunjukkan bahwa kadar karbohidrat sirup jahe sebesar 66.8 %. Pengolahan dan penambahan gula menyebabkan peningkatan karbohidrat. Al-Hooti et al. (2002) juga mengungkapkan hal yang serupa bahwa penambahan gula pada sirup mempengaruhi kadar karbohidrat bahan.

Pembotolan dan Penyimpanan

Sirup jahe dimasukkan ke dalam botol yang telah disterilisasi pada suhu 1210C selama 15 menit. Gaikwad et al. (2013) melakukan sterilisasi pada botol minuman ready to serve herbal pada suhu 1050C selama 10 menit. Sterilisasi dilakukan agar mikroorganisme yang kemungkinan akan tumbuh selama penyimpanan sirup jahe tidak berkembang biak, sehingga sirup jahe yang dihasilkan akan lebih lama masa simpannya dan memiliki atribut sensori yang baik. Proses pengisian sirup jahe dalam botol dilakukan dengan hot filling yang bertujuan menciptakan ruang vakum, serupa dengan penelitian Triswandari (2006).

Tahap berikutnya adalah pemanasan sirup jahe dalam botol. Pada penelitian ini, pemanasan dilakukan pada saat mendidih selama 30 menit seperti yang diungkapkan oleh Aditiana et al. (2011). Penelitian lain mengungkapkan hal yang berbeda, seperti Gaikwad et al. (2013) melakukan sterilisasi minuman ready to serve herbal yang terbuat dari aonla dan jahe pada suhu 900C selama 25 menit, sedangkan Yadav et al. (2013) melakukan pasteurisasi minuman ready to serve Aloe vera dengan ekstrak jahe pada suhu 85-950C selama 1-3 menit. Pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan pada suhu yang relatif rendah yaitu suhu di bawah 1000C. Pada bahan pangan yang tergolong asam (pH < 4,5), pasteurisasi bertujuan untuk memperpanjang umur simpan dan membunuh mikroorganisme pembusuk seperti kapang dan khamir, serta untuk menginaktivasi enzim yang terdapat dalam bahan pangan tersebut (Fellow 2000).

Penyimpanan sirup jahe dilakukan dalam botol kaca gelap pada suhu ruang untuk menghambat terjadinya oksidasi sehingga dapat mempertahankan kapasitas antioksidan selama penyimpanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan,

semakin cepat proses oksidasi yang terjadi (Rachmawati et al. 2009). Houska et

al. (2006) menyebutkan bahwa botol PET (Polyethylen Terephthalate) gelap

(40)

25

Kapasitas Antioksidan selama Penyimpanan

Pengukuran kapasitas antioksidan selama penyimpanan sirup jahe disimak pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil pengukuran kapasitas antioksidan sirup jahe selama penyimpanan 8 minggu

Hasil uji paired sample t-test menyebutkan bahwa kapasitas antioksidan pada minggu ke-2, ke-4, ke-6 dan ke-8 menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dibandingkan minggu ke-0. Hal tersebut berbeda dengan Policegoudra dan Aradhya (2007) yang menyebutkan bahwa kapasitas antioksidan jus mango ginger mengalami penurunan selama penyimpanan 120 hari pada suhu ruang. Kapasitas antioksidan yang mengalami penurunan mungkin karena terjadi reaksi oksidasi. Menurut Patras et al. (2008), degradasi komponen antioksidan dapat disebabkan oleh reaksi oksidasi, pemutusan ikatan kovalen maupun peningkatan laju reaksi oksidasi oleh panas. Komponen antioksidan yang sudah teroksidasi akan menjadi rusak dan mengurangi kemampuannya dalam meredam dan menangkal radikal bebas.

Menurut Pratt (1992), adanya komponen oksigen residual tersebut dapat mengakibatkan komponen flavonoid dalam minuman mendonorkan gugus hidroksilnya (-OH) untuk mempertahankan kestabilan minuman. Komponen flavonoid tersebut akhirnya kehilangan gugus –OH yang mengakibatkan semakin turunnya kapasitas antioksidan selama penyimpanan. Kapasitas antioksidan sirup jahe pada penelitian ini tidak mengalami perubahan yang nyata selama penyimpanan diduga karena penyimpanan sirup jahe pada botol kaca gelap sehingga dapat menghambat panas dan memperlambat laju reaksi oksidasi.

Total Fenol selama Penyimpanan

(41)

26

Tabel 6. Hasil pengukuran total fenol sirup jahe selama penyimpanan 8 minggu

Penyimpanan sampel Total fenol

(mg ekuivalen as. galat/ 100g sampel)

0 minggu 8.3 ± 0.23

2 minggu 8.35 ± 0.25

4 minggu 8.84 ± 0.02

6 minggu 8.63 ± 0.02

8 minggu 8.79 ± 0.25

Keterangan: Mean ± SD (n=2)

Uji paired sample t-test menunjukkan total fenol pada minggu ke-2, ke-4, ke-6 menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dibandingkan dengan minggu ke-0. Total fenol pada minggu ke-8 menunjukkan ada perbedaan yang nyata dibandingkan minggu ke-0. Hal berbeda diungkapkan Policegoudra dan Aradhya (2007) bahwa total fenol pada jus mango ginger tidak mengalami peningkatan hingga penyimpanan 60 hari pada suhu ruang, selanjutnya akan mengalami penurunan hingga 120 hari penyimpanan. Penelitian tersebut didukung oleh penelitian lain, seperti Triswandari (2006) menyebutkan bahwa terjadi penurunan kandungan komponen polifenol di dalam minuman belimbing wuluh-jahe pada kondisi suhu penyimpanan yang semakin tinggi. Shahidi dan Naczk (2004) menyebutkan bahwa komponen polifenol mudah teroksidasi menjadi bentuk lain yang dapat mengurangi kemampuannya sebagai antioksidan. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Policegoudra dan Aradhya (2007) bahwa penyimpanan suhu dingin dapat memperlambat pertumbuhan karena kebutuhannya terhadap oksigen.

Total fenol menunjukkan hubungan yang positif terhadap kapasitas antioksidan (Hinneburg et al. 2006, Adel dan Prakash 2010, Maizura et al. 2011). Pada penelitian ini, kapasitas antioksidan selama penyimpanan menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan. Hal tersebut sesuai dengan total fenol yang tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan selama penyimpanan, diduga karena penyimpanan sirup jahe pada botol kaca gelap sehingga dapat menghambat panas dan memperlambat laju reaksi oksidasi.

Total Plate Count (TPC) selama Penyimpanan

(42)

27

Tabel 7. Hasil pengukuran Total Plate Count sirup jahe selama penyimpanan 8 minggu

Pertumbuhan mikroba Total mikroba (CFU/ml) 100 101 102 mikroba lebih kecil dari 2.5 x 10 CFU/ml berada di bawah batas yang ditentukan oleh SNI 01-3544-1994 (BSN 1994). Larutan gula dan garam yang pekat dapat mengakibatkan meningkat tekanan osmotik pada sel mikroba, air plasma sel terserap oleh larutan diluar sel menyebabkan sel kekurangan air dan akhirnya mati karena plasmolisis. Akan tetapi produk pangan berkadar gula tinggi cendrung rusak oleh kapang. Metabolisme mikrobia ini umumnya diikuti dengan pelepasan air dan hal ini mengakibatkan naiknya nilai aw dari bahan pangan.

Suhu berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba, diduga karena suhu mempengaruhi aktivitas enzim yang mengkatalis reaksi-reaksi biokimia di dalam sel mikroba. Oleh karena itu mikroba mempunyai suhu maksimum, minimum dan optimum untuk pertumbuhannya. Secara umum, pertumbuhan jasad renik terjadi pada suhu (antara suhu minimum dan suhu maksimum) yaitu sekitar 300C. Kecepatan pertumbuhan jasad renik meningkat secara lambat dengan naiknya suhu sampai kecepatan pertumbuhan maksimum, kecepatan pertumbuhan menurun dengan cepat dengan naiknya suhu (Fardiaz 1992).

pH selama Penyimpanan

Nilai pH sirup mengalami penurunan dari minggu 0 hingga minggu ke-8 (Tabel ke-8) walaupun berdasarkan uji paired sample t-test menunjukkan tidak berbeda nyata. Hal ini didukung oleh data TPC yang menyebutkan bahwa jumlah mikroba lebih kecil dari 2.5 x 10 CFU/ml berada di bawah batas yang ditentukan oleh SNI 01-3544-1994 (BSN 1994), sehingga dapat dikatakan bahwa belum terjadi reaksi-reaksi enzimatis selama penyimpanan sirup jahe.

(43)

28

Tabel 8. Hasil pengukuran pH sirup jahe selama penyimpanan 8 minggu Lama penyimpanan sampel pH

Naknean dan Memunee (2011) menyebutkan bahwa peningkatan keasaman terjadi karena proses fermentasi gula yang disebabkan oleh mikroorganisme. Kontaminasi mikroorganisme pada produk berakibat pada rendahnya pH dan tingginya TAT pada sirup gula palm. Umumnya sirup gula palm mengandung kadar gula yang sangat tinggi yang merupakan lingkungan yang selektif untuk pertumbuhan mikroorganisme. Selama proses penguapan, mikroorganisme ada dalam getah sawit yang hancur ketika suhu sirup mencapai 1000C. Osmophilic yeasts (seperti Saccharomyces rouxii) adalah mikroorganisme yang umum ditemukan dalam sirup yang dapat hidup pada aw rendah (< 0.85) atau

pada konsentrasi zat terlarut yang tinggi.

Total Asam Tertitrasi (TAT) selama Penyimpanan

Pengamatan terhadap total asam tertitrasi (TAT) dilakukan setiap dua minggu sekali selama delapan minggu penyimpanan. Total asam tertitasi diukur berdasarkan netralisasi sampel dengan basa kuat. Tabel 9 di bawah ini menunjukkan data TAT sirup selama penyimpanan.

Tabel 9. Hasil pengukuran total asam tertitrasi sirup jahe selama penyimpanan 8 minggu

Lama penyimpanan sampel TAT (ml NaOH/100 g)

Minggu ke-0 16.42 ± 0.00

(44)

29 mint dan jahe, dapat pula dikaitkan dengan kandungan polifenol dalam ekstrak mentha, serta cepatnya konversi protein menjadi asam amino.

Pada penelitian ini, total asam tertitrasi tidak mengalami perubahan selama penyimpanan. Hal tersebut dimungkinkan karena tidak terjadinya kontaminasi mikroorganisme (Naknean dan Memunee 2011). Berdasarkan data TPC bahwa jumlah mikroba lebih kecil dari 2.5 x 10 CFU/ml selama penyimpanan atau dapat dikatakan bahwa mikroba tidak tumbuh pada sirup jahe. Pemecahan sukrosa oleh mikroba tidak terjadi sehingga tidak terjadi perubahan pH dan TAT.

Total Padatan Terlarut (TPT)

Total padatan terlarut menunjukkan kandungan bahan-bahan yang terlarut dalam larutan. Tabel 10 menunjukkan data pengukuran TPT selama penyimpanan. Uji paired sample t-test TPT pada sirup minggu ke-2, ke-4, ke-6, dan ke-8 menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dibandingkan minggu ke-0. Berbeda dengan Gaikwad et al. (2013) yang menyebutkan bahwa terjadi penurunan nilai TPT minuman ready to serve herbal selama 60 hari pada suhu ruang. Minuman tersebut terdiri atas buah aonla dan ekstrak jahe menggunakan pemanis buatan. Nwobosi et al. (2013) juga menyebutkan hal yang serupa bahwa TPT minuman tigernut dan ektrak jahe mengalami penurunan selama 8 hari penyimpanan pada suhu ruang. Penurunan nilai TPT menandakan terjadinya penurunan kadar sukrosa dalam minuman yang diperkuat dengan pengamatan sensori secara individual. Menurut Fardiaz (1992), karbohidrat (dalam hal ini sukrosa) menjadi substrat utama yang dipecah oleh mikroba dalam proses fermentasi menjadi unit-unit gula yang lebih sederhana (misalnya glukosa).

Tabel 10. Hasil pengukuran total padatan terlarut sirup jahe selama penyimpanan 8 minggu

Lama penyimpanan sampel TPT (0Brix)

Gambar

Tabel 1. Syarat Mutu Sirup SNI 01- 3544 - 1994
Tabel 2. Karakterisasi tiga jenis jahe
Tabel 12. Komponen volatil utama pada sirup jahe (Hari ke-0)
Tabel. Data pengukuran kapasitas antioksidan pada lima formulasi sirup
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk dapat menjalankan PHP melalui browser, maka anda diharuskan terlebih dahulu menginstall web server ( misalnya Apache, PWS, IIS ) lalu menginstall PHP, sedangkan

Prodi dan Biro Rektor membentuk tim kecil (Tim Perumus) yang terdiri dari Rektorat, Senat, Dekanat, Pengelola Biro untuk melakukan evaluasi Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran

Panjang sisi yang sama dari segitiga sama kaki adalah 2 kali panjang sisi ketiga.. Jika keliling segitiga 80

Berdasarkan analisis data awal dan hasil penelitian Widodo, serta studi pendahuluan Sakti di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep siswa melalui

Hasil penelitian menunjukkan lokasi sistem energi hibrid di Waduk Lodan memiliki potensi, dengan Konfigurasi sistem yang optimal berupa : 15 kW turbin air, 50 kW generator,

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui (1) Seberapa besar pengaruh pemanfaatan perpustakaan sekolah terhadap hasil belajar kewirausahaan kelas XI SMK GARUDA

Kadar Gula dan Vitamin C pada Yoghurt Susu Sapi Boyolali dengan Penambahan Air Muda (Cocos nucivera) dan Ekstrak Buah Sirsak (Anona muricata).. Surakarta:

Dalam analisis dan perancangan ini digunakan metode perancangan sistem yang berorientasi Objek ( Object-Oriented Analysis and Design ), melalui pendekatan sistem