• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ukuran Lahir, Keragaan Status Gizi, Dan Komposisi Tubuh Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ukuran Lahir, Keragaan Status Gizi, Dan Komposisi Tubuh Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

UKURAN LAHIR, KERAGAAN STATUS GIZI, DAN KOMPOSISI

TUBUH MAHASISWA TINGKAT PERSIAPAN BERSAMA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

RESTU PERTIWI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Ukuran Lahir, Keragaan Status Gizi, dan Komposisi Tubuh Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

RESTU PERTIWI. Ukuran Lahir, Keragaan Status Gizi, dan Komposisi Tubuh Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor. Dibimbing oleh RIMBAWAN.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan ukuran lahir, keragaan status gizi, dan komposisi tubuh mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama, Institut Pertanian Bogor angkatan 2013. Desain penelitian ini adalah cross-sectional dengan puposive sampling yang melibatkan 45 orang laki-laki dan 64 orang perempuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar contoh memiliki ukuran tubuh saat lahir yang normal. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan dalam ukuran lahir. Sebanyak 66.1% contoh memiliki status gizi normal dan komposisi tubuh yang normal. Persen lemak tubuh, lemak viseral, massa bebas lemak (FFM), rasio lingkar pinggang-pinggul secara signifikan berbeda antara laki-laki dan perempuan. Berat badan lahir secara signifikan berhubungan positif terhadap indeks massa tubuh (p=0.023), sedangkan panjang badan lahir memiliki hubungan positif yang signifikan dengan FFM (p=0.040). Terdapat hubungan signifikan antara berat badan lahir terhadap indeks massa tubuh dan hubungan berat serta panjang badan lahir terhadap FFM setelah adanya penyesuaian beberapa faktor perancu yang meliputi jenis kelamin, indeks massa tubuh saat ini, tingkat kecukupan energi dan protein, aktivitas fisik, dan status perekonomian.

Kata kunci: keragaan status gizi, komposisi tubuh, ukuran lahir

ABSTRACT

RESTU PERTIWI. Size at Birth, Nutritional Status Profile, and Body Composition of Common First Year Students of Bogor Agricultural University. Supervised by RIMBAWAN.

The objective of this study was to analyze the correlation between size at birth, nutritional status profile, and body composition of common first year students entering Bogor Agricultural University at 2013. Design of this study was cross-sectional with purposive sampling. The study was carried out with 45 males and 65 females. Result showed that most of students had normal size at birth. There was no significant difference between male and female in size at birth. As much as 66.1% subjects had normal nutritional status and most of them had normal body composition. Percent body fat, visceral fat, fat free mass, and waist-to-hip ratio were significantly different between male and female subjects. Birth weight was significantly correlated with body mass index (BMI) (p=0.023), whereas birth length had significant correlation with fat free mass (p=0.040). There was a significant association between birth weight toward BMI and also between birth weight and birth length toward fat free mass with confounding factors adjustment including gender, current BMI, energy and protein adequacy level, physical activity, and economic status.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

UKURAN LAHIR, KERAGAAN STATUS GIZI, DAN KOMPOSISI

TUBUH MAHASISWA TINGKAT PERSIAPAN BERSAMA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

RESTU PERTIWI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian dan dilaksanakan sejak bulan April 2014 ini ialah ukuran lahir, keragaan status gizi, dan komposisi tubuh mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor. Penyelesaian tugas akhir ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada:

1. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementrian Pendidikan Nasional yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menerima program Beasiswa Bidik Misi sehingga penulis dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi selama empat tahun di Institut Pertanian Bogor,

2. Bapak Dr. Rimbawan selaku dosen pembimbing skripsi dan pembimbing akademik yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan arahan, saran, kritik, serta dorongan kepada penulis selama menuntut ilmu di Departemen Gizi Masyarakat IPB dan dalam penyelesaian tugas akhir ini, 3. Bapak Dr.Ir. Irmansyah, MSi selaku Kepala Badan Pengelola Asrama TPB IPB

beserta seluruh jajarannya, atas izin, bantuan, dan kerjasama sehingga penelitian ini dapat terlaksana,

4. Mama dan almarhum abah, atas cinta dan kasih sayang, dukungan, doa yang tidak ada henti, serta kesetiaannya menjadi guru kehidupan bagi penulis, 5. Sahabat yang senantiasa membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian ini

serta teman-teman Warrior 47 lainnya yang telah memberikan dukungan, kebersamaan, suka, dan duka bagi penulis,

6. Seluruh pihak yang telah banyak membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Penulis memohon maaf atas segala kekurangan dan kekhilafan yang pernah penulis lakukan, semoga laporan dari penelitian ini dapat memberikan manfaat. Demikian yang bisa penulis sampaikan, kurang lebihnya mohon maaf.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Hipotesis Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

KERANGKA PEMIKIRAN 3

METODE 5

Desain, Tempat, dan Waktu 5

Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh 5

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 7

Pengolahan dan Analisis Data 9

Definisi Operasional 11

HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Karakteristik Contoh 12

Riwayat Kelahiran Contoh 14

Keragaan Status Gizi Contoh 15

Indeks Massa Tubuh 16

Asupan dan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Contoh 18 Aktivitas Fisik Contoh 20 Komposisi Tubuh Contoh 21 Persen Lemak Tubuh 21

Lemak Viseral 23

Massa Bebas Lemak 24

Lingkar Pinggang 25

Rasio Lingkar Pinggang-Pinggul 27

Hubungan Ukuran Lahir dengan Komposisi Tubuh 28

(14)

Hubungan Berat dan Panjang Badan Lahir dengan Lemak Viseral 29

Hubungan Berat dan Panjang Badan Lahir dengan Massa Bebas Lemak 30 Hubungan Berat dan Panjang Badan Lahir dengan Lingkar Pinggang 31

Hubungan Berat dan Panjang Badan Lahir dengan RLPP (Rasio Lingkar Pinggang-Pinggul) 31 Hubungan Berat dan Panjang Badan Lahir dengan Indeks Massa Tubuh 32 Hubungan Ukuran Lahir terhadap Komposisi Tubuh dan Faktor-faktor

Perancu 33

SIMPULAN DAN SARAN 34

Simpulan 34

Saran 35

DAFTAR PUSTAKA 35

LAMPIRAN 41

(15)

DAFTAR TABEL

1 Sebaran contoh berdasarkan proporsi jenis kelamin tiap departemen 6 2 Variabel, cara, dan alat pengumpulan data 8 3 Variabel, data yang dibutuhkan, dan kategori pengukuran 9 4 Sebaran contoh menurut karakteristik 13

5 Sebaran contoh menurut ukuran lahir 14

6 Sebaran contoh menurut indeks massa tubuh dan status gizi 16 7 Sebaran contoh menurut status perekonomian terhadap keragaan

status gizi 16 8 Sebaran contoh menurut ukuran lahir terhadap keragaan status gizi 17 9 Sebaran contoh menurut tigkat kecukupan energi dan protein 18

10 Rata-rata frekuensi dan jumlah konsumsi 19

11 Sebaran contoh menurut tingkatan aktivitas fisik 20

12 Sebaran contoh menurut persen lemak tubuh 21

13 Sebaran contoh menurut ukuran lahir terhadap persen lemak tubuh 22 14 Sebaran contoh menurut level lemak viseral 23 15 Sebaran contoh menurut ukuran lahir terhadap level lemak viseral 24

16 Data statistik massa bebas lemak contoh 24

17 Sebaran contoh menurut ukuran lingkar pinggang 25 18 Sebaran contoh menurut ukuran lahir terhadap lingkar pinggang 26 19 Sebaran contoh menurut rasio lingkar pinggang-pinggul 27 20 Sebaran contoh menurut ukuran lahir terhadap rasio lingkar pinggang

pinggul 28

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran hubungan ukuran lahir terhadap keragaan status gizi

dan komposisi tubuh dewasa awal 4

DAFTAR LAMPIRAN

1 Nilai normalitas data dengan One-Sample Kolmogorov-Smirnov test 41 2 Hasil uji hubungan berat badan lahir dengan rasio lingkar

pinggang-pinggul 41 3 Hasil uji hubungan berat badan lahir dengan komposisi tubuh 41

4 Hasil uji hubungan panjang badan lahir dengan komposisi tubuh 42 5 Uji tabulasi silang status perekonomian terhadap tingkat

kecukupan energi 42 6 Pengaruh berat badan lahir terhadap komposisi tubuh 43

7 Pengaruh panjang badan lahir terhadap komposisi tubuh 43

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kualitas sumber daya manusia Indonesia dari aspek kesehatan, ekonomi, dan pendidikan masih sangat jauh tertinggal dari negara lain di dunia. Hal ini diperkuat dengan posisi Indonesia di peringkat ke-124 dari 187 negara dalam Human Development Index (HDI) dan menempati peringkat ke-118 dari 187 negara dalam bidang kesehatan pada tahun 2011 (Menkokesra 2011). Masalah-masalah kesehatan yang terjadi dapat berdampak terhadap penurunan produktivitas masyarakat. Salah satunya adalah tumbuh kembang yang tidak sempurna akibat penyakit yang diderita semasa anak-anak akan menyebabkan penurunan produktivitas tenaga kerja di kemudian hari (Arisman 2010).

Mahasiswa adalah generasi muda yang diharapkan untuk ikut berperan dalam pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya sehingga dapat bertanggung jawab dalam pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas. Hal ini disebabkan oleh kemajuan suatu bangsa tidak hanya tergantung pada kekayaan sumber daya alam negara. Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB adalah mahasiswa baru yang berasal dari beragam latar belakang suku, agama, budaya, dan kondisi sosial ekonomi. Keadaan kesehatan dan status gizi yang optimal sangat diperlukan untuk menunjang segala aktivitas, baik dari segi akademis maupun non-akademis agar mampu mencapai prestasi yang membanggakan.

Usia mahasiswa TPB IPB merupakan bagian dari periode remaja dan tengah memasuki masa dewasa muda yang memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda-beda. Masalah kesehatan yang dialami dapat dimulai pada usia yang sangat dini. Pertumbuhan pada usia anak relatif terjadi dengan kecepatan yang sama dan kemudian meningkat di masa remaja. Pada periode inilah seseorang menjadi rentan gizi karena berbagai sebab (Almatsier et al. 2011). Gejala sisa infeksi dan malnutrisi ketika anak-anak, akan menjadi beban pada saat remaja. Mereka yang dapat selamat dari penyakit infeksi yang terkait dengan malnutrisi semasa bayi, tidak akan mungkin tumbuh sempurna (termasuk perkembangan mental dan psikososial) (Arisman 2010). Ketika beranjak dewasa, pola pertumbuhan beralih ke tingkat homeostasis (stabil). Peranan gizi pada usia dewasa terutama adalah untuk mencegah penyakit dan meningkatkan kesehatan secara menyeluruh (Almatsier et al. 2011).

(18)

2

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2013) menunjukkan bahwa prevalensi bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) di Indonesia cukup besar, yaitu mencapai 10.2 persen (Kemenkes RI 2013). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa berat badan lahir sangat menentukan kesehatan di masa dewasa dan diantaranya dicirikan oleh perubahan dalam komposisi tubuh. Bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram erat hubungannya dengan penyakit degeneratif di usia dewasa (Barker 1998 dalam Ernawati et al. 2011). Sebuah penelitian ekstensif menunjukkan adanya hubungan positif antara berat lahir dan indeks massa tubuh (IMT) di kemudian hari dan selanjutnya dapat menyebabkan terjadinya obesitas dengan kenaikan IMT sebesar 0.5 sampai 0.7 kg/m2 untuk setiap kenaikan berat badan lahir (Chomtho et al. 2008).

Status gizi seseorang dipengaruhi oleh komposisi tubuhnya. Hasil penelitian Corvalan et al. (2007) pada populasi stunted menunjukkan bahwa IMT pada saat lahir secara positif berhubungan dengan IMT dan massa bebas lemak ketika dewasa, tetapi tidak berhubungan dengan persen lemak tubuh dan lingkar perut. Panjang tubuh ketika lahir juga memiliki hubungan dengan lingkar perut dan massa bebas lemak, tetapi tidak berhubungan positif dengan IMT dan persen lemak tubuh. Selain itu, rendahnya berat lahir berhubungan dengan pola distribusi lemak yang lebih sentral serta rendahnya indeks massa tubuh. World Health Organization (2008) menunjukkan bahwa adanya hubungan distribusi lemak yang sentral terhadap CVD (Cardiovascular Disease) berkaitan dengan abnormalitas metabolisme tubuh. Ketidaknormalan tersebut meliputi penurunan glucose tolerance, penurunan sensitivitas insulin, dan dislipidemia yang merupakan faktor risiko terjadinya penyakit stroke dan diabetes mellitus.

Besarnya pengaruh ukuran tubuh pada saat lahir terhadap status gizi dan kesehatan di masa mendatang membuat banyaknya studi yang mengkaji hal ini. Sebagian besar penelitian yang telah ada lebih banyak melakukan penelitian yang menghubungkan ukuran lahir dengan komposisi tubuh ketika dewasa. Penelitian-penelitian serupa masih sangat terbatas di Indonesia. Oleh karena itu, Penelitian-penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui bagaimana hubungan dan pengaruh ukuran tubuh saat lahir terhadap keragaan status gizi dan komposisi tubuh mahasiswa yang tengah memasuki masa dewasa.

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum:

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis ukuran tubuh saat lahir, keragaan status gizi, dan komposisi tubuh pada Mahasiswa TPB IPB tahun 2013.

Tujuan Khusus :

1. Mengidentifikasi karakteristik contoh yang meliputi jenis kelamin, usia, pendapatan per kapita keluarga, dan ukuran keluarga mahasiswa TPB IPB 2. Menilai dan membandingkan ukuran tubuh saat lahir mahasiswa TPB IPB

laki-laki dan perempuan

(19)

3 4. Menilai dan membandingkan tingkat kecukupan energi dan protein mahasiswa

TPB IPB laki-laki dan perempuan

5. Menilai dan membandingkan tingkat aktivitas fisik mahasiswa TPB IPB laki-laki dan perempuan

6. Menilai dan membandingkan komposisi tubuh mahasiswa TPB IPB laki-laki dan perempuan

7. Menganalisis hubungan ukuran saat lahir dengan komposisi tubuh mahasiswa TPB IPB

8. Menganalisis hubungan ukuran saat lahir dengan keragaan status gizi Mahasiswa TPB IPB

9. Menganalisis hubungan ukuran lahir terhadap keragaan status gizi, komposisi tubuh, dan faktor-faktor perancu

Hipotesis Penelitian

1. Terdapat hubungan antara ukuran saat lahir dengan komposisi tubuh Mahasiswa TPB IPB

2. Terdapat hubungan antara ukuran saat lahir dengan keragaan status gizi (IMT) Mahasiswa TPB IPB

3. Terdapat minimal satu faktor komposisi tubuh yang berbeda antara Mahasiswa TPB IPB laki-laki dan perempuan

4. Terdapat perbedaan keragaan status gizi (IMT) Mahasiswa TPB IPB laki-laki dan perempuan

Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai ukuran saat lahir, keragaan status gizi, dan komposisi tubuh Mahasiswa TPB IPB dapat memberikan informasi dan gambaran mengenai hubungan berat dan panjang lahir dengan keadaan status gizi dan komposisi tubuh di masa dewasa muda. Hasil penelitian ini, selanjutya dapat dijadikan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam mengambil kebijakan untuk peningkatan status gizi dan kesehatan mahasiswa. Hendaknya juga dapat dijadikan masukan bagi Kementrian Kesehatan RI untuk menggalakkan program yang lebih efektif kepada ibu hamil dan wanita usia subur agar dapat mempersiapkan masa kehamilannya dengan baik sehingga kelak dapat melahirkan bayi yang memiliki status gizi dan kesehatan yang baik di masa yang akan datang.

KERANGKA PEMIKIRAN

(20)

4

kehamilan berhubungan dengan berkurangnya ukuran plasenta dan berat lahir. Menurut Almatsier et al. (2011), proses persalinan serta keadaan lingkungan dan gizi menentukan kecepatan pertumbuhan bayi dalam hal berat dan panjang badan, sehingga mempengaruhi keadaan kesehatan dan gizi ketika masa anak-anak.

Faktor penyebab langsung yang memengaruhi status gizi anak menurut bagan UNICEF (1990) adalah status infeksi/kesehatan dan konsumsi pangan yang harus dipenuhi. Status infeksi dan masalah kesehatan yang terjadi semasa kecil dapat membuat anak pada usia remaja yang menuju masa dewasa menjadi rentan gizi (Arisman 2010). Walker et al. (2007) menyatakan bahwa anak stunted laki-laki memiliki indeks massa tubuh dan massa lemak yang lebih kecil serta adiposit sentral yang lebih besar ketika berumur 18-24 tahun. Massa lemak dan massa tanpa lemak dalam tubuh tersebut berhubungan dengan aktifitas fisik dan konsumsi pangan (Ekelund et al. 2007). Adanya pengaruh-pengaruh hormon seksual pada laki-laki dan perempuan menyebabkan terjadinya perbedaan pada komposisi tubuh dan distribusi lemak di seluruh tubuh (Gibney et al. 2009).

Sorensen et al. (1997) menemukan bahwa terdapat hubungan antara tingginya berat lahir dengan kejadian overweight ketika remaja akhir atau dewasa awal. Hal ini dapat mempengaruhi status gizi, yang mana status gizi dan kesehatan tersebut memiliki hubungan dengan status sosial ekonomi (Chichlowska et al. 2009). Struktur kerangka pemikiran diilustrasikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan ukuran lahir terhadap keragaan status gizi dan komposisi tubuh dewasa muda

Keterangan :

: variabel yang diteliti : variabel yang tidak diteliti

: Hubungan antar variabel yang diteliti : Hubungan antar variabel yang tidak diteliti

Genetik Lingkungan Status gizi ibu

Berat badan lahir Panjang badan lahir

Status gizi anak Status infeksi

Komposisi tubuh

- Aktivitas fisik - Jenis kelamin - Usia

Konsumsi pangan

Status gizi dewasa muda Status sosial-

(21)

5

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain cross-sectional untuk menganalisis keterkaitan antara ukuran lahir dengan status gizi serta komposisi tubuh pada Mahasiswa TPB IPB. Lokasi pengambilan data bertempat di Asrama Putra dan Putri TPB IPB dan Laboratorium Antropometri Lantai 3 Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Pengumpulan data penelitian berlangsung mulai bulan April hingga Mei 2014 dengan proses pengolahan, analisis, dan interpretasi data dilakukan pada Mei hingga Juli 2014.

Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh

Contoh penelitian ini adalah Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB), Institut Pertanian Bogor tahun 2013. Pemilihan contoh dilakukan secara purposive sampling, yaitu dengan menetapkan responden untuk dijadikan sebagai contoh berdasarkan pada kriteria tertentu (Siregar 2013). Jumlah populasi dalam penelitian ini sebesar 3707 orang berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Tingkat Persiapan Bersama IPB tahun 2013. Kriteria inklusi yang ditetapkan kepada contoh diketahui melalui proses wawancara. Adapun kriteria inklusi contoh yang diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Berada pada rentang usia 18 – 20 tahun dan bukan merupakan mahasiswa internasional,

2. Mengetahui riwayat kelahiran berupa berat dan panjang badan lahir. Informasi ini dapat berasal dari surat keterangan kelahiran ataupun berdasarkan verifikasi orang tua,

3. Tidak sedang dalam keadaan sakit, 4. Tidak sedang menjalani program diet, 5. Belum pernah hamil atau melahirkan, dan

6. Bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani informed consent. Perhitungan jumlah minimal contoh yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada rumus perhitungan Slovin (Siregar 2013) :

� = 1 + � �2 Keterangan :

n = jumlah contoh N = besar populasi

e = perkiraan tingkat kesalahan (penyimpangan sampel terhadap populasi sebesar 10%)

(22)

6

ni = besar contoh untuk tiap subpopuasi

Tabel 1 Sebaran contoh berdasarkan proporsi jenis kelamin tiap departemen

(23)

7 dari semua jurusan. Contoh terdiri atas 41 orang laki-laki dan 57 orang perempuan. Akan tetapi, terdapat 109 contoh (45 laki-laki dan 64 orang perempuan) dalam penelitian ini yang diambil berdasarkan kriteria inklusi yang telah ditentukan.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

(24)

8

dikumpulkan untuk mengetahui kategori berat badan dan panjang badan contoh saat dilahirkan dan dijadikan sebagai variabel utama untuk dianalisis dengan komposisi tubuh saat ini. Data ini diperoleh berdasarkan verifikasi orang tua yang masih mengingat berat dan panjang badan lahir anaknya dan jika masih tersedia, surat keterangan lahir dikumpulkan sebagai bukti validasi data. Variabel, jenis data, cara pengumpulan, dan alat yang digunakan dalam penelitian ini secara lengkap disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Variabel, cara, dan alat pengumpulan data

No. Variabel Cara

Lingkar pinggang dan pinggul (cm)

- Pita meteran plastik (ketelitian: 0.1 cm) 5. Aktivitas fisik Recall aktivitas

fisik 2 x 24 jam Kuesioner

(25)

9 Komposisi tubuh contoh diukur untuk memperoleh data mengenai persen lemak tubuh (PBF), massa bebas lemak (FFM), dan lemak viseral dengan menggunakan Body Composition Monitor merk Omron BF508. Terdapat pula data pengukuran lingkar pinggang dan pinggul contoh untuk mengetahui distribusi lemak perut dan rasio lingkar pinggang-pinggul. Selain itu, pengambilan data aktivitas fisik dan konsumsi pangan contoh dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh tingkat aktivitas fisik, tingkat kecukupan energi, dan tingkat kecukupan protein yang dapat menjadi faktor perancu dalam menganalisis hubungan ukuran lahir terhadap keragaan status gizi dan komposisi tubuh di periode dewasa muda.

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh melalui kuesioner dan pengukuran langsung, diolah dan dianalisis berdasarkan kategori pengukuran masing-masing variabel menggunakan program komputer Microsoft Excel 2013 for Windows. Tahapan pengolahan terhadap data primer terdiri atas coding, entry, cleaning, grouping, dan dilanjutkan dengan analisis data. Pengategorian variabel penelitian disajikan dalam tabel berikut ini.

Tabel 3 Variabel, data yang dibutuhkan, dan kategori pengukuran Variabel Data yang dibutuhkan Kategori Pengukuran Karakteristik

Berat badan lahir <2500 g (Berat badan lahir rendah) 2500-3999 g (Normal)

≥4000 g

Sumber : Kemenkes RI 2013

Panjang badan lahir <48 cm (Panjang badan lahir pendek) 48 – 52 cm (Normal)

>52 cm (Tinggi)

Sumber : Kemenkes RI 2013 Komposisi

tubuh

Persen lemak tubuh Rendah (Perempuan: <20%; laki-laki: <8 %)

Normal (Perempuan: 20-28.9%; laki-laki: 8-18.9%)

(26)

10

Lajutan Tabel 3 Variabel, data yang dibutuhkan, dan kategori pengukuran

Batas interval pendapatan per kapita contoh diperoleh berdasarkan garis kemiskinan Indonesia untuk desa kota berdasarkan Badan Pusat Statistik tahun 2014. Melalui batas garis kemiskinan tersebut, contoh dapat dikategorikan dalam keluarga miskin dan tidak miskin.

Data yang telah diolah kemudian dianalisis dengan menggunakan program SPSS 16 for Windows, yang terdiri atas analisis deskriptif dan inferensia. Analisis inferensia dilakukan setelah dilakukan uji normalitas terhadap data yang akan dianalisis. Analisis-analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Variabel Data yang dibutuhkan Kategori Pengukuran Lemak viseral Normal (1 – 9)

Tinggi (10-14)

Sangat tinggi (15 -30)

Sumber : Omron BF 508 2012

Massa bebas Lemak -

Lingkar pinggang Risiko rendah terhadap komplikasi metabolik (Perempuan: ≤79 cm; laki -laki: ≤93 cm)

Risiko meningkat terhadap komplikasi metabolik (Perempuan: 80-87; laki-laki: 94-101 cm)

Risiko meningkat kuat terhadap komplikasi metabolik (Perempuan: ≥88 cm; laki-laki: ≥102 cm)

Sumber: WHO 1997 Rasio lingkar

pinggang-pinggul

Normal (Perempuan: <0.8; laki-laki: <0.9)

(27)

11 1. Analisis deskriptif yang meliputi:

a. Karakteristik contoh yang meliputi: jenis kelamin, usia, pendapatan per kapita dalam keluarga, dan ukuran keluarga contoh.

b. Riwayat kelahiran contoh yang meliputi: berat badan dan panjang badan lahir

c. Komposisi tubuh yang meliputi : persen lemak tubuh, lemak viseral, massa bebas lemak, lingkar pinggang, dan rasio lingkar pinggang-pinggul

d. Status gizi contoh

e. Tingkat kecukupan energi dan protein contoh f. Aktivitas fisik contoh

2. Uji beda independent sample t-test digunakan untuk mengetahui dua perbedaan variabel dengan data yang tersebar secara normal, yaitu: berat badan lahir, rasio lingkar pinggang-pinggul, tingkat kecukupan energi, tingkat kecukupan protein, aktivitas fisik antara contoh laki-laki dan perempuan,

3. Uji beda Mann-Whitney digunakan untuk mengetahui perbedaan dua variabel dengan data yang tidak tersebar normal, yaitu: panjang badan lahir, persen lemak tubuh, level lemak viseral, massa bebas lemak, lingkar pinggang, indeks massa tubuh antara laki-laki dan perempuan,

4. Uji beda Kruskall-Wallis digunakan untuk mengetahui perbedaan variabel yang lebih dari dua kategori dengan data yang tidak tersebar normal, yaitu pada ukuran keluarga dengan indeks massa tubuh,

5. Uji korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel (bivariate) yang kedua datanya menyebar secara normal, yaitu antara berat lahir dengan rasio lingkar pinggang-pinggul

6. Uji korelasi Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel (bivariate) yang keduanya atau salah satu data tidak tersebar normal, yaitu antara berat dan panjang lahir dengan persen lemak tubuh, lemak viseral, massa bebas lemak, lingkar pinggang, dan rasio lingkar pinggang-pinggul (hanya dengan panjang lahir), serta hubungan antara panjang badan lahir rendah dengan persen lemak tubuh,

7. Uji korelasi chi-square digunakan untuk mengetahui hubungan variabel dengan jenis data kategorikal, yaitu antara ukuran keluarga dan status gizi, serta 8. Uji regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui hubungan pada ukuran lahir dan faktor-faktor perancu terhadap komposisi tubuh. Uji regresi ini dilakukan karena variabel-variabel yang diuji memiliki nilai kolinearitas kurang dari sepuluh. Variabel-variabel yang diuji yaitu, antara berat badan dan panjang badan lahir beserta faktor-faktor independen lain (jenis kelamin, tingkat kecukupan energi dan protein, aktivitas fisik, pendapatan per kapita, indeks massa tubuh) yang dianggap dapat mempengaruhi terhadap masing-masing variabel komposisi dan indeks massa tubuh.

Definisi Operasional

Contoh adalah mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama IPB yang berusia 18 sampai 20 tahun dan sedang berada dalam lokasi penelitian

(28)

12

Ukuran lahir adalah berat dan panjang badan contoh saat dilahirkan

Berat badan adalah ukuran antropometri yang menggambarkan pertumbuhan massa tubuh

Tinggi badan adalah ukuran antropometri yang menggambarkan pertumbuhan skeletal yang diukur dengan menggunakan microtoise

Indeks Massa Tubuh adalah perbandingan antara berat badan (kg) dengan kuadrat tinggi badan (m2)

Keragaan Status gizi Contoh adalah keadaan gizi contoh yang diukur secara antropometri berdasarkan indikator IMT WHO Asia-Pasific 2000

Komposisi tubuh adalah bagian tubuh yang tersusun atas adiposa (simpanan lemak) dan massa jaringan tubuh bebas lemak yang meliputi otot, tulang, cairan tubuh

Persentase Lemak Tubuh adalah perbandingan antara total lemak tubuh dengan massa tubuh

Lemak Viseral adalah lemak intra-abdominal yang terjadi dalam selubung yang dibentuk oleh otot-otot abdominal

Massa Bebas Lemak adalah massa tubuh tanpa lemak, yang terdiri atas massa protein (otot rangka dan non rangka), mineral, cairan tubuh.

Lingkar Pinggang adalah lingkar tubuh yang terletak di antara puncak iliaka dan tulang rusuk terbawah

Rasio Lingkar Pinggang-pinggul adalah perbandingan antara lingkar pinggang dan lingkar pinggul

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Contoh

Usia contoh dalam penelitian ini berkisar 18 – 20 tahun. Sebagian besar contoh (60.5%), baik laki-laki maupun perempuan berusia 18 tahun dengan rata-rata usia 18.4 ± 0.59 tahun. Menurut Hurlock (2006), seseorang dapat dikategorikan ke dalam fase dewasa muda apabila berada pada usia 18-40 tahun, dengan demikian contoh dalam penelitian ini secara keseluruhan dapat digolongkan ke dalam fase tersebut.

(29)

13 Tabel 4 Sebaran contoh menurut karakteristik

Karakteristik contoh n Persentase (%) Rata-rata ± SD

Jenis kelamin

Pendapatan per kapita dalam keluarga

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar contoh (79.8%) tergolong ke dalam keluarga tidak miskin dengan rata-rata pendapatan per kapita/bulan dalam keluarga sebesar Rp 870 642.2 ± 316 901. Terdapat hubungan positif yang signifikan (p<0.01) berdasarkan hasil uji korelasi Spearman antara pendapatan per kapita/bulan dengan indeks massa tubuh. Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin besar pendapatan per kapita dalam suatu keluarga, maka semakin tinggi nilai indeks massa tubuh yang menjadi alat ukur status gizi. Sukandar (2009) menyatakan bahwa pendapatan keluarga memiliki dampak terhadap kesehatan anak yang rentan terhadap gangguan kesehatan dan gizi.

Apabila mempertimbangkan sisi ukuran keluarga yang dimiliki contoh, dapat diketahui bahwa lebih dari setengah contoh (51.4%) berada dalam kategori keluarga kecil, sedangkan sebanyak 42.2% contoh termasuk ke dalam kategori keluarga sedang, dan sisanya 6.4% contoh tergolong ke dalam kategori keluarga besar. Hasil uji korelasi chi-square menunjukkan, pada penelitian ini tidak terdapat hubungan yang signifikan antara ukuran keluarga dengan status gizi (p>0.05). Hasil uji beda Kruskall-Wallis pun menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara ukuran keluarga dengan indeks massa tubuh (p>0.05). Artinya, baik contoh yang memiliki jumlah anggota keluarga kecil maupun besar dapat memiliki kecenderungan status gizi yang baik ataupun buruk, begitu pula sebaliknya.

(30)

14

mengakibatkan adanya kecenderungan untuk memilih makanan yang lebih praktis, instan, dan sesuai dengan selera pribadi.

Riwayat Kelahiran Contoh

Riwayat kelahiran contoh yang diteliti meliputi berat badan lahir dan panjang badan lahir. Lingkungan maternal merupakan determinan utama yang memengaruhi berat badan waktu lahir (Jayant et al. 2011). Ruchayati (2012) menyebutkan bahwa panjang badan lahir juga dipengaruhi oleh status gizi ibu saat hamil yang dapat dilihat dari kadar hemoglobin, lingkar lengan atas, dan pertambahan berat badan ibu. Berat dan panjang badan lahir ini merupakan salah satu diantara indikator kesehatan anak.

Berat badan ibu sebelum kehamilan dan penambahan berat badan selama masa kehamilan merupakan penentu penting berat badan lahir bayi (Almatsier et al. 2011). Telah terdapat beragam penelitian yang menguji hipotesis awal yang menyatakan bahwa berat badan lahir rendah (BBLR) akan memengaruhi adaptasi janin yang mendorong terhadap kecenderungan terjadinya penyakit ketika dewasa. Hal ini menandakan bahwa berat badan lahir terutama bayi dengan BBLR dapat dijadikan sebagai penanda kejadian-kejadian penyakit seperti, hipertensi, hiperlipidemia, dan hiperinsulinemia yang secara keseluruhan penyakit-penyakit tersebut berhubungan dengan peningkatan lemak abdominal (Garnett et al. 2001). Sebaran berat dan panjang badan lahir contoh dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5 Sebaran contoh menurut ukuran lahir

Kategori ukuran lahir Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Berat badan lahir

<2500 gram 0 0.0 2 3.1 2 1.8

2500-3999 gram 43 95.6 62 96.9 105 96.3

≥4000 gram 2 4.4 0 0.0 2 1.9

Rata-rata ± SD (gram) 3 201.1 ± 460.7 3 150.9 ± 460.7 3 171.6 ± 459.2

Panjang badan lahir

<48 cm 9 20.0 18 28.1 27 24.8

48 – 52 cm 31 68.9 43 67.2 74 67.9

>52 cm 5 11.1 3 4.7 8 7.3

Rata-rata ± SD (cm) 48.7 ± 5.9 47.4 ± 5.3 47.9 ± 5.6

(31)

15 Data yang disajikan pada Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh (96.3%) memiliki berat badan lahir yang normal. Jumlah berat BBLR dalam penelitian ini hanya ditemukan sebesar 3.1%, yang secara keseluruhan terdapat pada jenis kelamin perempuan. Sebaliknya, kejadian berat lahir lebih dari atau sama dengan 4000 g pada penelitian ini sebesar 4.4% dan hanya ditemukan pada contoh berjenis kelamin laki-laki. Begitu pula dengan hasil riset kesehatan dasar yang dilakukan pada tahun 2010-2013, yang menemukan kejadian berat badan lahir rendah lebih banyak pada perempuan, sedangkan berat badan lahir lebih dari atau sama dengan 4000 g cenderung banyak terjadi pada laki-laki (Kemenkes RI 2013). Menurut Mukhlisan et al. (2013), variasi berat badan lahir dapat disebabkan oleh faktor maternal, seperti: status gizi, berat badan, paritas, dan kebiasaan merokok, serta berat plasenta. Selain itu, berat badan lahir juga dapat dipengaruhi oleh keadaan dari bayi itu sendiri, diantaranya: kelainan genetik tertentu, bayi kembar, dan perbedaan jenis kelamin. Supariasa et al. (2001) menyatakan bahwa nantinya laki-laki memiliki pertumbuhan yang lebih panjang dan lebih berat dibandingkan dengan perempuan. Hasil uji beda independent sample t-test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara berat badan lahir laki-laki dengan berat badan lahir perempuan. Hal ini juga terlihat dari rata-rata berat badan lahir yang ukurannya tidak berbeda jauh diantara kedua jenis kelamin.

Hal serupa terjadi pada panjang badan lahir contoh. Rata-rata panjang badan lahir diantara kedua jenis kelamin tidak berbeda secara signifikan, yaitu hanya terdapat selisih 1.3 ± 0.6 cm. Selain itu, tidak ditemukan adanya perbedaan yang nyata (p>0.05) antara panjang badan lahir laki-laki dengan perempuan berdasarkan hasil uji beda Mann-Whitney. Mayoritas contoh dalam penelitian ini memiliki panjang badan lahir yang normal (67.9%), yaitu pada rentang 48-52 cm. Diperoleh pula sebanyak 24.8% contoh lahir dengan riwayat lahir pendek. Kejadian panjang badan lahir >52 cm lebih banyak terjadi pada laki-laki (11.4%) dibandingkan dengan perempuan (4.7%). Menurut Rahayu dan Sofyaningsih (2011), panjang lahir merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada umur 6-12 bulan. Bayi yang lahir dengan panjang badan lahir yang kurang dari normal memiliki risiko untuk mengalami stunting pada anak 2.4 kali lebih besar dibandingkan dengan bayi dengan panjang badan lahir normal.

Keragaan Status Gizi Contoh

Indeks Massa Tubuh

(32)

16

Tabel 6 Sebaran contoh menurut indeks massa tubuh dan status gizi Kategori status gizi IMT Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % (66.1%) memiiki indeks massa tubuh yang mengindikasikan status gizi normal, dengan rata-rata nilai IMT sebesar 21.2 ± 3.1 kg/m2. Hasil uji beda Mann-Whitney menunjukkan bahwa IMT contoh laki-laki dengan perempuan tidak memiliki perbedaan yang signifikan (p>0.05). Menurut Harahap et al. (2005), indeks massa tubuh tidak tergantung pada umur dan jenis kelamin.

Walaupun dalam nilai IMT tidak terdapat perbedaan yang berarti diantara laki-laki dan perempuan, akan tetapi terlihat bahwa jumlah contoh yang mengalami gizi lebih (kegemukan dan obesitas) lebih banyak dialami oleh contoh berjenis kelamin perempuan, yaitu sebesar 20.3%. Kecenderungan prevalensi obesitas pada dewasa (lebih dari 18 tahun) berdasarkan hasil Riskesdas (2013) pun dialami oleh lebih banyak perempuan (32.9%) dibandingkan dengan laki-laki (19.7%) (Kemenkes RI 2013). Ramachandran dan Snehalatha (2010) juga menyebutkan bahwa kegemukan lebih umum terjadi pada daerah perkotaan dan kelompok yang memiliki status sosial-ekonomi yang tinggi, terutama pada wanita.

Masih cukup banyak pula contoh yang tergolong ke dalam status status gizi kurang (kurus) yang ditemukan dalam penelitian ini, yaitu sebesar 13.8%. Jumlah contoh laki-laki (17.8%) dengan status gizi kurus lebih banyak dibandingkan dengan perempuan (10.9%). Hasil uji tabulasi silang antara status gizi terhadap status perekonomian contoh (Tabel 7) menunjukkan, sebanyak 26.7% contoh dengan status gizi kurus berasal dari keluarga miskin dan sisanya 73.3% berasal dari keluarga tidak miskin. Hal ini menunjukkan adanya suatu fenomena negative deviance, yaitu suatu penyimpangan negatif dalam permasalahn gizi yang dihubungkan dengan status ekonomi keluarga. Penyebab munculnya negative deviance ini diantaranya adalah status sosial, pola asuh anak yang kurang baik, gaya hidup hedonis, adanya makanan pantangan, pengeluaran non pangan yang lebih besar dari pada pegeluaran pangan, dan keterbatasan dalam mengakses pangan akibat pengaruh geografi daerah (Wigati 2012).

Tabel 7 Sebaran contoh menurut status perekonomian terhadap keragaan status gizi Status

perekonomian

Kategori status gizi

Kurus Normal Kegemukan Obesitas

n % n % n % n %

Miskin 4 26.7 16 22.2 1 8.3 1 10.0

Tidak miskin 11 73.3 56 77.8 11 91.7 9 90.0

(33)

17 Terdapat satu dari dua contoh yang mengalami BBLR dan berat badan lebih dari atau sama dengan 4000 g ketika lahir mengalami kegemukan ketika menginjak fase dewasa muda dalam penelitian ini. Tian et al. (2006) berdasarkan hasil studinya melaporkan bahwa berat lahir yang paling rendah ataupun yang paling tinggi berhubungan dengan tingginya risiko berkembangnya obesitas abdominal dan hipertensi. Berat lahir rendah (BBLR) yang disertai obesitas abdominal menjadi prediktor yang kuat dari diabetes tipe 2.

Kementerian Kesehatan (2012) menyatakan bahwa anak yang lahir BBLR dapat terjadi karena ibu yang mengalami kekurangan gizi kronik sejak masa awal kehamilannya. Kekurangan gizi yang dialami ibu hamil yang kemudian berlanjut hingga anak berusia 2 tahun juga akan mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan anak. Pemenuhan gizi optimal selama masa 1000 hari pertumbuhan, selain memberi kesempatan bagi anak untuk hidup lebih lama, lebih sehat, juga berisiko lebih rendah mendertita penyakit degeneratif, seperti obesitas, diabetes mellitus, stroke, dan jantung koroner.

Tabel 8 Sebaran contoh menurut ukuran lahir terhadap status gizi Kategori ukuran

lahir

Kategori status gizi

Total (%) Kurus Normal Kegemukan Obesitas

n % n % n % n %

Hasil penelitian pun menunjukkan bahwa contoh dengan riwayat panjang lahir pendek (11.1%) cenderung lebih sedikit mengalami gizi lebih (kegemukan dan obesitas) dibandingkan dengan contoh dengan panjang lahir normal (23%) dan panjang lahir lebih dari 52 cm (25%). Walker et al. (2007) dalam studinya menemukan bahwa anak yang yang stunted memiliki IMT yang lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang tumbuh secara normal. Diantara kelompok anak yang menderita stunted, perempuan lebih banyak yang memiliki indeks massa tubuh yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.

(34)

18

penurunan tingkat aktivitas fisik dan peningkatan diet dengan densitas energi yang tinggi.

Asupan dan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Contoh

Penilaian konsumsi pangan contoh dilakukan untuk mengetahui tingkat kecukupan gizi. Hardinsyah et al. (2002) menyebutkan bahwa tingkat kecukupan gizi merupakan perbandingan antara asupan zat gizi dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Penentuan tingkat kecukupan gizi ini dilakukan untuk mengetahui intik gizi contoh selama dua hari, yaitu pada hari kuliah dan hari libur. Berdasarkan penelitian sebelumnya, intik zat gizi tersebut kemungkinan dapat menjadi potensial confounding dalam menentukan hubungan antara ukuran lahir dengan komposisi tubuh saat ini (Oyama 2010). Tingkat kecukupan energi dan protein dikelompokkan menjadi defisit berat, defisit sedang, defisit ringan, normal, dan kelebihan.

Hasil penelitian menunjukkan, banyaknya contoh yang mengalami defisit berat, baik dalam tingkat kecukupan energi maupun protein secara berturut-turut adalah 38.5% dan 42.2%. Hanya 18.3% dan 14.7% contoh yang dapat memenuhi kebutuhan energi dan proteinnya secara normal. Tingkat kecukupan energi dan protein contoh disajikan dalam Tabel 9.

Tabel 9 Sebaran contoh menurut tingkat kecukupan energi dan protein Kategori tingkat

kecukupan energi dan protein

Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

(35)

19 menjelaskan bahwa asupan zat gizi sangat berkaitan dengan asupan kalori dan protein. Asupan energi yang kurang dari kebutuhan dalam jangka waktu tertentu akan menyebabkan terjadinya penurunan status gizi. Hal ini tentunya akan berdampak pada penurunan status kesehatan dan daya kerja.

Hanya terdapat sebagian kecil contoh yang mengalami kelebihan tingkat kecukupan energi (6.4%) dan tingkat kecukupan protein (10.1%) berdasarkam data yang disajikan pada Tabel 9. Menurut Pertiwi et al. (2012), asupan energi yang berlebih atau pengeluaran energi yang kurang berpotensi terjadinya kegemukan.

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara tingkat kecukupan energi dengan beragam komponen komposisi tubuh, namun ditemukan hubungan positif yang signifikan antara tingkat kecukupan protein dengan massa bebas lemak (r=0.212, p=0.027). Hasil ini menandakan bahwa semakin tinggi tingkat kecukupan protein, maka akan semakin tinggi pula massa bebas lemak. Selain itu, diperoleh pula hubungan yang negatif signifikan antara tingkat kecukupan protein dengan persen lemak tubuh (r= -0.317, p=0.001). Artinya, semakin tinggi tingkat kecukupan protein, maka akan semakin rendah persen lemak tubuh.

Studi yang dilakukan Costa-Orvay et al. (2011) menunjukkan, penambahan energi dan protein pada formula bayi dapat berpengaruh terhadap perubahan komposisi tubuh, yaitu adanya peningkatan berat badan dan memicu terjadinya peningkatan massa bebas lemak tanpa memberikan efek negatif secara klinis. Krieger et al. (2006) pun menjelaskan bahwa diet energi rendah yang diperoleh dari karbohidrat berhubungan dengan penurunan massa tubuh, massa bebas lemak, dan persen lemak tubuh. Sebaliknya, peningkatan diet protein (>1.05 g/kg) akan berdampak pada peningkatan massa bebas lemak.

Hasil uji beda independent simple t-test menjelaskan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) diantara tingkat kecukupan energi laki-laki dengan perempuan. Akan tetapi, perbedaan yang signifikan (p<0.01) terjadi pada tingkat kecukupan protein diantara kedua kelompok jenis kelamin. Hal ini diduga berkaitan dengan frekuensi dan jumlah konsumsi pangan sumber protein yang cukup berbeda diantara kedua jenis kelamin. Rata-rata frekuensi dan jumlah konsumsi contoh per kali makan disajikan dalam Tabel 10.

Tabel 10 Rata-rata frekuensi dan jumlah konsumsi contoh per kali makan Jenis pangan Frekuensi (kali/minggu) Jumlah per kali makan (g)

Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan

(36)

20

cukup besar diantara laki-laki dan perempuan dapat terlihat melalui kebiasan makan contoh. Contoh laki-laki dalam penelitian ini cenderung lebih sering mengonsumsi pangan sumber protein dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan contoh perempuan. Tentunya, hal ini berpengaruh terhadap tingkat kecukupan protein diantara kedua kelompok jenis kelamin.

Berdasarkan tingkat pendapatan per kapita/bulan dalam keluarga, hasil uji tabulasi silang menunjukkan bahwa baik contoh pada kelompok keluarga miskin maupun keluarga tidak miskin sebagian besar memiliki tingkat kecukupan energi (31.6% berasal dari keluarga miskin dan 40% berasal dari keluarga tidak miskin) dan protein (31% berasal dari keluarga miskin dan 44.4% berasal dari keluarga tidak miskin) yang tergolong ke dalam defisit berat (Lampiran 5). Banyaknya contoh yang tergolong ke dalam kategori defisit berat, baik dalam tingkat kecukupan energi maupun protein dapat terjadi oleh berbagai faktor. Diduga, hal ini terjadi salah satunya karena keterbatasan akses dalam memperoleh pangan, baik dalam segi waktu, preferensi, maupun keterbatasan pangan yang disediakan di sekitar kampus. Menurut Almatsier et al. (2011), usia muda memiliki pola makan yang tidak tertatur, yang mana kelompok usia ini sering mengabaikan dan melewatkan makan pagi dibandingkan dengan kelompok usia lainnya.

Aktivitas Fisik Contoh

Aktivitas fisik didefinisikan sebagai beragam gerakan tubuh yang diproduksi oleh otot-otot skeletal yang membutuhkan energy expenditure (WHO 2014). Aktivitas fisik yang dilakukan oleh contoh dinilai dengan menggunakan rumus Physical Activity Level berdasarkan recall aktivitas fisik 2 x 24 jam, yaitu pada hari libur dan hari kuliah. Perhitungan aktivitas fisik ini dilakukan karena aktivitas fisik dianggap sebagai salah satu faktor perancu dalam menganalisis hubungan antara ukuran lahir dengan komposisi tubuh. Terdapat hubungan yang negatif signifikan antara aktivitas fisik dengan indeks massa lemak diantara laki-laki dan perempuan dan hubungan yang positif signifikan dengan indeks massa bebas lemak perempuan (Chomtho et al. 2008). Sebaran contoh menurut tingkat aktivitas fisik secara lengkap disajikan pada Tabel 11 berikut ini.

Tabel 11 Sebaran contoh menurut tingkatan aktivitas fisik Kategori Physical

Activity Level

Laki-laki Perempuan Total

(37)

21 memiliki aktivitas fisik sangat ringan, sedang, dan berat secara berturut-turut. Hasil uji beda independent sample t-test menjelaskan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) diantara aktivitas fisik laki-laki dengan perempuan. Selain itu, hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara tingkat aktivitas fisik dengan beragam komponen komposisi tubuh pada penelitian ini.

Walaupun sebagian besar contoh memiliki aktivitas fisik yang ringan, tetapi bila dibandingkan, rata-rata aktivitas fisik laki-laki sedikit lebih besar (1.6 ± 0.23) dibandingkan dengan perempuan (1.5 ± 0.2). Rendahnya aktivitas fisik ini berkaitan sebagain besar waktu yang dihabiskan oleh mahasiswa dalam sehari, yaitu untuk duduk dan belajar sebanyak 37.5%, sekitar 30% untuk tidur, dan jarang melakukan olahraga (Paramita 2013). Menurut WHO (2014), rendahnya aktivitas fisik ini diidentifikasi sebagai faktor risiko keempat yang memicu terjadinya mortalitas global.

Komposisi Tubuh Contoh

Persen Lemak Tubuh (Percentage Body Fat)

Persen lemak tubuh merupakan perbandingan antara total lemak tubuh dengan massa tubuh (Lukaski 1985). Going et al. (2011) menyebutkan bahwa pada level persen lemak tubuh yang lebih tinggi, maka faktor-faktor risiko penyakit kardiovaskular pun akan semakin tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.01) antara persen lemak tubuh laki-laki dengan perempuan berdasarkan hasil uji beda Mann-Whitney. Sebaran contoh menurut persen lemak tubuh secara lengkap di sajikan pada Tabel 12.

Tabel 12 Sebaran contoh menurut persen lemak tubuh Kategori persen lemak

tubuh

Laki-laki Perempuan Total

n % n % n % Berdasarkan data yang disajikan dalam Tabel 12, dibandingkan dengan rata-rata persen lemak tubuh contoh berjenis kelamin laki-laki (14.6 ± 5.4%), contoh perempuan memiliki rata-rata persen lemak tubuh (27.1 ± 3.5%) yang lebih tinggi. Sebagian besar contoh memiliki persen lemak tubuh yang normal (72.5%), akan tetapi masih terdapat pula sebanyak 8.9% contoh laki-laki yang memiliki persen lemak tubuh yang rendah.

(38)

22

perempuan lebih banyak menyimpan lemak karena lebih banyak mengonsumsi energi dibandingkan dengan laki-laki, terutama di masa kehamilan. Selain itu, perempuan dapat menggunakan lemak yang disimpannya tersebut lebih efisien dibandingkan dengan laki-laki. Perempuan memiliki jumlah hormon estrogen dalam jumlah yang lebih banyak. Hormon estrogen ini diketahui sebagai bagian yang bertanggung jawab terhadap penururan oksidasi asam lemak esensial pospandrial. Penurunan oksidasi asam lemak pospandrian ini berhubungan dengan peningkatan massa lemak tubuh. Terdapat beberapa studi cross-sectional yang menunjukkan bahwa laki-laki dapat lebih banyak mengoksidasi lemak yang diasup.

Apabila mempertimbangkan sisi riwayat kelahiran, jumlah contoh dengan riwayat panjang badan lahir normal (23.0%) lebih banyak memiliki persen lemak tubuh yang tinggi dibandingkan dengan contoh yang dahulunya memiliki panjang badan lahir pendek (14.8%). Sebaliknya, persen lemak tubuh yang rendah lebih banyak dimiliki oleh contoh dengan panjang badan lahir pendek (11.1%) dibandingkan dengan yang dahulunya memiliki panjang badan lahir yang normal (1.4%). Walker et al. (2010) menyebutkan bahwa anak yang tumbuh stunted cenderung memiliki persen lemak tubuh yang rendah dibandingkan dengan mereka yang tumbuh normal.

Tabel 13 Sebaran contoh menurut ukuran lahir terhadap persen lemak tubuh Kategori

Ukuran lahir

Kategori persen lemak tubuh

Total (%) Rendah Normal Tinggi Sangat

tinggi

Menurut berat badan lahir, diperoleh hasil bahwa satu dari dua contoh dengan riwayat BBLR memiliki persen lemak tubuh yang tergolong tinggi. Contoh yang lahir dengan berat badan normal dan memiliki persen lemak tubuh dalam kategori tinggi sebanyak 19%, sedangkan yang memiliki kategori sangat tinggi sebesar 4.8%. Walaupun demikian, contoh dalam penelitian ini yang memiliki ukuran lahir yang besar, baik panjang maupun berat badan secara keseluruhan memiliki persentase lemak tubuh yang tergolong normal. Hasil studi yang dilakukan Kensara et al. (2005) menunjukkan bahwa di masa tua, individu yang dahulunya terlahir dengan BBLR memiliki proporsi lemak tubuh yang lebih tinggi, distribusi lemak yang lebih sentral, dan massa otot yang lebih rendah dibandingkan dengan individu yang lahir berat badan lahir yang besar.

(39)

23 lemak tubuh dengan beragam faktor risiko penyakit kronis. Laki-laki yang memiliki kemungkinan lebih besar mengalami faktor risiko penyakit kronis paling buruk (misalnya, CVD) terdapat pada kelompok laki-laki yang memiliki persen lemak tubuh lebih dari 20%. Selain itu, perempuan dengan persen lemak tubuh lebih dari 25%, khususnya yang melebihi batas 30% lemak tubuh, memiliki kemungkinan mengalami risiko yang jauh lebih besar dibandingkan dengan laki-laki. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa perempuan memiliki koleseterol LDL (94.9 ± 27.7 mg/dL) dan trigliserida (91.0 ± 51.5 mg/dL) lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki (92.2 ± 25.9 mg/dL untuk kolesterol LDL dan 89.6 ± 54.0 mg/dL untuk trigliserida).

Lemak Viseral

Lemak viseral merupakan lemak yang dibentuk oleh otot-otot abdominal (Kelly 2012). Tingkatan tinggi rendahnya lemak viseral digolongkan ke dalam tiga kategori yang disesuaikan dengan cut off alat yang digunakan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa lebih dari 90% contoh pada masing-masing kelompok jenis kelamin memiliki level lemak viseral yang normal. Hanya terdapat 2.2% contoh yang memiliki level lemak viseral yang sangat tinggi. Baik dari kedua kelompok jenis kelamin, terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.01) dalam level lemak viseral menurut hasil uji beda Mann-Whitney. Hasil pengukuran level lemak viseral contoh secara lengkap disajikan dalam Tabel 14.

Tabel 14 Sebaran contoh menurut level lemak viseral Kategori level lemak

viseral

Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Level lemak viseral laki-laki lebih besar dibandingkan dengan perempuan. Hal ini dapat diketahui dari nilai rata-rata lemak viseral laki-laki yang lebih besar dibandingkan dengan perempuan, yaitu dengan selisih 1.6 ± 1.4 poin. Hal ini sejalan dengan hasil peneltian Liu et al. (2003) yang menyatakan bahwa laki-laki memiliki volume lemak viseral yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan, sehingga laki-laki memiliki risiko terkena penyakit kardiovaskular yang lebih tinggi. Selain itu, Kelly (2012) menyebutkan bahwa lemak viseral berhubungan dengan faktor-faktor risiko metabolik dan semua penyebab kematian pada pria, dengan demikian lemak viseral ini dianggap sebagai depot patogen.

(40)

24

Tabel 15 Sebaran contoh menurut ukuran lahir terhadap level lemak viseral Kategori ukuran lahir

Kategori level lemak viseral

Total (%) Normal Tinggi Sangat tinggi

n % n % n %

Massa bebas lemak merupakan massa yang diperoleh sebagai hasil pengurangan antara massa tubuh dengan massa lemak tubuh (Lukaski 1985). Bersama-sama dengan lemak tubuh, massa bebas lemak ini memiliki implikasi terhadap kesehatan dan fungsi fisik di usia tua (Bann et al. 2013). Berikut hasil perhitungan statistik massa bebas lemak contoh yang disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16 Data statistik massa bebas lemak contoh Statistik Massa bebas lemak tubuh (kg)

Laki-laki Perempuan Rata-rata 49.1 ± 6.0 37.1 ± 3.8

Minimum 38.5 29.6

Maksimum 62.2 51.8

Berbagai macam penelitian menyebutkan bahwa secara umum wanita memiliki jumlah lemak tubuh yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki (Wu et al. 2011). Hal ini tentunya akan berdampak pada massa bebas lemak laki-laki yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. Data yang disajikan pada Tabel 16 menunjukkan bahwa rata-rata massa bebas lemak contoh laki-laki 12 ± 2.2 kg lebih banyak dibandingkan dengan massa bebas lemak contoh perempuan. Hasil uji beda Mann-Whitney pun menjelaskan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.01) antara massa bebas lemak tubuh laki-laki dengan perempuan. Adapun rata-rata berat badan contoh laki-laki adalah 57.9 ± 9.7 kg dengan rata-rata tinggi badan 165.8 ± 5.7 cm, sedangkan perempuan memiliki rata-rata berat badan sebesar 51.1 ± 7.2 kg dengan rata-rata tinggi badan 155.2 ± 5.1 cm.

Derby et al. 2006 dalam WHO (2008) menyatakan, laki-laki memiliki massa bebas lemak dan massa mineral tulang yang lebih besar, tetapi tersusun atas massa lemak yang lebih rendah dibandingkan perempuan. Perbedaan tersebut akan berlanjut selama kehidupan dewasa. Selain itu, ditemukan pula bahwa laki-laki memiliki otot lengan yang lebih besar, tulang-tulang yang lebih besar dan kuat, serta secara relatif memiliki distribusi lemak sentral yang lebih besar.

(41)

25 Adanya peningkatan pertumbuhan linier menyebabkan rangka tubuh menjadi lebih berat dan pembentukan sel darah yang lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Derby et al. 2006 dalam WHO (2008) menemukan adanya hubungan antara penurunan level testosteron bebas dengan peningkatan massa lemak dan penurunan massa otot. Jumlah total dan level testosteron bebas tersebut secara negatif berhubungan dengan kejadian obesitas.

Lingkar Pinggang (Waist Circumference)

Menurut National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI) (1998), lingkar pinggang dapat digunakan untuk mengukur kadar lemak abdominal. World Health Organization (1997) membagi kategori ukuran lingkar pinggang ke dalam tiga kategori untuk masing-masing jenis kelamin berdasarkan kemungkinan terkena risiko komplikasi metabolik yang berhubungan dengan kejadian obesitas. Beragam fakta yang diperoleh dari berbagai penelitian epidemiologi menyebutkan bahwa ukuran lingkar pinggang ini dapat dijadikan indikator untuk menilai kadar lemak abdominal yang lebih baik dibandingkan dengan rasio lingkar pinggang-pinggul (RLPP/WHR) (NHLBI 1998). Lingkar pinggang tersebut ternyata memiliki hubungan yang kuat dengan indeks massa tubuh seseorang. Sebaran contoh menurut ukuran lingkar pinggang dijelaskan melalui Tabel 17.

Tabel 17 Sebaran contoh menurut ukuran lingkar pinggang Kategori ukuran lingkar pinggang Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Risiko rendah terhadap komplikasi

metabolik (aL: ≤93cm; bP: ≤79 cm) 42 93.3 54 84.4 96 88.1

Risiko meningkat terhadap komplikasi metabolik Risiko meningkat kuat terhadap

komplikasi metabolik

Ukuran lingkar pinggang dalam penelitian ini sebagian besar (93.3% untuk laki-laki, 84.4% untuk perempuan) tergolong normal. Artinya, bahwa contoh tersebut memiliki risiko yang rendah terhadap risiko komplikasi metabolik. Lingkar pinggang contoh laki-laki maupun perempuan tidak memiliki perbedaan yang nyata (p>0.05) menurut hasil uji beda Mann-Whitney. Meskipun tidak memiliki perbedaan yang nyata, akan tetapi terlihat bahwa laki-laki memiliki rata-rata ukuran lingkar pinggang yang lebih besar (75.3 ± 8.9 cm) dibadingkan dengan perempuan (73.0 ± 7.0 cm).

(42)

26

Kemungkinan, hal ini disebabkan oleh peningkatan berat badan yang lebih besar terjadi di masa dewasa. Adanya peningkatan berat tersebut, terjadi peningkatan lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang-pinggul, namun laki-laki lah yang mengalami peningkatan berat badan dan lingkar pinggang yang lebih besar dibandingkan dengan perempuan.

Data yang disajikan pada Tabel 17 menunjukkan, berdasarkan ukuran lingkar pinggangnya, contoh perempuan yang mengalami peningkatan risiko (10.9%) dan peningkatan risiko yang kuat (4.7%) terhadap komplikasi metabolik lebih banyak terjadi dibandingkan dengan laki-laki (4.4% mengalami peningkatan risiko dan 2.2% mengalami peningkatan risiko yang kuat kuat). Apabila dibandingkan dengan status gizi contoh saat ini, diperoleh sebanyak 28.6% contoh perempuan mengalami peningkatan risiko memiliki status gizi yang normal. Selain itu, diperoleh pula 33% perempuan yang tergolong kuat memiliki peningkatan risiko komplikasi metabolik memiliki status gizi normal. Hal tersebut mengindikasikan bahwa seseorang berstatus gizi normal pun juga dapat mengalami risiko komplikasi metabolik bila didasarkan pada ukuran lingkar pinggangnya.

Tabel 18 Sebaran contoh menurut ukuran lahir terhadap lingkar pinggang

Kategori ukuran

Hasil penelitian pun menemukan bahwa terdapat satu dari dua contoh dengan riwayat BBLR mengalami peningkatan risiko terhadap komplikasi metabolik, sedangkan contoh dengan berat lahir lebih dari atau sama dengan 4000 g, secara keseluruhan memiliki risiko yang rendah terhadap komplikasi metabolik. Hasil studi Tian et al. (2005) yang meneliti keterkaitan antara berat lahir dengan risiko diabetes menunjukkan, seseorang dengan riwayat BBLR dan berat lahir lebih dari atau sama dengan 3500 g ternyata memiliki lingkar pinggang yang lebih besar dibandingkan dengan mereka yang lahir normal. Faktor-faktor independen yang ditemukan sebagai faktor risiko terjadinya diabetes tipe 2 ini meliputi: berat lahir, usia, lingkar pinggang, dan riwayat diabetes pada keluarga. Studi ini pun menginformasikan bahwa semakin rendah berat badan lahir, maka semakin tinggi risiko terkena penyakit diabetes tipe 2.

(43)

27 risiko yang kuat terhadap komplikasi metabolik. Terdapat 6.8% dan 4.1% contoh dengan panjang lahir normal secara berturut-turut mengalami peningkatan risiko dan peningkatan risiko yang kuat. Penelitian kali ini menemukan, persentase jumlah contoh yang mengalami peningkatan risiko sebesar 11.1% untuk contoh dengan riwayat panjang lahir pendek dan contoh dengan panjang lahir lebih dari 52 cm mengalami peningkatan risiko dan peningkatan risiko yang kuat terhadap komplikasi metabolik masing-masing sebanyak 12.5%. Walker et al. (2007) menemukan bahwa anak yang tumbuh stunted memiliki ukuran lingkar pinggang yang lebih kecil dibandingkan dengan anak yang tumbuh secara normal. Hal ini ternyata berlaku pada penelitian ini, yang mana contoh yang lahir dengan panjang lahir pendek memiliki lingkar pinggang (71.7 ± 5.3 cm) yang lebih kecil dibandingkan dengan contoh yang lahir dengan dengan panjang badan lahir normal (74 ± 8.6 cm)

Rasio Lingkar Pinggang-Pinggul (RLPP)

Rasio lingkar pinggang-pinggul (RLPP) menunjukkan hubungan antara perbedaan pengukuran pinggang dan pinggul (NHLBI 1985). Pengukuran rasio ini dianjurkan untuk mengetahui distribusi lemak tubuh. Rasio ini dapat diukur secara lebih tepat dibandingkan dengan pengukuran lipatan kulit (skin fold). Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa obesitas abdominal yang diukur dengan rasio lingkar pinggang-pinggul memiliki hubungan terhadap risiko peningkatan kejadian myocard infarction, stroke, dan kematian prematur, yang mana penyakit-penyakit tersebut tidak berhubungan dengan pengukuran yang mengeneralisasikan kejadian obesitas, seperti misalnya indeks massa tubuh (WHO 2008). Pengolompokkan RLPP ini didasarkan pada peningkatan risiko terhadap penyakit kardiovaskular (NHLBI 1985). Sebaran contoh menurut rasio lingkar pinggang-pinggul disajikan dalam Tabel 19.

Tabel 19 Sebaran contoh menurut rasio lingkar pinggang-pinggul Kategori rasio lingkar

pinggang-pinggul

Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

(44)

28

Penelitian ini menunjukkan bahwa satu dari dua contoh dengan riwayat BBLR tergolong memiliki RLPP yang tinggi, sedangkan hanya 20% contoh dengan riwayat berat lahir normal termasuk ke dalam kategori ini. Begitu pula yang terjadi pada contoh dengan panjang badan lahir di luar kategori normal. Sebanyak 25.9% dengan riwayat lahir pendek dan 25% contoh dengan panjang lahir lebih dari 52 cm memiliki RLPP yang tinggi. Koning et al. (2006) mengemukakan bahwa RLPP secara signifikan memiliki hubungan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular, dengan jenis kelamin perempuan memiliki risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.

Tabel 20 Sebaran contoh menurut ukuran lahir terhadap rasio lingkar pinggang- pinggul

Hubungan Ukuran Lahir dengan Komposisi Tubuh

Hubungan Berat lahir dan Panjang Lahir dengan Persen Lemak Tubuh

Tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) menurut hasil uji korelasi Spearman antara berat dan panjang badan lahir dengan persen lemak tubuh. Hubungan yang tidak siginfikan ini didukung oleh hasil studi yang dilakukan oleh Oyama et al. (2010) terhadap contoh berumur 18-21 tahun. Selain itu, Sayer et al. (2004) tidak menemukan ada hubungan yang signifikan antara berat badan lahir dengan massa lemak yang diperoleh dari persentase lemak terhadap massa tubuh. Begitu pula yang terjadi dengan panjang badan lahir. Hasil studi Corvalan et al. (2007) menyatakan juga tidak terdapat hubungan yang signifikan diantara panjang badan lahir dengan persen lemak tubuh.

(45)

29 Apabila dikelompokkan berdasarkan masing-masing kategori ukuran lahir, contoh dengan berat badan lahir lebih dari atau sama dengan 4000 g cenderung memiliki persen lemak tubuh yang lebih tinggi dengan semakin meningkatnya berat badan lahir. Sebaliknya, contoh dengan berat lahir paling rendah pada kelompok contoh dengan riwayat BBLR memiliki persen lemak tubuh yang lebih tinggi dibandingkan dengan satu contoh lain yang juga memiliki riwayat BBLR. Yliharsila et al. (2007) menyatakan bahwa berat badan lahir yang rendah memiliki hubungan terhadap semakin tingginya persen lemak tubuh dengan adanya penyesuaian terhadap indeks massa tubuh saat ini.

Korelasi Spearman menunjukkan adanya kecenderungan negatif antara panjang badan lahir yang pendek dengan persen lemak tubuh, walaupun hubungan ini tidak menunjukkan hasil yang signifikan (p>0.05). Meskipun demikian, hasil ini mengindikasikan bahwa semakin rendah panjang badan lahir, maka akan semakin tinggi persen lemak tubuh yang dimiliki saat dewasa muda.

Hoffman et al. (2000) menyatakan bahwa anak stunted dapat mengalami gangguan dalam mengoksidasi lemak yang salah satunya disebabkan oleh menurunnya jumlah insulin-like growth hormone (IGF-I). Gangguan ini mengakibatkan oksidasi lemak pada anak stunted menurun dibandingkan dengan anak yang tumbuh normal karena IGF-I yang jumlahnya menurun tidak dapat secara maksimal mengaktivasi hormon-sensitive lipase menjadi lipolytic hormones. Keadaan fisiologis ini mengakibatkan lemak yang tidak teroksidasi harus disimpan dalam tubuh dan hal ini dapat mempercepat peningkatan deposit lemak, terutama ketika intik lemak berlebih terjadi.

Telah dijelaskan pula sebelumnya bahwa persen lemak tubuh yang tinggi erat kaitannya dengan peningkatan risiko terjadinya penyakit kronis, salah satunya adalah penyakit jantung koroner. Terdapat penelitian yang menujukkan adanya hubungan negatif antara berat lahir dengan risiko penyakit kardiovaskular pada perempuan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perempuan yang memiliki risiko terkena penyakit paling tinggi adalah mereka yang memiliki berat badan lahir yang lebih rendah dan tumbuh dengan massa tubuh yang lebih besar. Adanya hubungan antara berat lahir dan kejadian penyakit kardiovaskular ini sebagaian besar mempertimbangkan pertumbuhan di kehidupan mendatang (Eriksson 2005). Hal ini mengindikasikan bahwa berat dan panjang lahir bukanlah merupakan determinan utama dari kejadian penyakit kardiovaskular.

Hubungan Berat Lahir dan Panjang Lahir dengan Lemak Viseral

Gambar

Gambar 1  Kerangka pemikiran hubungan ukuran lahir terhadap keragaan status
Tabel 1  Sebaran contoh berdasarkan proporsi jenis kelamin tiap departemen
Tabel 2  Variabel, cara, dan alat pengumpulan data
Tabel 3  Variabel, data yang dibutuhkan, dan kategori pengukuran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Metode analisis data pada penelitian ini yang menggunakan data belanja modal sebagai variabel bebas yang diperoleh dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota

Hasil wawancara data yang diperoleh sebagai berikut: 28 informan dari 30 orang memberikan.. jawaban bahwa PGMB memiliki

Tanda-tanda dan gejala yang paling sering dilaporkan terkait dengan keracunan karbon monoksida akut karena efek pada sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskular;

[r]

Berdasarkan pengujian dan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Pengaruh Penerapan Manajemen Risiko Perbankan, Dan Penerapan Audit Internal Terhadap Kebijakan

dengan anak kecil yang masih belum banyak di Semarang adalah jasa potong rambut anak dan fasilitas bermain anak yang bersih dan dapat dipercaya sehingga saat ini jasa

Berdasarkan hasil pelaksanaan penyuluhan penulisan surat lamaran pekerjaan dan praktik penulisannya pada siswa SMA Korpri Banjarmasin, khususnya pada siswa kelas III

Strategi pengembangan yang dapat dilakuukan adalah mempertahankan posisi sebagai temapat wisata yang memiliki SDA yang sangat potensial untuk objek wisata yang