• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modal Sosial Masyarakat Perkotaan (studi deskriptif Ikatan Keluarga Muslim Citra Wisata Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Modal Sosial Masyarakat Perkotaan (studi deskriptif Ikatan Keluarga Muslim Citra Wisata Medan)"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran

I. Dokumentasi

Gambar 1

Peneliti berbincang dengan salag satu informan. Gambar 2

(2)

Masjid Amaliyah Sebagai Pusat Kegiatan Organisasi IKMCW Gambar 4

(3)

II. Panduan Wawancara

Panduan Wawancara Penelitian

“Modal

Sosial Masyarakat

Perkotaan”

(Studi Deskriptif Ikatan Keluarga Muslim Citra Wisata Medan)

Penelitian ini ditujukan sebagai syarat memperoleh gelar sarjana sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara dengan judul “Modal Sosial Msyarakat Perkotaan”. Peneliti mengharapkan kerjasama dari

bapak/ibu sebagai informan dalam penelitian ini agar peneliti memperoleh data yang falid dari hasil wawancara bersama bapak/ibu guna memberikan data dalam proses penelitian. Peneliti bersedia merahasiakan identitas bapak/ibu sebagai informan dalam penelitian ini jika bapak/ibu menghendakinya.

I. Data informan

Nama :

Alamat :

No. Telepon :

Pekerjaan :

Suku :

(4)

II. Pandangan Umum mengenai Organisasi

1. Apa yang melatarbelakangi terbentuknya lembaga Ikatan Keluarga Muslim Citra Wisata Medan ( IKMCW)?

2. Apa faktor yang membuat organisasi ini tetap eksis ditengah isu komplek perumahan mewah yang dianggap oleh beberapa kalangan sulit untuk membentuk organisasi lokal di dalamnya?

3. Bagaimana anda melihat lembaga Ikatan Keluarga Muslim Citra Wisata Medan (IKMCW) dapat menjadi wadah interaksi masyarakat komplek perumahan Citra Wisata?

4. Apa motivasi awal anda sehingga memutuskan untuk menjadi bagian dari lembaga Ikatan Keluarga Muslim Citra Wisata Medan ( IKMCW)?

5. Apa saja yang anda rasakan selama mengikuti kegiatan-kegiatan lembaga Ikatan Keluarga Muslim Citra Wisata Medan ( IKMCW)?

6. Kegiatan rutin apa saja yang dilakukan organisasi ini dalam menjaga interaksi antar anggotaya?

III. Peran Modal Sosial

1. Bagaimana bapak/ibu melihat konteks interaksi masyarakat komplek Citra Wisata?

(5)

3. Bagaimana lembaga Ikatan Keluarga Muslim Citra Wisata Medan ( IKMCW) melihat peluang-peluang terbentuknya jaringan sosial dalam diri setiap anggotanya?

4. Bagaimana Ikatan Keluarga Muslim Citra Wisata Medan (IKMCW) mengoptimalkan peluang-peluang jaringan sosial yang ada?

5. Bagaimana bapak/ibu melihat sistem ketetanggan yang ada di komplek perumahan Citra Wisata?

6. Bagaiamana peluang perkembangan jaringan-jaringan tersebut seiring berjalannya lembaga sampai sekarang?

7. Apa saja yang telah terwujud setelah optimalisasi jaringan tersebut dilakukan?

8. Bagaimana bapak/ibu melihat modal sosial meningkatkan kontrol antar warga Citra Wisata mengingat modal sosial juga tidak terlepas dari sistem ketetanggaan warga komplek?

9. Bagaimana modal sosial yang tercipta dalam jaringan ketentanggan Ikatan Keluarga Muslim Citra Wisata Medan (IKMCW) dapat menjadi potensi peningkatan ekonomi, sosial maupun budaya?

(6)

DAFTAR PUSTAKA

Bintarto. 1983.Interaksi Desa-Kota Dan Permasalahannya: Yogyakarta: Gmalia Gerungan, WA, 2000. Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama.

Badarudin. 2005. Modal sosial dan pemberdayaan masyarakat nelayan dalam Arif Nasution, Subhilhar, Badarudin(ed). Isu-isu kelautan: dari kemiskinan hingga bajak laut. Yogyakarta: pustaka pelajar.

Dr. M. Arif Nasution, MA. 2002. Ikatan Primordial Dalam Kegiatan Bisnis Orang Minang di Sukaramai Medan. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi. USU Digital Library.

Field, John. 2005. Modal Sosial. Medan: Bina Medan Perintis.

Fukuyama, Francis. 2002. Trust Kebajikan Sosial dan Penciptaan Kemakmuran. Yogyakarta: Penerbit Qalam.

Hasbulla, Jousairi, 2006. Social Capital. MR-United Press. Jakarta.

Ilhami. 1990. Strategi Pembangunan Perkotaan di Indonesia. Surabaya : Usaha Nasional

Jousairi Hasbullah, 2006. Social Capital : Menuju Keunggulan Budaya Manusia Indonesia. Jakarta : MR-United Press

Juliantara, 2004, Dadang. Mewujudkan Kabupaten Partisipatif, Pembaruan,

Juliantara, Dadang, 2003. Pembaruan Desa , Jogjakarta, LAPPERA Pustaka Utama Koswara, 2013 Penetrasi Pesan Sosial Dalam Penyuluhan Sosial Berbasis

Kelembagaan Lokal. Artikel dari Kementerian Sosial RI

Malhotra, Naresh, 2007. Marketing Research : an applied orientation, pearson education, inc., fifth edition. New Jearsey : USA

Poerwandari. 2001. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta Sallis, 2012. Kelembagaan Lokal (Studi Kasus Subak di Bali). Makalah Santoso, Slamet, 2004. Dinamika Kelompok. Jakarta: Bumi Aksara.

(7)

Subagyo SH.2004. Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, Jakarta: PT. Rineka Cipta..

Sudrajat, 2008.Memupuk Institusi Lokal dan Modal Sosial dalam Kehidupan Bermasyarakat. Jogjakarta

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan RD. Bandung: Alfabeta Sukmadinata, Nana Syaodih. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung

Susanto, Astrid, 1983. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, Jakarta: Bina Cipta.

Walgito, Bimo. 2003. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Yogyakarta: Andi Offset. Wasistiono, Sadu dan Tahrir, Irwan. Prospek Pengembangan Desa . 2006.

Wibowo,2007 .Menumbuhkembangkan Modal Sosial dalam Pengembangan Partisipasi Masyarakat. Jurnal M'power, No.5 Vol. 5 Maret 2007

Winataputra ,Udin S, 2008. Teori Belajar Minat dan Pembelajaran , Jakarta: UT

Sumber Internet :

Arda, 2010. Konsep Jaringan Sosial dalam Perspektif Antropologi. http://ariefhilmanarda. wordpress.com/2010/02/24/konsep-jaringan-sosial-dalam-perspektif-antropologi/ diakses pada: 26 januari 2015 pukul: 13.00 Arrobi, 2002.Demokrasi Lokal dan Modal Sosial"http://suar.okezone.com/ diakses pada: 4 April 2015 pukul: 16.00

Cahyo, 2011 Jun 23 Pengertian kelembagaan menurut beberapa para ahli. http://blog.ub.ac.id/kelompok3pepagrof/2011/06/23/kelembagaan-pertanian/ diakses pada: 26 januari 2015 pukul: 13.19

Pratama, 2012 Definisi kelembagaan http://mardianpratama10.blogspot. com/2012/ 10/ definisi-kelembagaan.html diakses pada: 1 Mei 2014 pukul: 23.13

(8)

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/03/makalah-sosiologi-kasus-kemiskinan diakses pada: 26 januari 2015 pukul: 15.00

(9)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukan adalah melalui pendekatan kualitatif. Artinya data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka, melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi lainnya. Sehingga yang menjadi tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah ingin menggambarkan realita empirik di balik fenomena secara mendalam, rinci dan tuntas. Oleh karena itu penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini adalah dengan mencocokkan antara realita empirik dengan teori yang berlaku dengan menggunakkan metode diskriptif.

Menurut Keirl dan Miller dalam (Moleong, 2006) yang dimaksud dengan

penelitian kualitatif adalah “tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang

secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia pada kawasannya sendiri, dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan

peristilahannya”.

(10)

ciri, karakter, sifat, model, tanda atau gambaran tentang kondisi , situasi,ataupun fenomena tertentu (Bungin, 2007:68).

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada lembaga Ikatan Keluarga Muslim Citra Wisata Medan yang berada di Kecamatan Medan Johor. Adapun alasan penulis memilih lokasi ini dikarenakan lembaga ini masih menjadi organisasi yang masif di tengah segala macam permasalahan masyarakat perkotaan yang dinilai memiliki ciri asosial.

3.3. Unit Analisis dan Informan

3.3.1. Unit Analisis

Menurut Maholtra (2007), unit analisa merupakan individu, perusahaan serta pihak-pihak lain yang memberikan respon terhadap perlakuan ataupun tindakan yang dilakukan peneliti dalam penelitiannya. Dalam sebuah penelitian, menentukan unit analisis diperlukan agar peneliti dapat mengetahui dan menentukan masalah dari penelitian tersebut. unit analisis dalam penelitian ini meliputi unit organisasi IKMCW yang merupakan organisasi komplek Perumahan Citra Wisata dimana di dalamnya interaksi masyarakat komplek berlangsung.

(11)

participan, dokumentasi, dan catatan lapangan yang berkaitan dengan lembaga

Ikatan Keluarga Muslim Citra Wisata Medan (IKMCW).

3.3.2. Informan

Informan merupakan subyek yang memahami permasalahan penelitian sebagai perilaku maupun orang yang memahami permasalahan penelitian (Bungin,2007:78). Informan ditentukan secara purposive, dimana informan dipilih karena dianggap memiliki informasi yang dibutuhkan dalam penelitian. Wawancara dilakukan dengan menggunakan teknik bola salju (snowball), dengan demikian beberapa pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh seorang informan dapat ditanyakan kembali kepada informan lain yang dianggap lebih mengetahui permasalahan penelitian.

1. Ketua Lembaga Ikatan Warga Muslim Citra Wisata Medan.

Pimpinan organisasi IKMCW dianggap mengetahui seluk beluk organisasi, mulai dari sejarah terbentuknya organisasi sampai dengan seluruh kegiatan yang dilakukan organisasi.

2. Pemuka Lingkungan Citra Wisata Medan.

(12)

3. Tokoh organisasi Lembaga Ikatan Keluarga Muslim Citra Wisata Medan. Tokoh organisasi dalam penelitian ini diartikan sebagai orang yang pernah menjadi pengurus maupun orang yang dianggap sebagai panutan oleh anggota organisasi IKMCW.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam Pengumpulan data peneliti menggunakan beberapa tehnik penelitian sebagai upaya untuk mendapatkan dan memperoleh infomasi yang diperlukan. Pada tahap ini peneliti akan melakukan obserfasi wawancara, serta mencatat dokumen-dokumen yang mendukung proses penelitian. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut:

a. Data Primer

1. Observasi

(13)

untuk mengadakan perbandingan antar orang-orang tersebut, maka hendaknya observasi terhadap masing-masing orang dilakukan dalam situasi yang relatif sama.

2. Wawancara

Wawancara mendalam dengan menggunakan petunjuk wawancara yang telah dipersiapkan agar memudahkan dalam pengumpulan data. Peneliti melakukan pendekatan secara personal kepada objek peneliti, serta saling kenal agar informan lebih terbuka dalam penyampaian informasi.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari objek penelitian. Peneliti mendapatkan data yang sudah jadi yang dikumpulkan oleh pihak lain dengan berbagai cara atau metode baik secara komersial maupun non komersial yang dapat berupa dokumen-dokumen, majalah, jurnal. Dalam penelitian ini terkait dengan fenomena masyarakat perumahan yang ada di perkotaan.

3.5. Interpretasi Data

(14)

terkumpul kemudian akan disusun lagi sedemikian rupa. Kemudian data tersebut akan diinterpretasikan secara kualitatif.

Kegiatan tersebut dilakukan agar peneliti dapat memperoleh hasil yang lebih mendalam dan meluas sesuai dengan teori yang relefan. Pada akhirnya peneliti akan menyusun sebagai laporan akhir penelitian ini. Proses ini sudah dilakukan sejak proposal penelitian dibuat, hingga akhir penelitian , akan menjadi sebuah laporan penelitian yang memiliki ciri kualitatif.

3.6. Jadwal Penelitian

N o

Kegiatan Bulan

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Obserfasi x

2 ACC Judul x

3 Penyusunan Proposal Penelitian x x

4 Semminar Proposal Penelitian x

5 Revisi Proposal Penelitian x

6 Penelitian Lapangan x x x

7 Bimbingan/ LaporanAkhir x x x x

(15)

3.7. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasn dalam penelitian ini mencakup kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh peneliti dalam melakukan penelitian ilmiah. Terutama dalam melakukan wawancara mendalam terhadap informan. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengalaman dan keterbatasan waktu yang dimiliki informan dalam proses wawancara yang dikarenakan kesibukan informan sehari-hari.

(16)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTEPRETASI DATA PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1. Gambaran Umum Penduduk

Gambaran umum tentang lokasi penelitian merupakan deskriptif dari situasi dan keadaan yang menjadi latar penelitian. Penulis menganggap penting untuk memberikan gambaran lengkap tentang latar penelitian Interaksi Sosial Warga Komplek Perumahan Citra Wisata di Kelurahan Pangkalan Masyhur disamping untuk meninjau beberapa aspek kehidupan penduduk di Kelurahan Pangkalan Masyhur dan sekitarnya yang berhubungan dengan interaksi dan masyarakat di Kelurahan Pangkalan Mansyur juga untuk memberikan informasi dimana, kapan, dan bagaimana penelitian berlangsung.

Kelurahan Pangkalan Masyhur merupakan salah satu kelurahan yang berada

dalam wilayah Kecamatan Medan Johor. Luas Kelurahan Pangkalan Masyhur sekitar

4,00 km2

dan persentase terhadap luas kecamatan 23,59%. Luanya Keluarahan Pangkalan

Masyhur juga diikuti dengan padatnya jumlah penduduk yang tinggal di wilayah tersebut.

Hal tersebut juga tidak diimbangi dengan adanya ruang terbuka seperti taman bermain

ataupun fasilitas lainnya sebagai wadah sosialisasi masyarakat yang tinggal di Kelurahan

Pangkalan Masyhur. Berikut adalah data yang disajikan untuk menggambarkan lokasi

(17)

Table 4.1

Dominasi pemikiman di Kelurahan Pangkal Masyhur menunjukkan bahwa

Kelurahan tersebut merupakan salahsatu daerah padat mengingat timpangnya wilayah

pemukiman dibandingkan wilayah terbuka (seperti taman).

Table 4.2

(18)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa Kelurahan Sari Rejo didominasi oleh masyarakat dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 15.959 atau sebesar 54,77% jiwa yang terbagi dalam 29.134 rumah tangga.

Table 4.3

Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis

No Etnis Jumlah Persentase (%)

1 Jawa 10.864 jiwa 32 %

2 Mandailing 10.317 jiwa 30 %

3 Melayu 4.913 jiwa 14 %

4 Batak 2.375 jiwa 7 %

5 Minang 3.307 jiwa 10 %

6 Suku lainnya 2.276 jiwa 6 %

Total 34.034 jiwa 100 %

Sumber: data BPS 2004

Dominasi suku jawa dan mandailing terlihat begitu mencolok pada data di atas.

Hal ini diakibatkan karena wilayah Medan Johor sejarahnya merupakan wilayah

Kesultanan Deli yang didominasi oleh masyarakat melayu. Wilayah tersebut dulunya

(19)

Tabel 4.4

Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama yang Dianut

No Agama Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 Islam 28.263 jiwa 90,6 %

2 Protestan 2.589 jiwa 8,12 %

3 Katholik 761 jiwa 2,38 %

4 Hindu 110 jiwa 0,34 %

5 Budha 142 jiwa 0,44 %

Total 31.865 jiwa 100 %

Sumber: data BPS 2014

Dominasi suku Melayu juga linier dengan persentase Agama Islam yang ada di

Kelurahan Pangkalan Masyhur. Meskipun mayoritas penduduknya memeluk agama

Islam, hubungan dengan pemeluk agama lain terjalin harmonis sampai saat ini

(wawancara dengan Bapak Asman, 28 Maret 2015). Banyaknya pemeluk agama Islam

di Kelurahan Pangkalan Masyhur dapat dilihat dengan tersedianya tempat ibadah yang

terdapat di setiap Lingkungan, yaitu masjid ataupun mushola. Untuk agama lain tersedia

(20)

Tabel 4.5

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan

No Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase (%)

1 PNS 1.048 10,57

2 Pegawai Swasta 2.081 18,76

3 TNI/POLRI 210 1,89

4 Petani 21 0,18

5 Pedagang 2.358 21,26

6 Pensiunan 535 4,82

7 Wiraswasta/Lainnya 4.834 43,60

Total 11.087 100

Kelurahan Pangkalan Masyhur didominasi oleh masyarakat dengan pekerjaan

sebagai wiraswasta. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya lokasi ekonomi kreatif di

area Kelurahan Pangkalan Msyhur. Selain itu tingginya persentase jumah pedagang juga

menjadi ciri Kelurahan Pangkalan Masyhur dimana dominasi pertokoan menjadi

(21)

4.2. Profil Informan

1. Bapak Asman

Pria yang tinggal di Komplek Citra Wisata blog G nomor: 63 merupakan seorang keturunan jawa yang lahir di Sumatera Utara sejak lebih dari 60 tahun lalu. Pria 3 orang anak ini merupakan pengurus organisasi IKMCW yang menjabat sebagai ketua 3.

Beliau melihat bagaimana Komplek Citra Wisata yang dulunya sangat tertutup mulai terbuka dengan sesama tetangga. Komplek Citra Wisata dahulu dinilainya sangat mencirikan masyarakat perkotaan dimana kehidupan bertetangga masih sangat rendah. Inikator yang dipakainya adalah intensitas bertemu dan berinteraksi masyarakat hanya sebatas pertemuan-pertemuan insidental dan terbatas pada masyarakat yang memang awalnya saling mengenal sebelum pindah ke komplek.

Masyarakat seperti enggan untuk memulai interaksi terhadap para tetangga dikarenakan kondisi yang memang saling tidak mengenal. Berbagai masalah yang berhubungan dengankebutuhan kemasyarakatan seluruhnya diserahkan terhadap pengelola perumahan dan alhasil interaksi terhadap sesame penghuni komplek tidak dapat berjalan sama sekali.

2. Drs. H. Ahamad Thamrin, M.Psi

(22)

Pak Ahmad begitu beliau biasa di sapa melihat bagaimana peran organisasi IKMCW sebagai motor pendongkrak kebiasaan masyarakat yang acuh terhadap kehidupan ketetanggan. Beliau melihat bagaimana perkembangan IKMCW jika dibandingkan dengan awal berdirinya memperlihatkan perubahan yang besar yang terlihat dari berbagai kegiatan yang dilakukan organisasi.

Pak Ahmad juga melihat bagaimana sulitnya melakukan perekrutan anggota baru yang merupakan penghuni baru komplek. Mereka menganggap bahwa padatnya kegiatan IKMCW akan mengganggu kegiatan dalam pekerjaan mereka padahal inti dari IKMCW adalah bagaimana organisasi ini adalah memberikan wadah bersilaturahmi masyarakat penghuni komplek.

3. Bambang Sulistyo

Bapak 3 anak ini merupakan peneliti di Algemeene Vereniging van Rubberplanters ter Oostkust van Sumatra (AVROS) Medan. Bapak 3 orang anak ini merupakan penghuni baru di Komplek Citra Wisata setelah membeli rumah tersebut dari salahsatu keluarga yang pindah lantaran urusan bisnis.

(23)

4. Ibu Ivo Fara Zara

Ibu 2 orang anak ini sedang disibukkan oleh aktivitas perkuliahan pasca sarjana kenotariatan. Ibu Ivo yang kini berusia 27 tahum merupakan salah satu penghuni paling lama yang ada di Komplek Citra Wisata.

Ivo menggambarkan bagaimana sulitnya untuk berinteraksi dengan tetangga di awal berdirinya komplek perumahan. Kabutuhan yang selalu disediakan oleh pengelola perumahan seperti keamanan dan kebersian membuat penghuni komplek merasa sudah cukup untuk berdiam diri di rumah atau liburan di luar tanpa bertegur sapa dengan sesame penghuni komplek. Hal ini mengakibatkan sebagian besar penghuni komplek memang saling tidak mengenal satu sama lain.

Pada tahun IKMCW mulai memiliki banyak anggota di dalamnya barulah masyarakat komplek memiliki tempat bertegursapa satu samalainnya. Hal ini membuat keberadaan IKMCW mulai dilirik berbagai masyarakat yang belum menjadi anggota. Kebutuhan akan ikatan ketetanggaan agaknya memang tidak bisa dilepaskan baik oleh manusia di Kota Metropolitan sekelas Medan.

5. Ivan Ali Reza

Pria 26 tahun ini merupakan salahsatu anggota paling muda yang ada di organisasi IKMCW. Pria yang sekarang bekerja sebagai banker di bank Sumut ini merupakan salahsatu penghuni yang lahir di Komplek Citra Wisata.

(24)

keluar komplek dahulu hanya untuk bermain bersama teman-teman seusianya. Sulitnya mendapatkan teman diakibatkan kondisi masyarakat saat itu memang masih tertutup dengan sesama tetangga. Sekarang kegiatan masyarakat bisa dilihat di Mesjid Amaliyah di Komplek Citra Wisata, masyarakat mulai mau untuk berinteraksi khususnya para anggota IKMCW yang telah lama terbentuk sebelumnya.

6. Yani Harahap

Ibu yang dikaruniai 3orang anak ini memiliki kesibukan dalam bisnis butik yang sekarang sedang digelutinya. Ibu yani merupakan penghuni pertama Komplek Perumahan Citra Wisata Medan.

Ibu Yani menceritakan bagaimana sulitnya mendapatkan bantuan saat akan melakukan acara seperti pesta. Kesulitan utama adalah mengundang penghuni komplek untuk hadir di acara tersebut. Kondisi ini diakibatkan oleh masyarakat yang jarang berinteraksi. Masyarakat hanya bertemu saat tidak sengaja bertemu di jalan dan kadan malah tidak lebih dari itu. Keberadaan IKMCW memang memberikan dampak besar bagi konteks interaksi masyarakat Komplek Citra Wisata. Komplek sekarang memiliki barbagai kegiatan untuk menjaga harmonisasi kehidupan ketetanggan warga komplek.

7. Syafrizal

(25)

Beliau melihat pentingnya organisasi dalam kehidupan masyarakat di Komplek Citra Wisata. Masyarakat yang saling tidak mengenal sebelum adanya organisasi. Sering terjadi kebingungan mengenai kebutuhan informasi-informasi di sekitar. Hal ini sebenarnya mengakibatkan kondisi masyarakat semakin jauh dari konsep masyarakat yang ideal, masyarakat komplek tidak memiliki jaringan ketetanggan yang kuat pada saat itu. Kontrol antara masyarakat satu dengan yang lainnya hampit tidak dimiliki masyarakat komplek pada saat itu. Sejah berdirinya IKMCW sebagai organisasi yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat, masyarakat mulai menemukan tempat berbagi informasi dan keluhan yang mereka miliki dalam kehidupan komplek maupun yang lainnya.

8. Syahrul

Pria berusia 53 tahun ini pada kesehariannya disibukkan dengan usaha rumah makan yang berada tepat di barisan ruko dalam Komplek Citra Wisata Medan. Bang Syahrul juga biasa disibukkan dengan berbagai kegiatan di lingkungan Komplek Citra Wisata Medan.

(26)

9. Jamal

Bapak 3 orang anak ini telah berusia 59 tahun. Beliau merupakan pensiunan PT.PTPN II yang sekarang sedang disibukkan dengan berbagai kegiatan partai politik.

Bapak jamal melihat bagaimana IKMCW dapatmenyatukan masyarakat yang mempunyai beragam kesibukan. IKMCW selalu memberikan gambaran tentang bagaimana pentingnya kehidupan bertetangga dan bermasyarakat. Hal ini juga sangat membantu para anggota untuk untuk menemukan kehidupan bermasyarakat yang ideal dimana silaturahmi berjalan dengan baik.

4.3. Kondisi Sosial Masyarakat Komplek Citra Wisata

Manusia sebagai mahkluk sosial setidaknya tercermin dalam realita kehidupan bermasyarakat. Manusia cenderung untuk berinteraksi antar sesama dengan tujuan memenuhi hakikat mereka sebagai sebuah masyarakat.

Interaksi setidaknya menemukan bentuk barunya dalam tataran kehidupan masyarakat modern. Dalam berbagai segi kehidupan, interaksi menjadi lebih praktis dengan adanya berbagai media yang ditemukan di kehidupan moderen. Masyarakat Komplek Citra Wisata Medan juga mengalami hal ini di tengah hiruk pikuk perkembangan pembangunan Kota Metropolitan Medan.

(27)

kemasyarakatan Komplek Citra Wisata. Hal senada juga diutarakan oleh ibu Yani Harahap:

“…Kami memberikan seluruh tanggungjawab baik itu keamanan,

kebersihan maupun lainnya terhadap manajemen komplek, karena memang dari dulu kami bayar iuran wajib untuk itu. Tetapi setelah lama kami rasakan, kami seperti tidak memiliki tetangga. Semua hal kami serahkan kepada pihak manajemen, peran kami sebagai masyarakat

hamper tidak ada…”

Masyarakat komplek umumnya menyerahkan segala pemenuhan kebutuhan kemasyarakatan terhadap pihak manajemen. Hal ini yang mendorong berkurangnya rasa tanggungjawab mereka menjadi bagian dari masyarakat sangat minim.

Pihak pengelola komplek setidaknya sudah sejak awal mengantisipasi hal ini dengan membangun berbagai ruang terbuka sebagai tempat masyarakat berinteraksi seperti waduk buatan yang ada di area depan komplek. Namun seiring berjalannya waktu, ruang terbuka tersebut juga tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap intensitas interaksi warga komplek.

(28)

Dari mulai fasilitas yang tidak sesuai dengan brosur penawaran sampai soal cicilan lunas tapi sertifikat tidak keluar. Selain itu, juga masih banyak pengembang yang tak menyediakan fasilitas umum (Fasum) dan fasilitas sosial (Fasos) sesuai aturan. Ancaman bagi pengembang yang tidak melakukan kewajiban membangun fasum (fasilitas umum) dan fasos (fasilitas sosial) adalah denda hingga 2 milyar rupiah, atau penjara selama 5 tahun.

Izin membuka perumahan pada pengembang tidak dapat dikeluarkan jika belum memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Diantaranya, perumahan yang dibangun harus dilengkapi fasum dan fasos. Perbandingan antara luas fasum dan fasos dengan luas permukiman adalah sekitar 40 banding 60.

Menurut definisi dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang dimaksud dengan perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peranmasyarakat. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman,baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, danutilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.

(29)

dan fasos yang ada di komplek perumahan. hal ini juga disadari oleh pihak pengelola Citra Wisata bagaimana peraturan tersebut berimplikasi langsung pada kenyamanan penghuni komplek. Tetapi hal ini juga belum dapat mendorong interaksi yang diharapkan oleh pengelola komplek terealisasi.

Gambar 4.1: Minimnya interaksi yang ada di area waduk buatan Komplek Citra Wisata Medan

(30)

“…Tidak adanya wadah interaksi yang memaksa masyarakat untuk

berkumpul, atau paling tidak masyarakat sadar akan kebutuhannya untuk berkumpul mengakibatkan kami penghuni komplek semakin acuh terhadap tetangga. Jelas dampaknya besar, minimal terlihat jika kami menggelar acara-acara yang mengundang orang, susahnya

bukan main untuk mengumpulkan para tetangga…”

Minimnya interaksi jelas menjadi kendala yang serius bagi masyarakat Komplek Citra Wisata. Hal ini ditambah dengan minimnya waktus mereka untuk bersosialisasi. Kondisi ini jelas mencerminkan kondisi masyarakat moderen dengan berbagai gaya hidupnya seperti asosial, cenderung tertutup dengan sesama tetapi terbuka dengan berbagai perkembangan yang ada.

4.4. Munculnya IKMCW Komplek Perumahan Citra Wisata Sebagai Organisasi

(31)

Gambar 4.2: Simbol Perumahan Citra Wisata Medan

Perumahan mewah ini juga menyediakan berbagaimacam fasilitas umum sebagai sarana sosialisasi masyarakat dengan sesama penghuni komplek diantaranya; danau buatan, kolam renang, lapangan basket, lapangan futsal, berbagai fasilitas pendidikan baik formal maupun non formal, dan tempat beribadatan. Layaknya perumahan mewah lainnya, Komplek Citra Wisata juga dihuni oleh kalangan menegah ke atas yang mempunyai jam kerja yang sangat tinggi. Hal ini juga diungkapkan oleh bapak M. Thamrin:

(32)

Stereotip tentang gaya sosialisasi masyarakat perkotaan yang cenderung asosial tercermin pada kehidupan masyarakat Komplek Citra Wisata pada awal masa berdirinya di tahun 1998. Sikap acuh setiap warganya menciptakan memang menjadi salahsatu faktor Citra Wisata sangat tidak sehat jika ditilik dari segi sosial dimana kontrol antar masyarakat sangat minim akibat minimnya interaksi dilamnya walaupun berbagai fasum dan fasos telah dibagngun di area komplek.

Interaksi sosial mempunyai korelasi atau hubungan dengan status yaitu bahwa status memberi bentuk atau pola interaksi. Status dikonsepsikan sebagai posisi individu atau kelompok individu sehubungan dengan kelompok atau individu lainnya, status merekomendasikan perbedaan martabat, yang merupakan pengakuan interpersonal yang selalu meliputi paling sedikit satu individu, yaitu siapa yang menuntut dan individu lainnya yaitu siapa yang menghormati tuntutan itu. Sebagai mahluk individu manusia dilahirkan sendiri dan memiliki ciri-ciri yang berbeda antara yang satu dengan yang lain.

(33)

Seiring berjalannya waktu, beberapa penghini Komplek mengisyaratkan untuk membentuk suatu perkumpulan dengan basis keagamaan. Pada tahun 1999 kepengurusan Badan Kemakmuran Masjid Amaliyah Ikatan Keluarga Muslim Citra Wisata Kelurahan Pangkalan Mansyur resmi terdaftar sebagai organisasi berbasis agama di wilayah Komplek Citra Wisata Medan.

Kami membutuhkan wadah untuk tempat berkumpul dan bersilahturahmi sesama warga Komplek Citra Wisata. Kami menganggap dengan rutinitas kami yang sangat padat, sangat tidak memungkinkan untuk bertemu dalam waktu yang bersamaan. Diharapkan dengan adanya IKMCW sebagai wadah kami bersosialisasi kami jadi mudah untuk berinteraksi satu sama lain.

Hal yang diungkapkan bapak Aswan di atas merupakan sebuah gambaran bagaimana sosialisasi antar masyarakat Citra Wisata mempunyai sebuah wadah baru untuk lebih mengefektifkan sosialisasi yang sebelumnya dianggap kurang maksimal sebagai sebuah kelompok masyarakat.

Ikatan Keluarga Muslim Citra Wisata (IKMCW) semakin berkembang seiring berjalannya waktu. Layaknya sebuah sistem, warga Komplek yang tergabung dalam IKMCW merasakan dampak yang besar setelah terbentuknya organisasi tersebut seperti bantuan tetangga saat akan merayakan pesta pernikahan sanak saudara di areal komplek atau acara-acara yang lainnya.

(34)

Mahjid juga merupakan sarana peribadatan dan tempat berkumpulnya masyarakat dianggap lebih efektif sebagai tempat sosialisasi tentang organisasi IKMCW.

Gabar 4.3: Anggota IKMCW Sedang Melakukan Pembahasan Tentang Kegiatan yang Akan Dilakukan

(35)

4.5. Peran Modal Sosial dalam Perkembangan IKMCW.

Organisasi dalam komunitas harus dilihat sebagai suatu sistem yang saling silang menyilang (cross-cutting affiliation) dan organisasi telah menyediakan jaring pengaman sosial (sosial safety net) ketika komunitas lokal berada dalam situasi krisis. Kehadiran organisasi bukan atas kepentingan pribadi/individu tetapi atas kepentingan bersama. Rasa saling percaya anggota organisasi yang digalang dan diasah melalui institusi ini semakin hari semakin didambakan sebagai modal sosial (sosial capital).

Organisasi ternyata mampu menjadi bingkai etika komunitas lokal (Purwo Santoso, 2002: 6). Institusi lokal pada dasarnya adalah regulasi perilaku kolektif, di mana sandarannya adalah etika sosial, sehingga institusi lokal mampu menghasilkan kemampuan mengatur diri sendiri dari kacamata normatif.

Organisasi IKMCW juga berupaya melakukan optimalisasi regulasi perilaku kolektif dalam setiap kegiatan yang dilakukan. Stigma negatif terhadap komplek perumahan mewah selayaknya memang pernah terjadi di awal berdirinya Citra Wisata sebagai perumahan. Kondisi masyarakat yang cenderung asosial menyulitkan masyarakat penghuni komplek untuk beraktivitas layaknya masyarakat pada umumnya yang butuh interaksi sosial sebagai pembentuk kontrol sosial dalam masyarakatnya. Hal senada juga diungkapkan oleh bapak Syahfizal:

(36)

Kendala yang muncul saat awal berdirinya perumahan adalah bentuk perumahan yang di dominasi tembak-tembok tingga sebagai pembatas antara rumah yang satu dengan rumah yang lain. Selain menampilkan kesan mewah, ternyata tembok-tembok tersebut memberikan dampak negatif terhadap sosialisasi yang dilakukan masyarakat selain jadwal padat yang mereka miliki karena sebagian besar dari mereka adalah pekerja.

Dalam kehidupan bermasyarakat setiap individu terikat dalam struktur sosial yang ada dalam masyarakat tersebut (Soekanto, 2001:128). Hal itu disebabkan dalam hidup orang tidaklah sendiri, orang-orang terus bergerak ke dalam dan ke luar dari ruang pribadi masing-masing, dan sangat bijaksana sekali jika kontak-kontak sosial dapat tetap tanpa percekcokan dan menyenangkan dengan mengakui secara sopan kehadiran yang lain (Mulder, 1996:47-50). Supaya hubungan antar manusia di dalam suatu masyarakat terlaksana sebagaimana diharapkan, maka dirumuskan norma-norma masyarakat. Pada mulanya norma-norma tersebut terbentuk secara tidak sengaja, kelamaan norma-norma tersebut dibuat secara sadar. Norma yang ada di masyarakat memiliki kekuatan yang mengikat dari yang lemah sampai yang kuat. Kadang dibedakan antara norma yang mengatur pribadi manusia dengan yang mengatur hubungan antar pribadi (Soekanto, 1990:199-205).

(37)

ini akan menumbuhkan interaksi kumulatif yang menghasilkan kinerja yang mengandung nilai sosial.

Masyarakat yang tergabung dalam organisasi IKMCW mulai menyadari bahwa organisasi memberikan sebuah bentuk baru gaya interaksi dalam kehidupan bermasyarakat mereka. Kebutuhan mereka sebagai masyarakat sedikit demi sedikit terpenuhi dengan adanya IKMCW. Interaksi mulai dilakukan efektif diawali dengan adanya kegiatan-kegiatan keagamaan.

Perkembangan organisasi sangat pesat, masyarakat menilai kebutuhan mereka sebagai anggota masyarakat dapat dipenuhi dengan menjadi anggota organisasi. Kegiatan di Mahjid mulai lebih intens pada perjalannya.

Dimulai dari saling bertukar informasi tentang keadaan sosial maupun ekonomi serta berbagai isu yang ada di sekitar peruahan, organisasi mulai menyelenggarakan berbagai kegiatan yang wajib dihadiri oleh seluruh anggota.

Interaksi optimal yang dilakukan oleh masyarakat menciptakan kontrol terhadap sesame anggota semakin kuat. Keanggotaan mulai menciptakan sebuah bentuk-bentuk aturan organisasi yang disepakati bersama oleh seluruh anggota. Hal ini juga diungkapkan oleh bapak Bambang Sulistyo:

“…Kami merasa kehidupan ketetanggan kami khususnya seperti memiliki keterkaitan satu sama lain. Kami bisa betukar informasi di dalamnya, mengingat dalam organisasi anggotanya kan berasal dari berbagai

latarbelakang pendidikan maupun pekerjaan yang beranekaragam…”

(38)

merupakan perekat bagi langgengnya hubungan dalam kelompok masyarakat. Dengan menjaga suatu kepercayaan, orang-orang dapat bekerjasama secara efektif. Kepercayaan sosial efektif dibangun melalui jalinan pola hubungan sosial resiprosikal atau timbal balik antara pihak yang terlibat dan berkelanjutan (Ibrahim, 2006 : 111). Kepercayaan akan menimbulkan kewajiban sosial dengan mempercayai seseorang maka akan menimbulkan kepercayaan kembali dari orang tersebut (resiprositas). Dalam kaitannya dengan resiprositas dan pertukaran, Pretty dan Ward, (dalam Badaruddin, 2005 : 32) mengemukakan bahwa adanya hubungan-hubungan yang dilandasi oleh prinsip resiprositas dan pertukaran akan menumbuhkan kepercayaan karena setiap pertukaran akan dibayar kembali (repaid and balanced). Hal ini merupakan pelicin dari suatu hubungan kerjasama yang telah dibangun agar tetap konsisten dan berkesinambungan.

Francis Fukuyama (1995) mengilustrasikan modal sosial dalam trust, believe and vertrauen artinya bahwa pentingnya kepercayaan yang mengakar dalam faktor kultural seperti etika dan moral. Trust muncul maka komunitas membagikan sekumpulan nilai-nilai moral, sebagai jalan untuk menciptakan pengharapan umum dan kejujuran. Ia juga menyatakan bahwa asosiasi dan jaringan lokal sungguh mempunyai dampak positif bagi peningkatan kesejahteraan ekonomi dan pembangunan lokal serta memainkan peran penting dalam manajemen lingkungan.

(39)

membagikan informasi yang mereka miliki dengan sesama anggota yang mereka nilai layak untuk diberikan. Hal ini tidak lepas dari wadah interaksi yang diberikan oleh IKMCW sebagai organisasi masyarakat. Masyarakat dapat mengenal satu samalain para tetangga mereka melalui interaksi yang mereka lakukan selama kegiatan dalam organisasi.

Pola-pola interaksi individu yang berbeda menurut situasi dan kepentingan masing-masing individu diwujudkan dalam proses hubungan sosial, hubungan-hubungan sosial itu pada awalnya merupakan proses penyesuaian nilai-nilai sosial dalam kehidupan sosial. Kemudian hubungan itu meningkat menjadi semacam pergaulan yang ditandai adanya saling mengerti tentang maksud dan tujuan masing-masing pihak yang terjadi dalam hubungan.

Di sisi yang sama Putnam (1995) mengartikan modal sosial sebagai “features of social organization such as networks, norms, and social trust that facilitate

(40)

Gambar 4.4: Anggota IKMCW Sedang Berdiskusi Tentang Agenda Kegiatan Organisasi.

(41)

kuatnya solidaritas yang ada dalam diri mereka. Hal ini juga senada dengan yang diungkapkan bapak Asman:

“…Kami mulai melakukan rutinitas bersama dengan wadah organisasi,

kegiatan itu kami lakukan bersama-sama. Kami melakukannya dengan kesadaran bahwa kami juga bagian dari masyarakat yang punya

solidaritas dan kami juga merasa bahwa kami bertetangga…”

Lubis (dalam Badaruddin 2005:31), menyebutkan bahwa solidaritas merupakan salah satu komponen dari jaringan sosial. Dan Rusdi syahra,dkk, (dalam Kristina 2003:60) menyebutkan bahwa solidaritas diartikan sebagai kesediaan untuk secara sukarela ikut menanggung suatu konsekuensi sebagai wujud adanya rasa kebersamaan dalam menghadapi suatu masalah.

4.6. Optimalisasi Modal Sosial dalam Organisasi

Masyarakat Komplek Citra Wisata Medan dalam hal ini IKMCW sebagai organisasi yang ada di dalamnya mempunyai berbagi kendala dalam optimalisasi modal sosial yang ada di dalamnya. Salah satunya adalah minimnya waktu berkumpul yang dapat diluangkan oleh anggota IKMCW. Hal ini memicu sulitnya kegiatan organisasi dilakukan didalamnya.

(42)

sumber daya komunitas; (5) memungkinkan pencapaian bersama; dan (6) membentuk perilaku kebersamaam dan berorganisasi komunitas. Modal sosial merupakan suatu komitmen dari setiap individu untuk saling terbuka, saling percaya, memberikan kewenangan bagi setiap orang yang dipilihnya untuk berperan sesuai dengan tanggungjawabnya. Sarana ini menghasilkan rasa kebersamaan, kesetiakawanan, dan sekaligus tanggungjawab akan kemajuan bersama.

4.6.1. Memberikan kemudahan dalam mengakses informasi bagi anggota

komunitas

IKMCW sebagai organisasi berbasis masyarakat berusaha menjadi wadah bagi anggotanya dalam hal interaksi sosial. Tak bisa dipungkiri bawasanya masyarakat perkotaan selalu disibukkan dengan berbagai isu-isu yang mempengaruhi baik bisnis, profesi, maupun kekuasaan. Dengan berbagai latar belakang yang ada dalam tubuh organisasi setidaknya kebutuhan akan informasi baik di dalam maupun di luar organisasi bisa dapat terpenuhi. Hal senada juga diungkapkan oleh Ivan:

“…Kami terkadang juga saling bertukar informasi mengenai bisnis yang

memungkinkan dilakukan secara bersama antar anggota, tidak Cuma itu, kadang juga kami sharing jika ada hal yang kami rasa tidak tahu dengan anggota IKMCW. Walau tak formal-formal kita ngomongnya, paling tidak

karena satu anggota itu (anggota IKMCW) jadi enak ngomongnya…”

(43)

mereka miliki antar sesama anggota organisasi IKMCW menumbuhkan solidaritas organik di dalamnya. Kedekatan-kedekatan emosional mulai muncul dalam diri sesame anggota sesuai dengan kepentingan yang mereka miliki. Keadaan saling membutuhkan juga menciptakan interaksi yang lebih intens meskipun tanpa adanya kegiatan formal yang dilakukan organisasi.

4.6.2. Menjadi MediaPower SharingAtau Pembagian Kekuasaan Dalam

Komunitas

Organisasi IKMCW merupakan organisasi yang resmi terdaftar di Kantor Urusan Agama Kecamatan Medan Johor melalui surat keputusan nomor: kk.02.15.11/PW.01/174/2014 dengan kepengurusan terbaru sebelum didirikan pada tahun 1998 sebagai sebuah Badan Kemakmuran Masjid yang disahkan oleh Kementrian Agama.

Organisasi yang massif pasti memiliki pengurus dan melakukan regulasi kepengurusan untuk menciptakan nuansa demokratis di dalamnya. IKMCW juga melakukan itu dalam perjalannya. Hal ini diungkapkan oleh bapak Ahmad Thamrin:

“…Kami melakukan pergantian kepengurusan tiga tahun sekali, hal ini untuk memberikan nuansa demokratis dalam tubuh organisasi…”

(44)

dengan nuansa demokratis dalam tubuh organisasi agar seluruh elemen keanggotaan dapat tersalurkan gagasan-gagasannya.

4.6.4. Mengembangkan Solidaritas

Jelas interaksi yang intens dilakukan anggota akan menumbuhkan solidaritas antar sesamanya. Hal ini juga didukung oleh adanya kepentingan-kepentingan baik itu pemenuhan informasi maupun yang lainnya menciptakan masyarakat yang saling ketergantungan.

Kondisi ini jelas terlihat saat salah satu anggota IKMCW melaksanakan pesta pernikahan atau yang lainnya, seluruh anggota akan berusaha membentu atau paling tidak memberikan jaringan yang mereka miliki untuk mepermudah acara tersebut. Hal senada juga diungkapkan oleh bapak Bambang Sulistyo:

“…Saya pernah akan melakukan pesta untuk keponakan saya, ya IKMCW

juga yang membantu baik untuk penyebaran undangan bagi warga komplek atau menyediakan informasi tentang kebutuhan-kebutuhan pesta

yang tentunya lebih murah…”

(45)

4.6.5. Memungkinkan Mobilisasi Sumber Daya Komunitas

Ferdinand Tonnies memiliki teori yang sangat penting yang akhirnya berhasil

membedakan konsep tradisional dan modern dalam suatu organisasi sosial, yaitu

Gemeinschaft (yang diartikan sebagai kelompok atau asosiasi) dan Gesellschaft (yang

diartikan sebagai masyarakat atau masyarakat modern istilah Piotr Sztompka).

Masyarakat dalam artian merupakan kumpulan dari Paguyuban (gemeinschaft) dan

Patembayan (gessellschaft) sebagai bentuk organisasi sosial.

Semakin jelas besarnya solidaritas yang dimiliki organisasi IKMCW dan berbagai latar belakang yang ada di dalamnya menciptakan sebuah jaringan-jaringan

yang lebih besar daripada jaringan yang terbentuk dalam tubuh IKMCW sebagai

organisasi dalam masyarakat. Hal ini juga senada dengan yang diungkapkan ibu Ivo:

“…Kami sering sharing tentang saudara, anak, maupun teman kami yang butuh pekerjaan atau yang lainnya. Kami sering membicarakannya

dengan sesame anggota. Biasanya kami juga menemukan jalan keluar di situ…”

Organisasi IKMCW jelas memiliki akses yang luas dalam mobilisasi sumber

daya yang ada dalam tubuh organisasi. Hal ini jelas diakibatkan oleh jaringan sosial

yang dimiliki setiap anggota berfariasi. Besarnya jaringan ini yang menciptakan

akses-akses yang dimiliki organisasi untuk menyalurkan sumber daya yang

(46)

4.6.6. Memungkinkan Pencapaian Bersama

Setiap organisasi pasti memiliki tujuan dalam proses pembentukannya. Talcott Parsons juga pernah menciptakan sebuah formula guna melihat sebuah penerapan sistem yang ideal dimana salah satunya dilihat dari gold atau tujuan.

IKMCW sendiri didirakan dilatarbelakangi akibat adanya kondisi asosial masyarakat yang ada di wilayah Komplek Perumahan Citra Wisata Medan. Kondisi ini jelas menjadi prioritas untama organisasi sebagai wadah interaksi masyarakat komplek.

Pembentukan modal sosial, interaksi yang intensif dan trust dalam tubuh organisasi jelas menjadi fokus utama organisasi. Hal ini juga dijelaskan bapak Asman:

“…Yang paling penting di organisasi ini adalah bagaimana masyarakat

di dalamnya dapat bersilahturahmi dengan baik, bagus kalo diantara kami dapat saling bertukar informasi ya paling tidak minimal kan bisa

memperluas jaringan setiap anggota…”

(47)

4.6.7. Membentuk Perilaku Kebersamaam Dan Berorganisasi Komunitas Perilaku kebersamaan merupakan sebuah sistem perilaku yang dilandasi oleh tujuan bersama dalam sebuah kelompok. Hal ini juga berlaku dalam sebuah organisasi yang memiliki aturan-aturan yang menjadi pedoman tindakan anggota organisasi itu sendiri.

Solidaritas yang ada dalam tubuh organisasi membentuk sebuah karakter baru dalam masing-masih diri anggotanya. Hal ini diakibatkan dengan tujuan organisasi yang telah disepakati bersama yang akhirnya mendorong masyarakat memiliki gaya yang berbeda dalam kehidupan sehari-hari.

Perubahan besar memang telah terjadi dalam diri masyarakat. Konteks masyarakat moderen yang cenderung asosial setidaknya tidak lagi kental terlihat dalam diri masyarakat Komplek Citra Wisata dalam kehidupan sehari-hari. Yang terlihat hanya tembok-tembok besar yang dianggap sebagian kalangan merupakan sebuah symbol status perumahan mewah yang jauh dari kehidupan ketetanggan yang harmonis. Hal senada juga diungkapkan oleh ibu Yani Harahap:

“…Kami selalu melakukan hal yang berhubungan dengan kenyamanan

komplek secara bersama-sama. Seperti membuat kegiatan perayaan hari besar nasional, keagamaan ataupun acara-acara yang lainnya…”

(48)

4.7. Pembentukan Jaringan Sosial dalam Tubuh Organisasi

Rusdi Syahara, dkk (dalam Kristina,2003:60) menyebutkan jaringan sosial terletak pada bagaimana kemampuan masyarakat dalam suatu entitas atau kelompok untuk kerjasama membangun suatu jaringan untuk mencapai tujuan bersama. Kerjasama tersebut diwarnai oleh suatu pola intraksi timbal balik dan saling menguntungkan dan dibangun atas kepercayaan yang ditopang oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial positif dan kuat. Kekuatan tersebut akan maksimal jika didukung oleh semangat membuat jalinan hubungan diatas prinsip-prinsip yang telah disepakati bersama.

Masyarakat Komplek Citra Wisata yang berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda juga mempunya kepentingan untuk saling tukar informasi guna memenuhi kebutuhan informasi untuk kepentingan ekonomi, sosial, politik maupun budaya. Hal senada juga diungkapkan oleh bapak Ahmad Thamrin:

“…Biasanya kami melakukan diskusi-diskusi ringan, seperti bapak-bapak pada umumnyalah. Kadang ya bicara ekonomi, politik sosial pokonya macem-macem lah. Nah di situ kan kadang memang ada yang membutuhkan informasi-informasi tersebut, misalnya ada yang butuh info tentang sekolah untuk anaknya nanti siapa tau ada yang punya link untuk

itu…”

(49)

yang terjadi antara masyarakat tidak hanya terbatas pada masyarakat itu sendiri melainkan dengan masyarakat yang ada di luar.

Interaksi sosial juga bisa terjadi antara kelompok dengan kelompok. Interaksi

jenis ini terjadi pada kelompok sebagai satu kesatuan bukan sebagai pribadi-pribadi anggota kelompok yang bersangkutan. Ciri-ciri interaksi sosial menurut Sitorus (1996:16) yaitu, jumlah pelaku lebih dari satu orang, ada komunikasi antar pelaku dengan menggunakan simbol-simbol, ada dimensi waktu atau masa lampau, masa kini dan masa mendatang atau yang menentukan sifat aksi yang sedang berlangsung dan juga ada tujuan-tujuan tertentu terlepas dari sama atau tidaknya tujuan tersebut dengan yang diperkirakan oleh pengamat. Ciri-ciri tersebut juga terdapat dalam interaksi sosial para warga perumahan dengan masyarakat sekitar. Hal ini jelas membuktikan bahwa pembentukan jaringan sosial dengan wadah IKMCW sangat potensial untuk terus berkembang seiring berjalannya waktu.

Modal sosial dapat bermanfaat untuk pembentukan jaringan sosial melalui trust (kepercayaan) yang dibangun dalam proses interaksi yang ada. Melalui unsur kepercayaan yang semakin meluas melalui interaksi sosial yang bersumber dari hubungan timbal balik antara pelakunya (soetono.2006:87). Menurut Lesser (2000), modal sosial sangat penting bagi kelompok karena dapat memberi kemudahan dalam

mengakses informasi bagi anggota kelompok, menjadi media ”power sharing” atau

(50)

kewenangan bagi setiap orang yang dipilihnya untuk berperan sesuai dengan tanggung jawabnya. Pandangan ini juga menggambarkan bahwa jaringan sosial dapat berkembang secara optimal dengan adanya modal sosial yang dimiliki masyarakatnya.

(http://repository.unhas.ac.id.Suparman 09A06040 diakses pada tanggal 16 agustus 2013 pada pukul 11:17 wib).

Kepercayaan adalah unsur penting dalam modal sosial yang merupakan perekat bagi langgengnya hubungan dalam kelompok masyarakat. Dengan menjaga suatu kepercayaan, orang-orang dapat bekerjasama secara efektif. Kepercayaan sosial efektif dibangun melalui jalinan pola hubungan sosial resiprosikal atau timbal balik antara pihak yang terlibat dan berkelanjutan (Ibrahim, 2006 : 111).

(51)

4.8. Kendala IKMCW dalam Mewujudkan Tujuan Organisasi

Pola-pola interaksi individu yang berbeda menurut situasi dan kepentingan masing-masing individu diwujudkan dalam proses hubungan sosial, hubungan-hubungan sosial itu pada awalnya merupakan proses penyesuaian nilai-nilai sosial dalam kehidupan sosial. Kemudian hubungan itu meningkat menjadi semacam pergaulan yang ditandai adanya saling mengerti tentang maksud dan tujuan masing-masing pihak yang terjadi dalam hubungan.

Setiap interaksi sosial pasti ada faktor-faktor yang mempengaruhinya yang artinya faktor-faktor tersebut ikut berperan di dalamnya (Santoso, 2004:12). Termasuk di dalam interaksi sosial para warga perumahan dengan masyarakat sekitar. Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial menurut Santoso adalah situasi sosial, kekuasaan norma kelompok, tujuan pribadi masing-masing individu, interaksi sesuai dengan kedudukan dan kondisi setiap individu serta penafsiran situasi. Tanpa faktor-faktor tersebut niscanya interaksi tidak dapat terjadi atau terlaksana.

Faktor-faktor yang berperan dalam interaksi sosial warga perumahan dengan masyarakat sekitar yang pertama adalah situasi sosial yang memberi bentuk tingkah laku terhadap individu yang berada dalam situasi tersebut. Situasi sosial memiliki peran yang sangat penting bagi bentuk interaksi sosial warga perumahan.

(52)

menjadi beban terhadap setiap anggota untuk menduduki posisi tersebut. Hal ini diungkapkan oleh bapak Ahmad Thamrin:

“…Saya melihat bagaimana susah sekali melakukan regenerasi. Mungkin

hal ini dikarenakan kesibukan para anggota di luar dan tuntutan kegiatan setiap anggota keluarganya. Ya kita harusnya menyadari itu sebagai

sebuah hak bagi setiap anggota…”

Tingginya intensitas kegiatan anggota menjadi kendala bagi kelancaran regenerasi dalam tubuh organisasi. Melihat seluruh anggota berasal dari berbagai kalangan yang memiliki intensitas kerja yang tinggi. Organisasi melihatnya sebagai sebuah fenomena bersama yang juga harus dipahami dan disikapi secara bersama.

Selain hal tersebut, sulitnya merekrut anggota-anggota baru baik yang baru menempati area komplek maupun kaum muda yang ada di sekitaran komplek. Proses sosialisasi yang dilakukan IKMCW guna mensosialisasikan organisasi terhadap para penghuni baru selalu mendapat kendala alasan kesibukan mereka yang sangat padat.

Sosialisasi pada akhirnya hanya dipusatkan di Masjid Amaliyah yang berada di lingkungan Komplek Citra Wisata Medan mengingat tempat ibadah dianggap menjadi pusat berkumpulnya masyarakat oleh anggota organisasi. Hal ini ditegaskan oleh bapak Asman:

(53)

Manusia tidak dapat hidup sendiri, sehingga manusia harus hidup bersama dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Kelompok inilah yang disebut masyarakat. Masyarakat di Komplek Citra Wisata ini juga sama halnya dengan masyarakat lain. Selain masyarakat sebagai sebuah organisasi yang terbesar, juga ada organisasi-organisasi khusus yang terdapat dalam suatu masyarakat yang lahir akibat dari kebutuhan yang beraneka ragam.

Hubungan sosial yang terjalin diantara warga Komplek Citra Wisata berjalan sangat terbatas. Hal ini terjadi karena faktor pekerjaan, mereka kebanyakan bekerja dari pagi hinga sore hari. Nuansa kehidupan perkotaan juga turut mewarnai kehidupan warga Komplek Citra Wisata karena lokasi perumahan tersebut berada dekat dengan keramaian kota, kehidupan egois dan individualis masih sangat terasa. Misalnya sesama tetangga bisa tidak saling mengenal.

(54)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Pada tahun 1999 IKMCW (Ikatan Keluarga Muslim Citra Wisata) terbentuk sebagai sebuah organisasi masyarakat perkotaan yang berkedudukan di komplek Citra Wisata Medan. Keadaan ini didorong oleh minimnya ruang-ruang sosialisasi yang dibutuhkan masyarakat dengan padatnya aktivitasnya di luar. Masyarakat seperti menemukan sebuah bentuk baru gaya berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat di area komplek.

Pada perkembangannya IKMCW mengoptimalisasikan seluruh anggota yang dimiliki untuk mengembangkan organisasi hingga ke seluruh komplek. Sistem jaringan ketetanggaan menjadi sebuah cara IKMCW mensosialisasikan organisasi terhadap penghuni komplek yang lain. Mengingat anggota IKMCW berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda, saling bertukar informasi menjadi andalan organisasi dalam hal menumbuhkan modal sosial antar anggota.

5.2. Saran

(55)

2. IKMCW harus melakukan regenerasi kepengurusan karena hal tersebut penting bagi sharing power dalam organisasi. Hal ini dapat menciptakan keperdulian antar anggota.

(56)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Peran Modal Sosial dalam Masyarakat

Modal sosial merupakan kekuatan yang mampu membangun civil community yang dapat meningkatkan pembangunan partisipatif, dengan demikian basis modal sosial adalah trust, idiologi dan religi. Modal sosial dapat dicirikan dalam bentuk kerelaan individu untuk mengutamakan keputusan komunitas, Dampak dari kerelaan ini akan menumbuhkan interaksi kumulatif yang menghasilkan kinerja yang mengandung nilai sosial (Sudrajat, 2008).

Francis Fukuyama (1995) mengilustrasikan modal sosial dalam trust, believe and vertrauen artinya bahwa pentingnya kepercayaan yang mengakar dalam faktor kultural seperti etika dan moral. Trust muncul maka komunitas membagikan sekumpulan nilai-nilai moral, sebagai jalan untuk menciptakan pengharapan umum dan kejujuran. Ia juga menyatakan bahwa asosiasi dan jaringan lokal sungguh mempunyai dampak positif bagi peningkatan kesejahteraan ekonomi dan pembangunan lokal serta memainkan peran penting dalam manajemen lingkungan.

James S, Colement (1998) menegaskan bahwa, modal sosial sebagai alat untuk memahami aksi sosial secara teoritis yang mengkombinasikan perspektif sosiologi dan ekonomi. Pengertian ini dipertegas oleh Ismail Serageldin (Dalam Rahmanto, 2010) bahwa modal sosial selalu melibatkan masyarakat dan menjadikan masyarakat muncul bukan semata dari interaksi pasar dan memiliki nilai ekonomis.

(57)

a. Modal sosial dalam bentuk interaksi sosial yang tahan lama tetapi hubungan searah, seperti pengajaran dan perdagangan sedang interaksi sosial yang hubungannya resiprokal (timbal balik) seperti jaringan sosial dan asosiasi. b. Modal sosial dalam bentuk efek interaksi sosial lebih tahan lama dalam

hubungan searah seperti kepercayaan, rasahormat dan imitasi sedang dalam bentuk hubungan timbal balik seperti gosip, reputasi, pooling, peranan sosial dan koordinasi, semua ini mengandung nilai ekonomi yang tinggi.

Pada kenyataan yang terjadi akhir-akhir ini masih banyaknya terjadi benturan-benturan sosial, baik dalam bentuk konflik, kekerasan, bahkan terorisme yang mengacak-acak modal sosial (social capital) sehingga kita sudah banyak kehilangan nilai-nilai kejujuran, solidaritas, keadilan, persatuan, dan nilai-nilai lainnya yang dapat meningkatkan kemantapan persatuan dan kesatuan.

Berbagai upaya yang harus dilakukan adalah bagaimana kita sebagai bangsa menata kembali modal sosial yang telah kita miliki sesuai dengan peran kita masing-masing dalam institusi lokal yang lambat laun diharapkan dapat menyebar ke institusi yang lebih luas dan lebar yaitu institusi global.

(58)

bencana dan musibah tersebut, semestinya manusia akan terbuka pintu hatinya untuk membantu sesama, mengatasi masalah yang dihadapi bersama dan semangat kebersamaan.

Kemampuan masyarakat untuk dapat saling bekerjasama tidak dapat terlepas dari adanya peran modal sosial yang mereka miliki. Hakikat modal sosial adalah hubungan sosial yang terjalin dalam kehidupan sehari-hari warga masyarakat. Dengan membangun suatu hubungan satu sama lain, dan memeliharanya agar terjalin terus, tujuan bersamapun akan dapat tercapai. Modal sosial bukan milik individual, melainkan sebagai hasil dari hubungan sosial antara individu. Modal sosial menentukan bagaimana orang dapat bekerjasama dengan mudah (Ibrahim, 2002: 76).

Modal sosial menjadi hal yang sangat vital dibutuhkan dalam perkembangan ekonomi. Fransis Fukuma menunjukkan hasil-hasil studi di berbagai negara bahwa modal sosial yang kuat akan merangsang pertumbuhan diberbagai sektor ekonomi, karena adanya tingkat rasa percaya yang tinggi dan keeratan hubungan dalam jaringan yang luas tumbuh antar sesama pelaku ekonomi. Ia mendefinisikan modal sosial adalah segala sesuatu yang membuat masyarakat bersekutu untuk mencapai tujuan bersama atas dasar kebersamaan dan didalamnya diikat oleh nilai-nilai yang akan menjadi resep kunci bagi keberhasilan pembangunan disegala bidang ekonomi dan demokrasi (Hasbullah, 2006:8).

(59)

keberhasilan suatu proyek pembangunan dan merupakan unsur utama dalam pembangunan suatu masyarakat madani (civil society).

Hal tersebut didukung oleh thesis yang dikemukakan oleh Robert Putnam

(2002) yang menyatakan bahwa “modal sosial yang tinggi akan membawa dampak

pada tingginya partisipasi masyarakat sipil dalam berbagai bentuknya”. Akibat

positif yang timbulkannya, pemerintahan akan memiliki akuntabilitas yang lebih kuat (Jousairi Hasbullah, 2006).

Berangkat dari thesis Putnam tersebut, maka modal sosial yang tinggi akan membantu pemerintah dalam menggerakan partisipasi masyarakat dalam menjalankan berbagai program yang telah ditetapkan.

Lebih lanjut Fukuyama alam Jousairi Hasbullah, 2006). mengemukakan bahwa agama merupakan salah satu sumber utama modal sosial. Menurutnya perkumpulan- perkumpuan keagamaan sangat potensial untuk menghadirkan dan membangun suatu bentuk dan ciri tertentu dari modal sosial.

Jika kita lihat dalam konteks masyarakat Indonesia, sebenarnya merupakan masyarakat yang berketuhanan dan beragama. Namun apakah para pemeluk agama tersebut benar-benar mengikuti apa yang diajarkan dan menjauhi apa yang di larangnya, manusia tidak mampu untuk menilai. Kita hanya bisa berharap kepada semua umat manusia supaya menjadi manusia yang taat beragama. Hal ini karena pemahaman dan prilaku yang berpegang teguh pada agama yang tinggi akan membentuk modal sosial yang tinggi pula di masyarakat

(60)

percaya (trust), yang meliputi adanya kejujuran (honesty), kewajaran (fairness), sikap egaliter (egalitarianisme), toleransi (tolerance) dan kemurahan hati (generosity) 2) Jaringan sosial (networoks), yang meliputi adanya partisipasi (participations), pertukaran timbal balik (reciprocity), solidaritas (solidarity), kerjasama (collaboration/cooperation) dan keadilan (equity), 3) Pranata (institution), yang meliputi nilai-nilai yang dimiliki bersama (shared value), norma-norma dan sanksi-sanksi (norm and sanctions), dan aturan-aturan (rules).

Sebuah komunitas terbangun karena adanya ikatan - ikatan sosial di antara anggotanya. Kita sering mendengar komunitas petani, komunitas tukang becak, perkumpulan nelayan, asosiasi insinyur dan sebagainya. Komunitas warga kelurahan merupakan ikatan sosial di antara semua warga kelurahan yang terdiri dari individu - individu dan atau kelompok - kelompok yang berinteraksi dalam sebuah hubungan sosial yang didasarkan kepada suatu tujuan bersama.

Semua masyarakat kelurahan satu sama lain pasti saling berhubungan, hanya saja kualitas hubungan di antara masing - masing warga akan sangat berlainan. Kualitas ikatan sosial akan terbangun apabila di antara warga saling berinteraksi pada waktu yang relatif lama dan mendalam. Biasanya kualitas ikatan sosial tadi akan lebih baik apabila sesama warga tergabung untuk melakukan kegiatan - kegiatan bersama dalam berbagai kelompok atau organisasi atau kegiatan kegiatan yang sifatnya sesaat.

(61)

Modal sosial ini juga oleh banyak ahli diyakini menjadi basis utama bagi terciptanya demokrasi dalam masyarakat, studi Alexis Tocquiville misalkan menggambarkan bagaimana kekayaan modal sosial masyarakat Amerika berupa kekuatan asosionalnya menjadi kunci kesuksesan berjalannya sistem demokrasi di negeri paman sam itu.

Pada sisi lain Robert Putnam mengkaji bagaimana modal sosial dapat bekerja dan mendukung terciptanya demokrasi di tingkat lokal, menurut Putnam modal sosial mengacu pada hubungan diantara individu, jaringan kerja sosial, kepercayaan (trust) dan norma saling membutuhkan, elemen elemen ini menurutnya sangat penting dalam pembangunan fondasi demokrasi di aras masyarakat lokal. Studi Putnam membuktikan bahwa daerah Italia Utara yang lebih kaya akan modal sosial lebih demokratis dibandingkan dengan daerah Italia selatan yang miskin modal sosial.

Modal dasar dari adanya ikatan sosial yang kuat adalah adanya kerjasama di antara anggota kelompok atau organisasi dalam hal komunitas kelurahan ikatan sosial akan terbanguan apabila ada kerjasama di antara semua warga masyarakat. Kerjasama akan terbangun dengan baik apabila berlandaskan kepercayaan di antara para anggotanya.

(62)

pembangunan yang berpusat pada modal sosial yang dimiliki masyarakat inilah yang akan mengakselerasi terciptanya pembangunan demokrasi substantif (Arrobi, 2002).

Selanjutnya, kelembagaan lokal merupakan pranata sosial tingkat lokal yang berdiri diantara individu dalam kehidupan peribadinya dengan lingkungannya, yangternyata tidak hanya berperan mengatur tata kehidupan masyarakat saja, akantetapi juga mempunyai peranan yang sangat penting bagi pertumbuhan ekonomisuatu masyarakat (Wasistiono, 2006).

Berkembangnya kelembagaan lokal menjadi peluang untuk penyuluhan sosial dalam mengungkapkan permasalahan sosial di level makro, mengingat tumbuhnya kelembagaan lokal tidak terlepas dari konteks budaya Indonesia dan kebutuhan masyarakat. Sejalan dengan hal tersebut, masing-masing daerah di Indonesia memiliki berbagai ragam lembaga, dan cenderung dilatarbelakangi oleh budaya lokal dimana lembaga tersebut tumbuh (Koswara, 2013).

Lembaga lokal berbeda dengan organisasi dilihat dari berbagai sisi, dari sudut komponen pembentuk misalnya, lembaga tidaklah memiliki struktur kepungurusan, pola kepemimpinandalam lembaga tidak berdasarkan pemilihan atau diangkat, akan tetapi kepemimpianan akan terbentuk dengan sendirinya. Institusi atau pranata dan organisasi yang dapat dikenalimelalui unsur-unsurnya, seperti aturan main, hak dan kewajiban, batas yuridiksiatau ikatan dan sangsi.

(63)

1. Proses pembentukan seluruh lembaga yang ada memiliki ciri yang sama, yakni dibentuk dari atas. Lembaga yang terbentuk lebih berorientasi pada legalitas dan bukan legitimasi.

2. Hampir seluruh lembaga yang ada memasukkan tujuan makro dan mengabaikan tujuan jangka pendek yang selayaknya dirumuskan dan menjadi kehendak masyarakat lokal.

3. Kepentingan eksternal lebih tinggi dibandingkan dengan kepentingan internal, sebab pembentukannya bukan atas kehendak masyarakat melainkan titipan dari atas.

4. Struktur yang ada lebih bersifat hirarkis sehingga peluang berlangsungnya partisipasi masyarakat lebih sedikit.

5. Arah loyalitas lembaga tidak ke bawah melainkan cenderung ke atas. Lembaga lebih cenderung merespon aspirasi elit daripada memberi jawaban apa yang menjadi kebutuhan masyarakat.

6. Masyarakat lebih berada pada posisi marginal dan hanya menjadi pengikut dengan hak yang terbatas (Juliantara, dkk. 2003).

(64)

nilai yang datangnya dari pihak luar. Lembaga ketetanggaan ini terjadi suatu jaringan sosial yang agak luas.

Didalam suatu lembaga keagamaan, juga merupakan mediasi kegiatan untuk memelihara nilai-nilai yang ada namun juga sebagai mediasi kegiatan-kegiatan untuk memasukan nilai yang datangnya dari pihak luar. Biasanya nilai-nilai dari suatu agama terdapat nilai-nilai-nilai-nilai universal yang masing-masing agama ada titik temunya, sehingga dapat dijadikan mediasi interaksi sosial antar warga, keluarga, tetangga dan komunitas adat setempat. Dalam lembaga ini nampak jaringan sosial yang melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan.

Lembaga dalam bentuk suatu perkumpulan sosial, dibentuk atas dasar kebersamaan, kesetiakawanan sosial, sukarela dalam mengorganisasikan din dan keluarganya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Biasanya terkandung maksud untuk memberikan pelayanan sosial masyarakat, menolong antar sesama warga yang mengalami kesusahan, bahkan meningkat sebagai mediasi dalam rangka memperlancar eksistensinya jaringan sosial yang semakin luas. Oleh karena lembaga keluarga, lembaga ketetanggaan, lembaga keagamaan dan lembaga perkumpulan sosial tersebut ada pada suatu Komunitas Adat Terpencil sesuai dengan kondisinya masing-masing, namun dapat digunakan sebagai piranti sosial yang andilnya sangat besar untuk pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. Piranti sosial semacam itu memang sulit untuk diukur sampai sejauh mana keberfungsiannya sebagai mediasi berbagai kegiatan pemberdayaan komunitas adat terpencil.

(65)

maka piranti-piranti sosial dimaksud merupakan sumber atau potensi sosial masyarakat yang didalamnya bernuansa rasa kekeluargaan, kebersamaan, kegoto royongan, kesetiakawanan sosial, serta nilai-nilai luhur lainnya, semuanya merupakan jaringan sosial yang memiliki andil besar sebagai wahana pemberdayaan Komunitas berbasiskan masyarakat.

2.1.1. Modal Sosial Sebagai Perekat Kehidupan Bermasyarakat

Menurut Lesser (dalam Syah Putra, 2014), modal sosial ini sangat penting bagi komunitas karena :

a. Memberikan kemudahan dalam mengakses informasi bagi angota komunitas; b. menjadi media power sharing atau pembagian kekuasaan dalam komunitas; c. Mengembangkan solidaritas;

d. Memungkinkan mobilisasi sumber daya komunitas; e. Memungkinkan pencapaian bersama; dan

f. Membentuk perilaku kebersamaam dan berorganisasi komunitas.

Gambar

Gambar 2 Peneliti berbincang dengan salag satu informan.  Suasana rapat pengurus IKMCW
Gambar 4 Masjid Amaliyah Sebagai Pusat Kegiatan Organisasi IKMCW  Kondisi Komplek Citra Wisata Medan
Table 4.2
Table 4.3
+7

Referensi

Dokumen terkait

He hyödynsivät Jonesin mallia (1991) tuloksenjärjeste- lyn mittaamisessa. Yrityksessä on vähemmän harkinnanvaraisia eriä, jos hallituksen ja tar- kastusvaliokunnan jäsenillä

Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Audit Delay (Studi Kasus pada Perusahaan Real Estate yang Terdaftar di BEI pada tahun

[r]

Hendro Gunawan, MA

Dengan perkembangan fungsi komputer tersebut, penulis mencoba mengangkat masalah ini, yaitu membuat suatu aplikasi Travelling Salesman yang mengumpamakan seorang pegawai dari

langsung karakteristik pemimpin terhadap kinerja melalui motivasi kerja menunjukkan bahwa karakte- ristik pemimpin tidak berpengaruh secara langsung terhadap kinerja

Telah dilakukan penelitian tentang formulasi sediaan sediaan sabun mandi padat ekstrak etanol daun afrika ( Vernonia amygdalina Dell). Tujuan dari penelitian ini

Penelitian ini berjudul Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Disiplin Kerja terhadap Kinerja Pegawai pada Kantor Kesehatan Pelabuhan Kota Pangkalpinang.. Pengambilan