ANALISIS PROSES PEMBENTUKAN KATA PADA RAGAM BAHASA HORMAT SONKEIGO DAN KENJOUGO DALAM KOMIK
“KAMISAMA HAJIMEMASHITA” KARYA JURIETTA SUZUKI
SUZUKI JURIETTA NO “KAMISAMA HAJIMEMASHITA” TO IU MANGA NO SONKEIGO TO KENJOUGO NI OKERU
GOKEISEI BUNSEKI
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat
ujian skripsi dalam bidang ilmu Sastra Jepang Oleh :
SITI PUTRI MAYASARI 100708048
DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS PROSES PEMBENTUKAN KATA PADA RAGAM BAHASA HORMAT SONKEIGO DAN KENJOUGO DALAM KOMIK
“KAMISAMA HAJIMEMASHITA” KARYA JURIETTA SUZUKI SUZUKI JURIETTA NO “KAMISAMA HAJIMEMASHITA” TO IU MANGA NO SONKEIGO TO KENJOUGO NI OKERU
GOKEISEI BUNSEKI
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat
ujian skripsi dalam bidang ilmu Sastra Jepang
Oleh:
SITI PUTRI MAYASARI 100708048
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Diah Syahfitri Handayani, M.Litt Drs.H.Yuddi Adrian Muliadi, M.A. NIP : 19721228 1999 03 2 001 NIP: 19600827 1991 03 1 001
DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT. atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaiakan skripsi yang berjudul
“Analisis Proses Pembentukan Kata Pada Ragam Hormat Sonkeigo dan Kenjougo
dalam Komik “Kamisama Hajimemashita” Karya Jurietta Suzuki.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam
penulisan skripsi ini, namun berkat dukungan dan bantuan dari pihak-pihak yang sangat membantu penulis, sehingga skripsi ini akhirnya bisa diselesaikan.
Untuk itu, penulis mengucapkan terimaksih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada:
1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku Ketua Departemen Sastra
Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dr. Diah Syahfitri Handayani, M.Litt, selaku Dosen Pembimbing I
yang telah menyediakan waktu, pikiran dan tenaga dalam membimbing
dan mengarahkan penulis dengan sabar dalam penulisan skripsi ini hingga selesai.
4. Bapak Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A, selaku Dosen Pembimbing II
yang telah banyak memberi masukan dan arahan serta meluangkan waktu
memberi perbaikan dalam penyempurnaan skripsi ini.
5. Seluruh staff pengajar Departemen Sastra Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pengajaran,
6. Mama Rasia, Uni Eza Usmeri, Amd.Keb, Abang Dwi jaya Putra, Abang
Eka Jaya Kusuma, Amd, Abang Pendi Susanto, S.E, dan seluruh keluarga besar penulis di Padang, yang telah memberikan doa dan dukungan serta
moril kepada penulis sehingga skripsi ini selesai.
7. Seluruh senior, teman-teman seangkatan (2010) dan Junior terima kasih
kebersamaan selama ini. Dan semua pihak-pihak yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu. Terima Kasih Banyak.
Akhir kata, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca, agar skripsi ini menjadi lebih baik lagi kedepannya.
Medan, Desember 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ... 5
1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ... 6
1.4.1 Tinjauan Pustaka... 6
1.4.2 Kerangka Teori ... 8
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 13
1.5.1 Tujuan Penelitian ... 13
1.5.2 Manfaat Penelitian ... 13
1.6 Metode Penelitian... 13
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PROSES MORFOLOGIS, MORFEM, PEUBAHAN BENTUK KATA BAHASA JEPANG, DAN RAGAM BAHASA HORMAT (KEIGO) SONKEIGO DAN KENJOUGO 2.1 Proses Morfologis ... 16
2.1.1 Proses Morfologis dalam bahasa Indonesia ... 16
2.1.2 Proses Morfologis dalam bahasa jepang ... 18
2.2 Pengertian Morfem... 23
2.3 Kelas Kata ... 22
2.3.1 Kelas Kata bahasa Indonesia ... 22
2.3.2 Kelas Kata Bahasa Jepang ... 23
2.4 Perubahan Bentuk Kata Dalam Bahasa Jepang ... 24
2.5 Keigo ... 26
BAB III ANALISIS PROSES PEMBENTUKAN KATA PADA RAGAM BAHASA HORMAT SONKEIGO DAN KENJOUGO DALAM KOMIK “KAMISAMA HAJIMEMASHITA” 3.1 Proses Pembentukan Kata Ragam Bahasa Hormat Sonkeigo ... 31
3.1.1 Haseigo ... 31
3.1.1.1 Dengan Formula Morfem isi + Setsubiji ... 31
3.1.2 Fukugougo ... 35
3.1.2.1 Dengan Gabungan Beberapa Morfem ... 35
3.2 Proses Pembentukan Kata Ragam Bahasa Hormat Kenjougo ... 37
3.2.1 Haseigo ... 37
3.2.1.1 Dengan Formula Morfem isi + Setsubiji ... 37
3.2.2 Fukugougo 3.2.2.1 Dengan Gabungan Beberapa Morfem ... 42
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan ... 44
4.2 Saran ... 46
ABSTRAK
Bahasa sebagai lambang bunyi yang arbitrer, digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri.
Dengan menggunakan bahasa, manusia dapat menyampaikan gagasan, pikiran maupun perasaan kepada lawan bicara.Dalam berbahasa, penutur bahasa harus memperhatikan hubungan penutur dengan lawan bicara serta objek yang
dibicarakan. Ketika berbicara dengan atasan, majikan atau kepada guru, bahasa yang digunakan harus bahasa yang sopan dan meninggikan lawan bicara.
Skripsi ini membahas mengenai proses pembentukan kata. Kajian tentang proses pembentukan kata dalam ilmu linguistiik dibahas dalam morfologi. Objek kajian morfologi antara lain adalah kata dan morfem. Tujuan penulisan skripsi ini
adalah untuk mengetahui proses pembentukan kata pada ragam bahasa hormat sonkeigo dan kenjougo dalam komik “Kamisama Hajimemashita” jilid 1 dan 2
karya Jurietta Suzuki.
Metode penulisan skripsi ini adalah dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, teknik pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan teknik pustaka dan menggunakan data sekunder. Data diambil dari komik “kamisama hajimemashita” jilid 1 dan 2 serta buku pendukung lainnya.
Teori yang digunakan untuk menganalisis dalam penelitian ini adalah teori pembentukan kata menurut Sutedi.
Menurut Sutedi (2003) proses pembentukan kata dalam bahasa jepang
1. Haseigo, yaitu proses pembentukan kata melalui penggabungan naiyou
keitaiso (morfem isi) dengan setsuji. Beberapa formula pembentukan kata melalui proses haseigo:
a. Settouji + morfem isi jenis nomina b. Settouji + morfem isi jenis adjektiva
c. Morfem isi + setsubiji
2. Fukugougo, yaitu proses pembentukan kata melalui penggabungan
beberapa naiyou keitaiso (morfem isi). Beberapa formula pembentukan
kata melalui proses fukugougo adalah:
a. Morfem isi + morfem isi
b. Morfem isi + setsuji
3. Karikomi, yaitu proses pembentukan kata dengan cara menyingkat suku kata atau silabis dari kosakata aslinya.
4. Toujigo, atau akronim yaitu proses pembentukan kata dengan cara menggabungkan huruf awal dari beberapa kata.
Setelah menganalisis data mengenai pembentukan kata ragam bahasa hormat sonkeigo dan kenjou dalam komik “Kamisama Hajimemashita” , dapat
disimpulkan:
1. terdapat 50 kalimat yang termasuk ragam bahasa hormat (keigo).
Namun, penulis menganalisis hanya 14 kalimat yang termasuk dalam
pembentukan kata pada ragam bahasa hormat sonkeigo dan kenjougo dalam komik “kamisama hajimemashita”.
2. 2 kalimat yang termasuk pembentukan kata pada ragam bahasa hormat
pembentukan kata haseigo dengan formula morfem isi + setsubiji, 8
kalimat yang termasuk pembentukan kata pada ragam bahasa hormat sonkeigo dengan pola kata kerja bantu reru / rareru yang merupakan
proses pembentukan kata haseigo dengan formula morfem isi +
setsubiji, 4 kalimat kalimat yang termasuk pembentukan kata pada
ragam bahasa hormat sonkeigo dengan pola gabungan kata kerja
irassharu, asobasu, kudasaru dengan kata kerja lain yang merupakan
proses pembentukan kata haseigo dengan formula morfem isi +
setsubiji, 5 kalimat kalimat yang termasuk pembentukan kata pada
ragam bahasa hormat sonkeigo dengan pola verba hormat khusus yang
merupakan proses pembentukan kata haseigo dengan formula morfem
isi + setsubiji. 2 kalimat kalimat yang termasuk pembentukan kata
pada ragam bahasa hormat sonkeigo dengan pola verba hormat khusus
yang merupakan proses pembentukan kata fukugougo dengan formula
beberapa morfem, yaitu: morfem isi + morfem isi. 1 kalimat yang
termasuk pembentukan kata pada ragam bahasa hormat sonkeigo
dengan pola nomina khusus yang merupakan proses pembentukan kata fukugougo dengan formula beberapa morfem, yaitu morfem isi +
morfem isi. 1 kalimat yang termasuk pembentukan kata pada ragam
bahasa hormat sonkeigo dengan pola menggunakan prefiks atau sufiks
yang merupakan proses pembentukan kata fukugougo dengan formula
beberapa morfem, yaitu morfem isi + morfem isi.
3. 4 kalimat yang termasuk pembentukan kata pada ragam bahasa hormat
kata kerja lain yang merupakan proses pembentukan kata haseigo
dengan formula morfem isi + setsubiji. 22 kalimat yang termasuk
pembentukan kata pada ragam bahasa hormat kenjougo dengan pola
verba hormat khusus yang merupakan proses pembentukan kata haseigo dengan formula morfem isi + setsubiji. 1 kalimat yang
termasuk pembentukan kata pada ragam bahasa hormat kenjougo
dengan pola gabungan kata kerja itasu, moshiageru, ageru dengan kata
kerja lain yang merupakan proses pembentukan kata fukugougo
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bahasa sebagai sistem lambang bunyi yang arbitrer, digunakan oleh anggota
suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Menurut Sutedi (2003:2) bahasa merupakan alat komunikasi yang penting dalam
kehidupan manusia. Dengan adanya bahasa sebagai alat komunikasi, maka semua yang ada disekitar manusia dapat disusun dan diungkapkan kembali kepada orang lain agar mendapat tanggapan. Ilmu yang mempelajari tentang bahasa disebut
linguistik. Kata linguistik berasal dari kata latin “lingua” yang berarti bahasa.
Menurut Kridalaksana (2008:143) linguistik adalah ilmu tentang bahasa,
menyelidiki bahasa secara ilmiah. Sedangkan menurut Purwo (2000:17) linguistik merupakan ilmu dengan pendekatan yang khas.
Berdasarkan objek kajiannya, linguistik memiliki hubungan dengan
faktor-faktor dari luar dan dari dalam bahasa itu sendiri. Faktor dari luar biasa disebut kajian makrolinguistik, yaitu linguistik yang menyelidiki bahasa dalam kaitannya
dengan faktor-faktor dari luar bahasa itu. Subdisiplin ilmu makrolinguistik adalah sosiolinguistik, psikologilinguistik, antropologilinguistik, etnolinguistik, stilistika,
filologi, dialektologi, filsafat bahasa, neurologilinguistik. Faktor dari dalam biasa
disebut kajian mikrolinguistik, yaitu linguistik yang mengarahkan kajiannya pada struktur internal suatu bahasa tertentu atau struktur bahasa pada umumnya (Chaer,
1994:15). Dalam mikrolinguistik subdisiplin ilmunya adalah:
b. Struktur morfologis (mempelajari tentang bentuk-bentuk kata),
c. Struktur sintaksis (mempelajari tentang susunan kata),
d. Struktur semantik (mempelajari tentang makna).
Bila membahas tentang pembentukan kata, maka bahasan tersebut termasuk dalam morfologi. Verhaar (2001:11) menyatakan morfologi menyangkut “internal” kata. Dan Koizumi (1993:89) mengatakan
“形態論 語形 分析 中心
keitairon wa gokei no bunseki ga chusin to naru.
“morfologi adalah suatu bidang ilmu yang meneliti pembentukan
kata”
Dari pernyataan di atas, dapat dilihat bahwa morfologi merupakan kajian pada yang meliputi kata dan proses pembentukan kata tersebut.Sutedi (2003:41) juga
berpendapat bahwa morfologi merupakan cabang dari linguistik yang mengkaji tentang kata dan proses pembentukannya. Objek yang dipelajari yaitu tentang kata dan morfem. Kata adalah suatu unit dari suatu bahasa yang mengandung arti dan
terdiri dari satu atau lebih morfem. Umumnya kata terdiri dari satu akar kata tanpa atau dengan beberapa afiks. Gabungan kata-kata dapat membentuk frasa, klausa, atau kalimat. (sumber:http://id.wikipedia.org/wiki/Kata:diakses tanggal 3
Oktober 2014). Morfem merupakan satuan gramatikal terkecil yang dapat membedakan makna atau memiliki makna dan tidak dapat lagi dibagi menjadi
suatu bentuk yang lebih kecil. Morfem terdiri dari morfem bebas, dan morfem terikat. Sutedi (2003:44-45) menambahkan dua morfem lagi, untuk pemilahan lain
fungsi (kinou keitaiso). Penjelasan lebih lanjut mengenai kata dan morfem penulis
bahas dalam bab selanjutnya.
Bahasa Jepang mengenal adanya ragam bahasa hormat. Ragam bahasa hormat
(keigo) digunakan karena adanya hubungan atas dan bawah dalam masyarakat
jepang. Para ahli membagi ragam bahasa hormat (keigo) menjadi 5 jenis, yaitu
songkeigo, kenjougo, teineigo, jihongo, dan bikago. Namum yang dibahas dalam
penelitian ini hanya songkeigo dan kenjougo saja.
Menurut Minoru dalam Sudjianto (2004:31) keigo adalah bahasa/kata-kata
yang khusus dipergunakan untuk menunjukkan kerendahan hati pembicara dan untuk menyatakan rasa hormat pembicara terhadap teman bicara atau orang yang dibicarakan. Hampir sama dengan pendapat Minoru, Terada Nakanao (dalam
Sudjianto,2004:31) mengatakan bahwa keigo adalah bahasa yang mengungkapkan
rasa hormat terhadap lawan bicara atau orang ketiga. Keigo merupakan cara
sesama manusia untuk saling berhubungan dengan menggunakan pilihan kata sesuai proses pembentukan kata yang tepat dan mempertimbangkan hubungan antara pembicara dan lawan bicara. Hubungan yang dimaksud adalah hubungan
joge kankei (seperti antara guru dan murid), hubungan onkei no ukete (seperti
pelanggan dan pelayan), hubungan uchi soto (orang luar dan orang dalam di
perusahaan), dan hubungan sesuai dengan tingkat keakraban (Primawati, 2010:1). Berdasarkan cara pemakaiannya, Danasasmita (dalam Sudjianto, 2004:126)
membagi keigo menjadi tiga jenis yaitu sonkeigo, kenjougo dan teineigo. Sonkeigo
adalah bahasa hormat yang dipergunakan untuk menyatakan rasa hormat pembicara dengan cara menaikkan derajat orang yang menjadi pokok
hormat yang dipergunakan untuk menghormati orang kedua atau orang yang
menjadi pokok pembicaraan dengan cara merendahkan diri sendiri (Bunkachou
dalam Sudjianto, 2004:130). Teineigo adalah bahasa hormat yang dipakai untuk
menghaluskan kata-kata yang diucapkan tanpa adanya hubungan merendahkan atau menaikkan derajat orang yang menjadi pokok pembicaraan (Danasasmita, 1983:81).
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti tentang proses
pembentukan kata dalam ragam bahasa hormat (keigo) yang dikhususkan pada
ragam sonkeigo dan kenjougo. Ragam bahasa hormat sonkeigo dan kenjougo yang
menjadi objek dalam penelitian ini adalah ragam bahasa hormat sonkeigo dan
kenjougo yang terdapat dalam komik “kamisama hajimemashita” karya Jurietta
Suzuki yang digunakan sebagai sumber data. Dalam komik tersebut, penulis
menemukan berbagai ragam bahasa hormat (keigo) dengan berbagai proses
pembentuka kata yang jika dianalisis lebih jauh akan sangat bermanfaat bagi proses pengajaran maupun pembelajaran bahasa Jepang. Oleh karena itu, penulis
tertarik untuk mengkaji lebih jauh tentangproses pembentukan kata dalam ragam
sonkeigo dan kenjougo dan menganalisisnya menggunakan teori Sutedi mengenai proses pembentukan kata dalam bahasa Jepang .
Judul yang penulis pilih dalam penelitian ini adalah Analisis Proses
Pembentukan Kata Pada Ragam Bahasa Hormat Sonkeigo dan Kenjougo
dalam Komik “Kamisama Hajimemashita” karya Jurietta Suzuki.
1.2 Rumusan Masalah
Proses Pembentukan kata dalam bahasa Jepang dapat terjadi melalui
imbuhan (setsuji) berupa awalan (settouji) serta akhiran (setsubiji). Makna istilah
awalan maupun akhiran dalam bahasa Jepang tidak sama dengan makna istilah awalan ataupun akhiran dalam Bahasa Indonesia, begitu juga dengan istilah
morfem kinou keitaiso dalam bahasa Jepang yang berbeda maknanya dengan
istilah morfem terikat dalam Bahasa Indonesia. Perbedaan ini ada kalanya menyulitkan pembelajar pemula bahasa Jepang dalam memahami proses
pembentukan kata dalam bahasa Jepang. Berdasarkan hal tersebut penulis mencoba meminimalisir kesulitan pembelajar bahasa Jepang dengan menganalisis
proses pembentukan kata dalam bahasa Jepang khusus ragam bahasa sonkeigo dan
kenjougo dengan rumusan permasalahan sebagai berikut:
a. Bagaimanakah proses pembentukan kata ragam bahasa hormat sonkeigo
dalam komik “Kamisama Hajimemashita” karya Julietta Suzuki?
b. Bagaimanakah proses pembentukan kata ragam bahasa hormat kenjougo
dalam komik “Kamisama Hajimemashita” karya Julietta Suzuki?
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan
Penulis membatasai ruang lingkup objek penelitain ini agar lebih terfokus, sehingga hasil yang dicapai lebih spesifik, efektif dan memudahkan penulis dalam
melakukan penelitian.
Objek penelitian dibatasi hanya pada kata-kata dalam ragam bahasa hormat
khususnya sonkeigo dan kenjougo yang terdapat dalam komik “Kamisama
1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka
Linguistik yang dalam bahasa Jepang disebut gengogaku 言語学) adalah
ilmu yang mempelajari tentang bahasa. Sebagai ilmu bahasa, ada beberapa kajian yang menyangkut struktur-struktur internal dan eksternal dalam bahasa. Linguistik
merumuskan kaidah-kaidah teoritis antar disiplin dan digunakan untuk memecahkan serta mengatasi masalah-masalah yang ada. Menurut Martinet
(dalam Chaer, 2007:2) linguistik itu adalah telaah ilmiah mengenai bahasa manusia.
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa dalam studi linguistik dikenal dua bidang
kajian, yaitu kajian bidang mikrolinguistik dan kajian bidang makrolinguistik (Chaer,1994:16) Kajian bidang mikrolinguistik adalah kajian bidang linguistik
yang mempelajari bahasa dari dalamnya, dengan kata lain mempelajari bahasa itu sendiri atau mempelajari bahasa secara langsung (Kridalaksana, 2008:154).
Kajian bidang makrolinguistik adalah kajian bidang linguistik yang mempelajari
bahasa dalam hubungannya dengan faktor-faktor dari luar bahasa, termasuk didalamnya bidang interdisiplin dan bidang terapannya (Kridalaksana, 2008:148).
Penelitian ini, adalah kajian mikrolinguistik yang membahas masalah morfologi khususnya mengenai proses pembentukan kata ragam bahasa hormat sonkeigo dan kenjougo.
Morfologi berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari kata morphe dan locos.
Morphe berarti bentuk dan locos berarti ilmu. Berdasarkan asal katanya, arti
morfologi tidak keluar dari batas kata. Dalam bahasa Jepang, morfologi disebut
keitairon. Menurut Nomura
(http://repository.maranatha.edu/7011/3/0142009_Chapter1.pdf) morfologi
adalah :
文保論 一部門 形態素語 対処 主 形態化 研
究 部門 具体的 庭 品詞論 中心的内容
Bunpooron no ichibumon. Keitaiso go taishou toshi, shutoshite sorera no keitaika o kenkyuu suru bumon. Gutaiteki ni wa hinshiron ga chuushin tekinaiyou ni naru.
„Bagian dari tata bahasa yang mempelajari morfem, kata serta
pembentukannya‟.
Dari kutipan di atas, diketahui bahwa morfologi merupakan salah satu cabang ilmu bahasa yang membahas tentang bagaimana kata dibentuk dari gabungan morfem-morfem sehingga membentuk sebuah kata.
Morfem adalah satuan bahasa terkecil, sebagai satuan bahasa terkecil morfem tidak dapat dipecah menjadi bagian yang lebih kecil yang masing-masing
mengandung makna (Kridalaksana, 1982:110). Dalam Bahasa Indonesia, menurut bentuk dan maknanya morfem terdiri dari morfem bebas dan terikat. Bahasa
Jepang juga mengenal adanya morfem, yaitu jiyuu keitaiso (morfem bebas),
kousoku keitaiso (morfem terikat), serta naiyou keitaiso (morfem isi) dan kinou keitaiso (morfem fungsi).
Sebelum memahami jenis-jenis morfem dalam bahasa Jepang, pembelajar bahasa Jepang harus terlebih dahulu memahami kelas kata atau jenis kata dalam
bahasa Jepang. Sutedi ( 2003:44-45) menuliskan bahwa jenis kata dalam bahasa
Jepang terdiri dari: meishi (nomina, doushi (verba), keiyoushi (adjektiva), fukushi
Dalam masyarakat terdapat berbagai macam status sosial, serta adanya
hubungan atas dan bawah atau antara bawahan dengan atasan. Berbeda dengan Bahasa Indonesia, bahasa Jepang membedakan ragam bahasa yang digunakan
berdasarkan status sosial ataupun hubungan antara atasan dan bawahan. Bahasa
yang digunakan adalah ragam bahasa hormat yang dikenal dengan keigo, yang
penggunaannya berbeda dengan penggunaan bahasa sehari-hari. Menurut Ogawa
(dalam Primawati, 2010:1) keigo adalah ungkapan sopan yang dipakai pembicara
dengan mempertimbangkan mitra tutur atau orang yang dibicarakan. Keigo terdiri
dari sonkeigo, kenjougo dan teineigo. Sonkeigo adalah bahasa hormat yang
dipergunakan untuk menyatakan rasa hormat pembicara dengan cara menaikkan
derajat prang yang menjadi pokok pembicaraan. Kenjougo adalah bahasa hormat
yang dipergunakan untuk menghormati orang kedua atau orang yang menjadi pokok pembicaraan dengan cara merendahkan diri sendiri.
1.4.2 Kerangka Teori
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, cabang linguistik yang
mempelajari tentang pembentukan kata disebut morfologi. Menurut Verhaar (2008:11) morfologi menyangkut struktur internal kata. Secara etimologis istilah
morfologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu berasal dari gabungan kata morphe
yang berarti bentuk dan locos yang berarti ilmu. Dan Chaer (1994:146)
berpendapat bahwa morfologi merupakan ilmu mengenai bentuk-bentuk dan
pembentukan kata.
Ketika membahas morfologi, maka tidak akan terlepas dari proses morfemis.
dimana kata-kata dibentuk dengan menghubung-hubungkan morfem yang satu
dengan yang lain. Morfem adalah potongan yang terkecil dari kata yang mempunyai arti (Koizumi, 1993:91).
Sutedi (2003:44-46) menuliskan bahwa dalam pembentukan kata setsuji memegang peranan penting. Selain itu suatu kat ajuga bisa dibentuk dengan cara menggabungkan beberapa morfem bebas. Menurut Sutedi (2003),
sekurang-kurangnya ada empat jenis proses pembentukan kata dalam bahasa Jepang, yaitu: 1. Haseigo (kata kajian): yaitu kata yang terbentuk dari penggabungan naiyou
ketaiso (morfem isi) dengan setsuji (imbuhan). Proses pembentukannya bisa dalam formula berikut ini :
(1)Settouji (awalan) + morfem isi jenis nomina awalan o + morfem isi kelas kata nomina: okuruma
awalan go + morfem isi kelas kata nomina: gokazoku
awalan su + morfem isi kelas kata nomina: sugao
awalan ma + morfem isi kelas kata nomina: magokoro
dan awalan lainnya.
Fungsi awalan (settouji) o dan go yaitu sebagai penghalus dan
digunakan hanya untuk orang lain. Kata okuruma di atas bermakna mobil anda
(bentuk sopan), dan kata gokazoku bermakna keluarga anda (bentuk sopan).
Fungsi awalan (settouji) su untuk menyatakan arti asli/polos dan awalan
(settouji)ma untuk menyatakan kemurnian atau ketulusan. Kata sugao di atas
bermakna wajah asli alami tanpa riasan atau bedak, dan kata magokoro di atas
bermakna setulus hati.
awalan ka + morfem isi kelas kata adjektiva: kaguroi
awalan ko + morfem isi kelas kata adjektiva: kogitanai
Fungsi awalan (settouji) ka untuk menyatakan arti sangat, dan fungsi
awalan (settouji) ko untuk menyatakan arti agak/sedikit. Kata kaguroi di atas
bermakna sangat hitam atau hitam pekat, kata kogitanai bermakna agak kotor.
(3) Morfem isi + setsubiji (akhiran)
morfem isi dari bagian gokan adjektiva + akhiran sa: samusa.
morfem isi dari bagian gokan adjektiva + akhiran mi: amami.
morfem isi dari nomina verba + akhiran suru: benkyou suru
morfem isi dari nomina + akhiran teki: keizaiteki
Akhiran (setsubiji) sa dan mi digunakan untuk mengubah adjektiva
menjadi nomina, tetapi tidak semua adjektiva bisa diikuti sa dan mi. Kata samusa
di atas bermakna dinginnya (kelas kata nomina), dan kata amami bermakna
manisnya (kelas kata nomina). Akhiran suru berfungsi sebagai verba transitif dan
juga verba intransitif. Tidak semua nomina bisa diikuti oleh suru, melainkan pada
nomina yang menyatakan arti dari suatu perbuatan atau nomina verba saja.Kata
benkyou suru di atas bermakna belajar (verba). Akhiran teki digunakan untuk
mengubah nomina menjadi adjektiva atau adverbia. Kata keizai teki di atas
bermakna ekonomis.
2. Fukugougo/ gouseigo: kata yang terbentuk dari hasil penggabungan beberapa morfem isi. Proses pembentukannya bisa dalam formula berikut ini:
(4) Morfem isi + morfem isi
morfem isi nomina + morfem isi nomina
Hon + tana = hondana
Kata amagasa di atas adalah gabungan dari dua morferm isi yaitu {ama}
yang berasal dari kata ame (kelas kata nomina) dan morfem isi {gasa} yang
berasal dari kata kasa (kelas kata nomina). Kata hondana di atas adalah gabungan
dari dua morferm isi yaitu {hon} yang berasal dari kata hon (kelas kata nomina)
dan morfem isi {dana} yang berasal dari kata tana (kelas kata nomina).
(5) Morfem isi + setsuji (imbuhan)
morfem isi nomina + akhiran (setsubiji) berupa verba
Contoh: Hi + kaeri = higaeri Toukyou + iki = Tokyo iki
morfem isi verba + akhiran (setsubiji) berupa nomina
Contoh: Yaki + niku = yakiniku
morfem isi verba + akhiran (setsubiji) berupa verba (membentuk verba)
Contoh: tori + dasu = toridasu
morfem isi verba + akhiran (setsubiji) berupa verba (membentuk nomina)
Contoh: iki + kaeri = ikigaeri
Kata higaeri di atas adalah gabungan dari morferm isi yaitu {hi}(dari kelas
kata nomina) dan akhiran gaeri (berasal dari verba kaeru). Kata Toukyou iki di
atas adalah gabungan dari Toukyou (dari kelas kata nomina) dan akhiran iki
(berasal dari verba iku). Kata yakiniku berasal dari kata yaku (verba) dan kata
niku (nomina) sebagai akhiran.. Kata toridashi berasal dari kata toru (verba) dan
berupa kata dashi (berasal dari verba dasu). Kata ikigaeri adalah gabungan dari kata iki (berasal dari verba iku) dan gaeri (berasal dari verba kaeru).
4. Toujigo: singkatan huruf pertama yang dituangkan dalam huruf alphabet atau romaji.
Teori pembentukan kata dari Sutedi di atas penulis gunakan untuk
menganalisis proses pembentukan kata ragam bahasa hormat sonkeigo dan
kenjougo.
Songkeigo adalah ragam bahasa hormat untuk menyatakan rasa hormat
terhadap orang yang dibicarakan (termasuk benda-benda, keadaan, aktifitas, atau hal-hal lain yang berhubungan dengannya) dengan cara menaikkan derajat orang
yang dibicarakan (Oishi Shotaro dalam Sudjianto, 2004:190). Sedangkan menurut
Hiroshi (dalam Primawati, 2010:10) menyatakan bahwa songkeigo mengandung
makna chokusetsu sonchougo (直接尊重後 atau kata yang menghormati mitra
tutur secara langsung. Dengan kata lain sonkeigo merupakan ungkapan yang
langsung berfungsi menaikkan derajat atau kedudukan mitra tutur.
Kenjougo adalah keigo yang menyatakan rasa hormat terhadap lawan bicara atau orang yang dibicarakan dengan cara merendahkan diri pembicara (termasuk
benda-benda, keadaan, aktivitas, atau hal-hal lain yang berhubungan dengan orang tersebut (Oishi Shotaro dalam Sudjianto, 2004:192). Dan Hiroshi (dalam
Primawati, 2010:12) juga menjelaskan kenjougo mengandung makna kanketsu
sonchougo (簡潔尊重語) atau kata yang menghormati mitra tutur secara tidak
langsung. Bentuk ini merendahkan penutur namun memiliki makna menghormati mitra tuturnya atau orang yang dibicarakan.
Pada umunmnya, keigo digunakan jika penutur berbicara tentang aktivitas
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui proses pembentukan kata ragam bahasa hormat
sonkeigo dalam komik Kamisama Hajimemashita karya Jurietta Suzuki.
2. Untuk mengetahui proses pembentukan kata ragam bahasa hormat
kenjougo dalam komik Kamisama Hajimemashita karya Jurietta Suzuki.
1.5.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh berdasarkan tujuan penelitian diatas adalah:
1. Untuk dapat lebih memahami proses pembentukan kata ragam bahasa
hormat dalam bahasa Jepang, khususnya sonkeigo dan kenjougo serta
hubungannya dengan mitra tutur.
2. Dapat dijadikan bahan referensi bagi pembelajar bahasa Jepang khususnya
dalam proses pembentukan kata ragam bahasa hormat sonkeigo dan
kenjougo. Hal ini diperlukan agar tidak terjadinya pertukaran penggunaan
antara sonkeigo dan kenjougo.
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan bagi penelitian selanjutnya.
1.6 Metode Penelitian
Penelitian pada dasarnya merupakan suatu pencarian (inquiry), menghimpun
data, akan pengukuran, analisis, membandingkan, mencari hubungan, menafsirkan hal-hal yang bersifat teka-teki. Kegiatan pencarian ini dibedakan berdasarkan
Istilah “metode” di dalam penelitian linguistik dapat diartikan sebagai strategi
kerja yang tepat dalam mencapai tujuan peneliti dan mempermudah dalam proses
penelitian. Sedangkan penelitian adalah suatu kegiatan mengkaji (study) secara
teliti dan teratur dalam suatu bidang ilmu menurut kaidah tertentu. Maka metode penelitian adalah suatu metode pendekatan penelitian yang digunakan untuk memecahkan suatu masalah yang ada (Nasir, 1983:22).
Metode penelitian merupakan prosedur kerja dan langkah kerja yang digunakan dalam melakukan sebuah penelitian mulai dari perencanaan,
pengumpulan data, pengolahan data sampai tahap pengambilan kesimpulan yang sesuai berdasarkan tipe dan jenis penelitian (Sutedi, 2005:22).
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk memberikan penjelasan suatu keadaan atau fenomena yang ada secara apa adanya
dengan mengumpulkan data dan membaca referensi yang berkaitan dengan topik permasalahan yang diteliti. Sedangkan penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang suatu masalahnya tidak di desain atau dirancang menggunakan
prosedur-prosedur statistik (Subroto, 2007:5). Penelitian kualitatif pada umumnya berusaha membentuk atau membangun teori melalui data yang terkumpul.
Penelitian kualitatif lebih mengutamakan proses daripada hasil.
Data yang digunakan untuk menganalisis dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang sudah tersedia sehingga tinggal mencari
dan mengumpulkan. Data sekunder yang diambil adalah dari komik “Kamisama
Hajimemashita”, buku-buku teori dan referensi makalah dan skripsi yang
Dalam penelitian ini penulis tidak menjadikan semua populasi (objek
penelitian) sebagai sampel dalam menganalisis data. Penulis mengambil sampel dengan menggunakan teknik random sampling. Teknik random sampling adalah
teknik pengambilan sampel secara acak. sampel yang diambil dari jumlah
populasi adalah kata dalam ragam bahasa hormat (keigo) khususnya sonkeigo dan
kenjougo yang terdapat dalam komik “Kamisama Hajimemashita” sebanyak 50
data . Jumlah tersebut dapat dikatakan cukup representatif (mewakili) untuk dijadikan sampel dalam menganalisis data. Sampel yang telah diambil kemudian
dikelompokkan berdasarkan jenis/kategori proses pembentukan kata dalam bahasa Jepang.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik pustaka dan
menyimak objek penelitian, yaitu komik “Kamisama Hajimemashita”. Teknik
pustaka yaitu mempergunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data
(Subroto, 2007:47). Sumber-sumber data yang digunakan dipilih yang sesuai dengan pembahasan dalam penelitian ini. Kemudian penulis memberi tanda pada
kata yang terdapat dalam ragam bahasa hormat (keigo) khususnya sonkeigo dan
kenjougo yang ditemukan, selanjutnya digunakan teknik catat atau transkripsi
ortografis, yaitu mencatat seluruh data tersebut. Kemudian penulis
mengklasifikasikan data sesuai dengan teori proses pembentukan kata dengan memberikan kode pada masing-masing sampel yang ditemukan dalam komik.
Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode
agih. Metode agih adalah metode/ cara yang alat penentunya ada pada bagian dari bahasa itu sendiri (Sudaryanto, 1992:15). Metode agih berfungsi untuk
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PROSES MORFOLOGIS, MORFEM, PERUBAHAN BENTUK KATA BAHASA JEPANG, DAN RAGAM
BAHASA HORMAT (KEIGO) SONKEIGO DAN KENJOUGO
2.1Proses Morfologis
2.1.1 Proses Morfologis dalam Bahasa Indonesia
Secara umum, Chaer (2007:177) membagi proses morfologis proses atau
proses pembentukan kata ke dalam 7 proses, yaitu:
1. Afiksasi
Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Proses ini dapat bersifat infleksi dan dapat pula bersifat derivatif. Namum, proses ini tidak berlaku untuk semua bahasa. Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya
berupa morfem terikat, yang diimbuhakan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata. Afiks dibedakan menjadi dua jenis, yaitu afiks inflektif dan afiks derivatif. Afiks inflektif adalah afiks yang digunakan dalam pembentukan
kata-kata inflektif atau paradigma infleksional. Sedangkan afiks derivatif adalah kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan bentuk dasarnya.
Dilihat dari posisis melekatnya pada bentuk dasar proses morfologi, afikasasi dapat dibedakan atas 6, yaitu:
a. Prefiks: afiks yang diimbuhkan di muka bentuk dasar.
b. Infiks: afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar.
d. Konfiks: afiks yang berupa morfem terbagi, yang bagian pertama berposisi
pada awal bentuk dasar dan bagian yang kedua berposisi pada akhir bentuk dasar.
e. Interfiks: sejenis infiks atau elemen penyambung yang muncul dalam
proses penggabungan dua buah unsure.
f. Transfiks: afiks yang berwujud vokal-vokal yang diimbuhkan pada
keseluruhan dasar.
2. Reduplikasi
Reduplikasi adalah proses morfologis yang mengulang bentuk dasar, baik keseluruhan, secara sebagian maupun dengan perubahan bunyi. Proses reduplikasi
dapat bersifat paragdimatis (infleksional) dan dapat pula bersifat derivasional. Reduplikasi yang paragdimatis tidak mengubah identitas leksikal, melainkan hanya member makna gramatikal. Dan yang bersifat derivasional membentuk kata
baru atau kata yang identitas leksikalnya berbeda dengan bentuk dasarnya.
Chaer, 2007:183 membagi reduplikasi menjadi 3 jenis, yaitu reduplikasi penuh, reduplikasi sebagian dan reduplikasi dengan perubahan bunyi. Dalam
bahasa Indonesia, Sutan Takdir Alisjahbana (dalam Chaer, 2007:183) mencatat adanya reduplikasi semu, yaitu sejenis bentuk kata yang tampaknya sebagai hasil
reduplikasi, tetapi tidak tampak jekas bentuk dasar yang diulang.
3. Komposisi
Komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar dengan
morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah kontruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda atau yang baru.
Konversi sering disebut derivari zero, transmutasi dan transposisi. Konvensi
adalah proses pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lain tanpa penurunan unsur segmental.
5. Modifikasi internal
Modifikasi internal sering disebut penambaham internal atau perubahan internal. Modifikasi internal adalah proses pembentukan kata dengan penambahan
unsur-unsur (yang biasanya berupa vokal) ke dalam morfem yang berkerangka tetap (biasanya berupa konsonan). Perubahan yang terjadi dalam proses
modifikasi internal bersifat derivative karena makna identitas leksikalnya sudah berbeda.
6. Suplesi
Suplesi sejenis modifikasi internal, tetapi dalam proses suplesi perubahannya sangat ekstrem karena ciri-ciri bentuk dasar tidak atau hampir tidak tampak lagi
(bentuk dasar berubah total).
7. Pemendekan
Pemendekan adalah proses pengulangan bagian-bagian leksem atau gabungan
leksem sehingga menjadi sebuah bentuk singkat, tetapi maknanya tetap sama dengan makna bentuk utuhnya. Hasil proses pemendekan disebut kependekan.
2.1.2 Proses Morfologis dalam Bahasa Jepang
Dalam bahasa Jepang, proses morfologis dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Afiksasi (Setsuji)
Afiks menurut Muraki (dalam Hasibuan, 2003:30) adalah unsur membentuk
kata jadian dengan bergabung pada dasar kata. Afiks terdiri dari prefix (settouji接
Muraki (dalam Hasibuan, 2003:12) juga menambahkan dalam proses afiksasi
terdapat kombinasi afiks juga, yang sangat dominan dalam bahasa Jepang.
1) Prefiks (settouji), Koizumi (1993:95) mengatakan settouji atau prefix yaitu
imbuhan yang ditambahkan di depan kata dasar (gokan). Contohnya
Prefiks {o} dan {go} dalam ragam hormat bahasa Jepang (keigo).
2) Sufiks (setsuji), Koizumi (1993:95) mengatakan setsubiji atau akhiran
adalah imbuhan yang ditambahkan dibelakang kata dasar. Sebagian imbuhan dalam bahasa jepang berbentuk sufiks.
3) Infiks (setcchuuji), Koizumi (1993:95) mengatakan setcchuuji adalah
imbuhan yang disisipkan ke dalam atau ke tengah akar kata (gokan).
4) Kombinasi afiks adalah kombunasi dari dua afiks atau lebih yang
diletakkan pada kata dasar.
2. Komposisi (Fukugo)
Koizumi (1993:109) berpendapat bahwa komposisi adalah penggabungan beberapa morfem yang terbagi atas berbagai variasi.
3. Reduplikasi (Jufuku)
Reduplikasi adalah pengulangan kata. Dalam bahasa jepang onomatope juga mengandung unsur proses pengulangan Tsujimura ((dalam Hasibuan,
2003:16)
Selain teori di atas, Sutedi (2003) menuliskan bahwa proses morfologi atau pembentukan kata dalam dalam bahasa Jepang adalah dengan cara yang
dinamakan (1) haseigo, (2) fukogougo/goseigo, (3)karikomi/shouryaku, (4)
Toujigo. Penjelasan lengkapnya penulis tuliskan di bagian kerangka teori skripsi
proses pembentukan kata ragam bahasa hormat sonkeigo dan kenjougo yang
terdapat dalam komik “Kamisama Hajimemashita” karya Jurietta Suzuki.
2.2. Pengertian Morfem
Morfem yang dalam bahasa Jepang disebut keitaiso adalah potongan
terkecil dari kata yang tidak bisa dipecah lagi ke dalam satuan makna yang lebih
kecil lagi.. Potongan kata tersebut ada yang dapat berdiri sendiri dan ada yang tidak dapat berdiri sendiri atau terikat dengan morfem lain (koizumi dalam
situmorang, 2007:11).
2.2.1. Morfem Dalam Bahasa Jepang
Sutedi (2003) menjelaskan bahwa dalam bahasa Jepang, kata yang bisa berdiri sendiri dan bisa menjadi suatu kalimat tunggal, meskipun hanya terdiri dari satu
kata, dinamakan jiyuu keitaiso (morfem bebas). Sedangkan kata yang tidak bisa
berdiri sendiri dinamakan kousoku keitaiso (morfem terikat). Penjelasan lebih
lengkap dapat dilihat melalui contoh kalimat di bawah ini:
Contoh: Watashi ga yoku rajio o kiita.
Pada contoh kalimat di atas, kata {watashi} dan {rajio}merupakan
morfem bebas, karena tiap satuannya atau kata watashi dan rajio bisa berdiri sendiri dan bisa menjadi kalimat walau hanya dengan satu kata tersebut. Partikel
{ga} dan {o}, kata keterangan {yoku}, verba kiita yang terdiri dari gokan {ki}
Dalam bahasa Jepang, ada kata yang hanya terdiri dari satu suku kata
seperti ha (gigi) dan su (cuka), kata ini karena bisa berdiri sendiri dan bisa
menjadi satu kalimat, maka merupakan satu morfem, yaitu morfem bebas. Kata
hana (bunga) yang meskipun terdiri dari dua silabis, yaitu /ha/ dan /na/, tetapi
tetap merupakan satu morfem saja yaitu morfem bebas karena /ha/ dan /na/ pada
kata hana tidak mengandung suatu makna. Dalam bahasa Jepang, lebih banyak
penggunaan morfem terikat daripada morfem bebas. Salah satu contoh morfem
terikat dalam bahasa Jepang adalah kata nihon yang terdiri dari dua morfem yaitu
{ni} dan {hon} yang masing-masing adalah morfem terikat karena tidak bisa berdiri sendiri. Berbeda halnya dengan verba dan adjektiva yang bisa terdiri dari
beberapa morfem karena terdiri dari dua bagian, yaitu gokan atau bagian depan
yang tidak mengalami perubahan dan gobi atau bagian belakang yang mengalami
perubahan. Misalnya verba yomu (membaca) dan adjektiva hikui (rendah) yang
terdiri dari {yo} dan {hiku} sabagai gokan dan {mu} dan {i} sebagai gobi, kedua bagian tersebut masing-masing terdiri dari satu morfem. Akan tetapi, jika verba dan adjektiva tersebut diubah ke dalam bentuk menyangkal, kedua kata tersebut
masing-masing menjadi tiga buah morfem, yaitu {yo}, {ma}, {nai} dan {hiku},{ku}, {nai}.
Sutedi (2013) menuliskan pemilahan lain dalam morfem bahasa Jepang, yaitu
adanya morfem isi (内容形態素 „naiyou keitaiso‟): morfem yang menunjukkan
makna aslinya. Seperti nomina, adverbia, gokan dari verba atau adjektiva, dan
morfem fungsi (機能形態素 „kinou keitaiso‟) : morfem yang menunjukkan fungsi
gramatikanya. Seperti partikel, gobi dari verba atau adjektiva, kopula dan morfem
yang terdiri dari bagian gokan {tabe} dan gobi {ru}, bagian gokan tersebut menunjukkan arti “makan” yang merupakan morfem isi, sedangkan bagian
gobinyamenunjukkan kala akan yang merupakan morfem fungsi. Dalam bahasa
Jepang, partikel (joshi), kopula (jodoushi), dan unsur pembentuk kala (jisei
keitaiso) merupakan morfem yang termasuk ke dalam kousoku keitaiso (morfem
terikat) dan juga termasuk ke dalam kinou keitaiso (morfem fungsi). Machida dan
Momiyama dalam Sutedi (2003) menggolongkannya sebagai bagian dari setsuji
(imbuhan). Setsuji yang diletakkan di depan morfem yang lainnya disebut settouji
(awalan), sedangkan setsuji yang diletakkan di belakang morfem yang lainnya
disebut setsubiji.
Perlu diingat, bahwa analisis morfem yang mengacu pada penggunaan
huruf Jepang (hiragana dan kanji) akan lain hasilnya dibanding dengan mengacu
pada huruf Alfabet dengan menggunakan sistem Kunrei. Mengingat proses
pengajaran bahasa Jepang serta bahan ajar bahasa Jepang yang digunakan di Indonesia khususnya di Depertemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara lebih banyak mengacu pada huruf hiragana dan kanji
serta huruf alphabet yang menggunakan sistem Hepburn, maka analisis morfem bahasa Jepang dalam skripsi ini mengacu pada pengunaan huruf Jepang (hiragana
dan kanji) serta alphabet dengan sistem Hepburn.
2.3. Kelas Kata
2.3.1 Kelas Kata Bahasa Indonesia
Dalam bahasa Indonesia (www.wikipedia.com/kelas-kata-bahasa-indonesia)
1. Kata keterangan (adverbial): jenis kata yang memberikan keterangan pada
kata kerja, kata sifat dan bilangan bahkan mampu memberikan keterangan pada seluruh kalimat. Kataketerangan dapat dibagi lagi menjadi beberapa
bagian, yaitu: kata keterangan waktu, kata keterangan tempat, kata keterangan alat dan kata keterangan sebab.
2. Kata bilangan (numeralia): jenis kelompok kata yang menyatakan jumlah,
kumpulan, urutan sesuatuyang dibendakan. Kata bilangan juga dibedakan menjadi beberapa bagian, yaitu: kata bilangan tentu, kata bilangan tak tentu,
kata bilangan pisahan, kata bilangan himpunan, kata bilangan pecahan dan kata bilangan ordinal/giliran.
3. Kata tugas ialah kata yang memiliki arti gramatikal dan tidak memiliki arti
leksikal. Kata tugas juga memiliki fungsi sebagai perubah kalimat yang minim hingga menjadi kalimat transformasi. Jenis-jenis kata tugas yaitu
preposisi (kata depan), konjungsi (kata sambung), artikula (kata sandang), interjeksi (kata seru) dan partikel penegas.
2.3.2 Kelas Kata Bahasa Jepang
Secara garis besar, Sutedi (2003:42) membagi jenis kata dalam bahasa Jepang
menjadi 6 macam, yaitu:
1. Nomina (meishi): kata benda yang bisa berfungsi sebagai subjek atau objek
dalam kalimat, bisa disertai dengan kata tunjuk dan bisa berdiri sendiri.
2. Verba (doushi): kata kerja yang bisa berfungsi menjadi predikat dalam sebuah
3. Adjektiva (keiyoushi): kata sifat, mengalami perubahan bentuk dan bisa
berdiri sendiri.
4. Adverbia (fukushi): kata keterangan, tidak mengalami peubahan bentuk.
5. Kopula (jodoushi): kata kerja bantu, mengalami perubahan bentuk dan tidak
dapat berdiri sendiri.
6. Partikel (joshi): kata bantu, tidak bisa berdiri sendiri dan tidak mengalami
perubahan bentuk.
2.4. Perubahan Bentuk Kata dalam Bahasa Jepang
Dalam bahasa Jepang, kata yang mengalami perubahan bentuk disebut yougen, sedangkat kata yang tidak mengalami perubahan bentuk disebut taigen.
Perubahan bentuk kata menurut Sutedi (2003:47-59) terdiri atas:
1. Perubahan bentuk verba
Perubahannya digolongkan dalam 3 kelompok berikut:
a. Kelompok I (godandoushi)
Kelompok ini disebut godandoushi , karena mengalami perubahan lima
deretan bunyi bahasa Jepang yaitu ( {a} {i} う{u} え{e} {o}). Cirinya
yaitu verba yang berakhiran (gobi) huruf ( う{u} {tsu} {ru} {ku} {gu}
{mu} {nu} {bu} {su}).
a. Kelompok II (ichidan-doushi)
Kelompok ini disebut ichidan-doushi, karena perubahannya terjadi pada stu
deretan bunyi saja. Ciri utama dari kelompok ini adalah berakhiran suara
b. Kelompok III
Kelompok ini merupakan verba yang perubahannya tidak beraturan, sehingga
disebut henkaku-doushi dan hanya terdiri dari dua verba berikut: {suru} 来
{kuru}.
Perubahan bentuk kata (verba, adjektiva dan kopula) disebut katsuyou
(konjugasi). Konjugasi verba bahasa Jepang secara garis besar ada 6 macam, yaitu a. Mizenkei: perubahan bentuk verba yang didalamnya mencakup bentuk
menyangkal (bentuk NAI), bentuk maksud (bentuk OU/YOU), bentuk pasif
(bentuk RERU) dan bentuk menyuruh (bentuk SERU).
b. Renyoukei: perubahan bentuk verba yang mencakup bentuk sopan (bentuk
MASU), bentuk sambung (bentuk TE) dan bentuk lampau (bentuk TA).
c. Shuushikei: verba bentuk kamus atau yang digunakan di akhir kalimat.
d. Rentaikei: verba (bentuk kamus) yang digunakan sebagai modifikator. e. Kateikei: perubahan verba ke dalam bentuk pengandaian (bentuk BA). f. Meireikei: perubahan verba ke dalam bentuk perintah.
2. Perubahan bentuk adjektiva dan kopula DA
Adjektiva dalam bahasa jepang ada dua macam, yaitu yang berakhiran (gobi) I
yang disebut keiyoushi atau I-keiyoushi dan yang berakhiran (gobi) DA atau NA
yang disebut keiyoudoushi atau NA-keiyoushi.
Kopula atau yang dikenal jodoushi dalam bahasa Jepang banyak sekali
jumlahnya. Salah satunya adalah kopula DA, yang bisa berubah menjadi DESU dalam bentuk halus, dan menjadi DEARU dalam bahasa tulisan. Fungsi utama
2.5. Keigo
Kata keigo bila ditulis dengan kanji menjadi 敬語 yang dibentuk dari kanji 敬
う {uyamau} yang berarti mengormati dan kanji 語{go} yag berarti bahasa, kata,
istilah atau ungkapan. Berdasarkan kamus Meikyou kokugo jiten (dalam
primawati. 2010:9) kata keigo mengandung makna berikut:
話 書 相手 輪中 第 者 対 敬意 表 言葉
遣
(Hanashite ya kakite ga aite ya machuu no daisansha ni taishite keii wo arawasu kotobatsukai).
“keigo merupakan ekspresi dalam menunjukkan rasa hormat kepada mitra tutur atau orang ketiga yang menjadi topik pembicaraan”.
Menurut Sudjianto (2004:124) keigo adalah bahasa/ kata-kata yang khusus
dipergunakan untuk menunjukkan kerendahan hati pembicara dan untuk menyatakan rasa hormat pembicara terhadap teman bicara atau orang yang
dibicarakan.
Berdasarkan cara pemakaiannya, Danasasmita (dalam sudjianto, 2004:126)
membagi keigo menjadi tiga jenis yaitu:
1. Sonkeigo
Sonkeigo adalah bahasa hormat yang dipergunakan untuk menyatakan rasa
hormat pembicara dengan cara menaikkan derajat orang yang menjadi pokok pembicaraan (Bunkachou dalam Sudjianto, 2004:126).
Sudjianto (2004:129-130) menuliskan beberapa proses pembentukan
1) Dengan cara menggunakan pola kalimat o+verba bentuk renyoukei+ni
naru.
Contoh: 社長 う 休
Shachou wa mou o yasumi ni narimashita.
“Ketua sudah pulang”
2) Dengan cara menggunakan kata kerja bantu ...reru (gol.1) dan rareru
(gol.2 & 3).
Contoh : 伊藤先生
Ito sensei wa dekakeraremashita.
“Ito sensei sudah keluar”
3) Dengan pola gabungan kata kerja irassharu, asobasu, kudasaru dengan
kata kerja lain
Contoh: 書
Kaite kudasaru.
“menulis”
Misalnya contoh pada kalimat: Sensei ga sore o kaite
kudasaimashita.“Guru yang telah menuliskan hal itu”
出
O dekake asobasu. 浦先生 新聞 読
Miura sensei wa shinbun wo yonde irrasharu.
4) Dengan cara menggunakan verba hormat (sonkei no doushi) khusus
Contoh: 嬢様
Ojousama wa meshiagarimashitaka. “Tuan Putri sudah makan kah?”
5) Dengan cara menggunakan nomina (pronomina persona) hormat (sonkei
no meishi).
Contoh: う
Douzo kochira ni o kake kudasai.
“Silahkan letakkan di sini.”
6) Dengan cara menggunakan prefik atau sufik yang menjadikan kata hormat.
Contoh: 関谷様 (sufik)
Sekiya sama
“Tuan Sekiya”
え (prefik)
O namae
“Nama Anda”
2. Kenjougo
Kenjougo adalah bahasa hormat yang dipergunakan untuk menghormati orang kedua atau orang yang menjadi pokok pembicaraan dengan cara
merendahkan diri sendiri (Bunkachou dalam Sudjianto, 2004:130).
Sudjianto (2004:133) juga membagi proses pembentukan kenjougo, yaitu
1. Dengan cara menggabungkan kata kerja ...itasu, ...moshiageru, ageru
dengan kata kerja lain.
Contoh: 待 う
O machi moshiagemashou
“Maaf membuat anda menunggu”
2. Dengan cara menggunakan verba sopan (kenson no doshi) khusus
Contoh: 私 メ カ 参
Watashi wa amerika kara mairimashita.
“Saya datang dari Amerika”
3. Dengan cara menggunakan pola o + kata kerja bentuk renyoukei +.suru
Contoh: 今月 ュ
Kyou no sukejuuru wo ookuri shimasu
“Akan saya kirim jadwal hari ini”
4. Dengan cara menggunakan nomina bentuk sopan (kenson no meishi)
Contoh: 私 (watakushi) 内 (kanai)
3. Teineigo
Teineigo adalah bahasa hormat yang dipakai untuk menghaluskan kata-kata yang diucapkan tanpa adanya hubungan merendahkan atau menaikkan derajat orang
yang menjadi pokok pembicaraan (Danasasmita, 1983:81).
Hiromi Hata dan Ishida Shoichiro (dalam Sudjianto, 2004:126) menambahkan
johingo dan bikago ke dalam keigo. Johingo adalah bahasa yang halus, sopan,
atau bahasa yang menunjukkan kelembutan. Johingo menjadi ciri bahasa
(Sudjianto, 2004:137). Johingo biasanya dipakai dengan cara pemakaian prefiks o
atau prefiks go pada kata-kata tertentu.
Contoh:
気持 okimochi
心配 goshinpai
Dan bikago adalah bahasa hormat yang menghaluskan dan memperindah
bahasa yang di ucapkan. Bikago juga biasanya dipakai sebagai hiasan bahasa
perempuan.
Contoh:
BAB III
ANALISIS PROSES PEMBENTUKAN KATA PADA RAGAM BAHASA HORMAT SONKEIGO DAN KENJOUGO
DALAM KOMIK KAMISAMA HAJIMEMASHITA
3.1. Proses Pembentukan Kata Ragam Bahasa Hormat Sonkeigo 3.1.1. Haseigo
3.1.1.1 Dengan formula morfem isi + setsubiji Data 1
目覚
O mezame marimashitaka
(„kamisama hajimemashita‟, jilid 1. 2008:109
Ragam bahasa hormat sonkeigo di atas adalah 目覚
‟omezameni narimashitaka‟ yang terbentuk dari pola pembentukan bahasa
hormat sonkeigo dengan pola O + verba renyoukei + ni naru, yang mengalami
perubahan ke dalam bentuk lampau menjadi ni narimashita. Kata atau verba yang
digunakan dalam ragam hormat sonkeigo di atas adalah mezameru (sadar/bangun).
Kata mezame adalah bentuk renyoukei dari verba mezameru (sadar/bangun) atau
dengan kata lain adalah bagian gokan dari verba mezameru. Proses morfologi atau
prose pembentukan kata dari verba mezameru adalah melalui pola haseigo dengan
formula morfem isi + setsubiji .
Verba mezameru (bangun) terdiri dari bagian gokan {mezame} dan gobi
isi, sedangkan bagian gobi menunjukkan kala akan, yang merupakan morfem
fungsi. Sutedi (2003) menuliskan bahwa dalam bahasa Jepang, partikel (joshi),
kopula (jodoushi), dan unsur pembentuk kala (jisei keitaiso) merupakan morfem
yang termasuk ke dalam kousoku keitaiso (morfem terikat) dan juga termasuk ke
dalam kinou keitaiso (morfem fungsi). Machida dan Momiyama dalam Sutedi
(2003) menggolongkannya sebagai bagian dari setsuji (imbuhan).
Perlu diingat bahwa kata mezame di atas, jika tidak bergabung dengan pola
ragam bahasa hormat o + verba renyukei + ni naru, adalah merupakan nomina
yang berarti “kesadaran”. Akan tetapi, karena kata mezame di atas terletak dalam
pola ragam bahasa hormat o + verba renyoukei+ ni naru, maka kata mezame di
atas bukan sebuah nomina yang berarti ”kesadaran” melainkan merupakan verba
bentuk renyoukei yang berarti “sadar/bangun”. Dengan alasan tersebut maka
dalam menganalisis pola morfologisnya, penulis tidak menganalisis nomina
mezame, melainkan menganalisis verba mezameru.
Data 2
皇女様 土地神 会 来
Himemikosama ha tochikami ni aini koraretanda („kamisama hajimemashita‟, jilid 1. 2008:126)
Ragam bahasa hormat sonkeigo di atas adalah 来
„koraretanda‟yang terbentuk dari pola pembentukan ragam hormat sonkeigo
dengan cara menggunakan kata kerja bantu(jodoushi) rareru. Kata atau verba
ke bentuk ragam bahasa hormat sonkeigo menjadi korareru disertai unsur
pembentuk kala lampau menjadi koraretanda. Proses pembentukan kata kuru
adalah melalui pola haseigo dengan formula morfem isi + setsubiji. Kata kuru
terbentuk dari penggabungan morfem isi {ku} sebagai gokan dan morfem {ru}
sebagai gobi penunjuk kala akan yang termasuk ke dalam morfem terikat dan juga
termasuk ke dalam morfem fungsi, dan digolongkan sebagai bagian dari setsuji
(Sutedi 2003).
Kata koraretanda adalah kata kuru yang berubah ke bentuk hormat sonkeigo
dengan cara menggunakan kata kerja bantu (jodoushi) rareru,dengan kala lampau
disertai penanda ragam santai /n/ dan ditutup dengan kopula da. Morfem yang ada
pada kata koraretanda adalah morfem {ko} sebagai morfem isi, dan {rare}, {ta},
{n}, {da} yang masing-masing sebagai morfem terikat dan juga termasuk ke
dalam morfem fungsi yang digolongkan sebagai setsuji.
Data 3
ミカ 様 帰
Mikagesama…okaeri nasaimase
(„kamisama hajimemashita‟, jilid 1. 2008:17)
Ragam bahasa hormat sonkeigo di atas adalah 帰
え
„okaeri nasaimase‟ yang terbentuk dari pola pembentukan bahasa hormat sonkeigo dengan pola verba hormat khusus. Mase adalah bentuk meireikei /
perintah dari masu. Mase diatas adalah jodoushi yang merupakan bentuk perintah
/meireikei dari masu yang diletakkan setelah kata nasai. Kata nasai merupakan
Penambahan mase setelah nasai akan menambah sopan bentuk perintah /meireikei
tersebut.
Kata yang digunakan dalam ragam bahasa hormat di atas adalah kaeri.
Kaeri adalah bentuk renyoukei dari verba kaeru. Proses pembentukan kata kaeru
adalah melalui pola haseigo dengan formula morfem isi + setsubiji. Kata kaeru
terbentuk dari penggabungan morfem isi {kae} sebagai gokan dan morfem {ru}
sebagai gobi penunjuk kala akan, yang termasuk ke dalam morfem terikat dan
juga termasuk ke dalam morfem fungsi, dan digolongkan sebagai bagian dari
setsuji (Sutedi 2003). Sama dengan kata kaeru, kata kaeri dalam pola ragam
hormat di atas juga terdiri dari penggabungan morfem isi {kae} sebagai gokan dan
morfem {ri} sebagai gobi yang berasal dari perubahan bentuk renyoukei dari
verba kaeru, termasuk ke dalam morfem terikat dan juga termasuk ke dalam
morfem fungsi.
Data 4
菜々美様 機嫌 直
Nanamisama soroso go kigen wo naoshite kudasaimase („kamisama hajimemashita‟, jilid 1. 2008:125)
Ragam bahasa hormat sonkeigo di atas adalah 直 „naoshite
kudasaimase‟ yang terbentuk dari pola pembentukan bahasa hormat sonkeigo
dengan pola gabungan verba bentuk te dengan verba kudasaru, yang pada pola di
atas kata kudasaru berubah menjadi kudasaimase.Mase adalah bentuk meireikei /
perintah sopan dari masu. Mase diatas adalah jodoushi yang merupakan bentuk
merupakan meireikei dari verba kudasaru. Penambahan mase setelah kudasai
akan menambah sopan bentuk perintah /meireikei tersebut.
Kata yang digunakan dalam ragam bahasa hormat di atas adalah naosu
yang dalam ragam di atas berubah menjadi naoshite. Kata naoshite adalah bentuk
te dari verba naosu.
Proses pembentukan kata naosu adalah melalui pola haseigo dengan
formula morfem isi + setsubiji. Kata naosu terbentuk dari penggabungan morfem
isi {nao} sebagai gokan dan morfem {su} sebagai gobi penunjuk kala akan, yang
termasuk ke dalam morfem terikat dan juga termasuk ke dalam morfem fungsi,
dan digolongkan sebagai bagian dari setsuji (Sutedi 2003). Kata naoshite dalam
pola ragam hormat di atas juga terdiri dari penggabungan morfem isi {nao}
sebagai gokan dan morfem {shi} , {te} yang masing-masing termasuk ke dalam
morfem terikat dan juga termasuk ke dalam morfem fungsi.
3.1.2 Fukugougo
3.1.2.1. Dengan Gabungan beberapa morfem Data 5
菜々美様 食 召
Nanamisama sorosoro oshokuhi wo omeshiagari kudasai („kamisama hajimemashita‟, jilid 1. 2008:177)
Ragam bahasa hormat sonkeigo di atas adalah 召
Verba meshiagari adalah bentuk renyoukei dari verba meshiagaru. Verba
meshiagaru merupakan bentuk ragam bahasa hormat kenjougo dari verba taberu.
Proses pembentukan kata meshiagaru adalah melalui hasil penggabungan
beberapa morfem , yang disebut dengan pola fukugougo. Kata meshiagaru
terbentuk dari penggabungan nomina meshi (nasi) yang merupakan morfem isi
dan verba agaru (naik) yang terdiri dari morfem isi {aga} dan morfem fungsi {ru}.
Sehingga formulanya menjadi morfem isi + morfem isi
Data 6
菜々美様 社 戻 う
Nanamisama sha ni modorimashou
(„kamisama hajimemashita‟, jilid 1. 2008:104)
Ragam bahasa hormat sonkeigo di atas adalah 菜々美様 „Nanami sama‟
yang terbentuk dari pola pembentukan ragam bahasa hormat sonkeigo yang
menggunakan nomina khusus (sonkei no meishi) yaitu kata sama yang merupakan
bentuk hormat sonkeigo dari kata san. Kata yang digunakan dalam ragam hormat
di atas adalah nanami, termasuk dalam golongan koyuu meishi yaitu kata benda
yang merupakan nama seseorang. Kata nanami yang digunakan dalam ragam
hormat sonkeigo di atas terbentuk melalui penggabungan beberapa morfem terikat,
yaitu {na}, {na}, dan {mi} dan termasuk proses pembentukan fukugougo.
Data 7 父
Otousan ha doko?
Ragam bahasa hormat sonkeigo di atas adalah 父 otousan yang
terbentuk dari pola pembentukan bahasa hormat sonkeigo yang menggunakan
prefiks atau sufiks yang menjadikan kata hormat, yaitu dengan penambahan o
sebagai prefik dan san sebagai sufik. Kata yang digunakan dalam ragam bahasa
hormat di atas adalah 父 tou yang tidak bisa berdiri sendiri dan merupakan
morfem terikat. Kata otousan di atas terdiri dari {o}, {tou}, {san} yang
masing-masing merupakan morfem terikat. Proses pembentukan kata nya adalah proses
pembentukan kata fukugougo dengan formula beberapa gabungan morfem.
3.2 Proses Pembentukan Kata Ragam Bahasa Hormat Kenjougo 3.2.1 Haseigo
3.2.1.1 Dengan formula morfem isi + setsubiji . Data 8
似合う ?
Makoto niau te oruka?
(„kamisama hajimemashita‟, jilid 1. 2008:181)
Ragam bahasa hormat kenjougo di atas adalah ? „Oru ka?‟ yang
terbentuk dari pola pembentukan bahasa hormat kenjougo dengan cara
menggunakan verba sopan (kenson no doshi) khusus, yaitu verba oru.Verba oru
merupakan verba hormat khusus dari verba iru. Proses pembentukan kata oru
termasuk dalam proses pembentukan haseigo dengan formula morfem isi +
setsubiji. Kata oru terbentuk dari penggabungan morfem isi {o} sebagai gokan
morfem terikat dan juga termasuk ke dalam morfem fungsi, dan digolongkan
sebagai bagian dari setsuji (Sutedi 2003).
Data 9
今 巴衛 慢
Yotei ha tomoe no shiyakute gamanshite itadakitai („kamisama hajimemashita‟, jilid 1. 2008:124)
Ragam bahasa hormat kenjougo di atas adalah „itadakitai‟
yang terbentuk dari pola pembentukan ragam hormat kenjougo dengan cara
menggunakan verba sopan (kenson no doshi) khusus. Verba itadaku merupakan
verba hormat khusus dari verba morau yang berubah ke bentuk ragam bahasa
hormat kenjougo menjadi itadaku disertai unsur pembentuk bentuk ingin (bentuk
tai), sehingga menjadi itadakitai. Proses pembentukan kata itadaku adalah melalui
pola haseigo dengan formula morfem isi + setsubiji. Kata itadaku terbentuk dari
penggabungan morfem isi {itada} sebagai gokan dan morfem {ku} sebagai gobi
penunjuk kala akan yang termasuk ke dalam morfem terikat dan juga termasuk ke
dalam morfem fungsi, dan digolongkan sebagai bagian dari setsuji (Sutedi 2003).
Kata itadakitai terbentuk dari penggabungan morfem isi {itada} sebagai gokan
dan morfem {ki}, {ta}, {i} sebagai gobi
Kata yang digunakan dalam ragam bahasa hormat di atas adalah gaman
shite. Kata gaman shite berasal dari kata gaman suru yang berubah bentuk ke
bentuk renyoukei yaitu perubahan bentuk verba yang juga mencakup bentuk
sambung atau bentuk te. Proses pembentukan kata gaman suru adalah melalui
dari penggabungan morfem isi {ga} dan {man} serta morfem fungsi {suru }yang
merupakan setsubiji. Kata gaman shite terbentuk dari penggabungan morfem isi
{ga} dan {man} serta morfem fungsi {shi} dan {te} yang merupakan setsubiji.
Data 10
元気 伺 う
Genki ni nattara kochirakara aisatsu ni ukagau („kamisama hajimemashita‟, jili