• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Produksi Kopi Robusta (Coffea robusta Lindl.) Pada Beberapa Ketinggian , Kemiringan Lereng dan Jenis Tanah di Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Produksi Kopi Robusta (Coffea robusta Lindl.) Pada Beberapa Ketinggian , Kemiringan Lereng dan Jenis Tanah di Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PRODUKSI KOPI ROBUSTA (Coffea robusta Lindl.) PADA BEBERAPA KETINGGIAN, KEMIRINGAN LERENG DAN JENIS TANAH

DI KECAMATAN SILIMA PUNGGA-PUNGGA KABUPATEN DAIRI

SKRIPSI

OLEH : SYAHPUTRA A S

100301154

AGROEKOTEKNOLOGI

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

KAJIAN PRODUKSI KOPI ROBUSTA (Coffea robusta Lindl.) PADA BEBERAPA KETINGGIAN, KEMIRINGAN LERENG DAN JENIS TANAH

DI KECAMATAN SILIMA PUNGGA-PUNGGA KABUPATEN DAIRI

SKRIPSI

OLEH : SYAHPUTRA A S

100301154

AGROEKOTEKNOLOGI

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Agar Mendapatkan Gelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul : Kajian Produksi Kopi Robusta (Coffea robusta Lindl.) Pada Beberapa Ketinggian , Kemiringan Lereng dan Jenis Tanah di Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi

Nama : Syahputra A S

NIM : 100301154

Program Studi : Agroekoteknologi

Minat : Ilmu Tanah

Disetujui Oleh :

Komisi Pembimbing I Komisi Pembimbing II

(Ir. Posma Marbun, M.P.) (Dr. Kemala Sari Lubis S.P.,M.P.) NIP : 196707121993032002 NIP : 197008311995102001

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

ABSTRACT

Syahputra A S,ROBUSTA COFF EE (Coffea robusta Lindl.) STUDIES AT SOME HEIGHT, SLOPE TOWARD AND SOIL TYPE IN SILIMA PUNGGA-PUNGGA REGENCY OF DAIRI under supervised by Ir. Posma Marbun, M.P. and Kemala Sari Lubis S.P.,M.P. The purpose of the study was to know the location with the highest production of robusta coffee (Coffea robusta Lindl.) in Silima Pungga-Pungga regency of Dairi. The study was done with corelating map of place height, map of slope, map of ground tipe.

After overlaying map of ground tipe, elvation, and slope it was found 18 SPT (set of land) with the scale 1 : 25.000. The population of the research is coffee tree in the study field. Sum of point of sampling for coffee trees are 540 sample points.

The result of data analysis showed the higest sum of ripe seed coffee production at Parongil village as SPL (set of land) 12 and the lowest sum of ripe seed coffee production at Lae Rambong village as SPL 1. The highest weight production of ripe seed coffee production at Parongil village as SPl (set of land) 12 and the lowest weight production of ripe seed coffee production at Lae Rambong Village as SPL 1. The highest weight production of dry seed coffee at Parongil as SPL 12 and the lowest weight production of dry seed coffee at Lae Rambong Village as SPL 1.

(5)

ABSTRAK

Syahputra A S, “KAJIAN KOPI ROBUSTA (Coffea robusta Lindl.) PADA BEBERAPA KETINGGIAN , KEMIRINGAN LERENG DAN JENIS TANAH DI KECAMATAN SILIMA PUNGGA-PUNGGA KABUPATEN DAIRI” di bawah bimbingan Ir. Posma Marbun, M.P. dan Kemala Sari Lubis S.P.,M.P.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran ketinggian tempat dan kemiringan lereng terhadap produksi kopi robusta (Coffea robusta Lindl.) di Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi.

Dari hasil overlay peta jenis tanah, ketinggian tempat dan kemiringan lereng diperoleh 18 SPT (satuan peta tanah) dengan skala 1 : 25.000. Populasi pada penelitian ini adalah tanaman kopi yang terdapat di daerah studi. Jumlah sampel yang diambil adalah 540 tanaman kopi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi jumlah biji basah tertinggi terdapat pada desa Parongil yaitu satuan peta lahan (SPL) 12 dan produksi jumlah biji basah terendah terdapat pada desa Lae Rambong yaitu satuan peta lahan (SPL) 1. Untuk produksi berat biji basah tertinggi terdapat pada desa Parongil yaitu satuan peta lahan (SPL) 12 dan produksi berat biji basah terendah terdapat pada desa Lae Rambong yaitu Satuan peta lahan (SPL) 1. Untuk produksi berat biji kering tertinggi terdapat pada desa Parongil yaitu satuan peta lahan (SPL) 12 dan produksi berat biji kering terendah terdapat pada desa Lae Rambong yaitu satuan peta lahan (SPL) 1.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Syahputra A S dilahirkan di Pematangsiantar pada tanggal 18 Agustus 1992. Anak pertama dari 3 (tiga) bersaudara. Putra dari Syahman Sembiring dan Ketna br Damanik.

Riwayat Pendidikan

- SD Budi Mulia I Pematangsiantar, lulus pada tahun 2004. - SMP Budi Mulia Pematangsiantar, lulus pada tahun 2007. - SMA Bintang Timur Pematangsiantar, lulus pada tahun 2010.

- Tahun 2010 lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur SNMPTN di Program Studi Agroekoteknologi, dan memilih minat Ilmu Tanah pada semester VII, Departemen Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian.

Aktivitas Selama Pendidikan

- Komisaris Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GmnI) FP USU - Anggota Paduan Suara Transeamus FP USU

- Anggota Putra-Putri Pencinta Alam dan Lingkungan Hidup (Parintal) FP USU

- Kepala Bidang Organisasi dan Komunikasi (ORKOM) Pemerintahan Mahasiswa FP USU

- Mengikuti Festival (PES PARAWI NASIONAL 2014) di Jakarta

- Anggota Ikatan Mahasiswa Ilmu Tanah (IMILTA) Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

(7)

- Mengikuti Praktek Kerja Lapangan di PTPN II Sawit Sebrang pada bulan Juli 2013.

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena begitu besar Kasih Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat pada waktunya.

Adapun judul dari Usulan Penelitian ini adalah “KAJIAN PRODUKSI KOPI ROBUSTA (Coffea robusta Lindl.) PADA BEBERAPA KETINGGIAN KETINGGIAN , KEMIRINGAN LERENG DAN JENIS TANAH DI KECAMATAN SILIMA PUNGGA-PUNGGA KABUPATEN DAIRI”. Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk mengetahui lokasi dengan produksi kopi tertinggi di Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Posma Marbun, MP selaku ketua komisi pembimbing dan kepada Ibu Dr. Kemala Sari Lubis S.P.,M.P. selaku anggota komisi pembimbing yang telah

membimbing penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak kekurangan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan.

(8)

Penulis

Sifat-Sifat Penting Tanaman Kopi Robusta Akar ... 5

Tajuk ... 6

Bunga ... 6

Buah ... 6

Biji ... 7

Deskripsi Morfologi Kopi Robusta ... 7

Hubungan Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lereng dengan Produksi Kopi Robusta ... 14

Tahap Kegiatan di Lapangan ... 19

(9)

Analisis Data ... 20 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil ... 21 Pembahasan ... 27 KESIMPULAN DAN SARAN ... 32 DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

No

1 Tabel Hasil Regresi Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lereng terhadap Jumlah Biji Basah

2 Tabel Hasil Regresi Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lereng terhadap Berat Biji Basah

3 Tabel Hasil Regresi Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lereng terhadap Berat Biji Kering

4 Tabel Hasil Analisis Pegaruh Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lereng terhadap Jumlah Biji Basah

5 Tabel Hasil Analisis Pegaruh Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lereng terhadap Berat Biji Basah

6 Tabel Hasil Analisis Pegaruh Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lereng terhadap Berat Biji Kering

7 Interpretasi nilai R pada Analisis Korelasi

8 Uji Analisis Korelasi Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lereng Terhadap Jumlah Biji Basah

(11)

10 Uji Analisis Korelasi Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lereng Terhadap Berat Biji Kering

DAFTAR LAMPIRAN

1. Peta Jenis Tanah Kecamatan Silima Pungga-Pungga

2. Peta Ketinggian Tempat Kecamatan Silima Pungga-Pungga 3. Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Silima Pungga-Pungga 4. Peta SPL (Satuan Peta Lahan)

5. Peta Administrasi Kecamatan Silima Pungga-Pungga 6. Tabel Jumlah Biji Basah Basah (biji/ha)

7. Tabel Berat Biji Basah (kg/ha/SPL) 8. Tabel Berat Biji Kering (kg/ha/SPL)

(12)

20. Tabel Produksi Kopi Robusta SPL 12 pada Jenis Tanah Hydrudant 21. Tabel Produksi Kopi Robusta SPL 13 pada Jenis Tanah Hydrudant 22. Tabel Produksi Kopi Robusta SPL 14 pada Jenis Tanah Hydrudant 23. Tabel Produksi Kopi Robusta SPL 15 pada Jenis Tanah Hydrudant 24. Tabel Produksi Kopi Robusta SPL 16 pada Jenis Tanah Hydrudant 25. Tabel Produksi Kopi Robusta SPL 17 pada Jenis Tanah Hydrudant 26. Tabel Produksi Kopi Robusta SPL 18 pada Jenis Tanah Hydrudant 27. Tabel Hasil Analisis Regrsi Ketinggian Tempat dan Kemiringan

Lereng Terhadap Jumlah Biji Basah

28. Tabel Hasil Analisis Regrsi Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lereng Terhadap Berat Biji Basah

29. Tabel Hasil Analisis Regrsi Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lereng Terhadap Berat Biji Kering

30. Tabel Uji Normalitas (One-Sample Kolmogorov-Sminov Test) 31. Tabel Uji Korelasi Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lereng

Terhadap Jumlah Biji Basah

32. Tabel Uji Korelasi Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lereng Terhadap Berat Biji Basah

33. Tabel Uji Korelasi Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lereng Terhadap Berat Biji Kering

(13)

ABSTRACT

Syahputra A S,ROBUSTA COFF EE (Coffea robusta Lindl.) STUDIES AT SOME HEIGHT, SLOPE TOWARD AND SOIL TYPE IN SILIMA PUNGGA-PUNGGA REGENCY OF DAIRI under supervised by Ir. Posma Marbun, M.P. and Kemala Sari Lubis S.P.,M.P. The purpose of the study was to know the location with the highest production of robusta coffee (Coffea robusta Lindl.) in Silima Pungga-Pungga regency of Dairi. The study was done with corelating map of place height, map of slope, map of ground tipe.

After overlaying map of ground tipe, elvation, and slope it was found 18 SPT (set of land) with the scale 1 : 25.000. The population of the research is coffee tree in the study field. Sum of point of sampling for coffee trees are 540 sample points.

The result of data analysis showed the higest sum of ripe seed coffee production at Parongil village as SPL (set of land) 12 and the lowest sum of ripe seed coffee production at Lae Rambong village as SPL 1. The highest weight production of ripe seed coffee production at Parongil village as SPl (set of land) 12 and the lowest weight production of ripe seed coffee production at Lae Rambong Village as SPL 1. The highest weight production of dry seed coffee at Parongil as SPL 12 and the lowest weight production of dry seed coffee at Lae Rambong Village as SPL 1.

(14)

ABSTRAK

Syahputra A S, “KAJIAN KOPI ROBUSTA (Coffea robusta Lindl.) PADA BEBERAPA KETINGGIAN , KEMIRINGAN LERENG DAN JENIS TANAH DI KECAMATAN SILIMA PUNGGA-PUNGGA KABUPATEN DAIRI” di bawah bimbingan Ir. Posma Marbun, M.P. dan Kemala Sari Lubis S.P.,M.P.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran ketinggian tempat dan kemiringan lereng terhadap produksi kopi robusta (Coffea robusta Lindl.) di Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi.

Dari hasil overlay peta jenis tanah, ketinggian tempat dan kemiringan lereng diperoleh 18 SPT (satuan peta tanah) dengan skala 1 : 25.000. Populasi pada penelitian ini adalah tanaman kopi yang terdapat di daerah studi. Jumlah sampel yang diambil adalah 540 tanaman kopi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi jumlah biji basah tertinggi terdapat pada desa Parongil yaitu satuan peta lahan (SPL) 12 dan produksi jumlah biji basah terendah terdapat pada desa Lae Rambong yaitu satuan peta lahan (SPL) 1. Untuk produksi berat biji basah tertinggi terdapat pada desa Parongil yaitu satuan peta lahan (SPL) 12 dan produksi berat biji basah terendah terdapat pada desa Lae Rambong yaitu Satuan peta lahan (SPL) 1. Untuk produksi berat biji kering tertinggi terdapat pada desa Parongil yaitu satuan peta lahan (SPL) 12 dan produksi berat biji kering terendah terdapat pada desa Lae Rambong yaitu satuan peta lahan (SPL) 1.

(15)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kopi merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang sudah lama dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis yang lumayan tinggi. Konsumsi kopi dunia mencapai 70% berasal dari spesies kopi Arabika dan 30% berasal dari spesies kopi Robusta. Kopi berasal dari Afrika, yaitu daerah pegunungan di Etopia. Namun, kopi sendiri baru dikenal oleh masyarakat dunia setelah tanaman tersebut dikembangkan di luar daerah asalnya, yaitu Yaman di bagian selatan Arab, melalui para saudagar Arab (Rahardjo, 2012).

Kecamatan Silima Pungga-pungga dengan ibukota Parongil, merupakan satu dari 15 kecamatan yang ada di Kabupaten Dairi, secara geografis terletak pada bagian Barat Laut dari Sidikalang pada ketinggian 400 – 800 meter diatas permukaan laut dengan suhu udara bekisar 26C - 32C. Luas wilayah 8.340 ha dimana sebahagian besar arealnya terdiri dari pegunungan yang bergelombang

dengan tingkat kemiringan tanah bervariasi antara 0-25 (SKPD Kec. Silima Pungga-pungga, 2010).

(16)

hingga Rp. 2.500 per kilogram. Hal ini diakibatkan gagal panennya kopi di Negara penghasil kopi terbesar yaitu di Brazilia (Sinaga, 2009).

Enam puluh lima persen produksi kopi Robusta Indonesia masih merupakan kopi dengan mutu rendah, rendahnya mutu produksi kopi Robusta tersebut terutama disebabkan oleh pengelolaan kebun, panen, dan pasca panen yang belum maksimal (Soeseno,2003); akibatnya harga kopi Robusta menjadi sangat rendah sehingga membuat pendapatan yang diperoleh petani tidak sesuai dengan biaya (cost) yang dibutuhkan untuk pengelolaan kopi tersebut. Hal ini mengakibatkan petani mengalami penurunan dalam mengeluarkan biaya (cost) untuk memelihara dan mengembangkan kopi Robusta. Seperti di Kecamatan Silima Pungga-Pungga, terjadi juga penurunan luas lahan perkebunan kopi Robusta di Kecamatan Silima Pungga-Pungga dari 1.565 ha pada tahun 2008 (Disbun Provinsi Sumatera Utara, 2009) menjadi 1.215 ha pada tahun 2012 (Disbun Provinsi Sumatera Utara, 2013). Tingkat produktivitas kopi Robusta di Kecamatan Silima Pungga-Pungga juga masih rendah yaitu sebesar 610,46 kg/ha/tahun. Produksi ini masih jauh dari potensi produksi kopi Robusta yang dapat mencapai 2,30 - 4,0 ton/ha/tahun (Disbun Provinsi Sumatera Utara, 2013).

(17)

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi antara ketinggian tempat dan kemiringan lereng dengan produksi kopi Robusta di Kecamatan Silima Pungga-Pungga.

Kegunaan Penelitian

- Untuk mengetahui hubungan ketinggian tempat dan kemiringan lereng dengan produksi kopi Robusta di Kecamatan Silima Pungga-Pungga. - Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di

(18)

TINJAUAN PUSTAKA Kopi Robusta

Kopi Robusta adalah spesies kopi utama yang dibudidayakan, berasal

dari Afrika dan hingga saat ini merupakan jenis kopi yang paling banyak ditanam di Indonesia. Di pilihnya kopi Robusta sebagai jenis kopi yang paling banyak di budidayakan di Indonesia selain karena ketahanan terhadap penyakit karat daun (Hemelia vastatrix) yaitu mudah dalam pembudidayaan di bandingkan dengan Arabika. Hal ini yang menyebabkan pembudidayaannya dapat dikatakan lebih mudah dibandingkan dengan Arabika, yaitu karena kopi Robusta dapat di tanam di dataran rendah. Hal ini juga didukung oleh kondisi geografis Indonesia yang lebih banyak terdapat dataran rendah dibanding dengan dataran tinggi

(Dirjen Perkebunan, 2006).

Sistematika kopi Robusta adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas : Asteridae

(19)

Famili : Rubiaceae (suku kopi-kopian) Genus : Coffea

Spesies : Coffea robusta Lindl. (Rahardjo, 2012).

Sifat-Sifat Penting Tanaman Kopi Robusta Akar

Kopi Robusta mempunyai sistem perakaran tunggang dengan rambut-rambut akar yang menyebar luas. Kopi Robusta yang berasal dari stek biasanya memiliki 2-3 akar tunggang semu. Bibit kopi yang berasal dari kultur jaringan dengan teknik emrio genesis juga memiliki akar tunggang seperti pada biji. Kopi Robusta tergolong memiliki sifat perakaran dangkal, sebagian besar akarnya terletak di dekat permukaan tanah (0-30 cm).

Tajuk (Cabang dan Daun)

Kopi Robusta mempunyai dua macam cabang yaitu : cabang ortotrof (tumbuh ke atas, vertical) yang dapat menghasilkan cabang plagiotrof, dan cabang plagiotrof (tumbuh ke samping, horizontal). Cabang plagiotrof primer (tumbuh pada batang pokok) hanya tumbuh sekali, jadi kalau sudah mati tidak pernah tumbuh cabang primer baru di tempat yang sama, Cabang plagiotrof primer dapat menghasilkan cabang plagiotrof sekunder. Di ketiak daun terdapat seri mata tunas, satu seri biasanya terdiri atas 3-5 mata tunas, dan tiap mata tunas dapat menghasilkan 3-5 primordia bunga. Mata tunas dapat berkembang menjadi bunga atau menjadi cabang tergantung kondisi lingkungan. Daun-daun baru kopi Robusta terbentuk dalam waktu antara 3-4 minggu sekali.

(20)

Bunga kopi tumbuh dari tunas mata seri yang terdapat di ketiak daun. Dalam perkembangannya bunga kopi mengalami fase dormansi (berupa lilin hijau) dan fase aktif (berupa lilin putih, pemekaran bunga, dan terjadinya penyerbukan serta pembuahan). Fase dormansi biasanya terjadi pada saat tanaman mengalami cekaman (stress) air, dan fase ini akan segera berakhir setelah turun hujan atau ada pengairan. Kopi Robusta bersifat menyerbuk sendiri, penyerbukan terjadi mulai dini (waktu fajar) hari sampai sekitar jam 10.00 pagi yang dapat dibantu oleh angin dan serangga. Terjadinya hujan pada pagi hari pada saat bunga mekar akan sangat mengganggu terjadinya proses penyerbukan dan pembuahan.

Buah

Kopi Robusta mulai terjadi penyerbukan sampai dengan buah masak memerlukan waktu antara 6-9 bulan, tergantung faktor genetik dan lingkungan tumbuh tanaman.

Kopi Robusta memiliki daging buah (pulp) yang lebih kecil dan sedikit berair serta kulit tanduknya juga kurang tebal jika dibanding dengan kopi Arabika. Biji

Kopi Robusta memiliki biji normal dan biji yang tidak normal. Biji tidak normal pada kopi Robusta ada beberapa macam, yaitu : biji bulat (round bean), biji gajah (elephant bean), biji segitiga (triangle bean), dan biji kosong (empty bean).

(21)

dari buah kopi yang memiliki tiga ruas biji. Biji segitiga memiliki satu keping biji dan satu lembaga. Biji kosong adalah biji yang tidak memiliki keping biji. Jadi di dalam kulit tanduk tidak ada isinya (Mawardi, dkk, 2008).

Deskripsi Morfologi Kopi Robusta

Beberapa sifat penting kopi Robusta :  Resisten terhadap penyakit HV

 Tumbuh baik pada ketinggian 400 – 700 m dpl tetapi masih toleran terhadap

ketinggian <400 m dpl dengan suhu sekitar 21 – 24 C.

 Mengkehendaki daerah yang mempunyai bulan kering 3 – 4 bulan berturut-turut dan mendaat hujan kiriman 3 – 4 kali.

 Produksi lebih tinggi dari kopi Arabika.

 Kualitas buah lebih rendah dari kopi Arabika, tetapi lebih tinggi dari kopi Liberika.

 Rendemen sekitar 22%. (Najiyati dan Danarti, 2004).

(22)

Tabel. Syarat tumbuh kopi Robusta

Kriteria Syarat Tumbuh

Garis lintang 0° - 10° LS sampai 0° - 5° LU

Tinggi tempat 400-800 m dpl

Suhu udara rata-rata 30°C - 33°C

Curah hujan 2000 - 3000 mm / thn Jumlah bulan kering (curah hujan <

60 mm / bln)

1 – 3 bulan/thn

pH 5,5 – 6,5

Bahan organic Min 2%

Kedalaman tanah efektif > 100 cm Kemiringan tanah < 25% Sumber : Dirjen Perkebunan, 2006

Klasifikasi Tanah

(23)

dimulai dari yang bersifat umum hingga yang khusus yaitu: Ordo, Sub Ordo, Great Group, Sub Group, Famili dan Seri (Darmawijaya, 1975).

Ultisol

Konsepsi pokok dari Ultisol (ultimus, terakhir) adalah tanah-tanah berwarna merah kuning, yang sudah mengalami proses hancuran iklim lanjut sehingga merupakan tanah yang berpenampang dalam sampai sangat dalam (> 2 m), menunjukkan adanya kenaikan kandungan liat dengan bertambahnya kedalaman yaitu terbentuknya horizon bawah akumulasi liat (Musa, dkk, 2006).

Tanah Ultisol mempunyai tingkat perkembangan yang cukup lanjut, dicirikan oleh penampang tanah yang dalam, kenaikan fraksi liat seiring dengan kedalaman tanah, reaksi tanah masam, dan kejenuhan basa rendah. Pada umumnya tanah ini mempunyai potensi keracunan Al dan miskin kandungan bahan organik. Tanah ini juga miskin kandungan hara terutama P dan kation-kation dapat ditukar seperti Ca, Mg, Na, dan K, kadar Al tinggi, kapasitas tukar kation rendah, dan peka terhadap erosi (Subowo et al. 1990).

Nilai kejenuhan Al yang tinggi terdapat pada tanah Ultisol dari bahan sedimen dan granit (> 60%), dan nilai yang rendah pada tanah Ultisol dari bahan volkan andesitik dan gamping (0%). Ultisol dari bahan tufa mempunyai kejenuhan Al yang rendah pada lapisan atas (5−8%), tetapi tinggi pada lapisan

bawah (37−78%). Tampaknya kejenuhan Al pada tanah Ultisol berhubungan erat

(24)

Tanah Ultisol mempunyai horizon argilik, dengan reaksi agak masam sampai masam dengan kandungan basa-basa rendah yang diukur dengan kejenuhan basa pH 7 < 50 % pada kedalaman 125 cm dibawah atas horizon argilik/kandik atau 180 cm dari permukaan tanah (USDA, 2006).

Inceptisol

Inceptisol adalah tanah yang belum basah (immature) dengan perkembangan profil yang lebih lemah dibanding dengan tanah basah, dan masih banyak menyerupai sifat bahn induknya. Penggunaan Inceptisol untuk pertanian atau non pertanian beraneka ragam. Daerah-daerah yang berlereng curam atau hutan, yang berdrainase buruk hanyadapat dipergunakan untuk tanaman pertanian setelah drainase diperbaiki (Hardjowigeno, 1993).

Inceptisol dapat berkembang dari bahan induk batuan beku, sedimen dan metamorf. Karena Inceptisol merupakan tanah yang baru berkembang, biasanya mempunyai tekstur yang beragam dari kasar hingga halus, Dalam hal ini dapat tergantung dari tingkat kelapukan bahan induknya. Bentuk wilayah beragam dari berombak hingga bergunung. Kesuburan tanahnya rendah, jeluk efektifnya beragam dari dangkal hingga dalam. Di dataran rendah pada umumnya solumnya tebal, sedangkan pada daerah berlereng curam solummya tipis. Pada tanah berlereng cocok bagi tanaman tahunan atau tanaman permanen untuk menjaga kelestarian tanah (Munir, 1996).

(25)

sampai agak masam (pH 4,6 – 5,5) dan agak masam sampai netral (pH 5,6 – 6,8). Kandungan bahan organik sebagian rendah sampai sedang dan sebagian lagi sedang sampai tinggi. Kandungan bahan organik lapisan atas selalu lebih tinggi daripada lapisan bawah dengan ratio C/N tergolong rendah (5 – 10) sampai sedang (10 – 18). Kandungan P Potensial rendah sampai tinggi dan K potensial sangat rendah sampai sedang. Kandungan P potensial umumnya lebih tinggi daripada K potensial, baik lapisan atas maupun lapisan bawah.

Jumlah basa – basa dapat tukar di seluruh lapisan tergolong sedang sampai tinggi. Kompleks absorbsi didominasi ion Mg dan Ca, dengan kandungan ion K relatif lebih rendah. Kapasitas tukar kation (KTK) sedang sampai tinggi di semua lapisan. Kejenuhan basa (KB) rendah sampai tinggi. Secara umum disimpulkan kesuburan alami Inceptisol bervariasi dari rendah sampai tinggi (Damanik, dkk, 2010).

Humitropepts adalah Tropepts (sub ordo Inceptisol) yang kaya akan humus yang relatif dingin dan terdapat pada daerah dataran tinggi yang lembab. Rezim kelembaban tanah sebagian besar udik, dan rezim suhu sebagian besar

isoterm atau isomesik. Kejenuhan basa biasanya rendah atau sangat rendah. Tanah ini memiliki epipedon umbrik ataupun ochrik dan sebagian besar memiliki

horison bawah penciri kambik. Sub ordo ini sebagian besar ditumbuhi hutan cemara berdaun lebar, tetapi banyak yang digunakan untuk perladangan berpindah (Soil Survey Staff, 1975).

(26)

hingga kedalaman 1 meter, (2) memiliki kejenuhan basa < 50 persen (NH4OAc)

pada beberapa subhorizon antara kedalaman 25 cm dan 1 meter dan (3) tidak memiliki horison sombric (Soil Survey Staff, 1975).

Andisol

Tanah Andisol adalah tanah yang memiliki bahan andik dengan ketebalan sebesar 60% atau lebih bila : 1) terdapat dalam 60 cm dari permukaan mineral atau pada permukaan bahan organik dengan sifat andik yang lebih dangkal, jika tidak terdapat kontak densik, litik, atau paralitik, horizon duripan atau horizon petrokalsik pada kedalaman tersebut, atau 2) diantara permukaan tanah mineral atau lapisan organik dengan sifat andik, yang lebih dangkal dan kontak densik,

litik, atau paralitik, horizon duripan atau horizon petroklasik (Soil Survey Staff , 2010).

Suatu tanah memiliki sifat andik bila : 1) mengandung bahan organik < 25 % (berdasarkan berat) karbon organik, dan memenuhi satu atau kedua syarat berikut, 2) memenuhi semua syarat berikut a) bulk densiti, ditetapkan pada retensi air 33 kPa yaitu < 0.90 g/cm3, b) retensi fosfat > 85 %, dan c) jumlah persentase Al + ½ Fe (ekstrak ammonium oksalat) > 2.0 %, atau 3) memenuhi syarat berikut

: a) mengandung > 30 % fraksi tanah yang berukuran 0.02 – 2.00 mm, b) retensi fosfat > 25 %, c) jumlah persentase Al + ½ Fe (ekstrak ammonium

(27)

Penamaan tanah Andisol memiliki sejarah yang panjang. Pada tahun 1947, Ando soil merupakan nama dari bahasa Jepang dari kata Anshokudo yang berarti gelap (An), warna (Shoku) dan tanah (Do). Banyak nama yang diberikan kepada tanah ini. Diantaranya Trumao Soils (Amerika Selatan), Andosol, Tanah Debu Hitam, Tanah Pegunungan (Indonesia), Kuroboku, Black Volcanic Soils, Kurotsuchi, Andosols, Humic Allophane Soils, atau brown Forest Soils (jepang), Brown Loam Soils (New Zaland), Talpetate Soils (Nikaragua), Andept atau Hydrol Humic Latosols (USA) (Mukhlis, dkk, 2011).

Pada tahun 1964, Dudal melihat banyak perbedaan dan persamaan penamaan Andosol. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, maka sejak tahun itulah tanah ini resmi digunakan dengan nama Andosol. Nama Andosol pun kian kuat karena juga dipakai dalam peta tanah dunia FAO-Unesco. Namun dalam Soil Taksonomi 1979, digunakan nama Andept sebagai sub ordo Inseptisol. Tahun 1978, Smith mengusulkan Andept sebagai satu ordo baru, yaitu Andisol. Nama ini resmi digunakan dalam Soil Taksonomi 1990 hingga sekarang

(Mukhlis, dkk, 2011).

Andisol terbentuk dari debu volkanik. Debu vulkanik kaya dengan mineral liat amorf atau alofan yang mengandung banyak Al dan Fe. Logam-logam ini akan dibebaskan oleh proses hancuran iklim. Khelasi antar asam humik dan Al dan Fe tersebut, membentuk khelat logam-humik, yang juga akan meningkatkan retensi humus terhadap dekomposisi mikrobiologis (Tan, 1998).

(28)

dan Negara bagian kepulauan Selatan-Barat Pasifik. Di Indonesia, luas penyebaran Andisol 3,4 % luas daratan Indonesia yang diperkirakan seluas 6.491.000 ha. Andisol paling banyak tersebar di Sumatera Utara dengan luas area 1.875.000 ha, Jawa Timur 0,73 juta Ha, Jawa Barat 0,50 juta Ha, Jawa Tengah 0,45 juta Ha, dan Maluku 0,32 juta Ha (Munir, 1996).

Tanah Andisol banyak tersebar di dataran rendah hingga dataran tinggi dengan berbagai jenis vegetasi. Andisol tersebar di wilayah dataran tinggi sekitar 700 m dpl atau lebih. Umumnya digunakan untuk pertanian pangan lahan kering seperti jagung, kacang-kacangan, ubi kayu, umbi-umbian. Untuk tanaman hortikultura sayuran dataran tinggi seperti kentang, wortel, kubis dan kacangkacangan sedangkan untuk budidaya bunga-bungaan serta tanaman perkebunan seperti kopi dan teh (Subagyo, dkk, 2000).

Korelasi Ketinggian Tempat Dan Kemiringan Lereng dengan Produksi Kopi Robusta

(29)

memiliki masalah terhadap kadar garam total, karena apabila kadar garam total yang semakin tinggi justru dapat berbahaya bagi tanah (pemadatan tanah) dan tanaman (plasmolisis). Kadar kalium (K) yang tinggi, berarti tidak diperlukan pemupukan dengan menggunakan pupuk yang mengandung unsur K (misalnya pupuk KCl). Faktor pembatas yang dapat membatasi pertumbuhan dan hasil kopi adalah bahan oranik tanah, Nitrogen, dan Fosfor. Untuk mengatasi hal itu, perlu dilakukan pemupukan seperti dengan pupuk kandang, Urea, dan SP-36.

Ketinggian tempat akan mempengaruhi kondisi iklim sekitarnya. Tanaman kopi Robusta akan tumbuh baik dengan ketinggian tempat 400-800 m dpl, Suhu udara rata‐rata 30-33 oC. Tempat yang semakin tinggi tentunya mempunyai suhu yang lebih rendah atau lebih dingin. Pada kondisi dingin, suhu yang relatif tinggi pada musim panas dan awal musim gugur tampaknya dapat merangsang inisiasi bunga. Fungsi suhu di sini adalah mematahkan dormansi kuncup. Hal ini akan mempengaruhi terhadap produksi akhir yang dihasilkan. Dengan banyaknya jumlah bunga yang dihasilkan maka produksi kopi akan semakin banyak. Hasil penelitian Karim (1993) menunjukkan, ketinggian tempat di atas permukaan laut dan lereng ber-pengaruh sangat nyata, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap produksi. Besarnya pengaruh langsung tersebut adalah 36,85% dan 40,45%, sedangkan besarnya pengaruh tidak langsung adalah 0,10% dan 5,77%.

(30)

menjadi semakin besar. Apabila dalamnya air menjadi dua kali lipat, maka kecepatan aliran menjadi empat kali lebih besar, akibatnya maka besar /berat benda yang dapat diangkut juga berlipat ganda. Hal ini akan mengangkut bahan organik maupun serasah yang ada di permukaan tanah yang diperlukan oleh tanaman kopi. Sementara bahan organik turut serta dalam menyumbang unsur hara tanaman kopi. Hal ini tentunya akan mengurangi produksi kopi (Kustantini, 2014).

Analisis Regresi

Analisis regresi merupakan analisis hubungan antara satu atau lebih variabel bebas terhadap satu atau lebih variabel respon. Analisis regresi terbagi menjadi regresi linear dan non linear. Disebut regresi linear apabila antara variabel bebas dan variabel respon berhubungan secara linear sedangkan pada regresi non linear maka antara variabel bebas dengan variabel respon berhubungan secara nonlinear. Untuk regresi linear secara garis besar terbagi menjadi dua yaitu regresi sederhana dan berganda. Regresi sederhana terjadi apabila dalam model regresi hanya memuat satu variabel bebas sedangkan pada regresi berganda memuat paling sedikit dua variabel bebas (Pramesti, 2009).

Koefisien determinasi digunakan untuk menghitung besarnya peranan atau pengaruh variabel bebas terhadap variabel tergantung. Besarnya R Square berkisar antara 0-1 yang berarti semakin kecil besarnya R Square, maka hubungan kedua variabel semakin lemah. Sebaliknya jika R Square semakin mendekati 1, maka hubungan kedua variabel semakin kuat (Sarwono, 2012).

(31)

b2, b3 merupakan parameter regresi dan X merupakan variabel bebas (Pramesti,

2009).

Jika hasil tabel dari suatu data menunjukkan semua koefisien regresi bernilai positif, maka pengaruh X1 dan X2 mempunyai kecendrungan positif

terhadap Y. Dapat diperhatikan pula bahwa > Sig.X1 maka pengaruh

koefisien X1 signifikan dalam persamaan model regresi linear berganda

(32)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Silima Pungga-pungga Kabupaten Dairi (2015’ -3000’ LU dan 98000’ – 98030’ LS) dengan ketinggian tempat 400 meter sampai dengan 800 meter dpl yang dilaksanakan dari bulan Agustus 2014 sampai dengan selesai.

Bahan dan Alat

Adapun bahan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah: biji basah kopi Robusta Silima Pungga-Pungga, serta bahan-bahan yang pendukung lainnya yang akan digunakan.

Peralatan yang akan digunakan adalah: Peta Satuan Peta Lahan (SPL) Kecamatan Silima Pungga-Pungga skala 1 : 25.000, peta yang dihasilkan dari overlay antara peta jenis tanah skala 1 : 25.000, peta kemiringan lereng skala 1 : 25.000, dan peta ketinggian tempat skala 1 : 25.000,GPS, timbangan, kantong plastik, kertas label, spidol,peralatan tulis serta peralatan pendukung lainnya yang digunakan.

(33)

Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi penelitian ini adalah metode survei yang di uji korelasi dengan mengindentifikasi hubungan antara variabel dengan produksi kopi Robusta.

Pengambilan data primer yaitu produksi kopi Robusta di lapangan dilakukan menggunakan data sekunder dari petani dengan metoda angket. Setiap Satuan Peta Lahan (SPL) yang akan dijadikan objek penelitian diperoleh dari hasil tumpang tindih antara peta ketinggian tempat, peta kemiringan lereng dan peta jenis tanah. Peta-peta tersebut disesuaikan dengan peta lokasi, sehingga dapat diperoleh catatan data produksi kopi masing-masing SPL.

Semua titik pengamatan (SPL) dilakukan pada kebun kopi rakyat di Kecamatan Silima Pungga-Pungga dengan umur dan pengelolaan yang relatif yang sama, sehingga yang membedakannya variabel ketinggian tempat dan kemiringan lereng.

Setelah data produksi kopi setiap SPL diperoleh, maka data tersebut dikorelasikan dengan ketinggian tempat dan kemiringan lereng untuk diketahui hubungannya dengan produksi kopi Robusta Silima Pungga-Pungga.

Pelaksanaan Penelitian Tahap Persiapan

Sebelum kegiatan penelitian dilakukan maka terlebih dahulu diadakan rencana penelitian, konsultasi dengan dosen pembimbing, telaah pustaka, penyusunan usulan penelitian, pengadaan peta-peta yang dibutuhkan, mengadakan pra survey ke lapangan dan persiapan alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini.

(34)

Daerah penelitian dan perolehan Satuan Peta Lahan (SPL) ditentukan berdasarkan pada kemiringan lereng dan ketinggian tempat yang sama.

- Kebun petani yang ditetapkan sebagai daerah pengamatan adalah mewakili seluruh areal kopi di Kecamatan Silima Pungga-Pungga pada setiap SPL.

- Daerah pengamatan ditetapkan di kebun kopi milik petani untuk melihat hubungan antara karakteristik lahan dan produksi kopi.

- Daerah pengamatan unit kopi rakyat diplot titik koordinatnya dengan menggunakan GPS.

- Umur tanaman kopi Robusta adalah tanaman yang berumur 10-15 tahun. Parameter yang Diamati

1. Jumlah Biji Basah 2. Berat Biji Basah 3. Berat Biji Kering Analisis Data

Data dianalisis dengan rancangan multivariat dengan menggunakan SPSS. Jumlah pengambilan sampel Biji basah sebanyak 540 sampel. Model yang diasumsikan adalah sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2

Dengan:

Y = variabel respon

a = intersep dari garis sumbu Y b= koefisien regresi linear

(35)

Jumlah produksi merupakan variabel respon dalam persamaan multivariat dengan menggunakan SPSS dengan kata lain (Y), ketinggian tempat merupakan variabel bebas dengan kata lain (X1), kemiringan lereng merupakan variabel bebas

(X2).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Karakteristik data di lapangan menunjukkan bahwa produksi jumlah biji basah tertinggi terdapat pada satuan peta lahan (SPL) 12 yang terdapat di desa Parongil dan produksi jumlah biji basah terendah terdapat pada satuan peta lahan (SPL) 1 yang terdapat di desa Lae Rambong. Untuk produksi berat biji basah tertinggi terdapat pada satuan peta lahan (SPL) 12 yang terdapat di desa Parongil dan produksi berat biji basah terendah terdapat pada Satuan peta lahan (SPL) 1 yang terdapat di desa Lae Rambong. Untuk produksi berat biji kering tertinggi terdapat pada satuan peta lahan (SPL) 12 yang terdapat di desa Parongil dan produksi berat biji kering terendah terdapat pada satuan peta lahan (SPL) 1 yang terdapat di desa Lae Rambong.

(36)

Jumlah produksi merupakan variabel respon dalam persamaan multivariat dengan menggunakan SPSS dengan kata lain (Y), ketinggian tempat merupakan variabel bebas dengan kata lain (X1), kemiringan lereng merupakan variabel bebas

(X2).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Karakteristik data di lapangan menunjukkan bahwa produksi jumlah biji basah tertinggi terdapat pada satuan peta lahan (SPL) 12 yang terdapat di desa Parongil dan produksi jumlah biji basah terendah terdapat pada satuan peta lahan (SPL) 1 yang terdapat di desa Lae Rambong. Untuk produksi berat biji basah tertinggi terdapat pada satuan peta lahan (SPL) 12 yang terdapat di desa Parongil dan produksi berat biji basah terendah terdapat pada Satuan peta lahan (SPL) 1 yang terdapat di desa Lae Rambong. Untuk produksi berat biji kering tertinggi terdapat pada satuan peta lahan (SPL) 12 yang terdapat di desa Parongil dan produksi berat biji kering terendah terdapat pada satuan peta lahan (SPL) 1 yang terdapat di desa Lae Rambong.

(37)

basah satu kilogram per satuan peta lahan serta dengan berat biji kering dari satu kilogram biji basah per satuan peta lahan. Jumlah biji basah, berat biji basah, dan berat biji basah dihitung dengan memperhatikan great group antara Kandiudults, Dystrudepts dan Hydrudans pada kemiringan lereng dan ketinggian diatas permukaan laut yang berbeda. Data jumlah biji basah, berat biji basah dan berat biji kering untuk tiap-tiap great group dapat dilihat pada beberapa tabel berikut.

Tabel 1. Jumlah Biji Basah, Berat Biji Basah, dan Berat Biji Kering pada Ketinggian Tempat (400-500m dpl dan 700-800m dpl) dan Kemiringan Lereng pada Great Group Kandiudults

(38)

Tabel 2. Jumlah Biji Basah, Berat Biji Basah, dan Berat Biji Kering pada Ketinggian Tempat (400-500m dpl dan 500-600m dpl) dan Kemiringan Lereng pada Great Group Dystrudepts

Great Pada tabel 2 bahwa rata-rata produksi jumlah biji basah, berat biji basah dan berat biji kering pada ketinggian tempat (400-500) mdpl dengan kemiringan lereng (0-4) % lebih besar dibandingankan rata-rata produksi jumlah biji basah, berat biji basah dan berat biji kering pada ketinggian tempat (500-600) mdpl dengan kemiringan lereng (8-16) %.

Tabel 3. Jumlah Biji Basah, Berat Biji Basah, dan Berat Biji Kering pada Ketinggian Tempat (600-700m dpl dan 700-800m dpl) dan Kemiringan Lereng pada Great Group Dystrudepts

(39)

S8P5;S11P8 192 187,13 27,4 109 107,5 14,8

Pada tabel 3 bahwa rata-rata produksi jumlah biji basah, berat biji basah dan berat biji kering pada ketinggian tempat (600-700) mdpl dengan kemiringan lereng (0-4) % lebih besar dibandingankan rata-rata produksi jumlah biji basah, berat biji basah dan berat biji kering pada ketinggian tempat (700-800) mdpl dengan kemiringan lereng (16-30) %.

Tabel 4. Jumlah Biji Basah, Berat Biji Basah, dan Berat Biji Kering pada Ketinggian Tempat (400-500m dpl dan 500-600m dpl) dan Kemiringan Lereng pada Great Group Hydrudans

(40)

S12P13;S18P24 158 154,75 27,4 141 129,6 28,4 S12P22;S18P26 127 124,39 29,8 136 125 24,3 Rata-rata 208,2 203,92 30,76 138,6 127,39 23,87

Pada tabel 4 bahwa rata-rata produksi jumlah biji basah, berat biji basah dan berat biji kering pada ketinggian tempat (400-500) mdpl dengan kemiringan lereng (0-4) % lebih besar dibandingankan rata-rata produksi jumlah biji basah, berat biji basah dan berat biji kering pada ketinggian tempat (500-600) mdpl dengan kemiringan lereng (30-50) %.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, hubungan antara jumlah biji basah, berat biji basah dan berat biji kering dengan ketinggian tempat dan kemiringan lereng menunjukkan korelasi yang sangat lemah dapat dilihat pada tabel 5 berikut. Tabel 5. Hubungan Jumlah Biji Basah, Berat Biji Kering dan Berat Biji Kering

terhadap Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lereng

Persamaan R2

Y = 124,354 - 0,016X1 – 0,430X2 0,016

Y = 118,020 - 0,014X1 – 0,363X2 0,012

Y = 24,937 - 0,001X1 – 0,210X2 0,122

Pembahasan

Berdasarkan Tabel 5 hasil regresi pengaruh variabel ketinggian tempat dan kemiringan lereng terhadap jumlah biji basah diperoleh nilai R2 sebesar 0,016. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 1,6% dari variasi variabel jumlah biji basah telah dijelaskan secara serempak oleh variabel ketinggian tempat (X1) dan

kemiringan lereng (X2). Sedangkan sisanya yaitu sebesar 98,4% dijelaskan oleh

(41)

Berdasarkan Tabel 5 hasil regresi pengaruh variabel ketinggian tempat dan kemiringan lereng terhadap berat biji basah diperoleh nilai R2 sebesar 0,012. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 1,2% dari variasi variabel berat biji basah telah dijelaskan secara serempak oleh variabel ketinggian tempat (X1) dan kemiringan

lereng (X2). Sedangkan sisanya yaitu sebesar 98,8% dijelaskan oleh

variabel-variabel lain yang belum dimasukkan dalam model.

Berdasarkan Tabel 5 hasil regresi pengaruh variabel ketinggian tempat dan kemiringan lereng terhadap berat biji kering diperoleh nilai R2 sebesar 0,122. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 12,2% dari variasi variabel berat biji kering telah dijelaskan secara serempak oleh variabel ketinggian tempat (X1) dan kemiringan

lereng (X2). Sedangkan sisanya yaitu sebesar 87,8% dijelaskan oleh

variabel-variabel lain yang belum dimasukkan dalam model.

Dari hasil regresi pengaruh variabel ketinggian tempat dan ketinggian tempat terhadap jumlah biji basah diperoleh tingkat signifikansi F adalah sebesar 0,012 ( ). Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima, yang

berarti variabel bebas ketinggian tempat dan ketinggian tempat secara serempak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat jumlah biji basah.

Dari hasil regresi pengaruh variabel ketinggian tempat dan ketinggian tempat terhadap berat biji basah diperoleh tingkat signifikansi F adalah sebesar 0,036 ( ). Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima, yang

(42)

Dari hasil regresi pengaruh variabel ketinggian tempat dan ketinggian tempat terhadap berat biji kering diperoleh tingkat signifikansi F adalah sebesar 0,000 ( ). Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima, yang

berarti variabel bebas ketinggian tempat dan ketinggian tempat secara serempak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat berat biji kering.

Dari hasil regresi pengaruh variabel ketinggian tempat dan kemiringan lereng terhadap jumlah biji basah, ketinggian tempat memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,235 ( . Hal ini menunjukkan bahwa variabel ketinggian tempat secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah biji basah. Kemiringan lereng memiliki tingkat signifikansi 0,007( . Hal ini menunjukkan bahwa variabel kemiringan lereng secara parsial berpengaruh nyata terhadap jumlah biji basah. Besarnya koefisien regresi adalah -0,430. Hal ini menunjukkan bahwa setiap adanya penurunan kemiringan lereng 1%, maka akan terjadi kenaikan jumlah biji basah sebesar 0,430 biji dengan asumsi variabel lain tetap. Sehingga untuk mendapatkan penambahan jumlah biji basah sebesar harus diikuti dengan kemiringan lereng yang rendah.

(43)

setiap adanya penurunan kemiringan lereng 1%, maka akan terjadi kenaikan berat biji basah sebesar 0,363 biji dengan asumsi variabel lain tetap. Sehingga untuk mendapatkan berat biji basah harus diikuti dengan kemiringan lereng yang rendah.

Dari hasil regresi pengaruh variabel ketinggian tempat dan kemiringan lereng terhadap berat biji kering, ketinggian tempat memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,624 ( . Hal ini menunjukkan bahwa variabel ketinggian tempat secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap berat biji kering. Kemiringan lereng memiliki tingkat signifikansi 0,000( . Hal ini menunjukkan bahwa variabel kemiringan lereng secara parsial berpengaruh nyata terhadap berat biji kering. Besarnya koefisien regresi adalah -0,210. Hal ini menunjukkan bahwa setiap adanya penurunan kemiringan lereng 1%, maka akan terjadi kenaikan berat biji kering sebesar 0,210 biji dengan asumsi variabel lain tetap. Sehingga untuk mendapatkan penambahan berat biji kering harus diikuti dengan kemiringan lereng yang rendah.

(44)

Hasil uji analisis korelasi ketinggian tempat dan kemiringan lereng terhadap berat biji basah pada tabel 9, ketinggian tempat menunjukan hubungan keeratan yang sangat lemah dengan jumlah biji basah dengan nilai hubungan korelasi yaitu -0,040. Kemiringan lereng memiliki hubungan yang sangat lemah dengan jumlah biji basah dengan nilai hubungan korelasi yaitu -0,102.

Hasil uji analisis korelasi ketinggian tempat dan kemiringan lereng terhadap berat biji kering pada tabel 10, ketinggian tempat menunjukan hubungan keeratan yang sangat lemah dengan berat biji kering dengan nilai hubungan korelasi yaitu -0,005. Kemiringan lereng memiliki hubungan yang sangat lemah dengan berat biji kering dengan nilai hubungan korelasi yaitu -0,349.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

(45)

208,2 buah, rataan berat biji basah 203,92 g/pokok dan berat biji kering 30,76 g/pokok.

2. Produksi terendah diperoleh dari great group kandiudults pada ketinggian 400-500m dpl dengan kemiringan lereng 8-16% dengan rataan jumlah biji basah 66,5 buah,rataan berat biji basah 71,20 dan rataan berat biji kering 13,39.

3. Hubungan antara ketinggian tempat terhadap jumlah biji basah, berat biji basah dan berat biji kering adalah sangat lemah dengan nilai hubungan korelasi masing-masing adalah -0,046 ; -0,040 ; -0,005

4. Hubungan antara kemiringan lereng terhadap jumlah biji basah, berat biji basah dan berat biji kering adalah sangat lemah dengan nilai hubungan korelasi masing-masing adalah -0,155 ; -0,102 ; -0,349.

Saran

Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan dengan menghitung produktivitas kopi Robusta (ton/ha/tahun).

DAFTAR PUSTAKA

(46)

208,2 buah, rataan berat biji basah 203,92 g/pokok dan berat biji kering 30,76 g/pokok.

2. Produksi terendah diperoleh dari great group kandiudults pada ketinggian 400-500m dpl dengan kemiringan lereng 8-16% dengan rataan jumlah biji basah 66,5 buah,rataan berat biji basah 71,20 dan rataan berat biji kering 13,39.

3. Hubungan antara ketinggian tempat terhadap jumlah biji basah, berat biji basah dan berat biji kering adalah sangat lemah dengan nilai hubungan korelasi masing-masing adalah -0,046 ; -0,040 ; -0,005

4. Hubungan antara kemiringan lereng terhadap jumlah biji basah, berat biji basah dan berat biji kering adalah sangat lemah dengan nilai hubungan korelasi masing-masing adalah -0,155 ; -0,102 ; -0,349.

Saran

Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan dengan menghitung produktivitas kopi Robusta (ton/ha/tahun).

DAFTAR PUSTAKA

(47)

Damanik, M. M. B., B. E. Hasibuan., Fauzi., Sarifuddin dan H. Hanum. 2010. Kesuburan Tanah dan Pemupukkan. Universitas Sumatera Utara. Medan. Darmawijaya, I.M, 1975. Klasisikasi Tanah Kopi. Komisi Teknis Perkebunan

Ke-V. Budidaya Kopi-Coklat, Tretes, 4-7 Agustus 1975.

Dirjen Perkebunan Deptan RI., 2006. Arah Kebijakan Pengembangan Kopi di Indonesia. Simposium Kopi, Surabaya.

[Disbun] Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara, 2009. Data Statistik Perkebunan Sumatera Utara Tahun 2008.

[Disbun] Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara, 2013. Data Statistik Perkebunan Sumatera Utara Tahun 2012.

Hardjowigeno, S., 1993. Ilmu Tanah. Akademi Pressindo, Jakarta.

Karim, A. 2007. Pengembangan Kopi Arabika Organik di Bener Meriah. Pelatihan Penuyuluh Pertanian Lapangan Kabupaten Bener Meriah Pondok Gajah.

Mawardi S, Retno H, Aris W, Soekadar W dan Yusianto, 2008. Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika Gayo, Banda Aceh.

Mukhlis, Sarifuddin, dan H. Hanum., 2011. Kimia Tanah. USU Press. Medan. Munir, M., 1996. Geologi dan Mineralogi Tanah. Pustaka Jaya, Jakarta. Musa, L., Mukhlis dan A. Rauf. 2006. Dasar Ilmu Tanah. USU Press, Medan. Najiyati, S. dan Danarti., 2004. Kopi (Budidaya dan Penanganan Lepas Panen).

Penebar Swadaya. Bogor.

Prasetyo, B.A., dan D.A. Suriadikarta.2006. Karakterstik, potensi dan teknologi pengelolaan tanah Ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. 25(2): 39-47.

Rahardjo, Pudji. 2012. Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan Robusta. Swadaya. Jakarta

(48)

SKDP Kecamatan Silima Pungga-pungga., 2010. LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah). Satuan Kerja Perangkat Daerah Kecamatan Silima Pungga-pungga, Parongil.

Soeseno, I., 2003. Agribisnis: Perbaikan Mutu Kopi Suatu Keharusan. https://groups.yahoo.com/neo/groups/sumsel/conversations/topics/23 [diunduh Maret 2014].

Soil Survey Staff, 1975. Soil Taxonomy A Basic System of Soil Classification for Makiing and Interpreting Soil Surveys. Soil Conservation Service USDA. Washington, DC.

Soil Survey Division Staff. 2010. Keys to Soil Taxonomy. 11th Edition. United States Departement of Agriculture. Natural Resources Conservation Service.

Subagyo, H., N. Suharta, dan A.B. Siswanto. 2000. Tanah-tanah Pertanian di Indonesia. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Subowo, J. Subagja dan M. Sudjadi. 1990. Pengaruh bahan organik terhadap pencucian hara tanah Ultisol Rangkasbitung, Jawa Barat. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk 9: 26-32.

Tan, Kim H. 1991. Dasar-Dasar Kimia Tanah. Yogyakarta: UGM Press.

USDA. 2006. Key to Soil Taxonomy,Tenth Edition,United States Department of Agriculture. Natural Resources Conservation Service.

LAMPIRAN

(49)

SKDP Kecamatan Silima Pungga-pungga., 2010. LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah). Satuan Kerja Perangkat Daerah Kecamatan Silima Pungga-pungga, Parongil.

Soeseno, I., 2003. Agribisnis: Perbaikan Mutu Kopi Suatu Keharusan. https://groups.yahoo.com/neo/groups/sumsel/conversations/topics/23 [diunduh Maret 2014].

Soil Survey Staff, 1975. Soil Taxonomy A Basic System of Soil Classification for Makiing and Interpreting Soil Surveys. Soil Conservation Service USDA. Washington, DC.

Soil Survey Division Staff. 2010. Keys to Soil Taxonomy. 11th Edition. United States Departement of Agriculture. Natural Resources Conservation Service.

Subagyo, H., N. Suharta, dan A.B. Siswanto. 2000. Tanah-tanah Pertanian di Indonesia. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Subowo, J. Subagja dan M. Sudjadi. 1990. Pengaruh bahan organik terhadap pencucian hara tanah Ultisol Rangkasbitung, Jawa Barat. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk 9: 26-32.

Tan, Kim H. 1991. Dasar-Dasar Kimia Tanah. Yogyakarta: UGM Press.

USDA. 2006. Key to Soil Taxonomy,Tenth Edition,United States Department of Agriculture. Natural Resources Conservation Service.

LAMPIRAN

(50)
(51)
(52)
(53)
(54)

Lampiran 6. Jumlah Biji basah (biji/ha)

No

SPL Jarak Tanam (m)

Populasi Tanaman Kopi

(Ha)

Jumlah Biji basah /pokok/SPL

(55)

1 2x2.5 2000 53,17 106340

2 2x2.5 2000 90,13 180260

3 2x2.5 2000 117,67 235340

4 2x2.5 2000 116,37 232740

5 2x2.5 2000 128,83 257660

6 2x2.5 2000 94,13 188260

7 2x2.5 2000 126,73 253460

8 2x2.5 2000 134,50 269000

9 2x2.5 2000 102,27 204540

10 2x2.5 2000 118,77 237540

11 2x2.5 2000 95,93 191860

12 2x2.5 2000 135,57 271140

13 2x2.5 2000 120,80 241600

14 2x2.5 2000 109,63 219260

15 2x2.5 2000 109,10 218200

16 2x2.5 2000 118,90 237800

17 2x2.5 2000 100,50 201000

18 2x2.5 2000 111,17 222340

Lampiran 7. Berat Biji basah (kg/ha/SPL)

No SPL

Jumlah Biji Yang Dipanen (1Kg/SPL)

Jumlah

Biji Basah/Ha/SPL

Berat Biji Yang Dipanen

(56)

Lampiran 8. . Berat Biji Kering (kg/ha/SPL)

1 934 106.340 113,85

2 1017 180.260 177,25

3 1040 235.340 226,29

4 1058 232.740 219,98

5 1027 257.660 250,89

6 962 188.260 195,70

7 1208 253.460 209,82

8 1026 269.000 262,18

9 810 204.540 252,52

10 1124 237.540 211,33

11 1014 191.860 189,21

12 1021 271.140 265,56

13 1079 241.600 223,91

14 1036 219.260 211,64

15 1103 218.200 197,82

16 1055 237.800 225,40

17 996 201.000 201,81

(57)
(58)
(59)

N0 SAMPEL mdpl % Jumlah Biji Basah(biji/pokok)

Berat Biji

Basah

(g/pokok)

Berat Biji

kering

(g/pokok)

1 S2P1 725 2 107 105,21 20,2

2 S2P2 768 2 70 68,83 19,8

3 S2P3 723 4 134 131,76 20,1

4 S2P4 709 3 124 121,93 19,9

5 S2P5 776 4 84 82,6 21,4

6 S2P6 743 3 62 60,96 20,8

7 S2P7 719 2 113 111,11 19,3

8 S2P8 720 2 106 104,23 18,8

9 S2P9 790 4 101 99,31 19,6

10 S2P10 709 3 126 123,89 22,3

11 S2P11 765 2 132 129,79 19,5

12 S2P12 763 3 97 95,38 20,8

13 S2P13 761 4 123 120,94 20,3

14 S2P14 743 2 110 108,16 23,4

15 S2P15 744 2 100 98,33 22,4

16 S2P16 771 2 111 109,14 21,5

17 S2P17 729 3 77 75,71 21,8

18 S2P18 786 4 67 65,88 19,5

19 S2P19 795 3 75 73,75 19,1

(60)

Lampiran 10. Produksi Kopi Robusta SPL 2 pada Jenis Tanah Kandiudult

21 S2P21 745 3 76 74,73 21,8

22 S2P22 733 2 57 56,05 20,1

23 S2P23 765 2 74 72,76 22,8

24 S2P24 710 3 58 57,03 19,7

25 S2P25 714 2 86 84,56 21.4

26 S2P26 725 4 67 65,88 21,6

27 S2P27 731 3 46 45,23 20,1

28 S2P28 756 2 74 72,76 22,9

29 S2P29 707 3 85 83,58 23,3

30 S2P30 761 3 66 64,9 20,7

N0 SAMPEL mdpl % Jumlah Biji Basah(biji/pokok)

Berat Biji

Basah

(g/pokok)

Berat Biji

kering

(g/pokok)

1 S3P1 425 2 111 106,73 28,3

2 S3P2 431 3 104 100 27,8

3 S3P3 443 3 117 112,5 27,7

4 S3P4 435 4 101 97,12 29,4

5 S3P5 456 4 106 101,92 30,2

6 S3P6 465 4 180 173,08 27,6

(61)

Lampiran 11. Produksi Kopi Robusta SPL 3 pada Jenis Tanah Dsytrudept

8 S3P8 440 4 159 152,88 28,9

9 S3P9 447 4 121 116,35 30,6

10 S3P10 489 4 152 146,15 28,5

11 S3P11 416 4 106 101,92 28,6

12 S3P12 419 3 123 118,27 28,1

13 S3P13 471 2 123 118,27 29,2

14 S3P14 456 2 143 137,5 28,5

15 S3P15 437 2 133 127,88 29,5

16 S3P16 407 2 97 93,27 29,3

17 S3P17 408 2 113 108,65 27,9

18 S3P18 487 4 95 91,35 28,7

19 S3P19 451 4 89 85,58 27,1

20 S3P20 420 3 131 125,96 28,4

21 S3P21 438 3 84 80,77 29,9

22 S3P22 453 3 144 138,46 29,3

23 S3P23 472 3 144 138,46 28,5

24 S3P24 451 4 107 102,88 30,9

25 S3P25 471 3 92 88,46 28,1

26 S3P26 466 2 106 101,92 28,6

27 S3P27 445 3 104 100 29,5

28 S3P28 422 4 74 71,15 30,6

29 S3P29 488 3 95 91,35 28,7

(62)
(63)

N0 SAMPEL mdpl % Jumlah Biji Basah(biji/pokok)

Berat Biji

Basah

(g/pokok)

Berat Biji

kering

(g/pokok)

1 S5P1 524 2 128 124,63 28,4

2 S5P2 510 3 201 195,72 28,5

3 S5P3 575 2 122 118,79 29,2

4 S5P4 564 3 231 224,93 27,6

5 S5P5 508 4 98 95,42 28,4

6 S5P6 568 2 75 73,03 26,90

7 S5P7 598 3 86 83,74 27,3

8 S5P8 527 4 115 111,98 28,9

9 S5P9 559 3 124 120,74 29,3

10 S5P10 562 4 144 140,21 29,7

11 S5P11 582 2 182 177,22 28,30

12 S5P12 562 3 155 150,93 28,60

13 S5P13 547 4 97 94,45 27,1

14 S5P14 564 4 132 128,53 28,3

15 S5P15 577 3 155 150,93 28,1

16 S5P16 538 4 68 66,21 27,30

17 S5P17 587 3 120 116,85 27,80

18 S5P18 571 4 116 112,95 27,60

(64)

Lampiran 13. Produksi Kopi Robusta SPL 5 pada Jenis Tanah Dsytrudept

20 S5P20 529 3 113 110,03 28,10

21 S5P21 572 3 130 126,58 28,80

22 S5P22 580 2 105 102,24 27,80

23 S5P23 510 2 168 163,58 28,40

24 S5P24 529 2 186 181,11 27,90

25 S5P25 537 4 130 126,58 28,2

26 S5P26 547 4 105 102,24 27,40

27 S5P27 533 3 91 88,61 28,60

28 S5P28 560 3 114 111 28,10

29 S5P29 507 2 106 103,21 28,40

30 S5P30 534 4 145 141,19 28,20

N0 SAMPEL mdpl % Jumlah Biji Basah(biji/pokok)

Berat Biji

Basah

(g/pokok)

Berat Biji

kering

(g/pokok)

1 S6P1 559 13 125 129,94 25,4

2 S6P2 562 12 119 123,7 25,4

3 S6P3 582 9 135 140,33 25,8

4 S6P4 562 10 124 128,9 26,9

5 S6P5 547 9 78 81,08 27,6

(65)

Lampiran 14. Produksi Kopi Robusta SPL 6 pada Jenis Tanah Dsytrudept

7 S6P7 577 14 88 91,48 26,3

8 S6P8 510 14 106 110,19 26,2

9 S6P9 529 15 80 83,16 25,7

10 S6P10 537 14 89 92,52 25,8

11 S6P11 547 11 125 129,94 26,20

12 S6P12 533 12 110 114,35 27,10

13 S6P13 560 14 116 120,58 25,2

14 S6P14 582 10 123 127,86 26,1

15 S6P15 562 8 107 111,23 25,8

16 S6P16 547 14 76 79 25,80

17 S6P17 564 10 72 74,84 26,20

18 S6P18 577 11 46 47,82 26,20

19 S6P19 538 14 76 79 24,2

20 S6P20 587 15 79 82,12 25,50

21 S6P21 571 16 57 59,25 25,60

22 S6P22 537 13 86 89,4 23,70

23 S6P23 529 13 77 80,04 26,50

24 S6P24 572 12 70 72,77 27,20

25 S6P25 580 9 90 93,56 26,2

26 S6P26 510 10 84 87,32 27,30

27 S6P27 529 9 90 93,56 25,40

28 S6P28 524 14 90 93,56 25,90

29 S6P29 510 10 96 99,79 25,60

(66)
(67)

Lampiran 15. Produksi Kopi Robusta SPL 7 pada Jenis Tanah Dsytrudept

29 S7P29 568 19 91 75,33 24,30

30 S7P30 598 18 114 94,37 22,50

N0 SAMPEL mdpl % Jumlah Biji Basah(biji/pokok)

Berat Biji

Basah

(g/pokok)

Berat Biji

kering

(g/pokok)

1 S8P1 639 2 125 121,83 26,2

2 S8P2 649 3 133 129,63 25,3

3 S8P3 609 4 138 134,5 21,4

4 S8P4 619 3 196 191,03 29,5

5 S8P5 648 2 192 187,13 27,4

6 S8P6 617 3 146 142,3 26,30

7 S8P7 639 4 96 93,57 27,1

8 S8P8 611 3 99 96,49 20,6

9 S8P9 631 4 146 142,3 27,2

10 S8P10 641 2 161 156,92 23,5

11 S8P11 618 3 159 154,97 27,60

12 S8P12 616 4 124 120,86 28,80

13 S8P13 620 4 122 118,91 28,2

14 S8P14 624 3 131 127,68 28,5

(68)

Lampiran 16. Produksi Kopi Robusta SPL 8 pada Jenis Tanah Dsytrudept

16 S8P16 629 2 129 125,73 25,70

17 S8P17 613 2 121 117,93 29,90

18 S8P18 629 3 153 149,12 27,80

19 S8P19 619 4 157 153,02 26,4

20 S8P20 601 4 108 105,26 24,10

21 S8P21 611 3 118 115,01 24,70

22 S8P22 641 2 133 129,63 28,60

23 S8P23 675 3 126 122,81 23,40

24 S8P24 653 4 134 130,6 25,40

25 S8P25 640 4 162 157,89 25,3

26 S8P26 635 3 104 101,36 26,50

27 S8P27 643 4 135 131,58 23,70

28 S8P28 658 2 121 117,93 28,70

29 S8P29 667 3 98 95,52 24,80

30 S8P30 637 4 113 110,14 27,60

N0 SAMPEL mdpl % Jumlah Biji Basah(biji/pokok)

Berat Biji

Basah

(g/pokok)

Berat Biji

kering

(g/pokok)

1 S9P1 619 17 99 122,22 27,4

(69)

Lampiran 17. Produksi Kopi Robusta SPL 9 pada Jenis Tanah Dsytrudept

3 S9P3 629 28 134 165,43 26,2

4 S9P4 639 24 73 90,12 25,6

5 S9P5 647 27 115 141,98 25,4

6 S9P6 639 21 125 154,32 29,50

7 S9P7 627 22 64 79,01 28,2

8 S9P8 625 19 84 103,7 24,3

9 S9P9 646 26 101 124,69 25,4

10 S9P10 620 24 110 135,8 27,8

11 S9P11 630 23 130 160,49 28,40

12 S9P12 602 26 73 90,12 26,90

13 S9P13 609 21 120 148,15 26,2

14 S9P14 640 17 110 135,8 27,6

15 S9P15 633 20 126 155,56 27,5

16 S9P16 628 23 108 133,33 27,60

17 S9P17 634 27 89 109,88 27,50

18 S9P18 641 25 104 128,4 26,50

19 S9P19 636 29 147 181,48 29,2

20 S9P20 426 18 112 138,27 28,60

21 S9P21 438 17 88 108,64 29,70

22 S9P22 413 16 103 127,16 25,60

23 S9P23 426 19 111 137,04 27,80

24 S9P24 436 20 96 118,52 28,20

25 S9P25 407 21 109 134,57 27,1

26 S9P26 629 24 93 114,81 26,50

27 S9P27 629 20 103 127,16 27,60

28 S9P28 637 18 66 81,48 24,50

29 S9P29 610 20 70 86,42 25,80

(70)
(71)

Lampiran 18. Produksi Kopi Robusta SPL 10 pada Jenis Tanah Dsytrudept

25 S10P25 749 3 160 142,35 26,1

26 S10P26 740 3 130 115,66 24,60

27 S10P27 727 3 102 90,75 25,40

28 S10P28 746 4 90 80,07 25,70

29 S10P29 754 4 118 104,98 25,10

30 S10P30 722 4 155 137,9 23,80

N0 SAMPEL mdpl % Jumlah Biji Basah(biji/pokok)

Berat Biji

Basah

(g/pokok)

Berat Biji

kering

(g/pokok)

1 S11P1 743 24 110 108,48 13,1

2 S11P2 710 27 135 133,14 14,6

3 S11P3 729 21 67 66,07 9,8

4 S11P4 738 22 99 97,63 13

5 S11P5 716 19 119 117,36 16,8

6 S11P6 728 26 128 126,23 18,90

7 S11P7 755 24 68 67,06 13,4

8 S11P8 753 23 109 107,5 14,8

9 S11P9 786 26 93 91,72 12,3

10 S11P10 795 21 90 88,76 11,8

(72)

Lampiran 19. Produksi Kopi Robusta SPL 11 pada Jenis Tanah Dsytrudept

12 S11P12 745 20 111 109,47 14,80

13 S11P13 733 23 112 110,45 14,2

14 S11P14 765 27 91 89,74 10,3

15 S11P15 710 25 135 133,14 15,7

16 S11P16 714 22 80 78,9 10,20

17 S11P17 725 24 90 88,76 10,90

18 S11P18 731 25 77 75,94 9,70

19 S11P19 756 24 77 75,94 13,2

20 S11P20 707 27 136 134,12 18,7

21 S11P21 768 26 71 70,02 10,80

22 S11P22 723 28 85 83,83 11,80

23 S11P23 709 21 86 84,81 11,90

24 S11P24 776 25 99 97,63 12,30

25 S11P25 743 23 50 49,31 14,3

26 S11P26 719 22 77 75,94 10,90

27 S11P27 720 25 77 75,94 10,90

28 S11P28 790 21 101 99,61 14,70

29 S11P29 709 24 121 119,33 18,90

30 S11P30 765 19 93 91,72 13,70

(73)
(74)

N0 SAMPEL mdpl % Jumlah Biji Basah(biji/pokok)

Berat Biji

Basah

(g/pokok)

Berat Biji

kering

(g/pokok)

1 S13P1 428 9 127 117,7 17,3

2 S13P2 432 11 124 114,92 17,1

3 S13P3 419 13 156 144,58 16,9

4 S13P4 417 15 101 93,61 14,8

5 S13P5 428 9 132 122,34 18,8

6 S13P6 437 14 134 124,19 18,90

7 S13P7 435 15 141 130,68 18,2

8 S13P8 426 13 104 96,39 14,5

9 S13P9 437 12 118 109,36 15.6

10 S13P10 404 14 122 113,07 15,9

11 S13P11 429 15 119 110,29 14,80

12 S13P12 435 13 83 76,92 13,60

13 S13P13 427 16 119 110,29 19,1

14 S13P14 438 11 121 112,14 18,2

15 S13P15 418 10 138 127,9 20,6

16 S13P16 427 13 153 141,8 24,10

17 S13P17 436 15 128 118,63 19,80

18 S13P18 418 12 129 119,56 20,10

19 S13P19 429 17 111 102,87 17,2

20 S13P20 437 15 116 107,51 16,5

(75)

Lampiran 21. Produksi Kopi Robusta SPL 13 pada Jenis Tanah Hydrudans

22 S13P22 436 13 119 110,29 17,40

23 S13P23 418 17 104 96,39 14,60

24 S13P24 427 18 72 66,73 10,90

25 S13P25 435 11 97 89,9 16,1

26 S13P26 446 13 110 101,95 18,90

27 S13P27 418 14 116 107,51 19,80

28 S13P28 447 17 94 87,12 13,50

29 S13P29 460 9 146 135,31 18,20

30 S13P30 464 8 158 146,43 19,50

N0 SAMPEL mdpl % Jumlah Biji Basah(biji/pokok)

Berat Biji

Basah

(g/pokok)

Berat Biji

kering

(g/pokok)

1 S14P1 487 29 154 148,65 15,4

2 S14P2 404 18 122 117,76 14,3

3 S14P3 438 17 84 81,08 13,8

4 S14P4 421 16 102 98,46 14,2

5 S14P5 436 19 119 114,86 14,5

6 S14P6 418 20 139 134,17 15,20

7 S14P7 429 21 79 76,25 17.2

Gambar

Tabel. Syarat tumbuh kopi Robusta
Tabel 1. Jumlah Biji Basah, Berat Biji Basah, dan Berat Biji Kering pada Ketinggian Tempat (400-500m dpl dan 700-800m dpl) dan  Kemiringan Lereng pada Great Group Kandiudults Ketinggian (mdpl)/Kemiringan (%)
Tabel 3. Jumlah Biji Basah, Berat Biji Basah, dan Berat Biji Kering pada Ketinggian Tempat (600-700m dpl dan 700-800m dpl) dan Kemiringan Lereng pada Great Group Dystrudepts Ketinggian (mdpl)/Kemiringan (%)
Tabel 4. Jumlah Biji Basah, Berat Biji Basah, dan Berat Biji Kering pada Ketinggian Tempat (400-500m dpl dan 500-600m dpl) dan Kemiringan Lereng pada Great Group Hydrudans Ketinggian (mdpl)/Kemiringan (%)
+2

Referensi

Dokumen terkait

a. Lingkungan kerja memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap motivasi kerja karyawan. Lingkungan kerja mempengaruhi 11,7% perubahan motivasi kerja karyawan.

[r]

Penulisan ini dimaksudkan untuk membantu sistem penjualan alat musik pada Toko XYZ yang masih menggunakan sistem manual, sehingga sering mengalami ketidak efisienan dalam mencari

Pilih satu daripada soalan di bawah dan tulis sebuah karangan yang panjangnya lebih daripada 350 patah perkataan. 1 Disiplin diri merupakan pemangkin kejayaan pelajar dalam

Secara semantis, afiks derivasi adalah afiks yang menyatu dengan D dalam rangka membentuk leksikal (leksem), sedang- kan afiks infleksi adalah afiks yang tidak me- nyatu dengan D

Komitmen awal GCC +4 untuk melawan ISIS sejak pertemuan 11 September 2014 di Jeddah ditandai dengan sebuah kesepakatan yang berisi antara lain: menuntut pemerintahan

Pada skenario Embrio I, TBBR akan fokus menjual BBR jadi yang paling banyak dibutuhkan oleh pengrajin baik jenis maupun kualitasnya dimana BBR tersebut dibeli dalam bentuk bahan

Nada yang menimbulkan efek ketakutan, kekejaman, dan ketidakmanusiawian yang dilakukan oleh pemberontak dengan memusnahkan seluruh orang Eropa adalah salah satu bentuk yang