• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Pelaksanaan Kaderisasi Serikat Petani Indonesia (Spi) Basis Simpang Kopas Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Tani Di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Dampak Pelaksanaan Kaderisasi Serikat Petani Indonesia (Spi) Basis Simpang Kopas Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Tani Di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan"

Copied!
191
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK PELAKSANAAN KADERISASI SERIKAT PETANI INDONESIA (SPI) BASIS SIMPANG KOPAS TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT TANI DI DESA

HUTA PADANG KECAMATAN BANDAR PASIR MANDOGE KABUPATEN ASAHAN

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial

Disusun Oleh:

MUHAMMAD FIKRI ARIFI 110902047

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

ABSTRAK

(Skripsi ini terdiri dari 6 BAB, 150 halaman, 20 kepustakaan, 2 sumber lain dan 5 sumber internet, 40 tabel, 1 bagan serta lampiran).

Pada dasarnya Indonesia adalah negara agraris, dimana sebagian besar dari penduduknya memiliki mata pencaharian di sektor pertanian. Maka sudah selayaknya pembangunan agrarian dijadikan sebagai tulang punggung pembangunan Bangsa dan Negara. Kaderisasi merupakan hal yang penting dalam pengorganisasian masyarakat sebagai suatu metode dalam upaya mewujudkan kesejahteraan sosial. Proses kaderisasi Serikat Petani Indonesia (SPI) memiliki capaian atas terbangunnya kesadaran kritis pada jiwa petani terhadap permasalahan yang dihadapi, dan dapat menyikapinya dengan pemahaman dan kemampuan yang diperoleh atas tercapainya tujuan bersama.

Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui proses pelaksanaan kaderisasi Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas, dan mengetahui dampak pelaksanaannya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat tani di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan. Tipe penelitian ini adalah penelitian eksplanatif dengan analisis kuantitatif melalui uji perbedaan atau uji t. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner, wawancara dan observasi. Populasi dalam penelitian ini adalah petani di Desa Huta Padang yang menjadi anggota Serikat Petani Indonesia (SPI) yang berjumlah sebanyak 116 orang, dan sampel yang diambil sebesar 25% dari populasi yaitu sebanyak 29 orang.

Berdasarkan data yang dikumpulkan dan telah dianalisis dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan kaderisasi SPI Basis Simpang Kopas memberikan dampak yang signifikan terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat tani di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan, Kehidupan sosial ekonomi tersebut meliputi pendidikan formal, pendidikan informal/non formal, penguasaan lahan pertanian, alat produksi, pemasaran hasil pertanian, tingkat hasil produksi, penghasilan, pemenuhan kebutuhan hidup, jaminan kesehatan dan upaya peningkatan gizi bagi keluarga.

(3)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL SCIENCES AND POLITICAL SCIENCES DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE SCIENCE

ABSTRACT

(Thesis it consists of 6 chapter, 150 page, 20 literature, 2 sources and 5 source of the internet, 40 table, 1 figure and appendix).

Basically Indonesia is a country agraris, where most of of its population having livelihoods in the agricultural sector. So must be development agrarian used as the backbone this nation development. Regeneration it is important in organizing the community as a method of in the pursuit of social welfare. The process regeneration Serikat Petani Indonesia (SPI) having these over waked critical awareness on the farmers of the problems faced by, and can do with it with the understanding and the ability obtained on the achievement of the aims with.

The purpose of he did this research to know the implementation of the regeneration Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas, and he knows their implementation affect the social life community economic farming in Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan. Type this research is research eksplanatif with a quantitative analysis with this distinction or t test. Technique the data collection was done through the questionnaire, interviews and observation. Population in this study are farmers in the Desa Huta Padang the member Serikat Petani Indonesia (SPI) total about 116 people, and samples to be taken by 25 percent of the population of with 29 people.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan karunia dan hidayahnya penulis dapat menjalankan proses akademis sejak awal menyandang status mahasiswa hingga penulis menyelesaikan penulisan skripsi ini. Walaupun penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Shalawat dan Salam penulis sampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah berhasil memerankan fungsi kehambaan dan kekhalifahannya secara sempurna di alam ini. Sejatinya Nabi Muhammad SAW harus dijadikan uswat hasanah bagi manusia, sehingga manusia menjadi regenerasi yang mentransformasikan nilai, ajaran, serta sikap seorang Nabi Muhammad SAW kepada seluruh umat dimuka bumi.

Orientasi awal dilakukannya penelitian ini adalah guna memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Strata satu (S-1) pada Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi ini adalah “Dampak Pelaksanaan Kaderisasi Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Tani Di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan”.

(5)

atau banyak skripsi ini adalah kristalisasi dari diskusi dan pemikiran penulis selama menjalani tugas dan tanggungjawab sebagai seorang mahasiswa.

Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada :

1. Bapak Prof. Badaruddin Rangkuti, selaku dekan FISIP USU.

2. Bapak/ibu Wakil Dekan FISIP USU, Pak Zakaria Taher (PD 1), Ibu Rosmiani (PD 2) dan Pak Edward (PD 3).

3. Ibu Hairani Siregar S.sos, MSP selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial.

4. Bapak Agus suriadi S.sos, M.si selaku Dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, masukan dan pemikiran-pemikiran untuk pemantapan skripsi ini.

5. Staff pengajar dan staff pegawai di kampus FISIP USU yang telah memberi banyak kesempatan bagi saya untuk menimba ilmu dan membantu saya dalam setiap urusan administratif sehingga menghantarkan saya pada akhir masa studi ini.

6. Keluarga besar DPW SPI Sumut dan SINTESA. Bapak Henri Saragih, Ibu Jubaidah, Bang Wawan, Bang Jean, Bang Ijon, Bang Zulfi, Bang Fiter, Kak Dewi, Bang Adit, dan terkhusus kepada Bang Randa yang telah banyak membantu sejak awal proses penulisan skripsi ini. Serta kepada seluruh petani anggota DPW SPI yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas kesempatan belajar yang diberikan disana.

(6)

8. Bapak Sahala Sitorus selaku Kepala Desa Huta Padang, dan juga staff pegawai yang telah memberikan data dan informasi terkait dengan penulisan skripsi ini.

9. Terima kasih yang sebesar-besarnya buat kedua orang tuaku Syamsuddin Hasyim S.H dan Asma Yarni, serta keluargaku Kak Wirda, Kak Srik, Bang Yudha, Heru, Ami, dan Alm.Uwak, yang senantiasa memberikan dukungan moril maupun materil hingga saya dapat menyelesaikan studi. 10. Kawan-kawan Kessos’11. Chairi, Eka, Eko, Haikal, William (kawan

seminar awak), Renta, Dina Rizki, Dina Mia, Diella, Mahyar, Ronni (makasih banyak ya wak), Halim, Nugek, Daniel, Simon, Asa Mitra, Dewi Riris, Henny, Indah, Elvana, Cindy, Vindy, Sofi, Feby, Faras, Sonia, Yudha Iqram, Adel dan Poniman (kawan PKL awak). Serta kawan-kawan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang sejak awal bersama dalam menjalani masa studi, dan telah banyak memberikan bantuan serta motivasi dalam proses kuliah maupun dalam penulisan skripsi ini.

(7)

Semoga kita tetap merasakan satu kata yang selalu kita sebutkan dulu, Konsolidasi.

12. Terima kasih kepada kawan-kawan kepengurusan HMI Komisariat Fisip Usu Periode 2015-2016. Semoga tetap setia di garis perjuangan dan konsisten dalam menjalankan amanah.

13. Terima kasih kepada kawan-kawan ANTARTIKA yang telah menjadi teman dalam berjuang, dan kawan-kawan AKAPELA yang baru saja terbit. Keep spirit for struggle, tentunya setiap rekam jejak dalam proses yang dilewati akan menjadi bekal untuk kehidupan yang lebih nyata. YAKUSA !!

14. Terima kasih kepada Keluarga Besar HMI Komisariat Fisip Usu. Sebagai tempat menempah diri yang telah memberikan dan mengajarkan banyak hal. Semoga Allah selalu memberikan yang terbaik untuk kita dan rumah ini. YAKUSA !!

15. Terima kasih juga kepada kawan-kawan satu atap (penghuni kos Sahabat 11A). Taslim, Arif, Rossimen, Sam, Parla, Budi, Jefri, Roby, Hendra (ucol) yang sudah banyak membantu dan menularkan semangat dalam kehidupan sehari-hari, kapan-kapan kita maen Song lagi.

(8)

Bila terdapat kekurangan pada penulisan skripsi ini, sangat diharapkan kepada pembaca untuk memberikan saran ataupun kritikan yang konstruktif agar skripsi ini lebih baik. Setiap fase yang terlewati merupakan pijakan untuk berbuat sesuatu yang lebih baik lagi kedepan, skripsi ini tidak akan begitu berarti tanpa dilanjutkan dengan hal-hal kongkrit untuk sebuah kebenaran. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, pembaca, dan mahasiswa Ilmu Kesejahteraan Sosial khususnya, serta bagi Serikat Petani Indonesia maupun organisasi tani lainnya sebagai organisasi yang memperjuangkan hak-hak petani.

Medan, 12 Oktober 2015

(9)

DAFTAR ISI

Abstrak... i

Kata Pengantar... iii

Daftar Isi... viii

Daftar Tabel... xii

Daftar Bagan... xvi

Daftar Lampiran...xvii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………. 1

1.2 Perumusan Masalah………. 9

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian……… 9

1.3.1 Tujuan Penelitian……… 9

1.3.2 Manfaat Penelitian……….. 10

1.4 Sistematika Penulisan……….... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gerakan Sosial……….. 13

2.1.1 Gerakan Sosial Sebagai Kekuatan Perubahan Sosial….... 13

2.1.2 Pendidikan Dalam Membangun Kesadaran Kritis……... 14

2.2 Pengorganisasian Dan Pengembangan Masyarakat……… 16

2.3 Kaderisasi………. 19

2.3.1 Pengertian Kaderisasi……….. 19

(10)

2.3.3 Pentingnya Pendidikan SPI sebagai Organisasi

Perjuangan Petani………. 21

2.3.4 Tujuan Pendidikan SPI……….…… 22

2.3.5 Pendidikan Kader……….. 23

2.4 Petani………... 24

2.4.1 Pengertian dan Kehidupan Petani………. 24

2.4.2 Kaum Tani : Masyarakat Terbelah………... 26

2.4.3 Kepentingan Kelas Petani………..………... 28

2.5 Kader Petani………. 29

2.5.1 Pengertian Kader Petani……… 29

2.5.2 Tantangan Kader Petani……… 30

2.6 Sosial Ekonomi………. 31

2.7 Kesejahteraan Sosial……… 33

2.8 Kerangka Pemikiran………. 35

2.9 Penelitian/Karya Ilmiah Terdahulu……….. 38

2.10 Hipotesis……….. 38

2.11 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional……… 40

2.11.1 Defenisi Konsep……….. 40

2.11.2 Defenisi Operasional……… 42

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian………. 46

3.2 Lokasi Penelitian………. 46

3.3 Populasi dan Sampel……… 46

(11)

3.3.2 Sampel……….. 47

3.4 Teknik Pengumpulan Data……….. 47

3.5 Teknik Analisis Data……… 48

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Huta Padang………. 51

4.1.1 Kondisi Geografis………. 51

4.1.2 Kondisi Demografis……….. 51

4.1.3 Distribusi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa………... 52

4.1.4 Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama………. 53

4.2 Kegiatan Ekonomi Penduduk………. 54

4.2.1 Mata Pencaharian Penduduk………. 54

4.2.2 Pertanian………. ……….. 55

4.2.3 Peternakan………. 55

4.3 Serikat Petani Indonesia………. 56

4.3.1 Sejarah Serikat Petani Indonesia……….. 56

4.3.2 Program Organisasi……….. 63

4.3.3 Tujuan Organisasi………. 65

4.3.4 Dewan Pengurus Basis (DPB) Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas……….. 67

BAB V PENYAJIAN DAN ANALISA DATA 5.1 Proses Pelaksanaan Kaderisasi Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas………... 70

(12)

5.1.2 Pendidikan Dasar/Perkenalan Organisasi……….. 73 5.1.3 Pendidikan Kader.………. 74 5.1.4 Pendidikan

Keahlian/Pelatihan.………... 80 5.2 Dampak Pelaksanaan Kaderisasi Serikat Petani Indonesia (SPI)

Basis Simpang Kopas Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Tani di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan.……… 82 5.2.1 Data Indentitas Responden.………... 83 5.2.2 Kaderisasi Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis

Simpang Kopas (variabel X)………. 87 5.2.3 Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Tani (variabel Y)95 5.2.4 Analisis Kuantitatif………. 115 5.2.5 Analisis Dampak Pelaksanaan Kaderisasi Serikat

Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas

Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Tani di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir

Mandoge Kabupaten Asahan………... 126 5.2.6 Analisis Penelitian/Karya ilmiah Terdahulu Yang Terkait

………. 135

BAB VI PENUTUP

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk ... 52

Tabel 4.2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa ... 53

Tabel 4.3 Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama ... 53

Tabel 4.4 Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencarian ... 54

Tabel 4.5 Distribusi Pertanian Palawija Penduduk ... 55

Tabel 4.6 Distribusi Jenis Peternakan Penduduk ... 56

Tabel 5.1 Karateristik Responden Berdasarkan Umur ... 83

Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Agama... 83

Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Suku Bangsa ... 84

Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 84

Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Status Anggota SPI ... 85

Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Jenjang Waktu Anggota SPI ... 86

Tabel 5.7 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tujuan Menjadi Anggota SPI ... 87

Tabel 5.8 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Kegiatan Kaderisasi SPI Basis Simpang Kopas yang Paling Bermanfaat ... 88

Tabel 5.9 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Pastisipasi Dalam Kegiatan Kaderisasi SPI Basis Simpang Kopas ... 89

Tabel 5.10 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Pastisipasi Anggota Dalam Kegiatan Kaderisasi SPI Basis Simpang Kopas ... 90

(14)

Tabel 5.12 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Rutinitas Pelaksannaan Pendidikan Dasar SPI Basis Simpang Kopas ... 92 Tabel 5.13 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Penyelenggaraan

Pendidikan Kader/Pendidikan Berjenjang SPI Basis Simpang Kopas . 93

Tabel 5.14 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Keberlangsungan Pelaksanaan Pendidikan Keahlian/Pelatihan SPI Basis Simpang Kopas ... 94

Tabel 5.15 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tngkat Kemampuan Keluarga Untuk Mendapatkan Pendidikan Formal Sebelum Bergabung Bersama SPI ... 95

Tabel 5.16 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tngkat Kemampuan Keluarga Untuk Mendapatkan Pendidikan Formal Setelah Bergabung Bersama SPI ... 96 Tabel 5.17 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tngkat Kemampuan

Keluarga Untuk Mendapatkan Pendidikan Informal atau Non formal Sebelum Bergabung Bersama SPI ... 97 Tabel 5.18 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tngkat Kemampuan

Keluarga Untuk Mendapatkan Pendidikan Informal atau Non formal Setelah Bergabung Bersama SPI ... 98 Tabel 5.19 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Penguasaan Tanah Lahan

Pertanian Sebelum Bergabung Bersama SPI ... 99

(15)

Tabel 5.21 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kemudahan Memperoleh Alat Produksi Sebelum Bergabung Bersama SPI ... 102

Tabel 5.22 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kemudahan Memperoleh Alat Produksi Setelah Bergabung Bersama SPI ... 102

Tabel 5.23 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Kondisi Pemasaran Hasil Pertanian Sebelum Bergabung Bersama SPI ... 103

Tabel 5.24 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Kondisi Pemasaran Hasil Pertanian Setelah Bergabung Bersama SPI ... 104

Tabel 5.25 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Hasil Produksi Pertanian Sebelum Bergabung Bersama SPI ... 105

Tabel 5.26 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Hasil Produksi Pertanian Setelah Bergabung Bersama SPI ... 106

Tabel 5.27 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Penghasilan Dalam Sebulan Sebelum Bergabung Bersama SPI ... 107

Tabel 5.28 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Penghasilan Dalam Sebulan Setelah Bergabung Bersama SPI ... 108

Tabel 5.29 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kemampuan Dalam Pemenuhan Kebutuhan Sebelum Bergabung Bersama SPI ... 109

(16)

Tabel 5.31 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kemampuan Memberikan Jaminan Kesehatan Terhadap Keluarga Sebelum Bergabung Bersama SPI ... 111

Tabel 5.32 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kemampuan Memberikan Jaminan Kesehatan Terhadap Keluarga Setelah Bergabung Bersama SPI ... 112

Tabel 5.33 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kemampuan Upaya Peningkatan Gizi Terhadap Keluarga Sebelum Bergabung Bersama SPI ... 113

(17)

DAFTAR BAGAN

(18)

DAFTAR LAMPIRAN 1. Kuesioner Penelitian

2. Daftar Skor Jawaban Responden Tentang Pelaksanaan Kaderisasi 3. Daftar Skor Jawaban Responden Tentang Kehidupan Sosial Ekonomi 4. Daftar Distribusi Jawaban Responden

5. Daftar Tabel Critical Values 6. Surat Izin Penelitian

(19)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

ABSTRAK

(Skripsi ini terdiri dari 6 BAB, 150 halaman, 20 kepustakaan, 2 sumber lain dan 5 sumber internet, 40 tabel, 1 bagan serta lampiran).

Pada dasarnya Indonesia adalah negara agraris, dimana sebagian besar dari penduduknya memiliki mata pencaharian di sektor pertanian. Maka sudah selayaknya pembangunan agrarian dijadikan sebagai tulang punggung pembangunan Bangsa dan Negara. Kaderisasi merupakan hal yang penting dalam pengorganisasian masyarakat sebagai suatu metode dalam upaya mewujudkan kesejahteraan sosial. Proses kaderisasi Serikat Petani Indonesia (SPI) memiliki capaian atas terbangunnya kesadaran kritis pada jiwa petani terhadap permasalahan yang dihadapi, dan dapat menyikapinya dengan pemahaman dan kemampuan yang diperoleh atas tercapainya tujuan bersama.

Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui proses pelaksanaan kaderisasi Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas, dan mengetahui dampak pelaksanaannya terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat tani di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan. Tipe penelitian ini adalah penelitian eksplanatif dengan analisis kuantitatif melalui uji perbedaan atau uji t. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner, wawancara dan observasi. Populasi dalam penelitian ini adalah petani di Desa Huta Padang yang menjadi anggota Serikat Petani Indonesia (SPI) yang berjumlah sebanyak 116 orang, dan sampel yang diambil sebesar 25% dari populasi yaitu sebanyak 29 orang.

Berdasarkan data yang dikumpulkan dan telah dianalisis dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan kaderisasi SPI Basis Simpang Kopas memberikan dampak yang signifikan terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat tani di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan, Kehidupan sosial ekonomi tersebut meliputi pendidikan formal, pendidikan informal/non formal, penguasaan lahan pertanian, alat produksi, pemasaran hasil pertanian, tingkat hasil produksi, penghasilan, pemenuhan kebutuhan hidup, jaminan kesehatan dan upaya peningkatan gizi bagi keluarga.

(20)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL SCIENCES AND POLITICAL SCIENCES DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE SCIENCE

ABSTRACT

(Thesis it consists of 6 chapter, 150 page, 20 literature, 2 sources and 5 source of the internet, 40 table, 1 figure and appendix).

Basically Indonesia is a country agraris, where most of of its population having livelihoods in the agricultural sector. So must be development agrarian used as the backbone this nation development. Regeneration it is important in organizing the community as a method of in the pursuit of social welfare. The process regeneration Serikat Petani Indonesia (SPI) having these over waked critical awareness on the farmers of the problems faced by, and can do with it with the understanding and the ability obtained on the achievement of the aims with.

The purpose of he did this research to know the implementation of the regeneration Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas, and he knows their implementation affect the social life community economic farming in Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan. Type this research is research eksplanatif with a quantitative analysis with this distinction or t test. Technique the data collection was done through the questionnaire, interviews and observation. Population in this study are farmers in the Desa Huta Padang the member Serikat Petani Indonesia (SPI) total about 116 people, and samples to be taken by 25 percent of the population of with 29 people.

(21)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Teori pembangunan dewasa ini telah menjadi mainstream dan teori yang paling dominan dalam perubahan sosial. Pembangunan sebagai salah satu teori perubahan sosial ialah fenomena yang luar biasa, karena sebuah gagasan dan teori begitu mendominasi dan mempengaruhi pikiran umat manusia secara global, yakni bahkan seakan menjanjikan harapan baru untuk memecahkan masalah-masalah kemiskinan dan keterbelakangan bagi terkhusus di negara-negara dunia ketiga (Fakih, 2001 : 11). Akan tetapi pada realitanya paradigma pembangunan yang telah terdiskursus, telah membawa kondisi sosial dan ekonomi negara-negara tersebut dalam arah pembangunan yang masih diarahkan dan berorientasi pada pertumbuhan ekonomi secara liberal. Sehingga dampaknya, kondisi sosial ekonomi menjadi keropos dan negara tidak mampu memenuhi hak sebagian besar rakyatnya untuk hidup layak dan bermartabat.

Berbicara tentang pembangunan, secara umum di satu pihak terdapat suatu gejala yang menunjukkan semakin dominannya paradigma mainstream yang berakar pada paradigma teori klasik dan modernisasi. Namun, di pihak lain juga muncul gejala lain yakni semakin menguatnya peran organisasi non-pemerintah dan gerakan sosial secara global, serta bangkitnya masyarakat sipil (civil society) (Fakih, 2001 : 199).

(22)

(non-governmental organization). Dalam kontribusinya pada kegiatan pembangunan, organisasi non pemerintah mempunyai kecenderungan dalam kemampuannya untuk lebih menerapkan pendekatan yang partisipatif. Hal ini disebabkan antara lain karena sifat organisasi non pemerintah yang tidak terlalu birokratis, sehingga mempunyai kemampuan untuk membuat penyesuaian dengan situasi dan kondisi.

Masyarakat Indonesia betapapun mereka hidup sederhana, telah mengembangkan mekanisme dalam upaya memenuhi kebutuhan, menjangkau sumber dan pelayanan serta berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan. Mekanisme tersebut dilembagakan dalam sebuah wahana yang berupa organisasi. Dengan demikian menjadi jelas, bahwa keberadaan organisasi yang telah tumbuh dan berkembang pada masyarakat lokal, telah menjadi alternatif mekanisme pemecahan masalah. Sebab organisasi lokal tersebut akan mengakomodasi unsur hak asasi manusia dan demokratisiasi pada tingkat lokal.

Pada dasarnya seseorang akan bersedia masuk kedalam suatu organisasi apabila kebutuhan organisasi dirasakan sama dengan kebutuhannya, seperti apa yang disampaikan oleh james D.Mooney (1947) bahwa organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk pencapaian suatu tujuan bersama (Sutarto, 1984: 22). Dari penjelasan tersebut, dapat digambarkan bahwasanya faktor yang dapat menimbulkan organisasi, yaitu orang-orang, kerjasama, dan tujuan tertentu, walaupun dalam tujuannya sebagian besar dilatarbelakangi rasa keinginan untuk dapat mencapai kebutuhan-kebutuhan sebagai makhluk hidup (manusia).

(23)

sampai memahami determinasi pokok atas permasalahan yang ada. Karena pemahaman dan penyadaran inilah yang dibutuhkan dalam suatu gerakan yang terideologi agar masyarakat itu dapat menentukan arah gerakannya, yang tertuju pada keinginan masyarakat itu sendiri dan mampu menjawab permasalahan yang mereka hadapi.

Untuk menyikapi hal tersebut dibutuhkan suatu proses kaderisasi dalam organisasi, yang juga merupakan bagian dari konsep pengorganisasian dan pengembangan masyarakat. Dimana dalam melakukan proses kaderisasi, para pekerja sosial harus mampu merangsang pemahaman masyarakat itu sendiri atas segala kebutuhan dan permasalahan yang mereka hadapi. Pemahaman yang diberikan sarat dengan pilihan-pilihan nilai, mengandung sejumlah azas, prinsip keyakinan dan pemahaman tentang rakyat dan bagaimana agar keadilan, perdamaian dan hak-hak asasi manusia ditegakkan dalam seluruh aspek kehidupan rakyat. Pelaksanaan kaderisasi bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan spiritualitas, serta penyatuan visi dan misi para kader.

(24)

Indonesia sebagai negara agraris, dimana sebagian besar dari penduduk Indonesia bermata pencaharian dari hasil pertanian. Walaupun menurut hasil sensus pertanian 2013 terjadi penurunan rumah tangga petani dari 31,17 juta rumah tangga pada tahun 2003 menjadi 26,13 juta rumah tangga pada tahun 2013. Namun penduduk yang bekerja di sektor pertanian masih mendominasi bila dibandingkan dengan lapangan pekerjaan di sektor lain pada umumnya. Jumlah penduduk Indonesia yang bekerja di sektor pertanian masih tinggi yaitu mencapai 38,07 juta orang.

Penurunan jumlah petani di Indonesia diiringi dengan peningkatan produktivitas hasil pertanian, ditunjukkan dengan hasil sensus pertanian tahun 2013 untuk produksi padi sebesar 69,27 juta ton. Bila dibandingkan dengan jumlah produksi padi pada tahun 2003 yaitu 52,14 juta ton, maka terjadi kenaikan rata-rata sebesar 3,29 % per tahun. Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat produksi jagung pada tahun 2013 mencapai 18,84 juta ton, atau naik rata-rata 7,16 persen per tahun bila dibandingkan dengan tahun 2003 yang produksi jagungnya hanya 10,89 juta ton. Kontribusi sektor pertanian dalam Produk Domestik Bruto (PDB) juga mengalami peningkatan walaupun berfluktuasi dari 14,3 persen pada tahun 2004 menjadi 15,04 persen pada tahun 2013 (BPS, 2013).

(25)

Indonesia. Masalah pertanian merupakan indikator penting untuk mengukur tingkat kesejahteraan kehidupan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Akan tetapi dengan adanya penguasaan modal asing dalam sektor industri, hasil olahan pertanian dan perkebunan yang menjadi wujud nyata dari liberalisasi seperti adanya UU PMA (Penanaman Modal Asing) mengakibatkan ekonomi rakyat tidak mendapatkan kekuatan untuk dapat bersaing.

Pertanian bukan hanya sekedar suatu usaha ekonomi, tetapi lebih jauh dari itu bahwa usaha pertanian adalah kehidupan itu sendiri, karena mayoritasnya manusia bergantung pada pangan dari hasil pertanian. Oleh karena itu, keselamatan dan kesejahteraan hidup manusia sangat bergantung oleh kondisi pertanian itu sendiri. Maka dari itu, melindungi dan memenuhi hak-hak asasi petani merupakan suatu keharusan untuk kelangsungan manusia itu sendiri.

Reaksi para petani yang ada untuk menjawab persoalan yang dihadapi dalam hal agraria dapat dikatakan begitu kompleks. Situasi agraria yang tidak menentu ini diakibatkan begitu banyaknya sistem yang menyimpang dari kepentingan rakyat petani. Ini tercermin dari keberpihakan pemerintah sebagai eksekutor negara kepada sistem kapitalisme yang memakai semangat modal, industrialisasi dan pasar. Kesemua hal itu mengakibatkan petani terpinggirkan oleh persaingan yang ada di dalam ekonomi kapitalisme, yang malah akan menyeret para petani dalam arus persaingan modal. Maka tidak diherankan apabila ditemukan para pekerja buruh tani bekerja di tanah yang sebelumnya mereka miliki.

(26)

yang mengakibatkan sistem produksi yang beroperasi tidak akan ekonomis. Mempertahankan keadaan demikian sama artinya dengan memperpendek jangkauan pemikiran petani, sehingga makin menurunkan harkat hidupnya secara indivindu maupun sosial. Hal tersebut harus dihentikan dengan mengenalkan tatanan kelembagaan yang dapat mengkonsolidasikan tanah-tanah kedalam satuan luas dengan skala ekonomi yang lebih menguntungkan.

Melihat situasi agraria yang ada, memunculkan gejolak pertentangan sosial dari masyarakat atau petani. Petani mulai berpikir kritis untuk menyikapi hal-hal tersebut. Munculnya kelompok-kelompok petani dan organisasi-organisasi petani seakan mengisyaratkan gerakan petani itu akan muncul. Meskipun dulu pada masa orde baru kehidupan berserikat ini sangat ditentang, namun tetap muncul secara tersembunyi. Pada masa demokrasi sekarang semangat munculnya gerakan petani ini tampak dipermukaan, yang salah satu diantaranya adalah Serikat Petani Indonesia (SPI).

SPI merupakan organisasi yang bersifat perjuangan massa dan kader petani Indonesia (pasal 4 ayat 1, Anggaran Dasar SPI) yang juga menggunakan metode pengorganisasian dan pengembangan masyarakat. SPI yang berperan diantaranya sebagai wadah untuk membangun, mengkonsolidasikan dan mempergunakan secara seksama kekuatan ekonomi, politik, sosial, dan budaya yang dimiliki anggota (pasal 13 ayat 1, Anggaran Dasar SPI), dan adapun kegiatan-kegiatannya antara lain melakukan berbagai bentuk pendidikan/kaderisasi bagi anggota (pasal 14 ayat 1, Anggaran Dasar SPI).

(27)

tercapainya tujuan organisasi yang tentunya juga menjadi tujuan dari masyarakat itu sendiri. Proses kaderisasi yang dilakukan Serikat Petani Indonesia (SPI) memiliki capaian atas terbangunnya kesadaran kritis pada jiwa petani, dan menyadarkan petani akan realitas serta dapat menyikapinya dengan tindakan yang efektif. Selain itu juga mengharapkan munculnya sikap, wacana dan keterampilan yang kritis terhadap situasi sosial, ekonomi, dan politik yang dirasakan oleh petani, dan memiliki kemampuan dalam menganalisa dan mencermati kondisi tersebut. Sehingga petani mampu menempatkan diri dan mencari alternatif-alternatif menuju arah kehidupan yang lebih manusiawi dan berkeadilan.

Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan merupakan suatu desa yang mayoritas penduduknya adalah petani, dan memiliki mata pencaharian di sektor pertanian. Sebagian besar dari masyarakat tani di Desa Huta Padang terorganisir dalam organisasi tani yaitu Serikat Petani Indonesia, pada tingkatan Basis yakni Basis Simpang Kopas. Basis Simpang Kopas berada dalam kepemimpinan Dewan Pengurus Basis (DPB) SPI Simpang Kopas yang merupakan bagian atau tingkatan paling bawah dalam struktur organisasi Serikat Petani Indonesia (SPI).

(28)
(29)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan penjabaran yang telah disebutkan dalam latar belakang, maka penulis dapat merumuskan masalah yang nantinya akan diteliti. Agar penelitian yang dilakukan terhadap masalah tersebut bisa fokus dan tidak keluar dari alur pembahasannya, dalam pembahasan Skripsi ini penulis mengajukan rumusan permasalahan pokok sebagai berikut :

1. Seperti apa proses pelaksanaan kaderisasi yang dilakukan oleh Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas ?

2. Sejauh mana dampak pelaksanaan kaderisasi yang dilakukan Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat tani di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan ?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan memahami proses pelaksanaan kaderisasi Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas.

(30)

1.3.2. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Secara akademis, dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap kajian dan bacaan di lingkungan mahasiswa Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial yang berminat mengenai studi tentang kaderisasi dalam konteks pengorganisasian dan pengembangan masyarakat terhadap petani.

2. Secara teoritis, dapat mempertajam kemampuan penulis dalam penulisan karya ilmiah, menambah pengetahuan dan mengasah kemampuan berpikir terhadap fenomena sosial, gejala sosial, dan masalah sosial secara kritis hingga solusi dari pelaksanaan kaderisasi dalam pengorganisasian dan pengembangan masyarakat.

(31)

1.4. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan tentang uraian dan teori-teori yang berkaitan tentang masalah dan objek yang akan diteliti, kerangka pemikiran, penelitian terdahulu, hipotesis, definisi konsep, dan definisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi penelitian, sampel penelitian serta teknik penarikan sampel, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data yang diterapkan.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

(32)

BAB V : PENYAJIAN DAN ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta analisisnya.

BAB VI : PENUTUP

(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gerakan Sosial

2.1.1. Gerakan Sosial Sebagai Kekuatan Perubahan Sosial

Faktor-faktor penyebab perubahan sosial ataupun yang mempengaruhi proses suatu perubahan sosial dibagi dalam dua bagian, dari dalam dan luar masyarakat. Faktor-faktor yang mempengaruhi dari dalam masyarakat, yaitu bertambah atau berkurangnya penduduk, penemuan-penemuan baru, pertentangan masyarakat, dan terjadinya pemberontakan atau revolusi. Sedangkan dari luar masyarakat ialah sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada disekitar manusia, peperangan, dan pengaruh kebudayaan masyarakat lain (Soekanto, 1982: 318).

(34)

Banyak pakar yang menyimak peran khas gerakan sosial. Blummer (1951) melihat gerakan sosial sebagai salah satu cara untuk menata ulang masyarakat modern, hingga Killian (1964) juga mengatakan bahwa gerakan sosial sebagai pencipta perubahan sosial, dan Adamson & Borgos (1984) menyatakan bahwa gerakan massa dan konflik yang ditimbulkan adalah agen utama perubahan sosial (Eric, 1988: 321). Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Gerakan sosial adalah tindakan atau agitasi terencana yang dilakukan sekelompok masyarakat yang disertai program terencana dan ditujukan pada suatu perubahan atau sebagai gerakan perlawanan untuk melestarikan pola-pola dan lembaga masyarakat yang ada.

Faktor utama yang melatarbelakangi rasa keinginan terhadap perubahan dari suatu gerakan adalah cita-cita dari manusia itu sendiri. Seperti apa yang disampaikan oleh Ali Syari’ati bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki cita-cita dan merindukan sesuatu yang ideal, dimana usaha untuk mecapai cita-cita merupakan faktor utama dalam pergerakan dan kesempurnaan manusia. Faktor inilah yang mendorongnya untuk tidak tinggal diam saja di alam, kehidupan dan lingkaran, realitas yang ada, tetap dan terbatas. Inilah kekuatan yang mendorongnya untuk selalu berpikir , menggali, mengkaji, mencari kebenaran, mencipta dan melakukan pembentukan fisik dan spiritual (Syari’ati, 1992: 49). 2.1.2. Pendidikan Dalam Membangun Kesadaran Kritis

(35)

sosial global”. Dengan demikian, peran kependidikan organisasi gerakan sosial, pendidik, dan pemimpin adalah mencakup pencapaian tujuan jangka pendek (bersifat praktis) dan tujuan jangka panjang (bersifat ideologi) untuk menghasilkan transformasi sosial. Upaya untuk memunculkan kesadaran dan pendidikan kritis (termasuk yang dilakukan oleh organisasi gerakan sosial) merupakan bagian terpenting dalam seluruh proses perubahan sosial atau transformasi sosial.

Pendidikan yang merupakan proses penyadaran, ialah suatu pokok determinasi dalam proses gerakan sosial. Suatu kesadaran kritis terhadap realitas sangat dibutuhkan sebagai dasar sejarah atas permasalahan-permasalahan yang dihadapi masyarakat. Maka oleh karena itu, pendidikan yang membebaskan dan melahirkan kesadaran kritis pada masyarakat ialah pokok kekuatan dari proses kaderisasi dalam pengorganisasian masyarakat.

Di Indonesia, pendidikan sebagai proses penyadaran dan pembebasan akan sangat sulit ditemukan. Selain dari permasalahan komersialisasi pendidikan dimana tidak semua kalangan ekonomi yang mampu merasakan dunia pendidikan formal, terdapat juga permasalahan yang lain, yaitu konsep belajar dan mengajar antara guru dan murid ternyata menjadi permasalahan yang tersistem. Dimana konsep pendidikan tersebut juga dimaksud oleh Paulo Freire dengan sebutan pendidikan gaya Bank.

(36)

penabungnya. Yang terjadi bukanlah proses komunikasi, tetapi guru menyampaikan pernyataan-pernyataan dan mengisisi tabungan yang diterima, dihafal, dan diulangi dengan patuh oleh para murid (Freire, 1984 : 52). Pendekatan gaya bank dalam pendidikan orang dewasa, tidak akan menyarankan kepada peserta didik agar mereka melihat realitas secara kritis.

Permasalahan yang dilahirkan melaui metode pendidikan gaya bank yang tidak sesuai dengan prsoses gerakan pembebasan yang humanis menuntut adanya pola pendidikan yang bersifat humanis dan suatu proses pembebasan yang melahirkan kesadaran kritis. Menurut Paulo freire bahwa hanya dialoglah yang mununtut adanya pemikiran kritis, yang mampu melahirkan pemikiran kritis.1

2.2. Pengorganisasian Dan Pengembangan Masyarakat

Tanpa dialog tidak akan ada komunikasi, dan tanpa komunikasi tidak akan mungkin ada pendidikan sejati.

Mc. Millan Wayne (1947) mengatakan bahwa community organizing dalam pengertian umum adalah suatu usaha yang ditujukan untuk membantu kelompok-kelompok dalam mencapai kesatuan tujuan dan tindakan. Hal ini merupakan praktek yang tujuannya adalah untuk mencapai sumber-sumber daya yang dibutuhkan oleh dua atau lebih kelompok-kelompok yang ada. G. Ross Murray juga mengatakan bahwa community organizing ialah suatu proses dengan mana suatu masyarakat menemukan kebutuhan-kebutuhan dan tujuannya adalah untuk menciptakan teoritis diantara kebutuhan-kebutuhan, juga menemukan sumber-sumber baik sumber informal (dari masyarakat sendiri) maupun sumber eksternal (dari luar masyarakat) agar masyarakat dapat meningkatkan dan

(37)

mengembangkan sikap-sikap dan praktek-praktek cooperative didalam masyarakat (Agus Suriadi, dalam buku diktat kuliah Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, 2005: 5).

Murray G.Ross juga mengemukakan beberapa pendapat mengenai community organizing (Suriadi, 2005: 12), ialah:

1. Proses menghasilkan suatu kemajuan yang efektif berupa penyesuaian antara sumber-sumber kesejahteraan sosial dan kebutuhan kesejahteraan sosial yang sesuai dengan areal geografis masyarakat setempat.

2. Community oganization juga berusaha untuk mencari kebutuhan yang potensial dari masyarakat setempat.

3. Untuk mecapai tujuan pada program-program community organization perlu diadakan pendekatan antara disiplin ilmu.

4. Pendekatan antara disiplin ilmu tersebut haruslah pada social therapy yang sifatnya menyeluruh dan melalui proses secara bertahap.

Beberapa asumsi/nilai yang mendasari community organization (Suriadi, 2005: 7), yaitu :

1. Seorang CO worker harus dapat membina sikap “cooperative”.

(38)

social action, social planning, dan social development merupakan proses dari community organizing yang dimana posisinya masing-masing berdiri sendiri. 2. Co bergerak dari nilai tradisional kearah nilai philosofi pekerjaan sosial.

Nilai tradisional berupa nilai keagamaan dan kemanusiaan, sedangkan nilai philosofinya merupakan prinsip partisipasi, prinsip kemandirian masyarakat untuk memecahkan masalahnya, prinsip untuk menghargai individu/kelompok yang ada dalam masyarakat, dan prinsip demokrasi.

Community development merupakan proses dimana usaha masyarakat bertemu dengan usaha pemerintah untuk meningkatkan kondisi, baik kondisi ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat (Perserikatan Bangsa-Bangsa). Arthur Durkheim menyatakan bahwa community development adalah suatu proses yang bertujuan untuk meningkatkan keadaan ekonomi dan sosial seluruh masyarakat dengan partisipasi aktif masyarakat (Agus Suriadi, dalam buku diktat Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara; 2005: 30).

(39)

development merupakan perencanaan dibidang ekonomi dan juga aspek-aspek kolektivitas untuk meningkatkan pengembangan tingkat pendapatan dimana tujuan akhirnya adalah peningkatan kesejahteraan sosial (Irwin Sanders dalam Suriadi, 2005: 31).

Semua pengembangan masyarakat seharusnya bertujuan membangun masyarakat. Pengembangan masyarakat melibatkan pengembangan modal sosial, memperkuat interaksi sosial dalam masyarakat, menyatukan mereka, dan membantu mereka untuk saling berkomunikasi dengan cara yang dapat mengarah pada dialog yang sejati, pemahaman dan aksi sosial. Pengembangan masyarakat sangat diperlukan jika pembentukan struktur dan proses level masyarakat yang baik dan langgeng ingin dicapai (Putnam, 1993; Tesoriero & Ife, 2008: 363).

2.3. Kaderisasi (Pendidikan Organisasi)

2.3.1. Pengertian Kaderisasi

Kaderisasi berasal dari kata dasar kader, istilah kader memiliki beberapa pengertian. Kata kader berasal dari bahasa Perancis cadre, yang berarti elit atau inti. Jadi, kader merupakan orang-orang yang termasuk dalam jajaran inti suatu organisasi yang memiliki kemampuan lebih dibanding dengan yang pada umumnya.

(40)

Indonesia berarti proses pengkaderan, yaitu sebuah cara perbuatan mendidik atau membentuk seseorang menjadi kader, yang nantinya diharapkan memegang peranan penting dalam masyarakat, ORMAS (Organisasi Masyrakat), partai, dan lain-lain. Drs. Mohammad Hatta (wakil presiden pertama Indonesia) menegaskan bahwa “kaderisasi sama artinya dengan edukasi atau pendidikan, pendidikan tidak harus diartikan pendidikan formal, melainkan dalam pengertian yang lebih luas” (stikes-biges.blogspot.com : 30/3/2015 pukul 10.22 WIB).

2.3.2. Tujuan Kaderisasi

(41)

2.3.3. Pentingnya Pendidikan SPI sebagai Organisasi Perjuangan Petani Termaktub dalam GBHO SPI, bahwa pendidikan harus diarahkan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman kader dan massa tani terhadap struktur organisasi dan berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh SPI, sehingga terjadi pemerataan pemahaman dan persepsi bagi anggota. Demikian juga meningkatkan pengetahuan dan pemahaman kader dan massa tani terhadap berbagai persoalan yang dihadapi mulai dari tingkat basis, nasional hingga internasional. Meningkatkan keterampilan dalam memperkuat organisasi tani sebagai organisasi gerakan berbentuk unitaris, meningakatkan keterampilan dalam melakukan berbagai perjuangan atas hak demokrasi dan hak konstitusional kaum tani. Meningkatkan keterampilan tentang teknik-teknik pertanian berkelanjutan yang mampu memacu berkembangnya ekonomi petani. Pendidikan dan latihan ini juga harus melahirkan kader-kader petani yang andal, tangguh dan militan, serta mampu melahirkan pemimpin-peminpin petani yang berwatak demokratis, berkemampuan politik sesuai asas SPI, dan mengakar pada massa.

Pendidikan harus pula memberikan kesempatan dan mendorong tumbuh dan kuatnya peran petani-petani perempuan dalam organisasi, sehingga keputusan organisasi dapat diambil secara maksimal dan dalam perspektif yang emansipatorik. Oleh karena itu, harus dirumuskan strategi bagi penguatan, penumbuhan, dan pengembangan petani perempuan, sehingga mereka memiliki kesempatan yang sama dalam memperoleh setiap akses baik didalam maupun diluar organisasi.

(42)

- Terbangunnya kesadaran kritis di jiwa petani, tidak lagi ada kesadaran yang naïf dan magis. Kesadaran kritis untk menciptakan terjadinya perubahan atau perombakan sistem atau struktur sosial yang menindas dan tidak adil.

- Pendidikan secara kritis menyadarkan petani akn realitas dengan cara yang mengakibatkan tindakan yang efektif terhadap realitas itu.

- Memunculkan sikap, wacana dan keterampilan yang kritis terhadap situasi sosial, ekonomi dan politik yang paling nyata dirasakan oleh petani.

- Dan agar petani mempunyai kemampuan dalam menganalisa serta mencermati perubahan situasi sosial ekonomi, politik, serta budaya bangsa, sehingga petani mampu menempatkan diri dan mencari alternatif-alternatif menuju arah kehidupan yang lebih manusiawi dan berkeadilan. 2.3.4. Tujuan Pendidikan SPI

Tujuan Umum

1. Secara umum pendidikan SPI bertujuan; melahirkan atau membentuk massa, anggota dan kader organisasi yang kritis, radikal, militant, revolusioner sebagai pejuang, penggerak, penyatu dan penjaga semangat perlawanan agar organisasi mampu mewujudkan posisi dan perannya secara terus-menerus. 2. Mendorong pembaruan dan perombakan sosial ekonomi, sosial politik dan

(43)

Tujuan Khusus

1. Melahirkan dan membentuk kader organisasi SPI sebagai pejuang dan penjaga semangat perlawanan terhadap sistem dan struktur yang tidak adil. 2. Penanaman nilai-nilai organisasi perjuangan dari sebuah perwujudan proses

penyadaran kepada anggotanya sehingga dapat membangkitkan semangat perjuangan kaum tani dalam menegakkan hak-haknya.

2.3.5. Pendidikan Kader

Pendidikan merupakan tugas atau hal yang penting bagi kader, karena perjuangan rakyat haruslah perjuangan yang memiliki dasar. Setiap langkah kader harus didasar atas kesadaran bahwa apa yang dilakukannya merupakan kebutuhan perjuangan. Dengan pendidikan kita dapat menentukan apa yang hendak dilakukan, merumuskan rencana, dan cara memenuhi kebutuhan perjuangan. Jadi, pendidikan memberikan pedoman bagi perjuangan.

(44)

2.4. Petani

2.4.1. Pengertian dan Kehidupan Petani

Petani menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah orang yang pekerjaannya bercocok tanam. Kehidupan petani identik dengan kehidupan pedesaan. Amri Marzali membedakannya menjadi peladang atau pekebun, peisan (dari bahasa Inggris Peasant), dan petani pengusaha atau farmer. Sebagian besar petani yang ada di Indonesia merupakan peisan atau petani pemilik yang sekaligus juga menggarap lahan pertanian yang mereka miliki.

Petani peladang atau pekebun menurut Dobby (1954), merupakan tahap yang istimewa dalam evolusi dari berburu dan meramu sampai pada bercocok tanam yang menetap. Keistimewaan itu kelihatannya terdiri dari ciri-ciri hampa seperti tidak adanya hubungan dengan usaha pedesaan dan sangat sedikitnya produksi yang mempunyai arti penting bagi perdagangan. Gourou (1956), secara garis besar menguraikan empat ciri perladangan: (1) dijalankan di tanah tropis yang kurang subur; (2) berupa teknik pertanian yang elementer tanpa menggunakan alat-alat kecuali kampak; (3) kepadatan penduduk rendah; dan (4) menyangkut tingkat konsumsi yang rendah. Pelzer (1957), menyatakan bahwa petani peladang ini ciri-cirinya juga ditandai dengan tidak adanya pembajakan, sedikitnya masukan tenaga kerja dibandingkan dengan cara bercocok tanam yang lain, tidak menggunakan tenaga hewan ataupun pemupukan, dan tidak adanya konsep pemilikan tanah pribadi.

(45)

menyatakan bahwa istilah peasant ditujukan kepada semua penduduk pedesaan secara umum, tidak peduli apapun pekerjaan mereka. Konsep kedua mengacu pada pandangan James C. Scott (1976) dan Wan Hashim (1984), yang menyatakan bahwa peasant tidak mencakup seluruh pedesaan, tetapi hanya terbatas kepada penduduk pedesaan yang bekerja sebagai petani saja. Konsep ketiga atau terakhir mengacu pada pandangan Eric Wolf yang kemudian diikuti oleh Frank Ellis (1988), yang menyatakan bahwa peasant ditujukan untuk menunjukkan golongan yang lebih terbatas lagi, yaitu hanya kepada petani yang memiliki lahan pertanian, yang menggarap sendiri lahan tersebut untuk mendapatkan hasil yang digunakan untuk memenuhi keperluan hidupnya, bukan untuk dijual, atau yang di Indonesia biasa disebut sebagai petani pemilik penggarap (Witrianto witrianto.blogdetik.com : 28/3/2015 pukul 20.48 WIB).

Konsep mengenai farmer atau petani kaya adalah petani-petani kaya yang lebih mempunyai kecenderungan untuk menanamkan kembali modalnya didalam kegiatan usaha tani (capital oriented). Mereka lebih mempunyai bentuk-bentuk lembaga ekonomi yang lebih modern seperti bank koperasi desa, BUUD, dan lain-lain. Selanjutnya oleh karena adanya kemampuan ekonomi yang lebih besar terjadi kecenderungan menumpuknya tanah kepada mereka dengan beli ataupun sew

(46)

seluruhnya atau sebagian kepada produksi yang subsisten, kurang memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan dab pelayanan lainnya (Soekartawi, 1986: 1).

Dari segi ekonomi, ciri yang sangat penting pada petani kecil ialah terbatasnya sumberdaya dasar tempat ia mengusahakan pertanian. Pada umumnya mereka hanya menguasai sebidang lahan kecil, kadang-kadang disertai dengan ketidakpastian dalam pengelolaannya. Lahannya selalu tidak subur dan terpisah-pisah dalam beberapa petak. Mereka mempunyai tingkat pendidikan, pengetahuan, dan kesehatan yang sangat rendah. Mereka sering terjerat oleh hutang dan tidak terjangkau oleh lembaga kredit dan sarana produksi. Walaupun petani-petani kecil mempunyai ciri yang sama, yaitu memiliki sumberdaya yang terbatas dan pendapatan yang rendah, namun cara bekerjanya tidak sama. Oleh karena itu, petani kecil tidak dapat dipandang sebagai kelompok yang serba sama, walaupun mereka berada di suatu wilayah kecil (witrianto.blogdetik.com : 27/3/2015 pukul 20.55 WIB).

2.4.2. Kaum Tani : Masyarakat Terbelah

(47)

Orang yang terdidik, yang kehidupannya sebagian didalam komunitas lokal dan sebagian didalam lingkungan yang lebih urban (sekurang-kurangnya secara mental) menganggap remeh petani. “Oh what a rogue and peasant slave am I!”, demikian teriak Hamlet di dalam salah satu dari berbagai cara yang sering digunakan untuk menghina dirinya sendiri. Diseluruh dunia kata-kata itu dipakai untuk orang desa oleh orang kota yang berarti penghinaan, sikap rendah diri, atau (dan inilah lawan dari sikap tersebut) suatu kekaguman tertentu terhadap kebaikan dari yang sederhana, yang primitif, dan yang tabah. Di pihaknya petani mengakui rasa rendah dirinya yang relatif misalnya dalam kebudayaan dan prilaku akan tetapi secara alamiah mengklaim kebijakan yang diberikan kepadanya dan melihat orang kota sebagai penganggur, atau palsu, dan boros. Dia melihat dirinya rendah dalam hubungan dengan kebudayaan umum akan tetapi meskipun demikian dengan sebuah cara hidup yang secara moral lebih tinggi daripada orang kota.

(48)

ditekankan. Sjoberg mengatakan “elite memamerkan kepada petani prestasi yang dinilai sangat tinggi, memberikan kepada sistem sosial petani dengan suatu pembenaran yang luar biasa untk eksistensi dan kelangsungan hidupnya”.

Imam dan senator dalam paroki Kanada Perancis, intelligentsia di desa Bulgaria dan Senoritos di Andalusia, di komunitas petani di India Timur kaum pundits dan guru, menunjukkan dengan contoh-contohnya dan menderita dengan ajarannya tentang suatu versi lain dan yang lebih tinggi tentang kehidupan tani sebagai suatu lingkaran kecil yang bertumpang-tindih dengan kebudayaan yang jauh lebih besar dan kurang jelas batasannya, atau dapat dibayangkan bahwa kehidupan petani sebagai lingkaran lebih rendah yang melingkar naik ke dalam spiral kebudayaan yang menyebar ke atas. Bila yang mempelajari masyarakat petani harus melukiskan hubungan sosial masyarakat tersebut, maka dia akan mempelajari hubungan sosial yang menghubungkan dimensi kebudayaan yang lebih tinggi kepada dimensi yang lebih rendah atau dimensi petani (Redfield, 1985: 49-50).

2.4.3. Kepentingan Kelas Petani

(49)

Setiap kelas memiliki kepentingannya sendiri, yang berbeda dengan kepentingan kelas lainnya. Kepentingan kelas petani ialah terjaminnya segala unsur yang berkaitan langsung dengan kelangsungan kemakmuran hidupnya sebagai petani. Bila dikelompokkan, maka ada tiga pokok kepentingan kelas petani (Konsorsium Pembaruan Agraria, Seri Panduan Organisasi Tani–8, Kader Petani, 1998: 5), yaitu :

1. Terjaminnya sarana produksi petani.

2. Meningkatkan kemakmuran petani melalui hasil pertanian yang bagus dan harga jual yang layak.

3. Terbebasnya petani dari penghisapan dan penindasan. 2.5. Kader Petani

2.5.1. Pengertian Kader Petani

(50)

Untuk mengubah diri bukanlah suatu hal yang mudah, perubahan diri membutuhkan waktu yang panjang dan dilakukan sejalan dengan jalannya perjuangan itu sendiri. Perubahan menjadi kader petani sejati menuntut kader untuk mencela pikiran, perasaan dan tindakan dirinya yang salah, karena akan merugikan perjuangan petani. Sebaliknya, ia juga dituntut untuk selalu memuji pikiran, perasaan dan tindakan yang benar karena memihak perjuangan petani (Konsorsium Pembaruan agraria, Seri Panduan Organisasi Tani–8, Kader Petani, 1998: 7-8).

2.5.2. Tantangan Kader Petani - Tugas dan tanggung jawab

Seorang kader menghargai sepenuhnya tugas dan tanggung jawabnya dalam perjuangan, mengetahui bahwa tugas dan tanggung jawabnya merupakan bagian dari cita-cita luhur untuk membangunkan petani, memerdekakan diri dari penindasan dan penghisapan. Dengan demikian, seorang kader mendahulukan kepentingan rakyat petani diatas kepentingan pribadi.

- Resiko Perjuangan

(51)

- Massa Petani

Massa petani adalah andalan untuk tujuan perjuangan. Dalam proses perjuangan, seorang kader harus percaya bahwa massa merupakan kekuatan utama yang tidak dapat digantikan oleh kekuatan apapun. Massa yang mengalami penderitaan, maka massalah yang seharusnya bangkit melawan penindasan dan pemerasan. Sebab tujuan perjuangan adalah merubah penindasan menjadi kemerdekaan.

- Kawan

Seorang kader selalu bersatu dengan kader lainnya, mencintai dan selalu memikirkan kawannya, bahkan kepada kader perjuangan lain yang tidak dikenal sekalipun. Ikut memecahkan masalah kawan, baik masalah perjuangan maupu masalah pribadi. Seorang kader membantu dan memberikan dorongan kepada kawannya dalam menempah diri menjadi kader sejati, penderitaan dan kebahagiaan kawannya adalah penderitaan dan kebahagiaan dirinya juga (Konsorsium Pembaruan agraria, Seri Panduan Organisasi Tani–8, Kader Petani, 1998: 10-12).

2.6. Sosial Ekonomi

(52)

sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berakar dari kata dalam bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar komunitas teratur.

Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi terhadap barang dan jasa. Istilah "ekonomi" sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikos yang berarti "keluarga, rumah tangga" dan nomos yang berarti "peraturan, aturan, hukum". Secara garis besar, ekonomi diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah tangga". Sementara yang dimaksud dengan ahli ekonomi atau ekonom adalah orang menggunakan konsep ekonomi dan data dalam bekerja. Manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk ekonomi pada dasarnya selalu menghadapi masalah ekonomi. Inti dari masalah ekonomi yang dihadapi manusia adalah kenyataan bahwa kebutuhan manusia jumlahnya tidak terbatas, sedangkan alat pemuas kebutuhan manusia jumlahnya terbatas. Beberapa faktor yang memengaruhi sehingga jumlah kebutuhan seseorang berbeda dengan jumlah kebutuhan orang lain ialah faktor ekonomi, lingkungan sosial budaya, fisik, pendidikan, dan moral (id.wikipedia.org : 27/3/2015 pukul 21.38 WIB).

(53)

investasi. Manusia selalu ingin memenuhi kebutuhan hidupnya baik moral maupun material. Kebutuhan pokok atau basic human needs dapat dijelaskan sebagai kebutuhan yang sangat penting guna kelangsungan hidup manusia. Abraham Maslow mengungkapkan kebutuhan manusia terdiri dari kebutuhan dasar fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan kasih sayang, kebutuhan akan dihargai dan kebutuhan mengaktualisasikan diri (www.psychologymania.com : 27/3/2015 pukul 22.02 WIB).

Menurut Melly G Tan bahwa kedudukan sosial ekonomi mencakup 3 (tiga) faktor yaitu pekerjaan, pendidikan, dan penghasilan. Pendapat diatas didukung oleh MaMahbud UI Hag dari Bank Dunia bersama dengan James Grant dari Overseas Development Council mengatakan bahwa kehidupan sosial ekonomi di titik beratkan pada pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan dan air yang sehat yang didukung oleh pekerjaan yang layak. Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa status sosial ekonomi adalah kemampuan seseorang untuk mampu menempatkan diri dalam lingkungannya sehingga dapat menentukan sikap berdasarkan atas apa yang dimilikinya dan kemampuan mengenai keberhasilan menjalakan usaha dan berhasil mencukupinya (www.psychologymania.com : 27/3/2015 pukul 22.02 WIB).

2.7. Kesejahteraan Sosial

(54)

pelayanan-pelayanan sosial dan institusi-institusi yang dirancang untuk membantu individu-individu dan kelompok-kelompok guna mencapai standar hidup dan kesehatan yang memadai dan relasi-relasi personal dan sosial sehingga memungkinkan mereka dapat mengemban kemampuan dan kesejahteraan sepenuhnya selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakatnya.

Kesejahteraan sosial sebagai kegiatan pertolongan diyakini telah ada sejak masyarakat primitif sekalian dalam bentuk tolong-menolong untuk mengatasi masalah yang dihadapi anggotanya. Kesejahteraan sosial memiliki fungsi-fungsi antara lain ialah: (Fahrudin, 2012: 12-13)

1. Fungsi pencegahan (Preventive)

Kesejahteraan sosial ditujukan untuk memperkuat individu, keluarga, dan masyarakat supaya terhindar dari maslah-maslah sosial baru.

2. Fungsi Penyembuhan (Curative)

Kesejahteraan sosial ditujukan untuk menghilangkan kondisi-kondisi ketidakmampuan fisik, emosional, dan sosial agar orang yang mengalami masalah tersebut dapat berfungsi kembali secara wajar dalam masyarakat. Dalam fungsi ini tercakup juga fungsi pemulihan (rehabilitasi).

3. Fungsi Pengembangan (Development)

Kesejahteraan sosial berfungsi untuk memberikan sumbangan langsung maupun tidak langsung dalam proses pembangunan atau pengembangan tatanan dan sumber-sumber daya sosial dalam masyarakat.

4. Fungsi Penunjang (Supportive)

(55)

Sebagai pekerja sosial yang merupakan stakeholder dalam kesejahteraan sosial, dan seperti apa juga yang disampaikan oleh the International Federation of Social Workers (IFSW) dimana profesi pekerjaan sosial ialah berfungsi untuk meningkatkan perubahan sosial, pemecahan masalah, dalam hubungan-hubungan manusia serta pemeberdayaan dan pembebasan orang untuk meningkatkan kesejahteraan, dimana prinsip-prinsip hak asasi manusia dan keadilan sosial merupakan dasar bagi pekerja sosial (Fahrudin, 2012: 62).

Dalam hubungan antara pekerja sosial dengan pengorganisasian dan pengembangan masyarakat dimana Murray adalah seorang pekerja sosial yang berkecimpung sebagian besar hidupnya di lingkungan masyarakat dan dia dalam bukunya “CO Theory Principles and Practice”, berpendapat bahwa pekerja sosial yang ada di masyarakat biasanya adalah pekerja sosial yang bekerja di organisasi-organisasi kemasyarakatan dimana organisasi-organisasi kemasyarakatan tersebut bertujuan memajukan/pengembangan kesejahteraan masyarakat dimana hal tersebut tidak terlepas dari lingkungan yang ada (Suriadi, 2005: 7).

2.8. Kerangka Pemikiran

(56)

dihentikan dengan mengenalkan tatanan kelembagaan yang dapat mengkonsolidasikan para petani dalam suatu lembaga komunitas atau organisasi.

Suatu organisasi massa/sosial juga harus melakukan pengembangan terhadap anggota (kader) dalam organisasi tersebut, baik dari aspek pemahaman maupun kehidupan sosial ekonomi mereka. Juga pada petani yang kondisinya dalam suatu ketidakadilan secara sosial ekonomi, yang sebenarnya merupakan hak azasi petani itu sendiri. Upaya pengembangan masyarakat petani yang menjadi anggota (kader) dalam organisasi dilakukan dengan proses kaderisasi untuk mengembangkan kemampuan dan spiritualitas petani, serta penyatuan visi dan misi para petani untuk menyelesaikan permasalahan petani hingga tercapainya tujuan organisasi yang menjadi cita-cita bagi masyarakat tani itu sendiri. Proses kaderisasi dilakukan dengan memberian pendidikan organisasi yang meliputi pendidikan massa, pendidikan dasar atau perkenalan organisasi, pendidikan kader, dan pendidikan keahlian/pelatihan.

Serikat Petani Indonesia (SPI) melaksanakan proses kaderisasi untuk kelompok/masyarakat tani yang terkena imbas dari ketidakadilan dari sebuah sistem yang ada khususnya di daerah-daerah yang menjadi tanggungjawabnya secara organisatoris, dalam penelitian ini khususnya pada masyarakat tani di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan yang tergabung dalam Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas.

(57)

tatanan sosial ekonomi yang lebih ideal bagi petani, dalam aspek pendidikan, sistem produksi, penghasilan, dan kesehatan.

Bagan Kerangka Pemikiran

Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas

Kaderisasi

Kehidupan Sosial Ekonomi Petani Petani

Pendidikan

Sistem Produksi Penghasilan

Kesehatan Pendidikan Massa

Pendidikan Dasar Pendidikan Kader

(58)

2.9. Penelitian/Karya Ilmiah Terdahulu

Adapun yang menjadi penelitian/karya ilmiah terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini, ialah:

a. Yudhistira, Dika. (2011) Skripsi: Gerakan Sosial kaum Tani (Studi Kasus Pengorganisasian Tani di Dewan Pengurus Wilayah Serikat Petani Indonesia Sumatera Utara). Metode penelitian eksploratif dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

b. Amirullah. (2011) Skripsi: Pengaruh partisipasi anggota keluarga petani dalam wadah koperasi basis terhadap sosial ekonomi keluarga petani di kelurahan rengas pulau kecamatan medan marelan kota medan. Metode penelitian eksplanatif dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

c. Sinaga, Randa.(2013) Skripsi: Pengaruh pengorganisasian dan pengembangan masyarakat Serikat Petani Indonesia (SPI) terhadap kondisi sosial ekonomi petani di Desa Mekar Jaya Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Metode penelitian eksplanatif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.

2.10. Hipotesis

(59)

adalah suatu pernyataan sementara yang menyatakan hubungan antara dua variabel atau lebih. Hipotesis harus dirumuskan dalam kalimat pernyataan.

Hipotesis yang baik harus menyatakan hubungan yang jelas dan tegas antara dua atau lebih variabel dan juga membenarkan, bahkan memerlukan pengujian atas kebenaran pernyataan yang dirumuskan. Maka dapat kita simpulkan bahwa hipotesis adalah suatu pernyataan yang menegaskan hubungan antara dua atau lebih variabel dimana pernyataan tersebut merupakan jawaban yang bersifat sementara atas masalah penelitian. Selain itu hipotesis adalah arahan sementara untuk menjelaskan fenomena yang diteliti (Siagian, 2011:149).

Hipotesis itu bias ditolak (H-) dan juga bias diterima (H+), dan bias juga tidak dipengaruhi sama sekali terhadap penelitian yang dilakukan (Hо) (Nawawi, 1998: 43). Adapun hipotesa penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

H+ : Terdapat dampak pelaksanaan kaderisasi Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas yang signifikan terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat tani di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan.

(60)

2.11. Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.11.1. Defenisi Konsep

Konsep merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1989:33). Dalam hal ini defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan dan mendefenisikan istilah-istilah yang digunakan secara mendasar agar tercipta suatu persamaan persepsi dan menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian ini.

Untuk lebih memahami pengertian konsep-konsep yang akan digunakan, maka penulis membatasi konsep-konsep tersebut sebagai berikut:

1. Dampak, yang dimaksud dengan dampak dalam penelitian ini adalah akibat positif atau negatif yang disebabkan oleh suatu peristiwa atau suatu keadaan/kondisi. Dalam hal ini dilihat sejauh mana dampak pelakasanaan kaderisasi Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat tani di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan.

(61)

3. Serikat Petani Indonesia (SPI) adalah sebuah organisasi massa petani di Indonesia. Organisasi ini merupakan wadah perjuangan para petani kecil dan buruh tani yang semakin termarjinalkan dari pembangunan. Fokus perjuangannya adalah pembaruan agraria, hak asasi petani, kedaulatan pangan, pertanian berkelanjutan, dan melawan neoliberalisme.

4. Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas merupakan Serikat Petani Indonesia (SPI) yang berbasis di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan, dalam kepemimpinan Dewan Pengurus Basis (DPB) Serikat Petani Indonesia (SPI) Simpang Kopas. 5. Sosial ekonomi, yang dimaksud dengan sosial ekonomi dalam penelitian

ini adalah suatu kondisi atau kedudukan yang diatur secara sosial dan menempatkan seseorang pada posisi tertentu dalam masyarakat, yang ditentukan berdasarkan tingkat pendidikan, sistem produksi, tingkat penghasilan, dan kesehatan.

(62)

2.11.2. Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah langkah lanjutan dari perumusan defenisi konsep. Defenisi operasional sering disebut sebagai suatu konsep yang semula bersifat statis menjadi dinamis. Wujud operasionalisasi konsep adalah dalam bentuk sajian yang benarbenar terperinci, sehingga makna dan aspek-aspek yang terangkum dalam konsep tersebut terangkat dan terbuka. Defenisi operasional merupakan petunjuk bagaimana suatu variable dapat diukur (Siagian, 2011:141).

Adapun yang menjadi defenisi operasional yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

A. Variabel bebas atau disebut juga X adalah segala gejala, faktor, atau unsur yang menentukan atau mempengaruhi munculnya variable kedua (Nawawi, 1998:57). Dalam penelitian ini yang menjadi variable X adalah kaderisasi Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas, adapun pelaksanaan dari kaderisasi tersebut meliputi :

(63)

b. Pendidikan Dasar/Perkenalan Organisasi, yang merupakan proses belajar mengajar materi dasar yakni mengenal organisasi secara umum untuk anggota/anggota pemula yang dilangsungkan secara rutin di tingkat basis. c. Pendidikan Kader, yang merupakan pendidikan berjenjang yang

diselenggarakan sebagai upaya melahirkan kader-kader yang memiliki kemampuan dan kapasitas dalam menerjemahkan kinerja organisasi dan perjuangan. Adapun jenjang kaderisasinya ialah ;

- Kader E : mereka yang terdaftar dalam keanggotaan SPI yang dikeluarkan oleh DPC dan telah lulus pelatihan ke-SPI-an tingkat Satu.

- Kader D : mereka yang terdaftar dalam keanggotaan SPI yang dikeluarkan oleh DPW dan telah lulus pelatihan ke-SPI-an tingkat Dua.

- Kader C : mereka yang terdaftar dalam keanggotaan SPI yang dikeluarkan oleh DPW dan telah lulus pelatihan ke-SPI-an tingkat Tiga.

- Kader B : mereka yang terdaftar dalam keanggotaan SPI yang dikeluarkan oleh DPP dan telah lulus pelatihan ke-SPI-an tingkat Empat (kader inti).

(64)

d. Pendidikan Keahlian/Pelatihan, yang merupakan pendidikan di lingkungan SPI yang mengajarkan keterampilan-keterampilan teknis seperti : budidaya pertanian, pengolahan hasil pertanian, keterampilan administrasi keuangan, jurnalistik, dan lain-lain.

B. Variabel terikat atau disebut juga Y adalah sejumlah gejala atau faktor maupun unsur yang ada atau muncul dipengaruhi atau ditentukan dengan adanya variabel bebas dan bukan karena adanya variabel lain (Nawawi, 1998:57). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel Y adalah kehidupan sosial ekonomi masyarakat tani, sebelum dan sesudah bergabung bersama Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan. Sosial Ekonomi masyarakat tani tersebut meliputi:

a. Pendidikan (formal, informal, maupun non formal) merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran dalam mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki pengetahuan, kekuatan spiritual, pengendalian diri, kecerdasan, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

(65)

c. Penghasilan, yang dalam hal ini tingkat penghasilan bagi petani yang diukur berdasarkan hasil produksi pertanian, pendapatan, dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

(66)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini adalah penelitian eksplanatif, yaitu suatu penelitian yang dilakukan untuk menemukan penjelasan tentang mengapa suatu kejadian atau gejala yang terjadi. Hasil akhir dalam penelitian ini adalah gambaran mengenai hubungan sebab akibat (Prasetyo dan Janah, 2005:43). Dalam hal ini adalah dampak pelaksanaan kaderisasi Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat tani di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan. Mayoritas masyarakat di Desa Huta Padang berprofesi sebagai petani. Di lokasi penelitian ini juga telah terbentuk Dewan Pengurus Basis (DPB) Serikat Petani Indonesia (SPI) yaitu DPB SPI Simpang Kopas, sebagai wadah gerakan petani dalam roda organisasi yang terorganisir dan administratif.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

(67)

memiliki ciri dan harus didefenisikan secara spesifik dan tidak secara mendua (silalahi, 2009:253).

Populasi dalam penelitian ini adalah petani di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan yang menjadi anggota Serikat Petani Indonesia (SPI), yang berjumlah sebanyak 116 orang dari 5.748 jiwa penduduk Desa Huta Padang.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah wakil dari populasi yang dianggap representatif

Gambar

Tabel 4.1 : Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk
Tabel 4.2 : Distribusi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa
Tabel 4.4 : Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencarian
Tabel 4.5 : Distribusi Pertanian Palawija Penduduk
+7

Referensi

Dokumen terkait