• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENYAJIAN DAN ANALISA DATA

5.1.1 Pendidikan Massa

Kegiatan-kegiatan pendidikan massa yang pernah dilakukan Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas seperti rapat, demonstrasi, diskusi, seminar, dan reclaiming (perjuangan lahan).

- Rapat

Sesuai dengan Anggaran Dasar SPI Pasal 27, jenis-jenis rapat yang dilakukan di tingkat Basis seperti:

a. Musyawarah Basis (MUSBA) atau Musyawarah Basis Luar Biasa (MUSBALUB)

b. Musyawarah Basis Antar Periode (MBAP) c. Rapat Pleno Dewan Pengurus Basis (RP-DPB) d. Musyawarah Majelis Basis Petani (MMBP) e. Rapat Kerja Basis (RAKERBA)

f. Rapat Kerja Badan Pelaksana Basis (RAKER-BPB)

Akan tetapi rapat-rapat tersebut tidak semua dijalankan sesuai dengan ketentuan organisasi atau AD/ART di Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas, rapat yang dijalankan sesuai dengan kebutuhan Basis. Namun selain melakukan rapat-rapat formal yang diatur didalam AD/ART, SPI Basis Simpang Kopas juga melakukan rapat yang sifatnya tidak formal seperti rapat rutin yang dilaksanakan dalam 1 (satu) bulan sekali untuk membahas program/agenda yang akan dilakukan. Namun setelah dilaksanakannya rapat rutin, juga dilaksanakan rapat lanjutan untuk membahas atau menindaklanjuti pembahasan yang dilakukan pada rapat rutin yang telah dilakukan dalam setiap bulannya.

- Demonstrasi

Demonstrasi sebagai kegiatan/upaya yang dilakukan petani untuk merubah keadaan menuju suatu kondisi yang dicita-citakan. Dimana dengan melakukan demonstrasi para petani/anggota dapat menyampaikan aspirasi mereka terhadap kondisi yang mereka alami, dan juga untuk menuntun hak-hak mereka sebagai petani dan warga negara. Demontrasi ataupun aksi juga dilakukan untuk memberikan tekanan politik berbentuk mobilisasi massa aksi terhadap rezim dan lawan petani yang anti permbaruan agraria, agar dijalankannya pembaruan agraria yang sejati, dan sebagai pemenuhan hak-hak demokratis kaum tani.

Biasanya anggota SPI Basis Simpang Kopas melakukan aksi demonstrasi kepada pihak perusahaan perkebunan dan juga pihak pemerintah. Aksi demonstrasi juga selalu dilakukan di Hari Tani Nasional bersama seluruh anggota

Serikat Petani Indonesia (SPI) Sumatera Utara (Sumut) dibawah koordinasi DPW SPI Sumut, yang dilakukan serentak bersama SPI di wilayah lainnya.

- Seminar

Adapun seminar yang pernah dilakukan SPI Basis Simpang Kopas di Desa Huta Padang selalu bertemakan tentang pertanian berkelanjutan, undang-undang yang mengatur tentang pertanian, dan hak asasi petani. Sehingga masyarakat tani Desa Huta Padang/anggota mendapatkan keterampilan teknik-teknik pertanian berkelanjutan yang mampu memacu berkembangnya ekonomi petani, dan keterampilan dalam melakukan berbagai perjuangan atas hak-hak demokrasi dan hak-hak konstitusional kaum tani, juga memperluas pengetahuan umum mereka dalam lingkungan sosial dan kehidupan bernegara.

- Reclaiming

Reclaiming merupakan bentuk praktek perjuangan dengan melakukan aksi pendudukan lahan untuk merebut kembali tanah nenek moyang mereka yang telah dikuasi oleh pihak perkebunan. Proses reclaiming memaksa pemerintah untuk merespon tuntutan petani atau bernegosiasi dengan pihak lawan untuk mengembalikan tanah yang menjadi hak-hak petani. Meski kerap mengalami kriminalisasi dan penangkapan atas aksi-aksi reclaiming lahan yang dijalankan, Serikat Petani Indonesia (SPI) menyatakan bahwa tindakan tersebut legal dan memiliki payung hukum.

Sebelum melakukan reclaiming dengan menduduki lahan, SPI mengumpulkan bukti-bukti bahwa lahan tersebut telah dirampas dari petani. Bukti

bukti formal surat kepemilikan tanah turut dirampas dan dimusnahkan. Bukti sejarah dan pengumpulan fakta-fakta di lapangan, dianggap cukup untuk menjadi dasar pendudukan lahan. Secara hukum, aksi reclaiming yang dilakukan SPI didasarkan pada Hak Konstitusi UUD 1945, UU Pokok Agraria, serta PP Nomor 224 tahun 1961.

5.1.2. Pendidikan Dasar/Perkenalan Organisasi

Pokok bahasan yang disampaikan pada pendidikan dasar adalah pendidikan yang bersifat ke-organisasian secara umum dan mendasar, penyampaian informasi dan penyadaran serta perkenalan organisasi SPI. Adapun sasaran peserta dalam pendidikan ini adalah petani kecil, petani penyewa kecil, buruh tani, buruh perkebunan, orang-orang tak bertanah, dan pemuda/pemudi yang berkeinginan kuat menjadi petani yang kemudian mengajukan permohonan untuk menjadi anggota SPI. Minimal peserta berusia 17 (tujuh belas) tahun, atau sudah menikah.

Penanggung jawab atas terlaksananya pendidikan ini adalah Dewan Pengurus Cabang (DPC) atau Panitia Persiapan Cabang yang berkoordinasi dalam penyelenggaraannya dengan pelaksana pendidikan di tingkat ranting atau basis yang bertugas menjalankan fungsi pendidikan). Pelaksanaan pendidikan dasar dilaksanakan selama 2 (dua) hari, tempat penyelenggaraanya biasanya dilakukan di basis (balai pertemuan desa, rumah penduduk, dll). Penilaian hasil belajar dalam pendidikan ini adalah keaktifan dan secara penuh mengikuti proses pendidikan, adapun kelulusan tahap pendidikan ini ditandai dengan Kartu Tanda

Anggota (KTA), serta aktif mengikuti pertemuan organisasi. Peserta lulusan pendidikan dasar akan diproyeksikan mengikuti pendidikan lanjutan/kader.

Menurut informasi yang diterima dari ibu Maulina Sitorus (Ketua DPB SPI Simpang Kopas) bahwa dahulu pelaksanaan pendidikan dasar dilaksanakan dengan rutin untuk memberikan pemahaman dan persepsi bagi anggota tentang bagaimana hak yang seharusnya dan kondisi yang mereka alami. Namun penyelenggaraan pendidikan dasar sudah cukup lama tidak dilaksanakan karena kurangnya perhatian oleh pihak DPC SPI Asahan dibawah koordinasi DPW SPI Sumut karena kondisi tertentu. Dengan kondisi yang ada harapannya pelaksanaan pendidikan dasar perlu ditingkatkan untuk generasi penerus SPI Basis Simpang Kopas dan juga anggota basis saat ini.

5.1.3. Pendidikan Kader

Seperti yang telah di jelaskan pada defenisi operasional bahwa pendidikan kader merupakan pendidikan berjenjang yang ada di Serikat Petani Indonesia (SPI), yang diantaranya yaitu pendidikan Kader E, Kader D, Kader C, Kader B, dan Kader A. Berikut adalah penjelasan bagaimana proses pelaksanaan dari masing-masing jenjang pendidikan tersebut.

- Kader E

Adapun tergetan dalam jenjang pendidikan kader E ialah agar terdidiknya anggota tentang pemahaman dasar berorganisasi dan ke SPI-an dan kemampuan mengorganisir serta analisis sosial. Adapun pokok bahasan yang disampaikan pada pendidikan kader E adalah pendidikan yang bersifat ke-organisasian dan

terjadi di sekitarnya (persoalan agrarian dan hak asasi petani), dan mampu menjalankan kegiatan-kegiatan organisasi, serta rasa memiliki terhadap organisasinya.

Sasaran peserta dalam pendidikan ini adalah semua anggota SPI yang telah terdaftar dan mengikuti pendidikan dasar, yang kemudian diidentifikasi untuk menjadi kader. Perserta dalam pendidikan kader E diikuti oleh 25 orang (1 basis terdiri dari 5-10 orang), pendidikan kader E dilaksanakan sekurang-kurangnya sebanyak 2 (dua) kali, sehingga dalam 1 DPC akan terdidik 50 orang kader E. Adapun yang menjadi penanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan ini adalah DPC yang berkoordinasi dengan pelaksana pendidikan tingkat ranting atau basis (yang bertugas menjalankan fungsi pendidikan). Pelaksanaan pendidikan kader E diselenggarakan selama 2 (dua) hari, biasanya diselenggarakan di basis/ranting/cabang (Pusdiklat, balai pertemuan desa, balai kecamatan, rumah penduduk, mesjid, dll). Penilaian hasil belajar adalah keaktifan dan secara penuh mengikuti proses pendidikan, adapun kelulusan tahap pendidikan ini ditandai dengan sertifikat cap kader, serta kegiatan lapangan yang berupa praktek pengorganisasian. Peserta lulusan pendidikan kader E akan diproyeksikan mengikuti pendidikan kader lanjutan, adapun evaluasi dari kader tersebut adalah dari tugas lapangan dan aturan disiplin organisasi yang termaktub dalam AD/ART.

Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh dari ibu Maulina Sitorus (Ketua Basis SPI Simpang Kopas) bahwa pendidikan kader E juga sudah cukup lama tidak diselenggarakan di SPI Basis Simpang Kopas, penyelenggaraan pendidikan kader E yang terakhir kali dilaksanakan di Basis Simpang Kopas

sekitar 3-4 tahun yang lalu. Namun seiring dengan berjalannya waktu juga ada anggota SPI Basis Simpang Kopas yang mengikuti pendidikan kader E yang diselenggarakan di basis lain, akan tetapi tidak dengan jumlah yang begitu banyak. Sehingga masih terdapat anggota yang belum mengikuti pendidikan kader E, dan hanya mengikuti pendidikan dasar. Maka dengan kondisi yang ada dan masih kurang disiplinnya SPI Basis Simpang Kopas dalam status keanggotaan, harapannya pendidikan kader E dapat diselenggarakan dengan rutin sesuai dengan kebutuhan organisasi dan AD/ART SPI.

- Kader D

Yang menjadi tergetan dalam jenjang pendidikan kader D adalah agar terdidiknya anggota tentang pemahaman dasar berorganisasi dan ke SPI. Pendidikan kader D dilaksanakan minimal 3 (tiga) bulan sekali dalam setahun, adapun pokok bahasan yang disampaikan pada pendidikan kader D adalah pendidikan yang bersifat ke-organisasian dan pemahaman tentang tema perjuangan, sehingga kader D mampu melihat, menganalisis dan memecahkan persoalan yang terjadi di sekitarnya, mampu menjalankan kegiatan-kegiatan organisasi dan memiliki kemampuan memimpin organisasi (kepemimpinan).

Sasaran peserta dalam pendidikan ini adalah semua anggota SPI yang telah terdaftar dan telah mengikuti pendidikan kader E, yang kemudian diidentifikasi dan direkomendasikan untuk menjadi kader D. Perserta dalam pendidikan kader D diikuti oleh 20 orang (1 basis minimal terdiri dari 4 orang) dan diikuti minimal 3 ranting. Adapun yang menjadi penanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan ini adalah DPC yang berkoordinasi dengan pelaksana pendidikan

tingkat cabang atau wilayah (yang bertugas menjalankan fungsi pendidikan). Pelaksanaan pendidikan kader D diselenggarakan selama 2 (dua) hari, biasanya diselenggarakan di ranting/cabang (Pusdiklat wilayah/kabupaten, balai kecamatan, rumah penduduk, dll). Penilaian hasil belajar adalah keaktifan dan secara penuh mengikuti proses pendidikan, adapun kelulusan tahap pendidikan ini ditandai dengan sertifikat cap kader, serta kegiatan lapangan yang berupa praktek pengorganisasian. Peserta lulusan pendidikan kader D akan diproyeksikan mengikuti pendidikan kader lanjutan, adapun evaluasi dari kader tersebut adalah dari tugas lapangan dan aturan disiplin organisasi yang termaktub dalam AD/ART.

- Kader C

Tergetan dalam jenjang pendidikan kader C adalah agar terdidiknya anggota/kader tentang kepemimpinan dan pemahaman tema perjuangan. Pendidikan kader C dilaksanakan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan dalam setahun, adapun pokok bahasan yang disampaikan pada pendidikan kader C adalah pemahaman praktek ormas berbentuk kesatuan perjuanga, berpolitik/berjaringan dan pemahaman menghubungkan tema perjuangan sebagai sebuah perlawanan, sehingga kader C mampu melihat, menganalisis dan memecahkan persoalan yang terjadi di sekitarnya, mampu menjalankan kegiatan-kegiatan organisasi dan memiliki kemampuan memimpin organisasi (kepemimpinan).

Sasaran peserta dalam pendidikan ini adalah semua anggota SPI yang telah terdaftar dan telah mengikuti pendidikan kader D, yang kemudian diidentifikasi

dan direkomendasikan untuk menjadi kader C. Perserta dalam pendidikan kader C diikuti oleh 20 orang (minimal dari 3 ranting). Adapun yang menjadi penanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan ini adalah DPW yang berkoordinasi penyelenggaraannya dengan pelaksana pendidikan tingkat cabang atau wilayah (yang bertugas menjalankan fungsi pendidikan). Pelaksanaan pendidikan kader C diselenggarakan selama 2 (dua) hari, biasanya diselenggarakan di ranting/cabang (Pusdiklat wilayah/kabupaten, balai kecamatan, rumah penduduk, dll). Penilaian hasil belajar adalah keaktifan dan secara penuh mengikuti proses pendidikan, adapun kelulusan tahap pendidikan ini ditandai dengan sertifikat cap kader, serta kegiatan lapangan yang berupa praktek pengorganisasian. Peserta lulusan pendidikan kader C akan diproyeksikan mengikuti pendidikan kader lanjutan, adapun evaluasi dari kader tersebut adalah dari tugas lapangan dan aturan disiplin organisasi yang termaktub dalam AD/ART.

- Kader B

Yang menjadi tergetan dalam jenjang pendidikan kader B adalah agar terdidiknya anggota tentang kepemimpinan dan pemahaman tema perjuangan. Pendidikan kader B dilakukan minimal 6 (enam) bulan sekali dalam setahun, adapun pokok bahasan yang disampaikan pada pendidikan kader B adalah pemahaman filosofi pendidikan dan filsafat perjuangan, pemahaman tentang kondisi sosial, ekonomi, politik dan budaya masyarakat Indonesia secara komprehensif. Sehingga kader B mampu melihat, menganalisis dan memecahkan persoalan yang terjadi di sekitarnya, mampu mengkonseptualisasikan perjuangan, dan memiliki kemampuan memimpin organisasi (kepemimpinan).

Sasaran peserta dalam pendidikan ini adalah semua anggota SPI yang telah terdaftar dan telah mengikuti pendidikan kader C, yang kemudian diidentifikasi dan direkomendasikan untuk menjadi kader B. Perserta dalam pendidikan kader B diikuti oleh 20 orang (minimal dari 3 ranting). Adapun yang menjadi penanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan ini adalah DPP yang berkoordinasi penyelenggaraannya dengan pelaksana pendidikan tingkat cabang atau wilayah (yang bertugas menjalankan fungsi pendidikan). Pelaksanaan pendidikan kader B diselenggarakan selama 2 (dua) hari, biasanya diselenggarakan di cabang (Pusdiklat Nasional/wilayah, dll). Penilaian hasil belajar adalah keaktifan dan secara penuh mengikuti proses pendidikan, adapun kelulusan tahap pendidikan ini ditandai dengan sertifikat cap kader, serta kegiatan lapangan yang berupa praktek pengorganisasian dan berjaringan. Peserta lulusan pendidikan kader C akan diproyeksikan mengikuti pendidikan kader lanjutan, adapun evaluasi dari kader tersebut adalah dari tugas lapangan dan aturan disiplin organisasi yang termaktub dalam AD/ART.

- Kader A

Tergetan dalam jenjang pendidikan kader A adalah agar terdidiknya anggota tentang kepemimpinan, kepeloporan dan front serta pemahaman tema perjuangan menuju kekuasaan politik. Pendidikan kader A dilakukan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali dalam setahun, adapun pokok bahasan yang disampaikan pada pendidikan kader A adalah pemahaman filosofi pendidikan dan filsafat perjuangan, pemahaman tentang membangun front persatuan, organisasi dan kekuasaan politik. Sehingga kader A mampu mengkonseptulisasikan praktek

politik front, kepeloporan organisasi menuju kekuasaan, dan memiliki kemampuan pencitraan kepemimpinan dan organisasi.

Sasaran peserta dalam pendidikan ini adalah semua anggota SPI yang telah terdaftar dan telah mengikuti pendidikan kader B, yang kemudian diidentifikasi dan direkomendasikan untuk menjadi kader A. Perserta dalam pendidikan kader A diikuti oleh 20 orang dalam setiap kali pendidikan perwakilan dari wilayah. Adapun yang menjadi penanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan ini adalah DPP yang berkoordinasi penyelenggaraannya dengan pelaksana pendidikan tingkat cabang atau wilayah (yang bertugas menjalankan fungsi pendidikan). Pelaksanaan pendidikan kader A diselenggarakan selama 2 (dua) hari, biasanya diselenggarakan di cabang (Pusdiklat Nasional/wilayah, dll). Penilaian hasil belajar adalah keaktifan dan secara penuh mengikuti proses pendidikan, adapun kelulusan tahap pendidikan ini ditandai dengan sertifikat cap kader, serta kegiatan lapangan yang berupa praktek pengorganisasian dan berjaringan.

5.1.4. Pendidikan Keahlian/Pelatihan

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara jenis pendidikan keahlian/pelatihan yang pernah dilakukan SPI Basis Simpang Kopas terhadap masyarakat/anggota di Desa Huta Padang seperti pelatihan pembibitan, pelatihan pengolahan keuangan organisasi, pendidikan koperasi, dan ada juga pelatihan yang diikuti anggota di basis lain seperti pelatihan pembuatan pupuk yang baru aja dilaksanakan dalam waktu yang tidak begitu lama dengan penelitian ini dilakukan.

Pelatihan yang pernah dilakukan dan direalisasikan oleh anggota SPI Basis Simpang Kopas hingga saat ini adalah pendidikan koperasi, karena sampai saat dilakukannya penelitian ini SPI Basis Simpang Kopas telah memiliki 2 (dua) Koperasi, yaitu koperasi buah yang sudah berjalan selama 1 tahun dan koperasi basis yang sudah berjalan selama 2 bulan hingga penelitian ini dilakukan.

Adapun kendala dari pelatihan yang telah dilakukan yaitu minimnya tindak lanjut atas keahlian yang telah dimiliki masyarakat Desa Huta Padang (anggota), sehingga tidak dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dalam proses pertanian. Namun juga terdapat masyarakat (anggota) yang melakukan pembuatan bibit dengan sendirinya untuk pertanian mereka. Maka dengan kondisi yang ada, harapannya adanya kontrol yang baik dari pihak DPC maupun DPW atas keahlian (skill) yang telah dimiliki masyarakat Desa Huta Padang (anggota) dari pelatihan yang pernah diperoleh. Juga diharapkan kepada pihak pemerintah untuk lebih memperhatikan sumber daya yang mereka miliki, dan memberikan sarana/fasilitas terhadap masyarakat Desa Huta Padang agar kemampuan yang mereka miliki dapat diperdayakan dan menunjang kehidupan ekonomi masyarakat tani di Desa Huta Padang.

5.2 Dampak Pelaksanaan Kaderisasi Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Tani di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan.

Pada bagian ini penulis akan menyajikan dan menganalisis data-data yang diperoleh melalui kuisioner yang diisi oleh responden petani dari anggota Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas di Desa Huta Padang sebanyak 29 orang. Data-data yang terkumpul akan dianalisis untuk melihat dampak pelaksanaan kaderisasi Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat tani tersebut. Agar pembahasan tersusun sistematis, maka pembahasan dalam penelitian ini dibagi menjadi 4 (empat) bagian, yaitu:

1. Analisis karakteristik umum responden,

2. Kaderisasi Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas (variabel X)

3. Kehidupan sosial ekonomi masyarakat tani (variabel Y) 4. Analisis Kuantitatif

5. Analisis Dampak Pelaksanaan Kaderisasi Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Tani di Desa Huta Padang Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan.

6. Analisis penelitian/karya ilmiah terdahu yang terkait

Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas dari data yang telah terkumpul, dapat dilihat pada tabel-tabel distribusi frekuensi berikut beserta

5.2.1 Data Indentitas Responden

TABEL 5.1

Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

No Umur Frekuensi Persentase (%)

1 21 – 30 2 7 %

2 31 – 40 11 38 %

3 41 – 50 10 34 %

4 >50 6 21 %

Total 29 100

Sumber : Data Kuesioner Agustus 2015

Pada tabel 5.1 di atas mayoritas usia responden adalah antara 31-40 tahun yaitu sebanyak 11 jiwa (36%). Kemudian diikuti dengan usia responden antara 41-50 tahun sebanyak 10 jiwa responden (34%), selanjutnya usia antara >50 tahun sebanyak 6 jiwa (21%) dan yang minoritas menjadi responden ialah usia 21-30 tahun yaitu sebanyak 2 jiwa (7%).

Kenyataan ini menunjukkan bahwa mayoritas responden berada pada usia produktif dengan tingkat yang cukup tinggi. Hal tersebut dikarenakan pada usia yang dianggap sebagai pemuda tersebut, petani berada pada posisi tingkat kemampuan fisik dan kesehatan yang lebih baik.

TABEL 5.2

Karakteristik Responden Berdasarkan Agama

No Agama Frekuensi Persentase (%)

1 Islam 12 41 %

2 Kristen Protestan 17 59 %

Total 29 100

Berdasarkan tabel 5.2 hasil dari penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa mayoritas responden beragama Kristen Protestan yaitu berjumlah 17 jiwa (59%). Adapun jumlah responden yang beragama Islam tidak memiliki selisih yang sangat tinggi dibandingkan jumlah responden yang beragama Kristen Protestan, yaitu berjumlah 12 jiwa (41%). Sementara itu, tidak terdapat responden yang beragama Kristen Katolik, Hindu, Budha, maupun Konghucu.

TABEL 5.3

Karakteristik Responden Berdasarkan Suku Bangsa No Suku Frekuensi Persentase (%)

1 Jawa 2 7 %

2 Batak 27 93 %

Total 29 100

Sumber : Data Kuesioner Agustus 2015

Berdasarkan Tabel 5.3 hasil dari penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki suku Batak yaitu berjumlah 27 jiwa (93%), sebagaimana suku mayoritas penduduk Desa Huta Padang. Kemudian diikuti dengan responden yang memiliki suku Jawa berjumlah 2 jiwa (7%). Sementara itu, tidak terdapat responden yang bersuku Aceh, Melayu, Padang dan yang lainnya.

TABEL 5.4

Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

No Pendidikan Frekuensi Persentase (%) 1 SD/ Sederajat 23 79 % 2 SMP/ Sederajat 4 14 % 3 SMA/ Sederajat 2 7 %

Total 29 100

Sumber : Data Kuesioner Agustus 2015

jenjang SD/sederajat sebanyak 23 jiwa (79%), dimana sebagian responden menyatakan masih bernama Sekolah Rakyat. Kemudian diikuti dengan responden yang memiliki jenjang pendidikan SMP/Sederajat sebanyak 4 jiwa (14%), dan kemudian jenjang pendidikan SMA/Sederajat sebanyak 2 jiwa (7%).

Berdasarkan data yang diperoleh oleh penulis pada saat observasi di lokasi penelitian juga didapat keterangan bahwa mayoritas anggota Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas hanyalah berpendidikan (formal) Sekolah Dasar/ Sederajat. Maka dari mayoritas anggota SPI Basis Simpang Kopas yang memiliki jenjang pendidikan formal ditingkat Sekolah Dasar/Sederajat, dapat ditarik kesimpulan bahwa masih rendahnya tingkat pendidikan formal yang dimiliki oleh anggota SPI Basis Simpang Kopas.

TABEL 5.5

Karakteristik Responden Berdasarkan Status Anggota SPI No Status Anggota SPI Frekuensi Persentase (%)

1 Anggota Pemula 4 14 % 2 Anggota Kader (C, D, E) 24 83 % 3 Anggota Kader Inti (A, B) 1 3 % 4 Anggota Kehormatan - -

5 Simpatisan - -

Total 29 100

Sumber : Data Kuesioner Agustus 2015

Berdasarkan tabel 5.5 yang ada diatas, dapat dilihat bahwa yang menjadi responden hanya berstatus sebagai Anggota Pemula, Anggota Kader, dan Anggota Kader Inti. Berdasarkan tabel tersebut juga dapat dilihat bahwa mayoritas responden berstatus sebagai Anggota Kader yaitu sebanyak 24 jiwa (83%) dari seluruh responden. Sementara responden yang berstatus sebagai anggota pemula atau yang belum pernah mengikuti pendidikan kader secara organisatoris

sebanyak 4 jiwa (14%), kemudian responden yang berstatus sebagai Anggota Kader Inti hanya berjumlah 1 jiwa (3%). Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden pernah mengikuti pendidikan kader secara organisatoris sehingga berstatus sebagai Anggota kader.

TABEL 5.6

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenjang Waktu Anggota SPI No Jenjang Waktu Frekuensi Persentase (%)

1 <2 Tahun - - 2 2-4 Tahun 1 3 % 3 4-6 Tahun 2 7 % 4 6-8 Tahun 2 7 % 5 >8 Tahun 24 83 % Total 29 100

Sumber : Data Kuesioner Agustus 2015

Berdasarkan tabel 5.6, dapat dilihat bahwa mayoritas yang menjadi responden ialah anggota SPI yang telah menjadi anggota dengan jenjang waktu lebih dari 8 (delapan) tahun, yaitu sebesar 83% dari seluruh responden. Hal tersebut dikarenakan mayoritas yang menjadi responden adalah anggota yang telah bergabung sejak awal terbentuknya SPI Basis Simpang Kopas dari tahun 2006 dimana pada saat itu bernama OTL Saurmatua Inatani Perdembanan, dan hingga saat ini telah terbentuk selama 9 tahun.

Berdasarkan data tersebut, bahwa mayoritas responden ialah anggota yang sudah memiliki pengalaman yang panjang di SPI, mengingat umur SPI sampai saat ini telah sampai 17 tahun. Adapun diantaranya yang menjadi responden ialah anggota yang bergabung setelah terbentuknya dan berjalannya SPI Basis Simpang Kopas atau OTL Saurmatua Inatani Perdembanan pada waktu itu, seperti 6-8

sebanyak 1 jiwa (3%). Namun tidak terdapat responden yang telah bergabung dibawah 2 tahun.

5.2.2. Kaderisasi Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas (variabel X)

TABEL 5.7

Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tujuan Menjadi Anggota SPI No Tujuan Responden Frekuensi Persentase (%)

1 Sebagai wadah perjuangan petani

8 27,5%

2 Memperoleh kekuatan sosial dalam keadilan dan

hak azasi petani.

19 65,5% 3 Belajar beroganisasi 2 7% 4 Memperoleh pendidikan informal mengenai pertanian. - - Total 29 100

Sumber : Data Kuesioner Agustus 2015

Dari data yang diperoleh pada tabel 5.7 dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki tujuan menjadi anggota SPI ialah memperoleh kekuatan sosial ekonomi dalam keadilan dan hak azasi petani, sebanyak 19 responden (65,5%). Kemudian diikuti dengan responden yang bertujuan sebagai wadah perjuangan petani, sebanyak 8 responden, sebanyak 16 responden (27,5%). Sedangkan responden yang bertujuan memperoleh pendidikan informal mengenai pertanian hanya berjumlah 2 responden (7%).

Berdasarkan hasil observasi dan uraian tersebut, dapat diketahui bahwa alasan yang paling kuat atas tujuan bergabungnya para petani Desa Huta Padang bersama Serikat Petani Indonesia (SPI) ialah untuk memperoleh kekuatan sosial ekonomi dalam keadilan dan hak azasi petani. Adapun responden yang

bergabung bersama SPI yang memiliki tujuan sebagai wadah perjuangan petani

Dokumen terkait