• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perakitan Tanaman Cabai Haploid Melalui Induksi Ginogenesis dengan Menggunakan Serbuk Sari yang Diradiasi dengan Sinar Gamma

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perakitan Tanaman Cabai Haploid Melalui Induksi Ginogenesis dengan Menggunakan Serbuk Sari yang Diradiasi dengan Sinar Gamma"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)

PERAKITAN TANAMAN CABAI HAPLOID MELALUI

INDUKSI GINOGENESIS DENGAN MENGGUNAKAN

SERBUK SARI YANG DIRADIASI SINAR GAMMA

OLEH

:

MUHAMMAD ALWI

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(71)

Terima kasih pula penulis sampaikan kepada seluruh warga kost WSMA

AL-MUQARRABIIN No.71 Ciheuleut Pakuan atas kerjasama dan saling

pengertian serta kekornpakannya selama ini. Khususnya kepada adik Dedi

Lesmana, S.Si dan Ibunda Hj. Fatimah, penulis ucapkan banyak terima kasih atas

segala bantuannya selama penulis berada di Bogor.

Akhirnya penulis menyadari bahwa dalam penyajian hasil penelitian ini

mungkin banyak ditemukan kekurangan-kekurangan, oleh karena itu saran dan

kritikan yang bersifat konstruktif senantiasa penulis harapkan.

Bogor, Juni 2002

(72)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:

Perakitan Tanaman Cabai Haploid Melalui Induksi Ginogenesis dengan Menggunakan Serbuk Sari yang Diradiasi dengan Sinar Gamma

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan untuk kepentingan lain. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah

dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

(73)

ABSTRAK

MUHAMMAD ALWI. Perakitan tanaman cabai haploid melalui induksi gino- genesis dengan menggunakan serbuk sari yang diradiasi sinar gamma. Dibimbing

oleh SUHARSONO sebagai ketua d m AGUS PURWITO sebagai anggota.

Penelitian ini bertujuan untuk merakit tanaman cabai haploid melalui

induksi ginogenesis dengan menggunakan serbuk sari yang telah diradiasi sinar

gamma untuk penyerbukan. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk

mengetahui pengaruh radiasi terhadap daya kecambah serbuk sari, dan juga

pengaruh radiasi yang diberikan pada serbuk sari yang digunakan untuk

penyerbukan terhadap pembentukan buah.

Untuk mendapatkan tanaman haploid, buah yang terbentuk dari

penyerbukan dengan serbuk sari yang telah diradiasi sinar gamma dijadikan

sebagai eksplan yang dikulturkan pada media MS padat yang mengandung zat

pengatur tumbuh BAP, IAA dan GA3, yang diinkubasikan dalam keadaan terang.

Tunas yang terbentuk, ditanam di media MS-0 padat untuk pemanjangan batang

dan pengakaran tanaman. Pengamatan sitologi dilakukan pada ujung akar untuk

mengevaluasi tingkat ploidi tanaman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya kecambah serbuk sari cabai

merah besar varietas LV-2323 lebih tinggi daripada varietas lainnya. Dosis radiasi

sinar gamma mulai dari 10 Gy berpengaruh terhadap daya kecarnbah serbuk sari

cabai besar. Radiasi 10 Gy tidak berpengaruh terhadap persentase buah yang

(74)

RIWAYAT

HIDUP

Penulis dilahirkan di Lamunre, Palopo, Sulawesi Selatan pada tanggal

05 Juli 1969 sebagai anak ketiga dari 3 bersaudara dari pasangan Bapak Millang

Dg. Pawero (almarhum) dan Ibunda Atirah.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Kampung

Tangnga Belopa pada tahun 1982, pendidikan lanjutan pertama di SMP Negeri

Belopa pada tahun 1985, dan pendidikan lanjutan atas di SMA Negeri 37 1 Belopa

pada tahun 1988. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di

Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Hasanuddin (UNHAS) Makassar hingga tahun 1995.

Setelah menyelesaikan pendidikan sq-ana, maka pada tahun 1998

penulis bekerja sebagai staf pengajar di Program Studi Biologi, Jumsan MIPA,

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako (UNTAD) Palu

sampai sekarang. Pada tahun yang sama, penulis mendapat beasiswa dari Proyek

DUE-Dikti untuk melanjutkan studi S-2 pada Program Studi Biologi, Sub

2

(75)

PERAKITAN TANAMAN CABAI HAPLOID MELALUI

INDUKSI GINOGENESIS DENGAN MENGGUNAKAN

SERBUK SARI YANG DIRADIASI SINAR GAMMA

MUHAMMAD ALWI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Biologi

PROGRAM

PASCASARJANA

(76)

Judul Tesis : Perakitan Tanaman Cabai Haploid Melalui Induksi Ginogenesis dengan Menggunakan Serbuk Sari yang Diradiasi dengan Sinar Gamma

Nama Mahasiswa :

Muhammad Alwi

NRP : 98273

Program Studi : Biologi 1 Botani

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Suharsono, DEA)

Ketua

(Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.)

Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi Biologi

Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin

(77)

DAFTAR IS1

Halaman

.

. .

ABSTRAK

...

ill

...

RIVJAYAT HIDUP

...

... ... ...

v i i ~

PRAKATA

...

ix

. .

DAFTAR IS1

...

xi1

DAFTAR TABEL

. . .. . . ... .

.

. .. . . . .. .. .. . .

.

.

.. .

...

..

. .. .. . . .. .. . . . .. . .. . .. . .

.

.. . ... ... . .. . . .. ... . .

....

xiv

DAFTAR GAMBAR

...

xv

DAFTAR LAMPIRAN

. . .. . . .. . .. .. . . ... . . .. . . .. . . .. ...

.

..

. .

.

.

. . .

..

,

.

.

.

. .

... . .. . .

...

...

...

.

.

.. . . . .. ..

..

.

.xvi

PENDAHULUAN

... .. .

..

..

. ... .. .. .

.

. . .

. . .

.

. .

. . .

.

. . . . . .

. .

.

.

.

1 Latar Belakang

...

1

Tujuan Penelitian

...

3

TINJAUAN PUSTAKA

...

4

Botani

...

4 Biologi Reproduksi Tanaman

...

6 Mikrosporofil (Androesium)

. . . .

. . . .

.

. . .

.

. . .

. .

. .

.

. . .

6

Megasporofil (Ginoesiurn)

...

7

Penyerbukan dan Pembuahan

...

9

Usaha-Usaha Mendapatkan Tanaman Haploid

...

10

Keberhasilan Kultur Ginogenesis In Vitro

...

12
(78)

BAHAN DAN METODE

...

20 Bahan Tanaman

...

20 Radiasi dengan Sinar Gamma

...

20 Pengujian Daya Kecambah Serbuk Sari

...

20

...

Proses Penyerbukan dan Pembuahan 21

Kultur Buah/Biji Muda

...

22

...

Analisis Sitologi Tanaman 23

Analisis Data

...

24

HASIL DAN PEMBAHASAN

...

26 Pengaruh Radiasi Terhadap Daya Kecarnbah Serbuk Sari

...

26

...

Pengaruh Radiasi Pada Serbuk.Sari Terhadap Pembentukan Buah 28

...

Penyelamatan Embrio Muda 31

Analisis Sitologi Tanaman yang Dihasilkan dari Buah Muda

...

35

KESIMPULAN DAN SARAN

...

39

...

Kesimpulan 39

Saran ... 40

...

DAFTAR PUSTAKA 41

(79)

DAFTAR

TABEL

1 Daya kecambah serbuk sari beberapa cabai besar yang diradiasi sinar gamma

dan tanpa radiasi

...

27

2 Pengaruh serbuk sari yang diradiasi dan tanpa radiasi terhadap pembentukan

buah dari beberapa varietas cabai besar

...

29 3 Pengaruh radiasi pada serbuk sari yang digunakan

untuk

penyerbukan ter-

hadap pembentukan tamman melalui kultur buahhiji mu&

...

32 4 Pengiuuh media tumbuh terhadap

jumlah

eksplan yang menghasilkan tanaman

.

33

5 Pengaruh radiasi sinar gamma yang diberikan pada serbuk sari yang

digunakan

untuk

pyerbukan terhadap rataan jumlah daun clan akar dari tanaman yang

...

(80)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

...

1 Tahap pertumbuhan dan perkembangan megaspora pa& tanaman 8 2 Proses pembuahan dan embriogenesis pada tanaman dikotil

...

10 3 a

.

Bmga cabai besar untuk sumber serbuk sari

...

22

b

.

Bunga cabai besar yang akan diemaskulasi

...

22 4 Perkecambahan serbuk sari cabai besar

...

26

5 Buah cabai merah

besar

dan

cabai kerithg hasit penyerbukan dengan

...

serbuk sari yang diradiasi dan tanpa radiasi 30 6 Hasil kultur induksi pertumbuhan embrio muda cabai

besar

varietas

LV-2323 dan LV-23 19

...

34
(81)

DAFTAR

LAMPIRAN

Halaman

1 Komposisi medium Murashige dan Skoog (MS. 1962)

...

46

2 Hasil perhitungan persentase daya kecambah serbuk sari beberapa varietas

...

cabai besar yang tidak diradiasi clan diradiasi sinar gamma 47

3

.

Hasil perhitungan persentase keberhasilan pembentukan buah beberapa

varietas cabai besar yang telah diserbuki serbuk sari tanpa radiasi dan

diradiasi sinar gamma

...

48

4 a

.

Hasil analisis sidik ragam perkecambahan serbuk sari cabai besar

...

49
(82)

PRAKATA

Syukur Alharndulillah penulis panjatkan ke Khadirat Allah Rabbul

Alamin, karena atas rakhmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat me-

rarnpungkan dan menyelesaikan Tesis ini dengan judul: "Perakitan Tanaman

Cabai Haploid Melalui Induksi Ginogenesis dengan Menggunakan Serbuk Sari

yang Diradiasi dengan Sinar Gamma" sebagaimana mestinya.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampailcan penghargaan yang

setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak

DR. IR. Suharsono, DEA selaku ketua kornisi pembimbing, dan DR. IR, Agus

Purwito, MSc. sebagai anggota komisi pembirnbing, atas segala upaya dan waktu

yang telah disediakan dengan penuh keikhlasan dan kesabaran dalam memberikan

bimbingan, nasehat dan dorongan, mulai dari tahap awal sampai dengan selesai-

nya penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih pula disampaikan kepada Bapak

Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si. atas saran dan bimbingan serta banhan

informasi yang sangat bermanfaat dalam pelaksanaan penelitian ini.

Terima kasih juga disampaikan kepada Rektor IPB, Direktur Program

Pascasarjana (PPs) IPB, Ketua Program Studi Biologi PPs-IPB, Rektor

Universitas Tadulako Palu, serta Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Untad Palu, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti

pendidikan pascasarjana di

IPB

Bogor. Kepada Tim Proyek Development of
(83)

Bioteknologi IPB, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuannya dalam

menyediakan biaya pendidikan dan fasilitas penelitian. Dan penelitian ini didanai

oleh Pusat Penelitian Bioteknologi IPB dalam rangka kejasama BIORM

(Biotechnology Research Indonesia The Netherlands).

Secara khusus, penulis sampaikan terima kasih yang tulus ikhlas kepada

istri tercinta Eny Yuniati, S.Si, atas segala bentuk pengorbanan, kesetiaan,

kesabaran, pengertian, dorongan moril dan doa sejak menikah hingga sekarang.

Kepada keempat orang tua penulis: Ibunda Atirah dan Ayahanda Milang

Dg. Pawero (almarhum), serta Ibunda Hj. R. Daryati Djayaningrat dan Ayahanda

Drs. H. T. Miryadi Mertadinata yang tanpa mengenal lelah memanjatkan doa

demi keberhasilan penulis, diucapkan terima kasih dan rasa hormat yang setulus-

tulusnya. Kepada Kakak-Kakakku serta segenap keluarga atas segala bantuannya

baik materi maupun moril, dan khususnya kepada Kakanda Ir. Syamsuddin

Millang, MS. dan Ahmad Pallu sekeluarga yang telah memberikan arahan,

motivasi dan bantuan dana untuk menyelesaikan tugas akhir ini. Semoga Allah

S WT. memberikan balasan yang setimpal, amiien.

Kepada rekan-rekan sekerja di Laboratorium Biologi Molekuler dan

Seluler Tanaman PP-BT IPB: Dra. Muswita, Yanti Puspita Sari, S.Si, Asri Pirade

Pasirang, S.Si, Muzuni,S.Si, M.Si, Ir. Ixora Sartika Mercuriani, Teguh Julianto,

S.Pd, Dra. Lilis Sugiarti, Lili Darlian, S.Si, Ir. Nurhasanah W.S., laboran Bapak

Adi Supardi, Abd. Mulya, dan rekan-rekan sejawat lainnya yang tidak dapat

penulis sebutkan satu per satu penulis mengucapkan salam kompak selalu dan

(84)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cabai besar (Capsicum annuum L.) adalah salah satu jenis sayuran yang

telah membudaya di kalangan petani Indonesia. Tanaman ini menjadi salah satu

komoditas alternatif pada masa-masa mendatang, karena mempunyai nilai

ekonomi yang cukup tinggi. Oleh karena itu, perlu penanganan dan pengelolaan

yang benar dan efektif.

Daerah-daerah yang merupakan sentra penanaman cabai besar

(Capsicum annuum L.) yang tersebar di seluruh Nusantara, tidak mampu me-

menuhi permintaan untuk skala nasional yang bertambah dari tahun ke tahun

(Prajnanta 1999). Hal ini disebabkan karena rendahnya produksi cabai secara

nasional. Luas pertanaman cabai di Indonesia pada tahun 1999 adalah 183.347

ha

dengan rata-rata produksi 1,63 tonha. Rata-rata produktivitas cabai dunia yakni

9,5 tonha (Deptan 2000). Penyebab utama rendahnya produksi cabai di Indonesia

adalah keterbatasan teknologi budidaya yang dimiliki oleh para petani. Kemudian

penyebab yang lain adalah penggunaan benih lokal yang diturunkan terus

menerus. Serangan hama dan penyakit juga menyebabkan rendahnya produksi

cabai di Indonesia.

Salah satu usaha untuk meningkatkan produksi cabai adalah dengan

menggunakan benih unggul. Benih hibrida merupakan benih unggul cabai. Untuk

meqdapatkan benih hibrida diperlukan tanarnan homosigot atau galur murni yang

(85)

konvensional untuk mendapatkan tanaman yang homozigot memerlukan banyak

biaya, tenaga dan waktu, sehingga cara ini kurang efisien.

Pembentukan galur homosigot melalui penggandaan jumlah kromosom

pada tanaman haploid adalah suatu metode alternatif. Dengan demikian perakitan

tanaman haploid merupakan salah satu tahapan awal yang digunakan untuk

perakitan benih hibrida. Salah satu cara untuk merakit tanaman haploid adalah

dengan induksi ginogenesis dengan memanfaatkan teknik in vitro (Supena &

Suharsono 1997; Suharsono & Supena 1998).

Menurut Mukhambekzhanov (1997), keberhasilan dalam induksi gino-

genesis melalui kultur in vitro untuk menghasilkan tanaman haploid sangat di-

tentukan oleh beberapa faktor ysiitu: stadium perkembangan ginogenesium,

genotipe tanaman, komposisi media, serta metode dan kondisi kultur. Selain itu

faktor suhu, cahaya, oksigen dan kondisi perturnbuhan tanaman induk, juga

menentukan keberhasilan dalam kultur ginogenesium atau embrio muda

(Pierik 1987).

Penelitian ini merupakan tahapan awal dalam rangka usaha untuk men-

dapatkan tanaman haploid cabai melalui induksi ginogenesis. Ginogenesis dapat

diinduksi dengan menggunakan serbuk sari yang telah diradiasi sinar gamma

untuk penyerbukan.

Induksi ginogenesis dengan serbuk sari yang diradiasi sinar gamma yang

diikuti dengan penyelamatan embrio untuk mendapatkan tanaman haploid sudah

diterapkan pada beberapa tanaman, misalnya pada Triticum aestivum (Bajaj

(86)

Petunia (Raquin 1984 dalam Suharsono 1993), tanaman tembakau (Suharsono

1993), Cucumis sativus ( A M & Caglar 1999). Sedangkan tanaman semangka

hanya terbentuk buah yang berbiji kecil (Sugiyama & Morishita 1998). Demikian

pula pada pir Jepang menghasilkan jumlah buah dan biji lebih rendah dari kontrol

(Kotobuki et al. 1998). Selain itu Mukhambetzhanov (1997) melaporkan pula

bahwa tanarnan Beta vulgaris berhasil dikultur menjadi tanarnan haploid melalui

kultur ovarium yang tidak dibuahi. Usaha untuk mendapatkan tanaman cabai

(Capsicum annuum L.) haploid dengan metode ini telah dilakukan, namun belum

mendapatkan tanaman haploid O;ahmi 1996; Suharsono & Supena 1998).

Tujuan Penelitian

Tujuan utarna penelitian ini adalah untuk merakit tanaman cabai haploid

melalui induksi ginogenesis dengan menggunakan serbuk sari yang telah diradiasi

dengan sinar gamma

untuk

penyerbukan. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan

untuk mengetahui pengaruh radiasi terhadap daya kecambah serbuk sari, dan juga

pengaruh radiasi yang diberikan pada serbuk sari yang digunakan

untuk

(87)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani

Tanaman cabai besar (Capsicum annuum L.) menurut sejarah berasal

dari Peru. Pada abad ke-15 baru menyebar ke benua Eropa dan Arnerika. Bangsa

Eropa inilah yang menyebarkan ke daerah-daerah tropis seperti Indonesia

(Rukmana 1996). Tanaman ini mempunyai manfaat yang bermacam-macam,

misalnya digunakan sebagai rempah dan bahan pengobatan. Cabai mengandung

vitamin A dan C yang cukup tinggi.

Cabai besar (Capsicum annuum L) termasuk tanaman semusim yang

berbentuk perdu, mempunyai akar yang menyebar. Penyebaran akamya dangkal

sehingga cabang dan rambut akar banyak terdapat di permukaan tanah, dan

semakin ke dalam akar-aka. tersebut semakin berkurang. Akar horizontal cepat

berkembang di dalam tanah dan menyebar dengan kedalaman 10

-

15 cm

(Messiaen 1992). Tanaman ini mempunyai batang tegak, tingginya 50

-

90 cm

dari permukaan tanah. Daun berbentuk lonjong dan bagian ujungnya meruncing.

Panjang daun antara 4 - 10 cm, dan lebarnya antara 1,5

-

4 cm.

Cabai besar berbunga tunggal, yang keluar dari ketiak-ketiak dam.

Posisi bunga menggantung, dan memiliki 5 - 6 daun mahkota bunga. Panjang

bunga biasanya 1 - 1,s cm, lebar 0,5 cm dan panjang tangkai bunga 1 - 2 cm.

Tangkai putik berwarna putih, panjangnya sekitar 0,5 cm. Sedangkan kepala

(88)

panjang sekitar 0,5 cm. Kepala sarinya yang belum matang berwarna biru atau

ungu (Rukmana 1996).

Struktur buah cabai besar terdiri atas kulit, daging buah clan sebuah

plasenta tempat melekatnya biji. Bentuk buahnya memanjang antara 1

-

30 cm

dan setelah tua berwarna merah kecoklatan sarnpai merah tua. Biji buah berwarna

kuning kecoklatan (Prajnanta 1999).

Di Indonesia tanaman cabai telah dikenal secara luas di kalangan para

petani. Sentra produsen cabai sekarang ini tidak hanya di pulau Jawa, tetapi juga

di luar pulau Jawa. Berdasarkan data Departemen Pertanian bahwa luas areal

panen cabai pada tahun 1999 di Indonesia mencapai 183.347 hektar dengan

produksi sebesar 298.856 ton. Produktivitas rata-ratanya sebesar 1,63 tonlha

(Deptan 2000). Produksi ini sangat rendah jika dibandingkan dengan rata-rata

produksi dunia 9,5 tonha.

Berdasarkan data Informasi Hortilcultura dan Aneka Tanaman, Deptan

(2000) produsen terbesar cabai adalah daerah Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa

Tengah, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan. Tanarnan

cabai ini mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, sehingga berpeluang besar

menjadi salah satu komoditas ekspor yang unggul. Berdasarkan data ekspor

komoditi hortikultura, cabai merah telah berhasil diekspor ke negara Singapura,

Taiwan, Emirat Arab dan Arab Saudi.

Jenis-jenis cabai yang sudah dibudidayakan secara komersial dan

berkembang di Indonesia ada 2 spesies, yaitu cabai besar (Capsicum annuum L.)

(89)

cabai merah (varietas longurn), cabai keriting, dan cabai paprika (varietas

grossum). Perbedaan varietas cabai merah besar dengan cabai merah keriting

terletak pada morfologi buahnya. Cabai merah besar ukuran buahnya besar,

panjang, ujungnya runcing, dan rasanya sedikit pedas serta agak manis. Buah pada

saat muda berwarna hijau, dan setelah tua menjadi merah. Sedangkan cabai merah

keriting ukuran buahnya panjang, runcing, kecil dan rasanya lebih pedas dari

cabai merah besar. Disamping itu kulit buah agak tipis serta diameter buahnya

lebih kecil dibanding cabai merah besar (Messiaen 1992; Rukmana 1996).

Biologi Reproduksi Tanaman

Pengetahuan tentang cara perkembangbiakan tanaman sangat penting

bagi pemuliaan tanaman, karena dapat menentukan metode seleksi yang diper-

gunakan untuk memperoleh varietas unggul yang diharapkan. Cara perkembang-

biakan tanaman secara seksual menggunakan 2 bagian organ reproduktif, yaitu

mikrosporofil (androesium) dan megasporofil (ginoesium) (Kaufinan 1989;

Sedgley & Griffin 1989).

Mikrosporofil (Androesium)

Menurut Crepet (1983); Sedgley & Griffin (1989) androesium adalah

keseluruhan benang sari (stamen) yang terdiri atas kepala sari (anter) dan tangkai

sari (filamen). Kepala sari yang matang mempunyai 2 kantung (lokus). Di dalam

(90)

Proses ringkas terbentuknya inti sperma berawal dari sebuah sel induk

serbuk sari (mikrospora) dalam kepala sari (anter) yang mengalami dua kali

meiosis. Meiosis pertama menghasilkan sepasang sel haploid. Meiosis kedua

menghasilkan 4 mikrospora haploid. Tiap mikrospora tersebut mengalami karyo-

kinesis, sehingga memiliki 2 inti haploid. Inti tersebut adalah inti generatif dan

inti saluran serbuk sari. Setelah terbentuk serbuk sari, inti generatif membelah

membentuk 2 inti sperma (Kaufinanl989; Sedgley & Griffi 1989). Sebutir

serbuk sari yang telah matang mengandung 3 inti haploid, yaitu sebuah inti salur-

an serbuk sari (inti vegetatif) dan dua buah inti sperma (inti generatif) (Satifah &

Darjanto 1990; Suradinata 1998).

Megasporofil (Ginoesium)

r

Menurut Suradinata (1998) karpel yang secara keseluruhan disebut alat

kelamin betina (ginoesium) adalah megasporofil yang melipat memanjang, yang

menutup satu atau lebih bakal biji.

Megasporogenesis adalah proses pembentukan megaspora di dalam

ovarium (Satifah & Darjanto, 1990). Proses awal terbentuknya inti sel telur adalah

dimulai dari sebuah sel megaspora dalam ovulurn. Kemudian sel megaspora

mengalami proses meiosis dua kali, sehingga menghasilkan 4 megaspora haploid.

Tiga diantaranya mengalami degenerasi dan mati, sedangkan yang satu meng-

alami pembelahan secara mitosis 3 kali berturut-turut tanpa diikuti pembelahan

plasma. Hasilnya sebuah sel besar yang mengandung 8 inti haploid yang disebut

(91)

menempatkan diri di dekat

mikrofil,

tetapi dua diantaranya mengalami degenerasi (sinergid). Inti yang ketiga

ini

berkembang menjadi

sel

telur yang nantinya

akan

dibuahi oleh inti sperma. Tiga buah

inti

lainnya bergerak

ke

arah

yang berlawanan lalu mengalami degenerasi pula (antipoda). Kemudian

2

inti yang tersisa bersatu di tengah kantung ernbrio

dm

membentuk sebuah inti diploid yang nantinya akm dibuahi f nti s p m a membentuk endosperma (Kaufman 1 989; Satifah & Darjanto

1 990; Suradinata I 998). Untuk lebih jelasnya tahapan pertumbuhan dm perkem-

bangan megaspom &pat dilihat pada Gambar 1.

Kandung E d l l o

Garnbar 1. Tahap perhmbuhan dm perkembangan megaspom pada tanaman

(92)

Penyerbukan dan Pembuahan

Serbuk sari yang telah matang akan melekat di kepala putik oleh ber-

bagai vektor. Kepala putik yang reseptif akan mengeluarkan lendir. Lendir ini

mengandung larutan gula dan zat-zat lain yang dibutuhkan untuk perkecambahan

serbuk sari. Serbuk sari yang telah melekat di kepala putik akan menyerap lendir

tadi, lalu akan menggembung dan berkecambah. Kemudian membentuk tabung

serbuk sari yang memanjang dan masuk ke dalam tangkai putik. Tabung serbuk

sari melekat pada ovulum dan masuk ke dalarn kantung embrio lewat mikrofil

(Satifah & Darjanto 1990; Suradinata 1998).

Di dalam tabung serbuk sari terdapat tiga inti haploid, yaitu inti saluran

serbuk sari terdapat di depan sedang kedua inti spenna mengikuti dibelakangnya.

Kedua inti spenna masuk ke kantung embrio. Salah satu inti spenna bersatu

dengan inti sel telur dan membentuk zigot diploid, yang kemudian &an ber-

kembang menjadi embrio. Inti spenna lainnya bersatu dengan inti diploid yang

merupakan hasil penyatuan dari dua inti kutublinti polar yang menghasilkan inti

triploid (3n). Setelah mengalami pembelahan berkali-kali, inti triploid ini akan

membentuk jaringan besar yang berisi zat makanan untuk pertumbuhan embrio,

yang biasa disebut endosperma atau putih lembaga (Crepet 1983; Kaufinan 1989;

Satifah & Darjanto 1990). Pembuahan akan berjalan normal, bila serbuk sari dan

inti sel telur dalam keadaan sehat dan subur (fertil). Oleh karena itu serbuk sari

harus mempunyai daya turnbuh yang tinggi, sedang kepala putik hams merupakan

medium yang baik untuk perkecambahan dan pertumbuhan serbuk sari. Untuk

(93)

Garnbar 2. Proses pembuahan dm embriogenesis pada tamman

dik~til

(dari Kaufman, 1989).

Usaha-Usaha Mendolpatkan Twnaman Haploid

Tanaman haploid adalah tanaman yang mempunyai jumlah kromosum yang sama dengan jumlah kromosom pada garnetnya (Wanimena 1992).

Tanaman

(94)

haploid dapat terjadi, namun fiekuensinya sangat kecil sekali. Pierik (1987)

menyebutkan cara-cara mendapatkan tanaman haploid baik secara in vivo maupun

secara in vitro.

Secara in vivo, tanaman haploid diperoleh dengan cara-cara: (1) Gino-

genesis yaitu perkembangan sel telur yang tidak dibuahi sebagai hasil persilangan

antar jenis. (2) Androgenesis, perkembangan sel telur yang mengalami eliminasi,

intinya diganti oleh inti gamet jantan. (3) Eliminasi genom, perkembangan zigot

yang mengalami eliminasi salah satu genomnya sebagai hasil persilangan antar

jenis atau antar marga. (4) Semigami, inti sel telur dan inti sel generatif serbuk

sari berkembang dan menghasilkan khimera haploid. (5) Perlakuan kimiawi

untuk

mengeliminasi kromosom. (6) Pemberian kejutan dengan suhu tinggi atau rendah,

dan (7) Radiasi dengan sinar X atau sinar

UV.

Tanaman haploid yang dihasilkan dengan cara in vitro dapat diperoleh

melalui: (1) Kultur kepala sari, yaitu kepala sari yang telah diisolasi dari tanaman

induk ditumbuhkan dalam medium buatan secara aseptik. (2) Kultur serbuk sari,

yaitu serbuk sari dalam tingkat perkembangan tertentu diisolasi dari kepala sari,

kemudian ditumbuhkan dalam medium sintetis. (3) Kultur perbungaan, seluruh

perbungaan ditumbuhkan dalam medium buatan secara aseptik. (4) Kultur embrio

yaitu penyelamatan embrio dari hasil persilangan antar jenis atau antar marga.

Embrio ditumbuhkan secara aseptik dalam medium buatan. (5) Fertilisasi semu

ailtar marga yang kemudian ditanam dalam kultur buatan secara aseptik.

(6) Penumbuhan ovul yang tidak dibuahi dalam kultur buatan secara aseptik, dan

(95)

Menurut Foroughi & Wenzel(1994), tanaman haploid diperoleh melalui

dua cara: spontan dan secara induksi. Cara induksi diterapkan pada proses andro-

genesis dan partenogenesis. Pada androgenesis tanaman haploid dapat diperoleh

melalui kultur anter, kultur floret, dan kultur mikrospora. Sedangkan pada

partenogenesis tanaman haploid dapat dihasilkan melalui pseudogami, meng-

gunakan gen-gen khusus, persilangan dengan tingkat ploidi yang berbeda, kultur

ovul, dan penyelamatan embrio setelah kromosomnya tereliminasi.

Tanaman haploid yang berasal dari gametofit betina berupa kantung

embrio dan sel telur disebut partenogenesis. Untuk menghasilkan tanaman

haploid, maka metode ini menerapkan pemisahan sel telur yang belum dibuahi,

lalu diregenerasikan secara in vitro (Foroughi & Wenzel, 1994).

Proses partenogenesis sama dengan proses ginogenesis, yaitu per-

kembangan dari bunga betina dengan diinduksi serbuk sari yang belum masak,

atau serbuk sari yang diradiasi, dan juga dari serbuk sari kerabat jauh (Pierik

1987; Yang & Zhao 1990; Foroughi & Wenzel 1994). Proses ini telah dilakukan

oleh Cuny et al. (1993) pada tanaman Cucumis melo L) yang dikombinasikan

dengan cara in vitro.

Keberhasilan Ginogenesis

In

Vitro

Keberhasilan dalam induksi ginogenesis in vitro untuk menghasilkan

tanaman haploid sangat ditentukan oleh beberapa faktor. Menurut Yang & Zhou

(1990); Mukhambekzhanov (1997) faktor tersebut terutama adalah umur gino-

(96)

kultur. Sedangkan menurut Pierik (1987), selain faktor-faktor tersebut keber-

hasilan induksi genogenesis in vitro ditentukan pula oleh suhu, cahaya, oksigen,

dan kondisi pertumbuhan tanaman induk.

Medium kultur untuk induksi ginogenesis adalah medium yang lengkap

dan spesifik dibanding dengan kultur organ yang lain. Kultur embrio muda mem-

butuhkan medium lebih lengkap dan spesifik daripada embrio dewasa (Yang & ,

Zhou 1990). Biasanya zat pengatur tumbuh BAP dan

IAA

ditambahkan ke dalam

medium untuk merangsang proses diferensiasi atau dediferensiasi. Jenis dan

konsentrasinya akan mempengaruhi arah pertumbuhan eksplan.

Auksin adalah zat pengatur turnbuh yang berperan dalam pembesaran sel

dan diferensiasi akar @odds & Robert 1995). Auksin berpengaruh pula terhadap

pembentukan kalus, senyawa etilen, buah partenokarpi, dominasi apikal dan

respirasi (Wattimena 1988). Salah satu jenis auksin yang digunakan untuk meng-

induksi eksplan menjadi tanaman adalah indoleacetic acid (IAA). Pada

konsentrasi optimum 0.1 mgll IAA dapat merangsang pembentukan tanaman pada

kultur anter Nicotiana tabacum (Nitsch & Nitsch 1969).

Pada kultur in vitro sitokinin berpengaruh terhadap pembelahan sel

(Wattimena 1988). Benzylamino purine (BAP) merupakan sitokinin yang banyak

digunakan dalam kultur in vitro. Seperti yang dilaporkan oleh Sukamto (1998),

penambahan BAP pada medium MS dapat meningkatkan fi-ekuensi terbentuknya

embrio somatik belimbing. BAP adalah zat pengatur turnbuh yang berfbngsi

untuk merangsang terbentuknya tunas-tunas. Kombinasi BAP dan

IAA

pada
(97)

pengakaran dan pemanjangan tunas (Christopher & Rajam 1996). Sedangkan bila

menggunakan kombinasi BAP dan IAA yang hampir seimbang, maka yang ter-

induksi adalah kalus. Seperti hasil penelitian Kesaulya (1996), penggunaan BAP

1,35 mg/l dan IAA 1,05 mg/l hanya mampu menginduksi pembentukan kalus dari

jaringan somatik serbuk sari kentang kultivar ASX 5.

Pernberian Gibberellic acid (GA3) pada tanarnan menyebabkan per-

tambahan panjang batang, menambah luas dam, dan menambah besar bunga serta

daun (Wattimena 1988). GA3 pada konsentrasi 1 mg/l medium tidak mening-

katkan pembentukan embrio, tetapi memacu pembentukan tunas pada kultur anter

Nicotiana spp. (Nitsch & Nitsch 1969). Pada konsentrasi 1 mgfl medium, GA3

menyebabkan pemanjangan hipokotil dan menghasilkan tanaman yang kurus serta

klorosis.

Sukrosa merupakan sumber karbon yang paling baik dan biasa dipakai

dalam kultur embrio, tetapi glukosa dan fruktosa terkadang juga dapat dipakai

(Yang & Zhou 1990; Dodds & Roberts 1995). Selain sebagai sumber karbon,

sukrosa berfiingsi pula sebagai pengatur tekanan osmotik yang sangat penting

bagi embrio muda. Embrio dewasa biasanya tumbuh baik dalam kadar gula 2-3%,

sedangkan embrio muda pada kadar 8

-

12% (Pierik 1987). Peningkatan

konsentrasi gula dalam media kultur ternyata menghambat pembesaran sel

somatik dan pembentukan kalus, namun dapat merangsang pembelahan sel dari

serbuk sari. Frekuensi pembentukan embrioid tertinggi didapatkan pada perlakuan

dengan kandungan gula sebanyak 10% dan terendah pada kadar 2% pada media

(98)

(1 98 1) dalam Gandawidjaja (1 997), menyatakan bahwa pembentukan tanaman

dihaploid pada kultur anter Ulmus americana makin meningkat dengan adanya

interaksi antara kandungan gula dengan zat pengatur tumbuh dalam media kultur.

Untuk mencapai keberhasilan pada kultur ginogenesis, khususnya kultur

embrio atau biji muda maka vitamin, ekstrak malt, air kelapa dan kasein hidrolisat

sering pula ditambahkan pada medium kultur. Ekstrak tersebut mengandung

beberapa asam amino yang merupakan sumber nitrogen yang sangat dibutuhkan

dalam pertumbuhan dan perkembangan embrio selanjutnya (Yang & Zhou 1990;

Dodds & Roberts 1995).

Selain itu stadium perkembangan ginoesium (ovarium dan ovul) sangat

penting untuk keberhasilan induksi tanaman haploid. Pada penelitian Castillio dan

Cistue (1993), bahwa penginduksian ovarium Hordeum vulgare untuk mem-

bentuk tanaman haploid terjadi pada kantung embrio stadium trinucleate,

sedangkan pada tanaman barley kantung embrionya berada pada stadium

uninuclear (berinti satu).

Metode dan kondisi kultur sangat mempengaruhi keberhasilan induksi

ginogenesis dalam membentuk tanaman haploid. Seperti yang dikatakan

Mukharnbetzhanov (1997), pengisolasian ovarium dan ovul biasanya ditumbuh-

kan pada kondisi suhu 22 - 26 "C, namun kadang-kadang juga dapat diturnbuhkan

pada suhu rendah yaitu 20 - 21 OC. Beberapa hasil penelitian telah dilaporkan

bahwa umur tanaman untuk sumber eksplan, dan kondisi kultur sangat

berpengaruh terhadap respons morfogenetik didalam memacu pertumbuhan kultur

(99)

Menurut Mukhambetzhanov (1 997) bahwa untuk menginduksi tanaman

menjadi haploid sangat bergantung pada genotipe tanaman. Dilaporkan bahwa

frekuensi untuk mendapatkan tanaman haploid terhadap perbedaan genotipe

tanaman hanya 0,2 sampai dengan 1 ,I%.

Interaksi antara umur biji muda dengan media dan kombinasi zat peng-

atur tumbuh dapat mempercepat proses perkecambahan biji muda cabai. Seperti

yang dilaporkan Supena dan Suharsono (1997) media MS dengan kombinasi ZPT

0,l mgll

BA

+

0,5 mgll GA3 dan 0,l mg/l BA

+

0,s mg/l IAA

+

0,s mg/l GA3

mempercepat perkecambahan serta menginduksi perakaran pada biji muda cabai.

Mukhambetzhanov (1 997) melaporkan pula bahwa ada beberapa tanarn-

an yang telah berhasil diinduksi menjadi tanaman haploid melalui kultw ovarium

yang tidak dibuahi yaitu Nicotiana tabacum, Triticum aestivum dan Beta vulgaris

Efek Radiasi Sinar Gamma

Menurut Djojosoebagio (1988) bahwa sinar gamma termasuk dalam

kelompok radiasi elektromagnetik. Terjadinya kerusakan-kerusakan akibat radiasi

bergantung kepada besarnya energi yang diserap oleh organisme. Satuan dosis

radiasi dinyatakan sebagai banyaknya energi yang diserap oleh satu kesatuan

benda disebut rad (radiation absorbes dose). Satu rad saka dengan penyerapan

dosis radiasi sebanyak 100 erg oleh bahan yang diradiasi (Bosemark et at. 1994;

van Harten 1998).

Salah satu efek yang ditimbulkan oleh radiasi pada organisme adalah

(100)

struktur

DNA

(Bosemark et al. 1994). Mutasi gen terjadi karena perubahan pada

struktur primer dari

DNA.

Mutasi gen dapat terjadi karena substitusi, tambahan

ataupun hilangnya satu atau lebih basa-basa di dalam sebuah molekul

DNA

(Bosemark et 01. 1994; van Harten 1998). Substitusi dapat timbul karena

pasangan yang keliru pada susunan basa pada saat terjadinya proses replikasi.

Kekeliruan di dalam pasangan dapat ditimbulkan karena terjadinya ionisasi pada

basa-basa dan karena pergeseran secara tautomeris di dalam posisi atom-atomnya.

Sedangkan penambahan atau kehilangan satu atau beberapa nukleotida akan

menyebabkan mutasi ubah kerangka. Mutasi kromosom dapat disebabkan karena

kerusakan benang gelendong atau tefhambatnya pembentukan bakal dinding sel,

sehingga pembagian sel tidak dapat terbentuk setelah proses mitosis tejadi

(Bosemark et al. 1994).

DNA

sangat sensitif terhadap radiasi, sehingga radiasi sinar gamma

dapat menyebabkan perubahan

DNA

makhluk hidup (van Harten 1998).

DNA

memiliki peranan yang sangat penting di dalam sel, maka perubahan molekul ini

akan menimbulkan efek atau gangguan dalam aktivitas sel. Serbuk sari cabai yang

telah diradiasi yang digunakan untuk penyerbukan menyebabkan terbentuknya

buah dan biji cabai yang berukuran kecil dibanding dengan hasil penyerbukan

dengan serbuk sari yang tidak diradiasi (Fahrni 1996).

Berbagai penelitian tentang pengaruh radiasi sinar gamma terhadap per-

tumbuhan dan perkembangan tanaman telah dilikukan. Raquin (1984) dalam

Suharsono (1993) menggunakan serbuk sari Petunia yang telah diradiasi untuk

(101)

Suharsono (1993) yang meradiasi serbuk sari tanaman Nicotiana tabacum untuk

menghasilkan tanaman haploid dengan menggunakan dosis 600, 1000, 2000 Gy.

Daya kecambah serbuk sari tembakau yang telah diradiasi 2000 Gy masih men-

capai 65%, dan tidak berbeda nyata dengan yang tidak diradiasi.

Abak & Caglar (1999), telah meradiasi serbuk sari ketimum (Cucumis

sativus L.) untuk mendapatkan tanarnan haploid. Penggunaan dosis 300 Gy pada

serbuk sari yang digunakan untuk penyerbukan, hanya menghasilkan 25

-

35%

tanaman haploid. Demikian pula Faris et al. (1999) yang meradiasi serbuk sari

ketimun untuk pembentukan embrio haploid. Pada Cucumis melo, Cuny et al.

(1993) mendapatkan buah dan biji yang dihasilkan dari penyerbukan dengan

menggunakan serbuk sari yang diradiasi dengan dosis 0,15 dan 1,6 kGy tidak

berbeda nyata dengan yang dihasilkan dengan serbuk sari normal. Namun pada

dosis 2,s kGy hanya menginduksi embrio sekitar 3,4%. Dari pembentukan embrio

ini dapat menghasilkan 70% tanarnan haploid.

Radiasi sinar gamma sering dipakai pula dalam usaha pernuliaan

tanaman (Wattimena 1992; Zottini et al. 1997). Pada tanaman semangka, dosis

800 Gy yang diberikan pada serbuk sari yang digunakan

untuk

penyerbukan dapat

menyebabkan buah yang terbentuk berbiji kecil dan jumlahnya sedikit dibanding

dengan yang yang tidak diradiasi (Sugiyama & Morishita 1998). Demikian pula

pada pir Jepang kultivar Hosui buah yang terbentuk dari hasil penyerbukan

dengan serbuk sari yang telah diradiasi 20 Gy menghasilkan buah dan biji lebih

sedikit dibanding dengan yang tidak diradiasi (Kotobuki et al. 1998). Organ

(102)

BAHAN

DAN

METODE

Bahan Tanaman

Bahan tanaman yang digunakan adalah tanaman cabai besar varietas

LV-2319, LV-2323, CK-C dan CK-L. Tanaman ini ditanam di pot dan diletakkan

di rumah kaca Pusat Penelitian Bioteknologi IPB Bogor sampai membentuk

bunga dan buah. Bunga yang digunakan sebagai sumber serbuk sari untuk uji

perkecambahan dan penyerbukan berasal dari tanaman yang berumw 45 hari

setelah tanarn (hst).

Radiasi dengan Sinar Gamma

Radiasi sinar gamma berasal dari atom 1 3 7 ~ s yang dilakukan dengan alat

radiasi IBL 437-C. Radiasi dilakukan di Pusat Studi Ilmu Hayati IPB Bogor.

Debit radiasi pada saat penelitian adalah 2,72 Gylmenit (Maret

-

April 2001).

Bunga yang &an diradiasi (Garnbar 3a.) dimasukkan ke dalam cawan petri,

kemudian cawan petri dimasukkan ke dalam tabung radiasi. Dosis radiasi yang

diberikan adalah 10 dan 25 Gy.

Pengujian Daya Kecambah Serbuk Sari

Pengujian daya kecambah serbuk sari dilakukan dengan menwnbuhkan

serbuk sari di dalam medium tumbuh yang mengandung sukrosa 50 g/l ditambah

(103)

(Suharsono 1993) di dalam botol kultur. Daya hidup serta banyaknya serbuk sari

yang berkecambah diketahui dengan pewarnaan IKI. Larutan IKI mengandungr

0,6 g iodine

+

0,7 g KI yang dilarutkan dalam 50 ml akuades steril. Pewarnaan ini

diberikan setelah perhitungan jumlah serbuk sari.

Percobaan ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) sub

sampling dengan dua faktor yaitu dosis radiasi dan varietas cabai. Dalam

penelitian ini 3 dosis radiasi digunakan yaitu 0 (tanpa radiasi), 10 dan 25 Gy, dan

4 varietas cabai yaitu LV-2319, LV-2323, CK-C, dan CK-L. Satu satuan perwba-

an terdiri dari 3 botol kultur yang masing-masing berisi 10 anter. Setiap perlakuan

dilakukan 3 kali, sehingga secara keseluruhan terdapat 108 botol pengamatan.

Jumlah rata-rata serbuk sari yang diamati tiap botol kultur adalah 90,21 butir.

Pengamatan dan perhitungannya menggunakan hemasitometer dan rnikroskop.

Peubah yang diamati adalah banyaknya serbuk sari yang berkecambah.

Proses Penyerbukan dan Pembuahan

Bunga diemaskulasi dengan membuang semua benang sari dan mahkota

bunganya, kemudian ditutup dengan kertas transparan. Bunga yang diemaskulasi

adalah bunga yang diperkirakan akan mekar satu hari kemudian (Gambar 3b).

Penyerbukan dilakukan dengan melekatkan serbuk sari yang telah diradiasi pada

kepala putik pada varietas yang sama, lalu ditutup kembali untuk menghindari

kontaminasi dari serbuk sari lain.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap

(104)

3 dosis radiasi

yang

digmakm

yolitu 0 (tanpa rdasi), 10 dm 25

Gy,

d m

4 varietas cabai yaitu LV-23 1 9,

LV-2323,

CK-C,

dm

CK-L. Satu satuan percob- terdiri dari 15 pmyerbukan yang terdapat pada satu pohon.

Percobam

dhkukan dewan tiga

kali

uIangan, sehingga terdapat 36 pohon. Peubah

yang

a i d

adalah

p-tase banyahya busth yang terbentuk. [image:104.563.8.549.23.607.2]

a

b

Gambar

3. ,a. Bunga cabai besar

untuk

sumber

d u k

sari

b.

Bunga ymg

akan

diemaskuhi.

Kaltur

Buah/Biji Muda

Buah dipetik pada umur 3 , 5 , 7 , 9 dan 1 1 hari setelah penyerbukan (hsp).

Buah

tersebut d i b e r s h dengan akuades, lalu direndam

dalam

larutan klowks

15% selama 5 menit,

dan dibilas

3 kali dengan akuades steril. Pengerjaan ini

dilakukan di

dalam

laminar air flow untuk rnenmdari konaminasi.

Buah

dibelah secrura membujur menjadi dua, lalu d i m pada media turnbuh se-

(105)

(Lampiran 1) yang diperkaya dengan kasein hidrolisat (100 mg/l), dan asam

askorbat (20 mg/l). Untuk mencegah terjadinya kontaminasi oleh bakteri yang

terkandung dalam biji, maka ditambahkan kanamycin dalam media kultur dengan

konsentrasi 20 mg/l.

Perlakuan kombinasi zat pengatur tumbuh BAP, IAA dan GA3 yang

diberikan (dalam mg/l) ke dalam media adalah:

a. BAP 0,l + IAA 0,4

+

GA3 0,5

b. BAP 0,2 +

IAA

0,3

+

GA3 0,s

C. BAP 0,3 +

IAA

0,2

+

GA3 0,s

d. BAP 0,4

+

IAA

0,l

+

GA3 0,5.

Kultur selanjutnya diinkubasi pada ruang kultur yang bersuhu sekitar 25 OC

dengan penyinaran 16 jam tiap hari pada intensitas cahaya antara 1000 sampai

2000 lux.

Pengamatan yang dilakukan adalah persentase eksplan yang ber-

kecarnbah, dan waktu yang dibutuhkan untuk berkecambah serta menilai per-

tumbuhan dan perkembangan tanaman yang dihasilkan.

Analisis Sitologi Tanaman

Untuk mengidentifikasi tingkat ploidi pada tanaman yang terbentuk,

ujung akar tanaman dari botol kultur dipotong 3-5 mrn. Ujung akar direndam

dalam larutan 8-Hydroxyquinolin 0,002 M selama 90 menit dalam lemari

pendingin @4 OC) sebagai pra-perlakuan. Setelah itu ujung

akar

dibilas dengan
(106)

Kemudian dilakukan maserasi yaitu dimasukkan dalam campuran larutan HCl 1N

dengan asam asetat 45% dengan perbandingan (3:l) selama 2 menit pada suhu

60 OC. Ujung akar segera dibilas dengan akuades steril, lalu diwarnai dengan

menggunakan aceto orcein 2%. Ujung akar kemudian diletakkan diatas gelas

preparat, lalu ditutup dengan gelas penutup. Gelas penutup ditekan dengan ujung

jari agar rapat, lalu diketuk dengan ujung pensil yang berkaret (Darnaedi 1991).

Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop untuk mengamati kromosom.

Analisis Data

Hasil pengamatan dalam penelitian daya kecambah serbuk sari dianalisis

dengan mengikuti model linear berikut:

Yijk =

p

+ y i

+

a j

+

pk

+

(ap)jk

+

Eijk

Yijk = hasil pengamatan

P = nilai tengah umum

Yi = pengaruh kelompok

a j = faktor dosis radiasi (0, 10,25 Gy)

pk = faktor varietas (LV-23 19, LV-2323, CK-C, CK-L)

(ap)jk = pengaruh interaksi antara dua faktor

(107)

Sedangkan pengaruh serbuk sari yang telah diradiasi terhadap pembentukan buah

cabai dianalisis dengan mengikuti model linear RAL faktorial sebagai berikut:

Yijk =

p

+

a i

+

pj

+

(ap)ij

+

Eijk

Yijk = hasil pengamatan

p

= nilai tengah urnum

a i = faktor dosis radiasi (0, 10,25 Gy)

pj = faktor varietas (LV-23 19, LV-2323, CK-C, CK-L)

(ap)ij = pengaruh interaksi antara dua faktor

Eijk = galat ke-ijk

Analisis ragam (analysis of variance) menggunakan perangkat lunak

komputer Minitab for Windows Release 11.12. Perbedaan nilai tengah dianalisis

(108)

HASIL DAN

PEMBAHASAN

Pengaruh

Radiasi Terhadap

Daya Kecrmmbah Serbuk Sari

Viabilitas serbuk sari dapat ditentukan berdasarkan daya kecambahnya. Berkecambahnya suatu serbuk sari ditandai dengan terbentuknya tabung serbuk sari. Selain daya kecambah, viabilitas serbuk sari juga dapat ditentulran melalui pewanman dengan IKI (Yodium Kalim Yodida). Serbuk sari yang bemama gelap kebhaa mmunjukkan serbuk sari yang

viabel,

sBdangkm yang berwama

terang merupakau serbuk sari yang

tidak viabel.

Serbuk sari yang berwarna gelap

kebiruan berukmn relrttif

besar

d m

bentulrnya

bulat,

sedangkan

yang bewarna temg berukuran kecil dan keriput. Sebagian besar serbuk

sari

yang b e r w k

gelap kebiruan berkecambah dalam waktu 3

jam

di

dalam medium perkecambah-

an,

sedangkan yang berwarna terang tidak ada yang berkecanibah (Gambar 4).

Garnbar 4.

Perkecambahan

sexbuk sari

cabai

besar

A = Serbuk sari yang

tidak viabel (tidak

berkecambah)
(109)

Tabel 1. Daya kecambah serbuk sari yang diradiasi dan tanpa radiasi dari

beberapa varietas cabai besar

Keterangan: Muruf yang sarna pada baris atau kolom yang sama b e d tidak berbeda.

Tanda (- dan +) yang sama pada baris atau kolom yang sama b d tidak berbeda.

Dosis radiasi (GY)

0

10

2 5 Rata-rata

Daya kecambah serbuk sari cabai besar disajikan pada Tabel 1 dan

Lampiran 2. Dosis radiasi mulai 10 Gy berpengaruh terhadap daya kecambah

serbuk sari (Tabel 1 dan Lampiran 4a). Hasil ini bertentangan dengan Suharsono

(1993) yang menggunakan dosis 600 sampai dengan 2000 Gy pada tanarnan

tembakau. Daya kecambah serbuk sari yang tidak diradiasi adalah 48,11%,

sedangkan yang diradiasi 10 Gy dan 25 Gy bertunrt-turut adalah 39,64% dan

37,29%.

Bagian terbesar dari serbuk sari adalah inti. Di dalam inti mengandung

material genetik yang berupa DNA. Radiasi

pads

intensitas tertentu dapat

menyebabkan kerusakan DNA yang akan berpengaruh terhadap ekspresi gen.

Perkecambahan serbuk sari memerlukan ekspresi gen, sehingga radiasi pada

intensitas tertentu dapat mempengaruhi perkecambahannya.

Daya kecambah serbuk sari (%)

Rata-rata

48,ll

-

39,64

+

37,29

+

LV-23 19

39,28 b

37,76 b

35,26 b

37,43

+

CK-C

45,60 b

39,53 b

35,78 b

40,30

+-

LV-2323

58,86 a

42,53 b

38,57 b

46,65

-

CK-L

48,72 ab

38,78 b

39,55 b

[image:109.553.80.492.110.488.2]
(110)

Walaupun telah terjadi perubahan struktur DNA kromosom pada serbuk

sari yang diradiasi, tetapi kerusakan atau perubahan ini belum mampu meng-

hentikan perkecambahan serbuk sari. Hal ini kemungkinan karena serbuk sari

yang matang telah mempunyai semua kebutuhan untuk perkecambahan pada saat

diradiasi. Hasil penelitian Zottini et al. (1997) menunjukkan bahwa pemberian

radiasi dengan dosis 200, 600 dan 1000 Gy tidak berpengaruh terhadap viabilitas

serbuk sari Cannabis saliva L.

Daya kecambah serbuk sari antar varietas berbeda. Varietas LV-2323

menghasilkan serbuk sari dengan daya kecambah paling tinggi (Tabel 1 dan

Lampiran 4a). Hal ini kemungkinan karena keadaan fisik serbuk sari varietas

LV-2323 lebih baik dibandingkan dengan varietas lainnya.

Pengaruh Radiasi Pada Serbuk Sari Terhadap Pembentukan Buah

Dosis radiasi yang diberikan pada serbuk sari varietas cabai merah besar

(LV-2319 dan LV-2323) maupun pada cabai keriting (CK-C clan CK-L) ber-

pengaruh terhadap keberhasilan pembentukan buah @it set). Serbuk sari yang

tidak diradiasi (normal) yang digunakan untuk penyerbukan memberikan ke-

berhasilan pembentukan buah yang berkisar 93

-

100%. Pemberian radiasi 10 Gy

tidak berpengaruh nyata terhadap persentase jumlah buah yang terbentuk,

walaupun jumlah buah yang terbentuk mencapai 91,83%. Radiasi 25 Gy pada

serbuk sari menyebabkan p e n m a n secara nyata terhadap persentase jwnlah

buah yang terbentuk menjadi 89,90% (Tabel 2 dan Lampiran 4b). Hal ini sesuai

(111)

berpengaruh terhadap persentase pembentukan buah cabai. Sedangkan pada dosis

25 Gy nyata menurunkan persentase pembentukan buah cabai. Pada tembakau,

perlakuan radiasi sampai dengan 2000 Gy tidak berpengaruh terhadap buah yang

terbentuk (Suharsono 1993). Demikian juga pada Cucumis sativus L., bahwa

pemberian dosis radiasi 300 hingga 600 Gy pada serbuk sari tidak memberi

pengaruh nyata terhadap pembentukan buah dibandingkan tanpa perlakuan radiasi

(Abak & Caglar 1999).

Pembentukan buah dari penyerbukan serbuk sari yang tidak diradiasi

dari 4 varietas cabai adalah sama. Varietas LV-2323 mempunyai kemampuan

membentuk buah yang paling tinggi, baik pada tanaman yang serbuk sarinya

diradiasi maupun yang tidak diradiaii (Tabel 2).

Tabel 2. Pengaruh serbuk sari yang diradiasi dan tanpa radiasi terhadap pem- bentukan buah pada beberapa varietas cabai besar

Keterangan: Huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama berarti tidak berbeda.

Tanda (- dan +) yang sama pada baris atau kolom yang sama berarti tidak berbeda. Dosis radiasi (GY) 0 10 25 Rata-rata

Keberhasilan pembentukan buah cabai, selain disebabkan oleh pengaruh

dosis radiasi yang diberikan, juga oleh faktor fisiologis tanaman. Tanaman yang

Pembentukan buah (%)

LV-23 19

93,OO ab

86,OO bc

86,33 bc

88,44

-+

LV-2323

100,OO a

100,OO a

96,67 ab

98,90

+

CK-C

96,67 ab

98,33 a

96,59 ab

97,20

+

CK-L

96,67 ab

83,OO bc

80,OO c

86,56

-

Rata-rata

96,60

-

91,83

-+

(112)

Buah yang terbentuk dari penyerbukan oleh serbuk sari yang diradiasi

berbeda dengan penyerbukan oleh serbuk sari yang tidak diradiasi (kontrol). Pada

umur 3 hari setelah penyerbukan (hsp) W a n buah yang terbentuk tidak berbeda

antara kontrol dengan yang diradiasi, yaitu panjangnya berkisar 2-5

mm.

Namun

mulai hari ke-5 setelah penyerbukan, nampak jelas pengaruh radiasi pada serbuk

sari terhadap ukuran buah yang terbentuk, khususnya panjang buah (Gambar 5).

Penyelamatan Embrio Muda

Penyelamatan embrio muda dilakukan hanya pada cabai merah besar.

Tanaman dihasilkan dari embrio yang berumur 9 hari setelah penyerbukan (hsp).

Tidak satupun tanaman dihasilkan dari embrio yang benunur kurang dari 9 hari

setelah penyerbukan (Tabel 3). Hasil ini menunjukkan bahwa embrio yang

benunur kurang dari 9 hsp adalah terlalu muda dan belum siap untuk per-

tumbuhan dan perkembangan selanjutnya.

Pada umur 9 hari setelah penyerbukan, hanya

16,67%

eksplan yang

menghasilkan tanaman. Untuk setiap eksplan yang menghasilkan tanamap, hanya

terdapat satu tanaman. Rendahnya jumlah eksplan yang menghasilkan tanaman

dan jumlah tanaman tiap eksplan dapat disebabkan oleh halangan fisik daging

buah yang menghambat sentuhan, fisik antara embrio muda dan media tumbuh.

Sentuhan langsung antara embrio pada media tumbuh sangat berperan dalam

keberhasilan embrio untuk tumbuh menjadi tanaman. Pada cabai, penanaman

(113)

yang sangat kecil dan mudah rusak. Pada penelitian ini, pembelahan buah cabai

untuk dijadikan sebagai eksplan dan cara peletakannya di media turnbuh dengan

posisi tertelungkup dimaksudkan untuk membuat persentuhan antara biji muda

dengan media tumbuh.

Perlakuan radiasi pada serbuk sari yang digunakan untuk penyerbukan

menyebabkan terhambatnya perturnbuhan embrio. Pada dosis 10 Gy, tanaman

dapat dihasilkan dari buah yang berumur 11 hari setelah penyerbukan. Jumlah

eksplan yang menghasilkan tanaman hanya 5,56% pada varietas LV-2319 dan

13,89% pada varietas LV-2323. Tidak ada tanaman yang dihasilkan dari buah

yang terbentuk dari penyerbukan dengan serbuk sari yang telah diradiasi dengan

25 Gy (Tabel 3).

Tabel 3. Pengaruh radiasi pada serbuk sari yang digunakan

untuk

penyerbukan

terhadap pembentukan tanaman melalui kultur buah muda

Keterangan:

*) Satu buah = 2 eksplan.

Angka yang terdapat dalam kurung adalah persentase dari total eksplan yang ditanam pada setiap perlakuan.

Umur Panen bush (hsp) 3 5 7 9 11 Jumlah eksplan yang dikultur tiap perlakuan

3 6

3 6

36

3 6

36

Jumlah eksplan yang menghasilkan tanaman

. LV-23 19

O G~ lOGy 25Gy

0 (0,OO) 0 (0,OO) 0 (0,OO)

0 (0,OO) 0 (0,OO) 0 (0,OO)

0 (0,OO) 0 (0,OO) 0 (0,OO)

6 (16,67) 0 (0,OO) 0 (0,OO)

6 (16,67) 2 (536) 0 (0,OO)

(114)

Keempat macam media tumbuh dapat digunakan untuk menumbuhkan

embrio muda cabai. Media a (BAP 0,l

+

IAA 0,4

+

GA3 0,s) dan b (BAP 0,2

+

IAA 0,3

+

GA3 0,5) tidak mendukung pertumbuhan embrio muda dari buah hasil

penyerbukan dengan menggunakan serbuk sari yang diradiasi. Hal ini dapat

ditunjukkan karena tidak satupun tanaman dihasilkan dari media ini. Media c

(BAP 0,3

+

IAA 0,2

+ GA3

0,5) dan d (BAP 0,4

+

IAA 0,1

+

GA3 0,s) sangat

cocok untuk mendukung pertumbuhan embrio muda, baik embrio yang berasal

dari penyerbukan dengan serbuk sari normal (kontrol) maupun dengan serbuk sari

yang diradiasi 10 Gy (Tabel 4).

Tabel 4. Pengaruh media tumbuh terhadap jumlah eksplan yang menghasilkan tanaman

Keterangan :

Angka didalam kurung adalah persentase eksplan yang menghasilkan tanam-an pada setiap perlakuan media tumbuh.

a. BAP 0,l

+

IAA 0,4

+

GA3 0,5

b. BAP 0,2

+

IAA 0,3

+

GA3 0,5

c. BAP 0,3

+

IAA 0,2

+

GA3 0,5

d. BAP 0,4

+

IAA 0,l

+

GA3 0,s.

Media a Dosis 0 10 Jumlah eksplan dari buah

,

&

,

,

11 hsp. 9 9

4 (11,ll) 1 0 1 ( 2978)

5 3 8 (22,22) 6 4 10 (27,78) b

Jumlah eksplan yang menghasilkan tanaman

[image:114.555.76.494.267.753.2]
(115)

Analisis Sitologi Tanaman yang Dihasilkan dari Buah Muda

Radiasi pada serbuk sari cabai dapat menyebabkan kerusakan DNA

krornosom, sehingga embrio yang dihasilkan dari proses pembuahan oleh serbuk

sari yang diradiasi hanya mengandung kromosom dari sel telur. Pada saat zigot,

kronlosom dari serbuk sari yang telah diradiasi dapat bergabung dengan

kromosom dari sel telur. Namun selama perkembangan zigot menjadi embrio

kromosom yang rusak dari serbuk sari dapat hilang selama proses mitosis.

Senlakin besar dosis radiasi yang diberikan pada serbuk sari, maka semakin rusak

kromosom serbuk sari tersebut. Rusaknya kromosom dari serbuk sari menyebab-

kan biji yang terbentuk tidak mengandung endosperma. Serbuk sari yang dirusak

kromosomnya dengan radiasi telah banyak digunakan untuk menginduksi ter-

jadinya partenokarpi atau proses ginogenesis seperti pada tanaman petunia

(Raquin 1984 dalanz Suharsono 1993), tembakau (Suharsono 1993) dan semangka

(Sugiyama & Morishita 1998). Selain itu, Muzial & Przywara (1999) melaporkan

dengan pemberian dosis 500 Gy pada serbuk sari tembakau yang digunakan untuk

penyerbukan dapat menurunkan jumlah sel endosperma pada biji yang terbentuk.

Tanaman mulai muncul (berkecambah) pada minggu ke-5 setelah di-

kultur (msk) pada buah hasil penyerbukan dengan serbuk sari normal maupun

yang diradiasi. Pertumbuhan tanaman dari biji hasil penyerbukan serbuk sari yang

diradiasi lebih lambat daripada tanaman normal. Ukuran tanaman dari biji hasil

penyerbukan oleh serbuk sari yang diradiasi lebih kecil daripada tanaman normal.

Hal ini menunjukkan bahwa radiasi pada serbuk sari yang digunakan untuk

(116)

600 Gy dapat menjamin terbentuknya tanaman haploid (Suharsono 1993). Pada

selllangka dosis 800 Gy menyebabkan buah yang terbentuk berbiji kecil dan

jumlah serta ukurannya berbeda dengan koritrol (Sugiyama & Morishita 1998).

Na~ilun pada pir Jepang kultivar Hosui hanya diradiasi 20 Gy dapat menghasilkan

jumlah buah dan biji yang rendah dibanding~an yang tidak diradiasi. Demikian

pula kultivar Gold Nijisseki menghasilkan jumlah buah yang sedikit pada

peiliberian dosis 20 Gy bila dibanding dengan kontrolnya.

Pertumbuhan dan ukuran yang dicerminkan oleh jumlah daun dan akar

pada tanaman yang dihasilkan dari buah hasil penyerbukan dengan serbuk sari

yang diradiasi lebih kecil daripada yang dihasilkan dari penyerbukan dengan

serbuk sari normal (Tabel 5 dan Gambar 8) yang berkorelasi dengan hasil analisis

ploidi. Tanaman haploid tumbuh lambat dan mempunyai ukuran yang lebih kecil

daripada tanaman normal (diploid).

Tabel 5. Pengaruh radiasi yang diberikan pada serbuk sari yang digunakan untuk

[image:116.511.56.458.461.734.2]
(117)

Embrio cabai merah besar hasil dari penyerbukan dengan serbuk sari

yang normal dapat tumbuh menjadi tanaman mulai umur 9 hari setelah

penyerbukan (hsp), sedangkan embrio yang dihasilkan dari penyerbukan dengan

serbuk sari yang diradiasi 10 Gy dapat tumbuh menjadi tanaman pada umur 11

hsp. Tunas mulai muncul pada umur 5 minggu setelah tanam. Media yang cocok

untuk menumbuhkan embrio muda hasil penyerbukan dengan serbuk sari yang

diradiasi 10 Gy adalah media MS yang mengandung BAP 0,3 mgll, IAA 0,2 mgll,

GA3 0,5 mgll (c), dan BAP 0,4 mgll, IAA 0,l mgll, GA3 0,5 mgll (d). Persentase

keberhasilan pembentukan tanaman haploid pada varietas LV-23 19 adalah 5,56%

(118)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Radiasi sinar gamma pada dosis 10 dan 25 Gy berpengaruh terhadap

daya kecambah serbuk sari cabai merah besar (LV-2319, LV-2323) dan cabai

keriting (CK-C, CK-L).

Serbuk sari yang diradiasi sinar gamma pada dosis 10 Gy tidak ber-

pengaruh terhadap pembentukan buah pada cabai merah besar (CB) dan cabai

keriting (CK). Namun pada dosis 25 Gy terjadi pengaruh terhadap pembentukan

buah cabai merah besar (CB) maupun cabai keriting (CK).

Embrio cabai merah besar ~ (LV-23 19, LV-2323) dapat tumbuh menjadi

tanaman s

Gambar

Gambar 3. ,a. Bunga cabai besar untuk sumber d u k  sari
Tabel 1. Daya kecambah serbuk sari yang diradiasi dan tanpa radiasi dari
Tabel 4. Pengaruh media tumbuh terhadap jumlah eksplan yang menghasilkan
Tabel 5. Pengaruh radiasi yang diberikan pada serbuk sari yang digunakan untuk

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Assauri dalam bukunya yang berjudul Menejemen Produksi dan Operasi (1999), perawatan adalah kegiatan untuk memelihara atau menjaga fasilitas peralatan pabrik.. dan

Doakan ibadah Natal yang akan dilaksanakan pada tanggal 16 Januari 2010, supaya panitia dapat mengerjakan setiap bagiannya dengan setia dan maksimal.. Doakan juga persiapan

(c) Prinsip amaliyah, sebagai konsekuensi aqidah dan ilmu yang telah diketahui tentang konsumsi Islami tersebut, seseorang dituntut untuk menjalankan

Dari data hotspot pada tahun 2011, daerah yang paling banyak terdeteksi di Kabupaten Pulang Pisau dengan jumlah hotspot 605 titik dan Kabupaten Kotawaringin Timur

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauhmana kepercayaan publik terhadap pemerintah sebagai kekuatan politik yang memiliki betugas meramu berbagai

Hasil perhitungan Turnover diatas dengan ruang parkir yang tersedia sebesar 438 SRP, Turnover yang terjadi di area parkir belakang gedung rata-rata nilainya adalah

Operasi penangkapan pancing ulur menggunakan rumpon sebagai alat bantu pe- nangkapan ikan, sehingga kegiatan penang- kapan ikan terkonsentrasi pada suatu wilayah