BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Lokasi
Lokasi penelitian diambil secara purposive yaitu cara pengambilan sampel dengan sengaja karena alasan yang diketahui dari sifat-sifat sampel tersebut. (Singarimbun dan Effendi, 1995). Lokasi penelitian yang dipilih adalah Pasar Induk Kota Medan dengan pertimbangan bahwa Pasar Induk Kota Medan merupakan konsumen sekaligus distributor bawang merah terbesar yang cukup berpengaruh di Kota Medan.
3.2 Metode Penentuan Sampel
(gabungan), analisis data bersifat kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.
3.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013).
Populasi dalam penelitian ini adalah pedagang, distributor, pedagang pengumpul dan produsen bawang merah yang memasok bawang merah untuk kebutuhan Kota Medan.
3.2.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2013).
Sampel yang diambil adalah pedagang, distributor, tengkulak dan produsen bawang merah yang memasok bawang merah Kota Medan.
Untuk sampel petani, di Kota Medan terdapat 4 kelompok tani bawang merah yang terpusat di Kecamatan Medan Marelan. Sedangkan untuk daerah Simalungun dan Samosir yang merupakan pemasok utama bawang merah di kota Medan, tergabung 15 kelompok tani. Berdasarkan teknik snowball sampling, didapatkan total 36 sampel produsen (petani) untuk menjadi narasumber yang mempunyai produktivitas bawang merah cukup tinggi yang tersebar di beberapa daerah tersebut.
Key person dalam penelitian ini adalah Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara dan Dinas Perdagangan kota Medan. Kemudian pemilihan sampel berikutnya tergantung kepada pedagang, distributor, tengkulak dan produsen. Dengan demikian diharapkan alur distribusi dan supply chain bawang merah di Kota Medan dapat teridentifikasi.
Tahap selanjutnya untuk menganalisa manajemen rantai pasok bawang merah yang efisien menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan pengisian kuesioner, sampel/responden dalam hal ini adalah Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, Wakil Kepala Pasar Induk Kota Medan, Ketua Kelompok Tani Karunia Rengas, Kepala UPTD Simalungun, Kepala UPTD Haranggaol Horison yang dipilih berdasarkan metode judgement sampling. Metode ini dilakukan dengan pertimbangan keefektifan, bahwa berdasarkan penilaian/judgement peneliti atau expert, sampel yang bersangkutan adalah pihak yang paling sesuai, yang memiliki ―information rich‖
dan memiliki pemahaman mengenai manajemen rantai pasok bawang merah (Cooper dan Emory, 1996). Kelima responden tersebut terpilih berdasarkan
3.3 Metode Pengambilan Data
Metode pengambilan data merupakan suatu proses kegiatan yang diperlukan dalam suatu penelitian. Proses tersebut akan menghasilkan data-data. Data-data tersebut terbagi menjadi dua sumber yaitu:
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari penyebaran kepada responden yang dianggap telah memiliki populasi (Umar dalam Ukhdiyah, 2013). Melakukan pengamatan langsung terhadap supply chain bawang merah yang terjadi di Kota Medan kemudian membandingkan dengan teori supply chain management. Adapun cara pengumpulan data primer sebagai berikut:
a. Observasi Lapang
Yaitu pengambilan data dengan melakukan pengamatan secara langsung dari pada obyek penelitian sesuai masalah yang dianalisis dan membuat dokumentasi pengamatan dengan pemotretan kondisi dan potensi lokasi penelitian.
b. Survey
Yaitu suatu cara pengambilan data dengan melakukan penyebaran kuesioner kepada pihak-pihak yang bersangkutan dalam hal ini adalah pedagang bawang merah.
c. Dokumentasi
d. Kuesioner
Merupakan teknik pengambilan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2013). Kuesioner tersebut dibagikan kepada pihak yang dianggap perlu dalam hal ini pedagang bawang merah.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari instansi atau lembaga yang terkait dengan penelitian ini. Sumber dari data sekunder ini diperoleh dari Dinas Pertanian Kota Medan dan Badan Pusat Statistik (BPS) kota Medan. Data tersebut adalah keadaan umum daerah penelitian, jumlah pedagang, distributor, dan produsen serta data-data lain yang berkaitan dengan penelitian ini.
3.4 Metode Analisis Data
Analisa data yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Metode analisis deskriptif adalah penelitian survei yang bertujuan untuk mengevaluasi permasalahan yang sedang diteliti. Analisis data deskriptif untuk penelitian ini terdiri dari dua, yaitu:
1. Analisis Deskriptif Kualitatif
Analisis deskriptif kualitatif adalah analisis yang mendeskripsikan tentang distribusi dan supply chain bawang merah di Kota Medan. Selain itu, analisis ini
juga mendeskripsikan tentang penerapan supply chain management bawang merah di Kota Medan.
A B C D
F G H I
P Q R S
X Y Z
dilakukan adopsi data dengan membuat rangkuman dan diperoleh hasil penelitian. Data yang diperoleh berdasarkan hasil dari kenyataan dan tidak dirubah.
2. Analisis Deskriptif Kuantitatif
Analisis deskriptif kuantitatif adalah analisis yang mendeskripsikan data melalui Analysis Hierarchy Process (AHP) dengan metode matriks perbandingan berpasangan. Dalam penelitian ini data diperoleh dengan menggunakan kuisioner tertutup yang telah diberi skor, yang mana data tersebut nantinya akan dihitung secara statistik dengan software expert choice 2011.
a. Penyusunan Hierarki
Susunan hierarki yang dimaksud akan tersusun menjadi beberapa level. Pertama adalah level 0 adalah goal yang diinginkan, level 1 adalah faktor yang akan mempengaruhi tercapainya goal, level 2 merupakan aktor yang terlibat dalam pencapaian goal, level 3 merupakan susunan tujuan yang mencapai goal, dan level 4 merupakan alternatif skenario, yang akan menjadi strategi yang diprioritaskan dalam penelitian ini. Berikut adalah susunan hierarki:
GOAL
FAKTOR
AKTOR
TUJUAN
ALTERNATIF
SKENARIO
Gambar 7. Susunan AHP untuk Ultimate Goal tertentu 3. Penilaian Kriteria dan Alternatif
Dari hierarki yang dibuat penilaian kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat di atasnya. Hasil penilaian merupakan data masukan (input) dalam bentuk matriks perbandingan berpasangan (pairwise comparison).
Tabel 6. Matriks Perbandingan Kriteria
Goal K1 K2 K3 Kn
K1 K11 K12 K31 K1n
K2 K21 K22 K23 K2n
K3 K31 K32 K33 K3n
Kn Kn1 Kn2 Kn3 Knn
Keterangan:
K : kriteria dasar perbandingan
KiKj : elemen ke-i dan elemen ke-j satu dibawah level yang memuat
Ij : 1,2,3,...,n adalah indeks elemen yang terdapat pada level yang sama dan secara bersama-sama terkait dengan kriteria K
Kij : angka yang diberikan dengan membandingkan elemen dengan elemen ke-j, yang dilakukan dengan skala perbandingan berpasangan.
Tabel 7. Nilai dan Definisi Perbandingan Berpasangan pada AHP
Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i. Sumber: Saaty (1993)
relatif dari seluruh alternatif. Setiap level hierarki baik kuantitatif dan kualitatif dapat dibandingkan sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matrik atau melalui penyelesaian persamaan matematik.
a. Konsistensi Logis
Suatu elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. Pengukuran konsisten digunakan untuk identifikasi error yang mungkin terjadi pada penilaian para pakar. Pengukuran konsistensi dilakukan pada logika inkonsistensi penilaian. Misalnya, jika seorang pakar mengatakan A lebih penting dari B, dan B lebih penting dari C, maka penilaian A harus lebih penting dari C. Penilaian yang konsisten akan muncul jika misalnya A empat kali lebih penting dari B dan B dua kali lebih penting dari C, maka A delapan kali lebih penting dari C (lihat Tabel 7).
Batas maksimum kriteria rasio konsistensi (CR) yang dapat diterima adalah ≤ 10% (0.10) karena teori AHP tidak mengharuskan adanya konsistensi yang sempurna. Jika CR ≥ 10% maka penilaiannya masih acak dan perlu diperbaiki.
dapat digunakan untuk menghasilkan konsistensi sempurna. Pembalikan rangking dapat dipakai dengan setiap teknik dekomposisi dan mensintesis skor relative, seperti pairwise comparison, kalkulasi eigen, dan keinginan mencapai konsistensi sempurna (Saaty, 1993).
3.5 Definisi dan Batasan Operasional Variabel
3.5.1 Definisi
Berdasarkan permasalahan serta tujuan penelitian, maka perlu dijelaskan definisi operasional dan pengukuran variabel sebagai berikut:
1. Supply Chain Management adalah suatu sistem strategi bisnis yang
mengkoordinasikan aktivitas dari hulu ke hilir sehingga menciptakan suatu keunggulan bersaing. Supply chain management berhubungan dengan interaksi antar pedagang, distributor, pedagang pengumpul dengan produsen serta konsumennya dalam kegiatan rantai pasok.
2. Supply chain komoditas bawang merah merupakan seluruh kegiatan
penyaluran produk mulai dari produsen sampai ke tangan pedagang bawang merah termasuk aliran keuangan dan aliran informasinya.
3. Pedagang adalah mitra bisnis yang membeli bawang merah baik dari dari dari distributor untuk kemudian dijual ke konsumen akhir.
4. Distributor adalah mitra bisnis membeli bawang merah dalam jumlah besar
5. Pedagang pengumpul adalah perorangan yang secara langsung berhubungan dengan produsen dan melakukan transaksi dengan produsen baik secara tunai, maupun kontrak pembelian bawang merah.
6. Produsen adalah petani atau orang yang membudidayakan bawang merah.
3.5.2 Batasan Operasional Variabel
1. Penelitian dilakukan pada Pasar Induk Kota Medan.
2. Pedagang yang diteliti adalah pedagang yang datang dan menjadi pelanggan distributor bawang merah.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kota Medan
Kota Medan terletak antara 2o.27‘-2o.47‘ Lintang Utara dan 98o.35‘
-98o.44‘ Bujur Timur. Kota Medan 2,5-3,75 meter di atas permukaan laut. Kota
Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum berkisar antara 23,0 o
C-24,1 oC dan suhu maksimum berkisar antara 30,6oC-33,1oC serta pada malam
hari berkisar 26 oC-30,8oC. Kelembaban udara di wilayah Kota Medan rata- rata 78%-82%. Sebagian wilayah di Medan sangat dekat dengan wilayah laut yaitu pantai Barat Belawan dan daerah pedalaman yang tergolong dataran tinggi, seperti Kabupaten Karo. Akibatnya suhu di Kota Medan menjadi tergolong sedang cenderung panas.
Batas Utara : Kabupaten Deli Serdang Selat Malaka Batas Selatan : Kabupaten Deli Serdang
Batas Timur : Kabupaten Deli Serdang Batas Barat : Kabupaten Deli Serdang
Kota Medan memiliki luas 265,10 km2 atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar.
Dari luas kota Medan, dapat dipresentasekan sebagai berikut: Tabel 8. Presentase Wilayah Kota Medan Tahun 2015
Jenis Area Presentase (%)
Sumber: Dinas Cipta Karya Kota Medan (2015)
Kota Medan hingga kini masih memiliki luas lahan pertanian 6.183 Ha yang terdiri dari lahan sawah 1.778 Ha dan lahan kering seluas 4.395 Ha. Dari 21 kecamatan yang ada di Kota Medan, saat ini yang masih berpotensi untuk pertanin adalah di Kecamatan Medan Labuhan, Medan Marelan, Medan Tuntungan dan Medan Selayang. (Medan Bisnis, 2015).
4.1.1 Keadaan Demografi
Berdasarkan Sensus Penduduk Indonesia 2010, penduduk Medan berjumlah 2.109.339 jiwa. Penduduk Medan terdiri atas 1.040.680 laki-laki dan 1.068.659 perempuan.
Dengan demikian Medan merupakan kota dengan jumlah penduduk terbesar di Sumatera dan keempat di Indonesia. Sebagian besar penduduk Medan berasal dari kelompok umur 0-19 dan 20-39 tahun (masing-masing 41% dan 37,8% dari total penduduk). Dilihat dari struktur umur penduduk, Medan dihuni lebih kurang 1.377.751 jiwa berusia produktif, (15-59 tahun). Selanjutnya dilihat dari tingkat pendidikan, rata-rata lama sekolah penduduk telah mencapai 10,5 tahun. Dengan demikian, secara relatif tersedia tenaga kerja yang cukup, yang dapat bekerja pada berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur.
Tabel 9. Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Penduduk di Kota Medan
Tahun Jumlah Penduduk (jiwa)
Dilihat dari Tabel 9, jumlah penduduk Kota Medan meningkat dari tahun
ke tahun. Seiring dengan pertambahan penduduk kota Medan, maka kepadatan
penduduk juga mengalami kenaikan. Pada tahun 2015 kepadatan penduduk Kota
Medan mencapai 8.008 jiwa/km2.
Di sisi lain, penyebaran penduduk masih belum merata. Kepadatan
penduduk di Kota Medan masih belum merata. Kecamatan dengan kepadatan
jiwa/km2, dan yang paling rendah adalah Kecamatan Medan Labuhan, yaitu
3.203 jiwa/km2.
Tabel 10. Distribusi dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kota Medan Tahun 2015
Sumber: BPS Kota Medan (2015)
4.1.1.2 Komposisi Penduduk Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
Sebagian besar penduduk di Kota Medan bekerja di luar sektor pertanian.
banyaknya alih fungsi lahan untuk dijadikan pemukiman. Urutan pertama
menurut lapangan pekerjaan utama dan jenis kelamin di kota Medan ditempati
penduduk yang bekerja di sektor jasa sebanyak 661.266 jiwa. Sedangkan urutan
yang kedua adalah penduduk yang bekerja di sektor manufaktur sebanyak
180.387 jiwa. Penduduk yang bekerja di sektor pertanian menempati urutan ketiga
sebanyak 34.141 jiwa (lihat Tabel 11).
Tabel 11. Jumlah Penduduk Berumur 15 Ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin di Kota Medan Tahun 2015
No Lapangan Pekerjaan Utama Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan Jumlah
1. Pertanian 30.053 4.088 34.141
2. Manufaktur 153.630 44.757 180.387
3. Jasa 365.639 295.627 661.266
Total 533.322 342.472 875.794
Sumber: BPS, Survei Angkatan Kerja Nasional (2015)
4.1.1.3 Sektor Pertanian
Kota Medan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia. Hal itu
menunjukkan bahwa lahan pertanian di Kota Medan semakin lama semakin
sempit. Hal ini dapat ditunjukkan pada tabel 12.
Tabel 12. Luas Areal Pertanian dan Luas Panenan Tanaman Pangan di Kota
Sumber: Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Medan (2015)
Selain untuk tanaman pangan, kota Medan juga mempunyai lahan untuk
kecamatan di Kota Medan dapat ditanami sayuran dataran rendah. Menurut data
BPS tahun 2015, hanya kecamatan Medan Marelan yang dapat ditanami sayuran
dataran rendah. Sayuran dataran rendah tersebut adalah sawi, cabai, kacang
panjang, terong, timun, kangkung, bayam dan bawang merah. Untuk luas panen
sayuran dataran rendah dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Luas Panen Sayuran Dataran Rendah di Kawasan Agribisnis Medan
Sumber: Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Medan (2015)
Jika dilihat pada Tabel 13, pada tahun 2014 luas tanam, luas panen dan
produksi dari sayuran dataran rendah di Kota Medan mengalami peningkatan
yang cukup signifikan. Hal ini menjadi peluang untuk dapat memanfaatkan lahan
pertanian untuk meningkatkan produksi sayuran dataran rendah khususnya
bawang merah guna pemenuhan permintaan konsumen bawang merah yang cukup
tinggi. Pengembangan agribisnis sayuran dataran rendah khususnya bawang
merah di Kota Medan memiliki prospek yang cerah apabila didukung oleh
pemerintah daerah setempat.
4.1.1.4 Keuangan Daerah
harga konstan (ADHK) sebesar Rp 124.277.480.000,00. Pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan oleh perkembangan PDRB, pada tahun 2014 ADHB sebesar 13,56% dan ADHK sebesar 6,59% (Lihat Tabel 14). Jika dilihat dari sektor, ADHB maka sektor pengadaan listrik dan gas mempunyai kontribusi paling besar yaitu 33,01%, sedangkan sektor mempunyai kontribusi paling sedikit yaitu sektor pertanian sebesar 4,73%.
Tabel 14. Pertumbuhan Ekonomi (PDRB) Perkapita Kota Medan Tahun 2012-2014
Uraian 2012 2013 2014
ADHB 10,67 11,14 13,56
ADHK 4,31 5,06 6,59
Sumber: BPS Kota Medan (2016)
Selama tahun 2015, inflasi di Kota Medan mencapai 3,32%. Inflasi tertinggi jatuh pada bulan September sebesar 2,44% dan inflasi terendah jatuh pada bulan Februari sebesar -1,36%. Penyumbang inflasi terbesar adalah kelompok bahan makanan sebesar 5,25%, kemudian kelompok sandang sebesar 0,53%, dan ketiga adalah kelompok perumahan sebesar 0,21%. Sedang penyumbang inflasi terendah adalah kelompok makanan jadi sebesar 0,09%, kelompok kesehatan 0,04%, kelompok pendidikan 0,02% dan kelompok transportasi dan komunikasi sebesar -0,09%.
4.2 Analisis Alur Distribusi Supply Chain Bawang Merah di Kota Medan
Gambaran supply chain (rantai pasok) yang akan dibahas terdiri dari struktur rantai pasok, entitas rantai pasok, manajemen rantai pasok, sumber daya rantai pasok dan proses bisnis rantai pasok.
Aliran rantai pasok bawang merah di Kota Medan dipengaruhi oleh
perbedaan jenis bawang merah yang diperdagangkan, anggota rantai pasok yang
terlibat di dalamnya, serta sistem yang dibangun di antara berbagai pihak. Namun
yang mendorong terjadinya perbedaan rantai pasok terletak pada varietas bawang
merah yang dipasarkan.
Berdasarkan informasi yang diterima dari produsen dan distributor,
bawang merah yang masuk dan diperdagangkan di Kota Medan terdiri dari 3 jenis
yaitu Bawang Medan, Bawang Brebes, dan Bawang Impor. Di Kota Medan
khususnya di Kecamatan Medan Marelan, produsen (petani) bawang merah
menggunakan bawang tuk tuk atau bawang Medan untuk penanaman bawang
merah di dataran rendah.
Permintaan bawang merah Medan lebih tinggi daripada bawang merah
brebes dan bawang impor. Karena permintaan yang cukup tinggi, produsen
bawang merah lebih memilih untuk menanam bawang merah Medan karena dapat
menembus pasar modern dan dijual dengan harga lebih mahal. Sedangkan bawang
Brebes permintaannya tidak sebesar bawang Medan. Bawang merah brebes akan
ditanam oleh petani apabila bibit bawang merah benar-benar langka dan harus
didatangkan dari Brebes. Untuk varietas bawang Impor, permintaannya jauh lebih
sedikit dibandingkan dengan varietas bawang merah Medan dan bawang merah
Brebes. Bawang merah impor lebih banyak dijual untuk memenuhi pasar restoran
atau rumah makan karena harganya yang jauh lebih murah dan lebih mudah untuk
mengolahnya.
Secara umum, hasil penelitian alur distribusi komoditas bawang merah
Model pertama untuk rantai pasok bawang merah lokal (Medan dan Brebes), dan
model kedua untuk rantai pasok bawang merah Impor. Dalam supply chain
bawang merah lokal, dapat dibedakan berdasarkan bawang merah daerah
produsen. Hasil kajian model rantai pasok untuk bawang merah lokal dan bawang
Produsen Medan Marelan Pedagang Pengumpul Kecil P. Pengumpul Besar,
0,45 ton/Ha/musim panen 2 ton/musim panen 5-10 ton/musim panen
Produsen Samosir P. Pengumpul Kecil Samosir P. Pengumpul Besar Samosir P. Pengumpul Besar Siantar
15 ton/Ha/musim panen 2 ton/musim panen 3-7 ton/pekan 30-50 ton/pekan
10-15 ton/musim panen
Produsen Simalungun P. Pengumpul Kecil Haranggaol, P. Pengumpul Besar Siantar Distributor
20 ton/Ha/musim panen Saribu Dolok, Purba, Dolok Silau 30-50 ton/pekan 15 ton/hari 4 ton/musim panen
Pedagang Grosir Lokal: 200 kg/hari Impor: 100 kg/hari
Importir
(tidak ada data bawang merah Distributor Retailer Kecil
impor karena kebijakan pemerintah 30 ton/hari Lokal: 30-50 kg/hari
untuk stop impor bawang merah) Impor: 20-30 kg/hari
Gambar 8. Model Supply Chain Bawang Merah Medan dan Brebes serta Impor di Kota Medan
Produsen di 1) Model Supply Chain Bawang Merah Medan dan Brebes dari Medan Marelan
Gambar 9. Model Supply Chain Bawang Merah Medan dan Brebes dari Produsen Kecamatan Medan Marelan yang Masuk ke Pasar Induk Kota Medan
Berdasarkan kajian data primer pelaku supply chain dan perbandingan dari
teori Indrajit dan Djokopranoto (2005) ditemukan pelaku supply chain Bawang
Merah Medan dan Brebes dari Produsen Kecamatan Medan Marelan adalah
mempunyai 7 (tujuh) rantai pasok. Rantai pertama adalah produsen di Medan
Marelan, kedua adalah pedagang pengumpul kecil, rantai ketiga adalah pedagang
pengumpul besar, rantai keempat adalah distributor pasar induk, rantai kelima
adalah pedagang grosir, rantai keenam adalah retailer kecil, dan rantai terakhir
adalah konsumen.
Menurut hasil yang didapatkan di lapang, supply chain bawang merah
Medan dan Brebes yang berasal dari Produsen Marelan belum efisien karena
panjangnya rantai pasok yang berada di model supply chain bawang merah
tersebut. Hal ini sama dengan teori yang diungkapkan oleh Pujawan (2010) bahwa
semakin panjang rantai pasok yang dilalui, maka rantai pasok tersebut semakin
Pelaku supply chain bawang merah Medan dan Brebes di Medan Marelan
yang memasok ke Pasar Induk Kota Medan adalah:
Rantai 1: Produsen Marelan
Produsen bawang merah di kecamatan Marelan Kota Medan merupakan
produsen yang ditunjuk Bank Indonesia (BI) untuk mengembangkan bawang
merah di Kota Medan. Di Kecamatan Medan Marelan, terdapat 4 kelompok tani
bawang merah. Berdasarkan survey lapang, dari gabungan kelompok tani ini
hanya memiliki lahan kurang dari 1 Ha dengan menghasilkan rata-rata
450kg/400m2. Karena lahan pertanaman bawang merah yang kurang, maka
produksi juga akan berpengaruh. Hal ini yang mengharuskan Kota Medan masih
memerlukan bawang merah dari luar kota Medan untuk memenuhi kebutuhan
konsumsinya.
Rantai 2 : Pedagang Pengumpul Kecil
Pedagang pengumpul kecil merupakan mata rantai kedua dalam rantai
pasok bawang merah. Pedagang pengumpul kecil biasanya mencakup hanya 1
kecamatan saja. Peran dari pedagang pengumpul kecil adalah sebagai pengumpul
hasil produksi dari petani produsen dalam area produksi yang tersebar dan
menyalurkan permodalan yang dibutuhkan oleh produsen. Dan pedagang
pengumpul kecil mempunyai peran untuk menentukan harga jual di pedagang
pengumpul besar ataupun pasar yang akan ia datangi.
Dalam hasil survey yang didapatkan, pedagang pengumpul kecil akan
hingga 2 ton per musim panen. Apabila pedagang kecil hanya mendapatkan
500kg hingga 1 ton bawang merah saja, pedagang pengumpul kecil akan menjual
bawang merah tersebut ke pasar-pasar terdekat dari daerah Marelan tersebut.
Rantai 3: Pedagang Pengumpul Besar
Pedagang pengumpul besar yang melakukan pengumpulan bawang merah
yang berasal dari pedagang pengumpul kecil. Cakupan dari pedagang pengumpul
besar ini adalah 3 hingga 5 kecamatan. Sebagian besar pedagang pengumpul besar
selalu membeli bawang merah kering agar penanganannya lebih mudah dan tidak
cepat busuk. Pedagang pengumpul besar di Marelan biasanya tidak hanya
mengumpulkan bawang merah saja, tetapi juga dengan hasil panen sayur dataran
rendah yang lainnya.
Setelah bawang merah terkumpul, pedagang pengumpul besar langsung
melakukan sortasi bawang merah sebelum di bawa ke Pasar Induk. Akan tetapi,
pedagang pengumpul besar hanya akan membawa bawang merah ke Pasar Induk
apabila bawang merah yang didapat sekitar 5-10 ton per musim panen. Apabila
kurang dari itu, pedagang pengumpul besar akan memilih pasar yang lebih dekat.
Rantai 4: Distributor Pasar Induk
Distributor Pasar Induk Kota Medan berperan penting dalam mata rantai
pasok bawang merah Medan karena distributor di pasar induk yang menentukan
atau memutuskan harga jual yang pantas bagi produk sesuai dengan
kualifikasinya yang disusun dan perlakuan nilai tambah yang diperlukan. Pada
waktu pengiriman.
Rata-rata distributor melakukan pembelian bawang merah sebanyak 10-15
ton per hari. Distributor ini memasarkan bawang merah dengan menambah nilai
tambah bawang merah dengan kemasan sesuai dengan yang diminta para
pedagang grosir. Biasanya dari pedagang pengumpul besar hanya ada 1 karung
dengan berat 50kg, akan tetapi jika di distributor ada beberapa jenis kemasan.
Mulai 10kg, 25kg, 50kg hingga 100kg. Hal ini yang membuat distributor dapat
memutuskan harga bawang merah di tingkat pasar. Dengan adanya beberapa jenis
kemasan seperti itu, maka pedagang grosir yang akan melakukan pembelian ke
distributor akan lebih mudah menentukan jumlah pembelian. Sehingga pembelian
dapat dilakukan dengan cepat.
Rantai 5: Pedagang Grosir
Pedagang grosir merupakan penghubung terpenting dalam sebuah rantai
pasok karena posisinya yang menghubungkan retailer kecil dengan hampir semua
rantai pasok dibawahnya. Pedagang grosir bawang merah yang berada di Pasar
Induk berjumlah 252 pedagang dengan kuantitas pembelian rata-rata 200kg
bawang merah. Pedagang grosir bertanggung jawab dalam menampung informasi
pasar karena pada rantai ini bertemu keinginan dan kebutuhan konsumen.
Rantai 6: Retailer Kecil
Retailer kecil merupakan penghubung penting karena dari retailer kecil
inilah konsumen dapat menikmati produk bawang merah. Kuantitas yang diambil
Produsen
kecil tidak ingin memiliki resiko kerugian yang tinggi apabila bawang merah yang
mereka beli busuk atau tidak laku.
Rantai 7: Konsumen
Konsumen merupakan rantai terakhir dari rantai pasok. Pada rantai inilah
produk berakhir untuk dikonsumsi sebagai bahan baku olahan ataupun dijadikan
produk home industry bawang goreng. Harus diingat juga bahwa semua proses
pembiayaan berasal dari pembayaran konsumen terhadap produk bawang merah
yang dibeli. Untuk itu informasi tentang kebutuhan atau keinginan konsumen
merupakan penentu arah dari proses usahatani bawang merah.
2) Model Supply Chain Bawang Merah Medan dan Brebes dari Kabupaten Samosir
Berdasarkan kajian data primer pelaku supply chain dan perbandingan dari
teori Indrajit dan Djokopranoto (2005) ditemukan pelaku supply chain Bawang
Merah Medan dan Brebes dari Produsen Samosir mempunyai 8 (delapan) rantai
pasok. Rantai pertama adalah produsen di Samosir, kedua adalah pedagang
pengumpul kecil yang tersebar di masing-masing kecamatan sentra produksi
bawang merah, rantai ketiga adalah pedagang pengumpul besar Samosir, rantai
keempat adalah pedagang besar Siantar, rantai kelima adalah distributor pasar
induk, rantai keenam adalah pedagang grosir, dan rantai ketujuh adalah retailer
kecil dan rantai terakhir adalah konsumen.
Hasil yang didapatkan di lapang, supply chain bawang merah Medan dan
Brebes yang berasal dari Produsen Samosir belum efisien karena panjangnya
rantai pasok yang berada di model supply chain bawang merah tersebut. Hal ini
sama dengan teori yang diungkapkan oleh Pujawan (2010) bahwa semakin
panjang rantai pasok yang dilalui, maka rantai pasok tersebut semakin tidak
efisien, dikarenakan biaya yang dikeluarkan semakin tinggi.
Sedangkan pelaku supply chain bawang merah Medan dan Brebes di
Samosir yang memasok ke Pasar Induk Kota Medan adalah:
Rantai 1: Produsen Samosir
Di Samosir, terdapat 6 kelompok tani bawang merah. Berdasarkan survey
lapang, produsen bawang merah di Samosir mempunyai rata-rata luas lahan
400m2 hingga 4.000m2 saja. Karena lahan pertanaman bawang merah yang
minim, maka produksi bawang merah juga akan berpengaruh. Terlebih lagi
Mulamula mengalami kendala karena air yang berada di daerah tersebut terbatas.
Rata-rata produksi bawang merah di tingkat produsen Samosir adalah
600kg/400m2.
Rantai 2: Pedagang Pengumpul Kecil
Pedagang pengumpul kecil merupakan mata rantai kedua dalam rantai
pasok bawang merah. Pedagang pengumpul kecil biasanya mencakup hanya 1
kecamatan saja. Peran dari pedagang pengumpul kecil adalah sebagai pengumpul
hasil produksi dari petani produsen dalam area produksi yang tersebar dan
menyalurkan permodalan yang dibutuhkan oleh produsen. Dan pedagang
pengumpul kecil mempunyai peran untuk menentukan harga jual di pedagang
pengumpul besar ataupun pasar yang akan ia datangi.
Rata-rata yang didapat oleh pedagang pengumpul kecil Samosir agar dapat
dibawa ke pedagang besar Samosir adalah 1-2 ton per musim panen. Apabila
kurang dari jumlah tersebut, pedagang pengumpul kecil akan menjual ke pasar
terdekat di sekitar kecamatan sentra produksi.
Rantai 3: Pedagang Pengumpul Besar Samosir
Pedagang pengumpul besar Samosir merupakan pedagang yang
melakukan pengumpulan bawang merah yang berasal dari pedagang pengumpul
kecil. Pedagang pengumpul besar Samosir ini hanya menunggu dari pedagang
pengumpul kecil, sehingga mereka tidak ada interaksi langsung dengan produsen.
Sebagian besar pedagang pengumpul besar selalu membeli bawang merah kering
besar di Samosir tidak hanya mengumpulkan bawang merah saja, tetapi juga
dengan hasil panen sayuran yang lain agar biaya yang dikeluarkan bisa ditekan
seminim mungkin.
Rata-rata kuantitas yang diambil oleh pedagang pengumpul besar Samosir
agar bisa dibawa ke pedagang besar Siantar adalah 10 – 15 ton per musim panen
dan sekitar 3 – 7 ton per pekan. Apabila pedagang pengumpul besar tidak bisa
mendapatkan bawang merah sesuai dengan target, bawang merah tetap dikirim ke
pedagang besar Siantar asalkan komoditi lain yang mereka kumpulkan bisa
menutupi kekurangan biaya transportasi tersebut.
Rantai 4: Pedagang Pengumpul Besar Siantar
Pedagang pengumpul besar Siantar merupakan titik temu dari pedagang
besar yang berada di Samosir dan Simalungun yang akan menyalurkan bawang
merah mereka ke Kota Medan. Pedagang besar Siantar hanya menunggu dari
pedagang pengumpul besar dari berbagai daerah sentra produksi bawang merah,
sehingga mereka tidak ada interaksi langsung dengan produsen. Pedagang
pengumpul besar Siantar selalu membeli bawang merah kering karena tidak
mudah busuk. Pedagang pengumpul besar Siantar ini mengirimkan bawang merah
ke Pasar Induk Kota Medan rata-rata 30-50 ton per pekan.
Rantai 5: Distributor Pasar Induk
Distributor Pasar Induk Kota Medan berperan penting dalam mata rantai
pasok bawang merah Medan dan Brebes karena distributor di pasar induk
sesuai dengan permintaan konsumen. Pada mata rantai ini informasi dari pasar
diterima seperti harga, kualitas, jumlah dan waktu pengiriman.
Pembelian bawang merah oleh distributor rata-rata sebanyak 10-15
ton/hari yang berasal dari pedagang pengumpul besar. Distributor pasar induk
menambah nilai produk bawang mereka dengan memilah berbagai kemasan.
Kemasan yang digunakan mulai dari 10kg, 25kg, 50kg hingga 100kg. Hal ini
yang dapat membuat distributor dapat memutuskan harga bawang merah di
tingkat pasar. Dengan adanya beberapa jenis kemasan seperti itu, maka pedagang
grosir yang akan melakukan pembelian ke distributor akan lebih mudah
menentukan jumlah pembelian. Sehingga pembelian dapat dilakukan dengan
cepat.
Rantai 6: Pedagang Grosir
Pedagang grosir merupakan penghubung terpenting dalam sebuah rantai
pasok karena posisinya yang menghubungkan retailer kecil dengan hampir semua
rantai pasok dibawahnya. Rata-rata pedagang grosir mengambil bawang merah
sebanyak 200kg dari distributor. Pedagang grosir bertanggung jawab dalam
menampung informasi pasar karena pada rantai ini bertemu keinginan dan
kebutuhan konsumen.
Rantai 7: Retailer Kecil
Retailer kecil merupakan penghubung penting karena dari retailer kecil
inilah konsumen dapat menikmati produk bawang merah. Kuantitas yang diambil
Pedagang
kecil tidak ingin memiliki resiko kerugian yang tinggi apabila bawang merah yang
mereka beli busuk atau tidak laku.
Rantai 8: Konsumen
Konsumen merupakan rantai terakhir dari rantai pasok. Pada rantai inilah
produk berakhir untuk dikonsumsi sebagai bahan baku. Harus diingat juga bahwa
semua proses pembiayaan berasal dari pembayaran konsumen terhadap produk
bawang merah yang dibeli. Untuk itu informasi tentang kebutuhan atau keinginan
konsumen merupakan penentu arah dari proses usahatani bawang merah.
3) Model Supply Chain Bawang Merah Medan dan Brebes dari Simalungun
Berdasarkan data primer pelaku supply chain dan perbandingan dari teori
Indrajit dan Djokopranoto (2005) ditemukan pelaku supply chain Bawang Merah
Medan dan Brebes dari Produsen Simalungun adalah mempunyai 7 (tujuh) rantai
pasok. Rantai pertama adalah produsen di Simalungun, kedua adalah pedagang
pengumpul kecil yang tersebar di masing-masing kecamatan sentra produksi
bawang merah, rantai ketiga adalah pedagang besar Siantar, rantai keempat adalah
distributor pasar induk, rantai kelima adalah pedagang grosir, dan rantai keenam
adalah retailer kecil dan rantai terakhir adalah konsumen.
Hasil yang didapatkan di lapang, supply chain bawang merah Medan dan
Brebes yang berasal dari Produsen Simalungun belum efisien karena panjangnya
rantai pasok yang berada di model supply chain bawang merah tersebut. Hal ini
sama dengan teori yang diungkapkan oleh Pujawan (2010) bahwa semakin
panjang rantai pasok yang dilalui, maka rantai pasok tersebut semakin tidak
efisien, dikarenakan biaya yang dikeluarkan semakin tinggi.
Pelaku supply chain bawang merah Medan dan Brebes di Simalungun
yang memasok ke Pasar Induk Kota Medan adalah:
Rantai 1: Produsen Simalungun
Di Simalungun, terdapat 9 kelompok tani bawang merah. Produsen
bawang merah di Simalungun mempunyai luas lahan sekitar 400m2 hingga 1 Ha.
Lahan yang dikategorikan cukup luas untuk pertanaman bawang merah tentu akan
menjadi nilai tambah untuk produktivitas bawang merah itu sendiri. Rata-rata
Rantai 2: Pedagang Pengumpul Kecil
Pedagang pengumpul kecil merupakan mata rantai kedua dalam rantai
pasok bawang merah. Pedagang pengumpul kecil di Kabupaten Simalungun
mencakup 1 kecamatan saja. Peran dari pedagang pengumpul kecil adalah sebagai
pengumpul hasil produksi dari petani produsen dalam area produksi yang tersebar
dan menyalurkan permodalan yang dibutuhkan oleh produsen. Dan pedagang
pengumpul kecil mempunyai peran untuk menentukan harga jual di pedagang
pengumpul besar ataupun pasar yang akan ia datangi.
Rata-rata yang didapat oleh pedagang pengumpul kecil Simalungun agar
dapat dibawa ke pedagang besar Siantar adalah 3-4 ton per musim panen. Apabila
kurang dari jumlah tersebut, pedagang pengumpul kecil akan menjual ke pasar
terdekat di sekitar kecamatan sentra produksi atau menjual ke pedagang grosir di
Siantar.
Rantai 3: Pedagang Pengumpul Besar Siantar
Pedagang pengumpul besar Siantar merupakan titik temu dari pedagang
kecil dan besar yang berada di Simalungun yang akan menyalurkan bawang
merah mereka ke Kota Medan. Pedagang besar Siantar hanya menunggu dari
pedagang pengumpul besar dari berbagai daerah sentra produksi bawang merah,
sehingga mereka tidak ada interaksi langsung dengan produsen. Pedagang
pengumpul besar Siantar ini mengirimkan bawang merah ke Pasar Induk Kota
Rantai 4: Distributor Pasar Induk
Distributor Pasar Induk Kota Medan merupakan aktor penting dalam mata
rantai pasok bawang merah Medan dan Brebes. Hal ini dikarenakan distributor di
pasar induk merupakan pintu bagi rantai dibawahnya untuk mendapatkan bawang
merah sesuai dengan permintaan konsumen.
Distributor melakukan pembelian bawang merah sekitar 10-15 ton setiap
harinya. Distributor melakukan tindakan untuk menambah nilai tambah dari
produk bawang merah mereka dengan memilah berbagai kemasan. Kemasan yang
digunakan mulai dari 10kg, 25kg, 50kg hingga 100kg. Hal ini yang dapat
membuat distributor dapat memutuskan harga bawang merah di tingkat pasar.
Rantai 5: Pedagang Grosir
Pedagang grosir adalah penghubung penting dalam sebuah rantai pasok
karena posisinya yang menghubungkan retailer kecil dengan rantai pasok
dibawahnya. Rata-rata pedagang grosir mengambil bawang merah sebanyak
200kg dari distributor.
Rantai 6: Retailer Kecil
Retailer kecil merupakan penghubung penting karena dari retailer kecil
inilah konsumen dapat menikmati produk bawang merah. Kuantitas yang diambil
oleh retailer kecil hanya berkisar 30-50kg saja. Hal ini karena retailer kecil hanya
mengendalikan pasar yang berada di sekitar retailer kecil saja, selain itu retailer
kecil tidak ingin memiliki resiko kerugian yang tinggi apabila bawang merah yang
Rantai 7: Konsumen
Konsumen merupakan rantai terakhir dari rantai pasok. Pada rantai inilah
produk berakhir untuk dikonsumsi sebagai bahan baku. Harus diingat juga bahwa
semua proses pembiayaan berasal dari pembayaran konsumen terhadap produk
bawang merah yang dibeli. Untuk itu informasi tentang kebutuhan atau keinginan
konsumen merupakan penentu arah dari proses usahatani bawang merah.
4) Model Supply Chain Bawang Merah Impor
Gambar 12. Model Supply Chain Bawang Merah Impor di Kota Medan
Berdasarkan data primer pelaku supply chain dan perbandingan dari teori
Indrajit dan Djokopranoto (2005) ditemukan pelaku supply chain bawang merah
impor mempunyai 5 (lima) rantai pasok. Rantai pertama adalah importir, kedua
adalah distributor pasar induk, rantai ketiga adalah pedagang grosir, rantai
keempat adalah retailer kecil, dan rantai kelima adalah konsumen.
Hasil yang didapatkan berdasarkan wawancara dengan Kabid Sarana dan
Prasarana Provinsi Sumatera Utara dan Wakil Kepala Pasar Induk Kota Medan,
supply chain bawang merah impor yang masuk di Kota Medan termasuk supply
chain yang efisien. Karena rantai yang tidak terlalu panjang, maka harga jual Importir
Malaysia &
India Distributor
Pedagang Grosir
Konsumen Retailer
bawang merah impor ini cenderung murah. Akan tetapi, bawang merah impor di
pasar induk diindikasi adalah bawang merah illegal karena kebijakan impor
bawang merah sudah ditutup oleh pemerintah.
Pelaku supply chain bawang merah impor adalah:
Rantai 1: Importir
Importir adalah suatu badan perusahaan ataupun perseorangan yang
mengambil bawang merah dari luar negeri. Importir ini mengambil bawang merah
yang berasal dari Malaysia dan India memenuhi permintaan dari konsumen yang
cukup tinggi. Kehadiran bawang merah impor ini meresahkan para petani lokal
karena harganya yang jauh lebih murah sekitar Rp 6.000 – Rp 8.000/kg di tingkat
distributor (harga ini disinyalir harga illegal, karena harga dari pemerintah sebesar
Rp 12.000/kg). Oleh karena itu dari Tahun 2016 pemerintah memberikan arahan
untuk menutup keran impor bawang merah agar petani bawang merah tidak
menderita.
Rantai 2: Distributor Pasar Induk
Distributor Pasar Induk merupakan mata rantai penting dari rantai pasok
bawang merah impor. Hal ini dikarenakan distributor pasar induk merupakan
pintu dari pedagang grosir ataupun retailer untuk mendapatkan bawang merah
impor yang murah. Biasanya, distributor menambah nilai tambah untuk bawang
merah impor ini dengan mengemas dengan berbagai kemasan mulai dari 25kg,
50kg dan 100kg. Berbeda dengan bawang merah lokal (Medan dan Brebes),
pembeliannya lebih besar daripada bawang merah lokal. Dan biasanya bawang
merah impor ini disukai oleh para pelaku usaha rumah makan, restoran ataupun
catering karena harganya yang murah. Berdasarkan informasi yang didapat dari
distributor, pasar induk menerima kurang lebih sekitar 30 ton/hari bawang merah
yang tersebar di 10 (sepuluh) distributor yang ada.
Rantai 3: PedagangGrosir
Pedagang grosir mempunyai peran penting untuk melakukan distribusi
kepada rantai pasok di bawahnya yaitu retailer kecil. Sebagian besar pedagang
grosir akan melakukan pembelian bawang merah impor apabila pedagang grosir
tersebut mempunyai pelanggan rumah makan, restoran atau catering. Rata-rata
pedagang grosir mengambil bawang merah impor dari distributor sekitar 100kg.
Rantai 4: Retailer Kecil
Retailer kecil mempunyai peran penting untuk melakukan distribusi
kepada konsumen. Berdasarkan survey pada retailer, konsumen rumah tangga
tidak mendominasi untuk mengkonsumsi bawang merah impor, karena selera dari
konsumen rumah tangga tidak sesuai dengan kriteria bawang merah impor yang
dirasa kurang pedas dan kurang sedap. Dikarenakan pangsa pasar yang tergolong
sedikit, retailer kecil hanya mengambil sekitar 20-30kg bawang merah impor
untuk pemenuhan pasokannya.
Rantai 5: Konsumen
Konsumen merupakan rantai terakhir dari rantai pasok. Pada rantai inilah
impor adalah perusahaan home industry yang membuat bawang goreng. Harus
diingat juga bahwa semua proses pembiayaan berasal dari pembayaran konsumen
terhadap produk bawang merah yang dibeli.
4.2.2 Anggota Rantai Pasok
Berdasarkan teori dari Anatan dan Ellitan (2008) supply chain dikelola
oleh perusahaan-perusahaan dalam suatu rantai nilai yang dilatarbelakangi oleh
dua alasan penting. Pertama, perusahaan berusaha mendekatkan diri pada
konsumen, yang kedua adalah semua perusahaan yang terkoordinir dalam suatu
rantai pasokan merumuskan tujuan bersama sebagai pedoman dalam aktivitas
bisnis mereka.
Pada supply chain suatu komoditas terdiri dari dua jenis anggota rantai
pasok, yaitu anggota primer dan anggota sekunder. Anggota primer adalah
pihak-pihak yang terlibat secara langsung dalam kegiatan produksi dalam rantai pasok.
Anggota sekunder adalah anggota rantai pasok yang tidak secara langsung terlibat
dalam kegiatan produksi, namun memiliki pengaruh pada kegiatan bisnis rantai
pasok tersebut.
4.2.2.1 Anggota Primer Rantai Pasok
Anggota primer pada rantai pasok bawang merah di Kota Medan ini
adalah produsen (petani) bawang merah sebagai pemasok utama. Karena
tingginya permintaan bawang merah di kota Medan dan supply dari petani
bawang merah di Kota Medan sendiri kurang untuk memenuhi permintaan, maka
merah Simalungun dan Samosir. Petani-petani dari daerah luar kota Medan
tersebut juga merupakan pemasok utama bawang merah. Pedagang pengumpul
yang biasanya terdiri dari Pedagang pengumpul kecil, pedagang pengumpul besar,
distributor, pedagang grosir, retailer kecil, hingga konsumen akhir.
4.2.2.2 Anggota Sekunder Rantai Pasok
Anggota sekunder adalah pihak yang memperlancar kegiatan rantai pasok
dalam menyediakan bahan baku yang dibutuhkan mulai kebutuhan budidaya,
pemeliharaan, pemanenan, pascapanen dan transportasi. Bahan baku untuk
penanaman dan pemeliharaan berupa alat sarana dan produksi pertanian, dan
untuk pemanenan, pascapanen dan transportasi berupa tempat untuk pengeringan,
bambu, keranjang panen dan keranjang jaring untuk memudahkan pengangkutan
bawang merah ke pasar, serta dokumen pengiriman. Anggota sekunder rantai
pasok di analisis supply chain bawang merah di Kota Medan ini adalah toko
saprodi dan penyedia alat transportasi. Hubungan anggota primer dalam rantai
pasok dengan anggota sekunder ini hanya berupa hubungan konsumen biasa.
Tabel 15 menunjukkan pemasok dalam supply chain bawang merah di Kota
Medan.
Tabel 15. Daftar Pemasok Bawang Merah dalam Supply Chain
Anggota Rantai Pasok Jenis Barang Sumber Pemasok
Produsen Saprodi Toko saprodi terdekat
4.2.2.3 Aktivitas Anggota Rantai Pasok
Berdasarkan survey di lapangan, terdapat 7 (tujuh) anggota supply chain
bawang merah Medan dan Brebes di Kota Medan. Sedangkan untuk bawang
merah impor, terdapat 5 (lima) anggota supply chain. Setiap anggota rantai pasok
bawang merah di Kota Medan mempunyai peran yang berbeda antara satu dengan
yang lainnya. Peran masing-masing anggota dalam tipe supply chain bawang
merah dijelaskan dalam Tabel 16 dan Tabel 17.
Tabel 16. Fungsi dan Aktivitas Anggota Rantai Pasok Bawang Merah di Kota Medan (Bawang Merah Medan dan Brebes)
Tabel 17. Fungsi dan Aktivitas Anggota Rantai Pasok Bawang Merah di Kota Medan (Bawang Merah Impor)
Anggota Rantai Pasok Fungsi Aktivitas
Importir Pertukaran
dalam supply chain. Pertama adalah aliran barang atau komoditas yang mengalir
dari hulu (upstream) ke hilir (downstream), kedua adalah aliran finansial/uang
dari hilir ke hulu, dan yang ketiga adalah aliran informasi yang dapat mengalir
dari hulu ke hilir atau sebaliknya.
Penelitian ini juga mendapatkan gambaran tiga aliran yang dikelola dalam
supply chain bawang merah di Kota Medan. Gambaran ini didapatkan
berdasarkan wawancara responden dan perbandingan dari teori Pujawan (2010).
Gambar 13 menunjukkan pola aliran dalam supply chain bawang merah di Kota
Penyedia Saprodi
Produsen Pedagang
Pengumpul
Distributor Pedagang
Grosir
Konsumen
Importir
Retailer Kecil
77
Keterangan:
Aliran Barang Aliran Finansial Aliran Informasi
Aliran untuk Bawang Merah Lokal Aliran untuk Bawang Merah Impor
Aliran komoditas bawang merah lokal dimulai dari petani. Sedangkan
bawang merah impor berasal dari importir. Bawang merah lokal dikumpulkan
oleh pedagang pengumpul, untuk bawang merah impor dikumpulkan oleh bulog
atau ditampung di gudang yang dimiliki importir. Pedagang pengumpul
mengangkut bawang merah lokal kepada distributor, begitupula bawang merah
impor, diteruskan kepada distributor setelah dari gudang/bulog. Setelah sampai di
distributor, distributor memasarkan bawang merah lokal maupun impor tersebut
ke pedagang grosir dan diteruskan ke retailer kecil. Sesampainya ke retailer kecil,
bawang merah tersebut diteruskan ke konsumen.
Aliran finansial mengalir dari konsumen, retailer kecil maupun pedagang
grosir baik untuk bawang merah lokal dan impor. Untuk bawang merah lokal,
aliran finansial lebih panjang, yakni konsumen, retailer kecil, pedagang grosir,
distributor, pedagang pengumpul kemudian ke petani. Sedangkan untuk bawang
merah impor aliran finansial lebih pendek, yakni konsumsen, retailer kecil,
pedagang grosir, distributor, kemudian ke importir.
Pada pedagang grosir dan distributor, pedagang grosir membayar sesuai
dengan jumlah bawang merah yang diambil. Akan tetapi apabila sudah kenal dan
dapat dipercaya, pedagang grosir dapat membayar ke distributor setelah bawang
merah yang diambilnya habis. Pada distributor dan pedagang pengumpul,
distributor membayar langsung sesuai bawang merah yang dibawa oleh tengkulak
dengan spesifikasi bawang merah yang diminta. Untuk pedagang pengumpul dan
petani, pedagang pengumpul membayar langsung kepada petani dengan jumlah
bawang merah yang diambil atau sudah melakukan perjanjian pembayaran
Sistem komunikasi sudah terintegrasi antara anggota primer dalam rantai
pasok. Pada aliran bawang merah lokal, aliran informasi terjadi pada konsumen,
retailer kecil, pedagang grosir, distributor, maupun pedagang pengumpul atau
sebaliknya. Sedangkan pada aliran bawang merah impor, aliran informasi terjadi
pada konsumen, retailer kecil, pedagang pengumpul, distributor, maupun importir
begitupula sebaliknya. Namun demikian, ada satu jalur informasi tentang harga
yang tidak tersampaikan dari distributor ke produsen. Sehingga sampai sekarang
produsen tidak mengetahui harga jual bawang merah yang mereka panen di pasar
induk ataupun di konsumen. Informasi hanya sebatas informasi tentang jumlah
bawang merah yang perlu untuk dipasok ke pasar induk Kota Medan.
4.2.3 Entitas Rantai Pasok
4.2.3.1 Produk
Bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) atau (Allium ascalonicum
merupakan tanaman hortikultura yang termasuk dalam famili Liliaceae. Jenis bawang merah yang dibudidayakan di Indonesia ada sekitar 11 (sebelas) jenis, akan tetapi bawang merah yang berada di pasar induk Kota Medan hanya ada 3 jenis, yaitu bawang Medan, bawang Brebes dan bawang impor. Bawang Medan mempunyai umbi yang berbentuk bulat pada ujung meruncing berwarna merah. Sedangkan Bawang Brebes mempunyai bentuk umbi berwarna merah muda, bercincin kecil pada leher cakramnya dan berbentuk lonjong. Untuk bawang impor, bentuk umbi lebih bulat dan lebih besar serta berwarna merah memikat.
tinggi. Tetapi tidak menutup kemungkinan juga bawang brebres dan bawang impor juga dipasok, akan tetapi tidak sebanyak bawang Medan. Hal ini dikarenakan aroma dari bawang merah Medan yang dirasa lebih sedap dan lebih pedas daripada dua bawang lainnya.
4.2.3.2 Pasar
Permintaan bawang merah mengalami peningkatan sejalan dengan meningkatnya penduduk di Kota Medan. Selain itu, bawang merah merupakan bumbu dapur utama bagi warga kota Medan. Pasar bawang merah ini sangat menjanjikan, karena setiap harinya Kota Medan memerlukan bawang merah sebanyak 100 ton/hari. Keterangan yang didapat dari responden, bawang merah ini masih banyak yang di impor secara illegal dari berbagai negara seperti Malaysia dan India karena masih kurangnya pasokan untuk memenuhi kebutuhan bawang merah di Kota Medan.
4.2.3.3 Stakeholder
4.2.4 Supply Chain Management
4.2.4.1 Struktur Manajemen
Struktur manajemen menjelaskan tentang aspek-aspek tindakan pada setiap tingkatan manajemen dalam anggota supply chain. Tindakan tersebut menjelaskan langkah yang diambil oleh anggota rantai pasok dalam menindaklanjuti setiap tingkat manajemen yang terdiri dari strategi, koordinasi, perencanaan, evaluasi, transaksi dan kemitraan.
Dari hasil penelitian supply chain bawang merah di Kota Medan belum seluruhnya menggunakan sistem manajemen yang baik. Petani sebagai produsen utama yang memproduksi bawang merah. Pedagang pengumpul kecil mengorganisir hasil panen petani dan mensortasi bawang merah kemudian mengirimkannya ke pedagang pengumpul besar. Pedagang pengumpul kecil juga melakukan perencanaan panen agar dapat continue mengirimkan bawang merah ke pedagang pengumpul besar. Pedagang pengumpul besar melakukan proses sortasi dan secara periodik mengirimkannya ke distributor. Distributor melakukan penanganan seperti pengemasan dari mulai kemasan 10kg, 25kg, 50kg hingga 100kg. Hal ini berguna untuk penyaluran ke pedagang grosir agar lebih mudah dalam pengangkutan.
4.2.4.2 Kesepakatan Kerjasama
saling membutuhkan satu sama lain. Sebagian besar produsen hanya akan menjual bawang merah pada pedagang pengumpul kecil yang memberikan modal awal penanaman seperti benih, pupuk dan pestisida. Pedagang pengumpul kecil juga hanya akan menjual bawang merah pada pedagang pengumpul besar yang bermitra dengan baik, baik dalam hal tidak pernah terlambat dalam pembayaran bawang merah yang dikirim oleh pedagang pengumpul kecil, demikian juga pedagang pengumpul besar dengan distributor. Paling lambat pembayarannya dengan tunda dua kali pengiriman atau sekitar 1-2 minggu. Hal tersebut sudah merupakan kesepakatan kerjasama yang mengikat antara anggota rantai pasok bawang merah merah di Kota Medan.
Kerjasama dan kesepakatan antar anggota rantai pasok bawang merah perlu dibangun karena memberikan berbagai hal positif dalam meningkatkan kinerja rantai pasok antara lain:
a. Meningkatkan rantai nilai (value chain) produk
b. Meningkatkan jejaring pasar atau akses pasar
c. Menciptakan jaminan produksi
d. Mengakselerasi pertumbuhan penjualan
4.2.4.3. Sistem Transaksi
Sistem pembayaran pada tingkat petani dilakukan secara langsung, berapa
banyak hasil panen, hasil tersebut yang harus dibayar oleh tengkulak. Sedangkan
tergantung kesepakatan tengkulak dan distributor. Kesepakatan tersebut berupa
tengkulak dibayar langsung oleh distributor pada saat mengirim bawang merah
langsung ke distributor ataupun dengan pembayaran tunda. Penundaan
pembayaran bisa sampai dua kali pengiriman atau sekitar 1-2 minggu.
Diantara distributor dengan pedagang juga memiliki kesepakatan
pembayaran. Pedagang yang sudah memiliki kepercayaan distributor dapat
mengambil bawang merah dan membayarnya setelah habis. Akan tetapi pedagang
yang mendapat kepercayaan seperti ini hanya satu atau dua pedagang saja. Selain
itu, ada kebijakan dari distributor untuk pedagang. Harga bawang merah yang
diperoleh pedagang dengan membayar langsung akan lebih murah dengan harga
yang diperoleh pedagang yang membayar tunda. Selisih harga bisa mencapai Rp
200/kg.
4.2.5 Sumber Daya Rantai Pasok
4.2.5.1. Sumber Daya Fisik
Sumber daya fisik supply chain bawang merah meliputi sarana produksi
(benih, pupuk, pestisida, dan lain-lain), sarana panen dan pasca panen (gudang
pasca panen), sarana irigasi, jalan usaha tani dan prasarana komunikasi dan
informasi yang efektif dan efisien.
Untuk sarana produksi bawang merah di kecamatan Medan Marelan masih
dibantu oleh pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia. Karena pada tahun ini di
kecamatan Medan Marelan merupakan pilot project Bank Indonesia untuk
Untuk petani bawang merah di Simalungun dan Samosir yang memasok bawang
merah di Kota Medan, mereka sudah bekerja sama dengan pedagang pengumpul.
Pedagang pengumpul akan berkeliling ke daerah sentra bawang merah dan
memberikan benih kepada petani. Pedagang pengumpul telah memiliki
perencanaan panen sehingga saat panen dapat serentak yang memudahkan proses
pengangkutan ke distributor.
Usahatani bawang merah memerlukan perhatian yang lebih karena
tanaman bawang merah membutuhkan air yang cukup, tetapi tidak boleh terlalu
banyak. Biasanya di musim penghujan muncul hama thrips. Dan penanganan
sebelum tanam yang kurang tepat akan menimbulkan penyakit layu fusarium.
Untuk akses jalan khususnya jalan di Pasar Induk Kota Medan masih
kurang memadahi, dikarenakan akses jalan hanya satu pintu. Jadi pengiriman
hanya lewat satu pintu dan harus memutar ke arah Pancur Batu terlebih dahulu.
Jarak lokasi sentra produksi bawang merah di Kota Medan yang paling dekat
(Kecamatan Medan Marelan) dengan pasar Induk yaitu sekitar 10 km.
4.2.5.2 Sumber Daya Teknologi
Petani sudah menerapkan teknologi budidaya dengan menggunakan benih
unggul bermutu dan benih sudah bersertifikat. Petani sudah menerapkan Good
Agricultural Practice (GAP) dan telah memiliki SOP bawang merah spesifik di
masing-masing lokasi penanaman bawang merah yang akan dipasok di pasar
induk kota Medan. Petani bawang merah di Kota Medan maupun di Simalungun
dan Samosir juga telah menerapkan SLPHT (Sekolah Lapang Pengendalian Hama
Pedagang pengumpul menerapkan teknologi pasca panen yang masih
sederhana yaitu menggunakan tenaga manusia untuk memanen bawang merah
dengan penggunaan sarung tangan kain dalam proses pemanenan dan pasca
panen. Dalam melakukan sortasi, pedagang pengumpul masih menggunakan
teknologi manual berdasarkan timbangan dan pengamatan manusia.
Distributor bawang merah juga menggunakan timbangan manual dan
tenaga manusia untuk pengemasan yang akan didistribusikan ke pedagang dalam
bentuk kemasan 10kg, 25kg, 50kg hingga 100kg.
4.2.5.3 Sumber Daya Manusia
Banyak sumber daya manusia yang terlibat dalam rantai pasok bawang
merah di Kota Medan. Di Kota Medan sendiri, ada 4 (empat) kelompok tani
bawang merah. Sedangkan di Simalungun ada 9 kelompok tani dan Samosir
terdapat sekitar 6 kelompok tani bawang merah. Petani bekerja selama 5 – 8 jam
sehari untuk bertani bawang merah.
Selama penanaman, pedagang pengumpul akan berkeliling dari satu petani
ke petani lain yang merupakan petani yang diberikan pinjaman oleh para
pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul melakukan perencanaan panen
sehingga waktu panen tidak akan berlangsung bersamaan tetapi memiliki rentan
waktu antar petani. Pedagang pengumpul akan berkeliling untuk mengambil hasil
panen dan langsung diangkut oleh truk yang akan membawa bawang merah
tersebut langsung ke pedagang pengumpul besar atau langung ke distributor pasar
Sedangkan sumber daya manusia yang terdapat di distributor meliputi
beberapa karyawan yang membantu dalam proses pasca panen mulai dari
pembersihan hingga pengemasan berdasarkan ukuran timbangan.
4.2.5.4. Sumber Daya Permodalan
Budidaya bawang merah merupakan usaha agribisnis yang memerlukan
cukup banyak modal. Petani bawang merah di Kecamatan Medan Marelan
memperoleh modal dari bantuan pemerintah yaitu Bank Indonesia. Berbeda
dengan petani bawang merah di Simalungun dan Samosir, mereka memperoleh
modal yang berasal dari tabungan pribadi ataupun pinjaman di bank. Petani yang
tidak memiliki modal berupa benih atau bibit dan pestisida, permodalan di tingkat
petani tersebut disediakan oleh pedagang pengumpul dengan kesepakatan dan
jaminan bahwa bawang merah yang mereka tanam akan dijual kepada pedagang
pengumpul tersebut.
Sedangkan di pihak pedagang pengumpul, permodalan diperoleh dari
modal pribadi. Permodalan paling besar dikeluarkan pada pengeluaran sarana dan
prasarana pasca panen.
Di pihak distributor mendanai usahanya dengan uang sendiri. Para
distributor jarang memerlukan lembaga keuangan untuk keperluan peminjaman
modal. Hal ini dikarenakan karena pedagang yang mengambil bawang merah ke
distributor diwajibkan untuk membayar cash sebelum bawang merah diambil.
Hanya 1-2 orang pedagang saja yang mendapat kepercayaan untuk mengambil
barang dengan pembayaran tunda, dan itu dengan kuantitas bawang merah yang
dan belum berencana untuk memperbesar skala usahanya, sehingga belum merasa
perlu untuk mencari pinjaman modal.
Di pihak pedagang grosir dan retailer mendanai usaha dagangnya dengan
modal sendiri. Hal ini dikarenakan usaha yang mereka lakukan tidak terlalu
banyak memakan banyak modal, sehingga cukup dari tabungan pribadi dari para
pedagang grosir maupun retailer. Selain itu, konsumen yang membeli juga semua
dengan sistem cash dan tidak ada sistem tunda/kredit. Sehingga modal para
pedagang grosir dan retailer dapat segera di putar untuk pembelian bawang merah
lagi.
4.2.6 Proses Bisnis Supply Chain
4.2.6.1. Hubungan Kegiatan Bisnis Supply Chain
Hubungan kerjasama antara produsen, pedagang pengumpul, distributor,
pedagang grosir serta retailer merupakan satu hal yang akan dianalisis dalam
penelitian ini. Ada hubungan yang harus dibina selain hubungan profesi untuk
tetap menjaga hubungan baik, maka pedagang pengumpul tidak segan-segan
untuk memberikan bantuan kepada petani ketika mereka sedang membutuhkan,
misalnya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga petani. Begitu pula dengan
para distributor, mereka juga tidak segan-segan akan memberikan bantuan kepada
para pedagang pengumpul apabila sedang membutuhkan, tambahan transportasi
misalnya.
Dari hasil wawancara diketahui bahwa pedagang pengumpul mengetahui
menjalin hubungan yang baik dengan petani seperti ini harus dilakukan dengan
perlakuan khusus, misalnya dengan memberikan tambahan uang untuk membayar
uang sekolah anak atau membantu membeli sembako bagi keluarga tersebut.
Hubungan yang dijalin seperti ini bagi mereka cukup memuaskan kedua
pihak, karena dipandang saling menguntungkan. Hal ini juga yang menjadikan
saling ketergantungan antara kedua belah pihak. Ketergantungan yang dimaksud
adalah kekuatan utama dalam pengembangan solidaritas rantai pasok. Hubungan
saling ketergantungan ini adalah apa yang dimotivasi keinginan untuk
menegosiasikan transfer fungsional, berbagai informasi kunci, dan berpartisipasi
dalam perencanaan operasional bersama.
4.2.6.2 Pola Distribusi
a. Distribusi Produk
Pola distribusi yang dibangun oleh anggota supply chain memiliki pola
yang berbeda, pola tersebut dibangun berdasarkan kemudahan aplikasi di
lapangan. Pola distribusi ini dibedakan oleh jenis bawang merah, yaitu bawang
merah Medan dan Brebes serta bawang merah impor. Sedangkan untuk pola
distribusi bawang merah di Kota Medan berdasarkan jenis bawang merah dan
daerah produksi dapat dibedakan menjadi 4 alur distribusi (Lihat Gambar 8, 9, 10
dan 11).
b. Distribusi Harga
Dalam sebuah sistem perdagangan, pada umumnya distribusi harga akan
bawang merah di Kota Medan. Beberapa tingkatan harga pada jenis bawang
merah diidentifikasi dan didapatkan perbedaan seperti pada Tabel 18.
Tabel 18. Perbedaan Harga pada Jenis Bawang Merah di Kota Medan pada Bulan Maret – April 2017
Anggota Supply Chain Harga Jual Bawang Merah (Rp/kg)
Medan Brebes Impor
Distributor 21.000 22.500 7.000 12.000
Pedagang Grosir 22.500 23.500 8.000 13.000
Retailer 26.000 27.500 9.000 15.000
Sumber: Wawancara dengan stakeholder
Perbedaan harga pada bawang merah lokal jenis bawang merah Medan
dimana harga jual petani adalah Rp 12.000/kg dan jenis bawang merah Brebes
harga jualnya adalah Rp 15.000/kg. Untuk harga jual tingkat pedagang pengumpul
sebesar Rp 20.000/kg untuk bawang Medan dan Rp 21.000/kg untuk bawang
Brebes. Di tingkat distributor, harga jual bawang merah Medan sebesar Rp
21.000/kg dan bawang merah Brebes sebesar Rp 22.500/kg. Pada tingkat
pedagang grosir, harga bawang merah Medan sebesar Rp 22.500/kg dan bawang
merah Brebes Rp 23.500/kg. Di tingkat retailer, bawang merah Medan dijual
sebesar Rp 26.000/kg dan bawang merah Brebes dijual sebesar Rp 27.500/kg.
Berbeda dengan bawang merah impor. Harga bawang merah impor jauh
lebih murah daripada bawang merah lokal. Di tingkat distributor, bawang merah
impor illegal bisa dijual dengan hanya Rp 7.000/kg. Dan bawang merah impor
legal bisa dijual dengan harga Rp 12.000/kg. Di tingkat pedagang grosir, bawang
merah impor illegal dijual dengan harga Rp 8.000/kg dan bawang merah impor
legal dijual dengan harga Rp 13.000/kg. Dan di tingkat retailer, bawang merah
sebesar Rp Rp 15.000/kg
Dengan margin yang cukup tinggi bagi tingkat petani, maka diharapkan
pemerintah dapat mengendalikan dan menentukan harga dasar bagi petani agar
tidak dirugikan, dan menentukan harga atap di tingkat pedagang. Akan tetapi,
keuntugan yang terlihat besar tersebut belum tentu dapat digunakan dalam
memuaskan peran mana yang memiliki margin paling besar. Sebab untuk
mengetahui margin bersih, harga menjadi hal yang perlu dipertimbangkan dalam
jangka waktu relatif lama.
4.2.6.3. Pendukung Anggota Supply Chain
a. Pelatihan
Pelatihan yang diadakan oleh pemerintah selama ini mengenai cara
berbudidaya yang baik dan benar, menyusun dan membuat buku panduan SOP
bawang merah di Kota Medan khususnya di Kecamatan Medan Marelan. Hingga
pendanaan bagi petani bawang merah yang mau berusaha untuk menjadikan kota
Medan khususnya kecamatan Medan Marelan adalah sebagai sentra produksi
bawang merah.
b. Distribusi informasi pasar
Informasi tentang pasar sangat diperlukan dalam suatu supply chain. Bagi
distributor informasi ini sangat penting, karena untuk menentukan harga jual bagi
pedagang dan konsumen lainnya.
Informasi pasar seharusnya dapat diteruskan pada level petani, namun
sayangnya hal tersebut tidak dilakukan, atau tidak adanya upaya untuk melakukan
distribusi informasi pasar karena hal ini dianggap tidak perlu. Apabila sebuah