BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian
Metode penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) yaitu tekhnik penentuan suatu daerah berdasarkan pertimbangan tertentu. Daerah yang dijadikan tempat penelitian adalah di Kabupaten Simalungun karena Kabupaten Simalungun merupakan sentra terbesar produksi bawang merah di Sumatera Utara. Berikut tabel dibawah ini data luas panen, produksi, dan produktivitas bawang merah di Kabupaten Simalungun.
Tabel 3.1Luas panen, produksi, produktivitas Bawang Merah di Kabupaten Simalungun
Kecamatan Luas Panen (Ha)
Pematang Silimahuta 55 705 12,81
23
Lanjutan tabel 3.1
Kecamatan Luas Panen (Ha)
Kabupaten Simalungun 125 1602 12,82
Sumber : BPS Sumatera Utara, 2014
Berdasarkan data tabel diatas, maka Kecamatan Pematang Silimahuta dipilih sebagai daerah penelitian dengan melihat potensi produksinya terbesar di Kabupaten Simalungun. Sehingga akan dilihat bagaimana pola saluran serta efisiensi tataniaga serta lembaga tataniaganya.
3.2 Metode Penentuan Sampel
Penentuan sampel untuk petani bawang merah yaitu menggunakan metode sensus. Penentuan sampel melalui metode sensus ialah seluruh populasi dijadikan sampel penelitian. Populasi petani didesa Siboras, Kecamatan Pematang Silimahuta, Kabupaten Simalungun ialah berjumlah 25 petani. Seluruh petani di bawang merah di desa Siboras dijadikan sampel penelitian.
Penentuan sampel untuk lembaga tataniaga yang terlibat di dalam rantai tataniaga bawang merah di Kabupaten Simalungun menggunakan pengambilan sampel dengan teknik metode penelitian penelusuran (tracer study)
konsumen akhir di Kabupaten Simalungun. Untuk pedagang pengumpul terdiri dari 3 sampel, pedagang luar daerah 3 sampel dan pedagang pengecer 5 sampel.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapat dari hasil wawancara langsung dengan responden yang menjadi sampel dengan mengajukan daftar kuisioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Sedangkan data sekunder merupakan data lengkap yang diperoleh dari lembaga atau instansi yang terkait, literatur, buku dan media lain yang sesuai dengan penelitian ini.
3.4Metode Analisis Data
1. Untuk identifikasi masalah 1 dijelaskan secara deskriptif kualitatif yaitu dengan menjelaskan bagaimana pola saluran tataniaga bawang merah yang terbentuk dari mulai tingkat petani hingga sampai ke konsumen akhir.
2. Untuk identifikasi masalah 2, digunakan rumus : Untuk menghitung Share Margin :
��= ��
�� � 100%
25
Marjin tataniaga merupakan perbedaan harga antara harga yang diterima oleh petani (Pf) dengan harga yang diterima oleh konsumen akhir (Pr-Pf). Sehinggamarjin tataniaga dapat dikatakan sebagai selisih dari harga yang diterima oleh petani dengan harga yang diterima oleh konsumen akhir (Pr-Pf).
mji = Psi – Pbi atau
mji = bti + I
I = mji –bti
Total margin pemasaran adalah :
Mj = mji atau Pr - Pf
Keterangan :
Mji = margin pada lembaga tataniaga tingkat ke-i
Psi = harga jual lembaga tataniaga tingkat ke-i
Pbi = harga beli lembaga tataniaga tingkat ke-i
Bti = biaya pemasaran lembaga tataniaga tingkat ke-i
I = keuntungan lembaga tataniaga tingkat ke-i Mj = total margin tataniaga
Pr = harga pada tingkat konsumen
Pf = harga pada tingkat petani produsen
3. Untuk menyelesaikan masalah 3, hipotesis 1 dijelaskan dengan :
Perhitungan Efisiensi Tataniaga (ε) dapat dirumuskan :
�= �
+��
�+��
dimana :
γ = Keuntungan lembaga tataniaga γp = Keuntungan petani produsen β = Ongkos lembaga tataniaga
βp = Ongkos produksi yang dikeluarkan petani
Syarat tataniaga dikatakan efisien :
a. Jika nilai efisiensi ≥ 1 maka saluran tataniaga dikatakan efisien dan pasar terintegrasi sempurna.
27
3.5 Definisi dan Batasan Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam mengartikan penelitian ini, maka perlu dibuat definisi dan batasan operasional.
3.5.1 Definisi
1. Bawang merah termasuk dalam kategori rempah-rempah. Bawang merah berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan. Komoditas ini termasuk ke dalam kelompok rempah yang tidak bersubtitusi, artinya fungsi bawang merah tidak dapat digantikan oleh bahan lain..
2. Tataniaga merupakan salah satu cabang aspek pemasaran yang menekankan bagaimana suatu produksi dapat sampai ke tangan konsumen (distribusi). 3. Lembaga tataniaga merupakan segala usaha yang berkait dalam dalam
jaringan lalu lintas barang pertanian khususnya bawang merah di Kecamatan Pematang Silimahuta.
4. Saluran tataniaga adalah sekumpulanpelaku-pelaku usaha (lembaga-lembaga tataniaga) tataniaga Bawang Merah yang ada di Kecamatan Pematang Silimakuta yang saling melakukanaktivitas bisnis dalam membantu menyampaikan produk dari petani sampaikonsumen akhir.
5. Biaya tataniaga adalah keseluruhan total pengeluaran selama proses pemasaran dari mulai tingkat petani sampai ke tingkat konsumen.
6. Price Spread merupakan sebaran-sebaran harga baik dari kegiatan produksi sampai kegiatan pendistribusian ke Konsumen Akhir.
8. Share Margin adalah kelompok harga beli dan harga jual, biaya pemasaran menurut fungsi pemasaran yang dilakukan.
9. Efisiensi tataniaga adalah maksimisasi penggunaan rasio input-output, yaitu mengurangi biaya input tanpa mengurangi kepuasan konsumen terhadap komoditi bawang merah.
3.6 Batasan Operasional
1. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai Desember tahun 2016 di Desa Siboras, Kecamatan Pematang Silimahuta, Kabupaten Simalungun.
BAB IV
DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN
4.1 Deskripsi Daerah Penelitian
4.1.1 Luas Wilayah dan Letak Geografis
Desa siboras berada di Kecamatan Pematang Silimahuta, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Letak astronomisnya antara 2°58'51 Lintang Utara dan 98°34'52 Bujur Timur dengan luas 8,3 km2 berada pada ketinggian 0-1300 meter diatas permukaan laut.
Desa Siboras berbatasan dengan :
• Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Seribujandi • Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Maridinding
• Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Purbatua Kecamatan Silimakuta • Sebelah Barat berbatasan degan Desa Naga Saribu
Desa Siboras mempunyai iklim tropis dengan suhu rata-rata pada tahun 2015 ialah 25,7 oC, dengan suhu terendah 21,8 oC dan suhu tertinggi 30,7 oC. Penyinaran matahari rata-rata 5,2 jam perhari dan rata-rata penguapan 3 milimeter per hari serta kelembaban nisbi udara harian sebesar 0,4 oC. Hari hujan di desa siboras pada tahun 2015 per bulan 11 hari dengan rata-rata curah per bulannya 198 mm.
4.1.2 Tata Guna Lahan
Tabel 4.1 Pola penggunaan Lahan di Desa Siboras
No Penggunaa Lahan Luas (Ha) Persentase (%)
1 Tanah Sawah 64 7,72
2 Tanah Kering 450 54,35
3 Pemukiman 24 2,9
4 Hutan 54 6,52
5 Lain-lain 236 28,5
Jumlah 828 100
Sumber : Data Monografi Desa Siboras 2015
Dari tabel 4.1 diatas dapat diketahui bahwa penggunaan lahan tanah sawah 64 Ha (7,72%), tanah kering 450 Ha (54,35%), pemukiman 24 Ha (2,9%) dan hutan 54 Ha (6,52%) dan untuk lain-lain 236 Ha (28,5%) seperti sekolah, tempat ibadah, kantor, lahan tidur.
4.1.3 Demografi
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin
31
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur
Jumlah penduduk menurut kelompok umur dapat di lihat pada Tabel 5.
Tabel 4.2 Distribusi Penduduk Menurut Umur di Desa Siboras 2016
Umur (Tahun)
Laki-laki Perempuan Jumlah
(Jiwa) Jiwa Persentase
(%)
Jiwa Persentase (%)
Sumber : Data Monografi Desa Siboras 2015
Dari Tabel 4.2 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Desa Siboras pada tahun 2015 sebesar 5031 jiwa yang terdiri dari 2284 jiwa laki-laki 45,39%) dan 2747 jiwa perempuan (54,61%). Dari data tersebut dapat di lihat bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dari penduduk perempuan. Usia non produktif (0-14 tahun) yang terdiri dari bayi balita, anak-anak dan remaja berjumlah 822jiwa (16,33%). Jumlah usia produktif (15-54 tahun) yaitu orang dewasa sebesar 3401 jiwa (67,61%). Dan jumlah manula ( ≥75tahun) sebesar 808 jiwa (16,07%).
Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Tabel 4.3 Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Siboras Tahun 2016
No Mata Pencaharian Jumlah
(Jiwa)
Sumber : Data Monografi Desa Siboras 2015
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa jumlah pekerjaan penduduk Desa Siborasyang terbesar adalah Petani yaitu sebesar 1538 jiwa (90,31%). Kemudian disusul sebagai tenaga Buruh Tani yaitu sebesar 114 orang (6,70%), Pegawai Negeri sebesar 11 orang (1,65%), Tenaga Pengajar18 orang (1,06%), Tenaga Kesehatan 5 orang (0,29%), dan tenaga Lainnya sebesar 17 orang (1,01%).
4.1.4 Sarana dan Prasarana
Tabel 4.4 Jumlah Sarana dan Prasaran Desa Siboras Tahun 2016
No Sarana / Prasarana Jumlah (Unit)
1 Kantor Kepala Desa 1
2 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) 1
3 Sekolah Dasar 1
4 Sekolah Menengah Pertama 1
5 Poliklinik 1
7 Gereja 3
Jumlah 8
Sumber : Data Monografi Desa Siboras 2015
33
4.2 Karateristik Sampel
4.2.1 Umur Petani
Umur petani merupakan salah satu faktor yang berkaitan erat dengan kemampuan dalam melaksanakan kegiatan usahataninya. Semakin tua umur petani kecenderungan kemampuan bekerja semakin menurun. Hal ini berpengaruh pada produktivitasnya dalam mengelola usahataninya. Kegiatan usahatani banyak mengandalkan fisik. Klasifikasi petani menurut kelompok umur terlihat pada tabel berikut:
Tabel 4.5 Karateristik umur Petani Responden di Desa Siboras Tahun 2016
No Kelompok Umur
Sumber : Data diolah Lampiran 1
Berdasarkan tabel 4.5 persentase terbesar di daerah penelitian berada pada kisaran umur 20-50 tahun dengan persentase sebesar 64 %. Artinya petani sampel di daerah penelitian berada pada usia produktif yang masih berpotensi dalam mengoptimalkan usahataninya.
4.2.2 Tingkat Pendidikan Petani
Tabel 4.6 Tingkat Pendidikan Petani Sampel di Desa Siboras Tahun 2016
No Tingkat Pendidikan Jumlah
(Orang)
Persentase (%)
1 Pendidikan Dasar (SD) 3 12
2 Pendidikan Menengah Pertama
(SMP) 4 16
3 Pendidikan Menengah Atas
(SMA) 17 68
4 Lainnya 1 4
Total 25 100
Sumber : Data diolah dari Lampiran 1
Dari tabel 4.6 di atas dapat dilihat bahwa rata-rata petani memiliki tingkat pendidikan dasar sebesar 12 % dan pendidikan menengah (SMP+SMA) sebesar 84 %. Jadi tingkat pendidikan petani berada pada tingkat menengah.
4.2.3 Pengalam Bertani
Faktor yang cukup berpengaruh terhadap kemampuan pengelolaan usahatani adalah pengalaman bertani. Rata-rata pengalaman petani mengolah usahatani bawang merah dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.7 Klasifikasi Petani Sampel Berdasarkan Pengalaman Bertani Desa Siboras tahun 2016
No Pengalaman Bertani (Tahun)
Sumber : Data diolah Lampiran 1
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pola Saluran Tataniaga Bawang Merah
Hasil penelitian mengenai saluran tataniaga bawang merah yang dilakukan di Kecamatan Pematang Silimahuta, Kabupaten Simalungun. Memperlihatkan bahwa terdapat 2 pola saluran tataniaga bawang merah yaitu :
1. Petani Pedagang Pengumpul Pedagang Pengecer Konsumen 2. Petani Pedagang Pengumpul PedagangLuar Daerah
Konsumen
Pada pola tataniaga I, petani menjual hasil bawang merah kepada pedagang pengumpul yang berdomisili di desa Ujung Meriah, Kecamatan Pematang Silimahuta, Kabupaten Simalungun. Para Pedagang menjual hasil bawang merah ini kepada pedagang pengecer di berbagai kecamatan di Kabupaten Simalungun. Dan selanjutnya Pedagang pengecer akan menjual bawang merah tersebut di pasar-pasar kecamatan di Kabupaten Simalungun.
Dan pada pola tataniaga II, Petani menjual ke pedagang pengumpul dan pedagang pengumpul akan mendistribusikan bawang merah ke pasar luar daerah dalam hal ini pedagang luar daerah adalah para pedagang di pasar induk di Jalan Bunga Turi, Kelurahan Lau Cih, Kecamatan Tuntungan, Kota Medan. Selanjutnya akan dijual pada Konsumen akhir di Kota Medan.
5.2 Fungsi Tataniaga Bawang Merah
dilakukan oleh masing-masing pelaku tataniaga untuk memperlancar penyampaian hasil usahatani dari produsen kepada konsumen akhir. Konsekuensi dari pelaksanaan fungsi tataniaga ini adalah semakin besar biaya yang dikeluarkan oleh pedagang perantara akibatnya harga komoditi bawang merah akan menjadi lebih tinggi. Fungsi tataniaga bawang merah yang dilakukan masing-masing lembaga tataniaga dapat dilihat pada tabel 5.1.
Tabel 5.1 Fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga di Desa Siboras, Kecamatan Pematang Silimahuta
No Fungsi Tataniaga Petani Pedagang Pengumpul
• Penyediaan Dana • Informasi Pasar
√ Sumber : Data diolah
Keterangan :
√ : Melakukan Fungsi Tataniaga - : Tidak Melakukan Fungsi Tataniaga
37
dan dari petani lain yang berbeda langganannya. Hal tersebut dikarenakan lokasi pasar yang cukup jauh dan menyulitkan petani untuk memperoleh informasi mengenai harga bawang merah di pasar kabupaten.
5.3 Distribusi Price Spread dan Share Margin Tataniaga Bawang Merah
Tabel 5.2 Price Spread dan Share Margin pada Saluran Tataniaga I
Biaya Produksi 7.448 35,46
Margin Keuntungan 6.219 29,61
Nisbah Margin Kuntungan 0,83
2 Harga Beli Pedagang
Pengumpul
13.667
Harga Jual Pedagang
Pengumpul
Margin Keuntungan 1.259,37 5,9
Nisbah Margin Keuntungan 1,99
3 Harga Beli Pedagang Pengecer 16.333
Harga Jual Pedagang Pengecer 21.000 100
Biaya 1.057,11 5,03
- Transportasi 523,8 2,49
- Penyusutan 480,95 2,31
- Kemasan 47,6 0,22
Margin Keuntungan 3.609,89 17,18
Nisbah Margin Keuntungan 3,41
4 Harga Beli Konsumen 21000 100
Sumber : Lampiran 11, 12, 13, dan 14
39
dikeluarkan petani sebesar Rp. 7448/kg dan keuntungan yang diperoleh sebesar Rp. 6.219/Kg.
Harga jual yang diterima pedagang pengumpul adalah Rp. 16.333/Kg. Margin Pemasaran yang terbentuk antara petani dan pedagang pengumpul sebesar 2.666/kg. Biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul sebesar Rp. 633,63/kg (3,01% dari harga yang diterima konsumen). Keuntungan yang diperoleh pedagang pengumpul sebesar Rp. 1.259,37/kg (5,9% dari harga yang diterima konsumen).
Tabel 5.3 Price Spread dan Share Margin pada Saluran Tataniaga II
Biaya Produksi 7.448 32,38
Margin Keuntungan 6.552 31,2
Nisbah Margin Kuntungan 0,87
2 Harga Beli Pedagang
Pengumpul
14.440
Harga Jual Pedagang
Pengumpul
Margin Keuntungan 2.921,16 12,7
Nisbah Margin Keuntungan 2,56
3 Harga Beli Pedagang Luar
Daerah
18.500
Harga Jual Pedagang Luar
Daerah
Margin Keuntungan 3.576,29 17,02
Nisbah Margin Keuntungan 3,87
4 Harga Beli Konsumen 23000 100
Sumber : Lampiran 11, 12, 15 dan 16
41
bahwa harga jual yang diterima petani sebesar Rp 14.000/kg (60,86% dari harga yang diterima konsumen). Biaya produksi bawang merah yang dikeluarkan petani adalah sebesar Rp 7.448/kg dan keuntungan yang diperoleh petani sebesar Rp 6552/kg.
Harga pembelian bawang merah yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul sebesar Rp 14.000/kg dan harga penjualan sebesar Rp 18.500/kg. Biaya yang dikeluarkan pedagang pengumpul untuk menjual bawang merah adalah sebesar Rp 1.138,84/kg (4,95% dari harga yang diterima konsumen). Keuntungan yang didapat oleh pedagang pengumpul sebesar Rp. 2.921,16/kg (12,7% dari harga yang diterima oleh konsumen).
Harga pembelian bawang merah yang dikeluarkan oleh pedagang luar daerah sebesar Rp. 18.500 dan harga penjualan sebesar Rp. 23.000/kg. Biaya yang dikeluarkan oleh pedagang luar daerah untuk menjual bawang merah adalah sebesar Rp 923,71/kg (4,39% dari harga yang diterima oleh konsumen). Keuntungan yang di dapat oleh pedagang luar daerah sebesar Rp 3576,29/kg (17,02% dari harga yang diterima konsumen).
5.4 Efisiensi Saluran Tataniaga
Tingkat efisiensi tataniaga bawang merah di Desa Siboras, Kecamatan Pematang silimahuta dapat diketahui pada tabel berikut.
Tabel 5.4 Efisiensi Saluran Tataniaga di Daerah penelitian
Saluran Sumber : Data diolah
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasli penelitian ini, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Saluran tataniaga bawang merah di Desa Siboras, Kecamatan Pematang Silimahuta, Kabupaten Simalungung terdiri dari 2 yaitu Petani – Pedagang Pengumpul – Pedagang Pengecer – Konsumen Akhir sebanyak 3,15 Ton/Minggu (46,6%) dan Petani – Pedagang Pengumpul – Pedagang Luar Daerah – Konsumen Akhir sebanyak 3,6 Ton/Hari (53,3%).
3. oleh lembaga tataniaga adalah Fungsi Pertukaran (penjualan dan pembelian), Fungsi Fisik (transpotasi, penyimpanan dan pendistribusian) dan Fungsi Fasilitas (resiko, penyediaan dana dan informasi pasar)
4. Saluran tataniaga I dan II dikatakan sudah efisien karena tingkat efisiensi tataniaga untuk saluran I dan II lebih besar daripada 1 (e ≥ 1), masing -masing sebesar 1,21 dan 1,37.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian disarankan sebagai berikut :
1. Kepada petani dan lembaga tataniaga dan lembaga tataniaga lainnya sebaiknya melakukan fungsi sortasi (grading) dalam rangka membuat perbedaan harga berdasarkan standar kualitas bawang merah.
2. Kepada Pemerintah
Dalam hal ini pemerintah Kabupaten Simalungun harus memberikan perhatian dan pengawasan terhadap terbentuknya harga di tingkat konsumen sehingga tidak terjadi perubahan-perubahan harga yang terlalu tinggi. Dan juga dalam halpenyediaan pasokan bibit bawang merah untuk mempermudah petani dalam mendapatkan bibit dengan kualitas tinggi.
3. Peneliti Selanjutnya