BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bawang Merah
Tanaman bawang merah dikenal hampir di setiap daerah di wilayah tanah
air. Kalangan Internasional menyebutnya shallot. Bawang merah memiliki nama
latin Allium cepa var. ascalonicum atau Allium ascalonicum. Bawang merah
merupakan tanaman satu marga dengan tanaman bawang daun, bawang putih dan
bawang bombay yang termasuk dalam famili Liliaceae (Rukmana, 1994). Di
dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan kedalam Divisi
Spermatophyta, Sub Divisi Angiospermae, Kelas Monocotyledonae, Ordo
Liliales/Liliflorae, Keluarga Liliaceae, Genus Allium dan Spesies Allium
ascalonicum atau Allium cepa var. ascalonicum (Rahayu dkk., 1998).
Gambar 1. Bawang Merah
Bawang merah adalah bumbu masakan yang memiliki sifat obat yang baik. Sifat dan manfaat dari bawang merah telah menjadi bagian tak terpisahkan dari diet dan makanan digunakan untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Bawang merah telah membantu menyembuhkan hampir semua penyakit, mula dari flu, penyakit jantung, diabetes dan penyakit lainnya. Bawang merah adalah makanan yang dikonsumsi sejak zaman prasejarah dan meskipun tidak diketahui persis di mana budidaya tanaman ini dimulai (Anonymous, 2016). Berikut adalah tabel kandungan gizi yang terdapat dalam bawang merah.
Tabel 3. Kandungan Gizi dalam Bawang Merah Nilai Gizi Per 100 G (3.5 Oz)
Thiamine (Vitamin B1) 0.046 mg (4%)
Riboflavin (Vitamin B2) 0.027 mg (2%)
Niacin (Vitamin B3) 0.116 mg (1%)
Bawang merah banyak dibudidayakan di dataran rendah yang beriklim
kering dengan suhu yang agak panas dan cuaca cerah. Tanaman ini juga tidak
menyukai tempat yang tergenang air (Rahayu dan Berlian, 1998). Bawang merah
dapat dibudidayakan dengan syarat pertumbuhan antara lain : tanah subur, banyak
mengandung humus, tidak tergenang air, aerasi (pertukaran udara dalam tanah)
baik, pH antara 5,5 – 6,5. Jika pH terlalu rendah (kurang dari 5,5) maka garam-garam Alumunium (Al) yang terlarut akan bersifat racun terhadap bawang merah
yang menyebabkan tanaman tumbuh kerdil. Demikian juga dengan pH yang lebih
besar dari 6,5 maka unsur mikro Mangan (Mn) tidak dapat digunakan, sehingga
umbi kecil-kecil dan hasil produksi rendah.
Selain itu, tanaman bawang merah dapat tumbuh dan berproduksi dengan
baik di dataran rendah sampai dataran tinggi yaitu pada ketinggian kurang lebih
1.100 meter diatas permukaan laut (dpl). Walaupun demikian, ketinggian tempat
yang paling ideal untuk menghasilkan produk yang optimal adalah antara 0-800
meter dpl. Selain itu, untuk menghasilkan produksi bawang merah terbaik di
dataran rendah harus didukung dengan keadaan iklim yang meliputi suhu udara
25oC-32oC dan beriklim kering. Tanaman ini sangat menyukai areal yang terbuka
dan mendapat sinar matahari kurang lebih 70%, karena bawang merah termasuk
tanaman yang memerlukan sinar matahari cukup (long day plan). Tiupan angin yang sepoi-sepoi juga akan berpengaruh baik terhadap laju proses fotosintesis,
sehingga akan meningkatkan produksi umbi (Rukmana, 1994).
2.2 Penelitian Terdahulu
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Kurniawan, dkk (2014) dengan judul
Analisis Rantai Pasokan (Supply Chain) Komoditas Cabai Merah Besar Di Kabupaten Jember, yang mana harga komoditas cabai merah besar di Kabupaten
Jember cenderung fluktuatif sehingga dibutuhkan pengelolaan manajemen rantai
pasokan agar lebih efisien. Analisis efisiensi dari penelitian Kurniawan (2014)
hanya menggunakan analisis deskriptif analitik, sedangkan dalam penelitian ini
dihitung dari data kuisioner tertutup dan diukur dengan menggunakan metode
Analisis Margin Pemasaran.
Pengukuran rantai pasok yang efisien dengan menggunakan AHP juga
telah dilakukan oleh Yuniar (2012), perbedaannya adalah, dalam penelitian yang
dilakukan Yuniar hanya ingin mengetahui mekanisme rantai pasoknya saja,
sedangkan penelitian ini menganalisis alur distribusi dan melihat bagaimana
alternatif skenario supply chain bawang merah yang efisien.
Nama dan
causality ditemukan bahwa harga gabah di tiga provinsi contoh berpengaruh nyata terhadap harga beras di kota provinsi masing-masing, tetapi harga beras di masing-masing kota provinsi tidak secara nyata memengaruhi harga gabah di provinsi masing-masing. Hal ini menandakan adanya
Rantai Pasok Kentang (Studi Kasus di Kabupaten Garut, Jawa Barat)
-Analisis Deskriptif -SCM di kentang di kabupaten Garut belum berjalan dengan baik karena: (1) ketersedian benih kentang belum dapat memenuhi kebutuhan petani; (2) kondisi jalan usahatani hanya dapat dilalui kendaraan roda 2; (3) Kemampuan modal petani kecil; (4) Tanaman kentang rentan serangan OPT; (5) Kurangnya data dan informasi tentang kemampuan produksi dari daerah sentra produksi. -Penerapan SCM merupakan
upaya membangun jejaring pelaku usaha dalam suatu sistem yang terpadu yaitu: (a) proses budi daya untuk menghasilkan produksi; (b) mentrasformasikan hasil produksi bahan menjadi produk bermutu melalui penanganan panen dan pascapanen yang baik, dan (c) pengiriman produk ke konsumen melalui sistem distribusi yang baik. Saptana (2012) Manajemen Rantai
Pasok (Supply Chain Management) pada Komoditas Cabai Merah Besar di Jawa Tengah
Nama dan besar dapat disimpulkan bahwa belum sepenuhnya efisien karena masih tingginya biaya distribusi atau pemasaran, struktur pasar yang cenderung oligopsonistik.
Yuniar (2012) Analisis Manajemen Rantai Pasok Melon di distribusi yaitu pola rantai pasok Sky Rocket dengan tujuan pasar tradisional dan pola rantai pasok Rock Melon dengan tujuan pasar modern dan ekspor
Nama dan Nilai share bagian harga setiap mata rantai dinilai efisien bila dilihat dari nilai pangsa produsennya (PS) Vegetables Sector in India
-Analisis Deskriptif -Pada rantai pasokan sektor buah dan sayur di India menunjukkan bahwa rantai pasokan sangat tidak efisien yang menyebabkan kerugian dan pemborosan besar serta pendapatan yang sedikit bagi para pemangku kepentingan rantai pasok. Sektor buah dan sayur di India merupakan sektor yang sangat berkembang dan memberikan peluang besar bagi para pemangku kepentingan dan pengusaha melalui penyediaan infrastruktur rantai pasok dan unit pengolahan makanan.
-Ekonomi India didasarkan pada pertanian dan ada potensi besar untuk melayani pasar domestik atau global melalui berbagai penambahan nilai, pengembangan rantai pasokan yang cerdas dan cerdas akan memainkan peran penting dalam mengurangi kerugian dan masa berlakunya, peningkatan pada petani. Meningkatkan pendapatan petani bisa didapatkan dengan usaha dari ekspor, menghasilkan peluang kerja bagi masyarakat setempat, dan meningkatkan taraf hidup para petani yang
mengarah pada
Nama dan tampil sebagai pemimpin global di Sektor Pangan.
-Analisis Deskriptif -Manajemen rantai pasok melalui integrasi atau koordinasi vertical adalah yang paling baik dalam peningkatan daya saing produk melon dan semangka, tetapi diperlukan komitmen yang tinggi, keterbukaan, dan keterpaduan di antara pihak-pihak yang bermitra. -Implikasi kebijakan penting
dari penelitian ini adalah: (1) perancangan dan pelaksanaan pengembangan manajemen rantai pasok melon dan semangka harus didasarkan atas keseimbangan supply dan
demand, segmen tujuan pasarnya, serta dilakukan secara terpadu; (2) meningkatkan posisi tawar petani dalam manajemen rantai pasok melon dan semangka melalui konsolidasi dan penguatan kelompok tani; (3) perluasan tujuan pasar (lokal, regional, ekspor) dan perluasan segmen pasar (pasar tradisional, pasar modern dan konsumen institusional).
2.3 Teori
2.3.1 Teori Supply Chain Management
atau tidak. Walaupun suatu organisasi tidak secara aktif menjalankan konsep
rantai pasok, namun sebagai fenomena bisnis, rantai pasok tersebut akan tetap
ada.
Pada hakekatnya rantai pasokan adalah jaringan organisasi yang
menyambung hubungan hulu (upstream supplier) dan ke hilir (downstream customer) dalam proses dan kegiatan yang berbeda, yang menghasilkan nilai yang terwujud dalam barang atau jasa di tangan pelanggan terakhir (ultimate customer).
Menurut Porter (2004), terdapat 3 macam komponen rantai pasokan,
yaitu:
1. Rantai Pasokan Hulu/Upstream Supply Chain
Di dalam upstream supply chain, meliputi aktivitas dari antar suatu perusahaan manufaktur dengan para penyalurnya dan aktivitas penyalur
dengan penyalur (supplier). Dalam upstream supply chain, yang diutamakan adalah pengadaan.
2. Manajemen Internal Rantai Pasokan/InternalSupply Chain Management
Bagian dari internal supply chain meliputi aktivitas manufaktur yang didistribusikan kepada distributor. Dalam internal supply chain, perhatian yang utama adalah manajamen produksi pabrikasi dan pengendalian
persediaan.
3. Segmen Rantai Pasokan Hilir/Downstream Supply Chain Management Segment
perhatian dalam downstream supply chain adalah distribusi, pergudangan, transportasi dan after sales service.
Berdasarkan komponen supply chain yang telah dijelaskan, maka harus diperhatikan masing-masing aliran pasokan produk dari hulu ke hilir.
Menurut Anatan dan Ellitan (2008), rantai pasokan dikelola oleh
perusahaan-perusahaan dalam suatu rantai nilai yang dilatarbelakangi oleh dua
alasan penting. Pertama, perusahaan berusaha untuk mendekatkan diri dengan
konsumen, memberikan kepastian adanya tautan dengan pasar. Dalam hal ini yang
dimaksud adalah adanya kepastian supply ketika permintaan pasar melonjak, sehingga konsumen tidak merasa dirugikan. Kedua, semua perusahaan yang
terkoordinir dalam suatu rantai pasokan merumuskan tujuan bersama sebagai
pedoman dalam aktivitas bisnis mereka. Dalam hal ini yang dimaksud adalah
ketika aktor rantai pasokan saling bekerja sama untuk pemenuhan bisnis mereka,
sehingga para aktor saling membutuhkan dan terwujudnya simbiosis mutualisme.
Sementara Chopra and Meindl (2001), menyebutkan supply chain berisi semua tahapan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memenuhi
permintaan konsumen. Rantai pasokan tidak hanya meliputi perusahaan dan
pemasok tetapi juga dengan sarana transportasi, gudang, retailer dan konsumen itu
sendiri. Fungsi-fungsi yang terlibat didukung oleh perkembangan produk baru,
pemasaran, operasional dan distribusi, keuangan dan pelayanan konsumen. Dalam
supply chain memiliki sifat yang dinamis dan meliputi aliran yang konstan mengenai informasi lain kepada konsumen yang selanjutnya konsumen
mentransfer dana ke perusahaan untuk memperoleh produk yang diinginkan.
pemesanan ulang dengan menghubungi pemasok. Perusahaan akan mengirimkan
dana pemasok setelah barang diterima. Dengan begitu terdapat aliran informasi,
bahan baku dan dana dalam setiap tahapan supply chain.
Berdasarkan teori diatas ditekankan bahwa supply chain management
menghendaki pendekatan atau metode yang terintegrasi dengan dasar semangat
kerjasama. Jadi, manajemen rantai pasokan tidak hanya berorientasi pada urusan
internal perusahaan, melainkan juga urusan eksternal yang menyangkut hubungan
dengan perusahaan-perusahaan mitra bisnis. Diperlukan adanya kolaborasi antar
perusahaan pada rantai pasokan karena perusahaan-perusahaan yang berada pada
suatu rantai pasokan pada intinya ingin memuaskan konsumen akhir yang sama,
maka mereka harus bekerja sama untuk membuat produk yang lebih murah,
mengirimkannya tepat waktu serta dengan kualitas yang baik. Hanya dengan
kerjasama antar elemen-elemen pada rantai pasokan maka tujuan tersebut akan
dapat tercapai dengan baik.
Dalam menjalankan kerjasama tersebut, tentunya semangat kerjasama
juga didasari oleh kesadaran bahwa kuatnya sebuah rantai pasokan tergantung
pada kekuatan seluruh elemen yang ada di dalamnya. Sebuah perusahaan yang
sehat dan efisien tidak akan berarti apabila pemasoknya tidak mampu
menghasilkan bahan baku yang berkualitas atau tidak mampu mengirimkan
barang tepat waktu (Said, 2006).
Menurut Krawjeski dan Ritzman (2004) tujuan dasar supply chain management adalah untuk mengendalikan persediaan dengan manajemen arus material. Persediaan adalah jumlah material dari pemasok yang digunakan untuk
jasa. Perusahaan dapat mengambil pendekatan supply chain management yang efisien untuk mengkoordinasikan aliran material untuk meminimalkan persediaan
dan memaksimalkan produktivitas perusahaan. Perusahaan saat itu lebih meyakini
karena material itu menjadi satu alasan mengapa supply chain management
merupakan kunci competitive weapon.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka prinsip dasar supply chain management menurut Said (2006) meliputi 5 hal, yaitu:
1. Prinsip Integrasi. Artinya semua elemen yang terlibat dalam rangkaian
supply chain management berada dalam satu kesatuan yang kompak dan menyadari adanya saling ketergantungan.
2. Prinsip Jejaring. Artinya semua elemen berada dalam hubungan kerja yang
selaras.
3. Prinsip Ujung ke Ujung. Artinya proses operasinya mencakup elemen
pemasok yang paling hulu sampai ke konsumen paling hilir.
4. Prinsip Saling Tergantung. Setiap elemen dalam supply chain management
menyadari bahwa mencapai manfaat bersaing diperlukan kerjasama yang
saling menguntungkan.
5. Prinsip Komunikasi. Artinya keakuratan data menjadi landasan utama
dalam jaringan untuk menjadi ketepatan informasi dan material.
Menurut Pujawan (2010), komponen dalam supply chain management
terbagi dalam tiga aliran utama, yaitu:
Supplier Tier 2
Supplier Tier 1
Manufacturer Distributor Ritel/ Toko 2. Komponen informasi berisi pengiriman pesanan dan peninjauan status
pengiriman.
3. Komponen keuangan (financial) terdiri dari batas kredit, pembayaran dan jadwal pembayaran, ketepatan pengiriman dan identitas pemilik.
Model supply chain dan 3 macam aliran yang dikelola perusahaan dapat dilihat pada Gambar 2.
Finansial : term pembayaran
Material : bahan baku, komponen, produk jadi
Informasi : kapasitas, status pengiriman
Finansial : pembayaran
Material : retur, repair
Informasi: order, ramalan
Gambar 2. Model Supply Chain dan 3 Macam Aliran yang Dikelola Perusahaan (Pujawan, 2010)
Berdasarkan model supply chain menurut Pujawan (2010), suatu supply chain terdapat 3 macam aliran yang harus dikelola. Pertama adalah aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream). Contohnya adalah bahan baku yang dikirim dari pemasok ke pabrik. Setelah produk selesai
diproduksi, mereka dikirim ke distributor, ke pengecer lalu ke ritel, kemudian ke
pemakai akhir. Kedua adalah aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir
ke hulu. Yang ketiga adalah aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir
ataupun sebaliknya.
panen, distribusi, pemasaran, hingga produk yang diinginkan sampai ke tangan
konsumen. Jadi, sistem manajemen rantai pasok dapat didefinisikan sebagai satu
kesatuan sistem pemasaran terpadu, yang mencakup keterpaduan produk dan
pelaku, guna memberikan kepuasan pada pelanggan (Marimin dan Magfiroh,
2010).
Manajemen rantai pasok produk pertanian berbeda dengan manajemen
rantai pasok perusahaan karena: (1) produk pertanian bersifat mudah rusak, (2)
proses penanaman, pertumbuhan, dan pemanenan tergantung pada iklim dan
musim, (3) hasil panen memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi, (4) produk
pertanian bersifat kamba sehingga sulit untuk ditangani (Marimin dan Magfiroh,
2010). Seluruh faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam desain manajemen
rantai pasok produk pertanian karena kondisi rantai pasok produk pertanian lebih
kompleks daripada rantai pasok pada umumnya. Selain lebih kompleks,
manajemen rantai pasok produk pertanian juga bersifat probabilistik dan dinamis
(Yuniar, 2012).
Kegiatan manajemen rantai pasok merupakan bagian kegiatan dari rantai
nilai (value chain) sehingga perbaikan manajemen rantai pasok akan berimplikasi
positif pada rantai nilai tambah. Rantai nilai yang efektif akan memicu
keunggulan nilai (value advantage) dan keunggulan produksi (productivity
advantage) yang pada akhirnya meningkatkan keunggulan kompetitif.
Menurut Hero (2011), struktur rantai pasok dalam menilai kesanggupan
supplier dalam pasar untuk memenuhi konsumen tersebut dibedakan berdasarkan
lima unsur, yaitu:
1. Pasar Akhir (End Markets)
Pasar akhir adalah masyarakat, bukan tempat. Pasar akhir menentukan
karakteristik termasuk harga, kualitas, kuantitas dan waktu suatu barang atau jasa
yang dihasilkan. Pembeli pasar akhir adalah suara berpengaruh dan insentif bagi
perubahan. Mereka sumber penting informasi permintaan, yang menyebarluaskan
pembelajaran, dan dalam kasus tertentu bersedia berinvestasi dalam perusahaan
berurutan lebih bawah pada rantai nilai. Pendekatan rantai nilai mengkaji semua
peluang terkini dan berpotensial di semua pasar, mempertimbangkan
kecenderungan, calon pesaing dan faktor-faktor dinamis lainnya.
2. Usaha dan Lingkungan Penunjang
Usaha dan Lingkungan Penunjang meliputi norma, kebiasaan,
undang-undang, peraturan, kebijakan, perdagangan internasional dan prasarana umum
(jalan, listrik, dan lain-lain) serta layanan umum (pendidikan, kesehatan) untuk
menunjang atau menghambat pergerakan suatu produk atau jasa di rantai nilainya.
Lingkungan kebijakan nasional dan peraturan penting demi fungsi pasar dan
perusahaan. Kinerja buruk pemerintah setempat, penegakan hukum serta rezim
peraturan yang lemah meningkatkan biaya dan risiko transaksi, membatasi
investasi dalam hubungan dan peningkatan mutu.
Hubungan antar perusahaan di seluruh tingkatan rantai nilai penting untuk
memindahkan produk atau jasa ke pasar akhir. Transaksi efisien antara
perusahaan terkait secara vertikal dalam rantai nilai meningkatkan daya saing
keseluruhan dari industri tersebut. Hubungan vertikal juga mempermudah
penyerahan manfaat dan layanan terkait, pengalihan keterampilan dan informasi
antar perusahaan baik ke atas dan bawah dalam urutan rantai nilai. Hubungan
vertikal menguntungkan antar perusahaan terkait dapat meningkatkan akses Usaha
Menengah Kecil (UMK) terhadap pasar, keterampilan baru dan berbagai layanan,
dan mengurangi risiko pasar dengan menjamin penjualan di masa mendatang.
4. Hubungan Horizontal
Ada tegangan yang diperlukan antara kerjasama dan persaingan antar
perusahaan yang menjalankan fungsi serupa dalam suatu rantai nilai. Hubungan
antar perusahaan baik formal maupun informal mengurangi biaya transaksi bagi
pembeli yang berurusan dengan pemasok kecil. Dengan menunjang pembelian
bahan baku dalam jumlah besar, memungkinkan terpenuhinya pesanan besar,
hubungan horizontal membantu perusahaan kecil untuk menghasilkan pendapatan
besar. Asosiasi industri memungkinkan penciptaan standar-standar industri dan
pelaksanaan strategi pemasaran.
5. Pasar Pendukung (Supporting Markets)
Jasa pendukung adalah kunci peningkatan tingkat perusahaan. Jasa
tersebut meliputi jasa keuangan; jasa lintas sektor seperti konsultasi bisnis,
nasehat hukum dan telekomunikasi; serta jasa khusus bagi sektor, misalnya, jasa
perlengkapan irigasi atau jasa perancangan kerajinan tangan. Apabila dibutuhkan
melalui pasar. Pada satu sisi petani telah didorong untuk meningkatkan produksi
tetapi ketika produksi berlebih pasar tidak mampu menyerap pasar. Jika dari
sistem rantai pasok dan ketersediaan bahan baku dari petani, pengumpul,
pedagang, eksportir sampai kepada konsumen dapat terpenuhi dengan baik dan
sesuai dengan standar permintaan yang diminta maka prinsipnya networking
siklus ini akan selalu saling berkelanjutan.
Supply Chain Management (SCM) merupakan serangkaian pendekatan
yang diterapkan untuk mengintegrasikan pemasok, pengusaha, gudang dan tempat
penyimpanan lainnya secara efisien. Produk dihasilkan dapat didistribusikan
dengan kuantitas, tempat, dan waktu yang tepat untuk memperkecil biaya serta
memuaskan pelanggan. SCM bertujuan untuk membuat seluruh sistem menjadi
efisien dan efektif, minimalisasi biaya dari transportasi, dan distribusi sampai
inventori bahan baku, bahan dalam proses, serta barang jadi. Ada beberapa
pemain utama yang memiliki kepentingan dalam SCM, yaitu pemasok (supplier),
pengolah (manufacturer), pendistribusi (distributor), pengecer (retailer) dan
pelanggan (customer) (David et al., 2000 dalam Indrajit dan Djokopranoto, 2005). Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2005), hubungan organisasi dalam
rantai pasok adalah sebagai berikut:
Rantai 1 adalah supplier. Jaringan bermula dari sini. Supplier merupakan
sumber penyedia bahan pertama, mata rantai penyaluran barang akan
dimulai. Bahan pertama ini bisa berbentuk bahan baku, bahan mentah,
bahan penolong, bahan dagangan, dan suku cadang. Jumlah supplier bisa
banyak ataupun sedikit. Supplier rantai pasok pertanian terdiri dari
atau langsungsupplier untuk manufaktur.
Rantai 1-2 adalah supplier → manufaktur. Pada rantai pasok pertanian,
manufaktur adalah pengolah komoditas produk pertanian yang
memberikan nilai tambah untuk komoditas tersebut. Hubungan konsep
supplier partnering antara manufaktur dengan supplier mempunyai
potensi yang menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Rantai 1-2-3 adalah supplier → manufaktur → distributor. Barang yang
sudah jadi dari manufaktur disalurkan kepada pelanggan. Cara yang umum
dilakukan adalah melalu i distributor dan biasanya ditempuh dengan
supply chain. Barang yang berasal dari gudang pabrik disalurkan ke
gudang distributor atau pedagang besar dalam jumlah besar kemudian
barang tersebut disalurkan kepada pengecer dalam jumlah yang lebih
kecil.
Rantai 1-2-3-4 adalah supplier → manufaktur → distributor → retail.
Pedagang besar biasanya mempunyai fasilitas gudang sendiri atau dapat
juga menyewa dari pihak lain. Gudang ini digunakan untuk menimbun
barang sebelum disalurkan lagi ke pihak pengecer. Dalam rantai pasok
pertanian, pedagang besar sebagai distributor memasok produk
pertaniannya kepada pengecer di pasar tradisional maupun di pasar
swalayan.
Rantai 1-2-3-4-5 adalah supplier → manufaktur → distributor → retail →
pelanggan. Pengecer menawarkan barangnya kepada pelanggan atau
pembeli. Mata rantai pasok akan berhenti ketika barang tersebut tiba pada
Supplier
Distributor Manufakturer
Retail
Pelanggan
Struktur rantai pasok produk pertanian menurut Marimin dan Maghfiroh
(2011) memiliki keunikan karena tidak selalu mengikuti urutan rantai diatas.
Petani dapat langsung menjual hasil pertaniannya langsung ke pasar selaku retail,
sehingga telah memutus rantai pelaku tengkulak, manufaktur dan distributor.
Manufaktur juga tidak harus memasok produk lewat distributornya ke retail, tapi
bisa langsung ke pelanggan. Pelanggan disini biasanya adalah pelanggan besar
seperti restoran, rumah sakit, ataupun hotel. Manufaktur juga banyak
menggunakan jasa eksportir selaku distributor untuk memasarkan produknya ke
pelanggan internasional. Struktur rantai pasok pertanian ditunjukkan pada Gambar
3.
Gambar 3. Struktur Rantai Pasok Pertanian Sumber: Marimin dan Magfiroh (2010)
Pada hakekatnya, mekanisme rantai pasok produk pertanian secara alami
dibentuk oleh para pelaku rantai pasok itu sendiri. Pada negara berkembang
seperti Indonesia, mekanisme rantai pasok produk pertanian dicirikan dengan
lemahnya produk pertanian dan komposisi pasar. Adanya kelemahan-kelemahan
produk pertanian, misalnya mudah rusak, musiman, jumlah yang banyak dengan
nilai yang relatif kecil, tidak seragam, dan lain-lain akan mempengaruhi
mekanisme pemasaran, seringkali menyebabkan fluktuasi harga yang akan
merugikan pihak petani selaku produsen (Marimin dan Maghfiroh, 2010).
Mekanisme supply chain produk pertanian dapat bersifat tradisional ataupun modern. Mekanisme tradisional adalah petani menjual produknya
langsung ke pasar atau lewat tengkulak, dan tengkulak yang akan menjualnya ke
pasar tradisional dan pasar swalayan. Pada rantai pasok modern, petani sebagai
produsen dan pemasok pertama produk pertanian membentuk kemitraan
berdasarkan perjanjian atau kontrak dengan manufaktur, eksportir, atau langsung
dengan pasar sebagai retail, sehingga petani memiliki posisi tawar yang baik.
Perjanjian atau kontrak antara petani dan mitra berdampak baik untuk keduanya.
Petani mendapatkan kepastian pembelian hasil panennya dengan harga yang telah
disepakati, dan mitra mendapatkan produk pertanian yang memiliki spesifikasi
mutu yang telah disepakati juga. Mekanisme ini tidak hanya memacu petani untuk
terus meningkatkan mutu hasil pertaniannya, tapi juga memacu para pelaku rantai
pasok yang lain seperti manufaktur, distributor, dan retail untuk menjamin
kualitas produk yang diinginkan oleh pasar, sehingga produk dapat diterima oleh
konsumen lokal maupun mancanegara (Marimin dan Maghfiroh, 2010).
Kelembagaan rantai pasok adalah hubungan manajemen atau sistem kerja
yang sistematis dan saling mendukung di antara beberapa lembaga kemitraan
rantai pasok suatu komoditas. Kelembagaan tersebut mencapai satu atau lebih
tujuan yang menguntungkan semua pihak yang ada di dalam dan di luar
kelembagaan tersebut. Komponen kelembagaan kemitraan rantai pasok mencakup
pelaku dari seluruh rantai pasok, mekanisme yang berlaku, pola interaksi
antarpelaku, serta dampaknya bagi pengembangan usaha suatu komoditas maupun
bagi peningkatan kesejahteraan pelaku pada rantai pasok tersebut (Marimin dan
Maghfiroh, 2010).
Dalam perkembangannya, bentuk kelembagaan supply chain atau rantai pasok pertanian terdiri dari dua pola, yaitu pola perdagangan umum dan pola
kemitraan. Pola perdagangan umum melibatkan berbagai pelaku tataniaga yang
umum ditemukan di banyak lokasi, antara lain petani baik secara individu atau
kelompok dan pedagang. Pola kemitraan rantai pasok adalah hubungan kerja
diantara beberapa pelaku rantai pasok yang menggunakan mekanisme perjanjian
atau kontrak tertulis dalam jangka waktu tertentu.
Keberhasilan kelembagaan supply chain komoditas pertanian tergantung sejauh mana pihak-pihak yang terlibat mampu menerapkan kunci sukses (key
success factor) yang melandasi setiap aktivitas di dalam kelembagaan tersebut.
Menurut Marimin dan Maghfiroh (2011) kunci sukses ini terindentifikasi melalui
penelusuran yang detail dari setiap aktivitas di dalam rantai pasokan. Kunci
sukses tersebut adalah:
1. Trust Building
mendukung kelancaran aktivitas rantai pasokan, seperti kelancaran pada transaksi
penjualan, distribusi produk, dan distribusi informasi pasar.
2. Koordinasi dan Kerjasama
Koordinasi di antara anggota rantai pasokan sangat penting guna
mewujudkan kelancaran rantai pasokan, ketepatan pasokan mulai dari produsen
hingga retail dan tercapainya tujuan rantai pasokan.
3. Kemudahan Akses Pembiayaan
Akses pembiayaan yang mudah, disertai dengan bentuk administratif yang
tidak rumit akan memudahkan pihak-pihak di dalam rantai pasokan dalam
mengembangkan usahanya. Dengan mudahnya akses pembiayaan tersebut, maka
diharapkan pengembangan usaha di bidang agribisnis ini dapat berkembang
dengan baik.
4. Dukungan Pemerintah
Peran pemerintah sebagai fasilitator, regulator dan motivator sangat
penting dalam mewujudkan iklim usaha yang kondusif dan struktur rantai
pasokan yang mapan. Distribusi informasi pasar yang disediakan oleh pemerintah,
kebijakan-kebijakan yang mengatur rantai pasok komoditas pertanian, penyediaan
infrastruktur yang memadai, pendampingan dan pembinaan oleh PPL serta
pengadaan pameran atau ekshibisi produk pertanian dapat meningkatkan daya
saing rantai pasokannya.
2.3.5 Tantangan dalam Mengelola Supply Chain
Menurut Pujawan (2010) mengelola supply chain melibatkan banyak
kegiatan yang sangat luas. Ditambah lagi dengan berbagai ketidakpastian yang
ada disepanjang supply chain serta semakin meningkatnya persaingan di pasar,
maka dibutuhkan supply chain management dengan pendekatan dan model
pengelolaan yang tepat. Selain itu, berbagai aturan dari pemerintah maupun
masyarakat untuk tetap menjaga aspek lingkungan dalam kegiatan supply chain. 1. Kompleksitas struktur supply chain
Suatu supply chain biasanya sangat kompleks, melibatkan banyak pihak didalam maupun diluar perusahaan. Pihak-pihak tersebut seringkali memiliki
kepentingan yang berbeda-beda, bahkan bertentangan antara satu dengan yang
lainnya. Konflik yang terjadi merupakan tantangan besar dalam mengelola rantai
pasok. Kompleksitas suatu rantai pasok juga dipengaruhi oleh perbedaan bahasa,
zona waktu, dan budaya antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya.
2. Ketidakpastian
Ketidakpastian merupakan sumber utama kesulitan pengelolaan suatu
rantai pasok. Ketidakpastian menimbulkan ketidakpercayaan diri terhadap rencana
yang sudah dibuat sehingga perusahaan perlu menciptakan antisipasi pengamanan
disepanjang rantai pasok baik berupa persediaan (safety stock), waktu (safety
time), ataupun kapasitas produksi maupun transportasi. Ketidakpastian dalam
manajemen rantai pasok dapat berasal dari tiga sumber, yaitu: a. Ketidakpastian permintaan
Pada setiap alur produk dari hulu hingga ke hilir tidak terhindarkan dengan
ketidakpastian baik itu dari toko atau supermarket yang tidak memiliki informasi
yang pasti berapa suatu produk akan terjual pada minggu atau hari tertentu.
Bahkan, semakin ke hulu ketidakpastian permintaan ini biasanya semakin
meningkat. Peningkatan ketidakpastian atau variasi permintaan dari hilir ke hulu
pada suatu supply chaindinamakan bullwhip effect.
b. Arah supplier
Ini bisa berupa ketidakpastian lead time pengiriman, harga bahan baku
atau komponen, ketidakpastian kualitas, serta kuantitas material yang dikirim.
c. Ketidakpastian internal
Ketidakpastian internal yang dapat disebabkan oleh kerusakan mesin,
kinerja mesin yang tidak sempurna, ketidakhadiran tenaga kerja, serta
ketidakpastian waktu maupun kualitas produk.
Gambar 4. Ketidakpastian pada Supply Chain
Sumber:Pujawan (2010) 2.3.6 Analytical Hierarchy Process
Proses Hierarki Analitik (Analytical Hierarchy Process – AHP) dikembangkan oleh DR. Thomas L. Saaty dari Wharton School of Business pada
tahun 1970-an untuk mengorganisasikan informasi dan jugdement dalam memilih
alternatif yang paling disukai (Saaty, 1993). AHP merupakan suatu metode yang
digunakan dalam pengambilan keputusan, sekaligus alat bantu untuk memahami
kondisi suatu sistem dan melakukan prediksi pengambilan keputusan dalam suatu
Work In
Process
Produk Akhir Produk
Akhir
Ketidakpastian Pasokan
Ketidakpastian Internal
proses. AHP sangat berguna dan penting sekali untuk pengambilan keputusan
dalam menentukan prioritas dari beberapa faktor atau alternatif strategi yang ada
dan akan diterapkan.
Secara grafis, persoalan keputusan AHP dapat dikontruksikan sebagai
diagram bertingkat, yang dimulai dengan goal/sasaran, lalu kriteria pada level
pertama, sub kriteria dan akhirnya alternatif. AHP memungkinkan pengguna
untuk memberikan nilai bobot relatif dari satu kriteria majemuk (atau alternatif
majemuk terhadap satu kriteria) secara intuisif, yaitu dengan melakukan
perbandingan berpasangan. Dr. Thomas kemudian menentukan cara yang
konsisten untuk mengubah perbandingan berpasangan menjadi suatu himpunan
bilangan yang mempretasikan prioritas relatif dari setiap kriteria dan alternatif
(Marimin dan Maghfiroh, 2010).
Dengan menggunakan AHP, suatu persoalan yang akan dipecahkan
dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga memungkinkan dapat
diekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif atas persoalan tersebut.
Prinsip kerja AHP adalah menyederhanakan suatu persoalan kompleks yang tidak
terstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam
suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik
secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan
dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian
dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan
berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin dan
Saaty (1993) mengurutkan langkah-langkah pemecahan masalah
menggunakan AHP, yaitu sebagai berikut:
1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.
2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum/goal, faktor,
aktor/pelaku, tujuan, dan alternatif-alternatif pada level hirarki paling
bawah.
3. Membuat matriks perbandingan berpasangan.
4. Menghitung nilai pembobot keseluruhan hirarki dan menentukan
ranking alternatif dari pembobot yang didapatkan.
5. Memeriksa konsistensi matrik penilaian.
6. Mencari nilai pembobot keseluruhan hirarki dan menentukan rangking
alternatif dari pembobot yang didapatkan.
Memilih nilai pembobot alternatif paling tinggi dari hasil perkalian tersebut.
2.3.7 Prinsip Kerja Analytical Hierarchy Process (AHP)
Menurut Marimin dan Maghfiroh (2010), AHP terbagi dalam beberapa
prinsip kerja, yaitu sebagai berikut:
1. Penyusunan Hierarki
Penyusunan hierarki dilakukan dengan cara mengidentifikasi pengetahuan
atau informasi yang sedang diamati. Penyusunan tersebut dimulai dari
permasalahan yang kompleks yang diuraikan menjadi elemen pokoknya, elemen
pokok ini diuraikan lagi ke dalam bagian-bagiannya lagi, dan seterusnya secara
hierarkis. Hierarkis memiliki lima tingkatan yaitu goal, faktor, aktor, tujuan dan
alternatif strategi. Goal (fokus) merupakan sasaran utama yang akan dicapai.
Goal
Faktor 1 Faktor 2
Aktor 1 Aktor 2 Aktor 3
Tujuan 1 Tujuan 2 Tujuan 3
Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3
sasaran utama. Aktor adalah pelaku baik organisasi atau perorangan yang terlibat
dalam pencapaian sasaran. Tujuan merupakan apa yang ingin dicapai oleh pelaku
dan alternatif adalah beberapa skenario dari pelaku dalam pencapaian sasaran.
Adapun hierarki AHP diperlihatkan pada Gambar 5.
Gambar 5. Hierarki Lima Tingkat Analytical Hierarchy Process (AHP) Sumber: Marimin dan Magfiroh (2010)
2. Penetapan Prioritas
Matriks perbandingan berpasangan dilakukan untuk menilai kriteria dan
alternatif. Matriks merupakan tabel untuk membandingkan elemen satu dengan
elemen lain terhadap suatu kriteria yang ditentukan. Matriks memberikan
kerangka menguji konsistensi, membuat segala perbandingan yang mungkin, dan
menganalisis kepekaan prioritas menyeluruh terhadap perubahan dalam
pertimbangan. Perbandingan dilakukan berdasarkan penilaian (judgement) dari
pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen
Tabel 5. Matriks Perbandingan Kriteria
Goal K1 K2 K3
K1 K2 K3
Sumber: Marimin dan Magfiroh (2010)
Dalam matriks ini, bandingkan elemen K1 dalam kolom vertikal dengan
elemen K1, K2, K3 dan seterusnya yang terdapat di baris horizontal yang
dihubungkan dengan level tepat diatasnya (goal). Lalu ulangi dengan elemen kolom K2 dan seterusnya. Dalam membandingkan antar elemen, tanyakanlah
seberapa kuat suatu elemen mempengaruhi goal dibandingkan dengan elemen lain yang sedang dibandingkan. Susunan pertanyaan ini harus mencerminkan tata
hubungan yang tepat antara elemen-elemen di suatu level dengan sebuah elemen
yang ada di level atasnya.
Bila membandingkan suatu elemen dalam matriks dengan elemen itu
sendiri, misalnya K1 dengan K1, perbandingan tersebut bernilai 1, maka isilah
diagonal matriks tersebut dengan bilangan 1. Selalu bandingkan elemen pertama
dari suatu pasangan (elemen di kolom sebelah kiri matriks) dengan elemen yang
kedua (elemen di baris puncak) dan taksir nilai numeriknya dari skala. Nilai
kebalikannya digunakan untuk perbandingan elemen kedua dengan elemen
pertamanya tadi.
Nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat
relatif dari seluruh alternatif. Setiap level hierarki baik kuantitatif dan kualitatif
dapat dibandingkan sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan
3. Konsistensi Logis
Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara
konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. Penilaian yang mempunyai
konsisten tinggi sangat diperlukan dalam persoalan pengambilan keputusan agar
hasil keputusannya akurat. Konsistensi sampai batas tertentu dalam menetapkan
prioritas sangat diperlukan untuk memperoleh hasil-hasil yang sahih dalam dunia
nyata. AHP mengukur konsistensi menyeluruh dari berbagai pertimbangan
melalui suatu rasio konsistensi. Nilai rasio konsistensi harus 10% atau kurang.
Jika lebih dari 10%, maka penilaiannya masih acak dan perlu diperbaiki.
2.4 Kerangka Pemikiran
Bawang merah sebagai salah satu komoditas sayuran yang memiliki
potensi pengembangan pasar yang sangat baik perlu didukung dengan daya saing
yang baik pada mekanisme penerapan rantai pasoknya. Peningkatan daya saing
melalui pendekatan supply chain management penting untuk mengatasi permasalahan yang saat ini terjadi dilapangan. Karena dengan adanya supply chain management yang merupakan serangkaian pendekatan yang diterapkan untuk mengintegrasikan pemasok, pengusaha, gudang atau tempat penyimpanan
secara efisien sehingga produk yang dihasilkan dapat didistribusikan kepada
konsumen berdasarkan kualitas yang tepat, lokasi yang tepat, waktu yang tepat
dengan memperkecil biaya yang memuaskan kebutuhan pelanggan/konsumen.
Selain itu pada rantai pasok bawang merah terdapat kecenderungan yang
tidak terpadu pada aktivitas perdagangannya, kerjasama yang belum sinergis
diantara pelaku usaha, rantai pasokan yang tidak efisien sehingga menyebabkan
Penerapan supply chain management yang tidak lancar dan efisien menyebabkan berbagai permasalahan di sepanjang rantai pasokan. Mulai dari
tingginya biaya operasional bagi pelaku rantai pasok, nilai tambah dan resiko
tidak tersebar secara adil diantara anggota rantai pasok, tersendatnya pasokan, dan
tidak terpenuhinya harapan konsumen. Untuk itu, fenomena rantai pasokan
penting untuk dikaji guna mengindentifikasi permasalahan yang terjadi di
sepanjang rantai pasokan, sehingga dapat dirumuskan solusi penerapan supply chain management yang terbaik. Dengan menerapkan konsep SCM yang baik, sehingga diharapkan mampu meningkatkan keunggulan kompetitif dan daya saing
bagi semua pelaku rantai pasok bawang merah.
Framework dalam membangun model rantai pasok yang baik dapat dilakukan melalui (1) Analisis deskriptif kualitatif untuk melihat alur distribusi
supply chain yang ada. Pengkajian rantai pasokan pada komoditas bawang merah memerlukan investigasi secara menyeluruh. Teknik pengambilan informasi
dilakukan melalui survei secara langsung pada lokasi sentra bawang merah atau
pasar induk yang berada di Kota Medan, (2) Mengidentifikasi faktor, aktor atau
pelaku, tujuan dan alternatif skenario untuk membentuk manajemen rantai pasok
bawang merah yang efisien dianalisis dengan metode AHP dan diolah dengan
menggunakan software Expert Choice 11.
Sebagai keluarannya, diharapkan inefisiensi-inefisiensi yang masih
terjadi dalam rantai pasok dapat dihilangkan dan mengoptimalisasi jaringan rantai
pasok serta peningkatan daya saing pelaku rantai pasok. Skema dari kerangka
Gambar 6. Kerangka Pemikiran Analisis Supply Chain Management Bawang Merah di Kota Medan
Keterangan:
: Latar belakang penelitian