• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI EFEKTIFITAS EKSTRAK BUNGA KRISAN (Chrysanthemum morifolium) SEBAGAI OVISIDA TERHADAP TELUR Aedes aegypti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UJI EFEKTIFITAS EKSTRAK BUNGA KRISAN (Chrysanthemum morifolium) SEBAGAI OVISIDA TERHADAP TELUR Aedes aegypti"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

THE EFFECTS OF KRISAN FLOWER (Crhysanthemum morifollium) EXTRACT AS OVICIDE OF Aedes aegypti’S EGG

By

Intan Mayangsari

DHF was still one of biggest health problem in Indonesia in the last 45 years. The prevention of Aedes aegypti mosquito as one of vector of dengue fever have been carried out, one of them been using the synthetic insecticides. However, the use of synthetic insecticides is not safe for synthetic insecticides’s user and causes vector resistance, we need natural insecticide. One of them is krisan flower (Chrysanthemum morifolium). Krisan flower contains flavonoid and triterpenoid

which can inhibit eggs hatchability.

The purpose is to determine effectiveness of krisan flower extracts as ovicides of

Aedes aegypti. Design researc is experimental with completely randomized design that used four time repetitions, the concentrations are 0% as the negatif control, 0,125%, 0,25%, 0,55 and 1% with 500 Aedes aegypti’s eggs. Then, the eggs every six hours for three days was observed.

Bivariat test that used for this study was Kruskal Wallis. The result of Kruskal Wallis test obtained p < 0,05. ED50 is 0,268% and ED99 is 2,277%

The result indicate that extract of krisan flower can be used for Aedes aegypti’s

ovicide. Optimum concentration is 1%.

(2)

ABSTRAK

UJI EFEKTIFITAS EKSTRAK BUNGA KRISAN (Chrysanthemum morifolium) SEBAGAI OVISIDA TERHADAP TELUR Aedes aegypti

Oleh

Intan Mayangsari

DBD masih menjadi salah satu masalah kesehatan terbesar di Indonesia selama 45 tahun terakhir. Pencegahan nyamuk Aedes aegypti sebagai salah satu vektor penyakit DBD telah banyak dilakukan dengan menggunakan insektisida sintetik. Penggunaan insektisida sintetik ternyata tidak aman bagi penggunaannya dan menimbulkan resistensi vektor, sehingga dibutuhkan insektisida alami, salah satunya adalah bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) yang memiliki kandungan flavonoid dan triterpenoid yang dapat menghambat daya tetas telur. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas ekstrak bunga krisan sebagai ovisida Aedes aegypti dan berapakah konsentrasi optimum yang dapat digunakan. Desain penelitian yang digunakan adalah eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan empat kali pengulangan dengan konsentrasi 0% sebagai kontrol negatif, 0,125%, 0,25%, 0,5% dan 1% dengan 500 telur Aedes aegypti. Kemudian dilakukan penghitungan setiap enam jam selama tiga hari. Uji bivariat yang digunakan pada penelitian ini adalah uji Kruskal Wallis dengan hasil p < 0,05. ED50 adalah sebesar 0,268% dan ED99 adalah 2,277%

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak bunga krisan dapat digunakan sebagai ovisida Aedes aegypti. Konsentrasi optimum yang dapat digunakan adalah 1%.

(3)

UJI EFEKTIFITAS EKSTRAK BUNGA KRISAN (Chrysanthemum morifolium) SEBAGAI OVISIDA TERHADAP TELUR Aedes aegypti

(Skripsi)

Oleh

INTAN MAYANGSARI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

vii DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Epidemiologi DBD tahun 2009 ... 8

2. Perbedaan kaki Aedes aegypti ... 9

3. Perbedaan mesonotum Aedes aegypti dan Aedes aegypti ... 10

4. Perbedaan meseprion Aedes aegypti dan Aedes aegypti ... 10

5. Nyamuk Aedes aegypti ... 14

6. Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti ... 15

7. Telur Aedes aegypti ... 16

8. Larva Aedes aegypti ... 18

9. Pupa Aedes aegypti ... 18

10. Bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) ... 22

11. Kerangka teori ... 25

12. Kerangka konsep ... 26

(5)

iv

2.3 Bunga Krisan (Chrysanthemum morifolium) ... 21

2.3.1 Sejarah Bunga Krisan ... 21

2.3.2 Klasifikasi Botani Krisan ... 22

2.3.3 Kandungan Bunga Krisan ... 22

2.4Mekanisme Kerja Ekstrak etanol bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) Sebagai Ovisida... 23

2.5 Kerangka Teori ... 24

2.6 Kerangka Konsep... 26

(6)

v

3.4 Variabel Penelitian... 28

3.5 Alat-alat dalam Penelitian ... 28

(7)

viii DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1. Etika Penelitian ... 57

Lampiran 2. Hasil analisis deskriftif jumlah telur Aedes aegypti yang tidak menetas pada berbagai konsentrasi ekstrak bunga krisan ... 58

Lampiran 3. Uji normalitas dengan transformasi data ... 60

Lampiran 4. Uji Kruskall Wallis ... 61

Lampiran 5. Uji Mann Whitney ... 61

(8)

vi DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Kandungan Flavonoid pada ekstrak etanol bunga krisan (Chrysanthemum

morifolium) ... 23

2. Jumlah total sampel ... 28

3. Definisi operasional ... 30

4. Jumlah ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) ... 32

5. Rerata jumlah telur yang tidak menetas ... 36

6. Hasil uji normalitas ... 37

7. Uji normalitas setelah dilakukan transformasi data.. ... 38

8. Hasil uji Kruskal Wallis ... 38

9. Hasil analisis Kruskal Wallis ... 39

10. Hasil analis Kruskal Wallis disertai dengan nilai rerata dan simpangan baku ... 39

11. Nilai pH (Derajat keasaman) terukur pada berbagai konsentrasi ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) ... 40

(9)
(10)
(11)

Skripsi ini saya persembahkan untuk

Mama, Papa, Sena, Ugok, Umeh dan Bude Mandut.

Terimakasih atas semua kasih sayang yang telah

kalian curahkan selama ini. Sehingga saya bisa

menggapai cita-cita saya. Terimakasih atas semua

peluh yang kalian keluarkan untuk saya.

Terimakasih atas semangat yang tak pernah

putus-putusnya dari kalian semua. Terimakasih

sedalam-dalamnya, sebesar-besarnya dan

sebanyak-banyaknya, bahkan tak dapat saya ungkapkan.

(12)

Skripsi ini saya persembahkan untuk

Mama, Papa, Sena, Ugok, Umeh dan Bude Mandut.

Terimakasih atas semua kasih sayang yang telah

kalian curahkan selama ini. Sehingga saya bisa

menggapai cita-cita saya. Terimakasih atas semua

peluh yang kalian keluarkan untuk saya.

Terimakasih atas semangat yang tak pernah

putus-putusnya dari kalian semua. Terimakasih

sedalam-dalamnya, sebesar-besarnya dan

sebanyak-banyaknya, bahkan tak dapat saya ungkapkan.

(13)

UJI EFEKTIFITAS EKSTRAK BUNGA KRISAN (Chrysanthemum morifolium) SEBAGAI OVISIDA TERHADAP TELUR Aedes aegypti

Oleh

INTAN MAYANGSARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Negeribaru, Waykanan, Provinsi Bandar Lampung pada tanggal 28 April 1994, sebagai anak pertama dari dua bersaudara, dari bapak Aiptu. Mukhlisin dan ibu Marlelawati.

Pendidikan Taman kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK PTPN 7 Blambangan Umpu pada tahun 1999, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 02 Negeribaru pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMPN 01 Blambangan Umpu pada tahun 2008, Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMAN 01 Blambangan Umpu pada tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung pada tahun 2011.

(15)
(16)
(17)

i

SANWACANA

Alhamdulillah puji syukur penulis ucapkan kehadirat Alah SWT, karena rahmat dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa penulis curahka kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW.

Skripsi dengan judul “Uji Efektifitas Ekstrak Bunga Krisan (Chrysanthemum Morifolium) Sebagai Ovisida Terhadap Telur Aedes Aegyptiadalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Sutyarso, M. Biomed., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;

2. dr. Tri Umiana Soleha, M.Kes., selaku Pembimbing Utama atas bimbingan, saran, kritik dan kasih sayang dalam penyelesaian skripsi ini.; 3. dr. Liana Sidharti, M.K.M., selaku Pembimbing Kedua atas bimbingan,

saran dan kesabarannya selama membimbing Penulis;

4. dr. Betta kurniawan, M.Kes., selaku Penguji Utama pada ujian skripsi atas masukan, ilmu dan saran-saran yang telah diberikan kepada penguji; 5. dr. Susianti, M.Sc., selaku Pembimbing Akademik saya yang telah

(18)

ii

6. Seluruh Dosen FK UNILA atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai cita-cita;

7. Seluruh Staf TU, Administrasi, dan Akademik Fk Unila, serta pegawai yang turut membantu dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini; 8. Mama (Marlelawati) dan Papa (Mukhlisin) yang selalu memberikan doa,

dukungan, dan kasih sayang yang tiada henti kepada penulis. Selalu bersabar dalam menghadapi semua tingkah penulis, selalu menjadi pendengar yang baik kepada penulis. Begitu bahagianya penulis memiliki orang tua seperti beliau. Kasih sayang kalian tak terganti.

9. Adik (Bagus Dwi Laksana), terimakasih sudah menjadi adik yang sangat membahagiakan. Begitu bahagianya karena memiliki kalian

10. Umeh (Hj. Masnoni. Alm), Ugok (H. Ujang Solimi) dan Bude Mandut, terimakasih telah merawat dan memberikan kasih sayang yang begitu berlimpah.

11. Alvionita Nur Fitriana, Andini Saraswati dan Devi Putri Amalia Suryani sebagai sahabat dan teman seperjuangan selama di Universitas, terimakasih selalu ada setiap penulis butuhkan, terimakasih selalu memberikan semangat, memberikan canda dan tawa.

(19)

iii

13. Resalia Sanesa, Ria Dwi Yunita, Samsuryati, sebagai sahabat sahabat penulis, terimakasih telah memberi warna dihidup penulis selama ini. Terimakasih ya teman-teman aku. Kalian salah satu yang terbaik yang ada dihidup penulis

14. Andrestu Kusuma, Rido ramdani, Candra Saputra dan Sandy Arya, sebagai sahabat-sahabat penulis yang selalu memberikan canda, tawa, dan menemani penulis selama ini.

15. Seluruh Teman-teman angkatan 2011. Terimakasih teman-teman, kita telah berjuang bersama.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Sedikit harapan dari penulis adalah semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, 29 Januari 2015

Penulis

(20)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi salah satu masalah kesehatan terbesar di Indonesia dalam kurun waktu 45 tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan penyebaran jumlah provinsi dan kabupaten atau kota yang endemis DBD, dari dua provinsi dan dua kota, menjadi 32 provinsi atau sebesar 97% dan 382 kota atau sebesar 77% pada tahun 2009. DBD pada tahun 1968 hanya 58 kasus namun, terjadi peningkatan menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009. Pada tahun 2010 insidensi DBD ialah 65,7 per 100.000 penduduk dan mengalami penurunan pada tahun 2011 yaitu sebesar 27,67 per 100.000 penduduk (Achmadi dkk., 2010). Meskipun terjadi penurunan pada tahun 2011 namun angka ini masih cukup tinggi untuk insidensi DBD.

(21)

2

yaitu 86,33 kasus per 100.000 penduduk dan terendah di provinsi Papua Barat. Sedangkan CFR tertinggi adalah provinsi Sulawesi Barat sebesar 2,44% dan CFR terendah terdapat di DKI Jakarta dengan angka CFR 0,05% (Depkes, 2012).

Perkembangan penyakit DBD di Lampung juga cukup tinggi selain itu, dinas pendidikan mencatat bahwa Bandar Lampung merupakan salah satu daerah endemis DBD. Pada tahun 2007 DBD di Kota Bandar Lampung mencapai 1992 kasus dengan jumlah penduduk 812.133 jiwa, namun mengalami penurunan pada tahun 2008 dengan angka kesakitan DBD sebanyak 138,8 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2009 dan 2010 angka kesakitan DBD Kota Bandar Lampung mengalami penurunan, namun pada tahun 2011 angka kesakitan DBD meningkat kembali (Tamza dkk., 2013). Tahun 2010, jumlah penderita DBD di Bandar Lampung mencapai 763 orang dan yang meninggal 16 orang. Tahun 2011, jumlah penderita DBD di Bandar Lampung mencapai 413 orang dan yang meninggal tujuh orang. Tahun 2012, terjadi peningkatan jumlah penderita DBD di Bandar Lampung mencapai 1111 orang dan yang meninggal 11 orang, jumlah tersebut merupakan tertinggi dibanding dengan kabupaten lain (Sukohar, 2014).

DBD merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dengan vektor pembawa yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Namun vektor yang paling sering ditemukan adalah Aedes aegypti. Virus dengue ini memiliki empat varian yaitu DEN-1,DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Nyamuk

(22)

3

dengue. Aedes aegypti terdapat di seluruh penjuru Indonesia kecuali pada ketinggian 1000 meter dari atas permukaan laut (Candra, 2010).

Meskipun insidensi DBD tahun 2011 mengalami penurunan dibandingkan dengan 2010, namun upaya penanggulangan kasus, pengendalian vektor dan upaya-upaya pemutusan rantai penularan penyakit tetap harus ditingkatkan dan dioptimalkan dengan mengedepankan upaya promotif dan preventif antara lain dengan meningkatkan peran serta masyarakat untuk ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3M (Menguras, Menutup dan Mengubur) Plus, seperti pemakaian kelambu dan tidak menggantung pakaian.

Pemberantasan nyamuk Aedes aegypti telah banyak dilakukan baik dengan program pemerintah maupun penggunaan bahan-bahan kimia di rumah tangga. Cara pemberantasan nyamuk yang paling efisien dan umum dilakukan adalah cara kimia dengan menggunakan insektisida sintetis. Dirasakan efisien karena penggunaannya mudah serta spektrum daya bunuhnya yang luas. Namun cara tersebut mempunyai banyak kekurangan antara lain gangguan pernapasan dan pencernaan pada manusia, timbulnya resistensi nyamuk Aedes aegypti terhadap beberapa insektisida, serta residu di tanah, air dan udara yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan hidup.

(23)

4

Bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan sebagai insektisida botani. Beberapa kandungan senyawa alami yang potensial seperti flavonoid, triterpenoid dan

caffeoylquinic acid derivatives terkandung dalam bunga krisan (Wijaya, 2013).

Pada penelitian terdahulu flavonoid diketahui sebagai senyawa aktif yang berperan penting pada proses penghambatan daya tetas telur. Flavonoid

memiliki aktivitas juvenil hormon yang membuat pengaruh pada perkembangan serangga dari telur menjadi larva. Selain itu, Senyawa-senyawa lain yang memiliki aktivitas hormon juvenil adalah triterpenoid dan alkaloid

(Elimam dkk., 2009). Senyawa-senyawa tersebut juga bersifat entomotoxcixity

yang dapat menghambat perkembangan telur menjadi larva. Kesamaan senyawa aktif inilah yang menjadi dasar dilakukannya penelitian mengenai ekstrak bunga krisan terhadap ovisida nyamuk Aedes aegypti.

1.2Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas didapatkan masalah yaitu apakah ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) efektif sebagai ovisida terhadap telur

(24)

5

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Tujuan Umum

Mengetahui efektifitas ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum morifolium)

sebagai ovisida terhadap telur Aedes aegypti. 2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui konsentrasi optimum dari ekstrak bunga krisan

(Chrysanthemum morifolium) sebagai ovisida terhadap telur Aedes aegypti.

b. Mengetahui ED50 dan ED99 dari ekstrak bunga krisan

(Chrysanthemum morifolium) sebagai ovisida terhadap telur Aedes aegypti.

1.4Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis

a. Bagi Ilmu Parasitologi

Dapat menambahkan pengetahuan tentang pengendalian vektor nyamuk Aedes aegypti.

b. Bagi Ilmu Kedokteran Komunitas

(25)

6

2. Manfaat Aplikatif a. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan peneliti mengenai efektifitas dari ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) sebagai ovisida terhadap telur Aedes aegypti.

b. Bagi Masyarakat

Membantu masyarakat dalam penanganan penyebaran vektor Aedes aegypti dengan menginformasikan mengenai efektifitas ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) yang merupakan ovisida yang ramah lingkungan serta efektif terhadap telur Aedes aegypti.

c. Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Meningkatkan penelitian dibidang agromedicine sehingga dapat menunjang pencapaian visi FK Unila 2015 sebagai Fakultas Kedokteran sepuluh terbaik di Indonesia pada tahun 2025 dengan kekhususan agromedicine.

d. Bagi Peneliti Lain

1) Dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk dilakukannya penelitian yang serupa berkaitan dengan efek ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) sebagai ovisida terhadap telur Aedes aegypti.

2) Mencari alternatif biolarvasida lain selain ekstrak bunga krisan

(Chrysanthemum morifolium) sebagai ovisida terhadap telur

(26)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Berdarah Dengue (DBD)

2.1.1 Definisi

Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis, demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik (Sudoyo dkk., 2009).

(27)

8

beberapa rumah sakit di Indonesia, hasilnya menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak menunjukkan manifestasi klinik yang berat (Anonim, 2011).

2.1.2 Epidemiologi

DBD tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Karibia. Di Indonesia DBD merupakan salah satu penyakit yang mengancam jiwa.

Gambar 1. Epidemiologi DBD Tahun 2009 Sumber : Depkes, 2010

Data diatas merupakan angka insidensi DBD per 100.000 penduduk di Indonesia pada tahun 2009 diseluruh provinsi di Indonesia. Berdasarkan angka insidensi suatu daerah diatas dapat dikategorikan dalam resiko tinggi, sedang dan rendah, yaitu angka insidensi dengan resiko tinggi bila > 55, angka insidensi dengan resiko sedang bila 20−55 dan angka insidensi resiko rendah yaitu < 20.

2.1.3 Virus Dengue

(28)

9

partikel sferis dengan diameter nukleokapsid 30 nm dan ketebalan selubung 10 mm, sehingga diameter virion kira-kira 50 nm. Genome virus dengue terdiri dari asam ribonukleat berserat tunggal, panjangnya kira-kira 11 kilibasa. Genome terdiri dari protein struktural dan protein non struktural. Protein struktural yaitu gen C mengkode sintesa nukleokapsid, gen M mengkode sintesa protein M (Membran) dengan E mengkode sintesa glikoprotein selubung (Envelope) (Tambunan, 2010). Protein nonstruktural terdiri dari tujuh serotipe, yaitu NS1, NS2a, NS2b, NS3, NS4a, NSab and NS5 (Jiang dkk., 2013).

2.1.4 Vektor Penyakit

Vektor penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti, Aedes albopictus

dan Aedes scutellaris. Di Indonesia, Vektor utama DBD adalah nyamuk Aedes aegypti (Palgunadi, 2012).

Secara makroskopis morfologi Aedes aegypti hampir terlihat sama dengan Aedes albopictus. Namun dapat dibedakan dari beberapa letak morfologi pada bagian kaki, mesepimeron dan punggung (mesonotum) seperti yang terdapat dalam Gambar 2, Gambar 3 dan Gambar 4 dibawah ini.

Gambar 2. Perbedaan kaki Aedes aegypti dan Aedes albopictus (Perbesaran 40x)

(29)

10

Anterior pada kaki Aedes aegypti bagian femur kaki tengah seperti yang terlihat pada Gambar 2, terdapat strip putih memanjang sedangkan pada Aedes albopictus tanpa strip putih memanjang

Pada Gambar 3, morfologi pada mesonotum Aedes aegypti berbentuk garis seperti lyre dengan dua garis lengkung dan dua garis lurus putih, sedangkan Aedes albopictus hanya mempunyai satu strip putih pada mesonotum (Rahayu, 2013).

Perbedaan mesoprion pada Aedes aegypti dan Aedes albopictus seperti yang terlihat pada Gambar 4, terdapat lyre putih. Pada Aedes aegypti lyre tersebut terbagi menjadi dua bagian sedangkan pada Aedes albopictus menyatu.

2.1.5 Cara penularan

Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui nyamuk Aedes aegypti, Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor

Gambar 3. Perbedaan mesonotum Aedes aegypti dan Aedes albopictus(Perbesaran 40x)

Sumber : Rahayu, 2013

Gambar 4. Perbedaan mesoprion Aedes aegypti dan Aedes albopictus (Perbesaran 40 x)

(30)

11

yang kurang berperan. Aedes sp tersebut mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8−10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat di tularkan kembali pada manusia pada saat gigitan berikutnya. Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif) (Sukohar, 2014).

2.1.6 Klasifikasi DBD

Klasifikasi DBD berdasarkan derajat keparahannya menurut WHO 1997, yaitu:

1) Derajat I (Ringan)

Demam mendadak 2−7 hari disertai gejala klinis lain, dengan manifestasi perdarahan dengan uji torniquet positif.

2) Derajat II (Sedang)

Gejala yang timbul pada DBD derajat I, ditambah perdarahan spontan, biasanya dalam bentuk perdarahan di bawah kulit dan atau perdarahan lainnya.

3) Derajat III (Berat)

(31)

12

4) Derajat IV (Berat)

Penderita syok berat dengan tekanan darah yang tak dapat diukur dan nadi yang tak dapat diraba (Purba, 2012).

Banyak penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa pengklasifikasian WHO 1997 tidak praktis, sering ditemukannya kasus yang tidak memenuhi kriteria DBD, dan semakin meningkatnya kasus dengue berat diklinis yang tidak sesuai dengan kriteria WHO 1997. Hal ini di sebabkan karena pengklasifikasian ini sangat luas. Oleh karena itu WHO mengadakan pengklasifikasian DBD berdasarkan gejala klinis dan tingkat kegawatannya.

Klasifikasi DBD terbaru yaitu klasifikasi DBD 2009, dimana pasien langsung dikelompokkan berdasarkan tingkat keparahan penyakit, dimana terdapat dua kategori, yaitu:

1) Dengue tidak berat (Non Severe Dengue)

Pada orang yang tinggal atau setelah bepergian dari daerah endemik dengue, dengan demam yang disertai dua gejala mual, muntah, bintik-bintik merah, nyeri sendi, leukopenia, torniquet tes positif.

a. Pasien dengan warning sign

(32)

13

b. Pasien tanpa warning sign

Pasien tanpa warning sign bila tidak terdapat tanda warning sign diatas.

2) Dengue berat (Severe Dengue)

Berdasarkan temuan klinis serta laboratoris perlu dipertimbangkan pada pasien demam akut yang tinggal di daerah endemik dengue atau pernah bepergian ke daerah tersebut, yang disertai tanda-tanda kebocoran plasma berat, perdarahan hebat, gangguan fungsi organ lain antara lain liver, otak, jantung dan sebagainya (WHO, 2009).

2.2 Aedes aegypti

2.2.1 Definisi

Aedes aegypti merupakan nyamuk yang dapat berperan sebagai vektor berbagai macam penyakit diantaranya DBD. Walaupun beberapa spesies dari Aedes sp. dapat pula berperan sebagai vektor tetapi Aedes aegypti tetap merupakan vektor utama dalam penyebaran penyakit demam berdarah dengue (Palgunadi, 2012).

2.2.2 Taksonomi

Menurut Jamaludin, 2013, urutan klasifikasi dari nyamuk Aedes aegypti adalah sebagai berikut:

(33)

14

Phylum : Arthropoda Subphylum : Uniramia Kelas : Insekta Ordo : Diptera Subordo : Nematosera Familia : Culicidae Sub family : Culicinae Tribus : Culicini

Genus : Aedes

Spesies : Aedes aegypti

Gambar 5. Nyamuk Aedes aegypti (Perbesaran 40x) Sumber : Department of Medical Entomology, 2009

2.2.3 Siklus Hidup dan Morfologi

(34)

15

bertelur. Setiap kali bertelur, nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir dan telur ini akan menetas menjadi jentik dalam waktu lebih kurang dua hari setelah terendam air. Stadium jentik berlangsung 5−8 hari dan akan berkembang menjadi kepompong (pupa). Stadium kepompong berlangsung 1−2 hari, setelah itu akan menjadi nyamuk baru (Mukhsar, 2012).

Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus), mempunyai warna dasar hitam dengan bintik putih pada bagian badannya terutama pada kakinya dan dikenal dari bentuk morfologinya yang khas sebagai nyamuk yang mempunyai gambaran lire (lyre-form) yang putih pada mesonotum, yaitu ada dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan. Nyamuk jantan umumnya lebih kecil dari betina dan terdapat rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Telur Aedes aegypti berbentuk elips berwarna hitam mempunyai dinding yang bergaris-garis dan membentuk bangunan yang menyerupai gambaran kain kasa. Larva Aedes aegypti mempunyai pelana yang terbuka dan gigi sisir yang berduri lateral (Ishartadiati, 2012).

(35)

16

Seperti di jelaskan pada Gambar 6, siklus hidup nyamuk terdiri dari telur, larva, pupa dan nyamuk dewasa.

a. Telur

Nyamuk Aedes sp. Meletakkan telurnya satu persatu di atas permukaan air. Telur Aedes sp. Tidak mempunyai pelampung. Ukuran panjangnya 0,7 mm, dibungkus dalam kulit yang berlapis tiga dan mempunyai saluran berupa corong untuk masuknya spermatozoa seperti yang terlihat pada Gambar 7. Telur Aedes aegypti dalam keadaan kering dapat bertahan bertahun-tahun. Telur berbentuk elips dan mempunyai permukaan yang

polygonal. Telur tidak akan menetas sebelum tanah digenangi air dan akan menetas dalam waktu 1-3 hari pada suhu 30°C tetapi membutuhkan tujuh hari pada suhu 16°C (Palgunadi, 2012).

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa telur Ades aegypti

ditemukan pada ovitrap yang diisi air rendaman jerami, air rendaman udang dan kerang, larutan air sabun mandi 0,5 gram/liter, air sumur gali dan air got (Sayono, 2011).

(36)

17

b. Larva

Larva nyamuk Aedes aegypti mempunyai ciri khas memiliki siphon yang pendek, besar dan berwarna hitam. Larva bertubuh langsing, bergerak sangat lincah, bersifat fototaksis negatif dan pada waktu istirahat membentuk sudut hampir tegak lurus dengan permukaan air (Ardiani, 2013).

Larva nyamuk semuanya hidup di air yang stadiumnya terdiri atas empat instar. Keempat instar itu dapat diselesaikan dalam waktu 4 hari−2 minggu tergantung keadaan lingkungan seperti suhu, air

dan persediaan makanan. Pada air yang dingin perkembangan larva lebih lambat, demikian juga keterbatasan persediaan makanan juga menghambat perkembangan larva. Setelah melewati stadium instar keempat larva berubah menjadi pupa (Jamaludin, 2013).

Menurut Ardiani, 2013, ada empat tingkat (instar) jentik sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut, yaitu:

a. Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1−2 mm b. Instar II : 2,5−3,8 mm

(37)

18

Gambar 8. Larva Aedes aegypti (Perbesaran 100x) Sumber : Zettel and Kaufman, 2009

c. Pupa

Pupa nyamuk Aedes aegypti bentuk tubuhnya bengkok, dengan bagian kepala sampai dada (cephalotorax) lebih besar bila dibandingkan dengan bagian perutnya, sehingga tampak seperti tanda baca “koma” seperti yang terlihat pada Gambar 9. Pada

bagian punggung (dorsal) dada terdapat alat bernafas seperti terompet. Dalam stadium ini, Aedes aegypti tidak makan, dan saat istirahat posisi pupa sejajar dengan bidang permukaan air (Wibowo, 2010).

(38)

19

d. Dewasa

Setelah berumur 1−2 hari, pupa menjadi nyamuk dewasa jantan atau betina. Aedes aegypti dewasa mempunyai ciri-ciri morfologi yang khas yaitu:

1) Berukuran lebih kecil daripada nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus) dan ujung abdomennya lancip

2) Berwarna dasar hitam dengan belang-belang putih di bagian badan dan kaki

3) Pada bagian dorsal toraks (mesonotum) terdapat bulu-bulu halus berwarna putih yang membentuk lire (lyre shaped ornament) (Striatnaputri, 2009).

2.2.4 Pengendalian Vektor

Pengendalian vektor nyamuk adalah dengan menurunkan populasi nyamuk dengan cara memberantas tempat perindukan nyamuk dan juga aktivitas nyamuk dewasa atau pun larva nyamuk dengan insektsida dan mencegah gigitan nyamuk agar terhindar dari penyakit-penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk.

(39)

20

Pelaksanaan 3M Plus menurut WHO, 2009 meliputi:

1) Menguras tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali

2) Menutup rapat tempat-tempat penampungan air

3) Memusnahkan barang-barang bekas yang dapat menampung air seperti kaleng bekas dan plastik bekas.

Selain pemberantasan sarang nyamuk dengan 3M Plus Menurut Aulia, 2014 pengendalian vektor nyamuk juga dapat dilakukan dengan:

1) Pengendalian Kimia

Pengendalian kimia adalah pengendalian vector menggunakan senyawa kimia untuk membunuh nyamuk, membunuh jentik dan menghalau nyamuk.

2) Pengendalian Biologi

Pengendalian biologi merupakan pengendalian vector nyamuk dengan menggunakan kelompok hidup mikroorganisme, hewan invertebrata, serta hewan vertebrata, yaitu ikan kepala timah dan ikan gabus yang merupakan pemangsa yang cocok untuk larva nyamuk.

3) Pengendalian Mekanik

(40)

21

2.3 Bunga Krisan (Chrysanthemum morifolium)

2.3.1 Sejarah Bunga Krisan

Krisan merupakan tanaman bunga hias berupa perdu dengan sebutan lain seruni atau bunga emas (Golden Flower) yang berasal dari dataran Cina. Krisan kuning yang berasal dari dataran Cina, dikenal dengan Chrysanthenum indicum, Chrysanthenum morifolium dan

Chrysanthenum daisy. Pada abad keempat tanaman krisan mulai dibudidayakan di Jepang dan tahun 797 bunga krisan dijadikan sebagai simbol kekaisaran Jepang dengan sebutan Queen of The East.

Tanaman krisan dari Cina dan Jepang menyebar ke kawasan Eropa dan Perancis tahun 1795. Tahun 1808 Mr. Colvil dari Chelsea mengembangkan delapan varietas krisan di Inggris. Jenis atau varietas krisan modern diduga mulai ditemukan pada abad ke-17. Krisan masuk ke Indonesia pada tahun 1800. Sejak tahun 1940, krisan dikembangkan secara komersial (Wijaya, 2012).

Chrysanthemum morifolium termasuk dalam tanaman hari pendek (16 jam siang), yang berasal dari daerah sub tropis. Chrysanthymum morifolium sebagai bunga potong sangat disenangi konsumen di Indonesia, karena memiliki keistimewaan keindahannya dan termasuk salah satu komoditi utama tanaman hias. Genus Chrysanthemum

(41)

22

2.3.2 Klasifikasi Botani Krisan

Krisan (Chrysanthemum morifolium) termasuk ke dalam famili

Compositae. Klasifikasi botani tanaman hias krisan adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermathophyta Subdivisi : Angiospermae

Famili : Asteraceae (Compositae) Genus : Chrysanthemum

Spesies : Chrysanthemum morifolium, (Permanasari, 2010)

Gambar 10. Bunga Krisan (Chrysanthemum morifolium) Sumber : UCC Biology Department

2.3.3 Kandungan Bunga Krisan

Pada penelitian terdahulu, dilakukan identifikasi senyawa flavonoid

(42)

23

Tabel 1. Kandungan flavonoid pada ekstrak etanol bunga krisan (Chrysanthemum morifolium)

Senyawa Flavonoid Kadar (mg/gr)

Vitexin-2-O- rhamnoside 0.10 ± 0.01

Quercetin-3-galactoside 2.46 ± 0.02

Luteolin-7-glucoside 50.59 ± 0.94

Quercetin-3- glucoside 1.33 ± 0.09

Quercitrin 21.38 ± 0.80

2.4 Mekanisme Kerja Ekstrak etanol bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) Sebagai Ovisida

Ovisida berasal dari kata latin ovum yang berarti telur dan cide yang berarti “pembunuh”. Ovisida merupakan suatu insektisida yang mekanisme kerjanya

membunuh atau menghambat perkembang biakan telur. Ovisida terdiri atas ovisida alami dan sintesis (Aulia, 2014).

Bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) merupakan salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai ovisida alami, karena bunga krisan memiliki kandungan flavonoid dan triterpenoid.

Flavonoid memiliki aktivitas juvenil hormon yang membuat pengaruh pada perkembangan serangga dari telur menjadi larva (Elimam dkk., 2009). Proses penghambatan terhadap daya tetas telur Aedes aegypti diduga terjadi karena masuknya zat aktif insektisida kedalam telur melalui proses difusi pada bagian permukaan cangkang melalui titik-titik poligonal yang terdapat pada seluruh permukaan telur. Masuknya zat aktif insektisida disebabkan potensial insektisida dalam air yang berada di lingkungan luar telur lebih tinggi

(43)

24

(hipertonis) dari pada potensial air yang terdapat di dalam telur (hipotonis). Masuknya zat aktif insektisida ke dalam telur akan mengganggu proses metabolisme dan menyebabkan berbagai macam pengaruh terhadap telur (Aulia, 2014).

Selain flavonoid senyawa lain yang memiliki aktivitas juvenil hormon adalah

triterpenoid dan alkaloid (Elimam dkk., 2009). Senyawa triterpenoid juga terdapat di dalam bunga krisan (Chrysanthemum morifolium). Triterpenoid

merupakan salah satu kelas dari saponin (Rahmawati, 2012). Saponin juga merupakan entomotoxicity yang dapat menghambat perkembangan telur menjadi larva dengan cara merusak membran telur sehingga nantinya senyawa aktif lain akan masuk kedalam telur dan menyebabkan gangguan perkembangan pada telur Aedes aegypti yang berujung pada kegagalan telur menetas menjadi larva (Aulia, 2014).

Pengaruh terhadap kemampuan menetas telur diduga terjadi karena kandungan senyawa yang berperan sebagai ecdyson blocker sehingga serangga akan terganggu dalam proses perubahan telur menjadi larva.

Saponin yang merupakan kelompok senyawa triterpenoid akan berikatan dengan aglikon dari flavonoid berperan sebagai edysonblocker (Al-Habibi, 2013).

2.5 Kerangka Teori

(44)

25

Ekstrak Bunga Krisan (Chrysanthemum morifolium)

Flavonoid

Aktivasi hormon

juvenil

Saponin

merusak membran telur

2013 mengatakan bahwa bunga krisan memiliki kandungan flavonoid dan

triterpenoid. Dimana menurut Chaieb, 2010 tanaman yang mengandung

flavonoid dan triterpenoid merupakan entomotoxcixity yang dapat merusak telur Aedes aegypti sehingga telur gagal menetas

Gambar 11. Kerangka Teori Telur Aedes aegypti gagal menetas

(45)

26

2.6 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian ini adalah :

Gambar 12. Kerangka Konsep

2.7 Hipotesis

Ekstrak etanol bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) efektif sebagai ovisida terhadap telur nyamuk Aedes aegypti.

Ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum morifolium)

Jumlah Telur yang

gagal menetas

(46)

27

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian pada penelitian ini adalah eksperimental dengan menggunakan rancangan acak lengkap.

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober−Desember 2014 di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dan Laboratorium Kimia MIPA.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah telur nyamuk Aedes aegypti. Dengan bibit telur nyamuk didapatkan dari Loka Litbang P2B2 Ciamis. Sampel pada penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.

3.3.1 Kriteria Inklusi

(47)

28

3.3.2 Kriteria Ekslusi

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah bukan telur bebas.

3.3.3 Besar Sampel

Berdasarkan acuan WHO tahun 2005, maka penelitian ini membutuhkan total sebanyak 500 telur dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 2. Jumlah total sampel

Perlakuan Dosis Jumlah telur x Pengulangan Total

Kontrol negatif 0% 25telur x 4 100 telur

Perlakuan I 0.125% 25telur x 4 100 telur

Perlakuan II 0.25% 25telur x 4 100 telur

Perlakuan III 0.5% 25telur x 4 100 telur

Perlakuan IV 1% 25telur x 4 100 telur

Total 500 telur

3.4 Variabel Penelitian

Variabel penelitian terdiri dari dua jenis, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas pada penelitian ini adalah ekstrak bunga krisan

(Chrysanthemum morifolium), sedangkan variabel terikat pada penelitian ini adalah telur nyamuk Aedes aegypti.

3.5 Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Alat Untuk Preparasi Bahan Uji

1. Kaca pembesar untuk memisahkan telur dalam jumlah yang telah ditentukan

(48)

29

b. Alat Untuk Pembuatan Larutan Uji

1. Timbangan untuk menimbang bunga krisan yang diperlukan. 2. Blender untuk menghaluskan bunga krisan yang sudah kering 3. Stoples dan kain kasa untuk proses maserasi bunga krisan 4. Baskom untuk membuat ekstrak bunga krisan

5. Saringan

6. Rotary evaporator untuk membuat ekstrak bunga krisan 7. Pipet tetes untuk mengambil ekstrak bunga krisan

8. Gelas ukur dan botol tertutup sebagai tempat untuk ekstrak bunga krisan

c. Alat Untuk Uji Efektifitas

1. Gelas ukur 250 ml untuk mengukur jumlah air yang dibutuhkan 2. Gelas plastik ukuran 250 ml untuk tempat perlakuan telur 3. Batang pengaduk

4. Thermometer untuk menghitung suhu 5. PH stik untuk mengukur PH media 6. Ekstrak bunga krisan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) sebanyak 2,5 kg basah, etanol 96% sebagai pelarut saat pembuatan stok ekstrak, aquades sebagai pengencer stok ekstrak untuk mendapatkan konsentrasi yang diinginkan, dan telur Aedes aegypti

(49)

30

3.6 Definisi Operasional

Untuk memudahkan pelaksanaan penelitian dan agar ruang lingkup penelitian tidak terlalu luas maka dibuat definisi operasional sebagai berikut :

Variabel Definisi

Operasional Cara Ukur Alat Ukur

(50)

31

3.7 Prosedur Penelitian

a. Preparasi bahan uji

Telur nyamuk Aedes aegypti yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Ruang Insektarium Loka Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang Ciamis, Pangandaran, Jawa Barat. Telur kemudian diletakkan kedalam gelas plastik yang berisi ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum morifolium).

b. Pembuatan Larutan Uji

Pembuatan ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) ini menggunakan bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) yang didapat dari toko bunga yang bernama Dian di Kedaton, Bandar Lampung. Pelarutnya berupa etanol 96 %. Bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) sebanyak 2,5 kg yang telah didapat kemudian dibersihkan dengan menggunakan air, kemudian bunga krisan di keringkan dengan menjemur bunga krisan. Lalu, dicacah halus atau diblender kering (tanpa air). Setelah diblender potongan bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) ditimbang terlebih dahulu baru kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Setelah kering, potongan bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) direndam selama 24 jam di dalam etanol 96 %. Setelah direndam selanjutnya bahan tersebut disaring sehingga diperoleh hasil akhirnya berupa ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) dengan konsentrasi 100%. Untuk membuat berbagai

(51)

32

Keterangan :

VІ = Volume larutan yang akan diencerkan (ml)

MІ = Konsentrasi ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum morifolium)

Yang tersedia (%)

VЇ = Volume larutan (air + ekstrak) yang diinginkan (ml)

MЇ = Konsentrasi ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum morifolium)

Yang akan dibuat (%)

Tabel 4. Jumlah ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) yang dibutuhkan

(52)

33

butir telur dengan pengulangan sebanyak empat kali. Kemudian dilakukan pengamatan setiap enam jam sekali sampai hari ke tiga (Bria, 2008). Data pengamatan pada hari ke tiga akan diakumulasi kemudian akan dianalisis dengan uji one way ANOVA, bila p value < 0,05. Maka dilanjutkan dengan analisis Post Hoc untuk mengetahui kelompok perlakuan yang bermakna. Uji Post Hoc untuk one way ANOVA adalah Bonferroni.

d. Menentukan Nilai ED50 dan ED99

(53)

34

3.8 Alur Penelitian

Adapun alur penelitian pada penelitian ini adalah sebagai berikut

Gambar 13. Alur penelitan

3.9 Analisis Data

Data yang diperoleh di uji analisis statistik menggunakan program pengolah data di komputer. Data hasil penelitian dianalisis secara statistik menggunakan

uji analisis one way ANOVA. Berikut adalah langkah-langkah melakukan

ujian analisis one way ANOVA

Esktrak Bunga Krisan (Chrysanthemum morifolium)

Dosis I 0%

Hitung jumlah telur yang tidak menetas

(54)

35

1. Memeriksa syarat uji parametrik one way ANOVA untuk lebih dari dua kelompok tidak berpasangan:

a. Distribusi data harus normal (wajib); b. Varians data harus sama;

2. Jika tidak memenuhi syarat, maka akan diupayakan melakukan transformasi data supaya distribusi menjadi normal dan varians sama; 3. Jika variabel hasil transformasi tidak memenuhi syarat, maka akan dipilih

uji non parametrik Kruskal Wallis;

4. Jika pada uji one way ANOVA atau Kruskal Wallis menghasilkan nilai p < 0,05 (hipotesis dianggap bermakna), dilanjutkan dengan melakukan analisis Post Hoc Bonferroni untuk mengetahui perbedaan antar kelompok yang lebih terinci

3.10 Etika Penelitian

(55)

48

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

1. Ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) efektif sebagai ovisida telur Aedes aegypti.

2. Konsentrasi optimum ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) yang efektif sebagai ovisida Aedes aegypti adalah 1%.

3. Nilai ED50 ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) yaitu konsentrasi 0,268% dan ED99 adalah 2,277%

5.2 Saran

Dari hasil penelitian peneliti menyarankan agar

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai senyawa-senyawa yang terkandung dalam bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) dan bagian tumbuhan lainnya seperti daun, batang dan akar yang semuanya diharapkan berfungsi sebagai ovisida alami.

2. Penelitian dilanjutkan dengan menggunakan ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) dengan pelarut lain, misalnya air.

(56)

49

4. Penelitiann dilanjutkan mengenai aplikasi ekstrak bunga krisan sebagai ovisida di lingkungan masyarakat.

5. Penelitian dilanjutkan dengan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh suhu dan pH pada ekstrak bunga krisan terhadapt daya tetas telur Aedes aegypti.

(57)

50

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, U.F., Sudjana, P., Sukowati, S., Wahyono, T,Y,M., Haryanto, B., and Mulyono, S. 2010. Jendela Epidemiologi (Buletin). Kementerian Kesehatan Indonesia, Volume 2, Agustus 2010. p 1−5.

AlHabibi, F. 2013. Efektivitas Ekstrak Daun Legundi (Vitex negundo) Sebagai Ovisida Aedes aegypti Linn. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Anonim. 2009. Common Name: yellow fever mosquito scientific name: Aedes aegypti (Linnaeus) (Insecta: Diptera: Culicidae). University Florida. (diunduh 1 Oktober2014). Tersedia dari: http://entomology.ifas.ufl.edu/

creatures/aquatic/aedes_aegypti.htm.

Anonim. 2011. Demam Berdarah. Dinas Kesehatan Kota Probolinggo. (diunduh 29 September 2014). Tersedia dari: http://dinkes.probolinggokota.go.id.

Ardiani, F. 2013. Hubungan Keberadaan Jentik Aedes Aegypti dan Pelaksanaan 3M Plus Dengan Kejadian Penyakit DBD di Lingkungan XVIII Kelurahan Binjai Kota Medan Tahun 2012. (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan.

Ardiati, L. 2009. Pengembangan SistemPencatatan Dan Pelaporan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis Komputer di Puskesmas Beji Kota Depok. (Skripsi). Universitas Indonesia. Jakarta.

(58)

51

Aulia, S.D., Setyaningrum E., Wahyuni A., and Kurniawan, B. 2014. Efektivitas Ekstrak Buah Mahkota Dewa Merah (Phaleria macrocarpa

(Scheff.)Boerl) Sebagai Ovisida Aedes aegypti. J. of Jurnal Kedokteran UNILA. Volume 3, Nomor 1 (2014). p 150−154.

Bria, Y.R., Widiarti and Hartini E. 2008. Pengaruh Konsentrasi Tawas pada Air Sumur Terhadap Daya Tetas Telur Aedes aegypti. J. of Vektor Balai Besar Penelitian & Pengembangan Vektor dan Reservior Penyakit Salatiga.Volume 2. Nomor 1. p 29−41.

Candra, A. 2010. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis dan Faktor Risiko Penularan. J. of Aspirator. 2 (2). p 110.

Cania, E. 2013. Uji Efektivitas Ekstrak Daun Legundi (Vitex Neneguido) Sebagai Larvasida Terhadap Larva Instar III Aedes Aegypti Linn. (Skripsi)

Universitas Lampung. Lampung.

Chaieb, I. 2010. Saponin as Insecticides : a Review. J. of Plant Protection Volume 5. p 39−50.

Departemen Kesehatan RI. 2007. Nyamuk Vampir Mini yang Mematikan. Inside (inspirasi dan Ide Litbangkes P2B2). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Loka Litbang Pemberantasan Penyakit bersumber Binatang. Ciamis, Volume 2, p 95.

Departemen Kesehatan RI. 2011. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue.Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan RI. 2012. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Volume 2, Agustus 2010. p 59.

Depaertement of Medical Entomology. 2009. Mosquitoes of Australia. Medical Entomology (diunduh 12 Oktober 2014). Tersedia dari : http://medent.usyd.edu.au/photos/mosquitoesofaustralia

Elimam,A.M., Elmalik,K.H., Ali, F.S. 2009. Larvicidal, Adult Emergence Inhibition And Oviposition Deterrent Effects Of Foliage Extract From

(59)

52

quinquefasciatus in Sudan. J. of Tropical Biomedicine,Volume 26, Nomor 2. p130–139.

Firdausya, A.F. 2012. Analisis Pertumbuhan, Morfologi, dan Kualitas Tanaman Hias Krisan (Dendranthema grandiflora Tzvelev) Hasil Induksi Mutasi. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hairani, L.K. 2009. Gambaran Epidemiologi Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Faktor−Faktor yang Mempengaruhi Angka Insidennya di Wilayah kecamatan Cimanggis, Kota Depok tahun 2005−2008. (Skripsi). Universitas Indonesia. Jakarta.

Ishartadiati, K. 2012. Aedes aegypti Sebagai Vektor Demam Berdarah Dengue. J. of Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma, Volume 3, Nomor 2 p 2−3.

Jamaludin, S. 2013. Efektivitas pemberian Ekstrak ethanol 70% Daun kecombran (Etlingera elatior) Terhadap Larva Instar III Aedes aegypti sebagai Biolarvasida Potensial (Skripsi). Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung. Lampung Aegypti L. (Thesis). UAJY. Yogyakarta.

Mukhsar. 2012. Modifikasi Persamaan Logistik pada Sirkulasi Laju Pertumbuhan Nyamuk Aedes aegypti.J. of Ilmiah Matematika Terapan.Volume 6, Nomor 1 (2009) : 20 – 32. p 20−21.

(60)

53

Palgunadi, B.U., and Rahayu, A.2012. Aedes Aegypti sebagai vektor penyakit demam Berdarah dengue. J. of ilmiah kedokteran Wijaya Kusuma. Volume 2, Nomor 1, Januari 2011. p 1−2.

Peraturan daerah DKI Jakarta. 2007. Peraturan daerah DKI Jakarta No 6 Tahun 2007 tentang Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue. Pemda Jakarta. Jakarta

Permanasari, P.N. 2010. Aplikasi Daminorzide Pra Tanam Menggunakan Teknik Perendaman Dan Vacuum Infiltration Pada Bibit Tanaman Krisan Pot

(Skripsi). Institut Pertanian Bogor. IPB.

Purba, D.2012. Pengaruh Faktor Lingkungan Fisik dan Kebiasaan keluarga terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue di kecamatan Binjai Timur kota Binjai (Thesis). Universitas Sumtera Utara. Medan.

Purnobasuki, H., Dewi, A.S., Wahyuni, D.K. 2014. Variasi Morfologi Bunga pada Beberapa Varietas Chrysanthemum morifolium Ramat. J. of. Natural B, Volume 2, Nomor 3, April 2014. p 210.

Rahayu, D.F., andUstiawan, A. 2013. Identifikasi Aedes aegypti dan Aedes Albopictus.J. of BALABA. Volume 9, Nomor 01. p 7−9.

Rahmawati, P. 2013. Uji efektivitas efektifitas ekstrak kulit manggis sebagai larvasida Aedes aegypti (Skripsi). Universitas Lampung. Lampung.

Ridha, R.,dkk. 2013. Hubungan kondisi lingkungan dan kontainer dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di daerah endemis demam berdarah dengue di kota Banjarbaru. J. of Epidemiologi Dan Penyakit Bersumber Binatang. Volume 4, Nomor 01, p 82.

Sayono., Qoniatun, S., and Mifbakhuddin. 2011. Pertumbuhan Larva Aedes aegypti pada air tercemar. J. of Kesehatan Masyarakat Indonesia.Volume 7 Nomor 1 Tahun 2011. p 14.

Sidiek, A. 2012. Hubungan tingkat Pengetahuan Ibu Mengenai Demam berdarah dengue terhadap kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue pada anak.

(61)

54

Striratnaputri, A. 2009. Pengetahuan Ibu Rumah Tangga Mengenai Pemberantasan Vektor Demam Berdarah Dengue Dan Faktor−Faktor Yang Berhubungan di Paseban Barat Jakarta Pusat. (Skripsi). Fakultas Kedokteran UI. Jakarta.

Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata K, M., and Setiati, S. (Editor). 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid V. Jilid III. Interna Publishing. Jakarta. 2999 hlm. p 2773−2774.

Sukohar, A. 2014. Demam Berdarah Dengue. J. of Medula. Volume 2, Nomor 02 (2014). p 2 3

Tambunan, S. 2011. Hygiene Sanitasi dan Pemeriksaan Kandungan Bakteri Escherichia coli Pada Es Kolakk Durian Yang Dijajakan di Jalan Dr. Mansyur Kelurahan Padang Bulan Kota Medan Tahun 2011. (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan

Tamza, R.B., Suhartono., Dharminto. 2013. Hubungan Faktor dan Perilaku dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kelurahan Perumnas Way Halim Kota Bandar Lampung. J. of Kesehatan Masyarakat.Volume 2, Nomor 2, April 2013. p 2

The American Heritage Dictionary. 2007. Optimal Consentrations. Boston.

WHO. 2005. Guidelines for laboratory and field testing of mosquito larvasides. WHO Press

WHO. 2009. Dengue: guideline for diagnosis, treatment, prevention and control. Geneva: WHO Press.

Wibowo, A. 2014. Perbedaan Praktik PSN 3M Plus Di Kelurahan Percontohan Dan Non Percontohan Program Pemantauan Jentik Rutin Kota Semarang. (Skripsi). IKIP PGRI Semarang. Semarang.

Wijaya, M.I. 2012. Penetuan Jenis Eksplan dan Konsentrasi Asam 2,4−Diklorofenoksiasetat Pada Induksi Kalus Krisan (Chrysanthemum

morifolium Ramat) CV. Puspita Pelangi Sebagai Sumber Flavonoid.

(62)

55

Yasa, I.W.P.S., Eka, G.A and Rahmawati, A. 2012. Trombositopenia pada Demam Berdarah Dengue. J. of MEDICINA. 2012; 43: 114−21. p 115−117.

Yuswulandari, V. 2008. Karakteristik Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja dinas kesehatan kota Lhokseumawe dan kegiatan pemberantasannya tahun 2003−2007 (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan.

Gambar

Gambar 4. Perbedaan mesoprion Aedes aegypti dan Aedes albopictus
Gambar 6. Siklus hidup nyamuk Aedes aegyti Sumber   : Depkes, 2010
Gambar 10. Bunga Krisan (Chrysanthemum morifolium)  Sumber          : UCC Biology Department
Tabel 1. Kandungan flavonoid pada ekstrak etanol bunga krisan (Chrysanthemum morifolium)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Efektivitas kedisiplinan, kerajinan, motivasi belajar dan keaktifan siswa termasuk pada kategori tinggi ditunjukkan dengan frekuensi terbanyak 86 dengan perolehan

Subroutine ini berisi data awal yang berkaitan dengan sifat-sifat fisis partikel gas seperti kerapatan, suhu, banyak partikel sebenarnya yang disimulasikan oleh partikel simulasi,

c) Terdapat berbagai kendala umum yang muncul dalam rangka pemanfaatan laut wilayah nusantara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, terkait dengan fungsi dan

Akan tetapi, diperlukan konsentrasi yang tepat untuk mendapatkan mutan dengan keanekaragaman genetik dan viabilitas tinggi serta tingkat kematian (mortalitas) yang

Ketinggian tempat lokasi penelitian yang berbeda tidak berpengaruh terhadap bobot pucuk total per plot pada masing-masing klon yang diuji, tetapi terdapat kecenderungan bobot pucuk

prokrastinasi akademik di SMAN 1 Gunung Tuleh Pasaman Barat. Tujuan penelitian untuk mendeskripsikan: 1) Prokrastinasi akademik dilihat dari penundaan tugas akademik,

Oleh karena itu, beranjak dari beberapa penelitian yang telah dikembangkan tersebut, di mana diantaranya saling keterkaitan dalam penelitian penulis selanjutnya, maka

Hasil kajiannya menunjukkan bahwa terdapat nilai korelasi positif yang tinggi dari hubungan nilai CBR terhadap nilai kecepatan gelombang geser dan modulus elastik bahan