• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTITUBERKULOSIS PADA PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PARU SIDAWANGI JAWA BARAT PERIODE JANUARI - JUNI 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTITUBERKULOSIS PADA PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PARU SIDAWANGI JAWA BARAT PERIODE JANUARI - JUNI 2015"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTITUBERKULOSIS PADA PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PARU SIDAWANGI JAWA BARAT PERIODE JANUARI - JUNI 2015

Disusun oleh Nanda Kusumawardhani

20120350079

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

KARYA TULIS ILMIAH

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTITUBERKULOSIS PADA PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PARU SIDAWANGI JAWA BARAT PERIODE JANUARI - JUNI 2015

Disusun oleh Nanda Kusumawardhani

20120350079

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTITUBERKULOSIS PADA PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PARU SIDAWANGI

JAWA BARAT PERIODE JANUARI - JUNI 2015 Disusun oleh

Nanda Kusumawardhani 20120350079

Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal 28 Desember 2016 Dosen Pembimbing

Indriastuti Cahyaningsih, M. Sc., Apt. NIK. 19850526201004173121

Dosen Penguji 1 Dosen Penguji 2

Bangunawati Rahajeng M.Si., Apt Pramitha Esha N. D., M.Sc., Apt NIK: 19701105201104173154 NIK: 19860811201504173239

Mengetahui,

Kepala Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

(4)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : Nanda Kusumawardhani NIM : 20120350079

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk

apapun dalam perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan melalui penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan tercantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir

Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini

hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 14 Agustus 2016

Yang membuat peryataan

(5)

iv

MOTTO

( ْ ص ل ْح ْشن ْملأ 1

( ْ ْنع انْعض ) 2

( ْ ظ ض ْنأ َلا ) 3

( ْ ل انْعف ) 4

عم َنإف )

( اً ْسي ْسعْلا 5

( اً ْسي ْسعْلا عم َنإ ) 6

( ْبصْناف تْغ ف ا إف ) 7

( ْبغْ اف ِب لإ ) 8

) Artinya :

“Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?,(1) Dan Kami telah

menghilangkan dari padamu bebanmu,(2) yang memberatkan punggungmu? (3)

Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu. (4) Karena sesungguhnya

sesudah kesulitan itu ada kemudahan, (5) sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada

kemudahan.(6) Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan),

(6)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirabbil‟alamin….

Akhirnya aku sampai ke masa ini, dimana satu langkah telah terlewati yang telah Engkau hadiahkan kepadaku dan akan ku persembahkan kepada kedua orang tuaku. Tak henti-hentinya aku mengucap syukur pada-Mu ya Rabb… Dan salawat

serta salam kepada Rasulullah SAW dan para sahabat, umatnya hingga akhir jaman.

Semoga sebuah karya ini menjadi amal ibadah jariahku yang akan terus mengalir pahalanya dan akan bermanfaat bagi yang lainnya.. Karya ini aku persembahkan

kepada…

Mamah dan Papah

Karya Ilmiah ini aku persembahkan kepada kedua orangtuaku sebagai tanda bakti, hormat, saying dan terima kasih yang tak terhingga. Semoga ini menjadi langkah

awal untuk membahagiakan papah dan mamahku..

Kedua Adikku

(Abdul Azis dan Firmansyah Abdussyukur)

Untuk kedua adikku semoga ini menjadi contoh yang baik bagi kalian, ambil baiknya buang buruknya. Selama 4 tahun berpisah, rindu rasanya berkumpul bersama setiap saat, berebutan makanan, curhat-curhatan, beradu pendapat. Maaf selama ini belum bisa manejadi panutan yang terbaik untuk kalian, tapi mbak akan

selalu memberikan dan berusaha menjadi yang terbaik untuk kalian.

Teman-Teman Farmasi 2012

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum wr. wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Esa Pengasih lagi Maha Penyayang karena atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian karya tulis ilmiah yang berjudul “Evaluasi Penggunaan Obat Antituberkulosis Pada Pasien Rawat Jalan Di Rumah Sakit Paru Sidawangi Jawa Barat Periode Januari - Juni 2015” dengan penuh kemudahan. Penelitian ini diajukan sebagai bagian dari tugas akhir dalam rangka menyelesaikan studi di Program Studi Farmasi di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini, penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih setulusnya kepada :

1. dr. H. Ardi Pramono, Sp.An., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Sabtanti H., Ph.D, M. Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi yang telah memberi izin dalam pelaksanaan penelitian Ilmiah ini. 3. Indriastuti Cahyaningsih, M. Sc., Apt. selaku dosen pembimbing

yang selalu membimbing kami dalam melaksanakan penelitian ini.

4. Bangunawati Rahajeng M.Si., Apt. Selaku dosen penguji 1, terima kasih atas masukan yang telah diberikan dan Rima Erviana, M.Sc, Apt. Selaku dosen penguji 2 terima kasih atas masukan yang telah diberikan.

5. Seluruh staff pengajaran, program studi Farmasi Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

6. Kedua orang tuaku yang selalu memberi dukungan serta doa. 7. Bapak Bambang Sukaryanto beserta keluarga

8. Teman-Teman Aspartic Farmasi Angkatan 2012

9. Rumah Sakit Paru Sidawangi yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas selama penelitian berlangsung

Akhirnya penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan. Untuk itu saran dan kritik yang kontruktif akan sangat membantu agar proposal karya tulis ilmiah ini dapat menjadi lebih baik.

Yogyakarta, 4 November 2016

Penulis

(8)

vii

DAFTAR ISI

KARYA TULIS ILMIAH ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

INTISARI ... xi

ABSTRACT ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Keaslian Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. TUBERKULOSIS ... 7

1. Pengertian Tuberkulosis ... 7

2. Patofisiologi Tuberkulosis ... 8

3. Tanda dan Gejala ... 8

4. Klasifikasi TB ... 9

5. Diagnosis Tuberkulosis ... 14

B. Pengobatan Tuberkulosis ... 17

C. Obat Tuberkulosis (OAT)... 20

D. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis ... 22

E. Pengobatan Rasional ... 23

F. KERANGKA KONSEP ... 25

G. Keterangan Empirik ... 25

BAB III METODE PENELITIAN ... 26

A. Rancangan Penelitian ... 26

(9)

viii

C. Populasi ... 26

D. Sampel ... 26

E. Kriteria Inklusi Dan Eksklusi ... 27

1. Kriteria Inklusi ... 27

2. Kriteria Ekslusi ... 28

F. Definisi Operasional... 28

G. Alat dan Bahan Penelitian ... 29

H. Cara Kerja ... 30

I. Skema Langkah ... 31

J. Analisis Data ... 32

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 34

1. Sampel Penelitian ... 34

2. Deskripsi Karakteristik Sampel... 34

a. Jenis Kelamin ... 34

b. Usia ... 36

c. Berat badan ... 37

d. Kultur Bakteri ... 38

3. Gambaran Pengobatan ... 38

a. Kategori obat Antituberkulosis... 38

b. Pemberian Vitamin ... 40

4. Evaluasi Pengobatan ... 41

a. Tepat Diagnosis ... 41

b. Tepat Indikasi ... 43

c. Tepat Pemilihan Obat ... 45

e. Tepat Interval Waktu Pemberian ... 48

f. Tepat Lama Pemberian ... 50

5. Hasil Pengobatan ... 52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

A. Kesimpulan ... 53

B. Saran ... 53

(10)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Paduan Dosis OAT KDT Kategori-1 ... 19

Tabel 2. Dosis Untuk Paduan OAT KDT Kategori 2 ... 20

Tabel 3. Distribusi Pasien Berdasarkan Kategori Tepat Diagnosis ... 42

Tabel 4. Distribusi Pasien Berdasarkan Tepat Indikasi ... 43

Tabel 5. Distribusi Pasien Berdasarkan Indikasi Penggunaan Multivitamin ... 45

Tabel 6. Distribusi Pasien Berdasarkan Tepat Pemilihan Obat ... 45

Tabel 7. Distribusi Pasien Berdasarkan Tepat Dosis Kategori 1 ... 47

Tabel 8. Distribusi Pasien Berdasarkan Tepat Dosis Kategori 2 ... 48

Tabel 9. Distribusi Pasien Berdasarkan Tepat Interval Waktu Pemberian ... 49

Tabel 10. Tepat Lama Pemberian Kategori 1 ... 50

(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Alur Diagnosis TB Paru ... 16

Gambar 2. Kerangka Konsep ... 25

Gambar 3. Skema Langkah ... 31

Gambar 4. Persentase Berdasarkan Jenis Kelamin ... 34

Gambar 5. Persentase Berdasarkan Usia ... 36

Gambar 6. Persentase Berdasarkan Berat Badan ... 37

Gambar 7. Persentase Berdasarkan Kultur Bakteri ... 38

Gambar 8. Persentase Berdasarkan Kategori Pengobatan ... 38

(12)

xi

INTISARI

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Penelitian ini bertujuan mengetahui pola pengobatan pada terapi tuberkulosis berdasarkan tepat diagnosis, tepat indikasi, tepat pemilihan obat, tepat dosis, tepat interval waktu pemberian, dan tepat lama pemberian di Rumah Sakit Sidawangi periode Januari – Juni 2015, berdasarkan Pedoman Pengobatan Tuberkulosis Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2014.

Penelitian ini berupa penelitian deskriptif yang bersifat non eksperimental dengan menggunakan desain cross-sectional. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif pada bulan Januari – Juni 2015. Penelitian ini menyertakan 126 pasien dari data rekam medis untuk mendapatkan pola pengobatan TB untuk selanjutnya dianalisis ketepatan penggunaannya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 71 pasien (56%) pasien mendapatkan terapi TB kategori 1 yakni (2(RHZE)/4(RH)3 dan 55 pasien (46%) pasien mendapatkan terapi TB kategori 2 yakni (2(RHZE)S/(RHZE)/5(HR)3E3. Evaluasi pengobatan TB pada pasien menunjukkan tepat diagnosis (100%), tepat indikasi (100%), tepat pemilihan obat (99,20%), tepat dosis (99,20%), tepat lama pemberisn obat pada kategori 1 sebanyak 58 pasien dari 71 pasien (81,69%) dan kategori 2 52 pasien dari 55 pasien (96,29%), tepat interval waktu pemberian sebanyak (100%).

(13)

xii

ABSTRACT

Tuberculosis (TB) is an infectious disease caused by TB bacteria (Mycobacterium tuberculosis). Most of the TB attack the lungs, but can attack on other organs. The aims of this study is to assess the pattern of treatment based on correct of diagnosis, indications, drug selection, dosage, intervals of administration, and duration of administration in Hospital of Sidawangi period January - June 2015, based on the Guidelines for Treatment of Tuberculosis from Ministry of Health in the Republic of Indonesian on 2014.

This research is a non experimental study with cross-sectional design. Data were collected retrospectively in January - June 2015. This study was included 126 patients and the data were colleted from medical records to get TB treatment pattern.

The results showed that 71 patients (56%) patients receiving TB treatment category 1 which is (2 (RHZE) / 4 (RH) 3 and 55 patients (46%) received tuberculosis therapy category 2 which is (2 (RHZE) S / ( RHZE) / 5 (HR) 3E3. The evaluation of tuberculosis treatment in patients showing exact diagnosis (100%), appropriate indications (100%), the proper selection of drugs (99.20%), the right dosage (99.20%), proper old administration drug in category 1 in 58 patients out of 71 patients (81.69%) and category 2 52 patients of 55 patients (96.29%), the exact time interval giving a total of (100%).

(14)
(15)

xi

INTISARI

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Penelitian ini bertujuan mengetahui pola pengobatan pada terapi tuberkulosis berdasarkan tepat diagnosis, tepat indikasi, tepat pemilihan obat, tepat dosis, tepat interval waktu pemberian, dan tepat lama pemberian di Rumah Sakit Sidawangi periode Januari – Juni 2015, berdasarkan Pedoman Pengobatan Tuberkulosis Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2014.

Penelitian ini berupa penelitian deskriptif yang bersifat non eksperimental dengan menggunakan desain cross-sectional. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif pada bulan Januari – Juni 2015. Penelitian ini menyertakan 126 pasien dari data rekam medis untuk mendapatkan pola pengobatan TB untuk selanjutnya dianalisis ketepatan penggunaannya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 71 pasien (56%) pasien mendapatkan terapi TB kategori 1 yakni (2(RHZE)/4(RH)3 dan 55 pasien (46%) pasien mendapatkan terapi TB kategori 2 yakni (2(RHZE)S/(RHZE)/5(HR)3E3. Evaluasi pengobatan TB pada pasien menunjukkan tepat diagnosis (100%), tepat indikasi (100%), tepat pemilihan obat (99,20%), tepat dosis (99,20%), tepat lama pemberisn obat pada kategori 1 sebanyak 58 pasien dari 71 pasien (81,69%) dan kategori 2 52 pasien dari 55 pasien (96,29%), tepat interval waktu pemberian sebanyak (100%).

(16)

xii

ABSTRACT

Tuberculosis (TB) is an infectious disease caused by TB bacteria (Mycobacterium tuberculosis). Most of the TB attack the lungs, but can attack on other organs. The aims of this study is to assess the pattern of treatment based on correct of diagnosis, indications, drug selection, dosage, intervals of administration, and duration of administration in Hospital of Sidawangi period January - June 2015, based on the Guidelines for Treatment of Tuberculosis from Ministry of Health in the Republic of Indonesian on 2014.

This research is a non experimental study with cross-sectional design. Data were collected retrospectively in January - June 2015. This study was included 126 patients and the data were colleted from medical records to get TB treatment pattern.

The results showed that 71 patients (56%) patients receiving TB treatment category 1 which is (2 (RHZE) / 4 (RH) 3 and 55 patients (46%) received tuberculosis therapy category 2 which is (2 (RHZE) S / ( RHZE) / 5 (HR) 3E3. The evaluation of tuberculosis treatment in patients showing exact diagnosis (100%), appropriate indications (100%), the proper selection of drugs (99.20%), the right dosage (99.20%), proper old administration drug in category 1 in 58 patients out of 71 patients (81.69%) and category 2 52 patients of 55 patients (96.29%), the exact time interval giving a total of (100%).

(17)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (World

Health Organization (WHO), 2013).

Pada tahun 2012, sebanyak 8,6 juta orang terinfeksi TB dan sebanyak

1,3 juta orang meninggal karena TB, termasuk 320.000 orang meninggal

karena penyakit TB dan Human Immunodeficiency Virus (HIV). Orang

dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah memiliki risiko yang jauh lebih

besar dari sakit TB. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia

produktif secara ekonomis (15-50 tahun) (WHO, 2013).

Lebih dari 95% kematian akibat TB terjadi di negara yang

berpenghasilan rendah dan menengah. Penyebab kematian terbesar kelima

pada wanita dengan rentan usia 15-44 tahun. Tingkat kematian TB

menurun 45% antara tahun 1990 hingga 2013, diperkirakan sekitar 37

juta jiwa diselamatkan melalui diagnosa dan pengobatan TB yang sesuai

dengan kondisi penderita (WHO, 2013).

Menurut Kemenkes, pada tahun 2013 di Indonesia jumlah kasus

(Basil Tahan Asam) BTA positif sebanyak 196.310, menurun

dibandingkan dengan tahun 2012 sebesar 201.301 kasus. Jumlah

(18)

Jawa Tengah. Kasus terbesar di tiga provinsi tersebut hampir sebesar

40% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia. Provinsi dengan

prevalensi TB paru tertinggi yaitu Jawa Barat sebesar 0,7% .

Pengobatan TB dilakukan dengan tujuan untuk menyembuhkan

penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan

rantai penularan, dan mencegah terjadinya resistensi kumat terhadap Obat

Anti Tuberkulosis (OAT). Pengobatan TB harus diberikan dalam bentuk

kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat

sesuai dengan kategori pengobatan yang dibutuhkan penderita TB (WHO,

2009).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nurul pada tahun 2011,

pengobatan TB yang dilakukan di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit

Umum Daerah Banyudono Kabupaten Boyolali, ketepatan dosis yang

diberikan kepada Penderita TB sebanyak 82,22%, dan ketepatan lama

pengobatan (6 bulan) sebanyak 75,56%. Persentase yang tidak maksimal

ini menyebabkan resistensi pada bakteri TB dan dalam pengobatan

berikutnya dilakukan lebih lama dan mahal.

Setiap penyakit ada obatnya. Demikianlah sebagian dari pelajaran

yang dapat kita petik dari hadist Nabi Shallallahu‟alaihi wa sallam

berikut:

(

(19)

3

“Dari sahabat Jabir Radhiyallahu anhu, dari Rasulullah Shallallahu

„alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Setiap penyakit ada obatnya, dan

bila telah ditemukan dengan tepat obat suatu penyakit, niscaya akan

sembuh dengan izin Allah Azza wa Jalla” (HR Muslim).

Tingginya kasus TB yang terjadi dan selalu meningkat di

Indonesia maupun di dunia membuat peneliti ingin mengetahui bagaimana

pengobatan TB yang dilakukan pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit

Paru (RSP) Sidawangi Jawa Barat periode Januari - Juni 2015. Alasan

peneliti ingin meneliti di RSP Sidawangi karena prevalensi TB paru di

Jawa Barat paling tinggi di Indonesia sebanyak 62.225 orang (Dinkes,

2012) dan RSP Sidawangi merupakan Rumah Sakit khusus penyakit paru

yang berada di Jawa Barat yang menjadi rujukan dalam penanggulangan

penyakit TB.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pola pengobatan antituberkulosis pasien rawat jalan

di RSP Sidawangi Jawa Barat periode Januari - Juni 2015?

2. Bagaimana kesesuaian terapi TB pada pasien rawat jalan di RSP

Sidawangi Jawa Barat periode Januari - Juni 2015

dibandingkan dengan Pedoman Nasional Penanggulangan

(20)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Mengetahui pola pengobatan antituberkulosis pasien rawat jalan

di RSP Sidawangi Jawa Barat periode Januari - Juni 2015.

2. Mengetahui tingkat kesesuaian penggunaan obat antituberkulosis

pasien rawat jalan di RSP Sidawangi Jawa Barat periode

Januari - Juni 2015 yang dilihat dari tepat diagnosis, tepat

indikasi, tepat pemilihan obat, tepat dosis, tepat interval waktu

pemberian dan tepat lama penggunaan dibandingkan dengan

Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis dari Depkes

RI tahun 2014.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti lain

Dengan penelitian ini, diharapkan dapat sebagai acuan dalam

pengembangan penelitian selanjutnya tentang peresepan obat

antituberkulosis.

2. Bagi Rumah Sakit Khusus Paru

Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan dapat sebagai

gambaran dalam melaksanakan intervensi yang tepat bagi penderita

tuberkulosis yang menjalani pengobatan antituberkulosis di Rumah

(21)

5

3. Bagi Peneliti

Mengembangkan wawasan ilmu pengetahuan tentang peresepan

obat antituberkulosis.

E. Keaslian Penelitian

Sejauh penelusuran yang dilakukan penulis, beberapa penelitian

yang terkait “Evaluasi Penggunaan Obat Antituberkulosis Pada Pasien

Rawat Jalan Di RSP Sidawangi Jawa Barat Periode Januari - Juni 2015”

(Kajian : Ketepatan Terapi)” antara lain :

1. Evaluasi Pengobatan Tuberkulosis pada Pasien Rawat Inap di

Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Periode 1

Januari-31 Desember 2009. Hasil dari penelitian ini, penderita

TB yang menggunakan OAT (Obat Antituberkulosis) tunggal

sebanyak 1 pasien (2,94%), OAT kombinasi sebanyak 31

penderita (91,18%) dan tanpa menggunakan OAT sebanyak 2

pasien (5,88%). Sebanyak 24 penderita TB atau sekitar (75%)

terapi yang diberikan sesuai, dan 8 penderita TB sekitar

(25%) tidak sesuai. Tingkat kesesuaian dosis OAT, sesuai pada

12 penderita (37,5%) dan tidak sesuai pada 20 pasien

(62,5%). Sebanyak 28 penderita TB (82,35%) kondisinya

membaik, pulang paksa sebanyak 1 pasien (2,94%), dan

meninggal sebanyak 5 pasien (14,71%) (Pratiwi, 2009).

2. Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis pada

(22)

Rumah Sakit Umum Daerah Banyudono Kabupaten Boyolali

Periode Januari-Agustus 2010. Hasil dari penelitian ini,

ketepatan obat menunjukkan hasil 100%, ketepatan indikasi

menunjukkan hasil 100%, ketepatan dosis sebanyak 82,22%,

dan ketepatan lama pengobatan (6 bulan) sebanyak 75,56%.

(Kusuma, 2011).

Perbedaan penelitian ini dengan peneitian sebelumnya,

dilakukan di rumah sakit, sampel, dan dilaksanakan dalam waktu

(23)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TUBERKULOSIS

1. Pengertian Tuberkulosis

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan

oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis atau kuman TB. Sebagian

bakteri ini menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh

lainnya (Depkes RI, 2011). Manusia adalah satu-satunya tempat untuk

bakteri tersebut menyerang. Bakteri ini berbentuk batang dan

termasuk bakteri aerob obligat (Todar, 2009).

Bakteri Mycobacterium tuberculosis tidak menghasilkan spora

dan toksin. Bakteri ini memiliki panjang dan tinggi antara 0,3 - 0,6

dan 1 - 4 µm, pertumbuhan bakteri ini lambat dan bakteri ini

merupakan bakteri pathogen makrofag intraselluler (Ducati dkk, 2006).

Pada saat penderita TB batuk dan bersin kuman menyebar

melalui udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei) dimana

terdapat 3.000 percikan dahak dalah sekali batuk (Depkes RI, 2007).

M. tuberculosis ditularkan melalui percikan ludah. Infeksi primer dapat

(24)

2. Patofisiologi Tuberkulosis

Bila terinplantasi Mycobacterium tuberculosis melalui saluran

nafas, maka mikroorganisme akan membelah diri dan terus

berlangsung walaupun cukup pelan. Nekrosis jaringan dan klasifikasi

pada daerah yang terinfeksi dan nodus limfe regional dapat terjadi,

menghasilkan radiodens area menjadi kompleks Ghon. Makrofag

yang terinaktivasi dalam jumlah besar akan mengelilingi daerah yang

terdapat Mycobacterium tuberculosis sebagai bagian dari imunitas

yang dimediasi oleh sel. Hipersensitivitas tipe tertunda, juga

berkembang melalui aktivasi dan perbanyakan limfosit T. Makrofag

membentuk granuloma yang mengandung organisme (Sukandar dkk.,

2009).

Setelah kuman masuk ke dalam tubuh manusia melalui

pernafasan, bakteri TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian

tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfa,

saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh

lainnya (Depkes RI, 2005).

3. Tanda dan Gejala

Gejala TB pada umumnya penderita mengalami batuk dan

berdahak terus-menerus selama 2 minggu atau lebih, yang disertai

dengan gejala pernafasan lain, seperti sesak nafas, batuk darah nyeri

(25)

9

badan menurun, berkeringan malam walaupun tanpa kegiatan, dan

demam meriang lebih dari sebulan (WHO, 2009).

4. Klasifikasi TB

Klasifikasi TB ditentukan dengan tujuan agar penetapan Obat

Antituberkulosis (OAT) sesuai dan sebelum pengobatan dilakukan ,

penderita TB diklasifikasikan menurut Depkes RI, 2014:

a. Lokasi anatomi dari penyakit

1) Tuberkulosis paru adalah TB yang terjadi pada parenkim paru.

Limfadenitis TB di rongga dada atau efusi pleura tanpa terdapat

gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru, dinyatakan

sebagai TB ekstra paru. Pasien yang menderita TB paru dan

menderita TB ekstra paru diklasifikasikan sebagai pasien TB paru.

b. Riwayat pengobatan dari penyakit sebelumnya

1) Pasien baru TB adalah pasien yang belum pernah mendapatkan

pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah mengonsumsi Obat

Antituberkulosis (OAT) namun kurang dari 1 bulan atau kurang

dari 28 dosis.

2) Pasien yang pernah diobati TB adalah pasien yang sebelumnya

sudah pernah mengonsumsi OAT selama 1 bulan atau lebih (≥28

dosis). Kemudian pasien diklasifikasikan berdasarkan hasil

(26)

a) Pasien kambuh adalah pasien TB yang pernah dinyatakan

sembuh atau pengobatan lengkap kemudian didiagnosis TB

berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis.

b) Pasien yang diobati kembali setelah gagal adalah pasien TB

yang pernah diobati kemudian dinyatakan gagal pada

pengobatan terakhir.

c) Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to

follow-up) adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan

lost to follow (klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai

pengobatan pasien setelah putus berobat).

d) Lain-lain adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil

pengobatan akhir pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

3) Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

c. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat

Pada klasifikasi ini pasien dikelompokkan berdasarkan hasil uji

kepekaan contoh uji dari Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT

dan dapat berupa:

a) Mono resistan (TB MR) adalah resistan terhadap salah satu jenis

OAT lini pertama.

b) Poli resistan (TB PR) adalah resistan terhadap lebih dari satu jenis

OAT lini pertama selain isoniazid (H) dan rifampisin (R) secara

(27)

11

c) Multi drug resistan (TB MDR) adalah resisten terhadap isoniazid

(H) dan rifampisisn (R) secara bersamaan.

d) Extensive drug resistan (TB XDR) adalah TB MDR yang juga

resisten terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan

resistan minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan

seperti kanamisin, kapreomisin, dan amikasin.

e) Resistan Rifampisin (TB RR) adalah resistan terhadap rifampisisn

dengan atau tanpa resistan terhadap OAT jenis lain yang terdeteksi

menggunakan uji genotip (tes cepat) atau metode fenotip

(konvensional).

d. Klasifikasi pasien TB berdasarkan status Human Immunodeficiency

Virus (HIV)

1) Pasien TB dengan HIV positif (pasien ko-infeksi TB/HIV) adalah

pasien TB dengan hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang

mengonsumsi Obat Antiretroviral (ART) atau hasil tes hiv positif

pada saat pasien tersebut didiagnosis TB.

2) Pasien TB dengan HIV negatif sebelumnya atau hasil tes HIV

negatif pada saat pasien tersebut didiagnosois TB dengan catatan:

Apabila pada pemeriksaan yang dilakukan selanjutnya ternyata

hasil tes HIV menjadi positif, pasien tersebut harus disesuaikan

(28)

3) Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui adalah pasien TB

tanpa ada bukti pendukung dari hasil tes HIV yang telah dilakukan

saat diagnosis TB ditetapkan dengan catatan:

Apabila pada saat pemeriksaan selanjutnya dapat diperoleh hasil

tes HIV, pasien harus disesuaikan kembali klasifikasinya

berdasarkan hasil tes HIV terakhir yang dilakukan.

Berikut klasifikasi TB menurut Depkes RI, 20011 sebagai berikut:

a. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak

mikroskopis, yaitu pada TB paru.

1) Tuberkulosis paru Basil Tahan Asam (BTA) positif

a) Sekurang-kurangnya spesimen dahak Sewaktu - pagi

- sewaktu (SPS) 2 dari 3 spesimen dahak hasilnya

positif.

b) Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan

menunjukkan gambaran tuberkulosis pada foto toraks

penderita.

c) Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA dan biakan

kuman TB positif.

d) Satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif

setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan

yang dilakukan sebelumnya negatif dan tidak ada

(29)

13

2) Tuberkulosis paru BTA negatif

b. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan penderita

sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu:

1) Kasus baru

Merupakan Penderita yang belum pernah diobati dengan

OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu

bulan (empat minggu).

2) Kambuh (Relaps)

Merupakan Penderita TB yang sebelumnya pernah

mendapat pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh

atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dan

hasilnya BTA positif.

3) Kasus setelah putus berobat (Default)

Penderita yang telah berobat dan putus berobat dua

bulan atau lebih dengan hasil BTA positif.

4) Kasus setelah gagal (Failure)

Penderita yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif

atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau

lebih selama penderita menjalani pengobatan

5) Kasus pindahan (Transfer In)

Penderita yang dipindahkan dari UPK yang memiliki

(30)

6) Kasus lainnya

Semua kasus TB lain yang tidak termasuk ketentuan di

atas. Kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu

penderita dengan hasil pemeriksaan masih menunjukkan

BTA yang masih positif setelah selesai pengobatan

ulang kategori 2.

5. Diagnosis Tuberkulosis

Berikut pemeriksaan untuk mendiagnosis TB menurut Depkes

2014:

a. Pemeriksaan dahak mikroskopis

Pemeriksaan ini berfungsi untuk menegakkan diagnosis,

menilai pengobatan yang telah dilakukan, dan menentukan potensi

penularan TB. Dilakukan dengan mengumpulkan tiga spesimen

dahak yang dikumpulkan dalam dua hari berupa

Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).

a) S (Sewaktu): Dikumpulkan pada saat suspek TB datang

berkunjung pertama kali dan pada saat pulang diberi

sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi di

(31)

15

b) P (Pagi): Dikumpulkan di rumah pada hari kedua di

pagi hari. Pada saat bangun tidur segera dikumpulkan

dan diserahkan sendiri ke petugas di Fasyankes.

c) S (Sewaktu): Dikumpulkan di hari kedua pada saat

mengumpulkan dahak pagi.

b. Pemeriksaan penunjang

a) Tes Tuberkulin Intradermal (Mantoux): Dilakukan dengan

cara penyuntikan pada intakutan. Bila positif, menunjukkan

adanya infeksi TB. Namun, uji tuberkulin dapat negatif

pada anak TB berat dengan anergi (malnutrisi, penyakit

sangat berat, pemberian imunosupresif, dan lain-lain)

(Raharjoe dan Setyanto, 2008).

b) Reaksi cepat BCG (Bacille Calmette-Guerin): Disuntikkan

ke kulit. Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat

(dalam 3-7 hari) berupa kemerahan dan indurasi > 5 mm,

maka orang tersebut telah terinfeksi oleh Mycobacterium

tuberculosis (Depkes RI, 2005).

c) Pemeriksaan Radiologi: Pada pemeriksaan ini sering

menunjukkan adanya TB, tetapi hampir tidak dapat

mendiagnosis karena hampir semua manifestasi klinis TB

dapat menyerupai penyakit-penyakit lainnya (Price dan

(32)

d) Pemeriksaan Bakteriologik: Pada pemeriksaan ini yang

paling penting adalah pemeriksaan sputum (Price dan

Standridge, 2005).

Berikut alur diagnosis TB paru dalam bentuk skema menurut Depkes

[image:32.595.163.491.265.637.2]

RI tahun 2014 (Gambar 1).

Gambar 1. Alur Diagnosis TB Paru Keterangan gambar pada gambar 1:

1. Suspek TB paru: seseorang dengan batuk berdahak selama 2 -

3 minggu atau lebih dengan atau tanpa gejala lain Suspek TB

paru

Pemeriksaan dahak mikroskopis = sewaktu,

pagi, sewaktu (SPS)

Hasil BTA +++ ++-

TB

Hasil BTA +--

Foto toraks dan pertimbangan

dokter

TB

bukan TB

Pemeriksaa n dahak mikroskopis

Hasil BTA ---

Antibiotik Non OAT

Tidak ada perbaikan

pemeriksaan dahak mikroskopis

hasil BTA +++ + + + + - +

TB

hasil BTA - - -

foto toraks dan pertimbangan dokter

bukan TB

TB Ada perbaikan

(33)

17

2. Antibiotik non OAT: Antibiotik spektrum luas yang tidak

memiliki efek anti TB (jangan gunakan fluorokuinolon).

B. Pengobatan Tuberkulosis

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, memperbaiki

kualitas hidup, meningkatkan produktivitas pasien, mencegah kematian,

kekambuhan dan memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya

resistensi kuman terhadap obat antiberkulosis (OAT) (WHO, 2009).

Panduan OAT disediakan dalam bentuk paket kombinasi berupa

Kombinasi Dosis Tetap (KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari

kombinasi 2 atau 4 jenis obat yang dikemas dalam satu tablet. Dosisnya

disesuaikan dengan berat badan penderita TB. Sediaan seperti ini dibuat

dengan tujuan agar memudahkan dalam pemberian obat dan menjamin

kelangsungan pengobatan sampai pengobatan tersebut selesai dilakukan

(Depkes, 2014).

a. Prinsip pengobatan

1) Diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat

dengan jumlah yang cukup dan dosis yang tepat. Jangan

menggunakan OAT tunggal (monoterapi).

2) Dilakukan pengawasan langsung (DOT = Direct Observed

Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

3) Diberikan dalam dua tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan

(34)

b. Tahap Pengobatan TB

1) Tahap Awal

Pada tahap ini, penderita mendapatkan OAT setiap hari dan

perlu diawasi secara langsung. Penderita TB tidak akan

menular dalam kurun waktu dua minggu jika pengobatan

yang diberikan pada tahap intensif ini tepat. Sebagian besar

penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif dalam dua

bulan (Depkes, 2014).

2) Tahap Lanjutan

Pada tahap ini, penderita mendapatkan obat yang lebih sedikit

dari tahap awal namun pengobatan yang dilakukan lebih lama

yaitu selama 4-6 bulan. Tahap lanjutan diperuntukkan agar

kuman persister (dormant) mati sehingga tidak menyebabkan

kekambuhan. (Depkes, 2014).

c. Panduan OAT lini pertama

Paduan OAT menurut Depkes RI tahun 2014

1) Kategori-1 (2(HRZE)/ 4(HR)3)

Kombinasi OAT ini diberikan untuk penderita TB

pasien baru, pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis, pasien TB

paru terdiagnosis klinis dan TB ekstra-paru. Sediaan ini dalam

bentuk paket obat kombinasi dosis tetap (KDT) yang terdiri dari

isoniazid (H), rifampisin (R). pirazinamid (Z), dan etambutol (E).

(35)

19

pasien yang dikemas dalam satu paket untuk satu pasien. Tabel 1

[image:35.595.135.488.199.316.2]

menjelaskan tentang paduan OAT KDT kategori-1:

Tabel 1. Paduan Dosis OAT KDT Kategori-1

Berat Badan

(kg)

Tahap Intensif Tiap hari selama 56 hari RHZE (150/75/400/275)

Tahap lanjutan 3x seminggu selama 16

minggu RH (150/150)

30-37 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT 38=54 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT 55-70 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT

≥71 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

2) Kategori-2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

Untuk kategori ini, tahap intensif dilakukan selama 3

bulan terdiri dari 2 bulan INH, rifampisin, pirazinamid,

ethambutol, dan streptomisisn kemudian dilanjutkan dengan

INH, Rifampisin, Pirazinamid, dan Ethambutol selama 1 bulan.

Setelah itu melalui berikutnya yaitu tahap lanjutan selama 5

bulan dengan HRE diberikan tiga kali seminggu.

Penggunaan OAT diberikan pada penderita TB dengan

BTA positif yang telah diobat sebelumnya, misalnya penderita

TB yang kambuh (relaps), mengalami kegagalan terapi

(failure), dan dengan pengobatan setelah putus berobat (after

default). Sediaan pada Tabel 2 di bawah ini berbentuk KDT yang

telah dikemas satu paket untuk satu pasien dengan dosis yang telah

ditetapkan menurut berat badan pasien. Tabel 2 menjelaskan

(36)
[image:36.595.112.518.136.329.2]

Tabel 2. Dosis Untuk Paduan OAT KDT Kategori 2

Berat Badan

Tahap Intensif Tiap Hari RHZE (150/75400/275) Tahap Lanjutan 3 kali seminggu RH

(150/150) + E (400) Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu 30-37 kg 2 tab 4KDT + 500mg

Streptomisin inj

2 tab 4KDT 2 tab 2KDT + 2 tab Ethambutol 38-54 kg 3 tab 4KDT + 750mg

Streptomisin inj

3 tab 4KDT 3 tab 2KDT + 3 tab Ethambutol 56-70 kg 4 tab 4KDT + 1000mg

Streptomisin inj

4 tab 4KDT 4 tab 2KDT + 4 tab Ethambutol

≥71 kg 5 tab 4KDT + 1000mg Streptomisin inj

5 tab 4KDT 5 tab 2KDT + 5 tab Ethambutol

C.Obat Tuberkulosis (OAT)

Obat-obat yang banyak digunakan dalam pengobatan TB,

yaitu isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin, dan ethambutol.

a. Isoniazid

Isoniazid atau biasa sering disebut dengan

Isonikotinil Hidrazid (INH). Obat ini adalah prodrug yang

diaktifkan oleh katalase-peroksida (KatG) mikrobakterium

bersifat tuberkulostatik. Mekanisme kerja INH menghambat

biosintesis asam mikolat, INH juga mencegah

perpanjangan rantai asam lemak yang sangat panjang yang

merupakan bentuk awal molekul asam mikolat. Absorbsi

obat terganggu bersama dengan makanan, khususnya

karbohidrat, atau dengan antasida yang mengandung

(37)

21

neuritis perifer diakibatkan oleh defisiensi pirodoksin,

penanganannya diberikan piridoksin (Vitamin B6) (Magliozzo,

2009).

b. Rifampisin

Rifampisin berasal dari jamur Streptomyces.

Mekanisme kerja rifampisisn menghalangi transkripsi dengan

berinteraksi dengan subunit B bakteri, menghambat sintesis

mRNA dengan menekan langkah inisiasi. Obat ini bersifat

bakterisidal. Efek samping yang sering terjadi, seperti mual,

muntah, dan ruam namun dapat ditoleransi. Rifampisin dapat

menginduksi sejumlah enzim sitokrom p450, rifampisin dapat

memendekkan waktu paruh obat lain yang diberikan secara

bersamaan (Magliozzo, 2009).

c. Pirazinamid

Pirazinamid adalah agen antituberkulosis sintetik yang

bersifat bakterisidal dan digunakan dalam kombinasi dengan

isoniazid, rifampisin, dan etambutol. Pirazinamid aktif

melawan basil tuberkel dalam lingkungan asam lisosom dan

(38)

d. Streptomisin

Obat ini bersifat bakteriostatik dan bakterisid

terhadap bakteri TB. Farmakokinetiknya, hampir semua

streptomisin berada dalam plasma dan hanya sedikit yang

berada dalam eritrosit. Efek samping streptomisin adalah

ototoksik, nefrotoksik, dan anemia aplastic (Magliozzo,

2009).

e. Ethambutol

Etambutol bersifat bakteriostatik. Mekanisme kerjanya

menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme

sel terhambat dan sel mati. Obat ini dapat diberikan

kombinasi bersama pirazinamid, rifampisisn, dan isoniazid.

Efek sampingnya, turunnya kemampuan pengelihatan,

hilangnya kemampuan membedakan warna, dan halusinasi.

Penghentian obat memulihkan gejala optik (Magliozzo, 2009).

D. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis

Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis dari

Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2014 dibuat dengan

tujuan untuk menurunkan angka kasus dan kematian yang disebabkan

oleh TB dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan kesehatan

(39)

23

Sasaran strategi dari Pedoman Nasional ini mengacu pada

rencana strategis kementrian kesehatan dari tahun 2009 sampai

dengan tahun 2014 yaitu menurunkan prevalensi TB dari 235 per

100.000 penduduk menjadi 224 per 100.000 penduduk (Depkes,

2011).

Sasaran pengguna pedoman ini ditujukan kepada petugas

kesehatan dan manager yang bertanggung jawab dalam managemen

pengendalian program TB ini pada tingkat pusat, provinsi,

kabupaten/kota dan pada tingkat pelayanan kesehatan lainnya.

Pedoman Penanggunangan TB ini juga bisa ditujukan kepada mereka

yang bekerja pada institusi pemerintahan dan swasta maupun

lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam penanggulangan

TB (Depkes, 2007).

E. Pengobatan Rasional

Pengobatan rasional adalah pengobatan yang sesuai dengan

kebutuhannya untuk periode waktu yang adekuat dan dengan harga

yang paling murah untuk pasien dan masyarakat (BinFar, 2011).

a) Tepat diagnosis

Untuk diagnosis yang tepat agar obat yang diberikan

sesuai dengan indikasi yang seharusnya.

b) Tepat indikasi penyakit

Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik.

(40)

Dengan demikian, pemberian obat ini hanya untuk

pasien yang memberi gejala adanya infeksi bakteri.

c) Tepat pemilihan obat

Keputusan ini dilakukan setelah diagnosis ditegakkan

dengan benar.

d) Tepat dosis

Kesesuaian dosis yang diberikan kepada pasien berdasarkan

kondisi pasien tersebut.

e) Tepat interval waktu pemberian

Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana

mungkin dan praktis agar mudah ditaati oleh pasien.

f) Tepat lama pemberian

Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya

(41)

25

F. Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep

G. Keterangan Empirik

Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi terapi penggunaan

Antituberkulosis pada pasien Tuberkulosis, meliputi penggunaan terapi OAT,

macam-macam kategori penggunaan OAT, serta tatalaksana terapi OAT di

RSP Sidawangi periode 1 Januari - 30 Juni 2015. Tuberkulosis Pedoman

DEPKES RI 2014 Pengobatan TB

Tepat Indikasi

Tepat Dosis

Tepat Diagnosis

Tepat Obat

Tepat Interval Waktu Pemberian

(42)

26

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini berupa deskriptif non eksperimental dengan

menggunakan desain cross-sectional. Pengambilan data dilakukan secara

retrospektif berdasarkan rekam medik untuk mengetahui deskriptif atau

gambaran pengobatan pada penderita Tuberkulosis (TB) dan hasil evaluasi

pengobatan TB. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode simple

random sampling.

B. Lokasi dan Waktu

Lokasi penelitian dilakukan di RSP Sidawangi Cirebon Provinsi

Jawa Barat. Waktu pelaksanaan dilakukan pada 15 Juni - 5 Juli 2015.

C. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien tuberkulosis

yang memenuhi kriteria inklusi di RSP Sidawangi Cirebon terhitung sejak

1 Januari - 30 Juni 2015. Sampel pada penelitian ini adalah pasien

memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.

D. Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah sebagian rekam medis pasien di

Rumah Sakit Paru Sidawangi periode I Januari – 30 Juni 2015. Besar sampel

(43)

27

Keterangan :

N = Jumlah populasi n = Jumlah sampel

a = Batas toleransi kesalahan

Berdasarkan rumus besar sampel di atas maka didapatkan nilai untuk

sampel pada penelitian ini adalah :

n = 126,02

E. Kriteria Inklusi Dan Eksklusi

1. Kriteria Inklusi

a. Pasien TB dan mengambil obat di RSP Sidawangi Periode

Januari - Juni 2015

(44)

c. Pasien dewasa yang berusia diatas 17 tahun

d. Pasien tuberkulosis yang mendapatkan obat kategori 1 dan 2

2. Kriteria Ekslusi

a. Rekam medik kurang lengkap

b. Pasien meninggal

c. Pasien dengan komplikasi

d. Pasien dirujuk ke Rumah Sakit lain

e. Pasien dengan resistensi

F. Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

Variabel bebas yaitu pengobatan antituberkulosis dan variabel

tergantung yaitu kesesuaian terapi berdasarkan Depkes RI 2014 mengenai

pedoman nasional pengendalian tuberkulosis.

2. Definisi operasional pada penelitian ini :

a. Pasien tuberkulosis merupakan pasien yang terdiagnosis klinis

tuberkulosis kategori 1 dan 2 di Rumah Sakit Paru Sidawangi.

1) Kategori 1 adalah penderita baru TB paru BTA positif,

penderita TB paru negatif dengan rongent positif.

2) Kategori 2 adalah penderita TB kambuh (relaps), penderita

gagal (failure) dan penderita yang lalai dalam menjalani

(45)

29

b. Pengobatan rasional adalah kesesuaian pengobatan yang dinilai

berdasarkan ketepatan diagnosis, indikasi, pemilihan obat, dosis,

interval waktu pemberian, dan lama pengobatan.

1) Tepat diagnosis adalah diagnosis yang ditegakkan sesuai

dengan hasil pemeriksaan klinik dan gejala yang

dirasakan pasien.

2) Tepat indikasi adalah indikasi obat yang diberikan sesuai

dengan diagnosis yang ditegakkan.

3) Tepat pemilihan obat adalah obat yang diberikan kepada

pasien sesuai dengan diagnosis penyakit dan indikasi

obat.

4) Tepat dosis adalah dosis yang diberikan sesuai dengan

kondisi pasien.

5) Tepat interval waktu pemberian adalah waktu pemberian

obat yang sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.

6) Tepat lama pengobatan adalah lamanya terapi sesuai

dengan aturan yang telah ditetapkan.

G. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat

Alat yang digunakan adalah Pedoman Nasional

(46)

2. Bahan

Bahan penelitian yang digunakan adalah data rekam medik

penderita TB di RSP Sidawangi yang menyajikan data

meliputi: identitas pasien (jenis kelamin, umur, dan berat

badan), hasil pemeriksaan lab, regimen dosis, penegakan

diagnosis penggunaan obat lain, lama pengobatan, hasil

pengobatan, kategori pengobatan, jenis kultur bakteri.

H. Cara Kerja

Secara garis besar, jalannya penelitian ini terbagi menjadi 3

tahap, yaitu:

1. Tahap persiapan terdiri dari:

a. Studi kepustakaan

b. Pembuatan proposal penelitian

c. Perijinan

2. Tahap pelaksanaan

a. Pengambilan data

Pengambilan data penderita yang terdiagnosis TB berdasarkan

rekam medik. Data yang dicatat meliputi, jenis kelamin,

usia, berat badan, diagnosis, jenis pemeriksaan, obat yang

digunakan, dosis, obat lain yang digunakan, dan lama

(47)

31

b. Pengolahan data

Penelusuran data dilakukan dengan mengindentifikasi satu

persatu data yang ada di dalam rekam medik kemudian

dibandingkan dan dianalisis sesuai dengan literatur, selanjutnya

hasil yang diperoleh disajikan dalam bentuk gambar pie setelah

itu dilakukan dikelompokkan data menurut diagnosis penderita

tuberkulosis paru, untuk memperoleh informasi tentang identitas

responden dan penggunaan obat anti tuberkulosis sudah tepat

dosis, tepat pasien, dan tepat obat, pembahasan, memperoleh

kesimpulan penelitian, penyusunan laporan, dan seminar.

I. Skema Langkah

Gambar 3. Skema Langkah

1. Studi kepustakaan 2. Pembuatan proposal penellitian

3. perijinan

Tahap pelaksanaan: 1. Pengambilan data pasien

2. Mencatat data pasien 3. Seleksi pasien

Tahap penyelesaian: 1. Kesimpulan 2. Penyusunan laporan

[image:47.595.186.431.421.716.2]
(48)

J. Analisis Data

Analisis data penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif

untuk memperoleh gambaran tentang pengobatan TB di RSP Sidawangi

selama periode 1 Januari - 30 Juni 2015. Data yang didapatkan akan

disajikan dalam bentuk uraian, tabel, dan gambar. Setelah dilakukan

analisis hasil penelitian, kemudian dilakukan pembahasan dan dibuat

kesimpulan serta saran. Data tersebut diolah untuk mendapatkan

gambaran utama tentang:

1. Karakteristik penderita TB yang meliputi : usia, jenis kelamin,

kategori TB, dan hasil pemeriksaan laboratorium yang

menunjang diagnosis TB.

% =

x 100%

2. Gambaran pengobatan TB yang meliputi : evaluasi kesesuaian

penggunaan OAT berdasarkan Pedoman Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis menurut DEPKES RI tahun

2014. Kemudian diolah dengan cara menghitung jumlah

penderita dan menghitung persentase terhadap total penderita.

1) Persentase penggunaan antituberkulosis berdasarkan

kategori pengobatan

% =

(49)

33

2) Persentase kesesuaian pengobatan

% =

x 100%

3) Persentase kesesuaian indikasi

% =

x 100%

4) Persentase kesesuaian diagnosis

% =

x 100%

5) Persentase kesesuaian interval waktu pemberian

% =

x 100%

6) Persentase kesesuaian dosis

% =

x 100%

7) Persentase kesesuaian lama pemberian

% =

(50)

34

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini sebanyak 126 pasien. Pengambilan data

dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari –

Juni 2015. Metode pengambilan sampel menggunakan simpel random

sampling.

2. Deskripsi Karakteristik Sampel

a. Jenis Kelamin

Gambar 4. Persentase Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan gambar 4 di atas diperoleh informasi

gambaran sebagian besar responden memiliki jenis kelamin

perempuan sebanyak 71 pasien (56%) dan 55 pasien (44%)

laki-laki dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan

oleh Akmallia pada tahun 2011 yang dilakukan di Balai Kesehatan

Paru Masyarakat Klaten, berdasarkan jenis kelamin sebagian Laki-laki (55

pasien) 44% Perempuan

(71 pasien) 56%

[image:50.595.145.483.346.553.2]
(51)

35

responden ditemukan kasus terbanyak pada jenis kelamin

perempuan sebanyak 23 kasus (57,5%) dari 40 total kasus.

Prevalensi di dunia menurut WHO (2014) sebanyak 9,6 juta

orang terinfeksi penyakit TB diantaranya 5,4 juta orang berjenis

kelamin laki-laki, sebanyak 3,2 juta perempuan dan sebanyak 1,0

juta terjadi pada anak.

Sebagian besar negara pada umumnya angka kejadian lebih

tinggi laki-laki daripada perempuan namun ada beberapa negara

industri seperti Denmark, Inggris dan Wales angka kejadian TB

pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di usia produktif

namun ketika usia di atas 40 tahun angka kejadian TB lebih tinggi

laki-laki daripada perempuan (Mapp, 2003). Hal tersebut

disebabkan karena angka kejadian penyakit yang menekan sistem

imun seperti HIV dan penyakit immunodeficiency lainnya yang

terjadi pada wanita di usia produktif frekuensinya lebih besar

daripada laki-laki sehingga wanita lebih mudah terserang penyakit

(Holmes, 2008).

Di Negara berkembang salah satunya seperti Bangladesh

prevalensi TB pada laki-laki lebih banyak daripada perempuan

namun setelah dilakukannya penelitian ditemukan banyaknya

perempuan yang terinfeksi TB namun tidak melakukan pengobatan

(52)

sehingga hal tersebut mempengaruhi perhitungan jumlah kasus TB

berdasarkan jenis kelamin (Karim dkk, 2007).

[image:52.595.113.517.218.411.2]

b. Usia

Gambar 5. Persentase Pasien Berdasarkan Usia

Berdasarkan gambar 5 di atas diperoleh informasi

gambaran sebagian besar responden berusia 41-50 tahun Sekitar

75% pasien TB adalah termasuk dalam kelompok usia produktif

(15-50 tahun) (Depkes RI, 2007). Hal tersebut menunjukkan bahwa

data hasil penelitian yang didapat sama dengan kasus yang terjadi

di Indonesia , bahwa pasien TB dengan usia produktif lebih banyak

dengan persentase sebanyak 67,47% dibandingkan dengan usia

lansia.

Di Eropa dan Amerika Utara, insiden tertinggi TB paru

terjadi pada usia dewasa muda. Di Afrika dan India prevalensi TB

meningkat seiring dengan peningkatan usia pada kedua jenis 10-20 tahun

(11 pasien) 9%

21-30 tahun (23 pasien)

18%

31-40 tahun (19 pasien

) 15% 41-50 tahun (32

pasien) 25%

51-60 tahun (25 pasien)

20% 61-80 tahun (16

pasien) 13%

(53)

37

kelamin. Pada wanita prevalensi mencapai maksimum pada usia

40-50 tahun dan kemudian berkurang dan pada laki-laki terus

meningkat hingga mencapai usia 60 tahun (Crofton dkk, 2002).

Pada penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Pratiwi

tahun 2011 ditemukan kasus terbanyak berdasarkan usia produktif

yaitu 15-50 tahun sebanyak 61,77%. Hal ini menjelaskan bahwa,

usia produktif masih menjadi kelompok dengan kasus kejadian

tertinggi untuk menderita TB, walaupun penelitian dilakukan pada

tepat dan periode yang berbeda.

c. Berat badan

Gambar 6. Persentase Pasien Berdasarkan Berat Badan

Data berat badan pasien dibutuhkan dalam rekam medik

untuk keperluan menentukan dosis yang harus diberikan kepada

pasien berdasarkan berat badan pasien. Rentang bobot terbanyak

menderita TB yaitu 38-54 kg sebanyak 86 kasus (68,25%). 30-37 kg (20

pasien) 16%

38-54 kg (86 pasien)

68% 55-80 kg (21

pasien) 16%

(54)

d. Kultur Bakteri

Gambar 7. Persentase Pasien Berdasarkan Kultur Bakteri

Pada penelitian ini kultur bakteri TB dibagi menjadi dua,

yaitu BTA negatif dan BTA positif. Sampel dengan hasil kultur

BTA negatif sebanyak 71 sampel (56,35%) dan BTA positif

sebanyak 55 sampel (43,65%). Untuk BTA negatif kemudian

dilakukan rongent untuk memastikan diagnosis.

3. Gambaran Pengobatan

a. Kategori obat Antituberkulosis

[image:54.595.146.477.115.293.2]

Gambar 8. Persentase Pasien Berdasarkan Kategori Pengobatan

BTA - (71 pasien)

56% BTA + (55

pasien)

44% BTA - (71 pasien)

BTA + (55 pasien)

Kategori 1 (71 pasien)

56% Kategori 2

(55 pasien)

44% Kategori 1 (71pasien)

(55)

39

Berdasarkan Pedoman Nasional Penanggulangan TB tahun

2014, kategori pengobatan TB dibagi menjadi 2 kategori dan

kategori anak. Tujuan dari penggolongan ini agar memudahkan

pengobatan karena standar terapi bagi setiap kategori berbeda dan

dapat disesuaikan berdasarkan kaetori yang diderita disamping

berat badan dan tahap pengobatannya (Depkes RI, 2014).

Pada penelitian ini hanya dilakukan pada 2 kategori.

Kategori 1 diperuntukkan bagi pasien TB baru terkontaminasi

bakteriologis, terdiagnosis klinis dan ekstra paru dengan obat yang

terdiri dari 2(HRZE)/4(HR)3 yaitu isoniazid (H), rifampisisn (R),

pirazinamid (Z) dan etambutol (E) yang dilakukan selama 4 bulan

kemudian dilanjut dengan isoniazid dan rifampisisn selama 2 bulan

(Depkes RI, 2014).

Sedangkan OAT kategori 2 diperuntukkan bagi pasien TB

kambuh, gagal pengobatan paduan OAT kategori 1 dan putus

pengobatan. Obat kategori 2 ini terdiri dari

2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 yaitu isoniazid, rifampisisn,

pirazinamid, etambutol dan streptomisisn selama dua bulan

kemudian dilanjut dengan Isoniazid, Rifampisisn, Pirazinamid, dan

Etambutol selama 1 bulan dan pada tahap berikutnya diberikan

isoniazid, rifampisisn dan etambutol selama 5 bulan, total lama

(56)

Pada penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh

Styariyanti (2011) di RSUD. Dr. R. Soedjati Purwodadi,

berdasarkan kategori obat ditemukan sebanyak 62 pasien (100%)

menerima obat kategori 1. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh

Daniar Pratiwi pada tahun 2011, ditemukan kasus sebanyak

61,76% kategori 1 dan 5,88% kategori 2.

[image:56.595.113.505.314.512.2]

b. Pemberian Vitamin

Gambar 9. Persentase Pasien Berdasarkan Pemberian Vitamin

Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan

tanpa mengalami efek samping OAT. Ada beberapa pasien yang

mengalami efek samping yang berat. Seperti efek samping INH

yaitu kesemutan sampai dengan rasa terbakar di telapak kaki atau

tangan, tatalaksana terapi untuk efek samping ini diberikan vitamin

B6, (Depkes RI, 2014). Pada penelitian ini pasien mendapatkan

suplemen tambahan untuk meringankan efek samping dari OAT. Pemberian

vitamin B6 (107 pasien)

47%

Pemberian Curcuma (43

pasien) 19%

Pemberian vitamin B6 dan Curcuma

33% Pemberian Proliva (2 pasien)

1%

Pemberian Imunos (1 pasien)

0% Pemberian vitamin B6 (107

pasien)

Pemberian Curcuma (43 pasien)

Pemberian vitamin B6 dan Curcuma

Pemberian Proliva (2 pasien)

(57)

41

Pengobatan TB dengan kombinasi isoniazid, rifampisin,

pirazinamid dan etambutol berpotensi menimbulkan efek samping

hepatotoksisitas yang dapat meningkatkan morbiditas dan

mortalitas pada pasien oleh karena itu pemberian hepatoprotektor

diperlukan. Sediaan Poliherbal kombinasi meniran, temulawak dan

kunyit dapat mencegah terjadinya peningkatan SGPT (Racmawati,

2014). Pemberian rutin Vitamin B6 dianjurkan selama

mengonsumsi Isoniazid untuk mencegah neuropati perifer (Dixie,

2004)

4. Evaluasi Pengobatan

a. Tepat Diagnosis

Penggunaan obat dikatakan rasional salah satunya jika

diagnosis tepat. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis

(Depkes, 2011). Diagnosis yang tepat dapat menentukan rejimen

pengobatan yang sesuai dengan standar (WHO, 2010).

Pada tahap awal pasien memiliki gejala utama pasien TB

seperti batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih, diikuti dengan

gejala tambahan seperti dahak bercampur dengan darah, sesak

nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun

dan demam lebih dari 1 bulan (Depkes RI, 2014). Dari 126 pasien

dalam penelitian ini mengalami gejala yang serupa seperti demam,

nafsu makan menurun, bebat badan menurun, dan berkeringat di

(58)

Dalam menegakkan TB paru pada orang dewasa dengan

pemeriksaan bakteriologis dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS),

jika hasilnya negatif maka dilakukannya pemeriksaan klinis seperti

foto toraks (Depkes RI, 2014). Seperti yang tertera dalam Tabel 3,

sebanyak 126 pasien melakukan pemeriksaan Rongent dan dahak

Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).

Pada penelitian ini perhitungan tepat diagnosis terhadap

jumlah 126 sampel dinyatakan 100% tepat berdasarkan hasil

pemeriksaan yang telah dilakukan dan diagnosis yang ditegakkan

oleh dokter. Berikut analisis perhitungan tepat diagnosis pada

[image:58.595.125.501.440.502.2]

Tabel 3:

Tabel 3. Distribusi Pasien Berdasarkan Kategori Tepat Diagnosis

No. Jenis Pemeriksaan

Jumlah Pasien

Persentase Diagnosis Tuberkulosis

Keterangan

Ya Tidak

1. Rongent 126 100% √ - Tepat

Diagnosis 2. Dahak SPS

Pada penelitian sebelumnya pernah dilakukan oleh

Akmallia tahun 2010 di Instalasi rawat jalan Balai Kesehatan Paru

Masyarakat Klaten. Hasil dari penelitian tersebut ditemukan 38

pasien dari 40 pasien dengant tepat diagnosis atau sebanyak 95%.

Menurut Kemenkes tahun 2011, diagnosis harus ditegakkan dengan

benar agar pemilihan obat akan benar karena pemberian obat

(59)

43

b. Tepat Indikasi

Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik.

Contohnya antibiotik yang diindikasikan untuk infeksi bakteri

dengan gejala dan pemeriksaan adanya infeksi bakteri (Kemenkes,

2010).

Gejala utama pasien TB seperti batuk berdahak selama 2

bulan atau lebih dengan gejala tambahan lainnya seperti batuk

bercampur darah, sesak nafas, lemas, nafsu makan menurun, berat

badan menurun, berkeringat di malam hari tanpa kegiatan fisik, dan

demam lebih dari 1 bulan (Depkes RI, 2014). Tabel 4

[image:59.595.133.491.463.569.2]

menggambarkan tentang persentase analisis tepat indikasi:

Tabel 4. Distribusi Pasien Berdasarkan Tepat Indikasi

No. Obat yang Diberikan

Indikasi Tepat Indikasi Tidak Tepat Indikasi

Jumlah Pasien

Persentase (%)

Jumlah Pasien

Persentase (%) 1. OAT Kategori 1 TB

Kategori 1

71 56,35 0 0

2. OAT Kategori 2 TB Kategori 2

55 43,65 0 0

Total 126 100 0 0

Tabel 4 di atas menunjukkan tentang distribusi pasien

berdasarkan pengobatan OAT Kategori 1 dan Kategori 2, sebanyak

71 pasien (56,35%) menerima OAT Kategori 1 dan sebanyak 55

pasien (43,65%) menerima OAT Kategori 2.Dalam penelitian ini

tidak ditemukan kasus tidak tepat indikasi terhadap OAT Kategori

(60)

Kategori 1 diperuntukkan bagi pasien TB baru

terkontaminasi bakteriologis, terdiagnosis klinis dan ekstra paru

sedangkan kategori 2 diperuntukkan bagi pasien TB kambuh, gagal

pengobatan paduan OAT kategori 1 dan putus pengobatan (Depkes

RI, 2014).

Pada Tabel 5 di bawah diberikan multivitamin seperti

proliva, curcuma, vitamin B6, dan Imunos. Kegunaan dari proliva

untuk memelihara kesehatan fungsi hati karena beberapa OAT

seperti rifampisin, pirazinamid dan isoniazid memiliki efek

samping gangguan fungsi hati sehingga memerlukan obat sebagai

preventif agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Vitamin B6

diberikan untuk mengatasi efek samping kesemutan sampai rasa

terbakar yang biasa terjadi pada penggunaan isoniazid (Gunawan,

2007). Rifampisin juga dapat berefek hilangnya nafsu makan,

untuk itu diperlukan pemberian obat penambah nafsu makan yaitu

curcuma (Depkes RI, 2014). Sedangkan imunos digunakan untuk

meningkatkan daya tahan tubuh sehingga pemberian multivitamin

ini dibutuhkan. Multivitain ini diberikan sebagai prevensi agar efek

(61)
[image:61.595.104.520.166.391.2]

45

Tabel 5. Distribusi Pasien Berdasarkan Indikasi Penggunaan Multivitamin

No. Obat

Gambar

Gambar 1. Alur Diagnosis TB Paru
Tabel 1. Paduan Dosis OAT KDT Kategori-1
Tabel 2. Dosis Untuk Paduan OAT KDT Kategori 2
Gambar 3. Skema Langkah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Variasi rasa produk baru ini telah dijual dipasaran dan mendapat respon lebih baik dari rasa sebelumnya yaitu rasa original, Dengan bantuan alat pengemasan

Satu wilayah di mana hak-hak pembayar pajak lebih homogen di negara- negara hukum umum (dan jelas dibuktikan pada Lampiran B) dari hukum perdata negara adalah

Hasil penelitian ini ditemukan bahwa pada ekstrak daun kelor terdapat senyawa flavonoid, tannin, terpenoid, alkaloid, dan saponin.. Indonesia is a country that has

Dari hasil analisis hubungan bernilai positif dari variabel pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung terhadap efektivitas kerja maka sudah saatnya pimpinan

Untuk menghindari pembahasan yang lebih luas, maka penulis membatasi penelitian ini tentang pengaruh budaya kerja yang terdiri dari pengamatan pola kerja, gaya kepemimpinan

Listrik Kerakyatan didefinisikan sebagai suatu model penyediaan dan pengembangan energi listrik yang terdiri dari bauran pembangkit sederhana skala kecil dari energi bersih

kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang

Pengabdian kepada masyarakat ini dilakukan di Desa Menganti Kecamatan Kesugihan. Tujuan dari pengabdian kepada masyarakat ini adalah memberikan pemahaman kepada penderita