KARYA TULIS ILMIAH
EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTITUBERKULOSIS PADA PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PARU SIDAWANGI JAWA BARAT PERIODE JANUARI - JUNI 2015
Disusun oleh Nanda Kusumawardhani
20120350079
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
KARYA TULIS ILMIAH
EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTITUBERKULOSIS PADA PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PARU SIDAWANGI JAWA BARAT PERIODE JANUARI - JUNI 2015
Disusun oleh Nanda Kusumawardhani
20120350079
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
ii
HALAMAN PENGESAHAN
EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTITUBERKULOSIS PADA PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PARU SIDAWANGI
JAWA BARAT PERIODE JANUARI - JUNI 2015 Disusun oleh
Nanda Kusumawardhani 20120350079
Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal 28 Desember 2016 Dosen Pembimbing
Indriastuti Cahyaningsih, M. Sc., Apt. NIK. 19850526201004173121
Dosen Penguji 1 Dosen Penguji 2
Bangunawati Rahajeng M.Si., Apt Pramitha Esha N. D., M.Sc., Apt NIK: 19701105201104173154 NIK: 19860811201504173239
Mengetahui,
Kepala Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
iii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Nanda Kusumawardhani NIM : 20120350079
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk
apapun dalam perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan melalui penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan tercantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir
Karya Tulis Ilmiah ini.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Yogyakarta, 14 Agustus 2016
Yang membuat peryataan
iv
MOTTO
( ْ ص ل ْح ْشن ْملأ 1
( ْ ْنع انْعض ) 2
( ْ ظ ض ْنأ َلا ) 3
( ْ ل انْعف ) 4
عم َنإف )
( اً ْسي ْسعْلا 5
( اً ْسي ْسعْلا عم َنإ ) 6
( ْبصْناف تْغ ف ا إف ) 7
( ْبغْ اف ِب لإ ) 8
) Artinya :
“Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?,(1) Dan Kami telah
menghilangkan dari padamu bebanmu,(2) yang memberatkan punggungmu? (3)
Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu. (4) Karena sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan, (5) sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan.(6) Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan),
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirabbil‟alamin….
Akhirnya aku sampai ke masa ini, dimana satu langkah telah terlewati yang telah Engkau hadiahkan kepadaku dan akan ku persembahkan kepada kedua orang tuaku. Tak henti-hentinya aku mengucap syukur pada-Mu ya Rabb… Dan salawat
serta salam kepada Rasulullah SAW dan para sahabat, umatnya hingga akhir jaman.
Semoga sebuah karya ini menjadi amal ibadah jariahku yang akan terus mengalir pahalanya dan akan bermanfaat bagi yang lainnya.. Karya ini aku persembahkan
kepada…
Mamah dan Papah
Karya Ilmiah ini aku persembahkan kepada kedua orangtuaku sebagai tanda bakti, hormat, saying dan terima kasih yang tak terhingga. Semoga ini menjadi langkah
awal untuk membahagiakan papah dan mamahku..
Kedua Adikku
(Abdul Azis dan Firmansyah Abdussyukur)
Untuk kedua adikku semoga ini menjadi contoh yang baik bagi kalian, ambil baiknya buang buruknya. Selama 4 tahun berpisah, rindu rasanya berkumpul bersama setiap saat, berebutan makanan, curhat-curhatan, beradu pendapat. Maaf selama ini belum bisa manejadi panutan yang terbaik untuk kalian, tapi mbak akan
selalu memberikan dan berusaha menjadi yang terbaik untuk kalian.
Teman-Teman Farmasi 2012
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum wr. wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Esa Pengasih lagi Maha Penyayang karena atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian karya tulis ilmiah yang berjudul “Evaluasi Penggunaan Obat Antituberkulosis Pada Pasien Rawat Jalan Di Rumah Sakit Paru Sidawangi Jawa Barat Periode Januari - Juni 2015” dengan penuh kemudahan. Penelitian ini diajukan sebagai bagian dari tugas akhir dalam rangka menyelesaikan studi di Program Studi Farmasi di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini, penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih setulusnya kepada :
1. dr. H. Ardi Pramono, Sp.An., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
2. Sabtanti H., Ph.D, M. Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi yang telah memberi izin dalam pelaksanaan penelitian Ilmiah ini. 3. Indriastuti Cahyaningsih, M. Sc., Apt. selaku dosen pembimbing
yang selalu membimbing kami dalam melaksanakan penelitian ini.
4. Bangunawati Rahajeng M.Si., Apt. Selaku dosen penguji 1, terima kasih atas masukan yang telah diberikan dan Rima Erviana, M.Sc, Apt. Selaku dosen penguji 2 terima kasih atas masukan yang telah diberikan.
5. Seluruh staff pengajaran, program studi Farmasi Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
6. Kedua orang tuaku yang selalu memberi dukungan serta doa. 7. Bapak Bambang Sukaryanto beserta keluarga
8. Teman-Teman Aspartic Farmasi Angkatan 2012
9. Rumah Sakit Paru Sidawangi yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas selama penelitian berlangsung
Akhirnya penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan. Untuk itu saran dan kritik yang kontruktif akan sangat membantu agar proposal karya tulis ilmiah ini dapat menjadi lebih baik.
Yogyakarta, 4 November 2016
Penulis
vii
DAFTAR ISI
KARYA TULIS ILMIAH ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
INTISARI ... xi
ABSTRACT ... xii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 4
E. Keaslian Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
A. TUBERKULOSIS ... 7
1. Pengertian Tuberkulosis ... 7
2. Patofisiologi Tuberkulosis ... 8
3. Tanda dan Gejala ... 8
4. Klasifikasi TB ... 9
5. Diagnosis Tuberkulosis ... 14
B. Pengobatan Tuberkulosis ... 17
C. Obat Tuberkulosis (OAT)... 20
D. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis ... 22
E. Pengobatan Rasional ... 23
F. KERANGKA KONSEP ... 25
G. Keterangan Empirik ... 25
BAB III METODE PENELITIAN ... 26
A. Rancangan Penelitian ... 26
viii
C. Populasi ... 26
D. Sampel ... 26
E. Kriteria Inklusi Dan Eksklusi ... 27
1. Kriteria Inklusi ... 27
2. Kriteria Ekslusi ... 28
F. Definisi Operasional... 28
G. Alat dan Bahan Penelitian ... 29
H. Cara Kerja ... 30
I. Skema Langkah ... 31
J. Analisis Data ... 32
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 34
1. Sampel Penelitian ... 34
2. Deskripsi Karakteristik Sampel... 34
a. Jenis Kelamin ... 34
b. Usia ... 36
c. Berat badan ... 37
d. Kultur Bakteri ... 38
3. Gambaran Pengobatan ... 38
a. Kategori obat Antituberkulosis... 38
b. Pemberian Vitamin ... 40
4. Evaluasi Pengobatan ... 41
a. Tepat Diagnosis ... 41
b. Tepat Indikasi ... 43
c. Tepat Pemilihan Obat ... 45
e. Tepat Interval Waktu Pemberian ... 48
f. Tepat Lama Pemberian ... 50
5. Hasil Pengobatan ... 52
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 53
A. Kesimpulan ... 53
B. Saran ... 53
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Paduan Dosis OAT KDT Kategori-1 ... 19
Tabel 2. Dosis Untuk Paduan OAT KDT Kategori 2 ... 20
Tabel 3. Distribusi Pasien Berdasarkan Kategori Tepat Diagnosis ... 42
Tabel 4. Distribusi Pasien Berdasarkan Tepat Indikasi ... 43
Tabel 5. Distribusi Pasien Berdasarkan Indikasi Penggunaan Multivitamin ... 45
Tabel 6. Distribusi Pasien Berdasarkan Tepat Pemilihan Obat ... 45
Tabel 7. Distribusi Pasien Berdasarkan Tepat Dosis Kategori 1 ... 47
Tabel 8. Distribusi Pasien Berdasarkan Tepat Dosis Kategori 2 ... 48
Tabel 9. Distribusi Pasien Berdasarkan Tepat Interval Waktu Pemberian ... 49
Tabel 10. Tepat Lama Pemberian Kategori 1 ... 50
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Alur Diagnosis TB Paru ... 16
Gambar 2. Kerangka Konsep ... 25
Gambar 3. Skema Langkah ... 31
Gambar 4. Persentase Berdasarkan Jenis Kelamin ... 34
Gambar 5. Persentase Berdasarkan Usia ... 36
Gambar 6. Persentase Berdasarkan Berat Badan ... 37
Gambar 7. Persentase Berdasarkan Kultur Bakteri ... 38
Gambar 8. Persentase Berdasarkan Kategori Pengobatan ... 38
xi
INTISARI
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Penelitian ini bertujuan mengetahui pola pengobatan pada terapi tuberkulosis berdasarkan tepat diagnosis, tepat indikasi, tepat pemilihan obat, tepat dosis, tepat interval waktu pemberian, dan tepat lama pemberian di Rumah Sakit Sidawangi periode Januari – Juni 2015, berdasarkan Pedoman Pengobatan Tuberkulosis Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2014.
Penelitian ini berupa penelitian deskriptif yang bersifat non eksperimental dengan menggunakan desain cross-sectional. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif pada bulan Januari – Juni 2015. Penelitian ini menyertakan 126 pasien dari data rekam medis untuk mendapatkan pola pengobatan TB untuk selanjutnya dianalisis ketepatan penggunaannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 71 pasien (56%) pasien mendapatkan terapi TB kategori 1 yakni (2(RHZE)/4(RH)3 dan 55 pasien (46%) pasien mendapatkan terapi TB kategori 2 yakni (2(RHZE)S/(RHZE)/5(HR)3E3. Evaluasi pengobatan TB pada pasien menunjukkan tepat diagnosis (100%), tepat indikasi (100%), tepat pemilihan obat (99,20%), tepat dosis (99,20%), tepat lama pemberisn obat pada kategori 1 sebanyak 58 pasien dari 71 pasien (81,69%) dan kategori 2 52 pasien dari 55 pasien (96,29%), tepat interval waktu pemberian sebanyak (100%).
xii
ABSTRACT
Tuberculosis (TB) is an infectious disease caused by TB bacteria (Mycobacterium tuberculosis). Most of the TB attack the lungs, but can attack on other organs. The aims of this study is to assess the pattern of treatment based on correct of diagnosis, indications, drug selection, dosage, intervals of administration, and duration of administration in Hospital of Sidawangi period January - June 2015, based on the Guidelines for Treatment of Tuberculosis from Ministry of Health in the Republic of Indonesian on 2014.
This research is a non experimental study with cross-sectional design. Data were collected retrospectively in January - June 2015. This study was included 126 patients and the data were colleted from medical records to get TB treatment pattern.
The results showed that 71 patients (56%) patients receiving TB treatment category 1 which is (2 (RHZE) / 4 (RH) 3 and 55 patients (46%) received tuberculosis therapy category 2 which is (2 (RHZE) S / ( RHZE) / 5 (HR) 3E3. The evaluation of tuberculosis treatment in patients showing exact diagnosis (100%), appropriate indications (100%), the proper selection of drugs (99.20%), the right dosage (99.20%), proper old administration drug in category 1 in 58 patients out of 71 patients (81.69%) and category 2 52 patients of 55 patients (96.29%), the exact time interval giving a total of (100%).
xi
INTISARI
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Penelitian ini bertujuan mengetahui pola pengobatan pada terapi tuberkulosis berdasarkan tepat diagnosis, tepat indikasi, tepat pemilihan obat, tepat dosis, tepat interval waktu pemberian, dan tepat lama pemberian di Rumah Sakit Sidawangi periode Januari – Juni 2015, berdasarkan Pedoman Pengobatan Tuberkulosis Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2014.
Penelitian ini berupa penelitian deskriptif yang bersifat non eksperimental dengan menggunakan desain cross-sectional. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif pada bulan Januari – Juni 2015. Penelitian ini menyertakan 126 pasien dari data rekam medis untuk mendapatkan pola pengobatan TB untuk selanjutnya dianalisis ketepatan penggunaannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 71 pasien (56%) pasien mendapatkan terapi TB kategori 1 yakni (2(RHZE)/4(RH)3 dan 55 pasien (46%) pasien mendapatkan terapi TB kategori 2 yakni (2(RHZE)S/(RHZE)/5(HR)3E3. Evaluasi pengobatan TB pada pasien menunjukkan tepat diagnosis (100%), tepat indikasi (100%), tepat pemilihan obat (99,20%), tepat dosis (99,20%), tepat lama pemberisn obat pada kategori 1 sebanyak 58 pasien dari 71 pasien (81,69%) dan kategori 2 52 pasien dari 55 pasien (96,29%), tepat interval waktu pemberian sebanyak (100%).
xii
ABSTRACT
Tuberculosis (TB) is an infectious disease caused by TB bacteria (Mycobacterium tuberculosis). Most of the TB attack the lungs, but can attack on other organs. The aims of this study is to assess the pattern of treatment based on correct of diagnosis, indications, drug selection, dosage, intervals of administration, and duration of administration in Hospital of Sidawangi period January - June 2015, based on the Guidelines for Treatment of Tuberculosis from Ministry of Health in the Republic of Indonesian on 2014.
This research is a non experimental study with cross-sectional design. Data were collected retrospectively in January - June 2015. This study was included 126 patients and the data were colleted from medical records to get TB treatment pattern.
The results showed that 71 patients (56%) patients receiving TB treatment category 1 which is (2 (RHZE) / 4 (RH) 3 and 55 patients (46%) received tuberculosis therapy category 2 which is (2 (RHZE) S / ( RHZE) / 5 (HR) 3E3. The evaluation of tuberculosis treatment in patients showing exact diagnosis (100%), appropriate indications (100%), the proper selection of drugs (99.20%), the right dosage (99.20%), proper old administration drug in category 1 in 58 patients out of 71 patients (81.69%) and category 2 52 patients of 55 patients (96.29%), the exact time interval giving a total of (100%).
1
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (World
Health Organization (WHO), 2013).
Pada tahun 2012, sebanyak 8,6 juta orang terinfeksi TB dan sebanyak
1,3 juta orang meninggal karena TB, termasuk 320.000 orang meninggal
karena penyakit TB dan Human Immunodeficiency Virus (HIV). Orang
dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah memiliki risiko yang jauh lebih
besar dari sakit TB. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia
produktif secara ekonomis (15-50 tahun) (WHO, 2013).
Lebih dari 95% kematian akibat TB terjadi di negara yang
berpenghasilan rendah dan menengah. Penyebab kematian terbesar kelima
pada wanita dengan rentan usia 15-44 tahun. Tingkat kematian TB
menurun 45% antara tahun 1990 hingga 2013, diperkirakan sekitar 37
juta jiwa diselamatkan melalui diagnosa dan pengobatan TB yang sesuai
dengan kondisi penderita (WHO, 2013).
Menurut Kemenkes, pada tahun 2013 di Indonesia jumlah kasus
(Basil Tahan Asam) BTA positif sebanyak 196.310, menurun
dibandingkan dengan tahun 2012 sebesar 201.301 kasus. Jumlah
Jawa Tengah. Kasus terbesar di tiga provinsi tersebut hampir sebesar
40% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia. Provinsi dengan
prevalensi TB paru tertinggi yaitu Jawa Barat sebesar 0,7% .
Pengobatan TB dilakukan dengan tujuan untuk menyembuhkan
penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan
rantai penularan, dan mencegah terjadinya resistensi kumat terhadap Obat
Anti Tuberkulosis (OAT). Pengobatan TB harus diberikan dalam bentuk
kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat
sesuai dengan kategori pengobatan yang dibutuhkan penderita TB (WHO,
2009).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nurul pada tahun 2011,
pengobatan TB yang dilakukan di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit
Umum Daerah Banyudono Kabupaten Boyolali, ketepatan dosis yang
diberikan kepada Penderita TB sebanyak 82,22%, dan ketepatan lama
pengobatan (6 bulan) sebanyak 75,56%. Persentase yang tidak maksimal
ini menyebabkan resistensi pada bakteri TB dan dalam pengobatan
berikutnya dilakukan lebih lama dan mahal.
Setiap penyakit ada obatnya. Demikianlah sebagian dari pelajaran
yang dapat kita petik dari hadist Nabi Shallallahu‟alaihi wa sallam
berikut:
(
3
“Dari sahabat Jabir Radhiyallahu anhu, dari Rasulullah Shallallahu
„alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Setiap penyakit ada obatnya, dan
bila telah ditemukan dengan tepat obat suatu penyakit, niscaya akan
sembuh dengan izin Allah Azza wa Jalla” (HR Muslim).
Tingginya kasus TB yang terjadi dan selalu meningkat di
Indonesia maupun di dunia membuat peneliti ingin mengetahui bagaimana
pengobatan TB yang dilakukan pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit
Paru (RSP) Sidawangi Jawa Barat periode Januari - Juni 2015. Alasan
peneliti ingin meneliti di RSP Sidawangi karena prevalensi TB paru di
Jawa Barat paling tinggi di Indonesia sebanyak 62.225 orang (Dinkes,
2012) dan RSP Sidawangi merupakan Rumah Sakit khusus penyakit paru
yang berada di Jawa Barat yang menjadi rujukan dalam penanggulangan
penyakit TB.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pola pengobatan antituberkulosis pasien rawat jalan
di RSP Sidawangi Jawa Barat periode Januari - Juni 2015?
2. Bagaimana kesesuaian terapi TB pada pasien rawat jalan di RSP
Sidawangi Jawa Barat periode Januari - Juni 2015
dibandingkan dengan Pedoman Nasional Penanggulangan
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Mengetahui pola pengobatan antituberkulosis pasien rawat jalan
di RSP Sidawangi Jawa Barat periode Januari - Juni 2015.
2. Mengetahui tingkat kesesuaian penggunaan obat antituberkulosis
pasien rawat jalan di RSP Sidawangi Jawa Barat periode
Januari - Juni 2015 yang dilihat dari tepat diagnosis, tepat
indikasi, tepat pemilihan obat, tepat dosis, tepat interval waktu
pemberian dan tepat lama penggunaan dibandingkan dengan
Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis dari Depkes
RI tahun 2014.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti lain
Dengan penelitian ini, diharapkan dapat sebagai acuan dalam
pengembangan penelitian selanjutnya tentang peresepan obat
antituberkulosis.
2. Bagi Rumah Sakit Khusus Paru
Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan dapat sebagai
gambaran dalam melaksanakan intervensi yang tepat bagi penderita
tuberkulosis yang menjalani pengobatan antituberkulosis di Rumah
5
3. Bagi Peneliti
Mengembangkan wawasan ilmu pengetahuan tentang peresepan
obat antituberkulosis.
E. Keaslian Penelitian
Sejauh penelusuran yang dilakukan penulis, beberapa penelitian
yang terkait “Evaluasi Penggunaan Obat Antituberkulosis Pada Pasien
Rawat Jalan Di RSP Sidawangi Jawa Barat Periode Januari - Juni 2015”
(Kajian : Ketepatan Terapi)” antara lain :
1. Evaluasi Pengobatan Tuberkulosis pada Pasien Rawat Inap di
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Periode 1
Januari-31 Desember 2009. Hasil dari penelitian ini, penderita
TB yang menggunakan OAT (Obat Antituberkulosis) tunggal
sebanyak 1 pasien (2,94%), OAT kombinasi sebanyak 31
penderita (91,18%) dan tanpa menggunakan OAT sebanyak 2
pasien (5,88%). Sebanyak 24 penderita TB atau sekitar (75%)
terapi yang diberikan sesuai, dan 8 penderita TB sekitar
(25%) tidak sesuai. Tingkat kesesuaian dosis OAT, sesuai pada
12 penderita (37,5%) dan tidak sesuai pada 20 pasien
(62,5%). Sebanyak 28 penderita TB (82,35%) kondisinya
membaik, pulang paksa sebanyak 1 pasien (2,94%), dan
meninggal sebanyak 5 pasien (14,71%) (Pratiwi, 2009).
2. Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis pada
Rumah Sakit Umum Daerah Banyudono Kabupaten Boyolali
Periode Januari-Agustus 2010. Hasil dari penelitian ini,
ketepatan obat menunjukkan hasil 100%, ketepatan indikasi
menunjukkan hasil 100%, ketepatan dosis sebanyak 82,22%,
dan ketepatan lama pengobatan (6 bulan) sebanyak 75,56%.
(Kusuma, 2011).
Perbedaan penelitian ini dengan peneitian sebelumnya,
dilakukan di rumah sakit, sampel, dan dilaksanakan dalam waktu
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TUBERKULOSIS
1. Pengertian Tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis atau kuman TB. Sebagian
bakteri ini menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh
lainnya (Depkes RI, 2011). Manusia adalah satu-satunya tempat untuk
bakteri tersebut menyerang. Bakteri ini berbentuk batang dan
termasuk bakteri aerob obligat (Todar, 2009).
Bakteri Mycobacterium tuberculosis tidak menghasilkan spora
dan toksin. Bakteri ini memiliki panjang dan tinggi antara 0,3 - 0,6
dan 1 - 4 µm, pertumbuhan bakteri ini lambat dan bakteri ini
merupakan bakteri pathogen makrofag intraselluler (Ducati dkk, 2006).
Pada saat penderita TB batuk dan bersin kuman menyebar
melalui udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei) dimana
terdapat 3.000 percikan dahak dalah sekali batuk (Depkes RI, 2007).
M. tuberculosis ditularkan melalui percikan ludah. Infeksi primer dapat
2. Patofisiologi Tuberkulosis
Bila terinplantasi Mycobacterium tuberculosis melalui saluran
nafas, maka mikroorganisme akan membelah diri dan terus
berlangsung walaupun cukup pelan. Nekrosis jaringan dan klasifikasi
pada daerah yang terinfeksi dan nodus limfe regional dapat terjadi,
menghasilkan radiodens area menjadi kompleks Ghon. Makrofag
yang terinaktivasi dalam jumlah besar akan mengelilingi daerah yang
terdapat Mycobacterium tuberculosis sebagai bagian dari imunitas
yang dimediasi oleh sel. Hipersensitivitas tipe tertunda, juga
berkembang melalui aktivasi dan perbanyakan limfosit T. Makrofag
membentuk granuloma yang mengandung organisme (Sukandar dkk.,
2009).
Setelah kuman masuk ke dalam tubuh manusia melalui
pernafasan, bakteri TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian
tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfa,
saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh
lainnya (Depkes RI, 2005).
3. Tanda dan Gejala
Gejala TB pada umumnya penderita mengalami batuk dan
berdahak terus-menerus selama 2 minggu atau lebih, yang disertai
dengan gejala pernafasan lain, seperti sesak nafas, batuk darah nyeri
9
badan menurun, berkeringan malam walaupun tanpa kegiatan, dan
demam meriang lebih dari sebulan (WHO, 2009).
4. Klasifikasi TB
Klasifikasi TB ditentukan dengan tujuan agar penetapan Obat
Antituberkulosis (OAT) sesuai dan sebelum pengobatan dilakukan ,
penderita TB diklasifikasikan menurut Depkes RI, 2014:
a. Lokasi anatomi dari penyakit
1) Tuberkulosis paru adalah TB yang terjadi pada parenkim paru.
Limfadenitis TB di rongga dada atau efusi pleura tanpa terdapat
gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru, dinyatakan
sebagai TB ekstra paru. Pasien yang menderita TB paru dan
menderita TB ekstra paru diklasifikasikan sebagai pasien TB paru.
b. Riwayat pengobatan dari penyakit sebelumnya
1) Pasien baru TB adalah pasien yang belum pernah mendapatkan
pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah mengonsumsi Obat
Antituberkulosis (OAT) namun kurang dari 1 bulan atau kurang
dari 28 dosis.
2) Pasien yang pernah diobati TB adalah pasien yang sebelumnya
sudah pernah mengonsumsi OAT selama 1 bulan atau lebih (≥28
dosis). Kemudian pasien diklasifikasikan berdasarkan hasil
a) Pasien kambuh adalah pasien TB yang pernah dinyatakan
sembuh atau pengobatan lengkap kemudian didiagnosis TB
berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis.
b) Pasien yang diobati kembali setelah gagal adalah pasien TB
yang pernah diobati kemudian dinyatakan gagal pada
pengobatan terakhir.
c) Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to
follow-up) adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan
lost to follow (klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai
pengobatan pasien setelah putus berobat).
d) Lain-lain adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil
pengobatan akhir pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
3) Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
c. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
Pada klasifikasi ini pasien dikelompokkan berdasarkan hasil uji
kepekaan contoh uji dari Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT
dan dapat berupa:
a) Mono resistan (TB MR) adalah resistan terhadap salah satu jenis
OAT lini pertama.
b) Poli resistan (TB PR) adalah resistan terhadap lebih dari satu jenis
OAT lini pertama selain isoniazid (H) dan rifampisin (R) secara
11
c) Multi drug resistan (TB MDR) adalah resisten terhadap isoniazid
(H) dan rifampisisn (R) secara bersamaan.
d) Extensive drug resistan (TB XDR) adalah TB MDR yang juga
resisten terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan
resistan minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan
seperti kanamisin, kapreomisin, dan amikasin.
e) Resistan Rifampisin (TB RR) adalah resistan terhadap rifampisisn
dengan atau tanpa resistan terhadap OAT jenis lain yang terdeteksi
menggunakan uji genotip (tes cepat) atau metode fenotip
(konvensional).
d. Klasifikasi pasien TB berdasarkan status Human Immunodeficiency
Virus (HIV)
1) Pasien TB dengan HIV positif (pasien ko-infeksi TB/HIV) adalah
pasien TB dengan hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang
mengonsumsi Obat Antiretroviral (ART) atau hasil tes hiv positif
pada saat pasien tersebut didiagnosis TB.
2) Pasien TB dengan HIV negatif sebelumnya atau hasil tes HIV
negatif pada saat pasien tersebut didiagnosois TB dengan catatan:
Apabila pada pemeriksaan yang dilakukan selanjutnya ternyata
hasil tes HIV menjadi positif, pasien tersebut harus disesuaikan
3) Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui adalah pasien TB
tanpa ada bukti pendukung dari hasil tes HIV yang telah dilakukan
saat diagnosis TB ditetapkan dengan catatan:
Apabila pada saat pemeriksaan selanjutnya dapat diperoleh hasil
tes HIV, pasien harus disesuaikan kembali klasifikasinya
berdasarkan hasil tes HIV terakhir yang dilakukan.
Berikut klasifikasi TB menurut Depkes RI, 20011 sebagai berikut:
a. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak
mikroskopis, yaitu pada TB paru.
1) Tuberkulosis paru Basil Tahan Asam (BTA) positif
a) Sekurang-kurangnya spesimen dahak Sewaktu - pagi
- sewaktu (SPS) 2 dari 3 spesimen dahak hasilnya
positif.
b) Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan
menunjukkan gambaran tuberkulosis pada foto toraks
penderita.
c) Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA dan biakan
kuman TB positif.
d) Satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif
setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan
yang dilakukan sebelumnya negatif dan tidak ada
13
2) Tuberkulosis paru BTA negatif
b. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan penderita
sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu:
1) Kasus baru
Merupakan Penderita yang belum pernah diobati dengan
OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu
bulan (empat minggu).
2) Kambuh (Relaps)
Merupakan Penderita TB yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh
atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dan
hasilnya BTA positif.
3) Kasus setelah putus berobat (Default)
Penderita yang telah berobat dan putus berobat dua
bulan atau lebih dengan hasil BTA positif.
4) Kasus setelah gagal (Failure)
Penderita yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif
atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau
lebih selama penderita menjalani pengobatan
5) Kasus pindahan (Transfer In)
Penderita yang dipindahkan dari UPK yang memiliki
6) Kasus lainnya
Semua kasus TB lain yang tidak termasuk ketentuan di
atas. Kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu
penderita dengan hasil pemeriksaan masih menunjukkan
BTA yang masih positif setelah selesai pengobatan
ulang kategori 2.
5. Diagnosis Tuberkulosis
Berikut pemeriksaan untuk mendiagnosis TB menurut Depkes
2014:
a. Pemeriksaan dahak mikroskopis
Pemeriksaan ini berfungsi untuk menegakkan diagnosis,
menilai pengobatan yang telah dilakukan, dan menentukan potensi
penularan TB. Dilakukan dengan mengumpulkan tiga spesimen
dahak yang dikumpulkan dalam dua hari berupa
Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).
a) S (Sewaktu): Dikumpulkan pada saat suspek TB datang
berkunjung pertama kali dan pada saat pulang diberi
sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi di
15
b) P (Pagi): Dikumpulkan di rumah pada hari kedua di
pagi hari. Pada saat bangun tidur segera dikumpulkan
dan diserahkan sendiri ke petugas di Fasyankes.
c) S (Sewaktu): Dikumpulkan di hari kedua pada saat
mengumpulkan dahak pagi.
b. Pemeriksaan penunjang
a) Tes Tuberkulin Intradermal (Mantoux): Dilakukan dengan
cara penyuntikan pada intakutan. Bila positif, menunjukkan
adanya infeksi TB. Namun, uji tuberkulin dapat negatif
pada anak TB berat dengan anergi (malnutrisi, penyakit
sangat berat, pemberian imunosupresif, dan lain-lain)
(Raharjoe dan Setyanto, 2008).
b) Reaksi cepat BCG (Bacille Calmette-Guerin): Disuntikkan
ke kulit. Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat
(dalam 3-7 hari) berupa kemerahan dan indurasi > 5 mm,
maka orang tersebut telah terinfeksi oleh Mycobacterium
tuberculosis (Depkes RI, 2005).
c) Pemeriksaan Radiologi: Pada pemeriksaan ini sering
menunjukkan adanya TB, tetapi hampir tidak dapat
mendiagnosis karena hampir semua manifestasi klinis TB
dapat menyerupai penyakit-penyakit lainnya (Price dan
d) Pemeriksaan Bakteriologik: Pada pemeriksaan ini yang
paling penting adalah pemeriksaan sputum (Price dan
Standridge, 2005).
Berikut alur diagnosis TB paru dalam bentuk skema menurut Depkes
[image:32.595.163.491.265.637.2]RI tahun 2014 (Gambar 1).
Gambar 1. Alur Diagnosis TB Paru Keterangan gambar pada gambar 1:
1. Suspek TB paru: seseorang dengan batuk berdahak selama 2 -
3 minggu atau lebih dengan atau tanpa gejala lain Suspek TB
paru
Pemeriksaan dahak mikroskopis = sewaktu,
pagi, sewaktu (SPS)
Hasil BTA +++ ++-
TB
Hasil BTA +--
Foto toraks dan pertimbangan
dokter
TB
bukan TB
Pemeriksaa n dahak mikroskopis
Hasil BTA ---
Antibiotik Non OAT
Tidak ada perbaikan
pemeriksaan dahak mikroskopis
hasil BTA +++ + + + + - +
TB
hasil BTA - - -
foto toraks dan pertimbangan dokter
bukan TB
TB Ada perbaikan
17
2. Antibiotik non OAT: Antibiotik spektrum luas yang tidak
memiliki efek anti TB (jangan gunakan fluorokuinolon).
B. Pengobatan Tuberkulosis
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, memperbaiki
kualitas hidup, meningkatkan produktivitas pasien, mencegah kematian,
kekambuhan dan memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap obat antiberkulosis (OAT) (WHO, 2009).
Panduan OAT disediakan dalam bentuk paket kombinasi berupa
Kombinasi Dosis Tetap (KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari
kombinasi 2 atau 4 jenis obat yang dikemas dalam satu tablet. Dosisnya
disesuaikan dengan berat badan penderita TB. Sediaan seperti ini dibuat
dengan tujuan agar memudahkan dalam pemberian obat dan menjamin
kelangsungan pengobatan sampai pengobatan tersebut selesai dilakukan
(Depkes, 2014).
a. Prinsip pengobatan
1) Diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat
dengan jumlah yang cukup dan dosis yang tepat. Jangan
menggunakan OAT tunggal (monoterapi).
2) Dilakukan pengawasan langsung (DOT = Direct Observed
Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
3) Diberikan dalam dua tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan
b. Tahap Pengobatan TB
1) Tahap Awal
Pada tahap ini, penderita mendapatkan OAT setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung. Penderita TB tidak akan
menular dalam kurun waktu dua minggu jika pengobatan
yang diberikan pada tahap intensif ini tepat. Sebagian besar
penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif dalam dua
bulan (Depkes, 2014).
2) Tahap Lanjutan
Pada tahap ini, penderita mendapatkan obat yang lebih sedikit
dari tahap awal namun pengobatan yang dilakukan lebih lama
yaitu selama 4-6 bulan. Tahap lanjutan diperuntukkan agar
kuman persister (dormant) mati sehingga tidak menyebabkan
kekambuhan. (Depkes, 2014).
c. Panduan OAT lini pertama
Paduan OAT menurut Depkes RI tahun 2014
1) Kategori-1 (2(HRZE)/ 4(HR)3)
Kombinasi OAT ini diberikan untuk penderita TB
pasien baru, pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis, pasien TB
paru terdiagnosis klinis dan TB ekstra-paru. Sediaan ini dalam
bentuk paket obat kombinasi dosis tetap (KDT) yang terdiri dari
isoniazid (H), rifampisin (R). pirazinamid (Z), dan etambutol (E).
19
pasien yang dikemas dalam satu paket untuk satu pasien. Tabel 1
[image:35.595.135.488.199.316.2]menjelaskan tentang paduan OAT KDT kategori-1:
Tabel 1. Paduan Dosis OAT KDT Kategori-1
Berat Badan
(kg)
Tahap Intensif Tiap hari selama 56 hari RHZE (150/75/400/275)
Tahap lanjutan 3x seminggu selama 16
minggu RH (150/150)
30-37 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT 38=54 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT 55-70 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥71 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
2) Kategori-2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)
Untuk kategori ini, tahap intensif dilakukan selama 3
bulan terdiri dari 2 bulan INH, rifampisin, pirazinamid,
ethambutol, dan streptomisisn kemudian dilanjutkan dengan
INH, Rifampisin, Pirazinamid, dan Ethambutol selama 1 bulan.
Setelah itu melalui berikutnya yaitu tahap lanjutan selama 5
bulan dengan HRE diberikan tiga kali seminggu.
Penggunaan OAT diberikan pada penderita TB dengan
BTA positif yang telah diobat sebelumnya, misalnya penderita
TB yang kambuh (relaps), mengalami kegagalan terapi
(failure), dan dengan pengobatan setelah putus berobat (after
default). Sediaan pada Tabel 2 di bawah ini berbentuk KDT yang
telah dikemas satu paket untuk satu pasien dengan dosis yang telah
ditetapkan menurut berat badan pasien. Tabel 2 menjelaskan
Tabel 2. Dosis Untuk Paduan OAT KDT Kategori 2
Berat Badan
Tahap Intensif Tiap Hari RHZE (150/75400/275) Tahap Lanjutan 3 kali seminggu RH
(150/150) + E (400) Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu 30-37 kg 2 tab 4KDT + 500mg
Streptomisin inj
2 tab 4KDT 2 tab 2KDT + 2 tab Ethambutol 38-54 kg 3 tab 4KDT + 750mg
Streptomisin inj
3 tab 4KDT 3 tab 2KDT + 3 tab Ethambutol 56-70 kg 4 tab 4KDT + 1000mg
Streptomisin inj
4 tab 4KDT 4 tab 2KDT + 4 tab Ethambutol
≥71 kg 5 tab 4KDT + 1000mg Streptomisin inj
5 tab 4KDT 5 tab 2KDT + 5 tab Ethambutol
C.Obat Tuberkulosis (OAT)
Obat-obat yang banyak digunakan dalam pengobatan TB,
yaitu isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin, dan ethambutol.
a. Isoniazid
Isoniazid atau biasa sering disebut dengan
Isonikotinil Hidrazid (INH). Obat ini adalah prodrug yang
diaktifkan oleh katalase-peroksida (KatG) mikrobakterium
bersifat tuberkulostatik. Mekanisme kerja INH menghambat
biosintesis asam mikolat, INH juga mencegah
perpanjangan rantai asam lemak yang sangat panjang yang
merupakan bentuk awal molekul asam mikolat. Absorbsi
obat terganggu bersama dengan makanan, khususnya
karbohidrat, atau dengan antasida yang mengandung
21
neuritis perifer diakibatkan oleh defisiensi pirodoksin,
penanganannya diberikan piridoksin (Vitamin B6) (Magliozzo,
2009).
b. Rifampisin
Rifampisin berasal dari jamur Streptomyces.
Mekanisme kerja rifampisisn menghalangi transkripsi dengan
berinteraksi dengan subunit B bakteri, menghambat sintesis
mRNA dengan menekan langkah inisiasi. Obat ini bersifat
bakterisidal. Efek samping yang sering terjadi, seperti mual,
muntah, dan ruam namun dapat ditoleransi. Rifampisin dapat
menginduksi sejumlah enzim sitokrom p450, rifampisin dapat
memendekkan waktu paruh obat lain yang diberikan secara
bersamaan (Magliozzo, 2009).
c. Pirazinamid
Pirazinamid adalah agen antituberkulosis sintetik yang
bersifat bakterisidal dan digunakan dalam kombinasi dengan
isoniazid, rifampisin, dan etambutol. Pirazinamid aktif
melawan basil tuberkel dalam lingkungan asam lisosom dan
d. Streptomisin
Obat ini bersifat bakteriostatik dan bakterisid
terhadap bakteri TB. Farmakokinetiknya, hampir semua
streptomisin berada dalam plasma dan hanya sedikit yang
berada dalam eritrosit. Efek samping streptomisin adalah
ototoksik, nefrotoksik, dan anemia aplastic (Magliozzo,
2009).
e. Ethambutol
Etambutol bersifat bakteriostatik. Mekanisme kerjanya
menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme
sel terhambat dan sel mati. Obat ini dapat diberikan
kombinasi bersama pirazinamid, rifampisisn, dan isoniazid.
Efek sampingnya, turunnya kemampuan pengelihatan,
hilangnya kemampuan membedakan warna, dan halusinasi.
Penghentian obat memulihkan gejala optik (Magliozzo, 2009).
D. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis
Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis dari
Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2014 dibuat dengan
tujuan untuk menurunkan angka kasus dan kematian yang disebabkan
oleh TB dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan kesehatan
23
Sasaran strategi dari Pedoman Nasional ini mengacu pada
rencana strategis kementrian kesehatan dari tahun 2009 sampai
dengan tahun 2014 yaitu menurunkan prevalensi TB dari 235 per
100.000 penduduk menjadi 224 per 100.000 penduduk (Depkes,
2011).
Sasaran pengguna pedoman ini ditujukan kepada petugas
kesehatan dan manager yang bertanggung jawab dalam managemen
pengendalian program TB ini pada tingkat pusat, provinsi,
kabupaten/kota dan pada tingkat pelayanan kesehatan lainnya.
Pedoman Penanggunangan TB ini juga bisa ditujukan kepada mereka
yang bekerja pada institusi pemerintahan dan swasta maupun
lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam penanggulangan
TB (Depkes, 2007).
E. Pengobatan Rasional
Pengobatan rasional adalah pengobatan yang sesuai dengan
kebutuhannya untuk periode waktu yang adekuat dan dengan harga
yang paling murah untuk pasien dan masyarakat (BinFar, 2011).
a) Tepat diagnosis
Untuk diagnosis yang tepat agar obat yang diberikan
sesuai dengan indikasi yang seharusnya.
b) Tepat indikasi penyakit
Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik.
Dengan demikian, pemberian obat ini hanya untuk
pasien yang memberi gejala adanya infeksi bakteri.
c) Tepat pemilihan obat
Keputusan ini dilakukan setelah diagnosis ditegakkan
dengan benar.
d) Tepat dosis
Kesesuaian dosis yang diberikan kepada pasien berdasarkan
kondisi pasien tersebut.
e) Tepat interval waktu pemberian
Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana
mungkin dan praktis agar mudah ditaati oleh pasien.
f) Tepat lama pemberian
Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya
25
F. Kerangka Konsep
Gambar 2. Kerangka Konsep
G. Keterangan Empirik
Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi terapi penggunaan
Antituberkulosis pada pasien Tuberkulosis, meliputi penggunaan terapi OAT,
macam-macam kategori penggunaan OAT, serta tatalaksana terapi OAT di
RSP Sidawangi periode 1 Januari - 30 Juni 2015. Tuberkulosis Pedoman
DEPKES RI 2014 Pengobatan TB
Tepat Indikasi
Tepat Dosis
Tepat Diagnosis
Tepat Obat
Tepat Interval Waktu Pemberian
26
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini berupa deskriptif non eksperimental dengan
menggunakan desain cross-sectional. Pengambilan data dilakukan secara
retrospektif berdasarkan rekam medik untuk mengetahui deskriptif atau
gambaran pengobatan pada penderita Tuberkulosis (TB) dan hasil evaluasi
pengobatan TB. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode simple
random sampling.
B. Lokasi dan Waktu
Lokasi penelitian dilakukan di RSP Sidawangi Cirebon Provinsi
Jawa Barat. Waktu pelaksanaan dilakukan pada 15 Juni - 5 Juli 2015.
C. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien tuberkulosis
yang memenuhi kriteria inklusi di RSP Sidawangi Cirebon terhitung sejak
1 Januari - 30 Juni 2015. Sampel pada penelitian ini adalah pasien
memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.
D. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah sebagian rekam medis pasien di
Rumah Sakit Paru Sidawangi periode I Januari – 30 Juni 2015. Besar sampel
27
Keterangan :
N = Jumlah populasi n = Jumlah sampel
a = Batas toleransi kesalahan
Berdasarkan rumus besar sampel di atas maka didapatkan nilai untuk
sampel pada penelitian ini adalah :
n = 126,02
E. Kriteria Inklusi Dan Eksklusi
1. Kriteria Inklusi
a. Pasien TB dan mengambil obat di RSP Sidawangi Periode
Januari - Juni 2015
c. Pasien dewasa yang berusia diatas 17 tahun
d. Pasien tuberkulosis yang mendapatkan obat kategori 1 dan 2
2. Kriteria Ekslusi
a. Rekam medik kurang lengkap
b. Pasien meninggal
c. Pasien dengan komplikasi
d. Pasien dirujuk ke Rumah Sakit lain
e. Pasien dengan resistensi
F. Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian
Variabel bebas yaitu pengobatan antituberkulosis dan variabel
tergantung yaitu kesesuaian terapi berdasarkan Depkes RI 2014 mengenai
pedoman nasional pengendalian tuberkulosis.
2. Definisi operasional pada penelitian ini :
a. Pasien tuberkulosis merupakan pasien yang terdiagnosis klinis
tuberkulosis kategori 1 dan 2 di Rumah Sakit Paru Sidawangi.
1) Kategori 1 adalah penderita baru TB paru BTA positif,
penderita TB paru negatif dengan rongent positif.
2) Kategori 2 adalah penderita TB kambuh (relaps), penderita
gagal (failure) dan penderita yang lalai dalam menjalani
29
b. Pengobatan rasional adalah kesesuaian pengobatan yang dinilai
berdasarkan ketepatan diagnosis, indikasi, pemilihan obat, dosis,
interval waktu pemberian, dan lama pengobatan.
1) Tepat diagnosis adalah diagnosis yang ditegakkan sesuai
dengan hasil pemeriksaan klinik dan gejala yang
dirasakan pasien.
2) Tepat indikasi adalah indikasi obat yang diberikan sesuai
dengan diagnosis yang ditegakkan.
3) Tepat pemilihan obat adalah obat yang diberikan kepada
pasien sesuai dengan diagnosis penyakit dan indikasi
obat.
4) Tepat dosis adalah dosis yang diberikan sesuai dengan
kondisi pasien.
5) Tepat interval waktu pemberian adalah waktu pemberian
obat yang sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
6) Tepat lama pengobatan adalah lamanya terapi sesuai
dengan aturan yang telah ditetapkan.
G. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat
Alat yang digunakan adalah Pedoman Nasional
2. Bahan
Bahan penelitian yang digunakan adalah data rekam medik
penderita TB di RSP Sidawangi yang menyajikan data
meliputi: identitas pasien (jenis kelamin, umur, dan berat
badan), hasil pemeriksaan lab, regimen dosis, penegakan
diagnosis penggunaan obat lain, lama pengobatan, hasil
pengobatan, kategori pengobatan, jenis kultur bakteri.
H. Cara Kerja
Secara garis besar, jalannya penelitian ini terbagi menjadi 3
tahap, yaitu:
1. Tahap persiapan terdiri dari:
a. Studi kepustakaan
b. Pembuatan proposal penelitian
c. Perijinan
2. Tahap pelaksanaan
a. Pengambilan data
Pengambilan data penderita yang terdiagnosis TB berdasarkan
rekam medik. Data yang dicatat meliputi, jenis kelamin,
usia, berat badan, diagnosis, jenis pemeriksaan, obat yang
digunakan, dosis, obat lain yang digunakan, dan lama
31
b. Pengolahan data
Penelusuran data dilakukan dengan mengindentifikasi satu
persatu data yang ada di dalam rekam medik kemudian
dibandingkan dan dianalisis sesuai dengan literatur, selanjutnya
hasil yang diperoleh disajikan dalam bentuk gambar pie setelah
itu dilakukan dikelompokkan data menurut diagnosis penderita
tuberkulosis paru, untuk memperoleh informasi tentang identitas
responden dan penggunaan obat anti tuberkulosis sudah tepat
dosis, tepat pasien, dan tepat obat, pembahasan, memperoleh
kesimpulan penelitian, penyusunan laporan, dan seminar.
I. Skema Langkah
Gambar 3. Skema Langkah
1. Studi kepustakaan 2. Pembuatan proposal penellitian
3. perijinan
Tahap pelaksanaan: 1. Pengambilan data pasien
2. Mencatat data pasien 3. Seleksi pasien
Tahap penyelesaian: 1. Kesimpulan 2. Penyusunan laporan
[image:47.595.186.431.421.716.2]J. Analisis Data
Analisis data penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif
untuk memperoleh gambaran tentang pengobatan TB di RSP Sidawangi
selama periode 1 Januari - 30 Juni 2015. Data yang didapatkan akan
disajikan dalam bentuk uraian, tabel, dan gambar. Setelah dilakukan
analisis hasil penelitian, kemudian dilakukan pembahasan dan dibuat
kesimpulan serta saran. Data tersebut diolah untuk mendapatkan
gambaran utama tentang:
1. Karakteristik penderita TB yang meliputi : usia, jenis kelamin,
kategori TB, dan hasil pemeriksaan laboratorium yang
menunjang diagnosis TB.
% =
x 100%
2. Gambaran pengobatan TB yang meliputi : evaluasi kesesuaian
penggunaan OAT berdasarkan Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis menurut DEPKES RI tahun
2014. Kemudian diolah dengan cara menghitung jumlah
penderita dan menghitung persentase terhadap total penderita.
1) Persentase penggunaan antituberkulosis berdasarkan
kategori pengobatan
% =
33
2) Persentase kesesuaian pengobatan
% =
x 100%
3) Persentase kesesuaian indikasi
% =
x 100%
4) Persentase kesesuaian diagnosis
% =
x 100%
5) Persentase kesesuaian interval waktu pemberian
% =
x 100%
6) Persentase kesesuaian dosis
% =
x 100%
7) Persentase kesesuaian lama pemberian
% =
34
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Sampel Penelitian
Sampel pada penelitian ini sebanyak 126 pasien. Pengambilan data
dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari –
Juni 2015. Metode pengambilan sampel menggunakan simpel random
sampling.
2. Deskripsi Karakteristik Sampel
a. Jenis Kelamin
Gambar 4. Persentase Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan gambar 4 di atas diperoleh informasi
gambaran sebagian besar responden memiliki jenis kelamin
perempuan sebanyak 71 pasien (56%) dan 55 pasien (44%)
laki-laki dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Akmallia pada tahun 2011 yang dilakukan di Balai Kesehatan
Paru Masyarakat Klaten, berdasarkan jenis kelamin sebagian Laki-laki (55
pasien) 44% Perempuan
(71 pasien) 56%
[image:50.595.145.483.346.553.2]35
responden ditemukan kasus terbanyak pada jenis kelamin
perempuan sebanyak 23 kasus (57,5%) dari 40 total kasus.
Prevalensi di dunia menurut WHO (2014) sebanyak 9,6 juta
orang terinfeksi penyakit TB diantaranya 5,4 juta orang berjenis
kelamin laki-laki, sebanyak 3,2 juta perempuan dan sebanyak 1,0
juta terjadi pada anak.
Sebagian besar negara pada umumnya angka kejadian lebih
tinggi laki-laki daripada perempuan namun ada beberapa negara
industri seperti Denmark, Inggris dan Wales angka kejadian TB
pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di usia produktif
namun ketika usia di atas 40 tahun angka kejadian TB lebih tinggi
laki-laki daripada perempuan (Mapp, 2003). Hal tersebut
disebabkan karena angka kejadian penyakit yang menekan sistem
imun seperti HIV dan penyakit immunodeficiency lainnya yang
terjadi pada wanita di usia produktif frekuensinya lebih besar
daripada laki-laki sehingga wanita lebih mudah terserang penyakit
(Holmes, 2008).
Di Negara berkembang salah satunya seperti Bangladesh
prevalensi TB pada laki-laki lebih banyak daripada perempuan
namun setelah dilakukannya penelitian ditemukan banyaknya
perempuan yang terinfeksi TB namun tidak melakukan pengobatan
sehingga hal tersebut mempengaruhi perhitungan jumlah kasus TB
berdasarkan jenis kelamin (Karim dkk, 2007).
[image:52.595.113.517.218.411.2]b. Usia
Gambar 5. Persentase Pasien Berdasarkan Usia
Berdasarkan gambar 5 di atas diperoleh informasi
gambaran sebagian besar responden berusia 41-50 tahun Sekitar
75% pasien TB adalah termasuk dalam kelompok usia produktif
(15-50 tahun) (Depkes RI, 2007). Hal tersebut menunjukkan bahwa
data hasil penelitian yang didapat sama dengan kasus yang terjadi
di Indonesia , bahwa pasien TB dengan usia produktif lebih banyak
dengan persentase sebanyak 67,47% dibandingkan dengan usia
lansia.
Di Eropa dan Amerika Utara, insiden tertinggi TB paru
terjadi pada usia dewasa muda. Di Afrika dan India prevalensi TB
meningkat seiring dengan peningkatan usia pada kedua jenis 10-20 tahun
(11 pasien) 9%
21-30 tahun (23 pasien)
18%
31-40 tahun (19 pasien
) 15% 41-50 tahun (32
pasien) 25%
51-60 tahun (25 pasien)
20% 61-80 tahun (16
pasien) 13%
37
kelamin. Pada wanita prevalensi mencapai maksimum pada usia
40-50 tahun dan kemudian berkurang dan pada laki-laki terus
meningkat hingga mencapai usia 60 tahun (Crofton dkk, 2002).
Pada penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Pratiwi
tahun 2011 ditemukan kasus terbanyak berdasarkan usia produktif
yaitu 15-50 tahun sebanyak 61,77%. Hal ini menjelaskan bahwa,
usia produktif masih menjadi kelompok dengan kasus kejadian
tertinggi untuk menderita TB, walaupun penelitian dilakukan pada
tepat dan periode yang berbeda.
c. Berat badan
Gambar 6. Persentase Pasien Berdasarkan Berat Badan
Data berat badan pasien dibutuhkan dalam rekam medik
untuk keperluan menentukan dosis yang harus diberikan kepada
pasien berdasarkan berat badan pasien. Rentang bobot terbanyak
menderita TB yaitu 38-54 kg sebanyak 86 kasus (68,25%). 30-37 kg (20
pasien) 16%
38-54 kg (86 pasien)
68% 55-80 kg (21
pasien) 16%
d. Kultur Bakteri
Gambar 7. Persentase Pasien Berdasarkan Kultur Bakteri
Pada penelitian ini kultur bakteri TB dibagi menjadi dua,
yaitu BTA negatif dan BTA positif. Sampel dengan hasil kultur
BTA negatif sebanyak 71 sampel (56,35%) dan BTA positif
sebanyak 55 sampel (43,65%). Untuk BTA negatif kemudian
dilakukan rongent untuk memastikan diagnosis.
3. Gambaran Pengobatan
a. Kategori obat Antituberkulosis
[image:54.595.146.477.115.293.2]
Gambar 8. Persentase Pasien Berdasarkan Kategori Pengobatan
BTA - (71 pasien)
56% BTA + (55
pasien)
44% BTA - (71 pasien)
BTA + (55 pasien)
Kategori 1 (71 pasien)
56% Kategori 2
(55 pasien)
44% Kategori 1 (71pasien)
39
Berdasarkan Pedoman Nasional Penanggulangan TB tahun
2014, kategori pengobatan TB dibagi menjadi 2 kategori dan
kategori anak. Tujuan dari penggolongan ini agar memudahkan
pengobatan karena standar terapi bagi setiap kategori berbeda dan
dapat disesuaikan berdasarkan kaetori yang diderita disamping
berat badan dan tahap pengobatannya (Depkes RI, 2014).
Pada penelitian ini hanya dilakukan pada 2 kategori.
Kategori 1 diperuntukkan bagi pasien TB baru terkontaminasi
bakteriologis, terdiagnosis klinis dan ekstra paru dengan obat yang
terdiri dari 2(HRZE)/4(HR)3 yaitu isoniazid (H), rifampisisn (R),
pirazinamid (Z) dan etambutol (E) yang dilakukan selama 4 bulan
kemudian dilanjut dengan isoniazid dan rifampisisn selama 2 bulan
(Depkes RI, 2014).
Sedangkan OAT kategori 2 diperuntukkan bagi pasien TB
kambuh, gagal pengobatan paduan OAT kategori 1 dan putus
pengobatan. Obat kategori 2 ini terdiri dari
2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 yaitu isoniazid, rifampisisn,
pirazinamid, etambutol dan streptomisisn selama dua bulan
kemudian dilanjut dengan Isoniazid, Rifampisisn, Pirazinamid, dan
Etambutol selama 1 bulan dan pada tahap berikutnya diberikan
isoniazid, rifampisisn dan etambutol selama 5 bulan, total lama
Pada penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh
Styariyanti (2011) di RSUD. Dr. R. Soedjati Purwodadi,
berdasarkan kategori obat ditemukan sebanyak 62 pasien (100%)
menerima obat kategori 1. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh
Daniar Pratiwi pada tahun 2011, ditemukan kasus sebanyak
61,76% kategori 1 dan 5,88% kategori 2.
[image:56.595.113.505.314.512.2]b. Pemberian Vitamin
Gambar 9. Persentase Pasien Berdasarkan Pemberian Vitamin
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan
tanpa mengalami efek samping OAT. Ada beberapa pasien yang
mengalami efek samping yang berat. Seperti efek samping INH
yaitu kesemutan sampai dengan rasa terbakar di telapak kaki atau
tangan, tatalaksana terapi untuk efek samping ini diberikan vitamin
B6, (Depkes RI, 2014). Pada penelitian ini pasien mendapatkan
suplemen tambahan untuk meringankan efek samping dari OAT. Pemberian
vitamin B6 (107 pasien)
47%
Pemberian Curcuma (43
pasien) 19%
Pemberian vitamin B6 dan Curcuma
33% Pemberian Proliva (2 pasien)
1%
Pemberian Imunos (1 pasien)
0% Pemberian vitamin B6 (107
pasien)
Pemberian Curcuma (43 pasien)
Pemberian vitamin B6 dan Curcuma
Pemberian Proliva (2 pasien)
41
Pengobatan TB dengan kombinasi isoniazid, rifampisin,
pirazinamid dan etambutol berpotensi menimbulkan efek samping
hepatotoksisitas yang dapat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas pada pasien oleh karena itu pemberian hepatoprotektor
diperlukan. Sediaan Poliherbal kombinasi meniran, temulawak dan
kunyit dapat mencegah terjadinya peningkatan SGPT (Racmawati,
2014). Pemberian rutin Vitamin B6 dianjurkan selama
mengonsumsi Isoniazid untuk mencegah neuropati perifer (Dixie,
2004)
4. Evaluasi Pengobatan
a. Tepat Diagnosis
Penggunaan obat dikatakan rasional salah satunya jika
diagnosis tepat. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis
(Depkes, 2011). Diagnosis yang tepat dapat menentukan rejimen
pengobatan yang sesuai dengan standar (WHO, 2010).
Pada tahap awal pasien memiliki gejala utama pasien TB
seperti batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih, diikuti dengan
gejala tambahan seperti dahak bercampur dengan darah, sesak
nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun
dan demam lebih dari 1 bulan (Depkes RI, 2014). Dari 126 pasien
dalam penelitian ini mengalami gejala yang serupa seperti demam,
nafsu makan menurun, bebat badan menurun, dan berkeringat di
Dalam menegakkan TB paru pada orang dewasa dengan
pemeriksaan bakteriologis dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS),
jika hasilnya negatif maka dilakukannya pemeriksaan klinis seperti
foto toraks (Depkes RI, 2014). Seperti yang tertera dalam Tabel 3,
sebanyak 126 pasien melakukan pemeriksaan Rongent dan dahak
Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).
Pada penelitian ini perhitungan tepat diagnosis terhadap
jumlah 126 sampel dinyatakan 100% tepat berdasarkan hasil
pemeriksaan yang telah dilakukan dan diagnosis yang ditegakkan
oleh dokter. Berikut analisis perhitungan tepat diagnosis pada
[image:58.595.125.501.440.502.2]Tabel 3:
Tabel 3. Distribusi Pasien Berdasarkan Kategori Tepat Diagnosis
No. Jenis Pemeriksaan
Jumlah Pasien
Persentase Diagnosis Tuberkulosis
Keterangan
Ya Tidak
1. Rongent 126 100% √ - Tepat
Diagnosis 2. Dahak SPS
Pada penelitian sebelumnya pernah dilakukan oleh
Akmallia tahun 2010 di Instalasi rawat jalan Balai Kesehatan Paru
Masyarakat Klaten. Hasil dari penelitian tersebut ditemukan 38
pasien dari 40 pasien dengant tepat diagnosis atau sebanyak 95%.
Menurut Kemenkes tahun 2011, diagnosis harus ditegakkan dengan
benar agar pemilihan obat akan benar karena pemberian obat
43
b. Tepat Indikasi
Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik.
Contohnya antibiotik yang diindikasikan untuk infeksi bakteri
dengan gejala dan pemeriksaan adanya infeksi bakteri (Kemenkes,
2010).
Gejala utama pasien TB seperti batuk berdahak selama 2
bulan atau lebih dengan gejala tambahan lainnya seperti batuk
bercampur darah, sesak nafas, lemas, nafsu makan menurun, berat
badan menurun, berkeringat di malam hari tanpa kegiatan fisik, dan
demam lebih dari 1 bulan (Depkes RI, 2014). Tabel 4
[image:59.595.133.491.463.569.2]menggambarkan tentang persentase analisis tepat indikasi:
Tabel 4. Distribusi Pasien Berdasarkan Tepat Indikasi
No. Obat yang Diberikan
Indikasi Tepat Indikasi Tidak Tepat Indikasi
Jumlah Pasien
Persentase (%)
Jumlah Pasien
Persentase (%) 1. OAT Kategori 1 TB
Kategori 1
71 56,35 0 0
2. OAT Kategori 2 TB Kategori 2
55 43,65 0 0
Total 126 100 0 0
Tabel 4 di atas menunjukkan tentang distribusi pasien
berdasarkan pengobatan OAT Kategori 1 dan Kategori 2, sebanyak
71 pasien (56,35%) menerima OAT Kategori 1 dan sebanyak 55
pasien (43,65%) menerima OAT Kategori 2.Dalam penelitian ini
tidak ditemukan kasus tidak tepat indikasi terhadap OAT Kategori
Kategori 1 diperuntukkan bagi pasien TB baru
terkontaminasi bakteriologis, terdiagnosis klinis dan ekstra paru
sedangkan kategori 2 diperuntukkan bagi pasien TB kambuh, gagal
pengobatan paduan OAT kategori 1 dan putus pengobatan (Depkes
RI, 2014).
Pada Tabel 5 di bawah diberikan multivitamin seperti
proliva, curcuma, vitamin B6, dan Imunos. Kegunaan dari proliva
untuk memelihara kesehatan fungsi hati karena beberapa OAT
seperti rifampisin, pirazinamid dan isoniazid memiliki efek
samping gangguan fungsi hati sehingga memerlukan obat sebagai
preventif agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Vitamin B6
diberikan untuk mengatasi efek samping kesemutan sampai rasa
terbakar yang biasa terjadi pada penggunaan isoniazid (Gunawan,
2007). Rifampisin juga dapat berefek hilangnya nafsu makan,
untuk itu diperlukan pemberian obat penambah nafsu makan yaitu
curcuma (Depkes RI, 2014). Sedangkan imunos digunakan untuk
meningkatkan daya tahan tubuh sehingga pemberian multivitamin
ini dibutuhkan. Multivitain ini diberikan sebagai prevensi agar efek
45
Tabel 5. Distribusi Pasien Berdasarkan Indikasi Penggunaan Multivitamin
No. Obat