• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Anfis Untuk Pendiagnosisaan Awal Pada Penykit Paru Di Unit Pendaftaran RSP DR. M. Goenawan Partowidigdo Cisarua Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi Anfis Untuk Pendiagnosisaan Awal Pada Penykit Paru Di Unit Pendaftaran RSP DR. M. Goenawan Partowidigdo Cisarua Bogor"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

1

1.1 Latar Belakang Masalah

Diagnosa awal pada penyakit adalah suatu langkah pemeriksaan yang didapatkan atau ditegakkan saat awal pasien masuk. Langkah ini berguna bagi dokter sebagai bahan informasi untuk memberikan tindakan lebih lanjut, yang disertai dengan pemeriksaan penunjang lainnya seperti laboratorium, radiologi dan mantoux. Diharapkan setelah proses tersebut, dokter spesialis paru dapat menentukan atau memastikan jenis penyakit yang diderita pasien di diagnosa akhir. Dalam melakukan diagnosa awal, tentunya terdapat beberapa aspek penting seperti gejala yang dialami, sudah berapa lama mengalami gejala tersebut, umur dari pasien, bahkan jenis kelamin dari pasien.

Salah satu instansi kesehatan di bawah Kementrian Kesehatan RI yang ada di Kabupaten Bogor yaitu RSP dr. M. Goenawan Partowidigdo Cisarua Bogor merupakan instansi kesehatan yang mempunyai tugas untuk menyelenggarakan upaya penyembuhan dan pemulihan secara paripurna, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan paru secara serasi, terpadu dan berkesinambungan dengan upaya peningkatan kesehatan lainnya serta melaksanakan upaya rujukan.

Berdasarkan hasil wawancara di bagian rekam medis dan juga observasi di unit pendaftaran RSP dr. M. Goenawan Partowidigdo Cisarua Bogor, terlihat permasalahan yang muncul yaitu tidak adanya proses diagnosa awal pasien serta pencatatan diagnosa tersebut saat pendaftaran dilakukan, padahal diagnosa awal tersebut diperlukan oleh dokter khususnya dokter paru sebagai bahan informasi untuk pemeriksaan ataupun tindakan yang lebih lanjut. Dengan masalah tersebut, maka dokter pun kurang mendapat informasi untuk pemeriksaan lebih lanjut.

(2)

(ANFIS). Metode ANFIS merupakan metode yang menggunakan jaringan syaraf tiruan untuk mengimplementasikan sistem inferensi fuzzy [1]. Metode ANFIS memiliki semua kelebihan yang dimiliki oleh sistem inferensi fuzzy dan sistem jaringan syaraf tiruan.

Untuk mengatasi masalah tersebut, akan dilakukan pembangunan sistem pendiagnosaan awal pada penyakit paru di Unit pendaftaran RSP dr. M. Goenawan Partowidigdo Cisarua Bogor dengan menggunakan metode ANFIS ( Artificial Neuro Fuzzy Inference System).

1.2 Rumusan Masalah

Berikut adalah rumusan masalah dalam pembangunan Sistem Pendiagnosaan Awal Pada Penyakit Paru di Unit Pendaftaran RSP dr. M. Goenawan Partowidigdo Cisarua Bogor :

a. Bagaimana mengimplementasikan metode ANFIS ke dalam sistem pendiagnosaan awal pada penyakit paru sehingga menghasilkan diagnosa awal yang tepat?

b. Bagaimana menghasilkan hasil diagnosa awal pada penyakit paru yang tepat sehingga memberikan informasi kepada dokter untuk pemeriksaan yang lebih lanjut?

1.3 Maksud dan Tujuan

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengimplementasikan metode

(3)

1.4 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam pembangunan sistem pendiagnosaan awal pada penyakit paru di Unit pendaftaran RSP dr. M. Goenawan Partowidigdo Cisarua Bogor ini adalah sebagai berikut :

a. Sistem ini hanya melakukan pendiagnosaan awal pada penyakit paru.

b. Metode yang digunakan dalam pembangunan sistem pendiagnosaan ini adalah metodeANFISmodel Sugeno.

c. Data masukan dalam sistem ini adalah nomor RM, nama pasien, nama keluarga, tanggal lahir, alamat, jenis kelamin, agama, status, tipe pasien, gejala / keluhan, serta kebiasaan merokok atau tidak.

d. Data keluaran dalam sistem ini adalah hasil diagnosa awal pada pasien yang menderita penyakit paru.

e. Penyakit paru yang didiagnosa adalah 10 penyakit teratas yang diderita oleh pasien paru di RSP dr. M. Goenawan Partowidigdo Cisarua Bogor pada tahun 2014.

1.5 Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif, karena saat melakukan penelitian ini terlibat langsung dalam interaksi dengan realitas yang diteliti [2]. Sehingga dapat memperhatikan setiap proses yang ada dalam objek penelitian.

1.5.1 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Studi Literatur

(4)

Gambar 1.1 ModelWaterfall b. Studi Lapangan

Studi lapangan yang dilakukan adalah dengan mengumpulkan data yang dibutuhkan secara langsung dari tempat penelitian. Adapun metode yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Observasi

Melakukan observasi di RSP dr. M. Goenawan Partowidigdo Cisarua Bogor tepatnya di bagian pendaftaran dan di bagian rekam medis untuk mengetahui informasi yang berkaitan dengan penelitian.

2. Wawancara

Melakukan proses tanya jawab mengenai kebutuhan yang diperlukan dalam pembangunan Sistem Pendiagnosaan Awal Pada Penyakit Paru di Unit Pendaftaran RSP dr. M. Goenawan Partowidigdo Cisarua Bogor Menggunakan Metode ANFIS.

1.5.2 Metode Pembangunan Perangkat Lunak

Metode yang digunakan dalam pembangunan sistem layanan ini mengacu pada model waterfall menurut Pressman (2010). Metode waterfall menurut Pressman adalah model proses yang sistematis, pendekatan yang berurutan dalam pengembangan perangkat lunak yang diawali dengan spesifikasi kebutuhan –

(5)

a. Communication

Tahap awal dalam proses pembangunan sistem dimulai dari melakukan analisis terhadap kebutuhan software, dan melakukan pengumpulan data dengan cara melakukan pertemuan dengan user yaitu unit pendaftaran selaku admin serta dokter, maupun mengumpulkan data–data tambahan terkait yang terdapat di jurnal ilmiah maupun diinternet.

b. Planning

Proses planning merupakan lanjutan dari proses communication (analysis requirement). Tahapan ini akan menghasilkan dokumenuser requirementatau data yang berhubungan dengan keinginan unit pendaftaran (admin) dan dokter dalam pembangunan sistem, termasuk rencana yang akan dilakukan kedepannya.

c. Modelling

Dalam proses ini, akan dilakukan penerjemahan syarat kebutuhan ke sebuah perancangansoftware yang dapat diperkirakan sebelum dibuat coding. Proses ini berfokus pada rancangan struktur data, arsitektur software, representasi

interface, dan algoritma prosedural. Pada tahapan ini, akan menghasilkan dokumen yang disebutsoftware requirement.

d. Construction

Pada tahap ini, akan dilakukan proses membuat kode atau coding yang merupakan proses penerjemah desain ke dalam bahasa yang bisa dikenali oleh komputer. Setelah proses pengkodean selesai, maka akan dilakukan testing

terhadap sistem yang sudah dibuat. Tujuannya adalah untuk menemukan kesalahan–kesalahan yang ada pada sistem agar bisa diperbaiki.

e. Deployment

(6)

selaku user dari software yang dibangun. Dan kemudian software yang telah dibangun harus dilakukan pemeliharaan secara berkala.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada laporan pembangunan sistem pendiagnosaan awal pada penyakit paru di Unit pendaftaran RSP dr. M. Goenawan Partowidigdo Cisarua Bogor dengan mengimplementasikan metode ANFIS adalah sebagai berikut :

BAB 1 PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Maksud dan Tujuan, Batasan Masalah, Metodologi penelitian, sistematika Penulisan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang profil dari RSP dr. M. Goenawan Partowidigdo Cisarua Bogor dari mulai sejarah instansi, logo instansi, badan hukum instansi, struktur organisasi dan deskripsi pekerjaan, serta berisi landasan teori yang akan melandasi teori-teori dasar untuk implementasi ANFIS untuk pendiagnosaan awal pada penyakit paru di Unit pendaftaran RSP dr. M. Goenawan Partowidigdo Cisarua Bogor

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

Bab ini menjelaskan tentang analisis dan perancangan sistem. Analisis yang dilakukan berupa analisis sistem, analisis algoritma, analisis masukan, analisis kebutuhan non-fungsional dan analisis kebutuhan fungsional. Perancangan sistem dalam bab ini berupa perancangan data, perancangan antarmuka, jaringan semantik dan perancangan prosedural.

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM

(7)

dilakukan. Implementasi sistem dalam bab ini berupa implementasi sistem, lingkungan implementasi, implementasi perangkat lunak, implementasi perangkat keras, implementasi basis data, implementasi antarmuka. Pengujian sistem dalam bab ini berupa pengujian perangkat lunak, pengujian sistem, rencana pengujian, pengujian alpha.

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

(8)
(9)

9

2.1 Profil Tempat Penelitian

2.1.1 Sejarah Instansi

Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo (RSPG) Cisarua Bogor terletak di Desa Cibeureum, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. RSPG memiliki luas lahan 69.661m2. Berawal dari sebuah Zending Schoolyang didirikan pada tahun 1908 yang selanjutnya tahun 1928 diambil oleh SCVT. Kemudian pada tanggal 15 Agustus 1938 dilakukan peletakan batu pertama pembangunan serta tanggal 15 Nopember 1938 dilakukan pembukaan pertamaSanatorium vor Lunlojders.

Pada tahun 1978 berubah namanya menjadi RSTP (Rumah Sakit Tuberkulosa Paru-Paru) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 137/SK/MENKES/IV/78 tanggal 28 April 1978 tentang struktur Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Tuberkulosa Paru-Paru. Kemudian pada tahun 2004 berubah lagi namanya dari RSTP (Rumah Sakit Tuberkulosa Paru-Paru) menjadi Rumah Sakit Paru (RSP) dengan nama Rumah Sakit Paru (RSP) Dr.M.Goenawan Partowidigdo berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 190/Menkes/SK/II/2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Paru.

(10)

pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum dengan status Badan Layanan Umum secara penuh (BLU penuh) [4].

2.1.2 Logo Instansi

Gambar 2.1 Logo RSP Dr. M. Goenawan Partowidigdo Cisarua Bogor

2.1.3 Badan Hukum Instansi

RSP dr. M. Goenawan Partowidigdo Cisarua Bogor merupakan salah satu instansi kesehatam di bawah Kementrian Kesehatan RI yang ada di kabupaten Bogor.

1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 251/Menkes/Per/III/2008, tentang organisasi dan tata kerja Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo Cisarua Bogor .

(11)
(12)

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Artificial Intelligence

Kecerdasan buatan (artificial intelligence) merupakan salah satu bagian dari ilmu komputer yang mempelajari bagaimana membuat mesin (komputer) yang dapat melakukan pekerjaan seperti dan sebaik yang dilakukan oleh manusia bahkan bisa lebih baik daripada yang dilakukan oleh manusia [5].

Menurut John McCarthy pada tahun 1956, kecerdasan buatan adalah untuk mengetahui dan memodelkan proses – proses berpikir manusia dan mendesain mesin agar dapat menirukan perilaku manusia. Cerdas, berarti memiliki pengetahuan ditambah pengalaman, penalaran, dan moral yang baik. Manusia cerdas dalam menyelesaikan permasalahan karena manusia mempunyai pengetahuan dan pengalaman. Pengetahuan diperoleh dari belajar sehingga semakin banyak bekal pengetahuan yang dimiliki, tentu akan lebih mampu menyelesaikan permasalahan. Tentunya, dengan adanya pengetahuan saja itu belum cukup karena manusia diberi akal untuk melakukan penalaran serta mengambil keputusan / kesimpulan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki.

Demikian juga agar mesin bisa cerdas, maka harus diberi bekal pengetahuan, sehingga mempunyai kemampuan untuk menalar. Untuk membuat aplikasi kecerdasan buatan, terdapat 2 bagian utama yang penting, yaitu :

a. Basis pengetahuan (Knowledge Base), bersifat fakta – fakta, teori, pemikiran dan hubungan antar satu dengan yang lainnya.

b. Motor inferensi (Inference Engine), kemampuan menarik kesimpulan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman.

Penerapan konsep kecerdasan buatan pada komputer adalah sebagai berikut :

(13)

2.2.2 Sistem Pakar

Sistem pakar adalah sistem berbasis komputer yang menggunakan pengetahuan, fakta, dan teknik penalaran dalam memecahkan masalah yang biasanya hanya dapat dipecahkan oleh seorang pakar dalam bidang tersebut. Sistem pakar memberikan nilai tambah pada teknologi untuk membantu dalam menangani era informasi yang semakin canggih [6].

Konsep dasar dari suatu sistem pakar mengandung beberapa unsur, diantaranya adalah keahliah, ahli, pengalihan keahlian, i nferensi, aturan dan kemampuan menjelaskan. Keahlian merupakan salah satu penguasaan pengetahuan di bidang tertentu yang didapatkan baik secara formal maupun non formal. Ahli dalah seseorang yang mempunyai pengetahuan tertentu dan mampu menjelaskan suatu tanggapan dan mempunyai keinginan untuk belajar yang bertujuan memperbaharui pengetahuan dalam bidangnya. Pengalihan keahlian adalah mengalihkan keahlian dari seorang pakar dan kemudian dialihkan lagi ke orang yang bukan ahli atau orang awam yang membutuhkan. Sedangkan inferensi, merupakan suatu rangkaian proses untuk menghasilkan informasi dari fakta yang diketahui atau diasumsikan. Kemampuan menjelaskan, merupakan salah satu fitur yang harus dimiliki oleh sistem pakar setelah tersedia program di dalam komputer [7].

Tujuan pengembangan sistem pakar sebenarnya tidak untuk menggantikan peran para pakar, namun untuk mengimplementasikan pengetahuan para pakar ke dalam bentuk perangkat lunak, sehingga dapat digunakan oleh orang banyak dan tanpa biaya yang besar [8].

Untuk membangun sistem yang difungsikan untuk menirukan seorang pakar, manusia harus bisa melakukan hal – hal yang dapat dikerjakan oleh para pakar. Untuk membangun sistem yang seperti itu maka komponen – komponen dasar yang harus dimiliki adalah :

1. Antar muka (User Interface)

2. Basis pengetahuan (Konwledge Base) 3. Mesin inferensi (Inference Engine)

(14)

sistem inferensi. Kaidah produksi dituliskan dalam bentuk pernyataanIF – THEN (jika maka). Pernyataan ini menghubungkan bagian premis (IF) dan bagian kesimpulan (THEN) yang dituliskan dalam bentuk sebagai berikut :

IF[premis]THEN[konklusi]

Kaidah ini dapat dikatakan sebagai suatu implikasi yang terdiri dari dua bagian, yaitu premis dan bagian konklusi. Apabila bagian premis dipenuhi maka bagian konklusi akan bernilai benar. Bagian premis dalam aturan produksi dapat memiliki lebih dari satu proposisi. Proposisi tersebut dihubungkan dengan menggunakan operator logikaANDatauOR. Sebagai contoh :

IFgejala is batuk berdarah

ANDwaktu is 2 minggu–1 bulan

ANDriwayat is silikosis

ANDmerokok is ya

THENTB paru

Menurut Sutojo, et al (2011), sistem pakar memiliki manfaat dan kemampuan sebagai berikut :

1. Meningkatkan produktivitas, karena Sistem Pakar dapat bekerja lebih cepat daripata Manusia.

2. Membuat seorang yang awam bekerja seperti layaknya seorang Pakar. 3. Meningkatkan kualitas, dengan member nasehat / pengarahan yang

konsisten dan mengurangi kesalahan.

4. Mampu menangkap pengetahuan dan kepakaran seseorang. 5. Dapat beroperasi di lingkungan yang berbahaya.

6. Memudahkan akses pengetahuan seorang pakar.

7. Handal. Sistem pakar tidak pernah menjadi bosan dan kelelahan atau sakit. 8. Meningkatkan kapabilitas sistem komputer. Integrasi Sistem pakar

(15)

9. Mampu bekerja dengan informasi yang tidak lengkap atau tidak pasti. Berbeda dengan sistem komputer konvensional, sistem pakar dapat bekerja dengan informasi yang tidak lengkap. Pengguna dapat merespon dengan:

“tidak tahu” atau “tidak yakin” pada satu atau lebih pertanyaan selama konsultasi dan Sistem Pakar tetap akan memberikan jawabannya.

10. Sistem Pakar dapat digunakan sebagai Media Pelengkap Pelatihan. Pengguna pemula yang bekerja dengan sistem pakar akan menjadi lebih berpengalaman karena adanya fasilitas penjelas yang berfungsi sebagai Guru.

11. Meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah karena Sistem Pakar mengambil sumber pengetahuan dari banyak pakar.

2.2.3 Neuro Fuzzy Inference System

Neuro fuzzy inference system merupakan sekumpulan aturan dan suatu metode inferensi yang dikombinasikan dalam suatu struktur terhubung kemudian dilakukan pelatihan dan adaptasi (Kasabov, 2002). Salah satu model yang merupakan bentuk jaringan adaptif yang berfungsi seperti halnya sistem inferensi

fuzzy adalah Adaptive Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS) (Jang, 1997), dan

Dynamic Evolving Neuro Fuzzy Inference System (DENFIS) (Song,

2003)(Kasabov, 2002) [9].

Pada kebanyakan sistem neuro-fuzzy, digunakan algoritma pembelajaran

backpropagation untuk membangkitkan aturan – aturan fuzzy dengan fungsi

keanggotaan menggunakan model Gauss yang diberikan secara terpisah. Hal ini mengakibatkan, jika jumlah variabel input ditambah, maka bertambah pula parameter – parameter yang harus dibangkitkan. Mizumoto (1997) memperkenalkan algoritma pembelajaran padaneuro-fuzzytanpa harus mengubah bentuk aturan darifuzzy. Metode ini sangat efisien terutama jika digunakan untuk identifikasi fungsi–fungsinon-linier[10].

Sulzberger (1993), mengembangkan metode untuk mengoptimasi aturan –

aturanfuzzydengan menggunakan jaringan syaraf. Pada riset ini juga dikembangkan suatu model jaringan syaraf baru yang mengakomodasi adanya translasi aturanfuzzy

(16)

melalui pembelajaran secara self-organization pada data –data yang dilatih untuk mendapatkan jumlah aturan fuzzy yang optimal dan untuk membangkitkan pusat fungsi keanggotaan (Osowski, 2005) [10].

2.2.4 Metode ANFIS (Adaptive Neuro Fuzzy Inference System)

ANFIS (Adaptive Neuro Fuzzy Inference SystematauAdaptive-based Fuzzy Inference System) adalah arsitektur yang secara fungsional sama denganfuzzy rule base model Sugeno. Arsitektur ANFIS juga sama dengan jaringan syaraf dengan fungsi radial dengan sedikit batasan tertentu. Bisa dikatakan bahwa ANFIS adalah suatu metode yang mana dalam melakukan penyetelan aturan digunakan algoritma pembelajaran terhadap sekumpulan data. Pada ANFIS juga memungkinkan aturan

–aturan untuk beradaptasi [10].

Agar jaringan dengan fungsi basis radial ekuivalen dengan fuzzy berbasis aturan model. Sugeno orde 1 ini, diperlukan batasan sebagai berikut [10]:

1. Aturan – aturan harus memiliki metode agregasi yang sama untuk menghasilkan semua outputnya.

2. Jumlah fungsi aktivasi harus sama dengan jumlah aturan fuzzy (IF THEN).

3. Jika ada beberapa input pada basis aturannya, maka tiap – tiap fungsi aktivasi harus sama dengan fungsi keanggotaan tiap–tiap inputnya. 4. Fungsi aktivasi dan aturan–aturanfuzzyharus memiliki fungsi yang sama

untuk neuron–neuron dan aturan–aturan yang ada di sisi outputnya. ANFIS pertama kali diperkenalkan oleh Lotfi A. Zadeh pada tahun 1965, dengan melihat kenyataan bahwa manusia dapat membuat keputusan lebih baik berdasarkan informasi yang bukan numerik dan kurang pasti. Dalam perkembangan berikutnya, diperkenalkan konsep variabel linguistik. Variabel linguistik adalah suatu variabel yang nilainya merupakan kata atau kalimat dan bukan bilangan. Pada implementasi berikutnya, variabel linguistik ini dikombinasikan dengan aturanIF – THEN, sehingga konsep ini merupakan awal dari teorifuzzy[11].

(17)

lingkungan. Sedangkan fuzzy logic menggabungkan pengetahuan manusia dan mencari kesimpulan untuk membuat suatu keputusan [12]. Untuk sistem yang berbasis aturan linguistik, teknik jaringan syaraf tiruan akan memberikan kemampuan pembelajaran dan adaptasi untuk mengekstrasi parameter–parameter (premis dan konsekuen) aturanfuzzydari sekumpulan data numerik. Secara khusus, jaringan neuro-fuzzy menghilangkan kekurangan dalam desain sistem fuzzy

konfensional di mana perancang harus menalar dengan trial-error fungsi keanggotaan dari himpunanfuzzy yang didefinisikan pada masukan dan keluaran dari semesta pembicaraan. ANFIS adalah sistem inferensi dari fuzzy yang diimplementasikan dalam jaringan adaptif. Pada ANFIS, parameter adalah fungsi keanggotaan premis dan konsekuensi. Pembelajaran ANFIS adalah pengubahan parameter fungsi keanggotaan masukan dan keluaran [13].

Fuzzy Inference System merupakan proses yang perhitungannya

berdasarkan himpunanfuzzy, aturan “jika – maka” dan operator logikafuzzy.Fuzzy Inference Systemmemetakan input yang diketahui ke output dengan menggunakan logikafuzzy. Ada beberapa macam model dariFuzzy Inference System, yaitu :

1. ModelfuzzyTsukamoto 2. ModelfuzzySugeno 3. ModelfuzzyMamdani

2.2.5 Arsitektur ANFIS (Adaptive Neuro Fuzzy Inference System)

Dimisalkan ada 2 input x1, x2 dan satu output y. Ada 2 aturan pada basis aturan model Sugeno [10]:

if x1is A1and x2is B1Then y1= c11x1+ c12x2+ c10 ... (2.1)

if x1is A2and x2is B2Then y2= c21x1+ c22x2+ c20 ... (2.2)

Jika α predikat untukaturan ke dua aturan adalah w1dan w2, maka dapat dihitung rata–rata terbobot :

= w1y1 + 2 2

1 + 2 = 1 1 + 2 2

(18)

Gambar 2.4 Arsitektur ANFIS Model Sugeno [10]

Jaringan ANFIS terdiri dari lapisan–lapisan sebagai berikut [10]:

1. Tiap–tiap neuron i pada lapisan pertama adaptif terhadap parameter suatu fungsi aktivasi. Output dari tiap neuron berupa derajat keanggotaan yang

diberikan oleh fungsi keanggotaan input, yaitu : αA1(x1), αB1(x2), αA2(x1)

atau αB2(x2). Sebagai contoh, misalkan fungsi keanggotaan diberikan sebagai berikut :

( ) = 1

1 +

... (2.4)

dimana {a, b, c} adalah parameter – parameter, biasanya b = 1. Jika nilai parameter – parameter ini berubah, maka bentuk kurva yang terjadi pun akan ikut berubah. Parameter–parameter pada lapisan itu biasanya dikenal dengan namapremise parameters.

2. Tiap–tiap neuron pada lapisan ke dua berupa neuron tetap yang outputnya adalah hasil dari masukan. Biasanya digunakan operatorAND. Tiap– tiap

(19)

. = = ( ). ( ), = 1,2 ... (2.5)

3. Tiap–tiap neuron pada lapisan ke tiga berupa node tetap yang merupakan

hasil penghitungan rasio dari α predikat (w), dari aturan ke-i terhadap

jumlah dari keseluruhan α predikat.

=

,

dengan i = 1,2. ... (2.6)

Hasil ini dikenal dengan namanormalised firing strength.

4. Tiap–tiap neuron pada lapisan ke empat merupakan node adaptif terhadap suatu output.

= ( + + );dengan i = 1,2 ... (2.7)

dengan adalah normalised firing strengthpada lapisan ke tiga dan {ci1, ci2, ci0} adalah parameter – parameter pada neuron tersebut. Parameter –

parameter pada lapisan tersebut disebut dengan nama consequent parameters, dengan persamaan sebagai berikut :

ϴ= inv(ATA)AT.y ... 2.8

Dengan y adalah nilai keluaran atau target output yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam mencari parameter konsekuen, dicari matriks A terlebih dahulu yang didapat berdasarkan hasil normalisasi dari lapisan 3, dengan persamaan sebagai berikut :

=

1 ( ) 2 ( ) ( ) ( )

1 ( ) 2 ( ) ( ) ( )

... 2.9

5. Tiap–tiap neuron pada lapisan ke lima adalah node tetap yang merupakan hasil jumlah dari semua masukan.

= ... (2.10)

(20)

1. Pada error lapisan ke lima, apabila kita memiliki jaringan adaptif seperti pada Gambar 2.4, yang hanya memiliki 1 neuron pada lapisan output, maka propagasi error yang menuju lapisan kelima dapat dirumuskan sebagai berikut :

, = 2( ) ... (2.11)

2. Pada error lapisan ke empat, propagasi error yang menuju pada lapisan ke empat dapat dirumuskan sebagai berikut :

, = , ... (2.12)

3. Pada error lapisan ke tiga, propagasi error pada lapisan ke tiga dapat dirumuskan sebagai berikut :

, = ( 1 + 2 + + + + + + ) , ... (2.13)

4. Pada error lapisan ke dua, propagasi error yang menuju lapisan ke dua dapat dirumuskan sebagai berikut :

, = (

( + + ) ) ,

... (2.14)

5. Pada error lapisan ke satu, propagasi error yang menuju pada lapisan ke satu dapat dirumuskan sebagai berikut :

, = µ<2minggu(G2) . µ<2minggu(G3) . µ<2minggu(G4) . µ<2minggu(G5) .

µ<2minggu(G6) . µ<2minggu(G7) . µ<2minggu(G8) . µ<2minggu(G9) .

µ<2minggu(G10) . µ<2minggu(G11) . µ<2minggu(G12) . µ<2minggu(G13) .

µtidak(merokok) . µjarang(merokok) . µsering(merokok)

... (2.15)

2.2.6 Penyakit Paruparu

Paru–paru adalah organ tubuh manusia yang terdapat di dalam dada. Paru - paru mempunyai fungsi memasukkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Setelah membebaskan oksigen, sel – sel darah merah akan menangkap karbondioksida sebagai hasil metabolisme tubuh yang akan dibawa ke paru–paru. Di paru–paru, karbondioksida dan uap air dilepaskan dan dikeluarkan dari paru–

(21)

dilindungi oleh struktur tulang selangka dan diliputi dua dinding yang dikenal sebagai pleura. Kedua lapisan ini dipisahkan oleh lapisan udara yang dikenal sebagai ronggapleuralyang berisi cairanpleural.

Pada tabel 2.1, terdapat kelainan – kelainan atau penyakit yang dapat mengganggu fungsi dari paru–paru serta gejala umumnya.

Tabel 2.1 Penyakit paru - paru dan gejala umumnya

No. Keterangan

Nama Penyakit Gejala

1. TB Paru Badan lemah, batuk

berdarah, demam, batuk berdahak, nyeri pada dada.

2. Pharyngitis Batuk, sakit tenggorokan, kebiasaan merokok, demam.

3. Pneumonia Demam, sesak napas,

nyeri pada dada, batuk berdahak atau batuk kering, mual.

4. Effusi Pleura Nyeri pada dada, sesak napas, batuk, demam.

5. Flek Paru Batuk, demam, sesak

napas, nyeri pada dada, nafsu makan kurang.

6. Asma Batuk, hidung mampat,

sakit tenggorokan, sesak napas.

7. Bronchitis batuk dahak, sesak napas,

(22)

8. Tumor Paru Sesak napas, batuk, nyeri pada dada, nafsu makan kurang, riwayat penyakit lain, sakit pada tenggorokan.

9. PPOK Sesak napas, nyeri pada

dada, batuk, nafsu makan kurang, sakit kepala, nyeri pada perut, riwayat penyakit lain.

10. Pneumothorax Batuk kering, nyeri pada dada, sesak napas, riwayat penyakit lain.

2.2.7 Microsoft Visual Studio

Microsoft Visual Studio merupakan sebuah perangkat lunak lengkap yang dapat digunakan untuk melakukan pengembangan aplikasi, baik itu aplikasi bisnis, aplikasi personal, ataupun komponen aplikasinya, dalam bentuk aplikasi console, aplikasi Windows, ataupun aplikasi Web. Visual Studio

mencakup kompiler, SDK, Integrated Development Environment (IDE), dan dokumentasi (umumnya berupa MSDN Library). Kompiler yang dimasukkan ke dalam paket Visual Studio antara lain Visual C++, Visual C#, Visual Basic, Visual Basic .NET, Visual InterDev, Visual J++, Visual J#, Visual FoxPro, dan Visual SourceSafe.

Microsoft Visual Studio dapat digunakan untuk mengembangkan aplikasi dalam native code (dalam bentuk bahasa mesin yang berjalan di atas Windows) ataupun managed code (dalam bentuk Microsoft Intermediate Language di atas

.NET Framework). Selain itu, Visual Studio juga dapat digunakan untuk mengembangkan aplikasi Silverlight, aplikasi Windows Mobile (yang berjalan di atas.NET Compact Framework).

(23)

November 2007, yang ditujukan untuk platform Microsoft .NET Framework 3.5. Versi sebelumnya,Visual Studio2005 ditujukan untukplatform .NET Framework

2.0 dan 3.0. Visual Studio 2003 ditujukan untuk.NET Framework 1.1, danVisual Studio2002 ditujukan untuk.NET Framework1.0. Versi-versi tersebut di atas kini dikenal dengan sebutan Visual Studio .NET, karena memang membutuhkan

Microsoft .NET Framework. Sementara itu, sebelum munculVisual Studio .NET, terdapatMicrosoft Visual Studio6.0 (VS1998).

2.2.8 Bahasa Pemrograman C#

C# (dibaca: C sharp) merupakan sebuah bahasa pemrograman yang berorientasi objek yang dikembangkan oleh Microsoft sebagai bagian dari inisiatif kerangka .NET Framework. Bahasa pemrograman ini dibuat berbasiskan bahasa C++ yang telah dipengaruhi oleh aspek - aspek atau pun fitur bahasa yang terdapat pada bahasa - bahasa pemrograman lainnya seperti

Java, Delphi, Visual Basic dan lain - lain dengan beberapa penyederhanaan. Menurut standar ECMA-334 C#Language Specification, nama C# terdiri atas sebuah huruf latin C (U+0043) yang diikuti oleh tanda pagar yang menandakan angka # (U+0023). Tanda pagar # yang digunakan memang bukan tanda kres dalam seni musik (U+266F), dan tanda pagar # (U+0023) tersebut digunakan karena karakter kres dalam seni musik tidak terdapat didalamkeyboardstandar. [16]

2.2.9 Flowchart

Flowchart adalah penggambaran secara grafik dari langkah-langkah dan urut- urutan prosedur dari suatu program.Flowchartmenolonganalystdan

programmeruntuk memecahkan masalah kedalam segmen-segmen yang lebih

kecil dan menolong dalam menganalisis alternatif-alternatif lain dalam pengoperasian.Flowchartbiasanya mempermudah penyelesaian suatu masalah khususnya masalah yang perlu dipelajari dan dievaluasi lebih lanjut. [16]

Flowchart adalah bentuk gambar/diagram yang mempunyai aliran satu

(24)

maupun mendesain program. Oleh karena itu flowchart harus bisa merepresentasikan komponen-komponen dalam bahasa pemrograman. [16]

2.2.10 Entity Relationship Diagram

ERD adalah model konseptual yang mendeskripsikan hubungan antara penyimpanan. ERD digunakan untuk memodelkan struktur data dan hubungan antar data. Dengan ERD, model dapat diuji dengan mengabaikan proses yang dilakukan. [16]

ERD pertama kali dideskripsikan oleh Peter Chen yang dibuat sebagai bagian dari perangkat lunak CASE. Komponen – komponen yang termasuk dalam ERD antara lain, adalah:(Imbar, 2006)

a. Entitas (Entity)

Sebuah barang atau obyek yang dapat dibedakan dari obyek lain. b. Relasi (Relationship)

Asosiasi 2 atau lebih entitas dan berupa kata kerja. c. Atribut (Attribute)

Properti yang dimiliki setiap entitas yang akan disimpan datanya. d. Kardinalitas (Kardinality)

Angka yang menunjukkan banyaknya kemunculan suatu obyek terkait dengan kemunculan obyek lain pada suatu relasi. Kardinalitas relasi yang terjadi diantara dua himpunan entitas (misalnya A dan B) dapat berupa:

1. Modalitas (Modality) adalah Partisipasi sebuah entitas pada suatu relasi, 0 jika partisipasi bersifat “optional”/parsial, dan 1 jika partisipasi bersifat“wajib”/total.

2. Total constraint adalah constraint yang mana data dalam entitas yang memiliki constraint tersebut terhubung secara penuh ke dalam entitas dari relasinya.

2.2.11 Data Flow Diagram

(25)

adalah salah satu alat pembuatan model yang sering digunakan, khususnya bila fungsi-fungsi sistem merupakan bagian yang lebih penting dan kompleks dari pada data yang dimanipulasi oleh sistem. Dengan kata lain,data flow diagram adalah alat pembuatan model yang memberikan penekanan hanya pada fungsi sistem.Data flow diagram ini merupakan alat perancangan sistem yang berorientasi pada alur data dengan konsep dekomposisi dapat digunakan untuk penggambaran analisa maupun rancangan sistem yang mudah dikomunikasikan oleh profesional sistem kepada pemakai maupun pembuat program. [16]

2.2.12 Pengujian

2.2.12.1 BlackBox

Pengujian yang mengabaikan mekanisme internal sistem atau komponen dan fokus semata-mata pada output yang dihasilkan yang merespon input yang dipilih dan kondisi eksekusi. Pengujian yang dilakukan untuk mengevaluasi pemenuhan sistem atau komponen dengan kebutuhan fungsional tertentu [14]. TujuanBlack Boxadalah menemukan:

1. Fungsi yang tidak benar atau hilang

2. Kesalahaninterface

3. Errorpada struktur data atau akses database external 4. Errorpada kinerja

5. Errorpada saat inisialisasi dan terminasi 6. Kesensitifan sistem terhadap nilai input tertentu 7. Batasan dari suatu data

2.2.12.2 PengujianConfusion Matrix

(26)

Tabel 2.2Confusion Matrix

Hasil Diagnosa Awal (Sistem)

1 2

Hasil Diagnosa Awal (Asli) 1 a b

2 c d

Setiap kolom dari confusion matrix mewakili contoh di kelas yang dilakukan oleh sistem, sedangkan setiap baris mewakili contoh di kelas yang sudah ditentukan hasilnya (asli). Setelah diketahui nilai a, b, c dan d maka selanjutnya akan dilakukan penghitungan nilai akurasinya. Rumus untuk mencari akurasinya adalah sebagai berikut :

(27)
(28)

141

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian, analisis, perancangan sistem dan pembuatan program sampai ke tahap penyelesaian aplikasi, maka penulis dapat mengambil kesimpulan berdasarkan hasil pengujian kasus 1 dan kasus 2 menggunakan metodeconfusion matrix, maka diperoleh kesimpulan bahwa metode

Adaptive Neuro Fuzzy Inference System dapat menghasilkan hasil diagnosa awal dengan akurasi terbesar yaitu 93,33% dengan rata–rata akurasi yang didapat dari pengujian kasus 1 dan pengujian kasus 2 yaitu 84,66%.

5.2 Saran

Untuk meningkatkan penelitian ke depannya mengenai implementasi ANFIS untuk pendiagnosaan awal pada penyakit paru di Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo Cisarua Bogor, penulis mengusulkan beberapa saran yang dapat dijadikan pertimbangan yaitu :

1. Model dari pendiagnosaan awal pada penyakit paru menggunakan metode ANFIS ini masih dapat dikembangkan lebih lanjut lagi dengan menambah gejala – gejala lain yang mempunyai kemungkinan untuk menghasilkan hasil diagnosa awal pada penyakit paru yang lebih spesifik.

2. Spesifikasihardware untuk melakukan analisis pada sistem ini bisa dikatakan kurang, karena saat melakukan analisis hardware atau komputer mengalami

(29)

M. GOENAWAN PARTOWIDIGDO CISARUA BOGOR

SKRIPSI

Diajukan untuk Menempuh Ujian Akhir Sarjana

MUHAMMAD FAISAL HADI PUTRA

10111384

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER

(30)

v

ABSTRAK ... i

(31)

vi

(32)

vii

(33)

viii

(34)

142

[1] B. T. Kuncahyo, R. V. H. Ginardi dan I. Arieshanti, “Penerapan Metode

Adaptive Neuro - Fuzzy Inference System Untuk Memprediksi Nilai Post

Test Mahasiswa Pada Jurusan Teknik Informatika FTIF ITS,” Makalah

Seminar Tugas Akhir Periode Januari 2012,pp. 1-9, 2012.

[2] G. R. Somantri, “Memahami Metode Kualitatif,”Makara, Sosial Humaniora,

vol. 9, pp. 57-65, 2005.

[3] M. Rohayati, “Membangun Sistem Informasi Monitoring Data Inventory di

Vio Hotel Indonesia,” Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA),vol. 1, pp. 2089-9033, 2014.

[4] RSP dr. M. Goenawan Partowidigdo Cisarua Bogor, “Sejarah,” [Online].

Available: http://www.rspg-cisarua.co.id/. [Diakses 14 4 2015].

[5] M. Dahria, “Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence),” Jurnal

SAINTIKOM,vol. 5, no. 2, pp. 185-196, 2008.

[6] Kusrini, Sistem Pakar Teori dan Aplikasi, Yogyakarta: Andi, 2006.

[7] T. Efraim, Decision Support and Expert Systems Management Support System (Fourth Edition), Prentice-Hall International, Inc, 1995.

[8] A. Sulistyohati dan T. Hidayat, “Aplikasi Sistem Pakar Diagnosa Penyakit

Ginjal Dengan Metode Dempster-Shafer,” Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2008 (SNATI 2008),pp. 1-6, 2008.

[9] S. Kusumadewi dan S. Hartati, Neuro-Fuzzy Integrasi Sistem Fuzzy dan Jaringan Syaraf, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006.

[10] S. Kusumadewi dan S. Hartati, Neuro-Fuzzy Integrasi Sistem Fuzzy & Jaringan Syaraf Edisi 2, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010.

[11]R. Suwarman dan Y. F. Permadhi, “Aplikasi Metode ANFIS Untuk Prediksi

Curah Hujan di Pulau Jawa Bagian Barat,” 2010.

[12]R. Maulana, “Prediksi Curah Hujan dan Debit Menggunakan Metode

Adaptive Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS) (Studi Kasus Citarum

(35)

143 176, 2013.

[14]A. dan J. Setiawan, “Implementasi Customer Relationship Management

(CRM) Pada Sistem Reservasi Hotel Berbasis Website dan Dekstop,”Jurnal

Sistem Informasi,vol. 6, pp. 113 - 126, 2011.

[15] M. E. Khan, Different Forms of Software Testing Techniques for Finding Error, 2010.

[16]R. Kohavi dan F. Provost , “Special Issue on Applications of Machine

Learning and the Knowledge Discovery Process,”Machine Learning,vol. 30,

pp. 271 - 274, 1998.

[17]Exforsys, “What is User Acceptance Testing?,” 27 Januari 2006. [Online].

(36)

Nama : Muhammad Faisal Hadi Putra TTL : Tasikmalaya, 2 Mei 1994 Jenis Kelamin : Laki–laki

Alamat Asal : Perum Villa Tajur C.1 No. 4 RT 004/008 Sindangrasa Kota Bogor

Agama : Islam

Status : Mahasiswa Universitas Komputer Indonesia Latar Belakang Pendidikan:

1. SDN Cibeureum 01 Kabupaten Bogor 1999–2002 2. SDN 01 Cisarua Kabupaten Bogor 2003–2005

3. SMPN 01 Megamendung Kabupaten Bogor 2005–2008 4. SMA Mardi Yuana Bogor 2008–2011

5. PT Jurusan Teknik Informatika (S1) Universitas Komputer Indonesia 2011 –

sekarang

Dengan demikian daftar riwayat hidup yang saya buat dengan sebenar–benarnya.

Bandung, 19 Agustus 2015

(37)

IMPLEMENTASI ANFIS UNTUK PENDIAGNOSAAN AWAL PADA

PENYAKIT PARU DI UNIT PENDAFTARAN RSP DR. M. GOENAWAN

PARTOWIDIGDO CISARUA BOGOR

Muhammad Faisal Hadi Putra1, Nelly Indriani W., S.Si, M.T.2 Program Studi Teknik Informatika

Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Komputer Indonesia Jl. Dipati Ukur No. 112-116 Bandung

E-mail : [email protected], [email protected]2

ABSTRAK

Diagnosa awal adalah proses yang berguna bagi dokter khususnya dokter spesialis paru sebagai bahan informasi untuk memberikan tindakan lebih lanjut, yang disertai dengan pemeriksaan penunjang lainnya seperti laboratorium, radiologi dan mantoux. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, terlihat permasalahan yang muncul yaitu tidak adanya proses diagnosa awal pada pasien serta pencatatan diagnosa tersebut saat pendaftaran dilakukan, padahal diagnosa awal tersebut diperlukan oleh dokter sebagai bahan informasi untuk pemeriksaan ataupun tindakan yang lebih lanjut. Untuk mengatasi masalah tersebut, akan dilakukan pembangunan sistem pendiagnosaan awal pada penyakit paru di Unit pendaftaran RSP Dr. M. Goenawan Partowidigdo Cisarua Bogor menggunakan metode ANFIS.

Dalam melakukan proses analisis, terdapat dua variabel yang menentukan hasil dari pendiagnosaan awal pada penyakit paru ini, yaitu variabel gejala dan variabel merokok. Variabel gejala terdiri dari 13 gejala yaitu, badan lemah, batuk berdarah, demam, batuk berdahak, nyeri dada, sakit tenggorokan, sesak napas, batuk kering, mual, nafsu makan kurang, hidung mampat, sakit kepala, dan nyeri perut. Sedangkan pada variabel merokok terdapat 3 kategori yaitu tidak merokok, jarang merokok, dan sering merokok.

Berdasarkan hasil pengujian kasus 1 dan kasus 2 menggunakan metode confusion matrix, maka diperoleh kesimpulan bahwa metode Adaptive Neuro Fuzzy Inference System dapat menghasilkan hasil diagnosa awal dengan akurasi terbesar yaitu 93,33%.

Kata kunci : diagnosa awal, dokter, ANFIS, gejala, penyakit paru, merokok

1. PENDAHULUAN

Diagnosa awal pada penyakit adalah suatu langkah pemeriksaan yang didapatkan atau ditegakkan saat awal pasien masuk. Langkah ini berguna bagi dokter sebagai bahan informasi untuk memberikan tindakan lebih lanjut, yang disertai

dengan pemeriksaan penunjang lainnya seperti laboratorium, radiologi dan mantoux.

Berdasarkan hasil wawancara di bagian rekam medis dan juga observasi di unit pendaftaran RSP dr. M. Goenawan Partowidigdo Cisarua Bogor, terlihat permasalahan yang muncul yaitu tidak adanya proses diagnosa awal pasien serta pencatatan diagnosa tersebut saat pendaftaran dilakukan, padahal diagnosa awal tersebut diperlukan oleh dokter khususnya dokter paru sebagai bahan informasi untuk pemeriksaan ataupun tindakan yang lebih lanjut. Dengan masalah tersebut, maka dokter pun kurang mendapat informasi untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dalam bidang kecerdasan buatan, masalah proses diagnosa awal diatas dapat dibuat sehingga dapat memberikan hasil yang akurat sesuai dengan batasan dan syarat yang sudah ditentukan. Salah satu metode untuk masalah ini adalah metode Adaptive Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS). Metode ANFIS merupakan metode yang menggunakan jaringan syaraf tiruan untuk mengimplementasikan sistem inferensi fuzzy [1]. Metode ANFIS memiliki semua kelebihan yang dimiliki oleh sistem inferensi fuzzy dan sistem jaringan syaraf tiruan.

Untuk mengatasi masalah tersebut, akan dilakukan pembangunan sistem pendiagnosaan awal pada penyakit paru di Unit pendaftaran RSP dr. M. Goenawan Partowidigdo Cisarua Bogor dengan menggunakan metode ANFIS ( Artificial Neuro Fuzzy Inference System ).

2. LANDASAN TEORI

2.1Kecerdasan Buatan

Kecerdasan buatan (artificial intelligence) merupakan salah satu bagian dari ilmu komputer yang mempelajari bagaimana membuat mesin (komputer) yang dapat melakukan pekerjaan seperti dan sebaik yang dilakukan oleh manusia bahkan bisa lebih baik daripada yang dilakukan oleh manusia [2].

(38)

manusia. Cerdas, berarti memiliki pengetahuan ditambah pengalaman, penalaran, dan moral yang baik. Manusia cerdas dalam menyelesaikan permasalahan karena manusia mempunyai pengetahuan dan pengalaman. Pengetahuan diperoleh dari belajar sehingga semakin banyak bekal pengetahuan yang dimiliki, tentu akan lebih mampu menyelesaikan permasalahan. Tentunya, dengan adanya pengetahuan saja itu belum cukup karena manusia diberi akal untuk melakukan penalaran serta mengambil keputusan / kesimpulan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki.

Demikian juga agar mesin bisa cerdas, maka harus diberi bekal pengetahuan, sehingga mempunyai kemampuan untuk menalar. Untuk membuat aplikasi kecerdasan buatan, terdapat 2 bagian utama yang penting, yaitu :

a. Basis pengetahuan (Knowledge Base), bersifat fakta – fakta, teori, pemikiran dan hubungan antar satu dengan yang lainnya.

b. Motor inferensi (Inference Engine), kemampuan menarik kesimpulan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman.

Penerapan konsep kecerdasan buatan pada komputer adalah sebagai berikut :

Gambar 2.1 Konsep Kecerdasan Buatan

2.2Neuro Fuzzy Inference System

Neuro fuzzy inference system merupakan sekumpulan aturan dan suatu metode inferensi yang dikombinasikan dalam suatu struktur terhubung kemudian dilakukan pelatihan dan adaptasi (Kasabov, 2002). Salah satu model yang merupakan bentuk jaringan adaptif yang berfungsi seperti halnya sistem inferensi fuzzy adalah Adaptive Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS) (Jang, 1997), dan Dynamic Evolving Neuro Fuzzy Inference System (DENFIS) (Song, 2003)(Kasabov, 2002) [3].

Pada kebanyakan sistem neuro-fuzzy¬, digunakan algoritma pembelajaran backpropagation untuk membangkitkan aturan – aturan fuzzy dengan fungsi keanggotaan menggunakan model Gauss yang diberikan secara terpisah. Hal ini mengakibatkan, jika jumlah variabel input ditambah, maka bertambah pula parameter – parameter yang harus dibangkitkan. Mizumoto (1997) memperkenalkan algoritma pembelajaran pada neuro-fuzzy tanpa harus mengubah bentuk aturan dari fuzzy. Metode ini sangat efisien terutama jika digunakan untuk identifikasi fungsi – fungsi non-linier [4].

Sulzberger (1993), mengembangkan metode untuk mengoptimasi aturan – aturan fuzzy dengan menggunakan jaringan syaraf. Pada riset ini juga dikembangkan suatu model jaringan syaraf baru yang mengakomodasi adanya translasi aturan fuzzy dan

fungsi keanggotaan ke dalam bentuk jaringan. Mengembangkan neuro¬-fuzzy melalui pembelajaran secara ¬self-organization pada data – data yang dilatih untuk mendapatkan jumlah aturan fuzzy yang optimal dan untuk membangkitkan pusat fungsi keanggotaan (Osowski, 2005) [4].

2.3Metode ANFIS (Adaptive Neuro Fuzzy Inference System)

ANFIS (Adaptive Neuro Fuzzy Inference System atau Adaptive-based Fuzzy Inference System) adalah arsitektur yang secara fungsional sama dengan fuzzy rule base model Sugeno. Arsitektur ANFIS juga sama dengan jaringan syaraf dengan fungsi radial dengan sedikit batasan tertentu. Bisa dikatakan bahwa ANFIS adalah suatu metode yang mana dalam melakukan penyetelan aturan digunakan algoritma pembelajaran terhadap sekumpulan data. Pada ANFIS juga memungkinkan aturan – aturan untuk beradaptasi [1]. Adaptive Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS) merupakan suatu teknik optimasi yang menggabungkan konsep neural network dengan fuzzy logic. Neural network mengenal pola – pola dan menyesuaikan pola terhadap perubahan lingkungan. Sedangkan fuzzy logic menggabungkan pengetahuan manusia dan mencari kesimpulan untuk membuat suatu keputusan [5]. Untuk sistem yang berbasis aturan linguistik, teknik jaringan syaraf tiruan akan memberikan kemampuan pembelajaran dan adaptasi untuk mengekstrasi parameter – parameter (premis dan konsekuen) aturan fuzzy dari sekumpulan data numerik. Secara khusus, jaringan neuro-fuzzy menghilangkan kekurangan dalam desain sistem fuzzy konfensional di mana perancang harus menalar dengan trial-error fungsi keanggotaan dari himpunan fuzzy yang didefinisikan pada masukan dan keluaran dari semesta pembicaraan. ANFIS adalah sistem inferensi dari fuzzy yang diimplementasikan dalam jaringan adaptif. Pada ANFIS, parameter adalah fungsi keanggotaan premis dan konsekuensi. Pembelajaran ANFIS adalah pengubahan parameter fungsi keanggotaan masukan dan keluaran [6].

2.2Arsitektur ANFIS

Gambar 2.2 Arsitektur ANFIS

(39)

1. Tiap – tiap neuron i pada lapisan pertama adaptif terhadap parameter suatu fungsi aktivasi. Output dari tiap neuron berupa derajat keanggotaan yang diberikan oleh fungsi keanggotaan input, yaitu :

αA1(x1), αB1(x2), αA2(x1) atau αB2(x2). Sebagai contoh, misalkan fungsi keanggotaan diberikan sebagai berikut :

µ =

+ | − �� |

... 2.1

dimana {a, b, c} adalah parameter – parameter, biasanya b = 1. Jika nilai parameter – parameter ini berubah, maka bentuk kurva yang terjadi pun akan ikut berubah. Parameter – parameter pada lapisan itu biasanya dikenal dengan nama premise parameters.

2. Tiap – tiap neuron pada lapisan ke dua berupa neuron tetap yang outputnya adalah hasil dari masukan. Biasanya digunakan operator AND. Tiap – tiap node merepresentasikan α predikat dari aturan ke-i. Semua simpul pada lapisan ini adalah nonadaptif (parameter tetap). Fungsi simpul ini adalah mengalikan setiap sinyal masukan yang dating. Fungsi simpul adalah node tetap yang merupakan hasil penghitungan

rasio dari α predikat (w), dari aturan ke-i terhadap

jumlah dari keseluruhan α predikat.

̅� = � +⋯+���� , dengan i = 1,2. ... 2.3 4. Tiap – tiap neuron pada lapisan ke empat

merupakan node adaptif terhadap suatu output.

̅� �=̅� �� + �� + �� ;

dengan i = 1,2

... 2.4

dengan ̅ adalah normalised firing strength pada lapisan ke tiga dan {ci1, ci2, ci0} adalah parameter – parameter pada neuron tersebut. Parameter – parameter pada lapisan tersebut disebut dengan nama consequent parameters, dengan persamaan sebagai berikut :

ϴ = inv(AT A)AT.y ... 2.5

Dengan y adalah nilai keluaran atau target output yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam mencari parameter konsekuen, dicari matriks A terlebih dahulu yang didapat berdasarkan hasil normalisasi dari lapisan 3, dengan persamaan sebagai berikut : terdapat di dalam dada. Paru - paru mempunyai fungsi memasukkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida . Setelah membebaskan oksigen, sel

– sel darah merah akan menangkap karbondioksida sebagai hasil metabolisme tubuh yang akan dibawa ke paru – paru. Di paru – paru, karbondioksida dan uap air dilepaskan dan dikeluarkan dari paru – paru melalui hidung. Paru – paru terletak di dalam rongga dada (thoracic cavity), dilindungi oleh struktur tulang selangka dan diliputi dua dinding yang dikenal sebagai pleura. Kedua lapisan ini dipisahkan oleh lapisan udara yang dikenal sebagai rongga pleural yang berisi cairan pleural.

Pada tabel 2.1, terdapat kelainan – kelainan atau penyakit yang dapat mengganggu fungsi dari paru – paru serta gejala umumnya.

Tabel 2.1 Penyakit Paru - paru dan Gejala Umumnya

No. Keterangan

Nama Penyakit Gejala

1. TB Paru Badan lemah, batuk makan kurang, riwayat penyakit lain, sakit pada tenggorokan.

9. PPOK Sesak napas, nyeri pada dada, batuk, nafsu makan kurang, sakit kepala, nyeri pada perut, riwayat penyakit lain.

(40)

3. ANALISIS 3.1Analisis Metode

Analisis algoritma yang dilakukan dalam penelitian ini adalah meneliti bagaimana cara kerja algoritma ANFIS dalam sistem pendiagnosaan awal pada penyakit paru. Algoritma ANFIS ini memiliki 2 variabel yaitu variabel gejala dan variabel kebiasaan merokok. Berikut adalah sampel data yang akan dikaji pada system yang akan dibangun.

Lapisan Pertama

Pada lapisan pertama terjadi proses fuzifikasi. Proses ini adalah untuk memetakan inputan data kedalam himpunan fuzzy. Dalam proses ini akan dilakukan perhitungan fungsi keanggotaan fuzzy untuk mentransformasi masukan himpunan klasik ke derajat tertentu. Fungsi Keanggotaan yang digunakan adalah jenis Generalized-Bell. Perhitungan pada lapisan ini menggunakan persamaan (2.1).

1. Gejala

Variabel gejala merupakan gejala yang dialami oleh tiap pasien. Terdiri dari badan lemah, batuk berdarah, demam, batuk berdahak, nyeri dada, sakit tenggorokan, sesak napas, batuk kering, mual, nafsu makan kurang, hidung mampat, sakit kepala dan nyeri perut. Fungsi keanggotaannya adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1 Output Lapisan Pertama Badan Lemah (Gejala)

No G1 DK

<2minggu 2minggu – 1bulan

>1bulan

1 0.75384615 0.85663717 0.83160083 0.85663717 2 0.70758123 0.82876712 0.81591025 0.82876712

3 0.70758123 0.82876712 0.81591025 0.82876712

4 0.70758123 0.82876712 0.81591025 0.82876712

5 0.70758123 0.82876712 0.81591025 0.82876712 6 0.70758123 0.82876712 0.81591025 0.82876712

7 0.70758123 0.82876712 0.81591025 0.82876712

8 0.70758123 0.82876712 0.81591025 0.82876712 9 0.70758123 0.82876712 0.81591025 0.82876712

10 0.70758123 0.82876712 0.81591025 0.82876712

Tabel 3.2 Output Lapisan Pertama (Kebiasaan Merokok)

No Tidak Jarang Sering

1 0.9245283 0.06758621 0.00723461

2 0.98 0.06758621 0.00723461

3 0.98 0.06758621 0.00723461

4 0.98 0.06758621 0.00723461

5 0.9245283 0.06298201 0.00706255

6 0.9245283 0.06758621 0.00723461

7 0.98 0.06758621 0.00723461

8 0.98 0.06758621 0.00723461

9 0.98 0.06758621 0.00723461

10 0.98 0.06758621 0.00723461

Dalam tabel 3.2, terdapat hasil fungsi keanggotaan fuzzy dari kebiasaan merokok (tidak), kebiasaan merokok (jarang) dan kebiasaan merokok (sering), sedangkan pada tabel 3.1 adalah hasil fungsi keanggotaan fuzzy dari gejala (badan lemah), gejala (batuk berdarah), gejala (demam), gejala (batuk berdahak), gejala (nyeri dada), gejala (sakit tenggorokan), gejala (sesak napas), gejala (batuk kering), gejala (mual), gejala (nafsu makan kurang), gejala (hidung mampat), gejala (sakit kepala), gejala (nyeri perut. Hasil fungsi keanggotaan fuzzy ini, akan digunakan untuk mencari nilai Wi.

Lapisan Kedua

Output dari lapisan 2 adalah hasil perkalian dari semua sinyal yang masuk. Masing-masing keluaran simpul menyatakan derajat pengaktifan dari aturan fuzzy. Perhitungan output lapisan 2 menggunakan persamaan (2.2).

Pada lapisan ini, nilai Wi akan dihitung dari tiap derajat keanggotaan dari gejala.

Tabel 3.3 Output Lapisan Kedua

No W1 W2 W3

1 6.9154E-06 1.06227E-05 3.53108E-05 2 6.88045E-06 1.094E-05 3.67232E-05 3 7.80961E-06 1.1887E-05 3.81492E-05 4 7.33032E-06 1.15003E-05 3.74294E-05 5 6.70238E-06 1.0245E-05 3.27405E-05 6 6.9154E-06 1.06878E-05 3.53108E-05 7 6.88045E-06 1.10093E-05 3.67232E-05 8 7.80961E-06 1.18845E-05 3.81492E-05 9 8.32024E-06 1.22322E-05 3.88828E-05 10 6.45818E-06 1.05521E-05 3.60303E-05

Lapisan Ketiga

Tiap – tiap neuron pada lapisan ketiga berupa node tetap yang merupakan hasil perhitungan rasio

dari α predikat (w), dari aturan ke-i terhadap jumlah

dari keseluruhan α predikat. Penghitungan pada

lapisan 3, menggunakan persamaan (2.3). Hasil ini dikenal dengan nama normalised firing strength.

̅̅̅̅ = �

Normalisasi dilakukan pada semua data masukan yaitu 10 data, hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 3.4 Output Lapisan Ketiga

(41)

8 0.1350133 0.2054599 0.6595267 9 0.1399883 0.2058071 0.6542046 10 0.1217592 0.1989442 0.6792965

Lapisan Keempat

Nilai derajat pengaktifan firing strength dari lapisan 3 akan digunakan sebagai nilai masukan untuk menentukan parameter konsekuen ϴ (teta) dengan menggunakan Least Square Estimate (LSE), berikut langkah penentuan parameter konsekuen: a. Hasil normalisasi dari lapisan 3 akan dibentuk

dalam sebuah matriks A. Jumlah baris pada matriks A sebanyak 10 dengan menggunakan persamaan (2.6).

b. Dari matriks tersebut akan dicari nilai parameter konsekuen ai, bi, ci, di, ei, fi, gi, hi, ii, ji, ki, li, mi, ni, oi, pi, ri menggunakan LSE dengan menggunakan persamaan (2.5).

Tabel 3.5 Parameter Konsekuen

ϴ

0.057304255 f1 0.557013011 f2 3.201380672 f3

0.040277036

0.102724026 j1 0.638795334 j2 0.166705953 j3

-Proses penghitungan pada lapisan ini, menggunakan persamaan (2.4). Hasil dari perhitungan tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel 3.6 Output Lapisan Keempat

Data Ke- ̅̅̅̅ ̅̅̅̅ ̅̅̅̅ 1 -2.469390318 -3.793226 -12.60896 2 0.505958041 0.8044802 2.7004619 3 3.052213565 4.6457799 14.909761 4 -2.309166882 -3.622772 -11.79085 5 -0.343869517 -0.525627 -1.679769 6 3.142047448 4.8560376 16.043621 7 -2.048085063 -3.27712 -10.93129 8 0.42668841 0.6493239 2.0843306 9 3.081271358 4.5300039 14.399646 10 -1.830269204 -2.990504 -10.2111

Lapisan Kelima

Setelah didapatkan hasil dari lapisan 4, langkah selanjutnya adalah defuzzifikasi dengan melakukan penjumlahan. Proses penghitungan pada lapisan ini, menggunakan persamaan (2.7). Berikut hasil dari hasil defuzzifikasi dari 10 data yang dimasukan :

Tabel 3.7 Output Lapisan Kelima

∑ ̅� � keluaran dalam melakukan analisis menggunakan metode ANFIS pada satu kali iterasi.

RMSE (Root Mean Squared Error)

(42)

semakin valid. Berikut perhitungan RMSE pada tahap pertama dari 10 data yang dimasukan.

� � = √∑ (��= �− ∑ ̅̅̅� � )

... 3.1

=

√ − − . +⋯+ − − . =17.314

52

dengan :

Y = nilai keluaran aktual

̅̅̅ � = nilai keluaran peramalan N = jumlah data (10)

4. IMPLEMENTASI & PENGUJIAN 4.1Implementasi Perangkat Keras

Tabel 4.1 Implementasi Perangkat Keras

Processor Intel Pentium IV 2.7 GHz

VGA On-Board

Memory 1GB DDR3 Input Keyboard & Mouse

Monitor Monitor 17” dengan resolusi 1366 x 768

4.2Implementasi Perangkat Lunak

Perangkat lunak (software) yang digunakan dalam sistem adalah sebagai berikut :

Tabel 4.2 Implementasi Perangkat Lunak

Sistem Operasi Windows 7 Bahasa Pemrograman C#

Web Server XAMPP versi 3.2.1

4.3Implementasi Antarmuka

Berikut adalah implementasi antarmuka dalam implementasi ANFIS untuk Pendiagnosaan Awal Pada Penyakit Paru di Unit Pendaftaran RSP Dr. M. Goenawan Partowidigdo Cisarua Bogor.

Antarmuka Login

Digunakan sebagai akses masuk ke dalam implementasi ANFIS untuk diagnosa awal pada penyakit paru.

Gambar 4.1 Antarmuka Login

Antarmuka Halaman Utama

Digunakan sebagai tampilan utama antarmuka dari implementasi ANFIS untuk diagnosa awal pada penyakit paru.

Gambar 4.2 Antarmuka Halaman Utama

Antarmuka Pengisian Data

Digunakan untuk melakukan pengisian data yang nantinya akan menghasilkan diagnosa awal pada penyakit paru.

Gambar 4.3 Antarmuka Pengisian Data

Antarmuka Hasil Diagnosa Awal

(43)

Gambar 4.4 Antarmuka Hasil Diagnosa Awal

Antarmuka Pengolahan Data Gejala

Digunakan untuk melakukan pengolahan data gejala pada penyakit paru.

Gambar 4.5 Antarmuka Pengolahan Data Gejala

Antarmuka Pengolahan Data Pasien

Digunakan untuk melakukan pengolahan data pasien paru di RSP Dr. M. Goenawan Partowidigdo Cisarua Bogor.

Gambar 4.6 Antarmuka Pengolahan Data Pasien

Antarmuka Pengolahan Data Penyakit

Digunakan untuk melakukan pengolahan data penyakit paru.

Gambar 4.7 Antarmuka Pengolahan Data Penyakit

Antarmuka Hasil Analisis (Output Lapisan)

Digunakan untuk melihat hasil output lapisan dari analisis metode ANFIS.

Gambar 4.8 Antarmuka Hasil Analisis (Output Lapisan)

Antarmuka Hasil Analisis (Output EBP)

Digunakan untuk melihat hasil output EBP dari analisis metode ANFIS.

(44)

Antarmuka Hasil Analisis (Hasil Perbandingan)

Digunakan untuk melihat hasil perbandingan dari analisis metode ANFIS.

Gambar 4.10 Antarmuka Hasil Analisis (Hasil Perbandingan)

Antarmuka Hasil Diagnosa Awal (Dokter)

Digunakan untuk melihat hasil diagnosa awal pada penyakit paru yang dialami oleh pasien.

Gambar 4.11 Antarmuka Hasil Diagnosa Awal (Dokter)

Antarmuka Halaman Cetak Hasil

Digunakan untuk mencetak hasil diagnosa awal pada penyakit paru.

Gambar 4.12 Antarmuka Halaman Cetak Hasil

4.4Pengujian Sistem

Pengujian sistem merupakan hal terpenting yang bertujuan untuk menemukan kesalahan – kesalahan atau kekurangan – kekurangan pada perangkat lunak yang diuji. Pengujian bermaksud untuk mengetahui perangkat lunak yang telah dibangun atau dibuat

sudah memenuhi kriteria yang sesuai dengan tujuan perancangan perangkat lunak tersebut.

Rencana dan Skenario Pengujian

Dalam pengujian ini, digunakan metode black box

yang berfokus pada persyaratan fungsional dari perangkat lunak. Skenario pengujian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :

Tabel 4.3 Skenario pengujian

No. Kelas Uji Poin Pengujian Jenis

Menambah data gejala yang diderita pasien

Black Box

3. Pengolahan Data

Menambah data pasien Black Box

Mengubah data pasien

Menghitung lapisan 1 sampai dengan lapisan 5 Menghitung EBP Lapisan 5 sampai dengan EBP lapisan 1

Menghitung error pada perhitungan

5. Hasil Diagnosa Awal

Mencari data pasien yang sudah dilakukan diagnosa awal

Black Box

Mencetak hasil diagnosa awal

4.5Pengujian Kasus

Pengujian kasus merupakan pengujian yang dilakukan secara langsung terhadap data analisis yang ada pada Implementasi ANFIS untuk Pendiagnosaan Awal Pada Penyakit Paru di Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan partowidigdo Cisarua Bogor. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui hasil keluaran dari pendiagnosaan awal pada penyakit paru. Pengujian ini akan memperlihatkan hasil perhitungan pada proses pembelajaran dari data analisis atau data gejala yang berkaitan dengan diagnosa awal pada 10 penyakit paru yang diuji serta akurasi dari perhitungan pada proses pembelajaran, yang akan memperlihatkan apakah metode ANFIS ini dapat melakukan pendiagnosaan awal pada penyakit paru dengan baik dengan menggunakan Confusion Matrix.

Skenario pengujian Kasus 1

Pada pengujian 1, akan dilakukan dengan menggunakan 15 data uji dengan menggunakan parameter yaitu max epoh = 100 serta nilai toleransi error yaitu 0.005, 0.004, 0,003, 0.002, 0,001. Berikut adalah gambaran pada skenario pengujian kasus 1 :

Tabel 4.4 Skenario Pengujian Kasus 1

(45)

1 0,005 100

2 0,004 100

3 0,003 100

4 0,002 100

5 0,001 100

Hasil Skenario Pengujian Kasus 1

Dari data hasil skenario pengujian kasus 1, didapatkan hasil secara keseluruhan yang dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5 Hasil Skenario Pengujian Kasus 1

Skenario Max epoh Toleransi error Akurasi

1 100 0,005 80%

2 100 0,004 80%

3 100 0,003 86.67%

4 100 0,002 80%

5 100 0,001 73.33%

Skenario Pengujian Kasus 2

Pada pengujian 2, akan dilakukan dengan menggunakan 15 data uji dengan menggunakan parameter yaitu max epoh = 100, 200, 300, 400, 500 serta nilai toleransi error yaitu 0,003. Berikut adalah gambaran pada skenario pengujian kasus 2 :

Tabel 4.6 Skenario Pengujian Kasus 2

Skenario Toleransi error Max epoh

1 0,003 100

2 0,003 200

3 0,003 300

4 0,003 400

5 0,003 500

Hasil Pengujian Kasus 2

Dari data hasil skenario pengujian kasus 2, didapatkan hasil secara keseluruhan yang dapat dilihat pada tabel 4.7.

Tabel 4.7 Hasil Skenario Pengujian Kasus 2

Skenario Max epoh Toleransi error Akurasi

1 100 0,003 86.67% pengujian kasus 2, dapat ditarik kesimpulan bahwa max epoh dan penentuan nilai toleransi error cukup berpengaruh terhadap besarnya akurasi, dapat dilihat dari hasil pengujian kasus 1 bahwa toleransi error = 0,003 dan max epoh = 100 dapat menghasilkan akurasi sebesar 86,67% sedangkan pada pengujian kasus 2 dengan nilai toleransi error = 0,003 dan max epoh = 300, 400 dan 500 dapat menghasilkan akurasi sebesar 93,33%

Berdasarkan hasil pengujian kasus 1 dan kasus 2 menggunakan metode confusion matrix, maka diperoleh kesimpulan bahwa metode Adaptive Neuro

Fuzzy Inference System dapat menghasilkan hasil diagnosa awal dengan akurasi terbesar yaitu 93,33%.

5. PENUTUP

Bagian ini merupakan penutup yang berisikan kesimpulan penelitian serta saran untuk penelitian kedepannya.

5.1Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian, analisis, perancangan sistem dan pembuatan program sampai ke tahap penyelesaian aplikasi, maka penulis dapat mengambil kesimpulan berdasarkan hasil pengujian kasus 1 dan kasus 2 menggunakan metode confusion matrix, maka diperoleh kesimpulan bahwa metode Adaptive Neuro Fuzzy Inference System dapat menghasilkan hasil diagnosa awal dengan akurasi terbesar yaitu 93,33% dengan rata – rata akurasi yang didapat dari pengujian kasus 1 dan pengujian kasus 2 yaitu 84,66%.

5.2Saran

Untuk meningkatkan penelitian ke depannya mengenai implementasi ANFIS untuk pendiagnosaan awal pada penyakit paru di Unit Pendaftaran Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo Cisarua Bogor, penulis mengusulkan beberapa saran yang dapat dijadikan pertimbangan yaitu :

1. Model dari pendiagnosaan awal pada penyakit paru menggunakan metode ANFIS ini masih dapat dikembangkan lebih lanjut lagi dengan menambah gejala – gejala lain yang mempunyai kemungkinan untuk menghasilkan hasil diagnosa awal pada penyakit paru yang lebih spesifik. 2. Spesifikasi hardware untuk melakukan analisis

pada sistem ini bisa dikatakan kurang, karena saat melakukan analisis hardware atau komputer mengalami hang.

DAFTAR PUSTAKA

[1] R. V. H. G. d. I. A. B. T. Kuncahyo, “Penerapan Metode Adaptive Neuro - Fuzzy Inference System Untuk Memprediksi Nilai Post Test Mahasiswa Pada Jurusan Teknik Informatika

FTIF ITS,” Makalah Seminar Tugas Akhir Periode Januari 2012, pp. 1-9, 2012.

[2] M. Dahria, “Kecerdasan Buatan (Artificial

Intelligence),” Jurnal SAINTIKOM, vol. 5, no. 2, pp. 185-196, 2008.

[3] S. K. d. S. Hartati, Neuro-Fuzzy Integrasi Sistem Fuzzy dan Jaringan Syaraf, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006.

(46)

[5] R. Maulana, “Prediksi Curah Hujan dan Debit Menggunakan Metode Adaptive Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS) (Studi Kasus Citarum Hulu),” 2012.

[6] S. Defit, “Perkiraan Beban Listrik Janga Pendek Dengan Metode Adaptive Neuro Fuzzy

Gambar

Gambar 2.2 Arsitektur ANFIS
Tabel 3.4 Output Lapisan Ketiga ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
Tabel 3.7 Output Lapisan Kelima
Gambar 4.3 Antarmuka Pengisian Data
+7

Referensi

Dokumen terkait