• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Konselor Dalam Pemulihan Korban Penyalahgunaan Narkoba Di Recovery Center Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peranan Konselor Dalam Pemulihan Korban Penyalahgunaan Narkoba Di Recovery Center Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan"

Copied!
168
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN KONSELOR DALAM PEMULIHAN KORBAN

PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI RECOVERY

CENTER RUMAH SINGGAH CARITAS

PENGEMBANGAN SOSIAL

EKONOMI MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

RENTA ULI ANGELLINA 110902033

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh:

Nama : Renta Uli Angellina

Nim : 110902033

Judul : Peranan Konselor Dalam Pemulihan Korban Penyalahgunaan

Narkoba Di Recovery Center Rumah Singgah Caritas

Pengembangan Sosial Ekonomi Medan

Medan, April 2015

PEMBIMBING SKRIPSI

(Mastauli Siregar, S.Sos, M.Si)

NIP. 19710207 200112 2 001

KETUA DEPARTEMEN

ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

(Hairani Siregar, S.Sos, M.S.P)

NIP. 19710927 199801 2 001

DEKAN

FAKUTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(Prof. Dr. Badaruddin, M. Si)

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

1. Ketua Penguji : ( )

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan panitia penguji Skripsi Departemen

Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara, oleh:

Nama : Renta Uli Angellina

NIM : 110902033

Judul : Peranan Konselor Dalam Pemulihan Korban

Penyalahgunaan Narkoba Di Recovery Center Rumah

Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan

Hari/Tanggal : , April 2015

Waktu : Wib s/d Wib

Tempat : Ruang Sidang FISIP USU

TIM PENGUJI

NIP :

2. Penguji I : ( )

NIP :

3. Penguji II : ( )

(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Nama : Renta Uli Angellina Nim : 110902033

ABSTRAK

Skripsi ini diajukan guna memenuhi syarat meraih gelar sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial, dengan judul “Peranan Konselor Dalam Pemulihan Korban Penyalahgunaan Narkoba Di Recovery Center Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan”.

Kasus penyalahgunaan narkoba meningkat dengan cepat di Indonesia, meskipun pemerintah dan masyarakat telah melakukan berbagai upaya. Penyalahgunaan narkoba memang sulit diberantas. Yang dapat dilakukan adalah mencegah dan mengendalikan agar masalahnya tidak meluas dan merugikan masa depan bangsa karena merosotnya kualitas sumber daya manusia. Salah satu upayanya adalah dengan melakukan pemulihan bagi korban penyalahgunaan narkoba tersebut. Proses pemulihan tersebut melibatkan konselor yang dalam prosesnya tergantung dari bagaimana konselor dan peranannya saat sedang memberikan pelayanan. Konselor merupakan petugas yang lebih banyak berinteraksi langsung dengan korban penyalahgunaan narkoba diRecovery Center Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan.

Penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif. Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode pengalaman individu (life story) dari subyek penelitian adalah 2 informan kunci yang terdiri dari Project Manager Divisi Kesehatan Khusus Rumah Singgah Caritas PSE Medan dan salah satu Konselor di Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE Medan, 3 informan utama yang terdiri dari para korban penyalahgunaan narkoba yang sudah ada menjalani program selama 50 hari atau lebih, dan 2 informan tambahan yang terdiri dari korban penyalahgunaan narkoba yang sudah menyelesaikan programnya dan salah satu anggota keluarganya. Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif-kualitatif yang lebih mementingkan ketetapan dan kecukupan data.

Hasil penelitian menjelaskan bahwa konselor memiliki peranan yang penting dalam proses pemulihan korban penyalahgunaan narkoba. Karena konselor adalah orang yang membantu pemulihan korban penyalahgunaan narkoba agar dapat menjalani pemulihan dengan baik. Konselor mengupayakan perubahan perilaku ke arah yang lebih baik sehingga korban penyalahgunaan narkoba memiliki kehidupan yang lebih berkualitas. Dalam peranannya membantu korban penyalahgunaan narkoba, konselor melakukan beberapa hal yaitu asessmen, konseling, dan monitoring.

(5)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT SCIENCE OF SOCIAL WELFARE

Name : Renta Uli Angellina Nim : 110902033

ABSTRACT

This thesis is submitted in order to qualify a bachelor's degree of Social Welfare, with the title "The Role of Counselors In Recovery Drug Abuse In Recovery Center Shelter Home Caritas Medan Socio-Economic Development".

Cases of drug abuse increased rapidly in Indonesia, although the government and the community has made various efforts. Drug abuse is difficult to eradicate. That can be done is to prevent and control so that the problem is not widespread and detrimental to the future of the nation because of the decline in the quality of human resources. One of its efforts is to do a recovery for the victims of drug abuse. The recovery process involves counselors are in the process depends on how counselors and role while providing services. Counselors are officers who interact more directly with victims of drug abuse in the Recovery Center Shelter Socio-Economic Development Caritas Medan.

This research is a descriptive qualitative. Data collection method used in this research is to use the method of individual experience (life story) of the study subjects are two key informants consisting of Project Manager Division of Special Health Shelter PSE Caritas Medan and one counselor at Recovery Center Shelter PSE Caritas Medan , 3 key informants consisting of victims of drug abuse existing undergoing a 50-day or more, and 2 additional informants consisting of drug abusers who have completed the program and one of the members of his family. The data collected was analyzed using descriptive-qualitative analysis techniques are more concerned with the provisions and the adequacy of the data.

(6)

KATA PENGANTAR

Salam damai sejahtera…

Syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan

anugerah-Nya, penulis mendapat kesempatan untuk menyelesaikan studi di

Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU dan atas pertolongan-Nya pula

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah “Peranan

Konselor Dalam Pemulihan Korban Penyalahgunaan Narkoba Di Recovery

Center Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan”. Skripsi

ini disusun untuk diajukan dalam menempuh Ujian Komprehensif sebagai salah satu

syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sosial pada Departemen Ilmu Kesejahteraan

Sosial pada Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, Universitas Sumatera Utara.

Selama penyusunan skripsi ini, penulis menyadari akan sejumlah kekurangan

dan kelemahan, untuk itu penulis membuka diri untuk saran dan kritik yang dapat

membangun guna perbaikan di masa yang akan datang.

Skripsi ini saya persembahkan terkhusus untuk kedua orang tua yang sangat

saya cintai, Drs. P. Situmorang dan P.L. Tobing, yang telah menjadi semangat

untuk saya, serta keluarga yang telah mendukung penulis selama penulisan skripsi

ini.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua

pihak yang membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini, dan secara khusus

penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.S.P, selaku Ketua Departemen Ilmu

Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

(7)

3. Ibu Mastauli Siregar, S.Sos, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah

bersedia membimbing dan memberi dukungan dalam penyelesaian skripsi ini,

serta telah bersedia mendidik dan membagi ilmunya dengan saya.

4. Ibu Dra. Berlianti, M.S.P, salah satu Dosen Favorit penulis di Departemen

Ilmu Kesejahteraan Sosial yang telah memberikan semangat, mendidik, serta

memberikan ilmunya dengan penulis baik dalam perkuliahan dan kehidupan

sehari-hari.

5. Seluruh Dosen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU yang telah memberikan

ilmu kepada penulis baik dalam perkuliahan dan kehidupan sehari-hari.

6. Seluruh staff pendidikan dan administrasi FISIP USU terkhusus buat Ka

Zuraidah dan Ka Sri.

7. Direktur dan seluruh staff di Yayasan Caritas PSE, terkhusus untuk Divisi

Kesehatan Khusus yaitu Bang Ewok, Bang Eka, Bang Undi, Bang

Andreas, Bang Yohannes, Bang Billy, dan Bang Jun yang sudah banyak

membantu penulis dalam PKL II dan penulisan skripsi. Teruntuk Ka Kariz,

Ka Henny, dan Ka Debora yang menjadi tempat penulis berbagi suka dan

duka. Terima kasih banyak semuanya.

8. Para informan yang sudah bersedia meluangkan waktunya melakukan

wawancara dalam penelitian skripsi untuk penulis.

9. Terkhusus buat kedua orang tua tercinta saya Drs. P. Situmorang dan P. L.

Tobing dan dua abang terhebat saya David Kurniawan, S.Pd, Yonathan

Alfonso, S.P serta juga adik-adik tersayang Kristina Wati, Wilopan, dan

Sabda Felix Regan yang tak henti-hentinya mendoakan dan mendukung

penulis baik dari materi, waktu dan semua hal.

10. Buat BFF, sahabat dari SMP N. 21 Medan yaitu Ayu, Bulan, Wanti Isa Dora,

Chandra Sihombing, Bangun Dedo Samosir, dan Satria Afriyanto Sitanggang.

Terima kasih buat hal-hal gila yang pernah kita lewatkan bersama-sama.

Walau jarang ngumpul, tetapi sekalinya berkumpul pasti pantang pulang

sebelum tanggal berhenti.

11. Buat Dyuz, sahabat SMA Nasrani 1 Medan, Ayu Elisa Simanjuntak, Desi

Maria Bulan Siahaan, Ezra Hilda Desi Panggabean, dan my twin Manatap

Ariesta Panjaitan. Terima kasih buat persahabatan kita dan dukungan

(8)

12. Buat Muhammad Iqbal dan Dina Rizki Triyanti “biru”, yang dari awal

semester hingga akhir penulisan skripsi ini merupakan pasangan sahabat

terbaik yang pernah penulis miliki. Terima kasih karena selalu ada di titik

tertinggi sampai titik terendah yang pernah penulis rasakan.

13. Buat Stephanie Dwiyanti Siahaan “abu-abu” dan Neysa Rasenta Munthe

“ungu”, yang dari awal semester selalu mendukung penulis. Terima kasih

buat perjalanan persahabatan kita yang kita lewatkan bersama-sama. Sayang

kalian selalu.

14. Buat KESAYANGAN DI DEPARTEMEN Bang Ria Lesmana, Ka Wan

Debby Jhora Waker, Ka Juli Mutiara Sinaga, Ka Riza Pahlevi Tambunan,

Kak Rina, dan Kak Natya. Terima kasih buat bantuan, dukungan, dan

semangat yang diberikan oleh abang dan kakak semua mulai dari awal

perkuliahan hingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

15. Buat TEMAN-TEMAN BAIK SE-STAMBUK IKS 2011 FISIP USU, yang

sama-sama mengawali jalinan keluarga selama perkuliahan yaitu Vindy

Prananda (02), Mesa Ayu Nengsih (03), Evi Tamala Munte (05), Dina

Rahmiana (06), Indra Fauzie Hasibuan (07), Sofia A Nst (08), Dewi Riris

Natalia N (09), Simon L T W Sinaga (10), Arina Indah (11), Ukap Liboy

Pane (12), Daniel Calti Siahaan (13), Tio Yunita Veronica (14), Nonivili J.

Gulo (15), Erlia Puji Astuti (16), Agusman Harefa (17), Asa Mitra Imanuel

(18), Abdul Halim (19), Febriany I. N. S. (20), Guster C P S (21), Sandi

Ajibah (22), Ronni Situmorang (23), Alm. Muhammad Nur Ajie (24), Sonia

E B Damanik (25), Rickianto P M (26), Wandro Sitanggang (27), Hongi

Jatenra Manik (28), Nancy Agitha .S.(29), Reno Pumadiansyah (30), Eka

Khaparistia (32), Sumihar Lia Violetta (34), Indah Ayu Mustika S (35),

Irawati Sinaga (36), Debora (37), Chairi Firnanda (38), Diella Almira Nst

(39), Eko Syahputra (40), Landsteiner (42), Feri Arif N Telaumbanua (43),

Dimas R Panggabean (44), Loling Damanik (45), Anugerah Mubarak D (46),

Muhammad Fikri Arifi (47), William Sonalawa L (48), Cindy C S (49),

Ammar Yusuf Nasution (50), Revormanuel Isnu Pradana Duha (51), Elvana

Pebrianti (52), Yudha Iqram Siregar (53), Kristian B Hutajulu (54),

Topanoven (55), T.m. Haikal Aulia Chalik (56), Mario Vanricho (57),

(9)

Sari (69), Poniman (70), Felix G K Zebua (71), Henny Sidabutar (72),

Elisabeth Sidabutar (73), Katrina Sinaga (74), Yuni Risca Mawarni (75), Tito

Anugraha Imam P (77), Denisa Tatiana Lado (78), Adelina Puspita Devi (80),

M Fadhlan Nasution (81), Sona Zendrato (82), Adisti Lia Pradita (83),

Gabriel Lamhot Yordani (84), Riasapta Oktavia Ley (84), Marcelinus

Manurung (87), Elvin A J Zebua (88), Andri Martuah S (90), Sawitri M

Manurung (91), Siti Mahyardani Nasution (93), Sausan Farras I (94), Rachel

Friscilla (95), Tika Simanjuntak (96),Heriana Bangun (97), Desrina

Nahampun (98). Semoga kita bisa menjadi pekerja sosial yah. VIVA

KESSOS!

16. Buat seluruh keluarga besar Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP

USU baik itu dari alumni, senior, dan junior. Terima kasih buat segala

pembelajaran yang telah penulis dapatkan. Kita semua tetap jadi keluarga

selamanya. VIVA KESSOS!

17. Buat seluruh panitia Charity Concert with Judika, terkhusus buat Bang Islah

dan Bundo Yani, yang selalu mendukung penulis dalam mengerjakan skripsi

ini.

18. Buat Franky Febryanto Banfatin, yang menuliskan nama penulis secara

lengkap di skripsinya. Kali ini giliran saya, broo. Terima kasih untuk segala

hal yang kita lakukan bersama.

19. Buat orang-orang yang tidak tersebutkan namanya yang telah mendukung dan

membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mengucapkan terima

kasih banyak dan sukses buat kita semua.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih terdapat kekurangan

dalam skripsi ini, untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik guna

menyempurnakannya agar kedepan penulis dapat lebih baik lagi. Penulis berharap

semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Sekian dan terima kasih.

Medan, April 2015

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

1.4 Sistematika Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konselor ... 11

2.5 Proses Pemulihan Korban Penyalahgunaan Narkoba ... 43

2.6 Kerangka Pemikiran ... 53

2.7 Definisi Konsep ... 56

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ... 58

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Latar Belakang Pendirian Lembaga ... 62

4.2 Identitas Dan Nilai Pelayanan ... 63

4.2.1 Visi Pelayanan ... 64

4.2.2 Misi Pelayanan ... 64

(11)

4.2.5 Deskripsi Kerja ... 66

4.2.6 Struktur Organisasi ... 67

4.3 Rumah Singgah Caritas PSE ... 71

4.3.1 Sejarah Rumah Singgah Caritas PSE ... 71

4.3.2 Prinsip Dasar Rumah Singgah Caritas PSE ... 73

4.3.3 Kegiatan Rumah Singgah Caritas PSE ... 73

4.3.4 Deskripsi Kerja Rumah Singgah Caritas PSE ... 74

4.3.5 Program Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE 75 4.3.6 Bagan Kerja di Rumah Singgah Caritas PSE ... 86

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Pengantar ... 87

5.2 Hasil Temuan ... 88

5.2.1 Informan Kunci I ... 88

5.2.2 Informan Kunci II ... 93

5.2.3 Informan Utama I ... 102

5.2.4 Informan Utama II ... 106

5.2.5 Informan Utama III ... 111

5.2.6 Informan Tambahan I ... 117

5.2.7 Informan Tambahan II ... 123

5.3 Analisis Data ... 127

5.3.1 Melakukan Asessmen ... 127

5.3.2 Melakukan Konseling ... 135

5.3.3 Melakukan Monitoring ... 140

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 143

6.2 Saran ... 145

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.2.6.1 Badan Pembina: ... 67

Tabel 4.2.6.2 Badan Pengawas ... 68

Tabel 4.2.6.3 Badan Pengurus: ... 68

Tabel 4.2.6.4 Badan Pelaksana dan Staf Caritas Pengembangan Sosial

(13)

DAFTAR BAGAN

Bagan Alur Pikiran ... 55

(14)

LAMPIRAN

1) Daftar Wawancara

2) Surat Keputusan Komisi Pembimbing Penulisan Proposal Peneltian/ Peneltian

Skripsi

3) Surat ACC Judul Proposal/ Penulisan Skripsi

4) Berita Acara Seminar Proposal Peneltian

5) Surat Izin Penelitian

6) Surat Balasan Izin Penelitian dari Kepala Desa Baru

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah penyalahgunaan narkoba terus menjadi permasalahan global.

Permasalahan ini semakin lama semakin mewabah, bahkan menyentuh hampir

semua bangsa di dunia ini. Hal ini mengakibatkan banyak kasus lain yang dapat

bermunculan. Kematian jutaan jiwa yang dapat menghancurkan kehidupan

keluarga dan kasus lainnya yang menunjukkan akibat dari permasalahan

tersebut telah banyak menyebabkan kerugian, baik materi maupun non materi.

Kejadian tersebut bisa saja seperti kasus perceraian, perampokan, pembunuhan

atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian.

Laporan tahunan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC)

2013 UNODC, yaitu organisasi dunia yang menangani masalah narkoba dan

kriminal menyebutkan bahwa pada tahun 2011, diperkirakan antara 167 sampai

dengan 315 juta orang (3,6 - 6,9% dari populasi penduduk dunia yang berumur

15 - 64 tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan

Narkoba minimal sekali dalam setahun. Bahkan ada 200 juta orang meninggal

dunia setiap tahunnya akibat narkoba (BNN, portal).

Di Indonesia sendiri angka penyalahgunaan narkoba mencapai 2,2 persen

atau 4,2 juta orang pada tahun 2011. Mereka terdiri dari pengguna coba pakai,

teratur pakai, dan pecandu. Pada aspek pemberantasan peredaran gelap

narkoba, menunjukkan adanya peningkatan hasil pengungkapan kasus dan

tersangka kejahatan serta pengungkapan tindak pidana pencucian uang yang

(16)

terungkap 108.107 kasus kejahatan narkoba dengan jumlah tersangka 134.117

orang. Hasil pengungkapan tindak pidana pencucian uang sebanyak 40 kasus

dengan nilai aset yang disita sebesar Rp 163,1 miliar

Dewasa ini, jaringan peredaran narkoba ini telah merambah ke segala lini

kehidupan masyarakat. Jumlah kerugian bahkan kerusakan yang diakibatkan

tidak sedikit. Selain itu, saat ini narkoba telah merambah ke seluruh lapisan

masyarakat; baik anak kecil, remaja, hingga orang tua; dari yang masih

berstatus pelajar, mahasiswa, pekerja kantoran hingga pengangguran; dari

rakyat biasa hingga pejabat negara.

Badan Narkotika Nasional (BNN) Pusat mencatat bahwa pada tahun

2013, korban penyalahgunaan Narkoba mencapai angka sebesar 2,2 persen dari

total jumlah penduduk Indonesia atau setara 4,2 juta jiwa. Korban

penyalahgunaan itu berusia antara usia 10 sampai 59 tahun. Keadaan ini

sungguh miris mengingat yang paling banyak menjadi korban adalah usia

produktif (BNN-RI, 2014).

Berdasarkan hasil penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN) yang

bekerja sama dengan Puslitkes UI pada 2011, angka prevalensi penyalahgunaan

narkoba 2,2% atau setara dengan 4,2 juta orang dari total populasi penduduk

Indonesia berusia 10 tahun hingga 59 tahun. Angka prevalensi diprediksikan

meningkat menjadi 2,8% (5,1 juta orang) pada 2015. Tren penyalahgunaan

narkoba saat ini didominasi ganja, sabu-sabu, ekstasi, heroin, kokain, dan

(17)

Total yang telah dimusnahkan sebanyak 28.062 gram sabu-sabu, 44.389

gram ganja, 10.116 gram heroin, dan 3.103 butir ekstasi. Sebagian besar

penyalahguna narkoba ialah remaja berpendidikan tinggi. Berdasarkan data

BNN, sedikitnya 15 ribu orang setiap tahun mati akibat penyalahgunaan

narkoba dan kerugian negara mencapai Rp50 triliun per tahun (BNNP-Sumut,

2013)

Pada dasarnya peredaran narkotika di Indonesia apabila ditinjau dari

aspek yuridis adalah sah keberadaannya. Undang-Undang Narkotika hanya

melarang penggunaan narkotika tanpa izin oleh undang-undang yang

dimaksud. Keadaan inilah dalam kenyataan empiris pemakaiannya sering

disalahgunakan dan tidak untuk kepentingan kesehatan tapi lebih jauh daripada

itu, yakni dijadikan sebagai objek bisnis dan berdampak pada kegiatan merusak

mental, baik fisik maupun psikis generasi muda.

Undang Undang Narkotika Nomor 35 tahun 2009 mengamanatkan

perubahan paradigma dalam melihat penyalahgunaan narkoba. Para pengguna

narkoba wajib di rehabilitasi. Undang Undang sebelumnya menetapkan atau

melihat korban penyalahguna narkoba sebagai seorang kriminal dan harus di

penjara. Inilah perubahan mendasar dalam upaya menyelamatkan anak bangsa

dari jeratan narkoba yang sangat ganas karena menghancurkan masa depan

generasi muda. Tentu saja perubahan paradigma baru tersebut itu ditetapkan

berdasarkan pertimbangan pemisahan yang jelas antara status pengguna dan

pengedar(Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika).

Dampak yang ditimbulkan membuat kita harus kerja keras untuk

memeranginya tanpa kenal lelah. Semua sendi pemerintahan dan masyarakat

(18)

masalah orang-perorangan atau masalah mereka yang menjadi korban

penyalahgunaan narkoba saja melainkan sudah menjadi masalah negara.

Mungkin bisa kita sebutkan sudah menjadi masalah yang mendunia dan

menuntut kita untuk mencari jalan keluarnya bersama-sama.

Berbagai cara tentu harus diupayakan baik untuk mencegah peredaran

gelap narkoba maupun pemulihan bagi korban-korban penyalahguna narkoba.

Penyuluhan rutin berkelanjutan tentang topik narkoba adalah telur emasnya

neraka hendaklah dilaksanakan baik di sekolah, kampus maupun masyarakat.

Selain itu dapat juga dibuat forum (lokakarya dan seminar) secara sistematis,

membantu law enforcement, memberikan informasi tentang penyalahgunaan

narkoba, melakukan pengawasan terhadap tempat-tempat rawan, melakukan

penangkapan bila terlihat aksi penyalahgunaan narkoba, membantu menangani

dan menyelamatkan korban, melakukan pemantauan terhadap penanganan

kasus-kasus penyalahgunaan narkoba baik itu penangkapan, penyelidikan,

tuntutan sampai pengadilan mengenai narkoba.

Upaya pengobatan secara medis tidak selalu memuaskan karena pecandu

yang mengikuti program pengobatan, setelah beberapa minggu berhenti

memakai narkoba jadi kambuh karena berhubungan dengan teman pecandu.

Untuk mengatasi persoalan itu, dukungan dan sikap proaktif dari keluarga

mutlak diperlukan (Kedaulatan Rakyat, 2007:17). Usaha-usaha tersebut juga

bisa saja melibatkan para pihak penyuluh untuk bisa memberikan informasi

bahaya narkoba kepada semua lapisan masyarakat khususnya para remaja dan

mengajak para orangtua yang mempunyai anak pengguna narkoba untuk mau

membawakan anaknya ke panti rehabilitasi yang telah disediakan pihak

(19)

Dari data yang dilaporkan Badan Narkotika Nasional (BNN) bahwa

pengguna narkotika dan obat terlarang di Indonesia per 2012 meningkat

menjadi 4 juta orang atau meningkat 2 persen dari populasi dan meningkat dari

riset sebelumnya yang sebesar 3,8 juta jiwa. Menurut Juru bicara BNN Sumirat

Dwiyanto, angka pecandu ini meningkat dikarenakan jumlah pencandu yang

melakukan rehabilitasi sangat minim. Dari 4 juta-an pencandu, hanya 18 ribu

yang rehabilitasi. BNN mengingatkan masyarakat jika para pengguna

melaporkan diri ke BNN untuk direhabilitasi tidak akan terkena jerat hukum

sesuai UU Narkotika N0 35/2009. Pengguna yang melapor ke 130 puskesmas

dan rumah sakit, 140 tempat rehabilitasi yang dikelola Kementerian Sosial serta

45 RS Polri yang sudah ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan tidak akan

terkena jerat hukum karena dilindungi Undang-Undang

2015 pukul 03.28).

Panti rehabilitasi merupakan pilihan yang baik untuk klien, khususnya

mereka yang mempunyai kesulitan untuk menyesuaikan hidup tanpa

menggunakan narkoba dan seringkali kambuh. Sampai saat ini, pemerintah

masih membutuhkan 1000 panti rehabilitasi bagi pengguna narkoba. Program

ini adalah perawatan jangka panjang yang biasanya berlangsung antara 3-12

bulan dan diharapkan merupakan program lanjutan setelah dilakukan program

detoksifikasi. Sasaran utama dari program ini adalah abstinentia atau sama

sekali tidak menggunakan narkoba (Sumiati, 2009:25).

Menurut data BNN saat ini ada 40 unit lembaga rehabilitasi yang

(20)

ditambah dua unit lembaga milik BNN yang menampung 2.000 orang. BNN

menyediakan anggaran sebesar Rp1 triliun pada 2013 untuk penanganan

narkoba (http://www.republika.co.id diakses pada tanggal 17 Februari 2015,

pukul 04:00).

Bidang Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan,

jumlah pecandu narkoba yang mendapatkan pelayanan terapi dan rehabilitasi di

seluruh Indonesia tahun 2012, sebanyak 14.510 orang. Terbanyak pada umur

26–40 tahun, yaitu sebanyak 9.972 orang. Dari data yang diperoleh, sebanyak 4

juta jiwa anak Indonesia terlibat penyalahgunaan narkoba. Sementara yang

mendapat rehabilitasi masih sekitar 15.000 jiwa, tentunya ini menjadi suatu

masalah yang besar jika sisa dari penyalahgunaan itu tidak direhabilitasi (Portal

kriminal, 2013).

Pengguna narkoba yang telah menjalani rehabilitasi di seluruh Indonesia

baik di masyarakat, di dalam panti maupun di tempat rehabilitasi lain sebanyak

6.373 orang. Sedangkan, yang terdaftar di BNN hanya sebanyak 837 orang. Di

Sumatera Utara sendiri yang terdata menerima pengobatan hanya sebanyak 287

orang, yang terdiri dari 237 orang di rehabilitasi di panti pemerintah dan 50

orang lainnya berada di luar panti (BNN, 2012).

Salah satu tempat rehabilitasi ketergantungan narkoba di Sumatera Utara

adalah Yayasan Caritas PSE Medan yang didirikan oleh Keuskupan Agung

Medan. Menurut pengurus yayasan tersebut sudah ratusan penghuni yang

mendapat perawatan di Panti tersebut. Mereka yang menjadi korban

ketergantungan obat terlarang itu umumnya para kawula muda yang masih

(21)

Korban penyalahgunaan narkoba juga sudah sepantasnya mendapatkan

pengobatan, perawatan, pembinaan dan dukungan keluarga karena mereka

memang benar sakit, baik fisik dan psikisnya. Pada pelaksanaan pemulihan

tahap rehabilitasi, dilibatkan tenaga profesional, salah satunya adalah konselor.

Pada penanganan penyalahgunaan narkoba, sosok konselor bertugas

memberikan konsultasi pada klien maupun keluarga klien, membantu atau

membentuk perilaku yang positif untuk mereduksi atau bahkan menghilangkan

perilaku-perilaku yang mendorong pada kecenderungan untuk menggunakan

atau kecanduan.

Narkoba adalah suatu zat atau obat yang diproduksi untuk keperluan

pengobatan dunia medis. Kerjanya sangat keras sehingga penggunaannya harus

melalui resep dokter. Jika disalahgunakan akan mempengaruhi fisik dan psikis

yang mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan yang berpengaruh pada

susunan syaraf pusat dan tidak dibenarkan oleh budaya masyarakat Indonesia.

Konselor narkoba adalah individu yang bekerja secara profesional di tempat

rehabilitasi untuk menangani masalah penyalahgunaan narkoba dengan upaya

memberikan evaluasi, informasi dan saran-saran yang diperlukan oleh

penyalahguna narkoba agar dapat bebas dari penyalahgunaan narkoba (total

abstinance), meningkatkan aspek positif yang mereka memiliki dan

membentuk gaya hidup yang sehat.

Konselor memberikan konseling dalam menangani korban

penyalahgunaan narkoba. Konseling ini tidak bisa dilakukan oleh sembarang

orang, melainkan secara profesional yaitu orang yang telah memperoleh

pendidikan dan pelatihan konseling narkoba dan mempunyai keahlian di

(22)

Konselor juga haruslah konselor yang aktif dan cekatan dalam membantu

pemulihan korban penyalahgunaan narkoba. Hal ini dikarenakan seseorang

yang memakai narkoba dalam jangka waktu yang lama memiliki jaringan otak

yang rusak sehingga menyebabkan korban tersebut sulit berpikir yang rasional.

Keberadaan konselor memberikan konsultasi pada korban maupun

keluarga korban, membantu atau membentuk perilaku yang positif untuk

mereduksi atau bahkan menghilangkan perilaku-perilaku yang mendorong pada

kecenderungan untuk menggunakan atau kecanduan. Hal ini karena keadaan

psikis dan mental pecandu tersebut sudah sangat rapuh sehingga perlu

bimbingan dari konselor agar dia dapat lepas dari narkoba.

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan, maka

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai apa saja

peranan konselor dalam pemulihan korban penyalahgunaan narkoba. Untuk itu

peneliti membuat karya ilmihah yaitu skripsi untuk mengetahui dengan lebih

jelas lagi. Skripsi ini berjudul Peranan Konselor Dalam Pemulihan Korban

Penyalahgunaan Narkoba di Recovery Center Rumah Singgah Caritas

PSE Medan.

1.2 Perumusan Masalah

Untuk mempermudah penelitian ini nantinya dan agar penelitian ini

memiliki arah yang jelas dalam menginterpretasikan data dan fakta yang ada ke

dalam penulisan, maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahan yang akan

diteliti. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka

rumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah:

(23)

penyalahgunaan narkoba di Recovery Center Rumah Singgah Caritas

PSE Medan?”.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan

konselor dalam pemulihan korban penyalahgunaan narkoba di

Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE Medan.

1.3.2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

referensi dalam pengembangan:

1. Secara Akademis, dapat memberikan sumbangan positif

terhadap keilmuan di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial

mengenai konsep pelayanan sosial.

2. Secara Teoritis, hasil penelitian ini diharapkan memberikan

pengetahuan dan informasi bagi peneliti untuk meningkatkan

lagi pemahaman mengenai penyalahgunaan narkoba dan dapat

dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya.

3. Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangsih pemikiran bagi pihak-pihak yang terlibat di dalam

program rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba dan juga

lembaga lainnya yang berkecimpung di dunia narkoba agar

dapat membuat suatu metode pelayanan sosial yang lebih baik

(24)

1.4. Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika

sebagai berikut :

BAB I :PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan,

dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II :TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan uraian konsep dan teori yang berkaitan

dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran,

dan definisi konsep.

BAB III :METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, informan

penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik analisis

data.

BAB IV :DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang sejarah berdirinya Yayasan Caritas

PSE, Visi dan Misi, sejarah berdirinya Rumah Singgah

Caritas PSE, dan gambaran lokasi penelitian secara umum.

BAB V :ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari

hasil penelitian dan analisisnya.

BAB VI :PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian.

(25)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konselor

2.1.1 Pengertian Konselor

Konselor adalah pihak yang membantu klien dalam proses

konseling. Sebagai pihak yang paling memahami dasar dan teknik

konseling secara luas, konselor dalam menjalankan perannya bertindak

sebagai fasilitator bagi klien. Selain itu, konselor juga bertindak sebagai

penasihat, guru, konsultan yang mendampingi klien sampai klien dapat

menemukan dan mengatasi masalah yang dihadapinya (Lesmana,

2005). Maka tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa konselor adalah

tenaga profesional yang sangat berarti bagi klien (Lubis, 2011: 22).

Konseling merupakan bantuan yang diberikan oleh seseorang

(konselor) kepada orang lain (klien) dengan cara ilmiah (terencana,

terprogram, terarah dan sistematis) untuk membantu klien agar ia dapat

keluar dari masalah yang dihadapinya (Lubis, 2006:10). Dalam

melakukan proses konseling, seorang konselor harus dapat menerima

kondisi klien apa adanya. Konselor harus dapat menciptakan suasana

yang kondusif saat proses konseling berlangsung. Posisi konselor

sebagai pihak yang membantu, menempatkannya pada posisi yang

benar-benar dapat memahami dengan baik permasalahan yang dihadapi

klien (Lubis, 2011: 22).

Menurut Asosiasi Konselor dan ahli Psikoterapi Inggris (AKAPI),

konseling dilakukan sesuai dengan seperangkat aturan dan pedoman

(26)

yang mensyaratkan standar akreditasi dan tingkat kompetensi minimum.

Konselor terikat dengan kode etik, yang menekankan sikap menghargai

nilai, pengalaman, pandangan, perasaan, dan kemampuan klien untuk

menentukan diri sendiri. Konselor bertujuan memberikan pelayanan

terbaik kepada klien. Di samping itu, konselor terikat dengan kode etik

yang menekankan pentingnya batas-batas hubungan konselor-klien,

sifat hubungan mereka, dan tujuan aktivitas konseling (Geldard dan

Geldard, 2004:8).

• Batas-batas hubungan konseling

Konseling umumnya dilakukan di tempat yang menjamin

privasi dan kenyamanan fisik dan psikologis konselor dan

klien. Konselor menjelaskan sifat dan tujuan konseling kepada

klien, dan kedua belah pihak mematuhi batas-batas etika

konseling. Misalnya, konselor tidak boleh melakukan kontak

fisik yang berlebihan dengan klien selama proses konseling

atau sesudahnya. Demikian juga, konselor dilarang menjalin

hubungan dengan klien karena alas an-alasan pribadi.

• Kualitas hubungan konseling

Kualitas hubungan konselor – klien berbeda dengan sifat

hubungan di mana keterampilan konseling digunakan dalam

kehidupan sehari-hari di lingkungan sosial atau tempat kerja.

Konseling biasanya bertujuan untuk membantu klien

menyelesaikan problem yang mengganggu mereka. Konseling

(27)

yang lebih positif dalam menyikapi hidup. Orang-orang meminta

bantuan konseling dengan bermacam-macam sebab dan untuk berbagai

tujuan (Geldard dan Geldard, 2004:11).

Selanjutnya Corey (dikutip dari Lubis, 2011:67) menyatakan

bahwa tujuan-tujuan konseling yang digunakan berdasarkan

masing-masing pendekatan yang digunakan dalam proses konseling adalah

seperti berikut.

1. Pendekatan Psikoanalisis

Tujuan konseling meliputi:

• Membuat hal-hal yang tidak disadari menjadi disadari

• Merekonstruksi kepribadian dasar

• Membantu klien menghidupkan kembali

pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak dengan menembus konfilk

yang direpresi

2. Pendekatan Ekstensial-Humanistis

Tujuan konseling meliputi:

• Memaksimalkan kesadaran diri dan pertumbuhan

• Menghapus penghambat aktualisasi diri dan pertumbuhan

• Menghapus klien menemukan dan menggunakan kebebasan

memilih dengan memperluas kesadaran diri

• Membantu klien agar bebas dan bertanggung jawab atas arah

kehidupannya sendiri

3. Pendekatan Client-Centered

(28)

• Menyadarkan penghambat pertumbuhan dan aspek

pengalaman pribadi diri yang sebelumnya diingkari atau

didistorsi

• Membantu klien agar mampu bergerak ke arah keterbukaan

terhadap pengalaman serta meningkatkan spontanitas dan

perasaan hidup

4. Pendekatan Gestalt

Tujuan konseling meliputi:

• Membantu klien memperoleh kesadaran atas pengalaman dari

waktu ke waktu

• Menantang klien agar menerima tanggung jawab

5. Pendekatan Tingkah Laku

Tujuan konseling meliputi:

• Menghapus pola tingkah laku maladaptif

• Mempelajari pola tingkah laku konstruktif

• Mengubah tingkah laku

6. Pendekatan Rasional-Emotif

Tujuan konseling meliputi:

• Menghapus pandangan hidup klien yang melemahkan diri

• Membantu klien memperoleh pandangan hidup yang lebih

toleran dan rasional

7. Pendekatan Realitas

(29)

• Membimbing klien mempelajari tingkah laku realistis dan

bertanggung jawab serta mengembangkan “identitas

keberhasilan”

• Membantu klien membuat pertimbangan nilai tingkah lakunya

sendiri dan merencanakan tindakan untuk perubahan

2.1.2 Karakteristik Konselor

Setiap konselor pada masing-masing pendekatan teknik konseling

yang digunakannya memiliki karakteristik dan peran yang

berbeda-beda. Hal ini tergantung dari konsep pendiri teori yang dijadikan

landasan berpijak. Misalnya, pada konselor yang menggunakam

pendekatan behavioristik, konselor berperan sebagai fasilitator bagi

klien. Hal tersebut tidak berlaku bagi konseling yang menggunakan

pendekatan humanistis di mana peran konselor bersifat holistis (Lubis,

2011:22).

Rogers (dikutip dari Lesmana, 2005) menyebutkan ada tiga

karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang konselor, yaitu

congruence, unconditional positive regard, dan empathy.

a) Congruence

Seorang konselor haruslah terintegrasi dan kongruen.

Pengertiannya di sini adalah seorang konselor terlebih dahulu harus

memahami dirinya sendiri. Antara pikiran, perasaan, dan

(30)

menjadi dirinya sendiri, tanpa menutupi kekurangan yang ada pada

dirinya sendiri.

Misalnya, seorang konselor yang memiliki fobia terhadap

ketinggian bersedia berbagi pengalaman kepada klien dengan

keluhan ketakutan pada hewan berbulu. Konselor tidak

berpura-pura mengatakan bahwa ia berani dan telah berhasil mengalahkan

ketakutannya pada ketinggian. Hal ini akan membuat klien merasa

bahwa bukan hanya dirinya yang memiliki masalah takut pada suatu

objek.

b) Unconditional positive regard

Konselor harus dapat menerima/respek kepada klien walaupun

dengan keadaan yang tidak dapat diterima oleh lingkungan. Setiap

individu menjalani kehidupannya dengan membawa segala

nilai-nilai dan kebutuhan yang dimilikinya. Rogers mengatakan bahwa

setiap manusia memiliki tendensi untuk mengaktualisasikan dirinya

ke arah yang lebih baik. Untuk itulah, konselor harus memberikan

kepercayaan kepada klien untuk mengembangkan diri mereka.

Brammer, Abrego, dan Shostrom (dikutip dari Lesmana, 2005)

juga mengatakan bahwa klien akan mengalami perubahan efektif

apabila ia berada dalam situasi yang kondusif untuk pertumbuhan.

Situasi yang kondusif ini misalnya pengalaman penerimaan

(acceptance) yaitu pengalaman dipahami, dicintai, dan dihargai

(31)

Situasi konseling harus menciptakan hubungan kasih sayang

yang mendatangkan efek konstruktif pada diri klien sehingga klien

dapat memiliki kemampuan dalam memberi dan menerima cinta.

Menurut Lesmana (2005), acceptance dalam konseling sama dengan

bentuk cinta, yaitu bentuk cinta seseorang ketika berusaha

membantu orang lain untuk berkembang. Menurutnya, acceptance

juga bersifat tidak menilai, artinya konselor bersikap netral terhadap

nilai-nilai yang dianut klien.

c) Empathy

Rogers (dikutip dari Willis, 2009) mengartikan empati sebagai

kemampuan yang dapat merasakann dunia pribadi klien tanpa

kehilangan kesadaran diri. Ia menyebutkan komponen yang terdapat

dalam empati meliputi: penghargaan positif (positif regard), rasa

hormat (respect), kehangatan (warmth), kekonkretan

(concreteness), kesiapan/kesegaran (immediacy), konfrontasi

(confrontation), dan keaslian (congruence/genuiness).

Misalnya, mampu memahami bagaimana dilemanya seorang

klien yang melakukan hubungan seksual pranikah dengan tidak

langsung menilainya sebagai perbuatan tercela dan menghakimi

klien sebagai manusia hina.

Secara umum, karakteristik kepribadian konselor yang berlaku di

Indonesia telah diuraikan secara mendetail oleh Willis (2007) seperti

(32)

1. Beriman dan bertakwa

2. Menyenangi manusia

3. Komunikator yang terampil dan pendengar yan baik

4. Memiliki ilmu dan wawasan tentang manusia, sosial-budaya yang

baik dan kompeten

5. Flesksibel, tenang, dan sabar

6. Menguasai keterampilan teknik dan memiliki intuisi

7. Memahami etika profesi

8. Respek, jujur, asli, menghargai, dan tidak menilai

9. Empati, memahami, menerima, hangat, dan bersahabat

10.Fasilitator dan motivator

11.Emosi stabil, pikiran jernih, cepat, dan mampu

12.Objektif, rasional, logis, dan konkret

13.Konsisten dan bertanggung jawab

Walaupun terdapat beberapa perbedaan pada beberapa sisi, tetapi

tujuan dari penggolongan karakteristik tersebut memiliki kesamaan

yang jelas. Kesamaan tersebut adalah untuk dijadikan panduan para

konselor agar dapat menjadi konselor yang efektif (Lubis, 2011:31).

2.1.3 Peranan Konselor

Menurut Baruth dan Robinson, peran adalah apa yang diharapkan dari

posisi yang dijalani seorang konselor dan persepsi dari orang lain terhadap

posisi konselor tersebut. Misalnya, seorang konselor harus memiliki kepedulian

yang tinggi terhadap masalah klien. Sedangkan Corey (2009) menyatakan

(33)

bagaimana sebenarnya peran konselor yang layak. Ada beberapa faktor yang

diperhitungkan dalam menentukan peran konselor, yaitu tipe pendekatan

konseling yang digunakan, karakteristik kepribadian konselor, taraf latihan,

klien yang dilayani, dan setting konseling (Lubis, 2011: 31-32).

Konselor dalam upaya rehabilitasi adalah sebagai berikut (Wibhawa

dkk, 2010:39):

a. Mendapat latihan dan/atau pendidikan dalam bidang psikologi pendidikan

b. Memiliki keterampilan dalam menggunakan atau melakukan pengetesan

c. Memfokuskan perhatian serta kemampuannya pada individu

d. Konselor biasanya melakukan konsultasi singkat dengan kliennya

Adapun peranan konselor dalam proses pemulihan korban

penyalahgunaan narkoba:

1. Melakukan Asesmen

Sebelum membantu pemulihan pecandu dan keluarganya, terlebih

dahulu perlu diadakan penilaian permasalahan, yang disebut asesmen, dengan

cara mengumpulkan informasi, terutama melalui wawancara. Asesmen yaitu

menilai masalah dengan mengumpulkan informasi untuk menetapkan

diagnosis dan modalitas terapi yang paling sesuai baginya (Martono &

Joewana, 2008: 93).

Asesmen berarti meramalkan gaya hidup, pandangan, kesehatan

mental kliennya dan sebagainya. Asesmen berguna untuk mengidentifikasi

alternatif dan mengembangkan alternatif itu secara realistik, merencanakan

tindakan dan membantu klien meningkatkan potensinya. Asesmen sebaiknya

diperoleh dengan metode yang komprehensif, sistematis, dan

(34)

terstandar, pelaporan diri, observasi,dan sebagainya, tergantung pada situasi

dan kebutuhannya.

2. Melakukan Konseling

Konseling merupakan aktivitas yang dilakukan dalam rangka

memberikan berbagai alternative pemecahan masalah. Hubungan ini biasanya

bersifat individual meskipun terkadang melibatkan lebih dari dua orang dan

dirancang untuk membantu korban memahami dan memperjelas masalah

yang dihadapinya. Sehingga korban dapat membuat pilihan yang bermakna

sebagai pemecahan masalah yang dihadapinya (Zulkarnain, 2014: 78).

Dalam konseling terjadi hubungan antara konselor dan klien untuk

saling menerima dan membagi, yaitu dalam pengertian bahwa mereka dapat :

1) Bersepakat untuk menyukseskan hubungan tersebut

2) Berbagi pengalaman

3) Saling mendengarkan secara aktif

4) Mendorong pemikiran kreatif

5) Saling menghargai nilai-nilai dan tujuan hidup masing-masing

Konseling sangat penting pada terapi adiksi dan pencegahan relaps

yang memerlukan komitmen seorang konselor. Konseling berbeda dengan

psikoterapi yang melibatkan pengalaman masa kecil dan kejadian trauma

yang dialami klien. Peran konselor adalah menciptakan suasana yang

memungkinkan konfrontasi pada klien dan klien dapat menyelesaikan

masalahnya. Konseling narkoba merupakan hubungan antara konselor dengan

penyalahguna dalam rangka membantu meningkatkan kesadaran akan

(35)

perilaku, mengatasi kesulitan, dan menentukan keputusan (Zulkarnain, 2014:

78).

3. Melakukan Monitoring

Monitoring adalah pemantauan yang dapat dijelaskan sebagai

kesadaran (awareness) tentang apa yang ingin diketahui, pemantauan

berkadar tingkat tinggi dilakukan agar dapat membuat pengukuran melalui

waktu yang menunjukkan pergerakan ke arah tujuan atau menjauh dari itu.

Monitoring akan memberikan informasi tentang status dan kecenderungan

bahwa pengukuran dan evaluasi yang diselesaikan berulang dari waktu ke

waktu, pemantauan umumnya dilakukan untuk tujuan tertentu, untuk

memeriksa terhadap proses berikut objek atau untuk mengevaluasi kondisi

atau kemajuan menuju tujuan hasil manajemen atas efek tindakan dari

beberapa jenis antara lain tindakan untuk mempertahankan manajemen yang

sedang berjalan

diakses tanggal 22 februari pukul 00.45).

Monitoring adalah kegiatan yang berkesinambungan. Dalam proses

ini, terjadi pemantauan terhadap resident yang didasari dari keadaan fisik,

emosional, spiritual, dan psikologis. Monitoring dilakukan oleh konselor

dalam kegiatan sehari-hari resident.

2.2. Pengertian Peranan

Menurut Bidle dan Thomas, peran adalah serangkaian rumusan yang

membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan

(36)

bisa memberi anjuran, memberi penilaian dan memberi sanksi. Peranan

merupakan aspek dinamis kedudukan seseorang melaksanakan hak dan

kewajiban sesuai kedudukannya maka ia menjalankan suatu peranan.

Kedudukan dan peranan tidak dapat dipisahkan keduanya saling

ketergantungan artinya tidak ada peran tanpa status dan tidak ada status tanpa

peran, seperti halnya status setiap orang mempunyai berbagai macam peran

dengan berasal dari pola pergaulan hidupnya (Syarbaini, 2009:60).

Peranan sendiri berkaitan erat dengan fungsi sosial seseorang baik

secara formal maupun informal. Peranan sendiri digunakan dalam setiap bagian

kehidupan, baik itu masyarakat, pekerjaan dan sekolah. Recovery Center

Rumah Singgah Caritas PSE Medan yang merupakan panti rehabilitasi milik

swasta turut andil dalam pemulihan korban penyalahgunaan narkoba.

2.3. Narkoba

2.3.1. Pengertian Narkoba

Istilah narkoba sesuai dengan Surat Edaran Badan Narkotika

Nasional (BNN) No SE/03/IV/2002 merupakan akronim dari

NARkotika, psiKOtropika, dan Bahan Adiktif lainnya. Narkoba yaitu

zat-zat alami maupun kimiawi yang jika dimasukkan ke dalam tubuh

dapat mengubah pikiran, suasana hati, perasaan, dan perilaku seseorang

(Zulkarnain, 2014:1).

Secara umum sebenarnya narkoba itu adalah singkatan dari

Narkotika dan Bahan-bahan Berbahaya. Bahan-bahan berbahaya ini

(37)

pestisida, atau lain-lainnya. Dari waktu ke waktu istilah narkoba

ditambah dengan alkohol sering disebut sebagai NAZA (Narkotika,

Alkohol dan Zat Adiktif lainnya), tetapi kemudian muncul obat-obatan

yang sejenis dengan narkotika hanya saja tidak ada kandungan

narkotika didalamnya. Kini banyak beredar di pasaran illegal disebut

dengan Psikotropika. Dengan demikian belakangan ini disebut dengan

NAPZA (Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya).

Zat adiktif yang dimaksud disini adalah zat-zat pada umumnya yang

dapat membuat orang adictive atau ketergantungan atau kecanduan

seperti Nicotin pada tembakau dan Kafein pada kopi (Willy, 2005: 4).

Narkoba (Narkotika dan Obat/Bahan Berbahaya) adalah istilah

yang digunakan oleh penegak hukum dan masyarakat. Yang dimaksud

dengan bahan berbahaya adalah bahan yang tidak aman digunakan atau

membahayakan dan penggunaannya bertentangan dengan hukum atau

melanggar hukum (illegal). Napza (Narkotika, Psikotropika, Zat Adiktif

Lain) adalah istilah kedokteran untuk sekelompok zat yang ketika

masuk ke dalam tubuh menyebabkan ketergantungan (adiktif) dan

berpengaruh pada kerja otak (psikoaktif), termasuk dalam hal ini adalah

obat, bahan, atau zat, baik yang diatur undang-undang dan perturan

hukum lain maupun tidak, tetapi sering disalahgunakan, seperti alkohol,

nikotin, kafein, dan juga inhalasia/solven. Istilah ini lebih tepat, karena

mengacu pada undang-undang yang berlaku mengenai narkotika dan

psikotropika (Martono & Joewana, 2008:5).

Selain itu ada juga pengertian lain mengenai narkoba, narkoba

(38)

digunakan sebagai pengurang rasa sakit pada dunia kedokteran.

Sedangkan obat terlarang biasa disebut dengan psikotropika, yakni

obat-obatan yang mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan

perilaku. Biasanya digunakan untuk terapi gangguan psiatrik (Sitompul,

et.al., 2004:88).

Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya merupakan zat

yang berguna untuk keperluan dalam bidang pengobatan, ilmu

pengtahuan dan lainnya. Sayangnya zat tersebut sering disalahgunakan

hingga menuimbulkan ketagihan dan ketergantungan yang berdampak

buruk terhadap fisik dan psikis.

2.3.2. Penggolongan Narkoba

Menurut UU Narkotika No 35 Tahun 2009, narkotika di

definisikan sebagai zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan

penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi

sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan

ketergantungan. Penggolongannya sebagai berikut:

1. Narkotika golongan I: hanya dapat digunakan untuk tujuan

pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam

terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan

ketergantungan. Contoh: Heroin, Kokain, Opium, Ganja,

Katinon, MDMDA/Ecstasy.

2. Narkotika golongan II: berkhasiat untuk pengobatan

(39)

dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu

pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan

ketergantungan. Contoh: Morfin, Petidin, Fentanil, Metadon.

3. Narkotika golongan III: berkhasiat untuk pengobatan dan

banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan

pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi

ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Codein,

Buprenorfin, Etilmorfin.

Lahirnya UU RI Nomor 35 tahun 2009 meskipun tidak secara

langsung membatalkan UU RI Nomor 5 tahun 1997 tentang

Psikotropika, namun telah membawa perubahan pada penggolongan

psikotropika. Dalam pasal 153 huruf b UU RI No 35 tahun 2009 tentang

Narkotika disebutkan bahwa dengan berlakunya Undang-Undang

tersebut lampiran mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan

Golongan II sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika yang telah dipindahkan

menjadi Narkotika Golongan I menurut Undang-Undang ini, dicabut

dan dinyatakan tidak berlaku. Dengan demikian, hal tersebut

menegaskan bahwa Psikotropika golongan I dan II sebagaimana diatur

dalam UU RI Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika digolongkan

menjadi Narkotika golongan I berdasarkan UU RI Nomor 35 tahun

(40)

Berdasarkan sejarah dan prosesnya, narkoba terdiri dari tiga (3)

jenis yaitu narkoba alamiah, narkoba buatan (sintetis) dan narkoba

campuran (semi sintetis).

Narkoba alamiah berasal dari tumbuhan yaitu jenis narkoba yang

masih alamiah karena belum diolah atau dicampur dengan bahan kimia

lain. Jenis ini masih asli dari alam, yaitu dengan cara ditanam.Yang

termasuk narkoba alamiah adalah ganja, opium, koka, alkot dan

lain-lain.

Narkoba buatan (sintetis) yaitu hasil dari proses dengan

mencampurkan bermacam-macam bahan kimia. Yang termasuk jenis

narkoba buatan ini seperti ekstasi, rohipnol, shabu-shabu dan lain-lain.

Narkoba campuran (semi sintetis) yaitu hasil olahan (proses)

dengan mencampurkan narkoba alamiah dengan bahan kimia. Jenis

narkoba campuran ini seperti heroin, kokain dan lain-lain (Nasution,

2004: 4).

Berikut adalah jenis-jenis narkoba yang sering disalahgunakan :

1) Ganja

Suatu tanaman perdu yang tingginya dapat mencapai 4 meter

dan dikenal lebih dari 100 spesies tanaman yang dapat tumbuh di

daerah tropis dan daerah beriklim sedang seperti India, Thailand,

Sumatera, Nepal, Jamaika, Kolumbia, Korea, Iowa (AS), dan

Rusia bagian selatan.

Dikenal dengan nama Cannabis, Mariyuana, Hassish, Gelek,

Budha Stick, Cimeng, Grass, Rumput, dan Sayur. Bentuknya

(41)

memanjang, pinggirannya bergerigi, ujungnya lancip, urat daun

memanjang ditengah pangkal hingga ujung, bila diraba bagian

muka halus dan bagian belakang agak kasar. Jumlah helai daun

ganja selalu ganjil yaitu 5,7 atau 9 helai.

Warna daun ganja hijau tua segar dan berbuah coklat bila

sudah lama dibiarkan karena kena udara dan panas. Sedangkan

penggunaannya dapat dihisap dari gulungan menyerupai rokok

atau dapat juga dihisap dengan menggunakan pipa rokok. Daun

ganja mengandung zat THC (Tetrahydro-Cannabinol), yaitu suatu

zat penyebab terjadinya halusinasi. Getah yang kering disebut

Hasish. Apabila dicairkan dikenal dengan minyak kanabis.

Efek yang diteimbulkan saat menggunakannya adalah denyut

jantung semakin cepat, temperatur badan menurun, mata merah,

nafsu makan bertambah, santai, tenang dan melayang-layang,

fikiran selalu rindu pada ganja, daya tahan menghadapi problema

menjadi lemah, malas, apatis, tidak peduli dan kehilangan

semangat untuk belajar maupun bekerja, presepsi waktu dan

pertimbangan intelektual maupun moral terganggu.

Efek yang paling buruk dari pemakaian ganja secara kronis

dapat menyebabkan kanker paru-paru karena pengaruh kadar tar

pada ganja jauh lebih tinggi dari pada kadar tar pada tembakau.

Dan penggunaan ganja dalam jangka waktu panjang dapat

menyebabkan gangguan kejiwaan (Badan Narkotika Nasional RI,

(42)

2) Kokain

Kokain adalah alkaloida yang berasal ari tanaman Eritrosilon

koka yang tumbuh di Bolivia dan Peru pada lereng-lereng

pegunungan Andes, di Amerika Selatan.

Bentuknya berupa bubuk, daun coca, biah coca, cocain

Kristal. Warna cairan berwarna putih/tidak berwarna, kristal dan

tablet berwarna putih, sedangkan bubuk atau serbuk berwarna

seperti tepung.

Penggunaannya dengan cara menghirup melalui hidung

dengan menggunakan penyedot (sedotan) atau dapat juga dibakar

bersama-sama dengan tembakau (rokok), ditelan bersama

minuman atau disuntikan pada pembuluh darah.

Efeknya membuat pemakai tidak bergairah kerja, tidak bisa

tidur, halusinasi, tidak nafsu makan, berbuat dan berfikit tanpa

tujuan, serta merasa gelisah dan cemas berlebihan.

Selanjutnya apabila sudah pada tingkat over dosis atau

takaran yang berlebihan dapat menyebabkan kematian, karena

serangan dan gangguan pada pernafasan dan terhadap serangan

jantung. Di samping itu juga dapat menimbulkan keracunan pada

susunan syaraf sehingga korban dapat mengalami kejang-kejang,

tingkah laku yang kasar, fikiran yang kacau dan mata gelap.

Dampak negatif yang sangat berbahaya dari penyalahgunaan

kokain dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di otak

(43)

3) Morfin atau Heroin

Nama lainnya adalah putaw, Smack, Junk, Horse, H, PT,

Etep, Bedak, dan Putih.Morfin dan heroin berasal dari getah

opium yang membeku sendiri dari tanaman Papaver Somniferum.

Dengan melalui proses pengolahan dapat menghasilkan Morfin.

Kemudian dengan proses tertentu dapat menghasilkan Heroin

yang mempunyai kekuatan 10 kali melebihi morfin.

Bentuknya berupa serbuk dengan warna putih, abu-abu,

kecoklatan hingga coklat tua. Penggunaannya dengan cara

menghirup asapnya setelah bubuk heroin dibakar diatas kertas

timah pembungkus rokok (sniffing) atau dengan

menyuntikkannya langsung kepembuluh darah setelah heroin

dilarutkan dalam air.

Efeknya menimbulkan rasa mengantuk, lesu, penampilan

“dungu”, jalan mengambang, rasa sakit seluruh badan, badan

gemetar, jantung berdebar-debar, susah tidur, nafsu makan

berkurang, matanya berair dan hidungnya selalu ingusan, problem

pada kesehatan seperti bengkak pada daerah menyuntik, tetanus,

HIV/AIDS, Hepatitis B dan C, problem jantung, dada dan

paru-paru, serta sulit buang air besar, dan pada wanita mengganggu

sirkulasi menstruasi.

Gejala putus zat (sakaw) adalah sangat menyiksa sehingga

yang bersangkutan akan berusaha untuk mengkonsumsi heroin.

Oleh karena itu pecandu heroin akan berusaha dengan cara

(44)

segan-segan melakukan tindakan-tindakan kekerasan atau

kejahatan, misalnya mencuri, menodong, merampok dan

melakukan pembunuhan. Telah banyak remaja yang terlibat

pelacuran (menjual diri) hanya sekedar untuk mendapatkan uang

guna membeli heroin.

Pecandu heroin sangat sulit untuk menghentikan pemakaian

heroin dan cenderung untuk mengkonsumsi dalam jumlah atau

dosis semakin bertambah dan sesering mungkin. Akibatnya over

dosis (Badan Narkotika Nasional RI, 2007:12).

4) Ekstasy

Dikenal dengan nama Inex, Kancing, Huge Drug, Yuppie

Grug, Essence, Clarity, Butterfly, dan Black Heart. Bentuknya

berupa tablet dan kapsul dengan warna yang bermacam-macam

dan penggunaannya dengan ditelan.

Efeknya timbul rasa gembira secara berlebihan. Banyak

orang mengkonsumsi ekstasy untuk tujuan bersenang-senang.

Ekstasy biasanya digunakan oleh anak-anak muda agar dapat

berpesta/ diskotik sepanjang malam. Karena saking gembira

kadang-kadang sampai lepas kendali sehingga tidak malu-malu

melakukan pesta seks. Efek lainnya seperti merasa cemas, tidak

mau diam (hiperaktif), rasa percaya diri meningkat, mengalami

keringat dan gemetaran, susah tidur, sakit kepala dan

pusing-pusing, mual dan muntah.

Pemakaian ekstasy dapat mendorong tubuh untuk melakukan

(45)

menyebabkan kekurangan cairan pada tubuh (dehidrasi) karena

terlalu banyak menggerakkan tenaga dan terlalu banyak

berkeringat.

Pada pemakaian yang berlebihan (over dosis) mengakibatkan

penglihatan kabur, mudah tersinggung (pemarah), tekanan darah

meningkat, nafsu makan berkurang, dan denyut jantung

bertambah cepat. Kematian sering terjadi karena pemakaian yang

berlebihan, yang mengakibatkan pecahnya pembuluh darah di

otak (Badan Narkotika Nasional RI, 2007: 14).

5) Shabu

Dikenal dengan nama Kristal, Ubas, SS, Mecin dengan

bentuk berupa Kristal dan berwarna putih. Penggunaannya

dibakar dengan menggunakan aluminium foil dan asapnya dihirup

melalui hidung. Dibakar dengan menggunakan botol kaca khusus

(bong) dan disuntikan.

Efek penggunaan shabu ini adalah badan pemakai merasa

lebih kuat dan energik (meningkatkan stamina), tidak mau diam

(hiperaktif), rasa percaya diri meningkat, rasa ingin diperhatikan

orang lain, nafsu makan berkurang akibatnya badan semakin

kurus, susah tidur, jantungnya berdebar-debar, tekanan darah

meningkat, dan mengalami gangguan pada fungsi sosial dan

pekerjaan.

Penggunaan shabu mendorong tubuh melakukan aktifitas

(46)

berlebihan, sehingga dapat menyebabkan kekurangan cairan

tubuh (dehidrasi).

Bagi mereka yang sudah ketagihan, apabila pemakaiannya

dihentikan (putus zat) akan timbul gejala-gejala seperti merasa

lelah dan tidak berdaya (stamina menurun), kehilangan semangat

hidup (ingin bunuh diri), merasa cemas dan gelisah secara

berlebihan, kehilangan rasa percaya diri dan susah tidur (Badan

Narkotika Nasional RI, 2007:15).

6) Inhalansia atau Solven

Yang termasuk adalah gas dan zat pelarut yang mudah

menguap berupa senyawa organik. Inhalansia dan solven terdapat

pada berbagai barang-barang keperluan rumah tangga, kantor, dan

pelumas mesin.

Inhalansia yang terdapat pada lem dan pengencer cat

(thinner) ini digunakan dengan cara dihirup yang dapat

mengakibatkan kematian mendadak, seperti tercekik (sudden

sniffing, death syndrome). Efeknya dapat menghilangkan ingatan,

tidak dapat berfikir, mudah berdarah dan memar, kerusakan

sistem syaraf utama, kerusakan hati dan ginjal, sakit maag, sakit

pada waktu buang air kecil, serta kejang-kejang otot dan

batuk-batuk.

Penggunaan inhalansia dapat merusak pertumbuhan dan

perkembangan otot, syaraf, dan organ tubuh lain. Menghirup

sambil menggunakan obat tidur, alkohol, akan meningkatkan

(47)

aktifitas normal seperti berlari atau berteriak dapat mengakibatkan

kematian karena gagal jantung (Badan Narkotika Nasional RI,

2007:16).

7) Alkohol

Menurut catatan arkeologik, minuman beralkohol sudah

dikenal manusia sejak kurang lebih 5000 tahun yang lalu. Alkohol

merupakan penekan susunan syaraf pusat tertua, dan

bersama-sama kafein dan nikotin merupakan zat kimia yang paling banyak

digunakan manusia.

Alkohol yaitu minuman yang mengandung etanol yang

diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat

dengan cara fermentasi atau destilasi, baik melalui perlakuan

sebelumnya, menambah bahan lain, mencampur konsentrat

dengan ethanol ataupun dengan proses pengenceran minuman

yang mengandung ethanol.

Efeknya dapat menyebabkan depresi pada sistem syaraf

pusat, jika penggunaan dicampur dengan obat lain si pemakai

akan pingsan atau kejang-kejang tidak sadar diri, menyebabkan

oedema otak (pembengkakan dan terbendungnya darah dari otak),

menimbulkan halusinasi, toleransi dan ketagihan (Badan

Narkotika Nasional RI, 2007:16).

Alkohol terdapat pada minuman keras, yang kadar etanolnya

berbeda-beda. Minuman keras golongan A berkadar etanol 1-5%

(48)

anggur, minuman keras golongan C berkadar 20-45% seperti rum,

gin, dan Manson House (Martono & Joewana, 2008:10).

8) Lysergic Acid (LSD)

LSD menyebabkan halusinasi (khayalan) dan termasuk

psikotropika golongan I. Nama yang sering digunakan adalah

acid, red dragon, blue heaven, sugar cubes, trips, dan tabs.

Bentuknya seperti kertas berukuran kotak kecil sebesar

seperempat perangko dalam banyak warna dan gambar, atau

berbentuk pil dan kapsul. Cara pemakaiannya adalah dengan

meletakan LSD pada lidah.

Pengaruh LSD tak dapat diduga. Sensasi dan perasaan

berubah secara dramatis, dengan mengalami flashback atau trips

(halusinasi/penglihatan semu) berulang tanpa peringatan

sebelumnya. Pupil melebar, tidak bisa tidur, selera makan hilang,

suhu tubuh meningkat, berkeringat, denyut nadi dan tekanan

darah naik, koordinasi otot terganggu dan tremor. Dapat merusak

sel otak, gangguan daya ingat dan pemusatan perhatian yang

diikuti meningkatnya resiko kejang, serta kegagalan pernapasan

dan jantung (Martono & Joewana, 2008:11).

9) Nikotin

Nikotin terdapat pada tanaman tembakau atau Nicotiana

Tabacum L. yang diduga berasal dari argentina, berupa tanaman

perdu setinggi 1-3 meter.

Nikotin yang terdapat pada tembakau termasuk stimulansia.

(49)

berbahaya, serta zat lain,seluruhnya tak kurang dari 4000

senyawa. Jika nikotin adalah penyebab ketregantungan, maka tar

menjadi penyebab kanker.

Survey menunjukan bahwa merokok pada anak/remaja

adalah pintu gerbang masuk kepada pemakaian ganja, heroin,

ekstasy, dan shabu yang banyak disalahgunakan. Oleh karena itu,

pencegahan penyalahgunaan narkoba harus dimulai dengan

mencegah merokok atau menunda usia merokok (Martono dan

Joewana, 2008:12).

2.4. Penyalahgunaan Narkoba

Penyalahgunaan narkoba merupakan masalah yang kompleks dan

memiliki dimensi yang luas, baik dari sudut medik, psikiatrik, kesehatan jiwa,

maupun psikosial (Afiatin, 2008:12). Penyalahgunaan narkoba adalah

penggunaan narkoba yang digunakan tidak hanya untuk maksud pengobatan,

tetapi karena ingin menikmati pengaruhnya. Karena pengaruhnya itulah

narkoba disalahgunakan. Sifat pengaruh itu sementara, sebab setelah itu timbul

rasa tidak enak. Untuk menghilangkan rasa tidak enak, ia menggunakan

narkoba itu lagi. Karena itu, narkoba mendorong seseorang memakainya lagi

(Martono dan Joewana, 2008: 15).

Penyalahgunaan narkoba tidak terjadi begitu saja, ada beberapa faktor

yang melatarbelakangi terjadinya penyalaggunaan narkoba ini, antara lain:

1) Faktor Individu

Setiap manusia memiliki kepribadian yang berbeda-beda, hal ini di

(50)

tidak sama. Usia yang berbeda dan rasa ingin tahu yang pada akhirnya

membawa individu pada persepsi yang salah mengenai narkoba.

2) Faktor Keluarga

Keluarga sebagai wadah pertama bagi anggota keluarga untuk

bersosialisasi, maka komunikasi yang baik antar anggota keluarga

sangatlah penting guna membangun karakteristik anggota keluarga yang

kuat. Keluarga yang tidak harmonis dimana selalu terjadi konflik dan

orang tua yang otoriter merupakan salah satu faktor yang mendorong

seseorang dalam penggunaan narkoba.

3) Faktor Lingkungan

Kondisi lingkungan yang rawan dan tidak sehat dimana seseorang

bergaul dan bersosialisasi dapat menjadi pendorong bagi perkembangan

yang menyimpang atau dengan sederhananya dapat dikatakan terikut

dengan arus pergaulan yang tidak benar.

4) Tersedianya Narkoba

Selain faktor pendorong ada pula faktor yang memicu penyalahgunaan

narkoba, yaitu ketersediaan narkoba yang sangat mudah untuk

didapatkan di setiap jenjang masyarakat. Para penjual narkoba

berkeliaran disetiap sudut kehidupan, baik di gang sempit, warung

makan, sekolah, tempat nongkrong, permukiman masyarakat dan

sebagainya.

Ketergantungan tidak berlangsung seketika, tetapi melalui rangkaian

proses penyalahgunaan. Ada beberapa tahapan atau pola pemakaian narkoba,

Gambar

Gambar 1.1
Tabel 4.2
Tabel 4.4 BADAN PELAKSANA DAN STAF CARITAS

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui komposisi optimum antara eceng gondok dengan kotoran ayam, perlakuan pengenceran dan perlakuan pengadukan reaktor untuk

Teramati dengan jelas bahwa tegangan tidak berubah atau konstan dengan perubahan nilai volume elektrolit ekstrak buah nanas baik tanpa (sampel A) maupun melalui penyaringan

otePad merupakan program aplikasi pelengkap (Accessories) yang terdapat dalam sistem operasi Microsoft Windows XP dan berfungsi sbagai text yang dapat digunanakan

5.Setiap pelanggaran terhadap kewajiban negara netral dan belligerent yang dilakukan oleh fihak satu ter­ hadap fihak yang lainnya merupakan pelanggaran ter­ hadap

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pelatihan baby gym terhadap kemampuan ibu untuk melakukan baby gym di wilayah Ponkesdes Grogol, Desa Grogol, Kecamatan

Saipudin Sopari yang telah mengetik dengan cermat naskah Kamus Dwi Bahasa Indonesia — Lampung Dialek Wai Kanan Edisi Revisi ini.. Demikian pula Tim Penyusunan

ini menunjukkan status gizi lansia yang mengikuti posyandu lansia cenderung lebih banyak memiliki status gizi normal dibandingkan dengan lanjut usia yang tidak