PERANAN KONSELOR DALAM PEMULIHAN KORBAN
PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI RECOVERY
CENTER RUMAH SINGGAH CARITAS
PENGEMBANGAN SOSIAL
EKONOMI MEDAN
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
Universitas Sumatera Utara
Oleh:
RENTA ULI ANGELLINA 110902033
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh:
Nama : Renta Uli Angellina
Nim : 110902033
Judul : Peranan Konselor Dalam Pemulihan Korban Penyalahgunaan
Narkoba Di Recovery Center Rumah Singgah Caritas
Pengembangan Sosial Ekonomi Medan
Medan, April 2015
PEMBIMBING SKRIPSI
(Mastauli Siregar, S.Sos, M.Si)
NIP. 19710207 200112 2 001
KETUA DEPARTEMEN
ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
(Hairani Siregar, S.Sos, M.S.P)
NIP. 19710927 199801 2 001
DEKAN
FAKUTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(Prof. Dr. Badaruddin, M. Si)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
1. Ketua Penguji : ( )
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan panitia penguji Skripsi Departemen
Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara, oleh:
Nama : Renta Uli Angellina
NIM : 110902033
Judul : Peranan Konselor Dalam Pemulihan Korban
Penyalahgunaan Narkoba Di Recovery Center Rumah
Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan
Hari/Tanggal : , April 2015
Waktu : Wib s/d Wib
Tempat : Ruang Sidang FISIP USU
TIM PENGUJI
NIP :
2. Penguji I : ( )
NIP :
3. Penguji II : ( )
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
Nama : Renta Uli Angellina Nim : 110902033
ABSTRAK
Skripsi ini diajukan guna memenuhi syarat meraih gelar sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial, dengan judul “Peranan Konselor Dalam Pemulihan Korban Penyalahgunaan Narkoba Di Recovery Center Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan”.
Kasus penyalahgunaan narkoba meningkat dengan cepat di Indonesia, meskipun pemerintah dan masyarakat telah melakukan berbagai upaya. Penyalahgunaan narkoba memang sulit diberantas. Yang dapat dilakukan adalah mencegah dan mengendalikan agar masalahnya tidak meluas dan merugikan masa depan bangsa karena merosotnya kualitas sumber daya manusia. Salah satu upayanya adalah dengan melakukan pemulihan bagi korban penyalahgunaan narkoba tersebut. Proses pemulihan tersebut melibatkan konselor yang dalam prosesnya tergantung dari bagaimana konselor dan peranannya saat sedang memberikan pelayanan. Konselor merupakan petugas yang lebih banyak berinteraksi langsung dengan korban penyalahgunaan narkoba diRecovery Center Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan.
Penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif. Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode pengalaman individu (life story) dari subyek penelitian adalah 2 informan kunci yang terdiri dari Project Manager Divisi Kesehatan Khusus Rumah Singgah Caritas PSE Medan dan salah satu Konselor di Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE Medan, 3 informan utama yang terdiri dari para korban penyalahgunaan narkoba yang sudah ada menjalani program selama 50 hari atau lebih, dan 2 informan tambahan yang terdiri dari korban penyalahgunaan narkoba yang sudah menyelesaikan programnya dan salah satu anggota keluarganya. Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif-kualitatif yang lebih mementingkan ketetapan dan kecukupan data.
Hasil penelitian menjelaskan bahwa konselor memiliki peranan yang penting dalam proses pemulihan korban penyalahgunaan narkoba. Karena konselor adalah orang yang membantu pemulihan korban penyalahgunaan narkoba agar dapat menjalani pemulihan dengan baik. Konselor mengupayakan perubahan perilaku ke arah yang lebih baik sehingga korban penyalahgunaan narkoba memiliki kehidupan yang lebih berkualitas. Dalam peranannya membantu korban penyalahgunaan narkoba, konselor melakukan beberapa hal yaitu asessmen, konseling, dan monitoring.
UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA
FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT SCIENCE OF SOCIAL WELFARE
Name : Renta Uli Angellina Nim : 110902033
ABSTRACT
This thesis is submitted in order to qualify a bachelor's degree of Social Welfare, with the title "The Role of Counselors In Recovery Drug Abuse In Recovery Center Shelter Home Caritas Medan Socio-Economic Development".
Cases of drug abuse increased rapidly in Indonesia, although the government and the community has made various efforts. Drug abuse is difficult to eradicate. That can be done is to prevent and control so that the problem is not widespread and detrimental to the future of the nation because of the decline in the quality of human resources. One of its efforts is to do a recovery for the victims of drug abuse. The recovery process involves counselors are in the process depends on how counselors and role while providing services. Counselors are officers who interact more directly with victims of drug abuse in the Recovery Center Shelter Socio-Economic Development Caritas Medan.
This research is a descriptive qualitative. Data collection method used in this research is to use the method of individual experience (life story) of the study subjects are two key informants consisting of Project Manager Division of Special Health Shelter PSE Caritas Medan and one counselor at Recovery Center Shelter PSE Caritas Medan , 3 key informants consisting of victims of drug abuse existing undergoing a 50-day or more, and 2 additional informants consisting of drug abusers who have completed the program and one of the members of his family. The data collected was analyzed using descriptive-qualitative analysis techniques are more concerned with the provisions and the adequacy of the data.
KATA PENGANTAR
Salam damai sejahtera…
Syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
anugerah-Nya, penulis mendapat kesempatan untuk menyelesaikan studi di
Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU dan atas pertolongan-Nya pula
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah “Peranan
Konselor Dalam Pemulihan Korban Penyalahgunaan Narkoba Di Recovery
Center Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan”. Skripsi
ini disusun untuk diajukan dalam menempuh Ujian Komprehensif sebagai salah satu
syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sosial pada Departemen Ilmu Kesejahteraan
Sosial pada Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Sumatera Utara.
Selama penyusunan skripsi ini, penulis menyadari akan sejumlah kekurangan
dan kelemahan, untuk itu penulis membuka diri untuk saran dan kritik yang dapat
membangun guna perbaikan di masa yang akan datang.
Skripsi ini saya persembahkan terkhusus untuk kedua orang tua yang sangat
saya cintai, Drs. P. Situmorang dan P.L. Tobing, yang telah menjadi semangat
untuk saya, serta keluarga yang telah mendukung penulis selama penulisan skripsi
ini.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini, dan secara khusus
penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.S.P, selaku Ketua Departemen Ilmu
Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
3. Ibu Mastauli Siregar, S.Sos, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah
bersedia membimbing dan memberi dukungan dalam penyelesaian skripsi ini,
serta telah bersedia mendidik dan membagi ilmunya dengan saya.
4. Ibu Dra. Berlianti, M.S.P, salah satu Dosen Favorit penulis di Departemen
Ilmu Kesejahteraan Sosial yang telah memberikan semangat, mendidik, serta
memberikan ilmunya dengan penulis baik dalam perkuliahan dan kehidupan
sehari-hari.
5. Seluruh Dosen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU yang telah memberikan
ilmu kepada penulis baik dalam perkuliahan dan kehidupan sehari-hari.
6. Seluruh staff pendidikan dan administrasi FISIP USU terkhusus buat Ka
Zuraidah dan Ka Sri.
7. Direktur dan seluruh staff di Yayasan Caritas PSE, terkhusus untuk Divisi
Kesehatan Khusus yaitu Bang Ewok, Bang Eka, Bang Undi, Bang
Andreas, Bang Yohannes, Bang Billy, dan Bang Jun yang sudah banyak
membantu penulis dalam PKL II dan penulisan skripsi. Teruntuk Ka Kariz,
Ka Henny, dan Ka Debora yang menjadi tempat penulis berbagi suka dan
duka. Terima kasih banyak semuanya.
8. Para informan yang sudah bersedia meluangkan waktunya melakukan
wawancara dalam penelitian skripsi untuk penulis.
9. Terkhusus buat kedua orang tua tercinta saya Drs. P. Situmorang dan P. L.
Tobing dan dua abang terhebat saya David Kurniawan, S.Pd, Yonathan
Alfonso, S.P serta juga adik-adik tersayang Kristina Wati, Wilopan, dan
Sabda Felix Regan yang tak henti-hentinya mendoakan dan mendukung
penulis baik dari materi, waktu dan semua hal.
10. Buat BFF, sahabat dari SMP N. 21 Medan yaitu Ayu, Bulan, Wanti Isa Dora,
Chandra Sihombing, Bangun Dedo Samosir, dan Satria Afriyanto Sitanggang.
Terima kasih buat hal-hal gila yang pernah kita lewatkan bersama-sama.
Walau jarang ngumpul, tetapi sekalinya berkumpul pasti pantang pulang
sebelum tanggal berhenti.
11. Buat Dyuz, sahabat SMA Nasrani 1 Medan, Ayu Elisa Simanjuntak, Desi
Maria Bulan Siahaan, Ezra Hilda Desi Panggabean, dan my twin Manatap
Ariesta Panjaitan. Terima kasih buat persahabatan kita dan dukungan
12. Buat Muhammad Iqbal dan Dina Rizki Triyanti “biru”, yang dari awal
semester hingga akhir penulisan skripsi ini merupakan pasangan sahabat
terbaik yang pernah penulis miliki. Terima kasih karena selalu ada di titik
tertinggi sampai titik terendah yang pernah penulis rasakan.
13. Buat Stephanie Dwiyanti Siahaan “abu-abu” dan Neysa Rasenta Munthe
“ungu”, yang dari awal semester selalu mendukung penulis. Terima kasih
buat perjalanan persahabatan kita yang kita lewatkan bersama-sama. Sayang
kalian selalu.
14. Buat KESAYANGAN DI DEPARTEMEN Bang Ria Lesmana, Ka Wan
Debby Jhora Waker, Ka Juli Mutiara Sinaga, Ka Riza Pahlevi Tambunan,
Kak Rina, dan Kak Natya. Terima kasih buat bantuan, dukungan, dan
semangat yang diberikan oleh abang dan kakak semua mulai dari awal
perkuliahan hingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
15. Buat TEMAN-TEMAN BAIK SE-STAMBUK IKS 2011 FISIP USU, yang
sama-sama mengawali jalinan keluarga selama perkuliahan yaitu Vindy
Prananda (02), Mesa Ayu Nengsih (03), Evi Tamala Munte (05), Dina
Rahmiana (06), Indra Fauzie Hasibuan (07), Sofia A Nst (08), Dewi Riris
Natalia N (09), Simon L T W Sinaga (10), Arina Indah (11), Ukap Liboy
Pane (12), Daniel Calti Siahaan (13), Tio Yunita Veronica (14), Nonivili J.
Gulo (15), Erlia Puji Astuti (16), Agusman Harefa (17), Asa Mitra Imanuel
(18), Abdul Halim (19), Febriany I. N. S. (20), Guster C P S (21), Sandi
Ajibah (22), Ronni Situmorang (23), Alm. Muhammad Nur Ajie (24), Sonia
E B Damanik (25), Rickianto P M (26), Wandro Sitanggang (27), Hongi
Jatenra Manik (28), Nancy Agitha .S.(29), Reno Pumadiansyah (30), Eka
Khaparistia (32), Sumihar Lia Violetta (34), Indah Ayu Mustika S (35),
Irawati Sinaga (36), Debora (37), Chairi Firnanda (38), Diella Almira Nst
(39), Eko Syahputra (40), Landsteiner (42), Feri Arif N Telaumbanua (43),
Dimas R Panggabean (44), Loling Damanik (45), Anugerah Mubarak D (46),
Muhammad Fikri Arifi (47), William Sonalawa L (48), Cindy C S (49),
Ammar Yusuf Nasution (50), Revormanuel Isnu Pradana Duha (51), Elvana
Pebrianti (52), Yudha Iqram Siregar (53), Kristian B Hutajulu (54),
Topanoven (55), T.m. Haikal Aulia Chalik (56), Mario Vanricho (57),
Sari (69), Poniman (70), Felix G K Zebua (71), Henny Sidabutar (72),
Elisabeth Sidabutar (73), Katrina Sinaga (74), Yuni Risca Mawarni (75), Tito
Anugraha Imam P (77), Denisa Tatiana Lado (78), Adelina Puspita Devi (80),
M Fadhlan Nasution (81), Sona Zendrato (82), Adisti Lia Pradita (83),
Gabriel Lamhot Yordani (84), Riasapta Oktavia Ley (84), Marcelinus
Manurung (87), Elvin A J Zebua (88), Andri Martuah S (90), Sawitri M
Manurung (91), Siti Mahyardani Nasution (93), Sausan Farras I (94), Rachel
Friscilla (95), Tika Simanjuntak (96),Heriana Bangun (97), Desrina
Nahampun (98). Semoga kita bisa menjadi pekerja sosial yah. VIVA
KESSOS!
16. Buat seluruh keluarga besar Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP
USU baik itu dari alumni, senior, dan junior. Terima kasih buat segala
pembelajaran yang telah penulis dapatkan. Kita semua tetap jadi keluarga
selamanya. VIVA KESSOS!
17. Buat seluruh panitia Charity Concert with Judika, terkhusus buat Bang Islah
dan Bundo Yani, yang selalu mendukung penulis dalam mengerjakan skripsi
ini.
18. Buat Franky Febryanto Banfatin, yang menuliskan nama penulis secara
lengkap di skripsinya. Kali ini giliran saya, broo. Terima kasih untuk segala
hal yang kita lakukan bersama.
19. Buat orang-orang yang tidak tersebutkan namanya yang telah mendukung dan
membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mengucapkan terima
kasih banyak dan sukses buat kita semua.
Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih terdapat kekurangan
dalam skripsi ini, untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik guna
menyempurnakannya agar kedepan penulis dapat lebih baik lagi. Penulis berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Sekian dan terima kasih.
Medan, April 2015
Penulis
DAFTAR ISI
1.4 Sistematika Penelitian ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konselor ... 11
2.5 Proses Pemulihan Korban Penyalahgunaan Narkoba ... 43
2.6 Kerangka Pemikiran ... 53
2.7 Definisi Konsep ... 56
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ... 58
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Latar Belakang Pendirian Lembaga ... 62
4.2 Identitas Dan Nilai Pelayanan ... 63
4.2.1 Visi Pelayanan ... 64
4.2.2 Misi Pelayanan ... 64
4.2.5 Deskripsi Kerja ... 66
4.2.6 Struktur Organisasi ... 67
4.3 Rumah Singgah Caritas PSE ... 71
4.3.1 Sejarah Rumah Singgah Caritas PSE ... 71
4.3.2 Prinsip Dasar Rumah Singgah Caritas PSE ... 73
4.3.3 Kegiatan Rumah Singgah Caritas PSE ... 73
4.3.4 Deskripsi Kerja Rumah Singgah Caritas PSE ... 74
4.3.5 Program Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE 75 4.3.6 Bagan Kerja di Rumah Singgah Caritas PSE ... 86
BAB V ANALISIS DATA 5.1 Pengantar ... 87
5.2 Hasil Temuan ... 88
5.2.1 Informan Kunci I ... 88
5.2.2 Informan Kunci II ... 93
5.2.3 Informan Utama I ... 102
5.2.4 Informan Utama II ... 106
5.2.5 Informan Utama III ... 111
5.2.6 Informan Tambahan I ... 117
5.2.7 Informan Tambahan II ... 123
5.3 Analisis Data ... 127
5.3.1 Melakukan Asessmen ... 127
5.3.2 Melakukan Konseling ... 135
5.3.3 Melakukan Monitoring ... 140
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 143
6.2 Saran ... 145
DAFTAR TABEL
Tabel 4.2.6.1 Badan Pembina: ... 67
Tabel 4.2.6.2 Badan Pengawas ... 68
Tabel 4.2.6.3 Badan Pengurus: ... 68
Tabel 4.2.6.4 Badan Pelaksana dan Staf Caritas Pengembangan Sosial
DAFTAR BAGAN
Bagan Alur Pikiran ... 55
LAMPIRAN
1) Daftar Wawancara
2) Surat Keputusan Komisi Pembimbing Penulisan Proposal Peneltian/ Peneltian
Skripsi
3) Surat ACC Judul Proposal/ Penulisan Skripsi
4) Berita Acara Seminar Proposal Peneltian
5) Surat Izin Penelitian
6) Surat Balasan Izin Penelitian dari Kepala Desa Baru
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah penyalahgunaan narkoba terus menjadi permasalahan global.
Permasalahan ini semakin lama semakin mewabah, bahkan menyentuh hampir
semua bangsa di dunia ini. Hal ini mengakibatkan banyak kasus lain yang dapat
bermunculan. Kematian jutaan jiwa yang dapat menghancurkan kehidupan
keluarga dan kasus lainnya yang menunjukkan akibat dari permasalahan
tersebut telah banyak menyebabkan kerugian, baik materi maupun non materi.
Kejadian tersebut bisa saja seperti kasus perceraian, perampokan, pembunuhan
atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian.
Laporan tahunan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC)
2013 UNODC, yaitu organisasi dunia yang menangani masalah narkoba dan
kriminal menyebutkan bahwa pada tahun 2011, diperkirakan antara 167 sampai
dengan 315 juta orang (3,6 - 6,9% dari populasi penduduk dunia yang berumur
15 - 64 tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan
Narkoba minimal sekali dalam setahun. Bahkan ada 200 juta orang meninggal
dunia setiap tahunnya akibat narkoba (BNN, portal).
Di Indonesia sendiri angka penyalahgunaan narkoba mencapai 2,2 persen
atau 4,2 juta orang pada tahun 2011. Mereka terdiri dari pengguna coba pakai,
teratur pakai, dan pecandu. Pada aspek pemberantasan peredaran gelap
narkoba, menunjukkan adanya peningkatan hasil pengungkapan kasus dan
tersangka kejahatan serta pengungkapan tindak pidana pencucian uang yang
terungkap 108.107 kasus kejahatan narkoba dengan jumlah tersangka 134.117
orang. Hasil pengungkapan tindak pidana pencucian uang sebanyak 40 kasus
dengan nilai aset yang disita sebesar Rp 163,1 miliar
Dewasa ini, jaringan peredaran narkoba ini telah merambah ke segala lini
kehidupan masyarakat. Jumlah kerugian bahkan kerusakan yang diakibatkan
tidak sedikit. Selain itu, saat ini narkoba telah merambah ke seluruh lapisan
masyarakat; baik anak kecil, remaja, hingga orang tua; dari yang masih
berstatus pelajar, mahasiswa, pekerja kantoran hingga pengangguran; dari
rakyat biasa hingga pejabat negara.
Badan Narkotika Nasional (BNN) Pusat mencatat bahwa pada tahun
2013, korban penyalahgunaan Narkoba mencapai angka sebesar 2,2 persen dari
total jumlah penduduk Indonesia atau setara 4,2 juta jiwa. Korban
penyalahgunaan itu berusia antara usia 10 sampai 59 tahun. Keadaan ini
sungguh miris mengingat yang paling banyak menjadi korban adalah usia
produktif (BNN-RI, 2014).
Berdasarkan hasil penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN) yang
bekerja sama dengan Puslitkes UI pada 2011, angka prevalensi penyalahgunaan
narkoba 2,2% atau setara dengan 4,2 juta orang dari total populasi penduduk
Indonesia berusia 10 tahun hingga 59 tahun. Angka prevalensi diprediksikan
meningkat menjadi 2,8% (5,1 juta orang) pada 2015. Tren penyalahgunaan
narkoba saat ini didominasi ganja, sabu-sabu, ekstasi, heroin, kokain, dan
Total yang telah dimusnahkan sebanyak 28.062 gram sabu-sabu, 44.389
gram ganja, 10.116 gram heroin, dan 3.103 butir ekstasi. Sebagian besar
penyalahguna narkoba ialah remaja berpendidikan tinggi. Berdasarkan data
BNN, sedikitnya 15 ribu orang setiap tahun mati akibat penyalahgunaan
narkoba dan kerugian negara mencapai Rp50 triliun per tahun (BNNP-Sumut,
2013)
Pada dasarnya peredaran narkotika di Indonesia apabila ditinjau dari
aspek yuridis adalah sah keberadaannya. Undang-Undang Narkotika hanya
melarang penggunaan narkotika tanpa izin oleh undang-undang yang
dimaksud. Keadaan inilah dalam kenyataan empiris pemakaiannya sering
disalahgunakan dan tidak untuk kepentingan kesehatan tapi lebih jauh daripada
itu, yakni dijadikan sebagai objek bisnis dan berdampak pada kegiatan merusak
mental, baik fisik maupun psikis generasi muda.
Undang Undang Narkotika Nomor 35 tahun 2009 mengamanatkan
perubahan paradigma dalam melihat penyalahgunaan narkoba. Para pengguna
narkoba wajib di rehabilitasi. Undang Undang sebelumnya menetapkan atau
melihat korban penyalahguna narkoba sebagai seorang kriminal dan harus di
penjara. Inilah perubahan mendasar dalam upaya menyelamatkan anak bangsa
dari jeratan narkoba yang sangat ganas karena menghancurkan masa depan
generasi muda. Tentu saja perubahan paradigma baru tersebut itu ditetapkan
berdasarkan pertimbangan pemisahan yang jelas antara status pengguna dan
pengedar(Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika).
Dampak yang ditimbulkan membuat kita harus kerja keras untuk
memeranginya tanpa kenal lelah. Semua sendi pemerintahan dan masyarakat
masalah orang-perorangan atau masalah mereka yang menjadi korban
penyalahgunaan narkoba saja melainkan sudah menjadi masalah negara.
Mungkin bisa kita sebutkan sudah menjadi masalah yang mendunia dan
menuntut kita untuk mencari jalan keluarnya bersama-sama.
Berbagai cara tentu harus diupayakan baik untuk mencegah peredaran
gelap narkoba maupun pemulihan bagi korban-korban penyalahguna narkoba.
Penyuluhan rutin berkelanjutan tentang topik narkoba adalah telur emasnya
neraka hendaklah dilaksanakan baik di sekolah, kampus maupun masyarakat.
Selain itu dapat juga dibuat forum (lokakarya dan seminar) secara sistematis,
membantu law enforcement, memberikan informasi tentang penyalahgunaan
narkoba, melakukan pengawasan terhadap tempat-tempat rawan, melakukan
penangkapan bila terlihat aksi penyalahgunaan narkoba, membantu menangani
dan menyelamatkan korban, melakukan pemantauan terhadap penanganan
kasus-kasus penyalahgunaan narkoba baik itu penangkapan, penyelidikan,
tuntutan sampai pengadilan mengenai narkoba.
Upaya pengobatan secara medis tidak selalu memuaskan karena pecandu
yang mengikuti program pengobatan, setelah beberapa minggu berhenti
memakai narkoba jadi kambuh karena berhubungan dengan teman pecandu.
Untuk mengatasi persoalan itu, dukungan dan sikap proaktif dari keluarga
mutlak diperlukan (Kedaulatan Rakyat, 2007:17). Usaha-usaha tersebut juga
bisa saja melibatkan para pihak penyuluh untuk bisa memberikan informasi
bahaya narkoba kepada semua lapisan masyarakat khususnya para remaja dan
mengajak para orangtua yang mempunyai anak pengguna narkoba untuk mau
membawakan anaknya ke panti rehabilitasi yang telah disediakan pihak
Dari data yang dilaporkan Badan Narkotika Nasional (BNN) bahwa
pengguna narkotika dan obat terlarang di Indonesia per 2012 meningkat
menjadi 4 juta orang atau meningkat 2 persen dari populasi dan meningkat dari
riset sebelumnya yang sebesar 3,8 juta jiwa. Menurut Juru bicara BNN Sumirat
Dwiyanto, angka pecandu ini meningkat dikarenakan jumlah pencandu yang
melakukan rehabilitasi sangat minim. Dari 4 juta-an pencandu, hanya 18 ribu
yang rehabilitasi. BNN mengingatkan masyarakat jika para pengguna
melaporkan diri ke BNN untuk direhabilitasi tidak akan terkena jerat hukum
sesuai UU Narkotika N0 35/2009. Pengguna yang melapor ke 130 puskesmas
dan rumah sakit, 140 tempat rehabilitasi yang dikelola Kementerian Sosial serta
45 RS Polri yang sudah ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan tidak akan
terkena jerat hukum karena dilindungi Undang-Undang
2015 pukul 03.28).
Panti rehabilitasi merupakan pilihan yang baik untuk klien, khususnya
mereka yang mempunyai kesulitan untuk menyesuaikan hidup tanpa
menggunakan narkoba dan seringkali kambuh. Sampai saat ini, pemerintah
masih membutuhkan 1000 panti rehabilitasi bagi pengguna narkoba. Program
ini adalah perawatan jangka panjang yang biasanya berlangsung antara 3-12
bulan dan diharapkan merupakan program lanjutan setelah dilakukan program
detoksifikasi. Sasaran utama dari program ini adalah abstinentia atau sama
sekali tidak menggunakan narkoba (Sumiati, 2009:25).
Menurut data BNN saat ini ada 40 unit lembaga rehabilitasi yang
ditambah dua unit lembaga milik BNN yang menampung 2.000 orang. BNN
menyediakan anggaran sebesar Rp1 triliun pada 2013 untuk penanganan
narkoba (http://www.republika.co.id diakses pada tanggal 17 Februari 2015,
pukul 04:00).
Bidang Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan,
jumlah pecandu narkoba yang mendapatkan pelayanan terapi dan rehabilitasi di
seluruh Indonesia tahun 2012, sebanyak 14.510 orang. Terbanyak pada umur
26–40 tahun, yaitu sebanyak 9.972 orang. Dari data yang diperoleh, sebanyak 4
juta jiwa anak Indonesia terlibat penyalahgunaan narkoba. Sementara yang
mendapat rehabilitasi masih sekitar 15.000 jiwa, tentunya ini menjadi suatu
masalah yang besar jika sisa dari penyalahgunaan itu tidak direhabilitasi (Portal
kriminal, 2013).
Pengguna narkoba yang telah menjalani rehabilitasi di seluruh Indonesia
baik di masyarakat, di dalam panti maupun di tempat rehabilitasi lain sebanyak
6.373 orang. Sedangkan, yang terdaftar di BNN hanya sebanyak 837 orang. Di
Sumatera Utara sendiri yang terdata menerima pengobatan hanya sebanyak 287
orang, yang terdiri dari 237 orang di rehabilitasi di panti pemerintah dan 50
orang lainnya berada di luar panti (BNN, 2012).
Salah satu tempat rehabilitasi ketergantungan narkoba di Sumatera Utara
adalah Yayasan Caritas PSE Medan yang didirikan oleh Keuskupan Agung
Medan. Menurut pengurus yayasan tersebut sudah ratusan penghuni yang
mendapat perawatan di Panti tersebut. Mereka yang menjadi korban
ketergantungan obat terlarang itu umumnya para kawula muda yang masih
Korban penyalahgunaan narkoba juga sudah sepantasnya mendapatkan
pengobatan, perawatan, pembinaan dan dukungan keluarga karena mereka
memang benar sakit, baik fisik dan psikisnya. Pada pelaksanaan pemulihan
tahap rehabilitasi, dilibatkan tenaga profesional, salah satunya adalah konselor.
Pada penanganan penyalahgunaan narkoba, sosok konselor bertugas
memberikan konsultasi pada klien maupun keluarga klien, membantu atau
membentuk perilaku yang positif untuk mereduksi atau bahkan menghilangkan
perilaku-perilaku yang mendorong pada kecenderungan untuk menggunakan
atau kecanduan.
Narkoba adalah suatu zat atau obat yang diproduksi untuk keperluan
pengobatan dunia medis. Kerjanya sangat keras sehingga penggunaannya harus
melalui resep dokter. Jika disalahgunakan akan mempengaruhi fisik dan psikis
yang mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan yang berpengaruh pada
susunan syaraf pusat dan tidak dibenarkan oleh budaya masyarakat Indonesia.
Konselor narkoba adalah individu yang bekerja secara profesional di tempat
rehabilitasi untuk menangani masalah penyalahgunaan narkoba dengan upaya
memberikan evaluasi, informasi dan saran-saran yang diperlukan oleh
penyalahguna narkoba agar dapat bebas dari penyalahgunaan narkoba (total
abstinance), meningkatkan aspek positif yang mereka memiliki dan
membentuk gaya hidup yang sehat.
Konselor memberikan konseling dalam menangani korban
penyalahgunaan narkoba. Konseling ini tidak bisa dilakukan oleh sembarang
orang, melainkan secara profesional yaitu orang yang telah memperoleh
pendidikan dan pelatihan konseling narkoba dan mempunyai keahlian di
Konselor juga haruslah konselor yang aktif dan cekatan dalam membantu
pemulihan korban penyalahgunaan narkoba. Hal ini dikarenakan seseorang
yang memakai narkoba dalam jangka waktu yang lama memiliki jaringan otak
yang rusak sehingga menyebabkan korban tersebut sulit berpikir yang rasional.
Keberadaan konselor memberikan konsultasi pada korban maupun
keluarga korban, membantu atau membentuk perilaku yang positif untuk
mereduksi atau bahkan menghilangkan perilaku-perilaku yang mendorong pada
kecenderungan untuk menggunakan atau kecanduan. Hal ini karena keadaan
psikis dan mental pecandu tersebut sudah sangat rapuh sehingga perlu
bimbingan dari konselor agar dia dapat lepas dari narkoba.
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan, maka
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai apa saja
peranan konselor dalam pemulihan korban penyalahgunaan narkoba. Untuk itu
peneliti membuat karya ilmihah yaitu skripsi untuk mengetahui dengan lebih
jelas lagi. Skripsi ini berjudul Peranan Konselor Dalam Pemulihan Korban
Penyalahgunaan Narkoba di Recovery Center Rumah Singgah Caritas
PSE Medan.
1.2 Perumusan Masalah
Untuk mempermudah penelitian ini nantinya dan agar penelitian ini
memiliki arah yang jelas dalam menginterpretasikan data dan fakta yang ada ke
dalam penulisan, maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahan yang akan
diteliti. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka
rumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah:
penyalahgunaan narkoba di Recovery Center Rumah Singgah Caritas
PSE Medan?”.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan
konselor dalam pemulihan korban penyalahgunaan narkoba di
Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE Medan.
1.3.2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
referensi dalam pengembangan:
1. Secara Akademis, dapat memberikan sumbangan positif
terhadap keilmuan di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial
mengenai konsep pelayanan sosial.
2. Secara Teoritis, hasil penelitian ini diharapkan memberikan
pengetahuan dan informasi bagi peneliti untuk meningkatkan
lagi pemahaman mengenai penyalahgunaan narkoba dan dapat
dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya.
3. Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangsih pemikiran bagi pihak-pihak yang terlibat di dalam
program rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba dan juga
lembaga lainnya yang berkecimpung di dunia narkoba agar
dapat membuat suatu metode pelayanan sosial yang lebih baik
1.4. Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika
sebagai berikut :
BAB I :PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan,
dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II :TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan uraian konsep dan teori yang berkaitan
dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran,
dan definisi konsep.
BAB III :METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, informan
penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik analisis
data.
BAB IV :DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang sejarah berdirinya Yayasan Caritas
PSE, Visi dan Misi, sejarah berdirinya Rumah Singgah
Caritas PSE, dan gambaran lokasi penelitian secara umum.
BAB V :ANALISA DATA
Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari
hasil penelitian dan analisisnya.
BAB VI :PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konselor
2.1.1 Pengertian Konselor
Konselor adalah pihak yang membantu klien dalam proses
konseling. Sebagai pihak yang paling memahami dasar dan teknik
konseling secara luas, konselor dalam menjalankan perannya bertindak
sebagai fasilitator bagi klien. Selain itu, konselor juga bertindak sebagai
penasihat, guru, konsultan yang mendampingi klien sampai klien dapat
menemukan dan mengatasi masalah yang dihadapinya (Lesmana,
2005). Maka tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa konselor adalah
tenaga profesional yang sangat berarti bagi klien (Lubis, 2011: 22).
Konseling merupakan bantuan yang diberikan oleh seseorang
(konselor) kepada orang lain (klien) dengan cara ilmiah (terencana,
terprogram, terarah dan sistematis) untuk membantu klien agar ia dapat
keluar dari masalah yang dihadapinya (Lubis, 2006:10). Dalam
melakukan proses konseling, seorang konselor harus dapat menerima
kondisi klien apa adanya. Konselor harus dapat menciptakan suasana
yang kondusif saat proses konseling berlangsung. Posisi konselor
sebagai pihak yang membantu, menempatkannya pada posisi yang
benar-benar dapat memahami dengan baik permasalahan yang dihadapi
klien (Lubis, 2011: 22).
Menurut Asosiasi Konselor dan ahli Psikoterapi Inggris (AKAPI),
konseling dilakukan sesuai dengan seperangkat aturan dan pedoman
yang mensyaratkan standar akreditasi dan tingkat kompetensi minimum.
Konselor terikat dengan kode etik, yang menekankan sikap menghargai
nilai, pengalaman, pandangan, perasaan, dan kemampuan klien untuk
menentukan diri sendiri. Konselor bertujuan memberikan pelayanan
terbaik kepada klien. Di samping itu, konselor terikat dengan kode etik
yang menekankan pentingnya batas-batas hubungan konselor-klien,
sifat hubungan mereka, dan tujuan aktivitas konseling (Geldard dan
Geldard, 2004:8).
• Batas-batas hubungan konseling
Konseling umumnya dilakukan di tempat yang menjamin
privasi dan kenyamanan fisik dan psikologis konselor dan
klien. Konselor menjelaskan sifat dan tujuan konseling kepada
klien, dan kedua belah pihak mematuhi batas-batas etika
konseling. Misalnya, konselor tidak boleh melakukan kontak
fisik yang berlebihan dengan klien selama proses konseling
atau sesudahnya. Demikian juga, konselor dilarang menjalin
hubungan dengan klien karena alas an-alasan pribadi.
• Kualitas hubungan konseling
Kualitas hubungan konselor – klien berbeda dengan sifat
hubungan di mana keterampilan konseling digunakan dalam
kehidupan sehari-hari di lingkungan sosial atau tempat kerja.
Konseling biasanya bertujuan untuk membantu klien
menyelesaikan problem yang mengganggu mereka. Konseling
yang lebih positif dalam menyikapi hidup. Orang-orang meminta
bantuan konseling dengan bermacam-macam sebab dan untuk berbagai
tujuan (Geldard dan Geldard, 2004:11).
Selanjutnya Corey (dikutip dari Lubis, 2011:67) menyatakan
bahwa tujuan-tujuan konseling yang digunakan berdasarkan
masing-masing pendekatan yang digunakan dalam proses konseling adalah
seperti berikut.
1. Pendekatan Psikoanalisis
Tujuan konseling meliputi:
• Membuat hal-hal yang tidak disadari menjadi disadari
• Merekonstruksi kepribadian dasar
• Membantu klien menghidupkan kembali
pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak dengan menembus konfilk
yang direpresi
2. Pendekatan Ekstensial-Humanistis
Tujuan konseling meliputi:
• Memaksimalkan kesadaran diri dan pertumbuhan
• Menghapus penghambat aktualisasi diri dan pertumbuhan
• Menghapus klien menemukan dan menggunakan kebebasan
memilih dengan memperluas kesadaran diri
• Membantu klien agar bebas dan bertanggung jawab atas arah
kehidupannya sendiri
3. Pendekatan Client-Centered
• Menyadarkan penghambat pertumbuhan dan aspek
pengalaman pribadi diri yang sebelumnya diingkari atau
didistorsi
• Membantu klien agar mampu bergerak ke arah keterbukaan
terhadap pengalaman serta meningkatkan spontanitas dan
perasaan hidup
4. Pendekatan Gestalt
Tujuan konseling meliputi:
• Membantu klien memperoleh kesadaran atas pengalaman dari
waktu ke waktu
• Menantang klien agar menerima tanggung jawab
5. Pendekatan Tingkah Laku
Tujuan konseling meliputi:
• Menghapus pola tingkah laku maladaptif
• Mempelajari pola tingkah laku konstruktif
• Mengubah tingkah laku
6. Pendekatan Rasional-Emotif
Tujuan konseling meliputi:
• Menghapus pandangan hidup klien yang melemahkan diri
• Membantu klien memperoleh pandangan hidup yang lebih
toleran dan rasional
7. Pendekatan Realitas
• Membimbing klien mempelajari tingkah laku realistis dan
bertanggung jawab serta mengembangkan “identitas
keberhasilan”
• Membantu klien membuat pertimbangan nilai tingkah lakunya
sendiri dan merencanakan tindakan untuk perubahan
2.1.2 Karakteristik Konselor
Setiap konselor pada masing-masing pendekatan teknik konseling
yang digunakannya memiliki karakteristik dan peran yang
berbeda-beda. Hal ini tergantung dari konsep pendiri teori yang dijadikan
landasan berpijak. Misalnya, pada konselor yang menggunakam
pendekatan behavioristik, konselor berperan sebagai fasilitator bagi
klien. Hal tersebut tidak berlaku bagi konseling yang menggunakan
pendekatan humanistis di mana peran konselor bersifat holistis (Lubis,
2011:22).
Rogers (dikutip dari Lesmana, 2005) menyebutkan ada tiga
karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang konselor, yaitu
congruence, unconditional positive regard, dan empathy.
a) Congruence
Seorang konselor haruslah terintegrasi dan kongruen.
Pengertiannya di sini adalah seorang konselor terlebih dahulu harus
memahami dirinya sendiri. Antara pikiran, perasaan, dan
menjadi dirinya sendiri, tanpa menutupi kekurangan yang ada pada
dirinya sendiri.
Misalnya, seorang konselor yang memiliki fobia terhadap
ketinggian bersedia berbagi pengalaman kepada klien dengan
keluhan ketakutan pada hewan berbulu. Konselor tidak
berpura-pura mengatakan bahwa ia berani dan telah berhasil mengalahkan
ketakutannya pada ketinggian. Hal ini akan membuat klien merasa
bahwa bukan hanya dirinya yang memiliki masalah takut pada suatu
objek.
b) Unconditional positive regard
Konselor harus dapat menerima/respek kepada klien walaupun
dengan keadaan yang tidak dapat diterima oleh lingkungan. Setiap
individu menjalani kehidupannya dengan membawa segala
nilai-nilai dan kebutuhan yang dimilikinya. Rogers mengatakan bahwa
setiap manusia memiliki tendensi untuk mengaktualisasikan dirinya
ke arah yang lebih baik. Untuk itulah, konselor harus memberikan
kepercayaan kepada klien untuk mengembangkan diri mereka.
Brammer, Abrego, dan Shostrom (dikutip dari Lesmana, 2005)
juga mengatakan bahwa klien akan mengalami perubahan efektif
apabila ia berada dalam situasi yang kondusif untuk pertumbuhan.
Situasi yang kondusif ini misalnya pengalaman penerimaan
(acceptance) yaitu pengalaman dipahami, dicintai, dan dihargai
Situasi konseling harus menciptakan hubungan kasih sayang
yang mendatangkan efek konstruktif pada diri klien sehingga klien
dapat memiliki kemampuan dalam memberi dan menerima cinta.
Menurut Lesmana (2005), acceptance dalam konseling sama dengan
bentuk cinta, yaitu bentuk cinta seseorang ketika berusaha
membantu orang lain untuk berkembang. Menurutnya, acceptance
juga bersifat tidak menilai, artinya konselor bersikap netral terhadap
nilai-nilai yang dianut klien.
c) Empathy
Rogers (dikutip dari Willis, 2009) mengartikan empati sebagai
kemampuan yang dapat merasakann dunia pribadi klien tanpa
kehilangan kesadaran diri. Ia menyebutkan komponen yang terdapat
dalam empati meliputi: penghargaan positif (positif regard), rasa
hormat (respect), kehangatan (warmth), kekonkretan
(concreteness), kesiapan/kesegaran (immediacy), konfrontasi
(confrontation), dan keaslian (congruence/genuiness).
Misalnya, mampu memahami bagaimana dilemanya seorang
klien yang melakukan hubungan seksual pranikah dengan tidak
langsung menilainya sebagai perbuatan tercela dan menghakimi
klien sebagai manusia hina.
Secara umum, karakteristik kepribadian konselor yang berlaku di
Indonesia telah diuraikan secara mendetail oleh Willis (2007) seperti
1. Beriman dan bertakwa
2. Menyenangi manusia
3. Komunikator yang terampil dan pendengar yan baik
4. Memiliki ilmu dan wawasan tentang manusia, sosial-budaya yang
baik dan kompeten
5. Flesksibel, tenang, dan sabar
6. Menguasai keterampilan teknik dan memiliki intuisi
7. Memahami etika profesi
8. Respek, jujur, asli, menghargai, dan tidak menilai
9. Empati, memahami, menerima, hangat, dan bersahabat
10.Fasilitator dan motivator
11.Emosi stabil, pikiran jernih, cepat, dan mampu
12.Objektif, rasional, logis, dan konkret
13.Konsisten dan bertanggung jawab
Walaupun terdapat beberapa perbedaan pada beberapa sisi, tetapi
tujuan dari penggolongan karakteristik tersebut memiliki kesamaan
yang jelas. Kesamaan tersebut adalah untuk dijadikan panduan para
konselor agar dapat menjadi konselor yang efektif (Lubis, 2011:31).
2.1.3 Peranan Konselor
Menurut Baruth dan Robinson, peran adalah apa yang diharapkan dari
posisi yang dijalani seorang konselor dan persepsi dari orang lain terhadap
posisi konselor tersebut. Misalnya, seorang konselor harus memiliki kepedulian
yang tinggi terhadap masalah klien. Sedangkan Corey (2009) menyatakan
bagaimana sebenarnya peran konselor yang layak. Ada beberapa faktor yang
diperhitungkan dalam menentukan peran konselor, yaitu tipe pendekatan
konseling yang digunakan, karakteristik kepribadian konselor, taraf latihan,
klien yang dilayani, dan setting konseling (Lubis, 2011: 31-32).
Konselor dalam upaya rehabilitasi adalah sebagai berikut (Wibhawa
dkk, 2010:39):
a. Mendapat latihan dan/atau pendidikan dalam bidang psikologi pendidikan
b. Memiliki keterampilan dalam menggunakan atau melakukan pengetesan
c. Memfokuskan perhatian serta kemampuannya pada individu
d. Konselor biasanya melakukan konsultasi singkat dengan kliennya
Adapun peranan konselor dalam proses pemulihan korban
penyalahgunaan narkoba:
1. Melakukan Asesmen
Sebelum membantu pemulihan pecandu dan keluarganya, terlebih
dahulu perlu diadakan penilaian permasalahan, yang disebut asesmen, dengan
cara mengumpulkan informasi, terutama melalui wawancara. Asesmen yaitu
menilai masalah dengan mengumpulkan informasi untuk menetapkan
diagnosis dan modalitas terapi yang paling sesuai baginya (Martono &
Joewana, 2008: 93).
Asesmen berarti meramalkan gaya hidup, pandangan, kesehatan
mental kliennya dan sebagainya. Asesmen berguna untuk mengidentifikasi
alternatif dan mengembangkan alternatif itu secara realistik, merencanakan
tindakan dan membantu klien meningkatkan potensinya. Asesmen sebaiknya
diperoleh dengan metode yang komprehensif, sistematis, dan
terstandar, pelaporan diri, observasi,dan sebagainya, tergantung pada situasi
dan kebutuhannya.
2. Melakukan Konseling
Konseling merupakan aktivitas yang dilakukan dalam rangka
memberikan berbagai alternative pemecahan masalah. Hubungan ini biasanya
bersifat individual meskipun terkadang melibatkan lebih dari dua orang dan
dirancang untuk membantu korban memahami dan memperjelas masalah
yang dihadapinya. Sehingga korban dapat membuat pilihan yang bermakna
sebagai pemecahan masalah yang dihadapinya (Zulkarnain, 2014: 78).
Dalam konseling terjadi hubungan antara konselor dan klien untuk
saling menerima dan membagi, yaitu dalam pengertian bahwa mereka dapat :
1) Bersepakat untuk menyukseskan hubungan tersebut
2) Berbagi pengalaman
3) Saling mendengarkan secara aktif
4) Mendorong pemikiran kreatif
5) Saling menghargai nilai-nilai dan tujuan hidup masing-masing
Konseling sangat penting pada terapi adiksi dan pencegahan relaps
yang memerlukan komitmen seorang konselor. Konseling berbeda dengan
psikoterapi yang melibatkan pengalaman masa kecil dan kejadian trauma
yang dialami klien. Peran konselor adalah menciptakan suasana yang
memungkinkan konfrontasi pada klien dan klien dapat menyelesaikan
masalahnya. Konseling narkoba merupakan hubungan antara konselor dengan
penyalahguna dalam rangka membantu meningkatkan kesadaran akan
perilaku, mengatasi kesulitan, dan menentukan keputusan (Zulkarnain, 2014:
78).
3. Melakukan Monitoring
Monitoring adalah pemantauan yang dapat dijelaskan sebagai
kesadaran (awareness) tentang apa yang ingin diketahui, pemantauan
berkadar tingkat tinggi dilakukan agar dapat membuat pengukuran melalui
waktu yang menunjukkan pergerakan ke arah tujuan atau menjauh dari itu.
Monitoring akan memberikan informasi tentang status dan kecenderungan
bahwa pengukuran dan evaluasi yang diselesaikan berulang dari waktu ke
waktu, pemantauan umumnya dilakukan untuk tujuan tertentu, untuk
memeriksa terhadap proses berikut objek atau untuk mengevaluasi kondisi
atau kemajuan menuju tujuan hasil manajemen atas efek tindakan dari
beberapa jenis antara lain tindakan untuk mempertahankan manajemen yang
sedang berjalan
diakses tanggal 22 februari pukul 00.45).
Monitoring adalah kegiatan yang berkesinambungan. Dalam proses
ini, terjadi pemantauan terhadap resident yang didasari dari keadaan fisik,
emosional, spiritual, dan psikologis. Monitoring dilakukan oleh konselor
dalam kegiatan sehari-hari resident.
2.2. Pengertian Peranan
Menurut Bidle dan Thomas, peran adalah serangkaian rumusan yang
membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan
bisa memberi anjuran, memberi penilaian dan memberi sanksi. Peranan
merupakan aspek dinamis kedudukan seseorang melaksanakan hak dan
kewajiban sesuai kedudukannya maka ia menjalankan suatu peranan.
Kedudukan dan peranan tidak dapat dipisahkan keduanya saling
ketergantungan artinya tidak ada peran tanpa status dan tidak ada status tanpa
peran, seperti halnya status setiap orang mempunyai berbagai macam peran
dengan berasal dari pola pergaulan hidupnya (Syarbaini, 2009:60).
Peranan sendiri berkaitan erat dengan fungsi sosial seseorang baik
secara formal maupun informal. Peranan sendiri digunakan dalam setiap bagian
kehidupan, baik itu masyarakat, pekerjaan dan sekolah. Recovery Center
Rumah Singgah Caritas PSE Medan yang merupakan panti rehabilitasi milik
swasta turut andil dalam pemulihan korban penyalahgunaan narkoba.
2.3. Narkoba
2.3.1. Pengertian Narkoba
Istilah narkoba sesuai dengan Surat Edaran Badan Narkotika
Nasional (BNN) No SE/03/IV/2002 merupakan akronim dari
NARkotika, psiKOtropika, dan Bahan Adiktif lainnya. Narkoba yaitu
zat-zat alami maupun kimiawi yang jika dimasukkan ke dalam tubuh
dapat mengubah pikiran, suasana hati, perasaan, dan perilaku seseorang
(Zulkarnain, 2014:1).
Secara umum sebenarnya narkoba itu adalah singkatan dari
Narkotika dan Bahan-bahan Berbahaya. Bahan-bahan berbahaya ini
pestisida, atau lain-lainnya. Dari waktu ke waktu istilah narkoba
ditambah dengan alkohol sering disebut sebagai NAZA (Narkotika,
Alkohol dan Zat Adiktif lainnya), tetapi kemudian muncul obat-obatan
yang sejenis dengan narkotika hanya saja tidak ada kandungan
narkotika didalamnya. Kini banyak beredar di pasaran illegal disebut
dengan Psikotropika. Dengan demikian belakangan ini disebut dengan
NAPZA (Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya).
Zat adiktif yang dimaksud disini adalah zat-zat pada umumnya yang
dapat membuat orang adictive atau ketergantungan atau kecanduan
seperti Nicotin pada tembakau dan Kafein pada kopi (Willy, 2005: 4).
Narkoba (Narkotika dan Obat/Bahan Berbahaya) adalah istilah
yang digunakan oleh penegak hukum dan masyarakat. Yang dimaksud
dengan bahan berbahaya adalah bahan yang tidak aman digunakan atau
membahayakan dan penggunaannya bertentangan dengan hukum atau
melanggar hukum (illegal). Napza (Narkotika, Psikotropika, Zat Adiktif
Lain) adalah istilah kedokteran untuk sekelompok zat yang ketika
masuk ke dalam tubuh menyebabkan ketergantungan (adiktif) dan
berpengaruh pada kerja otak (psikoaktif), termasuk dalam hal ini adalah
obat, bahan, atau zat, baik yang diatur undang-undang dan perturan
hukum lain maupun tidak, tetapi sering disalahgunakan, seperti alkohol,
nikotin, kafein, dan juga inhalasia/solven. Istilah ini lebih tepat, karena
mengacu pada undang-undang yang berlaku mengenai narkotika dan
psikotropika (Martono & Joewana, 2008:5).
Selain itu ada juga pengertian lain mengenai narkoba, narkoba
digunakan sebagai pengurang rasa sakit pada dunia kedokteran.
Sedangkan obat terlarang biasa disebut dengan psikotropika, yakni
obat-obatan yang mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan
perilaku. Biasanya digunakan untuk terapi gangguan psiatrik (Sitompul,
et.al., 2004:88).
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya merupakan zat
yang berguna untuk keperluan dalam bidang pengobatan, ilmu
pengtahuan dan lainnya. Sayangnya zat tersebut sering disalahgunakan
hingga menuimbulkan ketagihan dan ketergantungan yang berdampak
buruk terhadap fisik dan psikis.
2.3.2. Penggolongan Narkoba
Menurut UU Narkotika No 35 Tahun 2009, narkotika di
definisikan sebagai zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan. Penggolongannya sebagai berikut:
1. Narkotika golongan I: hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam
terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan
ketergantungan. Contoh: Heroin, Kokain, Opium, Ganja,
Katinon, MDMDA/Ecstasy.
2. Narkotika golongan II: berkhasiat untuk pengobatan
dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
ketergantungan. Contoh: Morfin, Petidin, Fentanil, Metadon.
3. Narkotika golongan III: berkhasiat untuk pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Codein,
Buprenorfin, Etilmorfin.
Lahirnya UU RI Nomor 35 tahun 2009 meskipun tidak secara
langsung membatalkan UU RI Nomor 5 tahun 1997 tentang
Psikotropika, namun telah membawa perubahan pada penggolongan
psikotropika. Dalam pasal 153 huruf b UU RI No 35 tahun 2009 tentang
Narkotika disebutkan bahwa dengan berlakunya Undang-Undang
tersebut lampiran mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan
Golongan II sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika yang telah dipindahkan
menjadi Narkotika Golongan I menurut Undang-Undang ini, dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku. Dengan demikian, hal tersebut
menegaskan bahwa Psikotropika golongan I dan II sebagaimana diatur
dalam UU RI Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika digolongkan
menjadi Narkotika golongan I berdasarkan UU RI Nomor 35 tahun
Berdasarkan sejarah dan prosesnya, narkoba terdiri dari tiga (3)
jenis yaitu narkoba alamiah, narkoba buatan (sintetis) dan narkoba
campuran (semi sintetis).
Narkoba alamiah berasal dari tumbuhan yaitu jenis narkoba yang
masih alamiah karena belum diolah atau dicampur dengan bahan kimia
lain. Jenis ini masih asli dari alam, yaitu dengan cara ditanam.Yang
termasuk narkoba alamiah adalah ganja, opium, koka, alkot dan
lain-lain.
Narkoba buatan (sintetis) yaitu hasil dari proses dengan
mencampurkan bermacam-macam bahan kimia. Yang termasuk jenis
narkoba buatan ini seperti ekstasi, rohipnol, shabu-shabu dan lain-lain.
Narkoba campuran (semi sintetis) yaitu hasil olahan (proses)
dengan mencampurkan narkoba alamiah dengan bahan kimia. Jenis
narkoba campuran ini seperti heroin, kokain dan lain-lain (Nasution,
2004: 4).
Berikut adalah jenis-jenis narkoba yang sering disalahgunakan :
1) Ganja
Suatu tanaman perdu yang tingginya dapat mencapai 4 meter
dan dikenal lebih dari 100 spesies tanaman yang dapat tumbuh di
daerah tropis dan daerah beriklim sedang seperti India, Thailand,
Sumatera, Nepal, Jamaika, Kolumbia, Korea, Iowa (AS), dan
Rusia bagian selatan.
Dikenal dengan nama Cannabis, Mariyuana, Hassish, Gelek,
Budha Stick, Cimeng, Grass, Rumput, dan Sayur. Bentuknya
memanjang, pinggirannya bergerigi, ujungnya lancip, urat daun
memanjang ditengah pangkal hingga ujung, bila diraba bagian
muka halus dan bagian belakang agak kasar. Jumlah helai daun
ganja selalu ganjil yaitu 5,7 atau 9 helai.
Warna daun ganja hijau tua segar dan berbuah coklat bila
sudah lama dibiarkan karena kena udara dan panas. Sedangkan
penggunaannya dapat dihisap dari gulungan menyerupai rokok
atau dapat juga dihisap dengan menggunakan pipa rokok. Daun
ganja mengandung zat THC (Tetrahydro-Cannabinol), yaitu suatu
zat penyebab terjadinya halusinasi. Getah yang kering disebut
Hasish. Apabila dicairkan dikenal dengan minyak kanabis.
Efek yang diteimbulkan saat menggunakannya adalah denyut
jantung semakin cepat, temperatur badan menurun, mata merah,
nafsu makan bertambah, santai, tenang dan melayang-layang,
fikiran selalu rindu pada ganja, daya tahan menghadapi problema
menjadi lemah, malas, apatis, tidak peduli dan kehilangan
semangat untuk belajar maupun bekerja, presepsi waktu dan
pertimbangan intelektual maupun moral terganggu.
Efek yang paling buruk dari pemakaian ganja secara kronis
dapat menyebabkan kanker paru-paru karena pengaruh kadar tar
pada ganja jauh lebih tinggi dari pada kadar tar pada tembakau.
Dan penggunaan ganja dalam jangka waktu panjang dapat
menyebabkan gangguan kejiwaan (Badan Narkotika Nasional RI,
2) Kokain
Kokain adalah alkaloida yang berasal ari tanaman Eritrosilon
koka yang tumbuh di Bolivia dan Peru pada lereng-lereng
pegunungan Andes, di Amerika Selatan.
Bentuknya berupa bubuk, daun coca, biah coca, cocain
Kristal. Warna cairan berwarna putih/tidak berwarna, kristal dan
tablet berwarna putih, sedangkan bubuk atau serbuk berwarna
seperti tepung.
Penggunaannya dengan cara menghirup melalui hidung
dengan menggunakan penyedot (sedotan) atau dapat juga dibakar
bersama-sama dengan tembakau (rokok), ditelan bersama
minuman atau disuntikan pada pembuluh darah.
Efeknya membuat pemakai tidak bergairah kerja, tidak bisa
tidur, halusinasi, tidak nafsu makan, berbuat dan berfikit tanpa
tujuan, serta merasa gelisah dan cemas berlebihan.
Selanjutnya apabila sudah pada tingkat over dosis atau
takaran yang berlebihan dapat menyebabkan kematian, karena
serangan dan gangguan pada pernafasan dan terhadap serangan
jantung. Di samping itu juga dapat menimbulkan keracunan pada
susunan syaraf sehingga korban dapat mengalami kejang-kejang,
tingkah laku yang kasar, fikiran yang kacau dan mata gelap.
Dampak negatif yang sangat berbahaya dari penyalahgunaan
kokain dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di otak
3) Morfin atau Heroin
Nama lainnya adalah putaw, Smack, Junk, Horse, H, PT,
Etep, Bedak, dan Putih.Morfin dan heroin berasal dari getah
opium yang membeku sendiri dari tanaman Papaver Somniferum.
Dengan melalui proses pengolahan dapat menghasilkan Morfin.
Kemudian dengan proses tertentu dapat menghasilkan Heroin
yang mempunyai kekuatan 10 kali melebihi morfin.
Bentuknya berupa serbuk dengan warna putih, abu-abu,
kecoklatan hingga coklat tua. Penggunaannya dengan cara
menghirup asapnya setelah bubuk heroin dibakar diatas kertas
timah pembungkus rokok (sniffing) atau dengan
menyuntikkannya langsung kepembuluh darah setelah heroin
dilarutkan dalam air.
Efeknya menimbulkan rasa mengantuk, lesu, penampilan
“dungu”, jalan mengambang, rasa sakit seluruh badan, badan
gemetar, jantung berdebar-debar, susah tidur, nafsu makan
berkurang, matanya berair dan hidungnya selalu ingusan, problem
pada kesehatan seperti bengkak pada daerah menyuntik, tetanus,
HIV/AIDS, Hepatitis B dan C, problem jantung, dada dan
paru-paru, serta sulit buang air besar, dan pada wanita mengganggu
sirkulasi menstruasi.
Gejala putus zat (sakaw) adalah sangat menyiksa sehingga
yang bersangkutan akan berusaha untuk mengkonsumsi heroin.
Oleh karena itu pecandu heroin akan berusaha dengan cara
segan-segan melakukan tindakan-tindakan kekerasan atau
kejahatan, misalnya mencuri, menodong, merampok dan
melakukan pembunuhan. Telah banyak remaja yang terlibat
pelacuran (menjual diri) hanya sekedar untuk mendapatkan uang
guna membeli heroin.
Pecandu heroin sangat sulit untuk menghentikan pemakaian
heroin dan cenderung untuk mengkonsumsi dalam jumlah atau
dosis semakin bertambah dan sesering mungkin. Akibatnya over
dosis (Badan Narkotika Nasional RI, 2007:12).
4) Ekstasy
Dikenal dengan nama Inex, Kancing, Huge Drug, Yuppie
Grug, Essence, Clarity, Butterfly, dan Black Heart. Bentuknya
berupa tablet dan kapsul dengan warna yang bermacam-macam
dan penggunaannya dengan ditelan.
Efeknya timbul rasa gembira secara berlebihan. Banyak
orang mengkonsumsi ekstasy untuk tujuan bersenang-senang.
Ekstasy biasanya digunakan oleh anak-anak muda agar dapat
berpesta/ diskotik sepanjang malam. Karena saking gembira
kadang-kadang sampai lepas kendali sehingga tidak malu-malu
melakukan pesta seks. Efek lainnya seperti merasa cemas, tidak
mau diam (hiperaktif), rasa percaya diri meningkat, mengalami
keringat dan gemetaran, susah tidur, sakit kepala dan
pusing-pusing, mual dan muntah.
Pemakaian ekstasy dapat mendorong tubuh untuk melakukan
menyebabkan kekurangan cairan pada tubuh (dehidrasi) karena
terlalu banyak menggerakkan tenaga dan terlalu banyak
berkeringat.
Pada pemakaian yang berlebihan (over dosis) mengakibatkan
penglihatan kabur, mudah tersinggung (pemarah), tekanan darah
meningkat, nafsu makan berkurang, dan denyut jantung
bertambah cepat. Kematian sering terjadi karena pemakaian yang
berlebihan, yang mengakibatkan pecahnya pembuluh darah di
otak (Badan Narkotika Nasional RI, 2007: 14).
5) Shabu
Dikenal dengan nama Kristal, Ubas, SS, Mecin dengan
bentuk berupa Kristal dan berwarna putih. Penggunaannya
dibakar dengan menggunakan aluminium foil dan asapnya dihirup
melalui hidung. Dibakar dengan menggunakan botol kaca khusus
(bong) dan disuntikan.
Efek penggunaan shabu ini adalah badan pemakai merasa
lebih kuat dan energik (meningkatkan stamina), tidak mau diam
(hiperaktif), rasa percaya diri meningkat, rasa ingin diperhatikan
orang lain, nafsu makan berkurang akibatnya badan semakin
kurus, susah tidur, jantungnya berdebar-debar, tekanan darah
meningkat, dan mengalami gangguan pada fungsi sosial dan
pekerjaan.
Penggunaan shabu mendorong tubuh melakukan aktifitas
berlebihan, sehingga dapat menyebabkan kekurangan cairan
tubuh (dehidrasi).
Bagi mereka yang sudah ketagihan, apabila pemakaiannya
dihentikan (putus zat) akan timbul gejala-gejala seperti merasa
lelah dan tidak berdaya (stamina menurun), kehilangan semangat
hidup (ingin bunuh diri), merasa cemas dan gelisah secara
berlebihan, kehilangan rasa percaya diri dan susah tidur (Badan
Narkotika Nasional RI, 2007:15).
6) Inhalansia atau Solven
Yang termasuk adalah gas dan zat pelarut yang mudah
menguap berupa senyawa organik. Inhalansia dan solven terdapat
pada berbagai barang-barang keperluan rumah tangga, kantor, dan
pelumas mesin.
Inhalansia yang terdapat pada lem dan pengencer cat
(thinner) ini digunakan dengan cara dihirup yang dapat
mengakibatkan kematian mendadak, seperti tercekik (sudden
sniffing, death syndrome). Efeknya dapat menghilangkan ingatan,
tidak dapat berfikir, mudah berdarah dan memar, kerusakan
sistem syaraf utama, kerusakan hati dan ginjal, sakit maag, sakit
pada waktu buang air kecil, serta kejang-kejang otot dan
batuk-batuk.
Penggunaan inhalansia dapat merusak pertumbuhan dan
perkembangan otot, syaraf, dan organ tubuh lain. Menghirup
sambil menggunakan obat tidur, alkohol, akan meningkatkan
aktifitas normal seperti berlari atau berteriak dapat mengakibatkan
kematian karena gagal jantung (Badan Narkotika Nasional RI,
2007:16).
7) Alkohol
Menurut catatan arkeologik, minuman beralkohol sudah
dikenal manusia sejak kurang lebih 5000 tahun yang lalu. Alkohol
merupakan penekan susunan syaraf pusat tertua, dan
bersama-sama kafein dan nikotin merupakan zat kimia yang paling banyak
digunakan manusia.
Alkohol yaitu minuman yang mengandung etanol yang
diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat
dengan cara fermentasi atau destilasi, baik melalui perlakuan
sebelumnya, menambah bahan lain, mencampur konsentrat
dengan ethanol ataupun dengan proses pengenceran minuman
yang mengandung ethanol.
Efeknya dapat menyebabkan depresi pada sistem syaraf
pusat, jika penggunaan dicampur dengan obat lain si pemakai
akan pingsan atau kejang-kejang tidak sadar diri, menyebabkan
oedema otak (pembengkakan dan terbendungnya darah dari otak),
menimbulkan halusinasi, toleransi dan ketagihan (Badan
Narkotika Nasional RI, 2007:16).
Alkohol terdapat pada minuman keras, yang kadar etanolnya
berbeda-beda. Minuman keras golongan A berkadar etanol 1-5%
anggur, minuman keras golongan C berkadar 20-45% seperti rum,
gin, dan Manson House (Martono & Joewana, 2008:10).
8) Lysergic Acid (LSD)
LSD menyebabkan halusinasi (khayalan) dan termasuk
psikotropika golongan I. Nama yang sering digunakan adalah
acid, red dragon, blue heaven, sugar cubes, trips, dan tabs.
Bentuknya seperti kertas berukuran kotak kecil sebesar
seperempat perangko dalam banyak warna dan gambar, atau
berbentuk pil dan kapsul. Cara pemakaiannya adalah dengan
meletakan LSD pada lidah.
Pengaruh LSD tak dapat diduga. Sensasi dan perasaan
berubah secara dramatis, dengan mengalami flashback atau trips
(halusinasi/penglihatan semu) berulang tanpa peringatan
sebelumnya. Pupil melebar, tidak bisa tidur, selera makan hilang,
suhu tubuh meningkat, berkeringat, denyut nadi dan tekanan
darah naik, koordinasi otot terganggu dan tremor. Dapat merusak
sel otak, gangguan daya ingat dan pemusatan perhatian yang
diikuti meningkatnya resiko kejang, serta kegagalan pernapasan
dan jantung (Martono & Joewana, 2008:11).
9) Nikotin
Nikotin terdapat pada tanaman tembakau atau Nicotiana
Tabacum L. yang diduga berasal dari argentina, berupa tanaman
perdu setinggi 1-3 meter.
Nikotin yang terdapat pada tembakau termasuk stimulansia.
berbahaya, serta zat lain,seluruhnya tak kurang dari 4000
senyawa. Jika nikotin adalah penyebab ketregantungan, maka tar
menjadi penyebab kanker.
Survey menunjukan bahwa merokok pada anak/remaja
adalah pintu gerbang masuk kepada pemakaian ganja, heroin,
ekstasy, dan shabu yang banyak disalahgunakan. Oleh karena itu,
pencegahan penyalahgunaan narkoba harus dimulai dengan
mencegah merokok atau menunda usia merokok (Martono dan
Joewana, 2008:12).
2.4. Penyalahgunaan Narkoba
Penyalahgunaan narkoba merupakan masalah yang kompleks dan
memiliki dimensi yang luas, baik dari sudut medik, psikiatrik, kesehatan jiwa,
maupun psikosial (Afiatin, 2008:12). Penyalahgunaan narkoba adalah
penggunaan narkoba yang digunakan tidak hanya untuk maksud pengobatan,
tetapi karena ingin menikmati pengaruhnya. Karena pengaruhnya itulah
narkoba disalahgunakan. Sifat pengaruh itu sementara, sebab setelah itu timbul
rasa tidak enak. Untuk menghilangkan rasa tidak enak, ia menggunakan
narkoba itu lagi. Karena itu, narkoba mendorong seseorang memakainya lagi
(Martono dan Joewana, 2008: 15).
Penyalahgunaan narkoba tidak terjadi begitu saja, ada beberapa faktor
yang melatarbelakangi terjadinya penyalaggunaan narkoba ini, antara lain:
1) Faktor Individu
Setiap manusia memiliki kepribadian yang berbeda-beda, hal ini di
tidak sama. Usia yang berbeda dan rasa ingin tahu yang pada akhirnya
membawa individu pada persepsi yang salah mengenai narkoba.
2) Faktor Keluarga
Keluarga sebagai wadah pertama bagi anggota keluarga untuk
bersosialisasi, maka komunikasi yang baik antar anggota keluarga
sangatlah penting guna membangun karakteristik anggota keluarga yang
kuat. Keluarga yang tidak harmonis dimana selalu terjadi konflik dan
orang tua yang otoriter merupakan salah satu faktor yang mendorong
seseorang dalam penggunaan narkoba.
3) Faktor Lingkungan
Kondisi lingkungan yang rawan dan tidak sehat dimana seseorang
bergaul dan bersosialisasi dapat menjadi pendorong bagi perkembangan
yang menyimpang atau dengan sederhananya dapat dikatakan terikut
dengan arus pergaulan yang tidak benar.
4) Tersedianya Narkoba
Selain faktor pendorong ada pula faktor yang memicu penyalahgunaan
narkoba, yaitu ketersediaan narkoba yang sangat mudah untuk
didapatkan di setiap jenjang masyarakat. Para penjual narkoba
berkeliaran disetiap sudut kehidupan, baik di gang sempit, warung
makan, sekolah, tempat nongkrong, permukiman masyarakat dan
sebagainya.
Ketergantungan tidak berlangsung seketika, tetapi melalui rangkaian
proses penyalahgunaan. Ada beberapa tahapan atau pola pemakaian narkoba,