• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendekatan Budaya Dalam Dakwah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendekatan Budaya Dalam Dakwah"

Copied!
2
0
0

Teks penuh

(1)

12 25 RABIULAWAL - 9 RABIULAKHIR 1432 H

B I N G K A I

P

P

P

P

Pendekatan Budaya

endekatan Budaya

endekatan Budaya

endekatan Budaya

endekatan Budaya

Dalam Dakwah

Dalam Dakwah

Dalam Dakwah

Dalam Dakwah

Dalam Dakwah

I

slam sebagai ajaran tidak akan membumi apabila tidak diwujudkan dalam kehidupan para pemeluknya. Islam tanpa aktualisasi dalam kehidupan umat akan berhenti sebagai ajaran tekstual belaka. Islam dalam ranah aktual justru menjadi eksis manakala menyatu dengan denyut nadi kehidupan penganutnya, yakni muslim selaku individu maupun muslimun sebagai jama’ah atau kolektivitas. Karena itu Islam sebagai Wahyu Allah yang dibawa oleh para Rasul hingga Nabi dan Rasul akhir zaman Muhammad saw., diturunkan ke muka bumi sebagai rahmatan lil-‘alamin. Menjadi rahmat bagi alam semesta.

Islam dalam aktualisasi kebudayaan muslim merupakan persenyawaan antara nilai-nilai Islam yang transedental (keilahian atau ketuhanan) dengan yang imanen (keduniawian) atau antara hal-hal sakral (suci) dan profan (inderawi), sehingga terjadi perpaduan yang utuh dan menyeluruh. Nilai-nilai ajaran Islam sebagai fitrah yang diturunkan Tuhan (al-fitrah al-munajalah) berpadu dengan fitrah yang diberikan (al-fitrah al-majbulah, Sunatullah kauniyah) sehingga teradi persenyawaan yang autentik dalam kebudayaan Islam. Namun karena kebudayaan itu senantiasa dinamis, maka akan selalu terjadi dinamisasi atau pengembangan antara Islam sebagai ajaran dengan kebudayaan muslim sebagai wujud aktualisasi keislaman. Dinamisasi Islam dan kebudayaan itu bukanlah sesuatu yang menyempal dalam sejarah peradaban Islam karena watak Islam yang bersifat menzaman.

Islam dan Kebudayaan Indonesia

Islam telah dipeluk menjadi agama mayoritas penduduk Indonesia. Padahal sebelum Islam datang pada abad ke-13, penduduk Nusantara telah menganut agama Hindu yang terbilang kuat dan meluas. Islam bahkan telah menjelma menjadi kebudayaan masyarakat. Keberhasilan tersebut tidak lepas dari proses Islamisasi yang berlangsung damai dan bersifat kultural. Islam di Indonesia sebagai wujud dari aktualisasi Islam dalam kebudayaan muslim tidak selalu sama dengan kebudayaan muslim di Timur Tengah dan belahan dunia lain. Boleh jadi terdapat kesamaan satu sama lain yang bersifat universal, tetapi senantiasa terbuka kemungkinan memiliki keragaman sebagaimana watak khas kebudayaan sebuah bangsa atau masyarakat. Ketika setiap individu muslim memiliki perbedaan satu sama lain dipandang sebagai keunikan dan perbedaan yang diakui. Maka demikian semestinya ketika suatu lingkungan masyarakat muslim di satu

daerah atau kawasan memiliki perbedaan dengan yang lainnya. Hal yang penting ialah aspek-aspek ajaran Islam yang bersifat fundamental seperti ajaran tauhid dipahami secara universal dan menjadi patokan dengan tetap terbuka pada keragaman tafsir dan perwujudan sejauh berada dalam koridor substansi Islam yang esensial.

Kebudayaan adalah keseluruhan yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan segala kemampuan dan kebiasaan yang digunakan manusia sebagai anggota masyarakat (Taylor). Ketika kebudayaan yang menyeluruh tersebut merupakan wujud internalisasi nilai-nilai Islam maka lahirlah kebudayaan Islami. Ketika Islam terwujud dalam kehidupan individu, keluarga, dan masyarakat muslim serta menjadi pola bagi kelakuan kolektif dalam keseluruhan sistem kehidupannya maka terbentuklah kebudayaan muslim atau sering disebut kebudayaan Islam. Ketika kebudayaan muslim atau lebih tepat kebudayaan umat muslim mencapai puncaknya yang tinggi

DR. H HAEDAR NASHIR, M.SI.

Arsitektur Masjid Kudus merupakan hasil kearifan dalam berdakwah pada jaman dulu.

Foto: WWW. GOOGLE.COM

De

m

o (Vi

si

t ht

tp:

//www.pdfspl

itm

erge

r.c

om

(2)

13 SUARA MUHAMMADIYAH 05 / 96 | 1 - 15 MARET 2011

B I N G K A I

maka lahirlah peradaban muslim atau peradaban Islam sebagaimana terjadi di masa kejayaan Islam di masa lampau.

Dalam aktualisasi Islam yang membentuk kebudayaan dan peradaban muslim itulah maka Islam menjadi agama peradaban atau din al-hadlarah. Dengan demikian maka tidak akan terjadi pertentangan antara Islam sebagai ajaran dengan kebudayaan dan peradaban, ketika Islam telah membumi dalam kehidupan aktual para pemeluknya. Hal-hal yang bersifat baru dan tidak ditemukan secara rinci dalam teks ajaran Islam maka menjadi bagian dari wilayah ijtihad kaum muslim dalam berkebudayaan Islami, bukan menjadi anak haram dari Islam. Inilah ranah pertautan Islam khas duniawi sebagaimana Hadis Nabi antum a’lamu bi-umur al-dunya-kum, engkau lebih tahu dalam perkara duniamu. Dalam konteks keindonesiaan, persentuhan Islam dan kebudayaan telah berlangsung lama dalam sejarah Islam di bumi tercinta ini. Dalam pandangan Taufik Abdullah (1974) bahwa Islam di negeri ini mengalami dinamika penghadapan antara ajaran dan sejarah, antara keyakinan doktrin agama dengan realitas zaman yang selalu berubah, sehingga Islamisasi mengalami persambungan dan perubahan sekaligus jawaban terhadap zamannya. Islamisasi bukan sekadar berarti penerimaan ajaran secara doktrinal tetapi sekaligus pengorbanan untuk akomodasi terhadap perubahan dan tuntutan zaman dalam proses akulturasi yang normal tanpa kehilangan esensi dan prinsip ajaran. Di sinilah Islamisasi bukan sekadar proses internalisasi ajaran sebagaimana doktrin ortodoksi Islam, tetapi sekaligus penghadapan Islam dengan sejarah dan kebudayaan di mana Islam itu hadir, tumbuh, dan berkembang. Dalam proses Islamisasi yang diwarnai persambungan dan perubahan itulah gerak pemurnian Islam yang berpijak pada ortodoksi Islam berjalan dinamik dengan pembaruan sebagai jawaban atas tantangan zaman, yang melahirkan corak Islam yang pusparagam di kepulauan Nusantara. Karena itu berlaku fakta satu Islam seribusatu kebudayaan muslim.

Pendekatan Dakwah Kebudayaan

Ketika Islam teraktualisasi dalam kebudayaan, sedangkan corak kebudayaan muslim menunjukkan keragaman, maka bukan berarti terjadi finalisasi keislaman dalam pengabsolutan yang relatif. Islam tetap mesti diaktualisasikan menyeluruh (kaffah) dalam proses yang optimal dan terus-menerus, sehingga tercipta optimalisasi keislaman dan kebudayaan muslim dalam kehidupan kolektif. Semakin terbentuk banyak kesamaan dan titik temu antar kebudayaan muslim maka akan semakin terbentang garis merah kebudayaan Islam yang bersifat muktabarah atau universal. Islam itu memiliki watak melampaui atau melintasi ruang dan waktu, sehingga kebudayaan Islam akan semakin menuju pada universalitas, dengan tetap memiliki corak partikularitas. Namun dialektika atau dinamika nilai dan aktualisasi Islam akan senantiasa terjadi dalam proses tiada henti, sehingga akan selalu terjadi perkembangan menuju puncak kemajuan, sekaligus kemunduran dalam kebudayaan Islam terkandung pada faktor-faktor yang menyertainya.

Karena itu Islam menuntut usaha dakwah, yakni penyebarluasan dan perwujudan dalam kehidupan muslim.

Dakwah Islam dalam penerapan atau aktualisasinya sebenarnya merupakan proses kebudayaan, yakni memasyarakatkan dan menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan secara berproses melalui cara-cara bil-hikmah (keilmuan dan kearifan), wa al-mau’idhat al-hasanah (pendidikan, edukasi), wa jadil-hum bilati-hiya ahsan (diskusi, dialogis) yang utama. Dakwah Islam menurut Muhammadiyah sebagaimana terkandung dalam konsep Dakwah Kultural ialah “upaya menanamkan nilai-nilai Islam dalam seluruh dimensi kehidupan dengan memperhatikan potensi dan kecenderungan manusia sebagai makhluk budaya secara luas, dalam rangka mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”. Dengan demikian pendekatan dakwah sesungguhnya bersifat kultural atau bercorak kebudayaan, yakni menanamkan nilai-nilai Islam dengan mempertimbangkan alam pikiran (‘ala uquligim) dan kondisi umat yang didakwahi, melalui proses yang simultan (bi-lisan dan bil-hal) dan berkesinambungan.

Dalam kaitan ini maka dakwah tidaklah identik dengan tabligh, yang terbatas pada penyiaran Islam atau dakwah bi-lisan semata. Bahkan tabligh pun meski bersifat bi-lisan tetap harus mengikuti prinsip-prinsip keilmuan dan kearifan, edukasi, dan dialogis sehingga tidak monolitik dan serba memvonis. Lebih jauh agi tabligh pun harus diikuti dengan uswah hasanah atau keteladanan yang baik, sehingga lisan sejalan dengan tindakan. Tidak kalah pentingnya tabligh pun mesti dikaitkan dengan dakwah secara keseluruhan, termasuk dakwah bil-hal, sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh dan menyeluruh. Kesulitan sering terjadi manakala tabligh tidak tepat sasaran dan mempertimbangkan kondisi masyarakat setempat, sehingga yang terjadi penentangan secara konfrontasi, akhirnya tabligh mengalami kegagalan. Di sinilah pentingnya wajah-wajah mubaligh yang harus empati, simpati, mengayomi, memahami, mencerdaskan, dan mencerahkan di hadapan umat dakwah maupun umat ijabah. Karena sejalan dengan adagium, thariqat ahamu min al-maddah: cara lebih penting ketimbang isi. Hal paling tidak kondusif ialah, caranya keliru atau salah, substansi dakwahnya kering dan tidak mencerahkan.l

B I N G K A I

Dakwah lewat pendekatan budaya seringkali lebih efektif.

Foto: KOMPAS

De

m

o (Vi

si

t ht

tp:

//www.pdfspl

itm

erge

r.c

om

Referensi

Dokumen terkait

Saya mengesahkan bahawa Jawatankuasa Pemeriksa bagi Siti Khariah Mohd Zubir telah mengadakan peperiksaan akhir pada 18hb Februari 2004 untuk menilai tesis Doktor Falsafah beliau

Terlihat bahwa setelah dilakukannya proses dekripsi dengan memasukkan ciphertext ke kolom input teks yaitu “qbsdkckbjsca” kemudian dimasukkan juga kunci berupa gambar

Kecurangan yang di lakukan oleh masyarakat dan pemimpin melainkan allah mengharamkan surga atasnya, Itu juga berkenaan dengan kehidupan orang di tengah

Setelah berdirinya Sinode Gereja Masehi Injili di Bolaang Mongondow (GMIBM) tahun 1950, maka gereja Kotamobagu tergabung dalam anggota GMIBM bersama dengan gereja

Hasil penelitian yang menunjukkan pengaruh positif dan signifikan adalah firm size dan leverage, dan hasil yang menunjukkan pengaruh tidak signifikan terhadap

Pada tahap ini peneliti mencari literatur yang relevan dengan variabe l-variabel yang akan diteliti, baik melalui buku referensi, jurnal-jurnal maupun artikel. Hal ini

Pada zona ini pertumbuhan mikroba terlihat lebih jarang atau kurang subur bila dibandingkan dengan daerah yang tidak terpengaruh senyawa antimikroba (Anonim, 1993 dalam