• Tidak ada hasil yang ditemukan

REGULASI EMOSI DALMAS POLRI DALAM MENGHADAPI UNJUK RASA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "REGULASI EMOSI DALMAS POLRI DALAM MENGHADAPI UNJUK RASA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan berjalannya proses demokrasi di Indonesia maka sejalan pula dengan kesempatan masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya salah satunya dengan menggunakan media unjukrasa. Namun ironisnya banyak data yang menyebutkan bahwa hampir 80% aksi unjukrasa berakhir ricuh dengan aparat kepolisian bahkan tidak jarang peristiwa tersebut memakan korban baik dari sisi pihak pengunjuk rasa ataupun pihak kepolisian dalam hal ini adalah aparat dalmas polri yang memang bertugas sebagai pengendali massa

Misalnya saja bentrok yang terjadi antara mahasiswa Banten dengan pihak dalmas polri di depan gedung KPK, Kamis (22/9) dalam peristiwa tersebut aksi saling dorongpun tidak terhindarkan sehingga menyebakan arus lalu lintas macet total. Menurut kabar yang beredar puluhan mahasiswa mengalami luka-luka akibat peristiwa tersebut (metrotvnews, 2010)

Kabar lainpun juga menyebutkan peristiwa yang sama yakni bentrok antara warga dan aparat dalmas pori hingga menyebabkan tiga warga menderita luka tembak pada saat polisi melepaskan tembakan kea rah kerumunan massa Sabtu (15/1) bentrokan ini dipicu meninggalnya seorang warga akibat dianiaya oleh tiga orang oknum anggota Kepolisisan Resort Kepulauan Aru Maluku, pada saat warga ingin meminta konfirmasi tentang peristiwa tersebut ntah siapa yang memulai bentrokan antar kedua belah pihak sehingga jatuh korban lukapun tidak terhinda rkan(metrotvnews, 2011)

Unjuk rasa solidaritas mahasiwa untuk Bima di Bandar Lampung Selasa (27/12), berlangsung ricuh. Aksi mahasiswa menyulut kemarahan puluhan anggota pengendali massa (Dalmas) Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung. Anggota Dalmas marah lantaran Komandan Kompi Dalmas Ajun Komisaris Polisi Tantowi Darsah dan salah seorang anggota intel Polresta Bandar Lampung tersambar api yang membakar replika keranda mayat. Sementara mahasiswa beralasan polisi terbakar akibat tindakan mereka sendiri. Dalam unjuk rasa itu mahasiswa mengecam tindakan polisi dalam membubarkan massa di Pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat, yang dianggap melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). (Liputan6, 2011)

 

(2)

2

Selain itu ada juga unjuk rasa menolak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Bogor, Jawa Barat, Rabu (20/10), berlangsung ricuh. Para pendemo terlibat baku pukul dengan aparat dalmas polri yang melakukan pengamanan. Situasi kota tersebut sempat mencekam selama beberapa jam. Kericuhan dimulai saat puluhan mahasiswa Universitas Ibn Khaldun (UIKA) yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Bogor, menggelar demonstrasi di depan kampusnya di Jalan Sholeh Iskandar, Tanah Sareal. Para mahasiswa ini lantas mencoba menyandera mobil plat merah dan sebuah truk Pertamina yang mengangkut LPG. Aparat kepolisian berusaha mengadang aksi tersebut dengan membubarkan para pendemo. Kejadian ini membuat kedua kubu terlibat saling dorong. Tiba-tiba, salah satu pendemo bernama Mahdum, mahasiswa Fakultas Ekonomi UIKA, terkapar karena ditendang petugas. "Tiba-tiba, ada Polisi menendang ke perut saya, sampai saya mual," ujar Mahdum kepada wartawan.(Liputan6, 2011)

Dari data diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa aksi-aksi demonstrasi sangat mudah sekali berujung bentrok antara pengunjuk rasa dan aparat kepolisian, tidak jarang aparat kepolisian menggunakan pentungan, menyemprotkan gas air mata, melepaskan tembakan yang tentu saja sangat berbahaya bagi masyarakat. Aksi-aksi kekerasan yang ditunjukkan oleh aparat kepolisian dalam menghadapi massa merupakan bentuk amarah yang disertai dengan ketidak mampuan anggota dalmas polri dalam memodifikasi situasi yang datang dari luar. Lantas bagaimana dengan semboyan polri sebagai pengayom dan pengaman masyarakat yang tentu saja tugas pokoknya adalah melindungi dan menciptakan rasa aman di masyarakat? Karena bila merujuk pada fenomena dan fakta-fakta yang ada dapat dikatakan bahwa fungsi dalmas polri sudah tidak sesuai dengan jalur semestinya.

Polisi sebagai pengayom dan pelindung masyarakat adalah harga mati yang sudah tidak dapat diganggu gugat lagi sebagaimana yang tertuang dalam undang-undang republik indonesia nomor 2 tahun 2002 bab iii tentang tugas dan wewenang pasal 13 tugas pokok kepolisian negara republik Indonesia adalah: a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. menegakkan hukum; dan c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam undang - undang kepolisian jelas tertulis bahwa kewajiban aparat kepolisian adalah untuk menciptakan rasa aman dalam lingkup masyarakat.

(3)

3

mewujudkan ketertiban dan keamanan masyarakat (Sutanto, 2004). Polisi samapta adalah sebagian dari ”wajah polisi di lapangan”, yang selalu berhadapan langsung dengan masyarakat dan oleh masyarakat polisi inilah yang “terlihat” sebagai polisi. Polisi fungsi samapta tersebut bekerja di tempat-tempat umum dan tempat-tempat lain yang terbuka, sehingga masyarakat secara bebas dapat memberikan penilaian atas perilaku polisi-polisi tersebut. Menurut Rahardjo (2002) di tempat-tempat terbuka seperti tersebut di atas, pelaksanaan pekerjaan polisi yang ideal dan profesionalisme polisi teruji.

Pengendalian massa adalah bagian dari tugas polisi samapta, yang merupakan suatu kegiatan dengan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan terhadap sekelompok masyarakat yang sedang menyampaikan pendapat atau menyampaikan aspirasinya di depan umum guna mencegah masuknya pengaruh dari pihak tertentu atau provokator (Sutanto, 2004).

Dalmas disini berfungsi sebagai tameng atau penjaga untuk mengamankan jalannya demonstrasi agar suasana demontrasi dapat berjalan dengan tertib dan tidak ada hal negative yang terjadi sebagaimana seperti yang tertuang dalam perundang-undangan etika hubungan bermasyarakat polri pasal 10 yang menyatakan bahwa anggota Polri wajib :

a. menghormati harkat dan martabat manusia melalui penghargaan serta perlindungan terhadap hak asasi manusia.

b. menjujung tinggi prinsip kebebasan dan kesamaan bagi semua warga Negara c.. menegakkan hukum demi menciptakan tertib sosial serta rasa aman publik. d. meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat

Polisi berwatak sipil adalah polisi yang dalam menjalankan pekerjaannya tetap menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, mampu melaksanakan tugas tanpa menggunakan kekerasan, dan bersedia mendengarkan dan mencari tahu sumber dari permasalahan masyarakat (Rahardjo, 2002). Salah satu sikap mutlak yang harus dipenuhi seorang polisi sebagai pengemban “pelayanan masyarakat” adalah inferior, harus merasa lebih rendah dari masyarakat yang dilayani.

(4)

4

dan bentrokan pun bisa dihindari (Kunarto, 1999). Maka untuk menjadi polisi yang baik, menurut Tabah (1991) perlu memiliki kepribadian yang matang, tidak emosional, dan berpendidikan yang memadai. Polisi pengendali massa (Dalmas) diharapkan tetap tenang meskipun mahasiswa mulai bersikap anarkis.

Lantieri (Goleman, 1998) menyebutkan bahwa ketrampilan emosional sangat diperlukan untuk mencegah tindak kekerasan. Keberhasilan dalam menjalankan tugas tidak hanya ditentukan oleh peran kecemerlangan akadamis dan teknis, namun juga ditentukan oleh kemampuan pengaturan emosi yang baik.

Tidak adil rasanya bila kita beranggapan bahwa 100% anggota kepolisian dalam hal ini khususnya dalmas polri mempunyai kecenderungan bersikap anarki dalam menjalankan tugasnya sebagai pengendali massa, ada juga anggota kepolisian yang mampu tetap tenang dan tidak ada kecenderungan bersikap agresi di tengah tekanan dalam menjalankan tugasnya. Ketika menghadapi masalah ada juga aparat dalmas polri yang mempunyai pemilihan situasi yang baik misalnya ketika ada hal yang tidak disukainya dia cenderung untuk menghindar dan tidak berdekatan dengan sumber masalah atau hal yang tidak disukainya ini merupakan salah satu indikasi bahwa aparat dalmas polri juga mampu dalam memiliki pengaturan emosi yang baik

Regulasi emosi ialah kemampuan secara fleksibel untuk mengendalikan emosi yang dirasakan dan ditampilkan sesuai dengan tuntutan lingkungan (Denham dalam Coon, 2005). Saat melakukan regulasi emosi, seseorang belajar untuk mengurangi atau mengendalikan emosi negatif dan mempertahankan atau membangun emosi positif (Kostiuk & Fouts, 2002).

Sedangkan Gross dan Levenson (1993) mendefinisikan regulasi emosi sebagai manipulasi yang dilakukan pada diri sendiri atau terhadap : anteseden emosi (situasi yang dapat memicu respon emosi), atau satu atau lebih dari komponen-komponen respon emosi yang terdiri dari aspek fisiologis, pengalaman subjektif, atau perilaku. Artinya bahwa regulasi emosi bisa dilakukan dengan mempengaruhi situasi saat respon emosi belum muncul atau ketika respon emosi telah muncul.

(5)

5

dan Nowicki (dalam Manz, 2007), menyebutkan bahwa ketrampilan regulasi dapat meningkatkan pembelajaran secara signifikan.(Setyowati.2010)

Selain itu, regulasi akan mempengaruhi koping individu terhadap masalah. Koping positif dipengaruhi oleh emosi-emosi yang positif, sementara emosi-emosi negatif lahir dari koping yang tidak efektif (Lazaruz, 1991;Moskowitz, 2001). Pada proses koping yang berhasil maka akan terjadi proses adaptasi yang meningkatkan kemampuan individu untuk bertahan dalam menghadapi kemungkinan stres selanjutnya. Sebaliknya bila terjadi kegagalan dalam proses koping maka individu bersangkutan akan mengalami stres yeng berkelelanjutan, yang termanifestasi dalam berbagai gangguan psikis dan fisik, seperti gangguan kesehatan, dan masalah sosial lainnya (Gross & John, 2003, Eisenberg, Fabes, Guthrie, & Reiser, 2000). Dengan kata lain, kemampuan regulasi emosi sebagai salah satu bentuk koping dapat berpengaruh terhadap penanganan stres.

Menurut Thomson dan Eisenberg, Kapasitas regulasi emosi dipengaruhi oleh proses social. Kapasitas ini dibentuk secara luas oleh pengasuh yang memberikan instruksi secara eksplisit maupun implicit dalam regulasi emosi. Einsberg menambahkan bahwa regulasi emosi berpengaruh pada kompetensi social dan perkembangan moral, tanpa regulasi emosi ada psysiological over-arousal and behavior sehingga interaksi sosial akan buruk yang berakibat adanya dua kemungkinan yakni: terhambat dan under controlled dan kemungkinan out of control

Hal inilah yang kemungkinan terjadi pada anggota dalmas yang mempunyai regulasi emosi yang buruk kecenderungan untuk out of control atau lepas kendali sehingga akan memunculkan sikap agresi.

Agresi merupakan tindakan individu yang diarahkan pada penghalang dalam pencapaian kepuasan (Krench, Crutchfield, dan Ballachey, 1982). Menurut para akhli psikologi, konsep agresi secara umum dimengerti sebagai tindakan yang ditujukan untuk melukai atau menyakiti orang lain (Baron & Grasiano, 1991). Yang menarik perhatian penulis yang sebelumnya pernah bertugas sebagai pengendali pasukan dalmas, pada kenyataannya di lapangan ditemukan bukti, bahwa tidak semua anggota yang tergabung dalam pasukan dalmas serta merta melakukan tindakan agresi kepada massa.

(6)

6

situasional seperti hasutan/dorongan dari orang lain, ancaman atau serangan, stressor – stressor dari lingkungan misal terlalu panas, padat dan bising (Dayakisni, 2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa polisi yang bertugas dalam suhu tinggi (27 oC) cenderung lebih berpeluang melakukan tindak kekerasan (Sarwono, 2001). Dalam kondisi tegang dan letih, dorongan untuk bertindak tidak tepat akan cenderung muncul (Cooper, 1999). Ali (Suara Merdeka, 2006) menyatakan bahwa tindak kekerasan yang ditampilkan polisi tersebut merupakan suatu usaha pembelaan diri atas ancaman terhadap keselamatan dirinya.

Berberapa uraian di atas, memperlihatkan bahwa dalam kondisi yang penuh tekanan, kemungkinan seseorang dapat kehilangan kontrol emosi dan memunculkan tindak kekerasan. Di satu sisi regulasi emosi dapat membantu seseorang dalam mengurangi munculnya tindak kekerasan polisi dalam kondisi eksternal apapun, bila aparat dalmas polri memiliki kemampuan regulasi emosi yang baik diharapkan dapat meminimalisir perilaku agresi yang muncul.

Fenomena ini menarik perhatian dan menggugah minat penulis untuk melakukan penelitian terhadap regulasi emosi dalmas polri dalam menghadapi unjuk rasa.. Sehingga penulis tertarik untuk meneliti tentang regulasi emosi dalmas polri dalam menghadapi unjuk rasa.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian tersebut di atas dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu: ”Bagaimana Regulasi Emosi Dalmas Polri Dalam Menghadapi Unjuk Rasa”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui regulasi emosi dalmas polri dalam menghadapi unjuk rasa

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini antara lain:

1. Manfaat Teoritis

(7)

7

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pimpinan Polda Jawa Timur

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi bagi pimpinan Poresta Surabaya dalam hal regulasi emosi personilnya dan dapat dicari suatu cara yang efektif untuk mengembangkan keterampilan dalam hal regulasi emosi yang baik sehingga dapat melaksanakan tugas dengan lebih maksimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

b. Bagi Subjek Penelitian

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi anggota Samapta khusunya unit dalmas polri Polresta Surabaya untuk dapat meregulasi emosinya

(8)

REGULASI EMOSI DALMAS POLRI DALAM MENGHADAPI UNJUK RASA

SKRIPSI

Oleh :

IKA PUJI RAHAYU

NIM : 08810224

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(9)

REGULASI EMOSI DALMAS POLRI DALAM MENGHADAPI UNJUK RASA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Psikologi (S-1)

Oleh :

Ika Puji Rahayu

NIM : 08810224

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(10)

REGULASI EMOSI DALMAS POLRI DALAM MENGHADAPI UNJUK RASA

(Studi Pada Dalmas Polri Polrestabes Surabaya)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Psikologi (S-1)

Oleh :

Ika Puji Rahayu

NIM : 08810224

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(11)
(12)
(13)
(14)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh

Alhamdulillah, segala puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya,

sehingga skripsi yang berjudul “

Regulasi Emosi Dalmas Polri Dalam Menghadapi Unjuk

Rasa

” ini dapat diselesaikan setelah melalui proses usaha keras yang memerlukan segenap

tenaga dan pikiran. Skripsi ini dimaksudakan untuk memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan

petunjuk serta bantuan yang bermanfaat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam

kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas segala

bantuan yang telah diberikan baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga karya ini

bisa selesai. Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1.

Papaku tersayang Drs. Supardi yang dalam ketiadaannya selalu menjadi guru terbaik

dan inspirator tanpa henti

2.

Mamaku tersayang, pejuang tanpa letih membesarkan tacik dan koko yang sudah bisa

dipastikan banyak membuat masalah, senyum bahagiamu adalah suplemen terkuat

bagi kami anak-anakmu dalam meraih masa depan

3.

Adikku tersayang Galih Jalu DN seorang teman bertukar pikiran,pemberi semangat

yang terkadang bersedia menyisihkan sebagian uangnya demi membantu taciknya

yang membutuhkan

4.

Semua keluarga di Ngoro, mbah untuk doa-doanya yang muztajab, mak yang bersedia

nglembur “ndeplok” kopi sebagai minuman wajibku ,alm.bapak yang senantiasa

memberi nasihat tentang bagaimana menjadi orang jawa ,bek lung yang selalu

membuatkan masakan enak dan tidak memperdulikan omelan mama ,mbak wulan

yang tidak pernah ragu memberi hutangan pulsa, tante yang tidak pernah absen

cerewet dalam mengomentari berat badanku

5.

Semua keluarga di Nganjuk , alm. Pakpo Ji yang akan selalu menjadi papa ke2ku,

bupo nanik untuk semua perhatian dan semangat yang diberikan, mama bela yang

tidak pernah absen memarahiku dan mengarahkan tentang bagaimana harus menjadi

seorang perempuan, abang-abangku tersayang kokok dan kikik yang selalu dan selalu

mengucurkan sebagian rejeki yang dimiliki, Pakpo no yang menjadi satpam sekaligus

(15)

6.

Septian Ade Prasetyo yang telah menjadi pendukung sekaligus pemaksa no.1 agar

penulis segera menyelesaikan skripsi

7.

Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

8.

Bapak Tulus Winarsunu, M.Si selaku dosen wali kelas F 2008 yang telah banyak

memberikan wejangan dan semangat untuk terus maju

9.

Ibunda Dra. Tri Dayakisni M,si selaku dosen pembimbing I yang sangat banyak

membantu dalam memberikan arahan dan pengetahuan baru bagi penulis sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

10.

Ibu Ni’matuzzahroh selaku pembimbing II atas kesabarannya dalam membimbing

penulis

11.

Career Center tempat belajar yang luar biasa, Team yang senantiasa solid abi yang tak

pernah lelah dan jengkel dalam memberikan nasihat dan pemahaman, dani rekan

parttime yang ok, ria teman serumah yang luar biasa, tak lupa juga pimpinan

sekaligus Bos Career Center Pak Jack yang tidak pernah ragu dalam memarahi saya

apabila melakukan kesalahan, terima kasih untuk semua pelajaran yang di berikan

baik secara tersurat maupun tersirat.

12.

Teman

teman Kelas F angkatan 2008 dan juga teman-teman lain angkatan

Weede,Nia teman sekamar yang luar biasa, mbak arsi dan mbak vika yang tidak

pernah lelah menerima keluh kesah penulis

13.

Kepada semua pihak, penulis ucapkan banyak terima kasih yang tak terhingga.

Semoga Allah SWT membalas segala amal dan kebaikannya. Penulis menyadari

bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna dengan segala keterbatasan yang ada,

sehingga kritik dan saran demi perbaikan karya skripsi ini sangat penulis harapkan. Meski

demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan

pembaca pada umumnya.

Wassalamu’alaikum Wa Rahmatullahi Wa barakatuh.

Malang, 30 Maret 2012

Penulis

(16)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...

i

DAFTAR ISI...

iii

DAFTAR TABEL ...

v

DAFTAR LAMPIRAN ...

vi

INTISARI ...

vii

ABTRACK...viii

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang ... 1

B.

Rumusan Masalah ... 5

C.

Tujuan Penelitian ... 5

D.

Manfaat Penelitian... ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A.

Regulasi Emosi

1.

Pengertian Regulasi Emosi... 6

2.

Proses Terjadinya Regulasi Emosi ... 9

3.

Komponen Regulasi Emosi ... 10

4.

Faktor

faktor yang mempengaruhi Regulasi Emosi ... 11

5.

Strategi Regulasi Emosi ... 15

B.

Regulasi Emosi dalmas polri dalam menghadapi unjuk rasa ... 22

BAB III METODE PENELITIAN

A.

Rancangan Penelitian ... 25

B.

Variabel Penelitian ... 25

C.

Definisi Operasional ... 26

D.

Populasi Dan Sampel Penelitian ... 26

E.

Metode Pengumpulan Data ... 27

F.

Uji Validitas dan Reliabilitas ... 30

G.

Prosedur Penelitian ... 34

(17)

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

A.

Deskripsi Data ... 36

B.

Analisa Data ... 37

C.

Pembahasan ... 40

BAB V PENUTUP

A.

Kesimpulan ... 47

B.

Saran-Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ...

49

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Instrumen Penelitian

Lampiran B. Data Skala Regulasi Emosi

(19)

DAFTAR TABEL

Tabel

1.

Skor Jawaban Skala Regulasi Emosi ... 25

2.

Blue Print Skala Regulasi Emosi ... 28

3.

Uji Validitas Skala Regulasi Emosi ... 29

4.

Uji Reliabilitas Skala Regulasi Emosi ... 30

5.

Jenjang Kepangkatan Subyek Penelitian ... 32

6.

Regulasi Emosi ... 34

7.

Indikator Situation Selection ... 37

8.

Indikator Situation Modification ... 38

9.

Indicator Attentional Deployment ... 38

10.

Indikator Cognitive Change ... 39

(20)

49

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 1998. Prosedurpenelitian.Jakarta: RinekaCipta.

Azwar, S. 2001. Metodepenelitian. Yogyakarta: PustakaPelajar (R.A, 1994)

---, 2011.Unjuk Rasa MahasiswaBimaRusuh. diaksespada 14 November 2011. dari www.liputan6.com

---, 2011.Unjuk Rasa BentrokdenganPersonilDalmas.diaksespada 14 November 2011.

dariwww.metrotvnews.com

---, 2010.Undang- UndangPolri.Diaksespadatanggal 14 November

2011dariwww.undang-undangpolri presentation

---, 2009.KodeEtikKepolisian. diaksestanggal 14 november 2011 dariwww.kodeetikprofesikepolisiannegararepublik indonesia.com

---, 2006.TugasdanFungsiDalmasPolri.diaksespada 14 November 2011. dari www.jobdescriptionsamapta.com

Dhani, 2008, regulasiemosi.diaksestanggal 23 September 2011. dari

http://aryaverdiramadhani.blogspot.com/2008/01/vj20i2008-regulasi-emosi.html

Dayakisni, 2009. Psikologi Sosial. Malang: UMM Press

Frijda, N. H. (1986). The emotions. Cambridge: Cambridge University Press.

Folkman, S., & Lazarus, R. S. (1991). Coping and emotion.In A. Monat & R. S. Lazarus (Eds.), Stress and coping:An anthology (pp. 207-227). New York: Columbia.

Gross, J. &. (2006). Emotion regulation Conceptual foundations. New York: Guilford Press.

Gross, J., &Levenson R. (1993). Hidingfeeling: The acute effect of inhibiting negative and positive emotions. Journal of Abnormal psychology, 106(1), 95-103

Gross, J.J. (1998). Antecedent- and response-focused emotion regulation:

Divergenconsequences for experience, expression, and physiology. Journal of

Personality andSocial Psychology, 74, 224-237

Gross, J.J., & Munoz, R.F. (1995). Emotion regulation and mental health. Clinical

Psychology:

Science and Practice, 2, 151-164.

Gross, J.J, & John O.P (2003). Individual Differences in Two Emotion Regulation Processes: Implications for Affect, Relationships, and Well-Being . Journal of Personality and Social Psychology Copyright 2003 by the American Psychological Association, Inc.2003, Vol. 85

(21)

50

Lazarus, R. S. (1999). Stress and emotion: A new synthesis.New York: Springerazarus, R. S.

(199tion: A new

Levenson, R. W. (1999). The intrapersonal functions of emotion. Cognition and Emotion, 13, 481-504. Levesque, ]., Fanny, E., ]oanette, Y., Paquette, V.,

Mu’har, 2012. Kecerdasan Emosional Pasukan Pengendali Massa . Diakses tanggal 13 April

2012 dari www.binapsikologi.blogspot.com

Poerwanti, E. 1998.Dimensi-dimensi Riset Ilmiah. Malang: Universitas Muhammadiyah

MalangPress

Salovey, P., Hsee, C. K., Mayer, J. D. (1993). Emotional intelligence and the self-regulation of affect. In D, M. Wegner & J. W. Pennebaker (Eds), Handbook of mentalcontrol(pp. 258-277). Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall

Setyowati, 2010, pelatihanregula siemosi.diaksestanggal 23 September 2011. dari http://rinisetyowati.blog.uns.ac.id/2010/04/11/pelatihan-regulasi-emosi

Susanti, 2007.

HubunganAntaraKecerdasanEmosidenganProfesionalismePadaPolisiFungsiSamapta Semarang.FakultasPsikologiUnversitasDiponegoro .Skripsi :TidakDiterbitkan

Suwartono dan Prawasti, 2006. Hubungan antara strategi regulasi emosi dengan kesiapan

memaafkan. jurnal temu ilmiah psikologi UI. diakses pada tanggal 14 November 2011. dari www.atmalib.ac.id

Thompson, R. A. (1994). Emotion regulation: A theme in search of definition. In N. A. Fox

(Ed.), The development of emotion regulation: Biological and behavioral

considerations

(Monographs of the Society for Research in Child Development) (Vol. 59, pp. 25-52).

---.(1991).Emotional regulation and emotional development.Educational

Psychology Review, 3, 269–307.

Winarsunu,T.2004. Statistikdalampenelitianpsikologidanpendidikan. Malang: UMM Press.

Yuyun, 2011, regulasiemosi.diaksestanggal 23 September 2011. dari

http://blogs.unpad.ac.id/yuyun71/2011/06/27/emotion-regulation

Referensi

Dokumen terkait

Namun lingkungan yang dipengaruhi manusia ini dapat juga menguntungkan spesies tertentu seperti Lophomyrmex sp1 yang hanya ditemukan di perkebunan teh dan taman wisata.

Karakterisasi komposit HDPE - HAp hasil sintesis, analisis fase dengan XRD , dan identifikasi gugus fungsi yang terbentuk pada sampel dengan Fourier Transform Infrared

Pengolahan data di instalasi gudang farmasi sudah terkomputerisasi namun juga bisa dilakukan secara manual jika ada kendala pada SIM, untuk perencanaan obat

Penyebab lain adalah mitos (kepercayaan) tentang ibu masa nifas yang tidak boleh tidur siang sebelum 40 hari paska melahirkan. 3) Sering terbangun di malam hari. Data di

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis distribusi gen SCCmec tipe III, IV, dan V pada isolat methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) pasien ruang rawat inap

Pengawasan dan pengendalian untuk pencapaian target Rencana Lima Tahunan dilakukan setiap tahun, dan pada tengah periode lima tahunan dilakukan evaluasi periode tengah lima tahun

(1989) Stroke adalah disfungsi neurologi akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala gangguan aliran darah yang

Sehingga dapat penulis simpulkan bahwa di MI Ma’arif NU Sindang Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga telah mengembangkan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)