• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan Non linier, Pendugaan Heritabilitas dan Nilai Pemuliaan Domba Komposit Sumatera

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertumbuhan Non linier, Pendugaan Heritabilitas dan Nilai Pemuliaan Domba Komposit Sumatera"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN NON-LINIER, PENDUGAAN HERITABILITAS

DAN NILAI PEMULIAAN DOMBA KOMPOSIT SUMATERA

( 50% Lokal Sumatera, 25% St. Croix, 25% Barbados blackbelly)

DIAN SUSILAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pertumbuhan Non-linier, Pendugaan Heritabilitas dan Nilai Pemuliaan Domba Komposit Sumatera (50% Lokal Sumatera, 25% St. Croix, 25% Barbados blackbelly) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2010

Dian Susilawati

(3)

ABSTRACT

Composite Sumatera sheep was developed using crossbreeding technique with blood composition 50% local Sumatera sheep, 25% St. Croix and 25% Barbados blackbelly. The non-linier growth and genetic parameters of some economically traits are important to increase sheep productivity however, such information is rarely available in Indonesia. The aims of this study were to determinate the best model for non-linier curve using Gompertz and Logistic methods, as well as to estimate the heritability value of male sheep. The data were collected from Center for Research Institute of Animal Production, including the 665 data of Sumatera composit sheep born in 1999-2005. The data analyses were done by using PROC NLIN and PROX MIX REML of SAS 9.0 version in order to estimate the heritability and breeding values. The result showed that the model of Gompertz demonstrates more accurate for estimation the mature weight and the weight at puberty than Logistic model. The heritability values of post weaning weight estimated was low and moderate. The breeding value of Barbados blackbelly cross (BC) estimated were higher than Composite (K). The composit Sumatera has more consistent breeding values of birth weight, pre weaning weight than those of genotipe BC.

(4)

RINGKASAN

DIAN SUSILAWATI. Pertumbuhan Non-linier, Pendugaan Heritabilitas dan Nilai Pemuliaan Domba Komposit Sumatera (50% Lokal Sumatera, 25% St. Croix, 25% Barbados Blackbelly). Dibimbing oleh Ronny R NOOR dan SUBANDRIYO.

Domba Komposit Sumatera merupakan domba hasil persilangan antara domba lokal Sumatera x domba St. Croix cross x domba Barbados blackbelly cross. Sifat-sifat pertumbuhan non-linier maupun parameter genetik domba ini belum banyak dilaporkan, padahal informasi ini dibutuhkan dalam meningkatkan produktifitas dari domba tersebut. Tujuan penelitian adalah mencari model kurva pertumbuhan non-linier yang terbaik dari dua model yang digunakan (Gompertz dan Logistic) serta menduga heritabilitas berdasarkan model Gompertz dan nilai pemuliaan pada pejantan. Penelitian dilakukan oleh stasiun percobaan Balai Penelitian Ternak di Cilebut-Bogor, Jawa Barat. Domba yang dianalisis adalah domba kelahiran tahun 1999-2005 dengan data sebanyak 665 ekor. 

Sifat yang diamati untuk analisis pertumbuhan adalah bobot badan dewasa (A) dan titik infleksi (Ti). Analisis kurva pertumbuhan non-linier dengan dua model, yaitu Gompertz dan Logistic dan menggunakan Statistic Analysis System (SAS) versi 9.0 program PROC NLIN (Non-Linier). Menggunakan persamaan kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz dan Logistic (Gille 2004) yaitu berturut-turut Y = A*exp(-expb-kt) serta Y = A/(1+b*exp-kt). Pendugaan heritabilitas dan nilai pemuliaan dilakukan dengan menggunakan Statistic Analysis System (SAS) versi 9.0 dengan PROC MIX REML (Restricted Maximum Likelihood). Heritabilitas diestimasi dengan menggunakan rumus Van Vlek (1982) yaitu : h2 = (4σ2

S) / (σ2s + σ2w) dan nilai pemuliaan dihitung berdasarkan

Harjosubroto (1994): NP = h2 (Pi – Pp ).

Hasil analisis pada bobot dewasa dan bobot pubertas pada jenis genotip domba genotip BC maupun K berdasarkan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Model Gompertz maupun Logistic pada jenis kelamin jantan berbeda nyata lebih tinggi dari pada betina. Jantan pada model Gompert dan Logistic berturut-turut yaitu 28.53 kg dan 24.04 kg sedangkan betina pada model Gompert dan Logistic berturut-turut yaitu 24.84 kg dan 20.66 kg. Bobot pubertas pada jenis kelamin antara jantan dan betina pada domba genotip BC dan K dari kedua model kurva pertumbuhan non-linier ini menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata.

Bobot dewasa anak pada tipe kelahiran tunggal dan kembar pada model Gompertz maupun Logistic pada tipe kelahiran menunjukkan hasil analisa yang tidak berbeda nyata. Bobot pubertas anak yang di lahirkan oleh induk dengan tipe kelahiran tunggal maupun kembar berdasarkan hasil analisis menunjukkan perbedaan yang nyata. Bobot pubertas pada tipe kelahiran tunggal lebih rendah dari pada kelahiran kembar, yaitu pada model Gopertz 11.87 kg pada 2.5 bulan untuk kelahiran tunggal dan 15.35 kg pada umur 2.4 bulan untuk kelahiran kembar sedangkan pada model Logistic 15.90 kg pada umur 2.9 bulan untuk kelahiran tunggal dan 18.81 kg pada umur 2.7 bulan untuk kelahiran kembar.

Bobot dewasa anak yang dilahirkan dari induk pada umur beranak yang berbeda meningkat pada induk umur beranak setelah dua tahun dan menurun kembali ketika induk umur beranak lima tahun. Hal yang serupa pada bobot pubertas, berdasarkan hasil analisis menunjukkan perbedaan yang nyata. Bobot pubertas domba genotip BC maupun K pada model Gompertz berada pada kisaran 11.26-16.09 kg dicapai pada umur 2.2-2.7 bulan sedangkan model Logistic berada pada kisaran 15.30-20.26 kg pada umur 2.7-3.1 bulan.

(5)

kg. Bobot dewasa betina genotip BC pada model Gompertz dan Logistic berturut-turut adalah 21.35 kg dan 19.40 kg sedangkan betina genotip K pada model Gompertz dan Logistic berturut-turut adalah 25.95 kg dan 21.07 kg. Hal yang sama pada bobot pubertas anak yang dilahirkan dengan jenis kelamin yang berbeda antara genotip BC dan K berdasarkan hasil analisis menunjukkan perbedaan yang nyata. Bobot pubertas pada jantan lebih tinggi dari pada betina.

Bobot dewasa anak pada tipe kelahiran tunggal dan kembar dari genotip yang berbeda menunjukkan hasil analisa yang tidak berbeda nyata. Hal yang sama juga terdapat pada bobot pubertas anak pada tipe kelahiran tunggal dan kembar dari genotip yang berbeda berdasarkan hasil analisis menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata.

Perbandingan antara kedua model yaitu berdasarkan nilai selang kepercayaan (SK). Model Gompert lebih baik dari pada model Logistic, hal ini didasari oleh nilai selang kepercayaan tertinggi yang didapat.

Heritabilitas bobot dewasa dan laju pertumbuhan berdasarkan hasil analisis adalah 0.28 dan 0.30 termasuk dalam kategori sedang. Pendugaan nilai heritabilitas pada titik infleksi, bobot lahir, bobot sapih dan bobot setelah sapih berturut-turut adalah 0.19, 0.05, 0.12 dan 0.0 termasuk dalam kategori rendah.

Nilai pemuliaan bobot lahir-sapih-setelah sapih tertinggi terdapat pada domba genotip BC. Nilai pemuliaan bobot sapih pada peringkat pertama dimiliki pejantan dengan identitas 50001, sedangkan nilai pemuliaan bobot setelah sapih yaitu dengan nomor identitas 50001 dan 50031. Pejantan tertinggi lahir-sapih-setelah sapih domba 

genotip K ada pada pejantan dengan identitas berturut-turut 20227, 90184 dan10105.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

PERTUMBUHAN NON-LINIER, PENDUGAAN HERITABILITAS

DAN NILAI PEMULIAAN DOMBA KOMPOSIT SUMATERA

( 50% Lokal Sumatera, 25% St. Croix, 25% Barbados blackbelly)

DIAN SUSILAWATI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

                     

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

 

(8)

Judul Tesis : Pertumbuhan Non-linier, Pendugaan Heritabilitas dan Nilai Pemuliaan Domba Komposit Sumatera (50% Lokal Sumatera, 25% St. Croix, 25% Barbados blackbelly)

Nama : Dian Susilawati NRP : D151070061

Program Studi : Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Ronny R. Noor, M.Rur.Sc. Prof. Dr. Ir. Subandriyo, M.Sc.,APU. Ketua Anggota

Mengetahui

Koordinator Mayor IPTP Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro. M.S.

Tanggal Ujian: 29 Juli 2010 Tanggal Lulus:

(9)

Alhamdullilah puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, sehingga karya

ilmiah ini dapat diselesaikan. Penulis mengambil tema penelitian dengan judul yaitu

pertumbuhan non-linier, pendugaan heritabilitas dan nilai pemuliaan domba Komposit

Sumatera (50% lokal Sumatera, 25% St. Croix, 25% Barbados blackbelly).

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Ronny Rachman

Noor, M.Rur.Sc serta Prof. Dr. Ir. Subandriyo, M.Sc.,APU sebagai ketua dan anggota

komisi pembimbing, yang telah banyak membantu penulis baik berupa saran, arahan

maupun bimbingannya dalam penyelesaian tugas akhir ini. Penulis juga mengucapkan

terima kasih kepada Dr. Jakaria, S.Pt.,M.Si sebagai dosen penguji pada ujian tesis.

Ungkapan terima kasih sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada ibu dan ayah

atas biaya yang telah dikeluarkan dalam penulis menyelesaikan sekolah, limpahan doa

dan kasih sayangnya selama ini. Terima kasih juga penulisan ucapkan kepada Zweetly

Daryono, S.Kom atas bantuan komputerisasi, informasi, tenaga, nasehat dan semangat

yang selalu diberikan untuk menyelesaikan karya tulis ini. Tak lupa juga untuk

rekan-rekan Pascasarjana IPB angkatan 2007, Wieda Nurwidada, S.Pt.,M.Si , Iis Yuanita,

S.Pt.,M.Si , Paskah Partogi Agung, S.Pt.,M.Si , Rohmat Diono, S.Pt.,MSi , Said Soltief,

S.Pt.,M.Si , Rajab, S.Pt.,M.Si , M. Hatta, S.Pt.,M.Si dan Agus B. Rahman, S.Pt.,M.Si

yang banyak memberikan semangat dan bantuan baik selama perkuliahan berlangsung

maupun diluar perkuliahan.

Penuh harapan tesis ini dapat bermanfaat baik untuk dunia pendidikan maupun

khalayak umum.

Bogor, Juli 2010

Penulis

(10)

Penulis dilahirkan di Palembang, Sumatera Selatan pada tanggal 7 Maret 1981

dari ayah H. Ir. Dardjupri, M.Si dan ibu Hj. Ernawati. Penulis merupakan putri kelima

dari lima bersaudara.

Tahun 1999 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Manado dan melanjutkan

pendidikan sarjana pada Fakultas Peternakan, Universitas Sam Ratulangi, Manado.

Tahun 2001 penulis pindah ke kota Bogor dan masuk pada Program Studi Teknologi

Produksi Ternak, Fakultas Peternakan IPB dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang

sama penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan ke Program Magister pada

Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan pada Program Pascasarjana IPB.

(11)

Halaman

DAFTAR TABEL ……. ……….. xii

DAFTAR GAMBAR …….………..… xiv

DAFTAR LAMPIRAN …………. ……….. xv

PENDAHULUAN Latar Belakang ………... 1

Tujuan Penelitian ………. 2

Manfaat Penelitian ..………. 2

TINJAUAN PUSTAKA Domba Komposit Sumatera … ……… 3

Pertumbuhan Domba ..………. 6

Bobot Lahir ..……… 7

Bobot Sapih .. ……….. 8

Pertumbuhan Non-Linier ..………... 9

Model Gompertz .. ……….. 12

Model Logistic ..……….. 12

Heritabilitas ..……… 13

Nilai Pemuliaan .. ………. 14

MATERI DAN METODE Lokasi Penelitian …… ………. 16

Analisis Data ……… 16

Pertumbuhan Non-Linier ..……….. 16

Pendugaan Heritabilitas dan Nilai Pemuliaan ..……….. 17

HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Non-linier ….. ……… 19

Jenis Genotip ………. ………. 19

Jenis Kelamin …………. ……… 21

Tipe Kelahiran ……….………... 22

Umur Beranak … ……… 24

(12)

Tipe Kelahiran antar Genotip ……….. ……….. 30

Perbandingan Kedua Model ... ... 32

Pendugaan Heritabilitas dan Nilai Pemuliaan ………..………... 33

Heritabilitas …………. ………... 33

Nilai Pemuliaan ……… ……….. 34

Nilai Pemuliaan Bobot Lahir …….……… 34

Nilai Pemuliaan Bobot Sapih ….. ……….. 36

Nilai Pemuliaan Bobot Setelah Sapih ……… 37

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan …..……… 40

Saran ………….………... 40

APLIKASI HASIL PENELITIAN ……….. 41

DAFTAR PUSTAKA ..……… 42

LAMPIRAN ………… ……… 46

(13)

Halaman

1. Model persamaan analisis kurva pertumbuhan non-linier …. …………... 17

2. Bobot dewasa (A), konstanta integral (b), laju pertumbuhan (k), bobot pubertas (Ti) dan waktu pubertas pada jenis genotip domba Barbados

cross (BC) dan Komposit Sumatera (K) dengan menggunakan kurva

pertumbuhan non-linier model Gompertz dan Logistic... ………. 19

3. Bobot dewasa (A), konstanta integral (b), laju pertumbuhan (k), bobot pubertas (Ti) dan waktu pubertas pada jenis kelamin domba Barbados

cross (BC) dan Komposit Sumatera (K) dengan menggunakan kurva

pertumbuhan non-linier model Gompertz dan Logistic ……….……… 21

4. Bobot dewasa (A), konstanta integral (b), laju pertumbuhan (k), bobot pubertas (Ti) dan waktu pubertas pada tipe kelahiran tunggal dan kembar domba Barbados cross (BC) dan Komposit Sumatera (K) dengan menggunakan kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz dan

Logistic …………..……… 23

5. Bobot dewasa (A), konstanta integral (b), laju pertumbuhan (k), bobot pubertas (Ti) dan waktu pubertas domba Barbados cross (BC) dan Komposit Sumatera (K) pada umur beranak yang berbeda dengan menggunakan kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz dan

Logistic ……….. 25

6. Bobot dewasa (A), konstanta integral (b), laju pertumbuhan (k), bobot pubertas (Ti) dan waktu pubertas pada jenis kelamin yang berbeda antara genotip domba Barbados cross (BC) dan Komposit Sumatera (K) dengan menggunakan kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz dan

Logistic ………..……… 28

7. Bobot dewasa (A), konstanta integral (b), laju pertumbuhan (k), bobot pubertas (Ti) dan waktu pubertas pada tipe kelahiran tunggal dan kembar antara genotip domba Barbados cross (BC) dan Komposit Sumatera (K) dengan menggunakan kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz dan

Logistic ……..……… 30

8. Nilai selang kepercayaan (SK) pada parameter bobot dewasa (A) dan bobot pubertas (Ti) dengan menggunakan kurva pertumbuhan non-linier

model Gompertz dan Logistic .. ... 32

(14)

10. Nilai pemuliaan bobot lahir dari tertinggi hingga terendah pada domba Barbados cross (BC) dan Komposit Sumatera (K) kelahiran tahun 1999–

2005 ..………. 35

11. Nilai pemuliaan bobot sapih dari tertinggi hingga terendah pada domba Barbados cross (BC) dan Komposit Sumatera (K) kelahiran tahun 1999–

2005 .. ……… 36

12. Nilai pemuliaan bobot setelah sapih dari tertinggi hingga terendah pada domba Barbados cross (BC) dan Komposit Sumatera (K) kelahiran tahun

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Domba lokal Sumatera ………. 3

2. Domba Barbados blackbelly ..……… 4

3. Domba St. Croix …. ……….. 4

4. Domba Komposit Sumatera .. ……… 5

5. Pola perkawinan tiga genotip domba pembentuk St. Croix cross, Barbados blackbelly cross danKomposit Sumatera … ………. 5

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Analisis non-linier model Gompertz dan Logistic pada parameter bobot

dewasa (A) …….……… 47

2. LS mean dan standar error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic bobot dewasa (A) pada parameter genotip anak Barbados cross

(BC) dan Komposit Sumatera (K) ……….……… 48

3. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic bobot dewasa (A) pada parameter jenis kelamin ………. 48

4. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic bobot dewasa (A) pada parameter tingkat kelahiran …………... 49

5. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic bobot dewasa (A) pada parameter umur beranak …………... 49

6. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic bobot dewasa (A) pada interaksi antara genotip anak dan jenis

kelamin ….. ……….... 50

7. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic bobot dewasa (A) pada interaksi antara genotip anak dan tingkat

kelahiran ……… ……… 50

8. Analisis non-linier model Gompertz dan Logistic pada parameter nilai

konstanta integrasi (b) ….. ………. 51

9. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic konstanta integrasi (b) pada parameter genotip anak Barbados

cross (BC) dan Komposit Sumatera (K) ….. ………. 52

10. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic konstanta integrasi (b) pada parameter jenis kelamin ..……… 52

11. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic konstanta integrasi (b) pada parameter tingkat kelahiran ..……….. 53

(17)

13. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic konstanta integrasi (b) pada interaksi genotip anak dan jenis

kelamin …………. ……… 54

14. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic konstanta integrasi (b) pada interaksi genotip anak dan tingkat

kelahiran … ……… 54

15. Analisis non-linier model Gompertz dan Logistic pada parameter laju

pertumbuhan (k) ……….. ……….. 55

16. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic laju pertumbuhan (k) pada parameter genotip anak Barbados

cross (BC) dan Komposit Sumatera (K) ……… 56

17. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic laju pertumbuhan (k) pada parameter jenis kelamin .. ………. 56

18. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic laju pertumbuhan (k) pada parameter tipe kelahiran ……… 57

19. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic laju pertumbuhan (k) pada parameter umur beranak ..………. 57

20. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic laju pertumbuhan (k) pada interaksi genotip anak dan jenis

kelamin ……… ………. 58

21. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic laju pertumbuhan (k) pada interaksi genotip anak dan tipe

kelahiran …….……… 58

22. Analisis non-linier model Gompertz dan Logistic pada parameter titik

infleksi (Ti) ……… 59

23. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic titik infleksi (Ti) pada parameter genotip anak Barbados cross

(BC) dan Komposit Sumatera (K) ….……… 60

24. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic titik infleksi (Ti) pada parameter jenis kelamin …. ………. 60

(18)

26. LS mean dan standar error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic titik infleksi (Ti) pada parameter umur beranak ..……… 61

27. LS mean dan standar error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic titik infleksi (Ti) pada interaksi genotip anak dan jenis kelamin .… 62

28. LS mean dan standar error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic titik infleksi (Ti) pada interaksi genotip anak dan tipe kelahiran … 62

29. Analisis non-linier model Gompertz dan Logistic pada parameter waktu

infleksi (Wi) ……… ……….. 63

30. LS mean dan standar error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic waktu infleksi (Wi) pada parameter genotip anak Barbados cross

(BC) dan Komposit Sumatera (K) ………..……… 64

31. LS mean dan standar error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic waktu infleksi (Wi) pada parameter jenis kelamin ..……… 64

32. LS mean dan standar error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic waktu infleksi (Wi) pada parameter tipe kelahiran .. ………... 65

33. LS mean dan standar error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic waktu infleksi (Wi) pada parameter umur beranak ..………... 65

34. LS mean dan standar error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic waktu infleksi (Wi) pada interaksi genotip anak dan jenis kelamin

……..……….. 66

35. LS mean dan standar error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic waktu infleksi (Wi) pada interaksi genotip anak dan tipe kelahiran

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peningkatan produksi ternak dapat dilakukan melalui perbaikan genetik, nutrisi dan

manajemen. Upaya yang ditempuh oleh bidang pemuliaan ternak yaitu melalui

peningkatan mutu genetik ternaknya. Peningkatan mutu genetik dapat dilakukan melalui

dua cara yaitu seleksi dan persilangan (Martojo 1992). Kedua hal ini dapat dilakukan

dalam upaya meningkatkan mutu genetik dari suatu ternak. Peningkatan mutu genetik

melalui seleksi akan lebih mudah dilakukan jika ternak yang diseleksi tersebut memiliki

nilai pemuliaan yang tinggi, agar menghasilkan keturunan dengan performa yang tinggi

pula.

Persilangan antar bangsa sering dilakukan oleh negara yang beriklim tropis, untuk

membentuk bangsa baru yang diinginkan. Salah satu dari sekian banyak persilangan antar

bangsa yang telah dihasilkan adalah domba Komposit Sumatera. Domba ini dibentuk

oleh Balai Penelitian Ternak untuk mendapatkan bangsa baru yang unggul, agar dapat

dijadikan ternak lokal yang berkualitas tinggi.

Domba Komposit Sumatera merupakan domba hasil persilangan antara domba lokal

Sumatera x domba St. Croix cross x domba Barbados Blackbelly cross. Domba ini

dibentuk untuk memperbaiki mutu genetik khususnya untuk menghasilkan domba tipe

pedaging yang unggul serta dapat beradaptasi pada lingkungan dengan kondisi yang

lembab panas sesuai dengan iklim di Indonesia. Keunggulan sifat-sifat produktivitas dari

domba Komposit Sumatra telah banyak dilaporkan, namun informasi tentang sifat

pertumbuhan non-linier secara individu maupun parameter genetik domba ini belum

banyak dilaporkan. Informasi ini dibutuhkan untuk lebih memudahkan para pemulia

dalam meningkatkan produktifitas yang diinginkan dari domba Komposit tersebut.

Berdasarkan latar belakang itulah maka dilakukan penelitian berdasarkan perbandingan

kurva pertumbuhan non-linier serta parameter genetik dari domba Komposit Sumatera

(20)

2

Tujuan Penelitian

1. Mencari model kurva pertumbuhan non-linier yang terbaik dari dua model yang

digunakan (Gompertz dan Logistic)

2. Menduga heritabilitas berdasarkan model Gompertz dan nilai pemuliaan pejantan

dalam populasi.

Manfaat penelitian

Diharapkan hasil dari penelitian ini bermanfaat untuk:

1. Mendapatkan model yang terbaik dari perbandingan dua model kurva pertumbuhan

non-linier

2. Memberikan informasi tentang kemajuan genetik pada domba Komposit Sumatera

sehingga berguna bagi pertimbangan kebijakan seleksi yang tepat sesuai dengan

tujuannya.

Hipotesis Penelitian

1. Model kurva pertumbuhan yang berbeda akan memberikan tingkat keakuratan yang

berbeda pula dalam menggambarkan data lapang pada domba Komposit Sumatera.

2. Pendugaan heritabilitas serta nilai pemuliaan yang akurat akan memberikan

(21)

3

INJAUAN PUSTAKA

Domba Komposit Sumatera

Domba Sumatera merupakan domba asli yang terdapat di daerah Sumetera Utara.

Domba ini termasuk jenis domba ekor tipis dan merupakan jenis penghasil daging

walaupun tidak sebaik domba pedaging dari luar negeri. Pada umumnya domba ini

memiliki kemampuan reproduksi yang tinggi, dengan frekuensi beranak mencapai 1.82

kali dan bobot badan saat sapih mencapai 21 kg (Iniguez et al. 1991). Pola warna domba

ini biasanya putih dengan kombinasi warna bercak hitam dibagian kepala, badan dan kaki.

Bercak hitam ini juga sering ditemukan di sekeliling mata serta hidung (Mason 1980).

Domba Barbados blackbelly berasal dari Pulau Barbados yang beriklim tropis dan

merupakan domba jenis wool. Domba ini merupakan persilangan antara domba lokal

Afrika dengan domba lokal yang berasal dari daratan Eropa. Domba ini beranak pertama

kali pada umur 12-13 bulan dengan frekuensi kelahiran anak kembar sebesar 56-71%,

tergantung pada kondisi pakan dan lingkungan. Pola warna domba ini bervariasi dari

coklat muda sampai coklat tua. Perut bagian bawahnya didominasi warna hitam serta

bagian rahang bawah, dagu, kerongkongan. Bagian lain yang berwarna hitam yaitu dada,

kaki bagian belakang, bagian dalam dari telinga serta bagian mata (Rastogi 1996).

Domba St. Croix berasal dari kepulauan Virgin yang beriklim tropis. Domba ini juga

memiliki genotip sebagai domba jenis wool. Merupakan domba persilangan antara

domba Creolo dengan Wiltshire horn (Thomas dan Bradford 1990). St. Croix merupakan

domba aktif dan memiliki bentuk badan yang kompak, jinak serta tidak menampakkan

sorot mata yang liar. Pola warnanya dari putih polos hingga bercak hitam atau coklat

sampai dengan pola tiga warna. Dengan rambut wool tumbuh sebagian kecil atau

seperempat pada bagian belakang tubuh (Mason 1980).

Ketiga domba ini disilangkan oleh Balai Penelitian Ternak untuk mendapatkan

bangsa baru yang lebih unggul dari tetuanya. Balai ini menyilangkan antara domba lokal

Sumatera dengan domba St. Croix dan Barbados blackbelly, yang lebih dikenal dengan

(22)

4 Sumatera dengan St. Croix cross (lokal Sumatera x St. Croix) dan Barbados blackbelly

cross (lokal Sumatera x Barbados blackbelly), hasil persilangan antar bangsa ini dikenal

dengan domba Komposit Sumatera. Bagan pola perkawinan antar tiga bangsa domba ini

dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Pola Perkawinan Tiga Bangsa Domba Pembentuk St. Croix Cross,

Barbados Blackbelly Cross dan Komposit Sumatera (Subandriyo 1996).

Domba Komposit Sumatera generasi ke-3 (K3) memiliki komponen karkas yang lebih

baik dibandingkan dengan domba Komposit Sumatera generasi ke-1(K1), generasi ke-2

(K2) maupun Barbados blackbelly cross (BC) (Triyantini et al. 2005). Selain itu juga

memiliki produktivitas yang lebih unggul dari domba ekor tipis pada kondisi lapang

(Setiadi dan Subandriyo 2007). Tipe kelahiran kembar triplet dan kuarduplet hanya

(23)

5

Pertumbuhan Domba

Pertumbuhan merupakan kombinasi dari peningkatan berat total sel-sel tubuh dan

diferensiasi dari sel-sel tersebut. Proses diferensiasi menyebabkan terjadinya jaringan

organ ataupun bagian tubuh lainnya. Perbedaan kecepatan tumbuh dari tiap-tiap bagian

tubuh berakibat pada perubahan bentuk, ukuran tubuh serta pencapaian waktu

kedewasaan tubuh yang berbeda pada setiap pertumbuhan bagian-bagian tersebut (Warris

2000). Suparno (2005) menjelaskan perbedaan tentang pertumbuhan dan perkembangan.

Pertumbuhan didefinisikan secara sederhana sebagai perubahan ukuran yang meliputi

perubahan bobot hidup, bentuk, dimensi linier dan komposisi tubuh sedangkan

perkembangan merupakan kemajuan gradual kompleksitas yang rendah menjadi lebih

tinggi dan ekspansi dari ukuran tubuh. Proses perubahan dimensi tubuh pada fase

pertumbuhan relatif tidak dapat berubah seiring bertambahnya umur, namun ukuran serta

bobot secara fluktuatif dapat mengalami perubahan yang ditentukan oleh faktor genetik,

lingkungan serta interaksi keduanya (Lawrence dan Fowler 2002). Menurut Soeparno

(2005) pertumbuhan seekor ternak dipengaruhi beberapa faktor seperti jenis kelamin,

hormon dan kastrasi, genotip dan komposisi kimia pakan yang dikonsumsi.

Pertumbuhan paling cepat diperoleh pada saat domba berumur tiga bulan pertama,

bobot tubuh dapat mencapai 50% dari bobot ketika berumur satu tahun, serta 25% lagi

masing-masing pada tiga bulan selanjutnya dan saat enam bulan terakhir (Herman 2003).

Lebih lanjut dinyatakan bahwa proses pertumbuhan pada ternak 75% terjadi hingga

mencapai umur satu tahun dan 25% lagi pada saat ternak mencapai dewasa.

Pertumbuhan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu periode sebelum lahir (prenatal)

dan periode setelah lahir (postnatal). Pertumbuhan post natal ini dibagi lagi menjadi

periode pertumbuhan sebelum penyapihan dan periode setelah penyapihan (Lawrence

dan Fowler 2002). Pertumbuhan setelah periode sapih pada domba memiliki hubungan

kuat dengan bobot sapih dan efisiensi pakan (Martojo 1992). Dalam menduga laju

pertumbuhan, biasanya lebih sering dilakukan pengukuran pada bobot badan untuk

(24)

6

Bobot Lahir

Bobot lahir adalah bobot badan pada saat ternak tersebut dilahirkan. Dalam

pelaksanaanya di lapangan penimbangan bobot anak setelah dilahirkan sangat sulit

dilakukan, oleh sebab itu bobot lahir sering didefinisikan sebagai hasil penimbangan

bobot anak dalam kurun waktu 24 jam setelah dilahirkan (Harjosubroto 1994). Bobot

lahir merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi produktivitas ternak. Bobot

lahir yang tinggi di atas rataan umumnya memiliki kemampuan hidup lebih tinggi dalam

melewati masa krisis, pertumbuhannya cepat serta akan memiliki bobot sapih yang lebih

tinggi pula (Devendra dan Burn 1994).

Bobot lahir pada domba dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya

pakan induk selama kebuntingan, tipe kelahiran anak, jenis kelamin anak dan umur induk.

Rataan bobot lahir akan menurun dengan meningkatnya jumlah anak lahir per induk

melahirkan (Elieser 2006). Induk yang mendapatkan protein konsentrat yang lebih tinggi

pada sepertiga akhir kebuntingan dapat menghasilkan anak dengan bobot lebih besar dan

daya hidup yang lebih tinggi pula (Inounu et al. 1993). Secara umum bobot lahir jantan

lebih besar daripada betina, baik pada kelahiran tunggal maupun kelahiran kembar. Umur

induk juga mempengaruhi bobot lahir pada anak, induk domba muda menghasilkan bobot

lahir anak yang lebih ringan dibandingkan dengan induk yang lebih tua. Domba dara juga

akan menghasilkan bobot lahir anak yang lebih rendah jika dibandingkan pada induk

yang telah melahirkan beberapa kali (Black 1983). Bobot induk juga mempengaruhi

bobot lahir anak. Induk yang memiliki bobot tinggi akan mendapatkan anak dengan

bobot lahir tinggi pula, begitupun sebaliknya dengan induk berbobot rendah (Tiesnamurti

2000).

Anak domba yang lahir harus memiliki bobot lahir lebih tinggi dari 1,5 kg untuk

mendapatkan daya hidup yang tinggi (Inounu et al. 1993). Bobot lahir rataan anak domba

Komposit (F1 dan F2) adalah 2,46±0,69 dan 2,19±0,71 kg, sedangkan Barbados cross dan

St. Croix cross masing-masing sebesar 2,14±0,62 dan 2,74±0,71 kg (Subandriyo 1996).

Domba jantan St. Croix memiliki rataan bobot lahir, bobot umur 30, 60 dan 90 hari

berturut-turut adalah 2,72±0,48; 6,51±1,47; 9,69±2,33 dan 11,87±2,67 kg. Bobot badan

yang dicapai anak domba jantan St. Croix menurun seiring dengan meningkatnya tipe

(25)

7 kembar dua pada perkawinan domba Komposit (MxM) yaitu 3,19±0,52 dan 2,35±0,50 kg.

Rataan bobot lahir keseluruhan pada perkawinan ini yaitu sebesar 2,63±0,64 kg

(Darmana 2000).

Bobot Sapih

Penyapihan adalah waktu dimana ketika anak sudah berhenti menyusu pada

induknya. Penyapihan dapat dilakukan bila anak tersebut telah memakan pakan padat.

Bobot sapih menurut Harjosubroto (1994) adalah bobot anak saat mulai dipisahkan dari

induknya. Bobot sapih biasanya disesuaikan dengan nilai rerata bobot sapih pada umur

tertentu, pada sapi dan kerbau biasanya umur sapih disesuikan pada 105 hari sedangkan

pada domba dan kambing yaitu pada umur 90 hari. Bobot sapih dipengaruhi secara nyata

(P<0,05) oleh paritas induk, jenis kelamin anak dan tipe lahir-sapih anak (Tiesnamurti

2002). Hal yang berbeda dilaporkan oleh Elieser et al. (2006) dimana tidak didapati

perbedaan antara bobot sapih kambing persilangan (Boerka) antara jantan dengan yang

betina. Anak tunggal mempunyai peluang hidup lebih tinggi dibandingkan dengan anak

kembar, hal ini disebabkan karena tidak adanya persaingan dalam hal menyusu pada

induk (Tiesnamurti 2002).

Bobot sapih anak jantan pada domba Priangan lebih tinggi dari pada anak betina,

yaitu sebesar 11,52 vs 9,29 kg, dengan bobot rataan individu sebesar 10,62 kg

(Tiesnamurti 2002). Domba jantan St. Croix memiliki rataan bobot sapih (90 hari), bobot

umur 180 dan 365 hari berturut-turut adalah 11,87±2,67; 15,28±2,95; 24,61±3,52 kg

dengan pertambahan bobot badan 72,67±8,20 g/ekor/hari (Asmarasari 2006). Bobot sapih

domba Komposit (F1 dan F2) yaitu sebesar 12,45±3,26 kg dan 11,40±2,83 kg (Subandriyo

1998). Domba hasil persilangan (Moulton x Priangan dan Charollais x Priangan)

memiliki rataan bobot sapih anak individual berkisar antara 12,14-13,17 kg sangat nyata

(p<0,01) lebih tinggi dari domba periangan yaitu 11,39 kg (Nafiu 2003).

(26)

8 Bobot badan aktual dari suatu ternak selama hidupnya apabila dimasukkan

kedalam suatu fungsi, maka akan diperoleh suatu bentuk kurva pertumbuhan. Bentuk

kurva pertumbuhan ternak pada periode postnatal untuk spesies ternak adalah serupa,

yaitu mengikuti pola kurva pertumbuhan sigmoidal (Lawrance dan Fowler 2002).

Metode non-linier (sigmoid) digunakan untuk mamahami performa biologis dari

ternak, dimana model regresi linier tidak dapat menjelaskan adanya perubahan

pertumbuhan yang terjadi pada ternak lepas penyapihan. Model linier akan memberikan

informasi seolah-olah pertumbuhan tersebut akan meningkat terus tanpa mengenal kapan

pertumbuhan tersebut akan menurun. Berdasarkan penelitian Gunawan et al. (1992)

merekomendasikan bahwa menganalisis laju pertumbuhan anak domba lepas sapih yaitu

dengan menggunakan model eksponensial.

Fase pertumbuhan suatu individu dapat dibagi menjadi dua, yaitu fase

pertumbuhan yang dipercepat dan fase pertumbuhan yang diperlambat. Penyebab

perbedaan kedua fase pertumbuhan tersebut merupakan suatu hal yang kompleks dan

dipengaruhi oleh banyak faktor (Lawrance dan Fowler 2002). Titik yang merupakan

batas antara kurva pertumbuhan yang dipercepat dengan kurva pertumbuhan yang

diperlambat disebut dengan titik infleksi (inflection point). Titik ini diperoleh dari grafik

antara bobot badan dengan umur. Titik infleksi merupakan saat dimana ternak tersebut

mengalami pubertas (Brody 1945). Berikut adalah kurva pertumbuhan mahluk hidup

(27)

9 Gambar 2. Kurva Pertumbuhan Pada Ternak (Brody 1945)

Kurva ini diperoleh dengan menggambarkan perbandingan antara pertambahan

bobot badan harian dengan waktu. Pada saat lahir sampai pubertas terjadi peningkatan

pertambahan bobot badan yang semakin meningkat. Pertambahan harian akan menurun

mencapai titik nol setelah dicapainya pubertas. Setelah kedewasaan maka laju

pertumbuhannya menjadi negatif. Ketika titik infleksi tercapai merupakan saat yang

paling ekonomis dari ternak karena pada waktu tersebut tingkat mortalitasnya sedang

berada pada titik paling rendah serta mengalami pertumbuhan yang paling cepat.

Model pertumbuhan non-linier yang paling sering digunakan untuk ternak

diantaranya model Gompertz dan Logistic. Kedua model ini memiliki keakuratan yang

lebih besar dalam menjelaskan data dilapangan serta dapat menjelaskan waktu yang

penting (titik infleksi) yang lebih baik dibandingkan model sebelumnya. Model Logistic

dan Gompertz merupakan model yang memiliki tiga parameter yaitu A, b/M, dan k

(Brown et al. 1976).

Analisis kurva pertumbuhan Gompertz dan Logistic pada domba St. Croix,

Sumatera, St. Croix x Sumatera, Barbados Blackbelly x Sumatera dan Komposit yang

dilakukan oleh Suparyanto (1999) terhadap pendugaan umur dan bobot sapih saat domba

komposit mengalami pubertas pertama, model Logistic memiliki hasil dugaaan yang

lebih tinggi. Bobot pubertas dicapai dengan berat 10.93 kg pada umur di atas 4 bulan

(124 hari), angka ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan model Gompertz yaitu 10,75

kg dengan umur diatas 3 bulan (101 hari).

Kedua model ini juga digunakan oleh Inounu (2007) terhadap domba Garut dan

persilangannya dimana dihasilkan bahwa model Logistic merupakan model yang paling

mudah dalam menjelaskan hubungan antara bobot badan dengan waktu.

Model Gompertz

Model Gompertz umumnya cenderung digunakan dalam berbagai pertumbuhan

mahluk hidup. Model ini telah banyak digunakan untuk ternak-ternak besar terutama sapi

yaitu untuk menggambarkan hubungan antara pertumbuhan dan waktu (Aranggo dan

VanVleck 2002). Pertumbuhan non-linier model Gompertz ini sangat bermanfaat dalam

(28)

10 2003). Kelebihan dari model Gompertz adalah dalam pendugaaan dari nilai asimtot

(bobot dewasa) dengan bias yang rendah (Aranggo dan VanVleck 2002). Vera (1991)

menggunakan model Gompertz untuk menganalisis pertumbuhan sapi Brahman (heifer)

mendapati bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata pada rataan bobot asimtot ternak

pada berbagai kondisi pakan yang dicobakan.

Kurva pertumbuhan non-linier Gompertz pada perbandingan empat generasi dari

domba Komposit Sumatera kelahiran tahun 2002-2003 sudah dilakukan dengan

menggunakan persamaan BW = A*exp(-exp(b–kt)). Generasi pertama (K-F1), kedua

(K-F2), ketiga (K-F3) dan keempat (K-F4) berturut-turut adalah BWKF1 =

21,57*exp(-exp(0,637-0,054t)), BWKF2 = 28,96*exp(-exp(0,803-0,035t)), BWKF3 =

31,36*exp(-exp(0,749-0,033t)) dan BWKF4 = 28,75*exp(-exp(0,623-0,034t)). Hasil pengujian ini

tidak menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05), hal ini berarti pola

pertumbuhan dari empat generasi tersebut adalah serupa (Subandriyo 2009).

Model Logistic

Model ini menggunakan tiga parameter yaitu A,b dan k. Parameter A adalah

bobot dewasa (asimtot), b adalah konstanta integral sedangkan parameter k adalah laju

pertumbuhan menuju dewasa. Melalui ketiga parameter inilah maka fungsi Logistic baru

dapat diinterprestasikan, sehingga ploting data antara Y dan X akan membentuk kurva

sigmoid (Myers 1990).

Ptak et al. (1994) melaporkan bahwa keakuratan model Logistic berada dibawah

Gompertz pada kurva pertumbuhan kelinci galur murni dan persilangannya. Inounu

(2007) menyatakan bahwa model Logistic merupakan model yang paling mudah dalam

proses perhitung terhadap domba Garut dan persilangannya.

Heritabilitas

Heritabilitas secara sederhana yaitu berhubungan dengan proporsi keragaman

fenotipik yang dikontrol oleh gen. Proporsi ini dapat diwariskan pada generasi

(29)

11 yang digunakan untuk menunjukkan bagian dari keragaman total suatu sifat yang

diakibatkan oleh pengaruh genetik. Lebih lanjut dijelaskan bahwa nilai heritabilitas

bukanlah suatu konstanta, dan dapat berubah menurut jenis ternak, sifat yang diamati,

populasi, bangsa ternak, tempat serta waktu pengamatan. Prinsip perhitungan heritabilitas

yaitu bahwa ternak yang masih memiliki hubungan keluarga akan memiliki performa

yang lebih mirip jika dibandingkan dengan ternak yang tidak memiliki hubungan

keluarga. Ada empat cara untuk mengestimasi nilai heritabilitas yaitu data kelahiran

kembar, heritabilitas nyata, metode regresi dan korelasi serta yang diperoleh dari

repitabilitas. Perhitungan heritabilitas memerlukan perbandingan antara performa anak

dari kelompok ternak terseleksi dengan performa tetuanya, dalam arti lain yaitu

membandingkan rataan keunggulan anak dengan keunggulan tetuanya (Noor 2008).

Warwick (1990) menjelaskan bahwa cara yang paling akurat untuk menentukan

heritabilitas suatu sifat spesies adalah melalui pencatatan selama beberapa generasi dan

menentukan kemajuan yang diperolehnya untuk kemudian dibandingkan dengan

sejumlah keunggulan dari tetua terpilih pada semua generasi.

Manfaat penaksiran heritabilitas dalam membuat rencana pemuliaan adalah untuk

menaksir nilai pemuliaan dari suatu individu. Nilai heritabilitas (h2) berkisar 0-1. Suatu

sifat dengan heritabilitas nol yaitu sifat dimana semua keragaman disebabkan oleh

pengaruh lingkungan. Sebaliknya heritabilitas dengan nilai satu akan menunjukkan suatu

sifat kuantitatif dimana semua keragaman disebabkan oleh genetik (Warwick et al. 1990).

Umumnya nilai heritabilitas digolongkan kedalam tiga kategori, yaitu rendah, sedang dan

tinggi. Nilai heritabilitas suatu sifat rendah jika berada pada kisaran 0-0,20, kategori

sedang pada kisaran0,2-0,4 dan tinggi untuk nilai lebih dari 0,4 (Noor 2008). Suatu sifat

dengan nilai heritabilitas tinggi sering dipakai sebagai kriteria seleksi, ini berarti

menerapkan seleksi individu. Jika nilai heritabilitas rendah maka seleksi fenotipik

menjadi kurang efektif sehingga seleksi dilakukan dengan cara memanfaatkan informasi

kerabat. Semakin besar nilai heritabilitas akan semakin besar pula diperolehnya respon

seleksi dari generasi ke generasi, sehingga program seleksi yang dilaksanakan sesuai

dengan tujuannya dapat memberikan hasil yang efektif.

Heritabilitas bobot sapih untuk domba Priangan dengan menggunakan model

(30)

12 bobot sapih dengan memperhitungkan maternal genetic effect (m2) yaitu sebesar

0,13±0,08 dan 0,24±0,09. Dugaan nilai heritabilitas menurun dengan memasukkan

komponen m2, hal ini berarti bahwa nilai h2 akan bias apabila tidak memperhitungkan

maternal genetic effect dalam pendugaannya (Dudi 2003). Heritabilitas bobot lahir pada

domba Priangan yaitu 0,36±0,08 lebih besar dari pada domba komposit (Moulton x

Priangan (MP), St. Croix x Priangan (HP), Moulton x St. Croix x Priangan (MHP),

St.Croix x Moulton x Priangan (HMP) dan gabungan domba komposit) yaitu

berturut-turut sebesar 0,60±0,13, 0,55±0,09, 0,55±0,09, 0,34±0,14, 0,66±0,07. Sementara itu

heritabilitas bobot sapih domba Priangan yaitu sebesar 0,22±0,07 dengan nilai komposit

yang beragam yaitu 0,04±0,12 untuk MP, 0,24±0,10 untuk HP, 0,58±0,12 untuk MHP,

0,74±0,13 untuk HMP, dan 0,75±0,08 untuk gabungan domba komposit (Nafiu 2003).

Nilai Pemuliaan

Nilai pemuliaan adalah nilai yang diturunkan, yaitu nilai individu yang

dipengaruhi gen dan berpengaruh terhadap generasi selanjutnya. Menurut Harjosubroto

(1994) nilai pemuliaan adalah penilaian mutu genetik ternak untuk sifat tertentu, yang

diberikan secara relatif atas dasar kedudukannya didalam populasi.

Kecermatan dalam pendugaan nilai pemuliaan menunjukkan keakuratan dari

pendugaan tersebut. Banyak faktor yang mempengaruhi kecermatan pendugaan tersebut

yaitu jumlah catatan, heritabilitas, ripitabilitas dan hubungan silsilah atau kekerabatan.

Semakin tinggi nilai heritabilitas maka tingkat kecermatan pendugaan juga akan semakin

meningkat, karena heritabilitas mengukur kekuatan hubungan antara nilai pemuliaan dan

fenotipnya. Kecermatan pendugaan yang paling tinggi yaitu diperoleh dari penggunaan

catatan individu, selanjutnya catatan progeny, dan kemudian cataan half sib (Bourdon

1997). Menurut Harjosubroto (1994) rumus dari nilai pemuliaan adalah sebagai berikut:

NP = h

2

(P

i

– P

p

) + P

p

Keterangan:

NP = Nilai pemuliaan dugaan h2 = Heritabilitas

(31)

13 Nilai pemuliaan merupakan salah satu parameter penting dalam melakukan suatu

seleksi. Nilai pemuliaan dari tetua sangat menentukan nilai pemuliaan dan performans

anak-anaknya kelak. Seleksi pada umumnya dilakukan dengan memilih ternak-ternak

dengan nilai pemuliaan yang tinggi untuk dijadikan tetua. Jika nilai pemuliaan dari

masing-masing ternak tersebut diketahui, maka penentuan peringkat berdasarkan nilai

pemuliaan sesungguhnya dalam suatu populasi dapat dilakukan, sehingga program

seleksipun dapat dilakukan dengan mudah (Bourdon 1997).

Domba komposit (Moulton Charollais, St. Croix dan Garut) pada kelahiran tahun

1995-2002 yang di pelihara Balai Penelitian Ternak Bogor, memiliki nilai pemuliaan

yang cenderung lebih tinggi dari domba Garut, meskipun terlihat adanya fluktuasi yang

cukup besar. Nilai pemuliaan berada dibawah rataan populasi (0,00) pada tahun 1995

tetapi kemudian meningkat terus, kecuali pada tahun 1997 pada domba Komposit dan

tahun 1999 pada domba Garut (Inounu 2007).

Nilai pemuliaan pejantan sapi Peranakan Ongole (PO) kelahiran tahun 2003-2007

di daerah Pasuruan, berdasarkan berat lahir tertinggi sebesar 25,33±1,53 dan terendah

22,48±1,00. Sedangkan berdasarkan berat sapih (205 hari) tertinggi sebesar 101,02±13,85

dan terendah 73,77±4,94. Nilai pemuliaan pejantan berdasarkan berat satu tahun (365

(32)

14

MATERI DAN METODE

Lokasi Penelitian

Penelitian jangka panjang ini telah dilakukan oleh stasiun percobaan Balai

Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Dengan lokasi penelitian berada di Cilebut-Bogor, Jawa

Barat. Lamanya pengumpulan data adalah selama enam tahun, yaitu dari tahun 1999

sampai dengan 2005.

Analisis Data

Data yang digunakan merupakan data yang bersumber dari Balai Penelitian

Ternak, Bogor. Domba yang dianalisis adalah domba kelahiran dari tahun 1999 - 2005

dengan jumlah data sebanyak 665 ekor. Pengukuran bobot badan dilakukan selang 2

minggu hingga ternak berumur 90 hari, setelah itu pengukuran dilakukan selang 4

minggu hingga ternak berumur 12 bulan.

Data yang telah dikoleksi tersebut kemudian diseleksi yaitu dimana domba yang

memiliki data terlengkap hingga mencapai umur dewasa kelamin (±12 bulan). Jumlah

data yang dianalisis antara betina maupun jantan dapat berbeda. Kemudian data tersebut

dicari nilai dari parameter A (bobot dewasa), b (konstanta integral) dan k (rataan laju

pertumbuhan menuju bobot dewasa) melalui persamaan Gompertz dan Logistic.

Persamaan Gompertz yang digunakan adalah Y = A*exp (-exp (b-kt)) sedangkan

persamaan Logistic yang digunakan adalah Y = A / (1+b*exp (-kt)) dengan

menggunakan software Statistic Analysis System versi 9.0 (SAS) dengan PROC NLIN

(Non-Linier). Setelah diketahui ketiga parameter tersebut kemudian akan dicari nilai dari

titik infleksi (Ti) dan waktu infleksi (Wi). Persamaan yang digunakan adalah Ti = b/k dan

Wi = A/e untuk Gompertz sedangkan untuk Logistic adalah Ti = lnb/k dan Wi = A/2

dimana nilai adalah 2,718282 (Gille 2004).

Pertumbuhan Non-linier

Sifat yang diamati untuk analisis pertumbuhan adalah bobot badan dewasa (A)

dan titik infleksi (Ti) pada domba genotip BC dan K. Analisis ini menggunakan kurva

pertumbuhan non-linier dengan dua model, yaitu Gompertz dan Logistic. Dimana dari

kedua model ini kemudian dilakukan perbandingan untuk melihat model terbaik dalam

(33)

15 Pertumbuhan Non-linier Model Gompertz dan Logistic (Gille 2004) dapat dilihat pada

Tabel 1.

Parameter A menurut Fitzhugh (1976) adalah rataan bobot badan pada saat ternak

mencapai dewasa terlepas dari fluktuasi karena faktor lingkungan. Parameter B berfungsi

sebagai konstanta yang menunjukkan proporsi bobot dewasa (asimtot) yang didasarkan

atas pertumbuhan setelah lahir, fungsi k adalah rasio rataan pertumbuhan yang maksimal,

yaitu rataan pertumbuhan anak setelah lahir sampai dewasa. Nilai parameter k yang besar

cenderung memiliki bobot dewasa yang cepat pula.

Pendugaan Heritabilitas dan Nilai Pemuliaan

Pendugaan heritabilitas dan nilai pemuliaan dilakukan dengan menggunakan

software Statistic Analysis System versi 9.0 (SAS) dengan PROC MIX REML (Restricted

Maximum Likelihood). Heritabilitas yang dicari adalah yaitu heritabilitas dengan sifat

bobot dewasa (A), nilai konstanta (b), laju pertumbuhan (k), titik infleksi (Ti), waktu

infleksi (Wi), bobot lahir (BL), bobot sapih (BS) dan bobot setelah sapih (BSS).

(34)

16

Keterangan:

h2 = Heritabilitas

VarS = Komponen ragam pejantan VarW = Komponen ragam induk

Nilai heritabilitas yang didapat kemudian digunakan kembali untuk mencari nilai

pemuliaannya ternak, tetap menggunakan program EXEL. Rumus nilai pemuliaan yang

digunakan yaitu berdasarkan Harjosubroto (1994) sebagai berikut:

NP = h

2

(P

i

– P

p

) + P

p

Keterangan:

NP = Nilai pemuliaan dugaan h2 = Heritabilitas

P i = Rataan performans individu Pp = Rataan performans populasi

Nilai pemuliaan yang didapat dari tiap-tiap pejantan kemudian dirangking

berdasarkan nilai yang tertinggi hingga terendah. Banyaknya jumlah pejantan yang

dirangking adalah 5% dari total populasi pejantan yang dianalisis yaitu 310 ekor atau 16

(35)

17

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan Non-Linier

Genotip

Hasil analisis genotip pada domba Blackbelly cross (BC) dan Komposit (K)

dengan menggunakan kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz dan Logistik

dengan jumlah pengamatan sebanyak 665 ekor pada kelahiran tahun 1999-2005 dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan Genotip Parameter A, b dan k pada Domba Blackbelly Cross (BC) dan Komposit (K) dengan Menggunakan Kurva Pertumbuhan Non-Linier Model Gompertz dan Logistic.

Model Genotip N A ± s.e. b k Ti Wi

Gompertz BC 153 25,316 ± 1,156 0,560 0,072 12,068 9,313

K 512 26,929 ± 0,626 0,606 0,070 14,329 9,906

Logistic BC 153 21,810 ± 0,601 3,957 0,146 15,313a 10,905

K 512 22,365 ± 0,330 4,483 0,107 18,185b 11,183

Keterangan:

A = Bobot dewasa s.e. = Standard error

b = Parameter skala (nilai konstanta Integrasi) k = Rataan laju pertumbuhan sampai dewasa tubuh Ti = Titik infleksi/titik saat terjadi pubertas

Wi = Waktu infleksi

a dan b = Superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada parameter

Genotip domba BC dan K kelahiran tahun 1999-2005 dengan menggunakan kurva

pertumbuhan non-linier model Gompertz berturut-turut adalah GBC = 25.316*exp (-exp

(0.560-0.072t)) dan GK = 26.929*exp (-exp (0.606-0.070t)). Sedangkan dengan

menggunakan model Logistic adalah GBC = 21.810 / (1+3.957*exp (-0.146t)) dan GK =

22.365 / (1+4.483*exp (-0.107t)).

Rataan genotip BC maupun K pada kurva pertumbuhan non-linier model

(36)

18 Gompertz maupun Logistic bobot badan dewasa pada genotip BC lebih rendah

dibandingkan dengan K. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh

Suparyanto (1999) dimana didapati domba BC memiliki bobot dewasa pada model

Gompertz dan Logistic masing-masing sebesar 28,760 kg dan 28,693 kg. Sedangkan

domba K memiliki bobot dewasa pada model Gompertz dan Logistic masing-masing

sebesar 29.235 kg dan 29,018 kg. Walaupun demikian genotip domba BC dan K pada

kedua model kurva pertumbuhan non-linier ini menunjukkan hasil yang tidak berbeda

nyata. Ini berarti bahwa bobot dewasa berdasarkan genotipnya secara umum dari tahun

1999-2005 pada genotip BC dan K adalah sama.

Nilai standard error dari genotip BC maupun K pada parameter A (bobot dewasa),

model Logistic lebih kecil dari pada model Gompertz yaitu dibawah satu untuk model

Logistic dan lebih dari satu untuk Gompertz. Apabila penilaian model yang didasari atas

rendahnya nilai ini maka model Logistic memperlihatkan hasil yang lebih baik. Hasil

penelitian Suparyanto (1999) terhadap domba genotip St. Croix juga mendapati hal yang

sama, yaitu memperlihatkan model Logistic yang terbaik dari pada gompertz untuk nilai

standard error yang terkecil.

Rataan bobot pada saat Ti (pubertas) domba BC dan K pada model Gompertz

berturut-turut adalah 12,07 kg diumur 9,313 minggu atau 2,3 bulan dan 14,33 kg diumur

9,906 minggu atau 2,5 bulan. Pubertas pada kurva pertumbuhan non linier model

Gompertz berdasarkan hasil analisis tidak menunjukkan perbedaan yang nyata,

sebaliknya pada model Logistik menunjukkan perbedaan yang nyata. Rataan pubertas

domba BC dan K dengan model Logistik dicapai pada bobot badan masing-masing

adalah 15,31 kg diumur 10,91 minggu atau 2,7 bulan kg dan 18,29 kg diumur 11,18

minggu atau 2,8 bulan. Bobot pubertas pada model Logistic ini lebih tinggi namun lebih

cepat mengalami waktu pubertas dari yang dilaporkan oleh Suparyanto (1999) dimana

pada model Logistic domba BC mendapati bobot pubertas 10,94 kg diumur 4 bulan dan

(37)

19 menggunakan model Gompertz dan Logistic masing-masing dicapai pada bobot 8,15 kg

diumur 3 bulan dan 8,475 kg diumur 3,5 bulan.

Jenis Kelamin

Hasil analisis jenis kelamin pada domba Blackbelly cross (BC) dan Komposit (K)

dengan menggunakan kurva pertumbuhan non-linier pada model Gompertz dan Logistik

dengan jumlah pengamatan sebanyak 665 ekor pada kelahiran tahun 1999-2005 dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan Jenis kelamin Parameter A, b dan k pada Domba Blackbelly Cross (BC) dan Komposit (K) dengan Menggunakan Kurva Pertumbuhan Non-Linier Model Gompertz dan Logistic.

Model Jenis Kelamin N *A ± s.e. b k Ti Wi

Gompertz Jantan 310 28,529 ± 0,965 0,619 0,069 14,472 10,495

Betina 355 24,836 ± 0,872 0,576 0,072 13,231 9,137

Logistic Jantan 310 24,038 ± 0,508 4,544 0,130 18,288 12,019

Betina 355 20, 664 ± 0,459 4,202 0,104 16,857 10,332

* = P < 0,05

Jenis kelamin domba BC dan K kelahiran tahun 1999-2005 dengan menggunakan

kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz berturut-turut adalah JKB = 24.836*exp

(-exp (0.576-0.072t)) dan JKJ = 28.529*exp (-exp (0.619-0.069t)). Sedangkan dengan

menggunakan model Logistic adalah GB = 20.664 / (1+4.202*exp (-0.104t)) dan GJ =

24.038 / (1+4.544*exp (-0.130t)).

Rataan jenis kelamin pada kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz

memperlihatkan hasil yang lebih baik dari pada model Logistic. Pada model Gompertz

maupun Logistic jenis kelamin jantan berbeda nyata lebih tinggi dari pada betina. Hasil

ini sejalan namun memiliki rataan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil

penelitian terhadap produktifitas domba Komposit Sumatera dan Barbados Cross pada

kondisi lapang, dimana didapati bobot badan dewasa jantan lebih tinggi yaitu 29 kg dan

25,5 kg untuk betina. Sedangkan bobot badan dewasa Barbados Cross jantan sebesar 39

kg dan 27 kg untuk betinanya (Setiadi dan Subandriyo 2007). Pada kambing Kacang

(38)

20 jantan dan betina dewasa berturut-turut adalah 26,23±5,27 dan 20,13± 4,47 (Fera et al.

2004).

Rataan bobot pubertas pada domba jantan lebih tinggi dari pada betina dimana

pada model Logistic memperlihatkan hasil yang lebih baik dari model Gompertz. Rataan

bobot pubertas pada model Gopertz yaitu 14,47 kg untuk jantan diumur 10,50 minggu

atau 2,6 bulan dan 13,23 kg diumur 9,14 minggu atau 2,3 bulan untuk betina sedangkan

pada model Logistic yaitu 18,29 kg diumur 12,02 minggu atau 3 bulan untuk jantan dan

16,86 kg diumur 10,33 minggu atau 2,6 bulan untuk betina. Walaupun demikian

berdasarkan hasil analisis baik pada model Gompertz maupun Logistic menunjukkan

perbedaan yang tidak nyata. Hal ini berarti bahwa bobot badan pada saat pubertas secara

umum dari tahun 1999-2005 pada genotip BC dan K adalah sama.

Tipe Kelahiran

Hasil analisis tipe kelahiran pada domba Blackbelly cross (BC) dan Komposit (K)

dengan menggunakan kurva pertumbuhan non-linier pada model Gompertz dan Logistic

dengan jumlah pengamatan sebanyak 665 ekor pada kelahiran tahun 1999-2005 dapat

dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan Tipe Kelahiran Parameter A, b dan k pada Domba Blackbelly Cross (BC) dan Komposit (K) dengan Menggunakan Kurva Pertumbuhan Non-Linier Model Gompertz dan Logistic.

Model Tipe Kelahiran N A ± s.e. b k Ti* Wi

Gompertz Tunggal 295 27,199 ± 0,998 0,537 0,072 11,873 10,006

Kembar 370 26,047 ± 0,877 0,643 0,069 15,353 9,582

Logistic Tunggal 295 23,498 ± 0,525 3,862 0,073 15,904 11,749

Kembar 370 21,232 ± 0,462 4,760 0,068 18,815 10,616

* = P < 0,05

Tipe kelahiran domba BC dan K kelahiran tahun 1999-2005 dengan

(39)

21 = 27.199*exp (-exp (0.537-0.072t)) dan TKKG = 26.047*exp (-exp (0.643-0.069t)).

Sedangkan dengan menggunakan model Logistic adalah TKTL = 23.498 / (1+3.862*exp

(-0.073t)) dan TKKL = 21.232 / (1+4.760*exp (-0.068t)).

Rataan tipe kelahiran pada kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz

memperlihatkan hasil yang lebih baik dari pada model Logistic dengan tipe kelahiran

tunggal memiliki bobot dewasa yang lebih tinggi dari pada kelahiran kembar. Tipe

kelahiran tunggal pada model Gompertz yaitu sebesar 27,20 kg dan 26,05 kg untuk

kelahiran kembar sedangkan pada model Logistic tipe kelahiran tunggal sebesar 23,50 kg

dan 21,23 kg untuk kelahiran kembar. Pada domba K hasil ini lebih rendah dari yang

pernah dilaporkan oleh Subandriyo et al. (1998) dimana bobot badan induk saat beranak

tunggal sebesar 29,68±3.50 kg, dan 29,43±3,61 kg untuk induk dengan anak kembar dua

serta 28,47±3,22 kg untuk induk dengan anak kembar tiga. Berdasarkan Tabel 3, bobot

dewasa domba BC maupun K menurun seiring dengan meningkatnya tipe kelahiran. Hal

yang sama juga dilaporkan oleh Darmana (2000) dimana tipe kelahiran tunggal memiliki

rataan bobot dewasa yang lebih tinggi dari kelahiran kembar. Sedangkan pada domba St.

Croix, tipe kelahiran tunggal dan kembar dua pada domba jantan St. Croix umur 365 hari

berturut-turut yaitu 25,32 ± 4,40 dan 22,68 ± 1,02. Bobot badan yang dicapai anak

domba jantan St. Croix menurun seiring dengan meningkatnya tipe kelahiran (Asmarasari

2006). Walaupun demikian baik pada model Gompertz maupun Logistic pada tipe

kelahiran menunjukkan hasil analisa yang tidak berbeda nyata. Ini berarti bahwa

berdasarkan genotipnya tipe kelahiran secara umum dari tahun 1999-2005 pada genotip

BC dan K adalah sama.

Rataan bobot pubertas pada kurva pertumbuhan non linier baik pada model

Gompertz maupun Logistic berdasarkan hasil analisis menunjukkan perbedaan yang

nyata. Dimana rataan pubertas pada model Logistic memperlihatkan angka yang lebih

tinggi dari pada model Gompertz. Rataan bobot pubertas pada tipe kelahiran tunggal

lebih rendah dari pada kelahiran kembar, yaitu pada model Gopertz 11,87 kg diumur

(40)

22 atau 2,4 bulan untuk kelahiran kembar sedangkan pada model Logistic 15,90 kg diumur

11,75 minggu atau 2,9 bulan untuk kelahiran tunggal dan 18,81 kg diumur 10,62 atau 2,7

bulan untuk kelahiran kembar. Hal ini dapat disebabkan karena pada kelahiran kembar,

induk harus benar-benar mempersiapkan tubuhnya untuk fetus yang lebih dari satu

sehingga dapat seimbang antara kebuntingan dengan bobot badan induk ketika

kebuntingan terjadi. Nafiu (2003) memaparkan bahwa semakin bertambah dewasa induk

semakin bertambah bobot badannya yang diikuti dengan kematangan fungsi dan

mekanisme hormonal pada organ tubuh dan organ reproduksi, sehingga meningkatkan

daya tampung uterus dan memungkinan perkembangan fetus secara maksimal.

Umur Beranak

Hasil analisis umur beranak pada domba Blackbelly cross (BC) dan Komposit (K)

dengan menggunakan kurva pertumbuhan non-linier pada model Gompertz dan Logistik

dengan jumlah pengamatan sebanyak 665 ekor pada kelahiran tahun 1999-2005 dapat

dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan Umur Beranak Parameter A, b dan k pada Domba Blackbelly Cross (BC) dan Komposit (K) dengan Menggunakan Kurva Pertumbuhan Non-Linier Model

Gompertz dan Logistic.

Model Umur Beranak (Tahun) N *A ± s.e. b k Ti* Wi

Gompertz 1-2 153 24,521 ± 1,139 0,542 0,078 11,263 9,021

3 128 29,383 ± 1,263 0,627 0,063 16,094 10,808

4 118 28,967 ± 1,346 0,600 0,057 15,549 10,657

5 266 25,302 ± 0,944 0,610 0,075 13,402 9,308

Logistic 1-2 153 21,397 ± 0,600 3,841 0,152 15,304 10,699

3 128 23,889 ± 0,665 4,525 0,116 18,554 11,945

4 118 23,969 ± 0,709 4,637 0,088 20,263 11,985

5 266 21,157 ± 0,497 4,211 0,107 17,090 10,579

(41)

23 Umur beranak domba BC dan K kelahiran tahun 1999-2005 dengan menggunakan

kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz berturut-turut adalah UBG1-2 =

24.521*exp (-exp (0.542-0.078t)), UBG3 = 29.383*exp (-exp (0.627-0.063t)), UBG4 =

28.967*exp (-exp (0.600-0.057t)) dan UBG5 = 25.302*exp (-exp (0.610-0.075t)) .

Sedangkan dengan menggunakan model Logistic adalah UBL1-2 = 21.397 / (1+3.841*exp

(-0.152t)), UBL3 = 23.889 / (1+4.525 *exp (-0.116t)), UBL4 = 23.969 / (1+4.637 *exp

(-0.088t)) dan UBL5 = 21.157/ (1+4.211 *exp (-0.107t)).

Rataan umur beranak pada kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz

memperlihatkan hasil yang lebih baik dari pada model Logistic. Dimana rataan semakin

meningkat pada umur beranak setelah dua tahun dan menurun kembali ketika induk umur

beranak ke lima tahun. Hal ini sejalan dengan yang dilaporkan oleh Suparyanto (1999)

dimana bobot dewasa (asimtot) dini pada domba komposit dengan menggunakan model

Gompertz maupun Logistic yaitu pada umur 2-3 tahun dan mencapai bobot asimtot yang

konstan setelah mencapai umur 4-5 tahun. Begitu juga dengan hasil yang didapat oleh

Nafiu (2003) pada domba Priangan dan persilangannya dimana bobot sapih meningkat

sejalan dengan meningkatnya paritas induk hingga paritas empat, dan kemudian menurun

untuk paritas selanjutnya. Jika dihubungkan antara umur induk saat beranak dengan

bobot lahir pada anak, maka Black (1983) menjelaskan bahwa umur induk

mempengaruhi bobot lahir pada anak, induk domba muda menghasilkan bobot lahir anak

yang lebih ringan dibandingkan dengan induk yang lebih tua. Domba dara juga akan

menghasilkan bobot lahir anak yang lebih rendah jika dibandingkan pada induk yang

telah melahirkan beberapa kali.

Rataan bobot pubertas pada kurva pertumbuhan non linier baik pada model

Gompertz maupun Logistic berdasarkan hasil analisis menunjukkan perbedaan yang

nyata. Dimana rataan pubertas pada model Logistic memperlihatka angka yang lebih

tinggi dari pada model Gompertz. Rataan bobot pubertas domba BC maupun K pada

model Gompertz berada pada kisaran 11,26-16,09 kg diumur 9,02-10,81 minggu atau

2,2-2,7 bulan sedangkan model Logistic berada pada kisaran 15,30-20,26 kg diumur

10,58-11,99 minggu atau 2,7-3,1 bulan. Walaupun pubertas dicapai lebih dini,

berdasarkan laporan Gatenby et al. (1997) domba betina yang dikawinkan pertama kali

pada umur 10 bulan akan menghasilkan anak yang nyata lebih rendah bila dibandingkan

(42)

24 Tabel 4 pada pubertas memperlihatkan bahwa kelahiran pada tahun ketiga dan

keempat mengalami peningkatan, hal ini dapat disebabkan telah telah optimalnya

pertumbuhan domba pada alat reproduksi dalam kata lain ternak telah mencapai dewasa

kelamin maupun dewasa tubuh. Suparyanto (1999) menyatakan bahwapola pertumbuhan

optimal rata-rata dicapai setelah ternak berumur 1,5 tahun dan pertumbuhan dianggap nol

bila umur ternak telah mencapai umur lima tahun. Farid dan Fahmy (1996) memaparkan

bahwa semakin dewasanya induk maka akan bertambah sempurnanya mekanisme

hormonal organ reproduksi. Selain itu juga Doloksaribu (2005) memaparkan bahwa

tingginya daya hidup anak pada paritas kedua dan ketiga dapat disebabkan karena

semakin tingginya naluri keindukan yang dimiliki beranak beberapa kali. Naluri

keindukan ini sangat berhubungan dengan tingkat kedewasaan tubuh induk.

Jenis Kelamin Antar Genotip

Hasil analisis jenis kelamin antar genotip pada domba Blackbelly cross (BC) dan

Komposit (K) dengan menggunakan kurva pertumbuhan non-linier pada model Gompertz

dan Logistik dengan jumlah pengamatan sebanyak 665 ekor pada kelahiran tahun

1999-2005 dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan Jenis Kelamin Parameter A, b dan k pada Domba Blackbelly Cross (BC) dan Komposit (K) dengan Menggunakan Kurva Pertumbuhan Non-Linier Model

Gompertz dan Logistic.

Model Genotip Jenis Kelamin N *A ± s.e. b k Ti* Wi

Gompertz BC Jantan 67 30,413 ± 1,695 0,654 0,068 16,406 11,188

Betina 86 21,346 ± 1,506 0,486 0,075 8,688 7,853

K Jantan 243 28,010 ± 0,890 0,609 0,069 13,938 10,304

Betina 269 25,952 ± 0,855 0,604 0,070 14,683 9,547

Logistic BC Jantan 67 24,900 ± 0,892a 4,624 0,193 18,558 12,450

Betina 86 19,403 ± 0,793b 3,438 0,109 12,786 9,702

K Jantan 243 23,801 ± 0,468a 4,523 0,112 18,214 11,901

Betina 269 21,068 ± 0,450b 4,447 0,102 18,158 10,534

(43)

25 Jenis kelamin domba BC dan M kelahiran tahun 1999-2005 dengan menggunakan

kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz berturut-turut adalah BCJ = 30,413*exp

(-exp (0,654-0,068t)), BCB = 21,346*exp (-exp (0,486-0,075t)), dan KJ = 28,010*exp

(-exp (0,609-0,069t)), KB = 25,952*exp (-exp (0,604-0,070t)). Sedangkan dengan

menggunakan model Logistic adalah BCJ = 24,900 / (1+4,624*exp (-0,193t)), BCB =

19,403 / (1+3,438*exp (-0,109t)) dan KJ = 23,801 / (1+4,523 *exp (-0,112t)), KB =

21,068 / (1+4,447 *exp (-0,102t)).

Rataan jenis kelamin antar genotip jantan BC pada kurva pertumbuhan non-linier

model Gompertz memperlihatkan hasil yang lebih baik dari pada model Logistic

sedangkan betina adalah sebaliknya. Secara umum dapat dilihat bahwa model Gompertz

memperlihatkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan model Logistic.

Domba jantan BC tampil lebih unggul dari pada K, hal ini memperlihatkan bahwa

potensi genotip Barbados Blackbelly memberikan sumbangan yang lebih baik

dibandingkan domba lokal pada anak jantan domba hasil persilangannya (Barbados x

Sumatera). Hal ini sejalan dengan hasil yang dilaporkan oleh Setiadi dan Subandriyo

(2007) bahwa domba jantan BC lebih unggul dari pada domba K pada kondisi lapang

dengan nilai berturut-turut 39,0 dan 29,0 kg. Tetapi sebaliknya diperlihatkan pada domba

betina, dimana genotip K lebih tinggi dari pada BC. Hasil ini sesuai dengan yang

dilaporkan Subandriyo et al. (2000) dimana didapati bahwa bobot domba betina dewasa

genotip K memperlihatkan hasil yang lebih tinggi dari BC pada kondisi stasiun percobaan

Balitnak dengan nilai berturut-turut 30,2±4,87 dan 29,3±4,02 kg.

Rataan bobot pubertas pada kurva pertumbuhan non linier baik pada model

Gompertz maupun Logistic berdasarkan hasil analisis menunjukkan perbedaan yang

nyata. Rataan pubertas pada jantan lebih tinggi dari pada betina. Dimana pada model

Logistic memperlihatkan hasil yang lebih baik dari pada model Gompertz. Pada model

Gompert domba BC jantan dan betina masing-masing sebesar 16,41 kg diumur 11,19

minggu atau 2,8 bulan dan 8,69 kg diumur 7,85 minggu atau 2 bulan serta domba K

Gambar

Tabel 1. Rataan Genotip Parameter A, b dan k pada Domba Blackbelly Cross (BC) dan
Tabel 3. Rataan Tipe Kelahiran Parameter A, b dan k pada Domba Blackbelly Cross (BC) dan Komposit (K) dengan Menggunakan Kurva Pertumbuhan Non-Linier Model Gompertz dan Logistic
Tabel 4. Rataan Umur Beranak Parameter A, b dan k pada Domba Blackbelly Cross (BC)
Tabel 5. Rataan Jenis Kelamin Parameter A, b dan k pada Domba Blackbelly Cross (BC)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Syukur alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat dan hidayahnya serta memberikan kemudahan sehingga penulis bisa menyelesaikan

Metode ini dipilih agar diperoleh data penelitian yang bersifat mendalam dan menyeluruh mengenai perilaku sosial anggota pencak silat persaudaraan setia hati terate di

dilakukan analisa terhadap 2 2 sekuen gajah Sumatra ( Elephas maximus sumatranus ) berasal dari 5 lokasi Pusat konservasi gajah Sumatra , ternyata semua sekuen

(3) Penelitian ini bertujuan untuk memverifikasi metode analisis yang digunakan pada larutan alpha arbutin.. menggunakan

Untuk mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai pengetahuan tentang kebisingan, penggunaan alat pelindung diri dan penyakit terkait lingkungan kerja, maka

Hasil penelitian Sumartini (2010) menunjukkan bahwa setelah diberikan coaching oleh kepala ruang maka perawat primer yang memiliki kemampuan berpikir kritis baik,

Sehingga kebijakan yang diambil sangat menentukan permasalahan keberhasilan dari program yang akan dilakukan untuk pengentasan kemiskinan bagi masyarakat apakah

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia, segala nikmat, dan kekuatan sehingga Penulis dapat menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi)