• Tidak ada hasil yang ditemukan

Propaganda Media Dalam Bentuk Kekerasan Terbuka (Studi Semiotika Terhadap Film Pengkhianatan G 30 S PKI)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Propaganda Media Dalam Bentuk Kekerasan Terbuka (Studi Semiotika Terhadap Film Pengkhianatan G 30 S PKI)"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

PROPAGANDA MEDIA DALAM BENTUK KEKERASAN

TERBUKA

(STUDI SEMIOTIKA TERHADAP FILM PENGKHIANATAN

G 30 S PKI)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh :

Mamik Sarmiki

NIM : 1111051000115

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 21 Mei 2015

(3)
(4)
(5)

i

ABSTRAK

Mamik Sarmiki NIM 1111051000115

PROPAGANDA MEDIA DALAM BENTUK KEKERASAN TERBUKA (ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FILM FILM PENGKHIANATAN G 30 S PKI)

Berawal dari sebuah tragedi sadis pada tahun 1965, saat itu terjadi kudeta yang dilakukan oleh sekelompok pasukan yang menculik para Jederal dan menguburnya di Lubang Buaya yang sampai sekarang dikenal sebagai peristiwa G 30 S PKI. Pada masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto tragedi ini pun diangkat ke layar lebar dengan judul Pengkhianatan G 30 S PKI. Film Pengkhianatan G 30 S PKI ini membawa unsur propaganda, terutama propaganda yang ditampilkan dalam bentuk kekerasan didalamnya. Dalam film ini yang banyak menampilkan adegan kekerasan yang dilakukan oleh para anggota dan simpatisan PKI

Berdasarkan penjabaran diatas, maka peneliti ingin mengetahui Bagaimana tanda kekerasan yang ditampilkan dalam film Pengkhianatan G 30 S PKI yang dibuat oleh PPFN (Pusat Produksi Film Nasional)? Apa teknik propaganda yang digunakan oleh media dalam film Pengkhianatan G 30 S PKI yang dibuat oleh PPFN (Pusat Produksi Film Nasional)?

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pisau analisis semiotika model Ferdinan de Saussure yang mengelompokan lambang menjadi dua jenis: signifier (the concept) dan signified (the sound-image). Signifier

menunjuk pada aspek fisik dari lambang, misalnya ucapan, gambar, lukisan. Sedangkan signified menunjuk pada aspek mental dari lambang, yakni pemikiran bersifat asosiatif tentang lambang.

Berdasarkan hasil penelitian, Tanda kekerasan yang ditampilkan dalam film ini menggambarkan sifat kebrutalan dan kekejaman dalam proses kudeta yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Teknik propaganda yang dipakai dalam film ini adalah Name Calling (penjulukan), Testimony (kesaksian),

Fear Arousing (membangkitkan ketakutan). Glittering Generality (kemilau generalitas). Namun teknik yang sering dipakai untuk merepresentasikan kekerasan adalah teknik Fear Arousing (membangkitkan ketakutan) dan teknik yang menggambarkan sosok kepahlawanan adalah teknik Glittering Generality

(kemilau generalitas).

Dari penjelasan singkat diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa berbagai adegan-adegan yang menandakan kekerasan dalam film ini membuat rasa kebencian itu timbul dibenak para penonton dan upaya penumpasan gerakan pengkhianatan yang dilakukan oleh Soeharto dan pasukannya membuat sebaliknya, yaitu para penonton bangga dan senang karena telah hadir sosok pahlawan yang menumpas semua kekerasan yang dilakukan dalam pemberontakan yang menewaskan para Jenderal elit di Angkatan Darat.

(6)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas

berkat rahmat dan kuasa-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat

dan salam terlimpahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, serta keluarga,

sahabat dan para pengikutnya.

Sebagai manusia biasa, peneliti menyadari bahwa dalam penulisans kripsi

ini masih terdapat kekuarangan dan kelemahan. Peneliti yakin skripsi ini tidak

akan berjalan lancer tanpa adanya bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh

karena itu peneliti mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dr. Arief Subhan, MA. Selaku Dekan beserta jajarannya di Fakultas Ilmu

Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam ,Rachmat Baihaky, MA

beserta Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fita

Fathurokhmah, M.Si yang selalu berkenan membantu peneliti.

3. Drs Jumroni, M.Si selaku dosen Penasihat Akademik. Terimakasih atas

saran dan masukan yang diberikan selama ini.

4. Fita Fathurokhmah, M.Si selaku dosen pembimbing yang dengan sangat

sabar membimbing saya. Terimakasih atas waktu, tenaga serta ilmunya

yang telah Ibu berikan selama ini.

5. Orang Tuaku, Bapak Santa Sarim (alm) dan Ibu Sani Buang dan kakak ku

Pedri Haryadi beserta istri Yuniawati yang telah banyak memberikan doa,

(7)

iii

peneliti. Maaf jika sampai saat ini belum bisa menjadi yang diharapkan.

Alhamdulilah akhirnya Mamik sebentar lagi wisuda.

6. Kekasih ku, Eka Rahmawati. yang selama ini selalu menjadi penyemangat

dan motivator agar cepat menyelesaikan skripsi ini. Ayo sekarang giliran

kamu kuliah !!!

7. Teman-teman Kahfi Motivator School, om Sofwan, didin, isnen, kak tiar,

kak sukri, kak izul, teh silvi. Terimakasih atas semua bantuanya nya

selama ini.

8. Kawan-kawan Band Jelly Spotters, Rizki Dwi Summaputra, Hedy Afwan,

Surya Agung Wibisono, Fajar Yugaswara. Wujudkan mimpi kalian, Go

Internasional.

9. Teman-teman KPI D 2011, Zahid, Wawi, Ican, Alwan, Ajat, Wira, Ojan,

Lukem, Fais, Anhar, Kahfi, Miler, Ganjar, Ical, Edvan, Uuz, Kiki, Dita,

Tria, Ijah, Ita, Nay, Tebe, Lely, Rina, Rani, Nadhiroh, Hasna, Sifa, Fitri.

Terimakasih untuk empat tahun yang berkesan ini.

10. Keluarga besar KPI angkatan 2011 yang tidak bisa disebutkan satu per

satu. Jaga terus tali silaturahmi diantara kita ya kawan.

11. KKN P.E.A.R.L, Wira, Hasby, Hendra, Ali, Subhi, Yudho, Herdian, Ivan,

Fitri, Aska, Sherty, Fina, Lela, Fea Terimakasih atas suka duka selama

sebulan di Ciseeng. Jangan lupakan semua kenangan kita yah pearls.

12. Seluruh Dosen dan staf akademik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi atas ilmu dan bantuannya selama ini.

13. Segenap staf Perpustakaan Utama UIN Jakarta dan Perpustakaan Ilmu

(8)

iv

14. Semua pihak yang membantu dalam proses penyusunan skripsi ini hingga

akhir yang tak disebutkan satu-persatu, semoga Allah senantiasa membalas

kebaikan kalian semua, Amin.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu peneliti membutuhkan kritik dan saran yang membangun agar

kedepannya bisa lebih baik lagi. Akhir kata, peneliti berharap semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi pembaca dan bisa menjadi bahan pembanding untuk

penelitian selanjutnya.

Jakarta, 10 Juni 2015

(9)

v A. Latar Belakang Masalah………..……. 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah………...……....5

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian……….…………...6

D. Metodologi Penelitian……….……….. 7

6. Teknik Analisis Data………...…... 11 E. Tinjauan Pustaka………..……... .13 F. Sistematika Penulisan………..……....15

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Ruang Lingkup Propaganda.………...…... 17

B. Semiotika...………...…...25

C. Semiotika Ferdinand de Saussure...………...…... 27

D. Kekerasan... 29

E. Film...………... 34

BAB III GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umun dan Profil...…... 40

B. Sinopsis Film Pengkianatan G 30 S PKI...………. 47

C. Partai Komunis Indonesia………... 49

D. Orde Baru...………...58

BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISIS A. Analisis Semiotika Film Pengkhianatan G 30 S PKI... 61

1. Analisis Semiotika Pada Adegan Penyerbuan Terhadap Tempat Training Centre Pelajar Islam Indonesia... 62

(10)

vi

3. Analisis Semiotika Pada Adegan Penyerangan Kepada Brigjen D.N Pandjaitan...68 4. Analisis Semiotika Pada Adegan Penganiayaan di Lubang

Buaya... 71 5. Analisis Semiotika Pada Adegan Perampasan Radio Republik

Indonesia (RRI) oleh Partai Komunis Indonesia (PKI)... 75 6. Analisis Semiotika Pada Adegan Soeharto Memberitahukan

Bahwa Tidak Ada Gerakan Dewan enderal... 78 7. Analisis Semiotika Pada Adegan Soeharto Memerintahkan

Untuk Mengambil Alih RRI dan Telkom Yang Dirampas Oleh PKI... 81 8. Analisis Semiotika Pada Adegan Ucapan Terimakasih Oleh

Soeharto Atas Ditemukannya Jasad Para Korban... 83 B. Analisis Propaganda Film Pengkhianatan G 30 S PKI...86

1. Analisis Propaganada Pada Adegan Penyerbuan Terhadap

Tempat Training Centre Pelajar Islam Indonesia...86 2. Analisis Propaganda Pada Adegan Pemberitaan Kekerasan

Yang Dilakukan Oleh Partai Komunis Indonesia (PKI)...87 3. Analisis Propaganda Pada Adegan Penyerangan

Kepada Brigjen D.N Pandjaitan...88 4. Analisis Propaganda Pada Adegan Penganiayaan di Lubang

Buaya...89 5. Analisis Propaganda Pada Adegan Perampasan Radio Republik

Indonesia (RRI) oleh Partai Komunis Indonesia (PKI)...90 6. Analisis Propaganda Pada Adegan Soeharto Memberitahukan

Bahwa Tidak Ada Gerakan Dewan Jenderal...92 7. Analisis Propaganda Pada Adegan Soeharto Memerintahkan

Untuk Mengambil Alih RRI dan Telkom Yang Dirampas

Oleh PKI... 93 8. Analisis Propaganda Pada Adegan Ucapan Terimakasih Oleh

Soeharto Atas Ditemukannya Jasad Para Korban... 94

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan...………95

B. Saran………...96

DAFTAR PUSTAKA

(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Film saat ini bukanlah hal baru dalam kehidupan masyarakat, dan juga tidak

hanya sebagai media hiburan semata melainkan sebagai media komunikasi antara

pembuat dengan penikmat film tersebut. Film sebagai sarana hiburan masyarakat

telah melalui banyak perubahan hingga sampai saat ini, itu dikarenakan

perkembangan teknologi yang semakin maju dan berkembang dengan sangat

pesat.

Pada tahun 1984 ada sebuah film fenomenal yang dibuat atas restu Presiden

Soeharto dan langsung ditangani oleh PPFN (Pusat Produksi Film Nasional).

Karya berdana 800 juta yang disutradarai oleh Arifin C. Noer ini pun laris di

masyarakat pada saat itu, penayangan film ini pun menjadi suatu kewajiban yang

selalu ditayangkan oleh stasiun TVRI pada waktu itu dan menjadi tontonan wajib

setiap tanggal 30 September. Namun, pada September 1998 diumumkan oleh

Menpen Yunus Yosfiah, bahwa film ini tidak akan diputar atau diedarkan lagi, di

samping film-film Janur Kuning (1979) dan Serangan Fajar (1981), karena berbau

rekayasa sejarah dan mengkultuskan seseorang yaitu Presiden Soeharto.1

Film Pengkhianatan G 30 S PKI ini membawa unsur propaganda, terutama

propaganda yang ditampilkan dalam bentuk kekerasan di dalamnya. Dalam film

ini yang banyak menampilkan adegan kekerasan yang dilakukan oleh para

anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang secara tidak

1

Film Indonesia, Pengkhianat an G 30 S PKI, art ikel diakses pada 12 Desem ber 2014 dari ht t p:/ / film indonesia.or.id/ m ovie/ t itle/ lf-p022-82-358646_pengkhianat

(12)

langsung memancing emosi para penontonnya ketika melihat tayangan yang

mereka tonton. Film yang berdurasi hampir empat jam ini mampu menjadi alat

untuk meyakinkan dan membuat masyarakat percaya bahwa kudeta yang

dilakukan pada tahun 1965 adalah ulah dari Partai Komunis Indonesia (PKI) dan

mereka adalah sekelompok manusia yang kejam dan brutal karena banyak sekali

melakukan kekerasan terhadap para musuhnya.

Film ini dikemas dengan begitu baik dengan para pemain yang hampir

menyerupai para tokoh yang diperankannya lalu ditambah dengan akting yang

penuh dengan totalitas membuat film ini menjadi seperti nyata, adegan demi

adegan yang menggambarkan kejadian saat peristiwa berlangsung dikemas

dengan begitu rapi dan dibuat seakan sedang menayangkan kejadian yang

sebenarnya, namun dalam film ini banyak menampilkan adegan-adegan yang

sangat brutal dan sadis yang mengisahkan kekejaman pada saat kudeta dilakukan

membuat adrenalin para penonton semakin dipermainkan. Sebuah film yang

bagus dan berkualitas bukan hanya dilihat dari alur ceritanya saja tetapi harus

mempunyai pesan moral yang ingin disampaikan kepada penonton melalui

tanda-tanda yang terdapat di dalamnya. Film ini layak untuk ditonton, selain karena

sinematografisnya bagus, penonton akan mendapat pelajaran berharga dari film

tersebut.

Pada tahun-tahun sebelum peristiwa 1 Oktober 1965, Partai Komunis

Indonesia (PKI) tampak berkembang pesat. Dari sebuah partai kecil dengan latar

belakang yang diragukan iktikad baiknya karena berperanan dalam

pemberontakan madiun pada tahun 1948, PKI tumbuh menjadi sebuah partai

(13)

3

sosial politik. Wakil-wakil partai itu duduk di kabinet, dalam Dewan Perwakilan

Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Di samping ke dalam bidang

politik, jalur partai pun merembes ke bidang ekonomi, pendidikan, kesenian, dan

kesusasteraan.2

Operasi 1 Oktober 1965 di ibukota oleh “Gerakan 30 September”

direncanakan dalam serentetan pertemuan yang dihadiri para pemimpin Biro

Khusus PKI dan para simpatisan yang ada dalam Angkatan Bersenjata, yang

mendapat tugas menjalankan apa yang telah direncanakan.3

Pada pukul 2.30 pagi dini hari tanggal 1 Oktober 1965, Letnan Satu Dul Arief

selaku pimpinan Kesatuan Pasopati dari “Gerakan 30 September”, memeriksa

barisannya di Lubang Buaya pada sebidang lapangan di pinggiran Pangkalan

Udara Halim, sebelah tenggara Jakarta. Kesatuan Pasopati dibagi dalam tujuh

sub-kesatuan. Setiap Kesatuan bertanggung jawab untuk menculik serta membawa ke

pangkalan Lubang Buaya masing masing satu Jenderal dalam daftar yang dibuat

para pengkhianat.4

Sesuai dengan perintah Letnan Dul Arief, pemimpin kesatuan Pasopati,

para korban penculikan dan pembunuhan dibawa ke Lubang Buaya. Meskipun

sampai pada dini hari itu belum jelas benar apa yang terjadi pada tanggal 1

Oktober 1965, namun telah menjadi kenyataan bahwa para korban mengalami

penganiayaan yang dilakukan oleh anggota kesatuan-kesatuan Pasopati dan

Pringgodani, termasuk beberapa oknum Tjakabirawa dan Pasukan Para Angkatan

2

Nugroho Not osusant o dan Ism ail Saleh, Tragedi Nasional Percobaan KUP G 30 S/ PKI di Indonesia, (Jakart a: PT. Pembim bing M asa 1968), h. 1.

3

Nugroho Not osusant o dan Ism ail Saleh, Tragedi Nasional Percobaan KUP G 30 S/ PKI di Indonesia, h. 9.

4

(14)

Udara, para anggota Pemuda Rakyat serta Gerwani. 5

Tidak dapat disangkal lagi bahwa media sangat berperan dalam kegiatan

propaganda. Mengingat propaganda merupakan kegiatan komunikasi untuk

mempengaruhi massa, media yang paling tepat digunakan sebagai wahana untuk

mencapai tujuan propaganda adalah media massa. Dalam hal ini, pemilihan

bentuk media massa perlu disesuaikan dengan target massa yang hendak dituju

oleh propaganda.6

Media juga mampu memperluas kemampuan seseorang atau institusi dalam

menyebarkan pesan. Penyebaran pesan yang dilakukan dalam bidang politik,

sosial, dan ekonomi disebut propaganda.

Menurut Comstock, ada tiga aspek yang mempengaruhi propaganda yang

dilakukan melalui media massa, yakni: pertama, pengaruh sosial. Dalam aspek

pengaruh perubahan sosial, terdapat teori dasar yang dapat digunakan yakni teori

perbandingan sosial. Teori ini menggambarkan kecenderungan seorang individu

jika sedang membandingkan dirinya dengan orang lain dan apa yang ia dapatkan

dalam perbandingan itu (refleksi). Kedua, perilaku konsumen. Perilaku konsumen,

menurut McCarthy, dapat dipahami berdasarkan model 4P (Price, Product, Place,

Promotion), yakni model perilaku konsumen dalam memutuskan untuk memilih

barang atau jasa yang ingin dibeli. Model tersebut mempengaruhi konsumen

dalam mekanisme transaksi. Propaganda mempengaruhi massa dalam mekanisme

hubungan sosial. Ketiga, sosialisasi, yakni memperkenalkan konsep kepada massa

atau publik, melalui berbagai cara, antara lain memanfaatkan peran kelompok

5

Nugroho Not osusant o dan Ism ail Saleh, Tragedi Nasional Percobaan KUP G 30 S/ PKI di Indonesia, h. 20.

6

(15)

5

rujukan (reference group).7

Menarik untuk menelusuri tanda-tanda apa yang ada dalam film ini, terutama

bagaimana tanda-tanda dalam film ini yang menandakan propaganda dalam

bentuk kekerasan terbuka. Film umumnya dibangun dengan banyak tanda.

Tanda-tanda itu dikolaborasikan untuk mencapai efek yang diinginkan. Karena film

merupakan produk visual dan audio, maka tanda-tanda ini berupa gambar dan

suara.

Dari latar belakang inilah peneliti mencoba untuk meneliti konstruksi

propaganda dalam berbentuk kekerasan yang terkandung dalam Film

Pengkhianatan G 30 S PKI. Maka peneliti tertarik menelitinya dengan judul

“Propaganda Media Dalam Bentuk Kekerasan Terbuka (Analisis Semiotika

Terhadap Film Film Pengkhianatan G 30 S PKI)”.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah peneliti membatasi permasalahan dengan

hanya menganalisis adegan yang menampilkan bentuk kekerasan yang

dilakukan oleh para anggota atau simpatisan Partai Komunis Indonesia

melalui propaganda media dalam Film Pengkhianatan G 30 S PKI.

2. Rumusan Masalah

Peneliti merumuskan masalah penelitian ini, yaitu :

7

(16)

a. Bagaimana tanda kekerasan yang ditampilkan dalam film

Pengkhianatan G 30 S PKI yang dibuat oleh PPFN (Pusat Produksi

Film Nasional)?

b. Apa teknik propaganda yang digunakan oleh media dalam film

Pengkhianatan G 30 S PKI yang dibuat oleh PPFN (Pusat Produksi

Film Nasional)?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti kemukakan di atas, maka

tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui tanda-tanda kekerasan yang terdapat dalam Film

Pengkhianatan G 30 S PKI yang dibuat oleh PPFN (Pusat Produksi

Film Nasional).

b. Untuk mengetahui teknik propaganda apa yang digunakan oleh media

dalam Film Pengkhianatan G 30 S PKI yang dibuat oleh PPFN (Pusat

Produksi Film Nasional).

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Akademis

Diharapkan menjadi bahan kajian yang memberi kontribusi bagi

khasanah kepada ilmu komunikasi, dan juga untuk memberikan

gambaran dalam membaca tanda yang terkandung dalam sebuah film

melalui kacamata semiotika.

(17)

7

Penelitian ini diharapkan dapat membuka cakrawala para penonton

untuk memaknai pesan dalam film, terutama film yang memunyai

nilai sejarah bagi bangsa Indonesia.

D. Metodologi Penelitian

1. Paradigma Penelitian

Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas

dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton, paradigma tertanam kuat dalam

sosialisasi para penganut dan praktisinya. Paradifma menunjukkan pada

mereka apa yang penting, absah, dan masuk akal. Paradigma juga bersifat

normatif, mnunjukan pada praktisinya apa yang harus dilakukan tanpa perlu

melakukan pertimbangan eksistensial atau epistimologis yang panjang.8

Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme, yakni salah

satu cara pandang dalam menganalisis realitas signifikanya isi film tersebut,

paradigma dalam penelitian semiotika banyak mengacu pada paradigma

konstruktivis.

Dalam Film ini tidak sepenuhnya menggambarkan kejadian yang

sebenarnya, tetapi juga mempunyai maksud dan makna tertentu. Maka, dalam

penelitian ini peneliti ingin mengetahui lebih jauh konstruksi propaganda yang

terbentuk dalam Film Pengkhianatan G 30 S PKI.

8

(18)

2. Pendekatan Penelitian

Dalam memaparkan hasil penelitian ini, peneliti menggunakan

pendekatan kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskritif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku

yang dapat diamati.9 Pendekatan kualitatif ini bertujuan untuk mendapat

pemahaman yang sifatnya umum yang diperoleh setelah melakukan analisis

terhadap kenyataan sosial yang menjadi fokus penelitian, kemudian ditarik

kesimpulan berupa pemahaman umum tentang kenyataan-kenyataan

tersebut.10

3. Sifat Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif, yaitu metode

penelitian yang bertujuan melukiskan secara sistematis fakta atau

karakteristik populasi tertentu secara faktual dan cermat.11 Penelitian ini tidak

menceritakan atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis. Deskriptif

diartikan melukiskan variabel demi variabel, satu demi satu. Pengertian ini

sama dengan analisis deskriptif statistik, sebagai lawan dari analisis

inferensial. Penelitian deskriptif bukan saja menjabarkan tetapi memadukan.

Bukan saja melakukan klasifikasi tetapi juga organisasi.12

4. Metode Penelitian

Secara sigkat kita dapat menyatakan bahwa analisis semiotika

merupakan cara atau metode untuk menganalisis dan memberikan

9

Lexy J. M aleong, M etodologi Penelit ian Kualitatif, (Bandung: PT. Rem aja Rosdakarya, 2000), h. 3.

10

Rosady Ruslan, M etodologi Penelit ian Public Relation dan Komunikasi, (Jakart a: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h. 215.

11

Jum roni, M etode-M et ode dan Penelit ian Komunikasi, (Jakart a: UIN Jakart a Press, 2006), h. 37. 12

(19)

9

makna terhadap lambang yang terdapat suatu paket

lambang-lambang pesan atau teks. Teks yang dimaksud dalam hubungan ini adalah

segala bentuk serta sistem lambang (sign) baik terdapat pada media massa

(seperti berbagai paket tayangan televisi, karikatur, media cetak, film,

sandiwara radio, dan berbagai bentuk iklan) maupun yang terdapat di luar

media massa ( seperti karya tulis, patung, candi, monumen, fashion show, dan

menu masakan pada suatu food festival). Urusan analisis semoitik adalah

melacak makna-makna yang diangkat dengan teks berupa lambang-lambang

(signs). Dengan kata lain, pemaknaan terhadap lambang-lambang dalam

tekslah yang menjadi pusat perhatian analisis.

Kendati sebagai suatu metode ilmiah, analisis semiotik dapat dikatakan

relatif baru, namun ia memiliki akar sejarah yang panjang. Kata semiotik

(semiotics) berasal ari bahasa yunani semion yang lazim diartikan sebagai a

sign by which something is known (suatu tanda dimana sesuatu dapat

diketahui). John Locke mengembangkan pemahaman demikian untuk

menguraikan tentang bagaimana manusia memahami sesuatu melalui

lambang-lambang, seperti muncul dalam karyanya yang berjudul Essay

Conserning Human Understanding. Pemikiran Locke sampai sekarang masih

dinilai sebagai sebagian dari doktrin filsafat mengenai lambang.

Dalam konteks akademik modern, istilah semiotik digunakan

Margareth Mead pada tanggal 19 Mei 1962 di Univeritas Indiana AS ketika

diselenggarakan Seminar tentang Paralinguistik dan Kinesis. Mead, dalam hal

(20)

in all modalities (komunikasi yang terpolakan dalam segala bentuk

modalitas).13

5. Teknik Pengumpulan Data

a. Copy File Film

Untuk mendapatkan Film Pengkhianatan G30 S PKI, peneliti

mengkopi file dari media internet dari situs Youtube. Film inilah yang

kemudian dijadikan bahan untuk menganalisis penelitian ini.

b. Observasi

Dalam teknik penelitian ini, peneliti mengamati dan mencatat

fenomena-fenomena yang diselidiki. Observasi dilakukan dengan cara

menonton Film Pengkhianatan G30 S PKI.

Dalam konteks ilmu komunikasi, penelitian dengan metode

pengamatan atau observasi biasanya dilakukan dengan melacak secara

sistematis dan langsung gejala-gejala komunikasi terkait dengan

persoalan-persoalan sosial, politis, dan kultur masyarakat.14

Dalam praktik penggunaannya, metode observasi dapat

dibedakan menjadi beberapa jenis sesuai dengan tingkat keterlibatan

peneliti dalam atau terhadap aktivitas serta proses-proses yang ada

pada masyarakat yang diteliti. Dengan memeperhatikan hal ini, kita

pada dasarnya dapat membedakan dua jenis metode pengamatan, yaitu

observasi dengan ikut terlibat dalam kegiatan komunitas yang diteliti

dan observasi tidak telibat.15 Ada dua macam teknik observasi:

13

Pawit o, Penelitian Komunikasi Kualit at if,(Yogyakart a: LkiS Yogyakart a, 2007) h. 155-157 14

Pawit o, Penelitian Komunikasi Kualit at if, h.111. 15

(21)

11

1. Observasi Partisipan

Observasi partisipan adalah observasi yang memungkinkan

periset atau peneliti mengamati kehidupan individu atau kelompok

dalam situasi rill, di mana terdapat seeting yang rill tanpa dikontrol

atau diatur secara sistematis seperti riset eksperimental.16

2. Observasi Non Partisipan

Observasi non partisipan adalah observasi yang dalam

pelaksanaannya tidak melibatkan penelitian sebagai partisipasi atau

kelompok yang diteliti.17

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi non

partisipan karena observasi yang dilakukan dengan melakukan

pengamatan langsung dan bebas terhadap objek penelitian dengan cara

menonton dan mengamati adegan-adegan dalam film Pengkhianatan

G 30 S PKI, kemudian mencatat, memilih dan menganalisanya sesuai

dengan model penelitian yang digunakan.

c. Studi Kepustakaan

Untuk melengkapi data penelitian dipergunakan pula studi

kepustakaan untuk mencari referensi yang sesuai dengan tujuan

penelitian.

6. Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul, kemudian diklarifikasikan sesuai

pertanyaan yang terdapat pada rumusan masalah. Selanjutnya, dilakukan

analisis data dengan menggunakan teknik analisis semiotik Ferdinand de

16

Rachm at Kriyant ono, Tehnik Prakt is Riset Komunikasi, (Jakart a: Kencana, 2010), h. 112. 17

(22)

Saussure. Saussure menggunakan istilah semoilogi dengan makna suatu

sciene that studies the life of signwithin society (ilmu yang mempelajari

seluk-beluk lambang-lambang yang ada atau digunakan dalam

masyarakat). Saussure dengan pemaknaan semiologi seperti itu bermaksud

memberi penekanan pada perihal yang ikut membentuk atau menentukan

lambang-lambang, dan hukum-hukum atau adanya ketentuan-ketentuan

bagaimana yang mengaturnya. Sejak saat ini kemudian berkembang

pandangan bahwa semiotika atau semiologi tidak lain adalah the science of

signs (ilmu tentang lambang-lambang).

Kalau Pierce mengidentifikasi tiga jenis lambang (yakni

lambang-lambang yang bersifat ikonik, indeks, dan simbolik) maka Saussure

menyarankan pengelompokan lambang menjadi dua jenis: signifier (the

concept) dan signified (the sound-image). Signifier menunjuk pada aspek

fisik dari lambang, misalnya ucapan, gambar, lukisan, sedangkan signified

menunjuk pada aspek mental dari lambang, yakni pemikiran bersifat

asosiatif tentang lambang. Kedua jenis lambang ini saling berkaitan dan

tidak dapat dipisahkan. Bagi Saussure, lambang-lambang pada dasarnya

adalah berkenaan dengan the relation of a concept (not a thing) and sound

image (not a name). Makna dari lambang, menurut Saussure, terletak pada

perbedaan dengan lambang-lambang lain.18

Karena bagi Saussure, lambang-lambang pada dasarnya adalah

berkenaan dengan the relation of a concept (not a thing) and sound image

18

(23)

13

(not a name), maka hal ini lah yang mendasari saya untuk memilih teoriini

yang dipakai dalam penelitian saya.

Sedangkan dalam teknik penelitian skripsi ini, peneliti berpedoman

pada buku “Pedoman Akademik Program Strata 1 2011/2012)

E. Tinjauan Pustaka

Analisis ini merujuk pada penelitian-penelitian terdahulu dan buku-buku yang

membahas tentang analisis semiotika. Beberapa skripsi yang mengenai analisis

semiotika yang menjadi acuan diantaranya yaitu:

Propaganda Media Dalam Bentuk Representasi Dominasi Kaum

Yahudi-Amerika Terhadap Yahudi-Amerika Serikat Dalam Bidang Keuangan (Studi Analisis

Semiotika Terhadap Serial Film Kartun Family Guy Episode When You Wish

Upon a Weinstein) oleh Zainal Abidin Jurusan Komunikasi Massa, Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Hasil analisa penelitian ini dapat

diketahui bahwa dalan episode When You Wish Upon a Weinstein , kaum

Yahudi-Amerika digambarkan sebagai pihak yang penolong yang pandai dalam mengurus

keuangan sedangkan masyarakat Amerika digambarkan sebagai pihak yang tidak

sanggup mengatasi masalah keuangan mereka sendiri sehingga bergantung pada

kaum Yahudi-Amerika.

Persamaan dalam penelitian ini yaitu peneliti sama-sama menggunakan

analisis semiotik model Ferdinand de Saussure, di mana peneliti mencari

tanda-tanda dalam penelitiannya. Walaupun sama-sama menggunakan analisis semiotik

dengan model Ferdinand de Saussure tetapi penelitian ini berbeda karena dalam

(24)

sedangkan pada penelitian sebelumnya meneliti Serial Film Kartun Family Guy

yang menjadi objek penelitiannya.

Propaganda Barat Terhadap Islam Dalam Film (Studi Tentang Makna Simbol

dan Pesan Film "Fitna" Menggunakan Analisis Semiologi Komunikasi) oleh

Anggid Awiyat tahun 2009 Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret. Hasil analisa penelitian ini dapat

diketahui bahwa salah satu tujuan utama propaganda anti Islam yang dilakukan

pihak Barat adalah menebarkan gejolak Islamophobia di kalangan masyarakat

luas. Praktek-praktek kekerasan yang dilakukan sekelompok kecil umat Muslim

dengan membawa simbol-simbol agama Islam telah dimanfaatkan oleh

orang-orang Barat dengan memanfaatkan media massa sebagai alat utama dalam

memegang tampuk wacana peradaban, sehingga Islam terus menerus dipojokkan

oleh publik. Media-media massa Barat berusaha memperingatkan bahwa Islam

tengah berkembang pesat, dan tak lama lagi Islam juga akan mencengkeram

Eropa dan Amerika, bahkan dunia.

Persamaan dalam penelitian ini yaitu peneliti sama-sama menggunakan

analisis semiotik. Walaupun sama-sama menggunakan analisis semiotik namun

berbeda modelnya, yaitu peneliti menggunakan model Ferdinand de Saussure.

Selain itu objek dalam penelitian ini pun berbeda dimana peneliti meneliti Film

Pengkhianatan G30 S PKI sebagai objeknya sedangkan pada penelitian

sebelumnya meneliti Film “Fitna“ yang menjadi objek penelitiannya.

Analisis Semiotik Film “Freedom Writers“ oleh Dahliana Syahri tahun 2011

KPI, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hasil penelitian skripsi ini yaitu peneliti

(25)

15

bukan hanya sebagai pengajar tapi hendaknya juga sebagai pendidik dan mampu

menggunakan metode pengajaran yang tepat berdasarkan latar belakang

muridnya.

Persamaan dalam penelitian ini yaitu peneliti sama-sama menggunakan

analisis semiotik. Walaupun sama-sama menggunakan analisis semiotik namun

berbeda modelnya, yaitu peneliti menggunakan model Ferdinand de Saussure.

Selain itu objek dalam penelitian ini pun berbeda dimana peneliti meneliti Film

Pengkhianatan G30 S PKI sebagai objeknya sedangkan pada penelitian

sebelumnya meneliti Film “Freedom Writers“ yang menjadi objek penelitiannya.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penulisan, maka sistematika penulisan ini terdiri dari

lima bab dan masing-masing bab terdiri dari sub-bab dengan penyusunan sebagai

berikut:

BAB I : PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah

penelitian, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN TEORITIS Bab ini akan membahas ruang lingkup

propaganda, Semiotika, semiotika Ferdinand de Saussure, kekerasan, film.

BAB III : GAMBARAN UMUM Bab ini memaparkan Gambaran Umum Film

Pengkhianatan G 30 S PKI, Sinopsis Film Pengkhianatan G 30 S PKI, Partai

Komunis Indonesia, Orde Baru dan Youtube.

BAB IV : HASIL TEMUAN DAN ANALISIS Bab ini membahas tanda-tanda

(26)

film Pengkhianatan G 30 S PKI dan analisis jenis kekerasan dalam film

Pengkhianatan G 30 S PKI.

BAB V : PENUTUP Bab ini merupakan bab penutup dari berbagai sub bab yang

(27)

17

BAB II

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEP

A. Ruang Lingkup Propaganda

1. Pengertian Propaganda

Propagada berasal dari bahasa latin yaitu propagare artinya cara tukang

kebun menyemaikan tunas suatu tanaman ke sebuah lahan untuk

memproduksi tanaman baru yang kelak akan tumbuh sendiri. Dengan kata

lain juga berarti mengembangkan atau memekarkan (untuk tunas). Dari

sejarahnya sendiri, propaganda awalnya adalah mengembangkan dan

memekarkan agama katholik Roma baik di Italia maupun negara-negara lain.

Sejalan dengan tingkat perkembangan manusia, propaganda tidak hanya

digunakan dalam bidang keagamaan saja tetapi juga dalam bidang

pembangunan, politik, komerdial, pendidikan, dan lain-lain.

Dalam ensiklopedia internasional dikatakan propaganda adalah, “suatu

jenis komunikasi yang berusaha mempengaruhi pandangan dan reaksi, tanpa

mengindahkan tentang nilai benar atau tidak benarnya pesan yang

disampaikan”.19

Menurut Harold D. Laswell dalam tulisannya propaganda (1937)

mengatakan propaganda adalah teknik untuk mempengaruhi kegiatan

manusia dengan memanipulasikan representasinya (propaganda in Broadst

sense is the technique of influencing human action by the manipulation of

representations). Dalam buku lainnya Propaganda Technique in the World

War (1927) menyebutkan propaganda adalah semata mata kontrol opini yang

19

(28)

dilakukan melalui simbol-simbol yang memiliki arti, atau menyampaikan

pendapat yang konkrit dan akurat (teliti), melalui sebuah cerita, rumor

laporan gambar-gambar dan bentuk-bentuk lain yang bisa digunakan dalam

komunikasi sosial.20

2. Teori Propaganda

Secara teoritis pesan propaganda harus diulang-ulang. Teknik

pengulangan sangat penting dan merupakan dasar dalam kegiatan

propaganda. Ditilik dari sejarahnya, teori propaganda mengalami perubahan

secara evolusioner selaras dengan dinamika perkembangan masyarakat.

Berikut ini teori-teori tersebut:21

a. Early Propaganda Theory

Teori ini menganut asumsi bahwa setiap orang menyukai

kesenangan. Di sini, propagandis menggunakan kata-kata yang

menghibur, gambar-gambar yang memukau atau

pertunjukan-pertunjukan atraktif dihadapan orang banyak sehingga mereka merasa

senang dan selamanya menerima pesan-pesan propaganda yang

ditawarkan atau memberikan sumbangan atau bantuan. Propaganda

dilakukan secara satu arah (one way) dengan efek langsung dan

segera pada target.

b. Reaction Against Early Propaganda Theory

Sebagai reaksi terhadap Early Propaganda Theory (teori

propaganda awal), muncul sebuah pemikiran bahwa tidak selamanya

propaganda hanya bersifat searah. Kerika seorang propagandis

20

Nurudin, Komunikasi Propaganda, h. 10. 21

(29)

19

sedang melancarkan propaganda kepada targetnya, bukan mustahil

sang target pun melancarkan propaganda balik, baik disadari maupun

tanpa disadari. Di sini, propagandis memperhatikan reaksi-reaksi

yang diberikan oleh targetnya dan berupaya mengefektifkan

propaganda yang dilancarkannya.

c. Libertarianism Theory

Teori ini beranjak dari sumsi bahwa propaganda merupakan upaya

untuk memperluas pengaruh atau memperoleh kekuasaan, bukan

merupakan monopoli kaum borjuis seperti penguasa atau elite

masyarakat. Siapapun berhak dan tidak boleh dilarang menyusun

kekuasaan atau memiliki pengaruh melalui propaganda selama bisa

dipertanggungjawabkan.

d. Libertarianism Reborn Theory

Teori mutakhir mengenai propaganda yang didasari oleh asumsi

bahwa setiap manusia memiliki kebebasan berkehendak untuk

melakukan apa saja, termasuk untuk memperoleh keuntungan

ekonomi atau kekuasaan politik. Acuan teori ini adalah sejarah

peradaban yang menginginkan kemajuan perkembangan tiada henti

dalam kehidupan masyarakat.

e. Freudianism Theory

Teori ini lahir dari konsep pembagian kepribadian manusia ke

dalam tiga elemen yang bisa direkayasa melalui propaganda. Tiga

elemen tersebut adalah ego (rasio), internal desire (ID-kesenangan

(30)

propaganda yang dilancarkan adalah ‘meyakinkan’ ego, kemudian

‘mempersuasi’ ID, untuk ‘melemahkan’ superego.

f. Behaviorism Theory

Teori ini berasumsi bahwa masyarakat sosial memiliki respon

terhadap stimulus tertentu sehingga propaganda dapat mempengaruhi

aspek kognitif dalam perilaku kehidupannya.

g. Propaganda Thory versi Harold D Lasswell

Teori ini mengadaptasi teori freudianisme dan teori behaviorisme,

puncak implementasinya untuk mencapai efek dukungan massa.

Teori ini tersublimasi dalam rumusan paradigma komunikasi yang

terkenal (‘Who’ says ‘What’ to ‘Whom’ in which ‘Channel’ with what

‘Effect’).

h. Public Opinian Theory versi Walter Lipmann

Teori ini menunjukan proses rangkaian kegiatan propaganda dari

bawah yang berkembang mulai dari kaum proleter (buruh, petani,

nelayan, dan mereka dari kelas kurang pendidikan) maupun pada

golongan masyarakat paling bawah lain, hingga kemudian

pengaruhnya merambat naik mencapai golongan tertinggi, seperti

kaum borjuis atau kelompok elit maupun golongan masyarakat

lainnya.

i. IPA Theory (Institute for Propaganda Analysis)

Menurut teori IPA, propaganda adalah komunikasi yang

(31)

21

berdasarkan fungsi propaganda yang seharusnya relevan dengan

kebutuhan masyarakat.

j. Modern Propaganda Theory

Teori ini dipopulerkan oleh sebuah kalimat, ‘Dunia adalah

panggung propaganda’. Teori propaganda modern berasumsi bahwa

propaganda harus dilakukan dengan teknik-teknik propaganda yang

jitu tanpa diketahui orang banyak atau kelompok yang dijadikan

sasaran.

3. Teknik-teknik propaganda

Untuk mencapai sasaran dan tujuannya, propaganda seperti halnya

komunikasi, sangat membutuhkan teknik. Sebab dengan teknik yang tepat

akan menghasilkan capaian yang optimal seperti yang diharapkan oleh

propagandis. Ini juga sangat berkait erat dengan objek sasaran yang dituju.

Berikut beberapa teknik propaganda22 :

a. Name calling

Name calling adalah propaganda dengan memberikan sebuah ide

atau label yang buruk. Tujuannya adalah agar orang menolak dan

menyangsikan ide tertentu tanpa mengoreksinya atau memeriksanya

terlebih dahulu.

b. Glittering Generalities

Glittering Generalities adalah mengasosiasikan suatu dengan suatu

“kata Bijak” yang digunakan untuk membuat kita menerima dan

menyetujui hal itu tanpa memeriksanya terlebih dahulu.

c. Transfer

Transfer meliputi kekuasaan, sanksi dan pengaruh sesuatu yang

lebih dihormati serta dipuja dari hal lain agar membuat “sesuatu” lebih

22

(32)

bisa diterima. Teknik propaganda transfer bisa digunakan dengan

memakai pengaruh seseorang atau tokoh yang paling dikagumi dan

berwibawa dalam lingkungan tertentu. Propagandis dalam hal ini

mempunyai maksud agar komunikan terpengaruh secara psikologis

terhadap apa yang sedang dipropagandakan. juga bisa digunakan

dengan menggunakan cara simbolik.

d. Testimonial

Testimonials berisi perkataan manusia yang dihormati atau dibenci

bahwa idea atau program atau produk adalah baik atau buruk.

Propaganda ini sering digunakan dalam kegiatan komersial, meskipun

juga bisa digunakan untuk kegiatan politik. Dalam teknik ini

digunakan nama seseorang terkemuka yang yang mempunyai otoritas

dan prestise sosial tinggi di dalam menyodorkan dan meyakinkan

sesuatu hal dengan jalan menyatakan bahwa hal tersebut didukung

oleh orang-orang terkemuka tadi.

e. Plain Folk

Plain Folk adalah propaganda dengan menggunakan cara memberi

identifikasi terhadap suatu ide. Teknik ini mengidentikan yang di

propagandakan milik atau mengabdi pada komunikan.

f. Card Stacking

Card Stacking adalah meliputi seleksi dan penggunaan fakta atau

kepalsuan, ilustrasi atau kebingungan dan masuk akal atau tidak

masuk akal suatu pernyataan agar memberikan kemungkinan terburuk

atau terbaik untuk suatu gagasan, program, manusia dan barang.

Teknik propaganda yang hanya menonjolkan hal-hal atau segi baiknya

saja, sehingga publik hanya melihat satu visi saja.

g. Bandwagon Technique

Teknik ini dilakukan dengan menggembar-gemborkan sukses yang

dicapai oleh seseorang, suatu lembaga atau suatu organisasi.

(33)

23

h. Reputable Mouthpiece

Teknik ini dilakukan dengan mengemukakan sesuatu yang tidak

sesuai kenyataan. Teknik ini biasanya digunakan oleh seseorang yang

menyanjung pemimpin, akan tetapi tidak tulus.

i. Using All Forms of Persuations

Teknik ini digunakan untuk membujuk orang lain dengan

himbauan atau iming-iming. Teknik propaganda ini sering digunakan

dalam pemilu.

j. Frustration or Scapegot23

Teknik ini digunakan untuk menciptakan kebencian atau

menyalurkan frustasi dengan cara menciptakan kambing hitam.

k. Fear Arousing

Teknik ini adalah cara propaganda untuk mendapatkan dukungan

dari target massa dengan menimbulkan emosi negatif, khususnya

ketakutan.

4. Media Propaganda

Dalam komunikasi, faktor media menduduki peran yang sangat

penting dalam proses penyebaran pesan. Berikut ini beberapa contoh

media yang biasanya digunakan dalam kegiatan propaganda:24

a. Media massa

Media massa yang dimaksud dalam hal ini adalah media elektronik

dan media cetak. Salah satu keunggulan ini adalah jangkauannya

yang luas. Peran media massa dalam propaganda sangat efektif.

b. Buku

Buku menjadi sangat efektif karena sangat mempengaruhi

pemikiran orang dan pemikiran dapat mempengaruhi perilaku.

c. Film

Film juga bisa dijadikan media propaganda.

23

M ohamm ad Shoelhi, Propaganda Dalam Komunikasi Int ernasional (Bandung: PT. Rem aja Rosdakarya, 2012), h. 67-69.

24

(34)

d. Selebaran

Selebaran ini biasanya digunakan oleh sekelompok tertentu yang

ada dalam masyarakat dalam mempengaruhi kebijakan publik

pemerintahnya.ini sangat dimungkinkan

5. Jenis-jenis Propaganda

Ada beberapa jenis propaganda yang dikemukakan beberapa

pengamat. Jika dilihat dari cara yang dilakukannya atas isi pesan ada

propaganda tersembunyi dan terbuka.25

a. Propaganda tersembunyi

Dalam propaganda tersembunyi ini, propagandis menyembunyikan

tujuan utamanya dalam kemasan suatu pesan lain. contohnya seorang

yang sedang menjabat sebagai gubernur. Namun pada saat yang

sama ia dijagokan menjadi presiden. Pertanyaan yang sebenarnya

ditujukan pada posisi dirinya sebagai gubernur, namun ia kemas agar

juga bisa menguntungkan dirinya dalam usahanya merebut kursi

presiden.

a. Propaganda terbuka

Adalah setiap kemasan pesan, cara dan perilakunya dikemukakan

secara transparan tanpa dikemas dengan pesan yang lain. misalnya,

ketika seorang kandidat presiden mengatakan, “pilihlah saya sebagai

presiden, karena saya akan mengantarkan serta mengatasi bangsa ini

untuk mengatasi krisis ekonomi.

Sedangkan Ellul (1965) membagi jenis propaganda menjadi

propaganda vertikal dan horisontal.

a. Propaganda Vertikal

Propaganda vertikal adalah yang dilakukan oleh satu pihak kepada

orang banyak dan bisanya mengandalkan media massa untuk

menyebarkan pesan-pesannya.

25

(35)

25

b. Propaganda Horisontal

Propaganda horisontal adalah propaganda yang dilakukan seorang

pemimpin suatu organisasi atau kelompok pada anggota oganisasi

atau kelompok itu melalui tatap muka ataukomunikasi antar personal

dan biasanya tidak mengandalkan media massa.

B. Semiotika

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda.

Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari

jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia.

Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak

mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things).

Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan

mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek

tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak

berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda.26

Kata “semiotika” itu sendiri berasal dari bahasa Yunani, semeion yang bearti

“tanda” atau seme, yang berarti “penafsir tanda”. Semiotika berakar dari studi

klasik dan skolastik atas seni logika, retorika dan peotika. “tanda” pada masa itu

masih bermakna sesuatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain.27

Secara sigkat kita dapat menyatakan bahwa analisis semiotika merupakan

cara atau metode untuk menganalisis dan memberikan makna-makna terhadap

lambang-lambang yang terdapat suatu paket lambang-lambang pesan atau teks.

26

Alex Sobur, Semiot ika Komunikasi (Bandung: PT Rem aja Rosdakarya, 2009). H. 15. 27

(36)

Teks yang dimaksud dalam hubungan ini adalah segala bentuk serta sistem

lambang (sign) baik terdapat pada media massa (seperti berbagai paket tayangan

televisi, karikatur, media cetak, film, sandiwara radio, dan berbagai bentuk iklan)

maupun yang terdapat di luar media massa ( seperti karya tulis, patung, candi,

monumen, fashion show, dan menu masakan pada suatu food festival). Urusan

analisis semoitik adalah melacak makna-makna yang diangkat dengan teks berupa

lambang-lambang (signs). Dengan kata lain, pemaknaan terhadap

lambang-lambang dalam tekslah yang menjadi pusat perhatian analisis.

Kendati sebagai suatu metode ilmiah, analisis semiotik dapat dikatakan relatif

baru, namun ia memiliki akar sejarah yang panjang. Kata semiotik (semiotics)

berasal ari bahasa yunani semion yang lazim diartikan sebagai a sign by which

something is known (suatu tanda dimana sesuatu dapat diketahui). John Locke

mengembangkan pemahaman demikian untuk menguraikan tentang bagaimana

manusia memahami sesuatu melalui lambang-lambang, seperti muncul dalam

karyanya yang berjudul Essay Conserning Human Understanding. Pemikiran

Locke sampai sekarang masih dinilai sebagai sebagian dari doktrin filsafat

mengenai lambang.

Dalam konteks akademik modern, istilah semiotik digunakan Margareth

Mead pada tanggal 19 Mei 1962 di Univeritas Indiana AS ketika diselenggarakan

Seminar tentang Paralinguistik dan Kinesis. Mead, dalam hal ini, menggunakan

istilah semiotik untuk menunjuk patterned communication in all modalities

(komunikasi yang terpolakan dalam segala bentuk modalitas).28

28

(37)

27

C. Semiotika Ferdinand de Saussure

Pandangan-pandangan Saussure tentang semiotika kebanyakan disampaikan

ketika memberi kuliah di University of Geneva sekitar tahun 1906 sampai 1911,

yang kemudian dibukukan di bawah judul Course in General Languistics

(diterbitkan tahun 1915). Saussure menyarankan bahwa studi tentang bahasa

selayaknya menjadi bagian dari area yang ia sebut dengan semiology yang ketika

itu belum banyak berkembang. Saussure mendasarkan pemikiran demikian pada

keyakinan bahwa studi tentang bahasa pada dasarnya adalah studi tentang sistem

lambang-lambang.

Dalam hal ini, saussure menggunakan istilah semoilogi dengan makna suatu

sciene that studies the life of signwithin society (ilmu yang mempelajari

seluk-beluk lambang-lambang yang ada atau digunakan dalam masyarakat). Saussure

dengan pemaknaan semiologi seperti itu bermaksud memberi penekanan pada

perihal yang ikut membentuk atau menentukan lambang-lambang, dan

hukum-hukum atau adanya ketentuan-ketentuan bagaimana yang mengaturnya. Sejak saat

ini kemudian berkembang pandangan bahwa semiotika atau semiologi tidak lain

adalah the science of signs (ilmu tentang lambang-lambang).

Kalau Pierce mengidentifikasi tiga jenis lambang (yakni lambang-lambang

yang bersifat ikonik, indeks, dan simbolik) maka Saussure menyarankan

pengelompokan lambang menjadi dua jenis: signifier (the concept) dan signified

(the sound-image). Signifier menunjuk pada aspek fiik dari lambang, misalnya

ucapan, gambar, lukisan, sedangkan signified menunjuk pada aspek mental dari

(38)

lambang ini saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Bagi Saussure,

lambang-lambang pada dasarnya adalah berkenaan dengan the relation of a concept (not a

thing) and sound image (not a name). Makna dari lambang, menurut Saussure,

terletak pada perbedaan dengan lambang-lambang lain. Di sini, Saussure

mengajukan dua dalil berkenaan dengan sistem lambang, terutama dalam

linguistik sebagai berikut.

Pertama, bahwa hubungan antara signifier dan signified bersifat ditentukan

atau dipelajari, pemberian makna terhadap lambang merupakan hasil dari proses

belajar. Kedua, bahwa signifier linguistik (misalnya kata-kata atau ucapan) dapat

berubah dari waktu ke waktu. Hal demikian berbeda dengan signifier visual, yang

relatif tidak berubah, seperti gambar-gambar dan lukisan.29

Ikatan yang mempersatukan penanda dan petanda bersifat semena, atau juga

karena lambang bahasa kita mengartikan sebagai keseluruhan yang dihasilkan

oleh asosiasi suatu penanda dengan suatu petanda. Kita dapat mengartikan bahwa

tanda bahas abersifat semena.

Prinsip kesemenaan tanda tidak dibantu oleh seorangpun, tetapi sering kali

dibantu lebih mudah untuk menemukan suatu kenyataan dari pada memberinya

tempat yang sesuai.

Kata semena perlu pula dijelaskan. Kata ini tidak boleh memberi gagasan

bahwa penanda tergantung pada pilihan bebas penutur (akan nampak di bawah ini

bahwa bukan wewenang individu untuk mengganti sebuah lambang, sekali

lambang itu melembaga di dalam suatu masyarakat bahasa); yang kami maksud

29

(39)

29

adalah tanpa motif, artinya semena dalam kaitannya dengan petanda karena

penanda tidak memilikiikatan alami apapun dengan petanda di dalam kenyataan.

Penanda yang haekatnya auditif, berlangsung dalam waktu dan memiliki

ciri-ciri yang sama dengan waktu; a) ia mengisi masa tertentu dalam waktu, dan b)

masa ukur dalam suatu dimensi, yaitu sebuah garis.

Prinsip ini gamblang, tetapi nampaknya orang selalu lalai menyebutkannya,

kemungkinan karena prinsip ini terlalu sederhana, padahal prinsip ini mendasar

dan konsekuensinya tak terhitung, kepentingannya sama dengan prinsip

pertama.30

D. Kekerasan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kekerasan adalah perbuatan

seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya

orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain.

Bahaya kekerasan dalam media mempunyai alasannya yang kuat,

meskipun sering lebih mencerminkan bentuk ketakutan dari pada ancaman

riil. Apa yang ditakutkan ialah skenario penularan kekerasan dalam media

menjadi kekerasan sosial riil. Informasi tentang kekerasan juga bisa

menambah kegelisahan umum sehingga membangkitkan sikap represif

masyarakat, alat penegak hukum. Politikus sering mengeksploitasi perasaan

tidak aman untuk kepentingannya. Ketika kekerasan dalam media berfungsi

seperti nilai barang, ia digunakan menjadi alat untuk menormalisir situasi,

30

(40)

sarana untuk memecah belah, dan alat efektif untuk demoralisasi individu

atau kelompok tertentu. Menurut hasil studi tentang kekerasan dalam media

televisi di Amerika Serikat oleh American Psychological Association pada

tahun 1995, seperti dikutip oleh Sophie Jehel, ada tiga kesimpulan menarik

yang perlu mendapat perhatian serius: pertama, mempresentasikan program

kekerasan meningkatkan perilaku agresif; kedua, memperlihatkan secara

berulang tayangan kekerasan dapat menyebabkan ketidakpekaan terhadap

kekerasan dan penderitaan korban; ketiga, tayangan kekerasan dapat

meningkatkan rasa takut sehingga akan menciptakan representasi dalam diri

pemirsa, betapa berbahayanya dunia.

Masalah representasi kekerasan dalam media berlangsung dalam

hubungan segi tiga, yaitu produktor, penerima, dan instansi regulasi. Instansi

produksi adalah para pencipta, pengarang, saluran televisi, rumah produksi,

dan studio. Para pelaku dari instansi produksi ini biasanya lebih menuntut hak

kebebasan berekspresi dan lebih menginginkan regulasi diri. Sedapat

mungkin campur tangan negara atau regulasi dari luar dihindarkan.

Sedangkan, instansi penerima bisa pemirsa, pembaca, pendengar, pengguna,

dan bisa juga asosiasi perlindungan konsumen, kelompok terorganisir lainnya

(pers khusus, sekolah, peneliti, asosiasi psikiater atau psikolog, dan organisasi

kesehatan). Kelompok ini tidak otomatis menyetujui regulasi oleh negara.

Mereka sering terombang-ambing antara menyetujui pelarangan kekerasan

dalam media dan yang lebih longgar demi kreativitas dan hiburan. Akhirnya,

(41)

31

kepentingan instansi produksi dan instansi penerima sehingga hak akan

informasi dan sekaligus kebebasan berekspresi dijamin.31

1. Teori-Teori Kekerasan32

Menurut Thomas Santoso, teori kekerasan dapat dikelompokkan ke dalam

tiga kelompok besar, yaitu sebagai berikut :

a. Teori Kekerasan Sebagai Tindakan Aktor (Individu) atau Kelompok

Para ahli teori kekerasan kolektif ini berpendapat bahwa manusia

melakukan kekerasan karena adanya faktor bawaan seperti kelainan

genetik atau fisiologis. Menurut para ahli teori ini, agretivitas perilaku

seseorang dapat menyebabkan timbulnya kekerasan, seperti kekerasan

dalam rumah tangga yang dilakukan oleh pasangan suami istri. Wujud

kekerasan yang dilakukan oleh individu tersebut dapat berupa

pemukulan, penganiayaan ataupun kekerasan verbal berupa kata-kata

kasar yang merendahkan martabat seseorang. Sedangkan kekerasan

kolektif merupakan kekerasan yang dilakukan oleh beberapa orang

atau sekelompok orang (crowd). Munculnya tindak kekerasan kolektif

ini biasanya karena adanya benturan identitas suatu kelompok dengan

kelompok lain seperti identitas berdasarkan agama atau etnik.

b. Teori Kekerasan Struktural

Menurut teori ini kekerasan struktural bukan berasal dari orang

tertentu, melainkan terbentuk dalam suatusi stemsosial. Para ahli teori

ini memandang kekerasan tidak hanya dilakukan oleh aktor (individu)

31

Haryatm oko, Etika Komunikasi (Yogyakart a: Kanisius, 2007), h. 124-126. 32

(42)

atauk elompok semata, tetapi juga dipengaruhi oleh suatu struktur

seperti aparatur negara.

Pada umumnya bila seseorang atau kelompok memiliki harta

kekayaan berlimpah, maka akan selalu ada kecenderungan untuk

melakukan kekerasan kecuali ada hambatan yang jelas dan tegas .

c. Teori Kekerasan Sebagai Kaitan Antara Aktor dan Struktur

Menurut pendapat ahli teori ini, konflik merupakan sesuatu yang

telah ditentukan sehingga bersifat endemik bagi kehidupan

masyarakat. Menurut Thomas Santoso istilah kekerasan digunakan

untuk mengembangkan perilaku, baik yang terbuka (overt) atau

tertutup (covert), dan yang bersifat menyerang (offensive) atau

bertahan (defensive) yang disertai penggunaan kekuatan kepada orang

lain. Oleh karena itu ada empat jenis kekerasan yang dapat

diidentifikasi :

1) Kekerasan terbuka (kekerasan yang dapat dilihat, seperti

perkelahian)

2) Kekerasan tertutup (kekerasan tersembunyi atau yang secara

tidak langsung dilakukan seperti pengancaman)

3) Kekerasan agresif (kekerasan yang dilakukan untuk

mendapatkan sesuatu, seperti penjambretan)

4) Kekerasan defensif (kekerasan untuk melingdungi diri)

2. Kekerasan Dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program

(43)

33

Dalam BAB III Pasal 33 Tentang Kekerasan, Kecelakaan, dan

Bencana dalam program Faktual dijelaskan bahwa lembaga penyiaran

harus memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan untuk

memperlihatkan realitasdan pertimbangan tentang efek negatif yang dapat

ditimbulkan. Karena itu, penyiaran adegan kekerasan, kecelakaan, dan

bencana dalam program faktual harus mengikuti kebutuhan sebagai

berikut:33

a. Adegan kekerasan tidak boleh disajikan secara eksplisit

b. Gambar luka-luka yang diderita korban kekerasan, kecelakaan, dan

bencana tidak boleh disorot secara close up (big close up, medium

close up, extreme close up)

c. Gambar penggunaan senjata tajam dan senjata api tidak boleh disorot

secara close up (big close up, medium close up, extreme close up)

d. Gambar korban kekerasan tingkat berat, serta potongan organ tubuh

korban dan genangan darah yang diakibatkan tindak kekerasan,

kecelakaan dan bencana, harus disamarkan

e. Durasi dan frekuensi penyorotan korban yang eksplisit harus dibatasi

f. Dalam siaran adio, penggambaran kondisi korban kekerasan,

kecelakaan, dan bencana tidak boleh disiarkan secara rinci

g. Saat-saat kematian tidak boleh disiarkan

h. Adegan eksekusi hukuman mati tidak boleh disiarkan

33

(44)

E. Film

1. Jenis-Jenis Film

Marcel Danesi dalam buku Semiotik Media, menuliskan tiga jenis

atau kategori utama film, yaitu film fitur, film dokumenter, dan film

animasi, penjelasannya adalah sebagai berikut:34

a. Film Fitur

Film fitur merupaka karya fiksi, yang strukturnya selalu berupa

narasi, yang dibuat dalam tiga tahap. Tahap praproduksi merupakan

periode ketika skenario diperoleh. Skenario ini bisa berupa adaptasi dari

novel, atau cerita pendek, cerita fiktif atau kisah nyata yang dimodifikasi,

maupun karya cetakan lainnya, bisa juga yang ditulis secara khusus untuk

dibuat filmnya. Tahap produksi merupakan masa berlangsungnya

pembuatan film berdasarkan skenario itu. Tahap terakhir, post-produksi

(editing) ketika semua bagian film yang pengambilan gambarnya tidak

sesuai dengan urutan cerita, disusun menjadi suatu kisah yang menyatu.

b. Film Dokumenter

Film dokumenter merupakan film nonfiksi yang menggambarkan

situasi kehidupan nyata dengan setiap individu menggambarkan

perasaannya dan pengalamannya dalam situasi yang apa adanya, tanpa

persiapan, langsung pada kamera atau pewawancara. Robert Claherty

mendefinisikannya sebagai “karya ciptaan mengenai kenyataan”, creative

treatment of actuality.35

34

M arcel Danesi, Pengantar M emahami Semiot ika M edia (Yogyakart a: Jalasut ra, 2010) h. 134-135.

35

(45)

35

Dokumenter seringkali diambil tanpa skrip dan jarang sekali

ditampilkan di gedung bioskop yang menampilkan film-film fitur. Akan

tetapi, film jenis ini sering tampil di televisi. Dokumenter dapat diambil

pada lokasi pengambilan apa adanya, atau disusun secara sederhana dari

bahan-bahan yang sudah diarsipkan. Dalam kategori dokumenter, selain

mengandung fakta, film dokumenter mengandung subjektivitas

pembuatnya. Dalam hal ini pemikiran-pemikiran, ide-ide, dan sudut

pandang idealisme mereka. Dokumenter merekam adegan nyata dan

faktual (tidak boleh merekayasanya sedikitpun) untuk kemudian diubah

menjadi sefiksi mungkin menjadi sebuah cerita yang menarik.

c. Film Animasi

Animasi adalah teknik pemakaian film untuk menciptakan ilusi

gerakan dari serangkaian gambaran benda dua atau tiga dimensi.

Penciptaan tradisional dari animasi gambar-bergerak selalu diawali

hampir bersamaan dengan penyusunan storyboard, yaitu serangkaian

sketsa yang menggambarkan bagian penting dari cerita. Sketsa tambahan

dipersiapkan kemudian untuk memberikan ilustrasi latar belakang,

dekorasi serta tampilan dan karakter tokohnya. Pada masa kini, hampir

semua film animasi dibuat secara digital dengan komputer. Salah satu

tokohnya yang legendaris adalah Walt Disney dengan film-film

(46)

2. Unsur-Unsur Pembentuk Film

Film, secara umum dapat dibagi atas dua unsur pembentuk, yakni

unsur naratif dan unsur sinematik, dua unsur tersebut saling berinteraksi

dan berkesinambungan satu sama lain:36

a. Unsur Naratif

Unsur naratif berhubungan dengan aspek cerita atau tema film.

Dalam hal ini unsur-unsur seperti tokoh, masalah, konflik, lokasi,

waktu adalah elemen-elemennya. Mereka saling berinteraksi satu sama

lain untuk membuat sebuah jalinan peristiwa yang memiliki maksud

dan tujuan, serta terikat dengan sebuah aturan yaitu hukum kausalitas

(logika sebab akibat).

b. Unsur Sinematik

Unsur sinematik merupakan aspek-aspek teknis dalam produksi

sebuah film. Terdiri dari : (a) Mise en scene yang memiliki empat

elemen pokok: setting atau latar, tata cahaya, kostum, dan make-up, (b)

Sinematografi, (c) editing, yaitu transisi sebuah gambar (shot) ke

gambar lainnya, dan (d) Suara, yaitu segala hal dalam film yang

mampu kita tangkap melalui indera pendengaran.

3. Struktur Film

a. Shot

Shot adalah a consecutive series of pictures that constitutes a unit of

action in a film, satu bagian dari rangkaian gambar yang begitu panjang,

yang hanya direkam dalam satu take saja. Secara teknis, shot adalah

36

(47)

37

ketika kamerawan mulai menekan tombol record hingga menekan tombol

record kembali.37

b. Scene

Adegan adalah satu segmen pendek dari keseluruhan cerita yang

memperlihatkan satu aksi berkesinambungan yang diikat oleh ruang,

waktu, isi (cerita), tema, karakter, atau motif. Satu adegan umumnya

terdiri dari beberapa shot yang saling berhubungan.

c. Sequence

Sequence adalah satu segmen besar yang memperlihatkan satu

peristiwa yang utuh. Satu sekuen umumnya terdiri dari beberapa adegan

yang saling berhubungan. Dalam karya literatur, sekuen bisa diartikan

seperti sebuah bab atau sekumpulan bab.38

4. Teknik Pengambilan Gambar

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan gambar,

yaitu:39

a. Basic Shoot

1. Close Up (CU)

Sebuah shoot yang memperlihatkan wajah seseorang dalam

ukuran penuh.

2. Medium Close Up (MCU)

Sebuah shoot yang memnampilkan seseorang dengan ukuran dari

dada ke atas

37

Wahyu Wary Pint oko dan Diki Um bara, How t o Become A Cameraman (Yogyakart a: Int erprebook, 2010), h.97.s

38

Him aw an Prat ist a, M emahami Film, h.29-30. 39

Gambar

gambaran dalam membaca tanda yang terkandung dalam sebuah film
gambar lainnya, dan (d) Suara, yaitu segala hal dalam film yang
GAMBARAN UMUM FILM PENGKHIANATAN G 30 S PKI

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan metode inkuiri terbimbing terhadap prestasi belajar dan kemampuan berpikir kritis kategori afektif khusus pada

Terhadap dokumen yang tidak sesuai atau tidak dapat menunjukkan berkas asli, maka dianggap tidak memenuhi syarat kelengkapan administrasi kualifikasi;. Bilamana ditemukan

Fakta-fakta inilah yang menandai urgennya studi ini dilakukan, sekaligus menjadi konsiderasi melakukan studi berjudul “Model Fungsionalisasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal ( Local

Metode yang digunakan adalah metode sejarah yakni Heuristik (pengumpulan sumber), Kritik Sumber (intern dan ekstern), Interpretasi sejarah, dan tahap akhir dalam

Terkait dengan uraian di atas cukup jelas bahwa di samping upaya pemenuhan akan kayu pertukangan yang cukup besar, juga terus dilakukan untuk membangun industri pulp

Rangkuman hasil observasi kegiatan diskusi kelompok siswa dalam PBM siklus I pertemuan pertama, kedua, dan ketiga. Penilaian hasil praktikum dari pertemuan ke pertemuan

Keberhasilan pelaksanaan program dan kegiatan yang tertuang RPJMD sebagai perwujudan visi dan misi walikota sangat ditentukan oleh adanya dukungan seluruh SKPD di lingkungan

Selanjutnya peneliti melakukan penelitian ini untuk melihat bagaimana tanggapan masyarakat sebagai peserta BPJS mengenai pemberitaan-pemberitaan yang muncul